Anda di halaman 1dari 21

PERBANDINGAN NEGARA INDONESIA

DENGAN NEGARA MALI

DI SUSUN
O
L
E
H

NAMA : ANITA DAMA


NIM : 1011416135

FAKULTAS
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS
NEGERI
GORONTALO
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 20 maret 2019


Penyusun

Anita Dama
BAB 1
PENDAHULUAN

A . LATAR BELAKANG

Dalam mengatur pemerintahan sebuah negara harus memiliki cara yang sesuai  demi
berjalannya negara tersebut. Cara itulah yang sering disebut sebagai sistem pemerintahan.
Sehingga sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan memengaruhi dalam
mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.
Walaupun sistem pemerintahan diartikan hampir sama disetiap negara, namun adakalanya
sistem pemerintahan yang diterapkan setiap negara berbeda satu sama lain. Dengan
memahami sistem pemerintahan negara-negara lain, akan menambah wawasan kita sekaligus
bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi negara kita. Oleh karena itu, setelah
mengetahui persamaan dan perbedaan antara sistem pemerintahan, maka kita dapat
mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik.
Perbedaan penerapan sistem tata negara antarnegara disebabkan oleh banyak hal, seperti
bentuk negara, sistem pemerintahan, sistem perwakilan, konstitusi, perubahan konstitusi dan
lain-lain yang berkembang di negara yang bersangkutan.
Dari semua faktor di atas terlihat jelas jika masing-masing negara memiliki sistem
pemerintahan yang berbeda sekalipun sama tetap ada yang berbeda. Begitu pula, sistem tata
Negara Indonesia  terhadap sistem pemerintahan negara lain. Maka penulis menganalisis
perbandingan sistem tata negara Indonesia dengan salah satu negara yaitu Mali dalam suatu
makalah dengan judul, ”Perbandingan Negara Indonesia dengan negara Mali”, yang akan
menjelaskan lebih jauh mengenai perbandingan keduanya.

B.   RUMUSAN MASALAH


-    Bagaimana bentuk Negara, sistem pemerintahan, sistem perwakilan, konstitusi, perubahan
konstitusi di negara Indonesia dan negara Mali

C.   TUJUAN
- Untuk mengetahui perbandingan bentuk negara, sistem pemerintahan, sistem perwakilan,
konstitusi, perubahan konstitusi antara negara Indonesia dan Mali
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bentuk Negara

-Bentuk negara Indonesia

Pada awal kemerdekaan Indonesia, muncul perdebatan mengenai bentuk negara yang
akan digunakan Indonesia apakah negara kesatuan ataukah negara federal. Namun akhirnya
disepakati bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan kemudian ditetapkan dalam UUD 1945
oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Bangsa Indonesia harus mengatasi badai besar ketika Belanda kembali datang untuk
melakukan agresi militer tahun 1948-1949 hingga akhirnya berkat perjuangan bangsa Indonesia
melalui perjanjian-perjanjian dengan Belanda, bentuk negara Indonesia berubah menjadi
Republik Indonesia Serikat. Tujuan Belanda membentuk negara serikat adalah untuk
melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Banyak timbul
pergolakan parlemen di Indonesia yang menjadi awal pemicu diubahnya bentuk negara dari
serikat menjadi kesatuan. Melalui Mosi Natsir yang didukung oleh banyak fraksi di parlemen ini
akhirnya mengantarkan Indonesia menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950.

Meskipun telah kembali menjadi negara kesatuan sesuai dengan konstitusi yang berlaku
UUDS1950 pasal1 ayat (1) banyak sekali timbul upaya pemberontakan di berbagai daerah
hingga tahun 1958. Kondisi ini membuat penyelenggaraan negara tidak optimal sehingga
Presiden harus mengambil tindakan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
isinya konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali menggunakan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Hal ini mampu meyakinkan kembali bahwa negara kesatuan merupakan yang terbaik dan
menghilangkan keraguan akan pecahnya negara Indonesia.

Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah
asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk
Republik.”

dan Pasal 37 ayat(5) "Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan".

Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilaksanakan amandemen


dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diawali dari adanya
kesepakatan MPR yang salah satunya yaitu tidak mengganti bunyi Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sedikitpun & terus mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjadi bentuk final negara Indonesia. Kesepakatan untuk tetap
mempertahankan bentuk negara kesatuan dilandasi pertimbangan bahwa negara kesatuan
merupakan bentuk yang ditetapkan dari mulai berdirinya negara Indonesia & dianggap paling
pas untuk mengakomodasi ide persatuan sebuah bangsa yang plural/majemuk dilihat dari
berbagai latar belakang (dasar pemikiran).

UUD RI tahun 1945 secara nyata memiliki spirit agar Indonesia terus bersatu, baik yang terdapat
dalam Pembukaan ataupun dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang langsung
menyebutkan tentang Negara Kesatuan RI dalam 5 Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat
(1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 25A dan pasal 37 ayat (5) UUD RI tahun 1945.

Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam upaya
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Dengan menyadari seutuhnya bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah dasar berdirinya bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan,
Pembukaan tersebut tetap dipertahankan & dijadikan pedoman.

-Bentuk negara Mali


Bentuk negara mali adalah kesatuan. Di negara Mali, Presiden negara berfungsi sebagai
kepala negara dan Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan. Kekaisaran Mali berkembang
pesat pada abad ke-14 dan 15 di Niger tengah dan atas. Kekaisaran Songhai kemudian naik ke
dominasi sekitar abad ke-15 dan memfasilitasi pertumbuhan pusat-pusat seperti Djenne dan
Timbuktu. Orang Maroko kemudian menduduki wilayah tersebut diikuti oleh Prancis. Federasi
Mali terbentuk dengan bergabungnya Senegal pada tahun 1958, tetapi Senegal menarik diri pada
tahun 1960 meninggalkan Mali yang merdeka. Lanskap politik Mali diguncang kudeta dan
pemberontakan, dan harus meminta bantuan pasukan Prancis.
- Cabang Eksekutif Pemerintah Mali
Konstitusi 1992 Mali memberikan peran kepala negara pada presiden. Warga Mali menuju ke
tempat pemungutan suara setelah lima tahun untuk memilih seorang calon presiden. Kepala
negara yang dipilih hanya dapat menduduki jabatan selama dua periode, dan menjalankan
tanggung jawab yang diperlukan sebagai kepala angkatan bersenjata Mali. Presiden Mali
memiliki mandat untuk memilih perdana menteri yang diakui sebagai kepala
pemerintahan. Presiden juga menjabat sebagai ketua Dewan Menteri yang mempertemukan
Perdana Menteri dengan tambahan 27 menteri. Dewan Menteri berwenang untuk mengelola
operasi pemerintah.
- Cabang Legislatif Pemerintah Mali
Lembaga legislatif Mali adalah unikameral, dan memiliki 147 wakil. Para deputi diharapkan
memperoleh suara mayoritas absolut setelah berpartisipasi dalam pemilihan umum di distrik
dengan satu anggota melalui sistem pemilihan dua putaran. Dalam pemilihan Mali tahun 2013,
Rally for Mali berhasil mengumpulkan 66 kursi sementara Aliansi untuk Demokrasi di Mali
memperoleh 44 kursi. Hanya 8,8% dari total deputi adalah perempuan. Majelis Nasional
menyetujui undang-undang tahun 2015 yang menetapkan bahwa perempuan harus berjumlah
minimum

2. Sistem Pemerintahan

-Sistem pemerintahan Indonesia

Sistem pemerintahan adalah cara pemerintah dalam mengatur semua yang berkaitan dengan
pemerintahan. Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Sistem ini berfungsi untuk menjaga kestabilan
pemerintahan, politik, pertahanan, ekonomi, dll. Sistem pemerintahan yang dijalankan secara
benar dan menyeluruh, maka semua negara tersebut akan berada dalam keadaan stabil.

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi, "bahwa kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD
1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentukrepublik." Dapat
disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah Republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan
republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, "Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem Pemerintahan
Presidensial. Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial. Namun dalam praktiknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan
parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat
bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan i Indonesia adalah sistem pemerintahan
yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial dengan
sistem pemerintahan parlementer.
Apalagi bila dirunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Periodisasi
Sistem Pemerintahan, diantaranya :

- Pada tahun 1945 - 1949 = Indonesia pernah menganut Sistem Pemerintahan Presidensial
- Pada tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu
- Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan
demokrasi liberal
- Pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial secara
demokrasi terpimpin.
- Pada tahun 1966-1998 (Orde Baru), Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial

Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi
perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945
diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002.

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.


Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum
diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.

1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).


2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan
semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem
pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.
Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya
pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung
dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga
ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan
pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem
pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar
pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di
Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan
negara daripada keuntungan yang didapatkanya

Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau
pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa
konstitusi negara itu berisi :
1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.

Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau
amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang
bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari
yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen
itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.

Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen

Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat
tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan
beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru.
Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu
2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut

1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara
terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR
memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.

Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer
dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam
sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah
sebagai berikut;

1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan
dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan
hak budget (anggaran)

Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama.Perubahan baru tersebut, antara
lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme check and balance, dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan
fungsi anggaran

-Sistem pemerintahan Mali


Republik Mali memiliki pemerintahan demokratis perwakilan semi-presidensial.Negara
ini memiliki presiden dan perdana menteri. Presiden adalah kepala negara sedangkan perdana
menteri adalah pemimpin pemerintahan. Kekuasaan dalam pemerintahan dibagi menjadi tiga
lengan yang terdiri dari legislatif, kehakiman, dan eksekutif. Peradilan independen sedangkan
legislatif memiliki 160 anggota parlemen.Lengan eksekutif terdiri dari kabinet, perdana menteri,
dan kepalanya, presiden.
Di Mali, pemilih terdaftar pergi ke tempat pemungutan suara setiap lima tahun dan Mali berusia
18 tahun, dan di atas memenuhi syarat untuk memilih. Presiden hanya bertugas selama dua
periode lima tahun.Untuk memenangkan pemilihan presiden, seorang kandidat harus
mendapatkan suara mayoritas absolut dalam sistem dua putaran.Setelah terpilih, presiden
menunjuk kepala pemerintahan. Anggota parlemen dipilih selama lima tahun dengan 147
anggota dipilih melalui daerah pemilihan tunggal. 13 sisanya dipilih oleh warga Mali yang
tinggal di luar negeri.
Mali memiliki demokrasi multipartai yang memungkinkan pembentukan beberapa
partai. Beberapa partai yang aktif di negara ini adalah Rally untuk Mali, Partai untuk
Pembangunan Ekonomi dan Solidaritas, Uni Mali untuk Rally Demokrasi Afrika, Pasukan
Alternatif untuk Pembaruan dan Munculnya, Union of Patriot for Renewal, Party for Economic
Development and Solidarity, Union untuk Republik dan Demokrasi dan banyak lainnya. Partai-
partai juga telah membentuk aliansi untuk memenangkan pemilihan.Meskipun Mali telah
mengalami kudeta dan serangan teroris dari pemberontak, negara itu masih bisa mengadakan
pemilihan umum.
3. Sistem Perwakilan
-Sistem perwakilan Indonesia
Sejak Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 hingga era reformasi (sebelum perubahan
UUD 1945) di Indonesia telah berlaku tiga konstitusi (UUD) yaitu UUD 1945 (asli/sebelum
perubahan), Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), dan UUD Sementara 1950. Ketika
berlakunya UUD tersebut, sistem perwakilan yang dianut di Indonesia juga berbeda-beda. Pada
saat dibawah Konstitusi RIS Tahun 1949 secara resmi sistem perwakilan di Indonesia adalah
menganut sistem bikameral karena saat itu badan perwakilannya terdiri dari DPR dan Senat.
Kemudian pada saat berlakunya UUD Sementara Tahun 1950 sistem perwakilannya adalah satu
kamar (unikameral) mengingat tidak lagi ditemukan Senat sebagai kamar kedua seperti pada saat
berlakunya Konstitusi RIS tahun 1949 dan juga pada waktu itu DPR merupakan satu-satunya
lembaga legislatif yang memiliki fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi.
Sedangkan pada masa berlakunya UUD 1945 sistem perwakilan yang dianut tidak dapat
dikategorikan sebagai sistem bikameral maupun unikameral karena dengan adanya supremasi
MPR sistem perwakilan yang dianut saat itu lebih mengacu kepada sistem yang disebut dengan
sistem MPR. Pasca perubahan UUD 1945, dengan melihat pada UUD 1945 hasil perubahan dan
UU Nomor 22 Tahun 2003, dalam konteks kelembagaan sebenarnya sistem perwakilan di
Indonesia terdiri dari dua lembaga yaitu DPR dan DPD. Akan tetapi dengan masih
terlembagakannya MPR yang keanggotaannya terdiri dari anggota-anggota DPR dan DPD yang
dalam hal ini MPR merupakan lingkungan jabatan tersendiri karena memiliki pimpinan, tugas
dan wewenang tersendiri telah menempatkannya sebagai lembaga perwakilan ketiga di samping
DPR dan DPD. Jadi sistem perwakilan yang dianut di Indonesia pasca perubahan UUD 1945
adalah menganut sistem perwakilan dengan tiga lembaga perwakilan sekaligus (sistem
trikameral) karena terdapat tiga lembaga perwakilan sekaligus yaitu MPR, DPR, dan DPD yang
memiliki tugas, fungsi dan wewenang berbeda dan terpisah. Jika di UUD 1945 hasil perubahan,
dianutnya sistem trikameral dapat dipahami dari rumusan pasal 2 ayat (1) yang mengatur
mengenai susunan MPR di samping pula melihat pada wewenang-wewenang MPR, DPD, dan
DPR yang sebagaimana ditentukan oleh UUD 1945 hasil perubahan. Sedangkan di dalam UU
Nomor 22 tahun 2003 dapat dilihat dari pengaturan mengenai tugas dan wewenang MPR, DPR,
dan DPD, dan juga pengaturan mengenai pimpinan MPR yang tersendiri sehingga mengukuhkan
bahwa MPR merupakan lembaga tersendiri yang berdiri di luar DPR dan DPD sehingga sistem
perwakilannya adalah menganut sistem trikameral (tiga kamar).
Melihat pada belum terakomodirnya secara optimal kepentingan derah dalam
pengambilan kebijakan di tingkat pusat terutama jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi
daerah yang menuntut semakin dekatnya akses antara pusat dan daerah karena kedudukan DPD
yang tidak memiliki kewenangan memutus dalam proses legislasi, serta dalam upaya untuk lebih
mewujudkan adanya mekanisme checks and balances terutama dalam proses legislasi yang
selama ini cenderung mengarah kepada DPR heavy, maka ke depan sistem perwakilan yang tepat
bagi Indonesia adalah sistem perwakilan dengan dua kamar (bikameral). Dengan sistem
bikameral maka ke depan keanggotaan dua kamar dalam badan perwakilan (DPR dan DPD)
harus benar-benar mewakili aspirasi yang berbeda satu sama lain dan juga dalam hal sistem
rekruitmen harus ada perbedaan antara anggota DPR dan anggota DPD. Gagasan bikameralisme
ini tentunya akan berimbas pula pada MPR secara kelembagaan yang nantinya hanya akan ada
apabila DPR dan DPD bersidang. Jadi institusi MPR akan tetap dipertahankan sebatas joint
session antara DPR dan DPD yang berarti MPR akan bersifat ad hoc dan bukan lembaga
tersendiri permanen yang memiliki pimpinan, tugas dan wewenang tersendiri.

-Sistem perwakilan Mali


Cabang legislatif: deskripsi: Majelis Nasional unikameral atau Assemblee Nationale (147 kursi;
anggota dipilih langsung dalam konstituensi kursi tunggal dengan suara mayoritas absolut dalam
2 putaran jika diperlukan; 13 kursi disediakan untuk warga yang tinggal di luar negeri; anggota
melayani masa jabatan 5 tahun)
pemilihan umum: terakhir diadakan pada 24 November dan 15 Desember 2013 (selanjutnya akan
diadakan pada 2018); note - pemilihan Juli 2012 yang dijadwalkan dibatalkan karena kudeta dan
Pemberontakan Tuareg
hasil pemilihan: persen suara oleh partai - NA; kursi oleh pihak - RPM 66, URD 17, ADEMA
16, FARE 6, CODEM 5, SADI 5, CNID 4, 24 lainnya, independen 4
Definisi: Entri ini memiliki tiga subbidang. Subbagian deskripsi menyediakan struktur legislatif
(unicameral â € “rumah tunggal; bicameral â €“ rumah atas dan bawah); nama resmi; jumlah
kursi anggota; jenis daerah pemilihan atau daerah pemilihan (kursi tunggal, kursi ganda,
nasional); sistem pemilihan pemilih; dan masa jabatan anggota. Subbagian pemilihan mencakup
tanggal pemilihan terakhir dan pemilihan berikutnya. Subbagian hasil pemilihan mencantumkan
persentase suara berdasarkan partai / koalisi dan jumlah kursi berdasarkan partai / koalisi dalam
pemilihan terakhir (dalam legislatif bikameral, hasil majelis tinggi terdaftar pertama kali). Secara
umum, partai-partai dengan kurang dari empat kursi dan kurang dari 4 persen suara dijumlahkan
dan terdaftar sebagai "lain," dan kursi yang tidak berafiliasi dengan partai terdaftar sebagai
"independen." Juga, entri untuk beberapa negara termasuk dua set persen suara berdasarkan
partai dan kursi oleh partai; yang pertama mencerminkan hasil setelah pengumuman pemilihan
formal, dan yang terakhir â € “setelah jangka menengah atau pemilihan â €“ mencerminkan
perubahan dalam komposisi partai politik legislatif.
Dari sekitar 240 negara dengan badan legislatif, sekitar dua pertiga adalah unikameral, dan
sisanya, bikameral. Pemilihan anggota legislatif biasanya diatur oleh konstitusi negara dan / atau
undang-undang pemilihannya. Secara umum, anggota dipilih langsung oleh pemilih yang
memenuhi syarat suatu negara menggunakan sistem pemilihan yang ditentukan; dipilih secara
tidak langsung atau dipilih oleh legislatif provinsi, negara bagian, atau departemennya; atau
ditunjuk oleh badan eksekutif negara. Anggota legislatif di banyak negara dipilih baik secara
langsung maupun tidak langsung, dan undang-undang pemilihan beberapa negara menyediakan
kursi bagi perempuan dan berbagai kelompok etnis dan minoritas

Di seluruh dunia, dua sistem pemungutan suara langsung yang dominan adalah pluralitas /
mayoritas dan perwakilan proporsional. Yang paling umum dari beberapa sistem pluralitas /
mayoritas adalah suara mayoritas sederhana, atau first-past-the-post, di mana kandidat yang
menerima suara terbanyak dipilih. Legislatif negara-negara seperti Parlemen Bangladesh, Dewan
Perwakilan Rakyat Malaysia, dan House of Commons Inggris menggunakan sistem ini. Sistem
pluralitas / mayoritas umum lainnya - mayoritas absolut atau dua putaran - mensyaratkan bahwa
kandidat memenangkan setidaknya 50 persen suara untuk dipilih. Jika tidak ada kandidat yang
memenuhi ambang suara pada pemilihan awal, jajak pendapat kedua atau "putaran kedua"
diadakan segera setelah untuk dua pengambil suara teratas, dan kandidat yang menerima suara
mayoritas sederhana dinyatakan sebagai pemenang. Contoh dari sistem dua putaran adalah
Kamar Deputi Haiti, Majelis Nasional Mali, dan Kamar Legislatif Uzbekistan. Sistem pemilihan
pluralitas / mayoritas lainnya, yang disebut sebagai pemilihan preferensial dan umumnya
digunakan di daerah pemilihan multi-kursi, adalah suara blok dan suara tunggal yang tidak dapat
dipindahtangankan, di mana pemilih memberikan suara mereka dengan memberi peringkat
preferensi kandidat mereka dari yang tertinggi ke yang terendah.
Representasi proporsional sistem pemilu - berbeda dengan sistem pluralitas / mayoritas -
umumnya memberikan kursi legislatif kepada partai politik dalam proporsi perkiraan dengan
jumlah suara yang diterima masing-masing. Misalnya, dalam 100 anggota legislatif, jika Partai A
menerima 50 persen dari total suara, Partai B, 30 persen, dan Partai C, 20 persen, maka Partai A
akan diberikan 50 kursi, Partai B 30 kursi, dan Partai Kursi C 20. Ada berbagai bentuk
representasi proporsional dan tingkat pencapaian proporsionalitas bervariasi. Beberapa bentuk
perwakilan proporsional difokuskan hanya untuk mencapai perwakilan proporsional dari
berbagai partai politik dan pemilih memberikan suara hanya untuk partai politik, sedangkan
dalam bentuk lain, pemilih memberikan suara untuk kandidat perorangan dalam suatu partai
politik.

Banyak negara - baik unikameral maupun bikameral - menggunakan campuran metode


pemilihan umum, di mana sebagian kursi legislatif diberikan menggunakan satu sistem, seperti
pluralitas / mayoritas, sedangkan kursi yang tersisa diberikan oleh sistem lain, seperti
representasi proporsional. Banyak negara dengan badan legislatif bikameral menggunakan sistem
pemungutan suara yang berbeda untuk kedua kamar.

4 . Konstitusi

-Konstitusi Indonesia
1.       UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
      Menurut bentuknya Konstitusi pertama Indonesia (UUD 1945) adalah konstitusi tertulis, karena
UUD 1945 merupakan hukum dasar Negara Indonesia pada waktu itu yang dituangkan dalam suatu
dokumen yang formal. Di pertegas dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002,
diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu
Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini. Bukti bahwa UUD 1945
adalah konstitusi tertulis yaitu bahwa pada naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD
1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada
masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Konstusi ini di
tuangkan dalam satu dokumen saja tanpa ada dokumen lainnya yang juga merupakan konstitusi
seperti yang ada di Negara Denmark( 2 dokumen) dan Swedia (4 dokumen).
Menurut sifatnya UUD 1945 termasuk konstitusi yang Rigid (kaku) karena UUD 1945 hanya
dapat diubah dengan cara tertentu secara khusus dan istimewa tidak seperti mengubah peraturan
perundangan biasa. Hal ini dijelaskan dalam BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
DASAR pasal 37 ayat 1” Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota
MPR harus hadir” dan pasal 2 “Putusan Diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari
pada jumlah anggota yang hadir”.
Menurut kedudukannya UUD 1945 merupan konstitusi derajat tinggi karena UUD 1945 di
jadikan dasar pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang lain. Karena menjadi dasar bagi
peratutan yang lain maka syarat untuk mengubahnyapun lebih berat jika di bandingkan dengan yang
lain.
2.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat.(27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
    Menurut bentuknya Kosntitusi RIS merupakan kostitusi tertulis karena dituangkan dalam suatu
dokumen. Konstitusi RIS ini terbentuk atas usulan dari PBB, dengan mempertemukan wakil-wakil
dari Indonesia dengan Belanda , maka terbentuklah suatu persetujuan dan persetujuan tersebut
dituangkan dalam sebuah dokumen pada tanggal 27 Desember 1949, maka terbentuklah konstitusi
RIS.
   Menurut sifatnya Konstitusi RIS merupakan konstitusi rigid karena mempersyaratkan prosedur
khusus untuk perubahan atau amandemennya. Tertuang dalam BAB VI Perubahan, ketentuan-
ketentuan peralihan dan ketentuan-ketentuan penutup bagian satu perubahan, pasal 190 ayat (1), (2),
pasal 191 Ayat (1), (2), (3), bagian dua ketentuan-ketentuan peralihan pasal 192 Ayat (1), (2), pasal
193 Ayat (1),(2).
     Menurut kedudukannya konstitusi RIS merupakan konstitusi derajat tinggi karena persyaratan
untuk mengubah lebih berat jika dibandingkan merubah peraturan perundangan yang lain.
   Menurut bentuk negara  konstitusi RIS serikat/federal karena negara didalamnya terdiri dari
negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk
mengurus urusan dalam negerinya.Terdapat BAB I negara Republik Indonesia Serikat bagian I
bentuk negara dan kedaulatan pasal 1, Ayat (1).
Menurut bentuk pemerintahannya konstitusi RIS, berbentuk parlementer karena kepala negara dan
kepala pemerintahan,di jabat oleh orang yang berbeda. Kepala negaranya adalah presiden, dan
kepala pemerintahannya perdana menteri. Terdapat pada pasal 69 ayat 1, pasal 72 ayat 1.
  3.      UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Menurut bentuknya UUDS’50 merupakan konstitusi tertulis karena dituangkan dalam suatu
dokumen yang formal. Dimana dengan berlakunya UUDS 1950 maka konstitusi RIS tidak berlaku.
   Menurut sifatnya UUDS’50 merupakan konstitusi rigid karena dalam perubahannya
mempersyaratkan prosedur khusus sehingga tidak semudah seperti merubah peraturan perundang-
undangan biasa. Diatur dalam pasal 140 UUDS 1950 ayat 1-4.
   Menurut kedudukannya UUDS’50 merupakan konstitusi derajat tinggi karena persyaratan
merubahnya tidak semudah peraturan perundangan biasa. Dan kedudukan UUDS ’50 merupakan
peraturan tertinggi dalam perundang-undangan diatas UU dan UU Darurat.
Menurut bentuk negara UUDS’50, Indonesia berbentuk kesatuan karena pada asasnya seluruh
kekuasaan dalam negara berada ditangan pemerintah pusat.
Menurut sistem pemerintahannya UUDS’50, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer
dimana kepala negara dijabat oleh seorang presiden dan kepala pemerintah di jabat oleh perdana
mentri.
  4.      UUD’45 setelah amandemen I-IV
Menurut bentuknya UUD ’45 amandemen termasuk konstitusi tertulis karena dituangkan dalam satu
bentuk dokumen formal.
Menurut sifatnya UUD ’45 merupakan konstitusi rigid karena dalam perbahannya memperhatikan
syarat-syarat tertentu seperti tertera dalam pasal 37 ayat 1-5 UUD ’45, bahwa pengajuan perubahan
minimal dilakuakan oleh 1/3 dari anggota MPR, dan dalam sidangnya dihadiri oleh 2/3 dari anggota
MPR, dan putusan disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu dari seluruh jumlah anggota MPR,
dan syarat lain adalah dalam ayat 5 bahwa “Khusus mengenai bentuk negara kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Menurut kedudukannya UUD ’45 termasuk konstitusi derajat tinggi karena UUD ’45 berkedudukan
sebagai hukum dasar dan pedoman pembentukan peraturan perundangan yang lain. Sehingga
terdapat hierarki perundangan sebagai konsekuensinya, di atur dalam UU No 10 tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundangan.
Menurut bentuk negara UUD ’45, Indonesia menganut konstitusi dalam negara kesatuan. Merujuk
pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk
Republik”.
Menurut sistem pemerintahannya, konstitusi yang dianut adalah konstitusi dalam pemerintahan
presidensial. Dimana kepala negara dan kepala pemerintahan berada ditangan presiden.

-Konstitusi Mali
Di adopsi : 1992; Ikhtisar hak dan martabat manusia, struktur pemerintahan oleh cabang
individu, perjanjian, dan perjanjian internasional
Konstitusi mali 1992 disetujui oleh referendum pada 12 januari 1992 setelah disusun oleh
konferensi nasional pada agustus 1991. Konstitusi mengatur demokrasi multi partai dalam sistem
semi presidensil
5 . Perubahan Konstitusi

-Perubahan konstitusi

indonesia

Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang
disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal
yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak
empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002

Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan
untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah
sebagai berikut.

1.      Perubahan Pertama


Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999 dapat
dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung
mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh
oleh ide perubahan. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu:

Pasal yang diubah Isi Perubahan

         5 ayat 1          Hak presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
         Pasal 7          Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
         Pasal 9 ayat 1 dan 2          Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
         Pasal 13 ayat 2 dan 3          Pengangkatan dan penempatan Duta
         Pasal 14 ayat 1          Pemberian grasi dan rehabilitasi
         Pasal 14 ayat 2          Pemberian amnesty dan abolisi
         Pasal 15          Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain
         Pasal 17 ayat 2 dan 3          Pengangkatan menteri
         Pasal 20 ayat 1-4          DPR
         Pasal 21          Hak DPR untuk mengajukan RUU

2.      Perubahan Kedua


Perubahan kedua ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar
dalam 7 Bab, yaitu:

Bab yang diubah Isi Perubahan

         Bab VI          Pemerintahan Daerah


         Bab VII          Dewan Perwakilan Daerah
         Bab IXA          Wilayah Negara
         Bab X          Warga Negara dan Penduduk
         Bab XA          Hak Asasi Manusia
         Bab XII          Pertahanan dan Keamanan
         Bab XV          Bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan

3.      Perubahan Ketiga


Perubahan ketiga ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7
Bab, yaitu:

Bab yang diubah Isi Perubahan

         Bab I          Bentuk dan kedaulatan


         Bab II          MPR
         Bab III          Kekuasaan Pemerintahan Negara
         Bab V          Kementerian Negara
         Bab VIIA          DPR
         Bab VIIB          Pemilihan Umum
         Bab VIIIA          BPK

4.      Perubahan Keempat


Perubahan keempat ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir
ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan
bahwa:
a.       UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat
adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 da diberlakukan kembali
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b.      Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000
Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
c.       Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16
serta penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.

-Sistem perubahan konstitusi mali


Latar Belakang
Mali memiliki tradisi konstitusional yang kaya. Konstitusi Kekaisaran Mali, yang dikenal
sebagai Piagam Manden, diproklamirkan di Kouroukan Fouga (Subdivisi Kangaba, wilayah
Koulikoro, Mali) pada 1236, adalah bukti dari kenyataan bersejarah ini. Konstitusi Kouroukan
Fouga ini, yang diakui pada tahun 2009 sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan,
menjadikan Mali salah satu peradaban pertama yang mengadopsi hukum dasar (konstitusi) yang
mengatur organisasi dan fungsi lembaga-lembaga yang menyusunnya, dan yang terpenting,
menjamin dasar hak-hak manusia. Karena itu wajar saja jika Mali menulis konstitusi baru setelah
kemerdekaannya dari kekuasaan kolonial.
Konstitusi kemerdekaan Mali, yang diadopsi pada bulan September 1960, merupakan Republik
Pertama. Ini membentuk sistem presidensial dan serangkaian lembaga, termasuk pengadilan
yang didedikasikan untuk memastikan penghormatan terhadap supremasi konstitusi. Namun
demikian, fungsi pengadilan ini kemudian didelegasikan ke divisi khusus Mahkamah Agung.
Konstitusi kemerdekaan dan rezim politik yang didirikannya dibatalkan setelah kudeta militer
November 1968, dan diganti dengan undang-undang dasar tentang organisasi kekuatan publik.
Konstitusi yang dirancang di bawah rezim militer diadopsi dalam referendum pada tanggal 2
Juni 1974. Konstitusi ini, yang menandai kedatangan Republik Kedua, memformalkan sistem
satu partai.
Ekses totaliter rezim militer menyebabkan pemberontakan rakyat yang memuncak dalam
revolusi Maret 1991 dan jatuhnya Presiden Moussa Traore. Undang-Undang Dasar No. 1 tanggal
31 Maret 1991 memperkenalkan transisi demokratis dengan tujuan membangun kembali negara.
Setelah konferensi nasional yang menyediakan platform penting untuk konsensus di antara
partai-partai politik dan asosiasi sipil mengenai transisi menuju demokrasi multipartai dan
rancangan konstitusi, sebuah Konstitusi baru diadopsi dalam referendum pada tahun 1992,
mengantar ke Republik Ketiga.Konstitusi ini, yang masih berlaku, memasang dasar-dasar untuk
supremasi hukum dan demokrasi multi-partai dalam sejarah kontemporer Republik Mali. Ini
menegaskan keterikatan mendalam orang-orang Mali pada esensi konstitusionalisme modern dan
supremasi hukum, yaitu, perlindungan hak-hak dasar. Selain itu, Konstitusi menetapkan dua
orang eksekutif yang berbagi antara Presiden Republik dan Perdana Menteri dan kabinetnya,
sebuah Parlemen unikameral yang diwujudkan dalam Majelis Nasional, dan sebuah peradilan
independen yang disatukan di bawah wewenang Mahkamah Agung. Konstitusi juga membentuk
Mahkamah Konstitusi yang secara khusus ditugaskan untuk memastikan perlindungan hak-hak
dasar dan mengendalikan konstitusionalitas undang-undang sebelum berlakunya mereka.
Inisiatif reformasi konstitusi gagal
Orang Yunani Kuno bertanya kepada Solon yang bijak: "Apa konstitusi terbaik?", Yang ia
jawab, "Katakan padaku dulu untuk orang apa dan pada jam berapa". Kata-kata ini, yang dikutip
oleh mantan Presiden Republik Prancis Charles De Gaulle, menegaskan gagasan bahwa
konstitusi, sebaik mungkin, harus berkembang agar sesuai dengan kebutuhan rakyat dan keadaan
saat itu. Memang, meskipun Konstitusi 1992 tidak pernah diamandemen, aktor-aktor politik Mali
kadang-kadang berusaha mengubah beberapa aspeknya. Proses reformasi konstitusi yang sedang
berlangsung, yang pada prinsipnya dimaksudkan untuk memasukkan aspek-aspek yang relevan
dari perjanjian damai antara pemerintah dan pemberontak Tuareg, adalah yang paling
menjanjikan namun kemungkinan akan mengarah pada putaran pertama reformasi konstitusi.

Pada tahun 2001, Presiden Alpha Oumar Konare memprakarsai beberapa amandemen konstitusi.
Namun demikian, Mahkamah Konstitusi menyatakan amendemen yang diusulkan tersebut tidak
konstitusional. Presiden mengubah empat belas pasal rancangan undang-undang amandemen
setelah pemeriksaan mereka di Majelis Nasional tetapi sebelum rencana mereka diajukan ke
referendum. Ketidakberesan ini, diperebutkan oleh oposisi yang dipimpin pada saat itu oleh Le
Rassemblement pour le Mali (RPM), partai yang berkuasa saat ini, dan dicatat oleh Mahkamah
Konstitusi, menyebabkan pembatalan undang-undang amandemen.
Hampir satu dekade setelah kegagalan ini, Presiden Amadou Toumani Toure meluncurkan
inisiatif peninjauan konstitusi kedua. Sebuah komite ahli yang bertanggung jawab untuk
'memikirkan konsolidasi demokrasi di Mali' dibentuk. Tujuannya adalah untuk
mempertimbangkan kemungkinan mengubah Konstitusi untuk mengatasi kelemahan demokrasi
dan memodernisasi institusi untuk menyesuaikannya dengan perubahan sosio-politik, dalam hal,
misalnya, pendanaan partai politik atau membangun kapasitas oposisi terhadap presiden dan
mayoritas pendukungnya di parlemen.
Komite ahli terdiri dari pengacara, profesor hukum, politisi dan perwakilan masyarakat sipil, dan
diketuai oleh menteri yang bertanggung jawab atas reformasi negara. Pada Oktober 2008, panitia
menyerahkan laporannya kepada Presiden Republik. Setelah kabinet / pemerintah menyetujui
laporan tersebut, Presiden menyerahkannya ke Majelis Nasional untuk diadopsi. Pada 2 Agustus
2011, setelah diskusi dalam komite legislatif, Majelis Nasional menyetujui Undang-Undang
Amandemen Konstitusi dengan 141 suara mendukung dan tiga menentang. Pemungutan suara
membuktikan penerimaan politik yang luas dari proposal.
Namun demikian, karena tingginya penghormatan terhadap konstitusi saat ini karena asalnya
yang partisipatif, beberapa aktivis masyarakat sipil dan kelompok politik berdemonstrasi
menentang reformasi konstitusi dengan moto: "Jangan menyentuh Konstitusi saya". Gerakan ini
secara khusus memprotes pembentukan Senat sebagai kamar legislatif kedua. Usulan
kontroversial lainnya termasuk penghapusan referendum sebagai satu-satunya mekanisme untuk
merevisi konstitusi dan pembentukan kemungkinan amandemen konstitusi melalui parlemen, dan
penghapusan Mahkamah Agung dan penggantiannya dengan Pengadilan Kasasi (badan tertinggi
peradilan). ), Dewan Negara (badan tertinggi tatanan administrasi) dan Pengadilan Auditor
(badan tertinggi akun publik). Reformasi juga meningkatkan kekuasaan presiden berhadapan
dengan pemerintah dan parlemen. Secara khusus, itu memberdayakan presiden untuk menunjuk
dan menghapus perdana menteri dan untuk menentukan kebijakan publik. Ada juga proposal
yang kurang kontroversial seperti pemberdayaan Mahkamah Konstitusi untuk meninjau undang-
undang setelah berlakunya, penghapusan Dewan Tinggi Otoritas Daerah, pelonggaran
pembiayaan partai politik, dan pembentukan lembaga nasional yang bertanggung jawab atas
mengorganisir pemilihan.
Amandemen yang diusulkan itu direncanakan untuk dipilih dalam referendum nasional yang
akan diadakan pada hari yang sama dengan putaran pertama pemilihan presiden pada tanggal 29
April 2012. Sayangnya, pada 21 Maret 2012, beberapa minggu dari hari pemilihan yang
direncanakan, seorang militer kudeta menggulingkan Presiden Toure. Kontroversi seputar usulan
reformasi konstitusi dan pemberontakan di daerah-daerah yang dikuasai Tuareg berkontribusi
pada krisis politik yang menjadi dasar kudeta. Pemberontak Tuareg mengambil keuntungan dari
kekosongan kekuasaan, mengendalikan petak-petak tanah besar di Mali utara dan menyatakan
negara merdeka. Peristiwa itu segera mengganggu proses pemilihan dan referendum konstitusi.
Kelompok militer yang menggulingkan rezim mengumumkan pembubaran Konstitusi 1992 dan
mengumumkan undang-undang dasar yang baru. Setelah tekanan internasional dan regional,
Mali kembali ke tatanan konstitusional, yang menyebabkan pembatalan undang-undang yang
menyatakan pembubaran Konstitusi. Selanjutnya, Konstitusi diberlakukan kembali dan, pada
bulan April 2012, Touré secara resmi mengundurkan diri,memungkinkan Mahkamah Konstitusi
untuk menyatakan kepresidenan kosong, dan untuk menandai transisi.Bagian Atas
FormulirBagian Bawah Formulir
Inisiatif reformasi konstitusi saat ini untuk memperkuat perdamaianSetelah penandatanganan
Perjanjian Algiers untuk Perdamaian dan Rekonsiliasi (perjanjian damai) dengan kelompok
pemberontak Tuareg pada Mei dan Juni 2013, pemilihan presiden diadakan pada 28 Juli (putaran
pertama) dan 11 Agustus (putaran kedua) 2013, yang dimenangkan oleh Ibrahim Boubacar
Keita. Perjanjian tersebut berisi kompromi khususnya tentang pembentukan daerah dengan
otonomi legislatif dan eksekutif terbatas. Karena penggabungan perjanjian perdamaian
memerlukan beberapa reformasi legislatif dan konstitusional, Presiden Keita, pada bulan April
2016, membentuk komite ahli untuk revisi Konstitusi di Kementerian yang bertanggung jawab
atas Reformasi Negara. Pada Juli 2016, Mamadou Sissoko, mantan menteri kehakiman,
menggantikan Mamadou Ismael Konaté, yang ditunjuk sebagai menteri kehakiman dan hak asasi
manusia yang baru, sebagai ketua komite. Selain memasukkan aspek-aspek yang relevan dari
perjanjian perdamaian, komite ahli memiliki mandat luas untuk mengusulkan rancangan revisi
untuk mempromosikan pencapaian upaya-upaya sebelumnya dalam revisi konstitusi, dan untuk
mengatasi segala kekurangan dalam Konstitusi.
Perdana Menteri menunjuk anggota komite atas usul menteri yang bertanggung jawab atas
desentralisasi dan reformasi negara, kelompok oposisi serta OMS. Komite tersebut terdiri dari
seorang presiden, pakar, dan dua pelapor, dan memiliki tim pendukung administratif. Ke-11 ahli
permanen dan dua pelapor semuanya adalah warga negara Mali dan termasuk, antara lain,
profesor universitas, pengacara, dan hakim tanpa afiliasi partai. Hakim Mahkamah Konstitusi
tidak dipertimbangkan untuk diangkat sebagai anggota komite karena mereka kemudian harus
memutuskan penerimaan dari amandemen yang diusulkan. Para anggota dipilih semata-mata
untuk kompetensi mereka, tanpa memperhatikan afiliasi etnis, asal, jenis kelamin, atau
kepercayaan agama mereka. Namun demikian, menteri yang bertanggung jawab atas
desentralisasi dan reformasi negara, yang membuat proposal untuk pengangkatan, adalah seorang
Tuareg, dan tiga dari 11 anggota adalah perempuan
Komite diharapkan untuk menghasilkan laporan dan menyerahkannya kepada Presiden dalam
waktu enam bulan sejak pembentukannya, yaitu pada akhir Oktober 2016. Presiden dapat
membuat perubahan pada rancangan dan harus meminta persetujuan pemerintah / kabinet
sebelum meneruskan draft ke parlemen, yang dapat membuat modifikasi pada draft. Draf
tersebut akan diajukan ke referendum jika parlemen menyetujuinya dengan mayoritas 2/3. Jika
disetujui dalam referendum, sebuah keputusan presiden akan mengumumkan berlakunya
konstitusi.
Komite telah melakukan dengar pendapat publik dengan lembaga pemerintah, partai politik, dan
kelompok masyarakat sipil. Namun demikian, usulannya tidak bersifat publik. Oleh karena itu,
ruang lingkup yang tepat dari proposal reformasi tidak akan tersedia sampai pengajuan resmi
laporan. Namun demikian, aspek penting dari perjanjian perdamaian termasuk pelimpahan
wewenang dan perubahan pada penunjukan presiden gubernur daerah. Kemungkinan
pembentukan senat, restrukturisasi / pembagian Mahkamah Agung menjadi Pengadilan Auditor,
Dewan Negara dan Pengadilan Kasasi, dan masalah kontroversial lainnya dalam upaya reformasi
sebelumnya kemungkinan akan muncul kembali. Sementara proses reformasi tampaknya
menikmati dukungan luas dan politis (tidak ada yang seperti gerakann 'Jangan menyentuh
konstitusi saya'), reaksi dapat berubah begitu rincian reformasi yang diusulkan diungkapkan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
sebuah negara harus memiliki cara yang sesuai  demi berjalannya negara tersebut. Cara
itulah yang sering disebut sebagai sistem pemerintahan. Sehingga sistem pemerintahan dapat
diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang
bekerja saling bergantung dan memengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi
pemerintahan.
Walaupun sistem pemerintahan diartikan hampir sama disetiap negara, namun adakalanya
sistem pemerintahan yang diterapkan setiap negara berbeda satu sama lain. Dengan
memahami sistem pemerintahan negara-negara lain, akan menambah wawasan kita sekaligus
bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi negara kita. Oleh karena itu, setelah
mengetahui persamaan dan perbedaan antara sistem pemerintahan, maka kita dapat
mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik.
Saran
Kita harus mengetahui persamaan dan perbedaan antra sistem pemerntahan indonesia
dan negara negara lainya

Anda mungkin juga menyukai