DI SUSUN
O
L
E
H
FAKULTAS
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS
NEGERI
GORONTALO
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Anita Dama
BAB 1
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Dalam mengatur pemerintahan sebuah negara harus memiliki cara yang sesuai demi
berjalannya negara tersebut. Cara itulah yang sering disebut sebagai sistem pemerintahan.
Sehingga sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan memengaruhi dalam
mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.
Walaupun sistem pemerintahan diartikan hampir sama disetiap negara, namun adakalanya
sistem pemerintahan yang diterapkan setiap negara berbeda satu sama lain. Dengan
memahami sistem pemerintahan negara-negara lain, akan menambah wawasan kita sekaligus
bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi negara kita. Oleh karena itu, setelah
mengetahui persamaan dan perbedaan antara sistem pemerintahan, maka kita dapat
mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik.
Perbedaan penerapan sistem tata negara antarnegara disebabkan oleh banyak hal, seperti
bentuk negara, sistem pemerintahan, sistem perwakilan, konstitusi, perubahan konstitusi dan
lain-lain yang berkembang di negara yang bersangkutan.
Dari semua faktor di atas terlihat jelas jika masing-masing negara memiliki sistem
pemerintahan yang berbeda sekalipun sama tetap ada yang berbeda. Begitu pula, sistem tata
Negara Indonesia terhadap sistem pemerintahan negara lain. Maka penulis menganalisis
perbandingan sistem tata negara Indonesia dengan salah satu negara yaitu Mali dalam suatu
makalah dengan judul, ”Perbandingan Negara Indonesia dengan negara Mali”, yang akan
menjelaskan lebih jauh mengenai perbandingan keduanya.
C. TUJUAN
- Untuk mengetahui perbandingan bentuk negara, sistem pemerintahan, sistem perwakilan,
konstitusi, perubahan konstitusi antara negara Indonesia dan Mali
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bentuk Negara
Pada awal kemerdekaan Indonesia, muncul perdebatan mengenai bentuk negara yang
akan digunakan Indonesia apakah negara kesatuan ataukah negara federal. Namun akhirnya
disepakati bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan kemudian ditetapkan dalam UUD 1945
oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.
Bangsa Indonesia harus mengatasi badai besar ketika Belanda kembali datang untuk
melakukan agresi militer tahun 1948-1949 hingga akhirnya berkat perjuangan bangsa Indonesia
melalui perjanjian-perjanjian dengan Belanda, bentuk negara Indonesia berubah menjadi
Republik Indonesia Serikat. Tujuan Belanda membentuk negara serikat adalah untuk
melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Banyak timbul
pergolakan parlemen di Indonesia yang menjadi awal pemicu diubahnya bentuk negara dari
serikat menjadi kesatuan. Melalui Mosi Natsir yang didukung oleh banyak fraksi di parlemen ini
akhirnya mengantarkan Indonesia menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950.
Meskipun telah kembali menjadi negara kesatuan sesuai dengan konstitusi yang berlaku
UUDS1950 pasal1 ayat (1) banyak sekali timbul upaya pemberontakan di berbagai daerah
hingga tahun 1958. Kondisi ini membuat penyelenggaraan negara tidak optimal sehingga
Presiden harus mengambil tindakan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
isinya konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali menggunakan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Hal ini mampu meyakinkan kembali bahwa negara kesatuan merupakan yang terbaik dan
menghilangkan keraguan akan pecahnya negara Indonesia.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah
asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk
Republik.”
dan Pasal 37 ayat(5) "Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan".
UUD RI tahun 1945 secara nyata memiliki spirit agar Indonesia terus bersatu, baik yang terdapat
dalam Pembukaan ataupun dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang langsung
menyebutkan tentang Negara Kesatuan RI dalam 5 Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat
(1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 25A dan pasal 37 ayat (5) UUD RI tahun 1945.
Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam upaya
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Dengan menyadari seutuhnya bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah dasar berdirinya bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan,
Pembukaan tersebut tetap dipertahankan & dijadikan pedoman.
2. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah cara pemerintah dalam mengatur semua yang berkaitan dengan
pemerintahan. Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Sistem ini berfungsi untuk menjaga kestabilan
pemerintahan, politik, pertahanan, ekonomi, dll. Sistem pemerintahan yang dijalankan secara
benar dan menyeluruh, maka semua negara tersebut akan berada dalam keadaan stabil.
Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi, "bahwa kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD
1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentukrepublik." Dapat
disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah Republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan
republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, "Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem Pemerintahan
Presidensial. Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial. Namun dalam praktiknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan
parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat
bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan i Indonesia adalah sistem pemerintahan
yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial dengan
sistem pemerintahan parlementer.
Apalagi bila dirunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Periodisasi
Sistem Pemerintahan, diantaranya :
- Pada tahun 1945 - 1949 = Indonesia pernah menganut Sistem Pemerintahan Presidensial
- Pada tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu
- Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan
demokrasi liberal
- Pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial secara
demokrasi terpimpin.
- Pada tahun 1966-1998 (Orde Baru), Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial
Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi
perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945
diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan
semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem
pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.
Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya
pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung
dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga
ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan
pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem
pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar
pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di
Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan
negara daripada keuntungan yang didapatkanya
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau
pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa
konstitusi negara itu berisi :
1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau
amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang
bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari
yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen
itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat
tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan
beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru.
Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu
2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut
1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara
terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR
memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer
dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam
sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah
sebagai berikut;
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan
dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan
hak budget (anggaran)
Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama.Perubahan baru tersebut, antara
lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme check and balance, dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan
fungsi anggaran
Di seluruh dunia, dua sistem pemungutan suara langsung yang dominan adalah pluralitas /
mayoritas dan perwakilan proporsional. Yang paling umum dari beberapa sistem pluralitas /
mayoritas adalah suara mayoritas sederhana, atau first-past-the-post, di mana kandidat yang
menerima suara terbanyak dipilih. Legislatif negara-negara seperti Parlemen Bangladesh, Dewan
Perwakilan Rakyat Malaysia, dan House of Commons Inggris menggunakan sistem ini. Sistem
pluralitas / mayoritas umum lainnya - mayoritas absolut atau dua putaran - mensyaratkan bahwa
kandidat memenangkan setidaknya 50 persen suara untuk dipilih. Jika tidak ada kandidat yang
memenuhi ambang suara pada pemilihan awal, jajak pendapat kedua atau "putaran kedua"
diadakan segera setelah untuk dua pengambil suara teratas, dan kandidat yang menerima suara
mayoritas sederhana dinyatakan sebagai pemenang. Contoh dari sistem dua putaran adalah
Kamar Deputi Haiti, Majelis Nasional Mali, dan Kamar Legislatif Uzbekistan. Sistem pemilihan
pluralitas / mayoritas lainnya, yang disebut sebagai pemilihan preferensial dan umumnya
digunakan di daerah pemilihan multi-kursi, adalah suara blok dan suara tunggal yang tidak dapat
dipindahtangankan, di mana pemilih memberikan suara mereka dengan memberi peringkat
preferensi kandidat mereka dari yang tertinggi ke yang terendah.
Representasi proporsional sistem pemilu - berbeda dengan sistem pluralitas / mayoritas -
umumnya memberikan kursi legislatif kepada partai politik dalam proporsi perkiraan dengan
jumlah suara yang diterima masing-masing. Misalnya, dalam 100 anggota legislatif, jika Partai A
menerima 50 persen dari total suara, Partai B, 30 persen, dan Partai C, 20 persen, maka Partai A
akan diberikan 50 kursi, Partai B 30 kursi, dan Partai Kursi C 20. Ada berbagai bentuk
representasi proporsional dan tingkat pencapaian proporsionalitas bervariasi. Beberapa bentuk
perwakilan proporsional difokuskan hanya untuk mencapai perwakilan proporsional dari
berbagai partai politik dan pemilih memberikan suara hanya untuk partai politik, sedangkan
dalam bentuk lain, pemilih memberikan suara untuk kandidat perorangan dalam suatu partai
politik.
4 . Konstitusi
-Konstitusi Indonesia
1. UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Menurut bentuknya Konstitusi pertama Indonesia (UUD 1945) adalah konstitusi tertulis, karena
UUD 1945 merupakan hukum dasar Negara Indonesia pada waktu itu yang dituangkan dalam suatu
dokumen yang formal. Di pertegas dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002,
diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu
Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini. Bukti bahwa UUD 1945
adalah konstitusi tertulis yaitu bahwa pada naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD
1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada
masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Konstusi ini di
tuangkan dalam satu dokumen saja tanpa ada dokumen lainnya yang juga merupakan konstitusi
seperti yang ada di Negara Denmark( 2 dokumen) dan Swedia (4 dokumen).
Menurut sifatnya UUD 1945 termasuk konstitusi yang Rigid (kaku) karena UUD 1945 hanya
dapat diubah dengan cara tertentu secara khusus dan istimewa tidak seperti mengubah peraturan
perundangan biasa. Hal ini dijelaskan dalam BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
DASAR pasal 37 ayat 1” Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota
MPR harus hadir” dan pasal 2 “Putusan Diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari
pada jumlah anggota yang hadir”.
Menurut kedudukannya UUD 1945 merupan konstitusi derajat tinggi karena UUD 1945 di
jadikan dasar pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang lain. Karena menjadi dasar bagi
peratutan yang lain maka syarat untuk mengubahnyapun lebih berat jika di bandingkan dengan yang
lain.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat.(27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Menurut bentuknya Kosntitusi RIS merupakan kostitusi tertulis karena dituangkan dalam suatu
dokumen. Konstitusi RIS ini terbentuk atas usulan dari PBB, dengan mempertemukan wakil-wakil
dari Indonesia dengan Belanda , maka terbentuklah suatu persetujuan dan persetujuan tersebut
dituangkan dalam sebuah dokumen pada tanggal 27 Desember 1949, maka terbentuklah konstitusi
RIS.
Menurut sifatnya Konstitusi RIS merupakan konstitusi rigid karena mempersyaratkan prosedur
khusus untuk perubahan atau amandemennya. Tertuang dalam BAB VI Perubahan, ketentuan-
ketentuan peralihan dan ketentuan-ketentuan penutup bagian satu perubahan, pasal 190 ayat (1), (2),
pasal 191 Ayat (1), (2), (3), bagian dua ketentuan-ketentuan peralihan pasal 192 Ayat (1), (2), pasal
193 Ayat (1),(2).
Menurut kedudukannya konstitusi RIS merupakan konstitusi derajat tinggi karena persyaratan
untuk mengubah lebih berat jika dibandingkan merubah peraturan perundangan yang lain.
Menurut bentuk negara konstitusi RIS serikat/federal karena negara didalamnya terdiri dari
negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk
mengurus urusan dalam negerinya.Terdapat BAB I negara Republik Indonesia Serikat bagian I
bentuk negara dan kedaulatan pasal 1, Ayat (1).
Menurut bentuk pemerintahannya konstitusi RIS, berbentuk parlementer karena kepala negara dan
kepala pemerintahan,di jabat oleh orang yang berbeda. Kepala negaranya adalah presiden, dan
kepala pemerintahannya perdana menteri. Terdapat pada pasal 69 ayat 1, pasal 72 ayat 1.
3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Menurut bentuknya UUDS’50 merupakan konstitusi tertulis karena dituangkan dalam suatu
dokumen yang formal. Dimana dengan berlakunya UUDS 1950 maka konstitusi RIS tidak berlaku.
Menurut sifatnya UUDS’50 merupakan konstitusi rigid karena dalam perubahannya
mempersyaratkan prosedur khusus sehingga tidak semudah seperti merubah peraturan perundang-
undangan biasa. Diatur dalam pasal 140 UUDS 1950 ayat 1-4.
Menurut kedudukannya UUDS’50 merupakan konstitusi derajat tinggi karena persyaratan
merubahnya tidak semudah peraturan perundangan biasa. Dan kedudukan UUDS ’50 merupakan
peraturan tertinggi dalam perundang-undangan diatas UU dan UU Darurat.
Menurut bentuk negara UUDS’50, Indonesia berbentuk kesatuan karena pada asasnya seluruh
kekuasaan dalam negara berada ditangan pemerintah pusat.
Menurut sistem pemerintahannya UUDS’50, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer
dimana kepala negara dijabat oleh seorang presiden dan kepala pemerintah di jabat oleh perdana
mentri.
4. UUD’45 setelah amandemen I-IV
Menurut bentuknya UUD ’45 amandemen termasuk konstitusi tertulis karena dituangkan dalam satu
bentuk dokumen formal.
Menurut sifatnya UUD ’45 merupakan konstitusi rigid karena dalam perbahannya memperhatikan
syarat-syarat tertentu seperti tertera dalam pasal 37 ayat 1-5 UUD ’45, bahwa pengajuan perubahan
minimal dilakuakan oleh 1/3 dari anggota MPR, dan dalam sidangnya dihadiri oleh 2/3 dari anggota
MPR, dan putusan disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu dari seluruh jumlah anggota MPR,
dan syarat lain adalah dalam ayat 5 bahwa “Khusus mengenai bentuk negara kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Menurut kedudukannya UUD ’45 termasuk konstitusi derajat tinggi karena UUD ’45 berkedudukan
sebagai hukum dasar dan pedoman pembentukan peraturan perundangan yang lain. Sehingga
terdapat hierarki perundangan sebagai konsekuensinya, di atur dalam UU No 10 tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundangan.
Menurut bentuk negara UUD ’45, Indonesia menganut konstitusi dalam negara kesatuan. Merujuk
pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk
Republik”.
Menurut sistem pemerintahannya, konstitusi yang dianut adalah konstitusi dalam pemerintahan
presidensial. Dimana kepala negara dan kepala pemerintahan berada ditangan presiden.
-Konstitusi Mali
Di adopsi : 1992; Ikhtisar hak dan martabat manusia, struktur pemerintahan oleh cabang
individu, perjanjian, dan perjanjian internasional
Konstitusi mali 1992 disetujui oleh referendum pada 12 januari 1992 setelah disusun oleh
konferensi nasional pada agustus 1991. Konstitusi mengatur demokrasi multi partai dalam sistem
semi presidensil
5 . Perubahan Konstitusi
-Perubahan konstitusi
indonesia
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang
disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal
yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak
empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002
Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan
untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah
sebagai berikut.
5 ayat 1 Hak presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
Pasal 7 Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 9 ayat 1 dan 2 Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 13 ayat 2 dan 3 Pengangkatan dan penempatan Duta
Pasal 14 ayat 1 Pemberian grasi dan rehabilitasi
Pasal 14 ayat 2 Pemberian amnesty dan abolisi
Pasal 15 Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain
Pasal 17 ayat 2 dan 3 Pengangkatan menteri
Pasal 20 ayat 1-4 DPR
Pasal 21 Hak DPR untuk mengajukan RUU
Pada tahun 2001, Presiden Alpha Oumar Konare memprakarsai beberapa amandemen konstitusi.
Namun demikian, Mahkamah Konstitusi menyatakan amendemen yang diusulkan tersebut tidak
konstitusional. Presiden mengubah empat belas pasal rancangan undang-undang amandemen
setelah pemeriksaan mereka di Majelis Nasional tetapi sebelum rencana mereka diajukan ke
referendum. Ketidakberesan ini, diperebutkan oleh oposisi yang dipimpin pada saat itu oleh Le
Rassemblement pour le Mali (RPM), partai yang berkuasa saat ini, dan dicatat oleh Mahkamah
Konstitusi, menyebabkan pembatalan undang-undang amandemen.
Hampir satu dekade setelah kegagalan ini, Presiden Amadou Toumani Toure meluncurkan
inisiatif peninjauan konstitusi kedua. Sebuah komite ahli yang bertanggung jawab untuk
'memikirkan konsolidasi demokrasi di Mali' dibentuk. Tujuannya adalah untuk
mempertimbangkan kemungkinan mengubah Konstitusi untuk mengatasi kelemahan demokrasi
dan memodernisasi institusi untuk menyesuaikannya dengan perubahan sosio-politik, dalam hal,
misalnya, pendanaan partai politik atau membangun kapasitas oposisi terhadap presiden dan
mayoritas pendukungnya di parlemen.
Komite ahli terdiri dari pengacara, profesor hukum, politisi dan perwakilan masyarakat sipil, dan
diketuai oleh menteri yang bertanggung jawab atas reformasi negara. Pada Oktober 2008, panitia
menyerahkan laporannya kepada Presiden Republik. Setelah kabinet / pemerintah menyetujui
laporan tersebut, Presiden menyerahkannya ke Majelis Nasional untuk diadopsi. Pada 2 Agustus
2011, setelah diskusi dalam komite legislatif, Majelis Nasional menyetujui Undang-Undang
Amandemen Konstitusi dengan 141 suara mendukung dan tiga menentang. Pemungutan suara
membuktikan penerimaan politik yang luas dari proposal.
Namun demikian, karena tingginya penghormatan terhadap konstitusi saat ini karena asalnya
yang partisipatif, beberapa aktivis masyarakat sipil dan kelompok politik berdemonstrasi
menentang reformasi konstitusi dengan moto: "Jangan menyentuh Konstitusi saya". Gerakan ini
secara khusus memprotes pembentukan Senat sebagai kamar legislatif kedua. Usulan
kontroversial lainnya termasuk penghapusan referendum sebagai satu-satunya mekanisme untuk
merevisi konstitusi dan pembentukan kemungkinan amandemen konstitusi melalui parlemen, dan
penghapusan Mahkamah Agung dan penggantiannya dengan Pengadilan Kasasi (badan tertinggi
peradilan). ), Dewan Negara (badan tertinggi tatanan administrasi) dan Pengadilan Auditor
(badan tertinggi akun publik). Reformasi juga meningkatkan kekuasaan presiden berhadapan
dengan pemerintah dan parlemen. Secara khusus, itu memberdayakan presiden untuk menunjuk
dan menghapus perdana menteri dan untuk menentukan kebijakan publik. Ada juga proposal
yang kurang kontroversial seperti pemberdayaan Mahkamah Konstitusi untuk meninjau undang-
undang setelah berlakunya, penghapusan Dewan Tinggi Otoritas Daerah, pelonggaran
pembiayaan partai politik, dan pembentukan lembaga nasional yang bertanggung jawab atas
mengorganisir pemilihan.
Amandemen yang diusulkan itu direncanakan untuk dipilih dalam referendum nasional yang
akan diadakan pada hari yang sama dengan putaran pertama pemilihan presiden pada tanggal 29
April 2012. Sayangnya, pada 21 Maret 2012, beberapa minggu dari hari pemilihan yang
direncanakan, seorang militer kudeta menggulingkan Presiden Toure. Kontroversi seputar usulan
reformasi konstitusi dan pemberontakan di daerah-daerah yang dikuasai Tuareg berkontribusi
pada krisis politik yang menjadi dasar kudeta. Pemberontak Tuareg mengambil keuntungan dari
kekosongan kekuasaan, mengendalikan petak-petak tanah besar di Mali utara dan menyatakan
negara merdeka. Peristiwa itu segera mengganggu proses pemilihan dan referendum konstitusi.
Kelompok militer yang menggulingkan rezim mengumumkan pembubaran Konstitusi 1992 dan
mengumumkan undang-undang dasar yang baru. Setelah tekanan internasional dan regional,
Mali kembali ke tatanan konstitusional, yang menyebabkan pembatalan undang-undang yang
menyatakan pembubaran Konstitusi. Selanjutnya, Konstitusi diberlakukan kembali dan, pada
bulan April 2012, Touré secara resmi mengundurkan diri,memungkinkan Mahkamah Konstitusi
untuk menyatakan kepresidenan kosong, dan untuk menandai transisi.Bagian Atas
FormulirBagian Bawah Formulir
Inisiatif reformasi konstitusi saat ini untuk memperkuat perdamaianSetelah penandatanganan
Perjanjian Algiers untuk Perdamaian dan Rekonsiliasi (perjanjian damai) dengan kelompok
pemberontak Tuareg pada Mei dan Juni 2013, pemilihan presiden diadakan pada 28 Juli (putaran
pertama) dan 11 Agustus (putaran kedua) 2013, yang dimenangkan oleh Ibrahim Boubacar
Keita. Perjanjian tersebut berisi kompromi khususnya tentang pembentukan daerah dengan
otonomi legislatif dan eksekutif terbatas. Karena penggabungan perjanjian perdamaian
memerlukan beberapa reformasi legislatif dan konstitusional, Presiden Keita, pada bulan April
2016, membentuk komite ahli untuk revisi Konstitusi di Kementerian yang bertanggung jawab
atas Reformasi Negara. Pada Juli 2016, Mamadou Sissoko, mantan menteri kehakiman,
menggantikan Mamadou Ismael Konaté, yang ditunjuk sebagai menteri kehakiman dan hak asasi
manusia yang baru, sebagai ketua komite. Selain memasukkan aspek-aspek yang relevan dari
perjanjian perdamaian, komite ahli memiliki mandat luas untuk mengusulkan rancangan revisi
untuk mempromosikan pencapaian upaya-upaya sebelumnya dalam revisi konstitusi, dan untuk
mengatasi segala kekurangan dalam Konstitusi.
Perdana Menteri menunjuk anggota komite atas usul menteri yang bertanggung jawab atas
desentralisasi dan reformasi negara, kelompok oposisi serta OMS. Komite tersebut terdiri dari
seorang presiden, pakar, dan dua pelapor, dan memiliki tim pendukung administratif. Ke-11 ahli
permanen dan dua pelapor semuanya adalah warga negara Mali dan termasuk, antara lain,
profesor universitas, pengacara, dan hakim tanpa afiliasi partai. Hakim Mahkamah Konstitusi
tidak dipertimbangkan untuk diangkat sebagai anggota komite karena mereka kemudian harus
memutuskan penerimaan dari amandemen yang diusulkan. Para anggota dipilih semata-mata
untuk kompetensi mereka, tanpa memperhatikan afiliasi etnis, asal, jenis kelamin, atau
kepercayaan agama mereka. Namun demikian, menteri yang bertanggung jawab atas
desentralisasi dan reformasi negara, yang membuat proposal untuk pengangkatan, adalah seorang
Tuareg, dan tiga dari 11 anggota adalah perempuan
Komite diharapkan untuk menghasilkan laporan dan menyerahkannya kepada Presiden dalam
waktu enam bulan sejak pembentukannya, yaitu pada akhir Oktober 2016. Presiden dapat
membuat perubahan pada rancangan dan harus meminta persetujuan pemerintah / kabinet
sebelum meneruskan draft ke parlemen, yang dapat membuat modifikasi pada draft. Draf
tersebut akan diajukan ke referendum jika parlemen menyetujuinya dengan mayoritas 2/3. Jika
disetujui dalam referendum, sebuah keputusan presiden akan mengumumkan berlakunya
konstitusi.
Komite telah melakukan dengar pendapat publik dengan lembaga pemerintah, partai politik, dan
kelompok masyarakat sipil. Namun demikian, usulannya tidak bersifat publik. Oleh karena itu,
ruang lingkup yang tepat dari proposal reformasi tidak akan tersedia sampai pengajuan resmi
laporan. Namun demikian, aspek penting dari perjanjian perdamaian termasuk pelimpahan
wewenang dan perubahan pada penunjukan presiden gubernur daerah. Kemungkinan
pembentukan senat, restrukturisasi / pembagian Mahkamah Agung menjadi Pengadilan Auditor,
Dewan Negara dan Pengadilan Kasasi, dan masalah kontroversial lainnya dalam upaya reformasi
sebelumnya kemungkinan akan muncul kembali. Sementara proses reformasi tampaknya
menikmati dukungan luas dan politis (tidak ada yang seperti gerakann 'Jangan menyentuh
konstitusi saya'), reaksi dapat berubah begitu rincian reformasi yang diusulkan diungkapkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
sebuah negara harus memiliki cara yang sesuai demi berjalannya negara tersebut. Cara
itulah yang sering disebut sebagai sistem pemerintahan. Sehingga sistem pemerintahan dapat
diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang
bekerja saling bergantung dan memengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi
pemerintahan.
Walaupun sistem pemerintahan diartikan hampir sama disetiap negara, namun adakalanya
sistem pemerintahan yang diterapkan setiap negara berbeda satu sama lain. Dengan
memahami sistem pemerintahan negara-negara lain, akan menambah wawasan kita sekaligus
bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi negara kita. Oleh karena itu, setelah
mengetahui persamaan dan perbedaan antara sistem pemerintahan, maka kita dapat
mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik.
Saran
Kita harus mengetahui persamaan dan perbedaan antra sistem pemerntahan indonesia
dan negara negara lainya