Anda di halaman 1dari 13

REALITAS HUKUM DI INDONESIA

Disusun oleh:
Anwariza Laily Sy. Sanusi (135020300111033)
Radita Rizki R. N. (135020307111066)
Desy Elfarisa .A. (135020307111058)

DAFTAR ISI

Cover1
Daftar isi...2
1. BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang.3
1.2 Rumusan masalah....3
1.3 Tujuan makalah...3
1.4 Manfaat makalah.4
2. BAB II Pembahasan
2.1 Sejarah Hukum di Indonesia5
2.2 Struktur Hukum di Indonesia...5
2.3 Proses Peradilan Hukum di Indonesia.6
2.4 Efektivitas Hukum di Indonesia..7
2.5 Realitas Hukum di Indonesia...9
3. BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan.12
3.2 Saran...12
Daftar Pustaka...13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai salah satu dimensi kehidupan bangsa Indonesia, hukum Indonesia
adalah suatu kebutuhan mendasar yang didambakan kehadirannya sebagai alat pengatur
kehidupan, baik dalam kehidupan individual, kehidupan sosial maupun kehidupan
bernegara. Kebutuhan hakiki bangsa Indonesia akan ketentraman, keadilan serta
kesejahteraan yang dihadirkan oleh sistem aturan yang memenuhi ketiga syarat
keberadaan hukum tersebut manjadi sangat mendesak pada saat ini, di tengah-tengah
situasi transisional menuju Indonesia baru.
Keluhan sebagian masyarakat tentang belum tersosialisasikannya pemahaman
hukum secara komprehensif, salah satunya diakibatkan oleh sulitnya warga masyarakat
memahami hukum yang berlaku di negara ini dengan bahasa yang relatif mudah
dicerna.
Di sini kami akan mencoba sedikit menjelaskan tentang realitas hukum di
Indonesia dalam masyarakat itu sendiri. Sebagian dari masyarakat sudah mengetahui
tentang hukum tetapi dalam terapannya mereka tidak menjalankan hukum sesuai
dengan ketentuan. Begitu juga dengan penyelenggara yang mengatur sistem hukum di
Indonesia, tidak sedikit dari anggaota polri misalnya, terlibat kasus kriminal.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah hukum di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana struktur hukum di Indonesia?
1.2.3 Bagaimana proses peradilan hukum di Indonesia?
1.2.4 Bagaimana efektivitas hukum di Indonesia?
1.2.5 Bagaimana realitas hukum di Indonesia?
1.3. Tujuan Makalah
1.3.1 Untuk mengetahui sejarah hukum di Indonesia
1.3.2 Untuk mengetahui struktur hukum di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui proses peradilan hukum di Indonesia
1.3.4 Untuk mengetahui efektivitas hukum di Indonesia
1.3.5 Untuk mengertahui realitas hukum di Indonesia
3

1.4 Manfaat dari Makalah


1.4.1

Memberi pengetahuan kepada pembaca tentang realitas hukum yang


sebenarnya terjadi di Indonesia sebagai bahan acuan atau pertimbangan untuk
kedepannya.

1.4.2

Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan memperluas


wawasan penerapan teori dan pengetahuan yang telah diterima di dalam
perkuliahan pada kegiatan nyata.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Hukum di Indonesia


Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum
agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan HindiaBelanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat
Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak
terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di
Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundangundangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan
setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia berlaku
hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai masyarakat adat di
Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk penjajah
Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan
konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan
perundang-undangan yang bercorak positivis.
2.2 Struktur Hukum di Indonesia
Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam beradaan hukum.
Struktur hukum yang tertinggi adalah UUD 1945. Unsur struktur hukum adalah
badan eksekutif, legislatif, dan yudukatif. Badan eksekutif tersusun atas presiden
dan pembantu-pembantunya. Lembaga legislative tersusun dari berbagai alat
kelengkapan (pimpinan, komisi, pansus, pamus, baleg). Sedangkan, lembaga
yudukatif terdiri atas susunan lembaga peradilan, jumlah anggota hakim agung
dan pembagian peradilan hukum umum dan peradilan khusus. Struktur hukum
disini meliputi lembaga negara penegak hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan,
Kepolisian, Advokat dan lembaga penegak hukum yang secara khusus diatur oleh
undang-undang seperti KPK.

2.3 Proses Peradilan Hukum di Indonesia


Peradilan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu peradilan tingkat pertama
(peradilan dengan original jurisdiction), yaitu peradilan dalam tingkat awal atau
permulaan dan peradilan tingkat banding (peradilan dengan appellate jurisdiction),
yaitu peradilan dalam tingkat pemeriksaan ulang.
Mengenai tingkatan sistem peradilan di Indonesia sendiri diatur secara
terperinci dalam Pasal 20 s.d. Pasal 28 UU No. 48/2009. Sesuai Pasal 24 UUD
1945 jo. Pasal 18 dan Pasal 25 ayat (1) UU No. 48/2009, terdapat empat
lingkungan peradilan di Indonesia: peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer, dan peradilan tata usaha negara.Keempat lingkungan peradilan ini
memiliki kompetensi yang berbeda dalam memeriksa, mengadili dan memutus
perkara.
Mengenai jenjang dan proses dalam sistem peradilan di Indonesia, Pasal
26 ayat (1) UU No. 48/2009 menyatakan bahwa:
a. Putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undangundang menentukan lain.
Selanjutnya diatur dalam Pasal 23 UU No. 48/2009:
Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undangundang menentukan lain.
Lebih lanjut dinyatakan dalam Pasal 24 UU No. 48/2009:
6

a. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum


tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan
kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan
tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
b. Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan
kembali.
Dari rangkaian penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jenjang
pengadilan di Indonesia adalah pengadilan dalam tingkat pertama, pengadilan
dalam tingkat banding, dan Mahkamah Agung.
2.4 Efektivitas Hukum di Indonesia
Awalnya, hukum berasal dari nilai-nilai yang ada di masyarakat lalu dibuat
undang-undang.
Masalah kesadaran

hukum

masyarakat

mulai

lagi

berperan

dalam

pembentukan, penerapan, dan penganalisan hukum. Kesadaran hukum dipandang


sebagai mediator antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku manusia dalam
masyarakat.
Bila membicarakan efektifitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan
daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat
terhadap hukum. Efektifitas hukum yang di maksud berarti mengkaji kembali
hukum yang harus memenuhi syarat ; yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara
sosiologis dan berlaku secara filosofis. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat yaitu:
a. Kaidah hukum
Dalam teori Ilmu hukum dapat dibedakan tiga macam hal mengenai
berlakunya hukum sebagai kaidah, yaitu:
- Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila penetuannya didasarkan
pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar
-

yang telah ditetapkan.


Kaidah hukum berlaku secara Sosiologis apabilah kaidah tersebut
efektif artinya kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh
penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori
Kekuasaa). Atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari

masyarakat.
Kaidah hukum berlaku secara filosofis yaitu seseai dengan cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.


b. Penegak hukum

Dalam hal ini akan dilihat apakah para penegak hukum sudah betul
betul melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, sehingga dengan
demikian hukum akan berlaku secara efektif dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya para penegak hukum tentu saja harus berpedoman pada
peraturan tertulis, yang dapat berupa peraturan perundangundangan
peraturan pemerintah dalam aturanaturan lainnya yang sifatnya mengatur,
sehingga masyarakat mau atau tidak mau, suka atau tidak suka harus patuh
pada aturanaturan yang dijalankan oleh para penegak hukum karena
berdasarkan pada aturan hukum yang jelas. Namun dalam kasuskasus
tertentu, penegak hukum dapat melaksanakan kebijakankebijakan yang
mungkin tidak sesuai dengan peraturanperaturan yang ada dengan
pertimbanganpertimbangan tertentu sehingga aturan yang berlaku dinilai
bersifat fleksibel dan tidak terlalu bersifat mengikat dengan tidak
menyimpang dari aturanaturan yang telah ditetapkan.
c. Masyarakat
Kesadaran hukum dalam masyarakat belumlah merupakan proses
sekali jadi, melainkan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi
tahap demi tahap kesadaran hukum masyarakat sangat berpengaruh
terhadap kepatuhan hukum, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam masyarakat maju orang yang patuh pada hukum karena memang
jiwanya sadar bahwa mereka membutuhkan hukum dan hukum itu
bertujuan baik untuk mengatur masyarakat secara baik benar dan adil.
Sebaliknya dalam masyarakat tradisional kesadaran hukum masyarakat
berpengaruh secara tidak langsung pada kepatuhan hukum. Dalam hal ini
mereka patuh pada hukum bukan karena keyakinannya secara langsung
bahwa hukum itu baik atau karena mereka memang membutuhkan hukum
melainkan mereka patuh pada hukum lebih karena dimintakan, bahkan
dipaksakan oleh para pemimpinnya (formal atau informal) atau karena
perintah agama atau kepercayaannya. Jadi dalam hal pengaruh tidak
langsung ini kesaaran hukum dari masyarakat lebih untuk patuh kepada
pemimpin, agama, kepercayaannya dan sebagainnya.
Namun, dalam perkembangan saat ini bagi masyarakat modern terjadi
pergeseranpergeseran dimana akibat faktorfaktor tertentu menyebabkan
kurang percayanya masyarakat terhadap hukum yang ada salah satunya
adalah karena faktor penegak hukum yang menjadikan hukum atau aturan
8

sebagai alasan untuk melakukan tindakantindakan yang dianggap oleh


masyarakat mengganggu bahkan tidak kurang masyarakat yang merasa
telah dirugikan oleh oknumoknum penegak hukum seperti itu apalagi
masih banyak masyarakat yang awam tentang masalah hukum sehingga
dengan mudah dapat dimanfaatkan sebagai objek penderita.
2.5 Realitas Hukum di Indonesia
Hukum di Indonesia yang bisa kita lihat saat ini merupakan hukum yang
carut marut, mengapa? Karena dengan adanya pemberitaan mengenai tindak
pidana di televisi, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum di Indonesia
carut marut. Banyak sekali kejadian yang menggambarkannya, mulai dari tindak
pidana yang diberikan oleh maling sandal hingga maling uang rakyat. Sebenarnya
permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum,
intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya
permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat
awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi
penegakan hukum ini kadang melibatkan masyarakat itu sendiri, keluarga,
maupun lingkungan terdekatnya yang lain (tetangga, teman, dan sebagainya).
Namun inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula kita temui dalam media
elektronik maupun cetak, yang menyangkut tokoh-tokoh masyarakat (pejabat,
orang kaya, dan sebagainya).
Kita dapat mengambil beberapa contoh tentang salahnya penegakan
hukum di Indonesia. Saat seseorang mencuri sandal misalnya, seperti yang
pernah diberitakan belum lama ini, ia disidang dan didenda hanya karena mencuri
sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para
koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela, menikmati tanpa dosa,
karena mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia. Karena
kenyataannya memang lebih banyak benarnya, kita ambil contoh Arthalyta
Suryani, dia menempati rutan dengan sarana eksklusif, bisa dikatakan eksklusif,
sampai-sampai ada ruang untuk berkaraoke, ini juga bisa dijadikan sebagai
pembelian hukum di Indonesia.
Hukum di Negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap dengan
mudahnya, dengan inkonsistensi hukum di Indonesia, seperti pemberian hukuman
kepada para pejabat Negara yang menyalahi aturan hukum, misalnya saat terkena
9

tilang polisi lalu lintas, ada beberapa oknum polisi yang mau bahkan terkadang
minta disuap agar kasus ini tidak diperpanjang, polisinya pun mendapatkan
keuntungan materi dengan cepat namun salah tempat. Ini merupakan contohcontoh dalam lingkungan terdekat kita. Masih banyak kasus-kasus yang dapat
dijadikan contoh dari penyelewengan hukum di Indonesia.
Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama
bertahun-tahun hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini
merupakan rahasia umum, hukum yang dibuat berbeda dengan hukum yang
dijalankan, contoh paling dekat dengan lingkungan adalah penilangan pengemudi
kendaraan yang melanggar tata tertib lalu lintas. Mereka yang melanggar tata
tertib lalu lintas tidak jarang ingin berdamai di tempat atau menyelewengkan
hukum, kemudian seharusnya aparat yang menegakkan hukum tersebut dapat
menangi secara hukum yang berlaku di Indonesia, namun tidak jarang penegak
hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak terpuji itu untuk
menambah pundi-pundi uangnya.
Oleh karena itu ini akibat-akibat yang ditimbulkan dari masalah
penyelewengan hukum tersebut diantaranya yaitu:
a)

Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum


Masyarakat berependapat hukum banyak merugikan mereka, terlebih
lagi soal materi sehingga mereka berusaha untuk menghindarinya. Karena
mereka percaya bahwa uanglah yang berbicara, dan daoat meringankan
hukuman mereka, fakta-fakta yang ada diputar balikan dengan materi yang
siap diberikan untuk penegak hukum. Kasus-kasus korupsi di Indonesia tidak
terselesaikan secara tuntas karena para petinggi Negara yang terlibat di
dalamnya mempermainkan hukum dengan menyuap sana sini agar kasus ini
tidak terungkap, akibatnya kepercayaan masayarakatpun pudar.

b)

Penyelesaian konflik dengan kekerasan


Penyelesaian konflik dengan kekerasan contohnya ialah pencuri ayam
yang dipukuli warga, pencuri sandal yang dihakimi warga.Konflik yang terjadi
di sekelompok masyarakat di Indonesia banyak yang diselesaikan dengan
kekerasan, seperti kasus tawuran antar pelajar, tawuran antar suku yang
memperebutkan wilayah, atau ada salah satu suku yang tersakiti sehingga
10

dibalas degan kekerasan. Mereka tidak mengindahkan peraturan-peraturan


kepemerintahan, dengan masalah secara geografis, mereka. Ini membuktikan
masayarakat Indonesia yang tidak tertib hukum, seharusnya masalah seperti
maling sandal atau ayam dapat ditangani oleh pihak yang yang berwajib,
bukan dihakimi secara seenakanya, bahkan dapat menghilangkan nyawa
seseorang.
c)

Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi


Dari beberapa kasus di Indonesia, banyak warga Negara Indonesia
yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum untuk kepentingan
pribadi. Contohnya ialah pengacara yang menyuap polisi ataupun hakim untuk
meringankan terdakwa, sedangkan polisi dan hakim yang seharusnya bisa
menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat kasus hukum
bisa jadi lebih condong pada banayknya materi yang diberikan oleh salah satu
pihak yang sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut.

d)

Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan


Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh pengrusakan lingkungan
yang diakibatkan oleh suatu perusahaan asing yang membuka usahanya di
Indonesia, mereka akan minta bantuan dari negaranya untuk melakukan upaya
pendekatan kepada Indonesia, agar mereka tidak mendapatkan hukuman yang
berat, atau dicabut izin memproduksinya di Indonesia.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
11

Realitas hukum yang dijalankan di Indonesia belum sesuai dengan hukum


yang berlaku. Hukum di Indonesia juga masih carut marut karena banyak sekali
kejadian permasalahan hukum di Indonesia.
3.2 SARAN
Realitas hukum di Indonesia harus segera ditangani agar bangsa Indonesia menuju
bangsa yang adil, tidak ada ketimpangan hukum. Masalah penegakan hukum harus
ditangangi oleh seluruh Warga Negara Indonesia, pejabat hukum harus bisa menangani
kasus hukum tanpa pandang bulu. Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri
juga harus terus menerus diperbaiki membuat undang-undang hukum yang jelas dan tidak
bisa disuap oleh uang ataupun materi lainnya, kemudian masyarakat juga harus tertib
hukum. Semua dijalankan berdasarkan hati nurani masing-masing, iman dan ketaqwaan
sangat diperlukan.
Penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia. Semua harus bekerja sama untuk
membangun Negara Indonesia yang adil, jika salah, harus dihukum sesuai hukum yang
berlaku tanpa pengecualian apakah orang tersebut merupakan anak Presiden ataukah anak
seorang buruh.

12

DAFTAR PUSTAKA

Bisri, Ilham, 2004. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo.


http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Demi-Kepastian-Hukum-Keadilan-Diabaikan
http://wahyudidjafar.wordpress.com/2008/07/25/critical-legal-studies-sebagai-alternatif/
http://www.habibiecenter.or.id/index.cfm?

menu=berita&fuseaction=artikel.detail&detailid=383&bhs=ina
http://tenagasosial.blogspot.com/2013/08/struktur-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia
http://dinatropika.wordpress.com/2011/01/17/eksistensi-penegakan-hukum-danmasyarakat-dalam-efektivitas-hukum-di-indonesia-2/#more-382

13

Anda mungkin juga menyukai