Anda di halaman 1dari 137

VIMALAKIRTI NIRDESA SUTRA

( WEI MO CING )

Sutra yang Dibabarkan oleh Vimalakirti


Pintu Dharma Menuju Pembebasan yang Tak Terbayangkan

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dari Bahasa Mandarin


oleh Upasaka Lu Kuan Yu
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Team Penerjemah
Penerbit Pustaka Suci Mahayana, Jakarta

1
DAFTAR ISI
Bab I : Tanah Buddha

Bab II : Metode Mengajar Bijaksana ( Upaya )

Bab III : Para Siswa

Bab IV : Para Bodhisattva

Bab V : Manjusri Mengunjungi Vimalakirti

Bab VI : Pembebasan Tak Terbayangkan

Bab VII : Memandang Makhluk HIdup

Bab VIII : Jalan Buddha

Bab IX : Inisiasi Ke Dalam Kesunyataan Dharma

Bab X : Buddha Sugandhakuta

Bab XI : Perilaku Bodhisattva

Bab XII : Melihat Buddha Aksobhya

Bab XIII : Persembahan Dharma

Bab XIV : Pesan untuk Menyebarkan Sutra Ini

Daftar Kepustakaan

2
PRAKATA
Kami berlindung pada Hyang Buddha

Kami berlindung pada Dharma

Kami berlindung pada Sangha

Judul Sansekerta dari ‘Vimalakirti Nirdesa Sutra’ berarti ‘Sutra yang


Dibabarkan oleh Vimalakirti,’ juga disebut ‘Suatu Pintu Dharma ke Pembebasan
Tak Terbayangkan.’ Judul pertama menunjukkan pembicara yang mencetuskan
Sutra ini, dan yang kedua mengungkapkan metode praktek menuju pembebasan
abadi sampai tercapainya nIrvana yang merupakan tujuan dari semua umat
Buddha.

Terjemahan ini berdasarkan penjelasan dan catatan dari penerjemah


‘waskita’ bangsa India, Kumarajiva, dan murid merangkap pembantu bangsa
China-nya yang juga ‘waskita,’ Sheng Chao, penulis risalah Chao Lun yang terkenal
dan berdasarkan komentar guru Chan, Po Nan, dari dinasti Ming pada tahun
1630.

Menurut Kumarajiva, Vimalakirti datang dari tanah Abhirati ( Kebahagiaan


Berlimpah )-nya Buddha Aksobhya untuk melakukan tugas penyelamatan di bumi
ini. Dia mencetuskan Sutra ini dengan mengirim pengikutnya sejumlah 500 putra
sesepuh dari Vaisali kepada Hyang Buddha untuk menerima instruksi-Nya,
sedangkan dia sendiri ‘terbaring sakit’ di rumah sambil menunggu kesempatan
untuk menerangi para Bodhisattva, Siswa Utama ( Hyang Buddha ), dewa, dan
manusia.

Sutra ini terbagi dalam 14 bab.

Bab I, memuji para Bodhisattva yang hadir, di mana perbuatan-perbuatan


bajik mereka telah mengubah dunia mereka menjadi tanah suci, dan kemampuan
mereka mengubah ( convert ) dan membebaskan makhluk hidup. Yang hadir
dalam persamuwan itu termasuk dewa, ke-8 kelompok makhluk spiritual, bhiksu,
bhiksuni, upasaka, dan upasika.

3
Vimalakirti mengirim seorang sesepuh bernama Ratna-rasi bersama 500
putra para sesepuh di Vaisali, masing-masing membawa canopy1 untuk
dipersembahkan kepada Buddha sebagai tanda penghormatan. Sang Junjungan
kemudian menggunakan kekuatan transenden-Nya untuk mengubah semua
canopy itu dan menjadikannya sebuah canopy raksasa, yang menutupi semua
dunia berikut para Buddha yang sedang membabarkan Dharma di 10 penjuru. Ini
menunjukkan keadaan tanah Buddha yang tak terbayangkan untuk mendorong
kaum Hinayana mengembangkan pikiran Mahayana yang tak terbatas guna
memenangkan ( mencapai ) tanah suci.

Setelah itu Ratna-rasi memuji Hyang Buddha dalam sebuah gatha yang
panjang sambil menambahkan bahwa ke-500 putera sesepuh telah memutuskan
untuk mencapai penerangan sempurna dan memohon agar Hyang Buddha
mengajarkan bagaimana mencapai tanah suci-Nya, langkah pertama ke arah
pencapaian tingkat penerangan mutlak.

Kemudian Hyang Buddha mengajarkan bahwa tanah suci merupakan hasil


dari perbuatan mereka mengubah dan membimbing makhluk hidup menuju
kesempurnaan, karena tanah suci ini berasal dari pikiran yang lurus, pikiran yang
luhur ( luas ), pikiran Mahayana, pelaksanaan 6 paramita, 4 pikiran tak terhingga,
dari 4 tindakan Maha-Bodhisattva dalam mendekati dan membebaskan makhluk
hidup, serta dari cara bijaksana ( upaya-kausalya ), pelaksanaan 37 tahap
pembantu ke arah penerangan ( Bodhi-paksika-dharma ), pelimpahan semua
pahala yang diperoleh dalam perbuatan 8 Jalan Utama untuk pencerahan diri dan
pencerahan yang lainnya, kotbah tentang cara menghilangkan 8 rintangan /
keadaan menyedihkan sehingga Dharma ini bisa terjangkau dan dilaksanakan oleh
setiap orang, kepatuhan pada sila dan tidak melakukan 10 kejahatan.

Pada saat itu ajaran Hyang Buddha telah menimbulkan keraguan yang kuat
dalam pikiran Sariputra tentang ketidakbersihan tanah suci Buddha ini. Hyang
Buddha yang mengetahui pikirannya menekankan jempol kaki-Nya ke tanah,
sehingga dunia ini seketika berubah menjadi bersih dan murni dalam segala
keindahannya. Kemudian Beliau berkata kepada siswa-Nya, “Tanah Buddha-Ku ini

1
Canopy: semacam payung besar dari kain untuk menutupi panas / hujan dan sebagai hiasan.

4
selamanya murni dan bersih tetapi kelihatan kotor agar Aku bisa membimbing
manusia dengan kesadaran spiritual rendah menuju pembebasan.”

Pada kejadian ini Ratna-rasi dan ke-500 pengikutnya mencapai anutpattika-


dharma-ksanti, sedangkan sebagian besar hadirin memperoleh mata-Dharma
maupun mengakhiri arus tumimbal lahir.

Demikianlah Sang Junjungan menunjukkan tanah Buddha yang murni dan


bersih dalam segala keagungannya di mana realisasinya merupakan tujuan dari
semua Bodhisattva sebagaimana telah diuraikan di atas.

Bab II, mengungkapkan perbuatan mulia yang dijalankan oleh Vimalakirti,


pencetus Sutra Mahayana penting ini, dimana Dia mewujudkan diri sebagai
seorang upasaka tua ( senior ) yang memberikan contoh pelaksanaan 6
penyempurnaan ( sad-paramita ) melalui beramal ( dana ), disiplin ( sila ),
kesabaran ( ksanti ), ketekunan ( virya ), meditasi ( dhyana ), dan kebijaksanaan (
prajna ), dan perilaku Bodhisattva lainnya. Dan pada kesempatan ini dengan
menggunakan upaya atau cara bijaksana Dia ‘kelihatan sakit’ agar bisa menerima
dan menganjurkan ribuan penjenguknya untuk mencari penerangan sempurna.

Bab III, menceritakan para Siswa Utama yang diperintahkan Hyang Buddha
untuk mewakili-Nya menjenguk Vimalakirti dan mereka semua menceritakan
pertemuan sebelumnya dengan Sang Upasaka, yang menunjukkan mereka tidak
pantas bertemu dengan-Nya lagi. Bab yang sangat menarik ini seharusnya dibaca
oleh semua siswa yang telah mempraktekkan Hinayana dalam usaha mereka
mencapai Nirvana relatif, agar melangkah lebih lanjut ke jalan Mahayana guna
mencapai Nirvana mutlak. Karena tujuan ajaran Vimalakirti dalam bab ini adalah
untuk mendorong para siswa ( Hyang Buddha ) dari tahap Sravaka agar
mengembangkan pikiran Mahayana guna mencapai penerangan sempurna.

Bab IV, menceritakan mengapa para Bodhisattva yang belum mencapai


tingkat penerangan tertinggi juga menolak mewakili Sang Buddha menjenguk
Vimalakirti karena mereka merasa tidak pantas mengunjungi-Nya, setelah
pengalaman pertemuan sebelumnya dengan Sang Upasaka.

5
Bab ini juga sangat penting bagi mereka yang belajar di jalan Bodhisattva,
karena mengajarkan apa yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh mereka.

Bab V, mengungkapkan pertemuan yang menarik antara Manjusri dan


Vimalakirti karena kemampuan pembahasan Dharma-Nya yang setara.

Ini merupakan bab yang paling menarik dimana Vimalakirti berdiam diri
ketika ditanya oleh Manjusri tentang kesunyataan Dharma, yaitu keadaan
absolute dari ‘;yang demikian’ ( thusness ), yang berada di luar jangkauan kata
dan ungkapan. Hal tersebut telah mengundang berbagai komentar dan menjadi
bahan pembicaraan di semua vihara besar di Cina sejak Kumarajiva
menerjemahkan Sutra ini ke dalam bahasa Cina.

Bab VI, menerangkan pencapaian pembebasan tak terbayangkan melalui


pelaksanaan kebajikan tertinggi yang meliputi singgasana Buddha, yang juga
merupakan dasar dari penerangan. Untuk menunjukkan fungsi pembebasan tak
terbayangkan yang luar biasa, Vimalakirti menggunakan kekuatan batin-Nya
untuk meminta Buddha Merukalpa mengirimkan 32.000 singgasana ( tahta singa
)-Nya yang tinggi besar, indah, dan tak bercacat, dan semua tahta itu termuat
dalam kamar-Nya tanpa mengganggu apapun yang ada di kota Vaisali, dunia ini
dan ke-4 surga, di mana semuanya tidak berubah seperti sebelumnya.

Manjusri dan Bodhisattva yang telah mencapai pembebasan tak


terbayangkan dengan mudah bisa menduduki tahta yang tinggi itu, sedangkan
mereka yang masih berada pada tingkatan Sravaka harus memberi hormat
kepada Buddha Merukalpa dan mengembangkan pikiran Mahayana lebih dahulu
sebelum bisa mendudukinya.

Vimalakirti menganjurkan pembebasan tak terbayangkan ini, yang tidak


terikat oleh ruang dan waktu untuk menunjukkan keadaan yang tak terungkapkan
dan tak terlukiskan dari kesunyataan mutlak.

Tujuan bab ini adalah untuk mengungkapkan keajaiban dari pembebasan


tak terbayangkan kepada mereka yang berada di tingkat Sravaka dan mendorong
mereka untuk mencari penerangan sempurna.

6
Bab VII mengajarkan praktek Mahayana untuk mencapai pembebasan tak
terbayangkan. Isinya adalah dialog yang sangat menarik antara dua Bodhisattva
agung, Vimalakirti dan Manjusri, di mana diajarkan cara yang tepat untuk
memandang makhluk hidup, yang secara fundamental itu khayal dan tidak ada (
anatman ), bagaimana menyesuaikan keadaan tidak ada itu dengan perilaku
Bodhisattva seperti penerapan 4 pikiran tak terhingga ( brahma-vihara: yakni
cinta kasih, belas kasihan, kegembiraan, dan keseimbangan batin ) tanpa
mengharapkan imbalan, penaklukan kelahiran dan kematian, memperoleh
dukungan dari kebajikan moril Tathagata dengan membebaskan semua makhluk
hidup dari kesusahan dan penyebabnya, dengan mempertahankan kesadaran
yang benar, dengan memperkenalkan yang tak-terlahirkan dan tak meninggal,
dengan cara pengendalian kejahatan agar tidak timbul dan memelihara kebajikan
agar tak berakhir, yang berasal dari tubuh yang tercipta karena keinginan, yang
disebabkan oleh diskriminasi yang timbul dari pikiran menyimpang, yang tadinya
berasal dari keadaan tanpa inti ( anatman ).

Guna membuktikan kebenaran ajaran tersebut, seorang maha dewi muncul


untuk menaburkan bunga yang langsung terjatuh ke tanah saat menyentuh tubuh
para Bodhisattva, tetapi tetap menempel pada tubuh para siswa ( dari tingkatan
Sravaka ) yang tidak dapat menjatuhkannya karena mereka membedakan antara
bunga ( yaitu wujud ) dan kemutlakan ( tidak berwujud ) yang mereka cari. Sang
dewi mengajari para siswa untuk menghentikan semua pembedaan agar mereka
bisa menyisihkan waktu dan ruang demi keselarasan dengan penerangan
sempurna.

Bab VIII, mengajarkan cara memasuki Jalan Ke-Buddha-an yang menuju


penerangan sempurna dan yang hanya bisa dicapai oleh pikiran yang murni dan
bersih ( tidak melekat ).

Jadi bab ini menerangkan bahwa untuk memasuki Jalan Buddha seorang
Bodhisattva harus melakukan tugas penyelamatan tanpa dinodai ketidaktahuan,
keangkuhan, dan kebanggaan di dalam dunia binatang, tanpa kejengkelan dan
amarah sewaktu muncul di dalam neraka, dan sebagainya. Dengan perkataan

7
lain, dia harus bebas dari semua diskriminasi sebagaimana dijelaskan didalam
text agar bisa memperoleh pikiran yang murni dan bersih.

Bab yang berisi dialog yang sangat menarik antara Vimalakirti dan Manjusri
ini, juga eksposisi terdahulu tentang kebebasan dari diskriminasi dalam gatha
yang panjang adalah terlalu panjang dan rumit untuk diringkas ke dalam prakata
yang singkat ini. Oleh karena itu pembaca dihimbau untuk mempelajarinya
dengan seksama untuk membebaskan diri dari noda akibat diskriminasi agar
dapat menempuh jalan penerangan dari semua Buddha. Akan tetapi
penghilangan diskriminasi hanya dimungkinkan melalui inisiasi kedalam
kesunyataan Dharma yang diterangkan sepenuhnya dalam bab berikutnya.

Di dalam Bab IX, Vimalakirti mengundang semua Bodhisattva yang hadir


untuk mengungkapkan pengertian Mereka tentang kesunyataan Dharma, yakni
pencapaian mereka atas keadaan mutlak di luar semua dualitas, relativitas, dan
pertentangan, penyebab utama terciptanya segala makhluk hidup beserta
dunianya. Sesudah Bodhisattva Manjusri menyimpulkan dengan mengatakan
bahwa keadaan itu tercapai bilamana hal itu tidak dapat diungkapkan lagi melalui
media kata, bahasa, indikasi, dan intelek, Dia meminta pendapat Vimalakirti yang
bijjaksana atas hal tersebut. Vimalakirti berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah
kata pun untuk menunjukkan inisiasi nyata kearah kesunyataan yang tak
terungkapkan dan tak terlukiskan.

Kesunyataan Dharma yang dicapai oleh Vimalakirti akan tidak sempurna


jika tidak dapat berfungsi sebagaimana halnya yang sering disebut kekuatan batin.
Oleh sebab itu, di dalam Bab X, Vimalakirti menggunakannya untuk menunjukkan
kepada persamuwan tanah Sarvagandhasugandha ( Segala Keharuman ) beserta
Buddha dan Bodhisattvanya, menciptakan dan mengirim seorang utusan khayal
untuk meminta nasi wangi dari Buddha tersebut guna merubah para Sravaka di
Vaisali ke jalan Mahayana. Vimalakirti juga menggunakan kesempatan ini untuk
mengajari para Bodhisattva tamu dari tanah Sarvagandhasugandha dengan
memuji dan mengungkapkan kepada mereka Dharma yang diajarkan oleh Buddha
Sakyamuni di dunia ini.

8
Bab XI, menceritakan Vimalakirti dan Manjusri bersama para siswa dan
Bodhisattva berangkat menuju taman Amravana untuk mengunjungi Hyang
Buddha yang sedang membabarkan Dharma di sana.

Hyang Buddha menyambut mereka dan mengajarkan pada Ananda bahwa


semua Buddha dan Bodhisattva melakukan tugas penyelamatan dengan berbagai
cara dan melalui berbagai hal / benda membuka pintu Dharma kearah
penerangan. Beliau juga menganjurkan untuk tidak melakukan diskriminasi dalam
menghadapi berbagai keadaan.

Hyang Buddha juga mengajarkan para Bodhisattva tamu dari


Sarvagandhasugandha, Dharma yang terhabiskan ( exhaustible ) dan yang tak
terhabiskan ( in-exhaustible ) agar diingat selalu.

Didalam Bab XII Hyang Buddha meminta kepada Vimalakirti untuk


mengungkapkan bagaimana Dia memandang-Nya secara seimbang ( utuh )2
Jawaban Vimalakirti yang panjang sangat menarik karena berkenaan dengan cara
yang tepat untuk memandang Buddha.

Hyang Buddha kemudian mengungkapkan bahwa Vimalakirti datang dari


alam Abhirati ( Kebahagiaan Berlimpah )-nya Buddha Aksobhya dan meminta
Vimalakirti untuk menunjukkan alam itu kepada persamuwan, hal mana
dilakukannya seperti diceritakan dalam text3.

Dengan demikian tanah Buddha dapat dicapai oleh siapapun yang memiliki
pikiran murni dan bersih, yang ditujukan untuk mencari penerangan sempurna
dan menjalankan Mahayana sebagaimana diajarkan dalam Sutra penting ini.

Bab XIII menceritakan pujian Dewa Sakra ( penguasa Surga ke-33 ) terhadap
pembebasan tak terbayangkan yang diajarkan dalam Sutra ini dan ikrarnya untuk
melindungi semua orang yang percaya dan mempraktekkan Dharma ini, Hyang

2
Sebagaimana Vimalakirti mengajak Manjusri untuk mengunjungi dan melihat Sang Tathagata, Sang Buddha
sekarang mendesak Dia untuk mengajari para hadirin bagaimana cara memandang-Nya. Bab VII mengajarkan cara
yang tepat untuk memandang makhluk hidup dan Bab XII ini mengajarkan cara memandang Tathagata.
3
Vimalakirti memberikan manfaat yang besar dengan memperlihatkan alam Abhirati darimana Dia berasal kepada
hadirin, untuk menstimulir usaha mereka agar mencari penerangan sempurna.

9
Buddha memuji penghargaan Sakra yang tinggi terhadap Sutra ini, dari mana
penerangan semua Buddha bersumber.

Hyang Buddha kemudian mengungkapkan kisah-Nya sendiri dimana pada


suatu kehidupan yang lalu beliau merupakan putera seorang sesepuh dengan
nama Candracchatara ( Canopy Bulan ) dan dianjurkan oleh Tathagata Bhaisajya
untuk memberikan persembahan ( atau mengajari orang lain ) Dharma tak
terbayangkan ini, yang melampaui semua bentuk persembahan lainnya. Ini
berarti bahwa semua bentuk persembahan tentang ajaran-ajaran penerangan
sempurna adalah yang terbaik. Sebagai akibat dari perbuatan ini, beliau
mencapai anutpattika-dharma-ksanti dan menerima ramalan dari Tathagata
Bhaisajya bahwa beliau akan mencapai penerangan di kemudian hari.

Ayah beliau, Ratnacchatara ( Canopy Mulia ), kemudian menjadi Buddha


yang disebut Ratnarcis ( Nyala Mulia ) dan ke-1.000 anak-Nya menjadi ke-1.000
Buddha dari Bhadrakalpa ( Kalpa Kebajikan ) dimana Chandracchattara menjadi
Buddha Sakyamuni.

Bab XIV, menceritakan pesan Hyang Buddha kepada Maitreya, Buddha


berikutnya di dunia untuk menyebarluaskan Sutra ini.

Hyang Buddha mencela mereka yang lebih suka kata-kata muluk dan gaya
menyolok, dengan demikian meramalkan kebanyakan kaum terpelajar modern
dimana-mana yang tidak mau bersusah payah untuk menggali arti yang dalam
dari Sutra, melainkan hanya tertarik pada diskusi panjang lebar dan pembahasan
tak berguna ( steril ) yang hanya mempertajam diskriminasi serta menjauhkan
mereka dari penerangan sempurna.

Para pembaca yang sudah mempelajari Sutra Intan, Sutra Hati, Sutra
tentang Penerangan Sempurna dan Surangama Sutra yang kami sajikan,
dianjurkan untuk membaca Sutra yang merupakan pelengkap dan membantu
pembaca untuk lebih mengerti Dharma Mahayana.

Hongkong 1970 Upasaka Lu Kuan Yu

10
BAB I
TANAH BUDDHA
Demikianlah telah kudengar, pada suatu waktu Hyang Buddha sedang
berdiam di taman Amra di Vaisali bersama sejumlah 8.000 bhiksu agung.
Bersama mereka terdapat 32.000 Bodhisattva yang terkenal yang telah mencapai
semua kesempurnaan4, yang memberikan kebijaksanaan yang tinggi5. Mereka
telah menerima ajaran dari berbagai Buddha dan membentuk suatu benteng
pelindung Dharma. Dengan mempertahankan kemurnian Dharma, mereka
mampu mengeluarkan raungan singa ( untuk mengajar orang lain ), sehingga
nama mereka terdengar di 10 penjuru. Mereka tidak diundang tetapi datang ke
persamuwan untuk menyebarluaskan ajaran tentang Triratna dan meneruskannya
selama-lamanya. Mereka telah menaklukkan semua iblis dan mengalahkan aliran
sesat serta perbuatan, kata-kata dan pikiran mereka sudah murni dan bersih,
bebas dari ( 5 ) rintangan6 dan ( 10 ) ikatan7. Mereka telah mencapai ketenangan
batin8 dan memperoleh pembebasan tak terintangi. Mereka telah mencapai
konsentrasi yang benar dan keseimbangan mental, dengan demikian memperoleh
kemampuan berbicara tak terintangi. Mereka telah menyempurnakan semua ( 6 )
paramita; beramal ( dana ), disiplin ( sila ), kesabaran ( ksanti ), ketekunan ( virya ),
meditasi ( dhyana ), dan kebijaksanaan ( prajna ) berikut metode bijaksana dalam
mengajar ( upaya ). Sekalipun begitu realisasi ini bagi mereka tidak berarti ada
pencapaian apapun sehingga mereka selalu selaras dengan sifat dari anutpattika-
dharma-ksanti. Mereka mampu memutar Roda Dharma tanpa mundur lagi.
Mampu menginterpretasi ( sifat hakiki dari ) semua fenomena, mereka
mengetahui dengan baik akar pembawaan ( kecenderungan ) semua makhluk
hidup, melampaui mereka semua dan mencapai ketidak-gentaran. Mereka telah

4
Yaitu ke-6 paramita ( beramal, disiplin, kesabaran, ketekunan, ketenangan, dan kebijaksanaan ) dan ke-6
kekuatan transenden ( penglihatan dewa, pendengaran dewa, mengetahui pikiran semua makhluk hidup,
mengetahui semua bentuk kehidupan lalu diri sendiri dan makhluk lainnya, kemampuan untuk muncul dimanapun
sesukanya, memiliki kebebasan mutlak dan pengetahuan untuk mengakhiri arus tumimbal lahir ).
5
Yaitu kebijaksanaan Buddha.
6
Ke-5 rintangan batin adalah: nafsu, amarah, rasa kantuk, ketegangan / kegelisahan, dan keraguan.
7
Ke-10 ikatan adalah: tidak tahu malu, tidak ada rasa sungkan, iri / mengagumi, kekejian, rasa menyesal, lamban /
tumpul, tidak stabil, kemurungan, amarah, dan menyimpan dosa.
8
Yaitu tahap ke-7 dari tidak mengalami kemunduran dalam perkembangan Bodhisattva ke arah Ke-Buddha-an.

11
mengembangkan pikirannya melalui kebajikan dan kebijaksanaan yang
dipergunakan untuk menghiasi raut fisik-Nya yang tak tertandingi sehingga
dengan demikian melampaui semua perhiasan duniawi. Reputasi mereka
melebihi tingginya Gunung Sumeru. Keyakinan mereka yang mendalam ( pada
yang tak terciptakan ) tidak terhancurkan bagaikan intan. Kekayaan Dharma
mereka menerangi semua daratan dan menghujaninya dengan minuman dewa.
Ucapan mereka sangat luhur dan tak tertandingi. Mereka menerjunkan diri ke
dalam semua perbuatan duniawi tetapi memutuskan semua pandangan keliru
karena sudah terbebas dari semua dualisme dan telah menghilangkan
kemelekatan ( lama ). Mereka dengan tak gentar memberikan auman singa untuk
membabarkan Dharma, suaranya bagaikan guntur. Mereka tidak dapat dinilai
karena sudah di luar semua ukuran duniawi. Mereka telah mengumpulkan semua
kekayaan Dharma dan bertindak sebagai jurumudi ( yang ahli ). Mereka sangat
menguasai arti yang dalam dari semua Dharma. Mereka mengetahui dengan baik
keadaan mental dari semua makhluk hidup, tercipta dan musnahnya makhluk
hidup tersebut ( di dalam siklus kehidupan ). Mereka telah mencapai tahap
mendekati kebijaksanaan tertinggi yang tak terlampaui dari semua Buddha,
memperoleh 10 kekuatan tak-gentar ( dasa bala ) yang memberikan pengertian
sempurna9 dan ke-18 ciri yang berlainan dari seorang Buddha dibanding
Bodhisattva ( Avenika Dharma ).10 Sekalipun sudah terbebas dari ( kelahiran ) di
alam sengsara, mereka muncul di 5 alam fana sebagai tabib mulia untuk
menyembuhkan semua penyakit, memberikan semua pengobatan yang tepat di
dalam kasus masing-masing individu, dengan demikian memperoleh pahala
berlimpah untuk menghiasi tanah Buddha yang tak terhitung banyaknya. Setiap

9
Dasabala atau 10 kekuatan tak gentar yang memberikan pengetahuan lengkap tentang: 1, apa yang benar atau
tidak benar dalam berbagai keadaan; 2, karma dari setiap makhluk pada masa lalu, sekarang, dan yang akan
datang; 3, semua tahap pembebasan melalui dhyana dan Samadhi; 4, pembawaan baik dan jahat dari semua
makhluk; 5, pengetahuan dan pengertian dari setiap makhluk; 6, keadaan nyata dari setiap individu; 7, arah dan
konsekuensi dari segala hukum; 8, semua penyebab kematian dan tentang kebaikan dan kejahatan dalam
kenyataannya; 9, kehidupan sebelumnya dari semua makhluk dan tingkatan nirvana; dan 10, penghancuran segala
jenis ilusi.
10
Avenika Dharma atau 18 ciri-ciri tak tertandingi dari seorang Buddha: kesempurnaan atas tubuh ( perbuatan ),
mulut ( bicara ), dan batin ( pikiran ), seimbang terhadap semuanya, ketenangan, pengorbanan diri, keinginan
untuk menyelamatkan yang tak berhenti, usaha yang tidak mengendur, pikiran yang tak menyerah termasuk
kebijaksanaan di dalamnya, kekuatan untuk menyelamatkan, prinsip dari itu, mengungkapkan kebijaksanaan
sempurna dalam perbuatan, ucapan, dan pikiran, pengetahuan sempurna tentang masa lalu, sekarang, dan yang
akan datang.

12
makhluk hidup memperoleh manfaat yang besar dari bertemu dan mendengarkan
mereka, karena perbuatan mereka itu tidak pernah sia-sia. Demikianlah mereka
telah memperoleh semua kebajikan unggul.

Mereka adalah Bodhisattva; Samadarsana, Asamadarsana,


Asamasamadarsana, Samadivikurvitaraja, Dharmesvara, Dharmaketu,
Prabhaketu, Prabhavyuha, Mahavyuha, Ratnakuta, Pratibhanakuta, Ratnapani,
Ratnamudrarahasta, Nityokksiptahasta, Nityapralambahasta, Nityodgriva,
Nityapramuditendriya, Nityapramuditaraja, Akutilapratisamvid, Gaganaganya,
Ratnolkaparigrhita, Ratnasri, Ratnadatta, Indrajala, Janniprabha,
Anavaranadhyana, Prajnakuta, Devaraja, Marapramardaka, Vidyuddeva,
Vikurvanaraja, Kutanimmitasamalamkara, Simhanadanadin, Meghasvara,
Griyagrapramardiraja, Gandhahastin, Mahagandhahastin, Nityodyukta,
Aniksiptadhura, Pramati, Sujata, Padmasrigarbha, Samadhiraja, Padmavyuha,
Avalokitesvara, Mahasthamaprapta, Brahmajala, Ratnadandin, Ajita, Maravijrta,
Ksetraamalamkara, Suvarnacuda, Maniratnacchattra, Manicuda, Maitreya,
Manjusri, dan Bodhisattva lainnya yang semuanya berjumlah 32.000 orang.

Di sana juga terdapat 10.000 dewa Brahma termasuk Mahadewa Sikkhin


yang datang dari 4 penjuru untuk mendengarkan Dharma.

Juga terdapat 12.000 penguasa surga yang datang dari 4 penjuru dan
mengambil tempat duduk dalam persamuwan.

Juga terdapat dewa-dewa lain dengan keagungan yang mempesona, naga,


roh, yaksa, gandharva,asura, garuda, kinnara, mahoraga yang datang dan
mengambil tempat duduk dalam persamuwan itu.11

Juga terdapat banyak bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang datang ke
persamuwan.12

11
Ke 8 kelompok makhluk spiritual yang selalu datang untuk menengarkan ceramah Buddha adalah: 1, naga; 2, roh
surgawi; 3, yaksha atau jin, yang tinggal di bumi, di udara, dan di surga yang lebih rendah; 4, gandharva, roh dari
gunung harum, disebut demikian karena mereka tidak minum arak atau makan daging, tetapi hidup dari dupa dan
mengeluarkan bau wangi; 5, asura atau titan; 6, garuda, atau burung mistik, ratu dari ras burung, musuh dari ras
ular dan kendaraan dari Wisnu; 7, kinnara, musisi dari Kuvera ( dewa kayangan ) dengan badan manusia dan
berkepala kuda; dan 8, mahoraga, setan yang berbentuk seperti Boa.

13
Demikianlah dengan dikelilingi oleh manusia tak terhitung jumlahnya yang
datang memberi hormat Hyang Buddha bersiap membabarkan Dharma. Bagaikan
Gunung Semeru yang menjulang dari lautan, Beliau duduk dengan tentram di atas
singgasana yang menghadap ke arah persamuwan ( yang berbentuk cembung ).

Seorang putra sesepuh ( grhapati )13 bernama Ratna-rasi maju bersama 500
putra sesepuh dengan membawa canopy yang dihiasi 7 macam permata untuk
memberi hormat dan persembahan kepada Beliau. Dengan menggunakan
kekuatan transenden-Nya Hyang Buddha mengubah semua canopy itu menjadi
satu canopy yang menutupi chiliocosmos besar14 berikut Gunung Semeru dan
semua pegunungan yang mengelilinginya, lautan, sungai, kali, matahari, bulan,
planet, dan bintang, istana dewa, naga, dan roh suci muncul di dalam canopy
mulia yang juga menutupi para Buddha yang sedang mengajarkan Dharma di 10
penjuru.

Semua hadirin yang menyaksikan kekuatan transenden Hyang Buddha


memuji kejadian langka yang belum pernah terlihat sebelumnya, merangkapkan
tangan dan menatap Beliau tanpa berhenti.

Kemudian Ratna-rasi menyanyikan gatha pujian berikut;

Aku memberi hormat kepada-Nya


Yang mempunyai mata besar bagaikan teratai hijau
Yang mempunyai pikiran tak berubah dan tenang
Yang telah mengumpulkan perbuatan suci tak terhitung
Yang membimbing semua makhluk bebas dari tumimbal lahir

Aku telah melihat Sang Bhagava menggunakan kekuatan transenden-Nya


Untuk menciptakan dunia tak terhitung di 10 penjuru
Semua ini telah dilihat dan didengar oleh para hadirin

12
Pendeta laki-laki dan perempuan, umat laki-laki dan perempuan.
13
Grhapati: seorang sesepuh yang adil, tegas, dan jujur.
14
Suatu chiliocosmos besar ( tri-sahasra-maha-sahasra-loka dhatu ): Gunung Sumeru dan ke-7 benua, 8 lautan dan
jajaran pegunungan yang mengelilinginya membentuk 1 dunia kecil; 1.000 dunia kecil ini membentuk 1
chiliocosmos kecil; 1.000 chiliocosmos kecil ini membentuk 1 chiliocosmos medium; 1.000 chiliocosmos medium ini
membentuk 1 chiliocosmos besar, yang terdiri dari 1.000.000 dunia kecil.

14
Kakuatan Dharma-Mu melampaui semua makhluk dan
Menganugerahi mereka dengan kesunyataan hukum

Dengan ketrampilan yang tinggi Engkau membedakan semuanya


Sambil tidak bergerak didalam Realitas
Engkau yang telah terbebaskan dari semua fenomena
Demikianlah kepada Sang Raja Dharma aku menyembah

Engkau tidak mengajar apa yang ada dan tidak ada


Arena semua hal / benda tercipta dari sebab dan akibat
Tanpa diri, yang melakukan, atau perbuatan
Tetapi, karma baik atau buruk itu tak dapat diingkari

Di bawah pohon Bodhi, Engkau menaklukkan Mara


Memperoleh Ambrosia, mencapai Nirvana, dan memenangkan Bodhi
Engkau telah terbebas dari pikiran, pemikiran, dan perasaan
Dengan demikian menaklukkan aliran sesat

Memutar tiga kali di dalam chiliocosmos ini


Roda hukum yang murni dan bersih di dalam hati
Untuk ini dewa dan manusia yang telah diselamatkan membuktikan

Demikianlah Tri Ratna muncul didalam dunia Saha ini


Untuk menyelamatkan makhluk hidup dengan Dharma yang luhur ini
Yang jika diterapkan selalu membimbing ke Nirvana

Engkau adalah Raja Tabib yang menghancurkan usia tua,


Penyakit dan kematian. Maka kepada Dharma-Mu yang tak terbatas
Dengan pahalanya yang tak terhitung, aku memberi hormat

Sedang Engkau bagaikan Gunung Semeru


Yang tidak bergeming oleh pujian maupun celaan
Belas kasihan-Mu menjangkau orang baik maupun jahat
15
Bagaikan angkasa pikiran-Mu tetap seimbang
Apakah ada yang tidak menghormat Buddha manusia ini
Sesudah mendengar tentang-Nya ?

Aku telah mempersembahkan kepada-Nya satu canopy kecil


Yang menutupi satu chiliocosmos besar berikut istana dewa
Naga dan roh, Gandharva, yaksha dan lainnya
Maupun semua raja di dunia ini
Dengan welas asih Dia mengunakan 10 kekuatan-Nya
Untuk mengubah ini. Para saksi memuja Hyang Buddha

Aku menyembah kepada Yang Paling Dijunjungi di 3 dunia


Seluruh hadirin ( kini ) berlindung kepada Raja Dharma
Mereka yang menatap-Nya diliputi kegembiraan
Msing-masing melihat Sang Bhagava di depannya; ini adalah salah satu dari
18 ciri khusus-Nya

Bila Dia membabarkan Dharma dengan suara yang sama, semua makhluk
memahaminya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing
Dengan mengatakan Sang Bhagava berbicara dalam bahasa mereka
Ini merupakan salah satu dari 18 ciri khusus-Nya

Bila Dia membabarkan Dharma dengan satu suara


Mereka memperoleh pengertian sesuai versi masing-masing
Memperoleh manfaat besar dari apa yang mereka kumpulkan

Bila Dia membabarkan Dharma dengan satu suara


Ada yang diliputi ketakutan, ada yang diliputi kegembiraan
Ada yang membenci-Nya sedangkan yang lain terbebas dari keraguan
Ini merupakan salah satu dari 18 ciri khusus-Nya

Aku menyembah pada Pemilik 10 Kekuatan


Aku menyembah pada-Nya yang telah mencapai ketidak-gentaran
16
Memperoleh kesemua 18 ciri khusus
Aku menyembah kepada-Nya
Yang Membimbing makhluk lain bagai jurumudi

Aku menyembah pada-Nya yang telah membebaskan semua ikatan


Aku menyembah pada-Nya yang telah mencapai pantai seberang
Aku menyembah pada-Nya yang mampu menyelamatkan semua dunia

Aku menyembah pada-Nya yang telah terbebas dari kelahiran dan


kematian, yang mengetahui datang dan perginya makhluk hidup
Dan menembus semua hal untuk mencapai pembebasan-Nya

Yang sangat trampil dalam perbuatan-perbuatan Nirvana


Tidak tercemar bagai teratai
Yang menembus kedalam segalanya tanpa rintangan
Aku menyembah kepada-Nya yang bagaikan angkasa
Tanpa bergantung pada apapun

Sesudah menyanyikan gatha itu, Ratna-rasi berkata pada Hyang Buddha,


“Yang Dijunjungi, ke-500 putera sesepuh ini telah memutuskan untuk mencari
penerangan sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi ), mereka semua ingin
mengetahui bagaimana mendapatkan tanah Buddha yang murni dan bersih.
Maukah Hyang Junjungan mengajarkan kami perilaku / perbuatan-perbuatan
Bodhisattva yang menghasilkan pencapaian tanah suci ?”

Hyang Buddha bersabda, “Bagus, Ratna-rasi, bagus sekali engkau bisa


mewakili para Bodhisattva menanyakan perilaku yang menghasilkan pencapaian
tanah suci Buddha. Dengarkan baik-baik dan renungkan apa yang akan
Kuberitahukan.”

Kemudian Ratna-rasi dan ke-500 putera sesepuh mendengarkan instruksi-


Nya dengan penuh perhatian.

Hyang Buddha bersabda, “ Ratna-rasi, segala jenis makhluk hidup


merupakan tanah Buddha yang dicari oleh semua Bodhisattva. Mengapa begitu ?
17
Karena seorang Bodhisattva memperoleh tanah Buddha sesuai dengan makhluk
hidup yang diubahnya ( ke dalam Dharma ), sesuai dengan makhluk hidup yang
dijinakkan olehnya, sesuai dengan negeri ( dimana mereka akan menitis ) untuk
mencapai kebijaksanaan Buddha, dan dimana mereka akan menanam akar Bodhi
Mengapa begitu ? Karena seorang Bodhisattva memperoleh tanah suci hanya
semata-mata untuk kepentingan semua makhluk hidup. Sebagai contoh seorang
bisa membangun istana dan rumah di atas tanah kosong tanpa kesukaran, tapi dia
akan gagal bila mencoba membangunnya di angkasa ( tanpa media / fondasi ).
Demikian pula seorang Bodhisattva, demi untuk menyempurnakan makhluk
hidup, mencari tanah Buddha yang tak bisa diketemukan di dalam angkasa (
kosong ).”

“Ratna-rasi, perlu engkau ketahui bahwa pikiran yang lurus adalah tanah
sucinya Bodhisattva, karena bila ia mencapai ke-Buddha-an, makhluk yang tidak
munafik dan menipu akan terlahir di alam-Nya.”

“Pikiran yang luhur adalah tanah sucinya Bodhisattva , karena bila ia


mencapai ke-Buddha-an, makhluk hidup yang telah mengumpulkan segala pahala
akan terlahir di alam-Nya.”

“Pikiran Mahayana adalah tanah sucinya Bodhisattva, karena bila dia telah
mencapai ke-Buddha-an, makhluk hidup yang mencari Mahayana akan terlahir di
alam-Nya.”

“Beramal ( dana ) adalah tanah sucinya Bodhisattva, karena bila ia


mencapai ke-Buddha-an, makhluk hidup yang bisa memberikan ( untuk amal )
akan terlahir di alam-Nya.”

“Disiplin ( sila ) adalah tanah sucinya Bodhisattva, karena bila dia mencapai
ke-Buddha-an, makhluk hidup yang telah memegang 10 larangan akan terlahir di
alam-Nya.”

“Kesabaran ( ksanti ) adalah tanah sucinya Bodhisattva, karena bila dia


mencapai ke-Buddha-an, makhluk hidup yang dikaruniai dengan 32 ciri fisik
unggul akan terlahir di alam-Nya.”

18
“Ketekunan ( virya ) adalah tanah sucinya Bodhisattva, karena bila dia
mencapai ke-Buddha-an makhluk hidup yang rajin dalam melaksanakan
perbuatan baik akan terlahir di alam-Nya.”

“Ketenangan / meditasi ( dhyana ) adalah tanah sucinya Bodhisattva,


karena bila dia mencapai ke-Buddha-an makhluk hidup yang pikirannya terkendali
dan tenang akan terlahir di alam-Nya.”

“Kebijaksanaan ( prajna ) adalah tanah sucinya Bodhisattva, karena bila dia


mencapai ke-Buddha-an makhluk hidup yang mencapai prajna akan terlahir di
alam-Nya.”

“Ke-4 pikiran tak terhingga ( catvari apramanani )15 adalah tanah suci
Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-Buddha-an makhluk hidup yang telah
mempraktekkan dan menyempurnakan ke-4 tak terbatas: cinta kasih, belas
kasihan, kegembiraan, dan keseimbangan, akan terlahir di alam-Nya.”

“Ke-4 tindakan persuasif ( catur samgraha vastu )16 adalah tanah suci
Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-Buddha-an makhluk hidup yang
memperoleh manfaat dari bimbingan-Nya yang bermanfaat akan terlahir di alam-
Nya.”

“Metode bijaksana ( upaya kausalya )17 untuk mengajarkan kebenaran


mutlak adalah tanah suci Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-Buddha-an,
makhluk hidup yang mahir dengan upaya akan terlahir di alam-Nya.”

15
Catvari apramanani, ke-4 pikiran tak terukur atau tak terhingga dari Buddha: cinta kasih tak terbatas ( maître )
yang memberikan kegembiraan dan kebahagiaan; belas kasihan tak terbatas ( karuna ) untuk menyelamatkan dari
penderitaan; kegembiraan tak terbatas ( mudita ) karena melihat yang lainnya terbebaskan dari penderitaan; dan
keseimbangan tak terbatas ( upeksa ) yaitu mengangkat diri di atas emosi-emosi ini, atau melepaskan semua hal
seperti pembedaan antara teman dan musuh, dan sebagainya, dengan demikian menghapuskan semua
diskriminasi.
16
Catur-samgraha-vastu, 4 tindakan simpatik Bodhisattva: a) dana, memberikan apa yang diinginkan orang lain
untuk membimbing mereka agar mencintai dan menerima kebenaran; b) priyavacana, kata-kata manis, dengan
tujuan yang sama; c) arthakrtya, perbuatan bermanfaat bagi orang lain, dengan tujuan yang sama; dan d)
samanarthata, bekerja sama dan menyesuaikan diri dengan orang lain untuk membimbing mereka ke arah
kebenaran.
17
Upaya kausalya: metode bijaksana trampil untuk membabarkan keadaan absolut dari penerangan yang tak
terungkapkan dan tak terlukiskan.

19
“Ke-37 tahap pembantu ke arah perkembangan ( bodhi-paksika-dharma )18
adalah tanah suci Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-Buddha-an, makhluk
hidup yang telah mempraktekkan ke-4 tahap kesadaran dengan baik (
smrtyupasthana ),19 dan ke-4 usaha yang benar ( samyak prahana ),20 ke-4 langkah
ke arah kekuatan batin ( rddhipada ),21 ke-5 faktor kemampuan spirituil (
pancaindriani ),22 ke-5 kekuatan transenden ( panca balani ),23 ke-7 tingkatan
penerangan ( sapta bodhyanga ),24 dan 8 jalan mulia ( asta marga )25 akan terlahir
di alam-Nya.”

“Pelimpahan ( dari pahala seorang untuk menyelamatkan orang lain )


adalah tanah suci Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-Buddha-an tanahnya
akan dihiasi semua jenis pahala kebajikan.”

“Mengajarkan pemusnahan 8 keadaan menyedihkan26 adalah tanah suci


Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-Buddha-an tanahnya akan bebas dari
keadaan tidak menyenangkan tersebut.”

18
Ke-37 tahap pembantu ke arah penerangan ( bodhi-paksika-dharma ): ke-4 tahap kesadaran, ke-4 jenis
pengerahan usaha yang benar, ke-4 tahap ke arah kekuatan ajaib, ke-5 kemampuan spirituil, ke-5 kekuatan
transenden, ke-7 tingkatan penerangan, dan ke-8 jalan mulia.
19
Smrtyupasthana; ke-4 rangkap tahap kesadaran untuk melaksanakan prosedur 5 rangkap Hinayana guna
memenangkan pikiran yang terdiri dari perenungan: a) bahwa badan itu tidak bersih; b) perasaan selalu
menyebabkan penderitaan; c) pikiran itu tidak permanen; dan d) hal / benda itu tidak bebas dan tidak mempunyai
sifatnya sendiri. Prosedur 5 rangkap Hinayana untuk menghilangkan nafsu, kebencian, kepalsuan, egois, dan
kekacauan dari pikiran terdiri dari: meditasi atas: ketidakmurnian ( impurities ); welas asih; sebab-akibat; tidak
memihak / seimbang; dan menghitung pernafasan.
20
Samyak prahana, 4 usaha yang benar: menghentikan kejahatan yang ada, mencegah timbulnya kejahatan,
membangkitkan kebaikan, dan mengembangkan kebaikan yang sudah ada.
21
Rddhipada, 4 langkah ke arah rddhi atau kekuatan supernatural: konsentrasi intensif, usaha intensif,
mempertahankan posisi yang telah dicapai secara intensif, dan meditasi intensif pada prinsip-prinsip hakiki.
22
Panca indriani, ke-5 kemampuan spirituil: keyakinan, ketekunan, pikiran yang benar, konsentrasi, dan
kebijaksanaan.
23
Panca balani, ke-5 kekuatan dari: keyakinan, menghancurkan keragu-raguan; ketekunan, menghancurkan
kemalasan; pikiran yang benar menghancurkan kepalsuan; konsentrasi menghancurkan pikiran yang kacau dan
mengembara; dan kebijaksanaan menghancurkan kebodohan.
24
Sapta-bodhyanga, ke-7 tingkatan penerangan: membedakan yang benar dan salah; semangat; kegembiraan;
keentengan; kesadaran yang benar; ketenangan dan keseimbangan terhadap semua keadaan.
25
Asta marga, 8 jalan mulia: pandangan yang benar; pikiran yang benar; perkataan yang benar; perbuatan yang
benar; penghidupan yang benar; usaha yang benar; kesadaraan yang benar; dan meditasi yang benar.
26
Ke-8 keadaan menyedihkan dimana sangat sulit untuk bertemu seorang Buddha atau mendengar Dharma-Nya
adalah: didalam neraka sebagai setan kelaparan; sebagai binatang; di Uttarakuru, kontinen di sebelah Utara
dimana kehidupan itu agak nyaman dan orang-orangnya tidak mempunyai kesempatan untuk mendengarkan
Dharma; di surga kehidupan yang panjang, dimana kehidupan sangat panjang dan nyaman dan penghuninya tidak

20
“Memegang sila sambil menahan diri untuk mengeritik orang lain yang
tidak melakukannya adalah tanah suci Bodhisattva, karena bila dia mencapai ke-
Buddha-an negerinya akan terbebas dari orang-orang yang melanggar larangan.”

“Ke-10 perbuatan baik27 adalah tanah suci Bodhisattva, karena bila dia
mencapai ke-Buddha-an dia akan berusia panjang,28 dia akan kaya,29 dia akan
hidup suci,30 kata-katanya selalu benar,31 ucapannya halus,32 pengikutnya tidak
akan meninggalkannya karena suka mendamaikan / menengahi,33 bicaranya
selalu bermanfaat bagi lainnya,34 dan makhluk hidup yang terbebas dari rasa iri,
marah, dan pandangan yang tidak benar, akan terlahir di alam-Nya.”

“Jadi, Ratna-rasi, karena pikirannya yang lurus, seorang Bodhisattva bisa


bertindak dengan jujur; karena perbuatan yang jujur dia memperoleh pikiran
yang luhur; karena pikirannya yang luhur, hatinya selalu terkendali; karena
hatinya yang terkendali, perbuatannya selaras dengan Dharma ( yang
didengarnya ); karena perbuatannya selaras dengan Dharma, dia bisa
melimpahkan pahalanya untuk kepentingan orang lain; karena pelimpahan ini, dia
bisa menggunakan metode bijaksana ( upaya ); karena metode bijaksananya, dia
bisa membimbing makhluk hidup menuju kesempunaan; karena dia bisa
membimbing mereka menuju kesempurnaan, tanah Buddhanya menjadi murni;
karena tanah Buddhanya yang murni, ajaran Dharmanya menjadi murni; karena
ajaran Dharmanya yang murni, kebijaksanaannya menjadi murni; karena
kebijaksanaannya yang murni pikirannya menjadi murni; dan karena pikirannya
yang murni semua kebajikannya menjadi murni.”

pernah memikirkan Dharma; sebagai orang tuli, buta, dan bisu; sebagai filsuf duniawi yang meremehkan Dharma;
dan didalam masa antara 2 Buddha.
27
Yaitu tidak melakukan 10 kejahatan: membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, membicarakan orang lain,
bicara kasar, omong kosong, nafsu, amarah, dan pandangan sesat.”
28
Karena ia tidak membunuh.
29
Karena ia tidak mencuri.
30
Karena ia tidak berzinah.
31
Karena ia tidak berbohong.
32
Karena ia tidak berbicara kasar.
33
Karena ia tidak membicarakan orang lain / memecah belah.
34
Karena ia tidak beromong kosong.

21
“Oleh karena itu, Ratna-rasi, jika seorang Bodhisattva ingin memperoleh
tanah suci, dia harus membersihkan pikirannya dan karena pikirannya yang murni,
tanah Buddhanya menjadi murni.”

Sewaktu Sariputra sedang terpukau oleh keagungan menakjubkan dari


Hyang Buddha, Dia merenung, “Jika tanah suci Buddha ini menjadi murni oleh
pikiran Bodhisattva yang murni, apakah ini disebabkan oleh pikiran Yang
Dijunjungi tidak murni sewaktu Beliau masih di tahap Bodhisattva, sehingga tanah
Buddha ini ( yakni dunia ini ) begitu tidak bersih ( sebagaimana yang terlihat oleh
kita sekarang )?”

Hyang Buddha mengetahui pikiran-Nya ini dan berkata pada Sariputra,


“Apakah matahari dan bulan tidak bersih kalau seorang buta tidak melihat
kebersihannya ?” Sariputra menjawab, “Yang Dijunjungi, ini merupakan
kesalahan dari orang buta itu sendiri dan bukan pada matahari dan bulan.” Hyang
Buddha berkata, “Sariputra, disebabkan oleh kebutaan ( spirituil ) mereka,
makhluk hidup tidak melihat keindahan yang menakjubkan dari tanah suci
Tathagata, ini bukanlah kesalahan dari Tathagata. Sariputra, tanah Buddha-Ku ini
selalu murni, tetapi engkau tidak melihat kemurniannya.”

Pada saat itu dewa Brahman dengan seikat rambut di kepalanya (


menyerupai kepang ) berkata kepada Sariputra, “Jangan berpikir bahwa tanah
Buddha ini tidak murni. Mengapa ? Karena aku melihat tanah Buddha Sakyamuni
itu murni dan bersih bagaikan istana surgawi.” Sariputra berkata, “Aku melihat
dunia ini penuh dengan bukit, gunung, lubang, duri, batu, dan tanah, yang
semuanya tidak bersih.” Brahman berkata, “Disebabkan pikiranmu yang naik
turun dan tidak selaras dengan kebijaksanaan Buddha maka engkau melihat tanah
ini tidak bersih. Sariputra, karena seorang Bodhisattva bersikap seimbang
terhadap semua makhluk dan pikiran luhurnya yang murni dan bersih selaras
dengan Buddhadharma, maka dia dapat melihat bahwa tanah Buddha ini ( juga )
murni dan bersih.”

Pada saat itu Hyang Buddha menekankan jempol kaki kanan-Nya ke tanah
dan dunia ini mendadak dihiasi dengan ratusan dan ribuan permata langka dan
berharga dari chiliocosmos raya, seperti halnya tanah suci Buddha Ratnavyuha
22
yang dihiasi dengan pahala mulia tak terhitung, dimana para hadirin memuji
karena belum pernah terlihat sebelumnya; disamping itu setiap orang yang hadir
mendapatkan dirinya sedang menduduki satu teratai mulia.

Hyang Buddha berkata kepada Sariputra, “Lihatlah kemurnian yang mulia


dari tanah Buddha-Ku.” Sariputra berkata, “Yang Dijunjungi, aku belum pernah
melihat dan mendengar tanah Buddha dalam kemurniannya yang seindah ini.”
Sang Buddha menjawab, “Tanah Buddha-Ku ini selamanya murni, tetapi kelihatan
kotor agar Aku bisa membimbing dan menyelamatkan orang-orang dengan
kesadaran spiritual yang rendah. Ini bagaikan para dewa di surga Trayastrimsa
yang mengambil makanan dari wadah yang sama, akan tetapi cita rasanya
berlainan sesuai dengan pahala masing-masing yang mencicipinya. Demikianlah,
Sariputra, orang yang murni pikirannya melihat dunia ini dalam kemurniannya
yang indah.”

Sewaktu tanah Buddha ( yaitu dunia ) ini muncul dalam kemurniannya yang
indah, ke-500 putera sesepuh yang datang bersama Ratnarasi mencapai
anutpattika-dharma-ksanti, dan 84.000 manusia mengembangkan pikirannya ke
arah penerangan sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi ).

Hyang Buddha kemudian berhenti menekankan jempol kaki-Nya ke tanah


dan dunia ini berubah kembali kedalam keadaannya semula ( yang kotor ). 32.000
dewa dan manusia yang mendambakan tahapan Sravaka mengerti ketidakkekalan
semua fenomena, menjauhi diri dari kekotoran duniawi dan memperoleh mata-
Dharma ( yang bisa melihat kesunyataan dari 4 Kebenaran Mulia ),35 8.000 bhiksu
menjauhkan diri dari fenomena dan berhasil mengakhiri arus tumimbal lahir (
dengan demikian mencapai ke-Arahat-an ).

35
Ke-4 Kebenaran Mulia ( catvariarya-satyani ) adalah: pendritaan ( dukkha ), penyebabnya ( samudaya ),
pemusnahannya ( nirodha ), dan caranya ( marga ). Hal ini diajarkan oleh Sang Buddha kepada ke-5 orang teman
pertapa-Nya dan mereka yang menerimanya berada di tingkatan Sravaka.

23
BAB II
METODE MENGAJAR DENGAN BIJAKSANA ( UPAYA )
Di kota besar Vaisali hidup seorang sesepuh bernama Vimalakirti yang telah
memberi persembahan kepada Buddha yang tak terhitung banyaknya dan telah
menanam segala akar kebajikan, sehingga dengan demikian mencapai
‘anutpattika-dharma-ksanti.’ Kemampuan berbicara-Nya yang tak terintangi
memungkinkan-Nya untuk mengembara kemana-mana dengan kekuatan batin
guna mengajari orang lain. Dia telah dapat mengendalikan secara mutlak
pengaruh kebaikan dan kejahatan ( Dharani ) sehingga dengan demikian
memperoleh ketidak-gentaran. Demikianlah ia menaklukkan semua nafsu dan
iblis, memasuki semua pintu Dharma yang dalam kearah penerangan, unggul
didalam penyempurnaan kebijaksanaan ( prajna-paramita ) dan sangat mahir
dengan segala metode mengajar bijaksana ( upaya ), sehingga dengan begitu
memenuhi semua ikrar agung36 Bodhisattva. Dia mengetahui dengan baik semua
kecenderungan mental makhluk hidup dan bisa membedakan berbagai akar (
spirituil ) mereka. Dia telah menempuh Jalan Buddha cukup lama dan pikirannya
tak bernoda. Karena dia mengerti Mahayana, semua perbuatannya didasari oleh
pikiran yang benar. Sambil berdiam di dalam keagungan Buddha yang
menakjubkan, pikiran-Nya lapang bagai samudera. Dia dipuji oleh semua Buddha
dan dihormati oleh dewa Indra dan dewa Brahma. Karena telah bertekad untuk
menyelamatkan manusia, maka dengan cara bijaksana Dia menetap di Vaisali
untuk tujuan ini.

Dia menggunakan kekayaan-Nya yang tak terbatas untuk membantu orang


miskin;37 Dia memegang semua aturan moralitas dan disiplin untuk memperbaiki
mereka yang melanggar sila;38 Dia menggunakan kesabaran-Nya yang tinggi untuk
mengajari mereka yang mengobarkan kemarahan dan kebencian;39 Dia
mengajarkan semangat dan ketekunan kepada mereka yang malas / lengah;40 Dia

36
Contohnya ke-48 ikrar agung Buddha Amitabha.
37
Dia mempraktekkan dana paramita atau penyempurnaan beramal.
38
Dia mempraktekkan sila paramita atau penyempurnaan disiplin.
39
Dia mempraktekkan ksanti paramita atau penyempurnaan kesabaran
40
Dia mempraktekkan virya paramita atau penyempurnaan ketekunan.

24
menggunakan ketenangan untuk menghentikan pikiran yang bergolak;41 dan
menggunakan kebijaksanaan yang tegas untuk menaklukkan kebodohan.42
Sekalipun mengenakan jubah putih ( dari orang awam ) Dia mematuhi semua
peraturan Sangha. Sekalipun sebagai seorang perumah-tangga, Dia bebas dari
segala keterikatan didalam ke-3 alam; nafsu, wujud, dan tanpa wujud. Sekalipun
Dia menikah dan mempunyai anak, Dia sangat rajin mempraktekkan kehidupan
murni. Sekalipun sebagai perumah-tangga, Dia selalu menjaga diri dari urusan-
urusan keluarga ( menyepi ). Sekalipun mengenakan permata dan perhiasan, Dia
menghiasi tubuh-Nya dengan ciri-ciri spirituil43 yang agung. Sekalipun Dia makan
dan minum ( seperti orang lain ), Dia senang memasuki lautan meditasi.44
Sewaktu memasuki tempat perjudian Dia selalu mencoba menyadarkan dan
menyelamatkan orang-orang di situ. Dia menerima orang-orang dari aliran sesat
tetapi tidak pernah menyimpang dari keyakinan yang benar. Sekalipun
menguasai pengetahuan klasik ( duniawi ), Dia selalu berbahagia di dalam Buddha
Dharma. Dia dihormati oleh semua yang berjumpa dengan-Nya. Dia
mempertahankan kemurnian Dharma dan mengajarinya kepada orang tua
maupun muda.

Sekalipun kadang-kadang Dia memperoleh keuntungan dalam kegiatan


duniawi, Dia tidak bergembira atau terikat oleh perolehan ini. Bila berjalan di luar
Dia tidak pernah lalai untuk mengubah orang lain ( ke dalam ajaran Dharma ). Bila
memasuki gedung pemerintahan Dia selalu melindungi orang lain ( dari
ketidakadilan ). Bila mengikuti simposium Dia membimbing orang lain ke
Mahayana. Bila mengunjungi sekolah Dia mendidik para siswa. Bila memasuki
rumah bordil Dia mengungkapkan dosa dari bersetubuh. Bila memasuki rumah
minum Dia menyadarkan para peminum. Bila berada di antara para sesepuh Dia
termasuk yang paling disegani karena mengajari mereka Dharma yang mulia. Bila
berada di antara para upasaka Dia termasuk yang paling dihormati karena
mengajari mereka bagaimana menghilangkan segala nafsu dan keterikatan. Bila
berada di antara kasta yang memerintah Dia termasuk yang paling disegani

41
Dia mempraktekkan dhyana paramita atau penyempurnaan meditasi.
42
Dia mempraktekkan prajna paramita atau penyempurnaan kebijaksanaan.
43
Ciri spirituil sebagaimana diungkapkan oleh praktek Dharma-Nya yang benar.
44
Yaitu rasa atau sensasi misterius yang dialami oleh seseorang yang mencapai ketenangan atau dhyana.

25
karena mengajari mereka bagaimana menahan diri. Bila berada di antara kaum
Brahmana Dia termasuk yang paling disegani karena mengajari mereka
bagaimana menaklukkan kebanggaan ( diri ) dan prasangka. Bila berada di antara
para pembesar / pejabat negara Dia termasuk yang paling disegani karena
mengajari mereka hukum yang benar. Bila berada di antara pangeran Dia
termasuk yang paling disegani karena mengajari mereka kesetiaan dan berbakti.
Bila berada di lingkungan dalam istana Dia termasuk yang paling disegani karena
mengubah semua abdi / dayang kehormatan di situ. Bila berada di antara orang
awam Dia termasuk yang paling disegani karena Dia mendorong mereka untuk
mengembangkan segala sifat bajik. Bila berada di antara Dewa Brahma Dia
termasuk yang paling disegani karena Dia mendorong para dewa untuk mencapai
kebijaksanaan Buddha. Bila berada di antara dewa Sakra dan dewa Indra, Dia
termasuk yang paling disegani karena Dia mengungkapkan kepada mereka
ketidakkekalan ( dari segalanya ). Bila berada di antara Lokapala45 Dia termasuk
yang paling disegani karena Dia melindungi semua makhluk hidup.

Demikianlah Vimalakirti menggunakan metode bijaksana ( upaya ) yang tak


terhitung untuk mengajar dan membantu makhluk hidup. Sekarang dengan
menggunakan upaya Dia tampil dalam keadaan sakit, dan untuk menanyakan
kesehatannya para raja, menteri, sesepuh, upasaka, brahmana, dan sebagainya,
maupun pangeran dan pembesar lainnya yang berjumlah beberapa ribu orang
datang menjenguk-Nya. Demikianlah dengan menggunakan ‘badan-Nya yang
sakit,’ Vimalakirti menerima dan menerangkan Dharma kepada mereka sambil
berkata, “Orang bajik, tubuh manusia ini tidak kekal, tidak kuat, dan tidak tahan
lama, tubuh ini akan lapuk sehingga tidak dapat diandalkan. Tubuh ini
menyebabkan kekuatiran dan penderitaan, menjadi korban berbagai jenis
penyakit. Orang bajik, semua orang bijaksana tidak pernah mengandalkan tubuh
ini yang bagaikan segumpal busa, yang tidak berbentuk. Tubuh ini bagaikan
gelembung dan tidak tahan lama. Tubuh ini bagaikan nyala api dan dihasilkan dari
kehausan nafsu. Tubuh ini bagaikan pohon nenas yang kosong di tengahnya.
Tubuh ini bagaikan ilusi yang diciptakan oleh pikiran yang menyimpang. Tubuh ini
bagaikan mimpi yang dibentuk oleh pandangan khayal. Tubuh ini bagaikan

45
Penjaga / pelindung dunia dan Dharma.

26
bayangan yang disebabkan oleh karma. Tubuh ini bagaikan pantulan suara karena
dibentuk oleh sebab dan kondisi. Tubuh ini bagaikan awan mengambang yang
berpencar setiap saat. Tubuh ini bagaikan kilat karena tidak bertahan sekejab-
pikiran-pun. Tubuh ini tidak berpemilik karena bagaikan bumi. Tubuh ini tidak
ber-ego karena menyerupai api ( yang membunuh dirinya sendiri ). Tubuh ini
tidak kekal bagaikan angin. Tubuh ini tidak manusiawi karena bagaikan air.
Tubuh ini tidak nyata dan keberadaannya tergantung pada ke-4 elemen. Tubuh
ini kosong karena bukan ego maupun obyeknya. Tubuh ini tak berpengetahuan
bagaikan rumput, pohon, dan tempayan. Tubuh ini bukan penggerak utama,
tetapi digerakkan oleh angin ( nafsu ). Tubuh ini tidak murni dan penuh
kekotoran. Tubuh ini palsu dan walaupun dicuci, dimandikan, diberi baju dan
makan akan menjadi lapuk dan mati pada akhirnya. Tubuh ini merupakan petaka
yang terikat oleh berbagai jenis penyakit dan penderitaan. Tubuh ini bagaikan
sumur tua karena diikuti oleh kematian. Tubuh ini tidak tetap dan akan
meningga. Tubuh ini bagaikan ular berbisa, musuh yang mematikan,
perkumpulan sementara ( tanpa realita dasar ), dibentuk oleh 5 skandha, 12 pintu
masuk ( ke-6 organ dan obyeknya ), dan 18 alam sensasi ( ke-6 organ, obyeknya,
dan persepsinya ).”

“Orang bijaksana, karena tubuh ( manusia ) begitu menjijikkan, kalian harus


mencari Tubuh Buddha. Mengapa ? Karena Tubuh Buddha disebut Dharmakaya46
yang dihasilkan oleh pahala dan kebijaksanaan yang tak terbatas; hasil dari
disiplin, meditasi, 32 prajna, pembebasan dan pengetahuan sempurna tentang
pembebasan; hasil cinta kasih, welas asih, kegembiraan, dan keseimbangan ( dari
emosi ); konsekuensi dari ( ke-6 penyempurnaan ) beramal, disiplin, kesabaran,
ketekunan, meditasi, dan kebijaksanaan; dan kelanjutan dari pengajaran bijaksana
( upaya ); ke-6 kekuatan batin;47 ke-3 waskita;48 ke-37 tahap pembantu ke arah

46
Yaitu: esensi tubuh spirituil Buddha, bebas dari kelahiran dan kematian, tidak berwujud dan berada di luar ke-3
alam nafsu, wujud, dan tanpa wujud.
47
Ke-6 kekuatan batin ( sadabhijna ): 1, mata dewa; 2, telinga dewa; 3, mengetahui segala pikiran makhluk hidup;
4, mengetahui semua bentuk kehidupan lampau sendiri dan makhluk lainnya; 5, kemampuan untuk muncul
dimanapun semaunya dan kebebasan mutlak; dan 6, pengetahuan atas penghentian arus kelahiran dan kematian.
48
Ke-3 waskita ( pandangan terang ) ke arah kondisi kematian diri dan makhluk lain di masa lalu, masa yang akan
datang, dan penderitaan kehidupan sekarang, agar bisa menaklukkan semua nafsu dan godaan.

27
penerangan; ketenangan, dan pengertian;49 ke-10 kekuatan Buddha ( dasa bala );
ke-4 jenis ketidak-gentaran ( fearlessness );50 ke-18 ciri Hyang Buddha yang tak
tertandingi; penghapusan semua kejahatan dan pelaksanaan semua perbuatan
baik; kejujuran dan kebebasan dari keteledoran dan kehilangan kendali.”

“Jadi Tubuh Tathagata dihasilkan oleh kemurnian dan kebersihan yang tak
terhitung jenisnya. Orang bajik, jika engkau ingin memperoleh Tubuh Buddha
agar terhindar dari semua penyakit makhluk hidup, engkau harus memutuskan
untuk mencari penerangan sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi ).”

Demikianlah sang sesepuh Vimalakirti membabarkan Dharma kepada


semua yang datang menjenguk-Nya, sambil mendorong tamu yang tak terhitung
banyaknya untuk mencari penerangan sempurna.

49
Yaitu samatha-vipasyana.
50
Ke-4 jenis ketidak-gentaran Buddha timbul dari maha tahu-Nya; kesempurnaan karakter; menaklukkan oposisi;
dan mengakhiri penderitaan.

28
BAB III
PARA SISWA
Vimalakirti bertanya dalam hati, mengapa Hyang Buddha yang sangat
welas asih tidak bersimpatik kepada-Nya yang sedang ‘terbaring’ sakit di tempat
tidur. Hyang Buddha mengetahui pikiran-Nya dan berkata pada Sariputra,
“Pergilah mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Sariputra berkata, “Yang Dijunjungi, aku tak pantas mengunjungi dan


menjenguk-Nya. Alasannya adalah; pernah sekali pada saat aku sedang duduk
bermeditasi di bawah pohon di suatu hutan kecil, Vimalakirti datang dan berkata,
‘Sariputra, meditasi itu tidak perlu duduk saja. Karena meditasi berarti tidak
munculnya perbuatan, tubuh, dan pikiran didalam ke-3 dunia nafsu, wujud, dan
tanpa wujud; tidak memikirkan kediaman ( inactivities ) sewaktu didalam Nirvana
sambil muncul ( di dunia ) dengan sikap tubuh yang menimbulkan respek;51 tidak
menyimpang dari Kebenaran dalam / sewaktu menangani urusan duniawi; pikiran
yang tidak berdiam didalam maupun diluar, tidak terpengaruh oleh pandangan
yang salah sewaktu mempraktekkan ke-37 tahap pembantu ke arah penerangan;
dan tidak menghapus rintangan ( klesa ) sewaktu memasuki keadaan Nirvana.
Jika engkau bisa duduk bermeditasi dengan demikian engkau akan mendapat
pengesahan Buddha ( abhiseka-daki-Buddha )’.”

“Yang Dijunjungi, sewaktu mendengar ucapan-Nya, aku tercengang dan


tidak dapat menjawab. Oleh sebab itu aku tidak pantas mengunjungi dan
menjenguk-Nya.”

Hyang Buddha kemudian berkata kepada Maudgalaputra, “Pergilah


mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Maudgalaputra berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi


dan menjenguk-Nya. Alasannya ialah; pada suatu hari sewaktu aku mengunjungi
Vaisali untuk mengajarkan Dharma kepada umat awam ( upasaka ) di jalanan,

51
Sifat pasif sempurna di dalam Nirvana adalah tidak berguna jika seorang Bodhisattva melalaikan tugas
penyelamatan.

29
Vimalakirti muncul dan berkata, ‘Hai Maudgalaputra, bila engkau mengajarkan
Dharma kepada upasaka ini, janganlah mengajar dengan begini, karena apa yang
engkau ajarkan haruslah sesuai dengan Dharma mutlak yang bebas dari ( ilusi atas
) makhluk hidup; bebas dari kedirian karena hal itu berada di luar ego; bebas dari
kehidupan karena hal itu berada di luar kelahiran dan kematian; dan bebas dari
konsep bahwa manusia itu tidak berkesinambungan ( walaupun terlihat
berkesinambungan, seperti obor yang meliuk-liuk );52 selalu dalam keadaan diam
karena berada di luar fenomena ( yang berubah-ubah ); berada di atas wujud
karena tak berpenyebab; tak terungkapkan karena berada di luar kata dan
ucapan; tak dapat diterangkan karena berada di luar jangkauan intelek; tak
berwujud bagaikan ruang hampa; berada di luar sophistry53 karena immaterial;
tak ber-ego karena berada di luar ( dualitas ) dari subyek dan obyek; bebas dari
diskriminasi karena di luar kesadaran; tanpa bandingan karena berada di luar
semua relativitas; berada di luar penyebab karena tak berpenyebab; identik
dengan Dharmata ( atau sifat- Dharma, sifat hakiki dari semua hal / benda );
selaras dengan kemutlakan karena independen; berdiam di alam realitas mutlak,
yang berada di atas dan di luar semua dualitas; tidak tergerak karena tidak
terpengaruh oleh ke-6 obyek indera / sensasi; tidak datang maupun pergi karena
tidak berdiam di manapun; selaras dengan keadaan hampa, tanpa wujud dan
tanpa aktivitas,54 berada di luar keindahan dan kejelekan; tidak bertambah
maupun berkurang; berada di luar ciptaan dan kehancuran; tidak kembali ke
manapun; berada di atas ke-6 indera dari mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan
pikiran; tidak naik maupun turun, kekal dan tidak berubah, dan berada di luar
perenungan dan praktek’.”

‘Maudgalaputra, karena ciri atau sifat Dharma yang begitu, bagaimana itu
dapat diungkapkan ? Karena pengungkapannya berada di luar kata dan indikasi,

52
Vimalakirti mengetahui bahwa para pendengar memiliki kesadaran spirituil yang tinggi dan harus diajari realitas
mutlak. Akan tetapi Maudgalaputra mengikuti cara Hinayana mengajari mereka larangan ( sila ) agar terlahir di
surge dan dengan demikian menumbuhkan ide dewa atau makhluk hidup yang menikmati berkah di situ, diikuti
pandangan diskriminasi yang akan merintangi realisasi mereka atas Bodhi mutlak. Vimalakirti me-refer pada ke-4
ilusi dari ego, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan sebagaimana dibabarkan oleh Sang Buddha di dalam Sutra
Intan.
53
Sophistry: cara berpikir yang menyesatkan / tidak masuk akal.
54
Ke-3 gerbang ke arah Nirvana.

30
dan mendengarkannya berada di atas pendengaran dan pencerapan. Ini bagaikan
tukang sulap membabarkan Dharma kepada orang ilusi, dan engkau harus selalu
mengingat semua ini sewaktu membabarkan Dharma. Engkau harus tahu jelas
tentang akar atau pembawaan ( cerdas dan bodoh ) dari pendengarmu dan
memiliki pengetahuan ini agar terhindar dari berbagai rintangan. Sebelum
membabarkan Dharma, engkau harus menggunakan welas asihmu yang dalam (
terhadap semua makhluk hidup ) untuk memperkenalkan Mahayana kepada
mereka, dan berpikiran untuk membalas hutang budi ( mu ) kepada Hyang
Buddha dengan berusaha mempertahankan Tri Ratna ( Buddha, Dharma, dan
Sangha ) selama-lamanya.’

“Sewaktu Vimalakirti berbicara, 800 upasaka memutuskan untuk mencari


penerangan sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi ). Aku tidak mempunyai
kemampuan berbicara ( kefasihan ) seperti itu dan dengan demikian tak pantas
untuk menjenguk-Nya.”

Hyang Buddha kemudian berkata kepada Mahakasyapa, “Pergilah mewakili


diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Mahakasyapa berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi dan


menjenguk-Nya. Alasannya adalah; pernah sekali sewaktu aku pergi meminta
makanan ( pindapata ) di suatu jalan yang didiami orang miskin, Vimalakirti
muncul dan berkata; ‘Hai Mahakasyapa, Engkau telah lalai untuk
mengembangkan pikiran cinta kasih dan welas asih yang tidak membedakan
dengan meminta dari orang miskin dan menjauhi orang kaya’.”

‘Mahakasyapa, di dalam mempraktekkan keseimbangan, engkau harus


mengunjungi pendermamu berurutan ( tanpa memandang apakah mereka miskin
atau kaya ). Engkau harus meminta makanan tanpa pikiran ( terselubung ) untuk
memakannya. Untuk menghapus konsep menggenggam ( makanan ke dalam
gumpalan di tangan ).55 Engkau harus memegangnya dengan tangan ( yaitu tanpa
pikiran bagaimana engkau memegangnya ). Engkau harus menerima makanan
yang diberikan tanpa pikiran menerima apapun. Sewaktu memasuki suatu desa
55
Yang diartikan di dalam text adalah makan haruslah bebas dari semua keterikatan pada makanan agar selaras
dengan realitas mutlak.

31
engkau harus menganggapnya hampa bagaikan ruang kosong. Sewaktu melihat
suatu wujud, engkau harus mengabaikannya. Sewaktu mendengar suara, engkau
harus menganggapnya ( tak berarti seperti ) gema. Sewaktu engkau mencium
bau, anggaplah itu sebagai angin ( yang tidak berbau ). Sewaktu engkau makan,
hindarilah dari membedakan rasa. Anggaplah semua sentuhan bagaikan engkau
sedang mencapai kebijaksanaan ( yang bebas dari perasaan dan emosi ). Engkau
harus tahu bahwa semua hal / benda adalah ilusi, tanpa sifatnya sendiri maupun
dari benda / hal lainnya, dan karena secara fundamental tidak berdiri sendiri,
dengan demikian bukan merupakan subyek penghancuran.’

‘Mahakasyapa, jika engkau bisa mencapai keseluruh 8 bentuk


pembebasan56 tanpa menjauhi ke-8 cara ( hidup ) aliran sesat57 yaitu dengan
mengenali yang menyimpang ( heterodoxy ) terhadap yang benar / asli (
orthodoxy ) ( kedua-duanya berasal dari sumber yang sama ), dan jika engkau
dapat mempersembahkan makananmu ( sendiri ) kepada semua makhluk hidup
maupun kepada semua Buddha dan anggota Sangha, maka engkau boleh
memakannya. Dia yang makan dengan demikian ini tidaklah tercemar maupun
tak tercemar, tidaklah dalam terkonsentrasi maupun tak-terkonsentrasi, dan
berada di luar baik kediaman duniawi maupun Nirvana, sedangkan pendermamu
mendapatkan pahala yang tidak besar maupun kecil, apa yang mereka berikan
tidaklah menguntungkan atau merugikan. Inilah cara yang tepat untuk memasuki
Jalan Buddha tanpa mengandalkan Jalan Kecil dari Sravaka. Mahakasyapa, jika
engkau dapat memakan makanan yang dipersembahkan dengan cara ini, maka
makanmu tidaklah percuma.’

56
Pembebasan di dalam 8 bentuk ( asta-vimoksa ): 1, pembebasan, sewaktu timbul nafsu subyektif dengan
memeriksa obyeknya ataupun atas semua hal / benda dan menyadari kekotorannya; 2, pembebasan, sewaktu
tidak ada nafsu subyektif melalui meditasi diam seperti di atas; 3, pembebasan dengan berkonsentrasi pada
kemurnian sampai mencapai suatu keadaan pembebasan permanen daripada semua nafsu; 4, pembebasan
dengan menyadari ketidak-terbatasnya ruang atau immaterialitas; 5, pembebasan dengan menyadari pengetahuan
tidak terbatas; 6, pembebasan dengan menyadari kekosongan; 7, pembebasan melalui keadaan berpikir dimana
disitu tidak terdapat pikiran maupun kekosongan pikiran; 8, pembebasan melalui keadaan berpikir dimana disitu
ada pemadaman akhir dari sensasi ( vedana ) dan konsepsi ( sanjna ). 1 dan 2 adalah pembebasan dengan
meenungkan ketidakmurnian dan 3 pada kemurnian.
57
Kebalikan dari 8 jalan mulia: 1, pandangan salah; 2, pikiran salah; 3, pembicaraan iseng / tidak benar; 4,
perbuatan menyimpang; 5, kehidupan / mata pencaharian menyimpang; 6, semangat palsu; 7, kesadaran salah;
dan 8, meditasi yang menyimpang.

32
“Yang Dijunjungi, sewaktu aku mendengar kata-kata-Nya yang belum
pernah kudengar sebelumnya, dalam pikiranku timbullah rasa hormat-Ku yang
dalam kepada semua Bodhisattva dan merenung, ‘Dengan kebijaksanaan dan
kemampuan bicara-Nya yang demikian, siapakah yang tidak akan
mengembangkan pikiran untuk mencari penerangan sempurna ?’ Sejak itu aku
telah menahan diri untuk mendorong orang mengikuti cara Sravaka dan Pacceka
Buddha. Dengan demikian aku tidak pantas untuk menjenguk-Nya.”

Sang Buddha kemudian berkata kepada Subhuti, “Pergilah mewakili diri-Ku


menjenguk Vimalakirti.”

Subhuti berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi dan


menjenguk-Nya. Alasannya adalah; pernah sekali aku pergi ke rumah-Nya
meminta makan. Dia mengambil mangkukku dan mengisinya dengan nasi sambil
berkata, ‘Subhuti, jika pikiranmu yang ditujukan untuk makan adalah sama
keadaannya seperti dalam menghadapi semua hal ( lain ), dan keseragaman ini
sehubungan dengan semua benda / hal berlaku sama pada ( tindakan ) makan,
engkau boleh meminta makanan dan memakannya. Subhuti, jika tanpa
menghilangkan nafsu, marah, dan kebodohan, engkau bisa menghindari ke-3
kejahatan ini58, jika engkau tidak menunggu kematian tubuhmu untuk mencapai
keesaan semua hal / benda, jika engkau tidak menghilangkan kebodohan dan
cinta didalam mencari penerangan dan pembebasan;59 jika engkau bisa
memahami ( sifat hakiki dari ) ke-5 dosa berat60 untuk mencapai pembebasan,
tanpa pikiran tentang ikatan maupun kebebasan pada saat yang sama; jika
engkau tidak memikirkan Kebenaran Mulia maupun kebalikannya; jika engkau
tidak berpegang pada konsep mendapatkan atau tidak mendapatkan pahala suci;
jika engkau tidak menganggap diri sendiri sebagai orang duniawi ataupun tidak
58
Manusia duniawi membangkitkan nafsu, kebencian, dan kebodohan didalam mencari kesenangan duniawi dan
para Sravaka memutuskan ke-3 kejahatan ini dalam mencari nirvana relatif, tetapi para Bodhisattva tidak
memutuskannya, melainkan hanya menahan diri agar tidak ternodai, untuk terbebas dari dualitas, relativitas, dan
pertentangan di dalam mencari Bodhi absolut.
59
Sravaka menghapuskan kebodohan yang menyelubungi kebijaksanaannya untuk mencapai pencerahan dan
memutuskan cinta yang mengikatnya untuk mencapai pembebasan, tetapi Bodhisattva memahami sifat hakiki dari
kebodohan dan cinta untuk menghilangkan semua dualitas, relativitas, dan pertentangan guna mencapai keadaan
mutlak penerangan dan pembebasan sejati.
60
Membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh Arahat, melukai Buddha, dan menghancurkan keharmonisan
Sangha.

33
duniawi, sebagai seorang suci atau bukan; jika engkau menyempurnakan semua
Dharma tanpa memikirkan konsep tentang Dharma; maka engkau boleh
menerima makanan itu dan memakannya. Subhuti, jika tanpa bertemu dengan
Hyang Buddha dan mendengar Dharma, ke-6 guru aliran sesat Purana-kasyapa,
Maskarigosaliputra, Sanjayavairatiputra, Ajita-kesakambala, Kakudakatyayana,
dan Nirgrantha-jnatiputra,61 dipandang dengan seimbang sebagai gurumu sendiri,
dan sewaktu mereka menganjurkan orang yang ‘meninggalkan rumah’ kedalam
ajaran sesat, engkau juga mengikutinya, maka engkau boleh membawa pergi
makanan ini dan memakannya. Jika engkau ( tidak berprasangka terhadap )
terjatuh kedalam ajaran sesat dan menganggap dirimu tidak mencapai pantai
seberang ( dari penerangan ), jika engkau ( tidak berprasangka terhadap ) ke-8
keadaan menyedihkan dan menganggap dirimu belum terbebas darinya, jika
engkau ( tidak berprasangka terhadap ) kekotoran dan meninggalkan konsep
kehidupan suci; jika sewaktu engkau mencapai Samadhi didalam mana tidak
terdapat debat atau perselisihan, semua makhluk juga mencapainya; jika
penderma makananmu tidak dianggap ( dengan sepihak ) sebagai (
mengembangkan ) tempat menanam pahala, jika mereka yang memberikan
persembahan kepadamu ( juga dipandang dengan tidak memihak sebagai )
terjatuh ke dalam alam kehidupan sengsara; jika engkau ( dengan tidak memihak )
menganggap setan sebagai temanmu tanpa membedakan mereka maupun
bentuk-bentuk kekotoran lainnya; jika engkau merasa tidak puas dengan semua
makhluk hidup, menjelek-jelekkan Hyang Buddha, melanggar Hukum ( Dharma ),
tidak mencapai tingkatan suci, dan gagal mencapai pembebasan, maka engkau
boleh membawa pergi makanan ini dan memakannya.’62

“Yang Dijunjungi, aku tercengang sewaktu mendengar kata-kata-Nya yang


di luar jangkauanku dan tidak bisa menjawabnya. Kemudian aku melepaskan
mangkok nasi dan bermaksud meninggalkan rumah-Nya, tetapi Vimalakirti
berkata, ‘Hai, Subhuti, terimalah mangkok nasi ini tanpa takut. Apakah engkau
ketakutan bila Hyang Tathagata menciptakan manusia ilusi untuk menanyaimu ?’

61
Ke-6 tirthyas atau guru heterodox yang bertentangan dengan Sang Buddha.
62
Vimalakirti mengajari Subhuti untuk menghentikan pembedaandan mengabaikan dualitas, relatifitas, dan
pertentangan, untuk memahami sifat hakiki dari semua fenomena guna mengembangkan pikiran yang utuh dan
selaras dengan keesaan dari realitas mutlak.

34
Aku menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian Dia melanjutkan, ‘Semua hal / benda bersifat
ilusi dan engkau tidak usah takut terhadap apapun. Mengapa ? Karena kata-kata
dan ucapan adalah ilusi. Demikianlah semua orang bijak tidak melekat pada kata-
kata dan ucapan, itulah sebabnya mereka tidak takut terhadap apapun. Mengapa
? Karena kata-kata dan ucapan dari sifatnya tidak berdiri sendiri, dan bila engkau
bisa menghilangkannya, engkau terbebas. Pembebasan ini akan melepaskan
engkau dari semua ikatan’.”

“Sewaktu Vimalakirti membabarkan Dharma, 200 putra dewa memperoleh


mata Dharma.63 Dengan demikian aku tidak pantas untuk menjenguk-Nya.”

Hyang Buddha kemudian berkata pada Purnamaitryayaniputra, “Pergilah


mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Purnamaitryayaniputra berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas


mengunjungi dan menjenguk-Nya. Ini karena, pernah sekali di hutan sewaktu aku
mengajarkan Dharma di bawah pohon pada serombongan bhiksu yang baru
diinisiasikan, Vimalakirti muncul dan berkata, ‘Hai, Purnamaitryayaniputra,
seharusnya engkau memasuki keadaan samadhi lebih dahulu untuk memeriksa
batin pendengarmu sebelum mengajarkan Dharma kepada mereka. Jangan
menaruh makanan basi di dalam mangkok mulia. Engkau harus mengetahui batin
mereka dan jangan menganggap kristal ( mulia ) mereka sebagai gelas biasa. Jika
engkau tidak mengetahui kecenderungan mereka, jangan mengajari mereka
Hinayana. Mereka tidak mempunyai borok, jadi janganlah melukainya. Kepada
mereka yang ingin melangkah di jalan besar ( Mahayana ), jangan menunjukkan
jalan kecil. Jangan menempatkan lautan ke dalam jejak kaki keledai. Jangan
menyamakan sinar matahari dengan cahaya redup dari kunang-kunang’.”

‘Purnamaitryayaniputra, bhiksu-bhiksu ini telah mengembangkan pikiran


Mahayana di masa lampau yang lama sekali, tetapi sekarang mereka telah
melupakannya sama sekali. Bagaimana bisa kamu ajari Hinayana kepada mereka
? Kebijaksanaan sebagaimana yang diajarkan oleh Hinayana adalah dangkal,

63
Mata Dharma mampu menembus semua hal / benda untuk melihat kebenaran yang membebaskan makhluk
hidup dari tumimbal lahir.

35
bagaikan orang bura yang tidak bisa membedakan tajam dan tumpulnya akar
pembawaan makhluk hidup.’

“Setelah itu Vimalakirti memasuki keadaan samadhi dan membuat para


bhiksu mengingat kembali kehidupan mereka yang lampau, di mana mereka telah
bertemu dengan 500 Buddha dan telah menanam bibit kebajikan unggul yang
mereka persembahkan untuk mencari penerangan sempurna; seketika itu mereka
menyadari masa lalu mereka dan mendapatkan kembali pikiran fundamentalnya.
Mereka segera bersujud di kaki Vimalakirti yang kemudian membabarkan Dharma
kepada mereka, dan meneruskan kembali pencarian penerangan sempurna tanpa
mundur.”

“Menurut pendapatku Sravaka yang tidak tahu caranya memeriksa akar


pembawaan dari pendengarnya tidak boleh mengajarkan Dharma. Dengan
demikian aku tidak pantas untuk menjenguk-Nya.”

Hyang Buddha kemudian berkata kepada Mahakatyayana, “Pergilah


mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Mahakatyayana berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi


dan menjenguk-Nya. Karena pernah sekali, sesudah Hyang Buddha
membabarkan intisari Dharma kepada sekelompok bhiksu, aku mengikuti Beliau
untuk menerangkan kepada mereka arti dari ketidakkekalan, penderitaan,
kehampaan, keadaan tidak ber-ego dan Nirvana. Vimalakirti muncul dan berkata,
‘Hai, Mahakatyayana,jangan menggunakan pikiran-tidak-kekal-mu ( mortal )
untuk mengkotbahkan realitas kekal ( immortal ). Mahakatyayana, semua hal /
benda secara fundamental tidak pernah tercipta dan terhancurkan, inilah yang
dimaksud dengan ketidakkekalan. Ke-5 skandha dicerap sebagai hampa dan tidak
timbul; inilah yang dimaksud dengan penderitaan. Segala hal / benda secara basic
tidak ada, inilah yang dimaksud dengan kehampaan. Ego dan ketiadaannya
bukanlah suatu dualitas, inilah yang dimaksud keadaan tidak ber-ego. Semua hal

36
/ benda secara basic bukanlah seperti yang terlihat, dan dengan begitu tidak bisa
merupakan subyek dari pemadaman, inilah yang dimaksud dengan Nirvana.’64

“Sesudah Vimalakirti membabarkan Dharma, bhiksu yang hadir ( berhasil )


membebaskan pikiran mereka. Dengan demikian aku tidak pantas mengunjungi
dan menjengukNya.”

Hyang Buddha kemudian berkata kepada Aniruddha,65 “Pergilah mewakili


diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Aniruddha berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi dan


menjenguk-Nya, karena pernah sekali, sewaktu aku sedang berjalan kian kemari (
sambil bermeditasi untuk mencegah rasa kantuk ), seorang dewa Brahma yang
disebut Subhavyuha bersama pengikut sebanyak 10.000 dewa memancarkan
seberkas cahaya, muncul di tempatku, bersujud sebagai tanda penghormatan,
dan bertanya, ‘Berapa jauhkah mata dewamu dapat melihat ?’ Aku menjawab,
‘Orang bajik, aku dapat melihat tanah Buddha Sakyamuni dalam chiliocosmos
besar bagaikan melihat biji amala yang tergenggam di tanganku.’ Vimalakirti
muncul ( mendadak ) dan berkata, ‘Hai, Aniruddha, sewaktu mata dewamu
melihat, apakah yang terlihat itu wujud atau tiada wujud ? Jika mata itu melihat
wujud, engkau tidak lebih baik daripada para penganut aliran sesat yang
memperoleh ke-5 kekuatan batin. Jika engkau melihat tiada wujud, mata
dewamu itu tidak aktif dan seharusnya tidak melihat’,”

“Yang Dijunjungi, aku berdiam diri dan para dewa memuji Vimalakirti atas
apa yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Kemudian mereka

64
Hyang Buddha mengajarkan siswa-Nya untuk tidak menciptakan dualitas, relativitas, dan pertentangan yang
palsu semuanya untuk mencapai realitas mutlak. Karena manusia duniawi berpegang pada kekekalan,
kesenangan, realitas, ego, dan kehidupan. Hyang Buddha membicarakan kebalikannya untuk menunjukkan saling
ketergantungan dari ke-2 kutub yang tidak mempunyai sifat independen, tetapi Beliau tidak mengajari mereka
untuk berpegang pada ketidak-kekalan, penderitaan, kehampaan, egolessness, dan nirvana. Mahakatyayana tidak
mengerti kedalaman ajaran Buddha dan di dalam pembicaraannya dengan para bhiksu dia berpegangan pada
nama-rupa seperti ketidak-kekalan, penderitaan, kehampaan, keadaan tak ber-ego, dan nirvana; demikianlah
kekeliruannya seperti yang ditunjukkan oleh Vimalakirti untuk diperbaiki. Pembaca dipersilahkan me-refer ke
instruksi terakhir Patriarch ke-6 ( lihat Ch’an and Zen Teaching, third series, hal 91 ) dimana Hui Neng mengajari
siswanya untuk menghapuskan saling bergantungannya ke-2 kutub semua dualitas guna memahami pentingnya
‘arti’, yang merupakan tujuan Mahayana.
65
Aniruddha adalah salah seorang siswa utama Hyang Buddha yang terkenal paling unggul dalam mata dewa.

37
memberikan penghormatan dan bertanya kepada-Nya, ‘Adakah di dunia ini orang
yang memperoleh mata dewa sejati ?’66 Vimalakirti menjawab, ‘Hyang Buddha
telah memperoleh mata dewa sejati; Beliau selalu berada dalam keadaan samadhi
dan melihat semua tanah Buddha tanpa ( menciptakan ) dualitas ( dari mata
subyektif dan wujud obyektif )’.”

“Pada saat itu dewa Brahma dan ke-500 pengikutnya mengembangkan


pikiran anuttara-samyak-sambodhi, mereka bersujud pada Vimalakirti dan
menghilang seketika. Itulah sebabnya aku tidak pantas menjenguk-Nya.”

Hyang Buddha berkata kepada Upali, “Pergilah mewakili diri-Ku menjenguk


Vimalakirti.”

Upali menjawab, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi dan


menjenguk Vimalakirti. Pernah sekali ada 2 orang bhiksu melanggar larangan dan
karena malu atas dosanya mereka tidak berani bertemu dengan Hyang Buddha.
Mereka datang dan bertanya kepadaku, ‘Upali, kami telah melanggar larangan
dan merasa malu akan dosa kami, jadi kami tidak berani bertanya kepada Hyang
Buddha dan datang kepadamu. Ajarilah kami cara bertobat agar kami bisa
menghapus dosa ini.’ Kemudian aku mengajari mereka aturan bertobat.”

“Pada saat itu Vimalakirti muncul dan berkata, ‘Hai Upali, janganlah
memberatkan dosa mereka yang harus engkau hapuskan segera tanpa
mengganggu pikiran mereka. Mengapa ? Karena sifatnya, dosa adalah tidak di
dalam dan di luar; tidak pula di antaranya.67 Sebagaimana telah dikatakan oleh
Hyang Buddha, makhluk hidup menjadi tidak murni karena pikiran mereka yang
tidak murni; jika pikiran mereka murni, mereka semuanya murni. Dan pikiran juga
tidak di dalam dan di luar, tidak pula di antaranya.68 Demikian pikirannya,
demikian pula dosanya. Demikian juga semua hal / benda tidak keluar dari
kehakikiannya. Upali, bila pikiranmu sudah terbebaskan, apakah masih ada
66
Aniruddha belum mencapai mata dewa sejati yang tidak terselubung oleh ilusi wujud.
67
Karena dosa tidak mempunyai sifat independennya sendiri, dengan demikian tidak ada. Karena dosa timbul dari
perbuatan, apabila sudah tidak berbuat lagi, darimana timbulnya dosa ? Tentu yang sudah dilakukan akan
berakibat karma buruk, jika ingin dihapuskan atau dikurangi harus melakukan 7 persyaratan pengampunan dosa
dan banyak melakukan kebajikan.
68
Pikiran itu sebenarnya juga tidak ada dan siapa yang memahaminya mencerap sifat Buddhanya dan mencapai
ke-Buddha-an, sebagaimana diajarkan oleh Bodhidharma kepada bangsa Cina setibanya di situ.

38
tersisa ketidakmurnian ?’ Aku menjawab, ‘Tidak ada lagi.’ Dia berkata, ‘Demikian
juga pikiran dari semua makhluk hidup itu bebas dari ketidakmurnian. Upali,
pikiran khayal adalah tidak murni dan tidak adanya pikiran khayal adalah
kemurnian. Pikiran menyimpang adalah tidak murni dan tidak adanya pikiran
menyimpang adalah kemurnian. Kemelekatan pada ego adalah ketidakmurnian
dan tidak melekat pada ego adalah kemurnian. Upali, semua fenomena timbul
dan tenggelam tanpa bertahan ( sekejab ) bagaikan ilusi dan kilat. Semua
fenomena tidak menunggu satu sama lain dan tidak bertahan sekejab pikiran.
Semua fenomena itu berasal dari pandangan palsu dan bagaikan mimpi atau
nyala api, bulan di atas air, dan image di dalam cermin, karena terlahir dari cara
berpikir yang salah. Dia yang mengerti ini disebut pemegang disiplin sejati dan
dia yang mengetahuinya disebut interpreter mahir ( tentang sila ).’

“Pada saat itu kedua bhiksu menimpali, ‘Sungguh suatu kebijaksanaan


unggul yang berada di luar jangkauan Upali, karena dia tidak dapat membabarkan
prinsip tertinggi dari disiplin dan moralitas !’ Aku berkata, ‘Sejak meninggalkan
Hyang Buddha aku belum pernah bertemu dengan seorang Sravaka maupun
Bodhisattva yang bisa melampaui kemampuan bicara-Nya, karena kebijaksanaan
yang dalam dan penerangan sempurna-Nya telah mencapai tingkat yang demikian
tingginya’.”

“Sesudah itu kedua bhiksu menghilangkan kebimbangan dan pikiran


bertobatnya, menetapkan pikirannya untuk mencari penerangan sempurna dan
berikrar untuk membantu makhluk hidup memperoleh kemampuan berbicara
serupa. Dengan demikian aku tidak pantas mengunjungi dan menjenguk
Vimalakirti.”

Hyang Buddha berkata kepada Rahula, “Pergilah mewakili diri-Ku


menjenguk Vimalakirti.”

Rahula berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas untuk mengunjungi dan
menjenguk-Nya, karena pernah sekali, para putra sesepuh di Vaisali datang ke
tempatku, memberi hormat dan berkata, ‘Rahula, engkau adalah putra Hyang
Buddha dan meninggalkan tahta untuk mencari kebenaran; manfaat apakah yang
bisa diperoleh dari meninggalkan rumah ?’ Kemudian aku mengajarkan manfaat
39
dan pahala dari ‘meninggalkan rumah.’ Vimalakirti muncul dan berkata, ‘Hai
Rahula, engkau seharusnya tidak membicarakan manfaat dan pahala dari
‘meninggalkan rumah.’ Mengapa ? Karena ‘meninggalkan rumah’ tidak akan
memberikan manfaat maupun pahala. Hanyalah bila membicarakan ( cara hidup )
duniawi, engkau bisa berbicara tentang manfaat dan pahala. Karena
‘meninggalkan rumah’ itu di atas duniawi, dan yang transendental itu berada di
luar manfaat dan pahala. Rahula, ‘meninggalkan rumah’ itu berada di luar
keinian, keituan, dan di antaranya, di atas ke-62 pandangan yang salah.69 Dan
berdiam di dalam ( keadaan ) Nirvana. Hal itu dipuji oleh semua orang bijaksana
dan dipraktekkan oleh semua orang suci. ‘Meninggalkan rumah’ itu ( adalah )
menaklukkan semua iblis, pembebasan dari ke-5 alam kehidupan,70 memurnikan
ke-5 jenis mata,71 membantu pencapaian 5 kekuatan spirituil dan membentuk 5
kemampuan spirituil, melepaskan semua keluhan duniawi, menjauhi berbagai
kejahatan ( yang berasal dari pikiran campur aduk ), membebaskan dari
ketidakrealistisannya nama dan istilah, keluar dari lumpur ( pencemaran ),
melepaskan dari semua ikatan, menghapuskan dualitas subyek dan obyek dan
semua tanggapan dan gangguan, memberikan kegembiraan dari dalam,
melindungi semua makhluk hidup, berdiam dalam ketenangan dan menjaga diri
dari perbuatan salah. Jika semua ini bisa dicapai, ini barulah benar-benar
‘meninggalkan rumah’.”

”Vimalakirti kemudian berkata kepada para putra sesepuh, ‘Selama


periode Dharma murni72 ini engkau harus ‘meninggalkan rumah’ untuk bergabung
dengan Sangha. Mengapa ? Karena keberuntungan untuk hidup di masa Buddha
69
Ke-62 pandangan salah berasal dari ke-5 skandha yang diperhitungkan pada ke-3 periode waktu. Di masa lalu
masing-masing ( skandha ) bersifat permanen, tidak permanen, keduanya, maupun bukan keduanya ( 5 x 4 = 20 ).
Di masa kini dan di sini kita berhadapan dengan ruang dan perluasan, masing-masing terbatas, tidak terbatas,
keduanya maupun bukan keduanya ( 5 x 4 = 20 ). Di masa yang akan datang masing-masing bisa
berkesinambungan atau tidak, keduanya atau bukan keduanya ( 5 x 4 = 20 ), yang semuanya berjumlah 60. Jika
kedua pemikiran bahwa tubuh dan pikiran adalah satu kesatuan dan perbedaan ditambahkan, maka kita
mendapatkan sejumlah 62.
70
Ke-5 alam kehidupan: dewa, asura, manusia, setan kelaparan, dan neraka.
71
Ke-5 jenis mata: mata manusia; mata dewa atau pandangan tak terbatas, mata kebijaksanaan yang melihat
semua hal / benda sebagai tidak nyata; mata Dharma yang menembus semua hal / benda,untuk melihat
kebenaran yang membebaskan manusia dari tumimbal lahir; dan mata Buddha yang sudah mencapai penerangan,
yang melihat semua dan maha tahu.
72
Periode ajaran murni Buddha yang akan bertahan 500 tahun, ada yang mengatakan 1.000 ahun, diikuti dengan
periode ajaran duplikat selama 1.000 tahun, dan kemudian periode berakhirnya Dharma selama 1.000 tahun.

40
adalah sangat jarang.73 Para putra sesepuh menjawab, ‘Aria Upasaka, kami
pernah mendengar Hyang Buddha berkata bahwa seseorang tidak dapat
‘meninggalkan rumah’ tanpa seizin orang tuanya.’ Vimalakirti berkata,’Ya,
memang begitu, tetapi engkau akan benar-benar ‘meninggalkan rumah’ saat
engkau mengembangkan pikiran yang ditujukan untuk mencari penerangan
sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi )’.”

“Pada saat itu ke-32 anak para sesepuh mengembangkan pikiran anuttara-
samyak-sambodhi. Itulah sebabnya aku tidak pantas untuk mengunjungi dan
menjenguk Vimalakirti.”

Kemudian Hyang Buddha berkata kepada Ananda, “Pergilah mewakili diri-


Ku menjenguk Vimalakirti.”

Ananda menjawab, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas untuk mengunjungi


dan menjenguk-Nya. Ini karena, pernah sekali, sewaktu Yang Dijunjungi ‘merasa
tidak enak badan’ dan memerlukan susu sapi, aku mengambil mangkok dan pergi
ke suatu keluarga Brahmana sambil berdiri di depan pintu. Vimalakirti muncul
dan bertanya, ‘Mengapa engkau keluar sepagi ini dengan mangkok di tangan ?’
Aku menjawab, ‘Upasaka yang terhormat, Yang Dijunjungi ‘merasa tidak enak
badan’ dan ingin meminum susu sapi, itulah sebabnya aku kemari.’ Vimalakirti
berkata, ‘Tunggu, Ananda, jangan berkata begitu. Tubuh Tathagata itu kuatnya
bagaikan intan karena Dia telah memutuskan semua kejahatan dan mendapatkan
semua kebajikan. Penyakit dan kesulitan apa yang masih menyusahkan Beliau ?
Ananda, janganlah menghina Tathagata dan jangan sampai orang lain mendengar
kata-kata kasar ini. Jangan sampai dwa-dewa maupun Bodhisattva dari tanah suci
lain mendengarnya. Ananda, seorang peguasa dunia ( cakravartin ) yang telah
mengumpulkan hanya sedikit pahala saja sudah terbebas dari semua penyakit;
apalagi Sang Tathagata yang telah mengumpulkan pahala yang tak terhitung dan
telah mencapai semua keunggulan moril ? Pergilah Ananda, jangan membuat
malu kita semua, jika para Brahmana mendengarnya, mereka akan berkata,
‘Bagaimana mungkin orang ini mengaku sebagai penyelamat jika Dia tidak mampu
mengobati sakitnya sendiri. Bagaimana mungkin Dia berpura-pura

73
Masa sewaktu Sang Buddha berada di dunia ini.

41
menyembuhkan orang sakit ?’ Pergilah dengan diam-diam dan secepatnya dan
jangan sampai orang lain mendengar ucapanmu barusan. Ananda, perlu engkau
ketahui bahwa tubuh Tathagata adalah Dharmakaya dan tidak berasal dari ( ilusi )
pikiran dan nafsu. Hyang Buddha adalah Yang Dijunjungi ( Bhagavat ); Tubuh-Nya
berada di atas dan di luar ke-3 alam ( nafsu, wujud, dan tanpa wujud ) dan di luar
arus penderitaan tumimbal lahir. Tubuh Buddha adalah Transendental dan
berada di luar nasib. Bagaimana mungkin tubuh yang demikian menderita sakit’.”

“Yang Dijunjungi, kata-kata-Nya membuat aku malu dan aku bertanya pada
diriku apakah aku telah salah menanggapi perintah Hyang Buddha. Pada saat itu
terdengar suara di angkasa yang berkata, ‘Ananda, Sang Upasaka ini berbicara
sebenarnya, tetapi karena Hyang Buddha muncul di dalam 5 kasaya ( atau
periode kerusuhan di bumi )74 Beliau menggunakan metode ( bijaksana ) ini (
upaya ) untuk menyelamatkan makhluk hidup. Ananda, pergilah untuk meminta
susu sapi tanpa malu’.”

“Yang Dijunjungi, dengan kebijaksanaan bicara Vimalakirti yang demikian,


aku tidak pantas menjenguk-Nya.”

Demikianlah ke-500 siswa utama masing-masing menceritakan


pertemuannya dengan Vimalakirti dan menolak menjenguk-Nya.

74
Ke-5 kondisi kerusuhan / kekeruhan: kerusuhan kalpa, kerusuhan pandangan, kerusuhan nafsu, kerusuhan
makhluk hidup, dan kerusuhan kehidupan ( lihat Surangama Sutra, hal 105 ).

42
BAB IV
PARA BODHISATTVA
Hyang Buddha kemudian berkata kepada Bodhisattva Maitreya, “Pergilah
mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Maitreya menjawab, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas untuk mengunjungi


dan menjenguk-Nya. Alasannya adalah; pernah sekali, sewaktu aku sedang
membabarkan ‘tahap tidak mengalami kemunduran’ ( dari perkembangan
Bodhisattva menuju ke-Buddha-an ) kepada raja dewa dan pengiringnya di surga
Tusita, Vimalakirti muncul dan berkata, ‘Maitreya, sewaktu Yang Dijunjungi
meramalkan pencapaian penerangan sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi )
mu yang akan datang dalam satu kelahiran lagi, kelahiran manakah itu, apakah itu
di masa lalu, yang akan datang, atau sekarang ,75 apakah atau akankah engkau
menerima ramalannya ? Jika kelahiran itu terjadi di masa lalu, hal itu sudah
berlalu; jika kelahiran itu akan terjadi di masa yang akan datang, hal itu belum
datang; dan jika di masa kini, hal itu tidak bertahan / tetap. Sebagaimana pernah
dikatakan oleh Hyang Buddha, ‘O Bhiksu, engkau dilahirkan, mengalami ketuaan
dan kematian sekaligus pada saat ini juga.’ Jika engkau menerima ramalan-Nya
dalam ( keadaan ) tiada kehidupan, inilah ( sebenarnya ) tahap sempurna di mana
( di situ ) tidak ada ramalan ( atas ke-Buddha-anmu yang akan datang ) maupun
realisasi penerangan sempurna. Jika begitu bagaimana engkau menerima
ramalan pencapaian ke-Buddha-anmu di dalam satu kelahiran lagi ? Atau apakah
engkau menerimanya di dalam keadaan mutlak ( thatness atau tathata ) baik dari
kelahiran maupun kematian ? Jika engkau menerimanya dalam keadaan mutlak
dari kelahiran, keadaan mutlak ini tak tercipta. Jika engkau menerimanya dalam
keadaan mutlak dari kematian, keadaan mutlak ini tidak meninggal. Karena ( sifat
hakiki ) dari semua makhluk hidup dan semua hal / benda adalah mutlak; semua
orang suci dan bijak berada di dalam keadaan mutlak ini, demikian juga kamu,
Maitreya. Jadi, Maitreya, jika engkau menerima ramalan Hyang Buddha tentang
75
Ke-3 masa ( lalu, yang akan datang, sekarang ) tersirat suatu dualitas dari tidak ada dan ada, masa lalu yang telah
lewat dan masa yang akan datang yang belum datang mewakili tidak ada dan masa sekarang yang tidak tetap /
bertahan tetapi ada. Lihat juga hal … tentang arti yang dalam dari urutan masa lalu, yang akan datang, dan
sekarang, dalam text Mahayana.

43
pencapaian ke-Buddha-anmu yang akan datang, semua makhluk hidup ( yang dari
sifatnya itu mutlak ) juga harus menerimanya Mengapa ? Karena apa yang
mutlak itu adalah tidak mendua dan berada di luar pembedaan. Jika kamu,
Maitreya, mencapai penerangan sempurna, demikian juga seharusnya semua
makhluk hidup. Mengapa ? Karena mereka adalah manifestasi dari Bodhi (
penerangan ). Jika engkau, Maitreya, mencapai Nirvana, mereka juga harus
mencapainya. Mengapa ? Karena semua Buddha mengetahui bahwa semua
makhluk hidup itu pada dasarnya berada dalam kondisi pemadaman kehidupan
dan penderitaan yakni nirvana, di mana tidak ada lagi pemadaman kehidupan
lebih lanjut. Oleh sebab itu, Maitreya, janganlah menyesatkan para dewa karena
sebenarnya tidak ada pengembangan pikiran Bodhi sempurna maupun
kemundurannya. Maitreya, daripada begitu seharusnya engkau mendorong
mereka menghindari pandangan diskriminasi tentang Bodhi ( penerangan ).
Mengapa ? Karena Bodhi dapat dicapai oleh bukan tubuh maupun pikiran.
Karena Bodhi adalah ketenangan dan pemadaman nafsu ( yaitu nirvana ) sebab
tidak terikat oleh semua wujud. Bodhi adalah tidak melihat, karena menjauhi
semua penyebab. Bodhi adalah tiada pembedaan, karena berhenti mengingat
dan memikir. Bodhi memutuskan semua ideasi, karena terbebas dari semua
pandangan. Bodhi meninggalkan penyimpangan karena mencegah pikiran yang
bertentangan. Bodhi menghentikan nafsu, karena menjauhi keinginan. Bodhi
adalah tidak menanggapi, karena menghapus semua kemelekatan. Bodhi
mengikuti ( sifat diri ), karena selaras dengan keadaan yang demikian. Bodhi
berdiam ( di dalam yang demikian ini ) karena bersesuaian dengan sifat Dharma (
atau Dharmata, sifat hakiki dari semua hal / benda yang tidak berubah ). Bodhi
menjangkau yang demikian ini, karena mencapai daerah realitas. Bodhi adalah
tidak mendua, karena menjauhi ( baik ) intelek maupun obyeknya. Bodhi adalah
tidak memihak, karena setara dengan ruang kosong yang tak terbatas. Bodhi
adalah keadaan tidak aktif karena berada di atas kondisi kelahiran, kehidupan,
dan kematian. Bodhi adalah pengetahuan sejati, karena membedakan kegiatan
mental dari semua makhluk hidup. Bodhi tidak menyatukan, karena terbebas dari
semua konfrontasi. Bodhi memisahkan, karena memutuskan hubungan dengan
semua kerusuhan ( klesa ) dari kebiasaan. Bodhi adalah sesuatu yang tidak dapat
ditentukan posisinya, karena berada di luar wujud dan bentuk, dan adalah
44
sesuatu yang tidak bisa disebut dengan nama, karena semua nama ( tidak
mempunyai sifat independen dan dengan demikian ) kosong. Bodhi itu bagaikan
keadaan tidak berpikirannya seorang manusia ilusi, karena tidak menerima
maupun menolak apapun. Bodhi berada di luar gangguan, karena selalu bersifat
tenang. Bodhi adalah ketenangan sejati, karena sifatnya yang murni dan bersih.
Bodhi adalah tidak menerima, karena menjauhi kemelekatan penyebab. Bodhi
adalah tiada membedakan, karena keseimbangannya terhadap semua. Bodhi
adalah tanpa bandingan, karena tak terungkapkan. Bodhi adalah luhur dan substil
/ halus, karena walaupun tidak mengetahui, mengetahui semuanya’.”

“Yang Dijunjungi, sewaktu Vimalakirti membabarkan Dharma dengan


begitu, 200 putra dewa mencapai anutpattika-dharma-ksanti. Itulah sebabnya
aku tidak pantas mengunjungi dan menjenguk-Nya.”

Hyang Buddha kemudian berkata kepada Bodhisattva Prabhavyuha,


“Pergilah mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Prabhavyuha menjawab, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas mengunjungi


dan menjenguk-Nya. Alasannya adalah;pernah sekali, sewaktu sedang
meninggalkan Vaisali, aku berpapasan dengan Vimalakirti. Aku memberi salam
dan bertanya, ‘Dari manakah, Sang Upasaka yang mulia ?’ Dia menjawab, ‘Dari
suatu bodhimandala ( suatu tempat suci ).’76 Aku bertanya pada-Nya, ‘Di
manakah Bodhimandala itu ?’ Dia menjawab, ‘Pikiran yang lurus adalah
Bodhimandala, karena bebas dari kepalsuan. Pikiran yang terinisiasi adalah
Bodhimandala, karena dapat menjaga disiplin. Pikiran yang luhur adalah
Bodhimandala, karena mengumpulkan kebajikan. Pikiran yang diterangi adalah
Bodhimandala karena sempurnanya. Beramal ( dana ) adalah Bodhimandala,
karena tidak mengharapkan imbalan. Disiplin ( sila ) adalah Bodhimandala,

76
Bodhimandala, suatu lingkaran, tempat suci, atautempat penerangan, tempat di mana Sang Buddha atau
seorang Guru mencapai Bodhi; suatu tempat untuk mencapai kebenaran Buddha; suatu tempat untuk mengajar
atau belajar Dharma; suatu tempat di mana seorang Bodhisattva memunculkan diri atau terlihat oleh pemujanya,
misalnyaGunung O Mei di Cina Barat yang merupakan Bodhimandala bagi Bodhisattva Samantabhadra; Wu Tai San
di Cina Utara bagi Bodhisattva Manjusri; Pulau P’u T’o di lepas pantai Ning Po di Cina Timur bagi Bodhisattva
Avalokitesvara; Gunung Chiu Hua San bagi Bodhisattva Ksitigarbha; dan Ts’ao Ch’i di Kuang Tung, Cina Selatan bagi
Patriarch ke-6. Suatu vihara di mana seorang pendeta mendapat penerangan atas Dharma adalah suatu
bodhimandala.

45
karena memenuhi semua ikrar. Kesabaran ( ksanti ) adalah Bodhimandala karena
bisa menjangkau pikiran semua makhluk hidup. Ketekunan ( virya ) adalah
Bodhimandala karena bebas dari kelalaian / kelengahan. Ketenangan ( dhyana )
adalah Bodhimandala karena pikiran harmonisnya. Kebijaksanaan ( prajna )
adalah Bodhimandala karena membedakan semua hal / benda. Cinta kasih (
maître ) adalah Bodhimandala karena memperlakukan semua makhluk hidup
sama rata. Belas kasihan ( karuna ) adalah Bodhimandala karena kesabarannya
yang besar. Kegembiraan ( mudita ) adalah Bodhimandala karena menyenangkan.
Keseimbangan ( upeksha ) adalah Bodhimandala karena menghapuskan baik
cinta maupun kebencian. Efisiensi Transendental adalah Bodhimandala karena
menyempurnakan kesemua 6 kekuatan batin ( sadabhijna ). Pembebasan adalah
Bodhimandala karena mengabaikan segala kondisi fenomena. Cara bijaksana (
upaya ) adalah Bodhimandala karena mengajari dan mengubah makhuk hidup.
Ke-4 tindakan simpatik Bodhisattva adalah Bodhimandala karena mengumpulkan
dan menguntungkan semua makhluk hidup. Pengetahuan luas yang didapat dari
mendengarkan Dharma adalah Bodhimandala karena jika dipraktekkan
menghasilkan Penerangan. Pengendalian atas pikiran adalah Bodhimandala
karena persepsinya yang tepat atas segala hal / benda. Ke-37 tahap pembantu ke
arah Penerangan adalah Bodhimandala karena menjauhi semua kegiatan
duniawi. Ke-4 Kebenaran Mulia adalah Bodhimandala karena tidak menipu. Ke-
12 mata rantai ( penyebab ) kehidupan bersyarat77 adalah Bodhimandala karena
sifat hakikinya yang tak terhingga. Kerusuhan ( klesa ) adalah Bodhimandala
karena sifat hakikinya adalah realitas. Makhluk hidup adalah Bodhimandala
karena ( pada dasarnya ) tidak ber-ego. Semua hal / benda adalah Bodhimandala
karena hampa. Mengalahkan iblis adalah Bodhimandala karena tidak terganggu.
Ke-3 alam ( nafsu, wujud, dan tanpa wujud ) adalah Bodhimandala karena
secara fundamental mengarah ke tiada-tujuan-nyata. Raungan singa adalah
Bodhimandala karena ketidakgentarannya. Ke-10 kekuatan ( dasa bala ), ke-4
jenis ketidakgentaran, dan ke-18 ciri Buddha yang tidak tertandingi adalah

77
Ke-12 mata rantai ( penyebab ) kelahiran bersyarat ( nidana ); dari kebodohan menimbulkan kegiatan karma;
dari kegiatan karma  kesadaran; dari kesadaran  nama dan rupa; dari nama dan rupa  ke-6 organ indera;
dari 6 organ indera  kontak; dari kontak  sensasi; dari sensasi  keinginan; dari keinginan  memegang; dari
memegang  memiliki; dari memiliki  kelahiran; dari kelahiran  ketuaan dan kematian.

46
Bodhimandala karena tidak bercacat. Ke-3 waskita adalah Bodhimandala karena
bebas dari semua rintangan yang tersisa. Pengetahuan atas semua hal / benda
dalam sekejab pikiran adalah Bodhimandala karena menyempurnakan sifat maha
tahu ( sarvajna ). Demikianlah, putra keluarga baik,78 seorang Bodhisattva harus
mengubah makhluk hidup sesuai dengan berbagai cara penyempurnaan (
paramita ) dan semua tindakannya, termasuk mengangkat dan menurunkan
kakinya,79 haruslah diinterpretasikan sebagai berasal dari tempat penerangan (
Bodhimandala ); dia harus berdiam dengan demikian di dalam Buddhadharma’.”

“Sewaktu Vimalakirti membabarkan Dharma dengan cara demikian, 500


dewa mengembangkan pikiran ke arah penerangan sempurna. Itulah sebabnya
mengapa aku tidak pantas menjenguk-Nya.”

Kemudian Hyang Buddha berkata pada Bodhisattva Jagatimdhara, “Pergilah


mewakili diri-Ku menjenguk Vimalakirti.”

Bodhisattva Jagatimdhara menjawab, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas


mengunjungi dan menjenguk-Nya. Aku masih teringat, pernah sekali, sewaktu
aku sedang berdiam di vihara, seorang iblis / siluman yang menyerupai dewa
Indra muncul dengan diiringi 12.000 peri ( devakanya ) sambil memainkan musik
dan bernyanyi. Setelah bersujud kepadaku mereka merangkapkan kedua tangan
dan berdiri di sampingku. Aku mengira iblis itu sebagai dewa Sakra dan berkata
kepadanya, ‘Selamat datang Sakra, sekalipun engkau telah memenangkan pahala,
engkau harus berjaga terhadap nafsu ( yang timbul dari musik, lagu, dan sex ).
Engkau harus memahami ke-5 keinginan ( terhadap obyek dari ke-5 indera ) di
dalam mempraktekkan moralitas. Engkau harus memahami ketidakkekalan dari
tubuh, kehidupan, dan kekayaan, untuk mencari Dharma yang tak terhancurkan (
yaitu tubuh yang tak terbatas, kehidupan yang tak berakhir, dan kekayaan spirituil
yang tak habis-habisnya )’.”

“Dia berkata, ‘Bodhisattva, silahkan ambil ke-12.000 peri ini yang akan
melayanimu’.”

78
Suatu cara konvensionil untuk menyapa siswa Sang Buddha.
79
Cara bekerjanya suatu pikiran yang tidak membedakan mengungkapkan keunggulannya, dan ini biasanya
digunakan oleh guru meditasi C’han untuk menyadarkan siswa seniornya ke Dharma pikiran.

47
“Aku menjawab, ‘Sakra janganlah memberikan kepada seorang bhiksu
persembahan tidak bersih ini, yang tidak cocok untukku’.”

“Bahkan sebelum aku selesai berbicara, Vimalakirti muncul dan berkata,


‘Dia bukanlah Sakra; dia adalah iblis yang datang mengganggumu.’ Kemudian Dia
berkata kepada iblis itu, ‘Engkau boleh memberikan padaku semua peri ini dan
aku akan menerima mereka’.”

“Iblis itu menjadi ketakutan dan karena kuatir dipersulit oleh Vimalakirti,
mencoba menghilang, tetapi sekalipun sudah mencoba menggunakan kekuatan
batin, dia tetap tidak dapat lari. Tiba-tiba terdengar suara dari angkasa yang
berkata, ‘Iblis, berikan peri itu kepada-Nya dan engkau boleh pergi.’ Karena
takutnya, dia memberikan peri kepada Vimalakirti, yang berkata kepada mereka,
‘Iblis itu telah memberikan kalian kepadaku. Sekarang kalian bisa
mengembangkan pikiran yang ditujukan untuk mencari penerangan sempurna’.”

“Kemudian Vimalakirti membabarkan Dharma kepada mereka dan


mendorong mereka mencari kebenaran. Dia mengumumkan, ‘Sekarang kalian
telah memutuskan untuk mencari kebenaran dan bisa mengecap kegembiraan di
dalam Dharma, daripada di dalam ke-5 kesenangan duniawi ( yang timbul dari ke-
5 obyek indera )’.”

“Mereka bertanya, ‘Apakah yang disebut kegembiraan di dalam Dharma itu


?’ “

“Dia menjawab, ‘Bergembira di dalam / karena mempunyai keyakinan


terhadap Buddha, bergembira di dalam mendengarkan Dharma, bergembira di
dalam memberikan persembahan kepada Sangha, dan bergembira karena
meninggalkan ke-5 kesenangan duniawi; bergembira di dalam menyadari bahwa
ke-5 skandha adalah bagaikan musuh yang mematikan, bahwa ke-4 elemen ( yang
membentuk tubuh ) adalah bagaikan ular beracun, dan bahwa organ indera dan
obyeknya adalah kosong bagaikan angkasa; bergembira di dalam mengikuti dan
mempertahankan kebenaran; bergembira di dalam menguntungkan makhluk
hidup; bergembira di dalam menghormati dan memberikan persembahan kepada
gurumu; bergembira di dalam perbuatan menyebarkan amal ( dana ); bergembira

48
di dalam memegang teguh aturan disiplin ( sila ); bergembira di dalam kesabaran (
ksanti ); bergembira di dalam semangat yang tidak surut ( virya ) untuk menanam
semua akar kebajikan; bergembira di dalam ketenangan ( dhyana ) yang tak
terganggu ; bergembira di dalam menghapuskan semua pencemaran yang
menutupi kebijaksanaan tajam ( prajna); bergembira di dalam mengembangkan
pikiran penerangan ( bodhi ); bergembira di dalam menaklukkan semua iblis;
bergembira di dalam menghilangkan semua kerusuhan ( klesa ); bergembira di
dalam memurnikan tanah Buddha; bergembira di dalam memenangkan pahala
atas ciri fisik unggul; bergembira di dalam menghiasi Bodhimandala ( tempat suci
); bergembira di dalam ketidakgentaran untuk mendengar ( dan mengerti )
Dharma yang dalam; bergembira di dalam menjelajah ke-3 pintu sempurna
menuju nirvana ( yaitu keadaaan hampa, tanpa wujud, dan tidak aktif )
dibandingkan dengan imbangannya yang tidak utuh ( yang masih melekat pada
pengertian realisasi obyektif ); bergembira karena bisa berada di antara mereka
yang mempelajari Dharma yang sama, dan bergembira karena kebebasan dari
rintangan sewaktu berada di antara mereka yang tidak mempelajarinya;
bergembira di dalam membimbing dan mengubah manusia jahat dan berada
bersama dengan manusia bijaksana; bergembira di dalam keadaan kemurnian dan
kebersihan; bergembira di dalam mempraktekkan pembantu penerangan yang
tak terhitung. Semua ini adalah kegembiraan Bodhisattva di dalam Dharma’.”

“Kemudian iblis itu berkata kepada para peri, ‘Aku ingin kalian semua
kembali ke istana bersamaku’.”

“Para peri menjawab, ‘Sewaktu berada di sini bersama Sang Aria Upasaka,
kami menikmati kegembiraan di dalam Dharma; kami tidak lagi menginginkan ke-
5 jenis kesenangan duniawi’.”

“Iblis itu berkata kepada VImalakirti, ‘Bersediakah Sang Upasaka


melepaskan semua peri ini, sebagaimana seorang Bodhisattva memberikan
segala-galanya kepada orang lain ?’ ”

49
“Vimalakirti menjawab, ‘Sekarang juga aku menyerahkan mereka semua
dan engkau boleh membawa pergi mereka agar semua makhluk hidup bisa
memenuhi ikrar mereka untuk mendapatkan Dharma’.”80

“Kemudian peri bertanya kepada Vimalakirti, ‘Apa yang harus kami lakukan
sewaktu berada di istana iblis ?’ “

“Vimalakirti menjawab, ‘Saudari-saudari, ada suatu pintu Dharma yang


disebut ‘Lampu Tak Habis Terpakai’yang harus kalian pelajari dan praktekkan.
Sebagai contoh, sebuah lampu bisa ( digunakan untuk ) menyalakan ratusan dan
ribuan lampu lainnya; kegelapan ini akan terusir tanpa mengurangi terangnya
lampu yang pertama. Jadi seorang Bodhisattva harus membimbing dan
mengubah ratusan dan ribuan makhluk hidup agar mereka semua
mengembangkan pikiran yang ditujukan pada penerangan sempurna tanpa
mengurangi pikiran luhurnya ( untuk menerangi yang lainnya ). Pembabaran
Dharmanya akan memperbanyak semua Dharma unggul nantinya. Demikian pula,
semakin banyak dia menerangkan dan menunjukkan sifat kebajikan pada orang
lain, semakin berkembang sifat ini pada dirinya; inilah yang dinamakan ‘Lampu
Tak Habis Terpakai.’ Walaupun kalian akan tinggal di istana setan, kalian harus
menggunakan ‘Lampu Tak Habis Terpakai’ ini untuk membimbing putra dan putri
dewa yang tak terhitung agar mengembangkan pikiran ke arah penerangan
sempurna, demi membayar hutang budimu kepada Buddha dan juga untuk
kebaikan semua makhluk hidup’.”

“Putri dewa itu bersujud kepada Vimalakirti dan mengikuti iblis itu kembali
ke istananya; dan seketika itu mereka menghilang. Yang Dijunjungi, karena
Vimalakirti memiliki kekuatan batin, kebijaksanaan, dan kemampuan berbicara
yang demikian, aku tidak pantas menjenguk-Nya.”

Kemudian Hyang Buddha berkata kepada seorang putra sesepuh yang


bernama Sudatta, “Pergilah mewakili diri-Ku untuk menjenguk Vimalakirti.”

80
Vimalakirti mengembalikan para peri kepada iblis itu untuk memenuhi keinginannya, dan menggunakan
kesempatan itu untuk mengajari mereka mengembangkan pikiran bodhi sempurna guna memenuhi ikrar-Nya
sendiri untuk membebaskan semua makhluk hidup. Jadi baik ikrar iblis itu maupun ikrar Vimalakirit terpenuhi,
itulah yang harus dilakukan seorang Bodhisattva dalam melakukan tugas penyelamatan.

50
Sudatta berkata, “Yang Dijunjungi, aku tidak pantas menjenguk-Nya.
Alasannya adalah; pernah sekali aku mengadakan pertemuan untuk upacara
memberikan persembahan kepada dewa dan juga kepada bhiksu, brahmana,
orang miskin, orang terlantar, dan pengemis, di rumah ayahku. Sewaktu
pertemuan itu berakhir 7 hari kemudian, Vimalakirti datang dan berkata, ‘Oh
putra sesepuh, suatu pertemuan untuk persembahan tidak seharusnya diadakan
dengan cara demikian; pertemuan itu seharusnya memberikan Dharma kepada
yang lainnya, mengapa hanya memberikan derma materiil ?’ ”

“Aku bertanya, ‘Upasaka yang terhormat, apa yang Engkau maksudkan


dengan pemberian Dharma ?’ “

“Dia menjawab, ‘Pemberian Dharma adalah ( berada di luar elemen waktu )


tanpa berawal maupun berakhir, dan setiap persembahan harus bermanfaat bagi
semua makhluk hidup pada saat yang sama. Inilah pemberian Dharma’.”

“Aku bertanya, ‘Apa artinya ini ?’ “

“Dia menjawab, ‘Ini berarti bahwa Bodhi berasal dari cinta kasih ( maîtri )81
terhadap makhluk hidup; penyelamatan makhluk hidup berasal dari belas kasihan
( karuna ); mempertahankan Dharma yang benar dari kegembiraan ( mudita );
kebijaksanaan dari keseimbangan ( upeksa );82 menguasai keserakahan dari
penyempurnaan beramal ( dana paramta ); berhenti melanggar larangan dari
penyempurnaan disiplin ( sila paramita ); keadaan tidak ber-ego dari
penyempurnaan kesabaran ( ksanti paramita ); penyerahan tubuh dan pikiran dari
penyempurnaan ketekunan ( virya paramita ); pencapaian penerangan dari
penyempurnaan ketenangan ( dhyana paramita ); pencapaian semua
pengetahuan ( sarvajna ) dari penyempurnan kebijaksanaan ( prajna paramita );
mengajari dan mengubah makhluk hidup timbul dari kehampaan; tidak menolak
kegiatan duniawi timbul dari keadaan tanpa wujud; kemunculan di dunia timbul

81
Disebabkan oleh cinta kasih tak terbatasnya seseorang terhadap semua makhluk hidup, maka ia mencari Bodhi
untuk menyelamatkan mereka.
82
Ini disebut ke-4 pikiran tak terukur / tak terhingga ( lihat juga hal .. ). Juga disebut 4 persamaan atau universal,
atau 4 perbuatan agung dari kehidupan murni yang menjamin kelahiran kembali di Brahmaloka atau surga wujud.

51
dari keadaan tanpa aktivitas;83 mempertahankan Dharma yang benar dari
kekuatan metode bijaksana ( upaya ); pembebasan makhluk hidup dari ke-4
kebajikan simpatik; penghormatan dan pelayanan kepada orang lain dari
ketetapan untuk menghapuskan keangkuhan; pelepasan atas tubuh, kehidupan,
dan kekayaan dari ke-3 tak terusakkan;84 ke ke-6 pikiran untuk direnungkan85
dari konsentrasi pada Dharma; ke-6 nilai dari harmoni saling menghormat di
dalam vihara86 dari pikiran yang lurus; perbuatan yang benar dari penghidupan
murni; kegembiraan di dalam pikiran murni dari bergaul dengan orang suci dan
orang bijak; tidak timbulnya kebencian terhadap orang jahat dari kontrol efektif
terhadap pikiran; melepaskan keduniawian dari pikiran yang luhur;
mempraktekkan sesuai dengan ajaran dari pengetahuan luas yang didapat dengan
mendengarkan ( tentang Dharma ), tiadanya perselisihan dari kehidupan yang
nyaman; pencarian kebijaksanaan Buddha dari meditasi; pembebasan makhluk
hidup terhadap ikatan dari praktek nyata; memperoleh semua ciri fisik unggul
untuk menghiasi Tanah Buddha dari karma keunggulan moril; pengetahuan atas
pikiran semua makhluk hidup dan pembabaran Dharma yang relevan kepada
mereka, dari karma pengetahuan yang baik; pengertian atas semua hal / benda
sepadan dengan tiadanya penerimaan maupun penolakan terhadapnya untuk
memahami keesaannya, dari karma kebijaksanaan; penghapusan semua
kerusuhan ( klesa ), rintangan dan kejahatan dari semua karma unggul;
pencapaian segala kebijaksanaan dan sifat bajik dari kondisi pendukung ke arah
penerangan. Putra keluarga baik,87 semua ini berkenaan dengan pemberian
Dharma. Seorang Bodhisattva yang menyelenggarakan pertemuan yang

83
Ini menunjukkan ke-3 pintu ke kota nirvana yang bisa dimasuki dengan bermeditasi pada keadaan hampa, yang
mengosongkan pikiran dari ide tentang diri dan orang lain; pada ( keadaan ) tanpa wujud yang menghapuskan
wujud atau keadaan luar; dan pada ( keadaan ) tanpa aktivitas yang mengakhiri semua kegiatan duniawi sambil
tetap muncul di dunia untuk menyelamatkan semua makhluk hidup.
84
Ke-3 tak terusakkan: tubuh tak terhingga, kehidupan tak berakhir, dan kekayaan spirituil tak terbatas.
85
Ke-6 pikiran untuk direnungkan: Buddha, Dharma, Sangha, larangan, beramal, dan surga berikut kebahagiaan
yang akan dinikmati.
86
Ke-6 nilai harmoni saling menghormat atau keseragaman di dalam vihara: keseragaman tubuh dalam bentuk
pemujaan; keseragaman bahasa dalam berdoa; keseragaman mental dalam keyakinan; keseragaman moral dalam
mematuhi larangan; keseragaman doktrin dalam pandangan dan interpretasi; dan keseragaman ekonomis dalam
komunitas barang, perbuatan, belajar, dan beramal.
87
Suatu tradisi untuk menyapa murid Buddha.

52
memberikan Dharma ini adalah seorang pemberi derma ( danapati ) yang besar;
dia juga merupakan tempat menanam pahala bagi semua dunia’.”

“Yang Dijunjungi, sewaktu Vimalakirti sedang membabarkan Dharma, 200


Brahmana yang mendengarkannya memutuskan untuk mencari penerangan
sempurna. Aku sendiri mencapai kemurnian dan kebersihan pikiran yang belum
pernah kualami sebelumnya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya dan
mengeluarkan kalung permataku yang tak ternilai harganya untuk
dipersembahkan kepada-Nya, tetapi Dia menolaknya. Kemudian aku berkata,
‘Aria Upasaka, sudilah menerima hadiahku dan lakukanlah sekehendak-Mu.’ Dia
mengambil kalungku dan membaginya menjadi 2, separuh dibagikan kepada
pengemis yang paling miskin di dalam persamuwan, dan separuhnya lagi kepada
‘Tathagata Dusprasaha’ di mana negeri-Nya yang bersinar kemudian terlihat oleh
para hadirin, yang melihat separuh kalung itu berubah menjadi menara mulia di
dalam segala keindahannya dan berdiri di atas 4 pilar yang tidak menutupi satu
sama lainnya. Sesudah transformasi ajaib ini, Vimalakirti berkata, ‘Dia yang
beramal kepada pengemis yang paling miskin dengan pikiran yang seimbang
melakukan perbuatan yang tidak berbeda dengan menanam pahala pada seorang
Tathagata, karena hal itu timbul dari welas asih yang besar tanpa mengharapkan
imbalan. Inilah yang disebut pemberian Dharma yang lengkap’.”

“Sesudah menyaksikan kekuatan batin Vimalakirti, pengemis paling miskin


yang telah mendengarkan pembabaran Dharma-Nya mengembangkan pikiran
yang ditujukan pada penerangan sempurna. Dengan demikian aku tidak pantas
mengunjungi Vimalakirti untuk menjenguk-Nya.”

Demikianlah masing-masing Bodhisattva yang hadir menceritakan


pertemuannya dengan Vimalakirti dan menolak mengunjungi dan menjenguk-
Nya.

53
BAB V
MANJUSRI MENGUNJUNGI VIMALAKIRTI
Sang Buddha kemudian berkata pada Manjusri, “Pergilah Engkau
menjenguk Vimalakirti.”

Manjusri berkata, “Yang Dijunjungi, Dia memiliki kebijaksanaan yang sangat


tinggi dan tidak mudah untuk mengimbangi-Nya ( dalam kemampuan bicara ).
Karena Dia telah mencapai realitas dan merupakan penceramah intisari Dharma
yang trampil. Kemampuan bicara-Nya tak terintangi dan kebijaksanaan-Nya tak
terbatas. Dia sangat mahir dalam semua hal yang berkenaan dengan
perkembangan Bodhisattva karena telah memasuki kekayaan misterius dari
semua Buddha. Dia telah menaklukkan segala iblis, memperoleh semua kekuatan
transendental88 dan mencapai kebijaksanaan melalui cara bijaksana ( upaya ).
Sekalipun begitu Aku akan menuruti perintah Yang Dijunjungi untuk mengunjungi
dan menjenguk-Nya.”

Para Bodhisattva, siswa utama Sang Buddha dan Penguasa ke-4 surga yang
hadir berpikir, “Bilamana ke-2 Mahasattva bertemu, tentunya Mereka akan
membicarakan Dharma yang dalam.” Maka 8.000 Bodhisattva, 500 Sravaka, dan
ratusan dan ribuan dewa ingin mengikuti Manjusri.

Demikianlah Manjusri dengan diiringi oleh para Bodhisattva, siswa utama


Sang Buddha, dan para dewa, berangkat ke kota Vaisali. Vimalakirti yang
mengetahui lebih dahulu kunjungan Manjusri dan rombongan-Nya, menggunakan
kekuatan transenden-Nya untuk mengosongkan rumah-Nya dari semua
pembantu dan perabotan kecuali ranjang-Nya sendiri.

Sewaktu memasuki rumah, Manjusri hanya melihat Vimalakirti ‘terbaring


sakit’ di ranjang-Nya, yang menyapa-Nya sebagai berikut, “Selamat datang,
Manjusri, Engkau datang tanpa ide mendatangi dan melihat tanpa ide melihat.”

Manjusri menjawab, “Memang demikian, Aria Upasaka, kedatangan


tidaklah harus dikaitkan lebih lanjut ( dengan ide ) mendatangi, dan kepergian
88
Secara literatur: “di dalam mana para Buddha dan Bodhisattva menuruti hatinya atau mendapat kepuasan.”

54
tidaklah harus dihubungkan lebih lanjut ( dengan konsep ) meninggalkan.
Mengapa ? Karena sebenarnya tidak ada datang dari manapun maupun pergi ke
mana, dan yang terlihat itu tidak bisa merupakan ( suatu obyek ) penglihatan
lebih lanjut.89 Sekarang marilah kita kesampingkan ini semua. Upasaka yang
mulia, apakah sakitmu berat ? Apakah itu akan bertambah parah dengan
perawatan yang tidak benar ? Yang Dijunjungi telah mengirim aku untuk
menjengukmu dan mengharapkan kesembuhanmu. Aria Upasaka, dari manakah
penyakitmu timbul, telah berapa lama engkau mengidapnya, dan bagaimana
penyakit itu akan berakhir ?”

Vimalakirti menjawab, “Sumber penyakitku adalah ketidaktahuan yang


melahirkan nafsu ( keinginan ). Karena semua makhluk hidup terserang penyakit,
maka aku juga sakit. Bila semua makhluk hidup tidak lagi sakit, penyakitku akan
berakhir. Mengapa ? Disebabkan ( ikrar-Nya ) untuk menyelamatkan makhluk
hidup, seorang Bodhisattva memasuki alam kelahiran dan kematian yang bisa
terserang penyakit; jika mereka semua sudah sembuh Sang Bodhisattva tidak
akan sakit lagi. Misalnya, bilamana anak laki-laki tunggal seorang sesepuh jatuh
sakit, maka orang tuanya juga sakit dan akan menderita selama anaknya belum
sembuh. Begitu juga seorang Bodhisattva yang mencintai semua makhluk hidup
bagaikan anaknya; jadi jika mereka jatuh sakit Sang Bodhisattva juga sakit, dan
jika mereka telah sembuh maka dia tidak sakit lagi.”

Manjusri bertanya, “Apakah yang menyebabkan sakitnya seorang


Bodhisattva ?”

Vimalakirti menjawab, “Sakitnya seorang Bodhisattva berasal dari


belaskasihan ( Nya ) yang besar.”

Manjusri bertanya, “Mengapa rumah Aria Upasaka kosong dan tanpa


pembantu ?”

Vimalakirti menjawab, “Semua tanah Buddha juga kosong.”

Manjusri bertanya, “Tanah Buddha itu kosong dari apa ?”

89
Yaitu tanpa dibelenggu oleh diskriminasi tentang kedatangan dan melihat.

55
Vimalakirti menjawab, “Kosong dari kehampaan itu sendiri.”90

Manjusri bertanya, “Mengapa kehampaan itu harus kosong ?”91

Vimalakirti menjawab, “Kehampaan itu adalah kosong tanpa kehadiran


diskriminasi.”

Manjusri bertanya, “Dapatkah kehampaan dipengaruhi oleh diskriminasi ?”

Vimalakirti menjawab, “Semua diskriminasi itu juga hampa.”

Manjusri bertanya, “Di mana kehampaan dapat dicari ?”

Vimalakirti menjawab, “Di dalam ke-62 pandangan palsu.”

Manjusri bertanya, “Di mana seharusnya ke-62 pandangan palsu itu dicari
?”

Vimalakirti menjawab, “Di dalam pembebasan dari semua Buddha.”

Manjusri bertanya, “Di mana seharusnya pembebasan dari semua Buddha


dicari ?”

Vimalakirti menjawab, “Di dalam pikiran dari semua makhluk hidup.” Dia
melanjutkan, “Yang bajik juga telah bertanya, mengapa aku tidak memiliki
pembantu, nah, segala iblis dan orang sesat adalah pembantuku. Mengapa ?
Karena iblis menyukai ( keadaan ) kelahiran dan kematian yang tidak ditolak
seorang Bodhisattva, sedangkan orang sesat menyukai pandangan palsu di dalam
mana Sang Bodhisattva tetap tidak terpengaruhi.”

Manjusri bertanya, “Apakah wujud penyakit yang diderita Aria Upasaka ?”

Vimalakirti menjawab, “Penyakitku ini tidak berwujud dan tidak kelihatan.”

Manjusri bertanya, “Apakah itu penyakit pada tubuh atau pikiran ?”

90
Yang dimaksud Manjusri; “Rumah-Mu kosong karena tanpa barang dan pembantu, tetapi tanah Buddha itu
kosong dari apa ?” Yang dimaksud Vimalakirti; “Di dalam keadaan ke-Buddha-an mutlak bahkan kebijaksanaan itu
tidak harus dipegang agar bisa mencapai kehampaan atas baik subyek maupun obyek.”
91
Yang dimaksud Manjusri; :karena semua hal / benda itu secara fundamental hampa di dalam tanah Buddha yang
mutlak, mengapa kebijaksanaan juga harus hampa agar bisa dibuat hampa sekali lagi ?”

56
Vimalakirti menjawab, “Ini bukanlah penyakit pada tubuh karena berada di
luar tubuh dan bukan penyakit pada pikiran karena pikiran itu bagaikan ilusi.”

Manjusri bertanya, “Dari ke-4 elemen, tanah, air, api, dan udara, yang
manakah yang sakit ?”

Vimalakirti menjawab, “Itu bukanlah penyakit pada elemen tanah tetapi


tidak berada di luarnya; demikian juga elemen-elemen lainnya. Karena penyakit
semua makhluk hidup bersumber dari ke-4 elemen yang membuat mereka
menderita, demikian aku juga menjadi sakit.”

Manusri bertanya, “Apa yang harus diucapkan seorang Bodhisattva untuk


menghibur Bodhisattva lainnya yang jatuh sakit ?”

Vimalakirti menjawab, “Dia harus membicarakan ketidakkekalan dari


tubuh, tetapi jangan membicarakan kebencian dan pelepasan ( mencampakkan )
tubuh ini. Dia harus membicarakan penderitaan tubuh tetapi jangan tentang
kegembiraan di nirvana. Dia harus membicarakan keadaan tak ber-ego di dalam
tubuh, sambil mengajari dan membimbing semua makhluk hidup ( kendatipun
dengan fakta bahwa mereka itu secara fundamental tidak ada di dalam keadaan
mutlak ). Dia harus membicarakan kehampaan dari tubuh, tetapi tidak boleh
melekat pada nirvana akhir. Dia harus membicarakan penyesalan dari dosa lalu
tetapi harus menghindari terhanyut ke masa lalu. Karena penyakitnya sendiri, dia
harus mengasihani semua yang sakit. Menyadari bahwa dia telah menderita
selama kalpa tak terhitung di masa lalu, dia harus memikirkan kesejahteraan
semua makhluk hidup. Dia harus memikirkan praktek kebajikan yang
dilakukannya di masa lalu untuk mempertahankan ( pendiriannya atas )
penghidupan yang benar. Daripada menguatirkan kesusahan ( klesa ), dia
seharusnya menumbuhkan semangat dan ketekunan ( di dalam mempraktekkan
Dharma ). Dia harus bertindak bagaikan raja tabib untuk mengobati
penyakitorang lain. Demikianlah seorang Bodhisattva harus menghibur
Bodhisattva sakit lainnya untuk membahagiakannya.”

Manjusri bertanya, “Bagaimana caranya seorang Bodhisattva yang sakit


mengendalikan pikirannya ?”

57
Vimalakirti menjawab, “Seorang Bodhisattva yang sakit harus berpikir
demikian, ‘Penyakitku bersumber dari pikiran menyimpang dan kekotoran ( klesa
) selama kehidupanku yang lalu tetapi tidak mempunyai sifat nyatanya sendiri. (
Oleh sebab itu ) siapakah yang menderita ? Mengapa begitu ? ( Karena ) sewaktu
ke-4 elemen bersatu untuk membentuk tubuh, yang duluan tidak berpemilik dan
yang belakangan tidak ber-ego. Selain itu, penyakitku bersumber dari
kemelekatanku pada ego; dengan demikian aku harus menghapuskan
kemelekatan ini.”

“Sesudah mengetahui sumber penyakitnya, dia harus meninggalkan konsep


tentang ego dan makhluk hidup. Dia harus merenungkan hal / benda ( Dharma )
sebagai berikut: ‘Suatu tubuh tercipta dari perpaduan berbagai jenis dharma (
elemen ) yang timbul dan tenggelam sendiri, tanpa mengetahui satu sama lainnya
dan tanpa mengumumkan timbul dan tenggelamnya.’ Untuk menghapuskan
konsep atas hal / benda ( dharma ) seorang Bodhisattva yang sakit harus
merenungkan demikian, ‘Pengertian atas dharma ini juga suatu kekeliruan yang
merupakan malapetaka yang besar bagiku. Jadi aku harus menjauhinya.’
Menjauhi apa ? Dari subyek maupun obyek. Apa artinya menjauhi subyek dan
obyek ? Artinya menjauhi dualitas. Apa artinya menjauhi dualitas ? Artinya tidak
memikirkan dharma dalam dan luar ( yaitu pertentangan ) dengan
mempraktekkan keseimbangan. Apakah keseimbangan itu ? Keseimbangan
berarti persamaan ( dari semua pertentangan ) ego dan nirvana. Mengapa begitu
? Karena baik ego maupun nirvana adalah hampa. Mengapa kedua-duanya
hampa ? Karena kedua-duanya hanya berupa nama yang tidak mempunyai
sifatnya yang bebas sendiri.”

“Bila engkau mencapai persamaan ini engkau terbebas dari semua penyakit
tetapi masih ada tersisa konsepsi tentang kehampaan yang juga merupakan ilusi
sehingga juga harus dihapuskan.”

“Seorang Bodhisattva yang sakit harus membebaskan dirinya dari konsepsi


atas sensasi ( vedana ) sewaktu mengalami salah satu dari ke-3 keadaan ( yaitu
kesakitan, kenikmatan, dan bukan kesakitan maupun kenikmatan ). Sebelum
perkembangan sempurnanya menuju ke-Buddha-an ( yaitu sebelum

58
menyelamatkan semua makhluk hidup di dalam pikirannya ) dia tidak boleh
menghapuskan semua vedana untuk kepentingannya sendiri dengan pandangan
untuk mencapai nirvana hanya bagi dirinya. Menyadari bahwa tubuh ini
merupakan subyek penderitaan, dia harus memikirkan makhluk hidup di alam
kehidupan yang lebih rendah dan menumbuhkan belas kasihan ( terhadap mereka
). Karena dia telah berhasil mengendalikan pandangan palsunya, dia harus
membimbing semua makhluk hidup untuk mengendalikan pandangan mereka
juga. Dia harus mencabut penyakit ( pembawaan ) mereka tanpa ( berusaha )
menghapuskan dharma yang tidak ada ( external atau data indera ). Karena itu
dia harus mengajari mereka cara memutuskan sumber penyakit. Apakah sumber
penyakit itu ? Sumber penyakit adalah kemelekatan mereka. Apa yang
merupakan obyek kemelekatan mereka ? Obyek kemelekatan mereka adalah ke-
3 alam ( nafsu, wujud, dan tanpa wujud ). Dengan cara apa mereka harus
memutuskan kemelekatannya ? Dengan doktrin ( bahwa ) tidak ada sesuatu /
apapun yang bisa diperoleh, dan ( bahwa ) jika tidak ada yang bisa diperoleh,
maka tidak akan ada kemelekatan. Apa yang dimaksud dengan tidak ada
sesuatupun yang bisa diperoleh ? Artinya ( bahwa ) terlepas dari pandangan
ganda ( tidak ada apapun yang bisa diperoleh ). Apakah pandangan ganda itu ?
Itu adalah pandangan dari dalam dan luar yang lebih dari itu tidak ada suatu
apapun.”92

“Manjusri, begitulah seorang Bodhisattva yang sakit harus mengendalikan


pikirannya. Menghapuskan penderitaan dari umur tua, penyakit, dan kemtian
adalah Bodhinya ( praktek penerangan ) seorang Bodhisattva. Jika dia tidak
berbuat begitu maka prakteknya kurang dilandasi kebijaksanaan dan tidak
bermanfaat. Misalnya; seorang Bodhisattva ( disebut ) berani jika dia
menaklukkan kebencian; jika di samping itu dia juga menghapuskan ( konsep )
umur tua, penyakit, dan kematian, maka dia benar-benar seorang Bodhisattva
sejati.”

“Seorang bodhisattva yang sakit harus lagi merenungkan; ‘Karena


penyakitku itu tidak nyata maupun berwujud, penyakit dari semua makhluk hidup

92
Diskriminasi dari dalam dan data indera dari luar: kedua-duanya tidak ada.

59
juga tidak nyata dan tidak berwujud.’ Tetapi sewaktu memikirkan demikian, jika
dia mengembangkan belas kasihan yang besar dengan pikiran yang tercemar oleh
kecintaannya ( yang memihak ) terhadap makhluk hidup,93 dia harus ( segera )
menghindari perasaan / pandangan palsu ini. Mengapa begitu ? Karena seorang
Bodhisattva harus menghapuskan semua penyebab luar kekotoran ( klesa )
sewaktu mengembangkan belas kasihan yang besar. Karena kecintaan ( ini ) dan
pandangan yang keliru ( ini ) akan menyebabkan keengganannya pada kelahiran
dan kematian. Jika dia bisa menjauhi kecintaan dan pandangan yang keliru ini dia
akan terbebas dari kebencian, dan di manapun dia terlahir, dia tidak akan
terganggu oleh cinta dan pandangan yang keliru. Kehidupannya yang akan datang
akan bebas dari rintangan dan dia akan mampu membabarkan Dharma kepada
semua makhluk hidup dan membebaskan mereka dari ikatan. Sebagaimana telah
dikatakan Hyang Buddha, sebenarnya tidak ada pembebasan bagi orang lain
selama seseorang masih terbelenggu oleh ikatan dan untuk membebaskan orang
lain hanya dimungkinkan bila dia sendiri telah bebas dari ikatan.”

“Oleh sebab itu seorang Bodhisattva tidak boleh mengikat dirinya ( dengan
pandangan yang keliru ). Apakah itu mengikat dan apakah itu melepaskan ?
Kemelekatan pada ketenangan ( dhyana ) adalah ikatan seorang Bodhisattva,
tetapi kelahiran kembali yang bijaksana ( untuk menyelamatkan orang lain )
adalah pembebasan dari ikatan. Selain itu, dia terbelenggu oleh kebijaksanaan
yang tidak didasari metode praktis ( upaya ), tetapi dibebaskan oleh
kebijaksanaan yang didukung metode praktis; dia ( juga ) terbelenggu oleh
metode praktis yang tidak dilandasi kebijaksanaan tetapi dibebaskan oleh metode
praktis yang didukung kebijaksanaan.”

“Apakah itu ikatan oleh kebijaksanaan yang tidak didukung metode praktis
? Yang dimaksud adalah sewaktu seorang Bodhisattva mempraktekkan
pengendalian dirinya sendiri ( melalui ke-3 gerbang ke nirvana, yaitu keadaan
hampa, tanpa wujud, dan tanpa aktivitas ) tanpa berusaha menghiasi tubuhnya
dengan ciri utama dan ciri tambahan, menghiasi tanah Buddhanya ( dengan

93
Di dalam Sutra Intan diajarkan bahwa seorang Bodhisattva di dalam menjalankan tugas penyelamatannya harus
menghindari konsep ( palsu ) atas diri, orang lain, makhluk hidup, dan usia. Yang dimaksudkan di sini adalah
menolong dan membebaskan makhluk hidup tanpa ikatan apa-apa.

60
pahala ) maupun membimbing makhluk hidup menuju kesempurnaan. Inilah
yang disebut ikatan oleh kebijaksanaan yang tidak didukung metode praktis (
upaya ).”

“Apakah itu pembebasan oleh kebijaksanaan yang didukung metode praktis


? Yang dimaksud adalah sewaktu seorang Bodhisattva mempraktekkan
pengendalian dirinya ( melalui ke-3 gerbang ke nirvana, yaitu keadaan hampa,
tanpa wujud, dan tanpa aktivitas ) disertai keinginan untuk menghiasi tubuhnya
dengan ciri utama dan tambahan, menghiasi tanah Buddhanya ( dengan pahala )
sambil membimbing makhluk hidup menuju kesempurnaan. Inilah yang disebut
pembebasan melalui kebijaksanaan yang didukung oleh metode praktis ( upaya
).”94

“Apakah itu ikatan oleh metode praktis yang tidak didukung kebijaksanaan
? Yang dimaksud adalah ikatan yang disebabkan kurangnya tekad seorang
Bodhisattva untuk menghindari nafsu, amarah, pandangan menyimpang dan
kekotoran ( klesa ) lainnya sewaktu menanam semua akar kebijaksanaan, yang
tidak dipersembahkan untuk pencapaian penerangan sempurna. Inilah yang
disebut ikatan oleh metode praktis yang tidak didukung kebijaksanaan.”

“Apakah itu pembebasan oleh metode praktis yang didukung kebijaksanaan


? Yang dimaksud adalah pembebasan yang dicapai oleh seorang Bodhisattva yang
menghindari nafsu, amarah, pandangan yang bertentangan dan kekotoran ( klesa
) lainnya, sewaktu menanam semua akar kebajikan, yang dipersembahkan untuk
pencapaian penerangan sempurnanya. Inilah yang disebut pembebasan melalui
metode praktis yang didukung oleh kebijaksanaan.”

94
Di dalam Sutra Intan, Hyang Buddha bersabda, “Subhuti, menurut pendapatmu, apakah Bodhisattva menghiasi
tanah Buddha melalui tindakan morilnya ?” Subhuti menjawab, “Tidak, Yang Dijunjungi. Mengapa ? Karena itu
bukanlah hiasan nyata…” Sang Buddha berkata, “Subhuti, itulah sebabnya semua Bodhisattva dan Mahasattva
haruslah demikian mengembangkan pikiran murni dan bersih yang tidak boleh berdiam pada wujud, suara, rasa,
sentuhan, dan dharma ( hal / benda ). Mereka harus mengembangkan pikiran yang tidak berdiam di manapun.”
(Lihat Ch’an and Zen Teaching, First Series, hal 173 ). Di dalam Sutra yang sama Subhuti bertanya, “Mengapa
Bodhisattva tidak menerima imbalan atas perbuatan baik mereka ?” Hyang Buddha menjawab, “Bodhisattva tidak
boleh mempunyai keinginan dan kemelekatan sewaktu mereka mempraktekkan kebajikan bermanfaat; oleh sebab
itu mereka tidak menerima imbalan.”

61
“Manjusri, seorang Bodhisattva yang sakit haruslah memandang semua hal
/ benda dengan demikian. Selain itu, ia harus bermeditasi pada tubuhnya yang
tidak permanen, merupakan subyek penderitaan, tidak ada dan tidak ber-ego;
inilah yang disebut kebijaksanaan. Sekalipun tubuhnya sakit dia tetap berdiam di
( alam ) kelahiran dan kematian untuk keuntungan semua ( makhluk hidup ) tanpa
mengeluh; inilah yang disebut metode bijaksana ( upaya ).”

“Di samping itu dia harus bermeditasi pada tubuhnya yang tidak
terpisahkan dari penyakit dan bermeditasi pada penyakit yang melekat pada
tubuh, karena penyakit dan tubuh bukanlah baru maupun lama; inilah yang
disebut kebijaksanaan. Tubuh ini, sekalipun sakit tidaklah harus dihancurkan;
inilah yang disebut metode bijaksana ( untuk tetap berdiam di dunia guna
melakukan penyelamatan ).”

“Manjusri, seorang Bodhisattva yang sakit harus demikian mengendalikan


pikirannya sambil tidak berdiam di dalam ( keadaan ) pikiran terkendali maupun
kebalikannya. Karena jika dia berdiam di dalam ( keadaan ) pikiran tak terkendali,
inilah kebodohan, dan jika dia berdiam di dalam keadaan pikiran terkendali inilah
tahap Sravaka. Dengan demikian seorang Bodhisattva tidak boleh berdiam di
dalam kedua-duanya dan menghindari kedua-duanya; inilah praktek tahap
Bodhisattva. Sewaktu berdiam di alam kelahiran dan kematian dia menjauhi
ketidakmurniannya, dan sewaktu berdiam di nirvana dia menjauhi ( kondisi )
pemadaman reinkarnasi dan pembebasan dari penderitaannya; inilah praktek
tahap Bodhisattva. Yang bukan duniawi maupun kedewaan itulah pengembangan
Bodhisattva ( menuju ke-Buddha-an ). Yang tidak murni maupun murni juga
bukan, itulah praktek Bodhisattva. Sekalipun dia sudah berada di luar jangkauan
iblis dia muncul ( di dunia ) untuk menaklukkan iblis; inilah perilaku Bodhisattva.
Di dalam mencari segala pengetahuan ( sarvajna ) dia tidak mencarinya pada saat
yang tidak tepat;95 inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia memahami yang tak
tercipta dia tidak mencapai ke-Buddha-an; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun
dia memahami nidana ( ke-12 mata rantai kehidupan bersyarat ) dia memasuki
semua keadaan pandangan menyimpang ( untuk menyelamatkan makhluk hidup

95
Dia tidak seharusnya mencari maha tahu-nya Buddha sebelum pencapaian ke-Buddha-annya.

62
); inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia membantu semua makhluk hidup dia
tidak menimbulkan kemelekatan; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia
menjauhi fenomena, dia tidak mengandalkan kehampaan tubuh dan pikiran;
inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia melewati ke-3 dunia ( dari nafsu, wujud,
dan tanpa wujud ), dia tidak melukai Dharmata;96 inilah perilaku Bodhisattva.
Sekalipun dia menyadari kehampaan ( dari hal / benda ) dia menabur benih segala
kebajikan; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia berdiam di dalam tanpa
wujud, dia menyelamatkan makhluk hidup tanpa berhenti; inilah perilaku
Bodhisattva. Sekalipun dia menahan diri dari aktivitas ( kreatif ) dia muncul dalam
tubuh fisiknya; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia mencegah timbulnya (
semua pikiran ) dia melakukan semua perbuatan baik; inilah perilaku Bodhisattva.
Sekalipun dia mempraktekkan ke-6 penyempurnaan ( paramita ) dia mengetahui
keadaan mental makhluk hidup; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia
memilikki ke-6 kekuatan batin, dia menahan diri dari mengakhiri semua arus
duniawi.97 Sekalipun dia mempraktekkan ke-4 pikiran tak terhingga, dia tidak
ingin dilahirkan di surga Brahma;98 inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia
mempraktekkan meditasi,99 ketenangan ( dhyana ),100 pembebasan dan
Samadhi,101 dia tidak mengambil manfaatnya untuk terlahir di surga Dhyana;102
inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia mempraktekkan ke-4 rangkap keadaan
kesadaran, dia tidak selamanya menjauhi karma badan dan pikiran;103 inilah
perilaku Bodhisattva.104 Sekalipun dia mempraktekkan ke-4 usaha yang benar dia
96
Dharmata, sifat hakiki semua hal / benda.
97
Agar dia bisa tinggal di dunia ini untuk meneruskan tugas penyelamatan.
98
Karena praktek ke-4 pikiran tak terhingga yang berhasil menjamin kelahiran kembali di surga Brahma yang
merintangi perkembangan Bodhisattva ke arah ke-Buddha-an.
99
Ini berarti ke-4 keadaan meditasi pada surga wujud: di dalam surga I penghuninya tidak mempunyai organ rasa
atau penciuman, tidak memerlukan makanan, tetapi memiliki ke-4 organ lainnya; di surga II penghuninya tidak lagi
memerlukan ke-5 organ fisik dan hanya memiliki organ pikiran; di surga III penghuninya masih memiliki organ
pikiran dan menerima kebahagiaan yang besar; di surga IV mereka masih memiliki pikiran yang substil sekali.
100
Ke-4 keadaan ketenangan di dalam surga tak berwujud: di surga I pikiran menjadi hampa dan luas bagaikan
angkasa; di surga II kekuatan persepsi dan pengertian adalah tidak terbatas; di surga III kekuatan diskriminasi
pikiran ditundukkan; dan di surga IV kebijaksanaan intuitif muncul.
101
Samadhi yang dicapai melalui ke-3 gerbang ke kota nirvana..; keadaan hampa, tanpa wujud, dan tanpa aktivitas.
102
Demikianlah dia menanam penyebab tanpa menuai efeknya untuk menunjukkan kebebasan yang berdaulat
atas hukum sebab akibat, guna menghindari kelahiran kembali di surga dhyana agar dia bisa melanjutkan
perkembangan Bodhisattvanya ke arah ke-Buddha-an.
103
Karma badan atau karma buruk dari ke-5 organ indera di alam nafsu, dan karma pikiran atau karma baik di
surga wujud.
104
Agar dia bisa berhubungan dengan semua makhluk hidup untuk menyelamatkan mereka.

63
mempertahankan semangat dan usaha atas badan dan pikiran; inilah perilaku
Bodhisattva. Sekalipun dia mempraktekkan ke-4 langkah Hinayana ke arah
kekuatan batin, dia akan tetap berbuat demikian sampai dia mencapai semua
kekuatan Mahayana; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia mempraktekkan
ke-5 kemampuan spirituil dari tahap Sravaka dia membedakan ketajaman dan
ketumpulan potensi makhluk hidup; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia
mempraktekkan 5 kekuatan dari tahap Sravaka dia berusaha mencapai 10
kekuatan Buddha; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia mempraktekkan ke-7
tingkat penerangan Hinayana dia membedakan maha bijaksananya Buddha (
sarvajna ); inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia mempraktekkan 8
Kebenaran Mulia ( Hinayana ) dia bergembira di dalam menempuh Jalan Buddha
yang tak terbatas; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia mempraktekkan
samatha vipasyana105 yang mendukung pencapaian Bodhi ( penerangan ) dia
menghindari terseret ke dalam nirvana; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia
mempraktekkan doktrin tidak menciptakan dan tidak menghancurkan hal / benda
( dharma ) dia masih menghiasi tubuhnya dengan ciri fisik unggul dari Buddha;
inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia muncul sebagai seorang Sravaka atau
Pacceka Buddha, dia tidak menyimpang dari Buddhadharma; inilah perilaku
Bodhisattva. Sekalipun dia telah mencapai kemurnian yang tertinggi dia muncul
dalam wujud badaniah untuk melakukan tugas penyelamatan; inilah perilaku
Bodhisattva. Sekalipun dia melihat ke dalam semua tanah Buddha yang tetap
diam bagaikan ruang hampa, dia memperlihatkannya dalam segenap kemurnian
dan kebersihannya; inilah perilaku Bodhisattva. Sekalipun dia telah mencapai
tingkat Buddha yang memungkinkannya memutar Roda Hukum ( membabarkan
Dharma ) dan memasuki keadaan nirvana, dia tidak meninggalkan Jalan
Bodhisattva; inilah perilaku Bodhisattva.”

Selagi Vimalakirti membabarkan Dharma, semua dari ke-8.000 putra dewa


yang datang bersama Manjusri mengembangkan pikiran luhur yang ditujukan
untuk mencari penerangan sempurna ( anuttara-samyak-sambodhi ).

105
Samatha-vipasyana, lihat ‘The Secrets of Chinese Meditation;’ bagian ke-3, p 80.

64
BAB VI
PEMBEBASAN TAK TERBAYANGKAN
Sariputra melihat tidak ada tempat duduk di dalam ruangan dan berpikir,
“Di mana para Bodhisattva dan siswa utama akan duduk ?” Vimalakirti
mengetahui pikiran Sariputra dan bertanya pada-Nya, “Orang bajik, engkau
datang kemari untuk duduk atau untuk Dharma ?” Sariputra menjawab, “Aku
datang ke sini untuk Dharma dan bukan untuk duduk.”

Vimlakirti berkata, “Hai Sariputra, dia yang mencari Dharma bahkan tidak
mengindahkan badan dan hidupnya, jangankan suatu tempat duduk, karena
pencarian Dharma itu tidak berhubungan dengan ( ke-5 skanda ): wujud ( rupa ),
sensasi ( vedana ), konsepsi ( samjna ), diskriminasi ( samskara ), dan kesadaran (
vijnana ); dengan ke-18 bidang sensasi ( dhatu, ke-6 organ, obyeknya, dan
persepsinya ); dengan ke-12 pintu ( ayatana: ke-6 organ dan ke-6 data sensasi
yang membimbing ke arah / menyebabkan diskriminasi ); dan dengan dunia
nafsu, wujud, dan di luar wujud. Sariputra, seorang pencari Dharma tidak melekat
pada Buddha, Dharma, dan Sangha. Seorang pencari Dharma tidak memegang
pandangan tentang penderitaan, tentang memutuskan semua timbunan
penyebab dari itu untuk mengakhirinya dengan menempuh jalan nirvana ( yaitu
ke-4 Kebenaran Mulia ). Mengapa begitu ? Karena Dharma berada di luar semua
cara berpikir yang menyesatkan. Sebab jika seseorang berkata, ‘Karena aku
melihat penderitaan, aku memutuskan timbunan penyebabnya untuk
mengakhirinya dengan menempuh jalan ke arah itu,’ ini hanyalah cara berpikir
yang menyesatkan dan bukanlah pencarian Dharma.”

“Sariputra, Dharma disebut nirvana ( keadaan dari ketenangan sempurna


dan pemadaman akhir kelahiran ); jika engkau menimbulkan ( konsep ) kelahiran
dan kematian, ini merupakan pencarian atas kelahiran dan kematian dan bukan
mencari Dharma. Dharma itu ( mutlak dan ) tak bernoda, tetapi jika engkau
tercemar oleh ( pikiran tentang ) Dharma dan bahkan tentang nirvana, inilah
pencemaran yang bertentangan dengan pencarian Dharma. Dharma tidak bisa
dipraktekkan dan jika dipraktekkan, ini berarti sesuatu ( yaitu suatu obyek ) untuk

65
dipraktekkan dan bukanlah pencarian Dharma. Dharma berada di luar jangkauan
dan penolakan dan jika engkau meraih atau menolaknya, itu adalah mengambil
atau membuang ( sesuatu yang lain ) tetapi bukanlah pencarian Dharma. Dharma
berada di luar posisi tetapi bila engkau memberinya suatu tempat, ini merupakan
kemelekatan pada ruang tetapi bukan pencarian Dharma. Dharma itu tak
berwujud, akan tetapi jika engkau mengandalkan wujud untuk membayangkan
Dharma ini, adalah pencarian wujud, tetapi bukan pencarian Dharma. Dharma
bukanlah suatu tempat tinggal, tetapi jika engkau ingin berdiam di dalamnya, ini
adalah berdiam di dalam Dharma ( obyektif ) tetapi bukanlah pencarian Dharma (
absolut ). Dharma tidak bisa dilihat, didengar, dirasakan, maupun diketahui, akan
tetapi jika engkau ingin melihat, mendengar, merasakan dan mengetahuinya, ini
merupakan fungsi dari penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pengetahuan (
diskriminatif ) mu dan bukan pencarian Dharma. Dharma itu ( secara transenden
) tidak aktif, tetapi jika engkau terjun di dalam kegiatan duniawi, ini merupakan
pencarian kehidupan duniawi dan bukan pencarian Dharma. Oleh sebab itu,
Sariputra, pencarian Dharma tidak berarti mencari apapun juga.”

Sewaktu Vimalakirti berbicara, 500 putra dewa mencapai mata Dharma


murni.

Kemudian Vimalakirti bertanya kepada Manjusri, “Yang bajik telah


mengunjungi ribuan dan puluhan ribu lac106 dunia yang tak terhitung; di tanah
Buddha manakah terdapat singgasana ( Buddha ) yang paling indah dan dihiasi
dengan pahala kebajikan tertinggi ?”107

Manjusri menjawab, “Upasaka yang mulia, di sebelah Timur ada suatu


tanah Buddha yang terpisah dari sini sejauh dunia-dunia yang terbentuk dari
butir-butir pasir di dalam 36 Sungai Gangga; dunia itu disebut Merudhvaja dan
Buddhanya disebut Merukalpa dan masih berada di situ. Tubuh-Nya setinggi

106
Lac: 100.000, atau suatu jumlah besar tak terhitung.
107
Kumarajiva memberikan komentarnya: “Sekalipun Vimalakirti telah mengetahui adanya tanah Buddha tersebut,
Dia sengaja bertanya kepada Manjusri untuk membuat para hadirin mengembangkan keyakinan terhadap pahala /
kebajikan tertinggi daripada Buddhanya guna mendorong mereka melakukan perbuatan Bodhisattva yang
mengarah ke pahala / kebajikan tersebut, dan juga untuk mengubah para hadirin melalui tindakannya yang
menarik, yaitu pergi dan kembali dari tanah Buddha tersebut.”

66
84.000 yojana108 dan singgasana-Nya juga setinggi itu, adalah yang paling
menonjol keindahannya.”

Setelah itu Vimalakirti menggunakan kekuatan transenden-Nya untuk


meminta Buddha Merukalpa agar mengirimkan ke kamar-Nya 32.000 singgasana
yang tinggi besar, indah dan bersih, yang belum pernah terlihat oleh para
Bodhisattva, siswa utama ( Buddha Sakyamuni ), dewa Indra dan Brahma, ke-4
raja dewa, dan lainnya. Semua dari ke-32.000 singgasana itu termuat di dalam
kamar dan tidak merintangi satu sama lainnya, juga tidak merintangi apapun di
Vaisali, Jambudvipa ( bumi kita ), dan di ke-4 surga, di mana semua hal / benda
tidak berubah sebagaimana sebelumnya.

Kemudian Vimalakirti berkata kepada Manjusri, “Silakan duduk di salah


satu singgasana ini bersama para Bodhisattva agung dengan membesarkan
badanmu sesuai dengan tempat duduknya.”

Para Bodhisattva yang telah memperoleh kekuatan batin membesarkan


tubuh mereka ke ukuran tahta yang mereka duduki ( tanpa kesulitan ), tetapi para
Bodhisattva yang baru diinisiasikan dan para siswa utama tidak dapat menaiki
tahta yang tinggi tersebut.

Vimalakirti kemudian berkata pada Sariputra, “Silahkan duduk di atas tahta


singa.” Sariputra menjawab, “Aria Upasaka, tahta ini sangat besar dan tinggi,
kami tidak dapat menaikinya.” Vimalakirti berkata, “Sariputra, engkau harus
memberi hormat lebih dulu kepada Tathagata Merukalpa dan barulah engkau bisa
duduk di atas salah satunya.”

Setelah itu, semua Bodhisattva yang baru diinisiasikan dan siswa utama
memberi penghormatan kepada Tathagata Merukalpa dan kemudian duduk di
atas singgasana.

Sariputra berkata kepada Vimalakirti, “Aria Upasaka, hal ini belum pernah
terlihat sebelumnya, ruangan yang kecil ini bisa memuat tahta yang tinggi besar
ini tanpa merintangi apapun di Vaisali dan tidak mengganggu kota besar, kota,

108
Yojana: jarak yang ditempuh oleh pasukan raja dalam sehari di India kuno.

67
dan desa di Jambudvipa ( dunia kita ) maupun istana dari para dewa, naga, serta
tempat kediaman hantu dan jin.”

Vimalakirti berkata, “Sariputra, pembebasan yang dicapai oleh semua


Buddha dan Bodhisattva ( agung ) adalah tak terbayangkan. Jika seorang
Bodhisattva mencapai pembebasan ini, dia bisa menaruh ( gunung ) Sumeru yang
besar dan luas di dalam biji mostar tanpa membesarkan ukuran biji mostar
maupun mengecilkan ukuran Gunung Sumeru, dan ke-4 Raja Dewa ( pelindung
dari dunia ini ) dan para dewa di surga Trayastrimsas ( surga Indra ) bahkan tidak
menyadari mereka ditaruh ke dalam biji, hanyalah mereka yang telah mencapai
pembebasan bisa melihat Semeru di dalam biji mostar. Inilah Pintu Dharma Tak
Terbayangkan Ke Arah Pembebasan.”

“Dia juga dapat menuangkan semua air dari ke-4 samudera besar ( yang
mengelilingi Semeru ) ke dalam satu pori kulitnya tanpa mengganggu ikan, penyu,
kadal air dan semua binatang air, sedangkan samudera itu tetap sama seperti
sedia kala dan para naga, hantu, jin, dan asura bahkan tidak menyadari sedang
dipindahkan dan diletakkan.”

“Lebih dari itu, Sariputra, seorang Bodhisattva yang telah memenangkan


Pembebasan Tak Terbayangkan ini bisa ( mengambil dan ) menaruh ke dalam
telapak tangan kanan-Nya chiliocosmos besar bagaikan tukang tempayan
memegang jenteranya, melemparkannya melewati sejumlah dunia tak terhitung
bagaikan butir pasir di Sungai Gangga, dan kemudian mengembalikannya ( ke
tempat semula ), sedangkan semua makhluk hidup di dalamnya tidak menyadari
perihal mereka dilemparkan dan dikembalikan dan sambil dunia kita tetap tidak
berubah.”

“Lebih dari itu Sariputra, jika ada makhluk hidup yang pantas memperoleh
pembebasan tetapi masih ingin tinggal lebih lama, Bodhisattva ini akan (
menggunakan kekuatan batinnya untuk ) memperpanjang seminggu menjadi 1
kalpa agar mereka menganggap sisa waktunya adalah 1 kalpa, dan jika di lain
pihak ada makhluk hidup yang tidak ingin tinggal lebih lama di dunia ini sebelum
mencapai pembebasan mereka, Bodhisattva ini akan memperpendek waktu 1

68
kalpa menjadi seminggu sehingga mereka beranggapan ( sisa waktunya ) adalah
seminggu.”

“Lebih dari itu, Sariputra. Seorang Bodhisattva yang telah mencapai


Pembebasan Tak Terbayangkan ini bisa mengumpulkan segala benda mulia dari
semua tanah Buddha ke dalam suatu negeri agar semuanya terlihat di negeri
tersebut.”

“Lebih dari itu, dia bisa menaruh semua makhluk hidup dari suatu tanah
Buddha ke dalam telapak tangan kanan-Nya dan terbang ke 10 penjuru untuk
menunjukkan kepada mereka semua hal / benda di mana-mana tanpa
menggoyangkan mereka.”

“Lebih dari itu, Sariputra, Bodhisattva ini bisa menunjukkan melalui salah
satu porinya, semua persembahan kepada para Buddha oleh makhluk hidup di 10
penjuru.”

“Dia bisa menunjukkan melalui salah satu porinya semua matahari, bulan,
planet, dan bintang di dalam semua dunia dari 10 penjuru.”

“Lebih dari itu, Sariputra, dia bisa menghirup ( dan menahan di mulut-Nya )
semua angin yang bertiup di dalam dunia dari 10 penjuru tanpa melukai tubuhnya
sendiri maupun pohon-pohon dari dunia-dunia ini.”

“Lebih dari itu, bila dunia-dunia di 10 penjuru brerakhir karena dihancurkan


oleh api, Bodhisattva ini bisa menghirup api ini ke dalam perutnya tanpa terluka
oleh api yang terus menyala tanpa terhenti.”

“Lebih dari itu, Bodhisattva ini dapat mengambil dari nadir suatu negeri
Buddha yang terpisah dari-Nya oleh dunia yang tak terhitung bagaikan butir-butir
pasir di Sungai Gangga dan mengangkatnya ke zenith yang terpisah dari-Nya oleh
dunia yang tak terhitung bagaikan butir-butir pasir di Sungai Gangga, dengan
mudahnya bagaikan memungut sehelai daun dari pohon date dengan ujung
jarum.”

“Lebih dari itu, Sariputra, seorang Bodhisattva yang telah memenangkan


Pembebasan Tak Terbayangkan ini bisa menggunakan kekuatan transenden-Nya
69
untuk muncul sebagai seorang Buddha, Pacceka Buddha, Sravaka, dewa Sakra
yang berdaulat, Brahma, atau seorang penguasa dunia ( cakravarti ). Dia juga
dapat membuat semua bunyi dan suara dengan nada tinggi, medium, dan rendah
di dalam dunia dari 10 penjuru menjadi suara Buddha yang mengumumkan (
doktrin tentang ) ketidakkekalan, penderitaan, ketidaknyataan dan absennya ego
maupun semua Dharma yang dibabarkan oleh para Buddha di 10 penjuru, dan
membuatnya terdengar di mana-mana.”

“Sariputra, aku telah menyebutkan hanya beberapa kekuatan yang berasal


dari Pembebasan Tak Terbayangkan ini, tetapi jika aku menceritakan semua dari
itu, waktu satu kalpapun tidak akan mencukupinya.”

Mahakasyapa yang telah mendengarkan Dharma pembebasan tak


terbayangkan ini memujinya dan mengatakan bahwa hal ini belum pernah
dibabarkan sebelumnya. Kemudian dia berkata pada Sariputra, “Bagaikan orang
bta yang tidak bisa melihat image dengan berbagai warna yang ditunjukkan
kepada mereka, semua Sravaka yang mendengarkan pintu Dharma ke
Pembebasan Tak Terbayangkan ini tidak akan memahaminya. Jika orang bijak
mendengarkannya, siapa yang tidak menetapkan pikirannya untuk mencari
penerangan sempurna ? Apa yang harus kita lakukan untuk mencabut sampai
tuntas akar Sravaka yang buruk dibandingkan untuk memasuki Mahayana ini, agar
semua Sravaka yang mendengarkan doktrin Pembebasan Tak Terbayangkan ini
mengalirkan air mata penyesalan dan menjerit dengan nyaring sampai
mengguncangkan chiliocosmos besar ? Di pihak para Bodhisattva, mereka
menerima Dharma ini dengan gembira dan hormat dengan menempatkannya di
atas kepala mereka. Jika seorang Bodhisattva percaya dan mempraktekkan pintu
Dharma ke Pembebasan Tak Terbayangkan ini, semua iblis tak bisa melawannya.”

Sewaktu Mahakasyapa mengucapkan kata-kata ini, 32.000 putra dewa


menetapkan pikirannya untuk mencari penerangan sempurna.

Kemudian Vimalakirti memberitahukan kepada Mahakasyapa, “Orang bajik,


mereka yang muncul sebagai raja iblis di dunia tak terhitung di 10 penjuru
kebanyakan adalah Bodhisattva yang telah mencapai Pembebasan Tak

70
Terbayangkan ini, dan yang menggunakan cara bijaksana ( upaya ) untuk muncul
sebagai pemimpinnya guna mengubah makhluk hidup.”

“Lebih dari itu, Mahakasyapa, Bodhisattva tak terhitung di 10 penjuru


muncul sebagai pengemis untuk meminta tangan, kaki, telinga, hidung, kepala,
otak, darah, daging, kulit dan tulang, kota dan desa, isteri dan budak ( perempuan
), gajah, kuda, kereta, emas, perak, lapis lazuli, agate, cornelian, coral, amber,
mutiara, jade shell, baju, makanan dan minuman; kebanyakan dari pengemis ini
adalah Bodhisattva yang telah mencapai Pembebasan Tak Terbayangkan dan
menggunakan cara bijaksana untuk menguji umat guna mengokohkan keyakinan
mereka ( di dalam Dharma ). Karena Bodhisattva yang telah mencapai
Pembebasan Tak Terbayangkan memiliki kekuatan yang menakjubkan untuk
memberi tekanan kepada ( umat ) dan meminta barang / hal yang tak terpisahkan
( guna menguji mereka ), tetapi manusia duniawi yang rendah spirituilnya tidak
mempunyai kekuatan ( untuk menciptakan kesulitan / rintangan ) dan tidak dapat
melakukan semua itu ( tidak tega dan juga untuk meminta seberat itu ). Para
Bodhisattva ini bagaikan naga dan gajah yang bisa mengobrak abrik ( dengan
kekuatan besar ) yang tidak bisa dilakukan keledai. Inilah yang disebut
kebijaksanaan dan metode bijaksana ( upaya ) dari Bodhisattva yang telah
memenangkan Pembebasan Tak Terbayangkan.

71
BAB VII
MEMANDANG MAKHLUK HIDUP
Manjusri bertanya pada Vimalakirti, “Bagaimana seharusnya seorang
Bodhisattva memandang makhluk hidup ?”

Vimalakirti menjawab, “Seorang Bodhisattva harus memandang makhluk


hidup bagaikan seorang pengkhayal memandang manusia ilusi ( yang ia ciptakan
); dan bagaikan orang bijak memandang pada pantulan bulan di atas air; pada
wajahnya sendiri di dalam kaca; pada kobaran api yang menyala; pada gema dari
suara panggilan; pada awan yang beterbangan di angkasa; pada busa di dalam
cairan; pada gelembung di atas air; pada rongga ( kosong ) dari pohon pisang;
pada kilatan petir; pada ( ketidakberadaan ) elemen ke-5 ( di samping ke-4 yang
membentuk tubuh manusia ); pada skanda ke-6 ( di samping ke-5 yang
membentuk makhluk hidup ); pada datum sensasi ke-7 ( di samping ke-6 obyek
sensasi ); pada gerbang ke-13 ( ayatana, di samping ke-12 yang meliputi ke-6
organ dan ke-6 data sensasi ); pada alam sensasi ke-19 ( di samping ke-18 dhatu
atau bidang sensasi ); pada wujud di alam tanpa wujud; pada tunas ( yang tidak
ada ) dari sebiji padi hangus; pada suatu tubuh yang dilihat oleh seorang
Srotapanna109 ( yang telah menghapuskan tubuh ilusi untuk memasuki arus suci );
pada masuknya seorang Anagamin110 ( seorang Sravaka yang tidak kembali ) ke
dalam rahim seorang perempuan ( untuk menitis ); pada seorang Arahat yang
masih menjaga ke-3 racun atas keinginan, amarah, dan kebodohan ( yang telah
dilenyapkan olehnya selama-lamanya ); pada seorang Bodhisattva yang telah
mencapai anutpattika-dharma-ksanti yang masih serakah, mendendam, dan
melanggar aturan; pada seorang Buddha yang masih menderita klesa ( kesusahan
); pada orang buta yang melihat hal / benda; pada seorang sakti yang masih
menghirup dan menghembuskan udara sewaktu berada dalam keadaan tak
terganggunya nirvana; pada jejak burung yang terbang di udara; pada turunan
seorang perempuan mandul; pada penderitaan seorang manusia ilusi; pada orang
109
Tahap 1 dari 4 tahapan Arahat, seseorang yang mencapai Srotapanna hanya akan terlahir 7 kali lagi sebelum
mencapai ke-Arahat-an.
110
Tahap ke-3 dari 4 tahapan, seseorang yang mencapai Anagamin tidak akan terlahir kembali dan akan mencapai
ke-Arahat-an sesudah kehidupan ini.

72
tidur yang melihat dirinya terbangun di dalam mimpi; pada seorang saleh yang
mencapai nirvana mengambil suatu wujud tubuh untuk reinkarnasi ( lainnya );
dan pada api tak berasap.”

“Begitulah seharusnya seorang Bodhisattva memandang makhluk hidup.”

Kemudian Manjusri bertanya kepada Vimalakirti; “Bila seorang Bodhisattva


bermeditasi dengan demikian, bagaimana seharusnya dia mempraktekkan cinta
kasih ( maîtri ) ?”

Vimalakirti menjawab, “Bila seorang Bodhisattva dapat bermeditasi


demikian, dia harus berpikir bahwa dia perlu mengajari makhluk hidup
bermeditasi dengan cara yang sama; inilah cinta kasih sejati. Dia harus
mempraktekkan cinta kasih penuh ketenangan yang bebas dari kemelekatan;
cinta kasih ‘tidak terburu nafsu’ ( feverish ) yang bebas dari nafsu / keinginan;
cinta kasih seimbang yang mencakup ke-3 masa waktu ( yang bersifat kekal
karena meliputi masa lalu, sekarang, dan yang akan datang ); cinta kasih tidak
mendua yang berada di luar organ indera dari dalam dan data sensasi dari luar;
cinta kasih tak tergoyahkan yang menghilangkan semua kebobrokan;111 cinta
kasih stabil yang merupakan ciri dari pikiran mantap; cinta kasih murni dan bersih
yang tidak bernoda bagaikan Dharmata; cinta kasih tak terbatas yang mencakup
segalanya bagaikan angkasa;cinta kasih tahapan Arhat yang menghancurkan
segala ikatan; cinta kasih Bodhisattva yang memberikan kenikmatan kepada
makhluk hidup; cinta kasih Tathagata yang menuju keadaan yang demikian; cinta
kasih Buddha yang menerangi semua makhluk hidup; cinta kasih spontan yang tak
berpenyebab; cinta kasih bodhi dengan satu cita rasa ( yaitu kebijaksanaan
seragam dan tak tercampur ); cinta kasih tak terlampaui yang memutuskan segala
keinginan; cinta kasih penuh iba yang menuju Jalan Mahayana; cinta kasih tak
kenal lelah yang disebabkan pemahaman atas kehampaan dan tidak beradanya
ego; cinta kasih pemberian Dharma ( dana ) yang terbebas dari penyesalan dan
bertobat; cinta kasih mempertahankan larangan ( sila ) untuk mengubah mereka
yang telah melanggar larangan; cinta kasih sabar ( ksanti ) untuk melindungi baik
diri sendiri maupun orang lain; cinta kasih bersemangat ( virya ) untuk

111
Cinta-kasih tak-terusakkan adalah cirri dari sifat diri yang tak terjerumuskan ( corruptible ).

73
membebaskan segala makhluk hidup; cinta kasih tenang ( dhyana ) yang tak
terpengaruhi ke-5 indera; cinta kasih bijaksana ( prajna ) yang selalu pada
waktunya; cinta kasih praktis ( upaya ) untuk muncul setiap saat guna mengubah
makhluk hidup; cinta kasih tak tersembunyi disebabkan kemurnian dan
kebersihan dari pikiran yang lurus; cinta kasih pikiran luhur yang terbebas dari
diskriminasi; cinta kasih tidak menipu yang tak bercacat; dan cinta kasih penuh
kegembiraan yang memberikan kegembiraan Buddha ( di dalam nirvana ).”

“Inilah keistimewaan cinta kasih Bodhisattva.”

Manjusri bertanya kepada Vimalakirti; “Bagaimana seharusnya welas


asihnya ?”

Vimalakirti menjawab, “Welas asihnya harus mencakup berbagi segala


pahala yang diperolehnya dengan segenap makhluk hidup.”

Manjusri bertanya, “Seperti apa kegembiraannya ( mudita ) ?”

Vimalakirti menjawab, “Dia harus dipenuhi kegembiraan begitu melihat


orang lain mendapat manfaat dari Dharma tanpa penyesalan apapun.”

Manjusri bertanya,”Apakah yang harus dilepaskannya ( upeksa ) ?”

Vimalakirti menjawab, “Di dalam tugas penyelamatannya dia tidak boleh


mengharapkan apapun ( seperti rasa terima kasih atau imbalan ) daripadanya.”

Manjusri bertanya, “Pada apakah dia seharusnya berpegang atas


ketakutannya terhadap kelahiran dan kematian ?”

Vimalakirti menjawab, “Dia harus mengandalkan kekuatan kebajikan moril


dari Tathagata.”

Manjusri bertanya, “Apa yang harus dia lakukan untuk memperoleh


dukungan kekuatan kebajikan moril dari Tathagata ?”

Vimalakirti menjawab, “Dia harus membebaskan semua makhluk hidup


agar bisa memperoleh dukungan kekuatan moril dari Tathagata.”

74
Manjusri bertanya, “Apa yang harus dihapuskannya untuk membebaskan
makhluk hidup ?”

Vimalakirti menjawab, “Sewaktu membebaskan makhluk hidup dia harus


menghapus klesa mereka ( kesusahan maupun penyebabnya ).”

Manjusri bertanya, “Apa yang harus dia lakukan untuk menghapuskan klesa
?”

Vimalakirti berkata, “Dia harus mempertahankan kesadaran yang benar.”

Manjusri bertanya, “Apa yang harus dia lakukan untuk mempertahankan


kesadaran yang benar ?”

Vimalakirti menjawab, “Dia harus menganjurkan yang tidak timbul dan


tidak lenyap.”

Manjusri bertanya, “Apakah yang tidak timbul dan yang tidak lenyap itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Yang tidak timbul adalah kejahatan yang tidak


muncul; dan yang tdak lenyap adalah akar kebaikan yang tidak berakhir.”

Manjusri bertanya, “Apakah akar / sumber kebaikan dan kejahatan itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Tubuh adalah akar / sumber kebaikan dan


kejahatan.”

Manjusri bertanya, “Apakah akar dari tubuh itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Keinginan adalah akar dari tubuh ini.”

Manjusri bertanya, “Apakah akar dari keinginan itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Diskriminasi keliru adalah akar dari keinginan.”

Manjusri bertanya, “Apakah akar dari diskriminasi keliru itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Pikiran menyimpang adalah akar dari diskriminasi.”

Manjusri bertanya, “Apakah akar dari pikiran menyimpang ?”

75
Vimalakirti menjawab, “Tidak berdiam ( non-abiding ) adalah akar dari
pikiran menyimpang.”

Manjusri bertanya, “Apakah akar dari tidak berdiam itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Tidak berdiam itu tidak mempunyai akar, Manjusri,


semua hal / benda timbul dari akar tidak berdiam ini.”

Seorang dewi ( dewakanya ) yang telah memperhatikan para dewa


mendengarkan Dharma di kamar Vimalakirti, muncul dalam wujud badaniah
untuk menaburkan bunga ke arah para Bodhisattva dan siswa utama ( sebagai
penghormatan ). Sewaktu menyentuh tubuh para Bodhisattva bunga itu jatuh ke
tanah, tetapi saat menyentuh para siswa utama , bunga itu menempel di tubuh
mereka dan tidak terjatuh sekalipun mereka berusaha menjatuhkannya.

Pada saat itu dewi bertanya mengapa Sariputra berusaha menjatuhkan


bunga itu, Sariputra menjawab, “Aku ingin menjatuhkan bunga ni, karena tidak
cocok bagi orang beragama.” Sang dewi berkata, “Jangan mengatakan bunga ini
tidak cocok bagi orang beragama. Mengapa ? Karena bunga itu sebenarnya
bebas dari konsep maupun diskriminasi, dan engkau ( sendiri ) lah yang
menumbuhkan pembedaan. Jika sesudah ‘meninggalkan rumah’ engkau masih
membedakan ( menumbuhkan konsep dan diskriminasi ) di dalam mencari
Dharma, ini bukanlah keadaan dari ‘yang demikian,’ tetapi jika engkau tidak lagi
menumbuhkan pembedaan, ini akan menjadi keadaan ‘suchness.’ Lihatlah pada
Bodhisattva yang tubuhnya tidak ‘menahan’ bunga; ini disebabkan mereka telah
mengakhiri pembedaan. Sebagai contoh, seorang yang ketakutan mengundang
kesusahan bagi dirinya dari kejahatan ( orang jahat ). Jadi jika seorang siswa takut
akan kelahiran dan kematian, maka wujud, suara, bau, rasa, dan sentuhan, bisa
menyusahkan dia, tetapi jika dia tidak takut, dia tidak terganggu oleh data ke-5
indera. ( Dalam kasusmu ) itu disebabkan karena pengaruh kebiasaan yang masih
tersisa, sehingga bunga itu menempel di tubuhmu, tetapi jika engkau bisa
memutuskannya, bunga itu tidak akan menempel.”

Sariputra bertanya, “Sudah berapa lama engkau berada di kamar ini ?”

76
Dewi menjawab, “Kediamanku di kamar ini adalah bagaikan pembebasan
dari Aria Sesepuh.”112

Sariputra bertanya, “Jika begitu yang engkau maksudkan adalah bahwa


engkau sudah lama berada di sini ?’

Sang dewi menjawab,”Apakah pembebasanmu juga melibatkan waktu ?”113

Sariputra berdiam diri dan tidak menjawab. Kemudian Sang Dewi bertanya,
“Mengapa Sesepuh yang bijak diam dalam hal ini ?” Sariputra menjawab,”Dia
yang memenangkan pembebasan tidak mengungkapkannya dalam kata, aku tidak
tahu apa yang mau dikatakan.”114

Dewi berkata, “Kata-kata ucapan dan tertulis mengungkapkan


pembebasan. Mengapa ? Karena pembebasan itu bukanlah di dalam, di luar,
maupun di antara. Oeh sebab itu, Sariputra, pembebasan tidak dapat diajarkan
tanpa mengunakan kata-kata. Mengapa ? Karena semua hal / benda menunjuk
ke pembebasan.”115

Sariputra bertanya, “Jika begitu, apakah itu berarti tidak perlu menjauhi
nafsu badaniah, kebencian, dan kebodohan untuk mencapai pembebasan ?”
112
Sariputra tercengang oleh kefasihan Sang Dewi dan beranggapan tentunya dia sudah lama berdiam di situ untuk
mendengarkan ajaran Vimalakirti sehingga menyatakan secara tidak langsung elemen waktu. Sang dewi
mengajari-Nya untuk menghapuskan elemen waktu di dalam pencarian Mahayana dan berkata bahwa
kediamannya sendiri di dalam keadaan absout adalah apa yang seharusnya menjadi pembebasan-Nya, yakni
berada di luar waktu dan ruang.
113
Sariputra salah menafsirkan ajaran Sang Dewi dan bertanya apakah dia sudah lama berada di situ, bagaikan
pembebasan-Nya dalam tahap Sravaka yang sudah dicapai lama sebelumnya. Jadi Sang Dewi memotong-Nya
dengan bertanya apakah pembebasan-Nya sendiri melibatkan waktu yang juga merupakan ikatan daripada
pembebasan. Dengan demikian Sang Dewi menghapuskan elemen waktu.
114
Sariputra disebut ‘Sariputra yang bijak’ karena telah memperoleh kebijaksanaan yang besar dibandingkan siswa
utama Hyang Buddha lainnya dari tahap Sravaka ( lihat Surangama Sutra ).
115
Di baris sebelumnya, waktu dihapuskan; di sini ruang juga dihapuskan untuk menunjukkan absolut. Ketiga
dogma dari Mazhab Tengah atau Madhyamika adalah, noumennon immaterial, fenomena materil dan cara /
penyatu yang menempatkan satu di dalam lainnya dan semua di dalam semua. Doktrin ini menentang kategori
keberadaan ( materil ) dan ketidakberadaan ( immaterial ) yang kaku dan menolak ke-2 ekstrim demi jalan tengah /
unggul yang absolut karena berada di atas dan di luar semua dualitas, relativitas, dan pertentangan. Sariputra
berbicara tentang noumenon immateriil, di mana semua pembebasan berada di luar kata-kata ucapan maupun
tulisan; dengan demikian Dia berdiam diri. Dewi mengajarkan ‘cara’ di mana tiada pembebasan maupun kata
dapat diketemukan di dalam, di luar, dan di antaranya. Sekalipun begitu, ‘pembebasan’ juga merupakan suatu
kata yang tak dapat dihilangkan bila kita membicarakan pembebasan. Yang Dia maksudkan adalah bahwa
immateriil tidak dapat diungkapkan tanpa menggunakan materiil karena keduanya bukan kesatuan maupun
perpecahan, dan menunjukkan ‘cara’ yang merupakan pembebasan sejati.

77
Sang Dewi menjawab, “Di hadapan mereka yang congkak ( karena
pengetahuan mereka yang unggul ) Hyang Buddha menekankan pentingnya
menjauhi nafsu badaniah, kebencian, dan kebodohan, di dalam mencari
pembebasan; tetapi di luar mereka Beliau berkata bahwa sifat hakiki dari nafsu
badaniah, kebencian, dan kebodohan ( yaitu sifat diri ) adalah identik dengan
pembebasan.”116

Sariputra berseru, “Bagus, Dewi, bagus, apakah yang telah engkau peroleh
dan alami sehingga bisa memberikan kefasihan ini ?”

Sang Dewi menjawab, “Fakta bahwa aku tidak memperoleh maupun


mengalami apapun memberikan kefasihan ini padaku. Mengapa ? Karena dia
yang ( menyatakan ) telah memperoleh dan mengalami ( sesuatu ) adalah congkak
di mata Buddha Dharma.”

Sariputra bertanya, “Yang manakah dari ke-3 Jalan117 yang menjadi


tujuanmu ?”

Sang Dewi menjawab, “Sewaktu mengajarkan Dharma Sravaka untuk


mengubah orang, aku muncul sebagai Sravaka; sewaktu mengajarkan ( ke-12 )
mata rantai kehidupan aku muncul sebagai seorang Pacceka Buddha; dan sewaktu
mengajarkan welas asih yang besar untuk mengubah mereka, aku muncul sebagai
seorang ( guru ) Mahayana. Sariputra, bagaikan mereka yang memasuki kebun
campa118 hanya mencium wanginya campa tanpa bau lainnya, mereka yang
memasuki kamar ini hanya mencium bau wanginya pahala / kebajikan Buddha
dan tidak akan menyukai aroma pencapaian oleh Sravaka dan Pacceka Buddha
lagi.”

“Sariputra, sewaktu dewa Indra, Brahma, ke-4 raja dewa dari ke-4 surga (
penjaga dunia ), naga, ruh ( spirit ), dan jin surgawi masuk ke kamar ini dan
mendengarkan upasaka ini ( Vimalakirti ) membabarkan Dharma sejati, mereka

116
Menurut Sutra Bunga Teratai, ada sejumlah 5.000 siswa yang berpendapat bahwa mereka telah mencapai
pembebasan, sehingga menolak untuk mendengarkan kotbah penting ini. Tetapi dengan perginya orang congkak
ini Hyang Buddha mengungkapkan bahwa sifat hakiki dari dosa adalah pembebasan itu sendiri.
117
Ke-3 Jalan ( Triyana ) dengan mana Sravaka, Pacceka Buddha, dan Bodhisattva mencapai tujuannya.
118
Campa, sejenis bunga berwarna kuning yang wangi di India.

78
semua bergembira di dalam mencium keharuman pahala Buddha dan
mengembangkan pikiran Mahayana sebelum kembali ke dunia mereka.”

“Sariputra,aku telah berdiam di sini 12 tahun dan selama ini belum pernah
kudengar Dharma Sravaka dan Pacceka Buddha, tetapi hanyalah doktrin tentang
cinta kasih ( maîtri ) dan welas asih ( karuna ) yang agung dari Bodhisattva dan
Buddha Dharma yang tak terbayangkan.”

“Sariputra, di dalam kamar ini selalu terjadi 8 manifestasi luar biasa.”

“Pertama, kamar ini diterangi oleh suatu cahaya keemasan yang sama pada
siang maupun malam dan tidak tergantung pada cahaya sang surya maupun
rembulan untuk meneranginya.”

“Kedua, dia yang memasukinya terbebas dari semua kesusahan yang


disebabkan oleh kekotoran ( batin ).”

“Ketiga, kamar ini dikunjungi oleh Dewa Indra, Brahma, dan ke-4 raja dewa
dari ke-4 surga dan Bodhisattva dari alam lainnya.”

“Ke-4, Dharma atas ke-6 paramita yang ( tidak mengalami kemunduran )


selalu dibabarkan di sini.”

“Ke-5, musik surgawi paling merdu yang menyuarakan pintu Dharma yang
tak terhitung ( menuju penerangan ) terdengar di sini.”

“Ke-6, kamar ini memuat ke-4 pitaka ( dari Sutra, vinaya, sastra, dan kitab
suci lain ) yang dipenuhi dengan harta mulia tak habis-habisnya bagi siapa yang
miskin ( dalam spirituil ).”

“Ke-7, bila Sang Upasaka yang mulia memikirkan Buddha Sakyamuni,


Buddha Amitabha, Buddha Aksobhya, Buddha Ratnasri, Buddha Ratnarcis, Buddha
Ratnachandra, Buddha Ratnavyuha, Buddha Dusprasaha, Buddha Sarvathasidda,
Buddha Ratnabahula, Buddha Simhakirti, Buddha Simhasvara, dan Buddha tak
terhitung lainnya dari 10 penjuru, Mereka semua datang untuk membabarkan

79
119
rahasia Buddha Dharma esoteric, sesudah itu Mereka kembali ke negerinya
masing-masing.”

“Ke-8, kemuliaan segala istana surga yang indah dan semua tanah Buddha
yang murni muncul di kamar ini.”

“Sariputra, sesudah menyaksikan ke-8 hal yang menakjubkan di kamar ini,


siapakah yang masih berniat mencari Dharma Sravaka ?”

Sariputra bertanya, “Mengapa engkau tidak merubah wujud perempuanmu


?”

Dewi menjawab, “Selama 12 tahun terakhir ini aku telah mencari dengan
sia-sia suatu wujud ‘tubuh perempuan;’ jadi apa yang mau diubah ? Ini bagaikan
seorang pengkhayal yang menciptakan seorang perempuan ilusi; apakah benar
menyuruhnya mengubah perempuan tidak nyata ini ?”

Sariputra menjawab,”Tidak, karena itu bukanlah badan yang nyata; bisa


diubah jadi apa ?”

Dewi berkata, “Demikian juga, semua fenomena ( termasuk wujud ), juga


tidak nyata. Jadi mengapa engkau memintaku merubah ‘badan perempuanku’
yang tidak nyata ?”

Kemudian dia mengunakan kekuatan batinnya untuk mengubah Sariputra


menjadi seorang dewi surgawi dan dirinya sendiri menjadi seorang laki-laki yang
menyerupai Sariputra, sambil bertanya, “Mengapa engkau tidak merubah bentuk
perempuanmu ?”

Sariputra menjawab, “Aku tidak tahu mengapa aku telah berubah menjadi
seorang dewi.”

Dewi berkata, “Sariputra, jika engkau bisa mengubah badan perempuanmu,


semua perempuan seharusnya juga bisa berubah menjadi laki-laki. Bagaikan
Sariputra yang bukan perempuan tetapi muncul dalam bentuk tubuh perempuan,
semua perempuan juga sama sekalipun muncul dalam bentuk perempuan, secara
119
Esoteric: ajaran rahasia / terselubung.

80
fundamental mereka bukanlah perempuan. Maka dari itu, Sang Buddha berkata,
‘Semua benda itu bukan bentuk laki-laki maupun perempuan’.”

Setelah itu Sang Dewi sekali lagi menggunakan kekuatan batin untuk
mengubah Sariputra kembali ke badan laki-lakinya semula dan bertanya, “Di
manakah bentuk ‘badan perempuanmu’ sekarang ?”

Sariputra menjawab,”Bentuk perempuan itu bukanlah ada maupun tidak


ada.”

Kemudian Dewi memberitahukan, “Demikianlah pula semua hal /benda itu


secara fundamental bukanlah ada maupun tidak ada, dan yang bukan ada
maupun tdak ada itulah yang diajarkan oleh Hyang Buddha.”120

Sariputra bertanya, “Kapan engkau akan pergi dari sini ( meninggal ) dan di
manakah engkau akan terlahir ?”

Dewi menjawab,”Aku akan terlahir kembali bagaikan seorang Buddha


melalui transformasi.”

Sariputra memotong, “Tubuh transformasi dari Buddha mengandung arti


tanpa kelahiran maupun kematian.”

Dewi berkata, “Begitu juga semua makhluk hidup ( secara fundamental ) itu
bukanlah subjek kematian dan kelahiran.”

Sariputra bertanya, “Bilakah engkau akan mencapai penerangan sempurna


( anuttara-samyak-sambodhi ) ?”

Dewi menjawab, “Aku akan memperoleh penerangan sempurna bila


Sariputra kembali ke penghidupan duniawi.”

Sariputra menjawab dengan cepat, “Tidak akan ada kejadian bahwa diriku (
seorang suci pada tahap Sravaka ) kembali ke penghidupan duniawi.”

120
Realita atau absolut sebagaimana diajarkan oleh Buddha adalah bukan ada maupun tidak ada, karena bersifat
absolut dan bersifat di luar semua semua dualitas, relativitas, dan pertentangan.

81
Dewi berkata, “Juga tidak ada kejadian bahwa diriku memperoleh
penerangan. Mengapa ? Karena bodhi ( atau penerangan ) bukanlah suatu
tujuan yang bisa dicapai.”

Sariputra memotong, “Ada Buddha yang banyaknya tak terhitung bagaikan


butir-butir pasir di Sungai Gangga yang telah, sedang, dan akan memenangkan
penerangan sempurna; apakah katamu tentang Mereka ?”

Dewi berkata, “Ke-3 masa waktu ( lalu, yang akan datang, dan sekarang )
diungkapkan ( kepada manusia biasa ) sebagai segaris dengan pemikiran duniawi,
tetapi ini tidak berarti bahwa Bodhi ( yang tidak bisa dihitung dalam waktu atau
kekal ), dikaitkan dengan masa lalu, yang akan datang, dan sekarang.” Kemudian
dia bertanya kepada Sariputra, “Sariputra, apakah engkau telah mencapai ke-
Arahat-an ?”

Sariputra menjawab, “Aku telah mencapainya karena aku tidak memegang


konsep memenangkan apapun.”

Dewi berkata, “Begitu pula semua Buddha dan Bodhisattva agung mencapai
tujuan Mereka karena mereka terbebas dari ide memenangkan penerangan
sempurna.”

Kemudian Vimalakirti berkata kepada Sariputra, “Dewi ini telah


memberikan persembahan kepada 92 lac Buddha. Dia mampu menggunakan
kekuatan transenden Bodhisattva, telah memenuhi semua ikrarnya, telah
mencapai anutpattika-dharma-ksanti dan tahap Bodhisattva tidak mengalami
kemunduran. Dia bisa muncul semaunya ( di mana-mana ) dengan kekuatan
ikrarnya untuk mengajar dan mengubah makhluk hidup.”

82
BAB VIII
JALAN BUDDHA
Manjusri bertanya pada Vimalakirti, “Bagaimana seorang Bodhisattva
memasuki Jalan Buddha ?"

Vimalakirti menjawab,”Jika seorang Bodhisattva menapak jalan yang salah (


tanpa diskriminasi ) dia memasuki Jalan Buddha.”

Manjusri bertanya,”Apakah yang engkau maksudkan dengan seorang


Bodhisattva menapak jalan yang salah ?”

Vimalakirti menjawab, ”( Di dalam tugas penyelamatannya ) jika seorang


Bodhisattva terbebas dari kebencian dan amarah sewaktu muncul di dalam
neraka Avici;121 terbebas dari noda dosa sewaktu muncul ( di neraka lainnya );
terbebas dari ketidaktahuan, keangkuhan, dan kebanggaan ( diri ) sewaktu
muncul di alam binatang; dihiasi dengan pahala berlimpah sewaktu muncul di
alam setan kelaparan; tidak menunjukkan superioritasnya122 sewaktu muncul ( di
surga ) alam wujud dan di luar wujud; bebas dari kekotoran sewaktu muncul di
alam nafsu; bebas dari kemarahan sekalipun kelihatan membenci; menggunakan
kebijaksanaan untuk mengendalikan pikiranya sekalipun kelihatan bodoh;
kelihatan serakah tetapi memberikan seluruh milik luarnya ( yaitu uang dan yang
bersifat duniawi ) dan dalamnya ( dari tubuh ) tanpa menyayang sedikitpun
hidupnya sendiri; kelihatan melanggar larangan tetapi sebenarnya bergembira di
dalam kehidupan murni dan takut melakukan kesalahan sekecil apapun; kelihatan
penuh dengan kebencian tetapi sebenarnya selalu berdiam dalam kesabaran
penuh welas asih; kelihatan lalai tetapi sebenarnya rajin mempraktekkan semua
kebajikan bermanfaat; kelihatan terganggu tetapi sebenarnya selalu tinggal dalam
keadaan ketenangan; kelihatan naïf ( tidak tahu apa-apa ) tetapi sebenarnya
memiliki kebijaksanaan duniawi maupun di luar duniawi; kelihatan suka menjilat

121
Yaitu neraka yang tidak putus-putus dalam 5 hal ( karma dan efeknya adalah suatu rantai tak terputus tanpa
jalan keluar; tidak dibatasi waktu; kehidupannya yang tidak terputus; penderitaannya tidak terputus, dan tidak
putus-putusnya dialami sepenuhnya ) berasal dari ke-5 dosa berat ( membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh
Arahat, melukai tubuh Buddha, dan menghancurkan harmoni Sangha ).
122
Superioritas yang dirasakan para dewa terhadap ke-5 dunia di bawah mereka.

83
dan kepalsuan, tetapi sebenarnya unggul dalam metode bijaksana selaras dengan
kejujuran yang diajari dalam sutra; menunjukkan keangkuhan dan kebanggaan (
diri ) etapi sebenarnya rendah hati bagaikan sebuah jembatan;123 kelihatan
tersiksa oleh keinginan tetapi sebenarnya pikirannya tetap murni dan bersih;
muncul di alam iblis sambil mengalahkan doktrin heterodox agar sesuai dengan
kebijaksanaan Buddha; muncul di alam Sravaka di mana dia membabarkan
Dharma tertingi yang belum pernah terdengar; muncul di alam Pacceka Buddha di
mana dia mengubah makhluk hidup untuk memenuhi welas asihnya yang besar;
muncul di antara orang miskin tetapi mengulurkan tangannya yang mulia dengan
pahala yang tidak habis-habisnya;124 muncul di antara orang pincang dan lumpuh
dengan tubuhnya sendiri yang dihiasi dengan ciri fisik unggul ( dari Buddha );
muncul di antara kaum rendah sambil menanam benih sifat Buddha dengan
segala pahala yang relevan; muncul di antara mereka yang kurus kering dan jelek
sambil menunjukkan tubuhnya yang kuat agar dikagumi mereka semua; muncul
sebagai seorang tua dan sakit, tetapi sebenarnya terbebas dari segala penyakit
tanpa takut akan kematian; kelihatan memiliki segala kebutuhan hidup tetapi
selalu melihat ketidakkekalan dan terbebas dari keserakahan; kelihatan memiliki
istri, selir, dan pembantu, tetapi selalu menjauhi lumpur ke-5 nafsu;125 muncul di
antara yang bebal dan gagap untuk membantu mereka memperoleh kemampuan
berbicara yang berasal dari pengendalian sempurna atas pikiran; munculdi antara
penganut aliran sesat untuk mengajarkan doktrin sejati dan menyelamatkan
semua makhluk hidup; memasuki semua dunia kehidupan untuk membantu
mereka mencabut penyebab kelahiran ke situ; kelihatan bagaikan memasuki
nirvana tetapi tidak memutuskan kelahiran dan kematian;126 Manjusri,
Bodhisattva ini bisa menapak jalan yang menyimpang karena dia telah bisa
memasuki Jalan Buddha.”127

123
Suatu istilah Buddhist yang berarti bahwa Bodhisattva itu bagaikan sebuah jembatan yang diinjak tanpa
menggerutu sambil melayani semua orang lewat tanpa perbedaan.
124
Yaitu tangan yang memberikan amal dan benda-benda mulia termasuk Buddha Dharma.
125
Ke-5 nafsu yang timbul dari obyek ke-5 indera; hal / benda yang erlihat, terdengar, tercium, tercicipi, dan
tersentuh.
126
Agar bisa menetap di dunia untuk menyelamatkan makhluk hidup.
127
Dia telah mampu memasuki Jalan Budha dan dengan demikian bisa mengandalikan pikirannya sewaktu
memasuki jalan yang keliru ini.

84
Kemudian Vimalakirti bertanya pada Manjusri; “Apakah benih Tathagata itu
?”

Manjusri menjawab, “Tubuh adalah ( suatu ) benih Tathagata;


ketidaktahuan dan keinginan adalah ( 2 ) benihnya; nafsu, kebencian , dan
kebodohan, adalah ( 3 ) benihnya; ke-4 pandangan menyimpang128 adalah ( 4 )
benihnya; ke-5 rintangan129 adalah ( 5 ) benihnya; ke-6 organ indera adalah ( 6 )
benihnya; ke-7 tempat kediaman kesadaran130 adalah ( 7 ) benihnya; ke-8
pandangan menyimpang131 adalah ( 8 ) benihnya; ke-9 penyebab dari klesa132 (
kesusahan dan penyebabnya ) adalah ( 9 ) benihnya; dan ke-10 kejahatan133
adalah benihnya. Jika dijumlahkan semua dari ke-62 pandangan menyimpang dan
segala jenis klesa adalah benih dari ke-Buddha-an.”134

Vimalakirti bertanya kepada Manjusri, “Mengapa begitu ?”

Manjusri menjawab, “Karena dia yang mencerap keadaan tidak aktif dan
memasuki posisi ( nirvana ) nya yang benar sudah tidak mampu melangkah lebih
lanjut untuk mencapai penerangan sempurna ( anuttara samyak sambodhi ).135
Diumpamakan tanah tinggi tidak akan menghasilkan bunga teratai yang hanya
tumbuh di tanah rawa. Demikian pula, mereka yang mencerap nirvana dan
128
Ke-4 pandangan menyimpang atas keberadaan, kesenangan, ego, dan kejernihan di dalam samsara, yang
berlawanan dengan realitas transenden atas kekekalan, kebahagiaan, kesatuan, dan kemurnian di dalam nirvana
sebagaimana diajarkan dalam Mahaparinirvana Sutra.
129
Ke-5 rintangan batin / moril: nafsu, amarah, rasa kantuk, agitasi disertai penyesalan, dan keragu-raguan.
130
Ke-7 tempat kediaman kesadaran: 1, surga dhyana Brahma I sewaktu dia sendiri pada permulaan suatu kalpa; 2,
surga dhyana I ini dengan ciptaannya kemudian berupa orangnya di mana tubuh itu berbeda, tetapi pemikirannya
sama; 3, surga dhyana II di mana tubuh itu sama tetapi pemikirannya berlainan; 4, surga dhyana III di mana tubuh
dan pemikirannya sama; - surga dhyana dia atas adalah dunia wujud; 5, 6, dan 7 adalah ke-3 surga tanpa wujud I
sebagaimana dijelaskan oleh Kumarajiva yang menerjemahkan Sutra ini ke dalam bahasa Cina.
131
Kebalikan dari 8 Jalan Mulia.
132
Cinta yang salah-tempat terhadap musuh nyata, kebencian tidak berdasar terhadap teman nyata dan
kejengkelan yang disebabkan tubuh seseorang adalah ke-3 penyebab yang bila dikalikan dengan ke-3 masa waktu
menjadi 9 penyebab kesusahan sebagaimana dijelaskan oleh Kumarajiva.
133
Ke-10 kejahatan adalah: pembunuhan, pencurian, berzinah, berbohong, bergosip, kata kasar, omong kosong,
nafsu, amarah, dan pandangan keliru.
134
Jika benih-benih Tathagata di atas diselidiki, mereka mengungkapkan sifat hakiki dari semua hal / benda, yaitu
tathata absolut. Oleh sebab itu mazhab Ch’an mengajarkan pengikutnya agar jelas / mengerti pikiran mereka guna
mencerap sifat hakikinya, dan dari situ mencapai pencerahan.
135
Karena nirvana relatif itu menarik tetapi kekurangan penderitaan yang merupakan dorongan untuk maju
menuju Jalan Buddha. Lagi pula kemelekatan kepada nirvana ini juga merupakan rintangan ke arah penerangan
sempurna. Ini menunjuk pada Sravaka dan Pacceka Buddha yang puas dengan penerangan mereka yang tidak
lengkap dan menolak melangkah lebih lanjut.

85
memasuki posisinya yang benar tidak akan berkembang menuju ke-Buddha-an,
sedangkan maklhluk hidup yang berkecimpung dalam lumpur klesa pada akhirnya
bisa mengembangkan Buddha Dharma. Ini juga bagaikan benih yang ditabur
dalam ruang hampa tidak akan tumbuh, tetapi jika ditanam di ladang subur akan
memberikan panen yang bagus. Demikianlah mereka yang memasuki posisi yang
benar ( dari nirvana ) tidak mengembangkan Buddha Dharma, sedangkan mereka
yang pandangan atas egonya sebesar ( gunung ) Sumeru bisa, ( karena
kesengsaraan hidup ) pada akhirnya memusatkan pikiran untuk mencapai
penerangan sempurna dan mengembangkan Buddha Dharma.”

“Oleh sebab itu, perlu kita ketahui bahwa segala jenis klesa adalah benih
dari Tathagata. Ini bagaikan orang yang tidak mencebur ke dalam lautan tidak
akan menemukan mutiara tak ternilai. Demikian juga seseorang yang tidak
memasuki lautan klesa tidak akan mendapatkan permata segala pengetahuan (
sarvajna ).”

Atas kejadian itu Mahakasyapa berseru, “Bagus, Manjusri, bagus ! Kata-


kata-Mu sangat menggembirakan. Sebagaimana telah Engkau katakan, mereka
yang menderita dari klesa adalah benih Tathagata. Jadi kami tidak mampu lagi
mengembangkan pikiran yang ditujukan pada penerangan. Bahkan mereka yang
melakukan 5 dosa berat bisa pada akhirnya memusatkan pikirannya untuk
mencari Buddha Dharma,tetapi kami tidak bisa berbuat begitu, bagaikan orang
yang cacat organnya menghalanginya dari menikmati ke-5 obyek sensasi. Begitu
juga para Sravaka yang telah memutuskan semua ikatan ( tumimbal lahir ) tidak
lagi tertarik pada Buddha Dharma dan tidak ingin mencapainya. Oleh sebab itu,
Manjusri, manusia duniawi masih menanggapi ( dengan baik ) Buddha Dharma
sedangkan Sravaka tidak. Mengapa ? Karena sewaktu manusia duniawi
mendengar tentang Buddha Dharma, dia bisa memusatkan pikirannya untuk
mencari penerangan sempurna, dengan demikian memelihara selamanya ke-3
Permata ( Buddha, Dharma, dan Sangha ), sedangkan pada Sravaka, sekalipun dia
melewatkan seumur hidupnya dengan mendengarkan Dharma dan menyaksikan
ketidakgentaran Hyang Buddha dan sebagainya, tidak akan memimpikan jalan
unggul.”

86
Seorang Bodhisattva bernama Sarvarupasamdarsana yang hadir bertanya
pada Vimalakirti, “Siapakah orang tua, istri, dan anak-anak, sanak family, teman
resmi dan pribadi, dan di manakah kacung dan dayang, kereta gajah dan kudamu
?”

Sebagai jawaban, Vimalakirti bersenandung sebagai berikut;

Penyempurnaan kebijaksanaan adalah ibu seorang Bodhisattva, bapaknya


adalah metode bijaksana
Karena pembimbing segala makhluk hidup hanya berasal dari kedua ini (
upaya dan prajna )

Istrinya adalah kegembiraan dalam Hukum Dharma


Maîtri dan Karuna adalah anak perempuannya
Moralitas dan kebenaran anak laki-lakinya
Kehampaan absolut adalah tempat kediamannya yang sunyi

Nafsu adalah muridnya, yang diubahnya semaunya


Bodhipaksika Dharma adalah temannya
Yang membantu dia memenangkan penerangan sempurna
Semua penyempurnaan lainnya adalah pengiringnya

Ke-4 metode simpatik adalah selirnya


Hymne, pujian, dan pengucapan Dharma adalah melodinya
Pengendalian sempurna atas keinginan136 adalah tamannya
Tiada keinginan adalah kebunnya

Ke ( 7 ) tingkat Bodhi adalah bunga


Yang membuahkan pembebasan dari kebijaksanaan
Pembebasan 8 rangkap adalah kolamnya
Dipenuhi air jernih yang tenang

136
Dharani, pengendalian penuh atas nafsu dan pengaruh baik dan buruk.

87
Ke-7 bunga kemurnian137 diatur dengan baik untuk
Memandikan manusia ( Bodhisattva ) tak tercemar ini, yang
Ke-5 kekuatan batin adalah tunggangannya
Sedangkan Mahayana adalah kendaraannya;
Yang mana, dikendalikan oleh pikiran tunggal melintasi ke-8 jalan mulia

(32 ) ciri menonjol mengagungkan tubuhnya


Sedangkan ke-80 keunggulan menambah keindahannya
Hati nurani dan pertimbangan baik adalah pakaiannya, dan
Pikiran yang luhur merupakan dandanan kepalanya

Ke-7 kekayaan138 yang dimiliki adalah hartanya


Yang dengan digunakan untuk mengajari orang lain
Mendapatkan lebih banyak imbalan

Mempersembahkan semua pahala ( untuk ke-Buddha-an )


Praktek Dharma yang diperolehnya mendapatkan
Manfaat yang jauh lebih besar
Ke-4 dhyana139 adalah meditasinya
Tempat dari mana semua kehidupan murni berasal

Banyak belajar menambah kebijaksanaan


Mengungkapkan penerangan diri
Supnya adalah cita rasa pembebasan
Sila / larangan adalah parfumnya
Menyelamatkan dan pikiran murni adalah mandinya

Dengan membunuh klesa yang bersalah


Keberaniannya menjadi tak tersaingi

137
Kemurnian dalam sila, dalam hati, dalam pandangan, dalam diskriminasi-keraguan, dalam pertimbangan, dalam
pemikiran, dan nirvana.
138
Ke-7 kekayaan; 1, mendengarkan Dharma dengan khidmat; 2, keyakinan ; 3, disiplin; 4, meditasi; 5, semangat
dan usaha; 6, pengorbanan diri; dan 7, rasa malu.
139
Ke-4 konsentrasi dhyana yang membimbing ke alam surga.

88
Dengan mengalahkan ke-4 iblis140
Dia memancangkan panji kemenangan sebagai Bodhimandala
Sekalipun dia tahu tidak ada kelahiran maupun kematian
Dia terlahir untuk menunjukkan dirinya kepada semua

Muncul di berbagai negeri bagaikan sang surya


Yang terlihat oleh setiap orang
Sewaktu memberikan persembahan kepada
Buddha tak terhitung di 10 penjuru
Dia tidak membedakan antara dirinya dengan Mereka

Sekalipun dia mengetahui bahwa tanah Buddha itu hampa bagaikan


makhluk hidup
Dia terus mempraktekkan ( Dharma ) Tanah Suci
Untuk mengajar dan merubah manusia
Dalam jenis, rupa, suara, dan pembawaan Bodhisattva-
Tidak-Gentar ini bisa muncul sama seperti Mereka

Dia mengetahui kejahatan yang diperbuat iblis


Tetapi muncul sebagai salah seorang dari mereka
Dengan menggunakan metode praktis bijaksana
Agar menyerupai mereka semaunya

Atau dia kelihatan tua, penyakitan, dan sekarat


Untuk membuat makhluk hidup menyadari
Bahwa semua hal / benda hanyalah ilusi
Untuk membebaskan mereka dari rintangan

Atau dia menunjukkan akhir dari kalpa


Dengan api yang menghancurkan surga dan bumi
Agar mereka yang berpegang pada kekekalan

140
Ke-4 iblis; dari klesa, dari 5 skanda, dari kematian, dan iblis surga.

89
Menyadari ketidakkekalan hal / benda

Kemudian makhluk hidup tak terhitung


Mengunjungi Bodhisattva ini, mengundangnya ke rumah mereka
Untuk mengubah mereka ke jalan Buddha

Di dalam ilmu, mantra, keterampilan, magic, seni, dan


Bakat heterodox, dia muncul sebagai ahlinya untuk
Membantu dan memberi manfaat ( semua ) makhluk hidup
Muncul di antara mereka, dia bergabung dengan Sangha
Untuk membebaskan mereka dari pencemaran
Mencegah mereka terperosok ke dalam ajaran menyimpang

Kemudian dia terlihat sebagai sang surya, rembulan, atau surga,141 sebagai
Brahma,142atau penguasa ( semua ) dunia143
Kadang-kadang sebagai tanah atau air
Atau sebagai angin dan api144

Bila mereka jatuh sakit atau terkena wabah menular


Dia menyediakan ramuan obat untuk
Mengobati sakit dan infeksi mereka
Bila kelaparan melanda
Dia membuat makanan dan minuman untuk
Menyelamatkan mereka dari haus dan lapar
Sebelum mengajari mereka Dharma

Di masa perang dia mengajarkan cinta kasih dan


Rasa iba untuk mengubah makhluk hidup

141
Pada awal suatu kalpa baru sewaktu kegelapan menutupi semua, dia akan muncul sebagai matahari atau bulan
untuk memberi cahaya
142
Brahma adalah bapak semua makhluk hidup.
143
Salah satu raja dari ke-4 surga dhyana.
144
Dia muncul sebagai angin untuk bertiup atau membekukan air menjadi tanah, atau tanah, untuk
menyelamatkan mereka yang tenggelam di air.

90
Agar mereka bisa hidup dengan damai

Bila prajurit berbaris untuk berperang


Dia memberikan kekuatan yang seimbang kepada mereka
Dengan kekuatan dan kekuasaannya, dia memaksa
Mereka berdamai dan hidup berdampingan

Di semua negeri yang ada nerakanya


Dia muncul tak terduga
Untuk membebaskan penderitaan mereka

Bilamana binatang menelan satu sama lainnya


Dia muncul di antara mereka
Membujuk mereka berbuat kebajikan

Kelihatan memiliki ke-5 nafsu


Dia selalu bermeditasi untuk mengacaukan iblis
Dan mencegah niat jahat mereka

Bagaikan bunga teratai, barang paling langka


Mekar di dalam api berkobar
Dia bermeditasi di tengah nafsu
Yang juga merupakan hal yang langka

Atau dia muncul sebagai pelacur


Untuk menggoda mereka yang terikat nafsu birahi
Mula-mula dengan menggunakan godaan untuk memancing mereka
Kemudian dia membimbing mereka ke arah kebijaksanaan Buddha

Dia muncul sebagai kepala daerah


Atau kepala suku pedagang
Seorang guru negara atau pejabat tinggi
Untuk melindungi makhluk hidup
91
Terhadap mereka yang miskin dan melarat
Dia muncul dengan pundi tak terbatas
Untuk menasihati dan membimbing mereka sampai
Mereka mengembangkan pikiran Bodhi

Terhadap mereka yang bangga dan congkak


Dia muncul dengan kekuasaan yang besar
Untuk menaklukkan kesombongan mereka
Sampai mereka menapak jalan utama

Kemudian dia datang menghibur orang yang ketakutan


Pertama dia membuat mereka tidak takut
Kemudian dia mendorong mereka mencari kebenaran

Atau dia muncul tanpa keinginan dan perbuatan


Bagaikan seorang suci dengan 5 kekuatan batin
Untuk mengubah makhluk hidup dengan mengajari mereka
Moralitas, kesabaran, dan rasa iba

Terhadap mereka yang perlu dilayani dan dibantu


Dia mungkin muncul sebagai pelayan atau muridnya
Untuk melayani dan mempengaruhi mereka

Demikianlah dengan menggunakan metode bijaksana


Dia mempertunjukkan segala kegiatan
Yang memungkinkan, sebagai cara
Untuk membuat makhluk hidup menyenangi Dharma

Perbuatannya tidaklah berakhir


Dan lingkup pengaruhnya adalah tak terbatas
Dengan kebijaksanaannya yang tak terhingga
Dia membebaskan makhluk hidup tak terhitung
Jika semua Buddha menghabiskan kalpa tak terhitung
92
Untuk memuji pahalanya
Mereka tidak dapat menguraikan sepenuhnya

Barang siapa yang sesudah mendengarkan Dharma ini


Tidak mengembangkan pikiran Bodhi
Hanyalah merupakan orang yang tidak berguna
Seorang tolol tanpa kebijaksanaan.

93
BAB IX
INISIASI KE DALAM KESUNYATAAN DHARMA145
Setelah itu, Vimalakirti berkata kepada Bodhisattva yang hadir, “Orang
bajik, mohon kalian mengungkapkan sesuatu tentang Kesunyataan Dharma sesuai
dengan pengertian masing-masing.”

Di dalam pertemuan itu, seorang Bodhisattva yang disebut ‘Kenikmatan di


Dalam Dharma’ (Dharmavikurvana ) berkata,”Orang bajik, kelahiran dan kematian
adalah suatu dualitas, jika Bodhisattva mengerti bahwa sebenarnya tidak ada
sesuatu pun terciptakan dan tidak ada sesuatupun terhancurkan, realisasi atas
anutpattika-dharma-ksanti ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva yang disebut ‘Penjaga Tiga Kebajikan’ ( Srigandha )146 berkata,


“Subyek ( aku ) dan obyek ( milikku ) adalah suatu dualitas, karena di mana ada
ego di situ juga ada obyek ( nya ), tetapi jika Bodhisattva mengerti bahwa
sebenarnya tidak ada ego maupun obyeknya, mereka memasuki Kesunyataan
Dharma.”

Bodhisattva ‘Tidak Pernah Berkedip’ ( Animisa )147 berkata, “Sifat


menanggapi ( vedana, skanda ke-2 ) dan menolak adalah suatu dualitas. Jika tidak
ada lagi tanggapan terhadap fenomena, yang tersebut belakangan tidak bisa
ditemukan di manapun; dari itu tidak ada penerimaan atau penolakan ( terhadap
apapun ), dan tidak adanya aktivitas karma maupun diskriminasi; inilah inisiasi ke
dalam kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Kebajikan Tertinggi’ ( Srikuta ) berkata, “Pencemaran dan


kemurnian adalah suatu dualitas. Bila sifat hakiki dari pencemaran dicerap
dengan jelas, bahkan kemurnian tidak timbul lagi. Dengan demikian penghentian
( atas idea tentang kemurnian ) ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

145
Yaitu keadaan absolut atau Bhutatathathata bebas dari dualitas, relatifitas, dan pertentangan.
146
Ke-3 kebajikan atau kekuatan: kebajikan atau potensi dari Dharmakaya-nya Buddha; dari prajna atau
kebijaksanaannya; dan dari kebebasannya yang mutlak.
147
Bodhisattva ini tidak pernah berkedip karena penghormatannya yang kuat terhadap ke-3 permata ( Buddha,
Dharma, dan Sangha ).

94
Bodhisattva ‘Memperoleh Samadhi dengan Memandang Bintang’
(Bhadrayotis ) berkata, “Gangguan ( dari luar ) dan pemikiran ( di dalam ) adalah
suatu dualitas; bila gangguan mereda, pemikiran terhenti, dan absennya pikiran
membimbing ke arah tiada diskriminasi; pencapaian keadaan ini adalah inisiasi ke
dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Mata Terampil’ ( Sunetra)148 berkata, “Wujud monistic149


dilihat sebagai suatu tanpa wujud ( secara fundamental ) dengan meninggalkan
keadaan tanpa wujud untuk mencapai keseimbangan, inilah inisiasi ke dalam
Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Tangan Indah’ ( Subahu )150 berkata, “Pikiran Bodhisattva dan


pikiran Sravaka adalah suatu dualitas. Jika pikiran dipahami sebagai hampa dan
bersifat ilusi, maka tidak ada pikiran Bodhisattva maupun pikiran Sravaka:
Demikianlah persamaan sifat pikiran adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan
Dharma.”

Bodhisattva Pusya151 berkata, “Baik dan jahat adalah suatu dualitas; jika
tidak ada baik maupun jahat yang timbul, sehingga keadaan tanpa wujud disadari
untuk mencapai realitas, ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva Simha ( Singa ) berkata, “Kesejahteraan dan kesengsaraan


adalah suatu dualitas; jika sifat hakiki daripada kesengsaraan dimengerti,
kesengsaraan tidak berbeda dengan kesejahteraan. Jika kebijaksanaan intan ( tak
terhancurkan ) digunakan untuk menyelami ini dengan tanpa ikatan maupun
pembebasan ( terlibat di dalamnya ) inilah inisiasi ke dalam Kesunyataan
Dharma.”

Bodhisattva ‘Ketidakgentaran Singa’ ( Simhamati ) berkata, “Yang bersifat


duniawi dan di luar duniawi adalah suatu dualitas. Jika semua hal / benda
dipandang dengan seimbang, yang duniawi maupun yang di luar duniawi tidak

148
Yaitu mata kebijaksanaan.
149
Wujud monistic: suatu istilah Mahayana yang berarti bahwa Pikiran Tunggal lah yang menciptakan semua hal /
benda.
150
Bodhisattva yang menggunakan metode bijaksana ( upaya ) ‘tangan indah” untuk mengajarkan Dharma.
151
Susunan bintang ke-23 di bawah pengaruh mana Bodhisattva ini dilahirkan.

95
akan timbul dengan tiada pembedaan di antara wujud dan tiada wujud, inilah
inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Interpretasi Murni’ ( Suddhadhimukti ) berkata, “Aktivitas dan


tiada aktivitas adalah suatu dualitas, tetapi jika pikiran dijauhi dari segala kondisi
mental, pikiran itu akan menjadi ( hampa ) bagaikan ruang angkasa dan
kebijaksanaan murni dan bersih akan bebas dari semua rintangan. Inilah inisiasi
ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva Narayana152 berkata, “Yang duniawi dan yang di luar duniawi


adalah suatu dualitas, tetapi sifat hakiki dari yang duniawi adalah hampa ( atau
immaterial ) dan tidak lain daripada yang di luar duniawi, yang mana tidak bisa
dimasuki atau ditinggalkan dan tidak mengalir ( bagaikan arus tumimbal lahir )
maupun terurai ( bagaikan asap ),. Inilah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Pikiran Terampil’ ( Dantamati ) berkata, “Samsara dan


nirvana153 adalah suatu dualitas. Jika sifat hakiki dari samsara dicerap, maka di
situ tidak ada kelahiran maupun kematian, tidak ada ikatan maupun pembebasan
dan tidak ada kenaikan maupun kejatuhan. Pengertian yang demikian adalah
inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Pengertian Langsung’ ( Pratyaksadarsana )154 berkata, “Yang


terhabiskan ( exhaustible ) dan yang tidak habis-habisnya ( in-exhaustible ) adalah
suatu dualitas,.155 Jika semua hal / benda dipandang dengan mendalam, baik
yang terhabiskan maupun yang tidak habis-habisnya tidak dapat dihabiskan; dan
yang tidak habis-habisnya itu identik dengan kehampaan yang mana berada di
luar yang terhabiskan maupun yang tidak habis-habisnya. Interpretasi yang
demikian adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

152
Narayana: Bodhisattva dengan ketetapan yang teguh dan stabil.
153
Samsara: keadaan kelahiran dan kematian.
154
Pengertian Langsung atau cara berpikir langsung yang berbeda dengan perbandingan dan inference,
perbandingan atas yang sudah diketahui dan inference atas yang tidak diketahui.
155
Jika klesa diputuskan samsara akan berakhir; inilah pengakhiran semua fenomena. Jika klesa tidak diputuskan
dan samsara tidak berakhir, inilah tiada pengakhiran ( in-exhaustion ) fenomena. Lebih lanjut, ketidak-kekalan
akan berakhir nantinya; inilah yang terhabiskan; dan sifat ke-Buddha-an yang inheren dalam diri semua manusia,
tidak akan pernah berakhir; inilah yang tiada habis-habisnya.

96
Bodhisattva ‘Yang Mempertahankan ke-Universil-an’ ( Parigudha ) berkata,
“Ego dan tiada ego adalah suatu dualitas. Karena ego tidak bisa ditemukan, di
manakah tiada ego bisa ditemukan ? Dia yang mencerap sifat nyata dari ego tidak
akan menumbuhkan dualitas; inilah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Persepsi Kilat’ ( Vidyuddeva ) berkata, “Pencerahan dan tiada


pencerahan adalah suatu dualitas, tetapi sifat hakiki dari tiada pencerahan adalah
pencerahan yang mana juga harus dibuang; jika semua relativitas ditinggalkan dan
diganti dengan keseimbangan yang tidak mendua, inilah inisiasi ke dalam
Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva Priyadarsana156 berkata, “Wujud ( rupa ) dan kehampaan


adalah suatu dualitas, ( tetapi ) wujud adalah identik dengan kehampaan, yang
tidak berarti bahwa wujud menghapuskan kehampaan, karena sifat hakiki dari
wujud adalah hampa dari dirinya sendiri. Demikian juga ( ke-4 skanda lainnya )
tanggapan ( vedana ), konsepsi ( sanjna ), diskriminasi ( samskara ), dan kesadaran
( vijnana – di dalam hubungan dengan kehampaan ).”

“Kesadaran dan kehampaan adalah suatu dualitas ( akan tetapi ) kesadaran


itu identik dengan kehampaan, yang tidak berarti bahwa kesadaran
menghapuskan kehampaan karena sifat hakiki kehampaan adalah hampa dari
dirinya sendiri. Pengertian yang menyeluruh dari ini adalah inisiasi ke dalam
Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Memahami ke-4 Elemen’ ( Prabhaketu ) berkata, “Ke-4 elemen


( tanah, air, api, dan udara ) dan kehampaannya adalah suatu dualitas, ( tetapi )
sifat hakiki dari ke-4 elemen adalah identik dengan kehampaan itu sendiri.
Bagaikan masa lalu ( sebelum ke-4 elemen itu terbentuk ) dan masa yang akan
datang ) sewaktu ke-4 elemen itu tercerai berai ) yang hampa kedua-duanya,
masa sekarang ( sewaktu ke-4 elemen itu muncul ) juga hampa. Pengertian
identik atas sifat hakiki kesemua ( 4 ) elemen adalah inisiasi ke dalam
Kesunyataan Dharma.”

156
Priyadarsana adalah seorang Bodhisattva yang melihat segala makhluk hidup dengan bergembira.

97
Bodhisattva ‘Pikiran Dalam’ ( Pramati ) berkata, “Mata dan wujud adalah
suatu dualitas, ( tetapi ) jika sifat hakiki dari mata dikenal dengan tiada keinginan,
penolakan, maupun kekacauan sehubungan dengan hal / benda yang dilihat,
inilah ketenangan.”

“Demikian juga telinga dan suara, hidung dan bau, lidah dan rasa, tubh dan
sentuhan, serta pikiran dan rangkaian pikiran, adalah dualitas, ( tetapi ) sifat
hakiki dari pikiran dikenal dengan tiada keinginan, penolakan, maupun kekacauan
sehubungan dengan hal /benda ( yang didengar, dicium, disentuh, dan dipikirkan
). Berdiam dalam keadaan ( nirvana ) ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan
Dharma.”

Bodhisattva ‘Pikiran Tidak Kenal Lelah’157 berkata, “Penyempurnaan


beramal ( dana paramita ) dan pelimpahan ( parinamana ) pahalanya untuk
memperoleh segala pengetahuan ( sarvajna ) adalah suatu dualitas158 ( tetapi )
sifat hakiki dari beramal adalah pelimpahan ke arah segala pengetahuan.”

“Demikian juga penyempurnaan disiplin ( sila paramita ), penyempurnaan


kesabaran ( ksanti paramita ), penyempurnaan ketekunan ( virya paramita ),
penyempurnaan meditasi ( dhyana paramita ) dan penyempurnaan kebijaksanaan
( prajna paramita ) dengan pelimpahan untuk segala pengetahuan adalah ( 5 )
dualitas, tetapi sifat hakikinya adalah merupakan pelimpahan ke arah segala
pengetahuan, sedangkan realisasi dari keesaannya159 masing-masing adalah
inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Kebijaksanaan Luhur’ ( Gambhiramati ) berkata, “Keadaan


hampa, tiada wujud dan tiada aktivitas adalah 3 pintu yang berbeda menuju
pembebasan dan jika masing-masing dibandingkan dengan ke-2 lainnya, terjadilah
3 dualitas, ( tetapi ) keadaan hampa adalah tiada wujud, dan keadaan tiada wujud

157
Pikiran tak kenal lelah atau Aksayamati, nama Bodhisattva yang mengembangkan pikiran yang terus-menrus
mempraktekkan ke-6 paramita yang tak habis-habisnya.
158
Pelimpahan ( parinamana ) di sini agak menyerupai supererogation di Barat, tetapi berbeda dalam hal semua
pahala yang berasal dari pelaksanaan penyempurnaan beramal dilimpahkan untuk realisasi akhir maha-tahu-nya
Buddha demi kesejahteraan semua makhluk hidup. Pahala yang tidak dipersembahkan demikian hanya
menghasilkan pencerahan diri di dalam tahap Sravaka dan Pacceka Buddha. Mahayana mengorbankan semua
pahala agar untuk mencapai Bhutatathata absolut yang bebas dari dualitas, relativitas, dan yang bertentangan.
159
Yaitu semua di dalam satu dan satu di dalam semua.

98
adalah tidak aktif. Karena bila keadaan hampa, tiada wujud dan tiada aktivitas
dicapai, maka tidak ada lagi pikiran, intelek, maupun kesadaran, dan pembebasan
melalui salah satu dari ke-3 pintu ini identik dengan pembebasan melalui semua (
ke-3 ) nya. Inilah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Organ Indera Tak Tergerak’ ( Santendriya ) berkata, “Buddha,


Dharma, dan Sangha, adalah 3 permata yang berlainan dan bila masing-masing
dibandingkan dengan kedua lainnya, terjadilah 3 dualitas, tetapi Buddha adalah
identik dengan Dharma, dan Dharma adalah identik dengan Sangha. Karena 3
permata adalah tidak aktif ( wu-wei ) dan setara dengan ruang angkasa, dengan
kesetaraan yang sama terhadap semua hal / benda. Realisasi dari ( kesetaraan )
ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Pikiran Tak Terintangi’ ( Apratihatanetra ) berkata, “Tubuh dan


pemusnahannya ( di dalam nirvana )160 adalah suatu dualitas, tetapi tubuh adalah
identik dengan nirvana. Mengapa ? Karena jika sifat hakiki dari tubuh dicerap,
konsepsi tentang ( keberadaan ) tubuh dan kondisi nirvananya tidak akan timbul
karena kedua-duanya adalah secara fundamental tidak mendua, bukan dua hal /
benda yang berbeda. Absennya kegelisahan dan ketakutan sewaktu menghadapi
keadaan terakhir ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Kebajikan Unggul’ ( Suvinita )161 berkata, “Ke-3 karma ( yang


dihasilkan oleh ) tubuh, mulut, dan pikiran adalah berbeda bila masing-masing
dibandingkan dengan ke-2 lainnya dan menjadi 3 dualitas ( tetapi ) sifat hakikinya
adalah tidak aktif, jadi tubuh yang tidak aktif adalah identik dengan mulut yang
tidak aktif, yang mana identik pikiran tidak aktif. Dengan tidak aktifnya ke-3
karma ini, semua hal / benda juga tidak aktif. Demikian pula jika kebijaksanaan (
prajna ) juga tidak aktif, inilah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

160
Bila semua manusia duniawi menganggap tubuh ini nyata dan Sravaka mencari pemusnahannya untuk
mencapai nirvana relatif, para Bodhisattva memahami sifat hakiki dari baik tubuh maupun nirvana untuk mencapai
Kesunyataan Dharma di dalam keadaan absolut dari ‘yang demikian’ ( bhutatathata ).
161
Bodhisattva ini memurnikan ke-3 karma perbuatan, kata, dan pikiran, dan memperoleh’cara’-nya, demikianlah
asal namanya.

99
Bodhisattva ‘Ladang Berkah’ ( Punyaksetra )162 berkata, “Perilaku baik,
perilaku buruk, dan keadaan tidak bergerak163 adalah berbeda, dan bila masing-
masing dibandingkan dengan ke-2 lainnya menjadi 3 dualitas ( tetapi ) sifat hakiki
dari semua ( ke-3 ) nya adalah kehampaan yang bebas dari baik, buruk, dan
keadaan tidak bergerak. Ketidakmunculan dari ke-3 ini adalah inisiasi ke dalam
Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Bunga Agung’ ( Padmavyuha )164 berkata, “Ego dan objektifnya


adalah suatu dualitas ( tetapi ) jika sifat hakiki dari ego dipahami, dualitas ini
menghilang. JIka dualitas dibuang maka tidak akan ada kesadaran, dan
kebebasan dari kesadaran adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Permata dari Potensi 3 Rangkap’ ( Srigarbha )165 berkata,


“Pencapaian mengandung arti subyek dan obyek yang merupakan suatu dualitas,
tetapi jika tiada sesuatupun dianggap sebagai pencapaian, maka tidak akan ada
menggenggam maupun menolak, dan kebebasan dari menggenggam dan
menolak adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Bulan di Surga Tengah’ ( Candrottara )166 berkata, “Kegelapan


dan cahaya adalah suatu dualitas. Bilamana tidak ada kegelapan maupun
cahaya,167 dualitas ini menghilang. Mengapa ? Karena di dalam keadaan samadhi
yang berasal dari pemadaman sempurna sensasi dan pikiran168 tidak ada
kegelapan maupun cahaya, sedangkan hal / benda lain menghilang. Suatu
pemasukan tanpa keinginan ( disinterested entry ) ke dalam keadaan ini adalah
inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

162
Bodhisattva ini mengabaikan baik kesejahteraan maupun kesengsaraan untuk memahami realitas absolut dan
melewatkan hidupnya dengan mengubah orang ke Dharma, demikianlah namanya menjadi ‘Ladang Berkah’ yang
menyelamatkan makhluk hidup.
163
Ke-10 perbuatan baik menyebabkan kelahiran di alam nafsu yang lebih tinggi, ke-10 perbuatan jahat
menyebabkan kelahiran di alam nafsu lebih rendah, dan perbuatan ‘tidak bergerak’ yaitu meditasi atas kesalahan
dan perbaikannya mengakibatkan kelahiran di alam wujud dan tanpa wujud.
164
Bodhisattva ini disebut demikian karena prakteknya dalam menghiasi bunga yang menghasilkan buah ke-
Buddha-an.
165
Potensi dari Dharmakaya Buddha, dari kebijaksanaannya, dan dari kebebasannya yang tertinggi.
166
Seorang Bodhisattva yang kebijaksanaannya terang bagaikan rembulan yang bersinar di surga tengah.
167
Kegelapan mewakili tiada penerangan dan cahaya mewakili penerangan; kedua-duanya merupakan dua kutub,
tetapi di dalam keadaan absolut tidak ada tiada-penerangan maupun penerangan.
168
Sensasi dan pikiran atau vedana dan sanjna, ke-2 dan ke-3 dari 5 skandha.

100
Bodhisattva Ratna Mudra ( Simbol Mulia )169 berkata, “Kegembiraan di
dalam nirvana dan kesedihan di dalam samsara adalah suatu dualitas yang
menghilang bilamana tidak ada lagi kegembiraan maupun kesedihan. Mengapa ?
Karena di mana terdapat ikatan, di situ juga ada keinginan untuk pembebasan,
tetapi jika secara fundamental tidak ada ikatan, siapa yang mencari pembebasan
? Bilamana tidak ada ikatan maupun pembebasan, maka tidak akan ada
kegembiraan maupun kesedihan, inilah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Permata di Kepala’ ( Manikutaraja )170 berkata, “Orthodox dan


heterodox adalah suatu dualitas, ( tetapi ) dia yang berdiam di dalam ( yaitu
memahami ) orthodox tidak memperbedakan antara orthodox dan heterodox.
Menjauhi ke-2 kutub ekstrim ini adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Bodhisattva ‘Kegembiraan di dalam Realitas’ ( Satyarata ) berkata, “Realitas


dan inrealitas adalah suatu dualitas, ( tetapi ) dia yang menyadari realitas bahkan
tidak mencerapnya, apalagi inrealitas. Mengapa ? Karena realitas adalah tak
terlihat oleh mata biasa dan hanya terlihat oleh mata kebijaksanaan. Dengan
demikian ( pencapaian ) mata kebijaksanaan, yang bukan mengamati maupun tak
mengamati, adalah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Sesudah para Bodhisattva berbicara, Mereka menanyakan pendapat


Manjusri tentang Kesunyataan Dharma.

Manjusri berkata, “Menurut pendapatku, bila semua hal / benda sudah


berada di luar jangkauan dari kata maupun ucapan, indikasi maupun
pengetahuan, dan berada di luar pertanyaan maupun jawaban, ini adalah inisiasi
ke dalam Kesunyataan Dharma.”

Kemudian Manjusri bertanya kepada Vimalakirti, “Kami semua telah


berbicara, katakanlah kepada kami apakah itu inisiasi Bodhisattva ke dalam
Kesunyataan Dharma.”

169
Seorang Bodhisattva yang mencapai Samadhi ratna mudra ini di dalam mana Dia mencerap inrealitasnya ego
dan ketidakkekalan dari semua hal / benda, termasuk nirvana relatif.
170
Seorang Bodhisattva yang memakai realitas sebagai permata di ikat kepalanya, demikianlah Dia memperoleh
nama-Nya.

101
Vimalakirti berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Melihat itu Manjusri berseru, “Bagus, bagus, apakah bisa ada inisiasi sejati
ke dalam Kesunyataan Dharma di mana kata-kata dan ucapan tidak lagi ditulis dan
diucapkan ?”171

Sesudah inisiasi ke dalam Kesunyataan Dharma ini dibabarkan, 5.000


Bodhisattva di pertemuan itu diinisiasi ke dalamnya dan dengan demikian
memperoleh anutpattika-dharma-ksanti.

171
Manjusri masih berbicara dalam kata-kata, kalimat, indikasi pengetahuan, pertanyaan dan jawaban, tetapi
Vimalakirti bahkan menghapuskan semua jejak dari itu untuk mengungkapkan inisiasi sejati ke dalam absolut.

102
BAB X
BUDDHA SUGHANDAKUTA
Sewaktu Sariputra sedang memikirkan tentang waktu makan dan makanan
untuk para Bodhisattva di pertemuan itu, Vimalakirti, yang membaca pikirannya,
berkata padanya, “Hyang Buddha mengajarkan ke-8 bentuk pembebasan yang
telah kamu terima sebagai latihan; apakah sekarang engkau mencampurkan
keinginan makan-mu dengan Dharma-Nya ? Jika engkau ingin makan, silahkan
tunggu sebentar dan engkau akan mendapat hidangan yang istimewa.”

Pada saat itu, Vimalakirti memasuki keadaan Samadhi dan menggunakan


kekuatan transenden-Nya untuk menunjukkan pada hadirin suatu negeri yang
berada di atas dan terpisah dari dunia ini oleh jarak sejauh Tanah Buddha tak
terhitung bagaikan butir-butir pasir di dalam 42 Sungai Gangga, yang disebut
negeri Sarvagandhasughanda ( Segala Keharuman ), Buddhanya disebut Buddha
Sughandakuta ( Tathagata ‘Tanah Semerbak’ ) dan masih berada di sana.
Wanginya negeri itu melebihi semua wewangian yang dipancarkan oleh dewa-
dewa dari tanah Buddha di 10 penjuru. Di Tanah Buddha tersebut tidak terdapat
Sravaka maupun Pacceka Buddha, tetapi hanyalah Bodhisattva yang murni dan
bersih, kepada siapa Buddha tersebut membabarkan Dharma. Semua benda di
situ tercipta dari wewangian, seperti istana, tanah, taman, dan kebun, yang
menyiarkan bau harum, dan keharuman makanannya tersebar ke dunia tak
terhitung di 10 penjuru. Buddha dan Bodhisattvanya sedang mendudukkan diri
untuk menyantap makanan yang dipersembahkan oleh para putera dewa, yang
kesemuanya disebut ‘Keharuman Cemerlang’ ( Gandhavyuhahara ),172 dan sedang
memusatkan pikiran mereka untuk mencari penerangan sempurna. Ini terlihat
oleh semua yang hadir dalam pertemuan.

Vimalakirti berkata kepada pendengarnya, “Orang bajik, siapa dari kalian


yang dapat pergi ke situ untuk meminta makanan dari Buddha tersebut ?”

172
Pikiran mereka dipusatkan untuk bermeditasi pada Buddha tersebut dan menjadi terserap dan diagungkan oleh
keharuman dan cahaya-Nya.

103
Karena Manjusri sudah terkenal kekuatan batinnya, semua Bodhisattva
berdiam diri, sampai Vimalakirti berkata, “Apakah yang bajik tidak malu ( karena
tidak mampu melakukannya ) ?”

Manjusri menjawab dengan cepat, “Sebagaimana telah dikatakan oleh


Hyang Buddha, mereka yang baru mempelajari ( dan mempraktekkan ) Buddha
Dharma tidak boleh dipandang rendah.”173

Kemudian Vimalakirti tanpa berbangkit dari tempat duduk-Nya,


menggunakan kekuatan transenden-Nya untuk menciptakan seorang Bodhisattva
ilusi ( palsu ) dengan raut muka bercahaya dan keanggunannya tak tersaingi,
membuat seluruh persamuwan jadi tidak berarti. Kemudian Dia berkata kepada
Bodhisattva ilusi ini, “Naiklah ke Tanah Semerbak untuk mengunjungi Buddhanya,
dan sampaikan apa yang Kukatakan ini; ‘Upasaka Vimalakirti bersujud dengan
kepalanya di kaki-Mu sebagai penghormatan dan dengan tulus menanyakan kabar
baik-Mu; Dia berharap Engkau baik-baik saja dan tidak menemui kesulitan ( di
dalam mengubah makhluk hidup ) dan bahwa semangat-Mu sedang penuh. Dia
ingin memperoleh sedikit sisa makanan-Mu untuk melakukan tugas
penyelamatan di dunia Saha guna mengubah mereka dari wahana kecil ke aspirasi
Buddha Dharma agung dan menyebarluaskan kemasyhuran Tathagata agar
terkenal di mana-mana.”

Sesudah itu, Bodhisattva ilusi melayang ke atas dan terlihat oleh seluruh
persamuwan mendekati Buddha Tanah Semerbak dan mengulangi apa yang
diperintahkan oleh Vimalakirti. Sewaktu para Bodhisattva di sana melihat
‘pesuruh’ itu, mereka memuji kunjungan yang langka sambil bertanya kepada
Buddha-nya, “Dari manakah asal Bodhisattva ini ? Di manakah beradanya dunia
yang disebut Saha itu ? Apa yang dimaksudkan dengan wahana kecil ?”

Buddha mereka menjawab, “Ada suatu dunia yang disebut Saha dan
terletak di bawah dan terpisah dari sini oleh Tanah Buddha tak terhitung bagaikan

173
Yang dimaksudkan Hyang Buddha adalah bahwa semua makhluk hidup memiliki sifat Buddha dan bisa
memenangkan pembebasan jika mereka mendengar dan mempraktekkan Dharma. Untuk alasan etis, Manjusri
tidak mencampuri tugas penyelamatan yang dilakukan Vimalakirtidan tidak menjawab tantangan sang Upasaka.
Oleh sebab itu Sutra ini disebut “Suatu Sutra yang Dibabarkan oleh Vimalakirti.”

104
butir-butir pasir di dalam 42 Sungai Gangga, Buddhanya disebut Sakyamuni dan
sekarang ini sedang berdiam di tengah 5 kondisi kekeruhan, di mana Dia
mengajarkan Dharma utama kepada mereka yang berpegangan pada wahana
kecil. Di sana ada seorang Bodhisattva bernama Vimalakirti yang telah mencapai
Pembebasan Tak Terbayangkan dan sedang membabarkan Dharma kepada
Bodhisattva ( muda ) lainnya. Demikianlah Dia telah menciptakan seorang
pesuruh ilusi untuk memuji nama-Ku dan Tanah ini, agar mereka bisa
mendapatkan lebih banyak pahala.”

Para Bodhisattva bertanya, “Siapakah Bodhisattva ini, yang bisa


menciptakan seorang pesuruh ilusi dan kekuatan transenden, ketidakgentaran,
dan maha ada-Nya begitu besar ?”

Buddha tersebut menjawab, “Kekuatan, ketidakgentaran, dan maha ada-


Nya memang sangat besar. Dia seringkali mengirimkan pesuruh ilusi-Nya ke
mana-mana di 10 penjuru untuk melaksanakan tugas penyelamatan Bodhisattva
dalam menolong dan memberi manfaat pada makhluk hidup.”

Buddha tersebut kemudian memenuhi semangkok nasi wangi dan


memberikannya kepada pesuruh ilusi. Ke-9 juta Bodhisattva-Nya menyatakan
keinginan Mereka semua untuk pergi ke dunia Saha untuk memberikan
penghormatan kepada Buddha Sakyamuni dan bertemu dengan Vimalakirti
berikut para Bodhisattva di sana.

Buddha tersebut memperingati mereka, “Engkau boleh pergi ke situ tetapi


janganlah mengeluarkan wangimu agar tidak menimbulkan pikiran menyimpang
dari orang-orang yang mendambakannya. Engkau juga harus mengubah
penampilanmu agar tidak menimbulkan rasa rendah diri mereka. Untuk
menghindari pandangan keliru janganlah memandang rendah ( dunia ) mereka.
Mengapa ? Karena segala dunia di 10 penjuru adalah ( secara fundamental tidak
materil ) bagaikan ruang angkasa, tetapi demi untuk mengubah dan membimbing
makhluk hidup menuju kesempurnaan, para Buddha tidak mengungkapkan
sepenuhnya tanah murni dan bersih Mereka sekaligus.”

105
Pada saat itu, pesuruh ilusi menerima mangkok nasi wangi, dan bersama
ke-9 juta Bodhisattva menempatkan diri mereka ke dalam kekuatan transenden
dari Buddha tersebut dan Vimalakirti, menghilang dari Tanah ‘Segala Keharuman’
dan sekejab kemudian tiba di kediaman Vimalakirti.

Vimalakirti kemudian menggunakan kekuatan transenden-Nya untuk


menciptakan 9 juta singgasana yang menyamai keindahan tahta yang sudah
berada di situ untuk tamu-Nya. Pesuruh ilusi itu kemudian menyerahkan
mangkok nasi wangi yang baunya segera menyebar ke seluruh kota Vaisali dan
kemudian sampai seluruh chiliocosmos besar.

Pengikut Brahmana di Vaisali mencerap wewangian itu dan menjadi sangat


gembira; mereka memuji kejadian langka itu. Pimpinan mereka yang disebut
Candraccattra membawa 84.000 orang ke rumah Vimalakirti, di mana mereka
melihat banyak Bodhisattva duduk di atas tahta singa yang indah; mereka
bersorak kegirangan dan memberikan penghormatan kepada Bodhisattva dan
siswa utama Sang Buddha, kemudian berdiri di samping. Makhluk halus duniawi
dan surgawi maupun dewa surga keinginan dan wujud yang mencium bau wangi
itu, juga datang.

Kemudian, Vimalakirti berkata kepada Sariputra dan para Sravaka, “Orang


bajik, sekarang kalian boleh mengambil nasi surgawinya Tathagata yang telah
diresapi maha maîtri karuna, jangan mempunyai pikiran yang sempit sewaktu
memakannya, atau engkau tidak akan bisa mencernanya.”

Sewaktu beberapa dari para Sravaka meragukan sedikitnya jumlah beras


yang kelihatan tidak cukup untuk seluruh persamuwan, Bodhisattva ilusi berkata,
“Jangan menggunakan kebajikan dan kecerdasanmu yang dangkal untuk menaksir
berkah dan kebijaksanaan Tathagata yang tak terbatas; ke-4 lautan bisa kering,
tetapi nasi ini tidak akan habis. Bila semua orang mengambil dan menggulungnya
menjadi bola sebesar ( gunung ) Sumeru, mereka tidak akan bisa
menghabiskannya sampai akhir kalpa. Mengapa ? Karena makanan yang
disisihkan oleh Mereka yang telah mempraktekkan moralitas dan disiplin ( sila ),
Samadhi dan kebijaksanaan yang tak terbatas, pembebasan, dan pengetahuan ke

106
arah pembebasan,174 dan yang telah memenangkan semua pahala adalah tidak
terhabiskan; dengan demikian mangkok nasi ini akan lebih dari cukup bagi seluruh
hadirin. Para Bodhisattva, Sravaka, dewa, dan manusia yang memakannya akan
merasakan kenikmatan dan kegembiraan bagaikan Bodhisattva dari semua Tanah
Suci yang diberkahi, pori-pori mereka mengeluarkan bau yang sangat harum
bagaikan aroma pohon-pohon di dalam dunia ‘Segala Keharuman’.”

Kemudian Vimalakirti bertanya pada Bodhisattva tamu; “Bagaimana


caranya Tathagata di negerimu menyebarkan Dharma ?”

Mereka menjawab,”Tathagata di negeri kami tidak menggunakan kata dan


ucapan untuk mengajar, melainkan dengan menggunakan berbagai wewangian
untuk merangsang para dewa agar mematuhi larangan. Mereka duduk di bawah
pohon wangi dan mencerap bagaimana harumnya bau pohon itu dan dari situ
memperoleh Samadhi yang disebut ‘sumber segala kebajikan.’ Sewaktu mereka
memperoleh Samadhi ini, mereka memperoleh segala kebajikan.”

Para Bodhisattva itu kemudian bertanya pada Vimalakirti, “Bagaimana


caranya Yang Dijunjungi, Buddha Sakyamuni, mengajarkan Dharma ?”

Vimalakirti menjawab, “Makhluk hidup dari dunia ini sangat keras kepala
dan susah diubah; dengan demikian Hyang Buddha menggunakan kata-kata keras
untuk menjinakkan mereka; Dia membicarakan tentang neraka, binatang, dan
setan kelaparan serta taraf penderitaan mereka; tentang tempat kelahiran
kembali bagi orang bodoh sebagai balasan dari perbuatan, kata-kata, dan pikiran
jahat / bertentangan seperti untuk pembunuhan, pencurian, berzinah,
berbohong, menghasut, kata-kata kasar, omong kosong, keserakahan, amarah,
dan pandangan menyimpang ( yang merupakan 10 kejahatan ); tentang kekikiran,
melanggar sila, kebencian, kelalaian, pikiran kusut, dan kebodohan ( yaitu ke-6
rintangan terhadap ke-6 paramita ); tentang yang menerima, mematuhi, dan
melanggar larangan; tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan;
tentang rintangan dan bukan rintangan; tentang apa yang berdosa dan tidak;
tentang kemurnian dan kekotoran; tentang keadaan duniawi dan suci; tentang
174
Pengetahuan dan pengalaman pribadi dari semua tahap penerangan untuk mencegah kesalahan dalam
menyangka tingkat-tingkat pendahuluan sebagai yang tertinggi.

107
heterodox dan orthodox; tentang aktivitas dan tiada aktivitas; dan tentang
samsara dan nirvana. Karena pikiran dari mereka yang susah diubah adalah
bagaikan kera, berbagai metode pengajaran diciptakan untuk mengendalikannya
agar bisa dijinakkan sama sekali. Bagaikan gajah dan kuda yang tidak bisa
dijinakkan tanpa dicambuk sampai mereka menjadi kesakitan dan menjadi mudah
dikendalikan, orang-orang yang keras kepala di dunia ini hanya bisa ditundukkan
dengan kata-kata pahit dan keras.”

Sesudah mendengarkan ini, para bodhisattva tamu berkata, “Sungguh luar


biasa kebesaran dari Yang Dijunjungi, Buddha Sakyamuni, yang menyembunyikan
kekuatan dan kebajikan-Nya tak terbatas, untuk muncul di antara makhluk hidup
yang masih liar, miskin, dan hina ini, guna mengubah dan membimbing mereka,
dan Bodhisattva di sini yang tidak mengenal lelah, begitu rendah hati, dan yang
belas kasihan tak terbatasnya menyebabkan kelahiran mereka di tanah Buddha
yang penuh kesusahan ini.”

Vimalakirti berkata, “Sebagaimana telah engkau katakan, para Bodhisattva


di dunia ini memiliki welas asih yang besar, dan apa yang mereka lakukan bagi
semua makhluk hidup dalam satu kehidupan melebihi apa yang dilakukan di
tanah suci lainnya selama ratusan dan ribuan kalpa. Mengapa ? Karena mereka
menjalankan 10 perbuatan unggul yang tidak diperlukan di tanah suci lainnya.
Apakah ke-10 perbuatan unggul ini ? Itu adalah: 1, beramal untuk menolong yang
miskin; 2, mematuhi larangan ( sila ) untuk membantu mereka yang melanggar
larangan; 3, kesabaran, yang tabah untuk menundukkan amarah mereka; 4, usaha
dan ketekunan untuk menyembuhkan kelalaian mereka; 5, Samadhi, untuk
menghentikan pikiran kusut mereka; 6, kebijaksanaan untuk menghapuskan
ketidaktahuan; 7, menghilangkan ke-8 kondisi menyedihkan bagi mereka yang
mengalaminya; 8, mengajarkan Mahayana kepada mereka yang berpegangan
pada Hinayana; 9, mengumpulkan akar kebajikan bagi mereka yang memerlukan
pahala; dan 10, ke-4 tindakan simpatik Bodhisattva untuk membimbing semua
makhluk hidup ke arah tujuannya ( di dalam perkembangan Bodhisattva ). Inilah
ke-10 perbuatan unggul.”

108
Para Bodhisattva tamu bertanya, “Berapa banyaknya Dharma yang harus
dicapai oleh seorang Bodhisattva di dunia ini untuk menghentikan pertumbuhan
yang tidak sehat ( pencemaran ) agar bisa terlahir di tanah suci Buddha ?”

Vimalakirti menjawab, “Seorang Bodhisattva harus menyempurnakan 8


Dharma agar bisa terlahir di tanah suci. Masing-masing; 1, perbuatan baik
terhadap semua makhluk hidup tanpa mengharapkan imbalan; 2, memikul
penderitaan demi semua makhluk hidup dan melimpahkan semua pahala kepada
mereka; 3, bersikap seimbang terhadap mereka dengan segala kerendahan hati
yang bebas dari kebanggaan dan keangkuhan; 4, penghormatan terhadap semua
Bodhisattva dengan kebaktian yang sama terhadap semua Buddha ( yakni tanpa
membedakan antara Buddha dan Bodhisattva ); 5, absennya keraguan dan
kecurigaan sewaktu mendengar ( pembabaran ) sutra yang belum pernah
terdengar sebelumnya; 6, menghindari sikap oposisi terhadap Dharma Sravaka;175
7, menghindari diskriminasi dalam hal sumbangan dan persembahan yang
diterima tanpa pikiran menguntungkan diri guna menaklukkan pikirannya sendiri;
dan 8, pemeriksaan diri tanpa bersaing dengan yang lain. Demikianlah dia harus
mencapai kesatuan pikiran dengan tekad memenangkan segala pahala; inilah ke-8
Dharma tersebut.”

Sesudah Vimalakirti dan Manjusri membabarkan Dharma dengan demikian,


ratusan dan ribuan dewa mengembangkan pikiran yang ditujukan pada
penerangan sempurna, dan 10.000 Bodhisattva mencapai anutpattika-dharma-
ksanti.

175
Dharma Sravaka juga diajarkan oleh Hyang Buddha sebelum Beliau mengungkapkan Mahayana.

109
BAB XI
PERILAKU BODHISATTVA
Hyang Buddha sedang membabarkan Dharma di taman Amravana, yang
mendadak berubah jadi indah dan luas, sedangkan semua yang hadir diliputi
warna keemasan.

Ananda bertanya kepada Hyang Buddha, “Yang Dijunjungi, apakah yang


menyebabkan tanda yang baik ini, mengapa tempat ini menjadi indah dan luas
dan mengapa persamuwan ini diliputi warna keemasan ?”

Hyang Buddha menjawab, “Ini disebabkan Vimalakirti dan Manjusri, disertai


para pengikut yang mengelilingi Mereka ingin berkunjung ke sini, sehingga
terjadilah tanda ini.”

( Di Vaisali ) Vimalakirti berkata kepada Manjusri, “Sekarang kita bisa


berangkat untuk bertemu dengan Hyang Buddha, agar kita dan para Bodhisattva
bisa memberikan penghormatan dan persembahan kepada-Nya.”

Manjusri berkata, “Bagus, marilah kita pergi; sekaranglah waktunya untuk


berangkat.”

Kemudian Vimalakirti menggunakan kekuatan transenden-Nya untuk


membawa serta seluruh hadirin beserta singgasana di dalam telapak tangan
kanan-Nya dan terbang ( ke angkasa ) menuju tempat Hyang Buddha. Sewaktu
mereka mendarat, Vimalakirti bersujud di kaki Hyang Buddha, mengelilingi-Nya 7
kali dan berdiri di samping. Para Bodhisattva turun dari singgasana mereka untuk
bersujud di kaki Sang Buddha, dan juga berjalan mengelilingi-Nya 7 kali dan
berdiri di samping. Para siswa utama bersama dewa Indra, Brahma ( keduanya
sebagai pelindung Dharma ) dan ke-4 raja dewa dari ke-4 surga juga turun dari
singgasana mereka, bersujud di kaki Hyang Buddha, berjalan mengelilingi-Nya 7
kali dan berdiri di samping.

Hyang Buddha menyapa para Bodhisattva dan meminta mereka mengambil


tempat duduk masing-masing guna mendengarkan ceramah-Nya. Sesudah

110
mereka duduk Hyang Buddha bertanya kepada Sariputra, “Apakah engkau telah
melihat apa yang dilakukan para Bodhisattva agung dengan kekuatan transenden
mereka ?” Sariputra mengiyakan dan Beliau bertanya, “Bagaimana pendapatmu
atas hal itu ?” Sariputra menjawab, “Aku melihat mereka melakukan ( perbuatan
) tak terbayangkan yang tidak bisa terpikirkan atau terduga oleh pikiran.”

Kemudian Ananda bertanya kepada Hyang Buddha, “Yang Dijunjungi, bau


wangi yang tercium oleh kami belum pernah tercerap sebelumnya; apakah itu ?”

Hyang Buddha menjawab, “Ananda, itu adalah bau wangi yang dikeluarkan
oleh pori-pori para Bodhisattva ini.”

Pada saat itu Sariputra berkata pada Ananda, “Pori-pori kami juga
mengeluarkan bau wangi yang sama.”

Ananda bertanya pada Sariputra, “Darimana asalnya bau wangi itu ?”

Sariputra menjawab, “Dari Upasaka Vimalakirti yang mendapatkan apa


yang tersisa dari makanan Buddha Negeri Sarvagandhasughanda, dan mereka
yang memakannya di tempat kediaman-Nya mengeluarkan bau wangi ini dari
pori-porinya.”

Ananda kemudian bertanya pada Vimalakirti, “Bisa bertahan berapa lama


bau wangi ini ?”

Vimalakirti menjawab, “Sampai nasinya telah dicernakan.”

Ananda bertanya, “Berapa lamakah itu ?”

Vimalakirti menjawab, “Nasi itu akan dicernakan sesudah 1 minggu.


Ananda, Sravaka yang belum mencapai posisi yang benar akan tercernakan, dan
mereka yang mencapai nirvana akan mencapai pembebasan dari pikiran mereka (
dari konsepsi substil atas nirvana ) dan kemudian nasi itu akan tercernakan.
Mereka yang belum mengembangkan pikiran penerangan sempurna akan
mengembangkannya dan kemudian nasi itu akan tercernakan. Mereka yang
sudah mengembangkannya dan memakan nasi ini akan mencapai anutpattika-
dharma-ksanti dan kemudian nasi itu akan tercernakan. Mereka yang telah

111
mencapai anupattika-dharma-ksanti dan memakan nasi ini akan bertumimbal
lahir sekali lagi untuk perkembangan terakhir menuju ke-Buddha-an dan nasi ini
akan tercernakan.176 Bagaikan obat manjur yang menyembuhkan penyakit
sebelum terbuang, nasi ini akan tercernakan sesudah melenyapkan semua
kesusahan dan penderitaan ( klesa ).”

Ananda berkata kepada Hyang Buddha, “Yang Dijunjungi, sungguh suatu hal
yang langka bahwa nasi ini telah melakukan tugas penyelamatan Buddha.”

Hyang Buddha berkata, “Memang begitu Ananda, memang begitu. Ada


tanah Buddha di mana cahaya dari Buddhanya melakukan tugas penyelamatan; di
mana para Bodhisattva melakukannya; di mana manusia ilusi yang diciptakan
Buddha melakukannya; di mana pohon Bodhi melakukannya; di mana jubah dan
perlengkapan ranjang dari Buddha melakukannya; di mana nasi yang dimakan
Buddha melakukannya; di mana taman dan vihara melakukannya; di mana 32
tanda fisik177 dan ke-80 ciri menonjol ( dari Buddha ) melakukannya; di mana
tubuh Buddha ( rupa-kaya ) melakukannya; di mana ruang hampa melakukannya;
dan makhluk hidup mempraktekkan disiplin dengan sukses karena berbagai
penyebab ini. Juga digunakan untuk tujuan yang sama adalah; mimpi, ilusi,
bayangan, gema, bayangan dalam cermin, bulan di atas air, kobaran api, suara,
kata, ucapan dan tulisan, tanah Buddha yang murni dan bersih, keheningan tanpa
kata atau ucapan, tanpa menunjuk, membedakan, tindakan, maupun aktivitas.
Demikianlah Ananda, apapun yang dilakukan Buddha, baik dengan
mengungkapkan maupun menyembunyikan keagungan menakjubkan Mereka,
adalah tugas penyelamatan. Ananda, disebabkan oleh ke-4 khayalan utama (
sehubungan dengan ego )178 bercabang ke dalam 84.000 pencemaran yang
menyebabkan makhluk hidup menderita kesusahan dan kesengsaraan, para
Buddha menempatkan diri Mereka ke dalam percobaan ini untuk melakukan

176
Seorang Bodhisattva melewati 10 tahap perkembangan untuk menjadi seorang Mahasattva dan tahap ke-11
untuk menjadi seorang Buddha lengkap; tahap inilah yang dicapai oleh Maitreya yang berdiam di surga Tusita
sekarang sebelum datang ke dunia ini sebagai Buddha berikutnya.
177
Ke-32 ciri fisik seorang Buddha; lihat penjelasan terperinci Ch’an and Zen Teaching, First Series, halm 178.
178
Ke-4 khayalan utama ( basic delusion ); tiada pencerahan sehubungan dengan ego; berpegangan pada ide ego;
harga diri, egoism, kebanggaan diri; dan memikirkan diri sendiri atau nafsu.

112
tugas penyelamatan-Nya. Inilah yang disebut memasuki pintu Buddha Dharma
menuju Penerangan ( Dharma-paryaya ).”

“Sewaktu memasuki Pintu Dharma ini, jika seorang Bodhisattva melihat


semua tanah Buddha yang bersih, dia tidak boleh membangkitkan kegembiraan,
keinginan, dan kebanggaan; dan jika dia melihat semua tanah Buddha yang tidak
bersih,179 dia tidak boleh membangkitkan kesedihan, rintangan, dan kekecewaan;
dia harus mengembangkan pikiran yang murni dan bersih untuk menghormati
semua Tathagata yang jarang muncul dan yang pahalanya setara, kendatipun
kemunculan Mereka di negeri yang berbeda ( bersih dan tidak bersih ) untuk
mengajari dan mengubah makhluk hdup.”

“Ananda, engkau bisa melihat tanah Buddha ( yaitu bersih dan tidak bersih
), tetapi engkau tidak bisa melihat perbedaan di dalam ruang angkasa yang sama
di mana-manapun. Demikian pula, tubuh fisik para Buddha berbeda satu sama
lainnya,180 tetapi sifat Maha Tahu Mereka adalah sama.”

“Ananda, sifat ( hakiki ) dari tubuh para Buddha, disiplin, ketenangan,


pembebasan, dan pengetahuan sempurna tentang pembebasan, ( 10 ) kekuatan, (
4 ) ketidakgentaran, ( 18 ) ciri tak tertandingi, cinta kasih dan belas kasih tak
terbatas Mereka, perbuatan luhur Mereka, kehidupan Mereka yang tak terhingga,
pembabaran Dharma Mereka untuk mengajari dan membimbing makhluk hidup
dan memurnikan tanah Buddha, adalah sama semuanya. Oleh sebab itu Mereka
dijuluki Samyak Sambuddha,181 Tathagata,182 dan Buddha.”183

“Ananda, jika Aku memberitahukan padamu arti sepenuhnya dari ke-3 gelar
ini, engkau akan menghabiskan seluruh kalpa tanpa mendengarnya secara
lengkap. Bahkan, sekalipun chiliocosmos besar ini penuh dengan makhluk hidup
yang merupakan pendengar yang baik dan seperti kamu yang mampu mengingat
segala Dharma yang mereka dengar, mereka juga akan menghabiskan seluruh
kalpa tanpa bisa mendengar penjelasan-Ku sepenuhnya ( dari ke-3 gelar ini ).

179
Yaitu dunia yang ‘tidak bersih’ ini, yang merupakan Tanah Buddha Sakyamuni.
180
Rupa-kaya materil dibandingkan dengan Dharmakaya yang immateril.
181
Samyaksambuddha: Yang Maha Tahu.
182
Tathagata: YangAbsolut dan datang sebagaimana semua Buddha lainnya.
183
Buddha: Yang Diterangi.

113
Karena, Ananda, penerangan sempurna dari Buddha itu tak terbatas dan
kebijaksanaan serta kemampuan berbicara-Nya tidak terbayangkan.”

Ananda berkata, “Mulai sekarang aku tidak berani mengaku telah


mendengarkan banyak Dharma.”

Sang Buddha menjawab, “Ananda, janganlah berkecil hati. Mengapa ?


Karena Aku telah mengatakan bahwa engkau telah mendengarkan lebih banyak
Dharma daripada Sravaka lainnya, tetapi tidak bila dibandingkan para
Bodhisattva. Ananda seorang bijak tidak boleh membuat taksiran terbatas
terhadap tahap Bodhisattva ( karena ) dalamnya lautan bisa diukur tetapi
ketenangan, kebijaksanaan, keadaan tak terganggu, kemampuan berbicara, dan
segala pahala dari seorang Bodhisattva tidak dapat diukur. Ananda, marilah kita
kesampingkan perilaku Bodhisattva. Kekuatan transenden yang diperagakan oleh
Vimalakirti hari ini tidak bisa dicapai oleh Sravaka dan Pacceka Buddha manapun
dengan menggunakan kekuatan spirituil Mereka selama ratusan dan ribuan
kalpa.”

Kemudian para Bodhisattva tamu merangkapkan tangan Mereka dan


berkata kepada Hyang Buddha, “Yang Dijunjungi, sewaktu kami pertama kali
melihat dunia ini, kami berpikir tentang kerendahannya ( inferiority ), tetapi
sekarang kami menyadari pendapat kami yang keliru. Mengapa ? Karena cara
bijaksana ( upaya ) yang digunakan semua Buddha adalah tak terbayangkan;184
dengan maksud menyelamatkan makhluk hidup, Mereka muncul di tanah Buddha
berbeda yang cocok untuk tujuan ini. Yang Dijunjungi, berikanlah kepada kami
sedikit Dharma agar bila kembali ke negeri kami, kami bisa senantiasa mengingat-
Mu.”

Hyang Buddha berkata kepada mereka, “Ada Dharma terhabiskan (


exhaustible ) dan tidak terhabiskan ( in-exhaustible ) yang perlu kalian pelajari.
Apakah itu yang terhabiskan ? Itu adalah Dharma aktif ( duniawi ). Apakah itu
yang tidak terhabiskan ? Itu adalah Dharma tidak aktif ( di luar duniawi ). Sebagai

184
Yaitu cara bijaksana seperti menunjukkan negeri Sarvagandhasughanda dan nasi wanginya untuk mendorong
mereka yang melihatnya agar memusatkan pikiran dalam pencarian pembebasan tak terbayangkan.

114
Bodhisattva engkau tidak boleh menghabiskan ( atau mengakhiri keadaan )
duniawi, juga tidak boleh berdiam di dalam ( keadaan ) yang di luar duniawi.”185

“Apakah yang dimaksudkan tidak menghabiskan ( keadaan ) duniawi ? Itu


berarti tidak meninggalkan perbuatan baik; tidak meninggalkan belas kasihan
besar; mengembangkan pikiran luhur yang dipusatkan untuk mencari segala
pengetahuan ( sarvajna atau pengetahuan Buddha ) tanpa bersantai sejenak pun;
mengajar dan mengubah makhluk hidup tanpa mengenal lelah; mempraktekkan
secara teratur ke-4 tindakan simpatik Bodhisattva; mempertahankan Dharma
yang benar sekalipun harus mempertaruhkan tubuh dan nyawa sendiri; menanam
semua akar keunggulan tanpa bosan; penerapan cara bijaksana ( upaya ) dan
pelimpahan ( parinamana ) tanpa berhenti; pencarian Dharma yang tidak
berakhir; pembabarannya yang lengkap; pemujaan semua Buddha dengan rajin;
dan dari itu ketidakgentaran sewaktu memasuki arus kelahiran dan kematian;
absennya kegembiraan bila dihormati dan kesedihan bila tercela; tidak
memandang rendah orang yang tidak mempraktekkan Dharma;186 menghormati
orang yang mempraktekkan Dharma seolah mereka itu Buddha; membantu
mereka yang menderita dari klesa untuk mengembangkan pikiran yang benar;
menjauhi ( keinginan dan ) kenikmatan tanpa membanggakan ( sikap yang mulia
ini ); tidak mengutamakan kebahagiaan sendiri tetapi bergembira atas
kebahagiaan orang lain; menganggap kebahagiaan sendiri di dalam keadaan
Samadhi sebagai sama dengan di neraka; menganggap berdiamnya sendiri di
dalam samsara ( yaitu keadaan kelahiran dan kematian ) sebagai sama dengan
berjalan di taman;187 membangkitkan pikiran untuk menjadi Guru Dharma yang
baik sewaktu bertemu dengan mereka yang mencarinya; merelakan segala milik

185
Sekalipun yang duniawi atau keadaan kausatif itu palsu, jika Bodhisattva meninggalkannya, mereka tidak akan
mencapai tugas besar penyelamatan; dan sekalipun yang di luar duniawi atau keadaan non-kausatif adalah
realitas, jika mereka berdiam di dalamnya kebijaksanaan mereka akan tidak lengkap karena ini merupakan
pencerahan diri dan bukan pencerahan universal. Karena jika mereka tidak meninggalkan keadaan duniawi
mereka akan bisa menyelamatkan makhluk hidup dan pahala mereka akan tak terbatas, dengan demikian
mengatasi semua rintangan yang dialami manusia duniawi; di pihak lain, jika mereka tidak berdiam dalam keadaan
di luar duniawi atau nirvana, kebijaksanaannya akan bebas dari dualitas atas subyek ( diri ) dan obyek ( nirvana ),
dan akan menjadi tak terbatas, dengan demikian mengatasi semua rintangan yang dihadapi manusia Hinayana.
186
Karena mereka juga memiliki sifat Buddha dan pada akhirnya mungkin bisa mencapai penerangan sebelum
kamu.
187
Baik kalimat ini maupun yang sebelumnya mengajarkan persamaan ke-2 ekstrem yang tidak mempunyai tempat
di dalam keadaan absolut.

115
untuk mencapai segala pengetahuan ( sarvajna ); membangkitkan pikiran
penyelamatan sewaktu melihat mereka yang melanggar sila; menganggap ( ke-6 )
penyempurnaan dengan sayang bagaikan orang tua sendiri; menganggap ( ke-37 )
kondisi pembantu penerangan bagaikan family sendiri yang sangat membantu;
menanam segala akar keunggulan tanpa pembatasan apapun; mengumpulkan
hiasan gemilang dari semua tanah suci untuk membentuk tanah Buddha-Nya
sendiri; pemberian Dharma yang tak terbatas untuk memenangkan segala ciri fisik
unggul ( dari Buddha ); menghapuskan semua kejahatan untuk memurnikan
tubuh, mulut, dan pikiran sendiri; mengembangkan keberanian yang tidak
menyusut sewaktu mengarungi lautan samsara di dalam kalpa yang tak terhitung;
tekad yang tak kenal lelah untuk mendengarkan ( kisah ) pahala dari Buddha yang
tak terbatas; menggunakan pedang kebijaksanaan untuk menghancurkan bandit
klesa ( godaan ) guna membimbing makhluk hidup keluar dari ( alam ke-5 ) skanda
dan ( 12 ) pintu masuk ( ayatana ) agar bisa membebaskan mereka selama-
lamanya; menggunakan ketaatan yang teguh untuk menghancurkan pasukan
setan; pencarian kebijaksanaan yang tak terhenti untuk menghindari kebanggaan
( diri ); puas dengan sedikit keinginan sambil tidak melarikan diri dari dunia ini
untuk melanjutkan tugas penyelamatan Bodhisattva, tidak tercela dalam tingkah
laku dan sikap tubuh sewaktu memasuki dunia ( untuk mengubah makhluk hidup
); menggunakan kekuatan transenden yang berasal dari kebijaksanaan untuk
membimbing dan mengarahkan semua makhluk hidup; menggunakan kekuatan
trasenden yang berasal dari kebijaksanaan untuk membimbing dan mengarahkan
semua makhluk hidup; mengendalikan proses berpikir ( Dharani ) agar tidak
pernah melupakan Dharma; mengetahui akar dari semua makhluk hidup untuk
memutuskan keraguan dan kecurigaan mereka ( atas sifat hakiki dirinya );
menggunakan kemampuan berbicara untuk mengajarkan Dharma tanpa
hambatan; menyempurnakan 10 perbuatan baik untuk memenangkan pahala dari
manusia dan dewa agar bisa terlahir di antara mereka untuk menyebarkan
Dharma ); mempraktekkan ke-4 pikiran tak terhingga untuk mengajar di surga
Brahma; bergembira karena diundang untuk membabarkan dan memuji Dharma
guna memenangkan metode mengajar dari Buddha ( yang trampil ); mencapai
keunggulan tubuh, mulut, dan pikiran untuk memenangkan sikap tubuh yang
menimbulkan hormat dari Buddha; mempraktekkan ( secara dalam ) Dharma yang
116
baik untuk membuat perbuatannya tak terlampaui; mempraktekkan Mahayana
agar menjadi bhiksu Bodhisattva; dan mengembangkan pikiran tidak-mengalami-
kemunduran agar tidak kehilangan segala pahala unggul.”

“Inilah yang disebut Bodhisattva tidak menghabiskan keadaan duniawi.”

“Apakah yang dimaksud Bodhisattva tidak berdiam dalam keadaan di luar


duniawi ( nirvana ) ? Itu berarti mempelajari dan mempraktekkan yang
immaterial tetapi tidak berdiam di dalam kehampaan;188 mempelajari dan
mempraktekkan yang tidak berwujud dan tidak bergerak tetapi tidak berdiam di
dalamnya; mempelajari dan mempraktekkan yang berada di luar penyebab tetapi
tidak tinggal di dalamnya; memahami ketidakkekalan tanpa meninggalkan akar
penyebab baik;189 memahami penderitaan di dunia tanpa membenci kelahiran
dan kematian ( yaitu samsara );190 memahami absennya ego sambil terus
mengajari segenap makhluk hidup tanpa kenal lelah;191 memahami nirvana tanpa
keinginan berdiam di dalamnya selamanya;192 memahami pelepasan ( atas
nirvana ) sambil memusatkan tubuh dan pikiran sendiri untuk mempraktekkan
semua perbuatan baik;193 memahami ( ketiadaan ) tujuan dari semua hal /
benda;194 sambil memusatkan pikiran untuk mempraktekkan tindakan unggul (
sebagai tujuan sejati );195 memahami yang tidak terlahir ( yaitu yang tidak tercipta
) sambil berdiam di dalam ( ilusi dari ) kehidupan untuk memikul tanggung jawab (
menyelamatkan yang lain ); memahami keadaan tiada keinginan tanpa
memutuskan arus keinginan ( agar bisa menetap di duna ini untuk membebaskan
yang lain ); menyelidiki keadaan tiada kegiatan sambil mengamalkan Dharma
188
Karena jika seeorang berdiam di dalam kehampaan, ia akan tidak bisa melanjutkan tugas penyelamatan.
189
Walaupun penyebab baik juga tidak permanen tetapi membentuk karma baik yang membuahkan pahala baik
dan juga menyumbang dalam pencapaian penerangan.
190
Dia harus mengangkat dirinya di atas cinta dan kebencian untuk menghapuskan semua dualitas guna
memenangkan penerangan.
191
Walaupun keadaan tak ber-ego mengandung arti tidak beradanya makhluk hidup, pembabaran Bodhisattva
yang tidak kenal lelah diperlukan untuk pencerahan dirinya dan pencerahan yang lain.
192
Nirvana adalah keadaan keheningan sempurna dan pemadaman total dari semua keberadaan duniawi tetapi
seorang Bodhisattva tidak tinggal di dalamnya bagaikan penganut HInayana yang hanya mencari pencerahan diri.
193
Ada 3 rintangan yang harus dihindari; ke-5 kenikmatan, klesa, dan nirvana. Yang dimaksudkan oleh text adalah
rintangan ke-3 atau nirvana yang harus ditinggalkan agar tidak terjebak dalam nirvana relatif yang dicari oleh
penganut Hinayana dan untuk memenangkan pahala tak terbatas yang menuju penerangan sempurna atau
parinirvana.
194
Semua hal / fenomena adalah tidak nyata dan tidak datang maupun pergi.
195
Untuk memenangkan pahala tak terbatas yang mendukung realisasi penerangan.

117
untuk mengajar dan mengubah makhluk hidup; memahami keadaan tiada apapun
tanpa melupakan ( tentang ) welas asih yang besar; memahami posisi yang benar
( yaitu nirvana ) tanpa mengikuti kebiasaan Hinayana( untuk berdiam di dalamnya
); memahami irrealistisnya semua fenomena yang tidak bertahan maupun
mempunyai sifat bebas, dan yang tak ber-ego dan tak berwujud, tetapi karena
ikrar fundamentilnya sendiri belum terpenuhi seluruhnya, dia tidak boleh
menganggap pahala, ketenangan, dan kebijaksanaan sebagai tidak nyata sehingga
dengan demikian berhenti mempraktekkannya.”

“Inilah yang disebut Bodhisattva tidak berdiam di dalam keadaan tidak


aktif.”

“Selain itu, untuk memenangkan pahala, seorang Bodhisattva tidak


berdiam dalam yang-di-luar-duniawi, dan untuk memperoleh kebijaksanaan dia
tidak menghabiskan yang-duniawi. Karena cinta kasih dan belas kasihnya yang
besar dia tidak berdiam dalam yang-di-luar-duniawi, dan untuk memenuhi semua
ikrarnya dia tidak menghabiskan semua yang duniawi. Untuk mengumpulkan
obat Dharma dia tidak berdiam dalam yang-di-luar-duniawi, dan untuk
memberikan pengobatan dia tidak menghabiskan yang-duniawi. Karena dia
mengetahui penyakit semua makhluk hidup dia tidak berdiam dalam yang-di-luar-
duniawi, dan karena dia ingin mengobati sakit mereka, dia tidak menghabiskan
yang-duniawi.”

“Orang bajik, seorang Bodhisattva yang mempraktekkan Dharma ini tidak


menghabiskan yang duniawi maupun berdiam dalam yang-di-luar-duniawi. Inilah
yang disebut Pintu Dharma Terhabiskan dan Tidak Terhabiskan Menuju
Pembebasan yang harus kalian pelajari.”

Sesudah mendengarkan Sang Buddha membabarkan Dharma, para


Bodhisattva tamu dipenuhi rasa gembira dan menghujani bunga ( surgawi )
berbagai warna dan keharuman dari chiliocosmos besar sebagai persembahan
kepada Hyang Buddha maupun ajaran-Nya. Kemudian mereka bersujud di kaki
Hyang Buddha dan memuji Ajaran-Nya yang belum pernah mereka dengar
sebelumnya dengan berkata, “Penggunaan metode bijaksana ( upaya ) yang

118
trampil dari Buddha Sakyamuni sungguh menakjubkan.” Sesudah berkata
demikian mereka menghilang untuk kembali ke negeri mereka.

119
BAB XII
MELIHAT BUDDHA AKSOBHYA196
Kemudian Hyang Buddha bertanya kepada Vimalakirti, “Bagaimana engkau
berbicara tentang kedatanganmu ke sini untuk melihat Tathagata, tetapi
bagaimanakah engkau memandang-Nya dengan seimbang ?”197

Vimalakirti menjawab, “Melihat realitas dalam tubuh sendiri adalah melihat


Buddha.”198 Aku melihat Tathagata tidak datang di masa lalu, tidak akan pergi di
masa yang akan datang, dan tidak berdiam di masa sekarang. Tathagata itu tidak
terlihat di dalam wujud ( rupa, skanda pertama ), pemadaman wujud maupun
sifat hakiki dari wujud. Dia tidak terlihat di dalam tanggapan ( vedana ), konsepsi (
sanjna ), diskriminasi ( samskara ), dan kesadaran ( vijnana ) ( yaitu ke-4 skanda
lainnya ), pemadamannya dan sifat hakikinya. Tathagata itu tidak berbentuk oleh
ke-4 elemen ( tanah, air, api, dan udara ) karena Dia itu ( immaterial ) bagaikan
ruang angkasa. Dia tidak berasal dari penggabungan ke-6 pintu masuk ( yaitu ke-6
organ indera ) karena Dia berada di luar mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan
intelek. Dia berada di luar ke-3 dunia ( dari keinginan, wujud, dan tak berwujud )
karena Dia bebas dari ke-3 pencemaran ( keinginan, amarah, dan kebodohan ).
Dia selaras dengan ke-3 gerbang ke nirvana dan telah mencapai ke-3 keadaan
penerangan ( atau ke-3 pengertian ) yang tidak berbeda dari ( sifat hakiki ) tiada
pencerahan. Dia itu bukan kesatuan maupun perpecahan, bukan kedirian
196
Dunia Sarvagandhasugandha yang diungkapkan sebelumnya adalah dimaksudkan agar penganut Hinayana
membandingkan kemurniannya terhadap kekotoran dunia Saha untuk mendorong mereka mengembangkan
pikiran Mahayana dan dan mempraktekkan Jalan Bodhisattva. Bab ini mengungkapkan tanah suci Buddha
Aksobhya untuk mengajarkan bahwa suatu tanah itu murni bila pikiran murni dan tidak murni bila pikiran kotor,
dan bahwa tidak ada tanah murni yang terlepas dari dunia yang kotor ini, karena pada saat pencerahan tanah
sucinya adalah di sini, pada saat dan tempat itu juga, dan bukan di manapun.
197
Yaitu bagaimana engkau memandang-Nya dengan seimbang ? Hyang Buddha menunjuk ucapan Vimalakirti
pada Manjusri, “Sekarang kita bisa berangkat dan melihat Sang Buddha. ( lihat hal.. paragraph.. ) dan bertanya
pada sang Upasaka bagaimana Dia akan memandang Tathagata.
198
Ini bagaikan melawan arus ( tubuh ) untuk mencapai hulunya ( sifat Buddha di dalam manusia ) karena semua
hal / benda timbul dari pikiran, yang jika terbebas dari ikatan adalah penerangan. Karena realitas itu bukan wujud
maupun tak-berwujud, bukan kesatuan maupun perpecahan, bukan ini maupun itu, melainkan cahaya tunggal
nyata yang merupakan isi pikiran yang sama dalam satu makhluk hidup maupun dalam seorang Buddha. Dengan
demikian ‘melihat realitas di dalam tubuh adalah cara memandang Sang Buddha.’ Dengan perkataan lain, untuk
melihat Tathagata seorang harus melihat ke dalam pikiran sendiri ( di dalam tubuhnya ) yang merupakan tujuan
dari ajaran Ch’an dan metode yang diajarkan oleh Avalokitesvara di dalam Surangama Sutra ( lihat The Surangama
Sutra, hal 135 ).

120
maupun yang lainnya , bukan wujud maupun tak berwujud199 bukan di pantai sini
( dari tiada pencerahan ) maupun di pantai sana ( dari pencerahan ) maupun di
arus tengah200 sewaktu mengubah makhluk hidup. Dia memahami kondisi
nirvana ( atas keheningan dan pemadaman keberadaan duniawi ) tetapi tidak
berdiam di dalam pemadaman permanennya.201 Dia itu bukan ini maupun itu dan
tidak bisa diungkapkan oleh ke-2 ekstrem ini.202 Dia tidak bisa diketahui oleh
intelek atau dicerap oleh kesadaran.203 dIa itu tidak terang maupun gelap. Dia
tidak bernama dan tidak berwujud,204 tidak kuat maupun lemah, bukan bersih
maupun tidak bersih,205 tidak di dalam tempat tertentu maupun di luar dari itu,206
dan bukan yang-duniawi maupun yang-di-luar-duniawi. Dia tidak dapat
ditunjukkan maupun dibicarakan.207 Dia tidak murah hati maupun egois; Dia tidak
memegang maupun melanggar larangan; berada diluar kesabaran dan amarah,
kerajinan dan kelalaian, keheningan dan gangguan. Dia tidak pintar maupun
bodoh, dan tidak jujur maupun menipu. Dia tidak datang maupun pergi, dan tidak
memasuki maupun meninggalkan. Dia berada di luar jangkauan kata dan
ucapan.208 Dia bukanlah ladang berkah maupun kebalikannya, bukan pantas
maupun tak pantas untuk pemujaan dan persembahan. Dia tidak bisa diraih
maupun dilepas serta berada di luar ‘adalah’ ( is ) dan ‘bukan’ ( is not ). Dia setara
dengan realitas dan dengan sifat Dharma ( Dharmata ) serta tidak dapat ditandai
dan ditaksir, karena Dia berada di luar menaksir dan mengukur. Dia tidak besar
maupun kecil, tidak terlihat maupun terdengar, tidak bisa dirasakan atau
diketahui, bebas dari segala simpul dan ikatan; setara dengan segala pengetahuan
dan dengan sifat ( hakiki ) dari segala makhluk hidup, dan tidak bisa dibedakan

199
Dia bebas dari ikatan terhadap nirvana tak berwujud dan wujud ilusi di dalam samsara.
200
Dia berada di luar dualitas tak berpencerahan dan pencerahan, dan tidak berdiam di dalam arus tengah untuk
mengubah semua makhluk hidup.
201
Nirvana aadalah keadaan keheningan dan pemadaman semua keberadaan duniawi yang tidak bisa merupakan
subyek pemusnahan lebih lanjut. Lagipula, dia tidak berdiam di dalam nirvana agar bisa memikul tugas
penyelamatan.
202
Karena Dia itu tidak mendua dan absolut.
203
Karena Dia itu tidak terpikirkan.
204
Karena Dia itu berada di luar nama dan rupa, mata rantai ke-4 dari 12 nidana atau mata rantai kehidupan
bersyarat.
205
Dia berada di luar segala relativitas dan pertentangan.
206
Dia berada di luar ruang karena Dia Maha Ada.
207
Karena Dia itu tak terbayangkan.
208
Dia telah mencapai tahap yang tak terungkapkan dengan ucapan maupun tulisan.

121
dari segala hal / benda. Dia berada di luar keuntungan dan kerugian, bebas dari
pencemaran dan kesusahan ( klesa ), berada di luar menciptakan dan
menimbulkan ( apapun ), berada di luar kelahiran dan kematian, berada di luar
ketakutan dan kekuatiran, berada di luar suka dan tidak suka, dan berada di luar
keberadaan di masa lalu, yang akan datang dan sekarang. Dia tidak dapat
diungkapkan dengan kata, ucapan, pembedaan, dan penunjukan.”

“Yang Dijunjungi, dengan tubuh dari Tathagata yang demikian, melihat-Nya


seperti yang disebutkan di atas adalah benar sedangkan melihat-Nya selain
daripada itu adalah tidak benar.”

Kemudian Sariputra bertanya pada Vimalakirti, “Di manakah tempat engkau


meninggal agar terlahir di sini ?”209

Vimalakirti bertanya kembali, “Apakah Dharma ( Sravaka ) yang telah


engkau capai merupakan subyek kematian dan kelahiran kembali ?”210

Sariputra menjawab, “Dharma itu berada di luar kematian dan kelahiran.”

Vimalakirti bertanya, “Jika tidak ada kelahiran maupun kematian mengapa


engkau bertanya padaku, ‘Di manakah tempat engkau meninggal agar terlahir di
sini ?’ Apakah pendapatmu tentang laki-laki dan perempuan ilusi yang diciptakan
oleh seorang pengkhayal, apakah mereka itu subyek kematian dan kelahiran ?”

Sariputra menjawab, “Mereka bukan subyek kematian dan kelahiran.


Apakah engkau tidak mendengar Hyang Buddha berkata bahwa segala hal / benda
adalah ilusi ?”

Vimalakirti menjawab, “Ya, jika segala hal / benda adalah ilusi, mengapa
engkau bertanya padaku di mana aku meninggal agar terlahir di sini ? Sariputra,
kematian adalah tidak nyata dan memperdayakan, dan berarti kebusukan dan
kehancuran ( bagi manusia duniawi ), sedangkan kehidupan yang juga tidak nyata
dan memperdayakan berarti kesinambungan baginya. Bagi Bodhisattva sekalipun

209
Sariputra mengagumi kemampuan berbicara Vimalakirti dan bertanya di mana Dia belajar semua ini sebelum
kelahiran-Nya di Vaisali.
210
Sariputra telah mencapai tak terlahirkan sebagaimana diajarkan oleh Hinayana yang mengajarkan bahwa
kelahiran dan kematian adalah ilusi dan palsu.

122
dia menghilang ( di suatu tempat ) dia tidak mengakhiri ( perbuatan baik )
kebaikannya, dan sekalipun dia muncul kembali ( di tempat lain ) dia mencegah
timbulnya kejahatan.”211

Setelah itu Hyang Buddha berkata kepada Sariputra, “Ada suatu tanah (
Buddha ) yang disebut alam Abhirati ( Penuh Kegembiraan ). Buddhanya adalah
Buddha Aksobhya,212 di mana Vimalakirti menghilang untuk datang ke sini.213

Sariputra berkata, “Sungguh suatu hal yang langka, Yang Dijunjungi, bahwa
orang ini bisa meninggalkan suatu tanah suci untuk datang ke dunia yang
dipenuhi kebencian dan bahaya ini.”

Vimalakirti bertanya kepada Sariputra, “Sariputra, apa pendapatmu tentang


cahaya sang surya; bila ia muncul apakah cahaya itu bersatu dengan kegelapan ?”

Sariputra menjawab, “Di mana ada cahaya sang surya di situ tidak ada
kegelapan.”

Vimalakirti bertanya, “Mengapa sang surya bersinar di atas Jambudvipa (


bumi ) ini ?”

Sariputra menjawab, “Ia bersinar untuk mengusir kegelapan.”

Vimalakirti berkata, “Demikian pula, seorang Bodhisattva sekalipun terlahir


di dalam tanah Buddha yang tidak bersih, tidak bersatu dan bergabung dengan
kegelapan dan ketidaktahuan, tetapi ( mengajarkan dan ) mengubah makhluk
hidup untuk menghancurkan kegelapan klesa.”

Sewaktu persamuwan mengagumi dan ingin melihat Tathagata Aksobhya,


para Bodisattva dan Sravaka dari tanah suci Abhirati, Hyang Buddha yang
membaca pikiran mereka berkata pada Vimalakirti, “Orang bajik, tolong
perlihatkan Tathagata Aksobhya, para Bodhisattva dan Sravaka dari tanah
Abhirati kepada persamuwan ini.”
211
Vimalakirti membicarakan kelahiran dan kematian yang nyata bagi manusia duniawi tetapi palsu bagi
Bodhisattva.
212
Buddha Abadi, tidak terganggu dan tenang ( di tengah kerusuhan di Timur ).
213
Hyang Budha mengungkapkan negeri asal yang ditinggalkan Vimalakirti sebelum datang ke Vaisali untuk
menyelamatkan manusia.

123
Vimalakirti berpendapat bahwa dia harus, sambil tetap di tempat duduk-
Nya, mengambi dunia Abhirati dengan tangan-Nya berikut pegunungan yang
melingkarinya,214 bukit, sungai, kali, jurang, mata air, laut, Semeru, matahari,
bulan, bintang, planet, istana naga, hantu, roh halus, dan dewa, Bodhisattva,
Sravaka, kota, desa, laki-laki dan perempuan dari segala umur, Tathagata
Aksobhya, pohon bodhi dan bunga teratai-Nya yang indah, yang digunakan untuk
melakukan tugas penyelamatan Buddha di 10 penjuru, maupun ke-3 tangga
dengan tapakan permata yang menghubungkan Jambudvipa dengan
Trayastrimsa,215 melalui mana para dewa turun ke bumi untuk memberikan
penghormatan kepada Tathagata Aksobhya dan mendengarkan Dharma-Nya, dan
melalui mana manusia naik ke Trayastrimsa untuk bertemu para dewa. Semua ini
merupakan hasil pahala tak terhitung dari alam Abhirati, dari surga Akanistha216 di
atas sampai ke lautan di bawah217 dan diangkat oleh Vimalakirti dengan
mudahnya, bagaikan seorang pembuat tembikar mengangkat jenteranya,
membawa segalanya ke bumi untuk diperlihatkan kepada persamuwan bagaikan
memperlihatkan hiasan kepala-Nya sendiri.

Vimalakirti kemudian memasuki keadaan Samadhi dan menggunakan


kekuatan transenden-Nya untuk mengambil ( dengan tangan kanan-Nya ) dunia
Abhirati yang ditaruh-Nya di bumi ini. Para Bodhisattva, Sravaka, dan beberapa
dewa yang telah mencapai kekuatan transenden bertanya pada Buddha mereka,
“Yang Dijunjungi, siapakah yang telah memindahkan kita ? Maukah Engkau
melindungi kami ?” Sang Buddha Abadi berkata, “Ini bukanlah perbuatan-Ku,
melainkan oleh Vimalakirti, yang menggunakan kekuatan transenden-Nya.”
Tetapi mereka yang belum memperoleh kekuatan transenden tidak mengetahui
maupun merasakan bahwa mereka telah berpindah tempat. Dunia Abhirati tidak
berkembang maupun menyusut sesudah ditempatkan di bumi yang mana tidak
terjejali maupun direnggangi sambil tidak berubah seperti sedia kala.

214
Yaitu cakrawala yang membentuk lingkaran dunia Abhirati
215
Trayastrimsa: surga dari ke-33 dewa, ke-2 dari surga nafsu.
216
Surga Akanistha:surga wujud yang paling tinggi
217
Di atas Sumeru adalah surga Indra; di bawahnya adalah ke-4 deva loka; di sekelilingnya adalah ke-8 lingkaran
pegunungan, dan di antaranya ke-8 lautan, keseluruhan dari itu membentuk 9 pegunungan dan 8 lautan.

124
Pada saat itu Buddha Sakyamuni berkata pada persamuwan, “Pandanglah
Tathagata Aksobhya dari Tanah Abhirati yang indah, di mana para Bodhisattva
hidup dengan murni dan siswa dari Hyang Buddha adalah tidak bernoda.”

Persamuwan menjawab, “Ya, kami telah melihatnya.”

Hyang Buddha menjawab, “Jika seorang Bodhisattva ingin hidup di dalam


tanah Buddha yang murni dan bersih seperti ini, dia harus mempraktekkan jalan
yang ditempuh oleh Tathagata Aksobhya.”

Sewaktu tanah murni Abhirati muncul, 14 nayuta manusia di dunia Saha ini
mengembangkan pikiran yang dipusatkan pada penerangan sempurna, dan
berikrar untuk terlahir kembali di alam Abhirati. Buddha Sakyamuni kemudian
meramalkan kelahiran kembali mereka nanti di situ.

Sesudah ( para Bodhisattva tamu ) melakukan tugas penyelamatan untuk


kebaikan makhluk hidup di dunia ini, tanah murni Abhirati kembali ke tempatnya
semula, dan ini terlihat oleh seluruh persamuwan.

Kemudian Hyang Buddha berkata kepada Sariputra, “Apakah engkau telah


melihat dunia Abhirati dan Tathagata Aksobhya ?”

Sariputra menjawab, “Ya, Yang Dijunjungi, aku telah melihatnya. Semoga


segenap makhluk hidup memenangkan tanah suci seperti kepunyaan Buddha
Aksobhya ini dan memperoleh kekuatan transenden seperti yang dimiliki
Vimalakirti ! Yang Dijunjungi, kami telah mendapat manfaat besar dari bertemu
dan memberikan penghormatan pada orang ini sekarang. Dan makhluk hidup
yang mendengarkan sutra ini sekarang atau sesudah nirvana-nya Buddha juga
akan mendapatkan manfaat besar; apalagi jika sesudah mendengarnya mereka
percaya, mengerti, menerima, dan mempertahankannya atau membaca,
mengucapkan, menerangkan, dan mengajarkannya, serta mempraktekkan sesuai
dengan Dharmanya. Dia yang menerima sutra ini dengan kedua tangan,
sesungguhnya telah mengamankan harta permata Dharma; jika sebagai
tambahan, dia membaca, mengucapkan, mengerti artinya dan mempraktekkan
sesuai dengan itu, dia akan diberkahi dan dilindungi oleh semua Buddha. Mereka
yang memberikan persembahan kepada orang ini ( Vimalakirti ) akan secara
125
otomatis melalui Dia memberikan persembahan kepada semua Buddha. Dia yang
menyalin sutra ini dan mempraktekkannya, akan dikunjungi oleh Tathagata yang
akan datang ke rumahnya. Dia yang bergembira sesudah mendengarkan sutra ini,
ditakdirkan akan memperoleh segala pengetahuan ( sarvajna ). Dan dia yang bisa
mempercayai dan mengerti sutra ini, atau bahkan ( salah satu ) dari gatha 4 baris
manapun dan mengajarkannya pada yang lain, akan menerima ramalan ( dari
Buddha ) atas pencapaian penerangan sempurnanya di masa yang akan datang.

126
BAB XIII
PERSEMBAHAN DHARMA
Setelah itu, Sakra,218 yang berada di dalam persamuwan berkata kepada
Hyang Buddha, “Yang Dijunjungi, sekalipun aku telah mendengarkan ratusan dan
ribuan sutra yang dibabarkan oleh-Mu dan Manjusri, aku belum mendengar Sutra
Tak Terbayangkan tentang kekuatan transenden tertinggi dan realitas mutlak ini.
Menurut pengertianku dari ajaran-Mu barusan, jika makhluk hidup yang
mendengarkan Dharma dari Sutra ini percaya, mengerti, menerima,
mempertahankan, membaca, dan mengucapkannya,mereka tentunya akan
mendapatkan Dharma ini. Apalagi bila seseorang mempraktekkannya sesuai
dengan yang diajarkan; dia akan menutup semua pintu menuju kehidupan rendah
dan akan membuka semua pintu menuju keberkahan, akan memperoleh
kesempurnaan Buddha, akan menaklukkan aliran menyimpang, menghancurkan
iblis, mengembangkan Bodhi, menyiapkan tempat penerangan ( Bodhimandala )
dan mengikuti jejak Tathagata. Yang Dijunjungi, jika ada orang yang menerima,
mempertahankan, membaca, mengucapkan, dan mempraktekkan Sutra ini, aku
dan pengikut-Ku akan memberikan segala kebutuhan hidup mereka. Jika sutra ini
disimpan di suatu kota atau desa, di taman atau di gurun, aku dan pengikutku
akan datang ke tempat di mana sutra ini diajarkan untuk mendengarkan
Dharmanya. Aku akan membuat mereka yang tidak percaya untuk
mengembangkan keyakinan terhadap kotbah ini. Sedangkan terhadap mereka
yang percaya aku akan melindunginya.”

Hyang Buddha berkata, “Bagus, Sakra, bagus; sungguh menyenangkan


untuk mendengar apa yang baru engkau katakan. Sutra ini memberikan
penjelasan yang terperinci tentang penerangan tertinggi tak terbayangkan yang
dicapai oleh Buddha masa lalu, yang akan datang, dan sekarang.”219

“Oleh sebab itu, Sakra, jika seorang laki-laki atau perempuan bajik
menerima, menyimpan, membaca, mengucapkan, dan menghormati sutra ini,

218
Sakra, penguasa surga ke-33, pn 158
219
Lihat juga hal.. dan .. tentang urutan ke-3 masa waktu ( lampau, yang akan datang, dan sekarang ) yang
kelihatan aneh bagi ilmuwan modern yang tidak mengetahui dalamnya arti sutra Mahayana.

127
sikap yang demikian itu setara dengan memberikan persembahan kepada Buddha
masa lalu, yang akan datang, dan sekarang. Sakra, jika chiliocosmos besar ini
dipenuhi dengan Tathagata tak terhitung sebanyak tanaman tebu, bambu, alang-
alang, biji padi dan biji rami di ladangnya; dan jika seorang laki-laki atau
perempuan bajik yang telah menghabiskan seluruh kalpa ataupun suatu kalpa
yang menyusut220 untuk memuja, menghormati, memuji, melayani, dan
memberikan persembahan kepada para Buddha ini, dan kemudian sesudah
nirvana ( meninggal ) nya Mereka, mengumpulkan peninggalan ( sharira )-Nya dan
membangun stupa dengan 7 permata seluas ke-4 surga dewa ( dikumpulkan ) dan
tingginya mencapai surga Brahma berikut menara yang indah, di mana dia
memberikan persembahan dengan bunga, dupa, untaian batu mulia, panji, dan
music merdu selama satu kalpa penuh maupun satu kalpa menyusut, Sakra,
menurut pendapatmu besarkah pahalanya ?”

Sakra menjawb, “Sangat besar, Yang Dijunjungi, dan adalah tidak mungkin
untuk menghitung pahalanya selama ratusan dan ribuan kalpa.”

Sang Buddha berkata, “Sakra, perlu engkau ketahui bahwa jika ada laki-laki
atau perempuan bajik lainnya, yang sesudah mendengarkan Sutra Pembebasan
Tak Terbayangkan ini, percaya, mengerti, menerima, menyimpan, membaca,
mengucapkan, dan mempraktekkan sutra ini, pahalanya akan melampaui yang
dimiliki oleh laki-laki dan perempuan bajik sebelumnya. Mengapa ? Karena bodhi
( penerangan ) dari semua Buddha berasal dari Dharma ini, dan oleh karena
penerangan itu berada di luar segala ukuran, pahala dari sutra ini tidak dapat
ditaksir.”

Sang Buddha melanjutkan, “Dahulu kala, pada suatu kalpa tak terhitung di
masa lampau, ada seorang Buddha yang disebut Bhaisajyaraja ( yang gelarnya
adalah ); Tathagata221, Arahat,222 Samyaksambuddha,223 Vidya-Carana-
Sampanna,224 Sugata,225 Lokavid,226 Anuttara,227 Purusa-Damya-Sarathi,228 Sasta-
220
Kalpa yang menyusut, di mana usia kehidupan secara bertahap berkurang dibandingkan dengan kalpa
berkembang di mana usia kehidupan bertambah dengan sama ( lihat Abhidharma-kosa-sastra ).
221
Tathagata; Yang Mutlak, ( yang ) datang sebagaimana semua Buddha lainnya, lihat juga hal..
222
Arahat; yang layak dipuja.
223
Samyak-Sambuddha; Maha Tahu
224
Vidya-Carana-Sampanna; pengetahuan – perilaku sempurna.

128
Devamanusyanam,229 dan Buddha-Lokanatha atau Bhagavan.230 Dunia-Nya
disebut Mahavyuha231 dan kalpa-Nya adalah Alamkarakakalpa.232 Buddha
Bhaisajya-raja berdiam selama 20 kalpa kecil.233 Jumlah Sravakanya mencapai 36
nayuta dan Bodhisattvanya 12 lac. Sakra, di situ ada seorang penguasa surgawi (
cakravarti )234 yang disebut Canopy Mulia ( Ratnacchatara ) yang memiliki ke-7
permata dan merupakan penjaga dari ke-4 surga. Dia mempunyai 1.000 anak
laki-laki yang disegani, berani, dan telah menaklukkan semua oposisi.”

“Pada waktu itu Ratnacchatara dan pengikutnya telah memuja dan


memberikan persembahan pada Tathagata Bhaisajyaraja selama 5 kalpa, sesudah
itu dia berkata pada ke-1000 anak laki-lakinya, ‘Engkau harus memberikan
persembahan dengan hormat kepada Sang Buddha sebagaimana yang telah
kulakukan.’ Untuk mematuhi perintah ayahnya, mereka memberikan
persembahan kepada Tathagata Bhaisajyaraja selama 5 kalpa, sesudah itu, salah
satu dari anaknya yang bernama Canopy Bulan ( Candracchatara ), sewaktu
berada sendirian, merenung, ‘Apakah ada bentuk persembahan lain yang
melampaui apa yang telah kami lakukan sampai saat ini ?’ Di bawah pengaruh
kekuatan transenden dari Sang Buddha, seorang dewa yang berada di langit
berkata, ‘Orang bajik, persembahan Dharma melampaui segala jenis
persembahan lainnya.’ Canopy Bulan bertanya, ‘Apakah persembahan Dharma
itu ?’ Sang dewa menjawab, ‘Pergilah dan tanyakan pada Tathagata Bhaisajyaraja
yang akan menerangkan semuanya’.”

225
Sugata; yang menempuh Jalan Mulia.
226
Lokavid; pengenal segenap dunia.
227
Anuttara; yang tak tertandingi.
228
Purusa-Damya-Sarathi; penjinak nafsu.
229
Sasta-Devamanusyanam; guru dewa dan manusia.
230
Buddha-Lokanatha atau Bhagavan Yang Dijunjungi. Dari no 214 – 223 di atas adalahke-10 gelar seorang Buddha
penuh.
231
Mahavyuha; Maha Gemilang.
232
Alamkarakakalpa; kalpa gemilang.
233
Kalpa kecil ( antara kalpa ); menurut Abhidharma-kosa-sastra, 1 kalpa kecil adalah suatu masa di mana umur
manusia bertambah 1 tahun setiap 1 abad sampai mencapai 84.000; kemudian umur itu berkurang dengan tingkat
yang sama sampai masa kehidupan mencapai 10 tahun; masing-masing proses ini 1 kalpa, tetapi ada yang
menghitung keduanya sebagai 1 kalpa kecil.
234
Cakravarti: seorang dewa yang roda keretanya menggelinding ke mana-mana tanpa rintangan.

129
“Setelah itu Canopy Bulan menghadap Tathagata Bhaisajyaraja, bersujud di
kaki-Nya dan berdiri di samping sambil bertanya, ‘Yang Dijunjungi, ( aku telah
mendengar bahwa ) persembahan Dharma melampaui segala jenis persembahan
lainnya; apakah persembahan Dharma itu ?’ ”

“Hyang Tathagata menjawab, ‘Orang bajik, persembahan Dharma itu


diajarkan oleh semua Buddha di dalam sutra yang dalam, tetapi sangat sukar bagi
manusia duniawi untuk mempercayai dan menerimanya karena artinya yang
substil ( halus ) dan susah diketahui, karena ( persembahan itu ) tidak bernoda di
dalam kemurnian dan kebersihannya. Itu berada di luar jangkauan pemikiran dan
diskriminasi; itu berisi gudang kekayaan Dharma dari Bodhisattva dan disegel oleh
symbol Dharani;235 tidak pernah mengalami kemunduran karena mencapai ke-6
penyempurnaan, mengetahui perbedaan di antara berbagai arti, selaras dengan
Dharma Bodhi, berada di atas segala sutra, membantu manusia memasuki cinta
kasih dan welas asih yang besar, menghindari iblis dan pandangan sesat, selaras
dengan hukum sebab akibat dan ajaran tentang inrealitasnya ego, manusia,
makhluk hidup, dan kehidupan,236 dan tentang keadaan hampa, tanpa wujud, tak
menciptakan dan tak menumbuhkan.237 ( Persembahan itu ) memungkinkan
makhluk hidup duduk di dalam suatu bodhimandala238 untuk memutar roda
hukum. Itu dipuji dan dihormati oleh naga, gandharva, dan sebagainya. Hal itu
bisa membantu makhluk hidup mencapai gudang Dharma Buddha dan
mengumpulkan segala pengetahuan ( sarvajna yang dicapai oleh ) orang suci dan
orang bijak, mengkotbahkan semua jalan yang diikuti oleh semua Bodhisattva,
mengandalkan pada realitas hakiki semua hal / benda, mengumumkan ( doktrin )
ketidakkekalan, penderitaan, kehampaan, dan absennya ego dan nirvana. Itu bisa
menyelamatkan semua makhluk hidup yang telah melanggar sila dan menakuti
semua iblis, penganut aliran sesat dan orang serakah. Itu dipuji oleh semua
Buddha, orang suci dan orang saleh karena menghapuskan penderitaan dari

235
Symbol – Dharani; stabilisator atau kekuatan untuk mengendalikan kebaikan agar tidak lenyap dan juga atas
kejahatan agar tidak timbul.
236236
Ilusi atas ego, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan sebagaimana diajarkan dalam Sutra Intan, lihat Ch’an
dan Zen Teaching, First Series, hal 161.
237
Ke-3 gerbang ke nirvana.
238
Yaitu duduk di dalam suatu Bodhimandala atau lingkaran penerangan untuk memutar roda hukum atau
menyebarkan Dharma.

130
kelahiran dan kematian, mengungkapkan kegembiraan di dalam nirvana
sebagaimana dikotbahkan oleh para Buddha dari ke-3 masa waktu dan 10
penjuru’.”

“Jika seorang pendengar, sesudah mendengarkan sutra ini, percaya,


mengerti, menerima, mempertahankan, membaca, mengucapkannya dan
menggunakan metode yang tepat ( upaya ) untuk mengkotbahkannya dengan
jelas kepada orang lain, memegang Dharma dengan demikian disebut
persembahan Dharma.”

“Selain itu, mempraktekkan semua Dharma sesuai dengan yang diajarkan,


menyelaraskan diri dengan doktrin 12 mata rantai kehidupan bersyarat,
menghapuskan semua pandangan heterodox, mencapai anutpattika-dharma-
ksanti ( sebagai berada di luar penciptaan ), memutuskan selamanya inrealitisnya
ego dan ketidakberadaan makhluk hidup, dan menanggalkan segala dualitas atas
ego dan obyeknya tanpa penyimpangan dan kontradiksi terhadap hukum sebab
akibat serta pembalasan dari baik dan jahat; dengan menekankan pada arti
daripada kata-kata, pada kebijaksanaan daripada kesadaran, pada sutra yang
mengungkapkan seluruh kebenaran daripada yang mengungkapkan sebagian; dan
pada Dharma daripada manusianya ( yakni pengkotbahnya );239 menyesuaikan
terhadap ke-12 mata rantai kehidupan bersyarat ( nidana ) yang tidak berasal dari
mana maupun pergi ke mana, dimulai dari ketidaktahuan ( avidya ) yang secara
fundamental tidak berada, dan konsepsi ( samskara ) yang secara basic juga tidak
nyata, sampai ke kelahiran ( jati ) yang juga tidak berada secara fundamental, dan
umur tua dan kematian ( jaramarana ) yang juga sama tidak nyatanya.
Direnungkan demikian, ke-12 mata rantai kehidupan bersyarat adalah tidak habis-
habisnya, dan dari itu mengakhiri pandangan ( yang salah ) tentang
penghancuran.240 Inilah persembahan Dharma yang tak terlampaui’.”

239
Hyang Buddha berkata kepada murid-Nya, “Sesudah nirvana-Ku, engkau harus mengandalkan 4 hal yang akan
merupakan gurumu; pada Dharma daripada manusia, pada arti daripada kata-kata, pada kebijaksanaan daripada
intelek, dan pada sutra yang mengungkapkan seluruh kebenaran daripada yang mengungkapkan sebagian.”
240
Ke-12 mata rantai kehidupan bersyarat yang disinggung di permulaan paragraf ini menunjukkan bahwa itu tidak
tercipta, dan sekali lagi disinggung di sini untuk menunjukkan, bahwa karena tidak nyata, ia tidak dapat
dihancurkan karena prinsip hakikinya yang tak terhabiskan.

131
Sang Buddha kemudian berkata pada Sakra, “Canopy Bulan, sesudah
mendengarkan Dharma dari Buddha Bhaisajya ( Buddha Pengobatan ), ( hanya )
mencapai Kesabaran Penuh keselarasan,241 dan melepaskan jubahnya yang mahal
untuk dipersembahkan kepada Buddha tersebut, sambil berkata, ‘Yang Dijunjungi,
sesudah nirvana-Mu, aku akan memberikan persembahan Dharma untuk
mempertahankan doktrin yang murni, apakah kekuatan kebajikan-Mu itu akan
membantuku dalam mengatasi iblis dan mempraktekkan perilaku Bodhisattva ?’ ”

“Buddha Bhaisajya mengetahui pikirannya yang luhur dan meramalkan,


‘Sampai saat terakhir engkau akan menjaga benteng pelindung Dharma ini’.”

“Sakra, pada saat itu Canopy Bulan mencerap Dharma yang murni dan
bersih, dan sesudah menerima ramalan Sang Buddha, mempercayainya dan
meninggalkan rumah tangganya untuk bergabung dengan Sangha. Dia
mempraktekkan Dharma dengan tekun sehingga tidak lama kemudian
memperoleh ke-5 kekuatan transenden. Di dalam tahap perkembangan
Bodhisattvanya, dia memperoleh kemampuan berbicara tak terbatas melalui
pengendalian sempurnanya ( Dharani atas semua pengaruh luar ). Sesudah
nirvananya Buddha Bhaisajya, dia menggunakan kemampuan berbicara ini untuk
memutar roda hukum, menyebarluaskan Dharma selama 10 kalpa kecil. Canopy
Bulan tidak mengenal lelah dalam mengajarkan Dharma dan mengubah sejuta lac
manusia yang berdiri teguh di dalam pencarian penerangan sempurna, 14 nayuta
manusia memutuskan untuk mencapai tahap Sravaka dan Pacceka Buddha, dan
makhluk yang tak terhitung terlahir di surga.”

“Sakra, siapakah Raja Canopy mulia itu ? Dia sekarang adalah seorang
bUddha yang disebut Tathagata Ratnarcis ( Nyala Mulia ), dan ke-1.000 anaknya
adalah ke-1.000 Buddha dari Bhadrakalpa ( Kalpa Kebajikan ) sekarang, di mana
Buddha pertamanya adalah Krakucchanda dan Buddha terakhirnya adalah Rucika.
Bhiksu Canopy Bulan adalah diri-Ku sendiri. Sakra, perlu engkau ketahui, bahwa
persembahan Dharma itu adalah bentuk persembahan yang tertinggi. Oleh sebab

241
Yaitu Meekness ( menurut / tidak bertentangan ) untuk selaras dengan Dharma, tetapi yang belum memasuki
realitas.

132
itu, engkau harus memberikan persembahan Dharma sebagai persembahan
kepada semua Buddha.”

133
BAB XIV
PESAN UNTUK MENYEBARKAN SUTRA INI
Hyang Buddha kemudian berkata kepada Maitreya, “Maitreya, sekarang
juga Kupercayakan kepada-Mu Dharma Penerangan Sempurna yang telah
Kukumpulkan selama kalpa yang tak terhitung ini. Dalam periode ke-3 ( terakhir )
dari kalpa Buddha242engkau harus menggunakan kekuatan transenden untuk
mengumumkan dengan luas di Jambudvipa ( bumi ) sutra ( luhur ) seperti ini,
tanpa membiarkannya terputus. Karena di dalam generasi mendatang akan
terdapat laki-laki dan perempuan bajik, maupun naga, hantu, roh, gandharva, dan
raksasa, yang akan menikmati Dharma agung ini dan akan memutuskan untuk
mencari penerangan sempurna; jika mereka tidak mendengar tentang sutra
seperti ini, mereka akan kehilangan manfaat yang besar dan akan mengalami
kemunduran ( binasa ). Jika mereka mendengar ajaran ini mereka akan bersuka
cita, akan percaya, dan akan menerimanya segera dengan menempatkannya di
atas kepala mereka. Demikianlah, demi untuk melindungi putra putri bajik ini di
masa mendatang, engkau harus menyebarluaskan ajaran ini.”

“Maitreya, perlu engkau ketahui bahwa ada 2 kategori Bodhisattva, yaitu


mereka yang menyukai kata-kata muluk dan gaya menyolok, dan mereka yang (
tidak takut ) untuk menggali arti dalam dari Dharma untuk dipahami. Kesukaan
pada kata-kata muluk dan gaya menyolok menunjukkan kedangkalan dari seorang
Bodhisattva yang baru diinisiasi; tetapi dia yang sesudah mendengar tentang
kebebasan dari kemelekatan dan ikatan sebagaimana diajarkan dalam sutra luhur
ini, tidak takut terhadap artinya yang dalam, di mana dia berusaha untuk
menguasainya, dari situ mengembangkan pikiran murni untuk menerima,
menyimpan, membaca, mengucapkan, dan mempraktekkan ( Dharma itu )
sebagaimana diajarkan, adalah seorang Bodhisattva yang telah berlatih lama
sekali.”

242
Sesudah nirvananya Buddha, periode pertama dari kalpa Buddha adalah 500 tahun dari doktrin asli; yang ke-2
adalah ke-1.000 tahun dari hukum duplikat atau kemiripan doktrin, dan yang ke-3 adalah ke-1.000 tahun dari
kemunduran dan berakhirnya.

134
“Maitreya, ada 2 kelas Bodhisattva yang baru diinisiasi yang tidak dapat
mengerti Dharma yang sangat dalam: mereka yang pada saat mendengar sutra
luhur yang belum pernah mereka dengar sebelumnya, timbul rasa takut dan
keraguan, tidak bisa menerimanya sambil terus menghujatnya dengan berkata,
‘Aku belum pernah mendengarnya, dari mana datangnya ini ?’ dan mereka yang
menolak untuk mengunjungi dan memberikan persembahan kepada pembabar
sutra luhur ataupun mencari-cari kesalahannya; inilah ke-2 kelas dari Bodhisattva
yang baru diinisiasi yang tidak bisa mengendalikan pikiran mereka sewaktu
mendengarkan Dharma yang dalam, dan dengan demikian merugikan mereka
sendiri.”

“Maitreya, selain itu masih ada 2 kategori Bodhisattva yang merugikan


dirisendiri dan gagal mencapai anutpattika-dharma-ksanti kendati keyakinan dan
pengertian mereka terhadap Dharma yang dalam, mereka adalah ( pertama )
yang meremehkan Bodhisattva yang baru diinisiasi dan tidak mau mengajari dan
membimbing mereka; dan ( kedua ) mereka yang kendati keyakinan mereka
terhadap Dharma yang dalam, masih menumbuhkan diskriminasi di antara wujud
dan tanpa wujud.”

Sesudah mendengarkan Sang Buddha membabarkan Dharma, Maitreya


berkata, “Yang Dijunjungi, ajaran Tathagata yang luhur ini sungguh bagus dan
mengesankan. Seperti yang telah Engkau katakan, aku akan menjauhi kesalahan-
kesalahan ini dan mempertahankan Dharma Penerangan yang telah dikumpulkan
oleh Tathagata selama kalpa tak terhitung. Di masa yang akan datang, jika ada
laki-laki dan perempuan bajik yang mencari Dharma Agung, aku akan
menyebabkan sutra ini ditempatkan ke dalam tangan mereka, dan menggunakan
kekuatan transenden-Ku untuk membuat mereka mengingatnya agar bisa
menerima, menyimpan, membaca, mengucapkan, dan mengumumkannya
dengan luas.”

“Yang Dijunjungi, di masa berakhirnya Dharma yang akan datang, jika ada
yang bisa menerima, menyimpan, membaca, dan mengucapkan sutra ini dan
membabarkannya secara luas, mereka akan melakukannya di bawah pengaruh
kekuatan transenden-Ku.”

135
Hyang Buddha berkata, “Bagus, Maitreya, bagus; sebagaimana telah
engkau katakan, Aku akan membantu-Mu mencapai kegembiraan besar ini.”

Pada saat itu, semua Bodhisattva di dalam persamuwan merangkapkan


kedua tangan dan berkata kepada Hyang Buddha, “Sesudah nirvana-Mu, kami
juga akan mengumumkan Dharma Penerangan Sempurna ini dengan luas ke 10
penjuru dan akan membimbing pengkotbah Dharma ini untuk memperoleh Sutra
ini.”

Ke-4 Raja Dewa berkata kepada Sang Buddha, “Yang Dijunjungi, di segala
desa dan kota, negeri maupun hutan, di mana ada Sutra ini dan orang yang
membaca, mengucapkan, menerangkan, dan mengumumkannya, aku akan
membimbing pejabat setempat agar mengunjungi tempat tersebut untuk
mendengarkan Dharma itu, dan melindungi mereka sehingga tidak ada yang
berani mendekati radius 100 yojana dari tempat itu untuk mengganggu mereka.”

Hyang Buddha kemudian berkata pada Ananda, “Ananda, engkau juga


harus menerima, menyimpan, dan menyebarluaskan sutra ini.”

Ananda berkata, “Ya, Yang Dijunjungi, aku telah menerima Sutra ini dan
akan menyimpannya. Apakah judulnya itu ?”

Hyang Buddha berkata, “Ananda, judulnya adalah ‘Sutra yang


Dibabarkan oleh Vimalakirti’ atau ‘Pintu Tak Terbayangkan Menuju
Pembebasan,’ dengan mana engkau harus menerima dan menyimpannya.”

Sesudah Sang Buddha membabarkan Sutra ini, Aria Upasaka Vimalakirti,


Manjhusri, Sariputra, Ananda, dan yang lainnya, maupun dewa, asura, dan semua
hadirin dipenuhi kegembiraan; percaya, menerima dan menyimpannya;
memberikan penghormatan dan meninggalkan tempat itu.

136
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1) “The Vimalakirti Nirdesa Sutra,” Charles Luk, Shambala Publication,
Berkeley and London, 1972.
2) “The Teaching of Vimalakirti,” Sara Boin, Pali Text Society, London, 1976.
3) “The Holy Teaching of Vimalakirti,” Robert AF Thurman, The Pennsylvania
State University Press, 1976.
4) “The Surangama Sutra,” Charles Luk, Rider, London, 1966.
5) “Ch’an and Zen Teaching,” First Series, Charles Luk, Rider, London,
Shambala, Berkeley, 1960.
6) “Ch’an and Zen Teaching,” Third Series, Charles Luk, Rider, London;
Shambala, Berkeley, 1962.
7) “The Secret of Chinese Meditation,” Charles Luk, Rider, London; Weister,
New York, 1964.

137

Anda mungkin juga menyukai