Anda di halaman 1dari 17

Makalah PPKN

Mencermati Sistem Peradilan di Indonesia

Disusun oleh:
Kelompok 3
 Muhammad Akmal Nabillah
 Muhammad Zulfan Pramudya Putra
 Nouval Surya Gumilang
 Nur Fitri Arisanti Bafaqih
 Raden rara Wijayanti Kusumadewi
 Rhyno Fairuz Melin
 Zacky Verzanico Putra
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah tentang “Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Penelitian………………………………………………………………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….………………………………………………………5
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….…………………………………………………….5
BAB II………………………………………………………………………………………………………6
2.1 Makna Lembaga Peradilan…………………………………………………………………………………………………………………6

2.2 Dasar Hukum Lembaga Peradilan………………………………………………………………………………………………………6

2.3 Perangkat Lembaga Peradilan……………………………………………………………………………………………………………7

A. Pengadilan Negeri……………………………………………………………………....…7
B. Pengadilan Tinggi………………………………………………………………………………………………………….10
C. Peradilan Agama…………………………………………………………………………………………………………..11
D. Peradilan Militer…………………………………………………………………………………………………………..12
E. Peradilan Tata Usaha Negara………………………………………………………………………………………..13
F.Artikel Mengenai Tema Makalah………………………………………………………………………………………………..15

BAB III………………………………………………………………………………………….17
3.1 Kesimpulan……………….…………………………………………………………………17
3.2 Kritik dan Masukan...……………………………………………………………………….17
3.3 Penutup…………………..………………………………………………………………….17
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penelitian
Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib,
tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran
diharapkan untuk dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran
hukum harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum
ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan
kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal
konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri
dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara
memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah.Telah kita ketahui
bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 1
ayat (3) yang berbunyi ,“ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Namun apakah hal ini
sudah benar-benar diterapkan dalam Tatanan Kenegaraan Republik Indonesia. Disebutkan
pula dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (1) bahwa “ Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang asli serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”.Semua persoalan harus dapat diselesaikan dengan hukum dan sama sekali bukan
melalui kekuasaan apalagi kekerasan”.Ini artinya bahwa semua masyarakat Indonesia juga
memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan adil di hadapan hukum.Disinilah peran lembaga
peradilan menjadi sesuatu yang krusial. Lembaga peradilan diharapkan menjadi tempat bagi
masyarakat mendapatkan keadilan dan menaruh harapan. Namun, realitanya jauh dari
harapan. Justru, pengadilan dianggap sebagai tempat yang berperan penting menjauhkan
masyarakat dari keadilan. Orang begitu sinis dan apatis terhadap lembaga peradilan. Harapan
akan memperoleh kebenaran dan keadilan pun pupus ketika ditemukan adanya permainan
sistematis yang diperankan oleh segerombolan orang yang bernama mafia peradilan.
Seperti yang kita ketahui bersama, banyak kasus dalam dunia peradilan Indonesia yang
sangat memprihatinkan. Para koruptor yang mengambil uang rakyat dengan semena-mena.
Namun dalam kenyataanya fonis yang dijatuhkan hakim jauh dari kata adil. Mereka bisa
mendapat keringanan hukuman dengan memberi “suap” kepada para penegak keadilan.
Berbeda dengan warga miskin. Ketika ia berurusan dengan hukum, maka sulit untuk
memperoleh keadilan. Vonis yang dijatuhkan tidak sesuai dengan kejahatan yang mereka
lakukan. Bahkan tidak jarang mereka yang tidak bersalahpun divonis bersalah dengan
hukuman yang tidak sebanding atau adil dibandingkan dengan para koruptor yang bisa
bernegosiasi dengan mafia peradilan. Padahal telah jelas bahwa kedudukan masyarakat
dimata hukum telah dilindungi dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya.Oleh karena itu,kami tertarik untuk membuat makalah berjudul “Mencermati Sistem
Peradilan di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
1.Makna lembaga peradilan
2.Dasar hukum lembaga peradilan
3.Perangkat lembaga peradilan
-Pengadilan negeri
-Pengadilan tinggi
-Peradilan agama
-Peradilan militer
-Peradilan tata usaha negara

1.3 Tujuan Penelitian


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang
“Sistem Peradilan Di Indonesia”.
BAB II
ISI

2.1 Makna Lembaga Peradilan


Makna lembaga peradilan mencakup peralatan atau perlengkapan negara yang berguna untuk
mempertahankan tegaknya hukum yang berlaku. Lembaga peradilan selalu berkaitan dengan
konsep kekuasaan negara dalam hal ini adalah kekuasaan kehakiman.
Di Indonesia, kekuasaan kehakiman telah diatur sepenuhnya dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. UU tersebut merupakan
penyempurnaan dari Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Makna lembaga peradilan juga dapat diartikan sebagai lembaga bentukan negara yang
merupakan bagian dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman. Sumber hukumnya
berasal dari peraturan perundang-undangan.
Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksankan oleh Mahkamah Agung. Lembaga peradilan di
bawah Mahkamah Agung terdiri dari Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer,
Peradilan Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Konstitusi.

2.2 Dasar Hukum Lembaga Peradilan


a. Pancasila terutama sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat (2)
dan (3)
c. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
d. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
e. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
f. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
g. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
h. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
i. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
j. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
k. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
l. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
m. Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
n. Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
o. Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
p. Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
q. Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
r. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

2.3 Perangkat Lembaga Peradilan


A. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sehingga, pengadilan di
Kabupaten adalah Pengadilan Negeri. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri
berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya. Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi semua
wilayah Kota/ Kabupaten.
Susunan atau Struktur Organisasi Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan
Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, Jurusita dan Staf.
Fungsi pokok Pengadilan Negeri ini adalah untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Dalam Undang-undang
No. 2 Tahun 1986 mengenai Peradilan Umum, Pengadilan pada Tingkat pertama, serta
Pengadilan Negeri dibuat oleh Menteri Kehakiman melalui persetujuan dari Mahkamah Agung
yang memiliki kewenangan hukum pengadilan yang mencakup satu kabupaten/kota. Susunan
pengadilan negeri terdiri dari Pimpinan yang terdiri atas Ketua PN dan Wakil Ketua PN, Hakim,
Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita.
Adapun fungsi dari Pengadilan Negeri antara lain:
 Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan dalam tingkat
pertama.
 Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada
pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial,
administrasi peradilan, maupun administrasi perencanaan/teknologi informasi,
umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.

 Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan
tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita
Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan
sewajarnya dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta
pembangunan.
 Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada
instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
 Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan
persidangan), dan administrasi umum (perencanaan/ teknologi informasi/pelaporan,
kepegawaian/organisasi/tatalaksana dan keuangan/ umum/perlengakapan).
 Fungsi Lainnya, antara lain melaksanakan Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan
riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat
dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang
Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor: 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di
Pengadilan.

Tugas Pokok dan Fungsi Pejabat Fungsional dan Struktural Pengadilan:


 Ketua
- Mengkordinir manajemen Peradilan .
- Mengkordir persidangan dan Pelaksanaan putusan.
- Mengkordinir Administrasi Umum .
- Mengkordinir Kinerja Pelayanan Publik.
- Menunjuk/menetapkan mejelis Hakim dalam perkara pidana dan perdata.
- Menetapkan penyitaan dalam perkara perdata dan Eksekusi.
- Mengadakan pengawasan dan pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris,
Pejabat Struktural dan Fungsional, serta perangkat Administrasi peradilan di daerah hukumnya.
- Menjaga agar penyelenggaraan peradilan terselenggara dengan wajar dan seksama.

 Wakil Ketua
- Mengkordinir pengawasan internal.
- Menunjuk hakim dalam perkara tindak pidana ringan, perkara pelanggaran lalulintas jalan raya,
menyetujui/menetapkan ijin penyitaan dan penggeledahan dari pihak Kepolisian.
- Menetapkan perpanjangan penahanan.
- Menunjuk/menetapkan hakim perkara perdata permohonan.
- Mengkordinir dalam kegiatan kebersihan lingkungan kantor, halaman, taman serta olah raga
dan keamanan.
- Membantu/mewakili Ketua Pengadilan Negeri Timur dalam pelaksanaan tugas Ketua
Pengadilan.

 Hakim Perkara Perdata


- Menerima berkas perkara dari kepaniteraan perdata untuk dipelajari dan bermusyawarah
dengan Majelis untuk menetapkan hari sidang.
- Terlebih dahulu mengupayakan perdamaian diantara para pihak yang berperkara melalui
mediasi.
- Melakukan pemeriksaan perkara di persidangan sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
- Menetapkan perlu tidaknya meletakkan sita jaminan, memeriksa saksi ahli atau pemeriksaan
setempat.
- Bertanggung jawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan dan
menandatanganinya sebelum sidang berikutnya.
- Mengemukakan pendapat dalam musyawarah sebelum putusan.
- Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap sebelum diucapkan dipersidangan.
- Memantau pelaksanaan administrasi perkara pasca putusan seperti minutasi, pengiriman berkas
dalam hal perkara banding/kasasi.
- Mempelajari dan mendiskusikan secara berkala keputusan hukum yang sedang berkembang,
seperti hasil Rakernas/Rakerda maupun buku-buku yang diterima dari Mahkamah Agung RI.

 Hakim Perkara Pidana


- Menerima berkas perkara dari kepaniteraan untuk dipelajari dan memusyawarahkan dengan
Majelis guna menetapkan hari sidang.
- Dalam hal terdakwa ditahan menetapkan perlu tidaknya mengeluarkan penetapan penahanan
lanjutan, menangguhkan penahanan atau merubah jenis penahanannya.
- Melaksanakan pemeriksaan perkara di persidangan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang
berlaku.
- Bertanggung jawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan dan
menandatanganinya sebelum sidang berikutnya.
- Mengemukakan pendapat dalam musyawarah sebelum putusan.
- Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap sebelum diucapkan.
- Menandatangani putusan yang telah diucapkan dipersidangan.
- Memantau pelaksanaan administrasi perkara pasca putusan seperti minutasi, pengiriman berkas
dalam hal perkara banding/kasasi.
- Dalam hal terdakwanya anak-anak (peradilan Anak) menghubungi BISPA dan orang tua
terdakwa agar menghadiri persidangan.
- Secara berkala ikut serta dalam forum pertemuan antar penegak hukum (Diljapol).
- Mempelajari dan mendiskusikan secara berkala kepustakaan hukum yang sedang berkembang,
seperti hasil Rakernas/Rakerda maupun buku-buku yang diterima dari Mahkamah Agung RI.

B. Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi (biasa disingkat: PT) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding
terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.
Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan daerah hukum
meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan
seorang Wakil Ketua PT), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
Tugas pokok pengadilan tinggi adalah , menerima, memeriksa dan menyelesaikan setiap
perkara di tingkat banding yang diajukan kepadanya serta tugas lain yang ditentukan oleh
Undang-Undang
Adapun fungsi pengadilan tinggi adalah sebagai berikut :
 Fungsi Mengadili (Judicial Power), yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang
menjadi kewenangan pengadilan tinggi dalam tingkat banding dan berwenang mengadili
di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri
di daerah hukumnya dan mengadili tingkat pertama dan terakhir dalam perkara Pilkada
Kota dan Kabupaten, namun setelah tanggal 29 September 2008 kewenangan tersebut
telah dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi.
 Fungsi Pembinaan, yakni memberikan pengarahan yang berada di wilayah hukumnya,
baik menyangkut teknis yustisial, administrasi peradilan, administrasi umum,
perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pembangunan.
 Fungsi Pengawasan, yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah
laku Hakim, Panitera/Sekretaris, Panitera Pengganti, Jurusita/Jurusita Pengganti
 Fungsi Nasihat, yakni memberikan pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada
instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
 Fungsi Administrasi, yakni menyelenggarakan administrasi umum, keuangan dan
kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan
dan administrasi peradilan.

C. Peradilan Agama
1.) Pengadilan Agama
Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) adalah pengadilan tingkat pertama yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Pengadilan Agama menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan di tingkat pertama bagi
rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.
Kewenangan penegakan hukum ekonomi syari'ah oleh Pengadilan Agama disebutkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

2.) Pengadilan Tinggi Negeri Agama


Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding,
Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat
pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah
hukumnya.
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi
wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil
Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
Saat ini terdapat 28 Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia. Khusus untuk Provinsi
Aceh, sejak tanggal 3 Maret 2003 Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh diubah menjadi
Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh.
D. Peradilan Militer
Peradilan militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh militer.
Peradilan Militer meliputi:
1. Pengadilan Militer untuk tingkat Kapten ke bawah
2. Pengadilan Militer Tinggi untuk tingkat Mayor ke atas
3. Pengadilan Militer Utama untuk banding dari Pengadilan Militer Tinggi
4. Pengadilan Militer Pertempuran khusus di medan pertempuran
Peradilan Militer sendiri baru dibentuk setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun
1946 pada tanggal 8 Juni 1946.
Mengenai justisiabel Peradilan Militer berwenang mengadili perkara pidana yang dilakukan
oleh Militer (prajurit TNI) berpangkat Kapten ke bawah yang melakukan tindak pidana
(kejahatan) maupun pelanggaran masih berdinas aktif dan atau orang-orang yang tunduk pada
kekuasaan Peradilan Militer berdasarkan Undang-Undang Peradilan Militer. Dalam pelaksanaan
tugas dan kewenangannya baik itu teknis yudisial maupun non teknis yudisial Peradilan Militer
menetapkan visi dan misi sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya badan peradilan yang ideal.
Pengadilan Militer Utama di bidang teknis yustisial, bertugas melaksanakan Kekuasaan
Kehakiman yang bebas sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia, dan di bidang personel melaksanakan pembinaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Dasar hukum keberadaan Pengadilan Militer :
a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Tentara/Militer (KUHPM).
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
c. Surat Keputusan bersama Menhankam dan Menteri Kehakiman No. KEP/
10/M/XII/1983 M.57.PR.09.03.th.1983 tanggal 29 Desember 1983 tentang Tim Tetap
Penyidikan Perkara Pidana Koneksitas.
d. Keputusan Pangab Nomor : KEP/01/P/I/1984 tanggal 20 Januari 1985 lampiran “K”
tentang organisasi dan prosedur Badan Pembinaan Hukum ABRI.
e. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI.
f. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
g. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
h. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
i. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

E. Peradilan Tata Usaha Negara


1.) Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang mempunyai kedudukan di ibu kota kabupaten
atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) memiliki
fungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan yang termasuk dalam ranah sengketa
Tata Usaha Negara yang mana adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. melalui Undang-Undang
Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan TUN diberikan wewenang (kompetensi absolut) dalam
hal mengontrol tindakan pemerintah seperti menyelesaikan, memeriksa dan memutuskan
sengketa tata usaha negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum
meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari
Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Saat
ini terdapat 28 Pengadilan Tata Usaha Negara yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tugas pokok dan fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut:
 Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang Berwenang.
 Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Seiring Peningkatan Integritas Moral dan Karakter Sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya
Hakim Indonesia, Guna Tercipta dan Dilahirkannya Putusan-Putusan yang Dapat
Dipertanggung jawabkan Menurut Hukum dan Keadilan, Serta Memenuhi Harapan Para
Pencari Keadilan (Justiciabelen).
 Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Peradilan Guna
Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan,
Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai Tuntutan Undang-
Undang Dasar 1945.
 Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara, Sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5 Maret 1993 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN).
 Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan Di Bidang Hukum dan
Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Agar Menjadi Hakim yang
Profesional.
 Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik
Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi Umum.
 Melakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan Pegawai
Lainnya.
 Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.

2.) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara


Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (disingkat PTTUN) adalah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang bertindak sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara di tingkat
banding. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki
tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat
banding. Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang untuk
memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara
Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua PTTUN), Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris.
Fungsi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah mengadili sengketa tata usaha negara
dalam wilayah yuridiksinya. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. adapun yang dimaksud dengan keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Adapun tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut :
 memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding dalam wilayah
hukumnya;
 memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya;
 memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara
dalam hal telah dilakukan upaya banding administratif;
 melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan tata usaha
negara di wilayah hukumnya dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan
seksama dan sewajarnya.
Selain tugas dan wewenang sebagiamana diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berpuncak pada
Mahkamah Agung RI, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta juga memiliki tugas
untuk berperan serta secara aktif dalam pencapaian program-program yang dicanangkan oleh
Mahkamah Agung RI.

2.4 Artikel Mengenai Tema Masalah


Sistem peradilan di Indonesia yang realitanya jauh dari harapan
Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib,
tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan
untuk dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum harus
secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum ditindak secara
konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan kepastian hukum. Untuk
itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi
mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari
pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan
bertujuan mencegah.
Telah kita ketahui bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tercantum dalam
UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi ,“ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Namun
apakah hal ini sudah benar-benar diterapkan dalam Tatanan Kenegaraan Republik Indonesia.
Disebutkan pula dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (1) bahwa “ Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang asli serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum”. Winarta (2009:334) menyatakan bahwa “dalam negara hukum, hukum adalah
panglima (supreme). Semua persoalan harus dapat diselesaikan dengan hukum dan sama sekali
bukan melalui kekuasaan apalagi kekerasan”.
Ini artinya bahwa semua masyarakat Indonesia juga memiliki hak untuk mendapatkan
perlakuan adil di hadapan hukum.Disinilah peran lembaga peradilan menjadi sesuatu yang
krusial. Lembaga peradilan diharapkan menjadi tempat bagi masyarakat mendapatkan keadilan
dan menaruh harapan.
Namun, realitanya jauh dari harapan. Justru, pengadilan dianggap sebagai tempat yang berperan
penting menjauhkan masyarakat dari keadilan. Orang begitu sinis dan apatis terhadap lembaga
peradilan. Harapan akan memperoleh kebenaran dan keadilan pun pupus ketika ditemukan
adanya permainan sistematis yang diperankan oleh segerombolan orang yang bernama mafia
peradilan.

Komentar:Masih banyak kesimpangan didalam peradilan di Indonesia.Salah satunya


adalah adanya istilah hukum di Indonesia tajam keatas tumpul kebawah.Istilah ini ada
karena memang hukum peradilan di Indonesia masih banyak kesimpangan dalam
pelaksanaannya.Hal semacam menyuap kepada para penegak keadilan membuat
pelaksanaan peradilan menjadi tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.Oleh karena itu
hal seperti ini harus dihilangkan dari system peradilan di Indonesia agar peradilan di
Indonesia menjadi adil dan tanpa kesetimpangan.
 
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu
mengenai perkara pengadilan. Nasional adalah bersifat kebangsaan,
berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jadi,
peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang
bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara pengailan yang
meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan dibentuk
kekuasaan kehakiman yang merdeka.

3.2 Kritik dan Masukan


Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan.
Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang
pembahasan makalah diatas.

3.3 Penutup
Dengan demikian, mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan, kami
mohon maaf kepada para pembaca terutama kepada guru pembimbing dan
teman-teman semua, apabila ada kesalahan penulisan kata dan
ketidaksesuaian materi pada makalah yang telah kami susun. Kami juga
berharap kepada guru pembimbing dan teman-teman semua akan kritik dan
saran agar kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih
sempurna untuk proses penambahan wawasan bagi kita semua.
Sekian Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai