Anggota kelompok:
1. Alvi Nadia
2. Annisa
3. Cindy Octaviana
4. Syifa thahira yusral
5. Farah fadhila
6. Zahra meutia
7. Haikal Mubarak
8. Muhammad kautsar
Tim Penulis
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakat, serta memberikan sanksi tegas bagi
pelanggarnya. Hukum sebagai sarana untuk mengatur kepentingan masyarakat dengan segala tugas dan
fungsinya tentu harus ditegakkan, dan oleh karena itu maka diperlukan aparat atau lembaga yang harus
mengawasi pelaksanaan/penegakan hukum tersebut.
Dalam penjelasan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dikatakan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah
adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan
lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Usaha perwujudan
kekuasaan kehakiman yang merdeka bertumpu kepada proses peradilan. Tujuan utama proses peradilan
adalah mencari dan mewujudkan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu salah satu faktor keberhasilan
penegakan hukum adalah terletak pada fungsionaris badan kekuasaan kehakiman yang bebas dari
intervensi pihak-pihak lain. Lembaga yang secara formal diberi tugas dan peran mewujudkan kekuasaan
kehakiman yang bebas melalui pencalonan hakim agung dan pengawasan terhadap perilaku hakim adalah
Komisi Yudisial. Selain Komisi Yudisial, juga terdapat lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman
diantaranya adalah: peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha Negara, peradilan militer dan
mahkamah Konstitusi.
Berbagai penanganan kasus hukum yang terjadi di tanah air, seringkali mencuat menjadi bahan
perbincangan publik karena putusan peradilan dianggap mengabaikan nilai-nilai keadilan yang
semestinya dirasakan oleh masyarakat pencari keadilan. Proses hukum di lingkungan peradilan Indonesia
hingga saat ini dianggap belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya.
Keadilan seolah menjadi “barang mahal” yang jauh dari jangkauan masyarakat. Pada dunia hukum
ditemui adanya disparitas pidana yaitu penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran
yang jelas. Pengertian tersebut dapatlah kita lihat bahwa disparitas pidana timbul karena adanya
penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap tindak pidana yang sejenis. Penjatuhan pidana ini tentunya
adalah hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana sehingga dapatlah dikatakan
bahwa figur hakim di dalam hal timbulnya disparitas pemidanaan sangat menentukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kekuasaan kehakiman?
2. Apa kedudukan dari kekuasaan kehakiman?
3. Apa saja lembaga peradilan di Indonesia?
4. Mengapa terdapat lembaga peradilan di Indonesia?
5. Apa saja peran dari lembaga peradilan tersebut?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kekuasaan kehakiman
2. Untuk mengetahui kedudukan kekuasaan kehakiman
3. Untuk mengetahui lembaga peradilan yang ada di Indonesia
4. Untuk mengetahui alasan dibentuknya lembaga peradilan di Indonesia
5. Untuk mengetahui peran dari lembaga peradilan.
D. Manfaat Penulisan
Untuk menambah wawasan akan kekuasaan kehakiman dan untuk mengetahui lebih jelas
pelaksanaan kerja kehakiman.
BAB 2 : PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia, begitulah bunyi yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman menurut Pasal 24 Ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang
merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hakim
sebagai pejabat peradilan negara yang berwewenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus
perkara yang dihadapkan kepadanya. Pada hakikatnya tugas hakim untuk mengadili mengandung
dua pengertian, yakni menegakkan keadilan dan menegakkan hukum. Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, para hakim mempunyai diskresi bebas, perasaannya
tentang apa yang benar dan apa yang salah merupakan pengarahan sesungguhnya untuk
mencapai keadilan. Menurut Pasal 4 Kode Etik Profesi Hakim, hakim dalam persidangan harus
memperhatikan asas-asas peradilan dengan tujuan, agar putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa
dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain dengan menjunjung tinggi prinsip, selain itu
hakim juga tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati
kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
Dalam kegiatan bernegara, kedudukan hakim pada pokoknya bersifat sangat khusus.
Dalam hubungan kepentingan yang bersifat triadik (triadic relation) antara negara, pasar, dan
masyarakat madani, kedudukan hakim haruslah berada di tengah. Demikian pula dalam
hubungan antara negara dan warga negara, hakim juga harus berada di antara keduanya secara
seimbang.
Oleh sebab itu, salah satu ciri yang di anggap penting dalam setiap negara hukum yang
demokratis ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum adalah adanya kekuasaan
kehakiman yang independen dan tidak berpihak (independent and impartial).
Dalam sistem peradilan di Indonesia, terdapat empat lingkungan peradilan, yang masing-
masing mempunyai lembaga-lembaga pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat
banding.
Pada tingkat kasasi, semuanya berpuncak pada Mahkamah Agung (MA) sesuai pasal 24A
ayat 1. Pengadilan tingkat pertama dan kedua dalam ke-empat lingkungan peradilan tersebut
adalah:
1. Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan umum.
2. Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan
peradilan agama
3. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam
lingkungan peradilan tata usaha negara.
4. Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan
militer.
Di samping itu, dikenal pula beberapa pengadilan khusus, baik yang bersifat tetap maupun Ad
Hoc, di antaranya yaitu :
4. Pengadilan Pajak
5. Pengadilan Niaga
7. Pengadilan Perikanan
8. Pengadilan Anak
Pada Pengadilan HAM, TiPiKor, Niaga, Perikanan, Anak, Hubungan, Industrial serta
Pengadilan Adat termasuk kedalam lingkungan peradilan umum. Sedangkan Pengadilan Pajak
dapat di golongkan termasuk lingkungan peradilan tata usaha negara. Untuk Mahkamah
Syar’iyah di golongkan pada Peradilan Agama. Disamping itu, ada pula badan-badan quasi
pengadilan yang berbentuk komisi-komisi yang bersifat Ad Hoc. Misalnya, KPPU, KPI, Komisi
Banding Merek, dan sebagainya.
Tugas : Mengawasi kegiatan-kegiatan peradilan yang dilakukan oleh lembaga peradilan lain
yang ada di bawahnya.
Wewenang :
Tugas :
Wewenang :
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang
:
-Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan;
-Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan
Mahkamah Agung;
-Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
Wewenang :
-Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap UUD.
-Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan oleh UUD.
Di lingkungan pejabat penyidik, terdapat polisi; jparah adat nyidik KPK; dan penyidik,
pegawai negeri sipil, yang berjumlah kurang lebih 52 macam. Mereka yang menjalankan fungsi
penuntutan adalah : (i) jaksa penuntut umum; (ii) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam lingkungan organisasi pengadilan, dibedakan dengan tegas adanya tiga jabatan yang
bersifat fungsional yaitu :
1. Hakim; adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan negara di bidang yudisial atau
kehakiman. Hakim tidak bertanggung jawab kepada Ketua Majelis Hakim, kepada Ketua
Mahkamah Agung, ataupun kepada Ketua Mahkamah Konstitusi. Hakim memutus berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan karena itu bertanggung jawab langsung kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yang wajib diyakini dan di imani oleh setiap Hakim Indonesia.
2. Panitera; adalah pegawai negeri sipil yang menyandang jabatan fungsional sebagai
administratur perkara yang berdasarkan sumpah jabatan untuk menjaga kerahasian setiap
perkara. Panitera sebagai pejababat fungsional di bidang administrasi tunduk dan bertanggung
jawab kepada Ketua MK, Ketua Pengadilan, atau Kepada Ketua Majelis Hakim dalam bidang
administrasi perkara.
3. Pegawai administrasi biasa; adalah pegawai negeri sipil yang tunduk pada ketentuan
kepegawainegerian pada umunya. Dari segi Administrasi kepegawaian tunduk kepada Sekretaris
MA atau Sekretaris Jendral MK.
Ketiga hal tersebut adalah konsekuensi logis dari prinsip-prinsip Negara Hukum, yakni:
Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang di pandang sangat pokok dalam sistem
peradilan, yaitu (a) the principle of judicial independence (Prinsip independesi peradilan) dan (b) the
principle of judicial impartiality (Prinsip imparsialitas peradilan). Kedua prinsip ini di akui sebagai
prasyarat pokok sistem di semua negara yang di sebut hukum modern atau modern constitutional state.
Dalam The Banglore Principles of Judicial conduct , tercantum adanya enam prinsip penting yang harus
dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, diantaranya yaitu :
Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan prasyarat bagi
terwujudnya cita-cita negara hukum. Independensi melekat sangat dalam dan harus tercermin dalam
proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara, dan terkait erat dengan independensi
pengadilan sebagai institusi yang berwibawa, bermartabat, dan terpercaya.
Ketidakberpihakkan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang di
harapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan kepadanya. Ketidakberpihakkan
mencakup sikap netral , menjaga jarak yang sama dengan semua pihak yang terkait dengan perkara, dan
tidak mengutamakan salah satu pihak manapun, disertai pengahayatan yang mendalam mengenai
keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara.
3.Integritas (Integrity Principle)
Intergritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan keseimbangan kepribadian
setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas jabatannya.
Kepantasan dan Kesopanan merupakan norma kesusilaan pribadi dan kesusilaan antar pribadi
yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara dalam
menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat, kewibawaan dan kepercayaan.
Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin perlakuaan yang sama terhadap semua orang
berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain atas
dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan kondisi fisik,
Kecakapan dan Kesaksamaan hakim merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan
yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercermin dalam kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Keseksamaan merupakan sikap
pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan
dalam pelaksanaan tugas profesional hakim.
Pasal 48
1.Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelanggaran kehakiman.
2.Jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi sebagai dimaksud pada ayat (1)
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
1.Hakim ad hoc dalam menjalankan tugas dan tanggung penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di
berikan tunjangan khusus.
2.Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
KESIMPULAN
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Kekuasaan
Kehakiman yang semula dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara dengan Mahkamah Agung sebagai pengadilan
tertinggi kemudian berubah menjadi kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah pelaksana
kekuasaan kehakiman baru yang disebut Mahkamah Konstitusi. Lembaga peradilan negara berfungsi
mengawasi dan mengatur tatanan negara sehingga menjadi negara yang yang terbebas dari semua
ancaman yang mengancam negara di bidang apapun. Lembaga kehakiman di Indonesia yaitu : Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, namun tidak
ada satu manusia pun yang mencapai derajat kesempurnaan. Manusia hanya berusaha untuk bisa lebih
sempurna dari sebelumnya, namun Tuhanlah yang menentukan tingkat keberhasilannya. penulis yakin
mempunyai banyak kesalahan, tetapi penulis lebih yakin pada kekuasaan Tuhan karena Tuhan tidak akan
menyia-nyiakan usaha hambanya menuju arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arto, A. Mukti. 2001. Konsepsi Ideal Mahkamah Agung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azhary, Muhammad Tahrir . 1992. Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari
Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang.
Djalil, Basiq. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana Pre nada Media.
Huda, Ni’matul. 2006. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
www. pedulihukum.blogspot.com/