Penerbit Saraswati
Dibabarkan oleh: Yang Mulia Dagpo Rinpoche pada tanggal 21 - 24 Februari 2013
di Biezenmortel, Belanda
ISBN 978-602-61702-0-0
Penerbit Saraswati
Email: penerbitsaraswati@gmail.com
Distributor Lamrimnesia
HP/WA: +62 812 2281 6044
f: facebook.com/lamrimnesia
email: info@lamrimnesia.org
website: www.lamrimnesia.org
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja
dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak
Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Daftar Isi
Kata Pengantar v
Biografi Singkat Dagpo Rinpoche vii
1. Pendahuluan 1
2. Karma menurut Lamrim 9
3. Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah 21
4. Karma dan Jalan Karma 43
5. Bobot dan Kriteria Karma 49
6. Akibat Karma 61
7. Jalan Karma Putih 69
8. Memeditasikan Hukum Karma 77
9. Tinjauan Ulang 85
Daftar Pustaka 96
Glosarium 97
Menghormati Buku Dharma 101
Dedikasi 102
Kata Pengantar
Mengetahui dan memahami perbedaan tingkat keseriusan
suatu perbuatan sangatlah penting. Dengan pemahaman tersebut,
kita bisa berhati-hati dalam segala tindak-tanduk dan perilaku.
Kita tidak boleh melakukan perbuatan buruk terhadap orang yang
berjasa pada kita, memiliki kualitas seperti orang yang rendah hati
atau yang berada dalam kondisi terpuruk dan menderita. Karena
perbuatan buruk yang dilakukan terhadap mereka lebih berat.
Jadi, pengetahuan ini sangat penting dan merupakan pedoman
berharga bagi kita untuk berperilaku dan bersikap lebih hati-hati
dalam berhubungan dengan orang-orang tertentu.
Pengetahuan yang dimaksud di sini tidak sama dengan
pengetahuan dalam artian umum, tapi merujuk pada
pengetahuan akan efek dari perilaku seseorang. Artinya, semakin
seseorang menyadari kesalahan dari sebuah ketidakbajikan yang
dilakukannya, makin semakin ringan tingkat keseriusan karma
buruknya. Kalau seseorang memiliki banyak pengetahuan, tapi
dia tidak menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri, maka
karma buruk yang dilakukannya jauh lebih serius. Penerbit
menyadari banyaknya manfaat yang diperoleh dari buku ini dan
menerbitkannya agar dapat dipahami dan dipraktikkan oleh para
pembaca.
Penerbit Saraswati
v
Biografi Singkat
Dagpo Rinpoche juga dikenal dengan nama Bamchoe
Rinpoche, dilahirkan pada tahun 1932 di distrik Kongpo, sebelah
tenggara Tibet. Pada usia dua tahun, beliau dikenali oleh H.H.
Dalai Lama ke-13 sebagai reinkarnasi dari Dagpo Lama Rinpoche
Jamphel Lhundrup. Ketika berusia enam tahun, beliau memasuki
vihara Bamchoe, di dekat distrik Dagpo. Di vihara tersebut, beliau
belajar membaca dan menulis, juga mulai belajar dasar-dasar
sutra dan tantra. Pada usia tiga belas tahun, beliau memasuki
vihara Dagpo Shedrup Ling untuk mempelajari lima topik utama
dari filosofis Buddhis, yaitu: Logika, Paramita, Madhyamika,
Abhidharma, dan Vinaya.
Setelah belajar selama 11 tahun di Dagpo Shedrup Ling,
Dagpo Rinpoche melanjutkan studinya di Vihara Universitas
Drepung. Vihara Universitas Drepung ini terletak di dekat kota
Lhasa. Beliau belajar di salah satu dari empat universitas yang
dimiliki vihara tersebut, yaitu Gomang Dratsang. Di sana beliau
memperdalam pengetahuan tentang filosofi Buddhis dan
khususnya beliau belajar filosofi berdasarkan buku pelajaran
(textbook) dari Gomang Dratsang, yaitu komentar dari Jamyang
Shepa. Selama beliau tinggal di Gomang Dratsang (dan kemudian
juga ketika di pengungsian, di India dan Eropa), beliau belajar di
bawah bimbingan Guru dari Mongolia yang termasyhur Geshe
Gomang Khenzur Ngawang Nyima Rinpoche. Karena tempat
belajar beliau tidak jauh dari Lhasa sebagai ibukota Tibet, beliau
juga berkesempatan untuk menghadiri banyak ceramah Dharma
dan menerima banyak transmisi lisan dari beberapa guru yang
berbeda. Oleh karena itu, Rinpoche adalah salah satu dari sedikit
Lama (Guru) pemegang banyak silsilah ajaran Buddha.
vii
Selama ini, Dagpo Rinpoche, yang bernama lengkap Dagpo
Lama Rinpoche Lobsang Jhampel Jhampa Gyatso, telah
belajar dari 34 guru Buddhis, khususnya dua tutor (pembimbing)
dari H.H. Dalai Lama ke-14, yaitu Kyabje Ling Rinpoche dan
Kyabje Trijang Rinpoche, dan juga dari H.H. Dalai Lama ke-14
sendiri. Di bawah bimbingan mereka, Rinpoche belajar Lima
Topik Utama dan Tantra (beliau telah menerima banyak inisiasi
dan menjalani retret). Selain itu, beliau juga belajar astrologi,
puisi, tata bahasa, dan sejarah.
Beliau belajar di Gomang Dratsang hingga penyerbuan
komunis ke Tibet tahun 1959. Pada tahun itu, di usia 27 tahun,
beliau menyusul H.H. Dalai Lama ke-14 dan guru-guru Buddhis
lainnya, menuju pengasingan di India. Tidak lama setelah
kedatangannya di India, beliau diundang ke Perancis untuk
membantu para Tibetologis Perancis dalam penelitian mereka
tentang agama dan budaya negeri Tibet. Para ilmuwan Eropa ini
tertarik untuk mengundang beliau karena keintelektualan serta
pemikiran beliau yang terbuka (open minded). Dengan nasehat
dan berkah dari para gurunya, beliau memenuhi undangan
tersebut dan mendapat beasiswa Rockefeller. Beliau adalah
Lama pertama yang tiba di Perancis. Beliau mengajar Bahasa
dan Budaya Tibet selama 30 tahun di School of Oriental Studies,
Paris. Setelah pensiun, beliau tetap melanjutkan studi dan riset
pribadinya. Beliau telah banyak membantu menyusun buku
tentang Tibet dan Buddhisme, juga berpartisipasi dalam berbagai
program di televisi dan radio.
Setelah mempelajari Bahasa Perancis dan Inggris serta
menyerap pola pikir orang barat, pada tahun 1978 beliau akhirnya
bersedia untuk mulai mengajar Dharma mulia dari Buddha
Sakyamuni. Pada tahun itu, beliau mendirikan pusat Dharma yang
bernama Institut Gahden Ling di Veneux-Les Sablons, Perancis. Di
tempat inilah, beliau memberikan pelajaran tentang Buddhisme,
doa, serta meditasi. Sejak tahun 1978 hingga sekarang beliau
viii
telah banyak mengunjungi berbagai negara, diantaranya ke Italia,
Belanda, Jerman, Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Beliau mulai mengunjungi Indonesia pada tahun 1989.
Sejak itu, setiap tahun beliau secara rutin ke Indonesia untuk
membabarkan Dharma, memberikan transmisi ajaran Buddha,
khususnya ajaran Lamrim, dan memberikan beberapa inisiasi
serta berkah.
xi
1
Pendahuluan
Tujuan terpenting dalam menyimak sebuah ajaran adalah
agar kita bisa mengendalikan batin kita dan benar-benar sanggup
menguasainya. Kondisi kita saat ini tentu adalah kebalikannya.
Saat ini, kita dikuasai dan dikendalikan oleh batin, tepatnya oleh
klesha yang bertindak sesuka hati. Kesampingkan orang-orang
yang memang sedang sakit, karena mereka berada dalam kondisi
yang berbeda. Tapi, sejauh menyangkut orang-orang yang berada
dalam kondisi normal, kapan pun muncul situasi yang tidak disukai,
maka mereka akan dengan sangat mudah bereaksi secara negatif.
Orang-orang gampang bereaksi hanya karena sedikit provokasi
saja, misalnya sekilas pandangan yang tidak menyenangkan
atau beberapa patah kata yang kasar. Kondisi ini terjadi akibat
kurangnya kendali atas batin. Kita tidak mampu menahan diri
untuk tidak bereaksi secara negatif kalau terjadi sesuatu yang tidak
sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Barangkali kita mengalami kebahagiaan hingga tingkat
tertentu dalam hidup ini, lalu sesuatu terjadi dan kita serta-merta
kehilangan kebahagiaan tersebut. Segala sesuatu bisa berubah.
Pada waktu tertentu, barangkali segalanya berjalan lancar, tapi
kemudian tiba-tiba saja terjadi sesuatu. Kita kehilangan kendali
atas situasi di sekeliling kita berikut batin kita sendiri, dan akhirnya
mengalami kesedihan.
Jika kita ingin mendapatkan kedamaian batin, hanya ada
satu hal yang harus dilakukan, yaitu mengembangkan batin. Kita
harus mengendalikan batin kita sendiri. Kalau sampai kita gagal
melakukan tugas yang satu ini, dan sebaliknya malah memusatkan
perhatian pada hal-hal lain seperti berjuang meraih keamanan
finansial, mengumpulkan sahabat, menumpuk kekayaan, dsb,
maka tidak mungkin kita bisa meraih kebahagiaan stabil yang
diinginkan. Segala bentuk kebahagiaan yang di luar kendali batin
hanyalah kesenangan sementara yang sifatnya tidak stabil.
3
Untuk meraih dan mempertahankan kebahagiaan yang
stabil, kita harus mengendalikan batin. Kita bisa merenungkan
kebenaran dari pernyataan ini. Dan memang, alangkah baiknya
bila kita tak menelan begitu saja pernyataan yang demikian
hanya semata-mata karena seorang Guru telah mengatakannya.
Namun, perenungan ini pun jangan dibatasi hanya pada tingkatan
intelektual atau abstrak saja. Kita harus mengaitkannya dengan
pengalaman hidup kita sendiri, dengan kejadian-kejadian nyata
dalam hidup kita sendiri. Tak ada keraguan ihwal kemampuan kita
untuk melakukan ini.
Hidup kita bergantung pada diri kita sendiri. Bukan
berarti faktor-faktor eksternal sama sekali tak berperan, namun
secara esensial kebahagiaan kita bergantung pada diri kita
sendiri. Kebahagiaan bergantung pada kondisi batin kita, yaitu
kemampuan kita untuk memiliki kerangka berpikir yang benar,
terlepas dari kondisi eksternal. Kebahagiaan berada di tangan kita
sendiri. Artinya, kita semua bertanggung jawab atas kebahagiaan
kita sendiri. Jika terus-menerus bergantung pada faktor-faktor
eksternal, kita takkan mendapatkan kebahagiaan yang kita
inginkan.
Jadi, kita semua harus berupaya untuk mengembangkan
batin. Ini bukanlah sesuatu yang khas Buddhisme. Faktanya,
semua makhluk harus mengembangkan batin mereka, karena pada
dasarnya semua makhluk ingin bahagia, termasuk juga binatang.
Namun, kita tahu bahwa binatang tak tahu cara mengembangkan
batin mereka, atau bahkan definisinya. Di sisi lain, kita semua,
dengan tubuh manusia kita yang berharga, punya segala sesuatu
yang diperlukan untuk menjalankan tugas ini, sehingga tak ada
alasan kenapa kita masih berpangku tangan dan menganggap
ajaran sebagai angin lalu (terkecuali, tentunya, bila kita sudah
menjadi seorang Arhat atau yogi besar).
4
Pendahuluan
5
untuk sementara waktu, sembari menunggu kesempatan
untuk memotong habis akar klesha, kita bisa berupaya untuk
mengendalikan klesha.
Lantas, seperti apakah akar klesha itu? Misalnya seperti ini.
Ketika kita marah atau melekat pada seseorang atau sesuatu,
kita memiliki persepsi bahwa seseorang atau sesuatu itu memiliki
eksistensi sejati, bahwa mereka bisa muncul dengan sendirinya
tanpa bergantung pada hal lain. Persepsi macam inilah yang
mendorong kita untuk merasa marah atau melekat. Seandainya kita
tidak memiliki persepsi yang demikian, amarah atau kemelekatan
tentu tak akan muncul di dalam diri kita. Jamaknya, kita merasa
marah pada seseorang yang tak kita sukai dan melekat pada
sesuatu yang kita sukai, seolah-olah aspek menyenangkan atau
tak menyenangkan dari seseorang atau sesuatu adalah sesuatu
yang memang sudah ada dari sananya dan tak bergantung
pada hal lainnya. Jika pandangan macam ini bisa kita enyahkan
dari kerangka berpikir kita, maka segala sesuatu yang biasanya
memunculkan kesenangan atau kesedihan dalam diri kita tentu
takkan lagi kita persepsikan dengan cara yang sama.
Seorang guru besar Tibet, Dromtonpa, mengatakan bahwa
di antara semua instruksi, yang paling mengagumkan adalah
Tripitaka. Pada gilirannya, seluruh instruksi dalam Tripitaka ini bisa
dipadatkan lagi ke dalam satu tahapan jalan yang sesuai untuk
ketiga jenis praktisi. Instruksi ini disebut Tahapan Jalan Menuju
Pencerahan, atau Lamrim.
Oleh guru-guru besar masa lampau, Lamrim diibaratkan
sebagai untaian tasbih yang terbuat dari emas. Kita tahu betapa
berharganya sebutir emas, sehingga tak terbayangkan berapa nilai
dari satu untaian emas. Demikianlah nilai dari Lamrim. Dengan
mempraktikkan Lamrim, seluruh tujuan yang hendak dicapai
akan tercapai. Bahkan, mempraktikkan satu bagian dari Lamrim
6
Pendahuluan
7
2
Karma menurut
Lamrim
Suatu butir tasbih emas Lamrim yang akan kita ambil
dan renungkan kali ini adalah hukum karma. Sebelum memasuki
pembahasan, penting sekali bagi kita untuk menyimak ajaran
dengan motivasi yang baik. Bagi Buddhis, motivasinya adalah
mengakhiri penderitaan semua makhluk dan mempersembahkan
kebahagiaan tertinggi pada mereka. Dengan tubuh manusia
yang kita miliki saat ini, sekarang adalah saat yang paling tepat
bagi kita untuk berjuang meraih Kebuddhaan yang lengkap dan
sempurna demi mencapai tujuan semua makhluk. Bagi yang
bukan Buddhis, kita harus berpikir bahwa kita telah mendapatkan
kesempatan yang sangat luar biasa dalam kehidupan kita saat ini,
dan alangkah baiknya bila kesempatan ini tak hanya digunakan
untuk menyasar kebahagiaan pribadi, namun juga kebahagiaan
semua makhluk.
Dalam garis besar Lamrim, pada bagian tahapan jalan yang
dijalankan bersama makhluk motivasi awal, ulasannya terbagi
menjadi 2 poin:
1. Mengembangkan ketertarikan pada kehidupan
mendatang
2. Bertumpu pada metode untuk merealisasikan
kebahagiaan pada kehidupan mendatang
Poin kedua ini terbagi menjadi 2 bagian:
1. Berlindung; gerbang utama memasuki Dharma
2. Meyakini hukum karma; sumber segala kebahagiaan
Bagian kedua ini terbagi menjadi 2 bagian:
1. Merenungkan aspek-aspek umum hukum karma
2. Merenungkan aspek-aspek khusus hukum karma
3. Tata cara menghindari kesalahan dan mempraktikkan
kebajikan setelah merenungkannya
11
Bagian pertama ini terbagi menjadi 2 bagian:
1. Perenungan aspek-aspek umum hukum karma yang
sesungguhnya
2. Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
Apa saja yang termasuk ke dalam perenungan aspek-aspek
umum hukum karma? Ini adalah karakteristik yang berlaku pada
semua jenis karma, baik maupun buruk:
1. Kepastian karma
2. Pertumbuhan karma yang pesat
3. Kita takkan mengalami akibat dari karma yang tidak kita
lakukan
4. Karma yang telah dilakukan takkan hilang begitu saja
Selanjutnya, merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
terbagi menjadi 3 bagian:
1. Merenungkan karma hitam dan akibatnya
2. Merenungkan karma putih dan akibatnya
3. Menjelaskan karma yang sangat ampuh secara singkat
Dalam konteks kali ini, saya akan menjelaskan topik hukum
karma berdasarkan Lamrim Agung karya Je Tsongkhapa dan
Pembebasan di Tangan Kita karya Pabongkha Rinpoche.
Kita sudah tahu bahwa poin ‘bertumpu pada metode untuk
merealisasikan kebahagiaan pada kehidupan mendatang’ terbagi
menjadi 2 bagian: berlindung (gerbang utama memasuki Dharma)
dan meyakini hukum karma (sumber segala kebahagiaan).
Apa maksudnya? Seperti yang dijelaskan di dalam Lamrim
Agung, artinya kita harus menguasai pembagian kebajikan dan
ketidakbajikan berikut akibat-akibatnya. Poin ini – menghentikan
ketidakbajikan dan mengembangkan kebajikan – harus kita
jadikan sebagai praktik kita. Pada dasarnya, inilah yang dimaksud
dengan praktik Dharma dalam Buddhisme.
12
Karma menurut Lamrim
1. Kepastian karma
Lamrim Agung menyatakan sebagai berikut, “Semua
kebahagiaan (dalam artian perasaan menyenangkan), baik
yang dialami oleh makhluk biasa ataupun makhluk agung,
bahkan termasuk kesenangan terkecil seperti angin semilir yang
menyejukkan makhluk neraka, muncul dari karma bajik yang
telah dihimpun sebelumnya. Kebahagiaan mustahil diakibatkan
oleh karma buruk. Semua penderitaan (dalam artian perasaan
tak menyenangkan), termasuk bahkan penderitaan terkecil yang
melintas dalam arus batin seorang Arhat, muncul dari karma
buruk yang telah dihimpun sebelumnya. Penderitaan mustahil
diakibatkan oleh karma bajik.” Sebuah kutipan dari Untaian
Berharga1 karya Arya Nagarjuna berbunyi: “Dari ketidakbajikan,
muncul segala bentuk penderitaan, dan tentu saja, semua alam
menyedihkan. Dari kebajikan, muncul segala bentuk kebahagiaan,
dan tentu saja, semua alam menyenangkan”.
Kebahagiaan dan penderitaan tak bisa terjadi tanpa adanya
sebab masing-masing. Sebab-sebabnya harus memiliki hakikat
yang sama dan sejalan dengan akibat yang dihasilkannya;
mereka tak muncul dari sesosok dewa atau sang pencipta. Bila
ada pihak yang mengatakan bahwa kebahagiaan tak memiliki
sebab penghasilnya, itu artinya kita akan senantiasa merasakan
kebahagiaan. Tapi, tentu saja, bukan demikian halnya. Kadang-
kadang kita merasa bahagia, di lain waktu kita merasa tak bahagia.
Susah dan senang datang silih berganti dan berubah-ubah sesuai
14
Karma menurut Lamrim
15
Coba amati dan perhatikan apa pun yang kita rasakan saat
ini. Seandainya kita merasa bahagia, kuatkan perasaan tersebut
sehingga ia menjadi semakin jelas dan kuat. Lalu, kenalilah ia
sebagai sesuatu yang muncul dari kebajikan. Sebaliknya, bila
kita merasa tak bahagia, maka sadarilah perasaan tersebut dan
buat ia agar menjadi semakin jelas dan kuat. Lalu, kenalilah ia
sebagai sesuatu yang muncul dari ketidakbajikan. Hal yang sama
juga berlaku pada perasaan netral. Dengan cara ini, kita bisa
benar-benar memahami bahwa masing-masing perasaan selalu
dihasilkan oleh sebab-sebab yang bersesuaian dengannya.
Pada dasarnya, kalau kita sudah memahami konsekuensi
dari berbagai jenis tindakan, kita pastinya akan bertekad untuk
melakukan kebajikan sebanyak-banyaknya dan menghindari
ketidakbajikan sebisa mungkin, berhubung kita ingin senantiasa
berbahagia dan tak ingin mengalami secuil pun penderitaan.
Demikianlah penjelasan untuk karakteristik karma yang pertama,
yakni kepastian karma.
17
kembali sebagai makhluk neraka, mereka akan terlahir kembali
sebagai naga.”
Dalam kisah ini, Buddha merujuk pada praktik sila. Praktik
sila tak hanya mencakup sila kebiaraan yang dijalankan oleh
anggota Sangha, tapi juga merujuk pada tindakan menghindari
perbuatan salah, yang tak mesti tercakup dalam daftar sila.
Ritual merujuk pada perilaku, baik perilaku sehari-hari maupun
perilaku setelah mengambil ikrar penahbisan. Ritual penahbisan
yang merosot mencakup cara makan, berjalan, dsb. Perilaku
sehari-hari yang merosot merujuk pada mata pencaharian yang
keliru. Pandangan yang merosot merujuk pada pandangan yang
menafikan hukum karma. Bagi pihak yang tidak menjaga 3 hal
pertama namun masih mempertahankan pandangan benar
terhadap hukum karma, mereka akan terlahir kembali di alam
naga setelah mati.
Dikisahkan lebih lanjut bahwa selama periode Buddha
Krakucchanda, 980 juta perumah tangga dan mereka yang
melepas keduniawian terlahir sebagai naga karena ritual, mata
pencaharian, dan sila yang merosot. Selama periode Buddha
Kanakamuni, jumlahnya mencapai 640 juta orang. Selama
periode Buddha Kasyapa, jumlahnya mencapai 800 juta orang.
Selama periode Buddha Shakyamuni, 990 juta orang telah dan
akan terlahir kembali sebagai naga. Meskipun terlahir kembali
sebagai naga, namun karena keyakinan terhadap ajaran yang tak
merosot, kelak setelah mati nanti, mereka akan terlahir kembali
sebagai dewa atau manusia. Bahkan, terkecuali bagi mereka yang
sudah memasuki Mahayana, seluruh naga dengan keyakinan
yang tak merosot ini akan memasuki nirwana pada kalpa yang
beruntung.
Seluruh penjelasan rinci di atas terkandung di dalam
Lamrim Agung. Poin penting yang ingin disampaikan adalah:
18
Karma menurut Lamrim
19
3Merenungkan
aneka jenis karma
secara terpisah
Berikutnya adalah perenungan tentang aneka jenis karma
secara terpisah dengan merujuk pada penjelasan 10 jalan karma
berikut akibat-akibatnya. Je Tsongkhapa memaparkan poin ini
dengan sebuah tanya-jawab.
Pertanyaan: Setelah saya memastikan sebab-akibat
kebahagiaan dan penderitaan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya – bahwa karma berlipat ganda, bahwa saya takkan
mengalami akibat dari karma yang tidak saya lakukan, dan bahwa
karma yang telah saya lakukan tidak akan musnah — jenis karma
dan akibat seperti apa yang pertama-tama harus saya yakini?
Mana yang harus saya kembangkan dan mana yang harus saya
buang?
Jawaban: Secara umum, Anda bisa menyimpulkan bahwa
ada 3 cara untuk terlibat dalam perbuatan bajik maupun buruk —
tubuh, ucapan, dan batin. Walaupun tidak semua kebajikan dan
ketidakbajikan dari keseluruhan 3 cara tersebut termasuk ke dalam
10 jalan karma, Buddha, Sang Bhagawan, telah merangkum
poin-poin kuncinya dan mengajarkan poin-poin yang paling jelas
di antara seluruh kebajikan dan ketidakbajikan sebagai 10 jalan
karma putih dan 10 jalan karma hitam.
Ada begitu banyak jenis karma, namun semuanya dilakukan
dengan tubuh, ucapan, dan batin. Di antara sekian banyak karma,
yang paling utama bisa dirangkum menjadi sebuah daftar yang
terdiri dari 10 jalan karma putih dan 10 jalan karma hitam. Kita
harus mempraktikkan 10 jalan karma putih dan menghindari 10
jalan karma hitam. Ini adalah prinsip mendasar yang berlaku bagi
keseluruhan tiga kendaraan utama yang berniat mencapai tujuan
utama terkait semua makhluk. Itu sebabnya Buddha memuji
praktik ini dalam banyak kesempatan.
23
Buddha menjelaskan pentingnya praktik sila berulang-ulang
dalam banyak karya. Salah satunya tercantum dalam Sutra Raja
Naga, “Apa yang saya sebut sebagai kebajikan adalah sebab
utama bagi penyempurnaan semua dewa dan manusia. Mereka
merupakan sebab utama bagi pencerahan para Shrawaka
dan Pratyekabuddha. Mereka merupakan sebab utama bagi
pencerahan sempurna tanpa tandingan. Dan apa saja sebab
utama ini? Mereka adalah 10 jalan karma putih.”
Kutipan di atas merujuk pada kebajikan sebagai sebab
bagi pencapaian kelahiran kembali yang tinggi (sebagai dewa
maupun manusia), lalu kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian
nirwana para Shrawaka dan Pratyekabuddha, dan akhirnya,
kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian pencerahan lengkap
dan sempurna, yaitu Kebuddhaan. Apa yang mendasari semua
pencapaian tersebut? Jawabannya: 10 jalan karma putih.
Dalam Pengantar Menuju Jalan Tengah2 yang merangkum
pujian Buddha terhadap sila yang terdapat di dalam Sutra 10
Tingkatan, Chandrakirti mengatakan hal senada, “Bagi [semua
jenis makhluk], tak ada sebab bagi kebaikan pasti ataupun status
tinggi selain praktik sila.” Baris ini tentunya tak boleh dipahami
secara harfiah dengan menyimpulkan bahwa praktik sila adalah
satu-satunya sebab; alih-alih, di sini, praktik sila dimaknai sebagai
sebab utama bagi tercapainya hasil.
Bagian pertama dari merenungkan aneka jenis karma secara
terpisah, yakni merenungkan karma hitam dan akibatnya, terbagi
menjadi 3 bagian:
1. Jalan karma hitam yang sesungguhnya
2. Perbedaan dalam hal bobotnya
3. Menjelaskan akibatnya
2 Madhyamaka-watara.
24
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
Penjelasan jalan karma hitam seperti membunuh, mencuri,
dst adalah penjelasan yang sangat penting. Ajaran moral ini bukan
hanya khas Buddhisme, namun juga terdapat di semua agama
besar dunia, meski tentu daftarnya tak sama persis. Masing-masing
dari 10 jalan karma hitam bisa dikaji dari aspek basis, pemikiran,
tindakan, dan penyelesaiannya.
1. Membunuh
Basisnya adalah makhluk hidup. Bukan sembarang makhluk
hidup, tapi makhluk hidup di luar diri sendiri. Jadi, tindakan
bunuh diri tak termasuk jalan karma membunuh yang lengkap.
Kalau begitu, apa yang menentukan kelengkapan jalan karma
membunuh? Pertama-tama, basisnya adalah makhluk hidup
selain diri sendiri. Je Tsongkhapa menjelaskan bahwa dalam
kasus bunuh diri, jalan karma membunuh yang dilakukan tidak
memiliki penyelesaian. Penjelasan ini tercantum di dalam Wacana
Tahapan Praktik Yoga3 karya Arya Asanga. Di dalam teks ini,
beliau menyatakan bahwa dasar bagi jalan karma membunuh
yang lengkap haruslah makhluk hidup di luar diri kita sendiri.
Jalan karma membunuh akan lengkap apabila makhluk yang
dibunuh meninggal sebelum pembunuhnya. Jika pembunuh dan
korban meninggal bersamaan, atau pembunuhnya meninggal
sebelum korbannya, maka jalan karmanya tak lengkap. Jalan
karma membunuh yang lengkap mencakup persiapan, yaitu
pemikiran di balik tindakan, kemudian tindakan itu sendiri.
Jalan karma membunuh yang lengkap haruslah mengandung
keempat unsur secara keseluruhan. Kalau salah satu unsurnya
tidak lengkap, maka itu bukan jalan karma hitam membunuh,
melainkan karma buruk membunuh. Dalam kasus pembunuhan
yang dilakukan karena keterpaksaan atau ketiadaan pilihan lain,
3 Yogacara-bumi.
25
misalnya, rumah yang diserang oleh hama seperti kecoa atau
rayap yang memaksa seseorang untuk memberangus hama
tersebut, tindakan membunuh yang dilakukan adalah pembunuhan
yang dilakukan karena terpaksa. Dalam kasus seperti ini, jalan
karmanya tidak lengkap karena tak ada niat untuk benar-benar
membunuh.
Pemikiran di balik tindakan mencakup identifikasi, klesha,
dan motivasi. Perihal identifikasi, Kita harus mengidentifikasi
calon korban dengan benar agar jalan karmanya lengkap. Jika
kita berniat membunuh seekor kucing putih tertentu tapi salah
sasaran dan malah membunuh kucing putih yang lain, maka jalan
karma membunuh kita tidak lengkap. Di sini, identifikasi merujuk
pada istilah yang digunakan dalam Lamrim Agung: “persepsi”.
Bila niat membunuh ditujukan pada makhluk tertentu, maka
tindakan membunuhnya harus ditujukan pada si makhluk. Lain
halnya kalau niat membunuhnya ditujukan pada makhluk apa
pun yang bisa ditemui; jika demikian kasusnya, maka jalan karma
membunuhnya akan lengkap jika makhluk apa pun yang bisa
ditemui kita bunuh.
Motivasi di balik tindakan adalah niat untuk membunuh.
Klesha yang terlibat bisa jadi salah satu dari 3 racun mental:
kemelekatan, amarah, dan ketidaktahuan. Ada kasus pembunuhan
yang hanya melibatkan satu klesha, dua klesha, atau tiga klesha
sekaligus. Pembunuhan yang didorong oleh klesha kemelekatan
termasuk membunuh binatang untuk mendapatkan kulit, bulu,
atau dagingnya. Membunuh karena dorongan amarah adalah
sesuatu yang mudah dipahami. Membunuh karena ketidaktahuan
terjadi ketika seseorang percaya bahwa aksi ini merupakan praktik
spiritual tertentu. Ini adalah contoh spesifik tindakan membunuh
yang didorong oleh klesha ketidaktahuan, tapi sesungguhnya
ketidaktahuan senantiasa mewarnai setiap pembunuhan.
26
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
27
Mengapa kita membahas hal ini dengan begitu rinci? Mengapa
kita harus memahami kapan sebuah jalan karma menjadi lengkap
atau tidak lengkap? Alasannya sederhana: kalau sampai kita
melakukan sebuah karma buruk, maka kita bisa memastikan agar
jalan karmanya tidak lengkap. Jalan karma yang tak lengkap tentu
saja mengandung konsekuensi yang lebih ringan.
2. Mencuri
Basisnya adalah segala sesuatu yang menjadi hak milik orang
lain, apakah itu rumah, properti, dsb. Pemikiran di balik tindakan
mencakup identifikasi yang tepat atas barang yang hendak
dicuri. Klesha-nya sama, yaitu salah satu dari 3 racun mental.
Tindakannya adalah mengambil barang milik orang lain. Prinsip
untuk pelaku juga sama, yaitu tindakan mencuri bisa dilakukan
oleh diri sendiri atau dengan menyuruh orang lain melakukannya.
Motivasinya adalah mengambil sesuatu yang tidak diberikan.
Tindakannya bisa dilakukan dengan meminjam, melakukan
dengan halus, atau dengan kekerasan. Tindakan mencuri juga
bisa dilakukan dengan cara menipu, misalnya meminjam uang
tanpa keinginan untuk mengembalikan atau meminjam sebuah
barang dengan tujuan untuk menyimpannya sendiri; di sini, tak
ada bedanya apabila seseorang mencuri demi diri sendiri maupun
orang lain. Penyelesaiannya terjadi ketika muncul pikiran,
“Sekarang ini telah menjadi milikku”; artinya, kita mengambil alih
kepemilikan atas sebuah objek. Jika kita mengambil sesuatu tanpa
pemikiran seperti itu, maka jalan karmanya belum lengkap.
28
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
4 Winiscaya-samgrahani.
30
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
4. Berbohong
Basisnya terbagi menjadi 8: sesuatu yang dilihat, didengar,
dibedakan, dan dicerap (berikut 4 kebalikannya). Jadi, berbohong
terjadi ketika seseorang tidak melihat sesuatu tapi mengaku
melihat sesuatu. Atau, ia melihat sesuatu tapi menyangkal telah
melihatnya. Pada dasarnya, segala sesuatu yang kita ketahui
melalui panca indra dan batin tapi kemudian kita sangkal dan
putarbalikkan adalah tindakan berbohong.
Jalan karma berbohong dimulai dengan identifikasi.
Identifikasinya adalah sesuatu yang diketahui tapi kemudian
diubah menjadi sesuatu yang tak sesuai dengan apa yang
diketahui. Misalnya, kita melihat sesuatu tapi kemudian apa yang
dilihat itu diubah menjadi sesuatu yang berbeda dengan apa yang
sebenarnya kita lihat. Klesha yang terlibat adalah salah satu dari
3 racun mental. Motivasinya adalah niat untuk mengubah sesuatu
yang sudah ditangkap melalui identifikasi. Tindakannya sendiri
bisa melalui ucapan maupun non-ucapan (kode tangan, tindakan
fisik, bahasa tubuh, dll).
Tujuan tindakan berbohong bisa untuk diri sendiri maupun
orang lain, dan keduanya sama-sama merupakan jalan karma
hitam. Juga, tak ada bedanya apakah kita mengutarakan
kebohongan itu sendiri atau meminta orang lain melakukannya.
Jalan karma hitamnya menjadi lengkap ketika orang lain
memahami apa yang diucapkan. Jika kita mengatakan sebuah
kebohongan tapi tak ada orang lain yang mendengar atau
memahaminya, maka jalan karmanya tak lengkap dan berubah
31
menjadi karma omong-kosong. Jika tak ada klesha yang terlibat,
jalan karma berbohong juga takkan lengkap.
5. Ucapan memecah-belah
Basisnya bisa siapa saja. Identifikasi dan klesha-nya sama
dengan berbohong. Motivasinya adalah niat untuk mencegah
keakuran antara dua pihak atau membuat mereka menjadi tak
akur. Ucapan memecah-belah terjadi terlepas dari benar atau
tidaknya ucapan tersebut ataupun cara kita mengutarakannya
(dengan kasar atau tidak). Juga, tak ada bedanya apakah ucapan
tersebut ditujukan untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.
Jalan karmanya lengkap ketika salah satu pihak yang hendak
dipisahkan memahami apa yang kita katakan. Kalau tidak, maka
tindakan ini berubah menjadi omong-kosong.
Sumber penjelasan ini berasal dari Rangkuman Tekad, yang
mengatakan: “Penyelesaian jalan perbuatan ini adalah ketika
mereka yang akan dipisahkan memahami ucapan memecah-
belah yang diutarakan.”
6. Ucapan kasar
Basisnya adalah pihak lain yang kita musuhi. Identifikasi dan
klesha yang terlibat sama dengan jalan karma hitam sebelumnya.
Motivasinya adalah niat untuk berbicara dengan cara yang
kasar. Tindakannya berupa mengungkapkan sesuatu yang tak
menyenangkan, apakah itu benar atau salah, mengenai kekurangan
atau cela pada silsilah keluarga, tubuh jasmani, sila, atau
perilaku seseorang. Tindakannya lengkap apabila orang tersebut
memahami apa yang diucapkan.
32
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
7. Omong-kosong
Basisnya adalah ucapan mengenai sebuah topik yang tak
bermanfaat. Identifikasinya adalah kata-kata tak berguna yang
hendak diutarakan. Agar jalan karmanya lengkap, orang lain tidak
perlu mendengarkan ucapan kita; sekadar menuturkannya saja
sudah akan melengkapkan jalan karma kita. Klesha yang terlibat
di sini adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah
niat untuk mengutarakan omong-kosong. Tindakannya adalah
mengutarakan omong-kosong. Penyelesaian terjadi apabila
omong-kosong selesai diucapkan. Lamrim Agung merinci 7 dasar
bagi omong-kosong yang dipaparkan secara rinci. Kita semua bisa
merujuk pada kitab ini untuk memahami jalan karma ini lebih
lanjut.
Demikianlah penjelasan singkat ihwal 4 jalan karma hitam
terkait ucapan. Sekarang, kita akan melihat penjelasan singkat
ihwal 3 jalan karma hitam mental.
8. Keserakahan
Basisnya adalah kekayaan atau barang milik orang lain.
Identifikasinya adalah melihat dasar keserakahan tersebut
sebagaimana adanya, contohnya, mengetahui sesuatu yang
menjadi milik orang lain. Klesha yang terlibat adalah salah satu
dari 3 racun mental.
Motivasinya adalah niat untuk menjadikan harta atau
barang milik orang lain sebagai milik kita. Tindakannya adalah
berjuang untuk mewujudkan niat tersebut dengan memikirkan
cara mendapatkan barang yang diincar. Penyelesaiannya adalah
pemikiran, “Semoga itu menjadi milikku,” atau “Seandainya itu
menjadi milikku.” Tapi, pemikiran itu saja belum cukup untuk
menjadikannya sebagai jalan karma keserakahan yang lengkap.
33
Niat untuk mendapatkan barang milik orang lain belum tentu
merupakan jalan karma keserakahan yang lengkap. Contohnya,
bila kita pergi ke pusat perbelanjaan dan melihat banyak barang
yang membangkitkan ketertarikan, apakah keinginan untuk
mendapatkan mereka sudah merupakan jalan karma keserakahan
yang lengkap? Jawabannya: tidak.
Agar jalan karma keserakahan lengkap, ada 5 syarat yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Memiliki batin yang sangat melekat pada barang milik
sendiri
2. Memiliki batin yang berkeinginan untuk mengumpulkan
harta kekayaan
3. Memiliki batin yang mendambakan barang milik orang
lain
4. Memiliki batin yang mencemburui barang milik orang
lain
5. Memiliki batin yang sepenuhnya diliputi oleh keserakahan,
sikap tak tahu malu, dan sikap yang melupakan tekad
untuk terbebas dari keserakahan.
Untuk poin pertama, jalan karma takkan lengkap apabila kita
tak melekat pada harta benda kita sendiri, tak peduli seberapa
banyaknya mereka. Jadi, kita harus memeriksa diri sendiri untuk
mengetahui apakah kita sebenarnya melekat pada barang milik
kita. Kalau kita tak melakukan pemeriksaan ini, maka kita berisiko
memunculkan keserakahan tanpa kita sadari. Poin kedua merujuk
pada kondisi batin yang senantiasa menginginkan lebih dan lebih.
Poin ketiga adalah kondisi batin yang mendambakan barang milik
orang lain dan ingin mengalami rasanya memiliki barang milik
orang lain. Poin keempat adalah kondisi batin yang cemburu, yang
berniat mengubah barang milik orang lain menjadi milik kita sendiri.
Poin kelima adalah kondisi batin yang sepenuhnya dilingkupi oleh
34
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
9. Niat jahat
Basisnya adalah sesuatu atau seseorang yang kita anggap
tak menarik dan tak menyenangkan. Identifikasi dan klesha yang
terlibat sama seperti sebelumnya. Motivasinya adalah niat untuk
melakukan hal-hal seperti menyerang orang lain. Kita tidak
senang kepada orang tertentu dan berharap sesuatu yang buruk
menimpanya. Hal yang buruk ini bisa kita lakukan sendiri atau
dengan bantuan orang lain, contohnya, mengharapkan orang
lain meninggal atau kehilangan barang miliknya. Jadi, jika kita
memikirkan seseorang dan kemudian membangkitkan niat jahat
agar ia tertimpa musibah, jatuh sakit, mengalami masalah pada
pekerjaannya, dsb, maka ini adalah contoh niat jahat. Contoh
lainnya adalah ketika kita berharap orang lain gagal mengerjakan
sesuatu. Pikiran-pikiran buruk seperti ini bukanlah sesuatu yang
jarang terjadi; sebaliknya, niat jahat adalah sesuatu yang sangat
gampang muncul dalam benak kita.
Untuk tindakannya sendiri, Lamrim Agung melukiskannya
dengan sangat sederhana sebagai “membangkitkan pemikiran
36
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
37
Kalau tidak diperiksa secara teliti, ketiga tahapan ini seolah-
olah merupakan satu rangkaian pemikiran yang sama. Susah
untuk mengetahui perbedaannya masing-masing. Lebih lanjut,
ada 5 kriteria untuk menentukan apakah jalan karmanya lengkap
atau tidak (jika salah satu kriteria ini tak ada, maka jalan karmanya
tak lengkap):
38
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
39
10. Pandangan salah
Basisnya adalah segala sesuatu yang eksis. Dalam konteks
10 jalan karma hitam, pandangan salah merujuk hanya pada
pengingkaran terhadap sesuatu yang memang eksis. Jadi, ia tidak
termasuk pengingkaran terhadap sesuatu yang tak eksis.
Dari ketiga aspek pemikiran di balik sebuah tindakan,
identifikasinya merujuk pada objek yang diingkari. Klesha-nya
adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah niat
untuk mengingkari eksistensi dari sesuatu yang memang eksis.
Tindakannya berupa memegang pandangan yang salah. Sama
seperti penjelasan sebelumnya, tindakan dalam pandangan
salah mengandung intensitas yang lebih kuat daripada motivasi
awalnya.
Ada banyak kemungkinan untuk mengingkari sesuatu yang
memang eksis, tapi ada 4 kriteria utama:
1. Salah mengingkari sebab-sebab
2. Salah mengingkari akibat-akibat
3. Salah mengingkari aktivitas-aktivitas
4. Salah mengingkari entitas-entitas yang eksis
Poin pertama berarti mengingkari adanya sesuatu yang
benar dan salah, atau berpendapat bahwa tak ada yang namanya
perilaku baik dan buruk. Ia juga berarti pengingkaran terhadap
sebab-akibat. Poin kedua berarti mengingkari hasil dari perilaku
baik atau buruk, yang juga berarti mengingkari sebab-akibat.
Poin ketiga terbagi menjadi 3: mengingkari keberadaan ayah
dan ibu, mengingkari kehidupan lampau dan mendatang,
mengingkari eksistensi alam bardo (alam antara). Poin keempat
berarti mengingkari keberadaan makhluk agung seperti Arhat dan
kemungkinan untuk mencapai tingkatan mereka; dengan kata
lain: kemungkinan untuk melenyapkan klesha dan menjadi Arhat.
40
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
41
4
Karma dan Jalan
Karma
Selanjutnya, Lamrim Agung menyatakan bahwa klesha
yang terlibat dalam tahap pemikiran sebuah tindakan tak mesti
sama dengan klesha dalam tahap penyelesaiannya. Bisa jadi
sebuah klesha dalam tahap pemikiran sebuah tindakan berbeda
dengan klesha dalam tahap penyelesaiannya, tapi bisa pula
keduanya sama. Jadi, kita bisa membedakan antara klesha yang
mendorong terjadinya sebuah tindakan dan klesha yang terlibat
pada saat penyelesaian.
Sehubungan dengan pembunuhan, ucapan kasar, dan niat
jahat, kita bisa saja melakukannya karena didorong oleh salah satu
dari 3 racun mental, tapi penyelesaiannya haruslah berupa klesha
sikap bermusuhan atau amarah. Ini cukup mudah dipahami.
Ketiga jenis perbuatan tersebut adalah tindakan yang kasar atau
keras, sehingga membutuhkan sikap bermusuhan atau amarah
agar tindakannya mencapai penyelesaian.
Terkait pencurian, perilaku seksual yang salah, dan
keserakahan, ketiganya bisa dipicu oleh salah satu dari 3 racun
mental, namun penyelesaiannya hanya bisa terjadi melalui
klesha kemelekatan. Sedangkan untuk berbohong, ucapan
memecah-belah, dan omong-kosong, kita bisa melakukan dan
merampungkannya dengan salah satu dari 3 racun mental.
Pandangan salah bisa dilakukan dengan dorongan dari salah satu
3 racun mental, tapi penyelesaiannya hanya bisa terjadi melalui
klesha ketidaktahuan.
Dengan demikian, kita bisa menganalisis 10 jalan karma
untuk membedakan antara karma dan jalan karma. Suatu
tindakan dimulai dari niat, dan niat sendiri adalah karma, tapi
niat tak sama dengan jalan karma. Ketujuh ketidakbajikan fisik
dan ucapan merupakan karma dan jalan karma, sedangkan 3
ketidakbajikan mental adalah jalan karma, bukan karma.
45
Apa itu karma dan jalan karma? Secara umum, karma terbagi
menjadi 2: karma mental dan non-mental (faktor komposisional
tak berasosiasi). Penjelasan dalam Lamrim Agung terkait
pandangan mendalam mengikuti aliran Prasangika5, sedangkan
seluruh penjelasan sebelum pandangan mendalam mengikuti
pandangan umum, yaitu Cittamatra6 dan Madhyamaka7. Jadi,
karma bisa merupakan fenomena mental yang merujuk pada
niat, atau karma bisa berupa faktor komposisional tak berasosiasi
yang merujuk pada jejak karma. Karya Je Tsongkhapa ini sangat
luar biasa karena memaparkan penjelasan yang sangat rinci,
gamblang, dan jelas, dengan didukung oleh sejumlah besar daftar
pustaka, antara lain karya-karya Arya Asanga, Arya Nagarjuna,
serta aneka jenis Sutra.
Tadi sudah disinggung sekilas bahwa niat adalah karma
tapi bukan jalan karma. ‘Niat’ di sini bukan merujuk pada
faktor mental niat yang hadir pada setiap tahapan, tapi niat di
balik sebuah perbuatan, bukan perbuatannya sendiri. Kalau kita
letakkan pada konteks pembagian berdasarkan basis, pemikiran
di balik tindakan, tindakan, dan penyelesaian, kita tahu bahwa
pemikiran di balik tindakan terdiri dari identifikasi, motivasi, dan
klesha. Motivasi di sini merujuk pada niat, yaitu kehendak untuk
melakukan perbuatan, yang muncul sebelum melakukan suatu
perbuatan. Niat ini adalah karma, tapi bukan merupakan jalan
karma. Motivasi merujuk pada niat atau karma, tapi bukan jalan
karma.
Tujuh jalan karma hitam, yang bukan hanya karma tapi juga
merupakan jalan karma, merujuk pada faktor mental “niat” ketika
seseorang sedang membunuh, mencuri, melakukan tindakan
46
Karma dan Jalan Karma
47
5
Bobot dan Kriteria
Karma
Ada 5 sebab yang menentukan bobot sebuah perbuatan.
Seperti dicontohkan pada kasus membunuh, sebab-sebabnya
adalah sebagai berikut.
1. Pembunuhan yang berat karena sikap adalah perbuatan
membunuh yang diakukan dengan 3 racun mental yang
kuat.
2. Pembunuhan yang berat karena tindakannya sendiri
mencakup:
A] Membunuh dengan batin yang menikmati dan merasa
senang karena telah, sedang, atau akan mengambil
nyawa korban
B] Melakukan sendiri tindakan membunuh tersebut,
menyebabkan orang lain melakukannya, dan memuji
tindakan tersebut
C] Melakukannya dengan batin yang senang melihat
pelaksanaan tindakan tersebut serta dengan
perenungan dan persiapan yang panjang
D] Melakukannya terus-menerus dengan tekun dan
dalam jumlah besar
E] Membunuh dengan siksaan
F] Membunuh setelah menakut-nakuti korban untuk
melakukan perbuatan yang tak pantas
G] Membunuh ketika korban dalam kondisi lemah,
menderita, miskin, ataupun ketika korban sedang
melolong atau memohon ampun dengan penuh iba.
51
3. Pembunuhan yang berat karena tiadanya penawar
adalah tindakan yang dilakukan:
A] Ketika tidak mengambil poin latihan harian apa pun
B] Ketika tidak menjaga ikrar satu hari pada penanggalan
bulan baru, ke-8, ke-14, atau ke-15, ataupun ketika
seseorang secara berkala tidak bermurah hati,
mengumpulkan kebajikan, membahas Dharma,
mempersembahkan penghormatan, bangkit
menghormati Guru yang memasuki ruangan,
menangkupkan kedua tangan sebagai bentuk
penghormatan, ataupun memiliki sikap hormat
C] Ketika dari waktu ke waktu tak merasa malu pada
diri sendiri atau orang lain, ataupun tak memiliki
perenungan awal tentang perasaan bersalah yang
mendalam;
D] Ketika tidak sedang mencapai tingkat pembebasan
dari kemelekatan duniawi ataupun pengetahuan
yang jernih tentang ajaran.
4. Pembunuhan yang berat karena melekat pada hal-
hal tak bajik adalah pembunuhan yang dilakukan
dengan bergantung pada salah satu bentuk pandangan
salah. Misalnya, membunuh binatang karena alasan
keagamaan.
5. Pembunuhan yang berat karena dasarnya adalah tindakan
membunuh hewan bertubuh besar, seorang manusia,
janin, orang tua, bibi atau paman, guru, sahabat dekat,
Shrawaka, Bodhisatwa, Arhat, Pratyekabuddha, ataupun
tindakan menyakiti seorang Buddha.
52
Bobot dan Kriteria Karma
55
Berikutnya, kita akan melihat penjelasan singkat mengenai
kriteria perbuatan yang kuat. Di dalam Lamrim Agung, tercantum
4 aspek:
1. Penerima (objek dari sebuah tindakan)
2. Pendukung (agen/pelaku)
3. Objek (barang yang terlibat)
4. Sikap (pemikiran di balik sebuah tindakan)
56
Bobot dan Kriteria Karma
60
6
Akibat Karma
Penjelasan akibat dari berbagai jalan karma bisa dibagi
menjadi 3 kategori:
1. Akibat yang matang sepenuhnya
2. Akibat yang sesuai dengan sebabnya
3. Akibat yang memengaruhi lingkungan
63
jalan karma yang terbagi menjadi basis/dasar, pemikiran di balik
sebuah tindakan, tindakan itu sendiri, dan penyelesaian.
66
Akibat Karma
67
7
Jalan Karma
Putih
Demikianlah penjelasan ihwal jalan karma hitam berikut
akibat-akibatnya. Sekarang, kita akan membahas jalan karma putih
berikut akibat-akibatnya dengan prinsip yang sama seperti jalan
karma hitam, yaitu akibat yang matang sepenuhnya, akibat yang
sesuai dengan sebab, dan akibat yang memengaruhi lingkungan.
Di dalam Lamrim Agung, terdapat penjelasan rinci mengenai jalan
karma putih. Jangan bayangkan jalan karma putih terjadi ketika
seseorang kebetulan sedang tak membunuh atau melakukan
jalan karma hitam lainnya. Seseorang yang kebetulan sedang
tidak membunuh tidak bisa dikatakan sudah mempraktikkan
jalan karma putih menghindari pembunuhan. Kalau demikian
kasusnya, maka kita semua tentunya sudah menghimpun begitu
banyak kebajikan selama masa hidup kita.
Apa yang dimaksud dengan mempraktikkan jalan karma
putih? Ini artinya merenungkan kerugian dan keburukan tindakan
membunuh, mencuri, perilaku seksual yang salah, dst, serta
membangkitkan niat untuk menghindari semua ketidakbajikan
tersebut. Inilah motivasi yang harus ada di dalam praktik jalan
karma putih. Sebuah kutipan dari Nagarjuna mengatakan bahwa
di antara seluruh harta karun ajaran Buddha, yang paling berharga
adalah ajaran tentang kemunculan yang saling bergantungan. Di
dalam ajaran tersebut, ada berbagai tingkatan, dari yang paling
kasar hingga paling halus. Hukum karma termasuk ke dalam ajaran
ini, yaitu hukum tentang bagaimana kebajikan menghasilkan
kebahagiaan dan ketidakbajikan menghasilkan penderitaan.
Tingkatan yang paling halus dalam ajaran kemunculan yang
saling bergantungan ini adalah kesunyataan. Sesungguhnya,
ajaran tentang hukum karma adalah salah satu ajaran Buddha
yang paling berharga, dan merupakan cara yang teramat unggul
dalam memandang dunia ini.
71
Misalnya karma putih menghindari pembunuhan,
Tindakannya adalah menahan diri atau berupaya untuk tidak
membunuh. Ketika kita benar-benar berhasil menghindari
tindakan membunuh, di situlah penyelesaiannya terjadi. Sekilas,
tampaknya hampir tak ada perbedaan antara tindakan dan
penyelesaian. Di sini, perlu diingat bahwa ketika dalam tahap
tindakan, kita memunculkan niat untuk tak membunuh. Di sisi
lain, dalam tahap penyelesaian, tindakan membunuh telah
sepenuhnya berhasil dihindari.
Jalan karma putih menghindari pembunuhan dimulai ketika
kita merenungkan kerugian-kerugian mengambil nyawa makhluk
lain. Kita mulai dengan membayangkan calon korban sebuah
tindakan pembunuhan, yaitu seorang makhluk yang bernyawa,
sama seperti kita sendiri. Seorang makhluk pada dasarnya ingin
bahagia dan tidak ingin menderita. Bagi seorang makhluk hidup
seperti kita sendiri, yang paling berharga adalah nyawa atau
hidupnya. Jika kita mengambil nyawa seorang makhluk, tak ada
lagi cara yang lebih buruk untuk menimbulkan penderitaan pada
dirinya. Dengan pemikiran seperti ini, kita bisa membangkitkan
welas asih yang menuntun pada kesimpulan bahwa kita tidak
ingin menimbulkan penderitaan seperti itu pada siapa pun. Dari
sini, kita sampai pada keputusan bahwa kita akan menghindari
tindakan membunuh.
Perenungan terhadap kerugian membunuh juga bisa
direnungkan dari sisi diri sendiri. Sebuah jalan karma membunuh
yang lengkap akan menghasilkan 3 jenis akibat, yaitu akibat
yang matang sepenuhnya, akibat yang sesuai dengan sebab, dan
akibat yang memengaruhi lingkungan. Pada akibat pertama, kita
akan terlahir kembali di alam rendah. Ini berlaku untuk kasus
pembunuhan mana pun, apakah itu membunuh tanpa alasan atau
membunuh sebagai suatu tindakan profesional. Setelah kelahiran
72
Jalan Karma Putih
73
Contohnya bisa diterapkan pada kasus menghindari
pembunuhan. Basisnya adalah makhluk hidup. Pemikirannya
adalah menyadari kerugian membunuh dan memunculkan
keinginan untuk menghindari pembunuhan. Tindakannya
adalah menahan diri untuk tidak melakukan pembunuhan.
Penyelesaiannya adalah berhasil menahan diri untuk tidak
membunuh.
Prinsip yang sama juga bisa diterapkan pada kasus
menghindari pencurian. Basisnya adalah barang milik orang lain.
Pemikiran di balik tindakan adalah keinginan untuk menghindari
pencurian. Dan seterusnya. Untuk jalan karma putih ketiga,
basisnya adalah menghindari hubungan seksual dengan seseorang
yang tak bebas atau yang tak boleh diajak berhubungan. Dan
seterusnya. Akan sangat baik kalau kita menerapkan 4 unsur pada
keseluruhan jalan karma putih secara lengkap.
Akibat dari jalan karma putih yang matang sepenuhnya
menghasilkan kelahiran sebagai berikut: karma putih paling ringan
menghasilkan kelahiran kembali di alam manusia, karma putih
menengah menghasilkan kelahiran kembali di alam kamaloka,
karma putih paling kuat menghasilkan kelahiran kembali di dua
alam dewa tertinggi.
Dalam kasus menghindari pembunuhan, akibat dari jalan
karma putih yang sesuai dengan sebab adalah berumur panjang,
sehat, bebas penyakit, dst. Perilaku yang dihasilkan oleh tindakan
menghindari pembunuhan adalah kebiasaan dan kesukaan
untuk merawat bentuk kehidupan apa pun, secara alamiah
suka melindungi makhluk hidup, dst. Lingkungan tempat tinggal
bagi orang yang menghindari pembunuhan dipenuhi makanan,
minuman, dan obat-obatan yang bergizi dan berkhasiat, serta
yang cocok untuk dirinya. Hal yang sama berlaku bagi jalan
karma putih lainnya.
74
Jalan Karma Putih
75
8
Memeditasikan
Hukum Karma
Di dalam topik hukum karma, poin “meyakini hukum
karma; sumber segala kebahagiaan” terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Sesi meditasi
2. Sesi di antara periode meditasi
Sesi meditasi terbagi menjadi 3: pendahuluan, meditasi yang
sesungguhnya, dan penutup. Pendahuluan merujuk pada 6 Praktik
Pendahuluan, yang di antaranya terdiri dari membersihkan dan
menyiapkan ruang meditasi serta mengundang ladang kebajikan
untuk keperluan praktik akumulasi, purifikasi, dan persembahan
mandala. Setelah mengundang ladang kebajikan, kita mengajukan
permohonan kepada mereka. Sebelum mengajukan permohonan,
kita mengundang mereka untuk datang dan menyatu dengan
Guru spiritual yang duduk di atas kepala kita. Ladang kebajikan
dan Guru spiritual menyatu dan berubah menjadi sosok Buddha
Shakyamuni di atas kepala kita. Kepada Guru spiritual dalam
wujud Buddha Shakyamuni inilah kita mengajukan permohonan.
Permohonan harus senantiasa disesuaikan dengan topik
yang dimeditasikan. Dalam konteks kali ini, kita mengajukan
permohonan untuk memeditasikan hukum karma.
Kita merenungkan dengan cara berikut: alasan mengapa kita
dan semua makhluk sampai saat ini masih terus berputar-putar
di dalam samsara dan belum bebas adalah karena kegagalan
kita dalam memahami hukum karma serta mengembangkan
keyakinan kokoh padanya. Kita semua masih belum berhenti
melakukan karma buruk dan belum lagi mempraktikkan karma
baik. Akibatnya, kita semua masih terus berputar-putar di dalam
samsara.
Setelah perenungan ini, kita mengajukan permohonan
kepada Guru spiritual yang ada di atas kepala untuk pertama-tama
menghapuskan segala rintangan dan kemudian memunculkan
79
semua kondisi yang menguntungkan bagi praktik. Caranya,
pilihlah satu aspek penjelasan yang telah diberikan, misalnya poin
kepastian karma. Sekarang, kita akan memeditasikan purifikasi
dengan membayangkan munculnya cahaya putih kekuningan dan
amerta sebagai jawaban dari permohonan yang kita ajukan kepada
Guru spiritual di atas kepala kita. Beliau memancarkan cahaya
dan amerta yang mengalir memasuki ubun-ubun dan memenuhi
tubuh kita berikut semua makhluk yang ada di sekeliling kita.
Cahaya dan amerta ini benar-benar memenuhi tubuh dan batin
kita, serta dalam sekejap memurnikan semua penghalang dan
karma buruk yang sudah dikumpulkan sejak waktu tak bermula.
Ibarat ruangan gelap berabad-abad yang tiba-tiba diterangi
oleh pelita, maka kegelapan batin yang disebabkan oleh penghalang
dan karma buruk pun sirna. Sebagai gantinya, tubuh kita menjadi
bening dan bermandikan cahaya, begitu pula dengan tubuh semua
makhluk. Bila ada orang yang menghadapi permasalahan berat,
kita bisa memusatkan perhatian pada mereka. Secara khusus,
kita membayangkan bahwa penderitaan mereka berakhir. Kita
juga bisa memusatkan perhatian pada makhluk-makhluk yang
sedang berada di alam bardo atau alam rendah seperti neraka,
karena pastilah mereka yang berada di sana sedang dipenuhi oleh
ketakutan dan penderitaan yang luar biasa. Jadi, pertama-tama,
kita melakukan visualisasi purifikasi untuk menyingkirkan kondisi-
kondisi yang tidak menguntungkan.
Berikutnya, sekali lagi kita membayangkan cahaya putih
kekuningan dan amerta mengalir dari Guru spiritual yang
mengambil bentuk Guru Munendra Wajradhara yang duduk di
atas kepala kita. Cahaya dan amerta ini memasuki tubuh kita dari
ubun-ubun dan menganugerahkan berkah dari tubuh, ucapan,
dan batin beliau serta seluruh realisasi beliau atas Lamrim.
Cahaya dan amerta mengalir memenuhi tubuh kita dan semua
80
Memeditasikan Hukum Karma
81
menyenangkan, tak menyenangkan, ataupun netral. Ingat kembali
apa yang diajarkan oleh Buddha, yaitu bahkan aspek penderitaan
terkecil yang dialami seorang Arhat merupakan akibat dari karma
buruk masa lampaunya. Sama halnya, semilir angin sejuk singkat
yang mengipasi seorang makhluk neraka merupakan buah
dari karma baik yang pernah dilakukannya di masa lampau.
Inilas alasan kenapa karma itu bersifat pasti, dan dari sini kita
membangkitkan keyakinan bahwa memang perasaan
menyenangkan muncul dari karma baik dan perasaan tak
menyenangkan muncul dari karma buruk. Kebalikan dari hal ini
adalah sesuatu yang mustahil terjadi.
Setelah merenungkan kepastian karma, berikutnya kita
membangkitkan keyakinan pada pertumbuhan karma yang pesat.
Sebuah karma akan berkembang dan berlipat ganda. Begitu
diciptakan, karma akan terus bertumbuh dan menghasilkan akibat
yang jauh lebih besar walaupun ia dimulai dengan sebuah sebab
yang kecil. Sebuah benih yang kecil bisa menghasilkan tumbuhan
yang besar, namun pertumbuhan karma bahkan jauh lebih besar
dan pesat lagi. Walaupun seseorang hanya melakukan karma
buruk yang kecil, tapi kalau karma buruk ini tidak dimurnikan,
maka esok harinya karma itu telah berlipat ganda. Pada hari
berikutnya lagi, karma yang telah berlipat ganda akan mengalami
perkembangan lagi, demikian seterusnya. Jadi, sebuah karma yang
kelihatannya kecil bisa berkembang menjadi sangat besar seiring
berjalannya waktu. Oleh sebab itu, kita harus bertekad untuk tidak
melakukan karma buruk yang paling kecil sekali pun. Kalau sudah
melakukannya, karma buruk itu tidak boleh diabaikan begitu saja,
tapi justru harus diberikan penawarnya.
Selanjutnya, kita merenungkan bahwa kita tidak bisa
mengalami akibat dari karma yang tidak kita lakukan. Selain itu,
karma yang telah diciptakan juga tidak akan lenyap begitu saja.
82
Memeditasikan Hukum Karma
83
9
Tinjauan Ulang
Guru Atisha mengatakan “Hidup ini singkat, namun hal
yang mesti dipelajari sungguh amat banyak. Kita tak tahu berapa
lama waktu yang tersisa. Seperti angsa yang memisahkan susu
dari air, capailah tujuan-tujuan terpenting semata.”
Jadi, memang betul bahwa hidup ini singkat. Di antara kita,
ada yang berada pada tahapan awal hidupnya, ada yang sudah
masuk ke pertengahan, dan ada juga yang sudah di periode akhir.
Di tahap mana pun kita berada saat ini, secara umum hidup ini
singkat. Di sisi lain, hal-hal yang harus dipelajari dan dikerjakan
tidak pernah berakhir. Belum selesai kita belajar satu hal, sudah
muncul hal lain. Belum beres kita mengerjakan satu hal, sudah
datang pekerjaan lainnya. Jadi, sungguh tak ada batasan terkait
apa yang mesti dipelajari dan dilakukan. Tidak mungkin kita bisa
melakukan segala hal.
Kita juga tidak tahu seberapa banyak waktu yang tersisa dalam
hidup ini. Jadi, tentu saja kita tidak bisa mengejar segala rencana
dan tujuan, karena rencana dan tujuan tidak akan pernah habis.
Seperti seekor angsa yang hanya memusatkan perhatiannya pada
apa yang bermanfaat dan penting, kita juga harus memusatkan
perhatian untuk mencapai tujuan-tujuan terpenting — yang
mencakup tidak hanya kehidupan saat ini tapi juga kehidupan-
kehidupan mendatang.
Kata yang digunakan dalam bahasa Tibet untuk “tujuan”
secara harfiah merujuk pada kegiatan atau aktivitas. Ketika
dikatakan bahwa kita harus mencapai tujuan terpenting, Guru
Atisha tidak merujuk pada tujuan sementara, melainkan tujuan
tertinggi. Artinya, kita tidak hanya mengejar tujuan-tujuan pada
kehidupan saat ini saja, tapi juga tujuan-tujuan yang jangkauannya
lebih luas dan jauh, yaitu kebahagiaan sejati dan terhentinya
penderitaan, bukan sekadar kebahagiaan sementara.
87
Guru Atisha mendorong kita untuk mencapai kebahagiaan
stabil yang definitif, bukan kebahagiaan sementara yang
hanya mengatasi penderitaan sementara. Beliau mendorong
kita untuk mengatasi penderitaan secara pasti atau definitif.
Ini adalah karakteristik khusus dalam ajaran Buddhisme. Ciri
khas ajaran Buddhis adalah mengutamakan faktor batin, yaitu
mengembangkan batin, meningkatkan kualitas-kualitas positif,
dan membuang sikap-sikap negatif; inilah cara untuk mencapai
kebahagiaan dan mengatasi penderitaan.
Cara pandang dan pikir seperti ini adalah ciri khas Buddhisme.
Wasubandhu mengatakan, “Dari karma, muncullah banyak dunia
berikut makhluknya.” Chandrakirti mengatakan, “Dari batin kita,
muncullah dunia ini berikut dunia-dunia lainnya. Ada dunia yang
kondisinya baik dan ada yang buruk. Di dalam semua kondisi ini,
banyak makhluk yang mendapatkan pengalaman berbeda-beda.”
Kesimpulannya, keseluruhan dunia kita berasal dari karma yang
diciptakan oleh semua makhluk. Ketika dikatakan bahwa seluruh
dunia berasal dari karma, ini merujuk pada batin, yaitu karma
sebagai faktor mental “niat.”
Ketika membahas karma, seringkali orang-orang beranggapan
bahwa karma adalah sebuah fenomena yang berlaku secara
umum untuk banyak orang. Tapi, sebenarnya bukan demikian.
Sesungguhnya, karma adalah sesuatu yang sangat spesifik dan
personal. Masing-masing orang membawa karmanya sendiri-
sendiri.
Saat ini, di antara penderitaan dan kebahagiaan, kita relatif
mengalami lebih banyak kebahagiaan daripada penderitaan
karena kita terlahir di alam yang baik. Kita bisa terlahir di alam
yang baik karena karma kita. Pertanyaannya: apa yang akan terjadi
pada kelahiran yang akan datang? Itu bergantung pada karma
yang kita hasilkan dalam kehidupan saat ini. Jadi, karma-karma
88
Tinjauan Ulang
92
Tinjauan Ulang
93
Dalam Puja Guru, Panchen Lama Lobsang Chökyi Gyaltsen
mengatakan bahwa kita harus berpikir dengan cara seperti ini:
“Walaupun seluruh dunia dan semua makhluk di dalamnya
dipenuhi oleh buah dari utang karma mereka berikut segala
penderitaan tak dikehendaki yang jatuh menimpa laksana hujan,
kami mohon berkah darimu agar bisa melihat penderitaan ini
sebagai sebuah jalan, sebagai sebuah sebab yang menghabiskan
akibat-akibat dari karma buruk kami sendiri.”
Makna dari kutipan ini adalah mengubah sebuah kondisi
yang buruk menjadi jalan atau kualitas spiritual. Sebelumnya,
Guru Atisha menyinggung tentang “tujuan-tujuan terpenting”,
yaitu tujuan utama yang membawa kebahagiaan. Cara mencapai
tujuan ini adalah dengan melakukan transformasi batin, yaitu
melatih batin sesuai dengan instruksi. Dan di antara semua
instruksi, kita sudah bertemu dengan instruksi yang terbaik, yaitu
Lamrim.
Sebagai penutup, saya berharap agar kita semua bisa berupaya
sebaik-baiknya untuk memeditasikan dan mempraktikkan ajaran,
yang pastinya akan bermanfaat bagi diri kita sendiri. Kita juga
harus berdoa agar semua makhluk yang jumlahnya tak terhingga
bisa memperoleh dan meningkatkan kebahagiaan dan kedamaian
batin mereka.
Selanjutnya, kita harus senantiasa mengingat bahwa proses
belajar sangat bermanfaat kapan pun kita mengalami masalah
dalam hidup ini. Faktanya, dalam seluruh kehidupan kita, belajar
adalah sahabat terbaik dalam menghadapi segala kondisi. Di sini,
maksud dari belajar adalah merenung dan bermeditasi dengan
dilandasi motivasi yang baik. Aktivitas belajar apa pun semestinya
memang dilandasi oleh motivasi yang baik sehingga ia bisa
menjadi bagian dari praktik kita. Hanya dengan cara inilah kita
bisa mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Aktivitas belajar
94
Tinjauan Ulang
95
Daftar Pustaka
Sumber Sanskerta:
Abhidharma-kosa-bhasya (Komentar Atas Risalah Abhidharma).
Oleh Wasubandhu. Sumber lain tak diketahui.
Madhyamaka-watara (Pengantar Menuju Jalan Tengah). Oleh
Chandrakirti. Sumber lain tak diketahui.
Ratna-wali atau Ratna-mala (Untaian Berharga atau Untaian
Permata). Oleh Nagarjuna. Sumber lain tak diketahui.
Winiscaya-samgrahani (Rangkuman Tekad). Oleh Asanga. Sumber
lain tak diketahui.
Yogacara-bumi (Wacana Tahapan Praktik Yoga). Oleh Asanga.
Sumber lain tak diketahui.
Sumber Tibet
Gomchen Lamrim (Lamrim Meditator Agung). Oleh Ngawang
Drakpa. Sumber lain tak diketahui.
Lama Choepa (Puja Guru). Oleh Lobsang Choekyi Gyaltsen.
Sumber lain tak diketahui.
96
Glosarium
Abhiseka: Inisiasi pemberkahan dalam tradisi Tantrayana untuk
mengizinkan sekaligus memuluskan langkah praktisi dalam
menapaki praktik spiritual tertentu.
Arhat: secara harfiah bermakna “seorang yang berharga atau
sempurna”. Merujuk pada seseorang yang telah mencapai
pembebasan namun belum meraih Kebuddhaan.
Berlindung: dalam Buddhisme, istilah ini dikenal dengan nama
“Trisarana”. Merujuk pada upaya mencari perlindungan kepada
Triratna dalam rangka menghindari penderitaan dan menemukan
kebahagiaan sejati.
Bodhisatwa: secara harfiah bermakna “makhluk pencerahan”.
Merujuk pada seseorang yang, setelah dimotivasi oleh bodhicita,
terdorong untuk mencapai Kebuddhaan demi kepentingan semua
makhluk.
Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang
diajarkan oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India
yang telah berhasil mencapai pencerahan dan kemahatahuan,
serta memutus rantai keberadaannya di dalam samsara. Tujuan
tertinggi yang ingin diraih oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah
Kebuddhaan, sebuah keadaan di mana seseorang memiliki semua
kualitas yang dimiliki oleh seorang Buddha.
Dharma: secara harfiah bermakna “ajaran”. Dalam konteks
ini, ajaran yang dimaksud adalah ajaran yang asli berasal dari
perkataan Sang Buddha.
Jetsun: Dapat diartikan sebagai “yang mulia”. Di sini, kemuliaan
merujuk pada fakta bahwa seseorang telah menolak segala hal-
ihwal duniawi dan sepenuhnya berfokus untuk meraih pencerahan.
97
Geshe: gelar kesarjanaan yang diraih dari proses pembelajaran
dalam sistem filsafat Buddhis Tibet.
Karma: secara sederhana bermakna “tindakan”. Dengan
demikian, hukum karma merujuk pada suatu hukum yang
mengatur tindakan, atau lebih tepatnya, hukum yang mengatur
bagaimana terjadinya dan berbuahnya sebuah tindakan.
Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada
kondisi-kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan
kita menjadi tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri
hati, kesombongan, kemelekatan, dst.
Lamrim: secara harfiah bermakna “jalan bertahap menuju
pencerahan”. Merujuk pada kumpulan kitab yang menjelaskan
dan mengajarkan tata cara untuk mencapai Kebuddhaan secara
lengkap dan sistematis, sesuai dengan kapasitas setiap individu
yang mempelajarinya.
Mahayana: secara harfiah bermakna “kendaraan besar”. Sama
halnya dengan kasus Hinayana, kata “besar”di sini tidak merujuk
pada semacam tingkatan atau hierarki, melainkan pada kapasitas
batin yang dimiliki oleh seorang praktisi, atau lebih tepatnya, pada
fakta bahwa seorang praktisi menapaki jalan spiritual dengan
tujuan untuk membantu semua makhluk terbebas dari samsara.
Nirwana: sebuah kondisi di mana seseorang telah sepenuhnya
terbebas dari keharusan untuk terlahir kembali secara berulang-
ulang di dalam samsara.
Panca Dhyani Buddha atau 5 Buddha Kebijaksanaan adalah
perwakilan dari 5 kualitas seorang Buddha. Wairocana:
ajaran Dharma yang merangkul semua dan melenyapkan
ketidaktahuan, Amoghasidhi: keberanian yang mencapai semua
dan melenyapkan iri hati dan cemburu, Amitabha: meditasi yang
mencari kebenaran dan melenyapkan egoisme dan kemelekatan,
98
Ratnasambhawa: pemberian yang tak pilih kasih dan melenyapkan
keangkuhan dan keserakahan, Akshobhya: kerendahan hati yang
non-dualis dan melenyapkan amarah.
Paramita: secara harfiah bermakna “penyempurnaan/
kesempurnaan”. Di sini, ada 6 hal yang hendak disempurnakan,
yaitu: dana (kemurahan hati), sila (disiplin moral), kshanti
(kesabaran), wirya (upaya bersemangat), samadhi (konsentrasi),
prajna (kebijaksanaan).
Pratyekabuddha: secara harfiah bermakna “Buddha yang
sendiri”. Merujuk pada seseorang yang mampu mencapai
pembebasan dengan upaya sendiri tanpa bantuan guru. Ini
utamanya merujuk pada fakta bahwa seseorang mampu mencapai
pembebasan bahkan di masa ketika Buddha dan ajarannya tidak
atau belum muncul di dunia ini.
Samsara: lingkaran keberadaan yang tak mempunyai awal
ataupun akhir. Setiap makhluk yang belum terbebas dari lingkaran
ini harus mengalami siklus kelahiran dan kematian tanpa henti.
Sangha: secara harfiah bermakna “majelis” atau “komunitas”.
Dalam Buddhisme, istilah ini secara umum merujuk pada
komunitas kebiaraan yang terdiri dari para biksu atau biksuni,
atau dengan kata lain, kumpulan orang-orang yang menjaga
ikrar-ikrar kebiaraan.
Sidhi: Pencapaian supraduniawi atau supranatural yang diraih
melalui latihan spiritual tertentu.
Skandha: secara harfiah bermakna “agregat” atau “kumpulan”.
Merujuk pada 5 hal yang menyusun keberadaan seorang makhluk
hidup. Terdiri dari: rupa, perasaan, persepsi, niat, dan kesadaran.
Sutra: secara harfiah bermakna “wacana” atau “benang”.
Meskipun pada awalnya hadir dalam bentuk lisan, di kemudian
hari Sutra merujuk pada kumpulan kitab yang menjadi landasan
bagi tradisi-tradisi keagamaan di India.
99
Tantra: secara harfiah bermakna “tenunan”. Merujuk pada tradisi
esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.
Tirthika: penganut filsafat ekstremisme yang menjadi lawan
intelektual utama dari Buddhisme.
Triratna: secara harfiah bermakna “tiga permata”. Merujuk pada
Buddha, Dharma, dan Sangha.
Uposatha: dikenal juga dengan nama upawasatha. Merupakan
hari di mana umat Buddhis menjaga sila (5 atau 8 sila) selama
sehari penuh.
Yana: secara harfiah bermakna “kendaraan”. Merujuk pada
jalan atau metode yang diusung oleh sebuah sistem filsafat untuk
mencapai tujuannya secara sistematis. Misalnya: Sutrayana,
Tantrayana, Mahayana, dst.
100
Bagaimana Menghormati
Buku Dharma
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan
semua makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana
mempraktikkan ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup
kita, sehingga kita menemukan kebahagiaan yang kita idamkan.
Oleh karena itu, apapun benda yang berisi ajaran Dharma, nama
dari guru kita atau wujud-wujud suci adalah jauh lebih berharga
daripada benda materi apapun dan harus diperlakukan dengan
hormat. Agar terhindar dari karma tak bertemu dengan Dharma lagi
di kehidupan yang akan datang, mohon jangan letakkan buku-buku
(atau benda-benda suci lainnya) di atas lantai atau di bawah benda
lain, melangkahi atau duduk di atasnya, atau menggunakannya
untuk tujuan duniawi seperti untuk menopang meja yang goyah.
Mereka seharusnya disimpan di tempat yang bersih, tinggi dan
terhindar dari tulisan-tulisan duniawi, serta dibungkus dengan kain
ketika sedang dibawa keluar. Ini hanyalah beberapa pertimbangan.
Jika kita terpaksa membersihkan materi-materi Dharma, maka
mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong sampah,
namun sebaiknya dibakar dengan perlakuan khusus. Singkatnya,
jangan membakar materi-materi tersebut bersamaan dengan
sampah-sampah lain, namun sebaiknya terpisah sendiri, dan
ketika mereka terbakar, lafalkanlah mantra OM AH HUM. Ketika
asapnya membubung naik, bayangkan bahwa ia memenuhi seluruh
angkasa, membawa intisari Dharma kepada seluruh makhluk di 6
alam samsara, memurnikan batin mereka, mengurangi penderitaan
mereka, serta membawa seluruh kebahagiaan bagi mereka, termasuk
juga pencerahan. Beberapa orang mungkin merasa bahwa praktik
ini sedikit kurang biasa, namun tata cara ini dijelaskan menurut
tradisi. Terima kasih.
101
Dedikasi
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan,
membaca, merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak
lain, semoga semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat
selalu, semoga Dharma menyebar ke seluruh cakupan angkasa
yang tak terbatas, dan semoga semua makhluk segera mencapai
Kebuddhaan.
Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku
ini berada, semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan,
penyakit, luka cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan,
semoga hanya terdapat kemakmuran besar, semoga segala sesuatu
yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah, dan semoga
semuanya dibimbing hanya oleh Guru Dharma yang terampil,
menikmati kebahagiaan dalam Dharma, memiliki cinta kasih dan
welas asih terhadap semua makhluk, semata memberi manfaat
pada sesama, serta tak pernah menyakiti satu sama lain.
102
Tentang Penerbit
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT PADI EMAS. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA
BANTUAN ANDA?
Titktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org