Abstrak
Feng-shui konsep worldview vernacular terbukti dapat bertahan
ribuan tahun hingga sekarang. Tulisan ini bertujuan menelusuri awal
konsep fengshui, sehingga dapat dipahami falsafah dasarnya. Analisis
ditelusuri secara hermeneutik mengacu pada naskah kuno Zang shu;
葬書 ; 葬书 ; Kitab Penguburan, dikatakan sebagai karya Guo-pu 郭璞
(276-324 CE), dari masa dinasti Jin Timur; Dong Jin; 东 晉 ;(317-420).
Buku ini diyakini merupakan awal pertama kali sejarah istilah feng –
shui 风 水 diuraikan secara tertulis (merupakan sourcebook). Hasil
penelitian ini mengungkap bahwa feng-shui sekarang telah
bertransformasi menjadi sangat beragam aliran. Manfaat dari
penelitian ini agar para praktisi dapat memiliki pembanding dalam
penerapan masa kini. Melengkapi tulisan ini dilampirkan terjemahan
Zang shu; dalam bahasa Inggris.
Feng-Shui 风 水.
Feng tiao yu shun 風 調 雨 順 . Artinya angin berhembus selaras dan hujan turun
pada masanya. Harapan agar kehidupan berlangsung tanpa terganggu bencana. (
terdapat pada pintu samping timur klenteng Xie Tian Gong , Bandung)
Empat karakter ini sering muncul pada bagian muka klenteng tua. Melukiskan worldview
dambaan masyarakat agraris tradisional di Tiongkok yang sangat tergantung pada hujan
(air) dan cuaca (angin), syarat utama agar mendapatkan hasil terbaik dari pertaniannya.
Juga kedua unsur alam angin dan air sangat berpengaruh pada kenyamanan hunian
manusia hidup. Kondisi alam yang diluar kendali manusia ini ditransformasikan pada
metaphora feng-shui dalam usaha mensistimasikan masalah pada lokasi tempat hunian;
agar dapat diperoleh pijakan cara memutuskan pilihan yang agak pasti.
Gambar 2. Karakter feng; angin. (Kelompok sebelah kanan karakter kuno). (CPI 2006 :202)
Gambar 3. Karakter shui, air. (Kelompok sebelah kanan karakter kuno). ( CPI 2006 : 741)
Karakter feng-shui mewakili gambaran sederhana masyarakat mengenai sifat angin yang
bertiup tidak teratur. Digabung bersamaan dengan karakter air mengalir di lembah; di
kaki bukit. Untuk melindungi lokasi bangunan dari tiupan tidak menentu; angin dingin
dari arah utara Tiongkok (Siberia, digambarkan sebagai daerah kematian), lokasi hunian
ideal haruslah terletak di sisi selatan lereng gunung; sehingga bagian belakang punggung
bangunan terlindung oleh gunung dari hembusan angin utara, bangunan sebaiknya
terletak di lereng menghadap ke arah selatan (arah matahari yang hangat, sumber
kehidupan). Serta dilengkapi dengan sungai agar selalu ada alur air mengalir menjauh,
mencegah bahaya banjir ketika turun hujan lebat.
Dalam lukisan tradisional Tionghoa kuno sejak dahulu kala dikenal gaya lukisan yang
dinamakan sebagai gaya “shan-shui 山 水 ” ; gunung-air. Lukisan ini menggambarkan
imaji romantik ideal bagi suatu lokasi hunian dan kampung. Menggambarkan idealisasi
suatu penempatan hunian yang diimpikan di tengah alam dengan ketenangan dan
harmonis dengan lingkungan sekitarnya. Konsep visualisasi harapan dambaan
masyarakat dalam budaya tradisional demikian kemudian oleh para cendekiawan
ditransformasikan dalam falsafah terapan dengan metaphor yang dinamai “ feng-shui;
风水”; angin-air.
Dalam khazanah istilah bahasa Tionghoa dikenal beragam kata yang memiliki makna
serupa meskipun tidak tepat identik dengan makna istilah feng-shui 风 水 (angin dan
air): zhan-zhai 占宅 (devination; peramalan tempat tinggal), xiang-zhai 相宅 (bentuk
hunian), kan-yu 堪輿 (geomorphology; bentuk permukaan bumi naik turun), zhai-fa 宅
法 (aturan hunian), yin-yang 阴阳 ( falsafah daya dalam semesta alam bersifat dualistis
dialektis) , di-li 地理 (ilmu bumi), di-xue 地学 (pengetahuan tentang bumi), yang-zhai
阳宅 ( hunian bagi yang hidup), yin-zhai 阴宅 (hunian untuk yang telah meninggal).
Istilah feng-shui 风 水 muncul pertama kali dalam naskah kuno Zang shu 葬 书 ; Kitab
penguburan, disebutkan sebagai karya Guo-pu 郭 璞 (276-324 CE). Dari masa dinasti
Dong Jin; 东 晉 ;(317-420). ( Untuk terjemahan dalam bahasa Inggris lihat lampiran 1
tulisan ini).
Untuk memahami hal ini diperlukan pengertian dasar dari pandangan kepercayaan
popular masyarakat tradisional bagi kehidupan. Dalam budaya Tionghoa tradisional
susunan masyarakat menganut paham patriarkat dan peternalistis; sangat pekat konsep
penghormatan pada leluhur. Mereka juga meyakini bahwa setelah kematian; jiwa
manusia akan menjalani terus kehidupan di dunia lain yang serupa ketika hidup di bumi
ini.
Tradisi masyarakat tradisional yang disebut sebagai Daoist meyakini anggapan saat
manusia mati; tubuh phisik (raga) dan jiwa yang terdiri dari 10 komponen, akan terbagi
dalam po 魄 (7 anasir jiwa, mengacu pada numerology bujur - sangkar Luo-shu 洛书;
arah barat, bersifat yin, fase logam ) akan kembali ke bumi. Ada lagi 3 bagian lain jiwa
disebut hun 魂 (3 anasir roh, mengacu pada numerology bujur-sangkar Lou-shu 洛书;
arah timur, bersifat yang, fase kayu), satu bagian dari hun 魂 akan berpindah kedunia
baka menyatu dengan roh leluhur, satu bagian roh lagi menetap pada kuburannya
(sehingga kubur merupakan rumah roh), dan satu bagian roh lainnya ada di tempat ia
meninggal atau pada papan nama sin-ci, shen-zhu-pai 神主牌 dimeja altar leluhur.
Dengan dasar pengertian yang mirip; dilakukan juga pengaturan lokasi tapak untuk
mereka yang hidup dan disebut sebagai yang-zhai 阳 宅 (dalam konsep daya alam
semesta yin-yang, kematian adalah yin 阴 dan kehidupan adalah yang 阳). Bagi tempat
bangunan hunian yang hidup; muka bangunan diarahkan ke selatan (mengacu pada arah
kehidupan, cahaya matahari, musim panas, fase api, burung hong merah, yang 阳 ).
( Bruun, 2008:16).
Tabel 1. Dari uraian diatas dapat dikelompokan adanya dua dimensi feng-shui:
Mikrokosmos : Mikrokosmos :
Lokasi, orientasi rumah dan ruangan Lokasi, orientasi nisan makam
(Skinner, 2006:22 )
Kitab penguburan, ditulis oleh Guo-pu 郭 璞 (276-324 CE), ia hidup pada masa dinasti
Dong Jin; 东 晉 ; Jin Timur (317-420). Inti uraian dalam naskah ini memuat cara-cara
menilai suatu lokasi untuk makam; ditinjau dari kondisi contour permukaan bumi,
gunung - bukit, aliran air. Dihubungkan sebagai sebab-akibat (kausalitas) dari pergerakan
Qi 气 yang merupakan daya bagi semua perubahan dalam alam semesta. Pada proses
penafsiran geomorphology muka bumi ditransformasikan pada simbol methafor
zoomorphic. Penjaga empat arah mata angin dalam budaya kuno masyarakat Tionghoa
berupa naga hijau / biru; qing-long 青 龍 , harimau putih; bai-hu 白 虎 , burung que
merah; zhu-que 朱雀, kura-kura dan ular hitam; xuan-wu 玄武 .
Dengan bertolak dari Qi 气 sebagai sumber awal alam semesta. Tubuh manusia
merupakan hasil konsolidasi materialisasi Qi 气 . Iklim, musim, hujan dan angin
digerakkan oleh Qi 气 , aspek ini menunjukkan bahwa masyarakat Tionghoa kuno
merupakan masyarakat agraris yang sangat tergantung dari cuaca. Sehingga falsafah
kosmologi vernacular Tionghoa sarat dengan lambang yang berkorelasi dengan iklim dan
pertanian. Dengan angin = feng 风 dan air = shui 水 menjadi lambang unsur utama
dalam ,kehidupan mereka. Qi alam 气 bergerak memenuhi langit dan di dalam bumi.
Tujuan utama penempatan makam yang ideal adalah untuk mendaya gunakan qi 气
jenazah secara maksimal. Diusahakan agar qi 气 tidak mudah hilang, tertahan selama
mungkin.
Uraian naskah juga mengklasifikasi bentuk (contour) permukaan bumi, lereng, gunung-
bukit, serta aliran air, ditransformasikan pada lambang-lambang tersebut. Gunung
menghalangi angin buruk, angin bertiup dengan sepoi-sepoi nyaman. Dilengkapi aliran
air dengan kecepatan arus yang ideal, mengalir ke arah selatan akan membawa dan
mengumpulkan Qi 气 . Interpretasi bentuk contour alam dilambangkan mirip dengan
urat nadi pada manusia (anthrophomorphic) yang berfungsi menyalurkan Qi 气 di dalam
bumi. Mengelompokan bentuk alam ditransformasikan pada pada sifat 5 fase; wu-xing
五行. Alam digambarkan seolah-oleh hidup dan bernafas (= qi 气).
Titik lokasi makam yang ideal; yang memiliki kondisi sesuai perlambangan secara positip
dinamakan sebagai xue 穴 rumah/sarang/hunian naga. Titik makam ideal ini akan
dilindungi dan dapat diterima oleh empat hewan simbolik penguasa empat arah mata
angin langit, si-xiang 四 象 . Naga biru/hijau (qing-long 青 龍 ) di arah timur, macan
putih(bai-hu 白虎) di arah barat, burung que 雀 merah(zhu-que 朱雀) di arah selatan,
dan kura-kura hitam dan ular (xuan-wu 玄武) di arah utara.
Titik ideal ini dipercaya merupakan titik bertemunya daya yin 阴 dan yang 阳 secara
sempurna. Klasifikasi bentuk contour permukaan bumi ini membantu menentukan
cocok atau buruknya letak suatu lokasi. Penilaian lokasi juga di hubungkan dengan arah
diagram ba-gua 八卦.
Makam, fen-mu 坟墓.
Gambar 7. Karakter fen 坟 berarti kuburan dengan peninggian dari permukaan tanah
sekelilingnya (bukit kecil).
Karakter mu 墓 , dilihat dari cara penulisan pictogram, radix karakter bagian atas
melambangkan rumput; sedangkan pada pictogram kuno (kedua dari kiri; atas)
menggambarkan rumput-rumput di bagian atas dan bawah karakter. Menaungi radix
tanah di bawah tengahnya. Di bagian tengah terdapat radix karakter menggambarkan
matahari. Keseluruhannya mengguraikan suasana senja sore hari, ketika matahari
menuju tenggelam di ufuk barat. Terlihat matahari sudah berada sedikit diatas horizon
terhalang daun dan rerumputan.
2. DISKUSI
Dapat dikatakan secara umum bahwa analisa menurut naskah Zang-shu 葬書; 葬书 ini
dilakukan secara correlative thinking menggabungkan beragam pandangan falsafah
kosmologi kuno masyarakat tradisional Tionghoa bagi satu falsafah terapan.
Terlihat sangat jelas dari naskah kuno ini; menurut sejarah saat awal adanya kompilasi
falsafah feng-shui, analisa dilakukan dengan interpretasi dari bentuk alam; yang lazim
disebut sebagai aliran feng-shui bentuk (topography). Aliran ini cocok untuk diterapkan
di daerah bergunung-gunung di Tiongkok selatan dan barat. Baru dalam periode-periode
sejarah berikutnya berkembang beragam aliran feng-shui dengan memasukan banyak
falsafah lain-lain dari kosmologi Tionghoa tradisional, sehingga menghasilkan teori-teori
dengan taraf kerumitan tinggi. Dilengkapi cara menganalisa feng-shui yang sarat dengan
interpretasi subjektif, individual dan intuisi.
Naskah kuno ini menunjukan bahwa pada awalnya pemilihan lokasi makam yang ideal
merupakan usaha yang ditujukan bagi memelihara qi 气 pada tubuh jenazah selama
mungkin. Sama sekali tidak berbicara hal arwah, roh yang meninggal.
Konsep tradisional komponen jamak dari jiwa manusia, agaknya muncul setelah
beberapa abad kemudian sekitar masa Confucius. Ketika kemudian kepercayaan
Buddhis masuk ke Tiongkok pada masa dinasti Tang, kepercayaan tradisional bertambah
dengan konsep reinkernasi ( Neo-Confucius).
Bertolak dari uraian kepercayaan popular masyarakat tradisional Tionghoa dalam hal
penghormatan pada arwah leluhur, serta kepercayaan adanya bagian dari jiwa orang
meninggal yang tetap tinggal di bumi di lokasi kuburan. Serta harapan timbal balik bila
jiwa mendapatkan perlakuan yang baik akan membalas dengan melimpahkan
keberuntungan bagi keturunannya. Semuanya merupakan dasar utama yang sangat
erat bagi alasan adanya tujuan akhir falsafah yin feng-shui. Maka patut dipikirkan juga
bila falsafah dan worldview dari masyarakat penggunanya tidak memiliki kepercayaan
dasar yang sama; masihkah dapat berlaku asas-asas yang terkandung dalam falsafah dan
tujuan akhir dari yin feng-shui ini.
Dalam pandangan kosmologi tradisional masyarakat Tionghoa kuno; lokasi di muka bumi
selalu dapat ditafsirkan secara anthrophomorphic atau pun zoomorphic, kehidupan akan
dipengaruhi oleh alam semesta; oleh benda-benda angkasa perbintangan, pengaruhnya
dapat memiliki bermacam daya baik (qi ) dan buruk ( sha). Bermacam wujud kehidupan
terlihat dan tidak terlihat, penuh dengan ketidak pastian dan ketidak teraturan. Tetapi
untuk keperluan praktis, dengan analisa teoritis berdasarkan falsafah kosmologi, dengan
banyak postulat untuk pembenaran serta dilengkapi ritual-ritual; dapatlah dibangun
suatu ruang imaji dalam sebagian alam semesta yang teratur dan tertib. Dibawah
kendali dan bermanfaat bagi manusia penggunanya.
Dengan falsafah yin feng-shui calon lokasi tapak (site) makam yang awalnya terletak di
lereng bukit liar, tidak pernah bermanfaat (redundent), mentah tanpa nilai rohani apa
pun. Dengan memanfaatkan beragam simbol dan metaphora social memories telah
dapat ditransformasikan menjadi titik lokasi bermakna, bermanfaat bagi banyak pihak
keluarga keturunan almarhum, dibayangkan sebagai sumber hidup yang memilki nilai
rohani bagi masyarakat. Lokasi menjadi ruang teratur, dengan dukungan pembenaran
beragam teori, bermanfaat dibawah kendali manusia pemakainya. Sehingga patut
menjadi kediaman terakhir sempurna dari jasad orang yang meninggal.
Bentuk makam dalam falsafah yin feng-shui juga sering bermetaphora sebagai rahim
seorang ibu. Lokasi ini digambarkan sebagai tempat awal pembuahan embrio, janin,
kehamilan dan kelahiran. Lokasi tidak sekedar kuburan yang statis mati, tapi berupa
lokasi yang memiliki daya memancar keluar bermanfaat dalam regenerasi dan
kesuburan. Tempat xue 穴 yang baik akan memberi pengaruh positip bagi keturunan
yang meninggal, berupa kesuburan reproduksi dan keberuntungan. Dari satu titik
pengakhiran daya kehidupan (kematian) menyambung pada daya kehidupan selanjutnya
bagi keturunan.
Ada kepercayaan dari aliran buruk untuk tujuan yang tidak baik, yang disebut ritual
“menutup gerbang”. Gerbang dalam hal ini dimaksudkan batu nisan, dengan
memoleskan darah seekor anjing hitam pada batu nisan makam. Tindakan demikian
dipercaya akan memutus garis keturunan dengan rahim yang gersang, dan arwah
leluhur yang murka sehingga memusnahkan seluruh keturunannya. (Lu. A.H.M. 1997 :
22)
Ada suatu kebiasaan dalam pergumulan politik kekuasaan di Tiongkok kuno; ketika
suatu kerajaan dapat mengalahkan lawannya, pihak pemenang akan menghancurkan
klenteng leluhur raja. Serta mencari makam leluhur pecundang untuk dibongkar dan
dihancurkan. Diharapkan kejayaan keturunannya akan hilang musnah sehingga tidak
akan pernah dapat membangkitkan dinastinya kembali. Kasus ini terjadi diantaranya
ketika pemberontakan Taiping dikalahkan oleh kekaisaran Qing. Kekaisaran lalu
menelusuri makam para leluhur pimpinan pemberontak dicari untuk dimusnahkan. Pada
masa dinasti Qing ada peraturan mereka yang membongkar kuburan akan dikenakan
hukuman yang berat.
Dari catatan sejarah pada masa dinasti Han, seorang ahli Confusiusisme Liu Xiang
melaporkan ke istana tentang terdapatnya beberapa makam leluhur keluarga tertentu
memiliki ciri-ciri sempurna secara yin feng-shui, yang diperkirakan diarahkan agar dari
antara keturunannya akan dapat menjadi seorang raja. Kekaisaran beralasan untuk
secara preemptive mencegah pemberontakan lalu bertindak, memburu dan membunuh
punah seluruh keturunannya. (Liu Xiang adalah seorang cendekiawan yang berhasil
menulis ulang karya klasik Confucius pada bagian yang pernah hilang). (Bruun O.2008:
19).
Pada proses pemakaman dengan menentukan waktu, arah dan lokasi cocok bagi yang
meninggal akan memberikan keberuntungan bagi keturunannya. Tetapi dengan banyak
perhitungan rumit distribusi keberuntungan ini teoritis tidak mungkin akan sama bagi
setiap orang anggota keluarga, hal ini sering menimbulkan percekcokan dan penundaan
penguburan yang berlarut-larut. Pihak-pihak keturunan yang khawatir dirugikan akan
meminta bantuan dari pihak yang dianggap ahli, dengan sendirinya ia akan memberikan
rekomendasi berbeda-beda.
Dari buku kenangan pemakaman Mayor Tan Tjin Kie tahun 1919 di Cirebon. Tercatat
bahwa dari saat meninggalnya tanggal 13-2-1919, jasadnya baru dimakamkan pada
tanggal 2-4-1919. Ditunda selama 47 hari; meskipun tidak dijelaskan tertulis alasan
penundaan yang demikian lama, tetapi dapat diperkirakan bahwa selama itu pihak
keluarga menunggu hari dan waktu yang tepat untuk saat penguburan. Disesuaikan
dengan hasil perhitungan menurut yin feng-shui. Dalam kasus ini almarhum yang
meninggal (Tan Tjin Kie) telah menyiapkan lokasi makam untuk diri serta istrinya sejak
Oktober 1917 dengan berkonsultasi dulu pada shin-she hong-shui. ( Tan Gin Ho, 1919)
Di Taiwan pada tahun 2000an saat kampanye pemilihan presiden Republik Tiongkok,
bertarung calon dari partai Guomingdang, Lien Chan dan James Soong yang popular dan
telah keluar dari partai Guomingdang (James lebih popular dari pada Lien). Lien Chan
mengundang seorang yang dianggap ahli feng-shui untuk memeriksa makam leluhurnya
di Yang-ming-shan (bukit di luar kota Taipei) lalu ia mengatakan bahwa makam tsb
berada dibawah pengaruh kegelapan akibat makam yang berdekatan.
Ternyata makam yang dimaksud adalah makam leluhur dari James Soong, James
menuduh balik bahwa pihak Lien telah menanam 9 buah paku baja disekitar makam
leluhurnya ini. Paku baja diartikan sebagai penangkal pengaruh jahat. Kejadian ini
berkembang menjadi polemik panas dalam mass media saat itu.
Hasil pemilu akhir memenangkan Chen Shui-bian dari partai baru, Demokrat Progresip.
Merupakan kejadian pertama kali partai Guomingdang yang biasanya selalu berkuasa
dikalahkan. Kemudian ada informasi bahwa ahli feng-shui ini berasal dari Tiongkok
daratan dan autodidak lalu menyatakan diri memiliki kekuatan qi-gong. Kasus ini
memicu perdebatan lain antara pihak skeptic terhadap adanya praktek feng-shui yang
hanya mencari kesempatan keuntungan financial saja dan pihak yang meyakini
kebenarannya. Selama kampanye ini banyak pihak yang merasa ahli ramal muncul di
acara TV Taiwan dan melontarkan bermacam prediksi ramalan. (Bruun O.2008: 130)
KEPUSTAKAAN