Anda di halaman 1dari 154

Jika Hidupku

Tinggal Sehari

Dagpo Rinpoche

Penerbit Saraswati
2017
Jika Hidupku
Tinggal Sehari
Judul asli:
Appreciating Life, Preparing for Death

Dibabarkan oleh:
Yang Mulia Dagpo Rinpoche
pada tahun 2002
di Kadam Tashi Choe Ling, Malaysia
Penerjemah dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia: Rita Zhu, Joni W.,
Deser C. W., Netty, Siswanto, Aryo K., Suwardi K.
Penyunting: Stanley Khu
Perancang sampul: Listya Dharani S. R.
Penata letak: Karunika Devi S. R.
Hak cipta naskah terjemahan Inggris © 2007 Kadam Tashi Choe Ling
Hak cipta naskah terjemahan Indonesia ©2017 Penerbit Saraswati
Cetakan IV, Juni 2023
ISBN 978-602-61702-3-1
Penerbit Saraswati
Email: penerbitsaraswati@gmail.com
Distributor Lamrimnesia
Care: +6285 2112 2014 1 | Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Titktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014


Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana Pasal 113 ayat (3) dan (4):
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan
sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil
pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Daftar Isi
Kata Pengantar v

Biografi Singkat Dagpo Rinpoche ix

1. Pendahuluan 1

2. Kehidupan Manusia yang Berharga 5

Mendengarkan Ajaran dengan Motivasi yang Benar 5

Mengenali Eksistensi Manusia dengan 8 Kebebasan dan 8


10 Keberuntungan

Merenungkan Nilai atau Potensi Besarnya 19

Merenungkan Kesulitan Memperolehnya Pada Kehidupan 29


Saat Ini Maupun Mendatang

3. Kematian dan Ketidakkekalan 35

Kerugian Tidak Mengingat Kematian 44

Manfaat Mengingat Kematian 47

Metode Sesungguhnya untuk Mengingat Kematian 50

Memeditasikan Ketidakkekalan dan Kematian 52

Memeditasikan 9 Poin yang Berkaitan dengan Kematian 57


4. Mempersiapkan Kematian 73

Praktik Dharma yang Tepat 75

Proses Kematian 1 80

Proses Kematian 2 90

5. Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 97


(Pengakuan Pelanggaran Bodhisatwa)

4 Kekuatan 102

Visualisasi 35 Buddha Pengakuan 107

Sebab-sebab Berlindung 109

Pelafalan Nama Buddha sebagai Praktik Purifikasi yang 113


Kuat

Tata Cara Pengakuan 115

Lampiran 121

Daftar Pustaka 127

Glosarium 129

Bagaimana Menghormati Buku Dharma 135

Dedikasi 137
Kata Pengantar
Kematian adalah salah satu topik utama di dalam Buddhisme,
bukan karena filsafat ini mengajarkan paham pesimisme atau nihilisme,
namun semata-mata karena mempersiapkan kematian adalah satu-
satunya cara untuk menghargai kehidupan manusia yang kita miliki.
Dengan kesadaran bahwa kita suatu hari nanti pasti akan mati, takkan
ada realisasi lain yang bakal muncul selain pemahaman bahwa tubuh
manusia yang sedang kita pinjam saat ini sangatlah berharga, dan
karenanya harus digunakan seoptimal mungkin, mumpung ia masih
ada bersama kita saat ini.

Dengan pemahaman tentang betapa berharganya tubuh dan


kehidupan manusia ini, kita akan sadar bahwa masing-masing dari
kita mampu mencapai tujuan apa pun yang ingin kita raih, berhubung
tak ada wadah yang lebih baik lagi di dunia ini selain tubuh manusia
kita yang berharga. Pertanyaan yang tersisa sekarang adalah: tujuan
seperti apakah yang hendak kita capai? Bagaimana cara menentukan
mana tujuan yang berharga dan mana yang tidak? Dan setelah
menentukannya, bagaimana caranya meraih tujuan yang berharga ini?

Di dalam transkrip edisi kali ini, semua pertanyaan di atas


dijawab dengan penjelasan yang amat jelas, singkat, dan mendalam.
Tidak hanya itu, langkah-langkah untuk merenungkan kemuliaan dari
tubuh manusia kita sampai dengan metode untuk merenungkan dan
memeditasikan proses kematian juga dijelaskan dengan gamblang
dan sistematis.

v
Transkrip ini melampirkan Sutra Tiga Himpunan, yakni Sutra
yang memuat tata cara yang lengkap untuk memurnikan tumpukan
karma buruk yang telah kita kumpulkan sejak waktu tak bermula.
Alasannya dilampirkannya Sutra ini cukup jelas: tanpa memurnikan
terlebih dahulu karma buruk yang kita miliki, takkan ada kesempatan
untuk mempraktikkan Dharma dan mengoptimalkan tubuh manusia
yang kita miliki, berhubung karma buruk akan menghasilkan aneka
halangan yang mengganggu kelancaran praktik kita.

Akhir kata, semoga transkrip terbaru keluaran Penerbit Saraswati


ini dapat mendorong para pembaca untuk lebih menghargai sisa usia
yang mereka miliki dalam hidup ini, sekaligus mempersiapkan yang
terbaik ketika kematian nantinya datang menjemput.

vi
Biografi Singkat
Dagpo Rinpoche
Dagpo Lama Rinpoche, juga dikenal sebagai Bamcho Rinpoche,
lahir pada tahun 1932 di wilayah Kongpo, sebelah tenggara Tibet.
Ketika berusia 2 tahun, beliau dikenali oleh Dalai Lama ke-13 sebagai
reinkarnasi dari Dagpo Lama Rinpoche Jampel Lhundrup, Guru
utama dari Pabongkha Dorje Chang. Di usia 6 tahun, beliau memasuki
Biara Bamcho di wilayah Dagpo dan memulai pelajarannya dalam
membaca dan menulis, berikut pelajaran dasar Sutra dan Tantra. Di
usia 13 tahun, beliau memasuki Biara Dagpo Shedrup Ling untuk
mempelajari filsafat Buddhis.

Dagpo Shedrup Ling (Dagpo Dratsang) adalah kampus


kebiaraan untuk studi filsafat yang didirikan oleh penerus ke-6 dari
Je Tsongkhapa, Je Lotro Tenpa. Standar pendidikannya di segala
bidang sangat tinggi, terutama yang menyangkut 5 teks besar (logika,
paramita, madhyamika, abidharma, winaya). Perhatian khusus
diberikan kepada pengajaran dan praktik Lamrim.

Pada tahun 1403, Je Tsongkhapa baru saja merampungkan


Lamrim Agung di Biara Rating ketika Je Lotro Tenpa mengunjungi
beliau. Je Tsongkhapa kemudian menaruh teks yang baru digubahnya
di atas kepala Je Lotro Tenpa untuk memberkahinya. Satu salinan teks
ini diberikan kepada Je Lotro Tenpa, berikut sebuah instruksi untuk
membangun sebuah biara di wilayah Dagpo yang bisa berperan sebagai

ix
tempat pembelajaran dan praktik Lamrim serta 5 teks besar. Untuk
alasan ini, Dagpo Dratsang juga dikenal sebagai Lamrim Dratsang.
Setiap tahun di bulan April, sebuah sesi khusus didedikasikan untuk
pengajaran dan praktik Lamrim. Tiap tiga tahun sekali, kepala biara
akan mengajarkan Lamrim Agung karya Je Tsongkhapa yang setebal
500 folio. Berkat semua aktivitas ini, ajaran dan praktik Lamrim bisa
berkembang di wilayah Dagpo.

Banyak Pemangku Takhta Ganden (penerus Je Tsongkhapa dan


kepala mazhab Gelug) yang berasal dari biara ini, dan sebagian besar
biksunya mencapai realisasi spiritual tertinggi melalui upaya mereka
memeditasikan Lamrim. Setelah invasi komunis pada tahun 1959,
para anggota Dagpo Dratsang yang berhasil melarikan diri dari Tibet
ke India berkumpul kembali di Assam, kemudian di Madhya Pradesh,
dan kini di desa Kais, Kullu, Himachal Pradesh. Di sana, mereka
berupaya keras menjaga tradisi biara mereka, terlepas dari kesulitan
material tertentu.

Setelah belajar selama 11 tahun di Dagpo Shedrup Ling, Dagpo


Rinpoche pergi untuk melanjutkan pendidikan di salah satu kampus
dari Universitas Biara Drepung, Gomang Dratsang, karena beliau
berhasrat untuk mendalami filsafat Buddhis dengan memakai teks-
teks komentar Jamyang Shepa, yang memang menjadi fondasi utama
dari semua buku pelajaran di kampus ini. Selama menetap di Gomang
Dratsang (dan kelak di pengasingannya di India dan Eropa), beliau
belajar di bawah bimbingan Guru besar Mongolia, Geshe Ngawang
Nyima Rinpoche, yang nantinya akan menjadi kepala biara dari
kampus ini di India. Karena menetap dekat Lhasa, Dagpo Rinpoche
juga berkesempatan menerima banyak ajaran dan transmisi dari
Guru-Guru besar di sana. Saat ini, beliau adalah salah satu dari
sedikit Guru yang memegang sejumlah besar silsilah transmisi dari
ajaran Buddha.

x
Dagpo Rinpoche telah mengikuti lebih dari 40 Guru, terutama
kedua pembimbing Dalai Lama, Kyabje Trijang Dorje Chang dan
Kyabje Ling Dorje Chang, serta Dalai Lama sendiri. Di bawah
bimbingan semua Guru ini, beliau mempelajari 5 teks besar, Tantra
(beliau telah menerima banyak inisiasi dan menjalani retret), astrologi,
tata bahasa, puisi, dan sejarah.

Dagpo Rinpoche terus menetap di Gomang Dratsang sampai


invasi komunis pada tahun 1959 memaksa beliau untuk mengikuti
Guru-Gurunya mengasingkan diri ke India. Kurang dari setahun
setelah ketibaannya, beliau diundang ke Prancis untuk menjadi asisten
dari para Tibetolog Prancis dalam penelitian mereka. Selama hampir
30 tahun, beliau mengajar bahasa Tibet dan Buddhisme di pusat
studi Oriental, INaLCO, yang berafiliasi dengan Sorbonne di Paris.
Kini, setelah pensiun, beliau melanjutkan penelitian pribadinya, di
samping terus belajar dan berpraktik. Beliau telah menulis sejumlah
buku tentang Tibet dan Buddhisme, serta telah berpartisipasi dalam
sejumlah program radio dan televisi.

Pada tahun 1978, beliau mendirikan pusat Dharma bernama


Institut Ganden Ling, yang nantinya menjadi kongregasi Buddhis
pertama dari mazhab Gelug yang diakui oleh pemerintah Prancis.
Dagpo Rinpoche telah mengajarkan Buddhisme secara ekstensif
sejak akhir tahun 70-an, dan telah diundang ke berbagai negara
seperti Prancis, Italia, Swiss, Belanda, India, Singapura, Malaysia,
dan Indonesia. Saat ini, beliau memiliki sejumlah pusat Dharma di
Prancis, Belanda, Malaysia, dan Indonesia. Tiap tahun, beliau juga
terus pergi ke India untuk memelihara hubungan dengan Guru dan
biaranya.

Pada tahun 1987, Dagpo Rinpoche kembali ke Tibet untuk


mengunjungi wilayah Dagpo, di mana beliau menerima sambutan
yang amat hangat. Beliau terus-menerus diundang untuk memberikan

xi
berkah dan pengajaran, dan ketika berada di Lhasa, beliau memberikan
beberapa transmisi yang silsilahnya kini hanya dipegang oleh
segelintir Guru.

Pada tahun 2005, Dagpo Rinpoche merampungkan proyek


jangka panjangnya, yaitu rekonstruksi dan relokasi biara Dagpo
Shedrup Ling ke Lembah Kullu, sebelah barat laut India. Biara ini,
yang saat ini menampung ratusan biksu, diresmikan oleh Dalai Lama
pada bulan Mei di tahun yang sama di hadapan ribuan pengikut:
penduduk lokal, orang Tibet, dan orang asing.

Silsilah dari reinkarnasi lampau Dagpo Rinpoche merentang jauh


ke masa lalu, yang mencakup Guru-Guru besar seperti Bodhisatwa
Sadaprarudita, yang di periode Buddha sebelumnya menjual sepotong
daging tubuhnya agar mampu membuat persembahan kepada Guru
spiritualnya. Selain Bodhisatwa ini, juga terdapat Guru besar asal
Indonesia yang bernama Suwarnadwipa (atau Serlingpa dalam bahasa
Tibet), yang merupakan Guru utama dari Atisha. Dikisahkan bahwa
Guru Atisha menempuh perjalanan laut yang sukar dari India selama
13 bulan semata-mata agar dapat bertemu dengan Guru Suwarnadwipa
dan menerima instruksi tentang pembangkitan bodhicita dari beliau.

Secara khusus, Guru Suwarnadwipa mengajarkan instruksi 7


poin sebab-akibat, yang silsilahnya bersumber dari Maitreya. Kedua
Guru besar ini, Suwarnadwipa dan Atisha, bersatu kembali dalam
hubungan Guru-murid yang sama ketika Atisha kelak terlahir kembali
sebagai Pabongkha Dorje Chang dan menerima ajaran tentang
bodhicita dari Dagpo Lama Rinpoche Jampel Lhundrup, reinkarnasi
sebelumnya dari Dagpo Rinpoche.

Guru besar Tibet yang termasyhur dalam silsilah reinkarnasi


Dagpo Rinpoche adalah Marpa Lotsawa, penerjemah besar dari abad
ke-11 yang merupakan pendiri mazhab Kagyu dan sosok utama yang

xii
membimbing Jetsun Milarepa meraih pencerahan melalui latihan
yang teramat berat. Guru lainnya yang termasuk dalam silsilah yang
sama adalah Longdrol Lama Rinpoche, Guru meditasi ternama dari
abad ke-18, murid dari Dalai Lama ke-7 yang, seperti Milarepa,
juga memiliki masa muda yang sulit. Setelah banyak belajar dan
bermeditasi, Longdrol Lama Rinpoche akhirnya mampu menjadi
salah satu Guru terbesar di abad itu, pembimbing dari sarjana-sarjana
besar seperti Jigme Wangpo. Sebagai sosok yang amat terpelajar,
beliau mengarang lebih dari 23 volume risalah. Beberapa kepala
biara dari Biara Dagpo Shedrup Ling juga termasuk ke dalam silsilah
reinkarnasi Dagpo Rinpoche.

Terlepas dari silsilah spiritual yang berharga dan mulia ini,


Dagpo Rinpoche tetap merupakan seorang Guru yang amat rendah
hati, baik hati, dan sabar, yang pada gilirannya membuat beliau begitu
mudah dijangkau oleh murid-muridnya yang berkeinginan untuk
meraih manfaat dari ajaran luar biasa dan bimbingan terampil beliau.

xiii
1
Pendahuluan

Buku ‘Menghargai Kehidupan, Mempersiapkan Kematian’


didasarkan pada dua sesi pengajaran yang diberikan oleh Yang Mulia
Dagpo Lama Rinpoche di Malaysia pada tahun 2002. Transkrip ini
disusun berdasarkan urutan yang tercantum di dalam instruksi yang
dikenal sebagai Tahapan Jalan Menuju Pencerahan (Lamrim). Urutan
ini akan memfasilitasi pembelajaran atas topik-topik, dan lebih lanjut
memungkinkan buku ini untuk dimulai dengan tema yang penuh
pengharapan: menghargai kehidupan manusia kita.

Topik kematian dan ketidakkekalan terasa menyedihkan bagi


banyak orang dan sering dihadapi dengan ketakutan, atau yang paling
buruk, disikapi dengan ketidakacuhan. Tetapi, dalam Buddhisme,
kita dengan sengaja diajari untuk berpikir tentang kematian untuk
memperkuat penghargaan kita atas kehidupan, dan memotivasi kita
untuk mengambil manfaat sepenuhnya dari kehidupan manusia kita
yang luar biasa dengan menekuni praktik spiritual. Pada kenyataannya,
ajaran-ajaran yang diberikan menunjukkan bahwa terdapat alasan untuk
mengenali potensi besar dari kelahiran manusia kita yang berharga,
berikut 8 kebebasan dan 10 keberuntungan yang menyertainya, yang
dengan demikian memberikan kita kesempatan untuk mencapai 3

1
2 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

tujuan spiritual: kelahiran kembali yang lebih baik, pembebasan dari


samsara, dan yang tertinggi, mencapai Kebuddhaan.

Memahami proses kematian dan belajar untuk mempersiapkan


kematian merupakan modal spiritual yang luar biasa, bukan hanya
untuk para pemula, namun juga untuk semua praktisi, karena kita
berada dalam sebuah kehidupan yang berbahaya tanpa jaminan kapan
ia akan berakhir. Tapi, dengan praktik spiritual yang teratur, kita dapat
mempersiapkan diri kita untuk menghadapi kematian dan berada dalam
kondisi yang tenang ketika waktunya tiba. Mempersiapkan kematian
dimulai dengan belajar lebih menghargai kehidupan manusia kita dan
berlanjut dengan mengambil manfaat sepenuhnya dari hal tersebut
dengan membiasakan diri kita pada aneka pemikiran dan perbuatan
bajik.

Bagian terakhir dari buku ini mengandung komentar ringkas


yang diberikan Rinpoche atas Sutra Tiga Himpunan, yang merupakan
praktik purifikasi terhadap 35 Buddha Pengakuan. Jika dilakukan
dengan tepat, praktik ini memungkinkan kita untuk memurnikan diri
kita dari karma negatif yang tak terhitung banyaknya di dalam arus
batin kita. Tanpa praktik ini, karma negatif mungkin saja matang
menjelang kematian dan mendorong kelahiran kita ke alam rendah.

Untuk Buddhis maupun non-Buddhis, buku ini akan membawa


sebuah harapan, berhubung isinya mengingatkan kita bahwa dalam
masa kehidupan ini, kita memiliki cara-cara untuk meraih kehidupan
mendatang yang lebih baik, kehidupan yang membawa kebahagiaan
sempurna dan pembebasan dari lingkaran kelahiran kembali, penuaan,
penyakit, dan kematian. Kita hanya perlu memakai kehidupan manusia
yang berharga ini untuk tujuan yang baik.

Dorongan untuk memproduksi buku ini datang dari anggota


KTCL (Kadam Tashi Choe Ling) di Malaysia, yang diinspirasi oleh
Pendahuluan 3

kematian dari sponsor Buddhist Meditation Centre (Penang) dan


penyelenggara sesi pengajaran ini, Tuan Yeoh Teoh Giap, pada Maret
2006. Buku ini, oleh karenanya, didedikasikan untuk beliau, serta
tentunya untuk kebahagiaan dan kesejahteraan semua makhluk.
2
Kehidupan Manusia
yang Berharga
Mendengarkan Ajaran dengan Motivasi yang Benar

Kita berada di sini pada hari ini untuk mendengarkan ajaran


Mahayana dari Buddha Shakyamuni. Kesempatan seperti ini sangatlah
langka dan berharga. Oleh karena itu, kita perlu berusaha keras dan
mengambil manfaat sepenuhnya dari sesi ini. Untuk memastikan hal ini,
sangatlah penting untuk memeriksa motivasi kita dan memunculkan
niat baik di dalam diri kita. Kualitas dari semua perbuatan bajik, entah
itu aktivitas spiritual atau aktivitas duniawi, sepenuhnya tergantung
pada motivasi yang kita miliki saat melakukannya.

Tidaklah perlu bagi saya untuk menjelaskan motivasi yang benar


secara mendetail, karena semua yang hadir di sini rata-rata merupakan
Buddhis dan tentu mengetahui bagaimana cara memunculkannya.
Namun, sebagai pengingat, pertama-tama kita seharusnya mengamati
diri kita dan memastikan apa yang sedang kita pikirkan. Jika,
misalnya, kita menemukan bahwa walaupun kita berada di sini secara
fisik tetapi batin kita berada di tempat lain (misalnya di rumah), maka
benar-benar tidak ada gunanya kita berada di sini. Dengan kata lain,
batin kita seharusnya berada di mana jasmani kita berada. Atau, kita

5
6 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

mungkin menemukan bahwa batin kita hadir bersama jasmani kita,


tetapi alih-alih berfokus pada topik, kita malah penasaran siapa yang
berada di sebelah kita, atau berpikir bahwa orang ini dan itu telah
datang namun yang lain belum. Kemungkinan lainnya, guru yang
mengajar adalah guru baru, dan kita pun penasaran untuk mengetahui
apa yang beliau ingin katakan. Jenis pemikiran seperti itu tentu tidak
memiliki manfaat. Kita bisa memikirkannya di lain waktu dan tempat,
tetapi itu bukanlah tujuan kita berada di sini.

Kita semua perlu lebih menyadari apa yang menjadi aspirasi


dasar kita. Secara mendasar, apa yang kita semua inginkan dari
kehidupan adalah menjadi sebahagia mungkin, untuk menikmati
kehidupan sebanyak yang kita bisa dan mendapatkan sejumlah
kepuasan. Pada saat bersamaan, kita berharap untuk menghindari apa
pun yang sulit atau menyakitkan, rintangan atau masalah apa pun.
Aspirasi-aspirasi ini alamiah dan sepenuhnya masuk akal, tetapi kita
juga harus menyadari bahwa bukan kita saja yang menginginkan ini.
Semua makhluk juga menginginkannya. Bahkan serangga terkecil
yang merayap di tanah pun mencari ke sana kemari untuk menemukan
sesuatu yang bisa mengisi perutnya, atau untuk lari dari bahaya yang
menakutkannya.

Mengetahui bahwa kita berbagi aspirasi dan harapan yang sama


dengan semua makhluk, maka apa lagi yang lebih egois dari tindakan
mengabaikan mereka dan bergiat diri dalam mencari kebahagiaan
pribadi? Jadi, mulai sekarang, kita harus berusaha mengembangkan
keinginan yang kuat untuk menyediakan kebahagiaan bagi semua
makhluk dan membantu mereka menemukan pembebasan dari
penderitaan; sesuatu yang juga ingin kita raih. Tapi secara realistis,
apakah kita sekarang sanggup untuk membuat semua makhluk
berbahagia dan membebaskan mereka? Dengan segala keterbatasan
kita sekarang, tanpa menyinggung aspirasi untuk menolong makhluk
Kehidupan Manusia yang Berharga 7

lain, kita bahkan kesulitan untuk meraih kebahagiaan pribadi dalam


kehidupan saat ini.

Jika kita tidak sanggup menolong makhluk lain sekarang,


itu karena keterbatasan batin dan pemikiran kita. Untuk
mengembangkannya, kita perlu mengembangkan kesadaran serta
menghapus semua kesalahan hingga kita mencapai keadaan yang
lengkap dan sempurna, yang dalam istilah Buddhis dinamakan sebagai
pencerahan atau Kebuddhaan. Pencapaian ini akan memungkinkan
kita untuk secara efektif membantu makhluk lain dengan cara yang
efisien. Oleh karena itu, sebagai pengikut Mahayana, kita sekarang
harus bertekad untuk menjadi Buddha dengan tujuan menolong
semua makhluk. Jika kita merupakan pengikut Therawada, maka
tujuan kita harus tetap untuk menolong makhluk lain sebanyak yang
kita mampu dengan cara merealisasikan pembebasan dari lingkaran
keberadaan atau samsara. Dengan tujuan-tujuan seperti inilah kita
harus mendengarkan ajaran. Jika kita bukan Buddhis, maka kita bisa
memunculkan sikap altruistik semampu yang kita bisa. Sekarang,
karena kita memiliki kelahiran manusia yang luar biasa, karena kita
berharap untuk membantu diri sendiri dan banyak makhluk lainnya
di masa kehidupan ini, dan karena kita melihat bahwa tujuan ini
membutuhkan pengembangan kapasitas pribadi, maka kita pun
bersiap untuk mendengarkan ajaran.

Kita tidak boleh mendengarkan ajaran sebagai sesuatu yang


abstrak, namun harus membandingkan apa yang kita dengar dengan
kondisi dan pemikiran kita sendiri. Tidak ada gunanya mendengarkan
ajaran seperti mendengarkan sebuah cerita tanpa menghubungkan
apa yang dikatakan dengan pengalaman pribadi kita. Hal ini tidak
produktif. Menghubungkan ajaran dengan pengalaman pribadi akan
memicu kita untuk mengubah pola pikir kita, serta memungkinkan
kita untuk memenuhi dua aspirasi utama: berharap agar semua
8 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

makhluk mampu meraih kebahagiaan sejati, dan agar mereka terbebas


dari penderitaan. Kenapa pola pikir kita harus diubah? Semata karena
ia hanya menciptakan penderitaan tak berkesudahan; sesuatu yang
pastinya ingin kita hindari.

Topik kali ini adalah kehidupan manusia kita yang berharga,


betapa sulitnya untuk mendapatkannya, dan betapa berharganya
hal tersebut. Alasan untuk mempelajari dan merenungi semua ini
adalah karena kita menginginkan kebahagiaan yang lebih besar
dan pembebasan dari penderitaan. Dan untuk mengatasi keraguan
terhadap kemampuan kita untuk meraih semua tujuan ini, kita perlu
mempelajari kehidupan manusia kita yang berharga. Topik ini dibagi
ke dalam 3 sub-topik:
a) Mengenali eksistensi manusia dengan 8 kebebasan dan 10
keberuntungan
b) Merenungkan nilai atau potensi besarnya
c) Merenungkan kesulitan memperolehnya pada kehidupan
saat ini maupun mendatang

Mengenali Eksistensi Manusia dengan 8 Kebebasan dan 10


Keberuntungan

Terkait topik pertama, kita harus menyadari bahwa tidak semua


kehidupan manusia dikategorikan sebagai kehidupan yang unggul
dengan kebebasan dan keberuntungan. Dengan kata lain, tidak semua
manusia memiliki bentuk kehidupan yang unggul ini. Beberapa
orang memiliki kemungkinan untuk mendapatkannya dengan
mengembangkan kondisi kehidupan pribadi mereka. Yang lainnya
boleh jadi tidak tergerak untuk melakukannya. Oleh sebab itu, kita
harus menentukan corak pasti dari kehidupan manusia yang berharga
dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan.
Kehidupan Manusia yang Berharga 9

Kehidupan manusia dengan kebebasan dan keberuntungan


dikenal sebagai “kehidupan manusia yang unggul.” Dalam artian
apakah keunggulan ini? Dalam artian bahwa ia merupakan bentuk
kehidupan yang berhubungan dengan praktik Dharma. Delapan
kebebasan pada kenyataannya adalah kebebasan dari aneka rintangan
yang mencegah kita untuk menekuni praktik spiritual. Delapan
kebebasan terdiri dari penghindaran dari 8 kondisi negatif, yakni
4 kondisi yang menyangkut bentuk kehidupan non-manusia dan 4
kondisi yang menyangkut bentuk kehidupan manusia.

Empat kondisi yang pertama meliputi kelahiran di salah


satu dari 3 alam rendah sebagai makhluk neraka, setan kelaparan,
atau binatang, serta kelahiran di alam tinggi sebagai dewa. Semua
bentuk kehidupan ini dinamakan ketidakbebasan karena tiadanya
kemungkinan untuk mempraktikkan Dharma. Misalnya, kelahiran
sebagai makhluk neraka memicu penderitaan yang amat sangat
dari suhu panas ataupun dingin yang ekstrem, sehingga pikiran kita
sepenuhnya terjebak dalam penderitaan kita dan tidak menyisakan
ruang untuk memikirkan praktik Dharma. Hal ini mudah dimengerti.
Ketika kita menderita migrain berat atau ketika kita duduk
menyilangkan kaki dan lutut mulai terasa sakit, kita biasanya akan
sangat larut dalam penderitaan tersebut sehingga kesulitan untuk
memikirkan hal lainnya!

Setan kelaparan sendiri menderita terutama dari rasa lapar dan


haus yang ekstrem. Jika kita terlahir kembali sebagai makhluk ini,
kesempatan kita untuk mempraktikkan Dharma pada hakikatnya adalah
nol, karena satu-satunya hal yang kita pikirkan adalah menemukan
sesuatu untuk dimakan atau diminum. Lagi-lagi, ini adalah sesuatu
yang dapat kita pahami sebagai manusia. Bayangkan bahwa kita harus
bepergian selama tiga hari tanpa makan maupun minum sesuatu. Di
penghujung dari tiga hari tersebut, akan seperti apa usaha kita untuk
10 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

mempraktikkan Dharma? Kita menjadi tak berdaya karena yang


dapat kita pikirkan hanyalah mencari sesuatu untuk dimakan atau
diminum. Jika seseorang berkata kepada kita, “Sekarang Anda harus
bermeditasi,” maka reaksi kita yang paling alamiah adalah, “Pertama-
tama berikan aku roti sandwich, dan kemudian aku akan mencoba
melakukannya.” Sangat tidak wajar jika kita berkata, “Ya, aku akan
bermeditasi sekarang. Aku bisa makan belakangan.”

Rintangan utama binatang dalam praktik spiritual adalah


kurangnya kecerdasan dan pemahaman. Karena kebodohan, mereka
tidak mampu mempelajari cara mempraktikkan Dharma atau
memahami perlunya melakukan hal demikian. Beberapa dari kita
mungkin memelihara anjing atau kucing, dan kita akan menyadari
betapa sia-sianya upaya mengajari Dharma kepada mereka; kita hanya
akan menghabiskan napas dan waktu kita, karena binatang tidak
memahami sepatah kata pun yang kita ucapkan. Hal ini tidaklah sulit
dipahami, namun kita perlu merenungkannya untuk lebih mendalami
maknanya, karena faktanya perenungan adalah sesuatu yang sering
kali kita abaikan.

Ketidakbebasan keempat adalah terlahir kembali sebagai


seorang dewa di dalam samsara. Terdapat berbagai kategori dewa,
terutama yang terlahir di alam berbentuk dan alam tanpa bentuk.
Ketika terlahir sebagai dewa di alam tanpa bentuk, kita pada dasarnya
hanya mempunyai dua pemikiran di sepanjang masa hidup kita. Saat
dilahirkan, kita berpikir, “Aku telah terlahir di alam tanpa bentuk,”
lalu kita dengan segera memasuki kondisi konsentrasi. Kondisi ini
bukanlah praktik Dharma, tetapi hanyalah konsentrasi pada ruang
kosong tanpa adanya pikiran yang sadar. Hal tersebut mirip kondisi
tidur lelap yang panjang, yang tentunya tidak berfaedah. Ketika masa
hidup kita yang panjang telah berakhir, pikiran sadar yang kedua
muncul, “Aku sekarang akan mati dan meninggalkan alam tanpa
Kehidupan Manusia yang Berharga 11

bentuk.” Tetapi, terdapat beberapa pengecualian. Para Arya yang


telah memasuki Marga Penglihatan mungkin saja dilahirkan kembali
di alam tanpa bentuk, tetapi bagi mereka itu merupakan kelahiran
kembali yang menguntungkan.

Kita mungkin juga terlahir kembali di alam dewa nafsu


keinginan yang hidup dengan kenikmatan dari lima objek indrawi.
Para dewa di alam ini terus-menerus mencari kesenangan dan
menikmatinya, sehingga mereka tidak memiliki kemungkinan
terkecil sekali pun untuk mempraktikkan Dharma. Kita dapat
melihat hal yang sama dalam kehidupan manusia. Beberapa orang
memiliki hidup yang sangat baik, dalam artian bahwa mereka terus-
menerus menikmati objek-objek kenikmatan yang tidak terbatas.
Selama hidup, hanya ini sajalah yang dapat mereka pikirkan,
sehingga akibatnya tidak ada ruang tersisa di dalam batin mereka
untuk mengejar hal-hal spiritual.

Mari kita sekarang mempertimbangkan beragam jenis


ketidakbebasan yang dihadapi manusia dalam mempraktikkan
Dharma. Tapi sebelumnya, mari kita menetapkan dengan lebih
jelas definisi dari praktik Dharma. Kita tidak boleh membayangkan
praktik Dharma sebagai sebatas tindakan pergi ke biara dan
mempersembahkan dupa, bernamaskara, dan seterusnya. Hal ini
hanyalah perwujudan luar dari praktik Dharma. Praktik Dharma
yang sejati adalah upaya untuk meningkatkan diri kita sendiri,
upaya untuk memperbaiki sikap dan cara berpikir kita. Dengan
kata lain, kita berupaya mengurangi kesalahan-kesalahan kita
dan meningkatkan kebajikan-kebajikan kita agar mampu menjadi
manusia yang lebih baik.

Ketidakbebasan yang pertama adalah terlahir sebagai manusia


dalam suatu daerah yang terpencil dan tidak beradab, sehingga kita
tidak memiliki akses atas pendidikan yang layak dan sebagainya. Hal
12 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

ini merupakan penghalang yang serius dalam praktik Dharma. Jika kita
terlahir di tempat yang sangat terpencil dan tidak beradab, pikiran untuk
mengembangkan diri kita akan menjadi sesuatu yang sangat asing,
dan oleh karenanya, mustahil.

Ketidakbebasan yang kedua adalah terlahir dengan indra-indra


yang cacat atau tidak lengkap. Hal ini utamanya merujuk pada indra
batin, yakni kemampuan untuk berpikir dengan jelas. Jika otak kita
cacat, atau jika kita menderita sakit mental, maka kemampuan untuk
berpikir dan merenung secara jelas, dan pada gilirannya keinginan
untuk meningkatkan diri, akan menjadi mustahil.

Ketidakbebasan yang ketiga adalah memegang pandangan


salah. Apa maksudnya? Ini merujuk pada penyangkalan atas hukum
karma, bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan dan keburukan akan
berbuah keburukan. Mengejar harta-benda dengan menggebu-gebu
tanpa memedulikan praktik spiritual juga bisa dikategorikan sebagai
pandangan salah. Hal ini, sayangnya, sangat umum bagi kebanyakan
orang. Kita mengenal orang-orang yang berada dalam situasi di
mana gagasan ihwal praktik spiritual sudah sepenuhnya tertutup dari
batin mereka. Jika kita mencoba membicarakan praktik spiritual,
mereka jamaknya akan berpikir bahwa kita sudah gila atau sedang
membicarakan omong kosong.

Ketidakbebasan yang keempat adalah terlahir di daerah di


mana ajaran Buddha tidak eksis. Jika kita terlahir di tempat seperti
ini, jelas kita tidak mempunyai kesempatan untuk mempraktikkan
Dharma. Demikianlah paparan tentang 8 ketidakbebasan: 4 yang
berkaitan dengan non-manusia dan 4 yang berkaitan dengan
manusia. Tidak mendapati diri kita dalam kondisi ini dinamakan
8 kebebasan.

Akan baik untuk berhenti sekarang dan menggunakan sedikit


waktu untuk bermeditasi pada apa yang baru saja dijelaskan. Dalam
Kehidupan Manusia yang Berharga 13

Buddhisme, terdapat 2 kategori dasar dari meditasi: meditasi analitik


dan meditasi konsentrasi; masing-masing memberikan tujuan khusus
dan memenuhi fungsi tertentu. Tujuan dari meditasi konsentrasi
adalah untuk meningkatkan kestabilan batin dan kemampuan untuk
tetap sepenuhnya berfokus pada suatu objek yang dipilih. Tujuan
dari meditasi analitik adalah untuk meningkatkan intensitas dari
pemahaman, yang tidak mampu diberikan oleh meditasi konsentrasi.
Untuk mempunyai pemahaman yang baik akan topik-topik seperti
kelahiran manusia yang berharga, kematian dan ketidakkekalan,
penderitaan alam-alam rendah, kesunyataan, cinta kasih dan welas
asih yang kuat untuk semua makhluk, dan keyakinan terhadap guru-
guru spiritual, kita perlu bermeditasi secara analitik. Lebih jauh, untuk
menguatkan pemahaman, kita perlu merenungkannya berulang-ulang
sampai batin kita menjadi akrab dengannya.

Sesungguhnya, ini merupakan sesuatu yang kita lakukan, tetapi


dalam cara yang negatif. Sebagai contoh, kadang-kadang kita merasa
marah. Jika kita memutuskan untuk menyudahinya dan berhenti
berpikir mengenai apa yang membuat kita marah, amarah kita mungkin
mereda. Namun sebaliknya, yang lebih sering terjadi adalah kita terus-
menerus merenungkan hal-ihwal yang mengganggu kita: seseorang
yang menyakiti kita atau seorang teman yang menggali kenangan
pahit di masa lalu. Dengan memikirkan hal-hal yang menjengkelkan
kita terus-menerus, kita secara alamiah memelihara amarah kita. Di
sisi lain, kita mungkin memutuskan untuk memperkuat keyakinan
kita terhadap Sang Buddha. Dengan merenungkan kualitas luar biasa
dari tubuh, ucapan, dan batin beliau berulang-ulang, keyakinan kita
secara alamiah akan meningkat.

Untuk meraih tingkat konsentrasi yang lebih tinggi – kemampuan


untuk berfokus secara sempurna pada satu titik tanpa gangguan sekecil
apa pun – kita harus melatih meditasi konsentrasi. Jika tujuan kita
adalah mencapai ketenangan meditatif, kita tidak boleh menganalisis,
14 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

tetapi harus berlatih pada peningkatan konsentrasi kita. Langkah


pertama adalah memunculkan objek konsentrasi yang dipilih dalam
batin kita. Di sini, kita mengalihkan semua perhatian kita pada objek
tersebut. Kita tidak menganalisis atau memikirkannya dari aspek-
aspek yang berbeda, karena hal itu akan menghalangi konsentrasi
sempurna kita pada objek tersebut. Ketika kita berlatih meningkatkan
konsentrasi, kita semata berfokus sebisa mungkin pada objek yang
kita pilih.

Dalam meditasi analitik, kita memeriksa semua aspek dari


sebuah topik, menganalisis alasan mengapa sesuatu terjadi dengan
cara tertentu. Dengan menjalani proses penelusuran ini, pada titik
tertentu kita akan mendapatkan keyakinan yang kuat akan hal tersebut.
Pada tahap ini, kita harus berhenti menganalisis dan mulai berdiam
padanya; dengan kata lain: melakukan meditasi konsentrasi. Pada titik
ini, kita mengubah meditasi analitik menjadi meditasi konsentrasi. Hal
yang ideal adalah selalu menutup meditasi analitik dengan meditasi
konsentrasi yang singkat. Sebagai contoh, setelah menganalisis 8
ketidakbebasan sampai kita merasakan kebahagiaan penuh karena
telah menghindari mereka, kita berkonsentrasi pada perasaan bahagia
ini. Kita juga bisa mengubah meditasi analitik menjadi meditasi
konsentrasi dalam kaitannya dengan tiap ketidakbebasan. Kita bisa
berpikir, “Jika aku terlahir sebagai makhluk neraka dan bukannya
manusia, aku akan mengalami penderitaan yang luar biasa. Artinya,
aku tidak akan memiliki kemungkinan untuk memikirkan hal lainnya,
terutama praktik Dharma. Adalah sebuah berkah yang luar biasa
karena aku telah menghindari kelahiran seperti itu!” Kita lalu berhenti
menganalisis dan berkonsentrasi pada perasaan bahagia ini.

Untuk melakukan transisi yang demikian pada topik apa


pun yang dipilih, kita biasanya memulai dengan analisis, seperti
membayangkan bagaimana jadinya jika kita terlahir di alam neraka
Kehidupan Manusia yang Berharga 15

dan merenungkan semua hal yang mungkin terjadi. Menyadari


keberuntungan kita karena telah terbebas dari kelahiran di alam
neraka, secara alamiah kita akan memunculkan suatu perasaan sukacita
yang kuat. Dari sini, kita berhenti menganalisis dan mulai berfokus
pada perasaan tersebut. Setelah satu menit atau lebih, perasaan ini
mungkin akan mulai memudar. Di sini, kita kembali ke proses analisis
kita. Memulainya kembali akan ibarat menuang air dingin ke wajah
orang yang sedang tidur. Hal itu akan menampar kita bangun dari
kelesuan dan menimbulkan intensitas yang kuat terhadap perasaan
kita. Sekali lagi, kita merenungkan akan seperti apa jadinya jika kita
terlahir di alam neraka. Satu hal yang pasti adalah: kita takkan pernah
mempunyai kesempatan untuk bermeditasi seperti yang sedang kita
lakukan sekarang ini jika kita terlahir di alam neraka. Setelah perasaan
sukacita muncul karena perenungan ini, kita berhenti menganalisis
dan kembali berkonsentrasi padanya.

Kita dapat melakukan dengan cara yang sama ketika


memeditasikan Buddha, baik memvisualisasikan diri kita sebagai
Buddha ataupun membayangkan sosok Buddha di hadapan kita.
Misalkan kita memilih untuk memeditasikan Buddha Shakyamuni atau
Awalokiteshwara di hadapan kita. Pertama-tama, kita harus mencoba
mendapatkan gambaran mental yang jelas dari Buddha melalui analisis
atas berbagai aspek dari tubuh Buddha: bentuk umum, posisi tangan,
aksesori, dan sebagainya. Setelah gambaran mental ini muncul di
dalam batin, kita berhenti menganalisis dan berkonsentrasi padanya.
Ketika gambaran mulai mengabur dan kehilangan kejelasannya, kita
kembali melakukan analisis. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa
tujuan analisis adalah untuk mempertajam persepsi kita, bukan
sekadar memikirkan alasan-alasan di balik sesuatu.

Biasanya, ketika kita sedang berlatih dengan cara seperti ini,


kita memulai meditasi dengan 6 Praktik Pendahuluan. Di akhir
16 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

praktik ini, kita mengundang ladang kebajikan, Sang Buddha yang


merupakan satu kesatuan dengan guru spiritual kita, untuk datang dan
menempatkan diri di atas kepala kita. Lalu, sebelum memulai meditasi
yang sebenarnya, kita memohon pada ladang kebajikan dengan
berpikir, “Jika aku dan semua makhluk sejak waktu tak bermula
terus-menerus berputar di dalam samsara, itu karena kami telah gagal
memahami makna dari kelahiran manusia yang berharga dengan
kebebasan dan keberuntungannya, potensi besarnya, dan kesulitan
untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, Oh Guru dan Buddha, mohon
bantulah kami semua agar mampu mencapai pemahaman tersebut
secepat mungkin.”

Setelah memohon dengan cara seperti ini, kita membayangkan


bahwa beliau memancarkan cahaya dan nektar yang larut di dalam
tubuh kita, yang menghapus semua halangan secara umum, terutama
halangan untuk memahami topik ini secara khusus. Kita membayangkan
bahwa semua halangan telah dihapuskan dan diri kita menjadi murni.
Lalu, bayangkan bahwa cahaya dan nektar menganugerahi berkah
kepada kita sehingga kita dapat dengan cepat mencapai realisasi dari
semua kualitas yang berkaitan dengan para Buddha dan Guru. Dengan
cara ini, pikirkan bahwa kita telah mempersiapkan dan mematangkan
diri untuk mencapai pemahaman tersebut.

Selanjutnya, kita sampai pada meditasi yang sesungguhnya.


Hal pertama yang harus kita pikirkan adalah fakta bahwa kita
mempunyai kelahiran manusia yang unggul saat ini. Pikirkanlah,
“Jika aku terlahir di alam neraka, hal ini tentu merupakan suatu
ketidakbebasan yang serius, karena aku tidak akan memiliki
kebebasan untuk berpikir tentang Dharma. Semua pikiranku akan
terperangkap oleh penderitaan tidak tertahankan dari suhu panas
atau dingin yang ekstrem.” Kemudian, pikirkanlah, “Aku bersyukur
Kehidupan Manusia yang Berharga 17

karena tidak terlahir di alam neraka! Aku sekarang adalah manusia.”


Dan kita pun bersukacita atas hal tersebut.

Langkah selanjutnya adalah secara berturut-berturut


memikirkan akan seperti apa jadinya jika kita terlahir sebagai setan
kelaparan, binatang, dan dewa berumur panjang. Bayangkanlah
penderitaan luar biasa dari rasa lapar dan haus yang menyiksa, dari
tiadanya kecerdasan untuk memahami kata-kata, serta dari tiadanya
kesempatan untuk merenungi Dharma. Lalu, dengan prosedur yang
sama, bersukacitalah karena kita telah terbebas dari semua bentuk
kehidupan ini. Bersukacitalah karena kita memiliki kesempatan
untuk merasakan kebahagiaan dan untuk menghargai kelahiran
manusia kita saat ini. Setelah kita memunculkan perasaan sukacita,
berkonsentrasilah padanya selama beberapa waktu.

Kelahiran manusia kita yang berharga, kehidupan unggul yang


kita miliki sekarang, bukan saja telah diberkahi oleh 8 kebebasan,
namun juga 10 keberuntungan, yakni 5 kondisi yang berkaitan
dengan diri kita secara pribadi dan 5 kondisi yang menguntungkan
secara umum.

Lima kondisi yang pertama adalah terlahir sebagai seorang


manusia, terlahir di tanah pusat, memiliki kecerdasan untuk
memahami ajaran, tidak pernah melakukan 5 kejahatan berat,
serta memiliki keyakinan terhadap Tripitaka atau kumpulan ajaran
Buddha. Kondisi pertama cukup jelas dan tidak membutuhkan
penjelasan lebih lanjut. Kondisi kedua merujuk pada sebuah wilayah
yang memiliki ajaran Buddha beserta pengikutnya. Kondisi ketiga
juga cukup jelas dan mudah dipahami. Kondisi keempat adalah tidak
pernah melakukan 5 kejahatan berat: membunuh ibu, membunuh
ayah, membunuh Arhat, melukai Buddha, atau menciptakan
perpecahan di dalam Sangha. Kondisi kelima juga kiranya cukup
mudah dipahami.
18 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Lima kondisi yang kedua berkaitan dengan orang lain dan


lingkungan tempat tinggal kita secara umum, yang terdiri dari:
1. Kemunculan seorang Buddha dalam kalpa ini. Walaupun
kita tidak lahir dalam periode ketika Buddha hidup dan
mengajar, faktanya beliau sudah muncul dalam kalpa kita
saat ini.
2. Buddha muncul dan juga mengajarkan Dharma. Tidak
semua Buddha muncul di dunia ini untuk mengajarkan
Dharma. Namun, dalam kasus kita, bisa dikatakan bahwa
kita beruntung, karena Buddha Shakyamuni memutar roda
Dharma sebanyak tiga kali dan mengajar selama 45 tahun.
3. Ajaran Buddha mampu bertahan sampai masa kita. Walaupun
Buddha muncul dan mengajar, ajaran beliau mungkin saja
merosot dan pada akhirnya menghilang. Namun, dalam
kasus kita, masih banyak orang yang mengajarkan Dharma
saat ini, dan ini merupakan keberuntungan yang luar biasa.
4. Kehadiran para praktisi (baik yang ditahbiskan maupun
tidak) yang mengusung dan menyebarkan ajaran Buddha.
Mereka mempraktikkan ajaran Buddha dengan ketat dan
bertindak sebagai panutan bagi kita. Kehadiran mereka
mendorong kita untuk berpraktik, karena dalam diri mereka
kita bisa melihat hasil-hasil positif dari praktik Dharma. Oleh
sebab itu, kita terdorong untuk mengikuti mereka sebagai
teladan dan berlatih dengan baik. Kasusnya tentu akan lain
jika hanya ada beberapa orang tua yang mempraktikkan
Dharma tetapi tidak dilanjutkan oleh generasi mendatang.
5. Kehadiran orang-orang yang mendukung praktisi Dharma,
baik dengan menyediakan dukungan moral maupun material
kepada anggota Sangha yang ingin berpraktik.
Kehidupan Manusia yang Berharga 19

Jika kita tidak berhenti sejenak untuk memikirkannya, kita akan


menganggap semua kondisi ini sebagai sesuatu yang biasa-biasa
saja. Ini merupakan suatu pemikiran yang salah, karena mereka tidak
bisa ditemukan di mana saja. Ada banyak tempat di dunia di mana
HAM tidak dihormati dan tidak ada kebebasan untuk mempraktikkan
jalan spiritual yang kita pilih. Di beberapa tempat, orang-orang yang
menjalankan praktik spiritual direndahkan dan dikritik keras. Tetapi,
dalam kasus kita, kita semua bebas menganut agama yang kita pilih,
dan praktisi spiritual sejati secara umum dihormati. Kita harus sadar
akan fakta ini, dan karenanya harus lebih menghargai kondisi yang
sekarang kita miliki.

Masing-masing dari kita menikmati 18 kondisi yang


menguntungkan bagi perjuangan praktik spiritual kita, yang terdiri
dari 8 kebebasan dan 10 keberuntungan. Kita harus sadar akan hal ini,
karena hal ini bukan sesuatu yang dapat diabaikan. Kita juga harus
sadar bahwa kita tidak memiliki hal-hal ini karena kebetulan. Kondisi-
kondisi ini merupakan hasil dari berbagai sebab yang kita buat pada
kehidupan terdahulu. Mereka adalah buah dari karma bajik yang
kita ciptakan. Lebih jauh, selama kelahiran-kelahiran kita di masa
lampau, kita pastinya telah berdoa dengan cara tertentu dan dengan
motivasi yang baik sehingga mampu mendapatkan hasil seperti ini.
Singkat kata, kita tak boleh membayangkan bahwa keberuntungan ini
muncul dengan begitu saja secara kebetulan. Jadi, cara pertama untuk
merenungkan kelahiran manusia kita yang berharga adalah dengan
mengenali 8 kebebasan dan 10 keberuntungan yang kita miliki, serta
bersukacita atasnya.

Merenungkan Nilai atau Potensi Besarnya

Langkah selanjutnya adalah merenungkan maksud yang tersirat


dari kehidupan yang kita miliki ini. Pikirkan, “Aku tidak hanya memiliki
20 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

semua kondisi unggul ini – 8 kebebasan dan 10 keberuntungan –


tetapi lebih jauh, hal ini menyiratkan bahwa aku memiliki kesempatan
besar dan potensi unggul.” Kita harus menyadari hal ini agar mampu
mencapai aneka tujuan yang ingin kita capai.

Pertama, dalam pengertian sementara, kita menyadari bahwa


dengan tubuh manusia ini, kita bisa melakukan hal penting yang
diperlukan untuk mencapai kelahiran kembali yang baik di kehidupan
mendatang. Kedua, dalam pengertian tertinggi, kita sadar bahwa kita
memiliki potensi yang lebih besar daripada itu, karena kita juga bisa
mencapai pembebasan dari samsara atau pencerahan yang lengkap
dan sempurna dengan tubuh manusia ini. Terakhir, dalam pengertian
momen ke momen, kita harus sadar bahwa setiap momen dari
kehidupan kita saat ini memiliki arti yang besar, karena dalam waktu
yang singkat pun kita dapat menciptakan sebab yang kuat untuk
meraih pencerahan. Bahkan, dengan motivasi yang kuat dan unggul,
tindakan sesederhana mempersembahkan beberapa batang dupa akan
menghasilkan karma bajik yang tak terhingga untuk pencapaian
pencerahan. Dengan cara yang sama, kita juga dapat memurnikan
diri kita dari karma negatif yang tak terhingga, yang tentunya akan
mempercepat upaya kita mencapai Kebuddhaan.

Terkait pengertian sementara, kita harus berupaya memperoleh


pengertian yang benar akan betapa berharganya kehidupan kita
sebagai manusia untuk mencapai tujuan yang ingin kita capai.
Kehidupan sebagai manusia yang berharga memberi kita kesempatan
untuk mencapai tiga tujuan yang berbeda. Yang pertama adalah
kelahiran kembali di alam tinggi. Apa maksudnya? Hal ini merujuk
pada kelahiran sebagai manusia unggul seperti yang kita miliki
sekarang, atau bahkan sebagai dewa-dewi. Jika ini adalah tujuan kita,
kita memiliki kesempatan untuk mewujudkannya di kehidupan kita
sekarang. Mengapa demikian? Karena kita bisa menciptakan sebab-
Kehidupan Manusia yang Berharga 21

sebab untuk mencapai status yang tinggi ini. Dengan menciptakan


sebab-sebab tersebut, tentu saja kita akan mengalami hasilnya.

Jika kita memiliki harapan khusus untuk dilahirkan di Penang


pada kehidupan mendatang, kita dapat memastikannya. Jika kita
lebih memilih untuk dilahirkan di Kuala Lumpur, hal ini juga
memungkinkan. Jika kita lebih memilih dilahirkan di Prancis, hal
ini juga mungkin diraih. Jika kita lebih menyukai gaya hidup orang
Kanada, hal ini juga bisa dicapai. Dan, jika kita lebih memilih untuk
dilahirkan di Denmark, rencana ini juga bisa dilaksanakan.

Bagaimana kita bisa memastikan terciptanya sebab-sebab untuk


terlahir kembali di alam yang tinggi? Dengan disiplin moral (sila) yang
murni. Kita semua mampu menjaga sila, karena hal ini menyangkut
bagaimana kita menghindari 10 ketidakbajikan. Jika kita tidak
mampu menghindari 10 ketidakbajikan sekaligus, maka setidaknya
ada 7 macam yang sangat mudah kita tolak. Kita dapat memutuskan
untuk menghindari 3 tindakan fisik dan 4 tindakan verbal yang tidak
bajik. Jika hal ini terasa sulit, kita dapat menghindari 3 tindakan fisik
yang tidak bajik saja, atau setidaknya salah satunya. Yang dibutuhkan
adalah sedikit upaya dan sebuah keputusan sadar untuk menghentikan
ketidakbajikan. Singkatnya, kita memiliki kapasitas yang sempurna
untuk menghasilkan kelahiran kembali di alam yang tinggi.

Kepatuhan pada sila yang murni adalah sebab utama untuk


menghasilkan kelahiran sebagai manusia. Tetapi, jika kita dilahirkan
di sebuah keluarga miskin yang memiliki kesulitan untuk mendapatkan
makanan dan minuman, maka kondisi untuk berpraktik tidak akan
ideal. Akan lebih mudah jika kita sedikit lebih kaya, karena dengan
demikian kita takkan mencemaskan urusan bertahan hidup. Untuk
alasan ini, akan lebih baik jika kita mempraktikkan kemurahan hati
(dana) pada kehidupan kita saat ini, yakni untuk memastikan agar kita
memiliki kekayaan yang cukup untuk bertahan hidup pada kehidupan
22 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

mendatang. Mempraktikkan dana pada kehidupan kita yang sekarang


akan menjamin kemudahan untuk memperoleh harta-benda di
kehidupan mendatang kita sebagai manusia.

Kita mungkin terlahir sebagai manusia dalam keluarga yang


baik dengan kekayaan yang cukup untuk bertahan hidup. Meskipun
demikian, kita bisa saja sangat jelek, dan hal ini akan menjadi
penghalang yang serius bagi hubungan kita dengan orang lain. Jika
penampilan fisik kita menjijikkan, takkan ada orang yang ingin
berteman atau bahkan bergaul dengan kita. Menjadi orang yang tidak
menarik bisa menjadi penghalang untuk mempraktikkan Dharma
dengan leluasa. Kita dapat memastikan bahwa diri kita memiliki tubuh
fisik yang menyenangkan di kelahiran mendatang dengan menciptakan
sebabnya, yaitu dengan menjadi seorang yang sabar. Jika kita melatih
kesabaran (kshanti) kita dengan orang lain sekarang, ini akan
menyebabkan kita memiliki penampilan fisik yang menyenangkan
di kehidupan mendatang. Hal ini juga akan memastikan diri kita
memiliki hubungan yang baik dengan teman-teman, saudara-saudara,
dan guru-guru spiritual kita di kehidupan mendatang, yang tentunya
merupakan hal penting bagi praktik Dharma kita.

Penampilan fisik yang menyenangkan tidak ada kaitannya


dengan standar kecantikan tertentu. Yang penting adalah memiliki
sebuah daya tarik alamiah yang membuat orang suka ketika melihat
kita. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus memiliki bahu yang
proporsional dengan anggota tubuh lainnya. Kita bisa saja tetap
menarik bagi orang lain berhubung adanya pesona tertentu yang kita
miliki. Hasil lain dari praktik kesabaran adalah memiliki tubuh fisik
yang kuat, tidak harus yang berotot, tetapi tubuh fisik yang memiliki
daya tahan dan cukup kuat untuk menjalankan praktik spiritual tanpa
mengalami penderitaan fisik. Hal ini cukup masuk akal dan mudah
dimengerti. Kesabaran memiliki banyak aspek. Misalnya, dalam
Kehidupan Manusia yang Berharga 23

mempraktikkan Dharma, kita harus menghadapi kesulitan-kesulitan


tertentu dan beberapa ketidaknyamanan fisik, belum lagi kelelahan
mental. Menyangkut meditasi dan belajar dengan serius, kita tidak
boleh membiarkan diri kita kewalahan menghadapi aneka penghalang
seperti kelelahan dan sebagainya. Dengan membulatkan tekad untuk
menahan diri dari godaan untuk tidur, kita menciptakan sebab untuk
memiliki tubuh yang kuat dan tegap di kehidupan mendatang. Ini
dikatakan sebagai hasil yang “serupa dengan sebabnya”. Karena
kita telah bersabar dan bertekad untuk menahan diri dalam aneka
situasi sulit di kehidupan saat ini, secara alamiah kita akan memiliki
kemampuan untuk bertahan menghadapi aneka kesulitan di kehidupan
mendatang.

Jika kita memiliki tubuh manusia, kekayaan yang mencukupi,


dan penampilan yang menyenangkan, tetapi tidak memiliki sedikit pun
antusiasme untuk mempraktikkan Dharma, maka apa gunanya semua
ini? Ketertarikan pada praktik spiritual secara alamiah muncul dari
upaya bersemangat (wirya), yang didefinisikan sebagai kegembiraan
terhadap kebajikan. Ketertarikan pada praktik spiritual adalah
pertanda bahwa di kehidupan lampau kita telah mengembangkan
upaya bersemangat. Jika kita terus melatih kualitas ini, maka di
kehidupan mendatang kita akan menikmati ketertarikan yang spontan
terhadap Dharma.

Selanjutnya, meskipun kita memiliki upaya bersemangat,


ketidakmampuan untuk berkonsentrasi pada apa yang kita lakukan
akan membuat kita kesulitan untuk mencapai apa pun. Kemampuan
untuk tetap berkonsentrasi (samadhi) pada apa yang kita lakukan
tanpa sedikit pun teralihkan adalah hasil dari melatih konsentrasi
di kehidupan sekarang. Kita dapat berupaya mencapai shamatha
(ketenangan batin). Kita juga bisa lanjut mencapai berbagai tingkat
dhyana (penyerapan) pada alam berbentuk. Ini merupakan bentuk
24 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

unggul dari konsentrasi yang bisa kita capai dengan melatih


konsentrasi pada kehidupan sekarang.

Tetapi, apakah semua ini cukup? Meskipun kita punya


kemampuan untuk tetap berkonsentrasi selama jangka waktu yang
lama dan memiliki kegembiraan terhadap kebajikan, kita takkan
meraih kemajuan yang pesat jika tidak memiliki kebijaksanaan
(prajna) yang mampu membedakan mana yang baik dan buruk.
Kebijaksanaan adalah kualitas lain yang sangat penting untuk dimiliki
dalam kelahiran mendatang kita sebagai manusia. Hal yang akan
menjamin bahwa kita memiliki kebijaksanaan di masa mendatang
adalah upaya belajar dan merenung untuk meningkatkan pengetahuan
kita. Mengajar orang lain dan membantu mereka mengembangkan
pengetahuan yang lebih luas juga bertujuan untuk itu. Ada banyak
sebab lain untuk menghasilkan kebijaksanaan. Salah satunya adalah
dengan mempersembahkan pelita kepada Buddha. Mengajarkan
topik yang umum di sekolah dan membantu orang lain memperoleh
pendidikan yang layak serta meraih pengetahuan yang lebih luas juga
akan menghasilkan kebijaksanaan di kehidupan mendatang. Semua
ini adalah sebab yang bisa kita hasilkan dengan kelahiran yang kita
miliki sekarang.

Lebih jauh, sangatlah penting untuk memastikan bahwa di


kehidupan mendatang kita bisa berumur panjang. Jika kita hanya hidup
untuk waktu yang singkat, kita tidak akan memiliki waktu yang cukup
untuk mempraktikkan Dharma. Jika kita panjang umur tetapi terus-
menerus dalam keadaan sakit, hal ini juga merupakan penghalang.
Kita bisa menciptakan sebab bagi umur panjang dengan menghindari
pembunuhan dan melindungi kehidupan makhluk lain. Tindakan ini
menghasilkan akibat yang serupa dengan sebabnya. Karena kita telah
memperpanjang usia makhluk lain, kita juga akan memiliki usia yang
panjang.
Kehidupan Manusia yang Berharga 25

Seperti yang sudah kita lihat, sebab utama untuk terlahir


kembali sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungan
adalah ketaatan pada sila. Hal ini memberi kita tubuh manusia.
Menambahkan praktik paramita lainnya – kemurahan hati dan
seterusnya – menghasilkan kondisi tambahan yang mendukung praktik
Dharma kita di kehidupan mendatang. Tubuh manusia kita yang
menguntungkan ini memungkinkan kita untuk bertindak sedemikian
rupa untuk menghasilkan sebab-sebab unggul bagi kehidupan
mendatang.

Sebab berikutnya, yang melengkapi sebab lainnya dan


merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk memperoleh kelahiran
manusia yang unggul di kehidupan mendatang, adalah melantunkan
doa-doa suci. Hal ini berarti melakukan perbuatan baik yang akan
menghasilkan karma baik, kemudian mendedikasikan karma tersebut
untuk kelahiran kembali yang baik. Kita berdoa semoga karma ini
memungkinkan kita untuk mencapai kelahiran manusia yang unggul
dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan. Ini adalah sebab ketiga
dan terakhir untuk pencapaian kelahiran kembali yang baik.

Berikutnya, terkait pengertian tertinggi, kita menyadari bahwa


kelahiran sebagai manusia berpotensi untuk meraih pembebasan
dari samsara ataupun pencapaian Kebuddhaan. Pembebasan dari
samsara membutuhkan praktik dari ketiga latihan yang lebih tinggi,
yakni latihan sila, samadhi, dan prajna yang lebih tinggi. Latihan
sila yang lebih tinggi adalah dasar bagi kedua latihan lainnya. Jika
kita tidak menjaga sila, kita takkan bisa mencapai latihan unggul
dari konsentrasi maupun kebijaksanaan. Tetapi, seperti yang
telah kita lihat, kepatuhan pada sila semata tidaklah cukup untuk
membebaskan kita dari samsara. Lalu, untuk praktik sila yang akan
mengarahkan kita pada pembebasan ini, sangatlah penting bagi kita
untuk menolak samsara – merasa jijik terhadap samsara dan memiliki
26 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

keinginan untuk bebas darinya. Praktik sila yang dimotivasi oleh


aspirasi untuk mencapai pembebasan adalah sebab bagi pencapaian
pembebasan kita. Dan kenyataannya, kelahiran sebagai manusia
adalah kondisi yang ideal untuk mencapai penolakan terhadap
samsara.

Di sisi lain, misalnya, kelahiran sebagai dewa di alam keinginan


akan membuat kita kesulitan untuk memunculkan penolakan ini.
Mengapa demikian? Karena dewa di alam keinginan akan benar-benar
terperangkap dalam kesenangan, dan oleh karenanya, akan sangat
sulit untuk tetap bersikap objektif dan menimbang betapa malangnya
kehidupan di dalam samsara, apalagi merasa jijik padanya. Tetapi,
sebagai manusia, kita senantiasa mengalami perubahan dari kondisi
yang menyenangkan ke kondisi yang menderita, dan sebaliknya.
Karena kita mengalami proses naik-turun ini, kita lebih mudah untuk
memahami hakikat sejati dari samsara dan betapa kebahagiaan yang
kita alami di dalam samsara adalah sesuatu yang tidak stabil, tidak
dapat diandalkan, dan menipu. Hal ini akan memberikan cara pandang
yang berbeda dan membuat kita lebih mudah untuk menyadari bahwa
selama kita masih berada di dalam samsara, mustahil untuk menikmati
kebahagiaan sejati. Sebaliknya, kita akan terus-menerus menghadapi
aneka masalah dan penderitaan. Dengan demikian, kita akan mulai
membenci samsara dan terinspirasi untuk mencari pembebasan
darinya.

Selain pembebasan dari samsara, potensi yang dimiliki oleh


tubuh manusia juga memungkinkan kita untuk mencapai tujuan
tertinggi dalam hidup ini, yakni pencerahan atau Kebuddhaan
yang lengkap dan sempurna. Sebab utama dari pencerahan adalah
bodhicita (batin pencerahan). Semua perbuatan yang dimotivasi oleh
aspirasi untuk mencapai pencerahan berperan sebagai sebab untuk
mencapai pencerahan. Dengan demikian, bodhicita (terutama yang
Kehidupan Manusia yang Berharga 27

sifatnya spontan) sangatlah penting. Dan kenyataannya, kehidupan


manusia dengan kebebasan dan keberuntungan ini adalah dasar
yang ideal untuk merealisasikan bodhicita. Kemudian, ketika kita
melihat samsara dan menyadari bahwa pada dasarnya penderitaan
samsara tidak hanya tak tertahankan bagi kita namun juga bagi semua
makhluk, kesadaran ini akan memungkinkan kita merasakan welas
asih terhadap makhluk lain. Welas asih yang agung merupakan sebab
utama untuk merealisasikan bodhicita.

Lebih jauh, kelahiran sebagai manusia dengan kebebasan dan


keberuntungan memberi kesempatan bagi kita untuk mempraktikkan
Tantra. Tanpa tubuh manusia yang tersusun oleh enam unsur dan
lain sebagainya, mustahil untuk melaksanakan praktik Tantra dalam
rangka merealisasikan Kebuddhaan pada kehidupan saat ini juga.
Untuk alasan inilah para Bodhisatwa yang berdiam di alam-alam
Buddha, seperti Sukawati dan lainnya, berdoa untuk dilahirkan
kembali di alam yang lebih rendah sebagai manusia. Mereka berdoa
seperti ini untuk memperoleh keuntungan dari kondisi-kondisi baik
yang dipaparkan di atas. Sebenarnya, ketika kita memikirkannya,
hal ini akan terasa aneh, karena kita sering berdoa untuk dilahirkan
di alam Buddha seperti Sukawati, sementara faktanya Bodhisatwa
yang berada di sana berdoa untuk terlahir ke alam manusia. Kita
tidak boleh membayangkan bahwa ini hanyalah sebuah cerita atau
dongeng. Bodhisatwa benar-benar berdoa untuk dilahirkan di dunia
manusia dan memperoleh tubuh manusia yang kita miliki sekarang.
Dari fakta ini, kita akan menyadari aneka kemungkinan luar biasa
yang terbuka bagi kita sekarang karena telah memiliki tubuh manusia
yang berharga.

Berikutnya, terkait pengertian dari momen ke momen, potensi


dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk mencapai realisasi dari
momen ke momen. Ini merujuk pada kenyataan bahwa dalam waktu
28 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

yang sangat singkat kita dapat membangkitkan karma dengan kualitas


bajik yang sangat besar dan memurnikan diri kita dari karma negatif
yang tak terhitung jumlahnya. Ini terjadi karena kemampuan kita
untuk membangkitkan bodhicita. Pada gilirannya, kekuatan bodhicita
muncul dari objek dan motivasinya. Bodhicita mempertimbangkan
semua makhluk hidup di dalam samsara, yang jumlahnya tak terhingga
laksana ruang, tanpa terkecuali. Tujuan bodhicita adalah menyediakan
kebahagiaan dan menghilangkan penderitaan selama jangka waktu
yang tak terbatas. Meskipun kita mungkin belum merealisasikan
bodhicita yang spontan, kita setidaknya bisa membangkitkannya
dengan cara yang dibuat-buat terlebih dahulu. Dengan demikian,
sekecil apa pun kebajikan yang terinspirasi darinya, misalnya
satu namaskara atau persembahan kecil kepada Buddha, akan
menghasilkan kekuatan yang besar dan penting. Dengan kata lain,
besarnya niat di balik tindakanlah yang memberikan kekuatan pada
sebuah perbuatan.

Sama halnya, ketika tekad yang kuat untuk menjadi Buddha


demi kepentingan semua makhluk memotivasi praktik purifikasi kita,
maka praktik tersebut akan menjadi sangat ampuh dan membuat kita
mampu memurnikan himpunan karma buruk di masa lampau yang tak
terhitung banyaknya dalam waktu yang singkat.

Pada akhirnya, perenungan ihwal besarnya potensi dari tubuh


manusia kita yang berharga harus mengarahkan kita pada kesimpulan
bahwa kita harus memanfaatkan sisa waktu hidup kita sebaik-baiknya
untuk mencapai salah satu tujuan unggul yang telah diuraikan di
atas. Setelah merenungkan 8 kebebasan, kita bisa merenungkan 10
keberuntungan yang kita nikmati saat ini dengan cara yang sama seperti
sebelumnya. Perenungan bisa dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi unggul dari tubuh manusia melalui sudut pandang pengertian
sementara, pengertian tertinggi, dan pengertian dari momen ke
Kehidupan Manusia yang Berharga 29

momen. Merenungkan hal ini akan membawa kita pada kesimpulan


bahwa tidak seharusnya kita membuang potensi luar biasa kita untuk
kegiatan yang tidak berguna; sebaliknya, kita harus menggunakannya
untuk mencapai sesuatu yang berharga bagi diri kita sendiri berikut
semua makhluk lainnya.

Merenungkan Kesulitan Memperolehnya Pada Kehidupan Saat


Ini Maupun Mendatang

Poin terakhir ini penting untuk direnungkan agar kita tergerak


menggunakan hidup kita dengan baik. Jika tidak, mengingat
kecenderungan alamiah kita, maka kita akan merasa bahwa masalah
ini tidak mendesak dan bisa dipikirkan di lain waktu. Merenungkan
kesulitan memperoleh kelahiran dengan kebebasan dan keberuntungan
seperti milik kita sekarang ini adalah obat terbaik untuk mengatasi
kecenderungan untuk menunda pemanfaatan penuh dari kebebasan
dan keberuntungan kita.

Kita harus mencoba memahami bahwa memperoleh suatu


kelahiran kembali yang sama dalam waktu dekat bisa jadi jauh lebih
sulit daripada yang kita bayangkan. Untuk tujuan ini, pertama-tama
kita merenungkan sebab-sebab yang diperlukan untuk menghasilkan
kelahiran kembali seperti itu. Seperti dijelaskan di atas, kelahiran kita
yang sangat baik saat ini tidaklah datang secara kebetulan. Ia adalah
hasil dari sejumlah besar karma bajik yang telah kita kumpulkan
selama rangkaian kehidupan lampau kita. Oleh karena itu, kita
perlu menentukan sebab yang tepat dari kelahiran kembali untuk
lebih memikirkan betapa sulitnya memperoleh tubuh manusia. Kita
juga dapat memahami kelangkaan tersebut dengan menggunakan
perumpamaan. Di sini, kita bisa membandingkan jumlah dari kelahiran
manusia yang unggul dan jumlah dari bentuk-bentuk kehidupan
lainnya.
30 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Pertama, kita harus memahami betapa langkanya kelahiran


kembali sebagai manusia yang unggul dari sudut pandang sebab.
Sebagaimana telah kita lihat, ketaatan dalam menjaga sila yang
murni adalah sebab utama dari kelahiran sebagai manusia. Selain
itu, kita harus mengembangkan lima kualitas lain, yaitu kemurahan
hati dan sebagainya, untuk memastikan diri kita memperoleh kondisi
tambahan yang menguntungkan pada kelahiran sebagai manusia di
masa mendatang. Terakhir, untuk melengkapi kumpulan sebab ini,
kita membutuhkan doa yang murni, dengan kata lain, doa dengan
motivasi murni untuk kelahiran kembali sebagai manusia.

Kita harus melihat ke dalam diri kita sendiri dan secara objektif
memeriksa perilaku kita sekarang. Jika kita menemukan bahwa kita
mengumpulkan sebab-sebab ini dari hari ke hari, maka itu adalah hal
yang baik untuk memastikan perolehan kelahiran kembali sebagai
manusia. Namun, benarkah kita selalu hidup dengan bajik? Apakah
kita tidak sering terlibat dalam tindakan yang membahayakan diri
sendiri dan orang lain? Mana yang lebih sering dan datang dengan
mudah kepada kita, kebajikan atau ketidakbajikan? Jika kebajikan
yang lebih sering datang, maka kita memiliki setiap alasan untuk
merasa yakin bahwa kelahiran kembali sebagai manusia akan kita
peroleh. Namun, jika kita mau jujur, akan terlihat bahwa kita lebih
mudah tertarik pada ketidakbajikan daripada kebajikan.

Untuk menentukan perilaku yang biasa kita lakukan, kita dapat


menggunakan satu hari biasa sebagai contoh dan memeriksa jenis
pikiran apa yang ada dalam batin kita sejak kita bangun di pagi hari.
Dalam proses pemeriksaan ini, jika kita menemukan bahwa sebagian
besar dari pikiran kita bersifat positif, maka tidak ada alasan untuk
khawatir. Sayangnya, pemeriksaan seperti ini kemungkinan besar
akan mewajibkan kita untuk menyimpulkan bahwa pikiran tak bajik
lebih sering hadir daripada pikiran bajik, yang berarti kita telah gagal
Kehidupan Manusia yang Berharga 31

memperoleh sebab bagi kelahiran kembali yang baik. Ini adalah


salah satu cara untuk memahami bahwa upaya memperoleh kelahiran
manusia yang unggul tidaklah semudah yang kita bayangkan.

Setelah mendengar ini, beberapa orang mungkin protes, “Saya


tidak melakukan hal-ihwal yang benar-benar buruk. Saya tidak pernah
membunuh siapa pun dan saya tidak mencuri. Saya juga mencoba
melakukan hal baik. Saya bermeditasi sedikit, mengucapkan beberapa
doa dan melakukan beberapa hal baik setiap hari.” Namun, ini adalah
pandangan kasar ihwal perilaku kita. Ketika kita memeriksa dengan
lebih teliti, kita mungkin akan menemukan bahwa praktik kebajikan
kita seringkali tidak sempurna. Tiga fase – pendahuluan, tindakan itu
sendiri, dan penyelesaian – tak selalu hadir. Sebagai contoh, jika kita
memutuskan untuk berdoa atau bermeditasi, kita dapat memulainya
dengan sebuah motivasi yang bajik, tetapi nyatanya, tak lama setelah
memulai praktik, kita dapat menemukan bahwa pikiran kita berkeliaran
dan terganggu. Atau, jika kita mampu untuk tetap berkonsentrasi dalam
fase utama praktik, pada akhirnya kita mungkin akan terganggu oleh
dering telepon. Jadi, kita menemukan diri kita terlibat dalam hal lain
tanpa mengakhiri praktik dengan doa dedikasi. Karena salah satu dari
tiga tahap yang diperlukan untuk mencapai suatu jalan karma yang
lengkap tidak hadir, kebajikan yang dihasilkan menjadi lemah dan
tidak efektif. Kemungkinan lain adalah: setelah memutuskan untuk
bermeditasi atau berdoa dan membangkitkan motivasi yang bajik, kita
malah tertidur di tengah-tengah praktik! Ketika bangun, kita terkejut
melihat jam dan menyadari bahwa kita telah menyia-nyiakan waktu
kita. Hal ini sering terjadi, dan sebagai pemula dalam jalan spiritual,
kita semua telah mengalaminya. Dengan kata lain, upaya kita untuk
menciptakan karma bajik tidaklah efektif.

Di sisi lain, ketika melakukan ketidakbajikan, kita tidak


memiliki kesulitan dalam memastikan bahwa ketiga fase hadir
32 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

secara lengkap. Sebagai contoh, kita mungkin ingin mempermalukan


seseorang dengan mengatakan sesuatu yang kasar atau menyinggung
hati. Pertama-tama, kita membangkitkan niat yang jelas untuk
melakukannya, dan untuk melakukannya dengan baik, kita berpikir
“Aku benar-benar harus memberinya pelajaran.” Kita kemudian
menyusun perkataan yang paling pas untuk menyakiti orang tersebut.
Kita mencari kata-kata yang tepat untuk memukul titik lemahnya.
Selain itu, kita memastikan untuk berkomentar di depan sebanyak
mungkin orang untuk memastikan bahwa calon korban kita benar-
benar malu. Setelah menetapkan semua ini dan memilih waktu terbaik
untuk melakukannya, kita menyatakan apa yang telah kita putuskan
untuk dikatakan. Kemudian, kita tidak berhenti sampai di situ. Setelah
selesai, kita berpikir, “Luar biasa! Aku sudah berhasil melakukan apa
yang ingin kulakukan!” Kita mengucapkan selamat pada diri sendiri
dan bersukacita atas tindakan kita. Dengan cara ini, karma yang sangat
negatif tercipta dengan begitu mudahnya.

Ini adalah salah satu cara untuk memahami bahwa ketidakbajikan


kita lebih besar daripada kebajikan kita. Tetapi, ada penjelasan lebih
lanjut. Meskipun upaya kita untuk melakukan kebajikan mungkin saja
sukses, kita memiliki kesulitan untuk menjaga karma baik yang telah
kita hasilkan. Kita marah atau membiarkan beberapa faktor perusak
lain muncul dalam diri kita untuk kemudian menghancurkan karma
baik kecil yang telah kita hasilkan tersebut. Untuk alasan ini, maka
mungkin lebih sulit daripada yang kita pikirkan untuk meninggalkan
kehidupan ini dengan bekal karma baik yang mencukupi. Jika kita
berperilaku seperti yang telah kita lakukan selama ini, sebab-sebab
untuk memperoleh tubuh manusia yang berharga akan jauh dari
jangkauan. Kesadaran ini seharusnya memperkuat tekad kita untuk
menggunakan kehidupan kita sekarang dengan sebaik-baiknya
untuk menciptakan sebab-sebab bagi perolehan tubuh manusia yang
berharga.
Kehidupan Manusia yang Berharga 33

Kedua, kita harus memahami betapa langkanya kelahiran kembali


sebagai manusia yang unggul dari sudut pandang perumpamaan.
Kitab-kitab memberikan banyak sekali analogi, tetapi kita hanya akan
membahas satu analogi yang menggambarkan kelangkaan ini. Jika kita
mengambil segenggam kacang polong kering dan melemparkannya
ke dinding rata berulang kali untuk mencoba menempelkannya
di sana, berapa besar kemungkinan kita untuk berhasil? Berapa
banyak kacang polong yang akan benar-benar menempel ke dinding?
Tidak terbayangkan bahwa seseorang mungkin melakukannya.
Kacang polong akan jatuh dan bergulir ke lantai. Kemungkinan kita
memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang unggul adalah
sama langkanya dengan peristiwa menempelnya kacang polong ke
dinding rata.

Ketiga, kita harus memahami betapa langkanya kelahiran


kembali sebagai manusia yang unggul dari sudut pandang jumlah.
Kita bisa membayangkan diri kita pergi ke lapangan dan menggali
di suatu area dengan ukuran satu orang yang sedang duduk di tanah;
sekitar satu meter persegi. Ketika menggali jauh ke dalam tanah, kita
akan menemukan berbagai jenis makhluk kecil yang hidup di dalam
tanah. Beberapa serangga akan dapat dilihat dengan mata telanjang,
beberapa lainnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Dengan
cara ini, kita dapat mengetahui bahwa jumlah total dari binatang
yang hidup di dunia ini jauh melebihi jumlah manusia. Jika ada
lebih banyak binatang daripada manusia, apa yang harus dikatakan
mengenai setan kelaparan? Mereka bahkan lebih banyak daripada
binatang, dan jumlah makhluk neraka bahkan jauh lebih banyak lagi
daripada setan kelaparan.

Dengan merenungkan langkanya kelahiran sebagai manusia


dengan kebebasan dan keberuntungan dari sudut pandang sebab,
perumpamaan dan jumlah, kita akan lebih memahami bahwa perolehan
34 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

kelahiran kembali sebagai manusia sama sekali bukan pekerjaan yang


sederhana. Perenungan kita akan membawa kita pada kesimpulan
bahwa kita harus mengambil manfaat penuh dari kehidupan yang kita
miliki sekarang. Sebuah analisis mendalam tentang masalah ini secara
alamiah akan menimbulkan suatu tekad besar untuk menggunakan
kehidupan manusia kita sekarang dengan sangat baik. Yang paling
ideal adalah menggunakan tubuh manusia yang berharga ini untuk
mencapai pencerahan demi kepentingan semua makhluk. Jika kita
gagal mencapai tujuan ini, kita dapat menggunakan tubuh manusia
kita untuk mencapai pembebasan dari samsara. Atau, jika kita merasa
bahwa tujuan tersebut masih terlalu tinggi bagi kita, minimal kita
harus mampu menghindarkan diri kita dari kelahiran kembali di salah
satu dari tiga alam rendah.
3
Kematian dan
Ketidakkekalan
Mengutip nasihat dari Gungthang Rinpoche,

“Engkau telah memperoleh sebuah kehidupan dengan


kebebasan dan kebeuntungan, serta bertemu ajaran
Sang Penakluk.
Engkau juga telah diajar oleh guru-guru berkualitas dan
sahabat-sahabat Dharma yang baik.
Menimbang kombinasi keadaan yang menguntungkan
seperti ini, akan sulit untuk memperolehnya kembali
di masa depan, selain fakta bahwa ia membutuhkan
potensi besar.
Jadi, halaulah sikap menunda-nunda dan gunakan
kehidupan manusia kita dengan baik!”

Kita telah memperoleh kehidupan manusia yang berharga


dengan kebebasan dan keberuntungan. Kita telah bertemu ajaran Sang
Buddha dan telah mengambil perlindungan dari guru spiritual yang
berkualitas, yang juga mengajarkan kita Dharma. Kemudian, kita
memiliki sahabat-sahabat Dharma. Sangatlah jarang semua keadaan
yang amat menguntungkan ini datang bersama-sama, dan sangatlah
sulit untuk mengalaminya lagi di masa depan. Untuk alasan ini,

35
36 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

berhubung kita masih memiliki semua keadaan ini, maka kita harus
menggunakan mereka dengan sebaik-baiknya, bukannya menyerah
pada sikap menunda-nunda dan kemalasan.

Sebagai manusia, kita memiliki batin manusia, memiliki potensi


luar biasa yang jauh lebih unggul dari bentuk kehidupan lainnya.
Akan sangat memalukan jika kita hanya menggunakannya untuk
tujuan mencari nafkah dan seterusnya, sedangkan tujuan sejati kita
adalah menjadi bahagia dan bebas dari penderitaan. Jadi, akan jauh
lebih bermakna dan bermanfaat untuk mengarahkan potensi kita pada
pencapaian dua tujuan tersebut. Kebahagiaan yang kita cita-citakan
takkan muncul dengan sendirinya, apalagi dengan sekadar berdoa.
Satu-satunya cara untuk mewujudkan kebahagiaan sejati adalah
dengan mengumpulkan sebab-sebabnya di dalam diri kita.

Sebagian besar dari kita sudah tercukupi dalam hal sandang,


pangan, dan papan. Apa yang perlu kita perhatikan sekarang adalah
kondisi batin kita, dalam rangka membawa perubahan dalam diri kita
sendiri dan menciptakan sebab-sebab kebahagiaan dalam diri kita.
Ini berarti mengubah cara kita melihat sesuatu dan meningkatkan
pemahaman kita tentang berbagai hal. Tidak ada jaminan bahwa
peningkatan kondisi material akan meningkatkan kebahagiaan kita
secara proporsional. Banyak orang kaya yang tidak bahagia. Ini
semata menunjukkan bahwa pandangan dan sikap mereka tidak
benar. Di sisi lain, kadang-kadang kita melihat beberapa orang yang
hidup pas-pasan tetapi sangat bahagia. Ini terjadi karena pemahaman
mereka yang benar dan sikap mereka yang positif. Oleh karena itu, di
atas segalanya, kita perlu memberi penekanan khusus pada batin kita,
yaitu pemahaman dan cara pandang kita dalam memandang segala
sesuatu.

Jika sampai sekarang kita masih belum mampu memiliki bentuk


kebahagiaan sejati yang stabil dan tak berubah, hal ini terjadi karena
Kematian dan Ketidakkekalan 37

ada begitu banyak pemahaman dan sikap yang salah dalam diri kita.
Oleh karena itu, kita perlu menyesuaikan pemahaman dan sikap kita
secara tepat. Banyak pikiran dan reaksi kita yang menghalangi kita
untuk mengalami kebahagiaan sejati. Selama kita memelihara mereka,
masalah kita akan terus ada dan mengganggu kita. Salah satunya
adalah ketidakpuasan yang dipicu oleh aneka ragam keinginan. Tentu
saja ada banyak jenis keinginan, dan beberapa di antaranya sangat
konstruktif, tetapi keinginan yang dimaksud di sini adalah sikap yang
selalu menginginkan lebih dan tidak pernah merasa puas dengan apa
yang dimiliki. Sebagai contoh, jika kita memiliki $100, kita akan
menginginkan $1.000, dan jika kita memiliki $1.000, kita ingin
memiliki $10.000, dan seterusnya. Sikap yang demikian tidak pernah
berakhir. Ini adalah salah satu hal yang perlu kita ubah di dalam diri
kita. Kita perlu menghilangkan ketidakpuasan ini, yang muncul dari
keinginan dan kemelekatan yang kita miliki dalam diri kita. Jika kita
bisa mengganti sikap ini dengan kepuasan, yaitu merasa puas dan
cukup dengan apa yang kita miliki, kita takkan lagi terus-menerus
dihantui oleh kegelisahan. Sebagai hasilnya, kita akan merasa jauh
lebih damai dalam hidup ini.

Masalah kita yang lain adalah kemalasan. Ketika kita malas,


kita cenderung hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Pada saat
itu, kita merasa baik-baik saja, tetapi masalahnya adalah: sikap ini
mencegah kita mendapatkan sesuatu yang kita dambakan, misalnya
kemajuan spiritual kita. Akhirnya, hal ini akan menciptakan masalah
bagi kita, karena kemalasan menghalangi kita untuk terlibat dalam
praktik spiritual, sumber sejati dari kebahagiaan masa depan kita.

Ini hanyalah beberapa pandangan dan sikap yang perlu kita


singkirkan secara berkala, berhubung mereka menghalangi kondisi
baik kita dan menciptakan kesulitan bagi kita. Di sisi lain, ada
berbagai sikap yang memiliki efek menguntungkan bagi kita, dan kita
perlu mendorong mereka ke dalam diri kita. Misalnya, sikap peduli
38 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

dan cinta kasih pada orang lain, menghormati orang lain, sikap sabar,
dan lain-lain. Ada sejumlah besar kualitas yang kita butuhkan untuk
memperkuat diri kita dalam rangka mencapai kebahagiaan pribadi
dan memberikan sukacita kepada orang-orang di sekitar kita.

Meskipun sulit untuk mengubah dunia, kita pasti dapat mengubah


diri sendiri. Ketika kita menemukan diri kita dalam situasi yang
sangat sulit, kita tidak bisa selalu benar-benar mengubah lingkungan
kita, tetapi kita pasti bisa mengubah apa yang ada di dalam diri kita.
Kita adalah satu-satunya orang yang dapat membawa perubahan
ini ke dalam diri sendiri. Orang lain dapat membantu kita dengan
nasihat dan panduan, tetapi pada dasarnya transformasi batin kita
hanya dapat dicapai oleh diri kita sendiri. Kalaupun misalnya setiap
makhluk di dunia ini berusaha untuk membantu kita berkembang, jika
dari pihak kita sendiri tidak ada usaha yang berarti, maka perubahan
tidak mungkin terjadi. Pada dasarnya, terserah kepada kita sendiri
untuk melakukannya atau tidak. Bahkan jika banyak orang yang
setiap harinya mendatangi kita dengan kata-kata baik, saran yang
konstruktif, dan bantuan material, kita takkan pernah merasa bahagia
kalau tak ada usaha pribadi dari pihak kita.

Hidup ini singkat, dan rentang hidup setiap orang berbeda-beda.


Beberapa orang hidup lebih lama daripada yang lain, tetapi aturan
umumnya adalah kehidupan kita tidak berlangsung terus-menerus.
Waktu berjalan sangat cepat, sehingga lebih penting bagi kita untuk
menggunakan berapa pun waktu yang masih tersisa dalam hidup kita
untuk mengejar kebahagiaan sejati. Untuk menggunakan hidup kita
dengan baik dan mengejar tujuan yang berharga, kita memerlukan
metode yang bisa diandalkan, yang telah dicoba dan terbukti efektif.
Adalah penting bahwa metode yang kita gunakan telah berhasil
diterapkan oleh orang lain dan terbukti manjur. Ini merupakan jaminan
untuk menggunakan metode yang sama.
Kematian dan Ketidakkekalan 39

Seperti yang kita ketahui, Sang Buddha tidaklah selalu seorang


Buddha. Awalnya beliau adalah seorang makhluk biasa seperti kita
semua. Pada saat menghadapi masalah, beliau masih mencari metode
terbaik untuk mengubah pemikirannya. Setelah menemukannya,
beliau kemudian menerapkannya, mengembangkan dirinya,
dan akhirnya menjadi seorang Buddha. Pada gilirannya, beliau
mengajarkan metodenya demi menolong semua makhluk. Dan ketika
mengajar, beliau tidak melakukannya dengan cara yang serampangan.
Beliau mengajarkan apa yang telah dipelajari melalui pengalaman
pribadinya. Sang Buddha menjelaskan apa yang telah dilakukannya
dan metode apa yang telah ia praktikkan. Beliau mengajar dengan
teknik tertentu yang memungkinkan orang lain untuk berkembang di
jalan spiritual. Beliau secara bertahap telah berhasil mengembangkan
dirinya secara sempurna, yakni dengan menyingkirkan kesalahannya
dan menyempurnakan kualitas-kualitas baiknya. Beliau mengajarkan
aneka metode yang tak terhitung banyaknya sesuai dengan
kecenderungan dan kebutuhan pengikutnya yang berbeda-beda. Dan
saat ini, kita memiliki keberuntungan yang luar biasa untuk memiliki
akses ke sebuah instruksi yang dapat dibandingkan dengan makanan
siap saji, yang hanya butuh dipanaskan untuk kemudian dimakan.
Ajaran tersebut adalah Lamrim.

Instruksi yang disebut Lamrim ini telah rampung dan siap untuk
segera diterapkan. Selain itu, instruksi ini berisi metode-metode yang
disesuaikan dengan orang-orang dari berbagai tingkat perkembangan
spiritual. Bagi mereka yang berada di tahap awal jalan spiritual, terdapat
instruksi ihwal apa yang harus mereka lakukan untuk memulainya.
Bagi mereka yang sedikit lebih maju, terdapat instruksi tentang cara
berpraktik. Bagi mereka yang sudah sangat maju perkembangan
spiritualnya dan telah mencapai tingkat pengembangan batin yang
unggul, terdapat instruksi lebih lanjut. Dan dari sekian banyak topik
40 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

penting yang tercantum dalam Lamrim, salah satunya adalah kematian


dan ketidakkekalan.

Dalam garis besar Lamrim yang disebut lnstruksi Guru yang


Berharga, topik ini ditemukan pada awal jalan yang dijalankan bersama
makhluk motivasi awal, yakni di bagian ‘mengembangkan kepedulian
terhadap kehidupan mendatang.’ Untuk memulai topik ini, kita harus
tahu bahwa ada dua tingkat ketidakkekalan: halus dan kasar. Guru-
guru di masa lampau menjelaskan perubahan konstan yang terjadi
pada semua fenomena sebagai bentuk ketidakkekalan halus, fakta
bahwa mereka tidak pernah tetap dari satu momen ke momen lain.
Ungkapan ‘ketidakkekalan kasar’ berlaku untuk transformasi yang
lebih jelas, seperti ketika sebuah pot pecah atau ketika kehidupan
seseorang berakhir. Lalu, apa yang dimaksud ‘ketidakkekalan halus’?
Mengapa hal-ihwal yang tidak kekal dikatakan berubah terus-
menerus? Mengingat bahwa mereka muncul dari sebab dan kondisi,
mereka secara otomatis tidak stabil; mereka mengalami transformasi
halus dari waktu ke waktu. Apa pun yang dihasilkan oleh sebab dan
kondisi tidak bisa tetap bertahan. Momen pertama akan menghasilkan
momen kedua, yang pada gilirannya akan menghasilkan momen
ketiga dan seterusnya, hingga mereka kehilangan eksistensinya. Kita
membayangkan diri kita memiliki eksistensi tertentu, tetapi pada
kenyataannya, ini bukanlah hakikat kita. Misalnya, kita bukan orang
yang sama persis seperti ketika kita pertama kali masuk ke ruangan
untuk mendengarkan ajaran. Di sela-sela waktu antara masuknya
kita ke ruangan dan diri kita sekarang, transformasi kecil yang tak
terhitung jumlahnya telah terjadi. Buddha telah mengajarkan ini, dan
ilmuwan modern sekarang juga menegaskan hal yang sama.

Lalu, mengapa kita memiliki kesan bahwa kita masihlah sosok


yang sama seperti diri kita beberapa menit yang lalu, meskipun
faktanya kita berubah dari waktu ke waktu? Hal ini karena perubahan
Kematian dan Ketidakkekalan 41

yang kita alami terjadi dalam sebuah rangkaian yang tak terputus.
Meskipun kita tidak identik dari satu momen ke momen yang lain,
ada kesinambungan tertentu dari diri kita yang memberi kita gagasan
bahwa diri kita stabil. Istilah Tibet untuk menggambarkan gagasan
ini adalah gyun, yang berarti “kesinambungan,” tapi kita harus
berhati-hati dalam menafsirkannya. Kata latin, continuum, juga bisa
digunakan, namun hal itu bukan berarti kita adalah orang yang sama
dari menit ke menit. Konsep yang dimaksud di sini adalah sebuah
rangkaian dari momen ke momen yang terus-menerus berkelanjutan.

Satu momen adalah kelanjutan dari momen sebelumnya;


sebagai contoh, momen A menghasilkan momen B, maka B menjadi
kelanjutan dari A. Demikianlah hal tersebut terjadi terus-menerus,
namun tidak ada momen yang sama dengan momen sebelumnya. Hal
ini seperti sebuah sungai. Ketika kita mengamati sungai, kita melihat
air mengalir. Kita pikir sungai itu memiliki eksistensinya sendiri,
padahal faktanya tidak ada momen pada sungai tersebut yang sama
dengan momen sebelumnya. Air sungai hadir sebagai sebuah proses
perubahan yang terus-menerus, sehingga muncul gagasan ihwal
sesuatu yang berkelanjutan. Ini adalah ringkasan tentang apa yang
dimaksud dengan ketidakkekalan halus, namun topik kita sekarang
adalah ketidakkekalan kasar.

Topik ketidakkekalan kasar ini memiliki nama lain: “Kematian.”


Misalnya, cangkir pada suatu hari akan rusak dan hancur, yakni ketika
kita menjatuhkannya ke lantai. Sebagai manusia, kita juga mengalami
perubahan halus dari momen ke momen, sampai suatu hari kita
mengalami sebuah perubahan drastis. Tubuh kasar kita berhenti
berfungsi, dan demikian juga kesadaran kasar kita. Kemudian, kita
pun mengalami apa yang disebut “kematian.”

Kematian adalah suatu hal yang perlu kita pikirkan, meskipun


kita tidak suka menerima fakta bahwa kita harus mati. Ketika
42 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

seseorang bertanya pada kita, “Apakah Anda pikir Anda akan mati
atau tidak?” tentu saja kita akan menjawab, “Ya, suatu hari nanti.”
Namun, jauh di lubuk hati, kita selalu berpikir sebaliknya. Pada
dasarnya, kita percaya bahwa kita akan hidup selamanya. Tak seorang
pun yang membayangkan bahwa dirinya akan mati hari ini. Gagasan
ini berasal dari keyakinan bahwa kita bisa hidup terus-menerus,
meskipun tentu saja kita takkan hidup terus sampai selamanya.
Meskipun tidak ada sesuatu yang bisa membenarkan keyakinan bahwa
kita tidak akan mati hari ini, tak seorang pun dari kita menyadarinya,
atau bahkan sekadar mempertimbangkan fakta bahwa kita bisa
mati hari ini. Buktinya, kita terus-menerus membuat perencanaan
untuk masa depan. Kita memikirkan tentang apa yang akan kita
lakukan besok, minggu depan, tahun depan, dan seterusnya. Sikap
ini dinamakan “mencengkeram kekekalan,” yang menjadi lawan dari
ketidakkekalan. Jika kita tidak waspada, kita akan terus melekat pada
konsep keliru ini. Contohnya, ketika seseorang mengalami penyakit
serius yang bertambah parah setiap hari, maka meskipun orang ini
sudah mustahil sembuh, ia akan tetap membuat rencana-rencana;
ia berharap dapat sembuh, meskipun butuh keajaiban untuk itu. Ia
tetap memiliki gagasan bahwa ia akan bertahan hidup dan membuat
berbagai rencana ihwal apa yang akan dilakukannya ketika sembuh
nanti.

Sikap mencengkeram kekekalan membuat kita menghabiskan


seluruh waktu hanya untuk membuat persiapan untuk kehidupan saat
ini, bukannya kehidupan berikutnya. Kita tidak melakukan apa pun
untuk mempersiapkan kehidupan mendatang. Kita pasti mati. Kita
tidak punya pilihan dan tidak akan pernah bisa mengubah kenyataan
ini, namun dengan persiapan yang matang, kita bisa memastikan
bahwa kematian kita berjalan lancar, dan bahwa apa yang terjadi
setelahnya adalah hal yang positif. Pandangan keliru tentang
kekekalan adalah halangan yang sangat besar bagi persiapan kita
Kematian dan Ketidakkekalan 43

untuk menyongsong kehidupan mendatang. Karena pandangan keliru


ini, kita tak melakukan apa pun untuk mempersiapkan kematian kita.
Akibatnya, kita menderita kerugian yang sangat besar ketika mati.

Kita mengakui bahwa suatu hari nanti kita akan menjadi tua,
sehingga kita pun mempersiapkan masa tua kita. Kita menyisihkan
uang, melakukan perencanaan pensiun dan lain-lain untuk memastikan
terpenuhinya aneka kebutuhan kita di hari tua. Hal ini wajar. Namun,
mengapa kita tidak menerapkan logika yang sama pada kematian
kita? Mengetahui bahwa kita pasti mati, mengapa kita tidak turut
mempersiapkannya juga? Faktanya, adalah lebih masuk akal untuk
mempersiapkan kematian kita daripada hari tua kita; tidak ada
sedikit pun keraguan bahwa suatu hari nanti kita akan mati, namun
dapatkah kita berkata demikian tentang usia tua? Bisa saja kita mati
sebelum menua. Ketika kita merencanakan perjalanan besok pagi,
tidaklah masuk akal jika kita tidak melakukan persiapan pada malam
sebelumnya, karena tidak ada waktu untuk mempersiapkannya di pagi
hari. Kita akan terburu-buru, dan dengan kondisi yang buru-buru,
bisa saja kita melupakan beberapa barang yang dibutuhkan untuk
perjalanan kita. Jika kita menyadari dengan baik bahwa besok pagi
kita akan pergi, maka sangat bodoh jika kita berencana untuk tidak
melakukan persiapan apa pun. Sama halnya, jika kita tidak melakukan
apa pun untuk mempersiapkan kematian dan kehidupan setelahnya,
kematian kita akan menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan.

Kematian bukanlah sekadar mimpi atau khayalan belaka.


Kematian akan terjadi pada kita semua. Jadi, masuk akal jika kita
menyisihkan waktu untuk memikirkannya. Jika kita merenungkan
kematian, maka secara alamiah kita akan mempersiapkan diri kita untuk
itu; artinya, kapan pun kematian tiba, kita sudah siap. Tidak masalah
kapan ia tiba. Kita akan lebih mudah dan nyaman menghadapi kematian
karena kita sudah siap dengan apa yang terjadi setelahnya. Inilah tujuan
44 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

dari merenungkan kematian; ia sama sekali bukan untuk menyusahkan


atau menakuti kita. Ini bukanlah topik yang menyenangkan, namun ada
banyak sekali alasan untuk merenungkannya. Merenungkan kematian
membawa banyak manfaat. Merenungkan kematian dan rapuhnya
kehidupan ini membutuhkan perenungan terhadap 3 topik:
1. Kerugian tidak mengingat kematian,
2. Manfaat mengingat kematian, dan
3. Metode sesungguhnya untuk mengingat kematian.

Kerugian Tidak Mengingat Kematian

Topik kematian benar-benar berkaitan dengan kita karena alasan


sederhana bahwa kita pasti mati. Jika kita adalah entitas yang kekal,
maka takkan ada gunanya merenungkan kematian. Namun, karena
kita pasti mati suatu hari nanti, kita harus memikirkannya sekarang
juga. Lebih jauh, jika kita takkan mati, maka tidak ada alasan kuat
bagi kita untuk terlibat dalam praktik Dharma, karena inti dari praktik
Dharma adalah mempersiapkan kehidupan mendatang kita. Jika kita
mampu bertahan sebagai entitas yang sama, kenapa kita harus peduli
untuk mempraktikkan Dharma?

Jadi, kerugian pertama adalah: kegagalan dalam mengingat


Dharma, karena kita akan menghabiskan semua waktu dan energi
kita untuk mengejar tujuan-tujuan duniawi dalam kehidupan saat ini
saja. Padahal, kita menyadari bahwa segala sesuatu yang ditujukan
demi kebahagiaan dalam kehidupan saat ini tidak dapat digolongkan
sebagai praktik Dharma. Syarat minimum untuk menyatakan sebuah
aktivitas sebagai praktik Dharma adalah jika aktivitas tersebut
dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh kebahagiaan di
kehidupan mendatang. Lamrim sendiri menyatakan bahwa makhluk
dengan kapasitas terkecil sekali pun haruslah mereka yang sudah
memikirkan kebahagiaan pada kehidupan mendatang. Dengan kata
Kematian dan Ketidakkekalan 45

lain, mereka mempraktikkan ajaran untuk memperoleh kelahiran


kembali yang baik dengan kebebasan dan keberuntungan yang sama
seperti yang mereka miliki saat ini. Motivasi ini adalah motivasi
paling minimal yang harus dimiliki agar praktik mereka dapat disebut
praktik Dharma. Dengan demikian, syarat minimum agar sebuah
aktivitas disebut praktik Dharma adalah jika prioritasnya diarahkan
pada pencapaian kebahagiaan di kehidupan mendatang. Hal ini
didukung oleh logika: jika kita tidak mengingat kematian, kita tidak
akan melakukan apa pun untuk mempersiapkannya, dan karenanya
tidak akan terlibat dalam praktik Dharma apa pun.

Kerugian kedua adalah: meskipun kita terpikir untuk


mempraktikkan Dharma, kita selalu menundanya, begitu terjebak
dalam hal-ihwal duniawi, dan akhirnya tidak pernah benar-benar
punya waktu untuk mempraktikkan Dharma.

Kerugian ketiga adalah: meskipun kita dapat mengatur waktu


untuk mempraktikkan Dharma, kita akan melakukannya dengan
cara yang tidak tepat. Artinya, kita tidak benar-benar membaktikan
praktik kita untuk pencapaian kebahagiaan di kehidupan mendatang,
atau kita akan mempraktikkan kebajikan namun dengan tujuan yang
tidak murni. Kita menginginkan hasil-hasil yang konkret, seperti
umur panjang atau tiadanya penyakit. Atau, kita mungkin mengejar
reputasi baik, kekuasaan dan pengaruh atas orang lain, dan aneka
tujuan duniawi lainnya. Motivasi yang tidak murni dalam praktik
kita, yang sering kali muncul tanpa disadari, berasal dari kegagalan
kita dalam mengingat kematian. Motivasi-motivasi ini berfokus pada
kehidupan saat ini saja, dan karenanya mencemari serta merusak
praktik Dharma kita. Renungkanlah bahwa kekuasaan atas orang lain
bermakna bahwa kita lebih memikirkan kehidupan saat ini daripada
kehidupan mendatang. Tujuan seperti itu tidak memberikan manfaat
bagi kehidupan mendatang, karena belum tentu kita akan bertemu
46 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

lagi dengan orang-orang yang saat ini kita kuasai pada kehidupan
berikutnya. Bahkan meskipun kita adalah raja dunia, kita akan dan
harus meninggalkan semuanya ketika kematian tiba.

Kerugian keempat adalah: kita menjadi kurang gigih atau tekun


dalam praktik kita. Inilah yang paling umum terjadi dalam hidup kita.
Artinya, kita mempraktikkan Dharma lebih karena merasa itu adalah
sebuah kewajiban, alih-alih sesuatu yang dijalani dengan antusias.
Atau, kita bisa saja memulai praktik dengan membangkitkan motivasi
bajik, tapi kemudian segera kehilangan motivasi awal kita selama
praktik berlangsung. Perhatian kita mulai teralihkan. Bukannya
memeditasikan topik yang dipilih, kita malah memikirkan apa yang
akan kita lakukan ketika kita telah menyelesaikan meditasi kita.
Atau, kita mulai memikirkan teman-teman atau kerabat-kerabat dan
penasaran ihwal apa yang sedang mereka lakukan dan seterusnya.
Semua ini terjadi karena kita gagal mengingat bahwa kita akan mati.
Jika kita terus-menerus menyadari ketidakkekalan kita, kita tidak
akan punya waktu untuk semua pemikiran ini. Namun sayangnya,
yang lebih sering terjadi adalah: ketika kita telah melafalkan mantra
sebanyak sepuluh kali dan akan memasuki hitungan kesebelas, batin
kita sudah berkeliaran di tempat lain, dan sebelum kita mengetahuinya,
kita telah melafalkan seluruh mantra dengan batin yang sepenuhnya
teralihkan sepanjang waktu. Akibatnya, meskipun kita memiliki
banyak energi dan antusiasme ketika memulai praktik, atau malah
mampu mempertahankannya dengan baik untuk beberapa hari,
minggu atau mungkin bulan, pada akhirnya kita kehilangan energi
dan mulai mengurangi intensitasnya. Praktik kita terus berkurang
hingga merosot sepenuhnya.

Kerugian kelima adalah: kita akhirnya mengalami kejatuhan


karena mengembangkan perilaku buruk. Dengan tidak mengingat
kematian, kita jauh lebih mudah terjebak dalam perilaku buruk. Kita
Kematian dan Ketidakkekalan 47

bahkan bisa terbawa untuk membunuh, mencuri, atau membahayakan


makhluk lain. Akibatnya, kita bisa bermasalah dengan hukum, menjadi
terdakwa, dan mungkin berakhir di balik jeruji penjara. Dengan cara
ini, hidup kita bisa hancur seutuhnya.

Kerugian keenam adalah: kita akan menghadapi kematian dengan


penuh penyesalan. Jika kita tidak mengingat bahwa kita akan mati,
kita takkan mempraktikkan Dharma atau takkan mempraktikkannya
dengan benar. Artinya, saat berada di atas ranjang kematian dan
mengetahui bahwa hidup kita akan berakhir, kita sadar bahwa kita
telah menyia-nyiakan hidup kita, bahwa kita tidak melakukan apa
yang seharusnya kita lakukan. Kita tidak mempersiapkan kehidupan
mendatang dengan cara apa pun. Dengan kondisi ini, bagaimana bisa
kita tidak merasakan penyesalan yang mendalam?

Manfaat Mengingat Kematian

Manfaat pertama adalah: memberikan nilai besar pada praktik


kita. Di dalam berbagai Sutra, Buddha membandingkan kewaspadaan
akan kematian ini dengan jejak kaki seekor gajah. Dari semua jejak
kaki binatang, yang terbesar adalah jejak kaki gajah. Dengan cara
yang sama, beliau mengatakan bahwa kesadaran terkuat dan paling
efektif adalah kesadaran akan kematian. Ini adalah salah satu hal
yang memberi kita energi besar untuk mempraktikkan Dharma.
Dengan menyadari ketidakkekalan, kita akan mampu mengubah
semua aktivitas bajik kita, bahkan yang terkecil sekali pun (seperti
praktik kemurahan hati dan menjaga sila) menjadi praktik Dharma.
Jika kita terus-menerus menyadari bahwa kita akan mati, kita akan
secara alamiah melakukan sesuatu untuk mempersiapkan diri kita
memasuki kehidupan mendatang, sehingga apa pun yang kita
lakukan akan menjadi sebuah aktivitas spiritual. Semua pencapaian
spiritual, dari kelahiran tinggi di dalam samsara hingga Kebuddhaan,
48 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

adalah hasil dari kesadaran ini. Beberapa orang mengira bahwa


topik kematian dan ketidakkekalan dalam Lamrim hanya diajarkan
pada tahapan yang dijalankan bersama makhluk berkapasitas kecil.
Ini adalah kesalahpahaman, karena topik ini harus dipahami dalam
seluruh tahapan jalan. Sebagai contoh, di dalam praktik Tantra, ketika
seseorang memeditasikan mandala Istadewata, ia memvisualisasikan
sisi luar mandala yang dikelilingi kuburan-kuburan. Pada lukisan
thangka, praktisi Tantra atau siddha dilukiskan memegang cangkir
yang terbuat dari tengkorak, memegang alat musik yang terbuat dari
tulang paha, atau mengenakan ornamen yang terbuat dari tulang-
belulang. Mereka memegang cangkir tengkorak bukan karena cangkir
lain tidak tersedia, namun agar mereka selalu mengingat kematian.
Perwujudan tertentu dari Buddha juga mengenakan ornamen tulang
dengan tujuan yang sama, yakni untuk mengingat ketidakkekalan.

Manfaat kedua adalah: memberikan kekuatan besar pada


praktik kita. Misalnya, saat kita menyadari bahwa kita sedang marah
dan ingin menghentikan amarah kita, memeditasikan kesunyataan
dalam kondisi marah mungkin terasa sulit. Kebanyakan dari kita
takkan mampu benar-benar memahami apa itu kesunyataan. Di sisi
lain, mengingat kematian ketika kita sedang marah akan sangat
efektif untuk menghentikan amarah kita. Untuk alasan ini, Buddha
mengibaratkan kesadaran akan kematian seperti sebuah kapak yang
memotong pohon klesha (faktor mental pengganggu). Jika kita melihat
sesuatu yang tidak kita sukai, atau jika kita tak bisa menoleransi
seseorang atau sesuatu, hal ini dapat memicu amarah kita. Namun,
mengingat kematian ketika kita sedang marah akan sepenuhnya
memberikan pandangan yang berbeda. Di penghujung kematian
kita, apa pun yang mengganggu kita takkan muncul dengan jelas dan
mungkin tampak tak berarti. Dengan kesadaran ini, kita akan sadar
bahwa merasa marah pada sesuatu atau seseorang sebenarnya tidak
ada faedahnya.
Kematian dan Ketidakkekalan 49

Manfaat ketiga adalah: peran pentingnya pada awal praktik kita.


Mungkin kita berpikir bahwa praktik Dharma adalah ide yang bagus,
dan kita ingin mempraktikkannya. Namun, kita tidak pernah benar-
benar menekuninya. Atau, ketika kita mencoba menekuninya, kita
mempraktikkannya dengan cara yang tidak tepat karena kita tidak
benar-benar mengingat kematian. Awal praktik Dharma kita akan
menjadi murni hanya ketika kita benar-benar mengingat kematian.
Ketika kita melihat orang lain mempraktikkan Dharma dan kita
menyadari bahwa itu adalah hal yang baik, boleh jadi kita ingin
meniru mereka. Namun, tanpa mengingat kematian, tak ada jaminan
bahwa upaya kita akan menjadi praktik Dharma yang murni.

Manfaat keempat adalah: peran pentingnya pada pertengahan


praktik kita. Ketika kita terlibat dalam latihan spiritual, tidak mengingat
kematian dari waktu ke waktu berisiko mengalihkan kembali pikiran
kita kepada hal-ihwal duniawi di pertengahan praktik. Karena hanya
memikirkan kehidupan saat ini, pikiran kita akan dipenuhi oleh
urusan duniawi. Oleh karenanya, mengingat kematian itu penting
bagi pertengahan praktik kita.

Manfaat kelima adalah: peran pentingnya pada akhir praktik


kita. Kita memulai praktik kita dengan baik karena kita mengingat
kematian. Kita mampu melakukannya karena kita masih waspada akan
kematian. Jika pada titik tertentu kita menyerah dalam merenungkan
kematian, sekali lagi kita akan kembali pada titik di mana kita lebih
memikirkan kehidupan saat ini karena kemelekatan kita yang kuat
terhadapnya. Jadi, untuk mempertahankan praktik kita hingga tuntas
dan menyelesaikan apa yang telah kita mulai, penting sekali untuk
mengingat kematian hingga akhir praktik.

Manfaat keenam adalah: kita akan mati dengan damai dan


bahagia. Karena kewaspadaan yang terus-menerus tentang kematian,
kita akan secara alamiah mempraktikkan Dharma dengan baik dan
50 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

tidak menyia-nyiakan waktu kita. Artinya, kita akan meninggalkan


kehidupan ini tanpa rasa takut karena kita tahu bahwa praktik kita
akan mempertemukan kita dengan kelahiran kembali yang baik; dari
sini, tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan kematian. Kita akan
mati dengan kegembiraan tanpa sedikit pun merasakan penyesalan.

Metode Sesungguhnya untuk Mengingat Kematian

Setelah penjelasan singkat tentang aneka kerugian dan manfaat


dari topik kematian, kini kita akan membahas metode sesungguhnya
dalam mengingat kematian.

Tapi pertama-tama, mengapa kita perlu merenungkan aneka


kerugian dan manfaat ini? Bayangkan bahwa kita akan memulai
sebuah bisnis. Sebelum memulainya, biasanya kita melakukan riset
pasar terlebih dahulu untuk menentukan keuntungan yang bisa kita
peroleh dari bisnis tersebut. Secara logis, kita juga mencari tahu apa
kerugiannya jika kita tidak melakukan bisnis tersebut. Jika prospek
keuntungannya bagus, kita tahu bisnis itu pantas dijalankan. Dengan
cara yang sama, sebelum kita benar-benar mulai memeditasikan
kematian, kita merenungkan keuntungan dari melakukannya dan
kerugian jika kita tidak melakukannya. Ketika kita sudah merenungkan
keuntungan dan kerugiannya, kita akan jauh lebih antusias dalam
merenungkan topik ini.

Bagaimana cara kita memeditasikan topik ini? Singkatnya, kita


mulai dengan mempraktikkan 6 praktik pendahuluan seperti Untaian
bagi Yang Beruntung atau Permata Hati bagi Yang Beruntung. Di akhir
praktik tersebut, kita mengundang ladang kebajikan untuk datang dan
menempatkan dirinya di atas kepala kita, kemudian kita melafalkan
beberapa mantra dan memvisualisasikan cahaya yang melarut ke
dalam diri kita. Langkah berikutnya adalah memohon kepada ladang
Kematian dan Ketidakkekalan 51

kebajikan, guru spiritual kita yang menjadi satu dengan Buddha di


atas kepala kita.

Sebelum memohon kepada guru kita dan Buddha, bayangkan


bahwa kita dan semua makhluk, sejak waktu tak bermula, telah berada
di dalam samsara terus-menerus. Hal ini terjadi karena kegagalan kita
dalam mencapai pemahaman yang benar tentang kematian. Menyadari
hal ini, bayangkan bahwa mulai saat ini kita akan mengerahkan
semua upaya untuk merenungkan kematian sehingga kita bisa dengan
cepat menjadi seorang Buddha demi kepentingan semua makhluk,
membebaskan mereka dari semua penderitaan, serta membawa
mereka menuju kebahagiaan. Dengan pikiran ini, kita memohon
kepada ladang kebajikan, memohon untuk membebaskan kita dari
semua halangan bagi meditasi kita dan memastikan terpenuhinya
semua kondisi yang baik untuk keberhasilan topik meditasi ini.

Setelah memohon kepada guru spiritual dan Buddha dengan cara


ini, bayangkan bahwa mereka menerima permohonan kita dengan
tersenyum. Sebagai hasilnya, mereka memancarkan cahaya dan
nektar berwarna putih atau pancawarna. Cahaya ini mengalir dan larut
ke dalam diri kita melalui ubun-ubun dan memenuhi seluruh tubuh
kita. Bayangkan bahwa sebagai hasilnya, kita sepenuhnya bebas
dari halangan-halangan seperti penyakit, gangguan fisik dan mental,
karma negatif, klesha, dan benih-benih dari semua halangan tersebut.
Lalu, tubuh kita menjadi sepenuhnya transparan dan bercahaya putih
secara alami. Kemudian, bayangkan sekali lagi bahwa cahaya dan
nektar datang dari tubuh guru kita yang menyatu dengan Buddha di
atas kepala kita. Kali ini,ketika cahaya dan nektar larut ke dalam diri
kita, tubuh kita dipenuhi dengan kualitas unggul dari tubuh, ucapan,
dan batin Buddha, yang memberkahi kita dengan kualitas yang sama
persis dengan tubuh, ucapan, dan batin seorang Buddha. Bayangkan
bahwa dengan cara ini, kita telah menerima berkah dari tubuh, ucapan,
52 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

dan batin Buddha, dan secara khusus telah diberkahi untuk segera
mencapai realisasi kematian sebagaimana pencapaian Buddha dan
guru spiritual kita.

Memeditasikan Ketidakkekalan dan Kematian

Pertama-tama, bayangkan bahwa Buddha berada di atas kepala


kita, tingginya setara dengan panjang lengan bawah, dan bayangkan
bahwa beliau terdiri dari semua objek perlindungan. Lalu, renungkan
bahwa kita dan semua makhluk telah berada di dalam samsara
sejak waktu yang tak bermula. Hal ini terutama terjadi karena kita
memandang ketidakkekalan sebagai kekekalan, atau dengan kata
lain, mencengkeram konsep kekekalan dan keabadian. Dan karena
sikap mencengkeram ini, kita telah mengumpulkan sejumlah karma
negatif dan ketidakbajikan. Kemudian, kita membangkitkan tekad
yang kuat untuk mengakhiri pandangan keliru ihwal kekekalan ini,
dan dengan cepat merealisasikan Kebuddhaan demi membebaskan
semua makhluk dari lingkaran samsara dan membawa mereka menuju
kebahagiaan.

Sekarang, kita akan berdoa kepada Buddha agar memberkahi


kita sehingga bisa secepatnya mengatasi halangan-halangan terhadap
pemahaman kita akan ketidakkekalan dan mencapai semua kondisi
baik yang menguntungkan untuk merealisasikannya. Bayangkan
bahwa Buddha menjawab doa kita dengan memancarkan cahaya
dan nektar pancawarna yang larut melalui ubun-ubun dan memenuhi
seluruh tubuh kita. Akibatnya, semua ketidakbajikan, halangan, dan
karma buruk yang menghasilkan penderitaan dan penyakit sirna
seketika. Ini seperti sebuah ruangan yang telah terkunci dan gelap
gulita selama 100 tahun yang tiba-tiba menjadi terang-benderang
ketika kita memasukinya dan menyalakan lampu. Dengan cara yang
sama, bayangkan bahwa semua ketidakbajikan dan sifat negatif dalam
Kematian dan Ketidakkekalan 53

diri kita lenyap saat cahaya dan nektar Guru dan Buddha memberkahi
kita.

Sekarang, tubuh kita sudah dipenuhi oleh cahaya dan nektar


pancawarna. Buddha memancarkan mereka sekali lagi. Ketika cahaya
dan nektar larut ke dalam tubuh kita untuk kedua kalinya, bayangkan
bahwa mereka menghapuskan sikap mencengkeram kita terhadap
kekekalan dan menganugerahi kita dengan pemahaman sempurna
ihwal ketidakkekalan dalam bentuk kematian. Sekali lagi, cahaya dan
nektar mengisi tubuh kita, kali ini menganugerahi kita semua berkah
dari tubuh, ucapan, dan batin Buddha secara umum, dan secara khusus
pemahaman akan kematian sebagaimana yang dipahami Buddha dan
guru spiritual kita.

Poin berikutnya adalah cara sesungguhnya dalam mengingat


kematian. Untuk memeditasikan topik ini, ada 2 cara yang dapat
dipakai:
1. Memeditasikan 9 poin yang berkaitan dengan kematian, dan
2. Memeditasikan hakikat kematian

Secara umum, ada 2 tipe meditasi, yaitu meditasi konsentrasi


dan meditasi analitik. Tergantung pada kualitas atau pemahaman dari
jalan yang kita inginkan, kita berfokus pada salah satu dari meditasi
ini, yang masing-masing memiliki fungsi khususnya. Biasanya,
perhatian kita gampang teralihkan oleh gangguan-gangguan. Fungsi
utama dari meditasi konsentrasi atau penyerapan adalah untuk menarik
dan menempatkan perhatian kita sepenuhnya pada sebuah objek yang
dipilih, dan memusatkan perhatian tetap pada objek tersebut sehingga
membuat batin kita lebih stabil. Fungsi dari meditasi analitik, di sisi lain,
adalah untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada kesadaran,
karena meskipun meditasi konsentrasi memastikan kestabilan mental, ia
tidak memberikan pemahaman atau perasaan yang kuat dan mendalam.
Untuk mencapai konsentrasi tingkat tinggi yang disebut shamatha,
54 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

kita tentu harus melatih meditasi konsentrasi. Di sisi lain, untuk


memperoleh realisasi dari topik-topik seperti kematian, hukum karma,
penderitaan alam rendah, kualitas-kualitas Triratna, atau kualitas
seperti cinta kasih dan welas asih, utamanya kita perlu mengandalkan
meditasi analitik.

Jadi, dalam merenungkan kematian, utamanya kita mengandalkan


meditasi analitik, yang berarti kita menggunakan kekuatan logika kita
untuk, misalnya, menganalisis kepastian dari kematian. Kita akan
memikirkan alasan-alasan yang membuat kematian kita pasti. Setelah
menganalisis masalah ini selama waktu tertentu, kita akan mencapai
kesimpulan bahwa kita memang benar-benar pasti mati. Kekuatan
analisis memberikan pengaruh besar pada kesimpulan kita. Kita akan
merasa lebih yakin ketimbang jika kita bermeditasi tanpa analisis.
Ketika kita telah sampai pada sebuah kesimpulan dan kesadaran kita
menjadi lebih kuat, kita menghentikan analisis dan berkonsentrasi
pada kesimpulan itu selama beberapa saat. Dengan cara ini, terkait
topik tunggal, kita melakukan meditasi analitik dan konsentrasi secara
bergantian, namun menghabiskan waktu lebih banyak pada meditasi
analitik daripada meditasi konsentrasi. Tentu saja meditasi analitik
membutuhkan konsentrasi juga agar kita tetap fokus pada topik, dan
agar perhatian kita tidak teralihkan.

Jika kita mengabaikan fase analitik dan hanya mencoba untuk


berkonsentrasi dengan pikiran “Aku pasti mati,” kita mungkin
mencapai kestabilan tertentu terkait konsep ini. Bagaimanapun,
mengingat bahwa fase analitik dilewatkan, kekuatan keyakinan
terhadap kesimpulan kita tidak akan mencukupi. Namun, dengan
menganalisis poin tersebut, berpikir bahwa kita akan mati untuk alasan
ini dan itu, serta secara mental meninjau mereka dan benar-benar
mencoba untuk memahami mereka, kita akan mencapai keyakinan
yang kuat bahwa kematian kita itu pasti dan tidak dapat dihindari.
Kematian dan Ketidakkekalan 55

Sayangnya, kita lebih sering memakai analisis kita untuk


sesuatu yang negatif. Misalnya, kita bisa mengingat saat kita sedang
marah. Kita merasa marah, dan daripada meredam amarah, kita justru
menambah minyak ke dalam api dengan merenungkan semua alasan
yang membuat kita tidak tahan terhadap orang yang mengganggu kita.
Kita mengumpulkan hal-hal tersebut dari waktu ke waktu, bahwa
orang ini telah melakukan ini dan itu untuk menyakiti kita. Kita
mengingat kembali bahwa ia menghina atau mengkritik kita dalam
kesempatan tertentu, atau mengganggu pekerjaan kita dan membuat
kita kehilangan pekerjaan. Atau, kita mengingat apa yang ia katakan
untuk mencemarkan keluarga kita atau mengolok-olok mobil kita.
Kita dapat membayangkan akibat-akibat dari memikirkan semua ini.
Kita memperbesar api amarah hingga siap meledak. Jika orang tersebut
sedang dirundung kemalangan ketika ia muncul di hadapan diri kita
yang sedang marah, kita mungkin akan memberinya pukulan
telak! Dengan menyalahgunakan kemampuan analisis kita dan
mempertimbangkan semua kesakitan yang kita pikir telah dilakukan
seseorang terhadap kita, kita berhasil meningkatkan rasa permusuhan
kita terhadapnya.

Kemampuan analisis kita berpengaruh besar dalam meditasi kita.


Kemampuan ini memberikan kita pengalaman yang kuat pada poin
apa pun yang kita coba pahami. Setelah meningkatkan kesadaran kita
dengan cara ini, kita akan berhenti menganalisis dan tetap fokus pada
kesimpulan yang diraih tanpa membiarkan batin kita teralihkan. Setelah
berkonsentrasi pada sebuah kesimpulan selama beberapa saat, perhatian
awal akan perlahan memudar dan keyakinan kita terhadap apa yang
kita meditasikan akan semakin berkurang. Ini adalah sifat alamiah dari
batin kita. Ketika perhatian menjadi terlalu kendur, kita memulai
perenungan kita sekali lagi, merenungkan alasan-alasan yang
mendukung suatu gagasan atau konsep yang menjadi fokus utama.
Hal ini seperti ketika kita mulai menyalakan api. Ketika kita telah
56 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

menyalakan api dan membiarkannya menyala untuk beberapa saat, api


itu pada akhirnya akan padam hingga hanya tersisa sedikit bara api.
Pada tahap ini, dengan menambah bahan bakar dan meniup bara, api
akan menyala lagi. Ketika pemahaman kita telah memudar, kita perlu
membangkitkan perhatian kita sekali lagi dengan cara merenungkan
kembali alasan-alasan yang mendukung konsep atau gagasan kita.
Dengan cara inilah kita secara bergantian melakukan meditasi analitik
dan konsentrasi, dan berlatih untuk mencapai keyakinan yang jauh
lebih kuat terhadap sebuah topik.

Meditasi analitik maupun konsentrasi mutlak diperlukan. Jika


kita hanya menekankaan pada meditasi analitik, kita bisa mencapai
pemahaman yang kuat atas sebuah poin, namun pemahaman ini tidak
akan bertahan lama dan stabil dalam batin kita. Setelah mencapai
pemahaman yang baik, maka untuk menanamkannya dengan kuat
dalam batin, kita perlu menghentikan analisis dan meluangkan waktu
untuk berkonsentrasi dengan kesimpulan yang kita raih. Meditasi
secara bergantian, yakni antara analitik dan konsentrasi, juga akan
memudahkan pemahaman untuk menetap dalam batin. Kedua
aspek, perhatian dan kestabilan, diperlukan untuk melawan sikap
mencengkeram kekekalan yang ada dalam diri kita. Kita memiliki
sikap ini sejak waktu tak bermula, dan karenanya butuh kerja
yang teramat keras untuk mengubahnya. Caranya adalah dengan
membangkitkan pemahaman yang lebih kuat ihwal ketidakkekalan
dan mengembangkannya dalam diri kita untuk waktu yang lama, yang
pada gilirannya bisa dicapai melalui kedua jenis meditasi ini.
Kematian dan Ketidakkekalan 57

Memeditasikan 9 Poin yang Berkaitan dengan Kematian

Sembilan poin yang berkaitan dengan kematian berkaitan


dengan tiga kategori pokok, yang masing-masing terdiri dari tiga
alasan pendukung. Apa sajakah 3 kategori pokok tersebut?
1. Merenungkan kepastian kematian
2. Merenungkan ketidakpastian waktu kematian
3. Merenungkan bahwa tiada sesuatu selain Dharma yang
berguna ketika kematian tiba

1. Merenungkan kepastian kematian

Kategori pokok pertama adalah kita pasti akan mati. Untuk


merenungkan ini, kita akan memakai 3 alasan pendukung:

• Merenungkan bahwa raja kematian pasti muncul dan tidak dapat


dihalangi dengan cara apa pun

Pertama, kita harus merenungkan bahwa kita pasti mati karena


raja kematian akan muncul pada suatu hari, dan ketika ia datang,
tak ada yang bisa mencegahnya. Ketika ajal kita tiba, kita tak bisa
mencegah kematian kita. Kita mungkin membayangkan bahwa
tubuh fisik yang terawat dan terjaga baik dapat mencegah kematian.
Namun, jika kita melihat masa lalu dalam seluruh sejarah dunia,
kita bisa melihat bahwa tidak ada satu makhluk pun yang bisa lari
dari kematian, terlepas dari betapa luar biasanya dirinya. Tak peduli
betapa menakjubkan wujud fisik mereka, tak seorang pun mencapai
tubuh yang mampu melawan kematian. Bahkan tubuh fisik Buddha
pun merupakan subjek ketidakkekalan, dan karenanya Buddha
sendiri juga harus mengalami kematian. Setelah mengajar selama
45 tahun dan mencapai usia 80 tahun, beliau pergi ke Kushinagar
untuk memasuki parinirwana. Sebelum mangkat, beliau melepaskan
58 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

bagian atas jubahnya dan berkata kepada murid-muridnya, “Lihat,


inilah untuk terakhir kalinya kalian melihat tubuh Tathagata.” Setelah
itu, beliau berbaring menghadap kanan, dalam posisi yang sering
tergambar dalam rupang, dan meninggalkan dunia ini.

Jika tidak ada wujud fisik yang bisa melindungi kita dari
keharusan untuk mati, mungkin kita berpikir ada tanah di mana kita
dapat pergi untuk lari dari kematian. Mungkin ada tempat di dunia di
mana kita bisa lari, dan ketika telah sampai, kita tidak lagi harus mati.
Namun, tidak demikian faktanya; tidak ada tempat seperti itu. Ke
mana pun kita pergi, cepat atau lambat kematian akan menghampiri
kita. Jika tempat seperti itu ada, kita semua akan berada dalam kereta,
pesawat atau helikopter pertama untuk pergi ke tempat itu secepat
mungkin. Sayangnya, tidak ada tempat seperti itu. Jika tidak ada
negara yang penduduknya tidak bisa mati, apakah itu berarti kita bisa
mengatasi kepastian kematian? Apakah ada obat khusus yang bisa
mencegah kematian kita? Atau, jika hal tersebut tidak ada, akankah
kekerasan berguna? Apakah mengumpulkan serdadu memungkinkan
kita untuk melawan kematian? Sayangnya, semua itu tidak berguna.
Atau, bagaimana jika kita menegosiasikan kematian kita? Jika
kita mengembangkan keahlian kita sebagai orator ulung, bisakah
kita meyakinkan Raja kematian untuk meninggalkan kita? Sangat
disayangkan, hal itu juga tidak mungkin.

Bahkan, jika Bhaishajyaguru, Buddha pengobatan yang dikenal


sebagai ‘raja para tabib’, datang dan memberi kita obat, hal itu takkan
cukup untuk mencegah kematian ketika ajal kita telah tiba. Demikian
juga halnya dengan Amitayus, yang merupakan Buddha umur panjang
dengan realisasi umur panjang yang tak terkalahkan. Ia mewujudkan
semua realisasi umur panjang Buddha. Namun, bahkan jika Amitayus
sendiri datang dan menganugerahi kita inisiasi umur panjang, hal itu
tidak akan cukup untuk menarik kita keluar dari cengkeraman raja
kematian.
Kematian dan Ketidakkekalan 59

Bagaimana dengan cara militer? Bayangkan jika kita memimpin


pasukan terbesar di dunia dengan persenjataan tercanggih yang
telah dibuat manusia untuk menghancurkan pihak lain, atau bahkan
seluruh semesta – bom atom, bom neutron, dan seterusnya. Akankah
itu membantu kita melawan kematian? Sayangnya, jawabannya juga
tidak. Pada akhirnya, takkan ada yang akan membuat kita menang
melawan kematian. Merenungkan hal ini, kita harus menyadari bahwa
kematian kita tak terhindarkan. Ini adalah cara penalaran pertama
untuk memastikan kepastian kematian kita.

• Merenungkan bahwa usia kita tidak dapat diperpanjang, dan


malah berkurang terus-menerus.

Untuk memahami bahwa kita pasti mati, kita harus merenungkan


alasan kedua, yaitu usia kita tidak bisa diperpanjang, dan faktanya
malah berkurang terus-menerus. Karma yang melempar kita untuk
hidup menentukan durasi hidup kita, dan saat kita lahir dengan jatah
usia tertentu, kita tidak bisa memperpanjangnya. Jika hal tersebut
memungkinkan, maka kita bisa terus menambah usia kita tanpa henti,
dan karenanya akan bisa hidup selamanya. Namun, tidaklah demikian
faktanya. Bayangkan bahwa kita telah didorong ke dalam hidup ini
dengan jatah usia 100 tahun. Kita telah melihat bahwa tidak mungkin
bagi kita untuk hidup lebih dari 100 tahun. Di sisi lain, proses
mendekati batas usia kita berjalan terus-menerus, mempersingkat usia
hidup yang kita miliki tanpa jeda. Sebagai hasilnya, kita pasti akan
mati. Ketika kita lahir, dengan kata lain saat kita dikandung dalam
rahim ibu kita, sejak itulah momen pertama hidup kita dimulai menuju
batas waktu yang kita miliki, yang terus-menerus semakin berkurang.
Ketika kita mencapai batas hidup dan tak ada lagi yang tersisa, kita
tidak punya pilihan kecuali mati. Hakikat dari keberadaan kita adalah
perubahan dari momen ke momen. Perubahan itu terus-menerus
terjadi, tidak berhenti, bahkan tanpa jeda. Maka dari itu, sejak momen
60 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

pertama proses pembuahan dalam rahim ibu kita, parade menuju


kematian kita telah dimulai. Karena usia kita tidak bisa diperpanjang,
dan malah terus memendek tanpa jeda, kita pasti akan mati.

• Merenungkan tiadanya waktu untuk berpraktik bahkan saat kita


masih hidup

Poin terakhir adalah fakta bahwa kita mati tanpa memiliki


kesempatan untuk mempraktikkan Dharma selama hidup.

Sebuah bait dari Gomchen Ngaki Wangpo mengatakan,

“Ketika engkau sangat tua atau sangat muda, engkau tidak


berpikir untuk mempraktikkan Dharma.
Dan di sela-selanya, engkau makan, minum, tidur, jatuh
sakit, dan sebagainya.
Jadi, meskipun engkau hidup seratus tahun, hampir tidak
mungkin menemukan waktu bagi praktik Dharma.”

Kutipan tersebut benar adanya. Ketika kita sudah sangat tua,


kita menjadi sulit bicara dan gerak fisik kita menjadi terbatas. Kita
kehilangan kejernihan batin dan ingatan, sehingga kita kesulitan
mengenal orang-orang dan sebagainya. Dengan kondisi ini, sangat
sulit untuk mempraktikkan Dharma. Di sisi lain, saat kita masih kecil,
kita tidak memikirkan praktik Dharma karena kita begitu bersemangat
untuk bermain dan sebagainya. Dan di tengah-tengah periode antara
usia tua dan masa kecil, kita praktis menghabiskan setengah waktu
kita untuk tidur. Kemudian, banyak waktu yang dihabiskan untuk
belanja, menyiapkan makanan dan memakannya, mencuci, dan lain-
lain. Kita juga menghabiskan banyak waktu hanya untuk bergerak dari
satu tempat ke tempat lain. Banyak waktu yang habis untuk berbicara,
khususnya sekarang saat semua orang memiliki telepon genggam.
Kemudian, ada waktu yang hilang karena jatuh sakit, berobat, dan
Kematian dan Ketidakkekalan 61

beristirahat. Ketika kita berada dalam kondisi demikian, meskipun


kita hidup selama seratus tahun, kita hanya menemukan sangat sedikit
waktu bagi praktik spiritual. Jika kita membayangkan bagaimana kita
menghabiskan waktu kita selama sehari, kita tahu pasti berapa banyak
waktu yang kita miliki untuk mempraktikkan Dharma. Dengan cara
inilah kita memahami bahwa kita pasti mati tanpa memiliki waktu
untuk mempraktikkan Dharma.

Inilah tiga cara penalaran (alasan pendukung) untuk memahami


bahwa kematian kita tak terelakkan. Dengan merenungkannya lagi
dan lagi, kita akan semakin yakin bahwa kematian kita memang
pasti. Hanya dengan perenungan yang teratur pada topik inilah kita
bisa lebih sadar bahwa kematian kita tak terelakkan. Jika kita berlatih
selama beberapa saat dan kemudian berhenti hanya karena kita mulai
lebih memahami topik ini, kita akan mengalami kesulitan besar untuk
menjaga level kesadaran yang telah kita capai. Untuk mengembalikan
level kesadaran awal kita, kita harus memulainya lagi dari awal.
Oleh karenanya, hal terbaik adalah tetap mantap dan konsisten dalam
perenungan kita. Dengan ketekunan dan disiplin dalam meditasi kita,
pemahaman kita akan meningkat dengan mantap hingga menjadi
realisasi kepastian kematian yang sejati.

2. Merenungkan ketidakpastian waktu kematian

Kategori pokok kedua adalah ketidakpastian waktu kematian,


atau dengan kata lain, kita tidak tahu kapan kita akan mati. Poin ihwal
kepastian kematian relatif lebih mudah dimengerti dan direalisasikan
dibandingkan poin kedua ini. Jauh di dalam diri kita, kita tahu bahwa
kita pasti mati. Kita hanya perlu membawa poin itu ke dalam pikiran
kita dan kemudian memperkuatnya. Di sisi lain, poin ihwal waktu
kematian kita yang tidak pasti relatif lebih sulit dipahami. Jadi, setelah
memahami kepastian kematian kita dengan jelas, yang perlu kita
62 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

lakukan adalah merenungkan ketidakpastian waktu kematian dengan


mengandalkan 3 alasan pendukung:

• Masa hidup seseorang di Jambudwipa secara umum dan khusus


tidaklah pasti karena zaman ini adalah zaman kemerosotan

Alasan pertama adalah bahwa masa kehidupan manusia secara


umum bervariasi. Sebagai manusia, kita tidak tahu apakah kita akan
hidup selama dua atau seratus tahun. Kalau saja kita tahu bahwa kita
akan hidup sampai usia seratus tahun, maka kita bisa mengatur dan
menetapkan agenda tertentu. Kita bisa membagi separuh awal hidup
kita untuk aktivitas duniawi dan separuh akhirnya untuk praktik
spiritual. Namun faktanya, hal ini mustahil dilakukan karena kita
tidak tahu berapa lama kita akan hidup. Lebih jauh, tidak masuk akal
jika berpikir bahwa kita memiliki banyak waktu untuk hidup karena
kita masih muda. Tidak ada jaminan bahwa orang-orang yang lebih
tua akan mati sebelum kita. Tidak jarang seorang anak mati sebelum
orang tuanya, atau bahkan kakek-neneknya. Pada akhirnya, tidak ada
waktu tertentu bagi kematian kita. Kita tidak tahu kapan kita akan
mati. Ia bisa terjadi kapan pun. Ketika kita tidur, kita tidak tahu apakah
hari esok atau kematian yang lebih dulu menghampiri kita!

Sejumlah orang berkumpul di ruangan ini dan pada akhirnya akan


bubar. Namun, jika kita diminta berjanji untuk keluar dari ruangan
ini hidup-hidup, sejujurnya kita tidak bisa menjanjikannya. Kita tak
pernah tahu, karena kita bisa saja mati di ruangan ini, di waktu antara
sesi-sesi pengajaran. Kita secara otomatis berasumsi bahwa setelah
memasuki ruangan ini, kita akan keluar lagi. Namun sesungguhnya,
tidak ada yang bisa membenarkan asumsi ini. Memiliki kesehatan
yang baik, misalnya, tidak menjamin bahwa kita akan hidup lama,
karena banyak orang sehat mati muda sementara teman mereka yang
tua masih hidup meskipun sakit kronis. Lebih jauh, ada sejumlah
Kematian dan Ketidakkekalan 63

orang yang memulai proyek, misalnya memulai sebuah bisnis dan


menulis sebuah buku, dengan penuh tekad untuk menyelesaikannya,
namun gagal melakukannya karena mereka mati di tengah pekerjaan.
Mungkin kita telah melihat hal ini terjadi pada seseorang yang kita
kenal. Jika hal demikian terjadi pada orang lain, mengapa ia tidak
akan terjadi pada kita? Tak ada sedikit pun alasan kenapa ia tidak akan
terjadi pada kita. Untuk alasan inilah Dagpo Lama Rinpoche yang
terdahulu menasihati kita untuk berdoa dengan cara berikut,

“Jika saya berhasil hidup untuk beberapa bulan ke depan,


semoga saya dapat mempersiapkan kehidupan
mendatang saya dengan baik.
Jika saya berhasil hidup untuk satu atau dua tahun
berikutnya, semoga saya dapat mencapai tujuan
agung dan tertinggi dari kehidupan saya.”

• Faktor penyebab kematian sangat banyak, sedangkan faktor


penopang kehidupan sangat sedikit

Alasan kedua adalah bahwa faktor penyebab kematian kita lebih


banyak ketimbang faktor penopang kehidupan kita. Meskipun masa
hidup kita tidak pasti, namun jika faktor yang menopang kehidupan
lebih banyak dibandingkan faktor yang mempersingkatnya, maka
masa hidup kita barangkali menjadi lebih pasti. Namun, tidak
demikian adanya. Kematian tidak selalu disebabkan oleh kekerasan
atau hal yang luar biasa. Faktanya, hal-hal paling remeh sekali pun
dapat menyebabkan kematian kita. Di permukaan, kelihatannya
kondisi-kondisi yang menopang kehidupan semakin meningkat dalam
masyarakat modern; sains dan teknologi telah mengalami kemajuan
yang begitu luar biasa. Di sisi lain, ketika kita melihat situasinya
dengan lebih seksama, akan terlihat bahwa kemajuan ini belum tentu
berkontribusi untuk memperpanjang usia kita.
64 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Contoh paling nyata adalah penemuan kendaraan bermotor.


Berapa ribu orang kehilangan nyawa karena kecelakaan mobil setiap
tahunnya? Sebelum ada mobil, tidak ada orang yang meninggal
karena kecelakaan mobil. Jumlah mobil bertambah setiap tahun, yang
berarti kemungkinan untuk meninggal karena kecelakaan mobil juga
meningkat seiring bertambahnya jumlah mobil. Kalau kita menghitung
jumlah orang yang meninggal karena kecelakaan mobil setiap tahun,
hal itu lebih buruk daripada peperangan. Ketika terjadi perang besar,
banyak orang meninggal dengan berbagai macam cara, tapi faktanya,
lebih banyak yang meninggal karena kecelakaan mobil!

Kemudian, tidak hanya sebab-sebab kematian yang lebih banyak


jumlahnya daripada faktor-faktor penunjang hidup. Ternyata, banyak
faktor yang seharusnya menunjang kehidupan bisa berubah menjadi
penyebab kematian. Makanan adalah contoh utama kasus ini. Makanan
bertujuan untuk memperpanjang hidup kita, namun kalau kita makan
makanan basi atau makanan yang tidak tepat, makanan itu malah akan
mempercepat kematian kita. Contoh berikutnya adalah obat. Tujuan
utama obat adalah menjaga kesehatan atau menyembuhkan penyakit
yang kita derita. Namun, ada banyak kasus di mana orang-orang
menyalahgunakan obat, atau akhirnya meninggal karena perawatan
medis yang keliru. Ini juga mempercepat kematian kita. Jadi, sekali
lagi, faktor-faktor penunjang kehidupan bisa menjadi penyebab
kematian kita.

• Tubuh kita sangat rapuh

Jika kita memiliki tubuh jasmani yang sangat kuat dan sehat,
tentu itu dapat mengimbangi fakta bahwa sebab-sebab kematian lebih
banyak ketimbang faktor-faktor penunjang kehidupan. Tetapi, bukan
seperti itu kenyataannya, karena sebenarnya tubuh kita sangat rapuh.
Jika kita benar-benar merenung untuk mengamati dengan seksama
Kematian dan Ketidakkekalan 65

kondisi alamiah dari tubuh manusia kita, kita akan melihat bahwa
tubuh kita sebenarnya sangat mirip dengan mesin berikut bagian-
bagiannya yang detail dan rumit, jauh lebih rumit daripada hasil
kerajinan tangan. Tubuh kita terbentuk dari berbagai macam elemen
yang memastikan fungsinya dengan baik. Jika organ-organ tubuh
berjalan normal, tubuh kita berfungsi dengan baik dan semuanya pun
berjalan lancar. Namun, karena tubuh kita begitu rumit, sedikit saja
bagian yang rusak atau cacat sudah cukup untuk membuat kita tak
berdaya atau gagal berfungsi, yang pada akhirnya menjadi penyebab
kematian kita. Jadi, tubuh kita sangat rapuh karena kerumitan dari
fungsi-fungsi internalnya. Kemampuan tubuh untuk menanggulangi
gangguan eksternal, bahkan yang sepele sekali pun, juga sangat
lemah. Gangguan ringan seperti digigit serangga atau terkena sinar
matahari bisa menjadi sebab awal dari proses kematian kita. Karena
tubuh kita sangat rumit, rapuh dan sensitif, maka waktu kematian kita
pun menjadi tidak pasti.

Jika kita memakai kekuatan pikiran untuk menganalisis dan


menggunakan alasan-alasan sebagaimana adanya, secara objektif
kita harus mengakui bahwa tidak ada kepastian kalau kita tak akan
meninggal hari ini juga. Tidak ada jaminan bahwa hidup kita tidak
berakhir hari ini. Karena alasan ini, saat kita bangun di pagi hari,
kita dianjurkan untuk memikirkan kemungkinan bahwa kita akan
meninggal sebelum hari ini berakhir. Jika kita mampu meyakinkan
diri sendiri bahwa kita bisa meninggal sebelum hari ini berakhir, sikap
ini akan menjadi penawar yang sangat kuat bagi perilaku negatif kita.
Dengan kesadaran kalau hari ini kita bisa meninggal, otomatis kita
akan berhenti melakukan aktivitas yang tidak bajik, berhubung kita
akan sadar bahwa ada begitu banyak hal yang sebenarnya sepele
dan tak patut menjadi beban pikiran kita. Sebagai contoh, kita akan
berhenti menjadi kesal hanya karena hal sepele. Saat ini, ketika kita
tidak suka cara seseorang berperilaku, kita langsung menjadi kesal
66 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

atau kecewa. Dan hasilnya, kita menjadi marah, berkata buruk, dan
sebagainya. Jika kita sadar kalau kita akan meninggal malam ini,
misalnya, maka segala sesuatu yang kita anggap penting akan menjadi
tidak berarti. Kesadaran ini akan menjadi penahan diri dari perbuatan
salah, yang berakar dari terlalu fokus dan melekatnya kita terhadap
kehidupan saat ini.

Dengan menjaga kesadaran ini di dalam batin, dengan terus-


menerus mengingat bahwa kita bisa meninggal kapan saja, maka
semua masalah yang kita hadapi di dalam hidup kita, baik itu pekerjaan,
hubungan dan sebagainya, akan berkurang pengaruhnya terhadap
kita. Kesadaran tentang kematian membuat segala sesuatu bisa dilihat
dengan cara pandang yang benar-benar berbeda. Kita berpikir, “Aku
bisa mati kapan saja, dan aku tidak mau membawa masalah-masalah
sekarang ke kehidupan mendatang karena aku tidak tahu apakah
mereka benar-benar berharga untuk dipikirkan.” Hasilnya, kita tidak
akan mudah terguncang oleh berbagai bentuk kesengsaraan.

Dagpo Lama Rinpoche berkata,

“Jauh lebih berharga untuk memiliki gagasan bahwa


kita bisa meninggal hari ini dibandingkan tidak
memilikinya,
karena kalau ternyata kita benar-benar meninggal hari ini,
kita sudah melakukan sesuatu untuk mempersiapkan
kematian kita.”

Reaksi alamiah kita ketika sudah memiliki kesadaran dan


pemikiran ini di dalam batin kita adalah: kita bisa lebih melepaskan
ketergantungan terhadap segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan
saat ini dan memfokuskan diri untuk mempersiapkan kehidupan
mendatang. Dengan cara ini, kita menjadi siap ketika kematian
Kematian dan Ketidakkekalan 67

datang menjemput. Dan jika kita beruntung masih bisa hidup hingga
penghujung hari, maka itu tidak jadi masalah, karena kita tidak
membuang waktu begitu saja, melainkan telah memakainya dengan
sebaik-baiknya.

Di sisi lain, jika kita bersikeras bahwa kita tidak akan meninggal
hari ini, maka secara alamiah perhatian kita akan dipenuhi oleh hal-
ihwal duniawi. Sikap yang hanya mementingkan kehidupan saat
ini saja akan mendorong kita untuk bertindak buruk dan pastinya
mencegah kita melakukan persiapan untuk kehidupan mendatang.
Jika memang kita meninggal hari ini, kita benar-benar tidak siap dan
akhirnya akan meninggal dengan perasaan penuh penyesalan, karena
kita tahu bahwa kita telah menyia-nyiakan hidup kita, dan karenanya
merasa takut dengan apa yang akan terjadi di masa depan.

3. Merenungkan bahwa tiada sesuatu selain Dharma yang


berguna ketika kematian tiba

Apa yang dapat berguna bagi kita ketika kita meninggalkan


kehidupan ini untuk menuju kehidupan mendatang? Sangat jelas
bahwa yang berguna bagi kita adalah sesuatu yang bisa kita bawa
bersama kita ke mana pun kita pergi. Selain itu, tidak ada lagi yang
berguna. Ada 3 alasan pendukung untuk poin ini:

• Kekayaan tak dapat menolong

Apa gunanya kekayaan, uang, dan benda-benda yang kita miliki


ketika kita meninggal? Seseorang yang ada di daftar orang terkaya
di dunia sekali pun tidak bisa membawa satu dolar bersama dirinya
ketika ia meninggal. Pada akhirnya, ketika kematian tiba, kekayaan
dan benda-benda tidak dapat menolong kita sama sekali.
68 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

• Keluarga dan teman-teman tak dapat menolong

Apakah keluarga dan teman-teman kita berguna ketika kita


meninggal? Mereka tidak dapat mengikuti kita, tidak peduli betapa
sayangnya mereka kepada kita. Tidak ada seorang pun yang bisa kita
andalkan ketika kita meninggal; kita tidak bisa membawa satu orang
pun bersama kita. Guru-guru besar tidak bisa membawa murid-murid
mereka ketika mereka meninggal, dan sebaliknya, murid-murid juga
tidak bisa membawa guru spiritual mereka ketika mereka meninggal.

• Tubuh kita tak dapat menolong

Bagaimana dengan tubuh kita – sahabat paling lama, sahabat


yang paling setia menemani kita sejak momen terawal keberadaan
kita di rahim ibu? Tubuh kita yang bersama kita sejak awal kehidupan
ini juga tidak bisa dibawa ketika kita meninggal, dan karenanya ia
tidak berguna bagi kita.

Tubuh kita ini sebenarnya sangat berharga dan benar-benar


berguna. Karena tubuh ini, kita dapat hidup dan mampu melakukan
aktivitas-aktivitas untuk mencapai kebahagiaan yang stabil. Tapi,
tubuh kita memiliki batas waktu. Ketika kita meninggalkan hidup
ini, kita harus meninggalkan tubuh kita, dan tubuh kita menjadi tidak
berguna sama sekali.

Bodhisatwa agung Shantidewa membandingkan tubuh kita


seperti kapal kokoh yang mampu membawa kita menyeberangi lautan
penderitaan samsara untuk mencapai tujuan tertinggi. Kalau selama
hidup kita gagal menarik kesempatan dari kapal kokoh ini, maka di
ranjang kematian ia menjadi tidak berguna, karena kita sudah terlambat
menggunakannya. Faktanya adalah: kita tidak bisa membawa tubuh
kita ke kehidupan berikutnya.
Kematian dan Ketidakkekalan 69

Jika di hari kematian kita semua kekayaan, keluarga dan teman-


teman, dan bahkan tubuh kita menjadi tidak berguna, lantas apa
sebenarnya yang kita butuhkan? Apa hal berguna yang bisa kita bawa
ke kehidupan berikutnya?

Gomchen Ngaki Wangpo berkata,

“Singkatnya, engkau akan meninggalkan semua benda


berharga yang ada di kehidupan sekarang,
dan mereka juga akan berpisah darimu dan menjadi tidak
berguna.
Maka dari itu, jangan terikat pada tubuh, orang yang
engkau sayangi, ataupun harta benda.
Mulailah mempraktikkan Dharma!”

Kita harus melepaskan semua hal saat kita meninggal, baik itu
tubuh, kekayaan, keluarga, dan teman-teman kita. Saat kematian tiba,
mereka mengkhianati kita karena mereka menjadi tidak berguna.
Maka dari itu, kita dianjurkan untuk tidak terperangkap oleh tubuh,
kekayaan dan hal lainnya, dan sebaliknya, harus membulatkan tekad
untuk mempraktikkan Dharma. Tubuh, kekayaan, dan lain-lain bisa
sangat menyesatkan, sehingga kita harus memiliki tekad kuat untuk
mempraktikkan Dharma.

Jika kita meninggalkan tubuh, kekayaan, atau keluarga, apa


yang akan kita bawa bersama kita? Hanya ada 2 hal yang akan kita
bawa bersama kita: karma baik/putih dan karma buruk/hitam. Karma
hitam tidak hanya tak berguna bagi kita, tapi juga sangat berbahaya.
Yang berguna bagi kita ketika meninggal adalah karma putih kita,
sehingga kita harus membuat upaya khusus untuk mengumpulkan
banyak tabungan karma putih. Inilah kesimpulan yang harus kita
hasilkan dari perenungan ketiga kita: bahwa hanya Dharma yang
berguna ketika kematian tiba.
70 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Gomchen Ngaki Wangpo lanjut mengatakan:

“Untuk alasan inilah, hanya Dharma yang berguna saat


kematian tiba.
Jangan menganggap instruksi ini tidak penting dan
mencari jalan yang lebih unggul.
Atau, jika engkau merasa tidak bisa memeditasikan topik
ini dengan sukses dan akhirnya berkecil hati,
buatlah permohonan kepada guru dan kumpulkanlah daya
upayamu.”

Beberapa orang menghindari perenungan kematian karena


mereka beranggapan itu hanya ajaran untuk pemula dan kurang
berharga, tidak layak untuk dijadikan praktik mereka. Sebagai contoh,
mereka memilih untuk memeditasikan kesunyataan daripada kematian.
Sangat jelas mereka gagal memahami bahwa meditasi kematian
merupakan landasan yang akan membangun kualitas-kualitas Sang
Jalan yang berikutnya. Bahkan faktanya, meditasi kematian saja
sudah memungkinkan kita untuk mencapai tahapan yang dibutuhkan
untuk memeditasikan kesunyataan dengan lebih efektif. Dan topik ini
tidaklah begitu sulit dipahami, karena kematian adalah sesuatu
yang bisa kita amati langsung dan sangat jelas terjadi di depan
mata kita. Jadi, kita harus berani dan terus berupaya. Terlebih lagi,
dengan permohonan doa kepada guru dan Buddha, kita pasti akan
merealisasikan kematian.

Kita telah membahas 9 poin dalam meditasi kematian, yang


terbagi menjadi 3 kategori pokok yang masing-masing memiliki
3 alasan pendukung. Jika kita ingin mempraktikkan Dharma dan
menjadi praktisi yang berkualitas, sangatlah penting untuk berupaya
merenungkan kematian, karena hanya itu satu-satunya cara mengatasi
kemelekatan terhadap hidup ini. Praktik yang hanya ditujukan untuk
Kematian dan Ketidakkekalan 71

kepentingan saat ini saja tidak dapat disebut praktik Dharma yang
murni. Praktik Dharma dimulai ketika kita peduli terhadap
kesejahteraan di kehidupan mendatang. Akar dari praktik Dharma
adalah kesadaran akan kematian. Dan kematianlah yang memacu
kita untuk mempraktikkan Dharma. Ketika kita sudah merealisasikan
kematian, kita tidak perlu lagi mencari pencapaian spiritual lainnya,
karena mereka akan muncul dengan sendirinya.

Kita harus berusaha belajar sebanyak mungkin tentang topik


kematian ini, mengulanginya terus-menerus sampai benar-benar
mahir. Ketika pemahaman telah diraih, kita harus merenungkannya
berulang kali agar batin kita menjadi terbiasa dengannya. Kalau
kita hanya belajar dan menjadi mahir dalam pembelajaran tapi
tidak menerapkannya, hal itu sama seperti membeli sebotol obat
yang bisa menyembuhkan kita dari penyakit namun tidak pernah
meminumnya. Inilah tujuan meditasi, yakni untuk membiasakan
batin kita dengan sebuah gagasan atau kesimpulan, hingga akhirnya
ia menyatu dengan diri kita. Kita perlu benar-benar memikirkan apa
yang sebenarnya berguna ketika kita mati. Begitu kita benar-benar
memahami apa yang menguntungkan dan apa yang merugikan, kita
akan bisa memfokuskan energi kita untuk mempraktikkan Dharma
dengan baik dan benar.
4
Mempersiapkan
Kematian
Guru Atisha mengatakan,

“Hidup ini singkat. Ada banyak hal yang harus dipelajari.


Kita tak tahu kapan hidup kita akan berakhir.
Seperti seekor angsa yang mampu memisahkan susu dari
air,
raihlah intisari kehidupan dan capailah tujuan-tujuan
yang terpenting.”

Memang, hidup ini singkat, dan sebelum kita sadar, hidup kita
sudah berakhir. Walaupun kita tidak tahu kapan itu terjadi, kehidupan
bisa berakhir kapan saja. Terlebih lagi, ada begitu banyak hal yang
harus dipelajari. Jadi, seperti angsa yang mampu memisahkan susu
dari air, kita juga harus bisa memisahkan mana yang penting dan
tidak penting. Kita harus menggunakan kehidupan manusia yang
berharga ini untuk mencapai tujuan yang paling penting bagi kita.
Yang paling utama tentunya adalah mencapai kebahagiaan. Kita
semua ingin mencapai kebahagiaan dan menghindari segala bentuk
penderitaan. Kebahagiaan yang kita cari punya berbagai tingkatan.
Yang pertama adalah kebahagiaan sementara di kehidupan saat ini.
Menurut Buddhisme, kebahagiaan sementara di kehidupan sekarang

73
74 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

tidak layak dikejar; akan lebih baik untuk mengejar kebahagiaan


di kehidupan mendatang. Jika kita memasang target yang lebih
tinggi, maka itu berarti mencari kebahagiaan yang stabil, mencapai
pembebasan dari samsara. Tanpa pemahaman ini, kita akan seperti
orang yang merencanakan liburan menyenangkan selama seminggu;
ia akan merasa dirinya bahagia selama periode seminggu itu, namun
akan menderita terus-menerus setelahnya. Jadi, jauh lebih baik untuk
mencapai kebahagiaan yang berkelanjutan dan berlangsung lama
ketimbang kebahagiaan sementara yang akan segera digantikan oleh
penderitaan jangka panjang.

Mencapai kebahagiaan di kehidupan sekarang bukanlah tujuan


yang layak dikejar. Akan lebih berarti untuk memastikan kebahagiaan
kita di kehidupan mendatang, dan akan lebih baik lagi untuk mencapai
kebahagiaan sejati, yakni berakhirnya penderitaan kita selamanya.
Namun, yang terbaik adalah tidak hanya mementingkan kebahagiaan
diri sendiri saja tapi juga kebahagiaan semua makhluk. Gagasan ideal
ini berarti kita bekerja untuk membuat semua makhluk berbahagia.
Menggunakan waktu kita yang tersisa dalam hidup ini untuk berjuang
demi kebahagiaan semua makhluk dan menghentikan penderitaan
mereka adalah maksud Guru Atisha ketika beliau memberi nasihat agar
kita memakai hidup ini untuk sesuatu yang berharga. Menginginkan
terhentinya penderitaan semua makhluk dan membawa mereka
menuju kebahagiaan adalah niat yang paling unggul dan bermanfaat
yang bisa kita miliki. Namun, hanya dengan berharap saja tidaklah
cukup untuk membuatnya terwujud. Untuk mewujudkan tujuan ini,
kita perlu tenaga yang memadai. Melihat kondisi kita sekarang ini,
kita tidak akan bisa mewujudkan tujuan itu. Kita harus melangkah
lebih jauh daripada hanya memiliki pikiran mulia atau bajik saja. Kita
harus melakukan sesuatu untuk mewujudkan cita-cita kita. Kondisinya
sama seperti kalau kita haus. Ketika kerongkongan kita kering, hanya
berharap haus kita berakhir takkan meredakan dahaga. Bangun dan
Mempersiapkan Kematian 75

mengambil minuman adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan


masalah dahaga kita.

Praktik Dharma yang Tepat

Untuk mencapai tujuan kita, perlu usaha yang aktif untuk


mengubah diri kita. Diri kita yang sekarang ini tidak punya kualitas
kebajikan yang memadai. Apa yang kita miliki sekarang sangat
terbatas, dan kita perlu meningkatkannya. Namun saat ini, ada aneka
penghalang di dalam diri kita yang merintangi meningkatnya kualitas
kebajikan kita, sehingga kita harus berupaya melenyapkan mereka.
Dengan kondisi kita saat ini, halangan atau masalah yang datang
menerjang sangat mudah membuat kita hanyut dan kewalahan. Kita
belum memiliki kemampuan yang memadai untuk mengatasi halangan
tersebut. Misalnya, ketika sesuatu atau seseorang menjengkelkan
kita atau membuat kita marah, kita tidak dapat mengendalikan
kejengkelan atau amarah itu, namun malah terhanyut oleh perasaan
negatif. Dengan cara yang sama, ketika kita berurusan dengan sesuatu
yang menyenangkan atau objek yang kita sukai, kita menjadi melekat
dan terhanyut oleh keinginan untuk memiliki objek tersebut. Semua
penghalang ini jelas membatasi potensi kita untuk memunculkan
kualitas bajik.

Saat ini, diri kita lemah dan tidak memiliki tenaga untuk menahan
gangguan eksternal. Ketika bertemu situasi yang di luar kemampuan
kita, kita hanya bisa bereaksi secara spontan terhadap situasi tersebut.
Seperti anak kecil yang baru belajar berjalan dan mudah terantuk, kita
juga kehilangan keseimbangan dengan begitu mudahnya. Kita mudah
terganggu. Ketika mengalami kejadian yang menyenangkan, kita
dipenuhi oleh kegembiraan. Namun, ketika mengalami kejadian yang
buruk, kita berubah menjadi sedih dan depresi. Kehidupan kita seperti
roller coaster yang terus naik-turun, dan ketidakstabilan macam ini
76 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

jelas adalah penghalang bagi diri kita. Kalau kita terus-menerus


seperti ini, kita akan terus bergantung pada kondisi-kondisi eksternal
untuk menentukan kebahagiaan dan ketidakbahagiaan kita. Kita tidak
memiliki kuasa atas diri sendiri. Alih-alih menjadi tuan, kita adalah
budak dari kondisi-kondisi eksternal.

Untuk bisa menikmati hidup yang damai dan kebahagiaan yang


stabil, kita harus membalikkan situasi ini; alih-alih menjadi budak
dari kondisi-kondisi eksternal, kita harus menjadi tuan dengan belajar
mengendalikan reaksi kita. Dengan setahap demi setahap mengurangi
karakter negatif kita dan mengembangkan karakter positif kita, secara
perlahan kita akan menjadi tuan dan memiliki kuasa atas situasi apa
pun yang mungkin terjadi. Jika kita terus berlatih dalam cara ini, pada
akhirnya kita akan menjadi Buddha. Dengan menjadi Buddha, artinya
kita telah memenuhi tujuan pribadi dan mencapai kemampuan penuh
untuk menolong semua makhluk dalam setiap momen kehidupan kita.
Mencapai Kebuddhaan sangat berharga bagi diri kita maupun makhluk
lain. Namun, tidak semua orang punya cita-cita menjadi Buddha,
karena memang kita semua berbeda. Jika mencapai Kebuddhaan
bukanlah tujuan kita, paling tidak kita harus berjuang mencapai
nirwana atau pembebasan pribadi dari samsara. Apa pun tujuannya,
kita harus belajar, merenung dan bermeditasi untuk mencapainya.

Langkah awal untuk mencapai kedua tujuan ini adalah


dengan mendengar dan belajar Dharma, dan sangat penting untuk
melakukannya dengan alasan yang tepat. Jika kita mengikuti cita-cita
Mahayana, maka tujuan kita adalah membebaskan semua makhluk
dari penderitaan dan menuntun mereka ke kebahagiaan sejati.
Untuk mencapai tujuan ini, kita berusaha mencapai Kebuddhaan.
Demi tujuan mencapai Kebuddhaan ini, kita mendengarkan dan
mempelajari Dharma. Jika kita bukan Buddhis, maka motivasi yang
bisa kita bangkitkan adalah keinginan untuk mementingkan makhluk
Mempersiapkan Kematian 77

lain alih-alih diri sendiri saja. Seseorang yang bertujuan menolong


sebanyak mungkin makhluk lain akan mencapai kebahagiaan dan
mampu mengatasi masalah pribadinya. Apa pun tujuan yang ingin
kita capai, satu hal yang tak boleh kita lakukan adalah mendengar
ajaran sekadar untuk mendapatkan pengetahuan baru, karena hampir
tidak ada manfaat dari sikap yang demikian. Kita harus menganggap
Dharma sebagai cermin yang membuat kita bisa melihat diri sendiri.
Kalau setelah bercermin kita menemukan kotoran, maka kita bisa
menghapusnya. Dengan logika yang sama, kita harus menggunakan
Dharma untuk memeriksa apakah perilaku dan cara berpikir kita
sudah benar atau belum.

Saat ini, walaupun kita memiliki kelahiran unggul yang berpotensi


besar untuk mencapai tujuan apa pun yang kita targetkan, kita tahu
bahwa ia tidak berlangsung selamanya. Apa pun yang memiliki awal
pasti akan berakhir. Jadi, kehidupan kita juga akan berakhir dan kita
pasti akan meninggal. Fenomena ini bukanlah hukuman karena kita
adalah orang jahat. Kematian adalah aspek alamiah dari kehidupan.
Kelahiran kita merupakan fenomena ketidakkekalan. Diri kita adalah
hasil dari sebab dan kondisi. Karena kita telah lahir dan hidup, maka
kita harus mengalami akhir atau kematian.

Buddha mengajarkan bahwa apa pun yang muncul suatu


saat akan lenyap. Akumulasi kekayaan akan berakhir dengan
pembagiannya, pertemuan akan berakhir dengan perpisahan,
kelahiran akan diakhiri dengan kematian, dan seterusnya. Ini bukan
hal baru buat kita. Hal yang paling mudah diamati adalah ketenaran
seseorang di masyarakat, yang pada suatu saat pasti akan menurun.
Kekayaan sendiri tak akan berakhir dengan pengumpulan yang bisa
berlangsung selamanya, karena kalau itu terjadi, tidak akan ada ruang
yang cukup untuk menampungnya; jadi, semuanya ada batasnya. Di
akhir hidup kita, atau bahkan sebelumnya, kita juga tidak bisa selalu
78 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

bersama teman dan kerabat, dan akhirnya harus berpisah dengan


mereka. Inilah kebenarannya: karena kita harus mati, maka apa pun
yang kita pernah miliki dalam hidup pasti akan lenyap. Sekali lagi,
kita perlu merenungkan kepastian kematian dan membuatnya sejelas
mungkin dalam batin kita. Kita juga harus sadar bahwa kematian
kita tidak dapat dihindari, dan bahwa kita tak tahu kapan kematian
kita terjadi. Kita membuat banyak rencana dalam hidup kita, namun
tidak ada jaminan bahwa kita bisa melaksanakan semuanya, karena
kita bisa saja meninggal sebelum sempat berbuat apa pun. Apa yang
terjadi ketika kita meninggal? Apa yang bisa kita bawa agar berguna
kelak di masa depan?

Mungkin ada yang mengira kalau praktik Dharma itu adalah


pindah ke India atau Nepal. Ada juga yang mengira kalau praktik
Dharma menuntut perubahan drastis dalam gaya hidup kita, misalnya:
kita harus memotong semua rambut kita, memakai baju yang berbeda,
dan lain-lain. Praktik Dharma tidak seperti itu, karena inti dari
praktik adalah meningkatkan kapasitas batin kita dengan mengurangi
kesalahan-kesalahan dan meningkatkan kualitas-kualitas bajik kita.
Karena kaitannya adalah dengan batin, kita tetap bisa menjadi diri
kita sebagaimana adanya. Adalah sikap, motivasi, dan cara berpikir
kita yang harus diubah, bukannya penampilan luar kita. Misalnya, kita
tetap bekerja karena perlu penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, dan praktik Dharma sama sekali tidak melarang kita untuk
bekerja mencari nafkah. Praktik Dharma juga tidak ada urusan dengan
merubah gaya rambut. Kita bisa mengecat rambut kita sesuka hati.
Pengecualian terjadi kalau kita sudah ditahbiskan, karena itu berarti
kita sudah meninggalkan aktivitas duniawi dan membaktikan diri
sepenuhnya pada praktik spiritual. Kita tahu bahwa diri kita sangat
sering mengurusi rambut untuk membuatnya tampil bagus. Rambut
juga menjadi sumber kekhawatiran, misalnya ketika ia mulai rontok
atau beruban. Jadi, kalau seseorang ditahbiskan dan mencukur habis
Mempersiapkan Kematian 79

rambutnya, itu artinya semua masalah telah selesai bahkan sebelum


terjadi, karena memang tak ada sehelai rambut pun yang harus
dikhawatirkan!

Praktik Dharma yang sesungguhnya adalah hal yang bisa


dilakukan kapan saja dan di mana saja. Tidak perlu pergi ke tempat
ibadah untuk berdoa dan sebagainya. Dalam Buddhisme, praktik
spiritual tidak berurusan dengan tempat ibadah, karena urusannya
hanya dengan upaya meningkatkan cara berpikir kita, yang tentunya
bisa dilakukan di mana saja. Syarat minimum dari cara berpikir
adalah sebuah pola pikir yang memprioritaskan jangka panjang. Yang
paling minimum adalah memprioritaskan kehidupan mendatang, dan
agar tujuan ini bisa tercapai, kita harus menyesuaikan cara berpikir
kita dengan ajaran Buddha. Dengan demikian, praktik Dharma artinya
meninggalkan kemelekatan kita pada kehidupan saat ini dan segala hal
yang hanya menyasar kesenangan duniawi. Jadi, sekali lagi, praktik
Dharma tak berarti bahwa kita harus berhenti kerja. Apa yang perlu
diubah adalah alasan kenapa kita bekerja.

Mencari nafkah dan mempraktikkan Dharma tidaklah


berlawanan. Profesi kita juga bisa menjadi praktik Dharma; semuanya
tergantung pada motivasi awal kenapa kita bekerja. Jika tujuan utama
kita adalah mencapai kebahagiaan sejati, kita tahu bahwa untuk
mencapainya kita perlu makan, pakaian, dan juga tempat tinggal.
Semua ini adalah hal-ihwal yang diperlukan untuk menunjang
praktik Dharma kita, sehingga jelas sekali bahwa mereka sangat
harmonis dengan praktik Dharma. Lain halnya kalau kita mencari
nafkah hanya karena kita mau hidup nyaman dalam kehidupan saat
ini. Yang demikian tidak bisa dikatakan sebagai praktik Dharma.

Jadi, sekali lagi, apa yang dimaksud dengan praktik Dharma


yang tepat? Jika kita melakukan kebajikan seperti berdana, memang
hal itu digolongkan sebagai kebajikan, tetapi tidak ada jaminan
80 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

kalau ia bisa dikategorikan sebagai praktik Dharma, karena praktik


Dharma ditentukan oleh motivasi kita. Kita boleh jadi berdana karena
mengharapkan ketenaran dan ingin dilihat sebagai dermawan oleh
orang lain. Jika motivasi kita ditujukan untuk kebahagiaan dalam
kehidupan saat ini saja serta dicemari 8 angin duniawi, maka walaupun
tindakannya itu sendiri bajik, ia tak dapat disebut praktik Dharma
yang sejati. Berdana baru bisa dinamakan praktik Dharma yang sejati
jika dilandasi oleh keinginan untuk menolong makhluk lain dan
untuk mencapai tiga tujuan – kelahiran yang tinggi, pembebasan dari
samsara, atau Kebuddhaan.

Menyetujui penjelasan Buddha tentang topik kematian tidaklah


cukup. Agar bisa membawa dampak positif, kita juga harus mengaitkan
topik kematian dengan diri kita. Kita harus aktif membiasakan
diri dengan kebenaran ajaran ini melalui perenungan pribadi; kita
harus bertanya kepada diri kita apakah kematian itu benar terjadi
dan kenapa bisa demikian. Dengan mempelajari dan merenungkan
topik ini berulang kali, barulah kita bisa benar-benar mendapatkan
dampak positif darinya. Jalan satu-satunya adalah dengan bertanya,
“Buddha mengatakan bahwa kematian itu pasti. Benarkah demikian?”
Kita harus mencari contoh nyata dari berbagai peristiwa yang sudah
terjadi di dunia ini untuk membuktikan perkataan Buddha. Jika dari
perenungan ini kita akhirnya menyimpulkan kebenaran dari perkataan
Buddha, maka kita harus memegang fakta bahwa kematian itu pasti,
bahwa waktu datangnya tidak pasti, dan bahwa hanya Dharma
yang berguna ketika kematian tiba. Keyakinan yang demikian akan
mengubah cara pandang kita secara positif.

Proses Kematian 1

Karena kita harus mengalami kematian, kita harus memahami


bagaimana tepatnya proses kematian itu berlangsung. Apa yang
Mempersiapkan Kematian 81

menjadi sebab dari dimulainya proses kematian? Pemikiran apa yang


akan kita miliki saat mati? Bagaimana kehangatan tubuh kita perlahan
menghilang? Tanda-tanda apa yang akan muncul dalam proses
kematian kita? Ke mana kita akan pergi setelah mati? Bagaimana cara
kita melewati alam bardo (alam antara)? Bagaimana sesungguhnya
alam bardo berakhir? Bagaimana proses kita terlahir kembali di
kehidupan berikutnya? Semua pertanyaan ini harus dijawab terlebih
dahulu sebelum kita memeditasikan proses kematian yang sebenarnya.
Saat kita memeditasikan kematian, kita membayangkan diri kita
mengalami kematian dan berbagai tahapan dan kondisi yang berkaitan
dengan kematian, sehingga semua pertanyaan di atas harus dijawab
terlebih dahulu sebagai bekal untuk memahami proses kematian.

Pertanyaan pertama adalah situasi yang mengakibatkan


kematian. Buddha menjelaskan bahwa ada 3 sebab utama kematian:
habisnya masa kehidupan kita, habisnya karma baik kita, dan hadirnya
kondisi yang tidak menguntungkan, misalnya mengalami kecelakaan,
mengikuti pola hidup tak sehat, dan seterusnya.

Menyangkut sebab pertama, kita tahu bahwa kelahiran kita


sebagai manusia adalah akibat dari matangnya karma baik. Jangka
waktu hidup seseorang adalah satu paket dengan karma pelempar,
yang bergantung juga pada karma pendukung lain yang menemani.
Jika karma pendukung dihasilkan dari tindakan melindungi kehidupan
banyak makhluk, maka kita akan memiliki umur panjang. Namun,
jika kita tidak punya karma pendukung yang mencukupi, umur kita
akan singkat. Kita terlempar ke kehidupan ini dengan jangka hidup
yang pasti, dan ketika batas itu sudah lewat, kita akan meninggal.
Menyangkut sebab kedua, bisa jadi kita telah menghabiskan
kebajikan kita sebelum jangka hidup kita berakhir. Untuk tetap hidup,
kita butuh sejumlah kebajikan yang berasal dari tindakan bajik yang
kita lakukan di kehidupan lampau. Jika kita menggunakan kebajikan
82 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

dengan cepat, misalnya dengan mengikuti gaya hidup mewah, dan


tidak melakukan apa pun untuk menambah jumlah kebajikan kita, hal
ini akan mengakibatkan kematian yang tidak pada waktunya. Inilah
alasan kenapa Buddha menasihati agar kita, misalnya, hanya makan
secukupnya. Mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan
tidaklah disarankan, karena itu akan menguras kebajikan kita dan
bisa mengakibatkan kematian sebelum waktunya. Ini jugalah alasan
kenapa kita harus mempersembahkan makanan sebelum kita makan,
yakni untuk menambah karma bajik dan mengurangi kemelekatan
kita. Sebab ketiga cukup mudah untuk dipahami secara harfiah.

Pertanyaan berikutnya berkaitan dengan pikiran yang kita miliki


di penghujung kehidupan, yakni pikiran sadar kita sebelum berubah
menjadi pikiran bawah sadar. Pikiran ini bisa berupa pikiran baik,
buruk, atau netral. Jika yang muncul adalah pikiran baik, kita akan
merasa damai, bahagia, dan seolah-olah melihat cahaya. Jika yang
muncul adalah pikiran buruk, kita akan merasa takut, khawatir, dan
seolah-olah melihat kegelapan. Jika yang muncul adalah pikiran netral,
kita takkan merasakan kesan apa pun. Jika selama hidup kita terbiasa
memeditasikan perwujudan Buddha (termasuk Istadewata Tantra dan
guru spiritual kita), maka ketika tiba saatnya kita mengalami masa
kritis, kita akan mampu memanggil dan memunculkan Buddha di
hadapan kita secara mental. Hal ini akan sangat membantu untuk
mengurangi ketidaknyamanan jasmani1. Kebiasaan baik ini akan
berguna di tahap akhir hidup kita nanti.

Ketika kematian datang menjemput kita, karma yang paling


sering kita lakukanlah yang paling besar kemungkinannya untuk
matang duluan. Jadi, kalau kita terbiasa dengan ketidakbajikan,
maka karma tidak bajik yang akan mewujud pada saat kematian, dan
begitu pula sebaliknya. Jika misalnya karma bajik dan tidak bajik

1
Di sisi lain, para dewa dan makhluk neraka tidak mengalami ketidaknyamanan jasmani.
Mempersiapkan Kematian 83

sama kuatnya di dalam batin kita, maka pikiran akhir kita yang akan
menentukan karma jenis mana yang matang. Atas alasan inilah kita
perlu memastikan bahwa pikiran kita sesaat sebelum mati memiliki
kecenderungan bajik. Pikiran yang demikian akan mematangkan
karma positif dan melemparkan kita ke kelahiran yang tinggi.

Ketika masih sadar, kita secara alamiah merasakan kemelekatan


yang kuat terhadap diri sendiri karena proses pembiasaan yang sudah
terjadi sejak masa kehidupan yang tak terhingga. Hal ini menimbulkan
rasa takut kalau-kalau kita akan lenyap ketika meninggal nanti, dan
karenanya kita pun merasa cemas. Kemelekatan terhadap diri adalah
sebab dari kelahiran kembali kita di alam bardo. Kemelekatan
terhadap diri bahkan bertahan lama di jalan spiritual. Para Arya masih
memilikinya pada momen kematian mereka. Namun bedanya, mereka
mampu mengendalikannya. Hanya Arhat yang sudah sepenuhnya
menaklukkan bentuk paling halus dari kemelekatan terhadap diri, dan
ini hanya bisa dilakukan melalui pemahaman tentang ke-tanpaaku-an.

Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana


kehangatan tubuh menghilang saat kita mati. Ketika kita meninggal di
bawah pengaruh pikiran bajik, dikatakan bahwa tubuh kita kehilangan
kehangatan tubuh dimulai dari kaki ke atas, pelan-pelan menghilang
hingga ke bagian tengah tubuh. Jika kita meninggal di bawah pengaruh
pikiran buruk, hangatnya tubuh akan menghilang dari kepala menuju
ke bawah. Untuk kedua kasus, panas tubuh berkumpul di jantung dan
pelan-pelan menghilang dari sana.

Kalau kita sudah meninggal dan tidak lagi eksis di kehidupan


ini, kita akan lahir di alam bardo. Seperti apa wujud jasmani makhluk
di alam bardo? Tubuh kita akan memiliki panca indra yang lengkap
dan berfungsi. Bentuk tubuh kita akan sama dengan tubuh jasmani
kita di kelahiran mendatang. Jika makhluk bardo tampil dalam rupa
manusia, maka kelak ia akan terlahir sebagai manusia. Tubuh jasmani
84 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

ini akan bisa terlihat oleh sesama makhluk bardo, dan juga manusia
dan dewa yang memiliki kewaskitaan tertentu.

Karena tersusun dari angin yang halus, tubuh makhluk bardo


sangat halus dan tidak padat seperti manusia. Kehalusan tubuhnya
memberikan keuntungan dalam bergerak. Kapan pun makhluk bardo
memikirkan satu tempat, tubuh jasmaninya bergerak mengikuti arah
tempat itu. Jika makhluk tersebut di masa lampau banyak melakukan
ketidakbajikan, kesan yang muncul adalah kegelapan yang konstan.
Jika ia hidup penuh kebajikan, maka cahayalah yang akan muncul
secara konstan.

Warna tubuh makhluk bardo ditentukan oleh kehidupan


mendatangnya. Jika ia nanti dilahirkan di alam neraka, warna
tubuhnya akan hitam seperti batu bara. Jika ia nanti dilahirkan di
alam setan kelaparan, warna tubuhnya akan seperti air. Jika ia nanti
dilahirkan di alam manusia atau alam-alam menyenangkan lainnya,
warna tubuhnya akan seperti emas. Jika ia nanti dilahirkan di alam
dewa berbentuk, warna tubuhnya akan putih. Jika ia nanti dilahirkan
di alam dewa tanpa bentuk, maka tidak ada alam bardo. Keterangan
ini terdapat dalam Sutra Barisan Tangkai2. Mengenai pergerakan
makhluk bardo, kalau ia nanti terlahir sebagai dewa, pergerakannya
akan terasa naik. Jika terlahir sebagai manusia, pergerakannya akan
terasa datar. Jika terlahir di alam rendah, pergerakannya akan terasa
menurun.

Alam bardo akan bertahan maksimal selama 49 hari. Setelah tiap


periode 7 hari, jika seorang makhluk tidak menemukan tempat untuk
kelahiran kembali, ia akan mati di alam bardo, kemudian dilahirkan
kembali di sana untuk mencari tempat kelahiran berikutnya. Proses
ini akan terus berlanjut sampai 7 kali, sehingga total periode adalah
49 hari. Di sisi lain, tidak ada waktu minimal untuk tinggal di alam
2
Ganda-wyuha-sutra.
Mempersiapkan Kematian 85

bardo. Kapan pun seorang makhluk menemukan tempat untuk terlahir


kembali, ia akan segera meninggalkan alam bardo.

Di banyak negara, ada kebiasaan untuk membuat persembahan


dan berbagai perbuatan bajik untuk orang yang telah meninggal,
yang didedikasikan demi kelahiran kembali yang bahagia. Upacara
ini khususnya dilakukan pada setiap akhir periode 7 hari setelah
seseorang meninggal, dan akan cukup membantu mendiang untuk
memperoleh sebuah kelahiran kembali yang baik, khususnya jika
praktik kebajikan ini dilakukan oleh orang-orang yang berhubungan
dekat dengan mendiang, contohnya orang tua, anak, pasangan, atau
dengan kata lain, seseorang yang memiliki kesamaan tempat tinggal
dengan mendiang. Di dalam filsafat Buddhis, pandangan dari mazhab
terendah, yakni Waibhashika, berpendapat bahwa ketika seseorang
telah terlahir di alam bardo dalam rupa, misalnya, binatang, itu karena
ia sedang berproses menuju kelahiran kembali sebagai binatang,
sehingga tidak terdapat kemungkinan perpindahan ke kelahiran yang
lebih tinggi. Tapi, mazhab yang lebih tinggi memegang pendapat
berbeda. Mereka berpendapat bahwa dengan kekuatan karma baik
yang dihasilkan melalui persembahan dan sebagainya, yang lalu
didedikasikan demi kelahiran kembali yang tinggi, pikiran bajik akan
muncul di batin makhluk bardo, yang pada gilirannya akan mendorong
kelahiran ke alam yang tinggi.

Berdasarkan dua pendapat berbeda dari Abhidharma, dikatakan


bahwa makhluk di alam bardo bisa saja melihat atau tidak melihat
calon orang tuanya di kehidupan mendatang. Berdasarkan Risalah
Abhidharma3 karya Wasubandhu, makhluk bardo dapat melihat calon
orang tuanya. Jika ia tertarik pada ayahnya, maka ia akan terlahir
sebagai wanita, dan sebaliknya, jika ia tertarik pada ibunya, maka
ia akan terlahir sebagai pria. Di sini, ia tidak mengenali calon orang

3
Abhidharma-kosa.
86 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

tuanya sebagai ibu atau ayah, tetapi sekadar sebagai pria atau wanita.
Berdasarkan pendapat yang lebih tinggi, yakni Ikhtisar Abhidharma4
karya Asanga, makhluk bardo tak melihat hubungan seksual orang
tuanya.

Ketika makhluk bardo melihat calon orang tuanya, ia kemudian


akan terus menatap dengan lekat sampai akhirnya yang terlihat
hanya alat kelamin mereka. Ini menimbulkan reaksi marah dari
makhluk bardo, yang menyebabkan kematiannya dari alam bardo.
Lalu, kesadaran dari makhluk bardo akan masuk ke embrio pada
fase terawal dari pembuahan, yakni ketika sperma ayah membuahi
ovum ibu. Embrio ini, yang terdiri dari 4 elemen yang diperoleh dari
sel reproduksi orang tua, menyediakan dasar fisik bagi makhluk itu
dalam kelahiran barunya. Ketika kesadarannya memasuki embrio, ia
memulai penyatuan dengan 4 elemen.

Ketika makhluk bardo pergi mencari sebuah tempat yang


cocok untuk kelahiran kembalinya, sebuah tempat yang sesuai
dengan harapannya, maka ia biasanya tertarik dengan hal-hal yang
akrab dan disukainya. Misalnya, ketika karma dari seseorang yang
suka membunuh berbuah dan sedang mendorongnya ke kelahiran
sebagai makhluk neraka, maka di sepanjang alam bardo ia akan
mencari sesuatu yang menariknya, contohnya makhluk yang biasa
ia bunuh pada kehidupan lampaunya. Ketika kondisi untuk kelahiran
kembali di neraka telah lengkap, maka hal yang dilihatnya bukanlah
neraka, tetapi misalnya, binatang-binatang yang telah ia bunuh pada
kehidupan lampaunya. Karena kebiasaan yang telah dibentuk pada
kehidupan lampau, ia akan tertarik pada binatang-binatang ini. Akan
tetapi, ketika ia semakin mendekat, binatang-binatang tersebut akan
menghilang. Ini akan menimbulkan amarah di dalam diri makhluk
bardo, dan menyebabkan berakhirnya alam bardo dan dimulainya

4
Abhidharma-samuccaya.
Mempersiapkan Kematian 87

alam rendah. Sama halnya, ketika karma mencuri yang matang,


makhluk bardo akan mencari objek yang ia curi pada kehidupan
lampau. Ketika ia berhasil menemukan apa yang dicarinya, objek itu
akan segera menghilang, dan otomatis muncullah perasaan marah.
Perasaan ini akan mengakhiri alam bardo dan melemparnya ke alam
rendah.

Karena kematian kita tidak dapat dihindari, maka sebelum


meninggal, kita seharusnya memeditasikan proses kematian sebagai
sebuah langkah persiapan. Ketika kita memulai meditasi ini, pertama-
tama bayangkanlah diri kita sedang digerogoti penyakit mematikan
yang akan membunuh kita. Kondisi kita semakin buruk sampai
pada suatu titik dokter pun telah menyerah. Dokter mengangkat
tangan dan mengatakan tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan.
Segala adat dan upacara yang telah dilakukan untuk kita juga tidak
membantu. Teman-teman dan saudara-saudara kita mulai kehilangan
harapan, menggelengkan kepala mereka, dan berkata pada diri sendiri
bahwa tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan. Pada titik ini, apa
yang kita rasakan akan tergantung pada bagaimana kita selama ini
menjalani hidup. Jika kita telah mempersiapkan kejadian ini dengan
membangkitkan kebajikan yang cukup, kita tidak akan memiliki
perasaan buruk. Kalau tidak, maka kita akan menyadari bahwa kita
telah membuang waktu kita dan tidak memiliki apa pun yang dapat
kita andalkan untuk melewati keadaan sulit ini. Kita belum melatih
kebajikan selama hidup kita, dan juga belum menetralkan secara pasti
karma buruk kita. Kita menemukan diri kita berada dalam kondisi
yang sangat sulit dan bertanya-tanya dalam hati apa yang dapat
kita lakukan, sebelum akhirnya menyadari bahwa segalanya sudah
terlambat.

Berikutnya, kita bisa melihat doa permohonan kepada guru


spiritual kita yang disebut ‘Permohonan Pembebasan dari Jalan yang
88 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Berbahaya di Alam Bardo’, yang mengulang secara singkat berbagai


jalan yang akan kita ikuti dalam kematian, alam bardo, dan kelahiran
kembali. Setiap sajak berakhir dengan permohonan kepada guru
spiritual untuk menolong kita.

Bait pertama berbunyi:

“Ketika tabib telah menyerah dan aneka ritual juga tidak


membantu,
ketika teman dan kerabat putus asa menyelamatkan
hidupku,
ketika aku tak berdaya dan tak tahu apa yang perlu
dilakukan,
berkatilah agar aku dapat mengingat instruksi para guru!”

Tentu saja ini hanya berlaku bagi orang-orang yang telah


menerima instruksi tentang kematian dari guru-guru mereka. Namun,
meskipun kita mungkin telah memperoleh penjelasan dari guru-guru
kita, yang terpenting adalah apa yang kita lakukan dengan instruksi
tersebut. Jika kita hanya membacanya secara sekilas tanpa usaha
apa pun untuk menerapkannya melalui meditasi, maka tibanya ajal
akan menggentarkan kita dan membuat kita tak mampu mengingat
sepatah kata pun dari instruksi yang telah kita terima sebelumnya.
Dengan persiapan yang tepat sepanjang hidup, kita akan lebih mudah
memunculkannya dalam pikiran kita ketika ajal datang menjemput,
misalnya terkait upaya memohon kepada guru untuk memberkati agar
kita dapat mengingat instruksi mereka.

Bait kedua berbunyi:

“Ketika aneka makanan dan harta yang diperoleh dengan


keserakahan mesti ditinggalkan,
Mempersiapkan Kematian 89

ketika aku terpisah dengan teman-teman dan orang-orang


yang kucintai,
ketika aku pergi sendirian ke tempat yang mengerikan,
berkatilah agar aku dapat menumbuhkan sukacita dan
kepercayaan diri!”

Bait ini benar adanya. Ketika meninggal, kita tidak dapat


mengambil satu pun harta benda kita. Kita mesti meninggalkan
semuanya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang kita
cintai, teman-teman, dan kerabat. Pada saat kematian tiba, kita
mesti meninggalkan semuanya dan pergi sendirian ke tempat yang
mengerikan. Inilah alasannya kita memohon kepada guru agar
diberikan sukacita dan kepercayaan diri.

Di dalam Sutra Lalitawistara, Buddha memakai kiasan untuk


menggambarkan perpisahan yang mesti kita lalui ketika meninggal,

“Seperti gugurnya daun-daun dari sebuah pohon di musim


gugur yang tidak dapat terbang ke atas dan kembali
ke tempat semula,
atau seperti aliran air di sebuah sungai besar yang tidak
dapat mengalir kembali ke hulu,
demikian pula pastinya perpisahan dengan orang yang
dicintai saat kematian tiba.”

Kita boleh jadi akan bertemu mereka lagi di kehidupan


berikutnya. Akan tetapi, kita takkan lagi mengenali mereka sebagai
teman dan lain-lain, karena seperti halnya diri kita, mereka juga
sudah mengambil bentuk kehidupan yang berbeda dan takkan
bisa mengingat hubungan yang pernah mereka jalin dengan
kita.
90 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Proses Kematian 2

Setelah meditasi kita sampai pada titik ini, kita mulai


membayangkan dimulainya proses kematian yang sebenarnya, yakni
perceraian 4 elemen yang membentuk tubuh kita, seperti elemen tanah
yang larut ke air, air ke api, dan api ke angin. Kita berdoa agar dapat
membangkitkan pikiran-pikiran bajik yang sangat kuat pada setiap
tahap dari proses kematian.

Sebelumnya, kita menggambarkan proses kelahiran kembali


sebagai suatu kesatuan dari ovum dan sperma orang tua yang
memberikan dasar fisik bagi kehidupan kita, atau dengan kata lain, 4
elemen yang menyatu dengan arus batin kita. Dalam proses kematian,
hal sebaliknya yang terjadi. Energi dari 4 elemen secara perlahan
terpisah sampai pada akhirnya hilang dan tiada lagi dasar fisik bagi
batin kita untuk melanjutkan kehidupan. Demikianlah cara kita mati.

Misalnya, ketika elemen tanah menghilang dari tubuh kita yang


sudah sekarat, ia akan menjadi elemen eksternal yang bukan bagian
dari makhluk hidup. Hal ini sama seperti sebuah jari yang diamputasi.
Ketika jari telah dipisahkan dari tubuh kita, ia akan terpisah dari energi
yang halus, yang artinya ia tidak dapat bertindak sebagai jari lagi.
Sepanjang jari masih terhubung dengan tubuh kita, maka jari akan
tetap terhubung dengan batin dan energi sehingga ia dapat bergerak
dan merasa. Akan tetapi, ketika jari telah dipisahkan dari tubuh kita,
ia akan terputus dari energi halus yang memastikan fungsinya. Dalam
proses kematian, elemen tanah adalah yang pertama kali bercerai.
Ketika energi halus yang menghubungkan elemen tanah dengan tubuh
kita melemah, tanda luarnya adalah tubuh kita mulai kehilangan
energi, dan orang yang sekarat akan merasakan sensasi seolah-olah
tenggelam ke dalam tanah. Inilah alasan kenapa orang yang sekarat
sering kali meminta kita untuk membantunya berdiri tegak. Ini
adalah tanda bercerainya elemen tanah dari tubuh, yang membuat
Mempersiapkan Kematian 91

individu merasa seolah-olah sedang ditenggelamkan ke dalam


tanah5.

Elemen air adalah unsur kedua yang bercerai. Tanda luarnya


adalah mulut yang mengering, bibir atas yang menjadi keriting, dan
lubang hidung yang terjepit. Elemen api adalah unsur ketiga yang
bercerai. Tanda luarnya adalah tubuh yang kehilangan panasnya dan
warna tubuh yang memucat. Ketika angin sebagai elemen terakhir
bercerai dari tubuh, tanda luarnya adalah kesulitan dalam bernapas.

Setiap elemen yang bercerai diikuti oleh perasaan bercerai.


Sebagai contoh, ketika elemen tanah bercerai, maka kemampuan
melihat juga menurun. Seseorang yang meninggal akan terlihat
seperti sedang melihat dengan matanya yang membuka lebar, padahal
sebenarnya ia takkan lagi merespons apa pun yang ada di hadapannya.
Contoh lainnya, Ketika elemen air bercerai, indra pendengaran akan
berkurang fungsinya, dan suara yang berasal dari dalam diri takkan
terdengar lagi. Jadi, jika kita ingin memberi nasihat kepada orang
yang akan meninggal, lakukanlah sebelum orang tersebut mencapai
tahap ini, karena setelahnya mereka takkan mendengar apa pun lagi.

Ketika setiap unsur bercerai, sebuah tanda internal juga terjadi,


dan ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang akan meninggal.
Ketika elemen tanah larut ke dalam elemen air, orang yang sekarat
akan melihat sesuatu yang menyerupai fatamorgana. Untuk tanda-
tanda internal lainnya, kita bisa merujuk pada berbagai teks yang
tersedia. Tanda-tanda internal tidak dilihat dengan mata kita, tetapi
dengan mata batin. Tergantung pada sifat alami dari karma yang
sedang memengaruhi orang yang sedang meninggal, ia akan menjalani
berbagai macam pengalaman. Dalam kasus karma tidak bajik, mereka
mungkin mendengar dan melihat sesuatu yang menakutkan. Ketika

5
Dalam proses kematian, sebenarnya ada 25 elemen berbeda yang akan bercerai. Rincian ini
dapat ditemukan di teks lain, sehingga tidak dijelaskan di sini.
92 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

mereka meninggal di bawah pengaruh karma bajik, maka mereka akan


mendengar dan melihat sesuatu yang menyenangkan. Bagi orang-
orang yang telah mempraktikkan Dharma dengan baik dan telah
sepenuhnya melatih Tantra dengan sukses, mereka akan memiliki
penglihatan yang berbeda. Mereka mungkin melihat Istadewata
mereka atau daka/dakini yang datang untuk menjemput mereka ke
tanah suci.

Ketika ketiga elemen lainnya telah bercerai, elemen yang


keempat, angin, akan bercerai ke bentuk yang disebut “penampakan
putih”, yang artinya orang yang meninggal memiliki penglihatan yang
sepenuhnya putih, yang digambarkan ibarat langit polos yang hanya
disinari oleh cahaya bulan. Tahap selanjutnya disebut “peningkatan
merah”, di mana seseorang akan melihat sesuatu yang menyerupai
langit musim gugur yang sepenuhnya berwarna merah. Fase ini akan
berganti ke “pencapaian hampir hitam”, di mana seseorang akan
melihat langit yang gelap; tidak ada sinar matahari, cahaya bulan,
bintang, atau apa pun – hanya ada kegelapan penuh. Penampakan
putih, peningkatan merah, dan pencapaian hampir hitam adalah nama-
nama yang diberikan pada ketiga tingkat kesadaran halus. Penglihatan
yang terjadi pada tiap tahap berurutan satu sama lain. Pada tahap ini,
pikiran yang kasar dan kesadaran telah tiada.

Ketika kita masih hidup, pikiran kita dikatakan kasar karena


masih bergantung pada unsur angin atau energi yang kasar. Sepanjang
kita masih hidup sehat dan memiliki tubuh fisik, kesadaran kita
masih tetap kasar. Melalui proses kematian, semua elemen akan
bercerai satu sama lain dan kesadaran kasar yang berhubungan
dengan mereka akan berakhir secara alamiah. Hal ini memunculkan
perwujudan unsur angin yang lebih halus yang biasanya dihadang
oleh unsur angin yang kasar. Ketika unsur angin yang halus berfungsi,
kesadaran halus yang berhubungan dengannya – seperti penampakan
Mempersiapkan Kematian 93

putih, peningkatan merah dan pencapaian hampir hitam – juga akan


mewujud.

Kesadaran halus ini pada gilirannya juga akan lenyap dan


digantikan oleh kesadaran yang luar biasa halus – dinamakan cahaya
jernih kematian, dan bergantung pada unsur angin yang luar biasa
halus – yang akhirnya mewujud dengan sendirinya. Pada tahap ini,
orang yang meninggal melihat sesuatu yang menyerupai musim
semi yang bersih, dengan langit biru pekat nan murni yang bebas
dari cahaya matahari dan bulan. Dalam terminologi Buddhis, inilah
momen sebenarnya dari kematian.

Ketika cahaya jernih kematian telah tiba, waktunya bisa


lebih pendek atau lebih panjang, tergantung setiap individu yang
mengalaminya. Untuk makhluk biasa, proses ini dapat bertahan
hingga 3 hari, dan secara alamiah bersifat netral. Ketika proses
ini berakhir, perceraian terjadi pada tahap yang terbalik. Ketika
meninggal, kesadaran yang muncul sebelum cahaya jernih kematian
adalah pencapaian hampir hitam. Hal ini bertepatan dengan kelahiran
kembali di alam bardo. Dalam fase ini, pencapaian hampir hitam
diikuti oleh peningkatan merah, lalu oleh penampakan putih, dan
seterusnya.

Dari penampakan putih yang halus, kesadaran kasar akan


muncul, dan pada saat itu kehidupan makhluk di alam bardo dimulai.
Bentuk pikiran yang kasar menyediakan pergerakan dari satu tempat
ke tempat yang lain dan seterusnya. Pada akhir kehidupan di alam
bardo, prosesnya mengikuti proses perceraian yang sebelumnya.
Pikiran kasar akan bercerai menjadi penampakan putih, yang kemudian
diikuti oleh peningkatan merah, pencapaian hampir hitam, dan cahaya
jernih kematian. Pada titik ini, kehidupan akan berakhir. Dan sekali
lagi, pencapaian hampir hitam dan seterusnya terjadi. Ketika makhluk
bardo mati dan terlahir kembali, tingkat kesadaran yang memasuki
94 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

embrio pada kehidupan yang baru adalah pencapaian hampir


hitam.

Ketika kita meninggal dan ketika kita masih sadar, penting sekali
untuk mencoba membangkitkan pikiran bajik yang kuat di dalam
batin. Kemampuan kita untuk melakukan ini tergantung sepenuhnya
pada bagaimana kita melatih diri ketika masih hidup. Jika kita telah
berlatih dengan baik, maka meskipun kita dipenuhi ketakutan ketika
akan meninggal, kita akan dapat mengendalikannya. Beberapa orang
yang belum berlatih dengan baik dapat dibantu atau dituntun oleh
orang lain sewaktu akan meninggal. Cara terbaik untuk menolong
orang yang akan meninggal adalah dengan membisiki pikiran bajik
kepada mereka ketika mereka masih sadar.

Praktisi Dharma tertentu, khususnya Tantra yoga tertinggi,


memungkinkan kita untuk melalui proses kematian dengan tindakan
yang tepat. Kita akan mampu bermeditasi di sepanjang proses
kematian. Ketika cahaya jernih kematian muncul dan seterusnya,
kita akan sanggup merealisasikan Kebuddhaan. Meskipun belum
dapat mencapai Kebuddhaan saat kematian, beberapa praktisi terus
melanjutkan meditasi mereka di sepanjang alam bardo dan saat
mereka mengambil kelahiran kembali. Dengan demikian, mereka
dapat memperoleh kelahiran kembali yang unggul dengan kondisi
ideal untuk mengejar praktik Tantra mereka. Kebanyakan makhluk
biasa merasa ketakutan ketika tanda-luar dan tanda-dalam terjadi.
Di sisi lain, seorang praktisi Tantra yang bermeditasi melewati
proses kematian tidak memiliki rasa takut ketika penampakan putih,
peningkatan merah, dan pencapaian hampir hitam muncul. Dalam
semua tahap itu, ia akan sedang memeditasikan kesunyataan, dan
karenanya mengerti bahwa semua penampakan ini tidak memiliki
bentuk nyata yang kekal.
Mempersiapkan Kematian 95

Ketika kita ingin membantu orang yang akan meninggal, tidak


ada gunanya menuntun mereka melalui meditasi seperti ini jika mereka
belum melatih Tantra. Hal yang lebih berguna adalah menyemangati
mereka untuk membangkitkan pikiran bajik, seperti keyakinan pada
Buddha atau guru spiritual, cinta kasih dan welas asih untuk semua
makhluk, dan seterusnya; semua pikiran bajik inilah yang akan benar-
benar menguntungkan mereka. Jika orang yang meninggal adalah,
misalnya, penganut agama Kristen, kita mesti mengadaptasikan cara
kita agar sesuai dengan keyakinan mereka. Kita seharusnya berbicara
kepada mereka mengenai Yesus atau Bunda Maria agar inspirasi
kebajikan muncul dalam batin mereka. Proses yang demikian akan
benar-benar menguntungkan mereka.

Ketika kita sedang mencoba membantu orang yang akan


meninggal, kita mesti berusaha agar tidak menjengkelkan mereka
atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan mereka.
Sebagai contoh, jika mereka tidak ingin makan, maka kita tidak boleh
memaksakannya. Alasannya, jika mereka meninggal dalam kondisi
marah atau jengkel, situasi ini akan dengan mudah menuntun kelahiran
kembali di alam neraka. Jadi, kita mesti sangat hati-hati terkait hal
ini. Alih-alih, peran utama kita adalah untuk membangkitkan pikiran
bajik seperti keyakinan pada objek agung, cinta kasih, dan welas asih
di dalam diri mereka.

Jadi, kesimpulannya, apa cara terbaik untuk mempersiapkan


kematian kita? Caranya adalah dengan membentuk sebuah kebiasaan
bajik untuk mengambil perlindungan kepada objek agung seperti
Triratna dan membangkitkan cinta kasih dan welas asih kepada semua
makhluk – berdoa untuk kebahagiaan mereka dan berharap semoga
mereka tidak menderita. Dengan membangun kebiasaan seperti
ini sejak sekarang, kita akan dituntun untuk mengatasi rasa takut
dan akan meninggal dengan pikiran yang bajik. Selain latihan ini,
96 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

mengumpulkan kebajikan yang cukup juga merupakan hal lain yang


tak kalah pentingnya. Oleh sebab itu, aspek penting dari persiapan
kita menghadapi kematian adalah berupaya menetralkan karma
negatif kita dengan latihan purifikasi dan menghimpun simpanan
karma positif yang besar. Inilah modal terbesar kita untuk menghadapi
kematian.
5
Praktik Pengakuan
berdasarkan
Sutra Tiga Himpunan
(Pengakuan Pelanggaran Bodhisatwa)
Praktik pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan adalah
praktik pengakuan atas pelanggaran tata susila Bodhisatwa, dan
oleh karenanya merupakan sebuah praktik Mahayana. Akan tetapi,
penjelasan dari Sutra saja tidak serta-merta membuat kita menjadi
pengikut Mahayana. Niat yang tepat ketika mendengar ajaran juga
mesti disesuaikan dengan jalan Mahayana. Untuk membangkitkan
motivasi Mahayana, pertama-tama kita mesti memastikan bahwa di
dalam diri kita muncul niat agung untuk memastikan bahwa semua
makhluk memperoleh kebahagiaan dan terbebas dari penderitaan.
Kita dan semua makhluk adalah sama dalam artian kita semua berbagi
harapan dan keinginan yang sama. Menyadari hal ini, mau tak mau
kita mesti mengembangkan diri untuk mencapai tahap kesempurnaan
yang dinamakan pencerahan atau Kebuddhaan. Dari sini, barulah kita
bisa mencapai dua tujuan agung yang telah kita tetapkan sebelumnya.

Kenapa kita mesti memahami praktik pengakuan berdasarkan


Sutra Tiga Himpunan? Sederhananya, karena kita semua ingin
menemukan kebahagiaan dan menghindari penderitaan dalam bentuk
apa pun, seperti perasaan tidak menyenangkan, rasa sakit, frustrasi,
dan sebagainya. Ketidakberuntungan tidak datang dengan sendirinya,
melainkan muncul dari karma yang kita perbuat dan jejak karma yang

97
98 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

mengikuti setiap kehidupan kita. Untuk menghindari akibat-akibat


dari karma buruk yang pastinya menyebabkan penderitaan, kita harus
menghancurkan mereka dengan melatih pengakuan.

Ketika menyebutkan penderitaan yang kita harapkan dapat


dihindari, biasanya yang terpikir dalam benak kita adalah penderitaan
yang kita hadapi pada kehidupan saat ini. Akan tetapi, kita tentunya
juga tidak boleh mengabaikan aneka penderitaan yang telah menanti
kita pada rangkaian kehidupan berikutnya. Jika kita tidak berhati-hati,
maka setelah meninggal kita dapat dengan mudah jatuh ke alam rendah
dan harus menanggung siksaan yang tak terbayangkan. Kita mesti
mengingat potensi penderitaan di masa depan. Dan pada akhirnya,
kita harus berjuang untuk mengatasi semua bentuk penderitaan di
dalam samsara, karena sepanjang kita masih berada di dalam samsara,
kita tidak akan pernah menemukan kebahagiaan sejati.

Saat ini, hal utama yang mesti kita perhatikan adalah


kemungkinan untuk terlahir di alam rendah, karena nyatanya kita
berada di posisi yang berbahaya. Jika tidak berhati-hati, kita memiliki
risiko yang sangat besar untuk menjalani alam rendah di kehidupan
berikutnya, dan ini adalah malapetaka. Oleh karena itu, masalah ini
sangat genting dan membutuhkan perhatian segera dari kita. Beberapa
orang merasa bahwa penderitaan di alam rendah bukanlah urusan
mereka, dan karenanya tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan
hal tersebut. Jika kita takkan pernah mati dan dapat hidup sebagai
manusia selamanya, maka hal ini dapat dimaklumi. Namun, faktanya,
tubuh manusia kita tidaklah abadi. Pada titik tertentu, kita mesti
meninggalkan kehidupan ini. Kita pasti mati, tetapi kita tidak tahu
pasti kapan itu akan terjadi. Sebenarnya, jika setelah meninggalkan
kehidupan ini kita akan hilang begitu saja sepenuhnya, maka tidak ada
alasan untuk mencemaskan penderitaan di alam rendah. Akan tetapi,
kenyataannya tidak seperti itu. Meskipun tubuh kita hancur ketika kita
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 99

mati, diri kita tidak menghilang begitu saja. Batin kita terus bergerak
ke rangkaian kehidupan berikutnya.

Ada 2 kemungkinan dalam kelahiran di samsara: alam


menyenangkan dan tidak menyenangkan. Jika kita dapat secara bebas
memilih tujuan kita, maka tidak ada masalah. Namun sayang sekali,
faktanya tidak seperti itu. Karma kitalah yang menentukan kehidupan
kita berikutnya. Karmalah yang akan mengatur dan menuntun kita.
Jika kita dituntun oleh karma negatif, maka kita akan menuju alam
rendah. Sebaliknya, jika yang menuntun kita adalah karma baik, maka
kita akan menuju alam tinggi. Kita tidak perlu bertanya kepada siapa
pun mengenai kelahiran kita yang berikutnya. Kita dapat menemukan
jawabannya sendiri. Apa yang kita perlu lakukan adalah memeriksa
perilaku harian kita. Sebagai contoh, apa yang terjadi pada batin kita
sejak pagi hari? Pengamatan jujur atas hal ini akan membawa kita
mengakui bahwa klesha terus-menerus berjuang memperoleh sebuah
tempat di batin kita, sedangkan pikiran atau perbuatan bajik hanya
sedikit sekali berdiam di dalamnya. Faktanya, kita biasanya harus
membuat usaha yang sadar untuk membangkitkan perilaku positif.
Batin kita tidak terbiasa dengan perilaku positif, dan hal-ihwal yang
bajik jarang sekali terjadi secara spontan.

Di bawah pengaruh konstan dari sahabat kita, yakni klesha,


kita dipimpin untuk melakukan segala jenis perbuatan buruk, dan
karenanya mengumpulkan karma negatif yang dapat mengakibatkan
kelahiran di alam rendah. Winaya-wastu menceritakan seorang biksu
yang bertanya kepada Buddha, “Di antara mereka yang saat ini berada
di alam bahagia, ada berapa banyak yang akan terlahir kembali di
sana, dan ada berapa banyak yang akan jatuh ke alam rendah?” Untuk
menjawab pertanyaan ini, Buddha menyentuh tanah dengan ujung
jarinya, mengangkatnya, kemudian berkata kepada pengikutnya, “O
para biksu, mana yang lebih banyak: debu di ujung jariku atau debu
100 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

di permukaan dunia?” Para biksu menjawab, “Jauh lebih banyak


debu di permukaan bumi dibandingkan debu di ujung jari”. Buddha
lalu menjelaskan bahwa jumlah debu di ujung jarinya mewakili
jumlah dari makhluk yang lahir dari alam rendah ke alam tinggi,
sedangkan jumlah debu yang menutupi permukaan dunia ini adalah
sebanding dengan jumlah makhluk yang jatuh dari alam tinggi ke
alam rendah.

Sebagai makhluk biasa, kita memiliki kesulitan besar untuk


mengendalikan batin kita. Kita telah membiasakan batin kita terlalu
lama pada hal-hal yang tidak bajik, sehingga bentuk pikiran ini secara
alamiah menjadi lebih banyak. Akibatnya, sebagian besar karma yang
kita hasilkan bersifat negatif, dan membuat kita berisiko sangat besar
untuk terlahir di alam yang tidak menyenangkan.

Gomchen Ngaki Wangpo menulis,

“Sepenuhnya condong pada ketidakbajikan, engkau


membuka pintu ke alam rendah.
Dalam arus batinmu, amarah telah merampasmu dari
kebajikan,
dan engkau sendiri tidak berupaya memurnikan dan
menghindarkan diri dari kesalahan masa lampau.
Dengan sikap santai seperti ini, bayangkanlah masa depan
yang akan engkau terima!”

Ketika kita memiliki kebiasaan untuk membiarkan pintu rumah


terbuka, apa pun dapat masuk dengan mudah – manusia, anjing,
kucing, burung, dan serangga. Hal yang sama berlaku jika kita tidak
menjadi penjaga batin kita, jika kita membiarkan batin kita terpapar
oleh segala bentuk pikiran negatif. Yang harus kita renungkan
sekarang adalah: selama ini kita telah membiarkan amarah dan klesha
lainnya membasmi simpanan kecil karma baik yang kita miliki. Di
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 101

masa lampau, kita melakukan segala jenis perilaku negatif, namun


tidak melakukan apa pun untuk memurnikan atau menghindarkan
diri dari mereka. Dengan sikap santai seperti ini, bentuk kelahiran
kembali seperti apa yang dapat diharapkan? Kita pasti mati dan kita
tidak tahu kapan itu terjadi. Tetapi, sebelum ia terjadi, setidaknya kita
dapat memperlemah karma negatif kita. Jika kita gagal melakukan ini,
maka tidak ada keraguan bahwa kita akan terlempar ke alam rendah di
kehidupan berikutnya.

Kita telah membawa simpanan karma yang tidak dapat dihitung,


baik itu karma baik maupun karma buruk. Akan tetapi, kelahiran
kita yang berikutnya ditentukan oleh apa yang terjadi saat kita
akan meninggal, atau dengan kata lain, mana karma yang matang
dan lebih dominan ketika kita akan meninggal. Pada gilirannya,
hal ini ditentukan oleh jenis pikiran kita saat akan meninggal. Jenis
pikiran ini adalah kesadaran kasar kita yang terakhir. Jika sebuah
klesha muncul dalam momen kesadaran ini, maka bisa disimpulkan
bahwa karma buruklah yang matang di penghujung hidup kita.
Sebaliknya, jika momen kesadaran terakhir kita bersifat positif,
adalah karma baik yang akan matang dan melempar kita ke kelahiran
kembali yang baik.

Kebiasaan kita menentukan hakikat dari kesadaran terakhir di


penghujung hidup kita. Kebiasaan yang negatif akan memunculkan
kesadaran terakhir yang negatif, dan demikian pula sebaliknya. Yang
menjadi masalah adalah: kita lebih terbiasa dengan pikiran negatif,
sehingga lebih besar kemungkinan bagi mereka untuk muncul ketika
kita akan meninggal. Oleh sebab itu, prioritas mesti diberikan untuk
membiasakan batin kita dengan kebajikan sembari berusaha untuk
melemahkan karma negatif kita. Dalam kondisi darurat, pikiran yang
paling sering kita biasakan akan datang kepada kita duluan, ibarat
seorang anak kecil yang secara alamiah menangis ke pangkuan ibunya
ketika terjatuh.
102 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Kita mesti mencoba untuk mengubah kebiasaan pikiran kita dari


buruk ke baik, dan membuat sebuah usaha untuk menetralkan karma
buruk kita, khususnya karma yang mendorong kita ke alam rendah.
Kata ‘menetralkan’ tampaknya adalah istilah yang cukup tepat,
karena kita tidak dapat serta-merta menghapus semua karma buruk
yang kita miliki. Praktik purifikasi kita akan membantu menyebabkan
mereka menjadi mandul, seperti sebuah benih yang dibakar hingga
tak lagi mampu menghasilkan buah. Benihnya masih ada, tetapi
sudah tidak lagi memiliki potensi untuk tumbuh. Kita mesti mengerti
bahwa praktik purifikasi membantu kita mencegah matangnya karma
buruk yang telah dihasilkan. Jalan karma yang telah lengkap dapat
menghasilkan 3 macam akibat: akibat untuk kelahiran kembali di
alam tertentu, akibat yang sesuai dengan sebab, dan akibat yang
menentukan lingkungan. Tujuan utama dari praktik purifikasi adalah
untuk menetralkan karma sehingga tidak lagi menghasilkan efek
pematangan yang mengakibatkan kelahiran kembali di alam yang
tidak menyenangkan. Ini ibarat sebuah besi yang ditempa. Besi yang
masih panas memiliki kemampuan untuk membakar kita, tetapi besi
yang sudah didinginkan akan kehilangan potensi untuk membakar
kita.

4 Kekuatan

Kita dapat menggunakan aneka metode berbeda untuk


menetralkan karma negatif kita. Apa pun metode yang kita pilih, kita
mesti memastikan bahwa mereka termasuk ke dalam 4 kekuatan.
Praktik pengakuan yang tepat dapat menetralkan karma buruk yang
telah dikumpulkan dengan lengkap, yakni jalan karma dengan 4
elemen yang lengkap: basisnya, pemikirannya, tindakannya itu
sendiri, dan perampungannya. Akan tetapi, praktik pengakuan yang
tidak lengkap juga memberikan hasil yang menguntungkan. Ibaratnya,
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 103

ketika sebagian kekuatan musuh hilang, mereka akan melemah dan


tidak sekuat sebelumnya. Di sisi lain, musuh yang lebih kuat harus
dilawan dengan kekuatan penuh.

Berikut adalah 4 kekuatan yang dimaksud:

1. Kekuatan penyesalan: penyesalan yang sangat tulus dan


mendalam atas perbuatan buruk apa pun yang telah kita
lakukan.

2. Kekuatan penawar: segala perbuatan bajik yang dilakukan


dengan tujuan untuk menetralkan karma buruk. Shantidewa
menyebutkan 6 tindakan positif yang spesifik untuk
menetralkan karma buruk kita.

3. Kekuatan menahan diri: kesungguhan untuk tidak


mengulangi perbuatan buruk yang sama.

4. Kekuatan basis: mengambil perlindungan dan


membangkitkan bodhicita.

Kekuatan pertama adalah penyesalan, yakni perasaan menyesal


yang mendalam atas perbuatan buruk kita. Tanpa sikap ini, pengakuan
kita takkan tulus, dan usaha kita untuk menetralkan kesalahan takkan
berguna. Penyesalan adalah inti dari praktik purifikasi kita, berhubung
sekadar menyadari bahwa kita salah saja tidaklah mencukupi.
Kemampuan untuk membangkitkan penyesalan yang kuat tergantung
sepenuhnya pada keyakinan kita terhadap hukum karma. Kita
harus sepenuhnya yakin bahwa karma negatif akan menghasilkan
penderitaan, sedangkan karma positif akan menghasilkan
kebahagiaan. Adalah keyakinan penuh pada hukum karma yang
mampu memunculkan penyesalan tulus atas semua kesalahan yang
pernah kita lakukan, khususnya keyakinan pada kepastian dari hukum
karma. Oleh karena itu, Shantidewa mengajarkan bahwa penyesalan
104 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

yang tulus bergantung pada kesadaran akan kepastian dari berbuahnya


karma.

Ketika kita sepenuhnya yakin bahwa perbuatan buruk pasti


menghasilkan akibat yang buruk dan menyadari semua karma negatif
yang telah kita kumpulkan, kita akan merasa tidak punya pilihan
selain bekerja untuk menetralkan karma kita. Secara spontan, kita
ingin memurnikan diri kita dari hal tersebut. Bayangkan ada 3 orang
yang menelan racun yang mematikan. Satu dari mereka telah mati.
Orang kedua mulai merasakan efeknya. Ia muntah, kejang-kejang,
merasakan sakit yang luar biasa, dan sedang di ambang kematian.
Orang ketiga belum merasakan efek dari racun yang telah ditelan
tetapi mulai mengamati efek yang dialami teman-temannya. Secara
alamiah, ia akan ketakutan dan menyesal karena telah menelan racun
tersebut. Analogi ini menggambarkan situasi kita sekarang. Saat ini,
kita memiliki kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga, tetapi
pada saat bersamaan ada begitu banyak makhluk yang juga sedang
tersiksa di alam rendah. Beberapa manusia telah mendekati ajal
mereka dan akan jatuh ke alam yang sama. Ajal kita sendiri mungkin
belum tiba, tetapi kesadaran akan apa yang sedang menunggu kita
seharusnya memunculkan ketakutan yang besar dan penyesalan yang
mendalam di dalam diri kita. Agar praktik purifikasi kita efektif,
penyesalan ini sangat penting dan niscaya.

Kekuatan kedua adalah penawar atas kesalahan. Arya Asanga


menyebutkan 6 aktivitas bajik utama yang mampu menawarkan
karma negatif kita. Yang pertama adalah melafalkan Sutra, khususnya
Sutra Kebijaksanaan6 yang menguraikan tentang kesunyataan. Karena
Sutra berisi kata-kata Buddha sendiri, maka tindakan membacanya
adalah penawar yang sangat efektif. Yang kedua adalah merenungkan
kesunyataan, bahwa semua fenomena sama sekali tidak memiliki

6
Prajna-paramita-sutra.
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 105

eksistensi yang inheren. Ini tepatnya adalah penawar bagi sikap


mencengkeram diri, yang kita yakini eksis dengan sendirinya tanpa
bantuan hal-ihwal lain. Yang ketiga adalah melalafkan mantra,
khususnya mantra Wajrasatwa, yang merupakan perwujudan dari
semua Buddha yang bertekad untuk membantu semua makhluk
menetralkan karma negatif mereka. Yang keempat adalah membuat
gambar Buddha, misalnya foto, lukisan, patung, dan sebagainya.
Yang kelima adalah memberikan persembahan kepada para Buddha.
Yang keenam adalah melafalkan nama-nama Buddha, khususnya 35
Buddha Pengakuan, yang merupakan perwujudan dari para Buddha
yang membantu makhluk hidup mengakui kesalahan mereka.

Terutama sekali, membuat gambar Buddha, memberikan


persembahan kepada para Buddha, dan melafalkan nama-nama Buddha
adalah penawar yang ampuh, karena para Buddha merupakan ladang
yang unggul untuk mengumpulkan karma positif dan memurnikan
karma negatif. Meskipun 6 aktivitas bajik di atas dikatakan sebagai
penawar utama, namun pada dasarnya, segala perbuatan baik yang
dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan karma buruk juga
merupakan kekuatan penawar. Sebagai contoh, membantu rumah sakit
atau panti jompo, membantu orang yang sakit, dan membebaskan
binatang yang akan dibunuh adalah contoh dari kekuatan penawar.

Kekuatan ketiga adalah menahan diri, yakni membangkitkan


keputusan yang tegas untuk menghindari perbuatan buruk yang telah
kita akui. Meskipun keputusan macam ini sangat diperlukan, namun
kita mesti realistis. Ada beberapa jenis kesalahan yang dapat kita
hentikan selamanya tanpa kesulitan, tetapi ada jenis lainnya yang kita
tahu pasti akan kita ulangi kembali. Oleh sebab itu, kita mesti mencari
sebuah jalan lain, misalnya dengan membuat batas waktu terhadap
upaya penghindaran ini. Jika kita merasa mampu untuk menghindari
sebuah kesalahan selama satu minggu, kita akan menetapkan satu
106 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

minggu sebagai batas waktu. Jika kita merasa lebih kuat, kita akan
membuat batas waktu yang lebih lama, misalnya satu bulan atau satu
tahun. Akan tetapi, jika sebuah kesalahan sudah begitu biasanya kita
lakukan dan karenanya susah dihindari, kita bisa menetapkan batas
waktu selama satu hari, atau bahkan beberapa jam dalam sehari. Apa
pun batas waktu yang kita buat, kita berteguh hati untuk menghindari
kesalahan tertentu selama batas waktu yang ditentukan. Kita berpikir,
“Dengan nyawa sebagai taruhannya, aku takkan melakukan kesalahan
ini dalam batas waktu yang telah ditentukan.”

Kekuatan keempat adalah basis, yakni dengan mengambil


perlindungan kepada objek yang pantas dijadikan sebagai tempat
berlindung dan membangkitkan bodhicita yang mengharapkan
kebahagiaan sejati untuk semua makhluk.

Apa pun yang kita lakukan untuk mengakui kesalahan kita,


sangatlah penting untuk memulainya dengan perasaan menyesal yang
kuat. Kemudian, kita melakukan aktivitas bajik yang telah kita pilih
untuk memperbaiki kesalahan kita. Lalu, kita bertekad untuk tidak
mengulangi kesalahan yang sama di masa depan, untuk selamanya
atau dalam jangka waktu tertentu. Dan terakhir, kita mengambil
perlindungan dan membangkitkan bodhicita untuk memastikan
munculnya basis dalam latihan kita. Menggabungkan keempat
kekuatan dalam pengakuan kita akan menjadi praktik yang ampuh.

Sutra Tiga Himpunan adalah sebuah latihan purifikasi yang


lengkap karena mencakup semua kekuatan penawar. Latihan ini
digabungkan dengan pelafalan nama 35 Buddha, yang merupakan
aspek keenam dari kekuatan penawar yang disebutkan di atas. Seperti
yang kita ketahui, kekuatan yang keempat, yakni basis, melibatkan
pengambilan perlindungan dan pembangkitan bodhicita. Di dalam
Sutra Tiga Himpunan, membangkitkan bodhicita dijelaskan pada
bagian pendahuluan. Sebelum memulai, bayangkan bahwa diri kita
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 107

menghasilkan motivasi yang benar dan menyalakan sebuah aspirasi


yang tulus untuk mencapai pencerahan semampu kita. Jika kita
memiliki beberapa latihan pendahuluan, luangkanlah meditasi sesaat
untuk menguatkan keinginan kita untuk mencapai Kebuddhaan demi
semua makhluk. Jika kita mendapati hal ini terlalu sulit, kita cukup
membayangkannya sebentar saja. Teksnya sendiri dimulai dengan
mengambil pelindungan, atau dengan kata lain, mencakup setengah
dari kekuatan basis:

Aku, yang bernama (...), di sepanjang masa berlindung


kepada guru-guru spiritual.
Aku berlindung kepada Buddha.
Aku berlindung kepada Dharma.
Aku berlindung kepada Sangha.

Visualisasi 35 Buddha Pengakuan

Sebelum mengambil perlindungan, kita memvisualisasikan


objek-objek perlindungan, yang dimulai dari Buddha Shakyamuni
yang kita bayangkan berada di hadapan kita. Kita mesti melihat beliau
dalam kondisi hidup, bukannya tidak bergerak seperti dalam lukisan
atau patung, dan benar-benar meyakini kehadiran beliau di hadapan
kita. Kita bisa memvisualisasikan 35 Buddha ke dalam 5 kelompok
(tiap kelompok terdiri dari 7 Buddha), atau lebih tepatnya, 4 kelompok
yang terdiri dari 7 Buddha dan 1 kelompok yang terdiri dari 6 Buddha
ditambah Buddha Sakyamuni yang berada di tengah. Bayangkan
bahwa dari jantung hatinya, Buddha Shakyamuni memancarkan 34
cahaya kepada lima kelompok (34 Buddha) yang berada di depan.

Visualisasi yang berbeda juga bisa dilakukan. Jika mampu, kita


dapat melihat setiap Buddha dengan warna, postur, dan atributnya
sendiri. Namun, ini agak sulit dan kompleks, jadi mungkin lebih baik
108 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

untuk menyederhanakan visualisasi dengan membayangkan anggota


dari setiap kelompok berbagi warna yang sama, yakni tiap warna dari
Panca Dhyani Buddha. Buddha Shakyamuni mempertahankan warna
aslinya, yakni emas. Warna dari kelompok pertama (6 Buddha) adalah
biru. Namun, Buddha Nageshwara-raja terlihat sedikit berbeda.
Beliau bertubuh biru, berwajah putih, dengan tangan yang beranjali di
depan jantung hati. Kemudian, secara berurutan, warna dari kelompok
kedua, ketiga, keempat, dan kelima adalah putih, kuning, merah, dan
hijau.

Setiap Buddha boleh divisualisasikan dengan posturnya sendiri,


tetapi untuk menyederhanakannya, kita dapat melihat mereka semua
dalam posisi yang sama seperti Buddha Shakyamuni, yakni tangan
kanan menekan bumi dan tangan kiri dalam mudra meditasi sambil
memegang mangkuk derma. Mangkuk ini dipenuhi oleh tiga jenis
madu: madu untuk menyembuhkan semua penyakit, madu untuk umur
panjang dan keabadian, dan madu untuk kebijaksanaan tanpa noda.
Jika kita mendapati hal ini terlalu sulit, kita cukup membayangkan
bahwa mangkuk berisi madu kebijaksanaan tanpa noda.

Jika kita utamanya berjuang untuk membangkitkan samadhi,


atau bahkan shamatha, maka kita dapat membayangkan mereka dalam
postur meditasi, yakni telapak tangan kanan diletakkan di atas telapak
tangan kiri, seperti postur Buddha Amitabha tanpa mangkuk derma.
Namun, ini tidak perlu dilakukan jika kita telah memvisualisasikan
semua Buddha dengan mudra Shakyamuni, karena tangan kiri beliau
telah dalam postur meditasi.

Biasanya, singgasana Buddha Shakyamuni ditopang oleh 8


singa. Namun, ketika kita memeditasikan beliau dalam rombongan
35 Buddha Pengakuan, kita memvisualisasikan 35 singgasana yang
diusung oleh gajah-gajah putih yang berhiaskan karangan bunga.
Teknik ini akan meningkatkan efek purifikasi dalam latihan kita.
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 109

Melihat para Buddha di hadapan kita, kita berpikir bahwa tubuh


mereka adalah simbol permata Sangha, ucapan mereka adalah simbol
permata Dharma, dan batin mereka adalah simbol permata Buddha;
dengan kata lain, mereka mencakup semua objek perlindungan.

Sebab-sebab Berlindung

Untuk membangkitkan sebab-sebab berlindung di dalam diri


kita, yang pertama adalah memikirkan kemampuan sempurna objek
perlindungan dalam melindungi kita dari penderitaan samsara secara
umum dan penderitaan alam rendah secara khusus. Jadi, sebab
pertama adalah keyakinan teguh bahwa objek perlindungan mampu
melindungi kita.

Sebab kedua adalah ketakutan yang nyata bahwa sejak waktu


tak bermula kita telah berputar di dalam samsara dan menanggung
bermacam-macam penderitaan tanpa henti. Kita membayangkan
bahwa jika kita tidak melakukan apa pun untuk mengubah situasi kita,
ketidakberuntungan ini takkan pernah berhenti. Kita memikirkan ini
berulang-ulang sampai kita benar-benar merasa bahwa kita tidak dapat
memikulnya lagi dan mesti sepenuh hati melakukan sesuatu untuk
membebaskan diri dari samsara. Pada tahap ini, kita dapat berhenti
dan meninjau masalah-masalah yang kita hadapi pada kehidupan saat
ini sampai kita benar-benar merasa jijik dengan semua situasi ini dan
memutuskan untuk keluar darinya. Kita merenungkan penderitaan
yang secara umum dialami semua makhluk di dalam samsara, yakni
siklus lahir, tua, sakit, dan mati. Jika kita masih relatif muda, kita
mungkin berpikir bahwa kita tidak perlu khawatir mengenai hari
tua. Namun sebenarnya, kita takut menua. Kita berusaha untuk
memperlambat proses penuaan dengan menjaga pola makan,
berolahraga, dan seterusnya. Kita tidak menyukai uban, sehingga kita
pun mewarnainya untuk menyembunyikan tanda penuaan. Kita tidak
110 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

menyukai keriput, sehingga kita pun mengoleskan krim pada wajah


kita. Jadi, secara alamiah, kita menolak ide atas kemunduran fisik
kita dan berupaya keras untuk menyembunyikannya. Hal ini bukan
kejadian yang baru buat kita. Kita telah melewatinya berulang kali
di masa lampau yang tak terhitung, dan akan terus-menerus begitu
selama kita masih berada di dalam samsara.

Sebab ketiga adalah welas asih terhadap makhluk lain.


Kita menggunakan situasi kita sendiri sebagai contoh agar dapat
mempertimbangkan bagaimana makhluk lain menderita di dalam
samsara. Kita menyadari bahwa mereka memiliki ketakutan yang sama
dengan kita, dan sering kali kondisi mereka malah jauh lebih buruk
ketimbang kita. Kesadaran ini semestinya membangkitkan perasaan
welas asih terhadap mereka, sebuah harapan yang bersemangat agar
mereka tidak harus menderita lagi.

Berpikir mengenai rasa sakit dan kesulitan kita, pertama-tama


kita membangkitkan perasaan bahwa situasi kita tak tertahankan.
Kemudian, kita merenungkan bahwa kondisi makhluk lain adalah
sama buruknya dengan kita, jika tidak lebih buruk. Dari sini, kita
berharap dengan kuat agar penderitaan mereka berhenti bersamaan
dengan penderitaan kita. Setelahnya, renungkan bahwa para Buddha
berada di hadapan kita, kumpulan makhluk yang memiliki kemampuan
sempurna untuk membantu kita keluar dari penderitaan. Kita
bersukacita atas kehadiran mereka dan menempatkan kepercayaan
kita pada Triratna, memandang mereka sebagai pelindung kita.
Merasa lega, kita berpikir, “Aku berada dalam kondisi yang sulit,
tetapi alangkah beruntungnya karena Triratna telah hadir di sini
untuk menyelamatkanku!” Kita mempercayakan diri kita seutuhnya
kepada mereka, berpikir bahwa Buddha adalah guru perlindungan,
Dharma adalah perlindungan yang nyata, dan Sangha adalah sahabat
perlindungan. Kita lalu beranjali dan mengulang baris pembuka dari
Sutra.
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 111

Setelah dengan tulus mengambil perlindungan, langkah


berikutnya adalah menerapkan kekuatan penyesalan. Kita berpikir
bahwa dalam semua kehidupan kita yang tidak terhitung banyaknya
di dalam samsara, kita telah mengumpulkan karma buruk yang begitu
banyak karena pengaruh klesha. Kita juga telah mengumpulkan
karma baik, namun dalam jumlah yang relatif sedikit. Kita mengakui
kesalahan kita ini dan menyadari risiko besar yang kita hadapi jika
kita membiarkan kondisi ini terus berlanjut seperti apa adanya.
Kita menyesali kondisi kita ibarat seseorang yang telah menelan
pil mematikan dan saat ini sedang mengamati efek mengerikannya
terhadap orang lain.

Selanjutnya, kita berpikir bahwa sepanjang kita mempertahankan


karma buruk kita, kita seperti orang yang terkena penyakit serius tapi
kelihatan sehat-sehat saja di permukaan. Artinya, penyakit serius yang
diidapnya tinggal menunggu kesempatan yang tepat untuk muncul dan
membuatnya menderita sakit. Sama halnya, kita sekarang memiliki
kelahiran manusia yang unggul, tetapi karena kita masih membawa
karma negatif yang berat, kita berada dalam posisi yang sangat
berbahaya. Hanya butuh saat yang tepat bagi karma buruk kita untuk
matang dan menceburkan diri kita ke kelahiran yang menyedihkan.
Sebagai contoh, jika kita memiliki kecenderungan untuk berbohong
dan melakukannya berulang kali, kita mesti mengenalinya sebagai
kesalahan berat yang akan berbahaya bagi orang lain dan diri sendiri.
Pada tahap ini, kita seharusnya mengingat kembali semua perbuatan
buruk yang telah kita lakukan dalam kehidupan ini, aneka kesalahan
yang kita perbuat karena sudah terbiasa. Hal ini mungkin sulit
dilakukan, tetapi kita mesti mencoba sekuat tenaga untuk mengingat
kembali semua kesalahan berat yang telah kita lakukan untuk
menyakiti orang lain dan diri sendiri.

Kita mesti mengenali klesha yang paling dominan dalam diri


kita. Untuk beberapa orang, itu mungkin adalah amarah, sedangkan
112 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

untuk lainnya itu mungkin iri hati, kemelekatan, dan lain-lain.


Setelah menentukan klesha dominan kita, cobalah ingat berapa
kali kita telah mengalah padanya. Menyadari kesalahan kita, sekali
lagi kita menyesalinya. Kita dengan mudah mempertimbangkan
orang lain sebagai musuh kita dan menyalahkan mereka atas apa
pun yang terjadi, padahal kenyataannya musuh sebenarnya ada di
dalam diri kita. Klesha adalah pembuat masalah yang serius. Mereka
adalah sumber dari musuh-musuh kita. Tanpa mereka, tidak peduli
seberapa banyak makhluk atau faktor eksternal yang bertindak
bersamaan untuk melukai kita, mereka tidak akan pernah berhasil
melakukannya.

Setelah menyesali semua kesalahan kita dan kemudian


menerapkan aneka kekuatan penawar yang tepat, poin berikutnya
adalah tekad untuk menahan diri dari perbuatan salah, dan ini
memiliki dua aspek: melepaskan perbuatan salah dan menolak klesha
(mencegahnya muncul di dalam diri kita). Ada perbuatan tertentu yang
dapat kita lepaskan selamanya. Contohnya, sangat kecil kemungkinan
kita untuk mengambil nyawa orang lain, sehingga kita bisa berjanji
untuk tidak pernah melakukannya sepanjang sisa hidup kita. Di sisi
lain, akan lebih sulit untuk berupaya tidak membunuh semua makhluk
di dunia ini karena kita hampir pasti masih akan membunuh serangga
di masa depan, sehingga kita perlu menetapkan batas waktu untuk
memenuhi janji ini. Objek kedua yang perlu dikendalikan adalah
klesha. Pada fase ini, tidaklah mungkin untuk berjanji dengan jujur
bahwa kita akan menghindari klesha selamanya. Jadi, kita juga
harus menetapkan batas waktu tertentu untuk memenuhi janji ini.
Demikianlah cara yang tepat untuk menerapkan kekuatan ketiga,
yakni menahan diri dari kesalahan. Terakhir, jika ketiga kekuatan
dipadukan dengan kekuatan keempat, maka praktik purifikasi akan
menjadi lengkap dan mampu memurnikan bahkan karma buruk yang
paling berat.
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 113

Pelafalan Nama Buddha sebagai Praktik Purifikasi yang Kuat

Melafalkan setiap nama dari 35 Buddha memiliki manfaat


khusus. Dalam beberapa kasus, kita akan mampu memurnikan karma
buruk yang telah kita kumpulkan selama kalpa-kalpa yang panjang.
Saat mendengar manfaat ini untuk pertama kali, kita mungkin
bertanya-tanya apakah ini adalah sesuatu yang mungkin. Lagipula,
kita mungkin bertanya-tanya apakah memuji nama dari Buddha
tertentu memungkinkan kita untuk memurnikan tumpukan karma
buruk kita, atau mengapa tindakan tersebut dapat memusnahkan karma
yang dihasilkan oleh klesha tertentu. Sebetulnya hal ini mungkin
terlihat ganjil, tetapi kita mesti mengerti bahwa efek ini berasal dari
aspirasi bodhicita yang ditumbuhkan oleh para Buddha di dalam diri
mereka. Sebagai contoh, ketika mereka membangkitkan bodhicita,
mereka berikrar akan menjadi Buddha demi kepentingan semua
makhluk, sehingga siapa pun yang melafalkan nama mereka akan
dihapuskan dari tumpukan karma negatifnya. Dengan kekuatan luar
biasa dari aspirasi altruistik makhluk-makhluk agung ini, segala doa
yang mereka buat akan dipenuhi. Dengan kata lain, melafalkan nama
mereka secara efektif akan memastikan purifikasi yang dijanjikan.
Kualitas tubuh, ucapan, dan batin mereka yang tak terhitung dan
begitu ulung membangkitkan keyakinan instan yang akan membawa
manfaat yang luar biasa.

Sang Buddha memiliki kualitas tubuh, ucapan, dan batin melalui


pengumpulan kebajikan yang luar biasa. Kenyataannya, mustahil
untuk menentukan seberapa banyak perbuatan bajik yang dilakukan
untuk menghasilkan setiap kualitas. Angkanya sangat besar sehingga
berada di luar pemahaman kita. Arya Nagarjuna membantu makhluk
biasa seperti kita untuk memperkirakan perbuatan bajik apa yang
dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah kualitas Buddha. Sebagai
contoh, untuk memperoleh kualitas terkecil dari tubuh Buddha, yakni
114 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

satu pori-pori kecil dari tubuhnya, kita harus mengumpulkan semua


kebajikan dari seluruh Shrawaka, Pratyekabuddha, dan Chakrawartin
yang ada di dunia. Kebajikan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
semua pori-pori tubuh Buddha dikalikan dengan seratus adalah
jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu tanda tambahan.
Kita semua tahu bahwa tubuh Buddha memiliki 32 tanda utama dan
80 tanda tambahan.

Kebajikan dari semua tanda tambahan dikalikan dengan seratus


dibutuhkan untuk menghasilkan satu tanda utama. Lalu, kebajikan
dari semua tanda utama dikalikan dengan seribu dibutuhkan untuk
menghasilkan urna7. Kemudian, kebajikan dari urna dikalikan
dengan seratus ribu dibutuhkan untuk menghasilkan tanda terakhir,
yakni ushnisha. Sepuluh juta kali dari kebajikan untuk menghasilkan
ushnisha akan menghasilkan ucapan Buddha. Selanjutnya, Nagarjuna
menjelaskan bahwa tidak ada gunanya mencoba menghitung kebajikan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan batin seorang Buddha, karena
ini berada di luar pemahaman kita. Dengan mengacu pada penjelasan
ini, kita mungkin mulai memahami kenapa pelafalan nama seorang
Buddha sebanyak satu kali saja sudah mampu membawa hasil yang
sangat positif.

Manfaat dari melafalkan Pengakuan Pelanggaran Bodhisatwa


walaupun hanya satu kali adalah besar sekali, dan bisa menjadi sebab
bagi pencapaian Kebuddhaan kita di masa depan. Yang menghalangi
tujuan agung ini adalah kecenderungan kita untuk tidak menjaga
kebajikan yang telah dihasilkan. Kita menghancurkannya ketika
marah, menghapusnya ketika iri hati, melenyapkannya ketika kita
melekat, dan khususnya ketika kita mempertahankan pandangan salah.
Semua klesha ini akan menghancurkan kebajikan kita. Shantidewa
7
Ini adalah sehelai rambut yang berputar searah jarum jam yang terdapat di antara alis Buddha.
Rambut ini sangat panjang, dan jika kita menguraikannya, maka panjangnya adalah tanpa
batas.
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 115

menjelaskan bahwa amarah sesaat terhadap seorang Bodhisatwa akan


menghancurkan kebajikan selama seribu kalpa. Dengan kata lain,
kebajikan yang dikumpulkan dengan susah payah melalui praktik 6
Paramita yang tekun akan musnah tak bersisa karena satu momen
amarah yang singkat. Yang semakin merumitkan situasi adalah kita
tidak tahu siapa di antara orang-orang di sekitar kita yang Bodhisatwa
dan siapa yang bukan. Para Bodhisatwa takkan mengenakan tanda
pengenal, dan mereka juga takkan mengumumkan pencapaian
mereka. Ini terlebih lagi menyangkut para Buddha, karena jamaknya
mereka akan tampil dalam wujud yang sangat biasa-biasa. Fakta ini
pada gilirannya mengajarkan kita untuk tidak memunculkan amarah
terhadap siapa pun, karena bisa jadi kita akan menemukan diri kita
sedang merasa marah pada seorang Bodhisatwa atau Buddha.

Tata Cara Pengakuan

Kita mulai dengan membayangkan semua makhluk dari


kehidupan lampau yang tak berawal berada di sekeliling kita. Ayah
kita pada kehidupan saat ini berada di sebelah kanan dan dikelilingi oleh
semua makhluk berjenis kelamin laki-laki. Ibu kita pada kehidupan saat
ini berada disebelah kiri dan dikelilingi oleh semua makhluk berjenis
kelamin wanita. Orang-orang yang kita sukai berada di belakang
kita, dan orang-orang yang kita tak sukai berada di hadapan kita.
Jadi, kita membayangkan semua makhluk dari enam kelas samsara
mengelilingi kita dalam wujud manusia yang kondisinya tua,
menderita, dan malang.

Kemudian, ingatlah semampu kita semua karma buruk yang


telah kita lakukan. Rasakan penyesalan mendalam atas perbuatan
salah dan munculkan tekad kuat untuk tidak mengulanginya.
Letakkan harapan kepada 35 Buddha di angkasa di hadapan kita
dan lafalkan nama-nama mereka. Kita dapat melafalkan nama setiap
116 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Buddha dengan diikuti sebuah namaskara, atau kita bisa duduk dan
beranjali. Saat melafalkan nama Buddha, ingatlah manfaat besar dari
pelafalan tiap-tiap nama. Contohnya, ketika kita melafalkan nama
Buddha pertama, kedua, ketiga, dan keempat, yakni Shakyamuni,
Wajra-garbha-pramardin, Ratnarcis, dan Nageshwara-raja, maka kita
sedang memurnikan karma buruk yang telah dikumpulkan selama
kalpa-kalpa yang teramat panjang. Tidak ada gunanya mengucapkan
nama Buddha dengan cepat. Lebih baik kita mengambil waktu kita
dan melakukannya dengan pelan sambil merenungkan manfaat dari
setiap pelafalan nama.

Manfaat dari melafalkan nama-nama Buddha lainnya, atau


dengan kata lain, karma buruk mana yang dimurnikan jika kita
melafalkan nama Buddha tertentu, adalah sebagai berikut:

1. Shakyamuni: kesalahan yang dihimpun selama 100.000


kalpa
2. Wajra-garbha-pramardin: kesalahan yang dihimpun selama
10.000 kalpa
3. Ratnarcis: kesalahan yang dihimpun selama 31.000 kalpa
4. Nageshwara-raja: kesalahan yang dihimpun selama 8 kalpa
5. Wirasena: ucapan omong-kosong
6. Wiranandin: karma buruk yang bersifat mental
7. Ratnagni: memakai barang milik Sangha tanpa izin
8. Ratna-chandra-prabha: karma buruk berkalpa-kalpa
9. Amogadarshin: menghina para Arya
10. Ratnachandra: membunuh ibu
11. Nirmala (Wimala): membunuh ayah
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 117

12. Shuradatta: membunuh Arhat


13. Brahma: memecah-belah Sangha
14. Brahmadatta: melukai Sang Buddha
15. Waruna: perbuatan seksual yang tak pantas terhadap Arhat
wanita
16. Warunadewa: membunuh Bodhisatwa tingkat kedua dari
Marga Mahayana
17. Bhadrashri: membunuh murid yang sedang berlatih
18. Chandanashri: menghalangi dana kepada Sangha
19. Anantaujas: menghancurkan stupa
20. Prabhasashri: karma buruk yang diakibatkan amarah
21. Ashokashri: karma buruk yang diakibatkan keserakahan
22. Narayana: karma buruk berkalpa-kalpa
23. Kusumashri: karma buruk berkalpa-kalpa
24. Brahma-jyotir-wikriditabhijna: karma buruk berkalpa-kalpa
25. Padma-jyotir-wikriditabhijna: karma buruk berkalpa-kalpa
26. Dhanashri: jejak-jejak dari karma buruk
27. Smrtishri: karma buruk yang bersifat fisik.
28. Suparikirtita-namadheya-shri: tidak membahagiakan
seorang Buddha yang ditemui
29. Indra-ketu-dhwaja-raja: karma buruk yang diakibatkan iri
hati
30. Suwikranta-shri: menghasut orang lain untuk berbuat jahat.
31. Yuddhajaya (Wijita-samgrama): karma buruk yang
118 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

diakibatkan kesombongan
32. Wikranta-gamin-shri: ucapan memecah belah
33. Samanta-wabhasa-wyuha-shri: bersuka cita atas perbuatan
buruk orang lain
34. Ratna-padma-wikramin: mengabaikan Dharma.
35. Ratna-padma-supratishthita-shailendra-raja: mematahkan
komitmen atau ikrar.

Jika kita berniat untuk melatih praktik ini beberapa kali sekaligus,
ada dua cara untuk melakukannya. Pertama, kita bisa melakukan
praktik ini dari awal hingga akhir dan kemudian mengulanginya.
Pilihan lainnya adalah dengan mengulang hanya pada bagian yang
berkaitan dengan pelafalan nama-nama Buddha. Ketika kita telah
selesai mengulangi nama mereka sesuai dengan jumlah pengulangan
yang kita pilih (3 kali, 7 kali, dst), lanjutkan praktik sesuai prosedur
yang tepat. Cara ini akan memberi kita lebih banyak waktu untuk
mengingat dan merenungkan manfaat khusus saat melafalkan setiap
nama.

Ketika kita telah menyelesaikan keseluruhan pelafalan,


sangatlah penting untuk merenungkan sejenak ketiga aspek dari
setiap perbuatan: diri kita sendiri, perbuatan buruk yang kita lakukan,
dan objek yang berhubungan dengan perbuatan buruk kita. Kita
merenungkan bahwa ketiga aspek ini sama sekali tidak memiliki
eksistensi inheren. Mereka tidak dihasilkan dengan sendirinya dan
tidak berdiri sendiri. Seperti yang telah kita ketahui, merenungkan
kesunyataan adalah satu dari 6 elemen yang menyusun kekuatan
penawar. Penawar lainnya adalah dengan memberikan persembahan
kepada para Buddha dan melatih Pengakuan Pelanggaran Bodhisatwa.
Kita mesti ingat bahwa memberikan persembahan tidak hanya berarti
memberikan persembahan material. Sesungguhnya, hakikat dari
Praktik Pengakuan berdasarkan Sutra Tiga Himpunan 119

persembahan adalah kegembiraan yang kita bangkitkan dalam diri


objek persembahan, dan salah satu cara untuk melakukannya adalah
dengan melatih purifikasi.

Sutra Tiga Himpunan juga mencakup pemghormatan secara


fisik, ucapan dan batin. Pertama-tama, kita memberi hormat secara
fisik dengan beranjali atau bernamaskara. Lalu, penghormatan secara
ucapan dilakukan dengan memuji para Buddha dan menyebutkan
nama-nama mereka. Terakhir, penghormatan secara batin dilakukan
dengan merasakan keyakinan penuh terhadap mereka. Bahkan
faktanya, Sutra Tiga Himpunan mengandung semua aspek dari Doa 7
Bagian. Sebagai kesimpulan, langkah terakhir untuk menutup praktik
ini adalah dengan mendedikasikan kebajikan yang telah kita hasilkan,
“Dengan kekuatan kebajikanku, semoga semua perbuatan dan sikap
yang salah dapat lenyap dengan cepat, dan semoga pemahaman yang
benar segara muncul di dalam batinku dan semua makhluk.”
121

Sutra Tiga Himpunan


Aku, yang bernama (...), di sepanjang masa berlindung kepada
guru-guru spiritual.

Aku berlindung kepada Buddha.

Aku berlindung kepada Dharma.

Aku berlindung kepada Sangha.

1. Kepada Sang Penuntun, Begawan, Tathagata, Arhat,


Buddha yang maha sempurna, Sang Penakluk yang jaya,
Shakyamuni, aku bersujud.

2. Kepada Tathagata Wajra-garbha-pramardin, aku bersujud.

3. Kepada Tathagata Ratnarcis, aku bersujud.

4. Kepada Tathagata Nageshwara-raja, aku bersujud.

5. Kepada Tathagata Wirasena, aku bersujud.

6. Kepada Tathagata Wiranandin, aku bersujud.

7. Kepada Tathagata Ratnagni, aku bersujud.

8. Kepada Tathagata Ratna-chandra-prabha, aku bersujud.

9. Kepada Tathagata Amoghadarshin, aku bersujud.


122 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

10. Kepada Tathagata Ratnachandra, aku bersujud.

11. Kepada Tathagata Nirmala, aku bersujud.

12. Kepada Tathagata Shuradatta, aku bersujud.

13. Kepada Tathagata Brahma, aku bersujud.

14. Kepada Tathagata Brahmadatta, aku bersujud.

15. Kepada Tathagata Waruna, aku bersujud.

16. Kepada Tathagata Warunadewa, aku bersujud.

17. Kepada Tathagata Bhadrashri, aku bersujud.

18. Kepada Tathagata Chandanashri, aku bersujud.

19. Kepada Tathagata Anantaujas, aku bersujud.

20. Kepada Tathagata Prabhasashri, aku bersujud.

21. Kepada Tathagata Ashokashri, aku bersujud.

22. Kepada Tathagata Narayana, aku bersujud.

23. Kepada Tathagata Kusumashri, aku bersujud.

24. Kepada Tathagata Brahma-jyotir-wikriditabhijna, aku


bersujud.

25. Kepada Tathagata Padma-jyotir-wikriditabhijna, aku


bersujud.

26. Kepada Tathagata Dhanashri, aku bersujud.

27. Kepada Tathagata Smrtishri, aku bersujud.

28. Kepada Tathagata Suparikirtita-namadheya-shri, aku


bersujud.

29. Kepada Tathagata Indra-ketu-dhwaja-raja, aku bersujud.


Sutra Tiga Himpunan 123

30. Kepada Tathagata Suwikranta-shri, aku bersujud.

31. Kepada Tathagata Yuddhajaya, aku bersujud.

32. Kepada Tathagata Wikranta-gamin-shri, aku bersujud.

33. Kepada Tathagata Samanta-wabhasa-wyuha-shri, aku


bersujud.

34. Kepada Tathagata Ratna-padma-wikramin, aku bersujud.

35. Kepada Tathagata, Arhat, Begawan, Buddha yang maha


sempurna, Ratna-padma-supratishthita-shailendra-raja, aku
bersujud.

Aku berdoa kepadamu dan semua Tathagata, Arhat, Buddha


yang maha sempurna, Begawan, yang tinggal, hidup dan berdiam di
semua dunia di sepuluh penjuru, aku berdoa kepada semua Begawan
Buddha, mohon perhatikanlah aku!

Dalam kehidupanku yang sekarang, seperti dalam semua


kehidupan lampauku sejak waktu tak bermula di dalam samsara, aku
telah melakukan perbuatan-perbuatan negatif, telah menyebabkan
makhluk lain melakukannya, dan turut bergembira di dalamnya.
Aku telah mencuri, menyebabkan makhluk lain mencuri, dan turut
bergembira di dalam pencurian barang-barang milik stupa, milik suatu
Sangha, atau milik Sangha di sepuluh penjuru. Aku telah melakukan
lima perbuatan keji, menyebabkan makhluk lain melakukannya, dan
turut bergembira di dalamnya. Aku telah secara lengkap melakukan
sepuluh jalan karma hitam, menyebabkan makhluk lain melakukannya,
dan turut bergembira di dalamnya.

Jadi, aku telah ternodai oleh semua karma penghalang yang


mengakibatkan kelahiran kembali di alam neraka, alam binatang,
alam setan kelaparan, tempat yang terpencil, atau tempat yang tidak
memiliki peradaban, atau sebagai dewa berumur panjang, atau dengan
124 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

indra-indra yang tidak lengkap, atau dengan memegang pandangan


salah, atau tanpa kegembiraan atas kedatangan seorang Buddha.

Semua karma penghalangku, apa pun mereka, kunyatakan


dan kuakui semuanya di hadapan para Begawan Buddha selaku
kebijaksanaan unggul, selaku pandangan, selaku saksi, selaku
kebenaran, selaku sumber pengetahuan yang mencerap segalanya.
Aku tidak menyembunyikan apa pun. Aku tidak menutupi apa pun.
Mulai sekarang, aku akan mengakhiri mereka semua. Aku tidak akan
melakukannya lagi.

Aku berdoa kepada semua Begawan Buddha, mohon


perhatikanlah aku! Dalam kehidupanku yang sekarang, seperti dalam
semua kehidupan lampauku sejak waktu tak bermula di dalam samsara,
akar kebajikanku dari berdana (meskipun hanya tindakan memberikan
sepotong makanan kepada seekor binatang), akar kebajikanku dari
menjalankan sila, akar kebajikanku dari tingkah laku yang murni,
akar kebajikanku dari membimbing para makhluk menyempurnakan
diri mereka, akar kebajikanku dari membangkitkan bodhicita, akar
kebajikanku dari kebijaksanaan unggul yang tak tertandingi – semua
akar kebajikan ini kuhimpun, kurakit, dan kupadukan menjadi satu,
untuk kemudian kudedikasikan sepenuhnya demi mencapai yang
tak tertandingi, yang terunggul, yang sempurna, yang tertinggi. Aku
dedikasikan semuanya demi pencapaian pencerahan sempurna yang
terunggul dan tak tertandingi.

Seperti para Begawan Buddha di masa lampau telah


mendedikasikan kebajikan mereka sepenuhnya, seperti para Begawan
Buddha di masa depan akan mendedikasikan kebajikan mereka
sepenuhnya, dan seperti para Begawan Buddha di masa sekarang
mendedikasikan kebajikan mereka sepenuhnya, maka dengan cara
yang sama, aku juga mendedikasikan kebajikanku sepenuhnya.
Sutra Tiga Himpunan 125

Aku mengakui semua kesalahanku satu demi satu. Aku turut


bersukacita dalam semua kebajikan. Aku memohon dan berdoa kepada
semua Buddha, semoga aku mencapai kebijaksanaan sempurna yang
terunggul dan tak tertandingi!

Kepada semua makhluk unggul, para Penakluk yang berdiam


di masa sekarang, masa lampau, dan masa depan, kepadamu yang
laksana samudra kesempurnaan dan kemasyhuran tanpa batas, dengan
beranjali, aku berlindung dengan sungguh-sungguh.

Sutra Tiga Himpunan telah selesai.


127

Daftar Pustaka

Sumber Sanskerta:

Abhidharma-kosa (Risalah Abhidharma). Oleh Wasubandhu. Sumber


lain tak diketahui.

Abhidharma-samuccaya (Ikhtisar Abhidharma). Oleh Asanga. Sumber


lain tak diketahui.

Ganda-wyuha-sutra (Sutra Barisan Tangkai). Sumber lain tak diketahui.

Lalita-wistara-sutra (Sutra Pertunjukan Agung). Sumber lain tak


diketahui.

Prajna-paramita-sutra (Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan). Sumber


lain tak diketahui.

Winaya-pitaka (Kumpulan Aturan Kebiksuan). Sumber lain tak


diketahui.

Sumber Tibet

Gomchen Lamrim (Lamrim Meditator Agung). Oleh Ngawang Drakpa.


Sumber lain tak diketahui.
128 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

Sumber Terjemahan Indonesia:

Je Tsongkhapa. 2011. Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju


Pencerahan. Bandung: Penerbit Kadam Choeling.

Pabongkha Rinpoche. 2016. Pembebasan di Tangan Kita. Bandung:


Penerbit Kadam Choeling.
129

Glosarium
Abhidharma: secara harfiah bermakna “ajaran yang lebih tinggi”.
Merupakan kumpulan teks Buddhis yang berisi pengerjaan dan
penafsiran ulang atas ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Sutra.

Angin duniawi: 1] untung, 2] rugi, 3] celaan, 4] penghormatan, 5]


pujian, 6] hinaan, 7] penderitaan, 8] kebahagiaan.

Arhat: secara harfiah bermakna “seorang yang berharga atau


sempurna”. Merujuk pada seseorang yang telah mencapai pembebasan
namun belum meraih Kebuddhaan.

Arya: secara harfiah bermakna “yang mulia”. Merujuk pada


seseorang yang telah memasuki jalan spiritual dan membaktikan diri di
dalamnya dengan tekun.

Awalokiteshwara: Bodhisatwa yang menjadi perwujudan/simbol


welas asih agung dalam Buddhisme.

Bardo: alam transisi yang berada di antara kehidupan saat ini dan
kehidupan selanjutnya. Semua makhluk di dalam samsara yang akan
terlahir kembali pasti melalui alam ini.

Begawan: secara harfiah bermakna “Ia yang Beruntung atau


Terberkahi”. Merupakan sebutan bagi sosok Buddha.

Berlindung: dalam Buddhisme, istilah ini dikenal dengan nama


“Trisarana”. Merujuk pada upaya mencari perlindungan kepada Triratna
130 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

dalam rangka menghindari penderitaan dan menemukan kebahagiaan


sejati.

Bodhicita: secara harfiah bermakna “batin pencerahan”. Merujuk


pada kondisi batin yang secara tulus mendambakan kebahagiaan sejati
bagi semua makhluk.

Bodhisatwa: secara harfiah bermakna “makhluk pencerahan”.


Merujuk pada seseorang yang, setelah dimotivasi oleh bodhicita,
terdorong untuk mencapai Kebuddhaan demi kepentingan semua
makhluk.

Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang diajarkan


oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India yang telah berhasil
mencapai pencerahan dan kemahatahuan, serta memutus rantai
keberadaannya di dalam samsara. Tujuan tertinggi yang ingin diraih
oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah Kebuddhaan, sebuah keadaan
di mana seseorang memiliki semua kualitas yang dimiliki oleh seorang
Buddha.

Cakrawartin: secara harfiah bermakna “Ia yang rodanya terus


berputar”. Merujuk pada raja-raja besar dalam tradisi India yang
disamakan dengan penguasa dunia.

Daka/Dakini: makhluk suci dalam tradisi Buddhisme Tibet yang


membantu para praktisi dalam upaya mereka mencapai pencerahan.

Dharma: secara harfiah bermakna “ajaran”. Dalam konteks ini,


ajaran yang dimaksud adalah ajaran yang asli berasal dari perkataan
Sang Buddha.

Dhyana: bisa diartikan sebagai “meditasi”. Tujuannya adalah


untuk meraih tingkat kestabilan dan kesadaran yang sempurna.
Glosarium 131

Istadewata: sosok pelindung yang tercerahkan dalam tradisi


Tantra, yang hadir untuk membantu para praktisi menapaki jalan Tantra
dengan mulus.

Jalan karma hitam: atau 10 ketidakbajikan. Terdiri dari:


membunuh, mencuri, tindakan seksual tak pantas, berbohong, ucapan
kasar, ucapan memecah-belah, omong-kosong, niat buruk, keserakahan,
dan pandangan salah.

Kalpa: satuan waktu dalam kosmologi Buddhis yang merujuk


pada pembentukan, eksistensi, dan penghancuran semesta.

Karma: secara sederhana bermakna “tindakan”. Dengan demikian,


hukum karma merujuk pada suatu hukum yang mengatur tindakan,
atau lebih tepatnya, hukum yang mengatur bagaimana terjadinya dan
berbuahnya sebuah tindakan.

Kesunyataan: pemahaman bahwa tidak ada satu hal pun di dunia


ini yang berdiri sendiri atau eksis secara inheren dari dalam dirinya
sendiri; dengan kata lain, paham ini adalah sebuah konsep tentang
kesalingtergantungan antara semua hal-ihwal di dunia ini.

Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada


kondisi-kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan
kita menjadi tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri hati,
kesombongan, kemelekatan, dst.

Lamrim: secara harfiah bermakna “jalan bertahap menuju


pencerahan”. Merujuk pada kumpulan kitab yang menjelaskan dan
mengajarkan tata cara untuk mencapai Kebuddhaan secara lengkap dan
sistematis, sesuai dengan kapasitas setiap individu yang mempelajarinya.

Mahayana: secara harfiah bermakna “kendaraan besar”. Sama


halnya dengan kasus Hinayana, kata “besar”di sini tidak merujuk
pada semacam tingkatan atau hierarki, melainkan pada kapasitas batin
132 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

yang dimiliki oleh seorang praktisi, atau lebih tepatnya, pada fakta
bahwa seorang praktisi menapaki jalan spiritual dengan tujuan untuk
membantu semua makhluk terbebas dari samsara.

Namaskara: tindakan menghormati Triratna dengan melakukan


gestur tertentu, bisa dengan sekadar menangkupkan kedua telapak
tangan (anjali), berlutut sambil menyembah, atau menyembah dengan
seluruh tubuh berada pada posisi telungkup di lantai.

Nektar: juga dikenal dengan istilah “amerta”. Merupakan


minuman surgawi yang dipercaya mampu memberikan aneka khasiat,
seperti umur panjang, kesehatan, dan lain-lain.

Nirwana: sebuah kondisi di mana seseorang telah sepenuhnya


terbebas dari keharusan untuk terlahir kembali secara berulang-ulang
di dalam samsara.

Panca Dhyani Buddha atau 5 Buddha Kebijaksanaan adalah


perwakilan dari 5 kualitas seorang Buddha. Wairocana: ajaran Dharma
yang merangkul semua dan melenyapkan ketidaktahuan, Amoghasidhi:
keberanian yang mencapai semua dan melenyapkan iri hati dan cemburu,
Amitabha: meditasi yang mencari kebenaran dan melenyapkan egoisme
dan kemelekatan, Ratnasambhawa: pemberian yang tak pilih kasih dan
melenyapkan keangkuhan dan keserakahan, Akshobhya: kerendahan
hati yang non-dualis dan melenyapkan amarah.

Paramita: secara harfiah bermakna “penyempurnaan/


kesempurnaan”. Di sini, ada 6 hal yang hendak disempurnakan, yaitu:
dana (kemurahan hati), sila (disiplin moral), kshanti (kesabaran), wirya
(upaya bersemangat), samadhi (konsentrasi), prajna (kebijaksanaan).

Praktik Pendahuluan: 1] membersihkan ruangan meditasi dan


menyusun objek-objek yang mewakili tubuh, ucapan, dan batin Buddha;
2] menyusun persembahan dengan indah dan murni; 3] duduk di atas
Glosarium 133

tempat duduk yang nyaman sambil mempertahankan tujuh sikap tubuh


Wairocana, lalu dengan batin yang bajik, mengambil perlindungan dan
membangkitkan bodhicita; 4] memvisualisasikan ladang kebajikan; 5]
melakukan Doa 7 Bagian yang mencakup unsur-unsur utama untuk
menghimpun kebajikan dan memurnikan seseorang dari penghalang-
penghalang, kemudian mempersembahkan mandala; 6] mengajukan
permohonan yang tulus kepada para Buddha dan guru silsilah.

Pratyekabuddha: secara harfiah bermakna “Buddha yang sendiri”.


Merujuk pada seseorang yang mampu mencapai pembebasan dengan
upaya sendiri tanpa bantuan guru. Ini utamanya merujuk pada fakta
bahwa seseorang mampu mencapai pembebasan bahkan di masa ketika
Buddha dan ajarannya tidak atau belum muncul di dunia ini.

Rinpoche: secara harfiah bermakna “yang berharga”. Digunakan


untuk merujuk pada sosok guru yang dimuliakan dalam tradisi
Buddhisme Tibet.

Samsara: lingkaran keberadaan yang tak mempunyai awal


ataupun akhir. Setiap makhluk yang belum terbebas dari lingkaran ini
harus mengalami siklus kelahiran dan kematian tanpa henti. Terdiri
dari: manusia, binatang, setan kelaparan, neraka, asura, dan dewa.

Sangha: secara harfiah bermakna “majelis” atau “komunitas”.


Dalam Buddhisme, istilah ini secara umum merujuk pada komunitas
kebiaraan yang terdiri dari para biksu atau biksuni, atau dengan kata
lain, kumpulan orang-orang yang menjaga ikrar-ikrar kebiaraan.

Shamatha: kondisi ketenangan atau kedamaian batin, di mana


batin menjadi mantap dan terpusat sepenuhnya pada sebuah objek
meditasi.

Shrawaka: secara harfiah bermakna “pendengar”. Di masa


Buddha Shakyamuni masih hidup, istilah ini digunakan untuk merujuk
134 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

pada murid-murid yang meraih realisasi setelah mendengar ajaran dari


beliau.

Sukawati: secara harfiah bermakna “Surga Barat”. Merujuk pada


tanah murni Buddha Amitabha.

Sutra: secara harfiah bermakna “wacana” atau “benang”.


Meskipun pada awalnya hadir dalam bentuk lisan, di kemudian hari
Sutra merujuk pada kumpulan kitab yang menjadi landasan bagi tradisi-
tradisi keagamaan di India.

Tantra: secara harfiah bermakna “tenunan”. Merujuk pada tradisi


esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.

Tathagata: secara harfiah bermakna “Ia yang Telah Melampaui


Fenomena Fana”. Merupakan sebutan bagi sosok Buddha.

Thangka: lukisan kain dalam tradisi Buddhisme Tibet yang


menggambarkan perwujudan makhluk-makhluk agung dan tercerahkan.

Tripitaka: secara harfiah bermakna “tiga keranjang/kumpulan”.


Merujuk pada kitab-kitab acuan dalam Buddhisme.

Triratna: secara harfiah bermakna “tiga permata”. Merujuk pada


Buddha, Dharma, dan Sangha.

Winaya-wastu: teks besar yang berisi 17 bab atau topik tentang


aturan kebiksuan.

Yana: secara harfiah bermakna “kendaraan”. Merujuk pada jalan


atau metode yang diusung oleh sebuah sistem filsafat untuk mencapai
tujuannya secara sistematis. Misalnya: Sutrayana, Tantrayana,
Mahayana, dst.
135

BAGAIMANA MENGHORMATI
BUKU DHARMA
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan
semua makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana
mempraktikkan ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup kita,
sehingga kita menemukan kebahagiaan yang kita idamkan. Oleh
karena itu, apapun benda yang berisi ajaran Dharma, nama dari guru
kita atau wujud-wujud suci adalah jauh lebih berharga daripada benda
materi apapun dan harus diperlakukan dengan hormat. Agar terhindar
dari karma tak bertemu dengan Dharma lagi di kehidupan yang akan
datang, mohon jangan letakkan buku-buku (atau benda-benda suci
lainnya) di atas lantai atau di bawah benda lain, melangkahi atau
duduk di atasnya, atau menggunakannya untuk tujuan duniawi seperti
untuk menopang meja yang goyah. Mereka seharusnya disimpan di
tempat yang bersih, tinggi dan terhindar dari tulisan-tulisan duniawi,
serta dibungkus dengan kain ketika sedang dibawa keluar. Ini hanyalah
beberapa pertimbangan.

Jika kita terpaksa membersihkan materi-materi Dharma, maka


mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong sampah, namun
sebaiknya dibakar dengan perlakuan khusus. Singkatnya, jangan
membakar materi-materi tersebut bersamaan dengan sampah-sampah
lain, namun sebaiknya terpisah sendiri, dan ketika mereka terbakar,
lafalkanlah mantra OM AH HUM. Ketika asapnya membubung naik,
bayangkan bahwa ia memenuhi seluruh angkasa, membawa intisari
Dharma kepada seluruh makhluk di 6 alam samsara, memurnikan batin
mereka, mengurangi penderitaan mereka, serta membawa seluruh
136 Jika Hidupku Tinggal Sehari, Apa yang Bisa Kuperbuat

kebahagiaan bagi mereka, termasuk juga pencerahan. Beberapa orang


mungkin merasa bahwa praktik ini sedikit kurang biasa, namun tata
cara ini dijelaskan menurut tradisi. Terima kasih.
137

DEDIKASI
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan, membaca,
merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak lain, semoga
semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat selalu, semoga
Dharma menyebar ke seluruh cakupan angkasa yang tak terbatas, dan
semoga semua makhluk segera mencapai Kebuddhaan.

Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku ini berada,
semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan, penyakit, luka
cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan, semoga hanya
terdapat kemakmuran besar, semoga segala sesuatu yang dibutuhkan
dapat diperoleh dengan mudah, dan semoga semuanya dibimbing
hanya oleh Guru Dharma yang terampil, menikmati kebahagiaan
dalam Dharma, memiliki cinta kasih dan welas asih terhadap semua
makhluk, semata memberi manfaat pada sesama, serta tak pernah
menyakiti satu sama lain.
TENTANG PENERBIT
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT PADI EMAS. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA
BANTUAN ANDA?
Penerbit Padi Emas adalah sebuah organisasi non-profit.
Misi kami adalah untuk berbagi kebijaksanaan dari ajaran Buddha
seluas mungkin, terutama yang dibabarkan oleh Yang Mulia Dagpo
Rinpoche. Melalui buku-buku yang kami terbitkan, terselip upaya
untuk menginspirasi, menghibur, mendukung, dan mencerahkan
pembaca di seluruh Indonesia.
Kami memiliki sebuah mimpi, membuat seluruh buku
terbitan Penerbit Padi Emas tersebar seluas-luasnya sehingga dapat
menginspirasi banyak orang, baik pemula yang penasaran, hingga
praktisi yang telah berkomitmen. Apakah Anda setuju dengan
mimpi kami ini? Karena tentu saja kami tidak dapat mewujudkan
mimpi ini tanpa bantuan Anda.
Buku Dharma ini dapat Anda UNDANG kehadirannya di
hidup Anda tanpa biaya berkat kebajikan berdana para dermawan.
Mari turut bermudita dan mendoakan para dermawan yang telah
memungkinkan ini terjadi.
Apabila Anda berminat pula untuk terlibat dalam kebajikan
seperti ini, silakan bergabung sebagai Dharma Patron Lamrimnesia
dan berdana ke:
BCA 0079 388 388 a.n. Yayasan Pelestarian dan Pengembangan
Lamrim Nusantara
MANDIRI 119 009 388 388 0 a.n. Yayasan Pelestarian dan
Pengembangan Lamrim Nusantara
Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan menghubungi
Call Center Lamrimnesia.
Dengan menjadi Dharma Patron, Anda secara langsung
terlibat dalam (1) penerbitan dan penyaluran buku Dharma, (2)
penyelenggaraan kegiatan Dharma, (3) pendanaan biaya
operasional dan mobilisasi Dharma Patriot dalam rangka
mendukung aktivitas (1) dan (2) di atas.
Untuk mengetahui lebih lanjut serta memesan buku terbitan
Penerbit Padi Emas, silakan hubungi kontak di bawah ini:
Care: +6285 2112 2014 1
Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Titktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

Anda mungkin juga menyukai