Anda di halaman 1dari 4

Rhaka Fajar Alamsyah

E1A021033

Kelas A

Kuis Hukum Pidana Bagian Khusus

Soal

1. Mengapa pengembangan hukum pidana harus memperhatikan budaya bangsa dan


perkembangan internasional tentang persoalan tertentu?

2. Kapan dan dalam keadaan yang bagaiman kebutuhan untuk melakukan kodifikasi itu
muncul?

3. Apa kelebihan dan kekurangan kodifikasi ketat jika dibandingkan dengan kodifikasi
terbuka?

4. Apa perbedaan delik politik dengan delik yang yang bernuansa politik?

5. Kenapa delik politik dikatakan sebagai delik yang paling a typish?

6. Mengapa pelaku delik politik dikatakan memiliki motif altruistic dan apa konsekuensi
logisnya? Berikan contoh motif altruistik yang ada pada pelaku delik politik!

7. Apa yang dimaksud dengan the politicising of the criminal proceedings?

8. Bagaimana cara membedakan political offender dengan pseudo-political offender?

9. Apa dasar atau landasan hukum negara atau pemerintah menggunakan teori relatif atau
subjektif dalam pembuatan perundang-undangan pidana politik?

10. Sebut dan jelaskan indikator dari sebuah tindakan yang disebut terorisme!

11. Apa dampak yang timbul sebagai akibat pengecualian motif, latar belakang dan tujuan
politik dari tindak pidana terorisme?

12. Apa konsekuensi logis dari tiadanya pembedaan antara delik selesai dan delik yang belum
selesai pada tindak pidana terorisme?

13. Jelaskan siapa saja yang bisa melakukan korupsi dan pasal mana saja yang bisa diancamkan
kepadanya?
14. Terdapat ketentuan lain di luar Undang-undang Pemberantarasan Tindak Pidana Korupsi
(UU PTPK). Bagaimana nasib perundang-undangan tersebut dalam perspektif teori maupun
praktik dengan adanya UU PTPK?

15. Mengapa pecandu maupun penyalahguna narkotika perlu dilakukan perlakuan yang
berbeda dengan pelaku tindak pidana narkotika yang lain? Sebutkan juga apa dasar hukumnya!

Jawaban

1. Pengembangan hukum pidana mempertimbangkan perkembangan budaya secara


domestik (dalam negeri) sekaligus perkembangan internasional mengenai hal-hal yang
menyangkut dan berhubungan dengan hukum pidana supaya pelaksanaan hukum
pidana dapat efektif dan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat secara luas
menekankan pada perubahan kultur, moralitas dan perilaku (perilaku taat hukum dan
kesadaran mentaati hukum), serta pendidikan hukum serta ilmu hukum yang
mengiringi pelaksanaan hukum tersebut.
2. Negara yang memiliki banyak hukum dengan satu sama lain antar daerah ada perbedaan
dapat menimbulkan perbedaan dalam pelaksanaan hukum positif. Di Indonesia sendiri
memiliki setidaknya 19 hukum adat sehingga diperlukan suatu hukum yang berlaku
secara menyeluruh dalam skala nasional dalam bentuk kodifikasi. Sehingga kodifikasi
dibutuhkan apabila suatu negara ingin menerapkan suatu peraturan hukum pidana yang
bersifat umum dengan skala nasional dan mengikat semua pihak.
3. Kodifikasi ketat memiliki kelebihan yaitu lebih rigit dibandingkan dengan kodifikasi
terbuka karena segala bentuk tindak pidana yang terjadi diatur dalam satu Kitab Hukum
yang satu dan utuh, kekurangannya ialah kodifikasi tertutup menutup kemungkinan
adanya peraturan perundang-undangan diluar Kitab Hukum yang mengatur mengenai
tindak pidana yang tidak diatur dalam Kitab Hukum tersebut sehingga apabila ada suatu
tindak pidana baru yang tidak ada dalam Kitab Hukum tersebut, diperlukan kodifikasi
lagi agar Kitab Hukum tersebut memuat tindak pidana itu supaya dapat dipidanakan
peristiwa tersebut.
4. Delik politik ialah delik yang menitik beratkan pada kejahatan yang menyerang
organisasi, fungsi negara serta hak warga negara yang berhubungan dengan kegiatan
politik dan bertujuan politik tertentu. Sementara delik dengan nuansa politik adalah
delik yang pekat akan nuansa politik tertentu dan kepentingan dari pihak tertentu
dengan dalih politik tanpa bisa dibuktikan secara rinci.
5. Karena delik politik dianggap sebagai perbuatan kejahatan untuk kebaikan masyarakat
luas (menurut sudut pandang pelaku). Sehingga pelaku diasumsikan memiliki motif
Altruistik yaitu melakukan kejahatan bukan demi dirinya sendiri tetapi demi
kepentingan bersama demi keadilan untuk menjaga hak asasi manusia dalam berpolitik
walaupun itu berbeda dengan pemahaman politik penguasa yang sah.
6. Motif Altruistik adalah motif yang didasarkan oleh keinginan membantu orang lain
(dalam hal ini demi memperjuangkan hak-hak rakyat) tanpa menghiraukan dirinya
sendiri. Sehingga pelaku yang memiliki motif Altruistik diasumsikan melakukan
kejahatan tersebut bukan untuk dirinya sendiri tapi demi kepentingan masyarakat luas.
Contoh bentuk motif Altruistik adalah seseorang yang rela melakukan upaya untuk
memperjuangkan hak-hak rakyat melalui tulisan,pandangan,maupun gerakan politik
lain.
7. The politicising of the criminal proceedings adalah proses kriminalisasi terhadapa
peradilan pidana yang dilakukan pihak tertentu (biasanya penguasa yang memiliki
kekuatan politik) yang ditujukan agar bagaimana caranya proses peradilan pidana dapat
menguntungkan pihak tersebut.
8. Political Ofender adalah mereka yang melanggar hukum pidana berdasarkan politik
dan keyakinannya
Pseudo-Political offender adalah mereka yang melakukan kejahatan seolah-olah
memiliki latar belakang politik atau motif politik yang sangat lemah.
9. Pada dasarnya, semua delik umum yang dilakukan dengan suatu tujuan, latar belakang
serta tujuan politik, merupakan suatu delik politik. Di Indonesia sendiri pernah
diimplementasikan dalam UU NO. 11/PNPS/1963.
10. berdasarkan ketentuan Pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Teroris No. 15 Tahun 2003. Di antara pengertian yang diberikan oleh
banyak pihak, ciri-ciri tindak pidana terorisme antara lain:
Pelaksanaan tindakan tersebut adalah berencana.
Pelaku kelompok tertentu.
Penggunaan kekerasan.
Korban masyarakat sipil mengintimidasi pemerintah.

Dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dari kejahatan, yang dapat bersifat sosial,
politik atau agama. 1) membahayakan nilai nilai hak asasi manusia yang absolut (nyawa, bebas
rasa takut dan sebagainya, 2) serangan terorisme yang bersifat “random, indiscriminate and
non-selective” yang ditujukan pada orang orang yang tidak bersalah, 3) selalu mengandung
unsur unsur kekerasan, ancaman kekerasan, koersif dan intimidasi pada penduduk sipil dan
menimbulkan rasa takut yang bersifat luas, 4) kemungkinan keterkaitannya dengan kejahatan
terorganisir bahkan transnasional terorganisir, 5) menggunakan teknologi canggih seperti
senjata kimia, biology dan nuklir.

11. Pelaku tindak pidana terorisme apabila melarikan diri keluar negeri maka ia akan
diektradiksi ke negara tempat ia melakukan kejahatannya untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya.
12. Konsekuensi logis dari tiadanya pembedaan antara delik selesai dan delik belum selesai
di tindak pidana terorisme adalah hukum pidana yang dijatuhkan pada pelaku yang
bermufakat jahat, melakukan percobaan maupun pembantuan tindak pidana terorisme
disamakan dengan hukuman pidana yang dijatuhkan pada pelaku tindak pidana
terorisme.
13. Yang dapat dikategorikan bisa melakukan tindak pidana korupsi adalah pegawai negeri.
Menurut UU NO43/1999. Yaitu PNS (baik PNS Pusat dan Daerah), anggota
TNI,anggota POLRI (pasal 2 ayat (1). Pegawai tidak tetap yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang (pasal 2 ayat (3).
14. Dalam UU PTPK dalam hal ini yang mengatur lembaga pemberantasan korupsi tidak
menjadi ranah peraturan Peraturan perundang-undangan. Dimana KPK hanya
berwenang untuk melakuka penyelidikan dalam tindak pidana korupsi
15. Pecandu dan pengguna narkoba harus diberikan penangangan tertentu yang khusus
dikarekanakan keadaanya yang khusus dikarenakan efek samping dari pengunaan
narkotika. Adapun penangangan tersebut dapat berupa rehabilitasi untuk
mengembalikan kondisi fisik maupun psikis yang rusak akibat narkotika sesuai dengan
Peraturaan BNN Nomor 11 Tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai