Anda di halaman 1dari 16

Peran Media Massa Dalam Mempropaganda Islam Melalui Isu Islamophobia

Oleh : M. Rizal1

A. Pendahuluan

Sejak peristiwa yang meruntuhkan Gedung World Trade Center (WTC)


pada hari Selasa tanggal 11Sepetember 2001 di New York. Dua gedung yang
menjadi lambang ekonomi Amerika itu sekejap mata rata dengan tanah, yang
mengakibatkan terjadi konlik dunia yang ikut melibatkan Pemerintahan AS dengan
Islam. Dan dalam sekejap pula mereka menyimpulkan bahwa kejadian tersebut
merupakan hasil kerja teroris Muslim yang dipimpin oleh Usama bin Ladin.2

Bermula dari peristiwa tersebut isu-isu kontroversial kembali muncul dari


media Barat yang mendiskreditkan, dan berkonspirasi melunturkan akidah umat
Islam. Berbagai pemberitaan dari media-media Barat yang memfungsikan seluruh
potensinya untuk menyebarluaskan rasa permusuhan kepada Islam, mereka
menuduh kaum muslim teroris dan ekstrimis yang harus diwapadai.3 Jika dikaji
lebih mendalam mereka bukan hanya mencari siapa yang menjadi teroris tapi
mengapa bisa menjadi teroris.4 Dan fenomena seperti ini banyak kita temukan
dalam berbagai buku, surat kabar dan majalah.5

Rekayasa informasi global itulah yang sekarang terus berlangsung, melalui


media-media massa global. Masyarakat global diberi ketidakberdayaan
(disempowerment) dalam berbagai hal menghadapi hegemoni informasi.6

1
Peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) Angkatan X UNIDA Gontor Bekerjasama
Dengan Majlis Ulama Indonesia Pusat (MUI) Dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YSDF).
2
Fahmy Zarkasyi, Hamid, Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam,
(Jakarta: INSISTS MIUMI, 2012), hlm.113
3
Ibrahim Khadhar, Latifah, Ketika Barat Memfitnah Islam, (Jakarta: GEMA INSASI, 2005),
hlm.155
4
Fahmy Zarkasyi, Hamid, Misykat, hlm.113
5
Ibrahim Khadhar, Latifah, Ketika Barat Memfitnah Islam..., hlm.155
6
Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-
Liberal, Cet.4, (Jakarta: GEMA INSANI, 2016), hlm.229
Hal ini menekankan bahwa betapa besar pengaruh media massa dalam
menggiring opini terhadap publik, yaitu dengan adanya pemberitaan-pemberitaan
baik dari televisi, radio, film, surat kabar, internet, buku dan majalah. Sehingga, jika
publik langsung menerima informasi begitu saja, tanpa pengecekan terlebih dahulu,
maka ia akan dengan mudahnya terpengaruh oleh informasi tersebut. Hal inilah
yang memotivasi penulis untuk mengkaji serta membuat tulisan dengan judul
Peran Media Massa Terhadap Perkembangan Isu Islamofobia
B. Apa itu Media Massa

Media massa merupakan saluran, sarana, wadah atau suatu alat dan tempat
yang digunakan untuk proses penyampaian pesan dalam komunikasi massa.7
Maksudnya komunikasi disampaikan sehingga berpengaruh kepada khalayak
maupun pemerintah.8

Di dalam buku yang berjudul Four Theories Of The Press (Wilbur Schramm)
mengemukakan empat teori besar yaitu: The Authoritarian, Libertarian, The Social
Responsibility, and The Soviet Communist theory.9 Maksud dari teori tersebut ialah
media sebagai pengamat, guru, dan forum yang mana menyampaikan
pandangannya mengenai banyak hal yang mengemuka di tengah masyarakat.10
Maka dari itu pentingnya mengetahui karakteristik media dalam memahami sebuah
media.

Hal tersebut memiliki kaitan dengan penggunaan media massa dalam


mengidentifikasi karakteristik dan perbedaan setiap media massa.11 Adapun
karakteristik media massa, antara lain:12 pertama, Media massa bersifat
melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari beberapa orang, yaitu
mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi. Kedua,
Media massa bersifat satu arah, maksudnya komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara yang mengirim dan menerima. Ketiga,
Bersifat meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,
hal ini disebabkan karena adanya kecepatan. Jadi informasi yang disampaikan
diterima oleh banyak orang pada saat yang sama. Kempat, Media massa memakai
peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar dan semacamnya.

7
Firsan Nova, Crisis Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm, 204
8
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde baru,
(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.282
9
Fred S. Siebert, Theodore Peterson, Wilbur Schramm, Four Theories Of The Press, (United
States Of Amerca: University Of Illonois Manufactured, 1963), Content.
10
Apriadi Tamburaka, Literisasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa, (Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2013), hal. 40.
11
Apriadi Tamburaka, Literisasi Media. hal. 41.
12
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 126-127.
Kelima, Media massa bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa
saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.13

C. Peran dan Fungsi Media Massa

Harold lasswell dan Charles wright merupakan pakar yang benar-benar


menunjukan keseriusannya dalam mempertimbangkan fungsi dan peran media
massa dalam masyarakat.14 Lasswell membagi 3 fungsi media massa: pengamat
lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan,
penyampaian warisan masyarakat dari satu genarasi ke generasi selanjutnya, dan
hiburan.15

Peranan yang dilakukan oleh Media massa menurut Denis McQuail, ada 5
peranan yaitu:16 Pertama, Media massa sebagai pencipta lapangan kerja. Baik itu
barang ataupun jasa serta mengembangkan industri lain, terutama dalam hal
periklanan/promosi. Kedua, Media massa sebagai pengontrol, mengatur dan
mengembangkan bakat minat masyarakat. Ketiga, Media massa sebagai lokasi/
tempat dimana untuk menampilkan peristiwa atau fenomena sosial yang terjadi di
tengah masyarakat

Melihat peran dan fungsi diatas, perlu diakui bahwa pers atau media massa di
dalam Negara demokrasi sangat besar kaitannya dengan masyarakat. Media massa
menjadi jembatan atau kendaraan yang menghubungkan atau menyalurkan

13
Aris Setianto, Peran Media Massa Terhadap Pembentukan Opini Publik, lihat: Karya
Ilmiah Peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU), hlm.2-3.
14
Donald Wright, K & Michelle D. Hinson, An Analysis Of The Increasing Impact Of Social
And Other New Media On Public Relations Pracyice, A. Paper Presented To 12th Annual
International Public Relations Conference, Miami-Florida, 2009.
15
Pertama: pengamatan lingkungan, memberikan informasi dan menyediakan berita. Seperti
kondisi cuaca yang ekstrem atau bahaya ancaman militer. Kedua: korelasi, Seleksi dan interprestasi
informasi tentang lingkungan . melakukan kritik dan cara bagaimana seseorang harus bersikap
terhadap suatu kejadian. Fungsi korelasi bertujuan untuk menjalankan norma-norma sosial dan
menjaga konsensus dengan mengekspos penyimpangan dan dapat pula mengawasi
pemerintah.selain itu korelasi ini sering menjadi ancaman terhadap stabilitas sosial dan mengatur
opini publik. Ketiga: penyampaian warisan, Suatu fungsi dimana media menyampaikan informasi,
nilai, dan norma dari satu genarasi ke genarasi berikutnya. Keempat: hiburan, Media hiburna
bermaksud untuk member waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Lihat :
Werner J. Severin & James W. Tankard, Teori Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 386-388.
16
21 Dennis McQuil, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 66.
kepentingan-kepentingan politik baik itu vertical maupun horizontal sesuai regulasi
yang ada.

Adapun dalam Bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers
disebutkan bahwa Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan kontrol sosial. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, Pers
nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.17

D. Metode Propaganda

Untuk melaksanakan propaganda secara efektif, terlebih dahulu harus


mengerti penggunaan metode propaganda. Komponen utama dalam propaganda
mencakup propagandis, desain propaganda, pesan dan pelaksaan dan pengawas
propaganda.

Setiap propagandis atau pemimpin propaganda menghendaki agar


propaganda yang dilancarkan berhasil mengantarkannya sampai tujuan. 18 Adapun
metode propaganda yang dilakukan media antara lain:

1. Metode Koersif

Propaganda ini bermulai dari pengetahuan tentang hal yang menakutkan


massa yang akan dijadikan targetnya. Kemudia propagandis mengemas pesan
yang sesuai dan menentukan cara-cara yang dapat menimbulkan rasa ketakutan.
Selanjutnya, propaganda dilontarkan kepada massa hingga massa yang tertimpa
menjadi tidak sadar untuk bertindak sesuai keinginan sang propagandis.

2. Metode Persuasif

17
Adapun dalam Bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan
bahwa Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi.22
18
Shoelhi, Mohammad, Propaganda Dalam Komunikasi Islam, Cet.1, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2012), hlm.55
Propaganda dilancarkan dengan memperhatikan seni membujuk massa
sehingga dalam diri mereka timbul kemauan secara sukarela dan seketika
bersedia bertindak sesuai dengan keinginan sang propagandis.

3. Metode Pervasif

Propaganda dilakukan dengan menghujamkan pesan kedalam lubuk hati


target secara berulang-ulang dan terus menerus sampai sampai mereka bersedia
melakukan peniruan (imitasi) atau melakukan tindakan sesuai yang diinginkan
dan prpagandis.

4. Metode Fasilitatif

Propaganda dipersiapkan secara lebih seksama, mempertimbangkan


ketepatan media massa yang hendak digunakan untuk menyebarkan propaganda
kepada target sehingga mereka terpengaruh dan secara sadar menerima bersedia
bertindak sesuai yang diharapkan.19

E. Permusuhan Barat Terhadap Umat Islam: Sejarah Masa Kini

"Islamophobia20 adalah sebuah kata baru namun bukan fenomena baru. Istilah
ini adalah sepupu xenophobia21 yang dekat, dan seperti kata-kata lain dalam

19
Shoelhi, Mohammad, Propaganda Dalam Komunikasi Islam, hlm. 56-57
20
Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi
pada Islam dan Muslim. Istilah itu sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer
setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997, Runnymede Trust seorang Inggris
mendefinisikan Islamofobia sebagai "rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu
juga pada semua Muslim," dinyatakan bahwa hal tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi
terhadap Muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan
bangsa. Di dalamnya juga ada persepsi bahwa Islam tidak mempunyai norma yang sesuai dengan
budaya lain, lebih rendah dibanding budaya barat dan lebih berupa ideologi politik yang bengis
daripada berupa suatu agama. Langkah-langkah telah diambil untuk peresmian istilah ini dalam
bulan Januari 2001 di "Stockholm International Forum on Combating Intolerance". Di sana
Islamofobia dikenal sebagai bentuk intoleransi seperti Xenofobia dan Antisemitisme. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Islamofobia , pada tanggal 10 November 2017 pukul 14.22
21
Xenophobia (xenofobia) berarti ketakutan irasional terhadap orang asing atau hal-hal asing.
Istilah ini berasal dari kata Yunani xenos yang berarti asing dan phobos yang berarti takut.
Dalam penggunaan sehari-hari, orang mungkin salah kaprah menggunakan kata xenophobia dan
rasisme sebagai sinonim. Kenyataannya, kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Rasisme
cenderung diterjemahkan sebagai kebencian kepada orang-orang dari ras yang berbeda atau identitas
asing Kata paling penting untuk digarisbawahi adalah takut dan kebencian. Rasa takut memang
dapat menyebabkan kebencian, namun tidak selalu demikian. Misalnya, seseorang dengan
xenophobia yang memasuki restoran Italia mungkin takut oleh staf, khawatir dengan menu, dan
keluarga ini, telah terbukti berguna dalam beberapa dekade terakhir karena imigrasi
transregional dan perpindahan batas-batas nasional telah menghasilkan iklim
politik yang menakutkan, atau terang-terangan berlawanan, hubungan dengan
perbedaan bangkit kembali. Sedangkan xenophobia menandakan permusuhan
terhadap beragam orang asing, atau orang-orang yang dianggap asing.
Islamophobia menunjukkan permusuhan yang diarahkan secara khusus pada
pengikut Islam, pada umat Islam. Sebagai target permusuhan, Islam adalah Hampir
tidak seragam Hal ini dipahami banyak hal oleh pengamat non-Muslim, dan
Muslim sendiri, yang bisa sekuler dalam pandangan mereka, memiliki pandangan
yang sama berbeda tentang iman mereka. Mereka yang bisa digambarkan sebagai
"Islamofobia" tidak sesuai dengan monolitik Mereka bermusuhan dengan Muslim
karena berbagai alasan, dan mereka menumbuhkan permusuhan ini dalam
keragaman konteks budaya dan politik. Hari ini Islamofobia adalah fenomena
global. Karena sistem dunia kontemporer didominasi oleh negara-negara Barat,
beberapa di antaranya wilayah penjajah Muslim di masa lalu dan masih
mendominasi mereka saat ini, bentuk-bentuk Islamofobia yang menyelimuti media
internasional dan wacana politik global cenderung mencerminkan kepentingan dan
kecemasan orang Barat, metropolitan masyarakat. Terlepas dari kenyataan bahwa
pluralisme multikultural dan komitmen umum terhadap toleransi sangat penting
bagi citra diri politik Barat, permusuhan terhadap umat Islam adalah hal biasa di
seluruh Eropa dan Amerika Utara, dan Islam sering digambarkan sebagai ancaman
serius bagi sekularisme, atau demokrasi. atau, pada skala yang jauh lebih besar dari
peradaban Barat sendiri (lihat pendahuluan).22 Sentimen ini tidak muncul dari udara
yang tipis, dan konflik dalam dekade terakhir, tidak peduli seberapa kuatnya, tidak
cukup untuk menjelaskannya. Kompleks ideologis yang sekarang kita anggap
sebagai Islamofobia berakar pada tradisi permusuhan yang jauh lebih tua terhadap
kaum Muslim. Tradisi ini telah, selama berabad-abad lamanya, membentuk

merasa panik atau bingung. Amazin.co ,Apa itu Xenophobia? Fakta, Sejarah & Informasi Lainnya.
diakses dari https://www.amazine.co/25199/apa-itu-xenophobia-fakta-sejarah-informasi-lainnya/,
pada tanggal 10 November 2017 pukul 14.13
22
Shryock, Andrew, Islamophobia/Islamophilia: Beyond the Politics of Enemy and Friend,
(Bloomington: Indiana University Press, 2010), p.29
kekristenan Latin dan identitas Eropa dengan cara-cara yang sangat menyolok.
Kedalaman temporal, kiasan abadi, dan kegigihan politik dari tradisi-tradisi ini
adalah fondasi di mana Islamofobia kontemporer dibangun, bahkan tren budaya
yang mencolok secara islamofil (yang mendukung sebuah hubungan yang
mendukung dan menyenangkan bagi Islam dan Muslim) diwarnai oleh warisan ini.
Kesadaran yang lebih besar akan masa kuno dan permusuhan permusuhan Barat
terhadap umat Islam adalah elemen penting dari agenda politik atau intelektual yang
berharap dapat mengatasinya.

Permusuhan mendalam terhadap umat Islam diciptakan pada saat tertentu


dalam sejarah. Saat itu bertepatan tidak dengan kemunculan Islam maupun dengan
"Barat". Bahkan ancaman Muslim terhadap, dan penyerangan ke dalam, wilayah
yang sekarang disebut ancaman Muslim yang jelas terhadap tanah Kristen di awal
Abad Pertengahan tidak memicu perang yang merangkul semua. Islam dan Kristen
tidak secara alami, otomatis atau cenderung mengarah pada konflik yang memakan
banyak.

Penaklukan Muslim di Semenanjung Iberia pada awal abad kedelapan, yang


diikuti penggerebekan berulang-ulang ke Italia selatan dan Sisilia pada abad
sebelumnya, dicatat oleh orang-orang Kristen Latin dalam bahasa yang kering
dalam kronik. Tetapi agama penyerang itu sendiri tidak menimbulkan banyak
keingintahuan. Seorang peziarah Barat abad ke-10 dan ke-8 ke Tempat-Tempat
Suci bahkan tidak memperhatikan perbedaan agama antara orang Kristen dan
Muslim, yang oleh orang Kristen Latin biasa disebut orang Saracen. Di Timur,
polemik Kristen melawan agama baru tampaknya telah muncul segera setelah
penaklukan Muslim di wilayah tersebut, namun hanya dengan John dari Damaskus
(hampir seabad setelah wahyu Muhammad), wacana ini mencakup tanah dan
mengambil bentuk yang kemudian menjadi persediaan dalam perdagangan di Barat.
Kapan dan bagaimana polemik Kristen Timur terhadap Islam ditransmisikan ke
Barat menimbulkan penelitian lebih lanjut.

Di tanah tempat agama Kristen dan Islam berasal, kedua agama tersebut
tampaknya hidup berdampingan secara damai di tahun-tahun awal Islam.
Travelogues23 oleh peziarah Barat memberikan gambaran tentang kehidupan
religius Kristen yang tampaknya tidak terganggu. Seseorang dapat membaca
laporan bahwa, dalam beberapa kasus, orang Kristen dan Saracen "berbagi gereja."
Ketika, pada abad ketujuh dan kedelapan, umat Islam sampai di semenanjung
Eropa, orang Kristen Latin melihat mereka sebagai satu di antara.24

banyak musuh penyembah berhala, kafir, atau barbar. Di antara tuan rumah
ini, umat Islam tidak diberi tempat istimewa. Umat Kristen Barat tidak melihat
Muslim maupun Islam sebagai ancaman khusus bagi agama Kristen.

Respons awal orang-orang Kristen Latin terhadap umat Islam tidak


bersahabat, tapi nadanya cukup moderat. Penulis kronologis Merovingian ketujuh
dan kedelapan mewakili penaklukan Saracen sebagai sekuler yang berbeda dari
banyak perang lainnya yang mereka catat. Pengganti Carolingian mereka menulis
tentang kampanye anti-Saracen sebagai elemen dalam usaha Carolingians untuk
memperkuat pemerintahan mereka di Prancis selatan sekarang ini. Baik perang
Muslim maupun Kristen dipandang sebagai perang agama. Ahli-ahli Taurat Kristen
tidak memfitnah orang-orang Saracen dan tidak tertarik dengan agama penyerang.
Muslim memainkan peran yang relatif tidak penting dalam penggambaran
Carolingian tentang perjuangan kosmik antara Baik dan Buruk, dan sementara
orang Carolingian kadang-kadang mengobarkan perang melawan umat Islam,
mereka juga mempertahankan hubungan diplomatik dengan mereka.

Pandangan Kristen tentang umat Islam mulai bergeser pada pertengahan abad
kesembilan. Suatu saat dalam peralihan itu adalah episode "martir Cordoba". Pada
tahun 850an, otoritas Muslim memenggal hampir lima puluh orang Kristen yang
terbukti bersalah karena menghujat. Orang-orang Kristen telah secara terbuka
menghina Islam dan mencaci Muhammad, Komunitas Kristen terbelah dalam
reaksi terhadap "martir" ini. Di satu sisi, penduduk kota Cordoba di Cordoba
menunjukkan bahwa pihak berwenang Cordoban tidak menganiaya orang-orang

23
travelogue adalah kata dalam Bahasa Inggris yang memiliki arti kb. ceramah tentang
perjalanan. di akses dari http://www.KamusBahasaInggris.com
24
Shryock, Andrew, Islamophobia/Islamophilia:, p.30
Kristen. Mereka menolak untuk mengakui rekan-rekan fanatik mereka sebagai
martir yang sah karena mereka "menderita di tangan orang-orang yang
menghormati Tuhan dan hukum." Di sisi lain, para martir "menikmati dukungan
dari biara-biara di luar.

Konfrontasi ekstremis dengan Islam ini tampaknya merupakan ekspresi


kecemasan atas hilangnya identitas Kristen. Dinding yang menaklukkan Muslim.
ors awalnya dibangun untuk memisahkan diri dari orang Kristen segera mulai
runtuh. Asimilasi dan akulturasi berkembang di kedua arah, namun terutama
terhadap banyak orang Kristen dipekerjakan dalam administrasi publik,
membenamkan diri dalam literatur Arab, dan mengumpulkan kekayaan di kerajaan
komersial yang makmur. Menanggapi penyesalan seperti itu para umartin "dan
apologis mereka bekerja untuk menegaskan eksklusivitas Kekristenan.Jika
seseorang menerima bahwa" martir "dibunuh oleh orang-orang yang" menyembah
Tuhan "dan memiliki" sekte atau hukum "yang sah, para apologis Eulogius dan
Alvarus menegaskan, kekuatan agama Kristen harus dimutihkan. " Untuk
mendukung klaim eksklusivis mereka dan membela agama Kristen, para apolo
martir menyerang Muhammad sebagai "setan yang penuh kebohongan," yang
sebenarnya, sebagai satu "terbungkus siapa yang tidak dapat berbicara seperti
dalam kesalahan," siapa yang tidak dapat menegakkan hukum, dan sebuah hutan
belantara, tidak mampu menghasilkan buah yang baik. Sebagai orang yang telah
terbentuk.25

F. Dominasi Media Massa dan Aktor di Belakangnya

Kehidupan masyarakat Indonesia saat ini telah menjadi objek atas perang
pengaruh sangat kuat antara dakwah Islam dan propaganda sekulerisme. Kedua
pihak sama-sama membawa misi dakwah (yang berlawanan), tetapi cara dan
fasilitasnya berbeda. Perbedaan itu dapat kita lihat dakwah Islam masih
menggunakan sarana klasik sedangkan dakwah sekulerisme menggunakan berbagai

25
Shryock, Andrew, Islamophobia/Islamophilia:, p.31
sarana media modern,26 serta efeknya pada perubahan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia saat ini. Hal Ini menandakan bahwa dominasi media Sekuler27 lebih besar
pengaruhnya dibandingkan media lainnya termasuk media Islam.

Propaganda sekulerisme inilah merupakan salah satu jalan bagi para aktor
sekaligus dalang demonologi Islam untuk meramaikan serta memuluskan
tujuannya. Tidak lain merekalah tiga kaum yang saling bahu-membahu dan
bersekutu, menghadapi umat Islam, sebagaimana diistilahkan oleh Yusuf Qardhawi
Segi tiga jahannam berwajah seram28 yaitu Zionisme Yahudi Salibisme
Komunisme.29

Dalam konfrensi Zionis pertama di Barsel, Swiss, tahun 1897, yang dipimpin
oleh Theodore Herzl, komunitas Yahudi International yang menghasilkan Protokol
Pemimpin Zionis30 menyimpulkan, cita-cita mendirikan negara Israel Raya tidak
akan terwujud tanpa menguasai media massa. Hal tersebut sejalan dengan Khutbah
seorang Rabi Yahudi, Rashoron (1869) tentang pentingnya media massa Jika emas
merupakan kekuatan kita dalam mendominasi dunia, maka dunia pers merupakan
kekuatan kedua bagi kita.31 Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang Blum,
penulis buku vulgar dan porno, dalam bukunya Perkawinan menyarankan bahwa
agar gadis-gadis memanfaatkan potensi seksualnya pada masa pranikah. Maka,

26
Media klasik, seperti menerbitkan buku, majalah, tabloid. Itupun hanya ada satu dua yang
eksis.Sedangkan dakwah sekuler menggunakan tidak hanya media klasik namun juga ebook,
emegazine Chanel TV, Radio, Website, jejaring sosial, video, film, music, games, dan lainnya yang
bersifat update. Lihat Invasi Media Melanda Umat, hal. 156.
27
Media sekuler adalah media non-Islami yang dikelola dan dikembangkan oleh orang
sekuler untuk menyebarkan paham, pemikiran, perilaku sekulerisme, sekaligus menghambat dan
memarjinalkan paham, pemikiran, perilaku Islami ditengah masyarakat.
28
Yusuf Qardhawi, Islam Ekstrem: Analisis dan Pemecahannya. Dalam: Asep Syamsul,
Demonologi Islam, hal. 21.
29
Terjalinnya Zionisme bersekutu dengan Salibisme dikarenakan mereka merasa terikat
dengan nilai-nilai kultural dan keagamaan berdasarkan Yudio Christian Ethics. Lihat: M. Amien
Rais, Timur Tengah dan krisis Teluk, (Surabaya: Amar Press, 1991) hal. 16.
30
Dalam protocol no. 12 dibidang Publishing : 1. Menguasai dunia pers dan
mengendalikannya. 2. Tidak memberi kesempatan kepada media massa non-Yahudi untuk memuat
anti Yahudi. 3. Memuat sensor ketat sebelum berita disiarkan. 4. Menerbitkan media massa yang
mendukung aristocrat, republican, revolusioner hingga kelompok anarkhi. 5. Mempengaruhi opini
public. 6. Memberikan dorongan kepada orang-orang jenius untuk mengendalikan media massa.
Lihat: Fuad Sayyid Abdurahman Ar-rifai, Yahudi Dalam Informasi dan Organisasi, (Jakarta: Gema
Insani, 1995) hal.14.
31
Fuad Sayyid Abdurahman Ar-rifai, Yahudi Dalam Informasi dan Organisasi, hal.13-14.
sangat tepat jika seorang Kardinal Marie Del Vaal mengatakan terbukti sudah
bahwa tangan-tangan Yahudilah yang senantiasa ada dibelakang penerbitan dan
distribusi buku dam film-film porno yang mengiring manusia pada
penyelewengan32 sebagai salah satu cara untuk menguasai dunia.

Demikianlah Zionisme jauh hari sudah memprogram sebuah imperialis media


massa untuk mencapai tujuannya yang bukan hanya mencitrakan bangsa Yahudi
tetapi juga menyerang dan menaklukan setiab kekuatan yang dianggap ancaman
bagi mereka utamanya Islam. Maka tidak heran dewasa ini, orang-orang Yahudi
telah menguasai link media massa utama, mencakup kantor-kantor berita
terkemuka dunia (news agency), surat kabar, (press) dan jaringan TV/Radio,
indudtri sinema dan TV, serta industri percetakan dan penerbitan di berbagai
negara, termasuk Indonesia yang menerapkan pola atau sistem penyajian media
sebagaimana media-media di Barat oleh kaum Zionis Yahudi.33

G. Kesimpulan

Sebagaimana paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perang yang


dihadapi kaum muslim di era sekarang adalah perang pemikiran, perang opini34 dan
perang kebudayaan. Dimana peran media sangat berpengaruh sehingga
terbentuklah budaya baru di tengah masyarakat Indonesia seperti saat ini. Budaya
tersebut antara lain ialah hedonisme, konsumerisme, dan materialisme.

Dalam keadaan demikian, media benar-benar menemukan kekuatannya yang


luar biasa untuk dapat mengawasi secara telanjang(menyeluruh) salah satu

32
Fuad Sayyid Abdurahman Ar-rifai, Yahudi Dalam Informasi dan Organisasi, hal.24.
33
Robert Murdoch seorang milyuner Yahudi yang menguasai surat kabar terkemuka di inggis
The Times, Sunday Times, majalah porn Sun, News Of The World, City Megazine, dan Pirus. Di
Amerika, Murdoch memiliki Koran New York Post, majalah Star dan The Newsweek. Media massa
di inggris lainnya yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi, yakni seperti The Daily Teghraph, The
Economist, The Daily Express, News Cronical, Daily Mail, Manchester Guardian dan lain-lain.
Sedangkan di AS, Koran yang dikuasai Yahudi yakni Street Journal, Daily News, The Washington
Post dan lain-lain. Lihat: Asep Symsul M.Romli, Demonologi Islam, Upaya Barat Membasmi
Kekauatan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2000) hal. 23.
34
Perang Opini adalah pertantangan berita, pendapat, pemikiran antara media satu dengan
lainnya untuk memenangkan pendapatnya agar diikuti lebih banyak masyarakat.Lihat: AM.
Wasqito, Invasi Media Melanda kehidupan Umat, (Jakarta: Al-kautsar, 2013) hal. 208.
kekuatan signifikan yang menjadi pusat eksistensi kesadaran sosial: konsepsi
mental yang membentuk wawasan manusia mengenai kehidupan.

Karenanya, tidak terlalu sulit menduga, terutama dalam sebuah masyarakat


yang baru pada tahap awal pencerahan kognitif bahwa mereka yang berada dalam
posisi pemegang kendali media, dapat menginjeksikan pengaruh yang menentukan
hendak dibawa kemana umat manusia dengan konsepsi dan interpretasi sepihak
yang dominasinya.35

Oleh sebab itu, sebagai kaum muslimin, untuk menghadapi musuh


seharusnya mengunakan alat atau sarana sebagaimana yang digunakan oleh musuh
dalam memerangi kita. Salah satu sarana paling efektif yaitu dengan cara
mengunakan media massa sebagai tool of the power pengajaran dan dakwah
Islamiyah. Dan yang terpenting tujuan akhir dari itu semua adalah untuk
menegakkan agama Allah,36 Liila li kalimatillah.

Ada beberapa upaya yang harus dilakukan oleh individu maupun kelompok
kaum muslim. Pertama, membuat serta menguasai instansi media atau dengan
menyebarkan tulisan melalui media (elektronik, cetak & online). Kedua,
menjadikan media sebagai alat untuk membentuk budaya Islami serta mengkonter
budaya dan ideologi postmodern (seperti memproduksi film Islami, video dll). Dan
terakhir, mengambil sikap kritis dan selektif terhadap mengonsumsi segala sesuatu
yang disajikan oleh media.37

35
Ibrahim, Idy Subandy, Komunikasi Budaya Komunikasi: Budaya Media, dan Gaya
Hidup Dalam Proses Demokratis Di Indonesia, Cet.1, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011)
36
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer 3, Terj Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hal. 354.
37
Saiful Yususf, Peran Media Sekuler Terhadap Pembentukan BudayaI: Studi Kritis Atas
Pemanfaatan Media di Indonesia, lihat Lihat: Karya Ilmiah Peserta Program Kaderisasi Ulama
(PKU), hlm.18.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

Dennis McQuil, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga, 2002).

Fahmy Zarkasyi, Hamid, Misykat: Refleksi tentang Westernisasi,


Liberalisasi, dan Islam, (Jakarta: INSISTS MIUMI, 2012).

Firsan Nova, Crisis Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2009).

Fred S. Siebert, Theodore Peterson, Wilbur Schramm, Four Theories Of The


Press, (United States Of Amerca: University Of Illonois Manufactured, 1963).

Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi


Sekular-Liberal, Cet.4, (Jakarta: GEMA INSANI, 2016).

Ibrahim, Idy Subandy, Komunikasi Budaya Komunikasi: Budaya Media, dan


Gaya Hidup Dalam Proses Demokratis Di Indonesia, Cet.1, (Yogyakarta: Jalasutra,
2011)

Ibrahim Khadhar, Latifah, Ketika Barat Memfitnah Islam, (Jakarta: GEMA


INSASI, 2005).

Marijan, Kacung, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca


Orde baru, (Jakarta: Kencana, 2010).

Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer 3, Terj Abdul Hayyie al-


Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006).

Rais, Amien, Timur Tengah dan krisis Teluk, (Surabaya: Amar Press, 1991).

Sayyid Abdurahman Ar-rifai, Fuad, Yahudi Dalam Informasi dan Organisasi,


(Jakarta: Gema Insani, 1995).

Shoelhi, Mohammad, Propaganda Dalam Komunikasi Islam, Cet.1,


(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012).
Shryock, Andrew, Islamophobia/Islamophilia: Beyond the Politics of Enemy
and Friend, (Bloomington: Indiana University Press, 2010).

Syamsul M.Romli, Asep, Demonologi Islam, Upaya Barat Membasmi


Kekauatan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2000).

Tamburaka, Apriadi, Literisasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media


Massa, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2013).

Wasqito, AM., Invasi Media Melanda kehidupan Umat, (Jakarta: Al-kautsar,


2013).

Werner J. Severin & James W. Tankard, Teori Komunikasi, (Jakarta:


Kencana, 2011).

Jurnal:

Donald Wright, K & Michelle D. Hinson, An Analysis Of The Increasing


Impact Of Social And Other New Media On Public Relations Pracyice, A. Paper
Presented To 12th Annual International Public Relations Conference, Miami-
Florida, 2009.

Saiful Yususf, Peran Media Sekuler Terhadap Pembentukan Budaya: Studi


Kritis Atas Pemanfaatan Media di Indonesia, lihat Lihat: Karya Ilmiah Peserta
Program Kaderisasi Ulama (PKU).

Setianto, Aris, Peran Media Massa Terhadap Pembentukan Opini Publik,


lihat: Karya Ilmiah Peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU).

Situs:

http://www.KamusBahasaInggris.com

https://id.wikipedia.org/wiki/Islamofobia
https://www.amazine.co/25199/apa-itu-xenophobia-fakta-sejarah-informasi-
lainnya/

Anda mungkin juga menyukai