Di susun oleh:
Nurhamni Ichwarti
1601114411
2018
NEO-REALISME
Neorealisme adalah salah satu perspektif utama dalam kajian teori-teori Hubungan
Internasional kontemporer. Neorealisme muncul sebagai kritik atas asumsi dasar realisme yang
menganggap sifat dasar manusia (human nature) sebagai penjelasan atas berbagai perebutan
kekuasaan dalam hubungan internasional (Mearsheimer, 2013: 78). Dalam pandangan
neorealisme, sifat dasar manusia yang konfliktual tidak berdampak pada perilaku negara dalam
politik internasional. Menurut pandangan neorealisme, yang lebih berpengaruh adalah struktur
anarki internasional. Struktur ini memaksa negara untuk bertindak agresif.
Tokoh Neo-Realisme
Kenneth Waltz
Sebagai peletak dasar, teori neo-realis tulisan Waltz (1979), “Theory of International
Politics”,menjadi basis utama prinsip-prinsip dasar neorealisme. Kemunculan neorealisme ini
sejalan dengan Great Debate kedua dalam kajian HI, antara teori-teori tradisionalis yang
menekankan pandangan kesejarahan dengan teori-teori lain yang menekankan prinsip saintifik.
Waltz, melalui tulisannya di tahun 1959, “Man, State, and War”, serta tahun 1979, menganggap
bahwa kajian mengenai politik internasional haruslah didasarkan pada prinsip behavioralis dan
saintifik.
Salah satu prinsip yang membedakan neorealisme dengan realisme klasik adalah upaya
Waltz (secara epistemologis) untuk mencari alasan umum di balik perilaku aktor internasional
(negara). Mengutip Waltz (1979: 66), walaupun setiap negara memiliki perbedaan, namun
selalu ada kesamaan yang mendasari perilaku negara. Secara logika, bila realisme klasik
memfokuskan diri pada perilaku manusia sebagai penjelas dari perilaku negara, maka
seharusnya setiap kebijakan negara bisa berbeda menurut logika individunya.Waltz menantang
pandangan tersebut dengan mencoba menunjukkan bahwa ada aspek penjelas yang sama dari
tindakan negara, yaitu struktur sistem internasional.
Penjelasan Waltz ini yang menjadi dasar perspektif neorealisme, yang juga sering
dinamai realisme struktural. Posisi ini lantas dikembangkan pula oleh dua analis asal Amerika
Serikat, Stephen Walt dan John Mearsheimer. Pandangan keduanya, yang walaupun berbeda
namun berinduk pada kesamaan prinsip soal supremasi struktur internasional, melahirkan
turunan utama neorealisme yaitu realisme defensif (Walt, 1985) dan realisme ofensif
(Mearsheimer, 2001).
Paradigma dan Asumsi Dasar Liberalisme
Pandangan neorealisme memiliki beberapa asumsi dasar dan prinsip utama. Yang perlu
diingat adalah, kemunculan neorealisme merupakan kritik terhadap pandangan realisme klasik.
Menurut Waltz kelemahan dasar teori realisme klasik adalah perhatian berlebihan pada aspek
insidental dan peristiwa-peristiwa tak terduga. Oleh karenanya, teori mengenai politik
internasional seharusnya hanya melihat hal-hal yang berulang secara terus-menerus. Dalam
pandangan neorealisme, penekanan lantas diberikan pada arti penting struktur/ sistem
internasional yang tidak mudah berubah, konstan, dan memberikan tekanan pada aktor-aktor
internasional (Mearsheimer, 2013).
Sejalan dengan realisme klasik, neorealisme juga memandang bahwa ciri khas politik
internasional adalah adanya upaya untuk mencari dan berkompetisi memperebutkan kekuasaan
(Dunne & Schmidt, 2014: 104). Namun, alih-alih menjelaskan melalui sifat dasar manusia
(human nature), neorealisme berupaya menjelaskan gambar besar dari peta percaturan politik
internasional.
Berdasarkan argumen Booth tersebut, maka ada 4 (empat) argumen utama neorealisme,
yaitu penekanannya pada struktur internasional yang anarkis; negara dianggap sebagai aktor
utama yang berprinsip satu-kesatuan; diwarnai dengan upaya masing-masing unit (negara)
untuk mencari keselamatan diri (survival); serta adanya arti penting pola distribusi kekuasaan
yang berdasarkan kemampuan/ kapabilitas masing-masing unit (negara).
Berbeda dengan realisme defensif, realisme ofensif melihat sistem intenasional yang
anarkis serta tidak adanya otoritas berdaulat di atas negara memang mendorong negara untuk
menerapkan kebijakan yang agresif sehingga tercipta kondisi konfliktual dalam struktur
internasional yang anarki. Pandangan realisme ofensif juga diadaptasi dengan beberapa
modifikasi dari pandangan Waltz. Perbedaan mendasar dengan realisme defensif adalah bahwa
pandangan realisme ofensif menganggap ekspansi militer adalah kunci jika negara ingin
menjamin keamanan dan survivalitas negaranya ditengah struktur interansional yang anarki.
Berbeda dengan realisme defensif yang menekankan aspek keamanan negara, realisme ofensif
yang dibawa oleh John Mearsheimer justru menekankan arti penting maksimalisasi kekuatan
negara.
Para penstudi realisme ofensif terbagi dalam dua kutub pemikiran, yakni pemikir yang
percaya terhadap balance of power seperti John Mearsheimer, Eric Labs, Fareed Zakaria, Kier
Lieber, dan Christopher Layne. Di sisi lain terdapat penstudi yang lebih cenderung
menggunakan hegemonic stability theory seperti Robert Gilpin, William Wohlforth, and
Stephen Brooks.
DAFTAR PUSTAKA
Dunne, Tim & Schmidt, Brian C., (2014), “Realism”, dalam John Baylis, et al, The
Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations, (ed.), 6th edition,
Oxford University Press.
Mearsheimer, John J., (2001), The Tragedy of Great Power Politics. W.W. Norton.
_____, (2013), “Structural Realism”, dalam, Tim Dunne, et al, (2013), International Relations
Theories: Discipline and Diversity, (eds.), 3rd edition, Oxford University Press.
E-book