Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

ASPEK PERKEMBANGAN ANAK DI MASA INFANCY,


TODDLER, DAN PRESCHOOL

DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
Salsabila Hayuma Al Mumtahanah (2007101130001)
Nazila Zahrina (2007101130004)
Muthiatun Nisa (2007101130006)
Haura Shafiyyah (2007101130010)
Misbahul Jannah (2007101130011)
Afrida Hanifah (2007101130016)
Fajar Fitriana (2007101130029)
Fitri Hidayana (2007101130031)
Cut Shafiyya Zalva (2007101130033)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Ridho-
Nya yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek
Perkembangan Anak di Masa Infancy, Toddler, dan Preschool” ini dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Novita Sari, S. Psi.,
M. Psi., Psikolog selaku dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Kami
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik bagi
pembaca makalah kami ini, agar makalah kami ke depannya bisa lebih baik lagi.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

2.1 Aspek Perkembangan Fisik Motorik Infancy, Toddler, dan Preschool......................................3


A. Ciri-ciri Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal..............................................................3
B. Perkembangan Fisik dan Motorik Anak..............................................................................4
C. Prinsip Perkembangan Motorik Anak..................................................................................9
D. Fungsi Perkembangan Motorik..........................................................................................10
E. Bahaya dalam Perkembangan Motorik..............................................................................10

2.2 Aspek Perkembangan Bahasa Infancy, Toddler, dan Preschool...............................................11


A. Tahapan Perkembangan Bahasa pada Anak Secara Umum..............................................12
B. Perkembangan Bicara di Masa Bayi (infancy)..................................................................13
C. Tahapan-tahapan Umum Perkembangan Kemampuan Berbahasa Seorang Anak..........15
D. Tahapan Perkembangan Bahasa pada Anak Menurut Ahli...............................................16
E. Perkembangan Bahasa pada Anak Menurut Komponen-komponennya...........................16
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Berbahasa Evolusi Biologi...................18

2.3 Aspek Perkembangan Kognitif Infancy, Toddler, dan Preschool............................................18


A. Perkembangan Kognitif di Masa Infancy..........................................................................19
B. Perkembangan Kognitif di Masa Toddler.........................................................................19
C. Perkembangan Kognitif di Masa Preschool......................................................................21
D. Karakteristik Kognitif Anak..............................................................................................24
E. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif................................................................................25

2.4 Aspek Perkembangan Emosi Infancy, Toddler, dan Preschool................................................27


A. Pengertian Perkembangan Emosi Anak.............................................................................27
B. Perkembangan Emosi Anak Saat Bayi..............................................................................28
C. Perkembangan Emosi Anak Usia 1-5 Tahun.....................................................................28
D. Perkembangan Emosi Anak Usia Prasekolah....................................................................29

2.5 Aspek Perkembangan Sosial Infancy, Toddler, dan Preschool.................................................34


A. Perkembangan Sosial.........................................................................................................34
B. Teori Perkembangan Sosial Erik Erikson..........................................................................35

ii
C. Perkembangan Sosial Anak pada Masa Infancy (bayi) .....................................................37
D. Perkembangan Sosial Anak pada Masa Toddler dan Preschool.......................................38
E. Jenis-jenis Permainan yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial...................................40

BAB III PENUTUP....................................................................................................................................42

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................43

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang berkembang. Perkembangan dimulai sejak


dalam kandungan hingga kematian tiba. Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan
progresif yang terjadi akibat proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bersifat
kualitatif yang berupa proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
Manusia tidak pernah statis. Semenjak pembuahan hingga ajal selalu terjadi perubahan
baik secara fisik maupun psikologis. Perubahan ini terjadi sesuai masa dan umur manusia.
Setiap aspek perkembangan dalam kehidupan manusia memiliki peranannya masing-masing.
Aspek fisik,kognitif,bahasa,sosial,dan emosi yang ditunjukan dalam perkembangan berperan
penting dalam diri seseorang.
Disetiap aspek perkembangan terdapat tugas-tugas yang harus dilalui oleh setiap
individu. Aspek perkembangan tersebut mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan.
Namun setiap individu tetaplah manusia yang berbeda. Tahap perkembangan yang dilalui
individu juga memiliki risiko yang mempengaruhi dikemudian hari. Dengan demikian
perkembangan manusia disetiap aspeknya harus menjadi fokus penting untuk dipahami oleh
manusia itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah sebagai batasan dalam
pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antara lain:
 Bagaimana aspek perkembangan Fisik Motorik infancy,toddler,dan preschool ?
 Bagaimana aspek perkembangan bahasa infancy,toddler,dan preschool ?
 Bagaimana aspek perkembangan kognitif infancy,toddler,dan preschool ?
 Bagaimana aspek perkembangan emosi infancy,toddler,dan preschool ?
 Bagaimana aspek perkembangan sosial infancy,toddler,dan preschool ?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut:
 Untuk memahami aspek perkembangan fisisk motorik infancy,toddler,dan preschool
 Untuk memahami aspek perkembangan bahasa infancy,toddler,dan preschool
 Untuk memahami aspek perkembangan kognitif infancy,toddler,dan preschool
 Untuk memahami aspek perkembangan emosi infancy,toddler,dan preschool
 Untuk memahami aspek perkembangan sosial infancy,toddler,dan preschool

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aspek Perkembangan Fisik Motorik Infancy, Toddler, dan Preschool

A. Ciri-ciri Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal

Masa kanak-kanak adalah salah satu periode awal anak berkembang dengan salah satu aspek
utama yang dikembangkan adalah perkembangan fisik motorik anak. Perkembangan fisik
menjadi salah satu aspek perkembangan dasar yang berguna bagi kemajuan perkembangan
selanjutnya. Berkembangnya fisik motorik seperti bertambahnya tinggi badan serta kekuatan
memungkinkan anak untuk secara aktif mengembangkan keterampilan fisiknya juga
perkembangan eksplorasinya terhadap lingkungan.
Menurut urutan waktu, usia 0-6 tahun menjadi fase yang cukup krusial bagi anak untuk
berkembang. Pada fase ini, masa kanak-kanak disebut juga dengan masa estetika, masa indera
dan masa menentang orang tua. Disebut masa estetika karena pada masa ini anak mulai
menumbuhkan rasa keindahan. Disebut pula sebagai masa indera karena terjadi perkembangan
fungsi indera anak yang memungkinkannya untuk mengeksplorasi lingkungannya.
Istilah masa menetang orang tua pada fase anak-anak muncul karena pada masa ini anak-
anak biasanya memiliki sikap egosentris karena ia merasa dirinya berada di pusat lingkungan.
Hal ini disebabkan pula karena kesadaran anak akan kemampuannya untuk memiliki kehendak
sendiri yang tentu saja berbeda dengan kehendak orang lain.
Adapun ciri-ciri yang bisa dilihat untuk lebih memahami masa kanak-kana adalah sebagai
berikut.

1. Usia bermain
2. Usia prasekolah
3. Usia belajar kelompok
4. Usia menjelajah dan banyak bertanya
5. Usia meniru dan kreatif

Sedangkan tugas-tugas perkembangan di fase ini meliputi:

1. belajar bicara

3
2. belajar membedakan jenis kelamin
3. belajar membangun hubungan emosional selain dengan orang-orang terdekatnya
4. belajar membedakan hal-hal benar dengan hal-hal yang salah
5. mulai belajar membentuk konsep-konsep pengertian sederhana tentang kenyataan sosial
dan alam.

Meski ada konsep umum untuk memahami perkembangan anak, namun pada dasarnya
kecepatan perkembangan setiap anak bisa saja berbeda-beda, hal ini dapat terjadi karena
berbagai faktor. Menurut Janet (2013:65) adanay gangguan dan keterlambatan dalam proses
perkembangan anak akan berpengaruh secara signifikan pada perilakunya. Maka fase
perkembangan anak perlu menjadi perhatian bagi orang-orang terdekatnya terutama bagi orang
tuanya.

B. Perkembangan Fisik dan Motorik Anak

1. Perkembangan Fisik
Masa kanak-kanak awal merupakan periode perkembangan yang dimulai pada bayi
pascalahir dari rentang usia 0 hingga 5 atau 6 tahun. Perkembangan fisik merupakan dasar bagi
kemjuan berikutnya. Peningkatan volume tubuh anak baik dari segi berat maupun tinggi badan
memungkinkan anak untuk lebih aktif dan berkembang keterampilan fisiknya.
a. Tinggi: pertambahan tinggi badan setiap tahunnya rata-rata tiga inci. Pada usia enam
tahun tinggi anak rata-rata 46,6 inchi.
b. Berat: pertambahan berat badan setiap tahunnya rata-rata 3-5 pon. Pada usia 6 tahun,
berat anak krang lebih tujuh kali berat badan pada waktu lahir. Anak perempuan rata-rat
48,5 pon sedangkan anak laki-laki 49 pon.
c. Perbandingan tubuh: penampilan bayi tidak tampak lagi. Wajah tetap kecil tetapi dagu
tampak lebih jelas dan leher lebih panjang. Gumpalan tubuh berkurang, perut
mulai lebih rata dan dada lebih bidang, bahu lebih luas, lengan dan kaki lebih panjang.
d. Postur tubuh: postur tubuh jadi lebih jelas, ada yang posturnya gemuk lembek
(endomorfik) , ada yang kuat berotot (mesomorfik) dan ada juga yang relatif kurus
(ektomorfik).
e. Tulang dan otot: tingkat pergeseran otot bervariasi pada bagian tubuh mengikuti hukum
perkembangan arah. Otot menjadi lebih besar, berat dan kuat sehingga anak tampak lebih

4
kurus meski beratnya bertambah.
f. Lemak: anak cenderung bertumbuh secara endomorfik lebih banyak jaringan lemaknya
dibanding otot sedangkan mesomorfik justru kebalikannya dan anak dengan
kecenderungan pertubuhan ektomorfik mempunyai otot yang lebih kecil dengan jaringan
lemak yang lebih sedikit pula.
g. Gigi: selama 4-6 bulan pertama dari awal masa kanak-kanak, empat gigi bayi teraakhir
geraham belakang muncul. Selama setengah tahun terakhir masa kanak-kanak gigi susu
mulai tanggal dan tumbuh gigi baru. Yang pertama lepas adalah gigi bayi yang pertama
kali tumbuh yaitu gigi seri tengah. Bila masa kanak-kanak berakhir, pada umumnya bayi
memiliki satu atau dua gigi tetap di depan dan beberapa celah di mana gigi akan muncul.

Proporsi tubuh anak berubah secara dramatis, seperti pada usia tiga tahun, rata-rata
tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun, tingginya
berkisar antar 110-110 cm. Tulang kakinya tumbuh pesat, namun pertumbuhan tengkoraknya
tidak secepat sebelumnya.
Anggota badan tumbuh dengan kecepatan yang berbeda-beda dan tia anak mempunyai
tempo perkembangannya sendiri. Proporsi badan dan jaringan urat daging dapat dikatakan tetap
sampai kurang lebih tahun kelima. Setelah itu mulalilah apa yang disebut “gestaltwandel”
pertama. Hal ini berarti bahwa anak yang dulunya mempunyai kepala yang relatif besar dan
anggota badan yang pendek, mulai mempunyai proporsi badan yang seimbang.
Pertumbuhan lainnya yang menjadi sorotan adalah pertumbuhan otak anak. Pada usia 5
tahun, pertumbuhan otaknya telah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa dan 90% pada usia 6
tahun.

2. Perkembangan Motorik
Perkembangan fisik dan motorik menjadi salah satu fokus utama dalam fase
perkembangan anak yang nantinya juga akan berpengaruh pada fase perkembangan lainnya.
Salah satu ahli psikologi perkembangan, Arthur Gessel dalam Santrock menyimpulkan bahwa
bayi dan anak-anak mengembangkan keterampilan berguling, duduk, berdiri dan keterampilan
motorik lainnya dalam urutan tetap dan menurut kisaran waktu tertentu.
Menurut Nation Association For the Education of Young Children (NAEYC), masa
infant terjadi pada usia 0-1 tahun dengan periode infant pada usia 0-6 bulan dan older infant
berkisar pada usia 7-12 bulan, toddler yang terbagi menjadi young toddler yang terjadi pada

5
kisaran usia 1 tahun dan older toddler pada rentang usia 2 tahun serta periode preschoolyang
terjadi pada kisaran usia 3-5 tahun.
Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau
kematangan fisik anak. Teori yang secara detail menjelaskan sistematika motorik anak adalah
Dynamic system theory yang dikemukakan Thelen&Whiteneyerr. Teori ini mengungkapkan
bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di
lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi
mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik mempresentasikan keinginan anak-anak.
Teori ini juga menjelaskan bahwa ketika bayi dimotivasi untuk melakukan sesuatu,
mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan tersebut merupakan
hasil dari banyak faktor, yaitu perkembangan sistem syaraf, kemampuan fisik yang
memungkinkannya untuk bergerak, dan lingkungannya yang mendukung pemerolehan
kemampuan motorik. Misalnya anak hanya akan mampu berjalan jika sistem syarafnya sudah
matang, proporsi kaki sudah cukup kuat untuk menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin
berjalan.
Menurut Elizabeth B Hurlock, perkembangan motorik berarti perkembangan
terkoordinasi. Pengendalian tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan kegiatan masaa
yang ada pada waktu lahir. Sebelum perkembangan tersebut terjadi, anak masih akan terus tidak
berdaya, namun fase ini juga berlalu dengan cepat. Selama 4-5 tahun pertama kehidupan
pascalahir dimulai, anak dapat mengendalikan gerakan kasar. Gerakan tersebut melibatkan
bagian tubuh yang luas yang digunakan dalam berjalan , berlari, melompat, dan sebagainya.
Setelah usia 5 tahn, terjadi perkembangan yang besar dalam pengendalian koordinasi yang lebih
baik yang melibatkan kelompok otot yang lebih kecil yang digunakan untuk melempar, menuls,
menggunakan peralatan dan sebagainya.
Laura E. Berk menjelaskan tentang perkembangan motorik pada anak usia dini dengan
pengamatannya terhadap anak-anak yang sedang bermain di halam sekolah atau taan bermain
atau pusat permainan edukatif lainnya. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa ketika anak-
anak bermain akan muncul keterampilan motorik baru yang akan membentuk pola kehidupannya
di masa mendatang.
Selanjutnya, selama masa pendidikan prasekolah anak-anak mengintegrasikan
keterampilan motorik kepada bentuk yang lebih kompleks, yang mana Berk menyebutny sebagai

6
dynamic system. Anak-anak akan memperbaiki dan mengembangkan keterampilan mereka sesuai
dengan pertumbuhan badan dan kekuatan fisiknya sehingga sistem syarafnya mulai berkembang
dan lingkungan mereka menyajikan tantangan baru lagi.
Perkembangan motorik terdiri dari dua jenis, yaitu motorik kasar dan motorik hallus.
Gerak motorik kasar bersifat gerakan untuh, sedangkan gerak motorik halus lebih bersifat
keterampilan detail.
a. Perkembangan Motorik Kasar
Gerakan motorik kasar adalah gerak anggota badan secara kasar atau keras. Menurut
John W. Santrock, keterampilan motorik dasar adalah keterampilan yang meliputi aktivitas
otot yang besar seperti menggerakkan lengan dan berjalan.
Menurut Berk, semakin anak tumbuh dan menjadi kuat kekuatan fisiknya, maka
gerakan-gerakannya semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan tumbuh kembang otot
semakin besar dan kuat. Pada usia 2 tahun, seiring dengan menguatnya otot-otot badan,
gerakan motoriknnya mulai menenjukkan kelenturang atau elastisitas serta ritmenya mulai
lebih fleksibel.
Santrock menjelaskan perkembangan motorik kasar dimulai dari perkembangan
postur tubuh. Pada tahun pertama, bayi ketika baru lahir tidak dapat mengendalikan postur
tubuhnya. Meskipun demikian, stelah beberapa bulan, bayi dapat menggerakkan kepalanya.
Pada usia 2 bulan, bayi dapat dudukjika disangga dan baru akan dapat duduk sendiri di usia
6-7 bulan. Pada usia 8 bulan, bayi biasanya belajar mengangkat dirinya sendiri dengan
berpegangan pada benda-benda dan akan mampu berdiri sendiri di usia 10-12 bulan.
Pada perkembangan di tahun kedua, pencapaian motorik pada tahun pertama
menyebabkan meningkatnya kemandirian, memungkinkan bayi untuk menjelajahi
lingkungannya dengan lebih leluasa. Pada periode ini mereka menjadi lebih aktif dan tidak
suka berada tetap di suatu tempat. Santrock sebagai ahli meyakini bahwa aktivitas motorik
selama tahun kedua berperan penting bagi perkembangan kompetensi anak.
Ketika anak telah menunjukkan gerak lentur, maka gerakan kaki, tangan dan
bahunya akan semakin bebas dan anak akan mencoba keterampilan baru seperti melempar,
menangkap dan sebagainya. Hingga usia 5-6 anak dapat bergerak secara simultan dengan
mengombinasikan secara terorganisis semua organnya. Baru pada usia prasekolah

7
keterampilan tersebut lengkap dikuasai sehingga dengan kecepatan yang cukup serta daya
tahan tubuh yang baik anak dapat memainkan peran dalam kehidupan pribadinya.
b. Perkembangan Motorik Halus
Menurut Hurlock, perkembangan motorik halus adalah meningkatnya
pengkoordinasian gerak tubuh yang melibatkan otot dan syaraf yang jauh lebih kecil atau
detail. Keduanya mampu mengembangkan gerak motorik halus seperti meremas kertas,
menyobek dan sebagainya.
Berk menjelaskan keterampilan motorik halus dengan membandingkannya dengan
keterampilan motorik kasar. Ia menyatakan bahwa pada usia dini telah terjadi perubahan
besar pada gerakan motoriknya. Hal ini dicontohkan dengan ketika anak mencoba makan
dengan tangannya sendiri. Beberapa orangtua melarang anak untuk melakukannya dengan
alasan kotor. Namun orangtua sebaiknya bersabar karena anak memang belum terbiasa
mencuci tangannya sendiri. Kemudia pada usia 3 tahun anak akan bisa memakai bajunya
sendiri dan bahkan mampu melepas sepatunya sendiri.
Keterampilan-keterampilan tersebut disebut sebagai self-help skills oleh Beck, yang
mana keterampilan-keterampilan tersebut akan mencapai puncak kesempurnaan pada usia 6
tahun.
Untuk dapat lebih memahaminya, berikut tabel mengenai perkembangan anak.
Kategori Motorik kasar Motorik halus

Bayi/infant Mulai menggerakkan dan Mencoba meraih benda di


mengangkat kepala. sekitar.
Dapat berguling atau tengkurap. Memindahkan benda dari satu
Mulai dapat duduk dan berdiri tangan ke tangan yang lain,
sendiri. koordinasi tangan dn
menggunakan ibu jari untuk
memegang benda-benda yang
kecil.

Toddler Berjalan dengan lancar. Mengambil benda-benda kecil di


Berlari meskipun masih kaku. kotak.
Naik tangga. Menggunakan tangan untuk

8
Menangkap bola dengan dua tangan. mrmbuka lembar buku.
Melopat dan mampu bersepeda roda Dapat mengambil dua atau tiga
tiga. buah benda.
Mengambil lebih dari enam
benda.

preschool Berjalan dengan tangan berayun. Mengancingkan baju.


Berlari dengan seimbang dan dapat Dapat menggunakan gunting.
berhenti secara tiba-tiba. Menggunakan kuas, pensil,
Melompat untuk menjangkau benda krayon untuk membuat coretan,
ke atas atau ke depan. bentuk gambar.
Mengayuh sepeda dengan cepat.
Menangkap dan melempar bola
dengan cepat.

C. Prinsip Perkembangan Motorik Anak

Lima prinsip perkembangan motorik (Hurlock, 1978:151-153):

1. Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan syaraf.


Gerakan terampil belum dapat dikuasai sebelum mekanisme otot anak berkembang.
Selama masa kanak-kanak, stripped muscle atau stiated muscle yang mengendalikan
gerakan sukarela berkembang dalam laju yang agak lambat. Sebelum anak cukup
matang, tidak mungkin ada tindakan sukarela terkoordinasi.
2. Belajar keterampilan motorik tidak terjadi sebelum anak matang
3. Perkembangan motorik mengikiti pola yang dapat diramalkan
Perkembangan motorik mengikuti hukum arah perkembangan. Kemudian bukti
bahwa perkembangan motorik sendiri dapat diramalkan, yakni usia ketika anak mulai
berjalan konsisten dengan laju perkembangan keseluruhannya. Misalnya anak yang
duduknya lebih awal akan berjalan lebih awal.
4. Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik
Perkembangan motorik mmengikuti pola yang dapat diramalkan berdasarkan umur
rata-rata dapat dimungkinkan untuk menentukan norma untuk bentuk kegiatan

9
motorik lainnya. Sebagai contoh, kenyataan bahwa pada umur tertentu gerak reflek
menurun sementara gerak reflek yang lain muncul atau bertambah kuat.
5. Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik
Meskipun dalam aspek yang lebih luas perkembangan motorik mengikuti pola yang
serupa namun terkadang perbedaan terjadi. sebagian kondisi perbedaan ini dapat
mempercepat atau memperlambat laju perkembangan motorik.

D. Fungsi Perkembangan Motorik

4 kategori fungsi keterampilan motorik:

1. Keterampilan bantu diri


Keterampilan ini meliputi keterampilan makan, berpakaian, mandi sendiri. Pada usia
sekolah, penguasaan keterampilan ini harus dapat membuat anak mampu merawat
dirinya sendiri.
2. Keterampilan bantu sosial
Untuk menjadi anggota kelompok sosial yang dapat diterima dalam keluarga,
sekolah, tetangga dan masyarakat luas, anak harus menjadi anggota yang kooperatif.
Untuk hal ini diperlukan beberapa keterampilan tertentu seperti keterampilan
mengerjakan beberapa tugas membersihkan rumah dan sebagainya.
3. Keterampilan bermain
Hal ini dibutuhkan untuk anak agar dapat menikmati waktunya bersama teman
sebaya melalui keterampilan-keterampilan bermain.
4. Keterampilan sekolah
Pada tahun pertama sekolah, sebagian besar pekerjaan melibatkan keterampilan
motorik seperti menulis, menggambar, menari dan sebagainya.

E. Bahaya dalam Perkembangan Motorik

Kebanyakan orang berpikir bahwa satu-satunya bahaya yang serius dalam


perkembangan keterampilan motorik adalah kekakuan. Bagi Hurlock, ada bahaya lain
yng mungkin ada dan mungkin dapat menimbulkan dampak psikologis yang serius.
Berikut beberapa bahaya yang mungkin muncul.

10
1. Terlambatnya perkembangan motorik
Jika perkembangan motorik anak terlambat atau tidak dapat berkembang pada usia
seharusnya, maka pada umur tertentu anak mungkin tidak akan mampu
menyelesaikan tugas-tugas keterampilan lain.
2. Harapan keterampilan yang tidak realistik
Lingkungan terkadang memberikan harapan keterampilan yang tidak realistis bagi
anak. Anak sendiri mungkin memiliki harapan keterampilan motorik yang tidak
realistis dan baru akan menyadari betapa tidak realistisnya harapan keterampilan
motoriknya hingga ia mencobanya.
3. Tidak dapat mempelajari keterampilan motorik yang penting
Kegagalan mempelajari keterampilan motorik yang penting bagi anak akan
mmerugkan penyesuaian sosial dan pribadi anak. Contohnya, ketika ia tidak mampu
melakukan tugas keterampilan tertentu maka ia akan merasa rendah diri.
4. Landasan keterampilan yang jelek
Landasan yang jelas namun di dapat dari mempelajari contoh atau model yang tidak
baik tidak akan mengahsilkan buah yang baik.
5. Akrobatik
Setelah mampu mempelajri keterampilan motorik baru, merasa puas kan reaksi orang
di sekitarnya, anak akan mulai melakukan keterampilan terebut dengan cara yang
tidak lazim.
6. Pemakai tangan kiri
Pengguna tangan kiri merupakan bahaya potensial bagi penyesuaian sosial dan
pribadi yang baik. Hal ini bisa berbahaya karena dua hal. Yang pertama, sebagai
pengguna tangan kiri, anak akan menyadari bahwa mereka berbeda dan tidak seperti
orang kebanyakan dan jika mereka merasa lebih rendah maka hal ini dapat
berdampak pada perilaku merek nanti. Yang kedua, pengguna tangan kiri menjadi
bahaya nyata bagi penyesuaian sosial dan pribadi jika hal ini menghambat anak
untuk mempelajari dan menghasilkan keterampilan yang menurutnya berada di
bawah kemampuannya.

2.2 Aspek Perkembangan Bahasa Infancy, Toddler dan Preschool

11
A. Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Secara Umum
Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa.
komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan
dan tanda atau symbol. Manusia berkomunikasi lewat bahasa memerlukan proses yang
berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana manusia bisa menggunakan bahasa sebagai
cara berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga
memunculkan banyak teori tentang pemerolehan bahasa.

Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang ingin
dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-kode
tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan
beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi.
Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal. Selain itu, bahasa
dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural, dan musik. Bahasa juga dapat mencakup
aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah
ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah
cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa
gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda
beda.

Peneliti bahasa dibuat kagum oleh bahasa bayi bahkan sebelum mereka menyebutkan
kata pertamanya (Godlin-Meadow & Alibali, 2013). Babbling atau mengoceh yaitu mengulang
suara dan suku kata seperti “bababa” atau “dadada” dimulai pada usia sekitar 4-6 bulan dan
ditentukan oleh kesiapan biologis, bukan jumlah penguatan atau kemampuan untuk mendengar
(Menn & Stoel-Gammon, 2009). Bahkan, bayi tuna rungu juga mengoceh untuk beberapa saat
(Lenneberg, Rebelsky, & Nichols, 1965). Mengoceh dapat membantu bayi melatih pita suaranya
dan mengembangkan kemampuan menyuarakan bunyi yang berbeda.

Peneliti Patricia Kuhl menunjukkan bahwa jauh sebelum bayi mulai mempelajari kata,
bayi dapat menyortir sejumlah suara yang dibunyikan untuk mencari suara yang berarti bagi
kultur bayi. Kuhl berpendapat bahwa sejak lahir hingga berusia 6 bulan, bayi telah mulai
membedakan suara-suara yang diucapkan (fonologi) dari bahasa asli mereka.

12
Kata-kata pertama anak muncul pada usia 10-13 bulan. Anak menyebut orang orang
penting seperti mama, hewan yang familiar bagi mereka, kendaraan, mainan, makanan, bagian
tubuh, pakaian, alat rumah tangga, dan salam. Hal tersebut dilakukan bayi sejak berabad yang
lalu hingga sekarang (Bloom, 2004).

Ketika anak berusia 18-24 bulan, mereka biasanya mengucapkan pernyataan yang terdiri
dari dua kata. Mereka dengan cepat menangkap pentingnya mengekspresikan konsep dan peran
yang dimainkannya dalam bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Untuk
menyampaikan arti dalam pernyataan yang terdiri dari dua kata, anak-anak sangat bergantung
pada bahasa tubuh, intonasi dan konteks. Meskipun kalimat yang terdiri dari atas dua kata ini
banyak menghilangkan bagian-bagian ucapan, namun kalimat-kalimat tersebut sangat efektif
dalam menyampaikan pesan pada usia tersebut.

Pada usia 2 tahun, kosakata yang dimiliki anak akan meningkat pesat. Penggunaan
bentuk jamak serta bentuk lampau telah digunakan dengan tepat dan sudah bisa menggunakan
beberapa kata depan. Di usia 3-4 tahun, rata-rata panjang ucapan meningkat hingga 3-4 morfem
dalam satu kalimat. Penggunaan pernyataan ya atau tidak, dan, mengapa, apa, dimana, kapan,
siapa sudah bisa dilakukan. Bentuk negatif dan bentuk perintah juga digunakan serta peningkatan
kesadaran tentang pragmatis. Di usia 5-6 tahun, kosakata akan mencapai rata-rata 10.000 kata
dan koordinasi kalimat yang digunakan dalam bentuk sederhana.

B. Perkembangan Bicara di Masa Bayi (infancy)


Berbicara merupakan sarana berkomunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan
orang lain, semua individu harus dapat menguasai dua fungsi yang berbeda, yaitu
kemampuan menangkap maksud yang ingin dikomunikasikan orang lain dan kemampuan
untuk berkomunikasi dengan orang lain sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti.
Kedua fungsi komunikasi tersebut terasa sulit dan tidak cepat dikuasai. Tetapi dasar-dasar
kedua aspek itu telah diletakkan selama masa bayi, meskipun kemampuan untuk mengerti
biasanya lebih besar daripada kemampuan berbicara pada menjelang berakhirnya masa
bayi.

Tugas pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain berupa pemahaman akan
perkataan orang lain. Dalam setiap tahapan usia, anak-anak lebih dapat mengerti apa
yang dikatakan orang lain daripada mengutarakan pikiran dan perasaan-perasaan mereka

13
sendiri dalam kata-kata. Hal tersebut tampak jelas dalam masa bayi daripada tahun-tahun
masa kanak-kanak. Ekspresi muka pembicara, nada suara dan isyarat-isyarat tangan
membantu bayi untuk mengerti apa yang dikatakan kepadanya. Sampai bayi berusia
delapan belas bulan, kata-kata diperkuat dengan isyarat, seperti menunjuk benda.

Tugas kedua dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah belajar bicara. Karena
belajar bicara adalah tugas yang lama dan cukup sulit, maka alam memberikan bentuk-
bentuk pengganti komunikasi yang digunakan sampai bayi siap untuk bicara, bentuk-
bentuk komunikasi ini dikenal sebagai “bentuk-bentuk prabicara”.

a. Bentuk-bentuk Komunikasi Prabicara


Dalam pola belajar berbicara biasanya terdapat empat bentuk prabicara, yaitu menangis,
berceloteh, isyarat, dan pengungkapan emosi.
 Menangis, salah satu dari cara-cara pertama bayi berkomunikasi dengan dunia
pada umumnya. Meskipun orang tidak selalu tepat menafsirkan apa yang hendak
disampaikan oleh bayi, tetapi tangisan menandakan bahwa bayi berusaha untuk
berkomunikasi. Tangisan bayi berangsur-angsur berbeda sehingga pada minggu
ketiga atau keempat dapat diketahui apa maksud tangis bayi melalui nada,
intensitas dan gerakan-gerakan badan yang mengiringinya.
 Berceloteh, dengan berkembangnya mekanisme suara, bayi dapat mengeluarkan
sejumlah kata. Beberapa diantaranya ditahan dan akhirnya berkembang menjadi
ocehan. Pada usia enam bulan sebagian besar bayi dapat menggabungkan huruf
hidup tertentu dengan bunyi-bunyi huruf mati, seperti “ma-ma”. Berceloteh
dimulai pada bulan kedua atau ketiga, mencapai puncaknya pada delapan bulan
dan kemudian berangsur-angsur berubah menjadi kata yang benar.
 Isyarat, bayi menggunakan isyarat sebagai pengganti bicara, bukan sebagai
pelengkap pembicaraan. Bahkan sekalipun bayi sudah dapat mengucapkan
beberapa kata, banyak bayi terus menggunakan isyarat yang dikombinasikan
dengan kata-kata untuk membuat kalimat.
 Ungkapan-ungkapan Emosi, bentuk prabicara yang paling efektif adalah
ungkapan emosi. Hal ini disebabkan karena tidak ada yang lebih ekspresif

14
daripada isyarat-isyarat wajah yang oleh bayi digunakan untuk mengatakan
keadaan emosinya kepada orang lain.

b. Tugas-tugas yang Terlibat dalam Belajar Berbicara


Belajar berbicara mencakup tiga tugas yang sulit dan tidak saling berhubungan, yaitu:
1) Bayi belajar bagaimana mengucapkan kata-kata
2) Menggunakan kosa kata dengan menghubungkan pengertiannya dengan kata kata
yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan maksudnya pada orang lain
3) Menggabungkan kata-kata menjadi kalimat yang dimengerti oleh orang lain.

Tugas-tugas ini tidak hanya meliputi pengendalian mekanisme suara tetapi juga
kemampuan untuk memperluas arti dan menghubungkannya dengan kata-kata yang
berfungsi simbol arti. Jadi, belajar berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara dan
bahasa merupakan tugas perkembangan bagi tahun-tahun masa kanak-kanak.

C. Tahapan-tahapan Umum Perkembangan Kemampuan Berbahasa Seorang Anak


 Reflexsive Vocalization
Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeluarkan suara tangisan yang masih berupa refleks. Jadi,
bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia
sadari.
 Babling
Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan mengeluarkan
suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah dapat dibedakan
sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.

 Lalling
Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum jelas. Bayi mulai
dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku
kata yang diulang-ulang, seperti: ED«_ED«_ PD__PD«_
 Echolalia
Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang di dengar
dari lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika
ingin meminta sesuatu.

15
 True Speech
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut
batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.

D. Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Menurut Beberapa Ahli


Lundsteen, membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap,yaitu:

1. Tahap pralinguistik

 Pada usia 0-3 bulan, bunyinya di dalam dan berasal dari tenggorok.

 Pada usia 3-12 bulan, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.

2. Tahap protolinguitik

Pada usia 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia
mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300).

3. Tahap linguistic

Pada usia 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan
perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.

E. Perkembangan bahasa pada anak menurut komponen-komponennya, yaitu:


a. Perkembangan Pragmatik
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-
tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah.
Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia
menangis sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan
sesuatu buatnya.
1. Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah
seseorang, tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial.
2. Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan bila
ibunya memberi tanggapan.
3. Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya.
4. Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi
wajah.

16
5. Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehinga komunikasi menjadi
komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda.
6. Pada usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-
gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten.
b. Perkembangan Semantik

Anak prasekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk apa, untuk
siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan bagaimana dan
mengapa atau menjelaskan proses. Anak akan mengembangkan kosa katanya melalui cerita
yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang, kebutuhan untuk
mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat dan beberapa jaringan semantik atau
antar relasi akan terbentuk.

c. Perkembangan Sintaksis

Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada
beberapa anakterlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat
dua kata. Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani
usia 2 tahun dan mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.

d. Perkembangan Morfologi

Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata yang


diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance (MLU) adalah alat
prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat
berhubungan dengan usia dan merupakan predictor yang baik untuk perkembangan bahasa.
Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun.
Penguasaan morfem mulai terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun

e. Perkembangan Fonologi

Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian
besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya menerima dan
memproduksi unit fonologi. Selama usia prasekolah, anak tidak hanya menerima inventaris
fonetik dan system fonologi tapi juga mengembagkan kemampuan menentukan bunyi mana
yang dipakai untuk membedakan makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses

17
konstruksi suku kata yang terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam
babbling, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK).

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Berbahasa Evolusi Biologi


Evolusi biologis menjadi salah satu landasan perkembangan bahasa. Mereka menyakini bahwa
evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957)
meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu
tertentu dan dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language
acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal
masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa
(critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka
ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.
Menurut teori ini, jika orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara
bahasa negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang berimigrasi
sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan dipelajari (Asher & Gracia, 1969).
a. Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan
bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa
tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal perkembangan
intelektual anak terjadi dari lahir sampai berumur 2 tahun. Pada masa itu anak mengenal
dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka
akan segala hal yang berada di luar dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia
dengar dan belaian halus, ia rasakan, kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses
mental anak
b. Lingkungan luar
Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan mereka,
salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa, anak belajar bahasa
melalui proses imitasi dan perulangan dari orang-orang disekitarnya.

2.3 Aspek Perkembangan Kognitif Infancy, Toddler dan Preschool

18
Kognisi mengacu pada proses batin dan produk dari pikiran yang mengarah pada
"mengetahui". Termasuk didalamnya semua aktivitas mental seperti – attending, remembering,
symbolizing, categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating, and fantasizing.

A. Perkembangan Kognitif di Masa Infancy

Masa bayi berlangsung selama 2 tahun pertama setelah periode dua minggu setelah
kelahiran. Perkembangan kognitif pada bayi ditandai dengan persyaratan rasa ingin tahu.
Perkembangan konsep merupakan hasil asosiasi dari arti benda, orang-orang, dan situasi.
Pembiasaan emosi terjadi dengan begitu mudah dan sangat umum selama masa bayi. Watson
dalam eksperimen klasiknya membiasakan seorang bayi agar takut pada kelinci dengan cara
mengasosiasikan suara yang keras dan kasar dengan kelinci. Watson melaporkan bahwa hasil
eksperimen menunjukkan rasa takut akan hewan berbulu putih,sarung tangan bulu warna putih,
dan bahkan orang yang berpakaian seperti santa claus dengan jenggot putih.
Dari sudut teori J. Piaget mengatakan bahwa bayi berada pada tahap sensori-motor yang
berlangsung sejak lahir sampai dua atau tiga tahun. Melalui pancaindra dan organ-organ tubuh
lainnya bayi berusaha “mengerti” dunia luar. Tingkah bayi dapat diamati ketika bayi
memasukkan jari atau benda kedalam mulut, menggigit,menghisap,dan mengeluarkan kembali.
Kemudian menggapai , menjatuhkan ,menggoyangkan benda melatih koordinasi visual,
motorik,dan kecakapan berpikir pada bayi.
Pada bayi berumur sekitar enam bulan mungkin terhambat dalam perilaku penjelajahan
oleh adanya rasa takut terhadap berbagai rangsangan baru dan aneh. Namun pada akhir tahun
pertama dimulai tahap manipulasi dan bayi mencoba menemukan arti-arti baru pada setiap benda
dan situasi yang aneh. Menjelang akhir masa bayi, bayi mulai menyusun kata-kata menjadi
kalimat yang biasanya dimulai dengan “siapa,apa,dan mengapa”.

B. Perkembangan Kognitif di Masa Toddler

Perkembangan kognitif anak melibatkan proses belajar yang progresif seperti perhatian, memori/ingatan,
dan logika berpikir. Perkembangan keterampilan tersebut penting agar si kecil bisa memproses informasi, belajar
mengevaluasi, menganalisis, mengingat, membandingkan dan memahami hubungan sebab akibat.
Perkembangan keterampilan kognitif seringkali dikaitkan dengan faktor genetik, namun sebagian besar sebetulnya
bisa dipelajari. Kemampuan berpikir dan belajar dapat ditingkatkan dengan mempraktikkannya atau memberikan
stimulasi yang tepat.

19
Perkembangan kemampuan kognitif anak akan menghasilkan kemajuan besar dalam enam tahun
pertama. Pada masa ini, anak mulai memahami koneksi atau hubungan antara objek dan orang disekitarnya. Saat
ia terus membuat kemajuan besar secara fisik dan mental, kemampuan kognitif juga seharusnya tumbuh dan
berkembang.
Perkembangan Kognitif Anak Usia 1 Tahun
Saat Ibu melihat si Kecil bermain, Ibu akan melihatnya berkonsentrasi pada semua hal yang Ia lakukan.
Setiap mainan, permainan dan aktivitas merupakan pengalaman baginya. Pada usia ini, si Kecil dapat mulai
menarik kesimpulan dan membuat asosiasi untuk menemukan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi.
Perilaku meniru biasanya mendominasi proses belajar pada usia ini. Ia tidak lagi memegang barang-barang di
sekitarnya secara acak, seperti yang dilakukannya di tahun pertama, kini Ia akan mulai menggunakannya dalam
konteks yang tepat. Misalnya menggunakan sisir untuk rambutnya, mengoceh lewat telepon dan memutar kemudi
mobil mainan.
Kegiatan yang dapat membantu perkembangan keterampilan kognitif anak yang berumur 1 tahun:
 Tepuk ketukan pada drum mainan atau permukaan sambil menghitung setiap ketukan.
anak seharusnya mulai meniru ritmenya seiring dengan waktu.
 Bicara tentang segala sesuatu di sekitar Ibu sambil menunjuk dan memberi nama benda
atau bagian tubuhnya yang berbeda. Pegang jari dan bantu Ia menunjuk hidungnya
seperti yang Ibu katakan "Ini hidung adik"
 Mainkan teka-teki yang sesuai usia, permainan mencocokkan, permainan mengurutkan,
dan menyusun balok dapat melibatkan anak balita dan anak-anak prasekolah dalam
aktivitas yang mengharuskan mereka memikirkan suatu masalah dan menemukan
solusinya.
 Ajari anak untuk bertepuk tangan sambil mengikuti ritme sebuah lagu saat diminta untuk
melakukannya. Misalnya, nyanyikanlah “Jika Kau Suka Hati, Tepuk Tangan.”
Perkembangan Kognitif Anak Usia 2 Tahun
Pada usia ini, anak mampu mengenali bayangannya sendiri di cermin, mengatakan nama sendiri atau
nama panggilan lain yang sering disebut. Ia akan mulai menyortir objek dan membedakannya menjadi beberapa
kelompok, misalnya mobil dan hewan. Anak dapat mengomunikasikan apa yang mereka lakukan dengan
menggunakan kata-kata dasar dan suka meniru tindakan orang dewasa. Ibu akan melihat adanya perubahan dalam
pola berpikir anak saat Ia mulai memahami kondisi sebab dan akibat (kombinasi tindakan-reaksi).
Kegiatan yang dapat membantu perkembangan keterampilan Kognitif anak yang berumur 2 tahun:

20
 Nyanyikan lagu anak-anak yang familiar yang mencakup nama benda atau hewan yang
berbeda, seperti “Old MacDonald had a Farm”. Memberi nama hewan yang akan
membantu memperbaiki ingatan dan rentang perhatian jangka pendeknya.
 Lakukan permainan "Apa yang ada dalam kotak?" Dengan menunjukkan benda yang
berbeda sebelum menempatkannya dalam kotak. Kemudian mintalah Ia untuk mengingat
dan memberi tahu barang apa saja yang ada di dalamnya.
 Berlatih menyanyikan lagu alfabet. Bantu mengingat abjad dan tunjukkan juga melalui
buku bergambar.
 Beri pertanyaan pada yang akan melatihnya mencari jawaban dan solusi sendiri.
 Minta untuk mencocokkan wadah berbagai ukuran dengan tutupnya yang sesuai

C. Perkembangan Kognitif di Masa Preschool

Masa anak preschool dimulai dari umur 3-6 tahun. Perkembangan kognitif anak diusia
preschool berada pada tahap pra-operasional dan egosentri. Dengan meningkatnya kemampuan
intelektual terutama kemampuan berpikir dan melihat hubungan-hubungan,kemampuan untuk
menjelajah lingkungan, bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik, dan
kemampuan untuk bertanya menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, maka
pemahaman anak tentang orang,benda,dan situasi meningkat pesat. Peningkatan ini timbul dari
arti-arti baru yang diasosiasikan dengan arti-arti yang dipelajari selama masa bayi.
Anak-anak mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak diperhatikan. Anak-
anak tidak lagi mudah bingung kalau menghadapi benda,situasi,dan orang yang memiliki unsur
sama. Ada 4 tugas yang perlu diperhatikan yakni:

1. mengerti pembicaraan orang lain


2. menyusun dan menambah perbendaharaan kata
3. menggabungkan kata menjadi kalimat
4. pengucapan yang baik dan benar

Dengan bertambahnya usia, egosentrisme akan berkurang dan ditambah dengan kefasihan
berbicara, anak makin lama makin mampu menggunakan simbol-simbol.
Perkembangan Kognitif Anak Usia 3 Tahun
Anak yang berumur 3 tahun mulai memahami konsep waktu dan mampu membedakan antara
"sekarang", "segera" dan "nanti". Ia mulai mengurutkan objek berdasarkan satu ciri seperti bentuk, ukuran atau

21
warna. Perlahan anak akan lebih memahami konsep ukuran, misalnya objek mana yang lebih besar dibandingkan
dengan yang lain. Ia bisa menunjukkan dengan jari-jari saat ditanya mengenai umurnya. Kini Ia sudah memiliki
konsentrasi yang lebih baik, meski terkadang masih dapat mudah terganggu. Pertanyaan "Mengapa" &
"Bagaimana" akan menjadi bagian dari diskusi harian Ibu karena Ia menjadi lebih ingin tahu dengan dunia di
sekitarnya.
Kegiatan yang dapat membantu perkembangan keterampilan kognitif anakyang berumur 3 tahun:
 Bantu memiliki pemahaman terkait kata dan benda. Sebagai contoh, tunjukkan
kepadanya kata "kucing" dan kemudian bantu dia mengenali objek kucing sebenarnya
dalam kehidupan nyata.
 Kegiatan memilah benda akan mengembangkan kemampuannya untuk menyortir,
menyusun dan mengklasifikasikan objek sesuai warna, bentuk dan ukuran.
 Lakukan permainan memori, misalnya mencocokkan kata-kata dengan gambar yang tepat
 Berikan puzzle, seperti menyortir bentuk, atau yang akan melatihnya belajar tentang
berbagai bentuk dan ruang
 Pilih kategori seperti warna atau bentuk. Kemudian bergiliran temukan contoh dari
lingkungan sekitar. Misalnya, cari semua barang yang berwarna biru atau bulat.

Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 Tahun


Pada usia ini, keterampilan memecahkan masalah menjadi lebih efektif. Misalnya mulai dapat
melakukan hipotesis, menguji, menganalisis dan mengevaluasi setiap tugas yang ada. Ia akan mulai
merencanakan dan berpikir ke depan, juga melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu. Keterampilan komunikasinya
juga meningkat, karena sekarang Ia dapat mengingat lebih banyak kata yang memampukannya untuk
mengkomunikasikan perasaan dan emosi. Ia sekarang bisa megikuti aktivitas dengan peraturan, misalnya
permainan kartu dan permainan sederhana lain yang memerlukan giliran, kesabaran dan kerja sama.
Kegiatan yang dapat membantu perkembangan keterampilan kognitif si Kecil yang berusia 4 tahun:
 Bermainlah petak umpet dengan si Kecil, hal ini memberinya kesempatan untuk
mengeksplorasi sambil mencari lokasi yang mungkin merupakan tempat Ibu bersembunyi
di dalam rumah
 Mintalah si Kecil untuk membantu Ibu memilah pakaian yang berbeda berdasarkan
pemiliknya. Misalnya, campurkan pakaian dari setiap anggota keluarga dan minta Ia
menebak siapa pemilik dari masing-masing pakaian tersebut.

22
 Mulailah permainan di mana si kecil harus mengikuti berbagai instruksi yang Ibu berikan
kepadanya. Misalnya, "duduk", "letakkan satu tangan di kepala" Atau "berdiri dengan
satu kaki"
 Permainan "Ya atau Tidak": ajukan pertanyaan kepada si Kecil yang jawabannya bisa
benar atau salah, kemudian minta Ia untuk menjawab dengan “ya atau tidak”. Misalnya
"Langit berwarna merah.”

Perkembangan Kognitif Anak Usia 5 Tahun


Masa pra-sekolah adalah dimana Ia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, terutama
pada kemampuan berpikirnya. Si Kecil yang penasaran dan ingin tahu lebih mampu melakukan percakapan. Kosa
katanya berkembang seiring dengan proses berpikirnya. Si Kecil tidak hanya bisa menjawab pertanyaan
sederhana dengan mudah dan logis, tapi Ia juga bisa mengekspresikan perasaan dengan lebih baik. Sebagian besar
anak di usia ini menikmati bernyanyi, berirama, dan menyusun kata-kata. Biasanya si Kecil juga bisa menghitung
10 atau lebih objek, mengenali setidaknya 4 warna dan 3 bentuk, mengenali huruf dan akan mencoba menuliskan
namanya sendiri jika diajarkan. Kegiatan yang dapat membantu perkembangan keterampilan kognitif si Kecil
berumur 5 tahun:
 Mulailah permainan "tebak-tebakan", misalnya memberikan huruf pertama dari sebuah
benda di sekitar. Si Kecil kemudian harus berpikir dan menebak berbagai pilihannya.
 Mintalah si Kecil untuk memejamkan mata dan merasakan benda dengan berbagai bentuk
dan tekstur untuk mengenali benda apa itu.
 Mainkan permainan "Yang mana yang tidak termasuk?". Ibu bisa menamai barang-
barang seperti buku, majalah, komputer dan kartu ulang tahun dan mengajaknya untuk
mengidentifikasi mana yang paling menarik perhatian dan mengapa.
 Tawarkan si Kecil puzzle yang menantang yang mengharuskannya untuk berpikir secara
mandiri.

Perkembangan Kognitif Anak Usia 6 Tahun


Si Kecil berusia enam tahun akan senang menjalani peran dan tanggung jawab baru. Mereka dapat
memberi perhatian yang lebih lama namun tetap lebih memilih aktivitas yang terstruktur dan pasti daripada
aktivitas yang memiliki hasil akhir berbeda-beda. Pada usia ini, si Kecil masih memerlukan banyak arahan dari Ibu
dan sering mengajukan pertanyaan untuk memastikan bahwa Ia menyelesaikan tugas dengan cara yang benar.
Berkembangnya kemampuan perencanaan dan penyelesaian masalah akan membuat Ia bersemangat untuk pergi

23
ke sekolah, belajar membaca, serta mengeksplorasi konsep baru. Kegiatan yang dapat membantu perkembangan
keterampilan kognitif si Kecil yang berumur 6 tahun:
 Beri si Kecil kesempatan untuk membuat pilihan sederhana, seperti apa yang harus
dipakai atau apa yang harus dimakan untuk camilan.
 Dorong si Kecil untuk menjawab pertanyaan dengan pola sederhana yang terkait seperti
"apa kata selanjutnya: matahari, bulan, matahari, matahari, bulan,?“
 Beri nama beberapa benda dari satu kategori dan minta si Kecil untuk mengidentifikasi
kategori dengan benar. Misalnya: kaus kaki, kemeja, baju dan celana masuk dalam
kategori pakaian.
 Mulai permainan baru yang mendorong pengembangan keterampilan memori dan
pemecahan masalah, contohnya seperti Connect 4 atau Domino.
Sebaiknya orang tua memang perlu memperhatikan setiap proses pembelajaran yang dilalui si
kecil. Perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi salah satu aspek penting untuk masa depan si kecil.

D. Karakteristik Kognitif Anak

Berikut adalah beberapa karakteristik terkait dengan kognitif anak, diantaranya adalah:
1. Karakteristik perkembangan kognitif anak usia 0 – 2 tahun

 Dapat melihat cahaya dan mengikuti arah cahaya.


 Sudah bisa menghitung maksimal 2-4 buah benda yang ia lihat.
 Mengikuti isyarat dan bicara orang dewasa, karena di usia ini pemikiran mereka sama
dengan mengikuti atau mengkopi).
 Mengetahui dan dapat menjelaskan objek yang diletakan tak jauh dari sekitar mereka
yakni 8-10 inci di depan matanya atau disekitarnya.
 Menirukan isyarat-isyarat yang baru yang baru didengar atau dikenal oleh mereka.
 Menamai atau menunjukkan pada gambar yang mewakili benda tertentu dan sering
dilihatnya atau terbiasa dilihatnya.
 Memahami kata minimal 2 kata depan atau bahasa sederhana yang tidak terlalu rumit.
 Memperlihatkan ketertarikan dan ingin tahu pada sekitarnya dengan dengan membongkar
sesuatu.
 Mengingat benda yang ada dan bisa mengembalikanya ke tempat semula.

24
2. Karakteristik perkembangan kognitif anak usia 2 – 4 tahun
 Dapat menunjuk dan menyebut gambar sederhana dan juga mudah diingat.
 Anak-anak dengan perkembangan kognitif tertarik mendengar seperti dongeng atau cerita
 Dapat mengenal anggota tubuh.
 Dapat mengenal dan mengelompokan warna.)
 Dapat sudah mengerti konsep seperti besar dan kecil, luas dan sempit dan lainnya.
 Dapat mengenal fungsi benda dengan benar. Hal ini artinya dapat mengelompokkan
benda berdasarkan bentuk,warna,ukuran dan fungsi secara sederhana.
 Ikut dalam kegiatan membaca dengan mengisi kata-kata atau kalimat yang kosong.
 Dapat menunjukkan dan menyebutkan anggota tubuhnya.
 Dapat mencocokkan hingga sebelas warna.

3. Karakteristik perkembangan kognitif anak usia 4 – 6 tahun


 Dapat mengetahui fungsi benda dengan benar.
 Dapat mengelompokkan benda sesuai dengan bentuk, warna, ukuran dan fungsi secara
sederhana.
 Ikut dalam kegiatan membaca dengan mengisi kata-kata atau kalimat yang belum terisi.
 Dapat menunjukkan dan menyebutkan anggota tubuhnya.)
 Dapat mencocokkan hingga sebelas warna.
 Berusaha membaca dengan memperhatikan gambar.
 Sudah bisa membaca kata-kata singkat dan juga ringan seperti 4-6 huruf.
 Dapat membaca cerita sederhana dengan lantang dan juga bersuara.
 Dapat mana hal yang fantasi ataupun realita.

E. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget ada beberapa tahapan yang akan dilalui dalam Perkembangan Kognitif Anak
Usia Dini, antara lain :
a. Periode Sensorimotor
Periode sensorimotor yang terjadi pada 0 hingga 2 tahun. Dimana usia ini merupakan
usia bayi lahir dengan refleks yang berasal dari lahir atau bawaan. Selain itu skema awalnya

25
dibentuk melalui diferensiasi refleks sejak lahir. Periode ini merupakan periode pertama
dengan 6 subtahapan yang menjelaskan antara penggunaan fisik dan pikiran serta gerak yang
berasal dari refleks.

b. Periode Praoperasional
Periode selanjutnya yakni praoperasional. Pemikiran (Pra)Operasi menurut teori
Piaget yaitu prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek yang ada. Ciri dari
tahapan ini adalah tentu operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Selain
itu, di dalam tahapan ini anak belajar menggunakan dan menjelaskan objek dengan gambaran
maupun kata-kata meskipun masih terbata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain.

c. Periode Operasional Konkrit

Ketiga yakni adanya tahapan operasional konkrit, tahapan ini adalah tahapan ketiga
dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri
berupa penggunaan logika yang memadai. Dalam perhitungan Piaget tahapan ini berada di
usia 6 tahun lebih dimana mereka memiliki pemikiran tanggung. Anak-anak sudah bisa
dikatakan mengerti namun belum paham 100% apa yang dimaksudkan.

d. Periode Operasional Formal


Terakhir yakni tahap operasional formal dimana dalam tahap ini mulai dialami anak
dalam usia sebelas tahun atau bisa dikatakan saat pubertas, dan terus berlanjut sampai
dewasa. Kognitif saat dewasa sendiri tidak berhenti begitu saja meskipun perkembangannya
lambat.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Sedangkan
tahapan operasional formal ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis
dan lainnya. Rasanya meskipun mereka terkadang melihat segala hal secara abu, namun
anak-anak di tahapan ini sudah menerima informasi dalam bentuk yang jelas dan detail serta
bisa dipahami. Tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar

26
lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral
dan hal lainnya yang membuat orang tua harus kembali mengawasi secara ekstra.

Jika dilihat dari keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Tahapan memiliki waktu yang jelas namun pada kenyataanya, tahapan tersebut bisa
dicapai dalam usia yang berbeda. Tidak semua anak menghadapi batasan usia yang sama
karena tergantung dengan faktor lainnya. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak
ada urutan yang mundur.
 Tahapan bersifat universal sehingga tidak terkait adat dan budaya.
 Bisa digeneralisasi maksudnya adalah representasi dan logika dari operasi yang ada
dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan. Sehingga
cakupannya cukup luas.
 Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis dan bisa
ditalar dengan pemikiran orang dewasa.
 Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi) sehingga tidak berantakan dan
sembarangan.
 Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif. Secara psikologi hal ini berefek juga dengan perkembangan
kepribadian seseorang ke masa dewasanya.

2.4 Aspek Perkembangan Emosi Infancy, Toddler, dan Preschool

A. Pengertian Perkembangan Emosi Anak

Umar Fakhrudin (2010 : 48) menjelaskan bahwa perkembangan emosi adalah


proses yang berjalan secara perlahan dan anak dapat mengontrol dirinya ketika
menemukan self comforting behavior atau merasa nyaman. Atau dengan kata lain, anak
belajar emosinya secara bertahap.
Menurut Elizabeth B. Hurlock sebagaimana yang dikutip Riris Eka Setiani (2012 :
23) dalam skripsinya yang berjudul Metode Melatih Kecerdasan Emosional Anak,
kemampuan anak untuk bereaksi secara emosional sudah ada semenjak bayi baru

27
dilahirkan. Gejala pertama peri- laku emosional ini adalah berupa keterangsangan umum.
Dengan meningkatnya usia anak, reaksi emosional mereka kurang menyebar, kurang
sembarangan, lebih dapat dibedakan, dan lebih lunak karena mereka harus mempelajari
reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan.

B. Perkembangan emosi anak saat bayi

1) Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam
membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi
dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan
rasa aman pada bayi.
2) Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan
tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang
di sekitarnya.
3) Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.

C. Perkembangan Emosi Anak Usia 1-5 Tahun

• Usia 1-3 Tahun


Pada rentang usia 1-3 tahun, perkembangan emosi anak biasanya cukup dinamis
dan belum stabil, karena tantrum masih menjadi kebiasaannya. Jika melihat grafik
perkembangan anak Denver II, terlihat bahwa perkembangan emosi dan sosial anak usia 24
bulan atau 2 tahun idealnya adalah sudah bisa menyikat gigi dengan bantuan orang lain,
mencuci tangan dan mengeringkannya sendiri.

Ketika usia anak 2 tahun 5 bulan atau 30 bulan, ia seharusnya sudah bisa menyebut
nama teman, memakai dan melepaskan pakaian sendiri. Selain itu, usia 2 tahun adalah
masa-masa ketika anak mulai belajar untuk mandiri, melakukan banyak hal sendiri yang
berhubungan dengan perkembangan emosionalnya.

Rasa penasaran anak juga akan meningkat cukup tajam di usia 2 tahun. Sebagian
besar anak mungkin akan menghabiskan waktunya untuk mencoba memahami sejauh
mana kemampuan sosial dan lingkungan. Pendampingan orangtua sangat penting dalam

28
fase ini. Jadi, meski anak sedang ingin mencoba banyak hal sendiri, tetap temani ia untuk
memberinya bantuan agar perkembangan emosinya tetap terpantau.

• Usia 3-4 Tahun

Di usia 3-4 tahun, anak perlahan mulai mengenali emosinya. Usia 3 tahun adalah
masa ketika anak mulai mengerti dan mengendalikan emosi yang ada di dalam dirinya.
Misalnya, ketika ia menemukan sesuatu yang lucu, ia sangat histeris akan hal itu. Begitu
juga ketika ia menemukan hal yang membuatnya marah, teriakan dan tangisan akan
menjadi pelampiasan emosinya.

• Usia 4-5 Tahun

Di rentang usia 4-5 tahun, anak sudah lebih mengenal dan mengendalikan
emosinya sendiri. Bahkan, ia juga sudah mampu menenangkan teman sedang bersedih dan
bisa merasakan yang dirasakan temannya. Namun, bukan berarti ia selalu bisa kooperatif.
Sisi egoisnya terkadang juga bisa hadir ketika suasana hatinya kurang baik.

Di usia ini juga selera humor anak mulai muncul dan ia mulai berusaha melucu dalam
beberapa kesempatan. Misalnya dengan melakukan hal konyol untuk membuat orang lain
tertawa. Di usia 4-5 tahun ini, anak sedang gemar menghibur dengan cara bicara yang berbeda-
beda dan unik. Sebagai contoh, ia gemar membuat wajah unik atau bertingkah lucu yang bisa
menarik perhatian orang lain.

D. Perkembangan Emosi Anak Usia Pra-sekolah

Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada
usia prasekolah maupun pada tahap- tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki
pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan
emosional, seperti ingin dicintai, dihargai, rasa aman, merasa kompeten dan mengoptimalkan
kompetensinya. Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan
emosi.

Pada usia enam tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks,
seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan, tetapi anak-anak masih
memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain. Pada tahapan ini anak
memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup kapasitas untuk mengontrol dan

29
mengarahkan ekspresi emosional, serta menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya
emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman emosional. Seluruh kapasitas
ini berkembang secara signifikan selama masa prasekolah dan beberapa diantaranya tampak
dari meningkatnya kemampuan anak dalam mentoleransi frustasi. anak pra sekolah
diharapkan mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan baik dan tanpa merugikan
orang lain, serta dapat pula mulai belajar melakukan regulasi emosi.

Santrock (2007) perkembangan emosi pada masa kanak-kanak awal ditandai dengan
munculnya emosi evaluatif yang disadari rasa bangga, malu, dan rasa bersalah, dimana
kemunculan emosi ini menunjukkan bahwa anak sudah mulai memahami dan menggunakan
peraturan dan norma sosial untuk menilai perilaku mereka. Berikut penjelasan dari tiga emosi
tersebut:

1) Rasa bangga; Perasaan ini akan muncul ketika anak merasakan kesenang setelah
sukses melakukan perilaku tertentu. Rasa bangga sering diasosiasikan dengan
pencapaian suatu tujuan tertentu.

2) Malu; Perasaan ini muncul ketika anak menganggap dirinya tidak mampu
memenuhi standar atau target tertentu. Anak yang sedang malu sering kali berharap
mereka bisa bersembunyi atau menghilang dari situasi tersebut. Secara fisik anak
akan terlihat mengerut seolah-olah ingin menghindar dari tatapan orang lain. Dan
biasanya rasa malu lebih disebabkan oleh interpretasi individu terhadap kejadian
tertentu.

3) Rasa bersalah; Rasa ini akan muncul ketika anak menilai perilakunya sebagai
sebuah kegagalan. Dan dalam mengekspresikan perasaan ini biasa anak terlihat
seperti melakukan gerakan-gerakan tertentu seakan berusaha memperbaiki
kegagalan mereka. lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebang- gaan, kesedihan
dan kehilangan, tetapi anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan
emosi orang lain.

Pada tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup
kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional, serta menjaga perilaku yang
terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman
emosional. Seluruh kapasitas ini berkembang secara signifikan selama masa pra-sekolah dan

30
beberapa diantaranya tampak dari meningkatnya kemampuan anak dalam mentoleransi frustasi.
Kemampuan untuk mentoleransi frustasi ini, yang merupakan upaya anak untuk menghindari
amarah dalam situasi frustasi yang membuat emosi tidak terkontrol dan perilaku menjadi tidak
terorganisir. Anak-anak tampak meningkat kemampuannya dalam mentoleransi frustasi ketika
diminta melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan mereka. Mereka juga mulai
belajar bagaimana menegosiasikan konflik tersebut.

Sedangkan Kemampuan untuk menunjukkan kontrol diri terhadap emosi akan menjadi
anugerah yang dilematis bagi anak apabila anak tidak mampu menyesuaikan levelnya terhadap
situasi tertentu. Pada beberapa situasi anak diharapkan mampu menahan diri, tetapi pada situasi
yang lain anak-anak dapat berperilaku impulsif dan ekspresif seperti yang mereka inginkan.
Intinya, anak pra-sekolah diharapkan mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan baik dan
tanpa merugikan orang lain, serta dapat pula mulai belajar melakukan regulasi emosi.

Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak awal ditandai dengan munculnya emosi
evaluatif yang disadari rasa bangga, malu, dan rasa bersalah, dimana kemunculan emosi ini
menunjukkan bahwa anak sudah mulai memahami dan menggunakan peraturan dan norma sosial
untuk menilai perilaku mereka.

Terdapat beberapa hal penting dalam perkembangan emosional anak yang perlu dipahami:

1) Usia berpengaruh pada perbedaan perkembangan emosi Setiap rentang usia


menunjukkan beberapa perbedaan yang paling mencolok dalam ekspresi dan
regulasi emosi. Selama usia prasekolah, anak juga mengalami stress dan
meresponsnya, namun di usia ini mereka juga berusaha untuk mengatur perasaan
dan dorongan dirinya sendiri. Perbedaan kemampuan dalam mengekspresikan dan
meregulasi emosi pada anak ini juga terkait dengan perkembangan kognitif anak,
dimana perkembangan kognitif anak ini akan mempengaruhi kemampuan untuk
mengontrol diri dan menghambat impuls.

2) Perubahan ekspresi wajah terhadap emosi Seperti halnya orang dewasa, ekspresi
perasaan anak-anak juga terlihat dari ekspresi wajahnya. Seiring dengan
bertambahnya usia mereka, anak-anak semakin mampu dalam mengekspresikan
emosi mereka melalui tersenyum, mengerutkan kening, dan ekspresi lainnya

31
perasaan. Kemampuan menggambarkan ekspresi emosi mereka semakin kompleks
dan terlihat dari raut wajah mereka.

3) Menunjukkan emosi yang kompleks Anak-anak di usia prasekolah mem-


perlihatkan ekspresi wajah yang menunjukkan kebanggaan, malu-malu, malu, jijik,
dan rasa bersalah yang tidak terlihat pada bayi atau anak yang lebih muda. Ekspresi
yang lebih kompleks dapat ditunjukkan dan kemampuan ini sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kognitif untuk mereka mengalami dan mengekspresikan
perasaan-perasan tersebut.

4) Bahasa tubuh Ternyata wajah tidak cukup bagi anak untuk mengekspresikan emosi,
anak juga menggunakan seluruh tubuhnya untuk mengekspresikan perasaannya.
Mereka mengekspresikannya melalui gerak gerik dan bahasa tubuhnya.

5) Suara dan kata Anak-anak semakin baik dalam mengekspresikan perasaan mereka
melalui suara dan kata seiring bertambahnya usia. Mereka mulai memberi label
yang sederhana terhadap apa yang mereka rasakan kemudian berkembang menjadi
pelabelan yang semakin kompoleks seiring dengan perasaan yang semakin
kompleks yang mereka alami.

6) Representasi simbolik Sejak batita, balita, dan selanjutnya, anak-anak semakin baik
dalam menggunakan simbol, memainkan permainan, menggambar, dan
memanipulasi material, untuk mengkomunikasikan dan mengarahkan emosi.

7) Pengetahuan emosi Anak telah mulai mampu mengidentifikasi dan memberi nama
perasaan yang dialaminya dan orang lain, dimana kemampuan ini sangat
dibutuhkan untuk regulasi emosi anak dalam berempati dan menunjukkan sikap
pro-sosial yang sesuai. Emosi anak berkembang lebih awal dibanding dengan saat
anak mulai mampu berfikir. Anak sudah mampu memberi label pada emosinya
yang sederhana, walaupun mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk melabel
emosi yang lebih kompleks atau campuran dari beberapa emosi yang terjadi dalam
satu waktu. Perubahan dari batita ke masa pra-sekolah, anak berfikir bahwa orang
akan merasa apa yang mereka rasakan menjadi bahwa perasaan mereka sendiri
mungkin berbeda dari orang lain. Serta belajar kapan mereka perlu dan tidak perlu
mengungkapkan perasaan mereka sesuai dengan tuntutan sosial.

32
8) Perubahan usia dalam regulasi emosi Anak usia ini lebih dapat menyamarkan atau
melebihkan emosi yang mereka rasakan dari reaksi yag biasanya mereka tampilkan
di usia yang lebih muda. Anak yang lebih tua lebih mampu untuk menyesuaikan
diri dengan aturan- aturan tidak tertulis apa pun yang ada dalam budaya dan
masyarakat mereka, tentang menunjukkan atau menyembunyikan emosi.

9) Respons pada perasaan lainnya Anak menikmati dalam menunjukkan emosi yang
kuat, dan tampaknya kegiatan ini menjadi salah satu cara mereka belajar tentang
perasaan. Kemampuan berempati juga semakin berkembang. Dan ekspresi emosi
yang ditampilkan untuk satu keadaan yang sama dapat saja berbeda dari setiap
rentang usia, misalnya batita akan merasa takut saat melihat anjing yang besar
berlari kencang, namun anak yang lebih tua akan menunjukkan perasaan tertarik.

10) Ikatan emosional dengan yang lain Ikatan emosional dengan orang lain mulai
berkembang, dan akan berkembang lebih cepat pada anak-anak yang dibesarkan
dalam lingkungan yang mendukung seperti banyak menghabiskan waktu bersama
saudara kandung atau ditempat pengasuhan atau penitipan yang banyak terdapat
orang.

11) Tahap-tahap perkembangan emosional Terdapat beberapa model perkembangan


emosi yang dapat dijadikan landasan untuk mempelajari perkembangan emosi anak
pra-sekolah. Seperti teori dari Stanley Greenspan, Kurt Fischer, dan Carolyn
Saarni. Dimana Model Greenspan menjadi lebih psikodinamik, Fischer berfokus
lebih pada kognitif yaitu pada pertumbuhan keterampilan emosi tertentu, dan Saarni
datang dari perspektif konstruktivis sosial.

12) Menempatkan perubahan bersama- sama dari berbagai teori Greenspan, Fischer,
dan Saarni percaya bahwa perkembangan dari bayi, batita, dan anak-anak
prasekolah itu slalu akan bergerak maju. Seperti:

a) Semakin luas, dan memiliki hubungan emosional yang semakin kompleks,

b) Kemampuan yang lebih baik dalam mengkoordinasikan dan mengontrol


emosi dan menghubungkan emosi,

c) Lebih mampu untuk merefleksikan perasaan mereka sendiri dan orang lain,

33
d) Representasi emosi melalui bahasa, bermain, dan fantasi,

e) Menghubungkan emosi individual terhadap nilai dan standar budaya, dan

f) Terintegrasi, positif, dan otonom, namun berhubungan secara emosional,


perasaan diri.

2.5 Aspek Perkembangan Sosial Infancy, Toddler, dan Preschool

A. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial adalah suatu proses yang muncul di mana anak-anak belajar
tentang diri dan orang lain dan tentang membangun serta merawat pertemanan (2010 : 63).
Perkembangan sosial sejatinya mulai pada saat lahir dan muncul dari interaksi yang dialami
bayi dan anak kecil di rumah dan selanjutnya bersosialisasi di luar rumah. Keluarga sebagai
tempat belajar anak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan
perkembangan sosial karena sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan hubungan
sosial manusia menunjukkan bahwa pengalaman sosial awal (keluarga) yang dimulai pada
masa kanak-kanak akan menetap pada diri seseorang dan mempengaruhi kehidupan orang
tersebut (Wulan, 2011 : 42)

Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Land & Pettit sebagaimana yang
dikutip Laura E.Berk (2012 : 353) bahwa anak-anak pertama kali menguasai keterampilan
berinteraksi dengan teman sebaya dalam keluarga mereka. Orang tua mempengaruhi
pergaulan sebaya dengan teman mereka, baik secara langsung, melalui upaya untuk
mempengaruhi hubungan sebaya anak-anak, maupun secara tidak langsung, melalui praktik
pengasuhan (child-rearing practies) dan permainan.

Lebih spesifik lagi, Seefeldt dan A. Wasik (2008 : 84-85) dalam bukunya yang
berjudul Pendidikan Anak Usia Dini, menjelaskan bahwa waktu anak-anak usia tiga, empat,
dan lima tahun bertumbuh, mereka semakin menjadi makhluk sosial. Pada usia tiga tahun,
perkembangan fisik anak-anak memungkinkan mereka untuk bergerak kian kemari secara
mandiri dan mereka ingin tahu tentang lingkungan mereka dan orang-orang di sekitarnya.
Anak-anak usia tiga tahun, di tengah ketertarikannya kepada lingkungan dan orang-orang di
sekelilingnya, namun mereka masih lebih menyukai permainan paralel. Sedangkan anak-
anak usia empat dan lima tahun, sedang menjadi makhluk sosial dan sering lebih suka

34
ditemani anak-anak lain daripada ditemani orang dewasa. Di usia ini, anak-anak mulai
mengungkapkan kesukaan mereka untuk bermain dengan beberapa anak. Bermain dan
berkumpul bersama adalah aspek penting dari perkembangan sosial bagi anak-anak usia
empat dan lima tahun.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pengalaman sosial awal anak, yang dimulai
dalam keluarga akan mempengaruhi kehidupannya di masa mendatang. Ada beberapa hal,
yang pembentukan dipengaruhi oleh pengalaman sosial awal pada masa anak-anak, seperti
yang dijelaskan oleh Ratna Wulan (2011 : 42-43), yaitu :

1. Penyesuaian Sosial

Perilaku yang dipelajari anak sejak usia dini akan menetap pada diri anak tersebut
sampai anak dewasa nanti. Perilaku tersebut akan mempengaruhi penyesuaian diri pada
lingkungan sosial tertentu. Jika perilaku yang menetap pada anak sejak dini baik, maka
anak akan menyesuaikan diri secara baik pula dengan lingkungannya. Begitu juga
sebaliknya.

2. Keterampilan Sosial

Selain perilaku, sikap anak juga terbentuk sejak dini dan sekali menetap pada diri
anak akan lebih sulit untuk mengubahnya. Sikap anak akan mempengaruhi
perkembangan keterampilannya dalam bersosialisasi. Dengan kata lain, terbentuknya
sikap yang baik pada anak, akan membuatnya terampil dalam bergaul di kemudian hari.

3. Partisipasi aktif

Pengalaman sosial awal juga akan mempengaruhi seberapa aktif peran seorang
(anak) dalam berpartisipasi sebagai anggota masyarakat, baik pada masa anak-anak
maupun ketika sudah dewasa kelak. Seseorang yang pengalaman awal sosialnya
menyenangkan, akan memiliki kesan terhadap pengalaman tersebut dan cenderung ingin
mengulang kembali kejadian yang menyenangkan itu dengan berpartisipasi secara aktif
dalam lingkungan sosialnya.

B. Teori Perkembangan Sosial Erik Erikson

35
Erik Erikson lahir Frankfurt, Jerman pada tahun 1902. Ia adalah seorang penganut
aliran Psikoanalisis dari Sigmund Freud yang kemudian menjadi neofreudian
(psikoanalisa yang didasarkan pada hubungan sosial). Teorinya ini disebut dengan Teori
Psikosoaial. Ia berpendapat bahwa setiap individu berjuang melakukan pencarian
identitas diridalam tiap tahap kehidupannya. Hal ini dikarenakan identitas merupakan
pengertian dan penerimaan, baik untuk diri sendiri maupun masyarakat (Miller, 1983).
Menurut Erikson, masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan psikososial seorang individu. Peranan ini dimulai dari pola asuh orangtua
hingga aturan atau budaya masyarakat (Miller, 1983).
Berikut ini merupakan tahapan perkembangan psikososial seorang individu
(Desiningrum, 2012: 34-35).

1. Kepercayaan vs Ketidakpecayaan (usia 0-1 tahun/ Infancy).

Pada tahap ini anak harus belajar menumbuhkan kepercayaan pada orang lain,
contohnya anak kepada ibunya. Jika anak tidak berhasil dalam tahap ini, maka ia akan
jadi anak yang mudah takut dan rewel.

2. Otonomi vs Malu dan Ragu-Ragu (usia 1-3 tahun/ Toddler).

Pada tahap ini anak mulai belajar kemandirian (otonomi), seperti makan atau minum
sendiri. Jika anak tidak berhasil pada tahap ini karena selalu ditegur dengan kasar
ketika proses belajar, maka anak akan menjadi pribadi yang pemalu dan selalu ragu-
ragu dalam melakukan sesuatu.

3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (usia 3-6 tahun/ Preschool).

Pada tahap ini anak mulai memiliki gagasan (inisiatif) berupa ide-ide sederhana. Jika
anak mengalami kegagalan pada tahap ini, maka ia akan terus merasa bersalah dan
tidakmampu menampilkan dirinya sendiri.

4. Kerja Keras vs Rasa Inferior (usia 6-12 tahun).

Pada tahap ini anak mulai mampu berkerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan baik. Jika pada tahap ini anak tidak berhasil, maka kedepannya anak akan
menjadi pribadi yang rendah diri (minder) dan tidak mampu menjadi pemimpin.

36
5. Identitas vs Kebingungan Identitas (usia 12-19 tahun).

Pada tahap ini individu melakukan pencarian atas jati dirinya (identitasnya). Jika ia
gagal pada tahp ini, mak ia akan merasa tidak utuh.

6. Keintiman vs Isolasi (usia 20-25 tahun).

Pada tahap ini individu mulai keintiman psikologis dengan oranglain. Jika ia gagal
pada tahap ini, maka ia akan merasa kosong dan terisolasi.

7. Generativitas vs Stagnasi (usia 26-64 tahun).

Pada tahap ini individu memiliki keinginan untuk menciptakan dan mendidik generasi
selanjutnnya. Jika ia tidakberhasil dalam tahap ini, maka ia akan merasa bosan dan
tidak berkembang.

8. Integritas vs Keputusan (usia 65 tahun ke atas).

Pada tahap ini individu akan menelaah kembali apa saja yg sudah ia lakukan dan ia
capai dalam hidupnya. Jika ia berhasil pada tahap ini, maka ia akan mencapai
integritas (penerimaan akan kekurarangan diri, sejarah kehidupan, dan memiliki
kebijakan), sebaliknya jika ia gagal, maka ia akan merasa menyesal atas apa yg telah
terjadi dalam hidupnya.

C. Perkembangan Sosial Anak Pada Masa Infancy (Bayi)


Secara umum, masa bayi merupakan masa kehidupan pada usia 0-2 tahun. Namun
selama 2 minggu pertama setelah kelahiran diberi istilah tersendiri, yaitu masa bayi baru
lahir (Neonatal), karena memiliki karakteristik tersendiri. Sedangkan masa bayi
berlangsung pada usia 2 minggu setelah lahir sampai dengan 2 tahun.
Attachment (kelekatan, hubungan kasih sayang/ mesrayang dibentuk seseorang
dengan orang lain) merupakan bentuk sosialisasi dini (early socialization). Biasanya
pengalaman pertama sosialisasi bayi adalah dengan ibunya. Usia 2 bulan (social period),
bayi responsive terhadap manusia dan bukan manusia. Pada usia 7 bulan terjadi
generalisasi pada semua orang (indiscriminate attachment). Pada usia 7-12 bulan
terbentuk specific attachment, dimana bayi mulai takut dengan orang asing dan
attachment terarah kepada ibu (atau orang yang paling dekat hubungannya).

37
Sekitar usia 6 bulan, mulai muncul senyum 6 sosial, yaitu senyum yang di tujukan
kepada seseorang (termaksud kepada bayi yang lain), bukan senyum refleks karena reaksi
tubuh terhadap rangsang.
Pada usia 9-13 bulan, bayi mencoba menyentuh pakaian, wajah, rambut bayi
lain,dan meniru perilaku dan suara mereka.
Pada usia 16-18 bulan, mulai menunjukkan negativism, berupa keras kepala tidak
mau mengikuti perintah/ permintaan orang dewasa.
Usia 18-24 bulan, bayi berminat bermain dengan bayi lain dan menggunakan
bahan-bahan permainan untuk membentuk hubungan social dengan mereka.
Usia 22-24 bulan, bayi mau bekerjasama dalam sejumlah kegiatan rutin, seperti
mandi, makan, dan berpakaian.

D. Perkembangan Sosial Anak Pada Masa Toddler dan Preschool


Perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku pada anak dimana
anak diminta untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat. Dengan kata lain, perkembangan sosial merupakan proses belajar anak
dalam menyesuaikan diri dengan norma, moral dan tradisi dalam sebuah kelompok
(Yusuf dalam Yahro, 2009). Piaget menunjukkan adanya sifat egosentris yang tinggi
pada anak karena anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain
(Suyanto, 2005). Pada tahapan ini anak hanya mementingkan dirinya sendiri dan belum
mampu bersosialisasi secara baik dengan orang lain. Anak belum mengerti bahwa
lingkungan memiliki cara pandang yang berbeda dengan dirinya (Suyanto, 2005). Anak
masih melakukan segala sesuatu demi dirinya sendiri bukan untuk orang lain.

Awal perkembangan sosial pada anak tumbuh dari hubungan anak dengan orang
tua atau pengasuh dirumah terutama anggota keluarganya. Anak mulai bermain bersama
orang lain yaitu keluarganya. Tanpa disadari anak mulai belajar berinteraksi dengan
orang diluar dirinya sendiri yaitu dengan orang-orang disekitarnya. Interaksi sosial
kemudian diperluas, tidak hanya dengan keluarga dalam rumah namun mulai berinteraksi
dengan tetangga dan tahapan selanjutnya ke sekolah.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau


bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial

38
atau norma dalam masyarakat. Proses ini biasanya disebut dengan sosialisasi. Tingkah
laku sosialisasi adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekedar hasil dari kematangan.
Perkembangan sosial anak diperoleh selain dari proses kematangan juga melalui
kesempatan belajar dari responss terhadap tingkah laku.

Perkembangan sosial mulai agak komplek ketika anak menginjak usia 4 tahun
dimana anak mulai memasuki ranah pendidikan yang paling dasar yaitu taman kanak-
kanak (Rahman, 2002). Pada masa ini anak belajar bersama temanteman diluar rumah.
Anak sudah mulai bermain bersama teman sebaya (cooperative play). Vygotsky dan
Bandura menyebutnya dengan teori belajar sosial melalui perkembangan kognitifnya.

Anak usia TK (4-6 tahun) perkembangan sosial sudah mulai berjalan. Hal ini
tampak dari kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan secara berkelompok.
Kegiatan bersama berbentuk seperti sebuah permainan. Tanda-tanda perkembangan pada
tahap ini adalah: (1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga
maupun dalam lingkungan bermain, (2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk
pada peraturan, (3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain, dan (4) Anak
mulai dapat bermain bersama anakanak lain, atau teman sebaya (peer group).

Dari sisi sosial emosional, kegiatan bermain dalam melatih anak dalam
memahami perasaan teman lainnya. Konflik dalam interaksi keduanya akan membantu
anak dalam memahami bahwa orang selain dirinya yaitu temannya memiliki cara
pandang yang berbeda dari dirinya. Begitu pentingnya perkembangan sosial hingga Sri
Esti (Yahro, 2009) mengatakan dalam buku psikologi pendidikan bahwa anak yang
kurang popular adalah anak yang kurang memiliki keterampilan sosial

Perkembangan sosial dapat dipetakan dalam beberapa aspek. Kostelnik,


Soderman dan Waren (Yahro, 2009) menyebutkan bahwa perkembangan sosial meliputi
komperensi sosial dan tanggung jawab sosial. Kompetensi sosial menggambarkan
keefektifan kemampuan anak dalam beradaptasi dengan lingkugan sosialnya. Misalnya
mau bergantian dengan teman lainnya dalam sebuah permainan. Tanggung jawab sosial
menunjukkan komitmen anak terhadap tugasnya, menghargai perbedaan individual,
memperhatikan lingkungannya dan mampu menjalankan fungsinya.

39
Perkembangan sosial anak diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari
berbagai respons lingkungan terhadap anak. Perkembangan sosial yang optimal diperoleh
dari respons sosial yang sehat dan kesempatan yang diberikan kepada anak untuk
mengembangkan konsep diri yang positif. Melalui kegiatan bermain, anak dapat
mengembangkan minat dan sikapnya terhadap orang lain. Dan sebaliknya aktivitas yang
terlalu banyak didominasi oleh guru akan menghambat perkembangan sosial emosi anak.

E. Jenis-jenis Permainan yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Menurut Turner dan Helms, kegiatan bermain lebih menekankan sebagai sarana
sosialisasi anak. Oleh karena itu, kegiatan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk
bergaul dengan anak-anak yang lain dan belajar mengenal berbagai aturan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Secara garis besar, menurut Martuti (2008 : 19-27), kegiatan bermain dibedakan
menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

1. Bermain Menjelajahi dan Manipulatif

Kegiatan ini bisa diamati sejak masa bayi, anak sering menunjukkan rasa senang
atau antusiasme yang besar sewaktu ia bermain atau mengamati benda-benda yang ada di
sekelilingnya. Perasaan senang anak juga terlihat saat anak menjelajahi atau merasakan
sesuatu pada bagian tubuhnya, misalnya saat anak memasukkan jempol atau jari- jarinya
ke dalam mulut, waktu telapak kakinya digelitik, bahkan ia sanggup terpingkal-pingkal
ketika diajak bercanda, ia bisa tertidur di ayunan, dan sebagainya. Jadi sebenarnya,
kegiatan bermain ini berkaitan erat dengan awal pembentukan konsep diri anak.

2. Bermain Menghancurkan

Bermain menghancurkan mulai tampak pada awal masa balita. Dalam usia ini,
anak sering bermain sambil menghancurkan barangbarang yang sudah disusunnya
dengan susah payah dan berhati-hati, lalu menatanya kembali untuk dihancurkan lagi.
Misalnya seorang anak yang bemain dengan balok kayu.

40
Dalam sudut pandang kognitif, kegiatan ini mendukung ber kembang nya pemahaman
anak mengenai berbagai ciri alat permainannya. Anak menjadi paham untuk menyusun
bangunan dari balok, bagian yang besar harus diletakan di bawah, dan lainnya.

3. Bermain Khayal atau Pura-Pura

Kegiatan bermain khayal atau pura-pura mulai dilakukan sejak anak berusia 3
tahun. Kegiatan bermain pura-pura ini melibatkan unsur imajinasi dan peniruan terhadap
perilaku orang dewasa. Misalnya, bermain dokter-dokteran, sekolah-sekolahan, pasar-
pasaran, dan lainnya. Khayalan anak sering kali menggambarkan keinginan, perasaan,
dan pandangan anak mengenai dunia di sekelilingnya. Dalam kegiatan bermain ini, anak
sering mengubah identitas, nama, cara bicara, berpakaian, bahkan melakukan tindakan
yang sama sekali berbeda dengan perilakunya sehari-hari. Dalam khayalannya pada saat
bermain, anak mengemukakan gagasan yang asli hasil ciptaannya sendiri. Misalnya,
sebatang kayu, suatu saat bisa menjadi pedang, di saat yang lain digunakan sebagai tom
bak, ke mudian berubah menjadi senapan, dan seterusnya (Martuti, 2008 : 19-27).

41
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan anak di masa infancy, toddler, dan preschool ternyata memiliki beberapa
tahap dan termasuk kepada perkembangan yang paling penting dalam kehidupan manusia. Meski
setiap manusia berbeda namun melalui pola perkembangan yang pasti dan dapat diramalkan
berlaku sama bagi semua. Setiap individu yang berkembang dengan baik akan menjadi individu
yang baik pula dikehidupan selanjutnya. Aspek perkembangan fisik motorik, bahasa, kognitif,
emosi, dan sosial dalam fase kehidupan awal ini sangat penting. Maka orang disekitar juga
berperan dalam perkembangan nya. Terutama orangtua, keluarga, dan orang terdekat sang anak.
Dengan memahami proses perkembangan anak, maka akan mudah bagi orang disekitar
khususnya orangtua untuk membentuk manusia yang sempurna dalam perkembangannya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (Tanpa tahun). BAB II Tinjauan Pustaka “Perkembangan Emosi”. Diakses melalui

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-jumiatig2a-5475-3-babii.pdf

Handayani, d. V. ( 2020, June 17). Kenali Perkembangan Emosi Anak Usia 1-5 Tahun. Diakses

melalui halodoc.com: https://www.halodoc.com/artikel/kenali-perkembangan-emosi-

anak-usia-1-5-tahun

Herlina. (Tanpa Tahun). Karakteristik Masa Kanak-Kanak Awal. Diakses melalui

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/DD-

TM5_KARAKTERISTIK_MASA_KANAK-KANAK_AWAL.pdf

Herlina. (Tanpa Tahun). Karakteristik Tahapan Perkembangan Masa Bayi (0-2 tahun). Diakses melalui

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/DD-

TM4_KARAKTERISTIK_TAHAPAN_PERKEMBANGAN.pdf

Hurlock, Elizabeth B. (Tanpa Tahun). Psikologi Perkembangan “Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan”. Jakarta: Erlangga

King, Laura A. (2018). Psikologi Umum “Sebuah Pandangan Apresiatif”. Jakarta: Salemba

Humanika

Kurniati, Erisa. (2017). Perkembangan Bahasa pada Anak dalam Psikologi Serta Implikasinya

dalam Pembelajaran. Diakses melalui

http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/401

43
Mulyani, Novi. (2013). Perkembangan Emosi dan Sosial pada Anak Usia Dini. Diakses melalui

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/download/1470/1073

Murni. (2017). Perkembangan Fisik Kognitif, dan Psikososial Pada Masa Kanak-kanak 2-6.

Tahun Volume III Nomor 1.

Nurmalitasari, F. (2015). Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia Prasekolah. BULETIN

PSIKOLOGI, 23 (2), 103–111.

Setiani, Riris Eka. (2013). Memahami Pola Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Dini.

Insania Vol. 18 No. 3.

44

Anda mungkin juga menyukai