Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL SKRIPSI

“Peran Kepala Desa dalam Transparansi Pengelolaan


Keuangan Desa berdasarkan Yuridiksi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”

Disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NAMA : NOVI ADI KRISMANIAR

NIM : 8111416040

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi yang berjudul “Peran Kepala Desa dalam Transparansi

Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Yuridiksi Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa” (Studi di Desa Genengan Kecamatan Jumantono

Kabupaten Karanganyar)” yang disusun oleh Novi Adi Krismaniar (NIM.

811416040), telah disetujui untuk dilanjutkan sebagai bahan acuan penulisan

skripsi, pada:

Hari : ..............................

Tanggal : ..............................

Pembimbing I

Arif Hidayat, S.Hi., M.H


NIP. 197907222008011008

Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum UNNES

Dr. Martitah, M.Hum


NIP. 196205171986091001
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN
TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM
Gedung K, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Telepon +62248507891; +62470709205; Fax+62248507891
Laman: http:/fh.unnes.ac.id; email: fh@unnes.ac.id

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : NOVI ADI KRISMANIAR

NIM : 8111416040

PRODI : ILMU HUKUM, S1

JUDUL: Peran Kepala Desa dalam Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa

berdasarkan Yuridiksi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

A. LATAR BELAKANG

Pedesaan merupakan bagian integral dari Negara Republik Indonesia.


Membangun desa berarti membangun sebagian besar penduduk Indonesia, hal ini
mudah dimengerti karena lebih dari delapan puluh persen penduduk Indenosia
tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam
bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa: Desa adalah sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkasan hak
asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai
Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
ditentukan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebuah desa atau sebutan lain yang beragam di Negara Indonesia awalnya
adalah sebuah organisasi komunitas lokal atau kelompok-kelompok kecil yang
memiliki batas-batas wilayah, yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang semakin
berkembang jumlahnnya, serta memiliki adat istiadat dan aturan masyarakat adat
untuk mengelola dirinya sendiri yang disebut dengan self-governing community.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintah Daerah”
yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, telah
memberi peluang yang besar kepada daerah untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan sampai kepada level yang terendah (Desa) tanpa mencederai
konstitusi. Oleh karena itu, desa merupakan unit pemerintah terendah yang
diberikan wewenang melalui asas desentralisasi untuk mengatur rumah tangganya
sendiri menurut kearifan lokal dan potensi masing-masing daerah.
Suatu daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus seluruh penyelenggaraan pemerintah diluar kewenangan pemerintah
pusat untuk membuat sebuah kebijakan daerah yang berhubungan dengan
peningkatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan bertanggung
jawab adalah otonomi yang pada penyelenggaraannya perlu sejalan dengan tujuan
dan maksud pemberian otonomi yang menyejahterakan rakyat dan memajukan
daerahnya. Konsep desentralisasi dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah telah menunjukkan tiga pola otonomi: (1) Otonomi provinsi
sebagai otonomi terbatas; (2) Otonomi kabupaten/kota sebagai otonomi luas;
(3) Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat, dan utuh serta bukan
merupakan pemberian dari pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli
yang dimiliki desa tersebut. Ditambahkan oleh (Sumpeno, 2011:25) bahwa
otonomi desa merupakan kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa.
Hak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan salah satu hak desa yang harus dilaksanakan dan dijalankan
seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah. Kehadiran undang-undang tentang Desa disamping
merupakan penguatan status desa sebagai pemerintahan masyarakat, sekaligus
juga sebagai basis untuk memajukan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat
desa. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu pembentukan
Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai perwujudan dari desentralisasi keuangan
menuju desa yang mandiri.
Dalam langkah mewujudkan terpenuhinya pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat di tingkat Desa, perlu adanya pengelolaan keuangan
desa dalam hal ini adalah Alokasi Dana Desa (ADD) yang baik supaya dana
tersebut tepat sasaran dan dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dalam pemafaatan ADD perlu mengacu pada asas-asas
pengelolaan keuangan desa. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-
asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran” dan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 20 Tahun 2018 perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
menyatakan Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.
Keuangan desa harus dijalankan berdasarkan program yang tercantum
dalam perencanaan pembangunan desa, baik program jangka menengah maupun
program jangka panjang, dengan prinsip berkeadilan, memenuhi kebutuhan
pembangunan dalam skala prioritas, dan melihat tipologi desa. Anggaran dana
desa mesti dapat membangun dan memenuhi infrastruktur desa, membangun
sarana sosial dan sarana ekonomi, dukungan pengolahan hutan dan pantai,
pelestarian lingkungan, dan memenuhi kebutuhan ekonomi lokal, membangun
investasi alat produksi, meningkatkan kapasitas ketahanan pangan, serta
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan musyawarah desa.
Disatu sisi Desa sebagai satuan pemerintahan terkecil memerlukan
aparatur penunjang pemerintahan yang handal, yang mampu menggali potensi-
potensi keuangan desa serta mampu memberikan pengayoman yang optimal
kepada masyarakat. Akan tetapi di sisi lain, sumber daya manusia aparatur desa
itu sendiri umumnya masih lemah dan terbatas. Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 71 ayat
(1) UU Desa yang dimaksud Keuangan Desa adalah. Semua hak dan kewajiban
Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa, Hak dan
kewajiban menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan
Keuangan Desa. Sumber pendapatan desa antara lain, Pendapatan asli desa, bagi
hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota,
bantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota,
hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Adapun pada PP Nomor 8 Tahun 2016
sumber keuangan desa atau di istilahkan sebagai Dana Desa adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan
bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.

Dana desa dalam pengelolaannya dilaksanakan secara tertib, taat pada


ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, tansparan,
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta
mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, tercantum dalam Peraturan
Pemerintah nomor 22 tahun 2015 tentang Dana Desa. Pengalokasian dana desa
dihitung berdasarkan jumlah desa dan dengan memperhatikan jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Dana desa
ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke
APBDesa. Pengelolaan dana desa dalam APBD kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan daerah.
Pengelolaan dana desa dalam APBDesa dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan desa.

Hasil penelitian Warsono dan Ruksamin (2014) mengenai The Obstacles


of Implementation of Village Allocation Fund Program in the North Konawe
Southeast Sulawesi dalam Journal of Management and Sustainability menjelaskan
bahwa pengelolaan dana desa tidak akan terlaksana dan terimplementasi dengan
baik jika tidak ada evaluasi dalam pelaksanaanya. Tidak jarang Keuangan dari
pemerintah yang tidak dikelola dengan baik hanya menguntungkan sekelompok
orang desa saja. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ketersediaan sumber daya
manusia yang kurang kompeten dan professional. Disamping itu sumber
pembiayaan yang masih kurang memadai baik yang berasal dari desa itu sendiri
maupun dari luar. Pada pelaksanaannya, permasalahan yang muncul adalah
kurang tepatnya pencapaian sasaran program. Artinya program-program yang
semula dianggarkan untuk dibiayai seringkali digantikan oleh program lain yang
ternyata memiliki kepentingan yang lebih besar untuk diprioritaskan. Hal ini
diperparah dengan adanya beberapa jenis kegiatan yang dibiayai oleh ADD yang
digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Padahal tidak sedikit dana
yang disalurkan pemerintah pusat, propinsi maupun Kabupaten untuk Desa.
Alhasil tujuan penyelenggaraan otonomi daerah yakni memajukan perekonomian
didaerah, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan dasa, sulit
untuk dicapai.
Di dalam Realisasi Pengelolaan Keuangan Desa Genengan Kecamatan
Juamantono Kabupaten Karanganyar penulis ingin mengetahui peranan kepala
desa dalam transparansi pengelolaan keuangan desa dan apakah kepala desa
Genengan melaksanakan pengelolaan keuangan dengan baik atau tidak.

Identifikasi Masalah

 Masalah Filosofis
Dana desa dalam pengelolaannya dilaksanakan secara tertib, taat pada
ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
tansparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa ketersediaan sumber daya manusia yang kurang
kompeten dan professional. Pemerintah merupakan sistem pengendalian intern
menyatakan bahwa lingkungan pengendalian adalah kondisi yang dibangun
dan dibuat dalam sebuah badan pemerintah yang mempengaruhi efektivitas
pengendalian internal. Miskin pengendalian menyediakan kontribusi yang
signifikan terhadap ketidakefektifan pelaksanaan unsur-unsur lain.
 Masalah Sosiologis
Pengelolaan dana desa tidak akan terlaksana dan terimplementasi
dengan baik jika tidak ada evaluasi dalam pelaksanaanya. Semua kegiatan
perencanaan dan pengajuan disampaikan kepada Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (BPMD). Pengelolaan utama dari administrasi desa yang
belum mendapatkan formula yang tepat terkendala dalam keterlibatan
masyarakat dan penyampaian aspirasi dan transparansi publik. Tidak jarang
Keuangan dari pemerintah yang tidak dikelola dengan baik hanya
menguntungkan sekelompok orang desa saja.
 Masalah Yuridis
Dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa bagian
kedua tentang Kepala Desa
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan yang dikemukakan dalam latar belakang di atas,mengenai
mengapa penelitian ini harus dilaksanakan, dapat diambil sebuahrumusan masalah
pokok dari penelitian ini yaitu :

1. Apa Peran Kepala Desa dalam pengelolaan keuangan desa di Desa


Genenngan?
2. Dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa, apakah sudah melaksanakan
asas transparansi?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan studi ini dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus
1) Tujuan umum studi adalah mendapatkan gambaran umum mengenai
pengelolaan keuangan desa Di Desa Genengan.
2) Tujuan khusus studi ini adalah untuk mendapat gambaran komprehensif,
detail, dan aktual mengenai peranan Kepala Desa dalam transparansi
pengelolaan keuangan desa.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a) Hasil penelitian ini bermanfaat pada pengembangan ilmu hukum
pada umumnya, khususnya untuk mengetahui Bagaimanakah Peranan
Kepala Desa dalam transparansi pengelolaan keuangan desa menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b) Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai Teaching Materials mata
kuliah Perbandingan HTN.
2. Manfaat Praktis
a) Sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi para pembaca
mengenai dasar peranan perangkat desa dalam melakukan
pengelolaan sumber keuangan desa.
b) Untuk memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan
perimbangan yang menyangkut masalah.
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1) Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Ade Irma (2015) dengan judul
“Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Dolo
Selatan Kabupaten Sigi”. Tujuan penelitian tersebut untuk
mendeskripsikan sistem Akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa
(ADD) di wilayah Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi. enelitian ini
dilakukan karena Tim Pelaksana Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
menyelenggarakan administrasi keuangannya belum sesuai dengan
kertentuan yang berlaku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ade
Irma tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa untuk tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban baik secara teknis
maupun administrasi sudah berjalan dengan baik, namun dalam hal
pertanggung jawaban administrasi keuangan kompetensi sumber daya
manusia pengelola masih merupakan kendala utama, sehingga masih
memerlukan pendampingan dari aparat Pemerintah. Masih ditemukan
cukup banyak temuan yang mengindikasikan bahwa pengelolaan
administrasi keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) belum sepenuhnya
sesuai dengan ketentuan peraturan daerah.
Dewanti dkk., (2016), meneliti tentang “Perencanaan Pengelolaan
Keuangan Desa Di Desa Boreng (Studi Kasus Pada Boreng Kecamatan
Lumajang Kabupaten Lumajang)”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
perencanaan pengelolaan keuangan Desa Boreng dengan perencanaan
pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri No. 37 tahun 2007
banyak sekali ketidak sesuaiannya. tingkat kesesuaian mulai dari
penyusunan RPJMDes dan RKPDesa sebesar 60%, kesesuian penetapan
rancangan APBDes sebesar 50% dan evaluasi rancangan APBDes sebesar
50%. Untuk format dokumen APBDes juga memiliki ketidaksesuaian
dengan Permendagri No. 37 tahun 2007, memiliki kesesuaian dari
pengelompokan akun-akunnya saja, sedangkan untuk kode rekening,
jumlah kolom dan jenis kolomnya tidak sesuai dengan Permendagri No.
37 tahun 2007.
Penelitian yang di lakukan oleh Paulus Israwan Setyoko (2011)
dengan judul Akuntabilitas Administrasi Keuangan Program Alokasi Dana
Desa (ADD). Untuk meningkatkan keberhasilan Program ADD, maupun
program pembangunan peDesaan lainnya, peningkatan kemampuan
administratif aparat pemerintah Desa, tersedianya system sanksi yang
tegas atas setiap pelanggaran, dan peningkatan kepedulian masyarakat
dalam pengawasan keuangan sangat di butuhkan. Peningkatan kemampuan
administrative ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan teknis
terkait dengan system dan mekanisme pelaksanaan program, serta
pendampingan oleh pemerintah kabupaten.Guna meningkatkan kepatuhan
aparat pemerintah Desa dalam membuat laporan keuangan, ketersediaan
mekanisme sanksi yang jelas dan tegas sangat diperlukan. Ketersediaan
mekanisme sanksi ini dapat berbentuk sanksi administrative maupun
sanksi hukum, sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan Negara.
Sedangkan untuk meningkatkan kepeduliaan masyarakat perDesaan
terhadap persoalan akunabilitas publik, BPD Sebagai lembaga masyarakat
perDesaan perlu lebih difungsikan sebagai forum pengawasaan
pembangunan Desa.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang peneliti sajikan diatas,


terlihat bahwa kebanyakan penelitian tentang alokasi dana Desa banyak
yang menfokuskan penelitiannya pada peran masyakat dalam
pembangunan Desa dengan alokasi dana Desa, walaupun ada penelitian
yang berbicara tentang pertanggungjawaban penggunaan alokasi dana
Desa serta penggunaan dana Desa dan Akuntabilitas Pengelolaan dana
Desa, oleh karena itu posisi penelitian ini adalah lebih kepada melengkapi
penelitian di atas yang berkaitan pengelolaan keuangan Desa dalam
konteks implementasi salah satu pasal UU Desa dimana untuk mengetahui
pengelolaan keuangan Desa itu sudah berjalan baik yang dilakukakn oleh
Perangkat Desa sebagai aparatur yang berkepentingan.
2) Landasan Teori
a. Teori Hukum
Hukum adalah suatu sistem yang terdiri atas sub-sub sistem. Lili
Rasjidi menyatakan bahwa membicarakan hukum sebagai suatu sistem
selalu menarik dan tidak pernah menemukan titik akhir karena sistem
hukum (tertib hukum atau stelsel hukum) memang tidak mengenal bentuk
final. Munculnya pemikiran-pemikiran baru sekalipun di luar disiplin
hukum selalu dapat membawa pengaruh kepada sistem hukum
(Darmodihardjo, 1996:149).

Menurut Lawrence M. Friedman, ada tiga unsur dalam sistem


hukum, yaitu (Friedman, 1984 : 7 –9) :

Komponen pertama dari sistem hukum adalah mempunyai struktur.


Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah
dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat
bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka panjang yang berkesinambungan.
Aspek sistem yang berada di sini kemarin (atau bahkan pada abad yang
terakhir) akan berada di situ dalam jangka panjang. Inilah struktur sistem
hukum kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang
memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Struktur
sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah dan ukuran
pengadilan, yurisdiksinya (yaitu, jenis perkara yang diperiksa, dan
bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke
pengadilan lain.

Komponen kedua dari sistem hukum adalah substansinya, Yaitu


aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem
itu. Substansi juga berarti “produk” yang dihasilkan oleh orang yang
berada dalam sistem hukum itu, keputusan yang mereka keluarkan aturan
baru yang mereka susun. Penekannya di sini terletak pada hukum hukum
yang hidup (Living law) , bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum
(law books).
Komponen ketiga dari sistem hukum adalah budaya hukum,yaitu
sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai,
pemikiran, serta harapannya. Dengan kata lain budaya hukum adalah
suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan. Tanpa budaya hukum,
sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya, seperti ikan yang mati
terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya.
Friedman mengibaratkan sistem hukum itu seperti “struktur” hukum
seperti mesin. Substansi adalah apa yang dihasilkan atau dikerjakan oleh
mesin itu. Budaya hukum adalah apa saja atau siapa saja yang
memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta
memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.

Berkaitan dengan hal di atas, apabila teori Lawrence M Friedman


di atas dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia saat ini maka dalam
“struktur” terdapat empat lingkungan peradilan yaitu, yaitu lingkungan
peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara. Peradilan Niaga
termasuk ke dalam lingkungan peradilan umum. Masing-masing
lingkungan peradilan tersebut mempunyai tingkatan yang berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara. Setiap pengadilan
memiliki yurisdiksinya sendiri-sendiri baik secara absolut maupun relatif.
Hubungan antara polisi, jaksa, hakim, pengacara, terdakwa dan lain-lain
menunjukkan suatu struktur sistem hukum.

Struktur berhubungan dengan institusi dan kelembagaan hukum,


bagaimana dengan polisinya, hakimnya, jaksa dan pengacaranya. Semua
itu harus ditata dalam sebuah struktur yang sistemik. Kalau berbicara
mengenai substansinya maka berbicara tentang bagaimana Undang-
undangnya, apakah sudah memenuhi rasa keadilan, tidak diskriminatif,
responsif atau tidak. Jadi menata kembali materi peraturan perundang-
undangannya. Dalam budaya hukum, pembicaraan difokuskan pada
upaya-upaya untuk membentuk kesadaran hukum masyarakat, membentuk
pemahaman masyarakat terhadap hukum, dan memberikan pelayanan
hukum kepada masyarakat(Ali, 2001: 10-11).
Achmad Ali berpendapat bahwa kondisi Sistem Hukum Nasional
Indonesia, sangat menyedihkan dan mengalami keterpurukkan yang luar
biasa. Keterpurukan tersebut tidak akan berhasil diperbaiki apabila sosok-
sosok the dirty broom ( sapu kotor) masih menduduki jabatan di berbagai
institusi hukum (Ali, 2001:10-11).

b. Teori Keuangan Desa


Pengertian Keuangan Desa dan Pengelolaan Keuangan Desa
adalah sebagai berikut : pengertian/difinisi yang dipetik dari Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018 perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun
2014 : Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan
Keuangan Desa adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga
pertanggungjawaban yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran,
terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa Semua


uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus
dikelola berdasar pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya:

o UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

o PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6


Tahun 2014 tentang Desa 

o PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari


APBN
o Permendagri No. 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.

Serta peraturan lain yang terkait, antara lain:

o UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik

o Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Desa.

o Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan


Desa.

Ketentuan-ketentuan pokok tentang Pengelolaan Keuangan Desa


dalam UU No. 6 Tahun 2014 tercantum pada Pasal 71 – 75 yang
mencakup: Pengertian keuangan desa, Jenis dan sumbersumber
Pendapatan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa),
Belanja Desa, dan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa. Kemudian dijabarkan lebih rinci dalam PP No. 43 Tahun
2014, sebagaimana termuat pada Pasal 80 (Penghasilan Pemeri ntah Desa),
dan Pasal 90 – 106.

Ketentuan-ketentuan pokok dimaksud selanjutnya dijabarkan


secara detil/teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 20 Tahun 2018 perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014. Dengan demikian, pengelola
keuangan desa wajib menjadikan Permendagri dimaksud sebagai "al kitab"
yang harus selalu dirujuk, agar terhindar dari neraka di dunia (Penjara) dan
kelak di akhirat (Jahanam).

Asas-Asas Pengelolaan Keuangan Desa. Asas adalah nilai-niliai


yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud melahirkan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap
tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila
tidak terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014,
Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:
Transparan yaitu Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan
dan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan
diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada sesuatu hal yang
ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut
kejelasan siapa, berbuat apa serta bagaimana melaksanakannya.
Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa
informasi keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat
guna memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan
menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan
sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan (KK, SAP,2005).

Nah akibat fatalnya apabila Kurangnya transparansi dalam


pengelolaan keuangan dapat dilihat dari tidak tertatanya administrasi
keuangan dengan tertib dan baik, adanya aliran dana tertentu (non
budgeter/dana taktis/dana yang tidak masuk dalam anggaran), yang hanya
diketahui segelintir orang, merahasiakan informasi, dan ketidaktahuan
masyarakat akan dana-dana tersebut. Hal itu memberikan keleluasaan
terjadinya penyimpangan/penyelewengan oleh oknum aparat yang
berakibat fatal bagi masyarakat maupun aparat yang bersangkutan. 

Dengan demikian, asas transparan menjamin hak semua pihak


untuk mengetahui seluruh proses dalam setiap tahapan serta menjamin
akses semua pihak terhadap informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa.
Transparansi dengan demikian, berarti Pemerintah Desa pro aktif dan
memberikan kemudahan bagi siapapun, kapan saja untuk
mengakses/mendapatkan/ mengetahui informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa.
Asas Penunjuk Perwujudannya Mengapa Penting?
Memenuhi hak
Transparan Memudahkan akses publik terhadap informasi
masyarakat
Penyebartahuan informasi terkait Pengelolaan
Menghindari konflik
Keuangan Desa

Tahapan Kegiatan Pengelolaan Desa Pengelolaan Keuangan Desa


merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung dengan mengikuti siklus:

Ilustrasi Siklus Keuangan Desa


Perencanaan
Perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan
datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa
dan RKP Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang
merupakan hasil dari perencanaan keuangan desa.

Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan
implementasi atau eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Termasuk dalam pelaksanaan diantaranya adalah proses pengadaan barang
dan jasa serta proses pembayaran.

Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan


APBDesa dalam satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga
31 Desember. Atas dasar APBDesa dimaksud disusunlah rencana
anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan yang menjadi dasar
pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu


Kegiatan, dan Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung
pada tahap pelaksanaan.

Penatausahaan

Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan


secara sistematis (teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan
berdasarkan prinsip, standar, serta prosedur tertentu sehingga informasi
aktual (informasi yang sesungguhnya) berkenaan dengan keuangan dapat
segera diperoleh.

Tahap ini merupakan proses pencatatan seluruh transaksi keuangan


yang terjadi dalam satu tahun anggaran. Lebih lanjut, kegiatan
penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian terhadap
pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang
dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu
sendiri.

Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan
hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan
selama satu periode tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab
(pertanggungjawaban) atas tugas dan wewenang yang diberikan Laporan
merupakan suatu bentuk penyajian data dan informasi mengenai sesuatu
kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan dengan adanya suatu tanggung
jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah Desa menyusun
laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang disampaikan
kepada Bupati/walikota.

Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap


akhir tahun anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di
dalam Forum Musyawarah Desa.

Ilustrasi: Sketsa Siklus Pengelolaan Keuangan Desa

Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan


Desa Sesuai makna yang terangkum dalam pengertian Desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus
kepentingannya sendiri sendiri, maka peran dan keterlibatan masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa menjadi
keharusan. Karena, pada dasarnya Desa adalah organisasi milik
masyarakat. Tata kelola Desa secara tegas juga menyaratkan hal itu,
terlihat dari fungsi pokok Musyawarah Desa sebagai forum pembahasan
tertinggi di desa bagi Kepala Desa (Pemerintah Desa), BPD, dan unsur-
unsur masyarakat untuk membahas hal hal strategis bagi keberadaan dan
kepentingan desa.

Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi


keharusan dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap
kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa harus memberikan memberikan
ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud
secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau
lebih, secara sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara
positif dan memberikan sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
Namun bila hal itu dilakukan secara pribadi oleh orang seorang warga
desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu, peran dan
keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara
terorganisasi melalui Lembaga Kemasyarakatan dan/atau Lembaga
Masyarakat yang ada di desa setempat.

Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena: 

1. Menumbuhkan rasa tanggungjawab masyarakat atas segala hal yang telah


diputuskan dan dilaksanakan; 
2. Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup
untuk memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan
(swadaya) ; dan 
3. Memberikan legitimasi/keabsahan atas segala yang telah diputuskan.

3) Landasan Konseptual
a. Otonomi Desa
Hanif Nurcholis (2011:19) Otonomi Desa merupakan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, yang
hanya masyarakat desa yang bersangkutan boleh mengatur dan
mengurus urusannya. Orang-orang luar yang tidak berkepentingan
tidak boleh ikut campur mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat desa yang bersangkutan.
b. Desa
Pada Undang-undang Dasar Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 menjelaskan desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal ususl, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c. Menurut Purwadaminta (1976:161) dalam Kamus Bahasa Indonesia
menyebutkan pengertian peran sebagai berikut: peran adalah pemain
yang diandaikan dalam sandiwara maka ia adalah pemain sandiwara
atau pemain utama, peran adalah bagian yang dimainkan oleh seorang
pemain dalam sandiwara, ia berusaha bermain dengan baik dalam
semua peran yang diberikan, peran adalah bagian dari tugas utama
yang harus dilaksanakan.
d. Kepala Desa
Kepala Desa Menurut UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 - Berikut ini
ketentuan tentang kepala desa yang meliputi, tugas, wewenang, hak dan
kewajiban, serta larangan kepala desa yang tertuang dalam UU Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa Bagian Kedua tentang Kepala Desa Pasal 26
yang berbunyi : ayat (1) “Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.” Ayat (2)
berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Desa berwenang:

a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;


b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d. menetapkan Peraturan Desa;
e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f. membina kehidupan masyarakat Desa;
g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i. mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l. memanfaatkan teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”

Ayat (3) berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Desa berhak:

a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;


b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan
lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada
perangkat Desa.”

Ayat (4) berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan,
profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan
nepotisme;
g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku
kepentingan di Desa;
h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan
hidup; dan
p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

Pasal 27 berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak,


dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:

a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir


tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir
masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
c. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara
tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran;
dan
d. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun
anggaran.

Pasal 28 berbunyi : ayat (1) “Kepala Desa yang tidak melaksanakan


kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27
dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.”
Ayat (2) berbunyu : “Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara
dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.”
Di dalam Pasal 29 Kepala Desa dilarang:

a. merugikan kepentingan umum;


b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga,
pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan
masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang,
dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan
Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau
pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 30 berbunyi : ayat (1) “Kepala Desa yang melanggar larangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa
teguran lisan dan/atau teguran tertulis.” Ayat (2) berbunyi : “Dalam hal sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan,
dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.”
e. Transparansi
Transparansi berarti pemeritah desa mengelola keuangan secara
terbuka, sebab keuangan itu adalah milik rakyat atau barang publik
yang harus diketahui oleh masyarakat. Pemerintah desa wajib
menyampaikan informasi secara terbuka kepada masyarakat.
Keterubkaan akan meningkatkan kepercayaan dan penghormatan
masyarakat kepada pemerintah desa.
f. Pemerintahan Desa
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007
mendefinisikan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa
dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sementara Suwignjo (1985:216) mengatakan bahwa setiap
kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Desa merupakan realisasi daripada rencana kegiatan
pemerintahan dan pembangunan yang dituangkan dalam Rencana
Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa.
g. Keuangan Desa dan Kekayaan (Asset) Desa
Keuangan Desa
Menurut Damayanti dalam Halim dan Iqbal (2012:20) pengelolaan
keuangan yang baik membuat setiap aktivitas yang di lakukan oleh
pemerintah dapat dipertanggungjawabakan secara finansial. Oleh
sebab itu pengelolaan keuangan yang baik akan menciptakan
akuntabilitas publik.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa berasal dari
pendapatan asli desa, APBD dan APBN.
Kekayaan (Asset) Desa Pada Peraturan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 pasal 76 menerangkan bahwa Aset Desa dapat berupa
tanah kas Desa, tanah ulayat, Pasar Desa, pasar hewan, tambahan
perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian,
hutan milik Desa, mata air milik Desa, Pemandian umum, dan aset
lainnya milik Desa. Aset lainnya milik Desa antara lain :
o Kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, serta Anggaan Pendapatan dan Belanja Desa.
o Kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau
yang sejenis.
o Kekayaan Desa yang diperoleh dari pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak dan lain-lain, sesuai dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
o Hasil kerja sama Desa
o Kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
h. Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Neger Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Keuangan desa dikelola
berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel partisipatif, serta
dilakukan dengan tata tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan
keuangan desa, dikelola dalam masa satu tahun anggaran yakni mulai
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desamber. Pengelolaan
keuangan desa tidak lepas dari Kepala Desa dan perangkat Desa
lainnya.
F. KERANGKA BERPIKIR

UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

Teori : Masalah : Metode :


1. Teori Hukum 1. Apa Peran Kepala Desa
1. Strategi Penelitian
2. Teori Keuangan dalam pengelolaan (Studi kasus, desain
Desa keuangan desa di Desa penelitian)
Genenngan? 2. Pengumpulan dan
2. Dalam pengelolaan analisis data-data
Alokasi Dana Desa, empiris (wawancara).
apakah sudah
melaksanakan asas
transparansi?

Output :
1. Tujuan umum studi adalah mendapatkan gambaran mum
mengenai pengelolaan keuangan desa Di Desa Genengan.
2. Tujuan khusus studi ini adalah untuk mendapat gambaran
komprehensif, detail, dan aktual mengenai peranan Kepala
Desa dalam transparansi pengelolaan keuangan desa.

Outcame
Mengetahui bagaimanakah Peranan Kepala Desa dalam
transparansi pengelolaan keuangan desa berdasarkan
Yuridiksi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Persnsn Kepala Desa dalamTransparansi Pengelolaan


Keuangan Desa demi terciptanya masyarakat yang sejahtera
dan pembangunan kampung yang merata.
G. METODE PENELITIAN
1) Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan hukum, yang terdiri
dari pendekatan Undang-Undang yaitu No 6 Tahun 2014 tentang Desa
dan PP nomor 22 tahun 2015 tentang Dana Desa yang
mengidentifikasi peranan Kepala Desa dalam Transparansi
Pengelolaan Keuangan Desa.

2) Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis, yakni penelitian hukum
yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang
kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Meneliti
efektivitas suatu Undang-Undang dan Penelitian yang ingin mencari
hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau variabel sebagai alat
pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan
(observasi), dan wawancara. Berdasarkan jenis penelitian ini, maka
penulis ingin melihat dari segi peranan Kepala Desa
dalamTransparansi Pengelolaan Keunagan Desa Undang-Undang
dengan melihat langsung dilapangan mengidentifikasi peranan Kepala
Desa dalam Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa.
3) Sumber Data
a. Sumber Data Primer
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan narasumber (perangkat desa) dari
Pemerintah Desa Genengan dengan maksud menguatkan data dan
memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai topik
permasalahan yang ada.
2. Pengamatan (observasi)
Melakukan pengamatan terhadap preaktek kinerja Pemerintahan Desa
secara langsung di Kantor Desa Genengan.
3. Catatan lapangan
Dalam penelitian ini yang menjadi catatan lapangan yakni Perangkat
Desa.
b. Sumber Data Sekunder
1. Studi Dokumen
Penulis melakukan studi terhadap buku-buku dan literatur-literatur
yang berhubungan dengan penelitian ini untuk memperoleh landasan
teoritis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi peranan Kepala
Desa dalam Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa.
2. Bahan Hukum
Bahan penelitian yang berasal dari peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan penulisan yang dilakukan yaitu Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
3. Bahan Hukum Penunjang
Bahan hukum yang memberikani informasi dan penjelasan penunjang
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum
jurnal-jurnal hukum kaitanya dengan konsentrasi HTN-HAN.
4) Teknik Pengambilan Data
a. Observasi partisipatif
Observasi partisipatif ini, peneliti menggunakan metode partisipasi
pasif yang artinya, peneliti hanya datang ditempat kegiatan yang
diamati, tanpa terlibat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi pasif
peneliti adalah mengamati tentang pemerintahan desa yang didalamnya
terdapat aparatur yaitu perangkat desa.
b. Wawancara Mendalam
Metode wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah wawancara semiterstruktur dengan tujuan untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapatnya. Informan yang diwawancarai dalam
penelitian ini adalah salah satu perangkat desa Genengan yaitu Bapak
Suwarso bagian Keuangan. Untuk menjamin hasil wawancara,
dilakukan pencatatan data, dalam hal ini peneliti menggunakan dan
mempersiapkan buku catatan yang berfungsi untuk mencatat semua
percakapan beserta pertanyaan berikutnya.
5) Validitas Data
Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan apabila data dalam
penelitian ini sudah mengalami tahap keabsahan data. Dalam arti lain,
tahap keabsahan data merupakan tahap dimana data dapat dikatakan
layak atau tidak. Apabila peneliti melakukan teknik keabsahan dengan
tepat, maka data pada penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Triangulasi sumber, metode, dan teori yang digunakan, yaitu:
a. Membandingkan dengan Undang-Undang yang telah berjalan
b. Membandingkan data pengamatan dengan data hasil
wawancara
c. Membandingan peristiwa dimuka umum
d. Membandingkan hasil wawancara dengan penelitian sejenis
6) Analisis Data
Analisis data didapat dari hasil wawancara, lapangan, serta
dokumentasi yang kemudian dioganisasikan ke dalam kategori,
dijabarkan, lalu membuat sintesa, menyusun pola, dan membuat
kesimpulan.
Menurut Miles dan Huberman, ada dua jenis analisa data yaitu:
a. Analisis Interaksi
b. Analisa Mengalir
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis interaksi
dengan langkah langkah yang tempuh adalah pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
H. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penyusunan proposal skripsi
ini adalah:
1. Latar Belakang Masalah
Penjabaran mengenai dasar atau akar yang menceritakan suatu keadaan
dari suatu yang akan diusung oleh penulis. Dalam penelitian ini berupa
pernanan perangkat desa sebagai aparatur pemerintahan desa yang dibatai
larangan-larangan dalam konteks keuangan desa.
2. Identifikasi Masalah
Suatu gambaran umum dari permasalahan yang diusung, yang merupakan
kalimat negatif yang bersumber dari latar belakang baik yuridis,
sosiologis, maupun filosofis. Dalam penelitian ini gambaran umumnya
berupa praktek perangkat desa dalam menjalankan pemerintahan desa
dalam konteks pengelolaan keungan desa di desa Genengan.
3. Rumusan Masalah
Poin-poin penting yang menjadi pertanyaan dari titik permasalahan yang
kemudian dijabarkan dengan jawaban melalui pembahasan. Tujuan
Penelitian Penjabaran mengenai lanjutan dari pertanyaan-pertanyaan yang
akan dijawab.
4. Manfaat Penelitian
Penjabaran mengenai kegunaan dari hasil penelitian bagi pemerintah
maupun para pihak lain. Metode Penelitian Penjabaran mengenai cara
untuk melakukan penelitian.
5. Tinjauan Pustaka
Penjabaran kajian pustaka mengenai penelitian terdahulu, landasan teori,
kerangka pemikiran, dan kerangka konseptual. Sistematika Pembahasan
Penjabaran mengenai sistematika proses untuk membahas suatu penelitian.
I. DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal :
Dewanti dkk. 2016. meneliti tentang “Perencanaan Pengelolaan Keuangan Desa
Di Desa Boreng (Studi Kasus Pada Boreng Kecamatan Lumajang Kabupaten
Lumajang)”

Halim, Abdul, Muhammad Iqbal., 2012. Pengelolaan Keuangan


Daerah.Yogyakarta:Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
(ADD) di Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi”

Irma, Ade. 2015. dengan judul “Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa”

Nurcholis, Hanif. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.


Jakarta: Erlangga.

Prof. Drs. Widjaja. 2003. HAW Pemerintahan Desa/Marga, PT. Raja Grafindo.
Jakarta:Persada.

Setyoko, Paulus Israwan. 2011. dengan judul Akuntabilitas Administrasi


Keuangan Program Alokasi Dana Desa (ADD).

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung.


Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung.


Alfabeta.

Suwignjo, Sugiarti dkk. 2005. Avertebrata Air Jilid 1,Jakarta: Swadaya.

UU dan PP :
UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi.

Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2015 tentang Dana Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007

Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 9 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis


Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai