Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perencanaan tata ruang wilayah menjadi salah satu problematika pada perkembangan
Kota dewasa ini, perkembangan kota yang cukup cepat dengan pertumbuhan penduduk yang
cukup pesat juga, maka masalah lingkungan mejadi suatu masalah yang cukup urgen dalam
pembahasan mengenai keberlanjutan lingkungan untuk masa depan generasi.

Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan manusia untuk mencapai


kehidupan yang lebih baik. Hakekat pembangunan adalah bagaimana agar kehidupan hari
depan lebih baik dari hari ini. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan
selalu bersentuhan dengan lingkungan hidup. Bruce Mitchell mengatakan pengelolaan
sumber daya lingkungan akan mengalami empat situasi pokok, yaitu (1) perubahan (change),
(2) kompleksitas (complexity), (3) ketidakpastian (uncertainty), (4) konflik (conflict)1.

Seiring dengan kebutuhan akan pemenuhan kewajiban terhadap negara. Beberapa


Kabupaten mengeluarkan beberapa peraturan daerah demi menunjang kebutuhan Negara.
Seperti hal nya beberapa kabupaten mengeluarkan peraturan daerah tentang rencana tata
ruang wilayah. Perda ini dilatarbelakangi oleh keinginan negara dalam menyesuaikan tata
ruang wilayah dalam pembangunan berkelanjutan yang terkordinir dan ter zonasi, sehingga
pemanfaatannya bias dirasakan oleh masyarakat banyak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tata ruang?
2. Apa saja Tujuan tata ruang?
3. Dinamika apa saja yang sering terjadi dalam tata ruang dan pembangunan wilayah?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami tentang tata ruang!
2. Memahami tentang tujuan dari tata ruang !
3. Mempelajari tentang dinamika yang sering terjadi dalam tata ruang dan
pengembangan wilayah !

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tata Ruang

Tata Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang terdapat dalam
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur Ruang adalah susunan
pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.

B. Tujuan Tata Ruang

Asas dan Tujuan Penataan Ruang Menurut Undang-undang di RI Penataan ruang bisa
dipahami sebagai sebuah proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang, yang
dilakukan secara sistematik. Pada dasarnya, penataan ruang merupakan bagian dari proses
penggunaan lahan dan perencanaan aktivitas di ruangnya. Adapun rumusan tujuan penataan
ruang di Indonesia bisa dilihat di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Ketentuan itu tidak diubah dalam UU Cipta Kerja. Berdasarkan Pasal 3 UU
Nomor 26 Tahun 2007, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: terwujudnya keharmonisan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan; terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan, dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya
pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang.

2
Adapun berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 26 Tahun 2007, penataan ruang di Indonesia
dilaksanakan dengan dasar sejumlah asas berikut: keterpaduan; keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan; keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; keterbukaan;
kebersamaan dan kemitraan; pelindungan kepentingan umum; kepastian hukum dan keadilan;
dan akuntabilitas. Adapun penjelasan untuk masing-masing asas penataan ruang Indonesia di
atas bisa dicermati dalam perincian di bawah ini. Keterangan berikut sesuai dengan bagian
penjelasan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007.

1.       Keterpaduan Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai


kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Pemangku kepentingan antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2.       Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan Penataan ruang diselenggarakan dengan


mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan
manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah
serta antara kawasan perkotaan dan perdesaan.

3.       Keberlanjutan Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan


kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan
kepentingan generasi mendatang.

4.       Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan Penataan ruang diselenggarakan dengan


mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta
menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

5.       Keterbukaan Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses seluas-luasnya


pada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

6.       Kebersamaan dan kemitraan Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan.

7.       Perlindungan kepentingan umum Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan


kepentingan masyarakat.

8.       Kepastian hukum dan keadilan Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan
hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, penataan ruang dilaksanakan

3
dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban
semua pihak secara adil, dengan jaminan kepastian hukum.

9.       Akuntabilitas. Penyelenggaraan penataan ruang bisa dipertanggungjawabkan, baik proses,


pembiayaan, maupunhasilnya.

C. Dinamika Dalam Penerapan Tata Ruang Wilayah

Ada berbagai permasalahan yang terjadi dalam penerapan tata ruang wilayah, permasalahan
itu antara lain sebagai berikut :

1. Masalah Pembiayaan Dan Tenaga Ahli/Kepakaran

Pembiayaan dan kualitas tenaga ahli yang rendah akan berpengaruh terhadap mutu produk
dokumen rencana tata ruang wilayah.

2. Masalah Keterbaruan Pangkalan Data (database)

Pangkalan data untuk analisis kesesuaian lahan dalam penentuan berbagai kawasan berupa
data fisik, lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi.

Data data ini diperoleh dari data primer, data sekunder, dan data analisis. Pembaruan data
data membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Hal ini kerap dijadikan alasan
untuk menggunakan data lama. Itulah sebabnya rencana tata ruang wilayah sering tidak
sesuai dengan kebutuhan.

3. Masalah Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan antara konsep pelestarian dan pembangunan ekonomi merupakan


permasalahan yang sering terjadi dalam perencanaan tata ruang wilayah.

4. Masalah Ekonomi

Harga tanah dikawasan budi daya pertanian dan kawasan lindung umumnya jauh lebih murah
daripada harga tanah dikawasan budidaya non pertanian, seperti perumahan, perdagangan,
industri, pariwisata.

4
Hal ini cenderung mendorong masyarakat untuk mengubah lahan pertanian dan kawasan
lindung menjadi kawasan non pertanian, seperti kawasan permukiman, perdagangan, dan
jasa.

5. Masalah Sosial Budaya

Masalah ini terjadi di wilayah yang memiliki fungsi sosial budaya yang tinggi ketika wilayah
itu mau dialihfungsikan ke fungsi fungsi yang lain, seperti fungsi ekonomi.

Pengalihfungsian ini dapat membawa pergeseran budaya. Contohnya budaya agraris yang
mengedepankan kebersamaan, tergantikan oleh budaya kota yang cenderung individualistis.

6. Masalah Keamanan

Tumpang tindih peruntukan lahan secara lingkungan dapat menimbulkan dampak negatif
penggunaan dan pemanfaatan lahan. Keamanan dan kenyamanan warga menjadi terganggu.

7. Masalah Institusi

Masalah institusi mencakup masalah kemampuan teknis dan manajemen tata ruang yang
masih terbatas. Masalah yang mungkin terjadi antara lain penggunaan sumber sumber dana
tidak efektif dan efisien.

Perencanaan program tidak tepat dan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, dokumen
tata ruang tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan sehingga tidak dapat digunakan.

Permasalahan ini tentu saja perlu diatasi agar tujuan penataan ruang dapat tercapai. Dalam hal
ini peran serta masyarakat sangat dibutuhkan. Masyarakat yang dimaksud adalah orang
perseorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan pemangku
kepentingan nonpemerintah.

Peran masyarakat dalam penataan ruang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang.

5
Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Bentuk peran masyarakat dalam
perencanaan tata ruang berupa sebagai berikut :

 Persiapan penyusunan rencana tata ruang


 Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan
 Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan
 Perumusan konsepsi rencana tata ruang
 penetapan rencana tata ruang

D. Pengertian Pembangunan Wilayah

Pengertian Pembangunan Wilayah adalah Upaya mencapai pembangunan berimbang


(balance development), seperti terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan
kapasitas pembangunan setiap wilayah atau daerah yang beragam

E. Tujuan Pembangunan Wilayah

Tujuan pembangunan wilayah menurut Bagdja Muljarijadi antara lain sebagai berikut.

a) Membentuk “institusi” baru yang mendukung perekonomian daerah.

b) Mengembangkan industri alternatif.

c) Meningkatkan kapasitas pekerja untuk menghasilkan produk yang lebih baik.

d) Mencari pasar yang lebih luas.

e) Ada transfer teknologi.

f) Membuka peluang investasi bagi para pengusaha.

Menurut Nugroho dan Dahuri, tujuan pelaksanaan pembangunan wilayah antara lain sebagai
berikut.

a) Memberi perlindungan sosial dan ekonomi bagi keadaan sebagai akibat dari kemiskinan
dan ketimpangan; serta sumber daya alam yang mengalami tekanan.

b) Menyediakan media bagi beroperasinya mekanisme pasar secara efisien dan adil serta
memperbaiki kualitas aliran beragam sumber daya secara berkelanjutan (sustainable).

6
c) Menyediakan perangkat bagi aspek perencanaan pembangunan.

d) Membangun sistem kelembagaan untuk memperbaiki dan menyempurnakan


pembangunan.

Menurut Rancangan Awal RPJMN 2015-2019, isu utama pembangunan wilayah nasional
adalah masih besarnya kesenjangan antarwilayah, khususnya kesenjangan pembangunan
antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Itulah sebabnya
arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk mempercepat
pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah.

Ada 7 (tujuh) wilayah pembangunan di Indonesia yang didasarkan pada potensi dan
keunggulan daerah, serta lokasi geografis yang strategis di masing-masing wilayah. Adapun
tema pengembangan wilayah di setiap wilayah adalah sebagai berikut.

a) Pembangunan Wilayah Pulau Papua sebagai “lumbung pangan melalui pengembangan


industri berbasis komoditas tanaman pangan serta pengembangan peternakan dan tanaman
nonpangan; percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan pariwisata bahari; serta lumbung energi di Kawasan Timur Indonesia melalui
pengembangan minyak, gas bumi, dan tembaga”.

b) Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai “produsen makanan laut dan lumbung
ikan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan)
melalui pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; serta pengembangan industri
pengolahan berbasis nikel dan tembaga".

c) Pembangunan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara sebagai “pintu gerbang pariwisata


ekologis; penopang pangan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis
maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan, garam, dan rumput laut;
pengembangan industri berbasis peternakan; serta pengembangan industri mangan dan
tembaga".

d) Pembangunan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai “salah satu pintu gerbang Indonesia dalam
perdagangan internasional dan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dengan
pengembangan industri berbasis logistik; serta lumbung pangan nasional dengan
pengembangan industri berbasis kakao, padi, jagung; dan pengembangan industri berbasis

7
rotan, aspal, nikel, dan bijih besi; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim
(kelautan) melalui pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari”.

e) Pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan sebagai “salah satu paru- paru dunia dengan
mempertahankan luasan hutan Kalimantan; dan lumbung energi nasional dengan
pengembangan hilirisasi komoditas batu bara; serta pengembangan industri berbasis
komoditas kelapa sawit, karet, bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir kuarsa,
serta pengembangan food estate".

f) Pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali sebagai “lumbung pangan nasional dan pendorong
sektor industri dan jasa nasional dengan pengembangan industri makanan-minuman, tekstil,
otomotif, alutsista, telematika, kimia, alumina, dan besi baja; salah satu pintu gerbang
destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan ekonomi kreatif; serta percepatan
pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri
perkapalan dan pariwisata bahari”.

g) Pembangunan Wilayah Pulau Sumatra sebagai “salah satu pintu gerbang Indonesia dalam
perdagangan internasional dan lumbung energi nasional, diarahkan untuk pengembangan
hilirisasi komoditas batu bara, serta industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah,
bauksit, dan kaolin”.

Pembangunan berkelanjutan diasumsikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan


masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri” istilah ini diperkenalkan oleh Komisi Lingkungan dan Pembangunan Dunia
(The World Commission on Environment and Development [WCED]) pada tahun 1987.
Komisi ini menganggap pembangunan berkelanjutan sebagai pilihan untuk meminimalkan
risiko penciptaan masalah baru atau memperburuk masalah yang sudah ada.

Pertumbuhan wilayah dapat didefinisikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu. Pusat pertumbuhan merupakan wilayah yang pertumbuhannya
sangat pesat. Dari pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan pertumbuhan akan menyebar ke
wilayah- wilayah yang lain

8
F. Teori Pembangunan Wilayah Menurut Para Ahli

Berdasarkan ilmu geografi, terdapat teori pembangunan wilayah yaitu sebagai berikut:

1. Teori Tempat Sentral

Teori ini dinamakan dengan central place theory. Dibuat oleh ahli geografi berkebangsaan
Jerman, yaitu Walter Christaller. Teori ini mengusung banyak konsep keterkaitan kota
sebagai pusat pertumbuhan dengan pemukiman kecil yang ada di sekelilingnya.

Walter Christaller berpendapat bahwa tempat sentral adalah wilayah yang menyediakan
barang dan jasa untuk penduduk sekitar dan juga kota. Jadi, dapat dikatakan bahwa pusat kota
adalah pusat distribusi atau penyaluran barang dan jasa.

Menurut teori ini, ada dua aspek yang dilihat yaitu ambang dan jangkauan. Yang dimaksud
dengan ambang merupakan sedikitnya jumlah orang yang dibutuhkan untuk kegiatan
penyediaan dan distribusi barang serta jasa tetap berlangsung.

Sedangkan yang dimaksud dengan jangkauan yaitu jarak tempuh yang dibutuhkan untuk
memperoleh barang dan jasa ini. Pusat kota ini menydiakan barang dengan mudah serta orang
dapat mudah mengakses berbagai barang dan jasa tanpa menempuh perjalanan jauh.

Pasalnya, manusia lebih senang membeli barang dari wilayah yang paling dekat
dibandingkan mendapatkan barang dan jasa dengan menempuh jarak yang jauh.

2. Teori Sektoral

Setelah munculnya teori pertumbuhan wilayah ini, akhirnya semakin berkembang dengan
kehadiran teori lainnya bernama teori sektoral. Teori sektoral adalah teori pembangunan yang
dibuat oleh August Losch dengan judul bukunya The Spatial Organization of the Economy.

Menurut buku tersebut, ada beberapa hal yang mempengaruhi bentuk dari tempat sentral.
Contohnya wilayah dapat dikatakan sebagai tempat sentral jika dapat menyalurkan barang
dalam jarak yang singkat, tetapi dengan keuntungan yang sama.

Namun, dalam teori sektoral menyebut bahwa wilayah ini harus mendapatkan keuntungan
yang maksimal dengan tujuan sebagai indusri. Losch menjelaskan bahwa pusat dari

9
pembangunan wilayah dilihat dari memaksimalkan keuntungan yang ada bukan dari tempat
yang sentral untuk distribusi barang dan jasa.

3. Teori Kutub Pertumbuhan

Selanjutnya, teori pembangunan wilayah lainnya adalah kutub pertumbuhan. Teori ini disebut
juga dengan growth pole. Kutub pertumbuhan adalah teori yang dibuat oleh Francois Perroux
yang menyebutkan pertumbuhan tidak dilakukan sembarangan tetapi terjadi di wilayah
tertentu.

Kutub pertumbuhan ini menjelaskan bahwa pertumbuhan suatu wilayah terjadi karena adanya
pembangunan industri sebagai inti. Selanjutnya, dari pusat industri ini jadi berkembang
sehingga memberikan efek pada wilayah disekitarnya baik langsung atau tidak langsung.

Contohnya ada kota yang menjadi kutub pertumbuhan karena kota tersebut dibangun industri
dengan sektor yang beragam, mulai dai agrobisnis, otomotif, kecantikan, petrokimia, dsb.

Namun, ada kelemahan dari penerapan teori ini yaitu bisa memberikan dampak kesenjangan
sosial yang tinggi antara masyarakat yang berada di dalam kutub pertumbuhan dengan yang
ada di luar.

Hal ini karena terjadi di bagian inti kota tersebut sudah ada berbagai industri sehingga ini
merupakan modal ketersediaan kebutuhan masyarakat lebih baik. Berbedahalnya dengan di
daerah sekitar kutub yang membuatnya semakin sulit dalam mengembangkan industri dan
mendapatkan manfaat dari pembangunan industri tersebut dengan mudah.

4. Teori Ekonomi “Menetes ke Bawah”

Teori ini disebut juga dengan Trickle down yang dibuat oleh Hirschman di tahun 1959.
Menurut teori ini, setelah terjadi kutub pertumbuhan, akan terjadi pemfokusan pembangunan
di beberapa industri saja.Tujuannya agar dapat mempengaruhi sektor lainnya. Namun, pada
kenyataannya hal ini memberikan dampak  lain. Contohnya adalah Kota Karawang.

Di kota ini, ada banyak berbagai perusahaan yang berkembang. Berdasarkan teori menetes ke
bawah, harusnya perkembangan perusahaan ini dapat mengembangkan sektor lain.

Sayangnya, lahan pertanian malah semakin sempit akibat dari pembangunan industri tersebut.

10
G. Dinamika Pembangunan Wilayah

Peningkatan laju pertumbuhan penduduk di perkotaan baik secara alamiah (karena fertilitas
dan mortalitas) maupun migrasi (baca: urbanisasi) menuntut konsekuensi terjadinya konversi
lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (sifat perkotaan). Hal itu ditunjukkan dengan
terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (sifat perkotaan) di pantai
utara Jawa yang mencapai kurang lebih 20 %. Konversi lahan pertanian ini berdampak pada
semakin menyempitnya lapangan pekerjaan di bidang pertanian, yang pada akhirnya semakin
mendesak menurunnya tingkat produktifitas pertanian.

Dinamika pembangunan wilayah dari waktu ke waktu dituntut untuk terus berkembang.
Wilayah perdesaan merupakan wilayah yang berbasis kegiatan pertanian, potensinya perlu
dikembangkan berkait erat dengan wilayah di sekitarnya (hinterland). Site desa-desa dan kota
terdekat merupakan simbiosis mutualisme yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Basis
kegiatan ekonomi perlu menjadi andalan pertumbuhan ekonomi wilayahnya.

Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi di wilayah perdesaan, maka pengembangan


kegiatan pertanian dengan orientasi agribisnis dapat menjadi andalan pertumbuhan ekonomi
yang pasti dapat memberikan ”spread effect” terhadap pembangunan wilayah sekitarnya
(hinterland). Artinya bahwa membangun wilayah perdesaan dengan kegiatan utama
agribisnis, merupakan pembangunan sub-sistem infrastruktur dan suprastruktur yang
mendukung sektor pertanian.

Wilayah perdesaan dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung
tumbuh dan berkembangnya sistem agribisnis yang mampu melayani, mendorong, menarik,
menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) yang bereffect terhadap
pembangunan wilayah sekitarnya (hinterland), sehingga merupakan sistem kawasan yang
komplementer dan sinergik.

Strategi pengembangan pertanian dengan sistem dan usaha agribisnis perlu digalakkan dan
ditingkatkan, baik backward maupun forward linkage (agribisnis sebagai suatu system) atau
mensinergikan pengembangan agribisnis dengan pendekatan wilayah.

1. Wilayah perdesaan perlu disediakan infrastruktur dasar dan pendukung sektor


pertanian, misalnya jaringan jalan, air bersih, sarana pengolahan maupun
sarana pemasaran.

11
2. Perlu adanya kemandirian sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan
yang memadai (suprastruktur) dan berakar kuat. Tentu diperlukan adanya
pendidikan formal maupun informal (pelatihan, penyuluhan dan sosialisasi)
dengan orientasi pengembangan sektor pertanian (mengenai sistem dan usaha
agribisnis).
3. Pengembangan agribisnis adalah pendekatan Bottom Up Planning, oleh
karenanya perlu melibatkan stakeholder (masyarakat agribisnis, investor dan
pemerintah daerah). Oleh karenanya, partisipasi aktif serta keterlibatan seluruh
stakeholder sangat menentukan. Pemerintah daerah dapat menjadi pemrakarsa
masyarakat (people created) untuk menginisiasi dari dimensi perencanaan,
pembangunan prasarana dan sarana dasar dan monetesi perdesaan.
4. Pengembangan agribisnis mengarahkan masyarakat untuk mandiri (slogan:
berdiri di atas kaki sendiri/BERDIKARI). Apabila masyarakat telah
menentukan untuk melakukan kegiatan pembangunan dan pengembagan
sektor pertanian, maka pemerintah wajib menyediakan bantuan teknis,
material, dan keuangan pembangunan infrastruktur dasar dan suprastruktur
yang mendukung sektor pertanian tersebut.
5. Agribisnis yang berbasis kerakyatan, berkelanjutan serta terdesentralisasi
(wewenang berada di pemerintah daerah dan masyarakat), baik agribisnis
dalam lingkup budidaya (on farm) maupun pada lingkup hulu (pengadaan
sarana produksi pertanian) dan hilir (pasca panen/pengolahan produk primer
dan pemasaran), diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat, dan tentu akan mempercepat keterkaitan
pembangunan dan pengembangan desa-kota.

Pengembangan agribisnis secara tidak langsung akan mewujudkan kemandirian petani, akan
mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat desa dengan kota, mengurangi kesenjangan
antara yang miskin dan yang kaya, mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif dan gatra
positif lainnya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tata Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang terdapat dalam
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pengertian Pembangunan Wilayah adalah Upaya mencapai pembangunan berimbang


(balance development), seperti terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan
kapasitas pembangunan setiap wilayah atau daerah yang beragam

Dinamika pembangunan wilayah dari waktu ke waktu dituntut untuk terus berkembang.
Wilayah perdesaan merupakan wilayah yang berbasis kegiatan pertanian, potensinya perlu
dikembangkan berkait erat dengan wilayah di sekitarnya (hinterland). Site desa-desa dan kota
terdekat merupakan simbiosis mutualisme yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Basis
kegiatan ekonomi perlu menjadi andalan pertumbuhan ekonomi wilayahnya.

B. Saran

Perlu adanya pembelajaran lebih lanjut tentang tata ruang dan pembangunan wilayah, agar
para siswa dapat lebih memahami tentang hal tersebut.

13
Daftar Pustaka

https://roboguru.ruangguru.com/question/sebutkan-tujuan-pembangunan-wilayah-_QU-
4P5TIX33?action=login&_tracker=question_detail_lock

https://balitteknologikaret.co.id/teori-pembangunan-wilayah/

https://tarubali.baliprov.go.id/konsep-perencanaan-ruang-wilayah/

http://portalgeograf.blogspot.com/2019/06/tujuan-pembangunan-wilayah.html

https://jatengdaily.com/2021/dinamika-pembangunan-wilayah-perdesaan/

14

Anda mungkin juga menyukai