Anda di halaman 1dari 9

PROSES HUKUM PADA KASUS PEMBUNUHAN BRIGADIR

JOSHUA
Makalah
Ditujukan untuk menyelesaikan tugas membuat karya tulis ilmiah
yang diberikan oleh Bapak Budi Setia Pribadi, S.Pd.

Disusun oleh kelompok 1:

Petra Imanuel
Muhammad Rifki Permana
Mochamad Naoval Dzakwan
Muchamad Rokib Zihadi
Nino Anggara Ramadhan

KELAS XI ILMU BAHASA DAN BUDAYA


SMAN 11 KOTA BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terpanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Proses Hukum Yang Terjadi Pada Kasus
Pembunuhan Brigadir Joshua” ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui
kajian pustaka, maupun melalui media internet. Karya tulis ilmiah ini dibuat dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa pentingnya proses hukum yang berlaku di Indonesia. Suka dan
duka tentu terasa saat proses pembuatan makalah ini. Kegembiraan disaat menemui titik
terang, tubuh yang kerap kali jatuh sakit, hingga kondisi spiritual yang menghambat proses
pembuatan makalah. Walau begitu, kami tetap berhasil menyelesaikan makalah ini tepat
waktu.
I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 1
 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………… 1
 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………...
 1.3 Tujuan ……………………………………………………………………….
 1.4 Manfaat ………………………………………………………………………

BAB II LANDASAN TEORI


ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembunuhan yakni suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang


dengan cara apapun termasuk di rencakan. Tentu saja dalam menghabisi nyawa
seseorang atau membunuh harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, hal ini
berupa hukuman yang biasa disebut “dipidanakan”. Jadi, seseorang yang dipidanakan
berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.

Adapula perbuatan yang berakibat merusak barang orang lain seluruhnya


maupun sebagian dan menggunakan narkotika semuanya merupakan tindak pidana
yang dapat dijatuhi hukuman. Hukuman sendiri merupakan suatu sanksi yang
dilakukan sebagai bentuk menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada
seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan. Dengan berlakunya Pasal 48 KUHP
yang berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana”. Pengahapusan pidana dalam overmacht berlaku secara umum untuk semua
tindak pidana seperti, pembunuhan, perusakan barang orang lain, dan narkotika.
Pembunuhan terdapat dalam pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana penjara
maksimal 15 tahun, lalu ada perusakan barang orang lain yang ada dalam Pasal 406
ayat (1) KUHP yang dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan, dan juga ada narkotika seperti dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika Maka dengan itu unsur “direncanakan terlebih dahulu”, dalam
putusan oleh hakim tidak terpenuhi menurut hukum.

bisa dibenarkan bahwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena terpaksa


melakukan pembunuhan, demi mempetahankan nyawa sendiri dan atau keluarganya.
Pertanggungjawaban pidana dimaknai secara luas sebagai proses dan pedoman
Hukum, yang merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk
menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi tercapainya
suatu keadilan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Hukum merupakan himpunan peraturan perundang-undangan yang berisi


tentang perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat
dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Pada prinsipnya hukum
merupakan kenyataan dan pernyataan yang beraneka ragam untuk menjamin adanya
penyesuaian kebebasan dan kehendak seseorang dengan orang lain, yang pada
dasarnya hukum mengatur hubungan manusia dalam masyarakat berdasarkan prinsip-
prinsip yang beraneka ragam pula. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana yang
berstatus terdakwa dan bagaimana peran aparat yang berwenang dalam menjaga
keamanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan terhadap pelaku tindak pidana. 

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa penyebab Brigadir Joshua menjadi korban dari pembunuhan berencana?


2. Bagaimana tanggapan masyarakat atas kasus pembunuhan Brigadir Joshua?
3. Bagaimana cara penyelesaian hukum di Indonesia atas kasus tersebut?
4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap polisi setelah terjadinya kasus tersebut?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui lebih lanjut penyebab Brigadir Joshua menjadi korban dari


pembunuhan berencana.
2. Mengobservasi tanggapan masyarakat sekitar Sripohaci atas kasus pembunuhan
Brigadir Joshua.
3. Mendapatkan gambaran terhadap cara penyelesaian hukum di Indonesia atas
kasus tersebut.
4. Melihat pandangan masyarakat terhadap polisi setelah terjadinya kasus tersebut.

1.4 Manfaat

Makalah ini kami buat bertujuan agar para pembaca sadar akan kondisi hukum yang
berlaku di Indonesia, dengan begitu para pembaca dapat memahami isi dari makalah kami
sebagai sarana untuk menyadarkan masyarakat tentang betapa pentingnya hukum di
Indonesia pada masa reformasi.
BAB II

2.1 Penyebab terbunuhnya Brigadir Joshua

1. Peristiwa di Magelang
Peristiwa di rumah Irjen Ferdy Sambo di Cempaka Residence, Magelang, Jawa Tengah
diduga menjadi pemicu awal kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.
Polisi mendapat cerita ini dari istri Sambo, Putri Candrawathi.
Sumber di kepolisian menyebut, di rumah Sambo itu, Kuwat Maruf bersitegang dengan
Brigadir J karena memergokinya berduaan dengan Putri.
Peristiwa ini kemudian dilaporkan Putri kepada suaminya di Jakarta.

2. Senjata Yosua Dilucuti


Setelah Kuwat bersitegang dengan Yosua, Bripka Ricky Rizal yang mengetahui peristiwa itu
langsung menyita senjata laras panjang dan pistol HS-9 milik Yosua.

Menurut penyidik peristiwa inilah yang dilaporkan Putri kepada suaminya setiba di Jakarta.

3. Pulang ke Jakarta
Dalam suasana tegang itu, rombongan Putri Candrawathi pulang ke Jakarta. Brigadir Yosua
yang biasanya menyopiri Putri, hari itu diminta untuk naik mobil lain bersama Ricky.

Putri menumpang mobil yang dikemudikan oleh Kuwat bersama Bharada Richard Eliezer
atau Bharada E dan Susi, seorang asisten rumah tangga.

4. Brigadir Joshua kirimkan pesan ke putri


Dalam perjalanan itu, Brigadir J mengirimkan pesan kepada Putri agar memerintahkan Ricky
mengembalikan senjatanya. Namun Putri menolak permintaan Yosua itu.
Ricky menyerahkan pistol itu kepada Ferdy Sambo begitu tiba di rumah pribadinya di Jalan
Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

5. Ferdy Terekam Jatuhkan Pistol


Rekaman kamera pengawas tetangga rumah dinas Irjen Sambo merekam ia terlihat
menjatuhkan pistol. Pistol itu diperkirakan HS 9 milik Yosua yang sebelumnya disita Ricky.

Dalam rekaman CCTV itu, terlihat Yosua berada di pekarangan rumah sebelum kedatangan
Ferdy Sambo.

6. Waktu Eksekusi
Pada Jumat, 8 Juli 2022, sekitar pukul 17.11, Ferdy Sambo masuk ke rumah dinasnya di
Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Peristiwa ini terjadi setelah rombongan Putri dan Yosua tiba dari Magelang. Setelah
melakukan tes PCR di rumah Saguling, Putri bersama rombongan Yosua kemudian bergerak
ke rumah dinas di Komplek Polri.
Sambo kemudian mengajak Yosua yang sedang berada di teras masuk.
Di dalam rumah, sebelah tangga lantai dasar, Yosua diperintahkan berlutut menghadap pintu
kamar mandi. Tangannya berada di atas kepala.
Eksekusi kemudian dilakukan. Bharada Richard melepaskan tembakan pistol Glock 17
miliknya sebanyak tiga kali dari jarak sekitar dua meter.
Ferdy kemudian mengakhiri eksekusi itu dengan menembak dua kali bagian belakang kepala
Yosua.

2.2 Tanggapan masyarakat atas kasus peembunuhan brigadir Joshua

Masyarakat Ingin Ferdy Sambo Mati, Tahu Ada Campur Tangan Jokowi di Kasus
Pembunuhan Brigadir J

Hasil Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait kasus pembunuhan berencana terhadap
Brigadir Joshua atau Brigadir J cukup mengejutkan.
Masyarakat sudah geram akan Ferdy Sambo dan menuntut hukuman mati dijatuhkan kepada
mantan kadiv propram tersebut.
"Sebanyak 50,3 persen dari yang mengetahui kasus tersebut, menjawab hukuman yang paling
pantas dijatuhi ke para pelaku, termasuk Ferdy Sambo, adalah hukuman mati," kata Direktur
Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, Rabu, 31 Agustus 2022.
Sedangkan, sebanyak 37 persen dari yang mengetahui kasus tersebut menjawab ingin
hukuman penjara seumur hidup dijatuhi kepada pelaku.
Lebih lanjut, sebanyak 67 persen responden di antara yang mengetahui kasus tersebut
menyatakan percaya bahwa kepolisian akan menuntaskan kasus kematian Brigadir J. Di mana
61,5 persen masyarakat tahu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa
kepolisan akan mengusut tuntas kasus Brigadir J secara objektif, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan dengan pembuktian ilmiah.
Selain itu, sebanyak 72,6 masyarakat juga tahu secara umum bahwa Presiden Joko Widodo
memberi perhatian khusus agar kasus Brigadir J dituntaskan. Serta, kata Djayadi, sejalan
dengan itu masyarakat setuju atau percaya dengan pernyataan presiden tersebut.
"Jadi ada dukungan dari masyarakat terhadap Kapolri maupun terhadap Presiden untuk
memerintahkan ke Polri untuk menuntaskan kasus ini secara betul-betul tuntas," tutur
Djayadi.

2.3 Penyelesaian secara hukum atas kasus pembunuhan brigadir Joshua

Penyelesaian Kasus Pembunuhan Brigadir J Diapresiasi Akademisi Jayabijaya


Atas kinerja Polri di bawah komando Wakil Kapolri Komjen Pol. Gatot Eddy Pramono
sebagai ketua tim khusus dalam menuntaskan kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat atau
Brigadir J, diapresiasi Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Rhaditya Putra Perdana.
“Kita harus mengapresiasi kinerja Polri di bawah komando Pak Wakapolri dalam
penyelesaian kasus tewasnya Brigadir J yang menyita perhatian publik selama ini,” tutur
Rhaditya, di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Menurutnya peraih gelar Master International Commercial Law di Bournemouth University,
Inggris ini berharap agar penyidikan terhadap tindak pidana menghalangi proses hukum atau
“obstruction of justice” dalam kasus pembunuhan Brigadir J harus terus berjalan.
“Kita berharap agar proses hukum tidak hanya berhenti sampai sidang dan sanksi etik,
melainkan hingga proses pidana terhadap semua pelaku, termasuk dugaan bila pihak kuasa
hukum Irjen FS terlibat dalam rekayasa kasus ini,” tuturnya.
Dikatakannya, berdasarkan Pasal 221 KUHP telah secara jelas mengatur ancaman pidana
terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud
supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.
“Jika benar terbukti ada dugaan pihak kuasa hukum Irjen FS ikut terlibat dalam rekayasa
kasus ini diawal, maka tentunya bisa dipidana. Tapi balik lagi itu adalah asumsi dari netizen.
Kita tidak bisa menuduh sebelum ada pembuktian,” kata Rhaditya.
Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) itu
menjelaskan, pernyataan kuasa hukum Irjen FS diawal kasus ini bergulir yang menyebutkan
bahwa kematian Brigadir J terjadi akibat aksi saling tembak sesama ajudan Irjen FS itu tidak
bisa disalahkan sepenuhnya.
“Sebab, kuasa hukum itu berbicara atas dasar informasi awal yang diberikan oleh kliennya.
Jadi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Kecuali, dia ikut terlibat dalam merekayasa fakta yang
terjadi, itu beda cerita,” urainya.
Oleh karena itu, untuk mengungkap masalah ini secara terang, Rhaditya berharap agar kasus
pembunuhan Brigadir J ini bisa menjadi uji coba terhadap penggunaan pasal 221 KUHP
tentang “obstruction of justice” bagi pelaku yang terlibat.

“Jadi, kita harus mendukung langkah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo beserta
jajarannya untuk terus mengusut pihak penyebar skenario kasus pembunuhan Brigadir J versi
Irjen FS. Seperti apa yang diharapkan Presiden Jokowi agar kasus ini dapat terselesaikan
dengan tuntas,” paparnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis pernah menyebutkan
bahwa Brigadir J sempat kepergok oleh sesama ajudan Irjen Ferdy Sambo sedang
melecehkan Putri Candrawathi selaku isteri Irjen Ferdy Sambo, sehingga terjadi aksi saling
tembak.
Namun, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut dalam konferensi persnya bahwa
berdasar hasil temuan Tim Khusus tidak ditemukan fakta peristiwa tembak-menembak.
“Bahwa tidak ditemukan, saya ulangi tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak
seperti yang dilaporkan awal,” tegas Kapolri, di Jakarta, Selasa (9/8).
Jenderal bintang empat itu mengungkapkan, dari penyidikan yang dilakukan Tim Khusus
Kepolisian Indonesia ditemukan fakta bahwa peristiwa yang terjadi sebenarnya adalah
penembakan terhadap Brigadir J hingga mengakibatkan bintara remaja polisi itu kehilangan
nyawanya.
“Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan
saudara J meninggal dunia, yang dilakukan saudara RE, atas perintah saudara FS,” jelas sang
jenderal bintang empat polisi itu.
Tim Khusus Kepolisian Indonesia telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus
Brigadir J, yakni Bharada E, Brigadir Polisi Kepala Ricky Rizal, Kuat alias Kuwat, kemudian
Sambo. Keempat tersangka dijerat pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider pasal
338 tentang pembunuhan juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai