Anda di halaman 1dari 5

Pers dalam Pergerakan Nasional

Pergerakan nasional merupakan hal yang baru dalam sistem


perjuangan bangsa dalam menghadapi penjajah. Hal yang baru
tersebut tidak akan bisa berkembang dan dimengerti oleh
masyarakat luas tanpa adanya informasi yang disebarluaskan di
kalangan masyarakat umum. Pers merupakan sarana yang sangat
penting dalam menyebarluaskan informasi. Media pers yang berupa
surat kabar dan majalah memiliki andil yang besar di dalam
menyebarluaskan suara nasionalisme (kebangsaan) Indonesia.
Pers yang ada pada waktu itu antara lain:
a. Darmo Kondo, dikelola oleh Budi Utomo.
b. Oetoesan Hindia, dikelola oleh Sarekat Islam.
c. Het Tijdschrift dan De Expres, yang diterbitkan Indische
Partij.
De Expres dipimpin oleh Dauwes Dekker (Dr. Danudirja
Setyabudi), yaitu keturunan Indo Belanda yang memiliki jiwa
nasionalis Indonesia.
d. Surat kabar Mataram. Surat kabar Mataram banyak menulis
tentang pendidikan, seni, dan budaya penderitaan rakyat dan
penindasan, serta perkembangan pergerakan nasional. Tokoh
yang banyak menulis pada surat kabar Mataram yaitu Suwardi
Suryaningrat.
e. Majalah Hindia Putra. Majalah ini diterbitkan pada tahun
1916 oleh Indesche Vereeniging, yakni organisasi mahasiswa
Indonesia di negara Belanda. Pada tahun 1924 Majalah Hindia
Putra diubah namanya menjadi Indonesia Merdeka.
f. Majalah Indonesia merdeka
Majalah ini memiliki peran penting yaitu:
1) Menyebarkan cita-cita mencapai kemerdekaan.
2) Memperkuat cita-cita kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
Majalah ini beredar di berbagai negara seperti Belanda, Jerman,
Prancis, Mesir, Malaya, dan Indonesia. Pada tahun 1930
pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran majalah Indonesia
Merdeka di wilayah Indonesia.
Peranan Pers dalam Pergerakan Nasional
Indonesia
Akhir abad ke-19 hingga memasuki abad ke-20, dinamika pers dalam batas persuratkabaran di
Indonesia semakin meningkat. Tidak sedikit pribumi Indonesia yang terlibat dalam kegiatan
tersebut. Seiring dengan perubahan dalam masyarakat sejak kebangkitan nasionalisme, maka
pers sebagai medium komunikasi juga mewarnai perjuangan pergerakan untuk mencapai
Indonesia merdeka. Dengan karakteristik tersendiri, lahirlah pers nasional atau pers pergerakan.
Menurut Syamsul Basri bahwa pers dan wartawan dengan tulisan dan sepak terjangnya waktu
itu, berusaha menggalang dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bercita-cita
memerdekakan Indonesia dari penjajah.1)

M. Tabrani, seorang wartawan dan tokoh pergerakan, memberikan karakteristik pers nasional:
Pertama; harus bercorak nasional dalam arti seluas-luasnya, kedua; menjadi pendukung gagasan
kemerdekaan, namun harus berpendapat luas dalam mengolah peristiwa dan fakta yang di dalam
masyarakat selalu terdapat perbedaan, ketiga; tenggang menenggang.2)
Pers pada masa perjuangan pergerakan nasional, telah menampakkan keterlibatannya sebagai
medium komunikasi. Ia cenderung menjadi alat perjuangan dari kaum pergerakan. Sehingga
tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pers nasional merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjuangan pergerakan nasional karena sesungguhnya pers merupakan bagian dari perjuangan
itu.

Surat kabar yang oleh sebagian ahli diidentifikasi sebagai surat kabar pertama yang dimiliki dan
dierbitkan oleh bangsa Indonesia adalah Medan Priyayi yang diterbitkan oleh R.M.
Tirtoadisuryo tahun 1907.3) Dan pendiri Medan Priyayi dianggap dianggap sebagai wartawan
pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat untuk membentuk pendapat umum. Seiring
dengan meningkatnya kesadaran kebangsaan yang aktualisasinya nampak dari semakin
banyaknya organisasi pergerakan, maka pers nasional juga semakin menempatkan kedudukannya
sebagai alat perjuangan pergerakan. Biasanya tokoh pergerakan terlibat dalam kegiatan
jurnalistik, bahkan banyak di antaranya yang memulai aktivitasnya melalui profesi jurnalis.4)
Hampir semua organisasi pergerakan pada masa itu memiliki dan menggunakan surat kabar atau
majalah untuk menyuarakan ide-ide dan aspirasi perjuangannya. Bung Karno ketika memberikan
kata sambutan pada hari ulang tahun koran Sipatahoenan yang ke-10 di tahun 1933,
mengatakan bahwa tiada perjuangan kemerdekaan secara modern yang tidak perlu memakai
penyuluhan, propaganda dan agitasi dengan pers.5) Pengakuan semacam ini diungkap pula oleh
Muhammad Hatta sewaktu membina koran PNI Baru, Daulat Rakjat, yakni:
Memang majalah gunanya untuk menambah pengetahuan, menambah pengertian dan menambah
keinsyafan. Dan bertambah insyaf kaum pergerakan akan kewajiban dan makna bergerak,
bertambah tahu kita mencari jalan bergerak. Sebab itu majalah menjadi pemimpin pada
tempatnya. Dan anggauta-anggauta pergerakan yang mau memenuhi kewajibannya dalam
perjuangan tidak dapat terpisah dari majalahnya.6)
Pengakuan yang diungkapkan oleh kedua kampiun pergerakan tersebut memberi gambaran akan
pentingnya peranan pers dalam perjuangan pergerakan nasional.
Budi Utomo pada awal pertumbuhannya telah mengambil alih Dharmo Kondo, majalah yang
sebelumnya dimiliki dan diterbitkan oleh orang Cina.7) Setelah mengalami masa pasang surut
dalam perkembangannya, harian Dharmo Kondo berubah nama menjadi Pewarta Oemoem, dan
menjadi pembawa suara Partai Indonesia Raya (Parindra). Selain Dharmo Kondo, Budi Utomo
pernah juga menerbitkan Budi Utomo (1920), Adilpalamerta (1929), dan Toentoenan
Desapada tahun 1930.8)
Sementara itu Sarekat Islam setelah mengadakan kongresnya yang pertama pada tahun 1931 di
Surabaya, menerbitkan Oetoesan Hindia. SI juga menerbitkan Bendera
Islam, Sarotama,Medan Moelimin, Sinar Djawa, Teradjoe.9)
Indische Partij di bawah pimpinan Tiga Serangkai menjadikan Het Tijdsichrift dan De
Expressebagai alat propagandanya. Melalui kedua media ini, tulisan-tulisan tokoh Indische
Partij dimuat. Di antaranya yang terkenal adalah tulisan Suardi Suryaningrat yang berjudul Als ik
eens Nederlander was (Andaikata Aku Seorang Belanda).10)
Lahirnya PKI (1920) makin menambah jumlah surat kabar partai. Pada akhir tahun 1926, tercatat
lebih dari dua puluh penerbitan PKI yang tersebar di berbagai kota.
Di lain tempat, organisasi pergerakan yang ada di negeri Belanda, Perhimpunan Indonesia telah
menerbitkan medianya Indonesia Merdeka yang sebelumnya bernama Hindia Putera.11) Tulisan-
tulisan tokoh PI dalam majalah tersebut banyak berpengaruh terhadap perjuangan pergerakan di
tanah air.
Bukan hanya organisasi politik yang menerbitkan pers, tapi organisasi kedaerahan, organisasi
kepemudaan, organisasi yang bersifat sosial keagamaan turut pula menerbitkan surat kabar atau
majalah. Para perkumpulan ini telah menyadari pentingnya sebuah media pers untuk
menyampaikan aspirasi perjuangan.
Syamsul Basri menjelaskan peranan pers yang menentukan dalam perjuangan pergerakan
nasional, yakni:

1. Menyadarkan masyarakat/bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak yang harus


diperjuangkan

2. Membangkitkan dan mengembangkan rasa percaya diri, sebagai syarat utama


memperoleh kemerdekaan

3. Membangkitkan dan mengembangkan rasa persatuan

4. Membuka mata bangsa Indonesia terhadap politik dan praktek kolonial Belanda.12)

Demikianlah peranan pers nasional sebagai alat perjuangan dengan orientasinya yang
mendukung perjuangan pergerakan nasional telah mengambil bagian penting dari epsidoe
perjuangan dalam upaya mencapai kemerdekaan. Di samping sebagai wadah di mana ide-ide dan
aspirasi organisasi disuarakan, juga telah berperan dalam menyadarkan dan membangkitkan
semangat persatuan dan kesatuan yang kemudian menjadi senjata ampuh melawan politik devide
et impera Belanda.
Perkembangan Pers di Indonesia Hingga
Terbentuknya Pers Nasional

Komunikasi merupakan kebutuhan kodrati manusia, sehingga komunikasi cenderung menjadi


persyaratan mutlak bagi kemajuannya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Makin maju suatu masyarakat, makin berkembanglah lalu lintas komunikasi.1) Tatap
muka sebagai medium komunikasi tingkat rendah, dirasakan tidak lagi memadai akibat
perkembangan masyarakat. Akibat perkembangan itu pula, masyarakat berusaha menemukan
instrumen lain untuk media komunikasinya dan di antara media komunikasi itu adalah pers.
Menurut Rachmadi bahwa pers lahir dari kebutuhan rohaniah manusia, produk dari kehidupan
manusia, produk kebudayaan manusia, adalah hasil dari perkembangan manusia.2)

Keberadaan pers di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari hubungan bangsa Indonesia dengan
Eropa, khususnya dengan bangsa Belanda. Melalui hubungan itulah, berbagai anasir kebudayaan
Barat dapat dikenal di Indonesia termasuk pers.
Pengiriman dan penyebaran informasi dalam bentuk jurnal awalnya digunakan oleh VOC untuk
menyalurkan dan atau mendapat berita, baik dari Eropa maupun dari pos-pos perdagangan
Belanda yang tersebar di Nusantara yang menurut Von Veber telah berlangsung sejak tahun
1615.3) Hal ini dipertegas oleh Muhtar Lubis dengan mengatakan bahwa pada tahun 1615, J.P.
Coen menerbitkan Memorie de Nouvelles, sebuah jurnal cetak yang pertama di Indonesia,
memuat berita dan informasi tentang VOC.4) Sementara surat kabar pertama yang terbit di
Indonesia adalah Bataviase Nouvelles tahun 1744 oleh J.E. Jordens.5)
Perancis dan Inggris yang pernah menyelingi kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di
Indonesia, turut pula menerbitkan surat kabar. Perancis di bawah Daendels
menerbitkanBataviasche Zoloniale Courant. Sementara pada masa kekuasaan Inggris
menerbitkan surat kabar dengan nama The Java Government Gazette.6)
Setelah kekuasaan Inggris berakhir (1816) di Indonesia, maka surat kabar yang terbit menjadi
organ resmi pemerintah Belanda adalah Bataviasche Courant yang kemudian digantikan
olehJavasche Courant.7) Sampai dengan terbitnya surat kabar ini ada kenampakan bahwa usaha
penerbitan masih didominasi oleh pemerintah yang berkuasa. Isinya pun dapat diduga, yaitu
hanya memuat berita mengenai kegiatan pemerintah.
Memasuki pertengahan abad ke-19, sudah semakin banyak surat kabar terbit di Indonesia.
Bahkan kaum Indo-Belanda sudah mengusahakan penerbitan yang diperuntukkan buat kaum
pribumi dan peranakan Tionghoa. Sehingga pada masyarakat kolonial sudah dikenal adanya pers
yang berbahasa Melayu dan bahasa daerah. Surat kabar pertama berbahasa daerah
adalahBromartani yang terbit di Surakarta pada tahun 1855. Selanjutnya surat kabar pertama
berbahasa Melayu adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe yang terbit di Surabaya pada tahun
1856.8) Di samping itu, dikenal pula surat kabar yang berbahasa Tionghoa yang menggunakan
bahasa campuran antara bahasa Melayu rendahan dengan dialek Hokkian.9)
Seiring dengan pemberlakuan politik kolonial liberal atau dikenal sebagai politik pintu terbuka
(open door policy) tahun 1970, maka dinamika persuratkabaran di Indonesia juga semakin
kompleks. Kaum swasta asing Eropa (pengusaha-pengusaha penanam modal di Indonesia)
semakin banyak menerbitkan surat kabar. Dalam dekade ini pula (menjelang berakhirnya abad
ke-19), terdapat kemajuan di bidang jurnalistik. Kemajuan yang dimaksud adalah semakin
banyaknya orang-orang pribumi dan orang-orang peranakan Tionghoa yang terlibat dalam
penerbitan pers. Dengan demikian sudah lahir wartawan-wartawan pribumi (Indonesia) yang
pertama. Kedudukan orang-orang ini kelak menjadi sangat penting terhadap kelahiran pers
nasional.
Sementara itu, timbulnya kesadaran kebangsaan (nasionalisme) Indonesia yang dimanifestasikan
melalui perjuangan pergerakan nasional, telah memperjelas dan mempertegas adanya surat kabar
yang mempunyai wawasan dan orientasi informasi untuk kepentingan perjuangan pergerakan.
Surat kabar-surat kabar itulah yang pada gilirannya dikenal sebagai pers nasional atau pers
pergerakan.

Anda mungkin juga menyukai