Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERS ERA PERSIAPAN KEMERDEKAAN


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pers Nasional

Dosen pengampu: Rizaludin Kurniawan, S.Ag, M.Si

Disusun oleh kelompok 4:

Muhammad Daffa 11210511000024

Nurma Nafisa Faradila 11210511000025

Alwan Maulana 11210511000138

Farika Devita Herdiana 11210511000140

Vera Shabrina 11210511000156

Zulkifli Nur Faizal 11210511000175

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pers cetak maupun elektronik merupakan instrument dalam tatanan bermasyarakat
yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warga negaranya. Pers juga
refleksi jati diri masyarakat di samping fungsinya sebagai media informasi dan
komunikasi, sebab apa yang dituangkan di dalam sajian pers hakekatnya adalah denyut
kehidupan masyarakat di mana per situ berada. Pers adalah institusi social
kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media control social, pemebentukan opini dan
media sosial yang eksistensinya berdasarkan konstitusi.
Pers pada masa penjajahan Jepang, Belanda, sampai masa pemerintahan Presiden
Soekarno dan Presiden Soeharto pembredelan dan sensor pers hampir terus terjadi di
Indonesia. Dengan demikian, baik masa penjajahan maupun selama Indonesia merdeka,
tidak satu pemerintahan pun memberikan jaminan hokum yang benar-benar
mengukuhkan kebebasan pers di negeri ini. Oleh karena itu, pemakalah akan membahas
materi sejarah pers tentang Pers Era Persiapan Kemerdekaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pers?
2. Bagaimana peran pers dalam era persiapan kemerdekaan?
3. Bagaimana perkembangan pers pada masa kemerdekaan?
4. Bagaimana sejarah pers nasional yang berjuang mempertahankan proklamasi
kemerdekaan?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian pers
2. Mengetahui peranan pers pada era persiapan kemerdekaan
3. Mengetahui perkembangan pers pada masa kemerdekaan
4. Mengetahui sejarah pers nasional yang ikut berjuang mempertahankan proklamasi
kemerdekaan

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers
Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang memiliki arti
sama dengan bahasa Inggris ‘press’, sebagai sebutan untuk alat cetak. Kebebasan pers
dari terjemahan istilah ini pada umumnya adalah sebagai media penghimpit atau
penekanan dalam masyarakat. Makna lebih tegasnya adalah dalam fungsinya sebagai
control social.1 Pengertian pers dibedakan menjadi dua arti. Pers dalam arti yang luas
adalah media tercetak atau elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta,
pendapat, usulan, dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Laporan yang
dimaksud di sini adalah setelah melalui proses mulai dari pengumpulan bahan sampai
dengan penyiarannya. Dalam pengertian sempit, pers adalah media tercetak seperti surat
kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, dan bulletin, sedangkan media elektronik
meliputi radio, film, dan televisi. 2
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud
dengan pers ialah lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik, meliputi: mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak, elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia.3 Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, kata pers
didefinisikan sebagai usaha percetakan dan penerbitan; orang yang bergerak dalam
penyiaran berita; wartawan; penyiaran berita melalui Koran, majalah, televisi, radio, dan
sebagainya. Sedangkan pers menurut salah satu ahli, Raden Mas Djokomono, pers adalah
yang membentuk pendapat umum melalui tulisan dalam surat kabar. Pendapatnya ini
yang mampu membakar semangat para pejuang dalam memperjuangkan hak-hak Bangsa
Indonesia masa penjajahan Belanda.

1
Samsul Wahidin, Hukum Pers, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006.
2
Ibid.,
3
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

2
B. Peranan Pers Pada Era Persiapan Kemerdekaan
Pers di Indonesia mulai mengalami perkembangan sangat pesat, sebelum negara
Indonesia diproklamasikan. Masa penjajahan Belanda dipertengahan abad ke-18, Belanda
mulai menyebarkan penerbitan surat kabar di Indonesia walaupun penerbitnya itu berasal
dari masyarakat Belanda tersebut. Pers nasional pada waktu itu sangat membedakan
dirinya dengan pers Belanda, dimana pers penjajah yang dipergunakan oleh Belanda saat
itu adalah sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan.4 Sedangkan awal mula pers
nasional ini, yaitu sebagai satu media informasi dan komunikasi yang menjadi satu
kesatuan dengan pergerakan nasional. Para pendiri bangsa menggunakan pers sebagai
alat perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan.
Surat kabar pertama yang dikeluarkan di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles,
disusul Bataviasche Courant dan Bataviasche Advertentieblad dan kemudian di
Surakarta terbit surat kabar pertama yang menggunakan bahasa jawa, bernama
Bromartani. Perkembangan pers di masa penjajahan sejak pertengahan abad ke-19
ternyata telah membuat cendekiawan Indonesia untuk mulai mempelajari budaya pers
dan memanfaatkan media cetak sebagai sarana membangkitkan dan menggerakkan
kesadaran bangsa.5 Dan selanjutnya, terjadilah penyebaran pers dan masyarakat yang
mulai masuk dalam klub studi, lembaga sosial, badan kebudayaan bahkan gerakan
politik. Wartawan menjadi tokoh pergerakan penerbit pers.
Sejak lahirnya Budi Utomo pada Mei 1908, pers merupakan sarana komunikasi
utama untuk menumbuhkan kesadaran nasional dan menyebarkan kebangkitan bangsa
Indonesia. Pada proses tersebut, Indonesia mulai memperkuat gerakan untuk mencapai
kemerdekaan. Dan kemudian, lahirlah beberapa surat kabar dan majalah seperti Benih
Merdeka, Sora Ra’jat, Merdika, Fikiran Ra’jat, Daulat Ra’jat, serta organisasi Persatoean
Djoernalis Indonesia merupakan tanda meningkatnya perjuangan kemerdekaan di
lingkungan wartawan dan pers nasional sebagai bagian perjuangan nasional secara
keseluruhan.6

4
Ibid., hal. 89.
5
Abdurachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2002,
hlm 25.
6
Ibid., hal. 76.

3
C. Perkembangan Pers Pada Masa Kemerdekaan
Perkembangan pers pada masa kemerdekaan memungkinkan munculnya pers
nasionalis kembali, dengan mengaktifkan kantor berita Antara, yang selama pendudukan
Jepang bernama Domei, serta penggantian surat kabar Asia Raya menjadi Merdeka. Awal
kemerdekaan juga ditandai munculnya media dengan semangat mendukung
kemerdekaan, sehingga dikenal dengan istilah pers perjuangan. Pada 1949, terdapat 75
penerbitan dengan jumlah tiras 413.000 eksemplar. Perkembangan pers pada masa
kemerdekaan sendiri berkembang dengan pesat, karena sudah tidak ada lagi pencekalan
dari pihak penjajah. Pada masa kemerdekaan, pers berkembang aktif hal ini dibuktikan
dengan banyaknya surat kabar yang ada.
Hampir setiap partai politik memiliki surat kabar sendiri, seperti PNI dengan
Suluh Indonesia dan Berita Yudha milik militer Indonesia. Surat kabar diluar partai juga
banyak bermunculan seperti Mimbar Indonesia dan Harian Rakyat. Namun sayang
kebebasan pers pada masa kemerdekaan juga dibatasi oleh beberapa peraturan seperti
No.PKM/001/0/1956 dan Penpres No.6/1993. Saat pelaksanaan pemilihan umum pertama
tahun 1955, jumlah penerbitan di Indonesia telah berlipat ganda mencapai 457 buah
dengan tiras total 3.457.910 eksemplar (David T. Hill, 1995: 28). Pada masa demokrasi
multipartai ini, sejumlah surat kabar menjadi media partai politik, di antaranya Harian
Rakyat (Partai Komunis Indonesia), Pedoman (Partai Sosialis Indonesia), Suluh
Indonesia (Partai Nasionalis Indonesia), dan Abadi (Masyumi).
Pada tahun 1960-an muncul surat kabar yang didirikan oleh kelompok agama,
yakni Sinar Harapan (Kristen) dan Kompas (Katholik). Kemudian terbit juga surat kabar
yang didirikan oleh tentara, yakni Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata. Pada 1971
terbit surat kabar Suara Karya yang dikendalikan kekuatan pendukung pemerintah yakni
Golongan Karya. Pada tahun 1970-an, pers Indonesia diwarnai dengan sejumlah
pembredelan menyusul demonstrasi pada tahun 1974 dan 1978. Tahun 1980-an, pers
Indonesia memasuki era pers industri dengan masuknya sejumlah pemodal besar ke
dalam perusahaan media. Misalnya Grup Bakrie (Pelita, Sinar Pagi, Berita Buana),
Fadel Muhammad (Warta Ekonomi), Sudwikatmono (Sinar), Sukamdani Sahid
Gitosarjono (Bisnis Indonesia), Abdul Latif (Tiras), dan Sutrisno Bachir (Prospek), Surya
Paloh (Prioritas dan Media Indonesia). Dekade ini juga diwarnai dengan masuknya

4
keluarga istana ke industri media. Bambang Trihatmodjo mendirikan televisi swasta
pertama RCTI, disusul Sudwikatmono yang mengendalikan SCTV, dan Siti Hardiyanti
Rukmana dengan TPI. Siti Hardiyanti juga menerbitkan tabloid Wanita Indonesia.
Bakrie, Abdul Latief, dan Surya Paloh juga terjun di industri televisi. Industri media juga
mengalami konsolidasi dan konglomerasi dengan kelompok besar seperti Kompas,
Tempo, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Jawa Pos, dan Media Nusantara Citra.
Pendirian surat kabar Republika pada tahun 1993 kembali menandai munculnya
media yang terkait dengan sebuah organisasi yakni Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia yang dipimpin oleh B.J. Habibie yang saat itu juga menjadi Menteri Riset dan
Teknologi. Dengan latar belakang pendirian itu, Republika banyak menyuarakan
kepentingan-kepentingan ICMI dan komunitasnya. Republika juga banyak mendukung
atau membela sikap dan kebijakan Habibie, baik ketika menjadi Menteri Riset dan
Teknologi, Wakil Presiden, maupun Presiden.
Industri media di Indonesia mengalami masa sulit akibat krisis ekonomi pada
1997. Harga kertas mahal sehingga sejumlah surat kabar dan majalah gulung tikar.
Misalnya Tiras, Sinar, Berita Yudha, Berita Buana, The Indonesia Times, D&R. Jatuhnya
pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto dan mulainya masa reformasi membawa
iklim baru pers Indonesia. Gerakan reformasi sebagai koreksi atas otoritarianisme Orde
Baru juga merambah dunia pers. Reformasi menghasilkan sistem pers bebas yang berlaku
sejak 1998 hingga sekarang.
D. Sejarah Pers Nasional Yang Berjuang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan
Kembali melihat sejarah lampau Pers Nasional, yang memiliki peran serta dalam
berjuang mempertahankan Proklamasi di Indonesia. Peran Pers Nasional tidak bisa
dilupakan begitu saja, karena berperan penting dalam perjuangan bangsa ini. Aspirasi
perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh wadah dan wahana yang
berlingkup nasional sejak 9 februari 1946 dengan terbentuknya sebuah organisasi yang
disebut Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Di masa pergerakan era perjuangan, wartawan menyandang dua peran sekaligus,
sebagai aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna
membangkitkan kesadaran naisonal, dan juga peran dalam kegiatan membangun

5
perlawanan rakyat terhadap penjajahan, tujuan tunggal dari kedua peran tersebut yaitu
mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan oleh Sukarno-Hatta dari rumah
Pegangsaan Timur 56, Jakarta, 17 Agustus 1945. Sejak tiga hari sebelumnya, pihak
sekutu (Pasukan Inggris, Amerika, Australia dan Belanda) telah menyiapkan diri untuk
memasuki wilayah Indonesia dengan tujuan menculuti militer Jepang dan langsung
memulihkan kekuasaan pemerintahaan kolonial Belanda.7
Surat kabar Indonesia pertama yang terbit di Jakarta adalah Berita Indonesia (6
September). Dalam susunan redaksinya tercantum Suraedi Tahsin, Sidi Mohammad
Sjaaf, Rusli Amran, Suardi Tasrif, dan Anas Ma’ruf. Surat kabar berikutnya adalah harian
merdeka (1 Oktober) yang dipimpin B.M Diah (menteri penerangan 1966), dan Rakjat di
bawah pimpinan Sjamsuddin Sultan Makmur (menteri penerangan 1955) dan Rinto Alwi.
Di Aceh, Ali Hasjmy, Abdullah Arif dan Ameiz menerbitkan Semangat Merdeka
(18 Oktober 1945). Di Medan, Pewarta Deli terbit kembali, kali ini dipimpin Mohammad
Said dan Amarullah Ombak Lubis. Ini terjadi pada September 1945. Kemudian mimbar
Oemoem dengan redaktur Abdul Wahab Siregar, Mohammad Saleh Umar dan M. Yunan
Nasution (November). Di Medan juga terbit Sinar Deli, Buruh dan Islam Berdjuang. Di
Padang terbit Pedoman Kita di bawah Jusuf Djawab dan Decha, serta Kedaulatan Rakjat
pimpinan Adinegoro dengan dibantu Anwar Luthan, T.Sjahril, Zuwir Djamal, Zubir
Salam, Sjamsuddin Lubis, Darwis Abbas, Maisir Thaib, dan lain-lain. Di Palembang
terbit Soematra Barce dipimpin Nungcik Ar. Pewarta Deli merupakan surat kabar yang
terbit pertama kali pada Januari 1910 di Medan. Surat kabar ini merupakan gagasan
Radja Endar Moeda yang dijuluki sebagai raja persuratkabaran Sumatra, yang sekaligus
menjadi pimpinan redaksinya saat itu. 8
Di Bandung terbit surat kabar Tjahaja (kemudian berganti nama menjadi Soera
Merdeka) dengan susunan redaksi terdiri antara lain Burhanuddin Ananda, Ruhdi
Partaatmadja, Djamal Ali, Ace Bastaman, Hiswara Dharmaputra, Mohammad Kurdi dan
Pitojo Darmosugito. Di Yogyakarta terbit Kedaulatan Rakjat dengan tim redaktur
Bramono, Sumantoro, Samawi dan M. Madikin Wonohito, serta surat kabar Nasional

7
Web PWI (https:mmc.kalteng.go.id)
8
https/id.m.wikipedia.org/wiki/Pewarta_Deli/

6
yang dipimpin Sumanang (menteri perekonomian 1952), dibantu Moh. Supardi dan
Mashud Harjakusuma. Di Surakarta terbit Merah Poetih, Lasjkar dan Banteng. Di
Surabaya terbit Soera Asia dengan pimpinan redaksi terdiri R.Tukul Surohadinoto dan
R.M. Abdul Azis. Harian Soera Asia, sama seperti Tjahaja Bandung, menyiarkan berita
Proklamasi dalam edisi 18 Agustus 1945.
Di Padang, daerah Makassar waktu itu, terbit harian Soera Indonesia di bawah
Manai Sophiaan. Di Manado terbit Menara (Desember 1945) atas prakarsa G.E. Dauhan.
Di Ternate, Arnold Mononutu (menteri penerangan 1949, 1951, 1952), menebitkan
mingguan Menara Merdeka (Oktober 1945), dibantu Hassan Missouri. Di samping surat
kabar swasta, pihak pemerintah RI menerbitkan koran sendiri, seperti Soeloeh Merdeka
di Medan (Oktober 1945) yang diasuh Jahja Jakub dan Arif Lubis, serta Negara Baroe di
9
Jakarta yang dipimpin oleh Parada Harahap.

9
PWI – Persatuan Wartawan Indonesia (pwi.or.id/detail/26/Sekilas-Sejarah-Pers-Nasional)

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang memiliki arti sama
dengan bahasa Inggris ‘press’, sebagai sebutan untuk alat cetak. Pengertian pers
dibedakan menjadi dua arti. Pers dalam arti yang luas adalah media tercetak atau
elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, pendapat, usulan, dan
gambar kepada masyarakat luas secara regular. Dalam pengertian sempit, pers adalah
media tercetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, dan bulletin,
sedangkan media elektronik meliputi radio, film, dan televisi. Dalam Undang-undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud dengan pers ialah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, meliputi: mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya,
dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pers di Indonesia mulai mengalami perkembangan sangat pesat, sebelum negara
Indonesia diproklamasikan. Masa penjajahan Belanda dipertengahan abad ke-18, Belanda
mulai menyebarkan penerbitan surat kabar di Indonesia walaupun penerbitnya itu berasal
dari masyarakat Belanda tersebut. Pers nasional pada waktu itu sangat membedakan
dirinya dengan pers Belanda, dimana pers penjajah yang dipergunakan oleh Belanda saat
itu adalah sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Surat kabar pertama yang
dikeluarkan di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles, disusul Bataviasche Courant dan
Bataviasche Advertentieblad dan kemudian di Surakarta terbit surat kabar pertama yang
menggunakan bahasa jawa, bernama Bromartani.
Perkembangan pers pada masa kemerdekaan memungkinkan munculnya pers
nasionalis kembali, dengan mengaktifkan kantor berita Antara, yang selama pendudukan
Jepang bernama Domei, serta penggantian surat kabar Asia Raya menjadi Merdeka. Awal
kemerdekaan juga ditandai munculnya media dengan semangat mendukung
kemerdekaan, sehingga dikenal dengan istilah pers perjuangan. Pada 1949, terdapat 75
penerbitan dengan jumlah tiras 413.000 eksemplar. Perkembangan pers pada masa
kemerdekaan sendiri berkembang dengan pesat, karena sudah tidak ada lagi pencekalan

8
dari pihak penjajah. Pada masa kemerdekaan, pers berkembang aktif hal ini dibuktikan
dengan banyaknya surat kabar yang ada.
Di masa pergerakan era perjuangan, wartawan menyandang dua peran sekaligus,
sebagai aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna
membangkitkan kesadaran naisonal, dan juga peran dalam kegiatan membangun
perlawanan rakyat terhadap penjajahan, tujuan tunggal dari kedua peran tersebut yaitu
mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Surat kabar Indonesia pertama
yang terbit di Jakarta adalah Berita Indonesia (6 September). Dalam susunan redaksinya
tercantum Suraedi Tahsin, Sidi Mohammad Sjaaf, Rusli Amran, Suardi Tasrif, dan Anas
Ma’ruf. Surat kabar berikutnya adalah harian merdeka (1 Oktober) yang dipimpin B.M
Diah (menteri penerangan 1966), dan Rakjat di bawah pimpinan Sjamsuddin Sultan
Makmur (menteri penerangan 1955) dan Rinto Alwi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Subagijo, IN. Sebelas Perintis Pers Indonesia. Jakarta, Jambatan, 1976.

Surjomihardjo, Abdurrachman. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia.


Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2002.

Wahidin, Syamsul. Hukum Pers. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006

PWI – Persatuan Wartawan Indonesia (pwi.or.id/detail/26/Sekilas-Sejarah-Pers-Nasional)

10

Anda mungkin juga menyukai