DAGPO RINPOCHE
Penerbit Saraswati
2017
Pratityasamutpada
12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
Dikompilasi dari ajaran: Yang Mulia Dagpo Rinpoche pada tanggal 6 - 11 Februari
1998 & pada tanggal 16 - 19 Desember 2010 di Kadam Tashi Choe Ling, Malaysia
Hak cipta naskah terjemahan Inggris © 2011 Kadam Tashi Choe Ling, Malaysia
Hak cipta naskah terjemahan Indonesia ©2017 Penerbit Saraswati
Penerbit Saraswati
Email: penerbitsaraswati@gmail.com
Distributor Lamrimnesia
Care: +6285 2112 2014 1
Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com
Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
1. Pendahuluan 1
2. 12 Mata Rantai 5
3. Ketidaktahuan Akar 23
4. Ketidaktahuan Akar (lanjutan) 39
5. Karma-karma Pembentuk 53
6. Kesadaran 55
7. Nama dan Rupa 57
8. Indra 59
9. Kontak 61
10. Perasaan 63
11. Hasrat 65
12. Sikap mencengkeram 67
13. Eksistensi 69
14. Kehidupan 71
15. Penuaan dan Kematian 73
16. Penutup 75
Daftar Pustaka 77
Glosarium 79
Menghormati Buku Dharma 83
Dedikasi 84
Tentang Penerbit 85
Kata Pengantar
Di antara semua ajaran Buddha, topik Pratityasamutpada (12
Mata Rantai yang Saling Bergantungan) bisa dikatakan sebagai
ajaran inti dalam Buddhisme. Dagpo Rinpoche menyatakan bahwa
semua aspek ajaran Buddha pada akhirnya akan dikaitkan kembali
dengan topik Pratityasamutpada ini, baik ajaran dari tradisi Mahayana
maupun Therawada.
v
kita, yakni gabungan fenomena mental dan material yang membuat
kita eksis. Melalui indra, kita memiliki prasyarat untuk mengenali
dan berhubungan dengan sebuah objek. Melalui kontak, kita mampu
melakukan perhubungan dengan sebuah objek. Melalui perasaan,
kita mampu merasakan sensasi tertentu dari sebuah objek, yakni
menyenangkan, tak menyenangkan, atau netral. Melalui hasrat, kita
merasakan kemelekatan pada sebuah objek dan kebencian pada objek
lainnya. Melalui sikap mencengkeram, hasrat yang kita rasakan, baik
dalam bentuk kemelekatan ataupun kebencian, menjadi semakin kuat.
Melalui eksistensi, kita meraih kondisi untuk terlahir kembali. Melalui
kehidupan, kita benar-benar telah meraih sebuah bentuk kehidupan.
Melalui penuaan dan kematian, kita akhirnya menua dan mati.
vi
Biografi Singkat Dagpo Rinpoche
Dagpo Rinpoche, juga dikenal dengan nama Bamchoe Rinpoche,
lahir pada tahun 1932 di distrik Konpo, sebelah tenggara Tibet. Pada
usia 2 tahun, beliau dikenali oleh Dalai Lama ke-13 sebagai reinkarnasi
dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup. Ketika berusia 6 tahun,
beliau memasuki Biara Bamchoe, dekat distrik Dagpo. Di sana, beliau
belajar membaca dan menulis, juga mulai mempelajari dasar-dasar sutra
dan tantra. Pada usia 13 tahun, beliau memasuki Biara Dagpo Shedrup
Ling untuk mempelajari 5 Topik Utama filsafat Buddhis, yaitu: Logika,
Paramita, Madhyamika, Abhidharma, dan Winaya.
ix
khususnya dari 2 pembimbing utama Dalai Lama ke-14 – Kyabje Ling
Rinpoche dan Kyabje Trijang Rinpoche – dan juga dari Dalai Lama ke-
14 sendiri. Di bawah bimbingan mereka, beliau mempelajari 5 Topik
Utama dan tantra (beliau telah menerima banyak inisiasi dan menjalani
retret). Selain filsafat Buddhis, beliau juga menekuni astrologi, puisi,
tata bahasa, dan sejarah.
x
Beliau mulai mengunjungi Indonesia pada tahun 1988. Sejak
saat itu, setiap tahun beliau secara rutin datang ke Indonesia untuk
membabarkan Dharma, memberikan transmisi ajaran Buddha
(khususnya ajaran Lamrim atau Tahapan Jalan menuju Pencerahan),
dan memberikan beberapa inisiasi serta berkah.
xi
dengan Serlingpa di Indonesia dan mendapatkan instruksi tentang
bodhicita dari beliau. Serlingpa memberikan transmisi ajaran yang
berasal dari Manjushri, yaitu “Menukar Diri dengan Makhluk Lain.”
Setelah belajar dari Serlingpa, Atisha kembali ke India dan kemudian
diundang ke Tibet. Di sana, Atisha memainkan peranan yang sangat
penting untuk membawa pembaharuan bagi ajaran Buddha. Atisha
menjadi salah satu mahaguru yang sangat dihormati dalam Buddhisme
Tibet. Kedua guru besar ini kelak akan bertemu kembali di masa depan
dalam hubungan guru-murid yang sama, yaitu ketika Atisha terlahir
kembali sebagai Pabongkha Rinpoche dan menerima ajaran tentang
bodhicita dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup. Dagpo
Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup sendiri berperan penting dalam
menghidupkan kembali ajaran Lamrim di bagian selatan Tibet. Beliau
sangat terkenal karena penjelasannya yang gamblang tentang Lamrim
dan realisasinya akan bodhicita. Banyak guru Lamrim pada masa
itu yang mendapatkan transmisi dan penjelasan Lamrim dari beliau
sehingga akhirnya meraih realisasi atas ajaran Lamrim.
xii
mempunyai masa muda yang sulit sebelum akhirnya menjadi salah
satu guru terkemuka yang menyusun risalah Buddhis sebanyak 23 jilid.
Sejumlah kepala biara Dagpo Shedrup Ling juga termasuk ke dalam
silsilah reinkarnasi Dagpo Rinpoche.
xiii
1
Pendahuluan
2
Pendahuluan
3
2
12 Mata Rantai
topik 12 Mata Rantai bisa ditemukan di dalam bab tahapan jalan untuk
ketiga jenis makhluk, khususnya di bagian tahapan jalan untuk makhluk
motivasi atau kapasitas menengah.
1. Ketidaktahuan Akar
Mata rantai pertama adalah ketidaktahuan akar. Bagaimana cara
menjelaskannya? Ini adalah faktor mental atau kondisi batin yang
mencegah kita untuk memahami. Ia mempertahankan kita, secara
harfiah, dalam kegelapan. Karena itu, kadang-kadang ia diterjemahkan
sebagai penghalang batin atau kegelapan batin. Jenis pertama dari
ketidaktahuan akar adalah ketidaktahuan atau tak mengetahui. Jenis
6
12 Mata Rantai
7
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
2. Karma Pembentuk
Mata rantai kedua diterjemahkan dengan berbagai cara. Dalam
satu teks, ia diterjemahkan sebagai aktivitas gabungan. Terjemahan
lain menyebutnya sebagai karma pembentuk. Pada dasarnya, ia adalah
karma. Tapi, sekali lagi, apa itu karma?
Kita berbicara mengenai karma baik dan buruk. Ada banyak jenis
karma dan banyak cara untuk menggolongkan karma. Penggolongan
menurut hakikatnya mungkin adalah metode penggolongan karma yang
paling penting. Karma adalah faktor mental atau kondisi batin; kadang-
kadang, ia diterjemahkan sebagai niat atau aktivitas mental. Namun,
saya lebih memilih kata “niat”, yaitu faktor mental “niat”. Kalau kita
menggolongkan karma menurut hakikat atau kualitasnya, maka ada
karma baik, buruk, dan netral. Contoh karma mental yang baik adalah
kondisi batin yang berhubungan dengan kemurahan hati, kebaikan,
keinginan untuk menolong pihak lain, dsb. Contoh karma mental yang
buruk adalah kondisi batin yang berkaitan dengan keinginan untuk
membunuh, mencuri, memecah-belah, amarah, dsb.
8
12 Mata Rantai
3. Kesadaran
Mata rantai ketiga adalah kesadaran. Secara umum, di dalam
Buddhadharma, ada 6 jenis kesadaran, yakni kesadaran penglihatan,
pendengaran, dst. Enam jenis kesadaran ini adalah batin yang terkait
dengan 5 jenis persepsi indera dan 1 persepsi atau kesadaran mental.
Dalam konteks 12 Mata Rantai, kesadaran hanya merujuk pada
kesadaran keenam ini, yaitu kesadaran mental.
9
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
keadaan apa pun, entah apakah jendela terbuka atau tertutup, monyet
yang lincah dan dinamis akan menelusuri seisi rumah dan melihat keluar
lewat 6 jendela, yakni 6 indra kita. Meski terdapat 6 jendela, hanya ada
seekor monyet yang melihat melalui mereka. Dengan cara yang sama,
kesadaran yang bergantung pada indra mata akan melihat bentuk, dan
kesadaran yang bergantung pada indra telinga akan mendengar suara,
dst.
Tiga mata rantai pertama ini disebut sebagai mata rantai pelempar
atau mata rantai yang memproyeksikan, karena merekalah yang
melempar kita ke kehidupan yang baru di dalam samsara. Istilah
yang tepat bagi ketiganya adalah 3 sebab pelempar atau 3 sebab yang
memproyeksikan. Karena merupakan sebab, mereka menghasilkan
akibat.
Kapan mata rantai keempat terjadi atau muncul? Mari kita kembali
ke awal. Anggaplah 3 mata rantai pertama terjadi dalam kehidupan
nomor satu, kehidupan saat ini. Ketiganya adalah sebab-sebab pelempar.
Mereka memproyeksikan mata rantai keempat, yaitu nama dan rupa,
yang pada gilirannya menghasilkan sebab tersebut (nama dan rupa)
dalam kehidupan yang akan datang. Kenapa? Karena nama dan rupa
merujuk pada skandha yang baru. Oleh karenanya, mereka hanya bisa
10
12 Mata Rantai
muncul pada kehidupan yang akan datang. Jadi, jika dalam kehidupan
ini kita menghasilkan 3 mata rantai yang pertama, buah yang mereka
hasilkan di kehidupan mendatang adalah skandha yang disebut nama
dan rupa.
Kita tahu bahwa masa paling awal dari kehidupan terjadi di dalam
rahim ibu kita, yaitu ketika sel sperma ayah dan sel telur ibu bertemu
dan menghasilkan embrio. Ketika kesadaran memasuki embrio yang
baru terbentuk, kita pun memiliki nama dan rupa (kesadaran, perasaan,
bentuk, dst), atau mata rantai keempat. Mata rantai keempat akan
terus bertahan melalui 5 tahap kehamilan yang menjelaskan masa
perkembangan embrio.
5. Indra
Mata rantai kelima merujuk pada janin yang telah cukup
berkembang, sehingga indra seperti mata, telinga, hidung, dsb pun sudah
terbentuk. Tingkat perkembangan tertentu dari janin dibutuhkan agar
panca indra bisa terbentuk. Ini terjadi pada fase kehamilan minggu ke-
19. Sebelum minggu ke-19, sebuah janin telah memiliki indra sentuhan
(tubuh) dan kesadaran batin. Namun, indra mata, telinga, hidung dan
lidah belum terlalu berkembang.
11
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
Hingga akhir minggu ke-18, sebuah janin akan memiliki nama dan
rupa. Janin sudah memiliki mata rantai keempat, namun belum memiliki
mata rantai kelima. Oleh karena itu, sampai minggu ke-18, janin hanya
dianggap sebagai makhluk yang berpotensi menjadi manusia. Jadi,
untuk 4½ bulan pertama, makhluk di dalam rahim ibu adalah “calon”
manusia, dan belum bisa dianggap sebagai manusia sepenuhnya. Sejak
minggu ke-19, barulah janin dianggap sebagai manusia sepenuhnya,
karena pada waktu itu janin telah memiliki mata rantai kelima, yang
terjadi ketika semua indra telah lengkap. Jadi, kita tidak membicarakan
6 indra dari seorang manusia yang sempurna, melainkan 6 indra dari
janin di dalam rahim ibu.
6. Kontak
Setelah semua indra lengkap, barulah kita bisa mengalami
berbagai jenis pengalaman melalui mata rantai keenam. Kontak
berlangsung ketika sebuah objek, sebuah indra, dan sebuah kesadaran
hadir bersamaan sehingga objek mampu dibedakan atau dikenali
sebagai sesuatu yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau netral.
12
12 Mata Rantai
7. Perasaan
Kontak memungkinkan kita melabeli sebuah objek dengan
perasaan: sebagai menyenangkan, tak menyenangkan, atau netral.
8. Hasrat
Dari ketiga jenis perasaan, muncul mata rantai kedelapan, yaitu
hasrat. Terhadap objek yang membangkitkan perasaan menyenangkan,
kita memunculkan hasrat untuk tak berpisah darinya. Sebaliknya,
terhadap objek yang membangkitkan perasaan tak menyenangkan,
kita memunculkan hasrat untuk berpisah darinya. Kita juga bisa
mengidamkan perasaan netral. Ini lebih spesifik dan biasanya merujuk
pada konsentrasi tingkat tinggi di alam dewa tertentu.
13
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
9. Sikap mencengkeram
Jika intensitas hasrat menjadi semakin kuat, ia akan memunculkan
mata rantai kesembilan, yakni sikap mencengkeram. Hasrat dan sikap
mencengkeram memperkuat, mematangkan, dan mengaktifkan mata
rantai ketiga, yakni karma pelempar.
10. Eksistensi
Mata rantai kesepuluh adalah eksistensi atau keberadaan.
Eksistensi juga merupakan sebuah karma, namun karma yang telah
diaktifkan atau dimatangkan oleh hasrat dan sikap mencengkeram, dan
yang sudah berada dalam kondisi untuk menghasilkan akibatnya.
11. Kehidupan
Karma yang matang ini akan mengarah pada mata rantai kesebelas,
yaitu kehidupan, atau awal dari sebuah kehidupan yang baru.
14
12 Mata Rantai
15
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
baru dengan nama dan rupa dan seterusnya, ia harus dibuat menjadi
matang. Karma tidak harus matang dengan segera. Ia bisa tetap berada
bersama kita untuk waktu yang sangat lama hingga tiba waktunya untuk
diaktifkan. Ketika ini terjadi, ia akan matang dan menghasilkan sebuah
akibat berupa kehidupan yang baru.
Tinjauan Ulang
Topik 12 Mata Rantai dilukiskan dengan sangat baik dalam
simbolisasi Roda Kehidupan, yang pertama kali muncul pada masa
Buddha Shakyamuni. Alkisah, ketika itu, hiduplah seorang raja yang
tinggal di bagian tengah India dan merupakan murid Buddha. Raja ini
berteman dengan seorang raja lainnya. Keduanya terbiasa melakukan
pertukaran hadiah. Suatu ketika, sahabat sang raja memberinya
sebuah baju tempur indah yang terbuat dari bahan-bahan berharga.
Ketika menerima hadiah ini, ia sangat terkesan tetapi juga sekaligus
kebingungan karena merasa sulit untuk membalas hadiah yang indah
ini. Ia merasa tak mampu memberi sesuatu yang sepadan. Suatu hari,
salah satu menterinya bertanya apa yang merisaukannya. Raja kemudian
16
12 Mata Rantai
17
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
Tata cara kita masuk dan berdiam di dalam samsara dijelaskan oleh
topik kita kali ini, 12 Mata Rantai. Semua mata rantai ini diilustrasikan
oleh gambar-gambar di pinggiran terluar, yang dimulai dari bagian
tengah atas, yaitu gambar seorang sosok yang memegang tongkat. Ada
2 cara untuk melihat 12 Mata Rantai. Cara pertama adalah melihatnya
sesuai urutannya, yang dimulai dari ketidaktahuan akar dan seterusnya
sampai mata rantai terakhir. Cara kedua adalah dengan melihatnya dalam
urutan terbalik, yang dimulai dari mata rantai penuaan dan kematian.
Di sini, kita bertanya bagaimana kita dapat mengakhiri penuaan dan
kematian, dan satu-satunya cara adalah dengan mengakhiri kelahiran,
kemudian sebab dari kelahiran, dan seterusnya sampai mata rantai
pertama.
18
12 Mata Rantai
19
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
takkan pernah lagi mengalami penyakit, usia tua, dan kematian.” Dalam
baris pertama, Maitriyogi mengibaratkan tubuh kita sebagai barang
pinjaman. Kita tahu bahwa ketika meminjam sesuatu dari seseorang,
kita dapat menggunakannya untuk periode waktu tertentu, namun cepat
atau lambat, kita harus mengembalikannya kepada si pemilik karena
barang tersebut bukan milik kita. Tubuh jasmani kita sesungguhnya
juga adalah barang pinjaman.
Sekarang, tubuh kita masih dalam kondisi yang baik. Kita tak
mengalami rasa sakit yang hebat sehingga tidak bisa berpikir jernih.
Tak satu pun dari kita yang berada pada posisi yang kiranya tidak
menguntungkan. Jadi, mumpung kondisinya masih baik, kita perlu
melakukan sesuatu yang bermakna dalam hidup dan memanfaatkan
kondisi luar biasa yang kita nikmati saat ini. Apa artinya menarik
manfaat penuh atau meraih sesuatu yang bermakna dalam hidup kita?
Itu artinya melakukan apa pun yang perlu dilakukan untuk memastikan
kebahagiaan pada kehidupan saat ini dan mendatang; dengan kata lain,
kebahagiaan yang bisa berlanjut terus dan takkan hilang.
20
12 Mata Rantai
21
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
22
3
Ketidaktahuan Akar
24
Ketidaktahuan Akar
akibatnya dalam kehidupan yang akan datang, karena tak ada sesuatu
yang cukup stabil untuk bisa membawa karma tersebut ke kehidupan
yang akan datang dan memastikan terjadinya hubungan sebab-akibat.
Dengan kata lain, mereka meyakini bahwa orang yang “mengumpulkan”
karma harus identik dengan orang yang “mengalami” akibat dari karma
tersebut.
Mari kita lihat dari sudut pandang lainnya. Seperti yang telah
dipaparkan oleh filsafat non-Buddhis, ‘aku’ dikatakan kekal atau abadi.
Kedua, mereka juga mengatakan bahwa ‘aku’ adalah satu kesatuan yang
tunggal dan tak majemuk. Konsepsi ‘aku’ yang demikian ditentang oleh
Buddhisme, karena ‘aku’ dalam Buddhisme selalu berubah dari momen
ke momen. Kedua, ‘aku’ bisa saja merupakan sebuah unit, namun ia
25
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
26
Ketidaktahuan Akar
27
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
28
Ketidaktahuan Akar
bahwa diri kita eksis dari sisinya sendiri? Tentu tidak ada lagi basis atau
dasar bagi munculnya amarah. Tanpa pandangan ihwal kumpulan fana,
kita takkan melihat diri sendiri sebagai sosok yang menyenangkan dan
orang lain sebagai sosok yang tak menyenangkan. Dengan demikian,
kita pun tidak akan melekat pada satu hal dan menolak hal lainnya.
29
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
Jadi, ketika kita terlibat dalam salah satu dari 10 jalan karma
hitam, ada 2 jenis motivasi sebab yang utamanya terlibat: “pandangan
ihwal kumpulan fana” dan ketidaktahuan akan hukum karma.
30
Ketidaktahuan Akar
Tinjauan Ulang
Chandragomin mengatakan sesuatu yang patut direnungkan
ihwal kelahiran sebagai manusia yang berharga dengan kebebasan dan
keberuntungan yang menyertainya: “Setelah meraihnya, engkau akan
sanggup keluar dari samudera kelahiran kembali dan menanam benih-
benih kebajikan bagi pencerahan tertinggi. Kebajikannya jauh lebih
besar dibandingkan permata pengabul harapan. Manusia seperti apa
yang akan menyia-nyiakan kelahiran seperti ini?”
31
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
32
Ketidaktahuan Akar
33
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
Dalam konteks kali ini, kita membahas 12 Mata Rantai. Topik ini
sungguh merupakan ajaran yang luar biasa karena ia mencakup seluruh
tahapan jalan bagi makhluk motivasi awal, yaitu penjelasan tentang
bagaimana kita menciptakan karma untuk mengalami penderitaan
di alam rendah serta bagaimana kita dapat lolos dari proses tersebut.
Topik yang sama juga menjelaskan bagaimana dan mengapa kita
berputar di dalam samsara secara umum, bagaimana kita mengalami
penderitaannya, dan bagaimana kita dapat terbebas darinya, baik
melalui pencapaian nirwana pribadi ataupun Kebuddhaan yang lengkap
dan sempurna. Ini, seperti yang kita ketahui, adalah seluruh tahapan
jalan bagi makhluk motivasi menengah dan agung.
34
Ketidaktahuan Akar
35
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
1 Mata rantai kesadaran memiliki 2 tingkatan, yaitu kesadaran sebab dan kesadaran yang
dihasilkan. Kesadaran sebab adalah mata rantai ke-3 yang telah tercakup dalam kehidupan
pertama. Kesadaran yang dihasilkan adalah yang muncul dalam kehidupan kedua. Tetapi, kita
takkan menambahkannya sebagai mata rantai yang berbeda, karena nantinya akan ada 13 mata
rantai, bukannya 12.
36
Ketidaktahuan Akar
Setelah melihat betapa luar biasa dan rumitnya cara kerja 12 Mata
Rantai, kita akan sadar bahwa proses ini pada dasarnya hampir mustahil
untuk diakhiri, karena selama kita masih mengumpulkan karma melalui
ketidaktahuan akar, kita harus terus terlahir kembali. Bahkan, kalaupun
karma tersebut tidak matang seketika dan ada siklus lain yang terjadi
di tengah-tengahnya, dalam siklus tersebut kita akan kembali membuat
karma yang mengakibatkan kelahiran kembali di kehidupan mendatang
yang lain.
37
4
Ketidaktahuan Akar
(lanjutan)
S ekarang, kita akan membahas aspek kedua dari mata rantai pertama,
yang disebut motivasi langsung. Motivasi ini juga memiliki 2 bagian:
1. Motivasi pemicu
2. Motivasi perampung
40
Ketidaktahuan Akar (lanjutan)
Jadi, bentuk ketidaktahuan ini – entah apakah kita tak tahu mengenai
hukum karma ataupun menolak untuk mengakui bahwa tindakan kita
pasti akan membuahkan akibat – merupakan pandangan salah. Tapi,
ini bukan pandangan salah yang bisa digolongkan sebagai jalan karma
kesepuluh dalam 10 ketidakbajikan, karena jalan karma kesepuluh ini
lebih nyata dan kasar. Di sini, kita membicarakan pandangan salah
yang lebih halus, yang hadir di dalam diri kita dan mengarahkan kita
untuk melakukan 10 ketidakbajikan. Ini adalah sesuatu yang harus kita
waspadai. Kita harus menyadari bahwa meskipun kita tidak memiliki
pandangan salah yang kasar, bukan berarti kita tidak memegang
pandangan salah sama sekali. Kita bisa dengan mudah memiliki
pandangan salah yang lebih halus, yang membuat kita menyepelekan
akibat dari perbuatan kita. Artinya, kita tetap saja mengingkari karma
dan akibatnya – ia sangat halus, dan pasti ada ketika kita melakukan
salah satu dari 10 ketidakbajikan.
41
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
42
Ketidaktahuan Akar (lanjutan)
43
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
adalah sebuah perasaan yang kuat tentang eksistensi diri atau ‘aku’.
Yang akan muncul adalah persepsi ihwal sebuah diri yang eksis dari
sisinya sendiri, sebuah ‘aku’ yang takut mati. Namun, ketika perasaan
tersebut muncul, bukan berarti kita serta-merta menjadi melekat pada
‘aku’ dan membenci siapa pun yang tak berada di pihak ‘aku’.
44
Ketidaktahuan Akar (lanjutan)
45
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
46
Ketidaktahuan Akar (lanjutan)
kita melatih cinta kasih, kita akan bisa mengurangi amarah atau
kebencian kita, namun masih belum bisa membasminya. Untuk
membasminya, kita harus membasmi ketidaktahuan. Dengan membasmi
ketidaktahuan, amarah, dan bahkan semua klesha lainnya, takkan bisa
lagi muncul untuk selamanya.
47
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
48
Ketidaktahuan Akar (lanjutan)
eksistensi inheren dari segala sesuatu yang kita senangi (yang akan
memunculkan kemelekatan) maupun tidak (yang akan memunculkan
kebencian). Saat ini, kita memang belum memahami ke-tanpaaku-an
atau kesunyataan secara langsung. Namun, sebuah pemahaman awal
ihwal ke-tanpaaku-an tentunya akan membawa manfaat bagi kita. Kita
pastinya masih akan melihat segala sesuatu sebagai menarik ataupun
tidak menarik, namun perasaan itu takkan lagi sekuat sebelumnya,
berhubung landasannya sudah benar-benar kita guncang; pengaruh
dari sensasi menyenangkan atau tak menyenangkan takkan lagi sebesar
sebelumnya.
Sejauh ini, yang kita bahas adalah tata cara bangkitnya klesha,
caranya berkembang, dan bagaimana ia mengarahkan kita untuk
menciptakan karma yang melempar kita ke dalam samsara. Di antara 12
Mata Rantai, inilah poin terpenting dan sekaligus paling sulit dipahami.
Kita tentunya sudah paham bahwa hakikat samsara adalah penderitaan.
Melalui pemahaman ini, kita pun membangkitkan aspirasi untuk bebas
dari samsara berikut segala penderitaan yang terkandung di dalamnya.
Menekuni 12 Mata Rantai dengan kerangka berpikir seperti ini adalah
cara memahami topik ini dari perspektif pembebasan. Dan memang,
pembebasan bisa dicapai dengan merenungkan 12 Mata Rantai.
49
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
akan mulai dimotivasi oleh keinginan untuk bebas dari samsara, dan
inilah persisnya yang menjadi cikal-bakal bagi munculnya sebab-sebab
pembebasan.
5 Shiksha-samuccaya.
6 Prajna-paramita-sutra.
50
Ketidaktahuan Akar (lanjutan)
yang selalu muncul. Kita akan terus mengalami perasaan yang berbeda
dan berubah: menyenangkan, tak menyenangkan, dan netral.
Dua perasaan yang pertama bisa kita pahami dan juga sudah
diulas. Tapi, apa yang salah dengan perasaan netral? Perasaan ini juga
pada dasarnya tercemar, karena hakikatnya adalah penderitaan. Dari
kondisi netral, kita akan selalu menuju ke perasaan menyenangkan
atau tak menyenangkan, tergantung kondisi mana yang aktif duluan –
ketika yang kita alami adalah perasaan menyenangkan, ia berhakikat
penderitaan karena perubahan dari perasaan ini adalah sesuatu yang
sama sekali tak kita sukai atau hasrati, sedangkan menyangkut perasaan
tak menyenangkan, bahkan binatang pun bisa memahami aspek
penderitaan yang dikandung di dalamnya.
Ketika kita telah bisa melihat bahwa tak ada secuil pun kebaikan
di dalam samsara dan kemudian memunculkan aspirasi untuk terbebas
darinya, ini artinya kita telah merealisasikan penolakan samsara. Ketika
51
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
52
5
Karma-karma Pembentuk
M ata rantai kedua adalah karma yang dimotivasi oleh mata rantai
pertama. Lebih jauh, ia adalah karma yang melempar seseorang ke
dalam samsara. Namun, seperti yang telah dibahas, tak semua karma
adalah karma pelempar. Karma pelempar harus memiliki corak tertentu.
Pertama-tama, ia harus dimotivasi oleh ketidaktahuan akar selaku mata
rantai pertama. Selanjutnya, kita bisa melakukan karma melalui fisik,
ucapan, dan mental. Lalu, ada banyak cara untuk menggolongkan
karma, misalnya pembagian ke dalam karma putih, karma hitam, atau
karma yang merupakan campuran antara karma hitam dan putih.
54
6
Kesadaran
Mata rantai ketiga ini tak merujuk pada kesadaran umum apa
pun. Ia merujuk pada kesadaran yang spesifik, yakni kesadaran selaku
tempat berdiamnya karma pelempar dan kesadaran dalam momen
pertama pada sebuah kehidupan yang baru. Singkatnya, kesadaran ini
adalah tempat berdiamnya karma pelempar sekaligus hasil dari karma
pelempar ketika karma ini akhirnya matang.
7
Nama dan Rupa
Kehidupan baru kita dimulai ketika sel sperma dan sel telur orang
tua kita bersatu dalam rahim ibu kita, dan ketika kesadaran kita memasuki
penyatuan kedua sel tersebut. Saat itu, skandha mulai terbentuk, yakni
nama dan rupa. Pada tahap paling awal, yakni fase embrionik, tubuh
kita tak padat dan lebih menyerupai cairan. Ia sangat halus dan kecil.
Seiring berlalunya waktu, tiap minggu tubuh tumbuh semakin kokoh.
Pratityasamutpada: 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan
Pada suatu waktu, ia akan menebal. Ada perumpamaan untuk ini, yaitu
setebal lapisan yang terbentuk oleh susu hangat. Ketika kelima tahap
kehamilan telah rampung, tubuh akan berkembang menjadi semakin
rumit.
Kalau kita lihat betapa lemah dan kecilnya tubuh awal kita, bisa
dibayangkan betapa luar biasanya tubuh tersebut, karena ia bisa menjadi
landasan bagi sebuah kehidupan baru. Berkat kekuatan karma yang
luar biasa, tubuh yang begitu kecil akhirnya cukup kuat untuk menjadi
landasan bagi sebuah kehidupan ketika ia bergabung dengan kesadaran.
Kiranya tak ada penjelasan lain yang lebih masuk akal daripada ini.
58
8
Indra
68
13
Eksistensi
74
16
Penutup
76
‘Daftar Pustaka
Sumber Sanskerta:
Abhidharma-kosa (Risalah Abhidharma). Oleh Wasubandhu. Sumber
lain tak diketahui.
Abhidharma-samuccaya (Ikhtisar Abhidharma). Oleh Asanga. Sumber
lain tak diketahui.
Bodhi-patha-pradipa (Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan). Oleh
Atisha. Sumber lain tak diketahui.
Catuhsataka-shastra-nama-karika (400 Stanza). Oleh Aryadewa.
Sumber lain tak diketahui.
Catuhsataka-tika (Komentar atas 400 Stanza). Oleh Chandrakirti.
Sumber lain tak diketahui.
Madhyamaka-watara (Pengantar Menuju Jalan Tengah). Oleh
Chandrakirti. Sumber lain tak diketahui.
Prajna-paramita-sutra (Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan). Sumber
lain tak diketahui.
Shiksha-samuccaya (Ikhtisar Latihan). Oleh Shantidewa. Sumber lain
tak diketahui.
77
Glosarium
Abhidharma: secara harfiah bermakna “ajaran yang lebih
tinggi”. Merupakan kumpulan teks Buddhis yang berisi pengerjaan
dan penafsiran ulang atas ajaran-ajaran yang terkandung di dalam
Sutra.
Arupaloka: alam dewa-dewa yang tidak memiliki bentuk tubuh
fisik dan hanya tersusun atas batin.
Arya: secara harfiah bermakna “yang mulia”. Merujuk pada
seseorang yang telah memasuki jalan spiritual dan membaktikan diri di
dalamnya dengan tekun.
Bardo: alam transisi yang berada di antara kehidupan saat ini dan
kehidupan selanjutnya. Semua makhluk di dalam samsara yang akan
terlahir kembali pasti melalui alam ini.
Bodhicita: secara harfiah bermakna “batin pencerahan”. Merujuk
pada kondisi batin yang secara tulus mendambakan kebahagiaan sejati
bagi semua makhluk.
Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang diajarkan
oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India yang telah berhasil
mencapai pencerahan dan kemahatahuan, serta memutus rantai
keberadaannya di dalam samsara. Tujuan tertinggi yang ingin diraih
oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah Kebuddhaan, sebuah keadaan
di mana seseorang memiliki semua kualitas yang dimiliki oleh seorang
Buddha.
Dharma: secara harfiah bermakna “ajaran”. Dalam konteks ini,
ajaran yang dimaksud adalah ajaran yang asli berasal dari perkataan
Sang Buddha.
79
Dharmakaya: Tubuh Kebenaran seorang Buddha.
Geshe: gelar kesarjanaan yang diraih dari proses pembelajaran
dalam sistem filsafat Buddhis Tibet.
Jalan karma hitam: atau 10 ketidakbajikan. Terdiri dari:
membunuh, mencuri, tindakan seksual tak pantas, berbohong, ucapan
kasar, ucapan memecah-belah, omong-kosong, niat buruk, keserakahan,
dan pandangan salah.
Jetsun: Dapat diartikan sebagai “yang mulia”. Di sini, kemuliaan
merujuk pada fakta bahwa seseorang telah menolak segala hal-ihwal
duniawi dan sepenuhnya berfokus untuk meraih pencerahan.
Kadampa: mazhab dalam Buddhisme Tibet yang menganggap
setiap perkataan dari Buddha sebagai instruksi pribadi untuk
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kamaloka: alam nafsu keinginan.
Karma: secara sederhana bermakna “tindakan”. Dengan demikian,
hukum karma merujuk pada suatu hukum yang mengatur tindakan,
atau lebih tepatnya, hukum yang mengatur bagaimana terjadinya dan
berbuahnya sebuah tindakan.
Kebenaran Arya: kebenaran tentang hakikat penderitaan, asal-
mulanya, pelenyapannya, dan jalan menuju pelenyapannya.
Kesunyataan: pemahaman bahwa tidak ada satu hal pun di dunia
ini yang berdiri sendiri atau eksis secara inheren dari dalam dirinya
sendiri; dengan kata lain, paham ini adalah sebuah konsep tentang
kesalingtergantungan antara semua hal-ihwal di dunia ini.
Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada
kondisi-kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan
kita menjadi tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri hati,
kesombongan, kemelekatan, dst.
Kyabje: terdiri dari dua kata: kyab (perlindungan) dan je (raja).
Merujuk pada sosok senior dalam tradisi Buddhisme Tibet yang telah
80
meraih banyak realisasi dan diyakini mampu melindungi seseorang dari
penderitaan samsara.
Lamrim: secara harfiah bermakna “jalan bertahap menuju
pencerahan”. Merujuk pada kumpulan kitab yang menjelaskan dan
mengajarkan tata cara untuk mencapai Kebuddhaan secara lengkap dan
sistematis, sesuai dengan kapasitas setiap individu yang mempelajarinya.
Mahayana: secara harfiah bermakna “kendaraan besar”. Sama
halnya dengan kasus Hinayana, kata “besar”di sini tidak merujuk
pada semacam tingkatan atau hierarki, melainkan pada kapasitas batin
yang dimiliki oleh seorang praktisi, atau lebih tepatnya, pada fakta
bahwa seorang praktisi menapaki jalan spiritual dengan tujuan untuk
membantu semua makhluk terbebas dari samsara.
Nirwana: sebuah kondisi di mana seseorang telah sepenuhnya
terbebas dari keharusan untuk terlahir kembali secara berulang-ulang
di dalam samsara.
Paramita: secara harfiah bermakna “penyempurnaan/
kesempurnaan”. Di sini, ada 6 hal yang hendak disempurnakan, yaitu:
dana (kemurahan hati), sila (disiplin moral), kshanti (kesabaran), wirya
(upaya bersemangat), samadhi (konsentrasi), prajna (kebijaksanaan).
Rinpoche: secara harfiah bermakna “yang berharga”. Digunakan
untuk merujuk pada sosok guru yang dimuliakan dalam tradisi
Buddhisme Tibet.
Roda Kehidupan: sebuah gambar lingkaran dengan aneka simbol
(binatang dll) yang menyimbolkan hakikat dari kehidupan di dunia ini,
yakni sebuah lingkaran keberadaan yang tidak memiliki awal maupun
akhir.
Rupaloka: alam dewa-dewa yang masih memiliki bentuk tubuh
fisik tertentu.
Samsara: lingkaran keberadaan yang tak mempunyai awal
ataupun akhir. Setiap makhluk yang belum terbebas dari lingkaran ini
81
harus mengalami siklus kelahiran dan kematian tanpa henti. Terdiri
dari: manusia, binatang, setan kelaparan, neraka, asura, dan dewa.
Skandha: secara harfiah bermakna “agregat” atau “kumpulan“.
Merujuk pada 5 aspek yang menyusun keberadaan diri kita: bentuk,
sensasi/perasaan, persepsi/identifikasi, faktor-faktor pembentuk, dan
kesadaran/diskriminasi.
Sutra: secara harfiah bermakna “wacana” atau “benang”.
Meskipun pada awalnya hadir dalam bentuk lisan, di kemudian hari
Sutra merujuk pada kumpulan kitab yang menjadi landasan bagi tradisi-
tradisi keagamaan di India.
Tantra: secara harfiah bermakna “tenunan”. Merujuk pada tradisi
esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.
Therawada: secara harfiah bermakna “ajaran sesepuh”. Merujuk
pada tradisi paling awal yang dikenal dan tercatat dalam Buddhisme.
Yana: secara harfiah bermakna “kendaraan”. Merujuk pada jalan
atau metode yang diusung oleh sebuah sistem filsafat untuk mencapai
tujuannya secara sistematis. Misalnya: Sutrayana, Tantrayana,
Mahayana, dst.
Yogi: praktisi yoga, yaitu sebuah praktik atau disiplin spiritual
dari India kuno yang bertujuan untuk menyatukan diri dengan semesta.
82
Menghormati Buku Dharma
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan semua
makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana mempraktikkan
ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup kita, sehingga kita
menemukan kebahagiaan yang kita idamkan. Oleh karena itu, apapun
benda yang berisi ajaran Dharma, nama dari guru kita atau wujud-
wujud suci adalah jauh lebih berharga daripada benda materi apapun
dan harus diperlakukan dengan hormat. Agar terhindar dari karma tak
bertemu dengan Dharma lagi di kehidupan yang akan datang, mohon
jangan letakkan buku-buku (atau benda-benda suci lainnya) di atas
lantai atau di bawah benda lain, melangkahi atau duduk di atasnya, atau
menggunakannya untuk tujuan duniawi seperti untuk menopang meja
yang goyah. Mereka seharusnya disimpan di tempat yang bersih, tinggi
dan terhindar dari tulisan-tulisan duniawi, serta dibungkus dengan kain
ketika sedang dibawa keluar. Ini hanyalah beberapa pertimbangan.
83
Dedikasi
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan, membaca,
merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak lain, semoga
semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat selalu, semoga Dharma
menyebar ke seluruh cakupan angkasa yang tak terbatas, dan semoga
semua makhluk segera mencapai Kebuddhaan.
Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku ini berada,
semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan, penyakit, luka cedera,
ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan, semoga hanya terdapat
kemakmuran besar, semoga segala sesuatu yang dibutuhkan dapat
diperoleh dengan mudah, dan semoga semuanya dibimbing hanya oleh
Guru Dharma yang terampil, menikmati kebahagiaan dalam Dharma,
memiliki cinta kasih dan welas asih terhadap semua makhluk, semata
memberi manfaat pada sesama, serta tak pernah menyakiti satu sama
lain.
84
Tentang Penerbit
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT SARASWATI. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA
BANTUAN ANDA?
85
Pengembangan Lamrim Nusantara
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
86
87
88
89
90
91
92
93