Anda di halaman 1dari 14

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan
makalah yang berjudul “ Sistem Peradilan Di Indonesia “. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gatot Prianggodo S. Pd. selaku
guru pembimbing kami yang telah membimbing dan memberikan tugas ini
kepada kami sehingga kami mendapatkan banyak tambahan pengetahuan
khususnya dalam masalah sistem peradilan di Indonesia.
Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu
tugas mata pelajaran PKn. Kami selaku penyusun berharap semoga
makalah yang telah kami susun ini bisa memberikan banyak manfaat serta
menambah pengetahuan mengenai pentingnya sistem peradilan di
Indonesia.
Namun di samping itu, kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dan untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sekiranya membangun dari para pembaca sekalian
juga teman – teman semua agar kekurangan dari makalah ini dapat
diperbaiki dan menjadi lebih sempurna.

Pagerbarang, 03 November 2018


Penyusun

Reni Wulansari, dkk

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………… ii

BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………..
1.2. Tujuan ……………………………………………
1.3. Rumusan Masalah…………………………..……
1.4. Manfaat Pembahasan……………………………..
BAB II . PEMBAHASAN ( ISI )
2.1. Pengertian Peradilan Nasional……………………
2.2. Alat Kelengkapan Peradilan…………………….
BAB III . KESIMPULAN , SARAN , DAN PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………….5
3.2. Saran………………………………………………5
3.3. Penutup……………………………………………5

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan
masyarakat yang tertib, tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap
konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan untuk dipecahkan atau
diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum harus
secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum
ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena
ada jaminan kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu
pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana
dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara
serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan
putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah.
Telah kita ketahui bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi ,“ Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Namun apakah hal ini sudah benar-benar
diterapkan dalam Tatanan Kenegaraan Republik Indonesia. Disebutkan
pula dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (1) bahwa “ Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang asli
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Winarta (2009:334)
menyatakan bahwa “dalam negara hukum, hukum adalah panglima
(supreme). Semua persoalan harus dapat diselesaikan dengan hukum dan
sama sekali bukan melalui kekuasaan apalagi kekerasan”.
Ini artinya bahwa semua masyarakat Indonesia juga memiliki hak untuk
mendapatkan perlakuan adil di hadapan hukum.Disinilah peran lembaga
peradilan menjadi sesuatu yang krusial. Lembaga peradilan diharapkan
menjadi tempat bagi masyarakat mendapatkan keadilan dan menaruh
harapan. Namun, realitanya jauh dari harapan. Justru, pengadilan dianggap
sebagai tempat yang berperan penting menjauhkan masyarakat dari
keadilan. Orang begitu sinis dan apatis terhadap lembaga peradilan.
Harapan akan memperoleh kebenaran dan keadilan pun pupus ketika
ditemukan adanya permainan sistematis yang diperankan oleh
segerombolan orang yang bernama mafia peradilan.
Seperti yang kita ketahui bersama, banyak kasus dalam dunia peradilan
Indonesia yang sangat memprihatinkan. Para koruptor yang mengambil
uang rakyat dengan semena-mena. Namun dalam kenyataanya fonis yang
dijatuhkan hakim jauh dari kata adil. Mereka bisa mendapat keringanan
hukuman dengan memberi “suap” kepada para penegak keadilan. Berbeda
dengan warga miskin. Ketika ia berurusan dengan hukum, maka sulit
untuk memperoleh keadilan. Vonis yang dijatuhkan tidak sesuai dengan
kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan tidak jarang mereka yang tidak
bersalahpun divonis bersalah dengan hukuman yang tidak sebanding atau
adil dibandingkan dengan para koruptor yang bisa bernegosiasi dengan
mafia peradilan. Padahal telah jelas bahwa kedudukan masyarakat dimata
hukum telah dilindungi dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Maka tidaklah mengherankan kalau banyak yang mengatakan bahwa
keadilan di Indonesia itu bisa dibeli. Ini artinya bahwa para pelaku
kejahatan yang memiliki uang akan “kebal” terhadap hukum. Namun hal
ini tidak berlaku bagi rakyat miskin. Hukuman atau vonis yang dijatuhkan
sering tidak sebanding dengan kajahatan yang dilakukan. Dikatakan pula
bahwa hukum di Indonesia itu tajam ke atas namun tumpul ke bawah.
Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk mengangkat tema peradilan di
Indonesia ini dalam sebuah makalah yang berjudul “Sistem Peradilan di
Indonesia”.

.
1.2. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang
“Sistem Peradilan Di Indonesia”
.

.
1.3. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian Peradilan Nasional?
b. Apa sajakah komponen-komponen yang ada dalam sistem peradilan di
Indonesia?
c. Apa yang dimaksud dengan hukum materiel?
d. Apa yang dimaksud dengan hukum formal?
e. Apa yang dimaksud dengan prosedur peradilan?
f. Apa yang dimaksud dengan penyelidikan?
g. Apa yang dimaksud dengan penuntutan?
h. Apa yang dimaksud dengan mengadili?
i. Apa peranan lembaga peradilan?
j. Apa yang dimaksud dengan hierarki kelembagaan peradilan?
k. Apa sajakah tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia?
l. Apa sajakah wewenang Kepolisian Republik Indonesia?
m. Apa yang dimaksud dengan jaksa?
n. Apa yang dimaksud dengan penuntut umum?
o. Apa yang dimaksud dengan hakim?
p. Apa yang dimaksud dengan advokat?
q. Apa yang dimaksud dengan jasa hukum?
r. Apa sajakah yang harus dimiliki oleh seorang advokat?

.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sistem Peradilan Nasional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu
mengenai perkara pengadilan. Nasional adalah bersifat kebangsaan,
berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa.
Jadi, peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara
pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara
pengailan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa
Indonesia.
Dengan demikian, yang dimaksud disini adalah sistem hukum Indonesia
dan peradilan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD
1945, yaitu sistem hukum dan peradilan nasional yang berdasar nilai-nilai
dari sila-sila Pancasila.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945.
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
dibentuk kekuasaan kehakiman yang merdeka. Dalam hal ini dipegang
oleh Mahkamah Agung dan peradilan lain. Berikut ini adalah komponen-
komponen dalam sistem peradilan:
a. Materi Hukum
Materi hukum mencakup didalamnya hukum materiel dan hukum formal
(hukum acara). Hukum materiel adalah hukum yang berisi tentang
perintah dan larangan (terdapat dalam KUHP, KUHPdt, dan sebagainya).
Adapun yang dimaksud dengan hukum formal adalah hukum yang berisi
tentang tata cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiel
(terdapat dalam KUHAP, KUHAPdt, dan sebagainya).
b. Prosedur Peradilan (Kopomen yang bersifat Prosedural)
Prosedural pengadilan adalah proses pengajuan perkara mulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai pada pemeriksaan di sidang
pengadilan. Berikut ini adalah prosedur peradilan yang berlaku.
1. Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik dalam rangka
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pelanggaran hukum guna menentukan dapat tidaknya dilakukan
penyidikan.
2. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam rangka
mencari serta mengumpulkan bukti dan melalui bukti tersebut dapat
ditemukan titik terang atas pelanggaran yang terjadi serta siapa orang yang
menjadi tersangka.
3. Penuntutan merupakan tindakan penuntut hukum dalam rangka
melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang menurut cara yang
ditentukan oleh undang-undang dengan permintaan agar diperiksa dan
diputuskan oleh hakim di sidang pengadilan.
4. Mengadili merupakan tindakan hakim dalam rangka menerima,
memeriksa, dan memutuskan perkara di sidang pengadilan berdasarkan
asas bebas, jujur, dan tidak memihak.

Apa bila digambarkan dalam bentuk skema, maka prosedur peradilan


adalah sebagai berikut.
Berdasarkan pada skema tersebut, maka dapat diketahui bahwa secara
umum peran lembaga peradilan adalah menerima, memeriksa, dan
sekaligus memutuskan suatu perkara di sidang pengadilan dalam rangka
untuk menegakkan hukum dan keadilan. Menurut Aristoteles, hakim yang
memimpin peradilan merupakan “lambang keadilan yang hidup” bagi
warga masyarakat yang mencari hak mereka. Dalam melakukan peradilan,
hakim harus bertindak berdasarkan undang-undang dan hukum yang
berlaku, baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis serta berdasar
pada rasa keadilan.
c. Budaya Hukum
Komponen yang juga sangat penting dan menentukan tegaknya keadilan
adalah kesadaran hukum, baik dari aparat yang bertugas, masyarakat,
maupun seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu, keadilan hanya dapat
diciptakan ketika seluruh komponen bangsa memiliki kesadaran hukum
untuk menegakkan keadilan.
Adapun penjelasan penting mengenai pengaruh budaya hukum terhadap
fungsi hukum yaitu sebagai berikut:
Kehidupan manusia dewasa ini hampir tidak ada yang steril dari hukum,
semua lini kehidupanpun dijamahnya, artinya hukum sebagai penormaan
perilaku sangat penting agar perilaku masyarakat tidak menyimpang.
Peran hukum sangat tergantung pada negaranya. Pada Negara berkembang
hukum mengambil peran sebagai kontrol sosial sekaligus sebagai
penggerak tingkah laku kearah tujuan nasional yaitu peningkatan
kesejahteraan dan keadilan sosial. Agar perilaku masyarakat tidak
berseberangan dengan hukum tentunya dibutuhkan kesadaran masyarakt
secara total untuk patuh dan taat pada hukum. Kesadaran itu merupakan
jembatan penghubung antara hukum dengan perilaku masyarakat.
Kesadaran hukum menurut Friedman terkait erat dengan budaya hukum
masyarakatnya dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa tingkat kesadaran
hukum masyrakat tinggi atau rendah dapat dilihat pada budaya hukumnya,
jika budaya hukumnya cenderung posisitf, proaktif terhadaap cita hukum
tentu masyarakatnya memilki kesadaran hukum yang tinggi. Dalam hal ini
fungsi hukum mengalami perluasan yang mulanya sebagai kontrol sosial
dan pemertahanan pola sosial bergesr e arah perubahan tingkah laku yang
dikehendaki hukum. Jika demikian dapat digeneralisasikan bahwa tingkah
laku masyarakat Negara dapat dilihat pada hukumnya, yaitu jika
hukumnya bertujuan mengontrol dan mempertahankan pola hidup warga
Negara tetap dan mapan dalam bertingkah laku. Hal senada dengan
pendapat Lon. L Euller bahwa hukum itu sebagai usaha pencapaian tujuan
tertentu dalam hal ini hukum berperan sebagai guide, patokan pedoman
dalam pelaksanaan program pemerintah dengan kata lain hukum dijadikan
alat pemulus pelaksanaan keputusan, program poltik, seperti halnya
bangsa Indonesia menempatkan pembangunan sehingga program nomor
wahid. Tentunya hukum pun dikondisikan untuk memperlancara, bahkan
mengamankan pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu hukum
berfungsi sebagai proteksi rakyat lemah terhadap kekuasaan politik
penguas, kurang mennjol, untuk kalangan Negara berkembang dan
sebaliknya yang menjadi hukum ditempatkan sebagai alat dan sarana
kekuasaan politik dan hukumpun dapat diakatakan lebih dekat ke penguasa
daripada ke pihak yang di lawan.
Oleh karena itu pula Negara-negara berkembang lebih banyak berhaluan
semi otoriter daripada demokrasi. Dalam system semi otoriter hukum
merupakan institusi sebagai wadah dimana kebijak-kebijakn pemerintah
dikeluarkan, karena dengan sandaran hukum kebijakan pemerintah
berjalan mulus, sah dan mempunyai legitimasi, tetapi pembuat dan
pemakai kebijakan seringkali punya pandangan berbeda karena posisi
kepentingan bahkan tujuan berbeda, artinya posisi pembuat lebih strategis
daripada pemakai sehingga posisi tawarnya “bargaining positionnya pun
lebih kuat untuk membuat kebijakn model apapun, hasilnya kebijakan itu
lebih banyak memuat reperesantasi tujuan dan kepentingan pembuat
daripada rakyat hingga dilapangan kebijakan seperti itu tidak dapat
dioperasionalkan karena tereletak secara sosiologis.
d. Hierarki Kelembagaan Peradilan
Hierarki kelembagaan peradilan merupakan susunan lembaga peradilan
yang secara hierarki memiliki fungsi dan kewenangan sesuai dengan
lingkungan peradilan masing-masing.
Di Indonesia, pengadilan yang paling bawah disebut pengadilan tingkat
pertama yaitu Pengadilan Negeri yang berkedudukan di kabupaten/kota.
Jika seseorang yang diproses dalam pengadilan tidak puas atau tidak dapat
menerima keputusan Pengadilan Negeri, ia bias mengajukan perkaranya
untuk diadili di tingkat pengadilan yang lebih tinggi, yaitu Pengadilan
Tinggi. Pengajuan perkara karena tidak puas terhadap keputusan
Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi disebut banding.
Jika perkara tersebut kemudian diputus oleh Pengadilan Tinggi dan
terdakwa tetap tidak puas, ia bisa mengajukan lagi perkaranya ke tingkat
lebih tinggi, yaitu MA. Pengajuan perkara dan pengadilan Tinggi ke
Mahkamah Agung dinamakan kasasi.
Berikut ini hirarki pengadilan dan empat jenis peradilan.
1. Peradilan Umum
Tingkat pertama di Pengadilan Negeri berkedudukan di kabupaten/kota.
Tingkat banding di Pengadilan Tinggi berkedudukan di provinsi.
Tingkat kasasi di Mahkamah Agung berkedudukan di pusat.
2. Peradilan Agama
Tingkat pertama di Pengadilan Agama berkedudukan di kabupaten/kota.
Tingkat banding di Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di provinsi.
Tingka kasasi di Mahkamah Agung.
3. Peradilan Militer
Tingkat pertama di Pengadilan Iniliter dan Pengadilan Iniliter Tinggi.
Tingkat banding di Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer
Utama.
Tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Disamping itu, ada Pengadilan Pertempuran yang merupakan pengadilan
khusus pada saat terjadi pertempuran.
1. Peradilan Tata Usaha Negara
Tingkat pertama di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

.
2.2. Alat Kelengkapan Peradilan
Jika membahas mengenal sistem peradilan nasional, kita mengenal
beberapa alat kelengkapan peradilan yang bisa pula disebut sebagai aparat
penegak hukum yang meliputi sebagai berikut:
A. KEPOLISIAN
Kepolisian negara Republik Indonesia mempunyai tugas pokok sebagai
berikut:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Menegakan hukum.
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam menyelenggarakan tugasnya di bidang proses pidana, kepolisian
negara Republik Indonesia berwenang untuk sebagai berikut:
1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
2. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan.
3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan.
4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
8. Mengadakan penghentian penyidikan.
9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
10. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana.
11. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidik pegawai negeri sipil untuk
diserahkan kepada penuntut umum.
12. Mengadakan tindakan lain menrut hukum yang bertanggung jawab.
B. KEJAKSAAN
Pelaksanaan tugas kejaksan dilakukan oleh jaksa. Jaksa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan
undang-undang. penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.
Jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan
norma-norma keagamaan, kesponan, kesusilaan, serta wajib menggali dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat,
serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan
tugas dan kewenangan di bidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan
kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana
korupsi dan Pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang. Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan
oleh:
1. Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Indonesia dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia. Kejaksaan
Agung dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat
negara, pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang
memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan
Republik Indonesia. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
2. Kejaksaan Tinggi
Kejaksaan tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang kepala
kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab
kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
3. Kejaksaan Negeri
Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri dipimpin
oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan
pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pada
Kejaksaan Negeri tertentu terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang
dipimpin oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.
C. KEHAKIMAN
Tugas dan wewenang lembaga kehakiman berada di tangan hakim. Hakim
adalah pejabat yang melaksanakn tugas menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila dengan cara menafsirkan hukum serta mencari
dasar-dasar dan asas-asas yang menjadi landasan penentuan keputusan atas
perkara-perkara yang ada. seorang hakim wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
Hakim dapat melakukan hal-hal berikut:
a. Menceraikan suami istri.
b. Memasukan orang kedalam penjara.
c. Merampas kekayaan seseorang menyita dan melelang harta orang.
d. Menyuruh orang membayar denda atau ganti rugi.
e. Menghukum mati orang
f. Memenjarakan seseorang.
g. Memvonis seseorang.
Menurut pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman adalah merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama,
Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Menurut Pasal 1 UU No. 48 tahun 2009 tentang Kakuasaan Kehakiman,
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan peradilan adalah tugas yang dibebankan kepada
pengadilan. Tugas utama pengadilan adalah sebagai tempat untuk
mengadili atau memberikan putusan hukum dalam perkara-perkara yang
diajukan kepadanya. Tindakan khusus dari hakim (pengadilan) adalah
memberikan putusan atau vonis dan penetapan hakim.
Dalam undang-undang tentang kekuasaan kehakiman, dibedakan antara
peradilan umum dan peradilan khusus. Peradilan umum adalah peradilan
bagi rakyat pada umumnya yang menyangkut perkara perdata maupun
perkara pidana yang diajukan ke pengadilan.
Peradilan khusus adalah peradilan yang mengadili orang-orang atau
golongan rakyat tertentu misalnya , kasus perceraian bagi yang beragama
Islam diselesaikan di pengadilan agama, tindak pidana militer menjadi
wewenang peradilan militer, sengketa administrasi negara menjadi
wewenang peradilan tata usaha negara.
D. ADVOKAT
Pengacara, advokat atau kuasa hukum adalah kata benda, subyek. Dalam
praktik dikenal juga dengan istilah Konsultan Hukum. Dapat berarti
seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat (advis) dan
pembelaan “mewakili” bagi orang lain yang berhubungan (klien) dengan
penyelesaian suatu kasus hukum. Istilah pengacara berkonotasi jasa profesi
hukum yang berperan dalam suatu sengketa yang dapat diselesaikan di
luar atau di dalam sidang pengadilan.
Dalam profesi hukum, dikenal istilah beracara yang terkait dengan
pengaturan hukum acara dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata. Istilah pengacara
dibedakan dengan istilah Konsultan Hukum yang kegiatannya lebih ke
penyediaan jasa konsultasi hukum secara umum.
Pembelaan dilakukan oleh pengacara terhadap institusi formal (peradilan)
maupun informal (diskursus), atau orang yang mendapat sertifikasi untuk
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Di
Indonesia, untuk dapat menjadi seorang pengacara, seorang sarjana yang
berlatar belakang Perguruan Tinggi hukum harus mengikuti pendidikan
khusus dan lulus ujian profesi yang dilaksanakan oleh suatu organisasi
pengacara. Mereka adalah ahli dalam seni advokasi, yang melibatkan
presentasi kasus di pengadilan dan pemberian saran pada setiap aspek
litigasi.
Advokat menerima pekerjaan dan biaya mereka dari pengacara, yang
mentransfer klien mereka dalam kasus-kasus yang masuk ke pengadilan.
Sementara pendukung berlatih di pengadilan Skotlandia sebagai anggota
Fakultas Advokat, mereka juga memiliki hak penonton sebelum
Mahkamah Agung Inggris dan sejumlah badan pengambilan keputusan
lain seperti pengadilan dan arbitrase.
Tugas & Tanggung jawab Advokat
a. Mewawancarai klien dan menyediakan mereka dengan nasihat hukum
ahli
b. Meneliti dan mempersiapkan kasus dan menghadirkan mereka di
pengadilan
c. Menulis dokumen hukum dan menyiapkan pembelaan tertulis untuk
kasus perdata
d. Penghubung dengan profesional lain seperti pengacara
e. Mengkhususkan diri dalam bidang hukum tertentu
f. Mewakili klien di pengadilan, pertanyaan publik, arbitrase dan
pengadilan
g. Mempertanyakan saksi
h. Negosiasi
Kualifikasi dan Pendidikan yang dibutuhkan Advokat
a. Lulusan fakultas Hukum/ Pasca Sarjana hukum
b. Interpersonal yang sangat baik, presentasi dan keterampilan komunikasi
tertulis / lisan
c. Kepemilikan integritas, kerahasiaan dan cara non-merugikan
d. Kepercayaan diri, motivasi dan ketahanan
e. Kesadaran hukum dan komersial
f. Manajemen yang sangat baik
g. Keterampilan akademik dan penelitian yang sangat baik
ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang advokat yaitu sebagai
berikut:
1. Kompetensi (memiliki persyaratan dan pengetahuan untuk mewakili
kliennya).
2. Integritas (Kejujuran kepada kliennya).
3. Loyalitas (pengabdian kepada kliennya) sehingga timbul apa yang
disebut dengan kewajiban mewakili kliennya secara loyal dan habis-
habisan dan melakukan sebaik-baiknya untuk kepentingan kliennya.
4. Responsbilitas (tanggung jawab atas segala tindakannya) baik tanggung
jawab hukum maupun tanggung jawab moral.

.
BAB III
KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala
sesuatu mengenai perkara pengadilan. Nasional adalah bersifat
kebangsaan, berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu
bangsa. Jadi, peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara
pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara
pengailan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa
Indonesia.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945.
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
dibentuk kekuasaan kehakiman yang merdeka.
b. Alat kelengkapan peradilan terdiri dari kepolisian, kejaksaan,
kehakiman, dan advokat.
3.2. Saran
Untuk mencapai peradilan yang bebas dan tidak memihak maka perlu
dilakukan perbaikan dari seluruh aspek peradilan yang ada. Terutama
perbaikan dari aparat penegak hukum. Mereka harus benar-benar memiliki
moral yang baik karena di tangan merekalah masa depan peradilan
Indonesia ini berada. Mereka juga tidak boleh mengsampingkan campur
tangan Tuhan dalam suatu peradilan seperti mekanisme sistem hukum dan
peradilan sekuler. Karena dengan hal ini maka akan dicapai adanya
peradilan yang benar-benar adil tanpa adanya tebang pilih dan
diskriminasi. Selain itu perlu dilakukannya perbaikan dan penyempurnaan
dalam materi serta sanksi hukum yang ada.
3.3. Penutup
Dengan demikian, mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan, kami
mohon maaf kepada para pembaca terutama kepada guru pembimbing dan
teman-teman semua, apabila ada kesalahan penulisan kata dan
ketidaksesuaian materi pada makalah yang telah kami susun. Kami juga
berharap kepada guru pembimbing dan teman-teman semua akan kritik
dan saran agar kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki dan
menjadi lebih sempurna untuk proses penambahan wawasan bagi kita
semua.
Sekian Terima Kasih

.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pn-yogyakota.go.id/pnyk/pengertian-peradilan.html
http://umikulsum21041998.blogspot.com/2014/02/sistem-hukum-dan-
peradilan-nasional.html?m=1
https://catatan-bahtiar.blogspot.com/2015/05/alat-kelengkapan-
peradilan.html?m=1
http://jobsinfopedia.blogspot.com/2016/05/pengertian-tugas-tanggung-
jawab-advokat.html?m=1
http://abankchan.blogspot.com/2013/12/makalah-sistem-pradilan-
diindonesia.html?m=1
Buku lks PKN kelas XI semester 1

Anda mungkin juga menyukai