Anda di halaman 1dari 116

Dagpo Rinpoche

Penerbit Saraswati
Dibabarkan oleh: Yang Mulia Dagpo Rinpoche pada tanggal 21 - 24 Februari 2013
di Biezenmortel, Belanda

Diterjemahkan lisan dari bahasa Tibet ke bahasa Inggris: Rosemary Patton


Penerjemah dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia: Candri Jayawardhani
Penyunting: Stanley Khu
Perancang sampul: Listya Dharani S. R.
Penata letak: Karunika Devi S.R.

Hak cipta naskah terjemahan Indonesia ©2018 Penerbit Saraswati

ISBN 978-602-61702-0-0

Penerbit Saraswati
Email: penerbitsaraswati@gmail.com

Distributor Lamrimnesia
HP/WA: +62 812 2281 6044
f: facebook.com/lamrimnesia
email: info@lamrimnesia.org
website: www.lamrimnesia.org

Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014


tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana Pasal 113 ayat (3) dan (4):

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja
dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak
Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Daftar Isi
Kata Pengantar v
Biografi Singkat Dagpo Rinpoche vii

1. Pendahuluan 1
2. Karma menurut Lamrim 9
3. Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah 21
4. Karma dan Jalan Karma 43
5. Bobot dan Kriteria Karma 49
6. Akibat Karma 61
7. Jalan Karma Putih 69
8. Memeditasikan Hukum Karma 77
9. Tinjauan Ulang 85

Daftar Pustaka 96
Glosarium 97
Menghormati Buku Dharma 101
Dedikasi 102
Kata Pengantar
Mengetahui dan memahami perbedaan tingkat keseriusan
suatu perbuatan sangatlah penting. Dengan pemahaman tersebut,
kita bisa berhati-hati dalam segala tindak-tanduk dan perilaku.
Kita tidak boleh melakukan perbuatan buruk terhadap orang yang
berjasa pada kita, memiliki kualitas seperti orang yang rendah hati
atau yang berada dalam kondisi terpuruk dan menderita. Karena
perbuatan buruk yang dilakukan terhadap mereka lebih berat.
Jadi, pengetahuan ini sangat penting dan merupakan pedoman
berharga bagi kita untuk berperilaku dan bersikap lebih hati-hati
dalam berhubungan dengan orang-orang tertentu.
Pengetahuan yang dimaksud di sini tidak sama dengan
pengetahuan dalam artian umum, tapi merujuk pada
pengetahuan akan efek dari perilaku seseorang. Artinya, semakin
seseorang menyadari kesalahan dari sebuah ketidakbajikan yang
dilakukannya, makin semakin ringan tingkat keseriusan karma
buruknya. Kalau seseorang memiliki banyak pengetahuan, tapi
dia tidak menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri, maka
karma buruk yang dilakukannya jauh lebih serius. Penerbit
menyadari banyaknya manfaat yang diperoleh dari buku ini dan
menerbitkannya agar dapat dipahami dan dipraktikkan oleh para
pembaca.

Penerbit Saraswati

v
Biografi Singkat
Dagpo Rinpoche juga dikenal dengan nama Bamchoe
Rinpoche, dilahirkan pada tahun 1932 di distrik Kongpo, sebelah
tenggara Tibet. Pada usia dua tahun, beliau dikenali oleh H.H.
Dalai Lama ke-13 sebagai reinkarnasi dari Dagpo Lama Rinpoche
Jamphel Lhundrup. Ketika berusia enam tahun, beliau memasuki
vihara Bamchoe, di dekat distrik Dagpo. Di vihara tersebut, beliau
belajar membaca dan menulis, juga mulai belajar dasar-dasar
sutra dan tantra. Pada usia tiga belas tahun, beliau memasuki
vihara Dagpo Shedrup Ling untuk mempelajari lima topik utama
dari filosofis Buddhis, yaitu: Logika, Paramita, Madhyamika,
Abhidharma, dan Vinaya.
Setelah belajar selama 11 tahun di Dagpo Shedrup Ling,
Dagpo Rinpoche melanjutkan studinya di Vihara Universitas
Drepung. Vihara Universitas Drepung ini terletak di dekat kota
Lhasa. Beliau belajar di salah satu dari empat universitas yang
dimiliki vihara tersebut, yaitu Gomang Dratsang. Di sana beliau
memperdalam pengetahuan tentang filosofi Buddhis dan
khususnya beliau belajar filosofi berdasarkan buku pelajaran
(textbook) dari Gomang Dratsang, yaitu komentar dari Jamyang
Shepa. Selama beliau tinggal di Gomang Dratsang (dan kemudian
juga ketika di pengungsian, di India dan Eropa), beliau belajar di
bawah bimbingan Guru dari Mongolia yang termasyhur Geshe
Gomang Khenzur Ngawang Nyima Rinpoche. Karena tempat
belajar beliau tidak jauh dari Lhasa sebagai ibukota Tibet, beliau
juga berkesempatan untuk menghadiri banyak ceramah Dharma
dan menerima banyak transmisi lisan dari beberapa guru yang
berbeda. Oleh karena itu, Rinpoche adalah salah satu dari sedikit
Lama (Guru) pemegang banyak silsilah ajaran Buddha.

vii
Selama ini, Dagpo Rinpoche, yang bernama lengkap Dagpo
Lama Rinpoche Lobsang Jhampel Jhampa Gyatso, telah
belajar dari 34 guru Buddhis, khususnya dua tutor (pembimbing)
dari H.H. Dalai Lama ke-14, yaitu Kyabje Ling Rinpoche dan
Kyabje Trijang Rinpoche, dan juga dari H.H. Dalai Lama ke-14
sendiri. Di bawah bimbingan mereka, Rinpoche belajar Lima
Topik Utama dan Tantra (beliau telah menerima banyak inisiasi
dan menjalani retret). Selain itu, beliau juga belajar astrologi,
puisi, tata bahasa, dan sejarah.
Beliau belajar di Gomang Dratsang hingga penyerbuan
komunis ke Tibet tahun 1959. Pada tahun itu, di usia 27 tahun,
beliau menyusul H.H. Dalai Lama ke-14 dan guru-guru Buddhis
lainnya, menuju pengasingan di India. Tidak lama setelah
kedatangannya di India, beliau diundang ke Perancis untuk
membantu para Tibetologis Perancis dalam penelitian mereka
tentang agama dan budaya negeri Tibet. Para ilmuwan Eropa ini
tertarik untuk mengundang beliau karena keintelektualan serta
pemikiran beliau yang terbuka (open minded). Dengan nasehat
dan berkah dari para gurunya, beliau memenuhi undangan
tersebut dan mendapat beasiswa Rockefeller. Beliau adalah
Lama pertama yang tiba di Perancis. Beliau mengajar Bahasa
dan Budaya Tibet selama 30 tahun di School of Oriental Studies,
Paris. Setelah pensiun, beliau tetap melanjutkan studi dan riset
pribadinya. Beliau telah banyak membantu menyusun buku
tentang Tibet dan Buddhisme, juga berpartisipasi dalam berbagai
program di televisi dan radio.
Setelah mempelajari Bahasa Perancis dan Inggris serta
menyerap pola pikir orang barat, pada tahun 1978 beliau akhirnya
bersedia untuk mulai mengajar Dharma mulia dari Buddha
Sakyamuni. Pada tahun itu, beliau mendirikan pusat Dharma yang
bernama Institut Gahden Ling di Veneux-Les Sablons, Perancis. Di
tempat inilah, beliau memberikan pelajaran tentang Buddhisme,
doa, serta meditasi. Sejak tahun 1978 hingga sekarang beliau
viii
telah banyak mengunjungi berbagai negara, diantaranya ke Italia,
Belanda, Jerman, Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Beliau mulai mengunjungi Indonesia pada tahun 1989.
Sejak itu, setiap tahun beliau secara rutin ke Indonesia untuk
membabarkan Dharma, memberikan transmisi ajaran Buddha,
khususnya ajaran Lamrim, dan memberikan beberapa inisiasi
serta berkah.

RIWAYAT MASA LAMPAU


Dagpo Rinpoche yang sekarang, dikenali oleh H.H.Dalai
Lama ke-13 sebagai reinkarnasi dari Dagpo Lama Rinpoche
Jhampel Lhundrup. Dagpo Rinpoche terdahulu ini sebelumnya
sudah dikenali sebagai reinkarnasi seorang mahaguru yang berasal
dari Indonesia yang bernama Suvarnadwipa Dharmakirti
(Serlingpa). Suvarnadwipa terlahir dalam keluarga Sri-Vijayendra-
aja (Raja Sriwijaya), yang juga merupakan bagian dari keluarga
Sailendravamsa (Dinasti Sailendra, di Yavadwipa), karena Sri-
Maharaja Balaputradewa (Raja Sriwijaya) adalah putra dari Sri-
Maharaja Smaratungga (Raja Sailendra). Wangsa Sailendra-lah
yang membangun Candi Borobudur. Keluarga leluhur Rinpoche
juga berperan dalam Perguruan Tinggi Agama Buddha Nalanda,
yang berkembang pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7. Suvarnadwipa kemudian menjadi Biksu dengan
nama ordinasi Dharmakirti. Beliau melatih diri di berbagai tempat,
termasuk juga belajar ke India. Berkat usahanya yang keras dan
himpunan kebajikannya yang sangat banyak, akhirnya beliau
berhasil mencapai realisasi tertinggi sebagai seorang Bodhisatwa.
Kemasyhuran beliau sebagai seorang guru Mahayana, khususnya
ajaran Bodhicitta tersebar jauh hingga ke India, Cina, serta Tibet.
Di Tibet beliau dikenal dengan nama Lama Serlingpa.
Atisha menempuh perjalanan selama 13 Bulan melalui laut
dari India, dengan kondisi yang sangat sulit, untuk bertemu dengan
Suvarnadwipa di Indonesia, untuk mendapatkan instruksi tentang
ix
Bodhicitta (tekad mencapai Kebuddhaan demi kebaikan semua
makhluk) dari beliau. Suvarnadwipa memberikan transmisi ajaran
yang berasal dari Manjushri, yaitu “Menukar Diri Sendiri dengan
Makhluk Lain” (Exchanging Self and Others). Setelah belajar
dari Suvarnadwipa, Atisha kembali ke India dan kemudian di
undang ke Tibet. Di sana Atisha memainkan peranan yang sangat
penting untuk membawa pembaharuan bagi Agama Buddha.
Atisha menjadi salah satu mahaguru yang sangat dihormati dalam
Agama Buddha Tibet. Kedua guru besar ini, Suvarnadwipa dan
Atisha, bertemu kembali dalam masa sekarang dalam hubungan
guru-murid yang sama, yaitu ketika Atisha terlahir kembali sebagai
Pabongkha Rinpoche dan menerima ajaran tentang Bodhicitta
dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup. Dagpo Lama
Rinpoche Jhampel Lhundrup ini mempunyai peranan yang
sangat penting bagi Buddhisme Tibet dengan menghidupkan
kembali ajaran Lamrim di bagian selatan Tibet. Beliau sangat
terkenal atas penjelasannya tentang Lamrim dan atas realisasi
beliau akan Bodhicitta. Banyak guru Lamrim pada masa itu
yang mendapatkan transmisi dan penjelasan Lamrim dari Beliau
sehingga mendapatkan realisasi atas ajaran Lamrim tersebut.
Silsilah kelahiran kembali Dagpo Rinpoche lainnya sangat
banyak. Termasuk guru-guru besar seperti Bodhisatwa Taktungu
yang hidup pada masa Buddha terdahulu. Beliau rela menjual
sepotong dagingnya untuk memberi persembahan kepada
gurunya. Selain itu, yogi India bernama Virupa dan cendekiawan
Gunaprabha juga diyakini adalah reinkarnasi dari Rinpoche.
Di Tibet sendiri, guru-guru yang termasuk ke dalam silsilah
Dagpo Rinpoche adalah Marpa Lotsawa Sang Penerjemah, yang
mendirikan sekte Buddhis Kagyu. Beliau terkenal karena menjadi
guru yang membimbing Jetsun Milarepa mencapai pencerahan
dengan latihan yang sangat keras. Selain itu juga, Londroel
Lama Rinpoche, guru meditasi dan cendekiawan yang penting
pada abad ke-18, siswa dari H.H. Dalai Lama ke-7. Seperti
x
juga Milarepa, Londroel Rinpoche juga mempunyai masa muda
yang sulit. Beliau menjadi salah satu guru terkemuka pada abad
tersebut, dan guru dari para cendekiawan di antaranya Jigme
Wangpo. Beliau juga menyusun risalah sebanyak 23 jilid. Pada
masa kini, sejumlah Kepala Vihara Dagpo Shedrup Ling juga
termasuk dalam reinkarnasi Rinpoche sebelumnya.

xi
1
Pendahuluan
Tujuan terpenting dalam menyimak sebuah ajaran adalah
agar kita bisa mengendalikan batin kita dan benar-benar sanggup
menguasainya. Kondisi kita saat ini tentu adalah kebalikannya.
Saat ini, kita dikuasai dan dikendalikan oleh batin, tepatnya oleh
klesha yang bertindak sesuka hati. Kesampingkan orang-orang
yang memang sedang sakit, karena mereka berada dalam kondisi
yang berbeda. Tapi, sejauh menyangkut orang-orang yang berada
dalam kondisi normal, kapan pun muncul situasi yang tidak disukai,
maka mereka akan dengan sangat mudah bereaksi secara negatif.
Orang-orang gampang bereaksi hanya karena sedikit provokasi
saja, misalnya sekilas pandangan yang tidak menyenangkan
atau beberapa patah kata yang kasar. Kondisi ini terjadi akibat
kurangnya kendali atas batin. Kita tidak mampu menahan diri
untuk tidak bereaksi secara negatif kalau terjadi sesuatu yang tidak
sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Barangkali kita mengalami kebahagiaan hingga tingkat
tertentu dalam hidup ini, lalu sesuatu terjadi dan kita serta-merta
kehilangan kebahagiaan tersebut. Segala sesuatu bisa berubah.
Pada waktu tertentu, barangkali segalanya berjalan lancar, tapi
kemudian tiba-tiba saja terjadi sesuatu. Kita kehilangan kendali
atas situasi di sekeliling kita berikut batin kita sendiri, dan akhirnya
mengalami kesedihan.
Jika kita ingin mendapatkan kedamaian batin, hanya ada
satu hal yang harus dilakukan, yaitu mengembangkan batin. Kita
harus mengendalikan batin kita sendiri. Kalau sampai kita gagal
melakukan tugas yang satu ini, dan sebaliknya malah memusatkan
perhatian pada hal-hal lain seperti berjuang meraih keamanan
finansial, mengumpulkan sahabat, menumpuk kekayaan, dsb,
maka tidak mungkin kita bisa meraih kebahagiaan stabil yang
diinginkan. Segala bentuk kebahagiaan yang di luar kendali batin
hanyalah kesenangan sementara yang sifatnya tidak stabil.
3
Untuk meraih dan mempertahankan kebahagiaan yang
stabil, kita harus mengendalikan batin. Kita bisa merenungkan
kebenaran dari pernyataan ini. Dan memang, alangkah baiknya
bila kita tak menelan begitu saja pernyataan yang demikian
hanya semata-mata karena seorang Guru telah mengatakannya.
Namun, perenungan ini pun jangan dibatasi hanya pada tingkatan
intelektual atau abstrak saja. Kita harus mengaitkannya dengan
pengalaman hidup kita sendiri, dengan kejadian-kejadian nyata
dalam hidup kita sendiri. Tak ada keraguan ihwal kemampuan kita
untuk melakukan ini.
Hidup kita bergantung pada diri kita sendiri. Bukan
berarti faktor-faktor eksternal sama sekali tak berperan, namun
secara esensial kebahagiaan kita bergantung pada diri kita
sendiri. Kebahagiaan bergantung pada kondisi batin kita, yaitu
kemampuan kita untuk memiliki kerangka berpikir yang benar,
terlepas dari kondisi eksternal. Kebahagiaan berada di tangan kita
sendiri. Artinya, kita semua bertanggung jawab atas kebahagiaan
kita sendiri. Jika terus-menerus bergantung pada faktor-faktor
eksternal, kita takkan mendapatkan kebahagiaan yang kita
inginkan.
Jadi, kita semua harus berupaya untuk mengembangkan
batin. Ini bukanlah sesuatu yang khas Buddhisme. Faktanya,
semua makhluk harus mengembangkan batin mereka, karena pada
dasarnya semua makhluk ingin bahagia, termasuk juga binatang.
Namun, kita tahu bahwa binatang tak tahu cara mengembangkan
batin mereka, atau bahkan definisinya. Di sisi lain, kita semua,
dengan tubuh manusia kita yang berharga, punya segala sesuatu
yang diperlukan untuk menjalankan tugas ini, sehingga tak ada
alasan kenapa kita masih berpangku tangan dan menganggap
ajaran sebagai angin lalu (terkecuali, tentunya, bila kita sudah
menjadi seorang Arhat atau yogi besar).

4
Pendahuluan

Tentu saja klesha tidak bisa dibuang seluruhnya dalam waktu


singkat. Alangkah baiknya kalau memang bisa, tapi itu tidak
mungkin. Yang bisa kita lakukan adalah melemahkan kekuatan
klesha secara bertahap sampai ia benar-benar bisa disingkirkan.
Bila kita sadar bahwa kita adalah seorang yang sombong, mudah
marah, atau kikir, maka kita bisa menyadari semua klesha yang
bersemayam di dalam diri kita ini dan berupaya untuk secara
perlahan mengikis mereka satu per satu. Bagaimana caranya?
Dengan mengembangkan pola pikir yang tepat, atau dengan kata
lain, pola pikir yang berkebalikan dengan klesha. Bagaimana
caranya? Menyimak ajaran dengan penuh perhatian dan
motivasi yang baik adalah salah satu cara.
Barangkali ada di antara kita yang berpikir tentang kegunaan
mengikis klesha secara bertahap kalau toh nantinya ia bakal muncul
lagi. Namun, proses yang bertahap ini penting, karena kelak ketika
klesha menunjukkan tanda-tanda kemunculannya, kita akan bisa
menyadarinya dan segera melakukan upaya pencegahan agar ia
tak lagi menguasai batin kita. Ini ibarat seseorang yang kedapatan
telah berbohong dan merasa malu jika harus berbohong lagi.
Dengan logika yang sama, ketika kekuatan sebuah klesha telah
berhasil dikurangi, maka ia takkan lagi seperkasa dulu, bahkan
meski ia masih muncul dalam batin kita; ia akan merasa malu dan
tak bisa beraksi dengan leluasa.
Jika kita berupaya sekuat tenaga untuk mengatasi klesha,
maka yang bisa kita lakukan hanya sebatas mengendalikannya
saja; ia takkan lenyap selamanya. Alasannya semata-mata karena
penawar kita belum cukup kuat untuk menyingkirkan klesha
selamanya. Untuk benar-benar menyingkirkan klesha, kita harus
menyasar langsung ke akarnya, yakni sikap mencengkeram
diri yang berdiri sendiri. Sebelum akar ini dibabat habis, kita
takkan bisa menyingkirkan klesha secara menyeluruh. Namun,

5
untuk sementara waktu, sembari menunggu kesempatan
untuk memotong habis akar klesha, kita bisa berupaya untuk
mengendalikan klesha.
Lantas, seperti apakah akar klesha itu? Misalnya seperti ini.
Ketika kita marah atau melekat pada seseorang atau sesuatu,
kita memiliki persepsi bahwa seseorang atau sesuatu itu memiliki
eksistensi sejati, bahwa mereka bisa muncul dengan sendirinya
tanpa bergantung pada hal lain. Persepsi macam inilah yang
mendorong kita untuk merasa marah atau melekat. Seandainya kita
tidak memiliki persepsi yang demikian, amarah atau kemelekatan
tentu tak akan muncul di dalam diri kita. Jamaknya, kita merasa
marah pada seseorang yang tak kita sukai dan melekat pada
sesuatu yang kita sukai, seolah-olah aspek menyenangkan atau
tak menyenangkan dari seseorang atau sesuatu adalah sesuatu
yang memang sudah ada dari sananya dan tak bergantung
pada hal lainnya. Jika pandangan macam ini bisa kita enyahkan
dari kerangka berpikir kita, maka segala sesuatu yang biasanya
memunculkan kesenangan atau kesedihan dalam diri kita tentu
takkan lagi kita persepsikan dengan cara yang sama.
Seorang guru besar Tibet, Dromtonpa, mengatakan bahwa
di antara semua instruksi, yang paling mengagumkan adalah
Tripitaka. Pada gilirannya, seluruh instruksi dalam Tripitaka ini bisa
dipadatkan lagi ke dalam satu tahapan jalan yang sesuai untuk
ketiga jenis praktisi. Instruksi ini disebut Tahapan Jalan Menuju
Pencerahan, atau Lamrim.
Oleh guru-guru besar masa lampau, Lamrim diibaratkan
sebagai untaian tasbih yang terbuat dari emas. Kita tahu betapa
berharganya sebutir emas, sehingga tak terbayangkan berapa nilai
dari satu untaian emas. Demikianlah nilai dari Lamrim. Dengan
mempraktikkan Lamrim, seluruh tujuan yang hendak dicapai
akan tercapai. Bahkan, mempraktikkan satu bagian dari Lamrim
6
Pendahuluan

saja pun sudah akan membawa banyak manfaat bagi kita.


Inilah alasan kenapa Dromtonpa mengatakan bahwa Lamrim
“memenuhi tujuan masing-masing makhluk dan seluruh makhluk
secara keseluruhan.”

7
2
Karma menurut
Lamrim
Suatu butir tasbih emas Lamrim yang akan kita ambil
dan renungkan kali ini adalah hukum karma. Sebelum memasuki
pembahasan, penting sekali bagi kita untuk menyimak ajaran
dengan motivasi yang baik. Bagi Buddhis, motivasinya adalah
mengakhiri penderitaan semua makhluk dan mempersembahkan
kebahagiaan tertinggi pada mereka. Dengan tubuh manusia
yang kita miliki saat ini, sekarang adalah saat yang paling tepat
bagi kita untuk berjuang meraih Kebuddhaan yang lengkap dan
sempurna demi mencapai tujuan semua makhluk. Bagi yang
bukan Buddhis, kita harus berpikir bahwa kita telah mendapatkan
kesempatan yang sangat luar biasa dalam kehidupan kita saat ini,
dan alangkah baiknya bila kesempatan ini tak hanya digunakan
untuk menyasar kebahagiaan pribadi, namun juga kebahagiaan
semua makhluk.
Dalam garis besar Lamrim, pada bagian tahapan jalan yang
dijalankan bersama makhluk motivasi awal, ulasannya terbagi
menjadi 2 poin:
1. Mengembangkan ketertarikan pada kehidupan
mendatang
2. Bertumpu pada metode untuk merealisasikan
kebahagiaan pada kehidupan mendatang
Poin kedua ini terbagi menjadi 2 bagian:
1. Berlindung; gerbang utama memasuki Dharma
2. Meyakini hukum karma; sumber segala kebahagiaan
Bagian kedua ini terbagi menjadi 2 bagian:
1. Merenungkan aspek-aspek umum hukum karma
2. Merenungkan aspek-aspek khusus hukum karma
3. Tata cara menghindari kesalahan dan mempraktikkan
kebajikan setelah merenungkannya

11
Bagian pertama ini terbagi menjadi 2 bagian:
1. Perenungan aspek-aspek umum hukum karma yang
sesungguhnya
2. Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
Apa saja yang termasuk ke dalam perenungan aspek-aspek
umum hukum karma? Ini adalah karakteristik yang berlaku pada
semua jenis karma, baik maupun buruk:
1. Kepastian karma
2. Pertumbuhan karma yang pesat
3. Kita takkan mengalami akibat dari karma yang tidak kita
lakukan
4. Karma yang telah dilakukan takkan hilang begitu saja
Selanjutnya, merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
terbagi menjadi 3 bagian:
1. Merenungkan karma hitam dan akibatnya
2. Merenungkan karma putih dan akibatnya
3. Menjelaskan karma yang sangat ampuh secara singkat
Dalam konteks kali ini, saya akan menjelaskan topik hukum
karma berdasarkan Lamrim Agung karya Je Tsongkhapa dan
Pembebasan di Tangan Kita karya Pabongkha Rinpoche.
Kita sudah tahu bahwa poin ‘bertumpu pada metode untuk
merealisasikan kebahagiaan pada kehidupan mendatang’ terbagi
menjadi 2 bagian: berlindung (gerbang utama memasuki Dharma)
dan meyakini hukum karma (sumber segala kebahagiaan).
Apa maksudnya? Seperti yang dijelaskan di dalam Lamrim
Agung, artinya kita harus menguasai pembagian kebajikan dan
ketidakbajikan berikut akibat-akibatnya. Poin ini – menghentikan
ketidakbajikan dan mengembangkan kebajikan – harus kita
jadikan sebagai praktik kita. Pada dasarnya, inilah yang dimaksud
dengan praktik Dharma dalam Buddhisme.

12
Karma menurut Lamrim

Apa kaitan antara topik hukum karma dengan topik


sebelumnya, berlindung? Ketika kita berlindung pada Triratna,
pada dasarnya kita memandang Buddha sebagai Guru yang
mengajarkan perlindungan, menerima dan mempraktikkan
Dharma sebagai perlindungan yang sesungguhnya, serta
menganggap Sangha selaku rekan teladan dalam praktik spiritual.
Secara ringkas, inilah yang kita lakukan dalam praktik berlindung.
Dari ketiga poin berlindung, menghasilkan Ratna Dharma
di dalam batin kita dikategorikan sebagai perlindungan yang
sesungguhnya. Ratna Dharma melindungi kita dari kejatuhan ke
alam rendah dan samsara secara umum, serta melindungi kita
dari pembebasan pribadi.
Bagaimana caranya Ratna Dharma melindungi kita
dari kejatuhan ke alam rendah? Dengan mengajarkan cara
menghindari 10 jalan karma hitam dan mempraktikkan 10 jalan
karma putih. Kedua aspek inilah yang benar-benar melindungi
seseorang dari penderitaan alam rendah. Ketika kita sudah benar-
benar merealisasikan dan mempraktikkan 10 jalan karma putih
dan menghindari 10 jalan karma hitam, kita akan terlindungi dari
penderitaan alam rendah.
Bagaimana caranya praktik 10 jalan karma putih melindungi
kita dari penderitaan alam rendah? Melalui 10 jalan karma putih,
kebajikan yang diperoleh akan dipertahankan di dalam batin kita
menjelang kematian. Alhasil, kita akan meninggal dalam kondisi
batin yang bajik dan terlahir di alam tinggi. Dengan kelahiran
kembali di alam tinggi, kita otomatis terhindar dari alam rendah
berikut semua penderitaannya. Dengan demikian, menghentikan
sebab-sebab untuk terlahir di alam rendah – melalui penghindaran
10 jalan karma hitam dan penerapan 10 jalan karma putih – adalah
satu-satunya cara untuk menghentikan kelahiran di alam rendah.
Tanpa meyakini prinsip dasar hukum karma – yakni kebahagiaan
13
bersumber dari kebajikan dan penderitaan bersumber dari
ketidakbajikan – kelahiran di alam rendah takkan bisa dihentikan.
Inilah alasan kenapa meyakini hukum karma dikatakan sebagai
sumber segala kebahagiaan.

1. Kepastian karma
Lamrim Agung menyatakan sebagai berikut, “Semua
kebahagiaan (dalam artian perasaan menyenangkan), baik
yang dialami oleh makhluk biasa ataupun makhluk agung,
bahkan termasuk kesenangan terkecil seperti angin semilir yang
menyejukkan makhluk neraka, muncul dari karma bajik yang
telah dihimpun sebelumnya. Kebahagiaan mustahil diakibatkan
oleh karma buruk. Semua penderitaan (dalam artian perasaan
tak menyenangkan), termasuk bahkan penderitaan terkecil yang
melintas dalam arus batin seorang Arhat, muncul dari karma
buruk yang telah dihimpun sebelumnya. Penderitaan mustahil
diakibatkan oleh karma bajik.” Sebuah kutipan dari Untaian
Berharga1 karya Arya Nagarjuna berbunyi: “Dari ketidakbajikan,
muncul segala bentuk penderitaan, dan tentu saja, semua alam
menyedihkan. Dari kebajikan, muncul segala bentuk kebahagiaan,
dan tentu saja, semua alam menyenangkan”.
Kebahagiaan dan penderitaan tak bisa terjadi tanpa adanya
sebab masing-masing. Sebab-sebabnya harus memiliki hakikat
yang sama dan sejalan dengan akibat yang dihasilkannya;
mereka tak muncul dari sesosok dewa atau sang pencipta. Bila
ada pihak yang mengatakan bahwa kebahagiaan tak memiliki
sebab penghasilnya, itu artinya kita akan senantiasa merasakan
kebahagiaan. Tapi, tentu saja, bukan demikian halnya. Kadang-
kadang kita merasa bahagia, di lain waktu kita merasa tak bahagia.
Susah dan senang datang silih berganti dan berubah-ubah sesuai

1 Ratnawali atau Ratnamala.

14
Karma menurut Lamrim

sebab-sebabnya. Jika ada sebab, maka kita akan merasakan


akibat. Tanpa sebab, kita takkan merasakan akibat.
Sebab-sebab kebahagiaan dan penderitaan tak bisa muncul
dari sesuatu yang tak cocok atau tak sejalan. Mereka tak muncul
dari dasar bumi atau bawah tanah. Mereka tak muncul dari balik
kegelapan atau dianugerahkan oleh sesosok pencipta. Mereka
juga bukan berasal dari sebab awal atau esensi awal. Prinsip ini
berlaku secara umum maupun khusus pada setiap momen yang
kita rasakan. Masing-masing perasaan yang kita dapatkan pada
setiap momen tunggal dihasilkan oleh masing-masing sebab yang
bersesuaian. Tak mungkin ada kesalahan atau campur aduk antara
sebab dan akibat yang dihasilkan, baik pada level umum maupun
level khusus.
Lamrim Agung mengatakan: “Secara umum, kebahagiaan
dan penderitaan berasal dari karma baik dan karma buruk.
Mereka muncul dari kedua jenis karma ini tanpa terkacaukan satu
sama lain. Pengetahuan yang kukuh tentang kepastian hukum
karma disebut sebagai pandangan benar untuk semua Buddhis
dan dipuji sebagai fondasi bagi semua kebajikan.”
Alangkah baiknya jika kita bisa merenungkan kepastian
hukum karma sambil merujuk pada pengalaman pribadi kita.
Setiap saat, kita senantiasa mengalami salah satu dari ketiga jenis
perasaan: menyenangkan, tak menyenangkan, dan netral. Semua
makhluk memiliki batin, dan batin ini senantiasa berfungsi. Batin
kita terdiri dari batin utama dan faktor-faktor mental. Di antara
faktor-faktor mental, ada satu kategori yang disebut faktor mental
yang senantiasa hadir. Dan di antara 5 faktor mental (skandha)
yang senantiasa hadir, salah satunya adalah perasaan, dan hanya
ada 3 kategori perasaan: menyenangkan, tak menyenangkan, dan
netral.

15
Coba amati dan perhatikan apa pun yang kita rasakan saat
ini. Seandainya kita merasa bahagia, kuatkan perasaan tersebut
sehingga ia menjadi semakin jelas dan kuat. Lalu, kenalilah ia
sebagai sesuatu yang muncul dari kebajikan. Sebaliknya, bila
kita merasa tak bahagia, maka sadarilah perasaan tersebut dan
buat ia agar menjadi semakin jelas dan kuat. Lalu, kenalilah ia
sebagai sesuatu yang muncul dari ketidakbajikan. Hal yang sama
juga berlaku pada perasaan netral. Dengan cara ini, kita bisa
benar-benar memahami bahwa masing-masing perasaan selalu
dihasilkan oleh sebab-sebab yang bersesuaian dengannya.
Pada dasarnya, kalau kita sudah memahami konsekuensi
dari berbagai jenis tindakan, kita pastinya akan bertekad untuk
melakukan kebajikan sebanyak-banyaknya dan menghindari
ketidakbajikan sebisa mungkin, berhubung kita ingin senantiasa
berbahagia dan tak ingin mengalami secuil pun penderitaan.
Demikianlah penjelasan untuk karakteristik karma yang pertama,
yakni kepastian karma.

2. Pertumbuhan karma yang pesat


Karakteristik yang kedua adalah pertumbuhan karma yang
pesat. Artinya, sebuah tindakan sekecil atau seremeh apa pun bisa
berkembang menjadi himpunan karma yang besar. Contohnya,
bila hari ini kita membunuh satu makhluk dan tak mengakui
kesalahan tersebut, maka esok hari karmanya sudah setara
dengan membunuh dua makhluk. Esoknya lagi karma ini sudah
berkembang empat kali lipat, dst. Jadi, walaupun kita hanya
membunuh seekor serangga kecil, karmanya bisa menjadi setara
dengan membunuh seorang manusia jika kita tak segera mengakui
kesalahan kita.
Secara umum, proses pertumbuhan yang terjadi pada
fenomena-fenomena eksternal seperti pertumbuhan sebuah
16
Karma menurut Lamrim

benih tanaman pun sudah merupakan proses yang luar biasa


dan mengagumkan. Namun, pertumbuhan internal, seperti
pertumbuhan karma, bahkan jauh lebih pesat dan luar biasa lagi.
Jika poin ini sudah dipahami, kita tak boleh lagi meremehkan
karma buruk apa pun. Prinsip yang sama berlaku untuk karma baik.
Karma baik sekecil apa pun yang dihasilkan akan tumbuh
dengan pesat jika motivasi baik yang melandasinya bisa terus
dipertahankan. Ada banyak sekali Sutra yang melukiskan proses
pertumbuhan karma ini, salah satunya adalah Sutra Si Bijak dan
Si Dungu.
Di dalam Lamrim Agung, terdapat penjelasan ihwal orang-
orang yang telah mengalami kemerosotan dalam 4 hal: sila, ritual,
mata pencaharian, dan pandangan filosofis. Dijelaskan bahwa
orang-orang ini belum sepenuhnya merosot dalam hal terakhir,
tapi juga belum sepenuhnya mencapai kemurnian dalam tiga hal
pertama. Buddha mengatakan bahwa orang-orang seperti ini
akan terlahir sebagai naga.
Alkisah, Raja Naga pernah mengajukan pertanyaan kepada
Buddha: “Bhagawan, pada permulaan kalpa, aku tinggal di
lautan besar dan Tathagatha Krakucchanda masih ada di dunia.
Pada waktu itu, para naga berikut putra-putri mereka hanya
berjumlah sedikit, dan dengan demikian pengikutku tak banyak.
Sekarang, Bhagawan, jumlah para naga berikut putra-putri
mereka sudah tak terhingga. O Bhagawan, apa sebab dari kondisi
yang demikian?” Jawaban yang diberikan oleh Buddha kepada
Raja Naga: “Wahai Raja Naga, ada makhluk-makhluk yang telah
melepas dunia dan melatih sila, namun mereka tak benar-benar
menyempurnakan sila-silanya. Praktik mereka tak sepenuhnya
sempurna karena ritual mereka merosot, mata pencaharian
mereka merosot, dan sila mereka juga merosot. Tapi, pandangan
mereka tetap benar. Jadi, meski setelah mati mereka tak terlahir

17
kembali sebagai makhluk neraka, mereka akan terlahir kembali
sebagai naga.”
Dalam kisah ini, Buddha merujuk pada praktik sila. Praktik
sila tak hanya mencakup sila kebiaraan yang dijalankan oleh
anggota Sangha, tapi juga merujuk pada tindakan menghindari
perbuatan salah, yang tak mesti tercakup dalam daftar sila.
Ritual merujuk pada perilaku, baik perilaku sehari-hari maupun
perilaku setelah mengambil ikrar penahbisan. Ritual penahbisan
yang merosot mencakup cara makan, berjalan, dsb. Perilaku
sehari-hari yang merosot merujuk pada mata pencaharian yang
keliru. Pandangan yang merosot merujuk pada pandangan yang
menafikan hukum karma. Bagi pihak yang tidak menjaga 3 hal
pertama namun masih mempertahankan pandangan benar
terhadap hukum karma, mereka akan terlahir kembali di alam
naga setelah mati.
Dikisahkan lebih lanjut bahwa selama periode Buddha
Krakucchanda, 980 juta perumah tangga dan mereka yang
melepas keduniawian terlahir sebagai naga karena ritual, mata
pencaharian, dan sila yang merosot. Selama periode Buddha
Kanakamuni, jumlahnya mencapai 640 juta orang. Selama
periode Buddha Kasyapa, jumlahnya mencapai 800 juta orang.
Selama periode Buddha Shakyamuni, 990 juta orang telah dan
akan terlahir kembali sebagai naga. Meskipun terlahir kembali
sebagai naga, namun karena keyakinan terhadap ajaran yang tak
merosot, kelak setelah mati nanti, mereka akan terlahir kembali
sebagai dewa atau manusia. Bahkan, terkecuali bagi mereka yang
sudah memasuki Mahayana, seluruh naga dengan keyakinan
yang tak merosot ini akan memasuki nirwana pada kalpa yang
beruntung.
Seluruh penjelasan rinci di atas terkandung di dalam
Lamrim Agung. Poin penting yang ingin disampaikan adalah:
18
Karma menurut Lamrim

meski kita memiliki sila, ritual, dan mata pencaharian yang


merosot, pandangan yang benar terhadap hukum karma akan
menyelamatkan kita dari penderitaan alam rendah.

3. Kita takkan mengalami akibat dari karma


yang tidak kita lakukan
Karakteristik ketiga bisa dipahami dengan mengamati
peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Ada orang-orang yang
berangkat ke medan perang dan terbunuh, tapi sering juga ada
segelintir orang yang selamat; mereka biasanya hanya terluka,
tidak sampai meninggal. Ada juga orang-orang yang selamat dari
kecelakaan parah yang menewaskan hampir semua orang. Kalau
kita memikirkannya baik-baik, sebenarnya ini bukan sebuah
keajaiban. Orang-orang yang selamat memang pada dasarnya
tidak memiliki karma untuk meninggal pada waktu dan kondisi
saat itu. Dengan kata lain, seseorang takkan mengalami akibat dari
karma yang tidak dilakukannya.
4. Karma yang telah dilakukan takkan
hilang begitu saja
Ketika, misalnya, sebuah karma baik telah dilakukan, maka
selama kebajikannya belum dihancurkan oleh klesha, kita akan
mengalami akibatnya. Hal yang sama berlaku untuk karma buruk.
Tanpa memurnikan karma buruk, kita pasti akan mengalami
akibatnya. Demikianlah penjelasan ringkas tentang 4 karakteristik
hukum karma secara umum.

19
3Merenungkan
aneka jenis karma
secara terpisah
Berikutnya adalah perenungan tentang aneka jenis karma
secara terpisah dengan merujuk pada penjelasan 10 jalan karma
berikut akibat-akibatnya. Je Tsongkhapa memaparkan poin ini
dengan sebuah tanya-jawab.
Pertanyaan: Setelah saya memastikan sebab-akibat
kebahagiaan dan penderitaan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya – bahwa karma berlipat ganda, bahwa saya takkan
mengalami akibat dari karma yang tidak saya lakukan, dan bahwa
karma yang telah saya lakukan tidak akan musnah — jenis karma
dan akibat seperti apa yang pertama-tama harus saya yakini?
Mana yang harus saya kembangkan dan mana yang harus saya
buang?
Jawaban: Secara umum, Anda bisa menyimpulkan bahwa
ada 3 cara untuk terlibat dalam perbuatan bajik maupun buruk —
tubuh, ucapan, dan batin. Walaupun tidak semua kebajikan dan
ketidakbajikan dari keseluruhan 3 cara tersebut termasuk ke dalam
10 jalan karma, Buddha, Sang Bhagawan, telah merangkum
poin-poin kuncinya dan mengajarkan poin-poin yang paling jelas
di antara seluruh kebajikan dan ketidakbajikan sebagai 10 jalan
karma putih dan 10 jalan karma hitam.
Ada begitu banyak jenis karma, namun semuanya dilakukan
dengan tubuh, ucapan, dan batin. Di antara sekian banyak karma,
yang paling utama bisa dirangkum menjadi sebuah daftar yang
terdiri dari 10 jalan karma putih dan 10 jalan karma hitam. Kita
harus mempraktikkan 10 jalan karma putih dan menghindari 10
jalan karma hitam. Ini adalah prinsip mendasar yang berlaku bagi
keseluruhan tiga kendaraan utama yang berniat mencapai tujuan
utama terkait semua makhluk. Itu sebabnya Buddha memuji
praktik ini dalam banyak kesempatan.

23
Buddha menjelaskan pentingnya praktik sila berulang-ulang
dalam banyak karya. Salah satunya tercantum dalam Sutra Raja
Naga, “Apa yang saya sebut sebagai kebajikan adalah sebab
utama bagi penyempurnaan semua dewa dan manusia. Mereka
merupakan sebab utama bagi pencerahan para Shrawaka
dan Pratyekabuddha. Mereka merupakan sebab utama bagi
pencerahan sempurna tanpa tandingan. Dan apa saja sebab
utama ini? Mereka adalah 10 jalan karma putih.”
Kutipan di atas merujuk pada kebajikan sebagai sebab
bagi pencapaian kelahiran kembali yang tinggi (sebagai dewa
maupun manusia), lalu kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian
nirwana para Shrawaka dan Pratyekabuddha, dan akhirnya,
kebajikan sebagai sebab bagi pencapaian pencerahan lengkap
dan sempurna, yaitu Kebuddhaan. Apa yang mendasari semua
pencapaian tersebut? Jawabannya: 10 jalan karma putih.
Dalam Pengantar Menuju Jalan Tengah2 yang merangkum
pujian Buddha terhadap sila yang terdapat di dalam Sutra 10
Tingkatan, Chandrakirti mengatakan hal senada, “Bagi [semua
jenis makhluk], tak ada sebab bagi kebaikan pasti ataupun status
tinggi selain praktik sila.” Baris ini tentunya tak boleh dipahami
secara harfiah dengan menyimpulkan bahwa praktik sila adalah
satu-satunya sebab; alih-alih, di sini, praktik sila dimaknai sebagai
sebab utama bagi tercapainya hasil.
Bagian pertama dari merenungkan aneka jenis karma secara
terpisah, yakni merenungkan karma hitam dan akibatnya, terbagi
menjadi 3 bagian:
1. Jalan karma hitam yang sesungguhnya
2. Perbedaan dalam hal bobotnya
3. Menjelaskan akibatnya

2 Madhyamaka-watara.

24
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah
Penjelasan jalan karma hitam seperti membunuh, mencuri,
dst adalah penjelasan yang sangat penting. Ajaran moral ini bukan
hanya khas Buddhisme, namun juga terdapat di semua agama
besar dunia, meski tentu daftarnya tak sama persis. Masing-masing
dari 10 jalan karma hitam bisa dikaji dari aspek basis, pemikiran,
tindakan, dan penyelesaiannya.

1. Membunuh
Basisnya adalah makhluk hidup. Bukan sembarang makhluk
hidup, tapi makhluk hidup di luar diri sendiri. Jadi, tindakan
bunuh diri tak termasuk jalan karma membunuh yang lengkap.
Kalau begitu, apa yang menentukan kelengkapan jalan karma
membunuh? Pertama-tama, basisnya adalah makhluk hidup
selain diri sendiri. Je Tsongkhapa menjelaskan bahwa dalam
kasus bunuh diri, jalan karma membunuh yang dilakukan tidak
memiliki penyelesaian. Penjelasan ini tercantum di dalam Wacana
Tahapan Praktik Yoga3 karya Arya Asanga. Di dalam teks ini,
beliau menyatakan bahwa dasar bagi jalan karma membunuh
yang lengkap haruslah makhluk hidup di luar diri kita sendiri.
Jalan karma membunuh akan lengkap apabila makhluk yang
dibunuh meninggal sebelum pembunuhnya. Jika pembunuh dan
korban meninggal bersamaan, atau pembunuhnya meninggal
sebelum korbannya, maka jalan karmanya tak lengkap. Jalan
karma membunuh yang lengkap mencakup persiapan, yaitu
pemikiran di balik tindakan, kemudian tindakan itu sendiri.
Jalan karma membunuh yang lengkap haruslah mengandung
keempat unsur secara keseluruhan. Kalau salah satu unsurnya
tidak lengkap, maka itu bukan jalan karma hitam membunuh,
melainkan karma buruk membunuh. Dalam kasus pembunuhan
yang dilakukan karena keterpaksaan atau ketiadaan pilihan lain,

3 Yogacara-bumi.

25
misalnya, rumah yang diserang oleh hama seperti kecoa atau
rayap yang memaksa seseorang untuk memberangus hama
tersebut, tindakan membunuh yang dilakukan adalah pembunuhan
yang dilakukan karena terpaksa. Dalam kasus seperti ini, jalan
karmanya tidak lengkap karena tak ada niat untuk benar-benar
membunuh.
Pemikiran di balik tindakan mencakup identifikasi, klesha,
dan motivasi. Perihal identifikasi, Kita harus mengidentifikasi
calon korban dengan benar agar jalan karmanya lengkap. Jika
kita berniat membunuh seekor kucing putih tertentu tapi salah
sasaran dan malah membunuh kucing putih yang lain, maka jalan
karma membunuh kita tidak lengkap. Di sini, identifikasi merujuk
pada istilah yang digunakan dalam Lamrim Agung: “persepsi”.
Bila niat membunuh ditujukan pada makhluk tertentu, maka
tindakan membunuhnya harus ditujukan pada si makhluk. Lain
halnya kalau niat membunuhnya ditujukan pada makhluk apa
pun yang bisa ditemui; jika demikian kasusnya, maka jalan karma
membunuhnya akan lengkap jika makhluk apa pun yang bisa
ditemui kita bunuh.
Motivasi di balik tindakan adalah niat untuk membunuh.
Klesha yang terlibat bisa jadi salah satu dari 3 racun mental:
kemelekatan, amarah, dan ketidaktahuan. Ada kasus pembunuhan
yang hanya melibatkan satu klesha, dua klesha, atau tiga klesha
sekaligus. Pembunuhan yang didorong oleh klesha kemelekatan
termasuk membunuh binatang untuk mendapatkan kulit, bulu,
atau dagingnya. Membunuh karena dorongan amarah adalah
sesuatu yang mudah dipahami. Membunuh karena ketidaktahuan
terjadi ketika seseorang percaya bahwa aksi ini merupakan praktik
spiritual tertentu. Ini adalah contoh spesifik tindakan membunuh
yang didorong oleh klesha ketidaktahuan, tapi sesungguhnya
ketidaktahuan senantiasa mewarnai setiap pembunuhan.

26
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

Tindakan membunuh itu sendiri terdiri dari pelaku (agen)


dan tindakan membunuhnya. Terkait pelaku, tindakan bisa
dilakukan dengan tangan sendiri atau menyuruh orang lain
untuk melakukannya. Dalam kasus perang, ketika seorang atasan
militer memberikan perintah membunuh kepada anak buahnya
— dengan catatan bahwa pejabat militer ini melakukan tugasnya
dengan sukarela (dan memang sebagian besar pejabat militer
memilih untuk melakukan pekerjaan tersebut) — maka ia akan
mengumpulkan karma membunuh yang sama dengan jumlah
korban yang dibunuh atas dasar perintah yang telah diberikannya.
Seandainya ada seseorang yang terpaksa berangkat ke medan
perang dengan berat hati dan akhirnya membunuh untuk
membela diri atau mencegah jatuhnya korban lebih banyak, maka
ia tak mengumpulkan jalan karma membunuh yang lengkap. Lalu,
tindakan membunuh itu sendiri bisa dilakukan dengan senjata,
racun, guna-guna/ilmu hitam, dsb.
Penyelesaian terjadi ketika korban meninggal, walaupun
belum tentu langsung meninggal pada saat itu juga. Contohnya,
korban luka tusukan belum tentu serta-merta meninggal. Yang
pasti, korban harus meninggal terlebih dulu sebelum pelaku
agar jalan karmanya lengkap. Jika pelaku meninggal terlebih
dulu, maka jalan karmanya tidak lengkap. Dalam ulasannya atas
Risalah Abhidharma, Wasubandhu berkata: “Jika pembunuh mati
sebelum atau pada saat bersamaan dengan korbannya, maka
tidak ada perbuatan buruk yang lengkap, karena si pembunuh
telah mengambil bentuk kehidupan lain.” Oleh karena itu,
pembunuhan dan meninggalnya korban harus terjadi dalam
satu masa kehidupan agar dikategorikan sebagai jalan karma
membunuh yang lengkap. Jika pembunuhnya mati duluan,
tentu saja ada karma membunuh, tapi jalan karmanya tidak
lengkap.

27
Mengapa kita membahas hal ini dengan begitu rinci? Mengapa
kita harus memahami kapan sebuah jalan karma menjadi lengkap
atau tidak lengkap? Alasannya sederhana: kalau sampai kita
melakukan sebuah karma buruk, maka kita bisa memastikan agar
jalan karmanya tidak lengkap. Jalan karma yang tak lengkap tentu
saja mengandung konsekuensi yang lebih ringan.

2. Mencuri
Basisnya adalah segala sesuatu yang menjadi hak milik orang
lain, apakah itu rumah, properti, dsb. Pemikiran di balik tindakan
mencakup identifikasi yang tepat atas barang yang hendak
dicuri. Klesha-nya sama, yaitu salah satu dari 3 racun mental.
Tindakannya adalah mengambil barang milik orang lain. Prinsip
untuk pelaku juga sama, yaitu tindakan mencuri bisa dilakukan
oleh diri sendiri atau dengan menyuruh orang lain melakukannya.
Motivasinya adalah mengambil sesuatu yang tidak diberikan.
Tindakannya bisa dilakukan dengan meminjam, melakukan
dengan halus, atau dengan kekerasan. Tindakan mencuri juga
bisa dilakukan dengan cara menipu, misalnya meminjam uang
tanpa keinginan untuk mengembalikan atau meminjam sebuah
barang dengan tujuan untuk menyimpannya sendiri; di sini, tak
ada bedanya apabila seseorang mencuri demi diri sendiri maupun
orang lain. Penyelesaiannya terjadi ketika muncul pikiran,
“Sekarang ini telah menjadi milikku”; artinya, kita mengambil alih
kepemilikan atas sebuah objek. Jika kita mengambil sesuatu tanpa
pemikiran seperti itu, maka jalan karmanya belum lengkap.

3. Perilaku seksual yang salah


Ada 4 aspek untuk perilaku seksual yang salah: orang yang
tak pantas, bagian tubuh yang tak pantas, tempat yang tak pantas,
waktu yang tak pantas.

28
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

Dalam kasus laki-laki, orang yang tak pantas adalah semua


laki-laki (baik diri sendiri maupun laki-laki lain), kasim, dan
wanita dalam kategori tertentu, misalnya istri orang lain, wanita
yang sudah melepas keduniawian, mereka yang belum menjadi
mempelai wanita dan berada dalam naungan keluarga, dan
mereka yang berada di bawah ancaman hukuman.
Dalam kasus laki-laki, bagian tubuh yang tak pantas adalah
semua bagian tubuh kecuali organ seksual wanita.
Tempat yang tak pantas adalah tempat yang dekat dengan
para guru (mis: sebuah tempat yang terdapat stupa), tempat yang
ramai, dan tempat yang berbahaya.
Waktu yang tak pantas adalah ketika si wanita sedang
menstruasi, sedang berada dalam periode akhir kehamilan,
sedang menyusui, sedang menjaga ikrar satu hari, dan sedang
sakit. Hubungan seksual juga menjadi tak pantas kalau dilakukan
secara berlebihan. Jumlah yang berlebihan adalah lebih dari 5 kali
dalam satu malam. Ketentuan terkait bagian tubuh, tempat, dan
waktu yang tidak pantas dalam perilaku seksual yang salah juga
berlaku bagi pasangan suami-istri.
Khususnya terkait jalan karma ketiga ini, ulasan atas Risalah
Abhidharma dari Wasubandhu memaparkan dua pandangan
terkait identifikasi. Yang satu mengatakan bahwa seperti
jalan karma lainnya, identifikasi atas orang yang akan diajak
berhubungan seksual haruslah tepat. Yang lain mengatakan
bahwa tak ada bedanya apakah identifikasinya keliru atau
tepat.
Klesha-nya adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya
adalah nafsu untuk melakukan hubungan seksual, yang kemudian
mendorong tindakan yang sesungguhnya. Tindakannya adalah
melakukan sendiri atau menyebabkan orang lain melakukan
29
tindakan seksual yang salah. Penyelesaiannya adalah bersatunya
kedua organ seksual dan munculnya perasaan nikmat yang
dirasakan. Poin terakhir ini penting, karena Jamyang Shepa
menjelaskan bahwa harus ada kenikmatan yang terjadi agar jalan
karmanya lengkap, artinya harus terjadi ejakulasi. Penjelasan-
penjelasan dalam teks Tantra membahas poin ini lebih rinci, tapi
secara umum memang harus ada kenikmatan yang dirasakan agar
jalan karma menjadi lengkap.
Semua pemaparan ini penting untuk memastikan
kelengkapan jalan karma ketika kelak kita benar-benar terlibat
dalam perilaku seksual yang salah. Untuk klesha, jarang seseorang
melakukan perilaku seksual yang salah dengan didorong oleh
amarah, kebencian, ataupun ketidaktahuan batin. Seiring kali yang
terlibat adalah klesha kemelekatan. Terkait klesha yang satu ini,
ketika nafsu keinginan telah muncul, kita harus berupaya agar batin
tak dikendalikan sepenuhnya oleh kemelekatan. Cobalah untuk
memeriksa dan menyadari kemelekatan, dan mengendalikannya
hingga taraf tertentu sehingga ia tidak sepenuhnya berkembang
menjadi terlalu kuat dan mendominasi. Dengan cara ini, kita akan
terhindar dari ketidakbajikan, dan ini tentunya merupakan hal
yang sangat baik.
Sumber utama penjelasan ini berasal dari pemaparan Je
Tsongkhapa yang didasarkan pada Rangkuman Tekad4 karya
Asanga. Sebagai tambahan, terdapat perbedaan mendasar antara
sila kebiaraan dan sila selibat terkait jalan karma ketiga. Dalam
sila kebiaraan, hubungan seksual merupakan kesalahan fatal
sehingga hubungan seksual dalam bentuk apa pun merupakan
perilaku seksual yang salah. Dalam sila selibat, tak semua perilaku
seksual menyebabkan terjadinya pelanggaran.

4 Winiscaya-samgrahani.

30
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

Demikianlah penjelasan ringkas untuk 3 jalan karma hitam


fisik. Berikutnya, jalan karma hitam ucapan terdiri dari 4 bagian:
berbohong, ucapan memecah-belah, ucapan kasar, dan omong-
kosong.

4. Berbohong
Basisnya terbagi menjadi 8: sesuatu yang dilihat, didengar,
dibedakan, dan dicerap (berikut 4 kebalikannya). Jadi, berbohong
terjadi ketika seseorang tidak melihat sesuatu tapi mengaku
melihat sesuatu. Atau, ia melihat sesuatu tapi menyangkal telah
melihatnya. Pada dasarnya, segala sesuatu yang kita ketahui
melalui panca indra dan batin tapi kemudian kita sangkal dan
putarbalikkan adalah tindakan berbohong.
Jalan karma berbohong dimulai dengan identifikasi.
Identifikasinya adalah sesuatu yang diketahui tapi kemudian
diubah menjadi sesuatu yang tak sesuai dengan apa yang
diketahui. Misalnya, kita melihat sesuatu tapi kemudian apa yang
dilihat itu diubah menjadi sesuatu yang berbeda dengan apa yang
sebenarnya kita lihat. Klesha yang terlibat adalah salah satu dari
3 racun mental. Motivasinya adalah niat untuk mengubah sesuatu
yang sudah ditangkap melalui identifikasi. Tindakannya sendiri
bisa melalui ucapan maupun non-ucapan (kode tangan, tindakan
fisik, bahasa tubuh, dll).
Tujuan tindakan berbohong bisa untuk diri sendiri maupun
orang lain, dan keduanya sama-sama merupakan jalan karma
hitam. Juga, tak ada bedanya apakah kita mengutarakan
kebohongan itu sendiri atau meminta orang lain melakukannya.
Jalan karma hitamnya menjadi lengkap ketika orang lain
memahami apa yang diucapkan. Jika kita mengatakan sebuah
kebohongan tapi tak ada orang lain yang mendengar atau
memahaminya, maka jalan karmanya tak lengkap dan berubah
31
menjadi karma omong-kosong. Jika tak ada klesha yang terlibat,
jalan karma berbohong juga takkan lengkap.

5. Ucapan memecah-belah
Basisnya bisa siapa saja. Identifikasi dan klesha-nya sama
dengan berbohong. Motivasinya adalah niat untuk mencegah
keakuran antara dua pihak atau membuat mereka menjadi tak
akur. Ucapan memecah-belah terjadi terlepas dari benar atau
tidaknya ucapan tersebut ataupun cara kita mengutarakannya
(dengan kasar atau tidak). Juga, tak ada bedanya apakah ucapan
tersebut ditujukan untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.
Jalan karmanya lengkap ketika salah satu pihak yang hendak
dipisahkan memahami apa yang kita katakan. Kalau tidak, maka
tindakan ini berubah menjadi omong-kosong.
Sumber penjelasan ini berasal dari Rangkuman Tekad, yang
mengatakan: “Penyelesaian jalan perbuatan ini adalah ketika
mereka yang akan dipisahkan memahami ucapan memecah-
belah yang diutarakan.”

6. Ucapan kasar
Basisnya adalah pihak lain yang kita musuhi. Identifikasi dan
klesha yang terlibat sama dengan jalan karma hitam sebelumnya.
Motivasinya adalah niat untuk berbicara dengan cara yang
kasar. Tindakannya berupa mengungkapkan sesuatu yang tak
menyenangkan, apakah itu benar atau salah, mengenai kekurangan
atau cela pada silsilah keluarga, tubuh jasmani, sila, atau
perilaku seseorang. Tindakannya lengkap apabila orang tersebut
memahami apa yang diucapkan.

32
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

7. Omong-kosong
Basisnya adalah ucapan mengenai sebuah topik yang tak
bermanfaat. Identifikasinya adalah kata-kata tak berguna yang
hendak diutarakan. Agar jalan karmanya lengkap, orang lain tidak
perlu mendengarkan ucapan kita; sekadar menuturkannya saja
sudah akan melengkapkan jalan karma kita. Klesha yang terlibat
di sini adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah
niat untuk mengutarakan omong-kosong. Tindakannya adalah
mengutarakan omong-kosong. Penyelesaian terjadi apabila
omong-kosong selesai diucapkan. Lamrim Agung merinci 7 dasar
bagi omong-kosong yang dipaparkan secara rinci. Kita semua bisa
merujuk pada kitab ini untuk memahami jalan karma ini lebih
lanjut.
Demikianlah penjelasan singkat ihwal 4 jalan karma hitam
terkait ucapan. Sekarang, kita akan melihat penjelasan singkat
ihwal 3 jalan karma hitam mental.

8. Keserakahan
Basisnya adalah kekayaan atau barang milik orang lain.
Identifikasinya adalah melihat dasar keserakahan tersebut
sebagaimana adanya, contohnya, mengetahui sesuatu yang
menjadi milik orang lain. Klesha yang terlibat adalah salah satu
dari 3 racun mental.
Motivasinya adalah niat untuk menjadikan harta atau
barang milik orang lain sebagai milik kita. Tindakannya adalah
berjuang untuk mewujudkan niat tersebut dengan memikirkan
cara mendapatkan barang yang diincar. Penyelesaiannya adalah
pemikiran, “Semoga itu menjadi milikku,” atau “Seandainya itu
menjadi milikku.” Tapi, pemikiran itu saja belum cukup untuk
menjadikannya sebagai jalan karma keserakahan yang lengkap.

33
Niat untuk mendapatkan barang milik orang lain belum tentu
merupakan jalan karma keserakahan yang lengkap. Contohnya,
bila kita pergi ke pusat perbelanjaan dan melihat banyak barang
yang membangkitkan ketertarikan, apakah keinginan untuk
mendapatkan mereka sudah merupakan jalan karma keserakahan
yang lengkap? Jawabannya: tidak.
Agar jalan karma keserakahan lengkap, ada 5 syarat yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Memiliki batin yang sangat melekat pada barang milik
sendiri
2. Memiliki batin yang berkeinginan untuk mengumpulkan
harta kekayaan
3. Memiliki batin yang mendambakan barang milik orang
lain
4. Memiliki batin yang mencemburui barang milik orang
lain
5. Memiliki batin yang sepenuhnya diliputi oleh keserakahan,
sikap tak tahu malu, dan sikap yang melupakan tekad
untuk terbebas dari keserakahan.
Untuk poin pertama, jalan karma takkan lengkap apabila kita
tak melekat pada harta benda kita sendiri, tak peduli seberapa
banyaknya mereka. Jadi, kita harus memeriksa diri sendiri untuk
mengetahui apakah kita sebenarnya melekat pada barang milik
kita. Kalau kita tak melakukan pemeriksaan ini, maka kita berisiko
memunculkan keserakahan tanpa kita sadari. Poin kedua merujuk
pada kondisi batin yang senantiasa menginginkan lebih dan lebih.
Poin ketiga adalah kondisi batin yang mendambakan barang milik
orang lain dan ingin mengalami rasanya memiliki barang milik
orang lain. Poin keempat adalah kondisi batin yang cemburu, yang
berniat mengubah barang milik orang lain menjadi milik kita sendiri.
Poin kelima adalah kondisi batin yang sepenuhnya dilingkupi oleh

34
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

keserakahan, tak mau tahu kerugian dari keserakahan, dan tak


berniat menghindarinya. Je Tsongkhapa menyatakan dengan
jelas, “Jika salah satu dari kelima batin tersebut tidak muncul,
maka keserakahan yang sebenarnya tidak terjadi.”
Hakikat suatu perbuatan yang mengandung keserakahan tapi
bukan termasuk pelanggaran sepenuhnya mencakup keserakahan
ketika seseorang memunculkan keinginan berikut:
1. “Oh, betapa enaknya kalau pemilik rumah ini menjadi
pelayanku dan segala sesuatu bisa berjalan sesuai
keinginanku”
2. Juga pemikiran sehubungan dengan istri dan anak-
anaknya, berikut harta bendanya, dsb
3. “Oh, betapa nikmatnya kalau orang lain mengenali diriku
sebagai sosok pemilik kualitas-kualitas bajik, seperti tak
berhawa nafsu, sabar, tabah, terpelajar, dan murah hati”
4. “Betapa enaknya kalau raja-raja dan para menteri dan
keempat jenis pengikut Buddha menghormatiku serta
memberiku kebutuhan seperti makanan dan pakaian”
5. “Oh, semoga aku terlahir kembali sebagai dewa dan
menikmati 5 objek indrawi para dewa; semoga aku
terlahir kembali sebagai dewa di tingkatan tertinggi
Kamaloka
6. Mengembangkan keinginan memiliki barang milik
orangtua, anak-anak, pelayan, dsb, atau barang milik
rekan sesama praktisi spiritual
Dari pemaparan di atas, tampak bahwa kita harus berhati-
hati terhadap keinginan agar orang lain memiliki kesan yang baik
tentang diri kita, karena ia bisa menjurus pada keserakahan. Kita
harus berhati-hati dengan sikap dan perilaku kita karena segala
35
sesuatu tergantung pada motivasi. Jika motivasi kita memperoleh
kesan baik adalah semata-mata agar sosok kita tidak mengganggu
atau membuat orang lain terkejut, maka ini bukan motivasi yang
memikirkan diri sendiri.
Salah satu aspek dari 8 angin duniawi adalah kemelekatan
pada kehidupan saat ini. Jika kita berpakaian bagus agar tak
menyinggung perasaan orang lain atau tak membuat mereka
terkejut, maka tak ada keserakahan yang muncul. Sebaliknya,
kalau tujuan kita adalah agar tampil menarik, menawan, dsb,
maka kita sudah membangkitkan keserakahan dalam bentuk
keinginan agar orang lain memiliki pandangan dan kesan yang
baik terhadap diri kita.

9. Niat jahat
Basisnya adalah sesuatu atau seseorang yang kita anggap
tak menarik dan tak menyenangkan. Identifikasi dan klesha yang
terlibat sama seperti sebelumnya. Motivasinya adalah niat untuk
melakukan hal-hal seperti menyerang orang lain. Kita tidak
senang kepada orang tertentu dan berharap sesuatu yang buruk
menimpanya. Hal yang buruk ini bisa kita lakukan sendiri atau
dengan bantuan orang lain, contohnya, mengharapkan orang
lain meninggal atau kehilangan barang miliknya. Jadi, jika kita
memikirkan seseorang dan kemudian membangkitkan niat jahat
agar ia tertimpa musibah, jatuh sakit, mengalami masalah pada
pekerjaannya, dsb, maka ini adalah contoh niat jahat. Contoh
lainnya adalah ketika kita berharap orang lain gagal mengerjakan
sesuatu. Pikiran-pikiran buruk seperti ini bukanlah sesuatu yang
jarang terjadi; sebaliknya, niat jahat adalah sesuatu yang sangat
gampang muncul dalam benak kita.
Untuk tindakannya sendiri, Lamrim Agung melukiskannya
dengan sangat sederhana sebagai “membangkitkan pemikiran
36
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

semacam itu.” Dalam kasus jalan karma mental, pemahamannya


tak semudah dan sejelas jalan karma fisik dan ucapan. Untuk
jalan karma fisik dan ucapan, motivasinya dapat dibedakan
dengan tindakan sesungguhnya, sedangkan untuk jalan karma
mental, baik motivasi, tindakan, hingga penyelesainnya bersifat
mental.
Jika kita berupaya membedakan antara motivasi dan
tindakan sesungguhnya dalam kasus niat jahat, maka keduanya
bisa dibedakan dari sudut intensitas atau kekuatannya. Contohnya,
dalam tahap motivasi, kita mungkin berpikir, “Alangkah baiknya
jika sesuatu yang buruk menimpa orang itu.” Selanjutnya, dalam
tahap tindakan sesungguhnya, keinginan tersebut lebih kuat
daripada ketika dalam tahap motivasi.
Penyelesaian niat jahat terletak pada keputusan yang dibuat
di dalam batin. Berbeda dengan penyelesaian dalam tindakan fisik
(ketika seseorang benar-benar memukul atau menyerang orang
lain), penyelesaian dalam kasus niat jahat terjadi ketika muncul
keputusan dan niat penuh agar sesuatu yang buruk menimpa
orang lain.
Jadi, mari kita ulangi urutannya sekali lagi. Pertama-tama,
terkait seseorang yang tak kita sukai, kita membangkitkan niat
untuk menyakiti, menyerang, atau memukul orang tersebut. Niat
ini muncul pada tahap awal yang disebut motivasi. Kemudian,
kita terus-menerus memikirkan niat tersebut sehingga motivasi
menjadi semakin kuat. Artinya, niatnya telah tumbuh sedemikian
rupa menjadi niat untuk benar-benar menyakiti. Pada tahap ini,
niat untuk benar-benar menyakiti sudah merupakan tindakan yang
sesungguhnya. Ketika ada keputusan bulat untuk membangkitkan
niat untuk menyakiti, pada saat itulah jalan karmanya telah
lengkap.

37
Kalau tidak diperiksa secara teliti, ketiga tahapan ini seolah-
olah merupakan satu rangkaian pemikiran yang sama. Susah
untuk mengetahui perbedaannya masing-masing. Lebih lanjut,
ada 5 kriteria untuk menentukan apakah jalan karmanya lengkap
atau tidak (jika salah satu kriteria ini tak ada, maka jalan karmanya
tak lengkap):

1. Sikap bermusuhan yang didorong oleh sikap mencengkeram


eksistensi yang sejati
Sikap ini adalah pemikiran bahwa “Inilah orang atau hal
yang menyakiti diriku”, ibarat sebuah identifikasi yang jelas dan
tepat terhadap sesuatu yang dianggap sebagai sebab bahaya. Ini
merujuk pada siapa atau apa yang dianggap sebagai sesuatu yang
menyakiti diri kita. Kalau kita tak meyakini bahwa apa atau siapa ini
memiliki suatu eksistensi yang sejati, tentu kita tak akan merasakan
adanya bahaya yang bakal ditimbulkan oleh mereka. Agar
jalan karma niat jahat menjadi lengkap, batin harus secara jelas
mengidentifikasi bahwa “Inilah yang menyakiti diriku.”

2. Sikap tak sabar ketika menghadapi mereka yang menyakiti


kita
Seandainya kita bisa bersabar, maka tentunya sikap
bermusuhan takkan muncul, dan tanpa permusuhan, niat jahat
untuk menyakiti seseorang yang dianggap sebagai sebab bahaya
pun takkan muncul. Jadi, kurangnya kesabaran adalah sebab
utama bagi munculnya niat jahat.

3. Sikap jengkel karena perhatian yang keliru dan mengingat


sebab-sebab amarah
Sikap ini muncul karena kita berulang kali, secara keliru,
mengamati dan memunculkan pemikiran tentang sebab dari

38
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

bahaya atau penderitaan di dalam batin. Sikap ini adalah sebab


munculnya amarah di dalam batin kita.

4. Sikap cemburu yang berpikir, “Alangkah bagusnya kalau


musuhku dipukul atau dibunuh”

5. Sikap tak tahu malu dan melupakan tekad untuk terbebas


dari niat jahat
Sikap ini muncul ketika seseorang betul-betul dipengaruhi
oleh niat jahat sehingga akhirnya mengabaikan kerugian atau efek
negatif dari niat jahat.
Di satu sisi, niat jahat adalah bentuk pemikiran yang gampang
sekali muncul, tapi di sisi lain, jalan karmanya takkan lengkap kalau
5 kriteria di atas tak terpenuhi. Bisa saja kita memiliki perasaan
buruk pada seseorang tanpa memenuhi 5 kriteria dari sebuah
niat jahat. Misalnya, bisa saja seseorang memiliki niat jahat tanpa
sepenuhnya kehilangan kesabaran. Bisa pula niat jahat muncul
tanpa perhatian yang keliru ataupun ingatan tentang sebab-sebab
amarah. Secara umum, orang-orang yang memiliki niat jahat
tidak sampai benar-benar membunuh atau memukul seseorang.
Jamaknya, mereka takkan melangkah sejauh itu.
Niat jahat bisa muncul dalam berbagai tingkatan dan
intensitas, dan biasanya niat jahat tidak sampai memenuhi 5
kriteria secara keseluruhan. Contohnya adalah sebuah niat
jahat biasa, seperti menginginkan sesuatu yang buruk menimpa
seseorang. Ketika kita menginginkan sesuatu yang buruk menimpa
seseorang, ini akan menjadi niat jahat biasa jika 5 kriteria yang
disinggung di atas tak lengkap.

39
10. Pandangan salah
Basisnya adalah segala sesuatu yang eksis. Dalam konteks
10 jalan karma hitam, pandangan salah merujuk hanya pada
pengingkaran terhadap sesuatu yang memang eksis. Jadi, ia tidak
termasuk pengingkaran terhadap sesuatu yang tak eksis.
Dari ketiga aspek pemikiran di balik sebuah tindakan,
identifikasinya merujuk pada objek yang diingkari. Klesha-nya
adalah salah satu dari 3 racun mental. Motivasinya adalah niat
untuk mengingkari eksistensi dari sesuatu yang memang eksis.
Tindakannya berupa memegang pandangan yang salah. Sama
seperti penjelasan sebelumnya, tindakan dalam pandangan
salah mengandung intensitas yang lebih kuat daripada motivasi
awalnya.
Ada banyak kemungkinan untuk mengingkari sesuatu yang
memang eksis, tapi ada 4 kriteria utama:
1. Salah mengingkari sebab-sebab
2. Salah mengingkari akibat-akibat
3. Salah mengingkari aktivitas-aktivitas
4. Salah mengingkari entitas-entitas yang eksis
Poin pertama berarti mengingkari adanya sesuatu yang
benar dan salah, atau berpendapat bahwa tak ada yang namanya
perilaku baik dan buruk. Ia juga berarti pengingkaran terhadap
sebab-akibat. Poin kedua berarti mengingkari hasil dari perilaku
baik atau buruk, yang juga berarti mengingkari sebab-akibat.
Poin ketiga terbagi menjadi 3: mengingkari keberadaan ayah
dan ibu, mengingkari kehidupan lampau dan mendatang,
mengingkari eksistensi alam bardo (alam antara). Poin keempat
berarti mengingkari keberadaan makhluk agung seperti Arhat dan
kemungkinan untuk mencapai tingkatan mereka; dengan kata
lain: kemungkinan untuk melenyapkan klesha dan menjadi Arhat.

40
Merenungkan aneka jenis karma secara terpisah

Penyelesaiannya adalah kepastian bahwa kita telah


mengingkari sesuatu. Pelanggaran pandangan salah sepenuhnya
terjadi ketika berkaitan dengan 5 sikap berikut:
1. Sikap bingung karena tak mengetahui objek-objek
pengetahuan secara tepat
2. Sikap keras karena bergembira dalam ketidakbajikan
3. Sikap terus-menerus salah karena merenungkan ajaran-
ajaran yang tak benar
4. Sikap tercela karena pengingkaran terhadap persembahan
spiritual, kebajikan, dst
5. Sikap tak tahu malu dan melupakan tekad untuk terbebas
dari pandangan salah
Contoh sikap ketiga adalah membunuh seseorang dengan
kebajikan yang besar atau binatang yang kuat karena percaya
bahwa kekuatan atau kebajikan korban akan menjadi miliknya.
Contoh sikap keempat adalah tidak mengakui tindakan bajik dan
akibat positif dari tindakan bajik, misalnya, tak meyakini bahwa
melepaskan hewan yang akan dibunuh adalah sebuah tindakan
bajik. Kemudian, kalau kita melihat 5 kriteria yang harus dipenuhi
agar jalan karma pandangan salah menjadi lengkap, sebenarnya
tidak begitu mudah untuk memenuhi seluruh kriterianya. Masing-
masing 5 kriteria untuk 3 jalan karma mental bersumber dari
penjelasan Arya Asanga dalam Rangkuman Tekad.
Je Tsongkhapa lanjut menjelaskan bahwa masih banyak
jenis pandangan salah lainnya, tapi hanya poin-poin ini saja
yang disebut “pandangan salah”, karena mereka merupakan
pandangan salah terbesar yang mampu menghancurkan semua
akar kebajikan kita. Dengan demikian, pandangan salah dalam
10 jalan karma hitam ini hanya mencakup pengingkaran terhadap
hal-hal yang memang eksis, meski tentu saja ada banyak sekali
bentuk pandangan salah lainnya.

41
4
Karma dan Jalan
Karma
Selanjutnya, Lamrim Agung menyatakan bahwa klesha
yang terlibat dalam tahap pemikiran sebuah tindakan tak mesti
sama dengan klesha dalam tahap penyelesaiannya. Bisa jadi
sebuah klesha dalam tahap pemikiran sebuah tindakan berbeda
dengan klesha dalam tahap penyelesaiannya, tapi bisa pula
keduanya sama. Jadi, kita bisa membedakan antara klesha yang
mendorong terjadinya sebuah tindakan dan klesha yang terlibat
pada saat penyelesaian.
Sehubungan dengan pembunuhan, ucapan kasar, dan niat
jahat, kita bisa saja melakukannya karena didorong oleh salah satu
dari 3 racun mental, tapi penyelesaiannya haruslah berupa klesha
sikap bermusuhan atau amarah. Ini cukup mudah dipahami.
Ketiga jenis perbuatan tersebut adalah tindakan yang kasar atau
keras, sehingga membutuhkan sikap bermusuhan atau amarah
agar tindakannya mencapai penyelesaian.
Terkait pencurian, perilaku seksual yang salah, dan
keserakahan, ketiganya bisa dipicu oleh salah satu dari 3 racun
mental, namun penyelesaiannya hanya bisa terjadi melalui
klesha kemelekatan. Sedangkan untuk berbohong, ucapan
memecah-belah, dan omong-kosong, kita bisa melakukan dan
merampungkannya dengan salah satu dari 3 racun mental.
Pandangan salah bisa dilakukan dengan dorongan dari salah satu
3 racun mental, tapi penyelesaiannya hanya bisa terjadi melalui
klesha ketidaktahuan.
Dengan demikian, kita bisa menganalisis 10 jalan karma
untuk membedakan antara karma dan jalan karma. Suatu
tindakan dimulai dari niat, dan niat sendiri adalah karma, tapi
niat tak sama dengan jalan karma. Ketujuh ketidakbajikan fisik
dan ucapan merupakan karma dan jalan karma, sedangkan 3
ketidakbajikan mental adalah jalan karma, bukan karma.

45
Apa itu karma dan jalan karma? Secara umum, karma terbagi
menjadi 2: karma mental dan non-mental (faktor komposisional
tak berasosiasi). Penjelasan dalam Lamrim Agung terkait
pandangan mendalam mengikuti aliran Prasangika5, sedangkan
seluruh penjelasan sebelum pandangan mendalam mengikuti
pandangan umum, yaitu Cittamatra6 dan Madhyamaka7. Jadi,
karma bisa merupakan fenomena mental yang merujuk pada
niat, atau karma bisa berupa faktor komposisional tak berasosiasi
yang merujuk pada jejak karma. Karya Je Tsongkhapa ini sangat
luar biasa karena memaparkan penjelasan yang sangat rinci,
gamblang, dan jelas, dengan didukung oleh sejumlah besar daftar
pustaka, antara lain karya-karya Arya Asanga, Arya Nagarjuna,
serta aneka jenis Sutra.
Tadi sudah disinggung sekilas bahwa niat adalah karma
tapi bukan jalan karma. ‘Niat’ di sini bukan merujuk pada
faktor mental niat yang hadir pada setiap tahapan, tapi niat di
balik sebuah perbuatan, bukan perbuatannya sendiri. Kalau kita
letakkan pada konteks pembagian berdasarkan basis, pemikiran
di balik tindakan, tindakan, dan penyelesaian, kita tahu bahwa
pemikiran di balik tindakan terdiri dari identifikasi, motivasi, dan
klesha. Motivasi di sini merujuk pada niat, yaitu kehendak untuk
melakukan perbuatan, yang muncul sebelum melakukan suatu
perbuatan. Niat ini adalah karma, tapi bukan merupakan jalan
karma. Motivasi merujuk pada niat atau karma, tapi bukan jalan
karma.
Tujuh jalan karma hitam, yang bukan hanya karma tapi juga
merupakan jalan karma, merujuk pada faktor mental “niat” ketika
seseorang sedang membunuh, mencuri, melakukan tindakan

5 Aliran tertinggi dalam filsafat ‘Jalan Tengah’.


6 Filsafat ‘Batin Semata’.
7 Filsafat ‘Jalan Tengah’.

46
Karma dan Jalan Karma

seksual tak pantas, berbohong, mengucapkan kata-kata yang


memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, dan melontarkan
omong-kosong. Faktor mental “niat” yang terjadi pada saat tersebut
merupakan karma sekaligus jalan karma. Di sisi lain, 3 tindakan
mental tak bajik, yaitu keserakahan, niat jahat, dan pandangan
salah, adalah jalan karma, tapi bukan karma. Mengapa mereka
bukan karma? Karena mereka termasuk ke dalam kategori klesha,
yang merupakan faktor mental yang berbeda dari faktor mental
“niat.”
Selanjutnya, penjelasan untuk poin “perbedaan dalam
bobotnya” dalam teks Lamrim Agung terbagi menjadi 2:
1. Bobot dari 10 jalan karma hitam
2. Kriteria untuk perbuatan yang kuat

47
5
Bobot dan Kriteria
Karma
Ada 5 sebab yang menentukan bobot sebuah perbuatan.
Seperti dicontohkan pada kasus membunuh, sebab-sebabnya
adalah sebagai berikut.
1. Pembunuhan yang berat karena sikap adalah perbuatan
membunuh yang diakukan dengan 3 racun mental yang
kuat.
2. Pembunuhan yang berat karena tindakannya sendiri
mencakup:
A] Membunuh dengan batin yang menikmati dan merasa
senang karena telah, sedang, atau akan mengambil
nyawa korban
B] Melakukan sendiri tindakan membunuh tersebut,
menyebabkan orang lain melakukannya, dan memuji
tindakan tersebut
C] Melakukannya dengan batin yang senang melihat
pelaksanaan tindakan tersebut serta dengan
perenungan dan persiapan yang panjang
D] Melakukannya terus-menerus dengan tekun dan
dalam jumlah besar
E] Membunuh dengan siksaan
F] Membunuh setelah menakut-nakuti korban untuk
melakukan perbuatan yang tak pantas
G] Membunuh ketika korban dalam kondisi lemah,
menderita, miskin, ataupun ketika korban sedang
melolong atau memohon ampun dengan penuh iba.

51
3. Pembunuhan yang berat karena tiadanya penawar
adalah tindakan yang dilakukan:
A] Ketika tidak mengambil poin latihan harian apa pun
B] Ketika tidak menjaga ikrar satu hari pada penanggalan
bulan baru, ke-8, ke-14, atau ke-15, ataupun ketika
seseorang secara berkala tidak bermurah hati,
mengumpulkan kebajikan, membahas Dharma,
mempersembahkan penghormatan, bangkit
menghormati Guru yang memasuki ruangan,
menangkupkan kedua tangan sebagai bentuk
penghormatan, ataupun memiliki sikap hormat
C] Ketika dari waktu ke waktu tak merasa malu pada
diri sendiri atau orang lain, ataupun tak memiliki
perenungan awal tentang perasaan bersalah yang
mendalam;
D] Ketika tidak sedang mencapai tingkat pembebasan
dari kemelekatan duniawi ataupun pengetahuan
yang jernih tentang ajaran.
4. Pembunuhan yang berat karena melekat pada hal-
hal tak bajik adalah pembunuhan yang dilakukan
dengan bergantung pada salah satu bentuk pandangan
salah. Misalnya, membunuh binatang karena alasan
keagamaan.
5. Pembunuhan yang berat karena dasarnya adalah tindakan
membunuh hewan bertubuh besar, seorang manusia,
janin, orang tua, bibi atau paman, guru, sahabat dekat,
Shrawaka, Bodhisatwa, Arhat, Pratyekabuddha, ataupun
tindakan menyakiti seorang Buddha.

52
Bobot dan Kriteria Karma

Pembunuhan yang dilakukan tanpa 5 sebab di atas termasuk


tindak pembunuhan yang ringan. Pahamilah bahwa bobot dari
sisa 9 jalan karma hitam lainnya serupa dengan bobot dari jalan
karma membunuh. Pengecualian berlaku untuk dasarnya, yang
dijabarkan sebagai berikut.
Mencuri menjadi berat apabila melibatkan pencurian dalam
jumlah besar; atau mencuri setelah menipu seseorang yang
memercayai kita; atau mencuri dari orang yang lebih rendah, orang
miskin, orang yang telah melepas keduniawian, atau praktisi-
praktisi Buddhis lainnya; atau melibatkan pencurian barang yang
bagus dan bernilai sangat tinggi; atau mencuri barang milik para
Shrawaka, Arhat, Pratyekabuddha, komunitas Sangha, atau
stupa-stupa.
Perilaku seksual yang salah menjadi berat apabila kita
berhubungan dengan mereka yang tak boleh diajak berhubungan
— ibu, kerabat ibu, istri sahabat dekat, biksuni, siksamana, atau
sramaneri. Bagian tubuh yang tak pantas adalah bagian tubuh
selain organ seksual. Waktu yang tak pantas melibatkan hubungan
seksual dengan seseorang yang mengambil ikrar satu hari, seorang
wanita yang hamil tua, atau orang yang sedang sakit. Tempat
yang tak pantas melibatkan hubungan yang dilakukan di tempat-
tempat yang terdapat stupa atau lingkungan komunitas Sangha.
Berbohong menjadi berat apabila ada keinginan untuk
menipu dan memperdayai; berbohong dengan berbagai tujuan;
membohongi orang-orang yang telah menolong kita — orang
tua, para Buddha, orang-orang baik, sahabat; tindak berbohong
yang memicu timbulnya satu perbuatan jahat yang lebih berat —
membunuh, mencuri, dan perilaku seksual yang salah. Berbohong
dengan tujuan memecah-belah komunitas Sangha merupakan
kesalahan berbohong yang paling berat di antara semua tindakan
berbohong.
53
Ucapan memecah-belah menjadi berat apabila tujuannya
adalah memisahkan mereka yang sudah bersahabat sejak lama,
para guru, orang tua, orang tua dengan anak-anaknya, atau
komunitas; ucapan memecah-belah yang memicu timbulnya
perbuatan jahat yang lebih berat — ketiga jenis perbuatan melalui
fisik.
Ucapan kasar menjadi berat apabila ditujukan kepada
orangtua dan sejenisnya, atau kepada seseorang seperti guru kita;
mengutarakan ucapan-ucapan kasar yang tak benar; dan secara
langsung memarahi, mengkritik, atau mencela.
Omong-kosong menjadi berat apabila dasarnya sama dengan
ketiga ucapan salah lainnya; apabila ia melibatkan perkelahian,
pencarian kesalahan, pertikaian, dan pemecah-belahan; aktivitas-
aktivitas seperti membaca teks-teks non-Buddhis dengan sikap
melekat; ataupun bercanda, mengejek, atau berbicara dengan
tidak sopan kepada orangtua, kerabat, dan guru.
Keserakahan menjadi berat apabila mencakup keinginan
mendapatkan benda-benda persembahan yang diberikan kepada
komunitas Sangha dan stupa; menonjolkan kualitas-kualitas
baik diri sendiri karena kesombongan; berniat menerima pujian
dan kesan baik dari rekan-rekan spiritual yang terpelajar karena
pengetahuan yang kita miliki.
Niat jahat menjadi berat apabila ditujukan pada orangtua,
kerabat, guru, mereka yang tidak memiliki kesalahan, orang-orang
miskin, orang-orang yang menderita, orang-orang yang pantas
dikasihani, dan orang-orang yang telah melakukan kesalahan tapi
telah meminta maaf dengan tulus.
Pandangan salah menjadi berat apabila muncul penolakan
terhadap semua kaidah spiritual yang mendasar (ini bahkan lebih
berat ketimbang bentuk pandangan salah lainnya); dan juga
54
Bobot dan Kriteria Karma

pandangan bahwa di dunia ini tidak ada Arhat atau makhluk


agung sejenisnya.
Dalam 10 jalan karma hitam, 3 jalan karma fisik dan 4 jalan
karma ucapan punya perbedaan bobot sesuai dengan urutannya
masing-masing. Jadi, untuk jalan karma fisik, membunuh lebih
berat daripada mencuri, dan mencuri lebih berat daripada perilaku
seksual yang salah. Prinsip yang sama berlaku untuk jalan karma
ucapan. Berbohong lebih berat daripada ucapan memecah-belah,
dst. Untuk jalan karma mental, urutannya terbalik. Keserakahan
lebih ringan daripada niat jahat, dan yang paling berat adalah
pandangan salah. Penjelasan ini diberikan berdasarkan Wacana
Tahapan Praktik Yoga karya Arya Asanga.
Mengetahui dan memahami letak perbedaan tingkat
keseriusan sebuah perbuatan sangatlah penting. Dengan
pemahaman tersebut, kita bisa berhati-hati dalam segala tindak-
tanduk dan perilaku. Kita bisa menaruh perhatian khusus agar
jangan sampai melontarkan kata-kata kasar kepada orang tua,
orang yang telah berbaik hati kepada kita, serta anggota keluarga
kita. Kita juga tidak boleh melakukan perbuatan buruk terhadap
orang-orang yang memiliki kualitas (seperti orang yang rendah
hati) atau orang-orang yang berada dalam kondisi terpuruk dan
menderita. Kalau sampai kita melecehkan atau mencela orang-
orang yang memang sudah dalam kondisi yang buruk, tindakan
ini jauh lebih berat dibandingkan kalau kita melakukannya
terhadap orang lain yang berada dalam kondisi yang lebih baik.
Jadi, pengetahuan ini sangat penting dan merupakan pedoman
berharga bagi kita untuk berperilaku dan bersikap lebih hati-hati
dalam berhubungan dengan orang-orang tertentu. Penjelasan 10
jalan karma hitam ini bisa dirujuk lebih lanjut di dalam Lamrim
Agung dan Pembebasan di Tangan Kita. Secara khusus, penjelasan
lebih rincinya ada di dalam Lamrim Agung.

55
Berikutnya, kita akan melihat penjelasan singkat mengenai
kriteria perbuatan yang kuat. Di dalam Lamrim Agung, tercantum
4 aspek:
1. Penerima (objek dari sebuah tindakan)
2. Pendukung (agen/pelaku)
3. Objek (barang yang terlibat)
4. Sikap (pemikiran di balik sebuah tindakan)

1. Kekuatan sehubungan dengan penerima


Ada banyak penjelasan, kutipan, dan isi Sutra yang
menjelaskan poin ini. Ringkasnya, sebuah perbuatan yang
ditujukan pada Triratna, para Bodhisatwa, dan anggota Sangha
mengandung nilai yang lebih berat dibandingkan kalau ditujukan
pada penerima lain. Penjelasan lengkap tentang poin ini berikut
kutipan-kutipannya bisa ditemukan dalam Lamrim Agung.

2. Kekuatan sehubungan dengan pendukung


Sila memengaruhi kekuatan dari perbuatan. Semakin banyak
sila yang dimiliki, semakin besar kekuatan dari perbuatannya.
Kemudian, semakin besar pengetahuan dan kebijaksanaan yang
dimiliki, semakin ringan kesalahan yang dilakukan. Sebaliknya,
semakin kecil pengetahuan (fakta bahwa seseorang tidak
memahami hakikat sebuah perbuatan tak bajik) , maka semakin
berat pula kekuatan karma dari ketidakbajikan yang dilakukan.
Pengetahuan yang dimaksud di sini tidak sama dengan
pengetahuan dalam artian umum, tapi merujuk pada
pengetahuan ihwal efek dari perilaku seseorang. Artinya, semakin
seseorang menyadari kesalahan dari sebuah ketidakbajikan yang
dilakukannya, makin semakin ringan tingkat keseriusan karma
buruknya. Kalau seseorang memiliki banyak pengetahuan tapi
tidak menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri, maka karma

56
Bobot dan Kriteria Karma

buruk yang dilakukannya jauh lebih serius. Orang seperti ini,


walaupun mungkin memiliki banyak pengetahuan umum,
bukanlah orang yang bijak dan berpengetahuan dalam pengertian
Buddhis.
Pengetahuan yang dimaksud dalam konteks ini adalah
pengetahuan tentang ketidakbajikan, cara menghadapinya, dan
cara memurnikannya. Seseorang yang berpengetahuan adalah
seseorang yang memahami perilaku dan tindak-tanduknya sendiri,
menyadari ketika ia telah melakukan kesalahan, dan kemudian
melakukan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk
memurnikan karma buruknya. Orang macam ini tentu berbeda
dengan orang sombong yang mendaku bijak dan berpengetahuan
tapi tak menyadari kesalahannya sendiri, dan oleh karenanya
terus melakukan kesalahan tanpa tahu apa yang ia lakukan dan
akibat macam apa yang bakal menimpanya.
Tadi disebutkan bahwa semakin banyak sila yang dimiliki,
maka kekuatan karmanya juga semakin besar. Ini merujuk pada
ketidakbajikan dan kebajikan. Semakin sedikit silanya, maka
semakin ringan pula karma buruk atau baiknya. Seperti yang
kita ketahui, ada 3 jenis ikrar, yaitu: pratimoksha, Bodhisatwa,
dan Tantra. Seseorang yang hanya memiliki satu jenis sila tentu
kekuatan karmanya lebih ringan daripada yang memiliki dua
jenis sila. Kemudian, yang memiliki dua jenis sila tentu kekuatan
karmanya lebih ringan daripada yang memegang tiga jenis sila
sekaligus. Seseorang yang memiliki tiga jenis sila sekaligus akan
memiliki kekuatan karma yang besar dalam setiap perbuatannya,
baik yang bajik maupun tidak.
Terkait sila, apabila seseorang sudah mengambil sila tapi tidak
menjaganya dengan baik lalu bertindak seolah-olah ia menjaga
sila dengan baik demi mendapatkan manfaat, keuntungan, dll,
maka ini merupakan kesalahan yang sangat serius dan negatif.
57
Gomchen Lamrim menyatakan: “Orang-orang yang memiliki
sila lebih efisien dalam menempuh jalan ketimbang mereka yang
tidak memiliki sila. Dibandingkan dengan perbuatan buruk yang
dilakukan terus-menerus selama lebih dari seratus tahun oleh
seorang perumah tangga yang melakukan keseluruhan jalan karma
tak bajik, pelanggaran satu hari yang dilakukan oleh seorang biksu
dengan sila merosot yang memakai jubahnya untuk menerima
persembahan dari umat yang beriman jauh lebih berat.”

3. Kekuatan sehubungan dengan objek


Ini berkaitan dengan objek yang diberikan. Di sini,
pemberian Dharma atau ajaran jauh lebih unggul daripada
pemberian materi. Jetsun Milarepa mengatakan, “Aku tak punya
apa pun untuk dipersembahkan. Aku menyenangkan hati Guruku
melalui persembahan praktikku.” Dalam kategori pemberian
materi, masih ada pembagian kekuatan karmanya. Pemberian
materi yang tertinggi adalah pemberian badan jasmani. Tentu
saja, pemberian ini masih di luar kapasitas kita pada kondisi
saat ini, tapi minimal kita perlu mengetahui tentang hal ini.
Kemudian, di antara pemberian ajaran, jauh lebih bermanfaat
untuk memberi ajaran Mahayana ketimbang Hinayana. Di dalam
kategori ajaran Lamrim berdasarkan motivasi, maka pemberian
ajaran motivasi agung lebih besar kekuatannya ketimbang ajaran
motivasi menengah dan motivasi awal. Pemberian lainnya adalah
pemberian rasa aman atau kebebasan dari rasa takut. Ada banyak
contoh, misalnya menolong seekor serangga kecil yang terjatuh ke
dalam air. Terkait manfaat yang diberikan, kalau kita menolong
seorang makhluk dari penderitaan alam rendah, ini lebih kecil
manfaatnya dibandingkan kalau kita menolongnya untuk terbebas
dari penderitaan samsara secara keseluruhan. Intinya, besar
kecilnya penderitaan menentukan besar kecilnya manfaat yang
diperoleh.
58
Bobot dan Kriteria Karma

Di sisi lain, karma buruk yang dilakukan terhadap Dharma


mengandung konsekuensi yang sangat negatif. Dromtonpa
mengatakan, “Dibandingkan dengan kesalahan yang berkaitan
dengan ajaran, ketidakbajikan dari 10 jalan karma hitam tak
ada artinya.” Jadi, kesalahan yang berkaitan dengan Dharma
sangatlah serius dan tak bisa dibandingkan dengan 10 jalan karma
hitam. Karma buruk terkait ajaran bisa berupa membeda-bedakan
antara ajaran yang satu dengan ajaran lainnya, memuji-muji
ajaran tertentu (misalnya Mahayana) dan mencela ajaran lainnya
(misalnya Hinayana). Mencela atau mengingkari Dharma apa pun
adalah kesalahan yang sangat serius dan harus dihindari. Ajaran
agama atau keyakinan apa pun pastilah memiliki manfaatnya
masing-masing, sehingga kita harus menghormatinya. Pendiri
setiap agama pastilah berkeinginan untuk melakukan sesuatu
yang bermanfaat ketika menggagas atau mengusung sebuah
ajaran atau pemikiran. Tak peduli besar kecilnya cakupannya,
setiap ajaran yang memberikan manfaat pada banyak orang harus
dihormati. Dalam kasus apa pun, tidak semestinya ajaran-ajaran
tersebut direndahkan atau diremehkan.

4. Kekuatan sehubungan dengan sikap


Kekuatan karma suatu perbuatan bisa dilihat dari 2 aspek:
intensitas dan durasi waktu. Ketika seseorang melakukan suatu
ketidakbajikan yang termasuk kategori karma buruk yang berat
dan dilakukan dengan klesha amarah atau kemelekatan yang kuat,
maka kekuatan karmanya menjadi lebih berat dibandingkan kalau
tindakan tersebut dilakukan dengan klesha yang lebih ringan.
Selain itu, faktor lamanya waktu juga memengaruhi berat atau
ringannya sebuah karma. Dari sisi kebajikan, yang menentukan
kekuatan karma adalah motivasi di balik sebuah tindakan, apakah
motivasi sebuah kebajikan didasari oleh motivasi kecil, menengah,
atau agung. Di antara semua jenis motivasi, yang paling tinggi
59
adalah aspirasi untuk mencapai Kebuddhaan demi kebaikan
semua makhluk. Segala perbuatan yang didasari oleh motivasi ini
akan memiliki kekuatan karma yang sangat besar.
Gomchen Lamrim mengatakan: “Kebajikan tak terpisahkan
dari pemikiran untuk mencapai kemahatahuan, Di sisi lain, segala
sesuatu yang dilakukan dengan pemikiran buruk yang kuat seperti
niat jahat, amarah, dsb, dan yang dilakukan untuk waktu yang
lama, merupakan karma buruk kuat yang berkaitan dengan
pemikiran.”

60
6
Akibat Karma
Penjelasan akibat dari berbagai jalan karma bisa dibagi
menjadi 3 kategori:
1. Akibat yang matang sepenuhnya
2. Akibat yang sesuai dengan sebabnya
3. Akibat yang memengaruhi lingkungan

1. Akibat yang matang sepenuhnya


Ini bergantung pada tingkat keseriusan sebuah karma. Karma
buruk yang paling serius akan berakibat kelahiran kembali di
alam neraka. Karma buruk menengah menghasilkan akibat yang
matang sepenuhnya dalam bentuk kelahiran kembali di alam
setan kelaparan. Karma buruk yang paling ringan berdampak
pada kelahiran kembali di alam binatang.
Masing-masing karma bisa dianalisis berdasarkan tahap
persiapan, tindakan, dan tahap penyelesaiannya. Tahap persiapan
suatu karma berkaitan dengan akibat yang matang sepenuhnya.
Tindakannya sendiri berkaitan dengan akibat yang sesuai dengan
sebabnya. Tahap penyelesaian berhubungan dengan akibat yang
memengaruhi lingkungan. Dari ketiga kategori tersebut, yang
paling penting adalah akibat yang matang sepenuhnya, karena ini
merujuk pada kelahiran kembali di alam-alam rendah, yaitu alam
neraka, setan kelaparan, dan binatang. Jadi, akibat yang matang
sepenuhnya menentukan bentuk kelahiran kembali di alam
rendah beserta skandha (agregat) yang didapatkan berdasarkan
akibat karmanya.
Kalau kita ambil contoh karma membunuh, maka tindakan
membunuh itu sendiri bukanlah yang berakibat paling buruk.
Adalah tahap persiapannya yang menentukan akibat yang matang
sepenuhnya, yaitu kelahiran kembali di alam rendah. Berbicara
mengenai tahap persiapan, kita bicara dalam konteks sebuah

63
jalan karma yang terbagi menjadi basis/dasar, pemikiran di balik
sebuah tindakan, tindakan itu sendiri, dan penyelesaian.

2. Akibat yang sesuai dengan sebabnya


Kapan sebuah akibat yang sesuai dengan sebabnya terjadi?
Ia terjadi setelah akibat yang matang sepenuhnya berbuah,
yakni kelahiran kembali di alam rendah. Begitu seseorang sudah
bangkit dari alam rendah dan mendapatkan kelahiran kembali
di alam yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami akibat yang
sesuai dengan sebabnya. Ada 2 jenis akibat yang sesuai dengan
sebabnya:
1. Pengalaman yang sesuai dengan sebabnya
2. Perilaku yang sesuai dengan sebabnya
Dalam kasus membunuh, pengalaman yang sesuai dengan
sebabnya adalah mengalami umur pendek atau sakit-sakitan.
Akibat ini cukup mudah dipahami karena ketika kita membunuh,
artinya kita mengambil nyawa satu makhluk. Dengan kata lain,
kita memperpendek masa hidup satu makhluk. Jadi, akibat yang
sesuai dengan sebabnya dari aspek pengalaman adalah kita
sendiri akan mengalami umur pendek. Dalam kasus mencuri,
pengalaman yang sesuai dengan sebabnya adalah kekurangan
harta benda. Ini bisa kita amati pada orang-orang yang senantiasa
kekurangan harta benda, terlepas dari betapa kerasnya mereka
berupaya untuk memperoleh kekayaan. Dalam kasus perilaku
seksual yang salah, akibat yang sesuai dengan sebabnya adalah
mendapatkan pasangan (suami/ istri) yang tidak setia.
Dalam kasus berbohong, akibat yang sesuai dengan
sebabnya adalah mengalami kritikan atau celaan bahkan ketika
kita tak melakukan kesalahan apa pun. Dalam kasus ucapan
memecah-belah, akibat yang sesuai dengan sebabnya adalah
terpisah dari para sahabat. Dalam kasus ucapan kasar, akibat yang
64
Akibat Karma

sesuai dengan sebabnya adalah mendengar kata-kata yang tak


enak didengar atau suara-suara yang tak menyenangkan. Dalam
kasus omong-kosong, akibat yang sesuai dengan sebabnya adalah
diremehkan atau tak diperhatikan oleh orang lain.
Dalam kasus keserakahan, akibat yang sesuai dengan
sebabnya adalah tidak pernah merasa puas dan terus merasakan
kemelekatan yang kuat. Dalam kasus niat jahat, akibat yang
sesuai dengan sebabnya adalah merasakan amarah atau sikap
bermusuhan. Dalam kasus pandangan salah, akibat yang sesuai
dengan sebabnya adalah ketidaktahuan atau kegelapan batin.
Bagaimana dengan akibat yang sesuai dengan sebab
dari sudut perilaku? Bila seseorang membunuh, maka ia akan
cenderung suka dan menikmati tindakan membunuh. Ini berlaku
pada karma buruk lainnya. Secara khusus, kita bisa mengamati
anak-anak kecil. Kadang-kadang, tanpa alasan apa pun, seorang
anak kecil bisa sangat menyukai dan menikmati tindakan
membunuh makhluk apa saja yang bergerak. Ini kelihatannya
terjadi begitu saja, tanpa sebab apa pun. Tapi sebenarnya, ada
alasan kuat di balik tindakan tersebut, yaitu akibat yang sesuai
dengan sebab dari sudut perilaku, yaitu kebiasaan membunuh
yang matang sebagai buah karma di kehidupan saat ini. Ada
juga orang-orang yang tak tahan kalau tidak mengambil barang
milik orang lain, dan dengan logika yang sama, kleptomania ini
sebenarnya adalah kebiasaan mencuri yang matang sebagai buah
karma di kehidupan saat ini.
Guru-guru besar Kadam di masa lampau menyatakan bahwa
di antara kedua jenis akibat yang sesuai dengan sebabnya, perilaku
yang sesuai dengan sebab adalah akibat yang paling buruk dan
berbahaya. Suatu akibat yang mengakibatkan pengalaman tak
menyenangkan akan habis atau selesai ketika dialami. Tapi,
perilaku yang sesuai dengan sebab menyebabkan seseorang terus
65
menciptakan pengalaman yang tak menyenangkan, dan ini tentu
saja jauh lebih buruk.

3. Akibat yang memengaruhi lingkungan


Ini berkaitan dengan lingkungan tempat kita dilahirkan,
yaitu sumber daya dan kondisi lingkungannya. Dalam kasus
membunuh, kita akan terlahir di tempat yang kekurangan
makanan, minuman, dan obat-obatan, atau bisa pula meski
tempatnya tak kekurangan apa pun, makanan dan obat-obatan
yang kita konsumsi tak bergizi atau berkhasiat bagi diri kita (meski
orang lain bisa saja tak mengalami keluhan yang sama). Dalam
kasus mencuri, kita akan terlahir di tempat yang kekurangan hasil
panen, berhubung perubahan iklim yang drastis (kemarau atau
hujan berkepanjangan, dsb). Ini adalah fenomena yang sering
kita lihat belakangan ini. Dalam kasus perilaku seksual yang salah,
kita akan terlahir di tempat yang tak bersih, tak menyenangkan,
memiliki bau tak sedap, dan secara umum merupakan lingkungan
yang tak sehat, yang jamaknya akan membuat kita merasa sedih,
tak nyaman, depresi, dsb.
Dalam kasus berbohong, kita akan terlahir di tempat yang
ladang atau sawahnya tidak memberikan hasil panen yang
diinginkan, terlepas dari upaya-upaya yang sudah dilakukan.
Misalnya, kita bisa saja membeli sebuah kebun dengan hasil yang
panen yang bagus. Namun, setelah kebun ini kita ambil alih, hasil
panennya malah anjlok. Meski di permukaan terlihat tak masuk
akal dan tak punya sebab khusus, namun inilah akibat dari karma
berbohong. Dalam kasus ucapan memecah-belah, kita akan
terlahir di tempat yang tak rata dan terjal, di mana perjalanan sulit
dilakukan, dan yang pada gilirannya menimbulkan rasa takut atau
tidak aman kapan pun kita menempuh perjalanan. Dalam kasus
ucapan kasar, kita akan terlahir di tempat yang tak menyenangkan,

66
Akibat Karma

yang penuh dengan aneka hambatan atau rintangan, misalnya,


terlahir di tempat yang berbatu-batu, yang berduri, yang
jalanannya rusak atau pecah, yang kekurangan air, dsb. Dalam
kasus omong-kosong, kita akan terlahir di tempat yang pohonnya
tak menghasilkan buah, yang berbuah pada waktu yang salah,
yang buahnya tidak bagus, atau yang batangnya gampang roboh.
Dalam kasus keserakahan, kita akan terlahir di tempat yang
segala sumber daya dan hal baiknya mengalami kemerosotan. Apa
yang tadinya ada dan tersedia menjadi berkurang dan menyusut.
Arya Nagarjuna menjelaskan lingkungan seperti ini sebagai tempat
yang tidak sanggup memenuhi harapan para penghuninya. Dalam
kasus niat jahat, kita akan terlahir di tempat yang memiliki banyak
wabah penyakit, konflik (perang saudara, dll), dan binatang buas.
Dalam kasus pandangan salah, kita akan terlahir di tempat yang
sumber daya alam dan tanamannya menghilang, yang orang-
orang potensialnya juga hilang, mati, atau pergi karena satu dan
lain alasan. Perubahan atau distorsi pandangan juga akan terjadi:
apa yang tak baik dianggap baik, apa yang tak bersih dianggap
bersih, apa yang merupakan penderitaan dianggap sebagai
kebahagiaan atau hal yang menyenangkan, dll.

67
7
Jalan Karma
Putih
Demikianlah penjelasan ihwal jalan karma hitam berikut
akibat-akibatnya. Sekarang, kita akan membahas jalan karma putih
berikut akibat-akibatnya dengan prinsip yang sama seperti jalan
karma hitam, yaitu akibat yang matang sepenuhnya, akibat yang
sesuai dengan sebab, dan akibat yang memengaruhi lingkungan.
Di dalam Lamrim Agung, terdapat penjelasan rinci mengenai jalan
karma putih. Jangan bayangkan jalan karma putih terjadi ketika
seseorang kebetulan sedang tak membunuh atau melakukan
jalan karma hitam lainnya. Seseorang yang kebetulan sedang
tidak membunuh tidak bisa dikatakan sudah mempraktikkan
jalan karma putih menghindari pembunuhan. Kalau demikian
kasusnya, maka kita semua tentunya sudah menghimpun begitu
banyak kebajikan selama masa hidup kita.
Apa yang dimaksud dengan mempraktikkan jalan karma
putih? Ini artinya merenungkan kerugian dan keburukan tindakan
membunuh, mencuri, perilaku seksual yang salah, dst, serta
membangkitkan niat untuk menghindari semua ketidakbajikan
tersebut. Inilah motivasi yang harus ada di dalam praktik jalan
karma putih. Sebuah kutipan dari Nagarjuna mengatakan bahwa
di antara seluruh harta karun ajaran Buddha, yang paling berharga
adalah ajaran tentang kemunculan yang saling bergantungan. Di
dalam ajaran tersebut, ada berbagai tingkatan, dari yang paling
kasar hingga paling halus. Hukum karma termasuk ke dalam ajaran
ini, yaitu hukum tentang bagaimana kebajikan menghasilkan
kebahagiaan dan ketidakbajikan menghasilkan penderitaan.
Tingkatan yang paling halus dalam ajaran kemunculan yang
saling bergantungan ini adalah kesunyataan. Sesungguhnya,
ajaran tentang hukum karma adalah salah satu ajaran Buddha
yang paling berharga, dan merupakan cara yang teramat unggul
dalam memandang dunia ini.

71
Misalnya karma putih menghindari pembunuhan,
Tindakannya adalah menahan diri atau berupaya untuk tidak
membunuh. Ketika kita benar-benar berhasil menghindari
tindakan membunuh, di situlah penyelesaiannya terjadi. Sekilas,
tampaknya hampir tak ada perbedaan antara tindakan dan
penyelesaian. Di sini, perlu diingat bahwa ketika dalam tahap
tindakan, kita memunculkan niat untuk tak membunuh. Di sisi
lain, dalam tahap penyelesaian, tindakan membunuh telah
sepenuhnya berhasil dihindari.
Jalan karma putih menghindari pembunuhan dimulai ketika
kita merenungkan kerugian-kerugian mengambil nyawa makhluk
lain. Kita mulai dengan membayangkan calon korban sebuah
tindakan pembunuhan, yaitu seorang makhluk yang bernyawa,
sama seperti kita sendiri. Seorang makhluk pada dasarnya ingin
bahagia dan tidak ingin menderita. Bagi seorang makhluk hidup
seperti kita sendiri, yang paling berharga adalah nyawa atau
hidupnya. Jika kita mengambil nyawa seorang makhluk, tak ada
lagi cara yang lebih buruk untuk menimbulkan penderitaan pada
dirinya. Dengan pemikiran seperti ini, kita bisa membangkitkan
welas asih yang menuntun pada kesimpulan bahwa kita tidak
ingin menimbulkan penderitaan seperti itu pada siapa pun. Dari
sini, kita sampai pada keputusan bahwa kita akan menghindari
tindakan membunuh.
Perenungan terhadap kerugian membunuh juga bisa
direnungkan dari sisi diri sendiri. Sebuah jalan karma membunuh
yang lengkap akan menghasilkan 3 jenis akibat, yaitu akibat
yang matang sepenuhnya, akibat yang sesuai dengan sebab, dan
akibat yang memengaruhi lingkungan. Pada akibat pertama, kita
akan terlahir kembali di alam rendah. Ini berlaku untuk kasus
pembunuhan mana pun, apakah itu membunuh tanpa alasan atau
membunuh sebagai suatu tindakan profesional. Setelah kelahiran

72
Jalan Karma Putih

di alam rendah selesai dijalani, kita akan mengalami akibat kedua,


yakni berumur pendek. Kita juga mendapatkan akibat dalam
bentuk perilaku, yaitu kesukaan atau hobi membunuh. Karena
kecenderungan suka membunuh ini, kita akan kembali melakukan
karma buruk yang sama. Dengan cara seperti ini, kita bisa melihat
betapa akibat membunuh sangat negatif dan sangat sulit untuk
diatasi. Pada akibat ketiga, kita akan terlahir di lingkungan yang
serba berkekurangan. Dengan cara seperti ini, kita merenungkan
dampak negatif dari tindakan membunuh dari sisi diri sendiri.
Semua akibat buruk ini belum termasuk terciptanya halangan bagi
kita untuk mencapai pembebasan dan seterusnya.
Jadi, dengan merenungkan kerugian dan dampak buruk dari
tindakan membunuh, kita bisa:
1. Memancarkan welas asih pada makhluk lain
2. Memancarkan welas asih pada diri sendiri serta
membangkitkan tekad dan upaya kuat untuk menghindari
pembunuhan
Kalau semua ini berhasil dilakukan, kita sudah mempraktikkan
jalan karma putih menghindari pembunuhan. Tak ada waktu
khusus untuk membangkitkan sila menghindari pembunuhan. Ia
bisa dibangkitkan kapan saja ketika kita memiliki sedikit waktu.
Caranya adalah berpikir, “Saya bertekad untuk menghindari
pembunuhan...” dan seterusnya. Semua poin dan prinsip di atas
bisa diterapkan untuk jalan karma putih lainnya.
Kita bisa menerapkan 4 unsur pada jalan karma putih, yaitu:
1. Basis
2. Pemikiran di balik tindakan
3. Tindakan
4. Penyelesaian

73
Contohnya bisa diterapkan pada kasus menghindari
pembunuhan. Basisnya adalah makhluk hidup. Pemikirannya
adalah menyadari kerugian membunuh dan memunculkan
keinginan untuk menghindari pembunuhan. Tindakannya
adalah menahan diri untuk tidak melakukan pembunuhan.
Penyelesaiannya adalah berhasil menahan diri untuk tidak
membunuh.
Prinsip yang sama juga bisa diterapkan pada kasus
menghindari pencurian. Basisnya adalah barang milik orang lain.
Pemikiran di balik tindakan adalah keinginan untuk menghindari
pencurian. Dan seterusnya. Untuk jalan karma putih ketiga,
basisnya adalah menghindari hubungan seksual dengan seseorang
yang tak bebas atau yang tak boleh diajak berhubungan. Dan
seterusnya. Akan sangat baik kalau kita menerapkan 4 unsur pada
keseluruhan jalan karma putih secara lengkap.
Akibat dari jalan karma putih yang matang sepenuhnya
menghasilkan kelahiran sebagai berikut: karma putih paling ringan
menghasilkan kelahiran kembali di alam manusia, karma putih
menengah menghasilkan kelahiran kembali di alam kamaloka,
karma putih paling kuat menghasilkan kelahiran kembali di dua
alam dewa tertinggi.
Dalam kasus menghindari pembunuhan, akibat dari jalan
karma putih yang sesuai dengan sebab adalah berumur panjang,
sehat, bebas penyakit, dst. Perilaku yang dihasilkan oleh tindakan
menghindari pembunuhan adalah kebiasaan dan kesukaan
untuk merawat bentuk kehidupan apa pun, secara alamiah
suka melindungi makhluk hidup, dst. Lingkungan tempat tinggal
bagi orang yang menghindari pembunuhan dipenuhi makanan,
minuman, dan obat-obatan yang bergizi dan berkhasiat, serta
yang cocok untuk dirinya. Hal yang sama berlaku bagi jalan
karma putih lainnya.
74
Jalan Karma Putih

Sebagai kesimpulan, Je Tsongkhapa, di dalam Lamrim Agung,


menyatakan bahwa mereka yang telah mengembangkan 10 jalan
karma putih melalui rasa takut terhadap samsara, namun tanpa
perasaan welas asih agung, serta dengan mengikuti perkataan
orang lain, akan mencapai tingkatan seorang Shrawaka. Mereka
yang tidak memiliki welas asih agung ataupun ketergantungan
pada makhluk lain dan berkeinginan untuk mencapai Kebuddhaan
untuk diri sendiri melalui pemahaman kemunculan yang saling
bergantungan akan mencapai tingkatan seorang Pratyekabuddha.
Ketika mereka yang memiliki sifat yang menjangkau luas
mengembangkan 10 jalan karma putih melalui welas asih agung,
metode terampil, doa aspirasi agung, tidak meninggalkan makhluk
hidup dalam kondisi apa pun, serta memusatkan perhatian pada
kebijaksanaan Buddha yang sangat luas dan mendalam, maka
tingkatan seorang Bodhisatwa dan semua paramita akan tercapai.
Dengan semangat penuh untuk mempraktikkan aktivitas-aktivitas
ini pada tiap kesempatan, mereka akan mencapai seluruh kualitas
seorang Buddha. Rujukan yang dipakai oleh Je Tsongkhapa
untuk menjelaskan poin ini adalah Wacana Tahapan Praktik Yoga
dan Rangkuman Tekad, yang dianggap lebih jelas dibandingkan
dengan kitab lainnya.

75
8
Memeditasikan
Hukum Karma
Di dalam topik hukum karma, poin “meyakini hukum
karma; sumber segala kebahagiaan” terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Sesi meditasi
2. Sesi di antara periode meditasi
Sesi meditasi terbagi menjadi 3: pendahuluan, meditasi yang
sesungguhnya, dan penutup. Pendahuluan merujuk pada 6 Praktik
Pendahuluan, yang di antaranya terdiri dari membersihkan dan
menyiapkan ruang meditasi serta mengundang ladang kebajikan
untuk keperluan praktik akumulasi, purifikasi, dan persembahan
mandala. Setelah mengundang ladang kebajikan, kita mengajukan
permohonan kepada mereka. Sebelum mengajukan permohonan,
kita mengundang mereka untuk datang dan menyatu dengan
Guru spiritual yang duduk di atas kepala kita. Ladang kebajikan
dan Guru spiritual menyatu dan berubah menjadi sosok Buddha
Shakyamuni di atas kepala kita. Kepada Guru spiritual dalam
wujud Buddha Shakyamuni inilah kita mengajukan permohonan.
Permohonan harus senantiasa disesuaikan dengan topik
yang dimeditasikan. Dalam konteks kali ini, kita mengajukan
permohonan untuk memeditasikan hukum karma.
Kita merenungkan dengan cara berikut: alasan mengapa kita
dan semua makhluk sampai saat ini masih terus berputar-putar
di dalam samsara dan belum bebas adalah karena kegagalan
kita dalam memahami hukum karma serta mengembangkan
keyakinan kokoh padanya. Kita semua masih belum berhenti
melakukan karma buruk dan belum lagi mempraktikkan karma
baik. Akibatnya, kita semua masih terus berputar-putar di dalam
samsara.
Setelah perenungan ini, kita mengajukan permohonan
kepada Guru spiritual yang ada di atas kepala untuk pertama-tama
menghapuskan segala rintangan dan kemudian memunculkan

79
semua kondisi yang menguntungkan bagi praktik. Caranya,
pilihlah satu aspek penjelasan yang telah diberikan, misalnya poin
kepastian karma. Sekarang, kita akan memeditasikan purifikasi
dengan membayangkan munculnya cahaya putih kekuningan dan
amerta sebagai jawaban dari permohonan yang kita ajukan kepada
Guru spiritual di atas kepala kita. Beliau memancarkan cahaya
dan amerta yang mengalir memasuki ubun-ubun dan memenuhi
tubuh kita berikut semua makhluk yang ada di sekeliling kita.
Cahaya dan amerta ini benar-benar memenuhi tubuh dan batin
kita, serta dalam sekejap memurnikan semua penghalang dan
karma buruk yang sudah dikumpulkan sejak waktu tak bermula.
Ibarat ruangan gelap berabad-abad yang tiba-tiba diterangi
oleh pelita, maka kegelapan batin yang disebabkan oleh penghalang
dan karma buruk pun sirna. Sebagai gantinya, tubuh kita menjadi
bening dan bermandikan cahaya, begitu pula dengan tubuh semua
makhluk. Bila ada orang yang menghadapi permasalahan berat,
kita bisa memusatkan perhatian pada mereka. Secara khusus,
kita membayangkan bahwa penderitaan mereka berakhir. Kita
juga bisa memusatkan perhatian pada makhluk-makhluk yang
sedang berada di alam bardo atau alam rendah seperti neraka,
karena pastilah mereka yang berada di sana sedang dipenuhi oleh
ketakutan dan penderitaan yang luar biasa. Jadi, pertama-tama,
kita melakukan visualisasi purifikasi untuk menyingkirkan kondisi-
kondisi yang tidak menguntungkan.
Berikutnya, sekali lagi kita membayangkan cahaya putih
kekuningan dan amerta mengalir dari Guru spiritual yang
mengambil bentuk Guru Munendra Wajradhara yang duduk di
atas kepala kita. Cahaya dan amerta ini memasuki tubuh kita dari
ubun-ubun dan menganugerahkan berkah dari tubuh, ucapan,
dan batin beliau serta seluruh realisasi beliau atas Lamrim.
Cahaya dan amerta mengalir memenuhi tubuh kita dan semua

80
Memeditasikan Hukum Karma

makhluk, memberkahi kita semua sehingga mencapai realisasi


yang setara dengan Guru Munendra Wajradhara, meningkatkan
semua kondisi yang mendukung perkembangan spiritual, serta
tentunya menganugerahkan umur panjang, kebajikan, dan harta
kekayaan untuk menunjang praktik kita.
Sebelumnya, kita telah membahas secara singkat aspek-
aspek umum hukum karma, yakni:
1. Kepastian karma
2. Pertumbuhan karma yang pesat
3. Kita takkan mengalami akibat dari karma yang tidak kita
lakukan
4. Karma yang telah dilakukan takkan hilang begitu saja
Meditasi yang sesungguhnya pada poin kepastian karma
dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pertama-
tama, munculkan dan resapi apa yang saat ini kita rasakan. Ini bisa
berupa perasaan menyenangkan, tak menyenangkan, maupun
netral. Apa pun yang kita rasakan, cobalah pertajam dan perjelas
perasaan tersebut. Renungkanlah bahwa apa pun perasaan yang
sedang kita hadapi, ia bukanlah sesuatu yang terjadi secara
kebetulan, tapi merupakan konsekuensi dari karma yang telah kita
lakukan.
Kalau perasaannya menyenangkan, berarti itu adalah akibat
dari karma baik yang telah dilakukan di waktu lampau. Bila
perasaannya tak menyenangkan, tak nyaman, dan menderita,
maka itu adalah akibat dari karma buruk yang telah dilakukan
di waktu lampau. Sebab dan akibat tak mungkin tercampur aduk
satu sama lain.
Jadi, ketika memeditasikan kepastian karma, kita bisa
melakukannya dengan mempertajam perasaan apa pun yang
sedang kita alami pada saat bermeditasi, apakah itu perasaan

81
menyenangkan, tak menyenangkan, ataupun netral. Ingat kembali
apa yang diajarkan oleh Buddha, yaitu bahkan aspek penderitaan
terkecil yang dialami seorang Arhat merupakan akibat dari karma
buruk masa lampaunya. Sama halnya, semilir angin sejuk singkat
yang mengipasi seorang makhluk neraka merupakan buah
dari karma baik yang pernah dilakukannya di masa lampau.
Inilas alasan kenapa karma itu bersifat pasti, dan dari sini kita
membangkitkan keyakinan bahwa memang perasaan
menyenangkan muncul dari karma baik dan perasaan tak
menyenangkan muncul dari karma buruk. Kebalikan dari hal ini
adalah sesuatu yang mustahil terjadi.
Setelah merenungkan kepastian karma, berikutnya kita
membangkitkan keyakinan pada pertumbuhan karma yang pesat.
Sebuah karma akan berkembang dan berlipat ganda. Begitu
diciptakan, karma akan terus bertumbuh dan menghasilkan akibat
yang jauh lebih besar walaupun ia dimulai dengan sebuah sebab
yang kecil. Sebuah benih yang kecil bisa menghasilkan tumbuhan
yang besar, namun pertumbuhan karma bahkan jauh lebih besar
dan pesat lagi. Walaupun seseorang hanya melakukan karma
buruk yang kecil, tapi kalau karma buruk ini tidak dimurnikan,
maka esok harinya karma itu telah berlipat ganda. Pada hari
berikutnya lagi, karma yang telah berlipat ganda akan mengalami
perkembangan lagi, demikian seterusnya. Jadi, sebuah karma yang
kelihatannya kecil bisa berkembang menjadi sangat besar seiring
berjalannya waktu. Oleh sebab itu, kita harus bertekad untuk tidak
melakukan karma buruk yang paling kecil sekali pun. Kalau sudah
melakukannya, karma buruk itu tidak boleh diabaikan begitu saja,
tapi justru harus diberikan penawarnya.
Selanjutnya, kita merenungkan bahwa kita tidak bisa
mengalami akibat dari karma yang tidak kita lakukan. Selain itu,
karma yang telah diciptakan juga tidak akan lenyap begitu saja.

82
Memeditasikan Hukum Karma

Jadi, selama kita tidak menciptakan sebab bagi sebuah karma,


maka kita tidak akan mengalami akibatnya. Dan kalau kita sudah
melakukan sebuah karma, maka terkecuali ada faktor-faktor yang
mengintervensi, karma itu akan tetap eksis hingga tiba saatnya
untuk berbuah dan memberikan dampaknya. Dua sifat karma
yang terakhir ini cukup jelas dan mudah dipahami.
Berikutnya, kita akan merenungkan aneka jenis karma
secara terpisah. Ada 2 pembagian, yaitu: penjelasan inti dan
akibat-akibatnya. Kita harus menyadari bahwa daftar 10 jalan
karma adalah 10 perbuatan yang paling penting, baik itu jalan
karma hitam maupun karma putih, yang mencakup perbuatan
melalui fisik, ucapan, dan mental. Penting sekali bagi kita untuk
menghindari jalan karma hitam, yaitu dengan menjalankan sila
menghindari ketidakbajikan yang merupakan inti ajaran Buddha.
Kalau kita mendaku diri sebagai pengikut ajaran Mahayana,
maka kita harus menjaga sila ini. Berpura-pura menjadi pengikut
Mahayana tanpa menjaga sila ini adalah kesalahan yang sangat
serius.
Selanjutnya, kita memeditasikan jalan karma hitam, yaitu
penjelasan tentang masing-masing jalan karma hitam dan
berbagai akibatnya yang serius. Kita akan menganalisis masing-
masing tahap, mulai dari basis, pemikiran di balik sebuah
tindakan, tindakan itu sendiri, dan penyelesaian. Dengan
merenungkannya, kita akan semakin memahami masing-masing
jalan karma hitam serta membangkitkan pemahaman yang kuat
untuk menghindarinya. Hasil dari perenungan seperti ini akan
sangat bermanfaat.

83
9
Tinjauan Ulang
Guru Atisha mengatakan “Hidup ini singkat, namun hal
yang mesti dipelajari sungguh amat banyak. Kita tak tahu berapa
lama waktu yang tersisa. Seperti angsa yang memisahkan susu
dari air, capailah tujuan-tujuan terpenting semata.”
Jadi, memang betul bahwa hidup ini singkat. Di antara kita,
ada yang berada pada tahapan awal hidupnya, ada yang sudah
masuk ke pertengahan, dan ada juga yang sudah di periode akhir.
Di tahap mana pun kita berada saat ini, secara umum hidup ini
singkat. Di sisi lain, hal-hal yang harus dipelajari dan dikerjakan
tidak pernah berakhir. Belum selesai kita belajar satu hal, sudah
muncul hal lain. Belum beres kita mengerjakan satu hal, sudah
datang pekerjaan lainnya. Jadi, sungguh tak ada batasan terkait
apa yang mesti dipelajari dan dilakukan. Tidak mungkin kita bisa
melakukan segala hal.
Kita juga tidak tahu seberapa banyak waktu yang tersisa dalam
hidup ini. Jadi, tentu saja kita tidak bisa mengejar segala rencana
dan tujuan, karena rencana dan tujuan tidak akan pernah habis.
Seperti seekor angsa yang hanya memusatkan perhatiannya pada
apa yang bermanfaat dan penting, kita juga harus memusatkan
perhatian untuk mencapai tujuan-tujuan terpenting — yang
mencakup tidak hanya kehidupan saat ini tapi juga kehidupan-
kehidupan mendatang.
Kata yang digunakan dalam bahasa Tibet untuk “tujuan”
secara harfiah merujuk pada kegiatan atau aktivitas. Ketika
dikatakan bahwa kita harus mencapai tujuan terpenting, Guru
Atisha tidak merujuk pada tujuan sementara, melainkan tujuan
tertinggi. Artinya, kita tidak hanya mengejar tujuan-tujuan pada
kehidupan saat ini saja, tapi juga tujuan-tujuan yang jangkauannya
lebih luas dan jauh, yaitu kebahagiaan sejati dan terhentinya
penderitaan, bukan sekadar kebahagiaan sementara.

87
Guru Atisha mendorong kita untuk mencapai kebahagiaan
stabil yang definitif, bukan kebahagiaan sementara yang
hanya mengatasi penderitaan sementara. Beliau mendorong
kita untuk mengatasi penderitaan secara pasti atau definitif.
Ini adalah karakteristik khusus dalam ajaran Buddhisme. Ciri
khas ajaran Buddhis adalah mengutamakan faktor batin, yaitu
mengembangkan batin, meningkatkan kualitas-kualitas positif,
dan membuang sikap-sikap negatif; inilah cara untuk mencapai
kebahagiaan dan mengatasi penderitaan.
Cara pandang dan pikir seperti ini adalah ciri khas Buddhisme.
Wasubandhu mengatakan, “Dari karma, muncullah banyak dunia
berikut makhluknya.” Chandrakirti mengatakan, “Dari batin kita,
muncullah dunia ini berikut dunia-dunia lainnya. Ada dunia yang
kondisinya baik dan ada yang buruk. Di dalam semua kondisi ini,
banyak makhluk yang mendapatkan pengalaman berbeda-beda.”
Kesimpulannya, keseluruhan dunia kita berasal dari karma yang
diciptakan oleh semua makhluk. Ketika dikatakan bahwa seluruh
dunia berasal dari karma, ini merujuk pada batin, yaitu karma
sebagai faktor mental “niat.”
Ketika membahas karma, seringkali orang-orang beranggapan
bahwa karma adalah sebuah fenomena yang berlaku secara
umum untuk banyak orang. Tapi, sebenarnya bukan demikian.
Sesungguhnya, karma adalah sesuatu yang sangat spesifik dan
personal. Masing-masing orang membawa karmanya sendiri-
sendiri.
Saat ini, di antara penderitaan dan kebahagiaan, kita relatif
mengalami lebih banyak kebahagiaan daripada penderitaan
karena kita terlahir di alam yang baik. Kita bisa terlahir di alam
yang baik karena karma kita. Pertanyaannya: apa yang akan terjadi
pada kelahiran yang akan datang? Itu bergantung pada karma
yang kita hasilkan dalam kehidupan saat ini. Jadi, karma-karma
88
Tinjauan Ulang

yang kita kumpulkan dalam kehidupan saat ini akan menentukan


apakah kita akan terlahir kembali di alam yang baik atau tidak.
Kalau kita mengalami sesuatu yang menyenangkan, tentu
itu adalah hal yang baik. Tapi, kalau kita mengalami penderitaan,
ini adalah sesuatu yang bisa kita ubah alih-alih dibiarkan begitu
saja. Minimal kita bisa meringankan penderitaan kalau belum
bisa sepenuhnya mengatasinya, yaitu dengan mengubah sikap
kita sendiri. Tergantung pada permasalahan yang dihadapi, kita
tetap bisa menarik hikmah atau pelajaran dari pengalaman yang
tak menyenangkan. Dengan demikian, kita bisa meringankan
pengalaman menyakitkan dengan menerapkan sikap dan cara
pikir tertentu dalam menghadapinya.
Kalau kita menghadapi masalah dengan memunculkan
penderitaan mental seperti kecemasan dan sejenisnya, ini hanya
akan memperburuk keadaan. Dengan kata lain, ini hanya akan
menambah dosis masalah menjadi dua kali lipat. Di sisi lain,
ada orang-orang yang menghadapi masalah dengan sikap
yang berbeda. Ketika seorang Buddhis menghadapi masalah,
misalnya, ia akan berupaya menggunakan situasi tersebut untuk
merenung.
Ia bisa merenungkan bahwa situasi yang dihadapinya tidak
terjadi begitu saja tanpa sebab. Kesulitan yang dihadapi adalah
akibat dari karma yang dilakukan di masa lampau. Sebagai
contoh, bila seseorang jatuh sakit, ia bisa menerima bahwa
penyakit yang dideritanya merupakan konsekuensi dari karma
yang dilakukannya sendiri. Ada juga yang bisa berpikir lebih jauh,
yaitu menggunakan kesempatan tersebut untuk memahami orang
lain. Dengan merasakan dan memahami penderitaannya sendiri,
ia juga bisa merasakan bahwa orang lain ternyata juga menderita.
Bahkan, sering kali penderitaan yang dialami orang lain jauh lebih
parah ketimbang milik kita.
89
Ketika seseorang sudah bisa lebih memahami penderitaan
orang lain, maka ia bisa membangkitkan welas asih. Cara seperti
inilah yang lebih bermanfaat bagi seseorang untuk menghadapi
situasi sulit akibat jatuh sakit, daripada memperburuk keadaan
dengan merasa cemas, gelisah, takut, dsb. Melalui perenungan
yang demikian, mereka bahkan bisa mencapai sesuatu yang
bermanfaat, bukan malah menambah penderitaan.
Ketika seseorang mendapati dirinya terkena penyakit
seperti kanker, ia bisa merenungkan bahwa bukan dirinya saja
yang menghadapi masalah seperti itu. Dengan demikian, ia bisa
membangkitkan keinginan agar penderitaan orang lain juga bisa
berakhir. Ia bahkan bisa membangkitkan niat untuk mengambil
tanggung jawab pribadi untuk mengakhiri penderitaan orang
lain. Kalau sudah demikian, ia sudah memindahkan fokusnya.
Walaupun demikian, bukan berarti penderitaan karena penyakit
serta-merta berakhir, karena tetap saja ia masih sakit. Tapi,
dengan memindahkan fokus pada penderitaan orang lain, ia telah
mengurangi fokus pada penderitaannya sendiri.
Buddha mengajarkan bahwa kita tidak bisa memikirkan dua
hal yang berbeda pada saat yang bersamaan. Ketika kita sedang
memikirkan orang lain, pada saat yang bersamaan kita tidak bisa
benar-benar fokus pada diri sendiri. Jadi, dengan memikirkan
penderitaan orang lain, kita takkan begitu memikirkan penderitaan
pribadi. Dengan cara seperti inilah dikatakan bahwa penderitaan
kita bisa dikurangi.
Karma-karma buruk yang mengakibatkan penderitaan
sebenarnya memiliki sebabnya, yaitu klesha. Ada banyak jenis
klesha, tapi akar dari semua klesha adalah ketidaktahuan batin
yang mencengkram eksistensi diri yang berdiri sendiri. Jadi,
kalau kita hendak memanjatkan doa, maka doa yang paling
efektif adalah membangkitkan harapan agar semua penderitaan
90
Tinjauan Ulang

berikut sebab-sebabnya (karma dan klesha) lenyap dari batin kita,


terutama ketidaktahuan batin dalam bentuk sikap mencengkeram
diri yang berdiri sendiri. Seluruh jalan karma hitam mengandung
sikap mencengkeram ini.
Bentuk ketidaktahuan batin lainnya adalah ketidaktahuan
ihwal hukum karma. Kapan pun seseorang melakukan 10 jalan
karma hitam, maka ketidaktahuan ihwal hukum karma telah
hadir di dalam batinnya dan menyebabkan dirinya bertindak
seperti itu. Ketika seseorang melakukan pembunuhan, misalnya,
maka pada saat itu ia tidak menyadari akibat dari perbuatannya.
Ia lupa pada akibat-akibat yang bisa menimpanya karena suatu
perbuatan. Ketika itu, batin diselimuti oleh ketidaktahuan ihwal
hukum karma. Jika ia menyadari akibat-akibatnya, maka mustahil
ia akan melakukan kesalahan tersebut. Prinsip yang sama berlaku
untuk keseluruhan jalan karma lainnya.
Kita harus bisa menerima akibat yang dihasilkan oleh karma
yang kita lakukan sendiri di masa lampau. Kalau kita memberontak
terhadap kondisi dan berpikir, “Ini adalah penderitaan yang sangat
buruk. Mengapa harus terjadi padaku?” tentu ini sia-sia belaka,
dan malah akan memperparah situasi. Kita harus benar-benar bisa
menerima bahwa itu adalah karma yang telah kita lakukan sendiri
di waktu lampau. Menerima kenyataan adalah langkah pertama
agar karma buruk tak memperparah penderitaan kita.
Ketika kita sudah mengalami penderitaan, pastikan bahwa
kita tidak menciptakan sebab penderitaan lebih lanjut dengan cara
menghindari reaksi yang bisa memunculkan karma buruk lanjutan.
Selain itu, kita juga harus berhati-hati untuk tak menciptakan atau
mengulangi karma buruk yang sama, yang bisa menghasilkan
penderitaan yang sama di masa mendatang. Caranya adalah
dengan mengingat bahwa semua pengalaman yang kita dapatkan
merupakan akibat dari karma yang kita ciptakan sendiri.
91
Jadi, pertama-tama, ingatlah bahwa apa pun yang menimpa
kita pada dasarnya adalah akibat dari karma yang kita buat
sendiri. Kemudian, jangan memusatkan perhatian sepenuhnya
pada kesukaran diri sendiri, karena akan lebih baik kalau kita
membuka diri dan menyadari bahwa orang lain juga mengalami
penderitaan yang sama; seringkali, penderitaan orang lain jauh
lebih buruk ketimbang milik kita. Petunjuk ini bisa diterapkan
dalam situasi apa pun, apakah itu dalam pekerjaan, hubungan
dengan orang lain, kesulitan keuangan, dst. Apa pun hakikat dari
permasalahan yang kita hadapi, metode ini bisa digunakan untuk
menghadapinya.
Poin penting yang hendak ditekankan di sini adalah kita
harus bisa menerima karma kita sendiri. Bukan berarti kita
menyangkal adanya peranan faktor eksternal, tapi biasanya
kita memang melebih-lebihkan peranan faktor eksternal. Kita
cenderung menganggap apa pun yang menimpa kita sebagai
akibat dari kondisi eksternal. Oleh karenanya, kita cenderung
mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain. Bahkan ada
yang menyalahkan kemalangan yang menimpa dirinya pada ilmu
hitam dan guna-guna. Sepertinya setiap orang punya kambing
hitam untuk setiap persoalan yang menimpa dirinya.
Sesungguhnya, walaupun memang ada faktor-faktor eksternal
yang memicu penderitaan, semua itu tidak bisa memengaruhi
seseorang kalau dirinya tidak memiliki karma untuk dipengaruhi.
Jadi, sebab utama dari segala kondisi dan kemalangan adalah
karma kita sendiri. Oleh sebab itu, yang pertama sekali harus
dilakukan adalah menerima kondisi yang menimpa kita sebagai
akibat dari karma kita sendiri. Berikutnya, kita harus senantiasa
menyadari bahwa penderitaan merupakan akibat dari karma
yang kita ciptakan, dan kalau ia sudah berbuah, tak ada yang bisa
dilakukan untuk mengubahnya. Selama kita masih memiliki karma

92
Tinjauan Ulang

buruk, maka kita harus berjuang untuk memurnikannya agar kita


tidak perlu mengalami akibatnya di masa yang akan datang.
Kalau misalnya kita sudah melakukan purifikasi tapi
kemudian masih menciptakan karma buruk yang sama, maka
proses ini takkan ada akhirnya. Akibatnya, kita hanya akan terjebak
dalam lingkaran proses purifikasi dan akumulasi karma buruk
tanpa akhir. Artinya, kita tetap saja melakukan dan mengulangi
karma buruk yang sama. Jadi, selain purifikasi, kita juga harus
menahan diri untuk tidak melakukan karma buruk yang akan
menghasilkan penderitaan yang berulang di masa mendatang,
seperti penderitaan yang sedang kita alami saat ini.
Kesimpulannya, ada 3 unsur penting dalam menghadapi
kesulitan hidup: menerimanya sebagai akibat dari karma yang
kita lakukan sendiri, memurnikan karma buruk, dan menahan diri
untuk tidak mengulangi karma buruk yang sama. Selain itu, kita
juga bisa menambahkan poin menyadari dan memahami kesulitan
dan penderitaan yang dialami orang lain dan menarik kesamaan
antara situasi kita dengan mereka; dengan kata lain, kita tak boleh
lupa bahwa masih banyak makhluk lain yang mengalami situasi
sulit yang sama dengan kita.
Kita bisa memindahkan fokus kita pada penderitaan orang
lain dan berdoa agar kondisi sulit yang menimpa mereka bisa
berubah. Kita berdoa agar mereka tak perlu lagi menderita dan
agar sebab-sebab penderitaan mereka bisa dimusnahkan. Sebab
penderitaan mereka adalah karma, dan sebab karma adalah
klesha. Kita berdoa agar klesha semua makhluk bisa dimusnahkan,
khususnya klesha akar berupa sikap mencengkeram diri yang
berdiri sendiri. Singkat kata, justru dari kondisi yang menderitalah
kita bisa membangkitkan pemikiran yang sangat bermanfaat bagi
makhluk lain.

93
Dalam Puja Guru, Panchen Lama Lobsang Chökyi Gyaltsen
mengatakan bahwa kita harus berpikir dengan cara seperti ini:
“Walaupun seluruh dunia dan semua makhluk di dalamnya
dipenuhi oleh buah dari utang karma mereka berikut segala
penderitaan tak dikehendaki yang jatuh menimpa laksana hujan,
kami mohon berkah darimu agar bisa melihat penderitaan ini
sebagai sebuah jalan, sebagai sebuah sebab yang menghabiskan
akibat-akibat dari karma buruk kami sendiri.”
Makna dari kutipan ini adalah mengubah sebuah kondisi
yang buruk menjadi jalan atau kualitas spiritual. Sebelumnya,
Guru Atisha menyinggung tentang “tujuan-tujuan terpenting”,
yaitu tujuan utama yang membawa kebahagiaan. Cara mencapai
tujuan ini adalah dengan melakukan transformasi batin, yaitu
melatih batin sesuai dengan instruksi. Dan di antara semua
instruksi, kita sudah bertemu dengan instruksi yang terbaik, yaitu
Lamrim.
Sebagai penutup, saya berharap agar kita semua bisa berupaya
sebaik-baiknya untuk memeditasikan dan mempraktikkan ajaran,
yang pastinya akan bermanfaat bagi diri kita sendiri. Kita juga
harus berdoa agar semua makhluk yang jumlahnya tak terhingga
bisa memperoleh dan meningkatkan kebahagiaan dan kedamaian
batin mereka.
Selanjutnya, kita harus senantiasa mengingat bahwa proses
belajar sangat bermanfaat kapan pun kita mengalami masalah
dalam hidup ini. Faktanya, dalam seluruh kehidupan kita, belajar
adalah sahabat terbaik dalam menghadapi segala kondisi. Di sini,
maksud dari belajar adalah merenung dan bermeditasi dengan
dilandasi motivasi yang baik. Aktivitas belajar apa pun semestinya
memang dilandasi oleh motivasi yang baik sehingga ia bisa
menjadi bagian dari praktik kita. Hanya dengan cara inilah kita
bisa mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Aktivitas belajar
94
Tinjauan Ulang

yang baik merupakan praktik terbaik yang bisa kita persembahkan


kepada Guru dan Buddha. Faktanya, ia adalah persembahan
terbaik yang pasti akan menyenangkan hati mereka.

95
Daftar Pustaka

Sumber Sanskerta:
Abhidharma-kosa-bhasya (Komentar Atas Risalah Abhidharma).
Oleh Wasubandhu. Sumber lain tak diketahui.
Madhyamaka-watara (Pengantar Menuju Jalan Tengah). Oleh
Chandrakirti. Sumber lain tak diketahui.
Ratna-wali atau Ratna-mala (Untaian Berharga atau Untaian
Permata). Oleh Nagarjuna. Sumber lain tak diketahui.
Winiscaya-samgrahani (Rangkuman Tekad). Oleh Asanga. Sumber
lain tak diketahui.
Yogacara-bumi (Wacana Tahapan Praktik Yoga). Oleh Asanga.
Sumber lain tak diketahui.

Sumber Tibet
Gomchen Lamrim (Lamrim Meditator Agung). Oleh Ngawang
Drakpa. Sumber lain tak diketahui.
Lama Choepa (Puja Guru). Oleh Lobsang Choekyi Gyaltsen.
Sumber lain tak diketahui.

Sumber Terjemahan Indonesia:


Je Tsongkhapa. 2011. Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju
Pencerahan. Bandung: Penerbit Kadam Choeling.
Pabongkha Rinpoche. 2016. Pembebasan di Tangan Kita.
Bandung: Penerbit Kadam Choeling.
Frye, Stanley. 2004. Sutra Si Bijak dan Si Dungu. Bandung:
Penerbit Kadam Choeling.

96
Glosarium
Abhiseka: Inisiasi pemberkahan dalam tradisi Tantrayana untuk
mengizinkan sekaligus memuluskan langkah praktisi dalam
menapaki praktik spiritual tertentu.
Arhat: secara harfiah bermakna “seorang yang berharga atau
sempurna”. Merujuk pada seseorang yang telah mencapai
pembebasan namun belum meraih Kebuddhaan.
Berlindung: dalam Buddhisme, istilah ini dikenal dengan nama
“Trisarana”. Merujuk pada upaya mencari perlindungan kepada
Triratna dalam rangka menghindari penderitaan dan menemukan
kebahagiaan sejati.
Bodhisatwa: secara harfiah bermakna “makhluk pencerahan”.
Merujuk pada seseorang yang, setelah dimotivasi oleh bodhicita,
terdorong untuk mencapai Kebuddhaan demi kepentingan semua
makhluk.
Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang
diajarkan oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India
yang telah berhasil mencapai pencerahan dan kemahatahuan,
serta memutus rantai keberadaannya di dalam samsara. Tujuan
tertinggi yang ingin diraih oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah
Kebuddhaan, sebuah keadaan di mana seseorang memiliki semua
kualitas yang dimiliki oleh seorang Buddha.
Dharma: secara harfiah bermakna “ajaran”. Dalam konteks
ini, ajaran yang dimaksud adalah ajaran yang asli berasal dari
perkataan Sang Buddha.
Jetsun: Dapat diartikan sebagai “yang mulia”. Di sini, kemuliaan
merujuk pada fakta bahwa seseorang telah menolak segala hal-
ihwal duniawi dan sepenuhnya berfokus untuk meraih pencerahan.
97
Geshe: gelar kesarjanaan yang diraih dari proses pembelajaran
dalam sistem filsafat Buddhis Tibet.
Karma: secara sederhana bermakna “tindakan”. Dengan
demikian, hukum karma merujuk pada suatu hukum yang
mengatur tindakan, atau lebih tepatnya, hukum yang mengatur
bagaimana terjadinya dan berbuahnya sebuah tindakan.
Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada
kondisi-kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan
kita menjadi tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri
hati, kesombongan, kemelekatan, dst.
Lamrim: secara harfiah bermakna “jalan bertahap menuju
pencerahan”. Merujuk pada kumpulan kitab yang menjelaskan
dan mengajarkan tata cara untuk mencapai Kebuddhaan secara
lengkap dan sistematis, sesuai dengan kapasitas setiap individu
yang mempelajarinya.
Mahayana: secara harfiah bermakna “kendaraan besar”. Sama
halnya dengan kasus Hinayana, kata “besar”di sini tidak merujuk
pada semacam tingkatan atau hierarki, melainkan pada kapasitas
batin yang dimiliki oleh seorang praktisi, atau lebih tepatnya, pada
fakta bahwa seorang praktisi menapaki jalan spiritual dengan
tujuan untuk membantu semua makhluk terbebas dari samsara.
Nirwana: sebuah kondisi di mana seseorang telah sepenuhnya
terbebas dari keharusan untuk terlahir kembali secara berulang-
ulang di dalam samsara.
Panca Dhyani Buddha atau 5 Buddha Kebijaksanaan adalah
perwakilan dari 5 kualitas seorang Buddha. Wairocana:
ajaran Dharma yang merangkul semua dan melenyapkan
ketidaktahuan, Amoghasidhi: keberanian yang mencapai semua
dan melenyapkan iri hati dan cemburu, Amitabha: meditasi yang
mencari kebenaran dan melenyapkan egoisme dan kemelekatan,

98
Ratnasambhawa: pemberian yang tak pilih kasih dan melenyapkan
keangkuhan dan keserakahan, Akshobhya: kerendahan hati yang
non-dualis dan melenyapkan amarah.
Paramita: secara harfiah bermakna “penyempurnaan/
kesempurnaan”. Di sini, ada 6 hal yang hendak disempurnakan,
yaitu: dana (kemurahan hati), sila (disiplin moral), kshanti
(kesabaran), wirya (upaya bersemangat), samadhi (konsentrasi),
prajna (kebijaksanaan).
Pratyekabuddha: secara harfiah bermakna “Buddha yang
sendiri”. Merujuk pada seseorang yang mampu mencapai
pembebasan dengan upaya sendiri tanpa bantuan guru. Ini
utamanya merujuk pada fakta bahwa seseorang mampu mencapai
pembebasan bahkan di masa ketika Buddha dan ajarannya tidak
atau belum muncul di dunia ini.
Samsara: lingkaran keberadaan yang tak mempunyai awal
ataupun akhir. Setiap makhluk yang belum terbebas dari lingkaran
ini harus mengalami siklus kelahiran dan kematian tanpa henti.
Sangha: secara harfiah bermakna “majelis” atau “komunitas”.
Dalam Buddhisme, istilah ini secara umum merujuk pada
komunitas kebiaraan yang terdiri dari para biksu atau biksuni,
atau dengan kata lain, kumpulan orang-orang yang menjaga
ikrar-ikrar kebiaraan.
Sidhi: Pencapaian supraduniawi atau supranatural yang diraih
melalui latihan spiritual tertentu.
Skandha: secara harfiah bermakna “agregat” atau “kumpulan”.
Merujuk pada 5 hal yang menyusun keberadaan seorang makhluk
hidup. Terdiri dari: rupa, perasaan, persepsi, niat, dan kesadaran.
Sutra: secara harfiah bermakna “wacana” atau “benang”.
Meskipun pada awalnya hadir dalam bentuk lisan, di kemudian
hari Sutra merujuk pada kumpulan kitab yang menjadi landasan
bagi tradisi-tradisi keagamaan di India.
99
Tantra: secara harfiah bermakna “tenunan”. Merujuk pada tradisi
esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.
Tirthika: penganut filsafat ekstremisme yang menjadi lawan
intelektual utama dari Buddhisme.
Triratna: secara harfiah bermakna “tiga permata”. Merujuk pada
Buddha, Dharma, dan Sangha.
Uposatha: dikenal juga dengan nama upawasatha. Merupakan
hari di mana umat Buddhis menjaga sila (5 atau 8 sila) selama
sehari penuh.
Yana: secara harfiah bermakna “kendaraan”. Merujuk pada
jalan atau metode yang diusung oleh sebuah sistem filsafat untuk
mencapai tujuannya secara sistematis. Misalnya: Sutrayana,
Tantrayana, Mahayana, dst.

100
Bagaimana Menghormati
Buku Dharma
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan
semua makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana
mempraktikkan ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup
kita, sehingga kita menemukan kebahagiaan yang kita idamkan.
Oleh karena itu, apapun benda yang berisi ajaran Dharma, nama
dari guru kita atau wujud-wujud suci adalah jauh lebih berharga
daripada benda materi apapun dan harus diperlakukan dengan
hormat. Agar terhindar dari karma tak bertemu dengan Dharma lagi
di kehidupan yang akan datang, mohon jangan letakkan buku-buku
(atau benda-benda suci lainnya) di atas lantai atau di bawah benda
lain, melangkahi atau duduk di atasnya, atau menggunakannya
untuk tujuan duniawi seperti untuk menopang meja yang goyah.
Mereka seharusnya disimpan di tempat yang bersih, tinggi dan
terhindar dari tulisan-tulisan duniawi, serta dibungkus dengan kain
ketika sedang dibawa keluar. Ini hanyalah beberapa pertimbangan.
Jika kita terpaksa membersihkan materi-materi Dharma, maka
mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong sampah,
namun sebaiknya dibakar dengan perlakuan khusus. Singkatnya,
jangan membakar materi-materi tersebut bersamaan dengan
sampah-sampah lain, namun sebaiknya terpisah sendiri, dan
ketika mereka terbakar, lafalkanlah mantra OM AH HUM. Ketika
asapnya membubung naik, bayangkan bahwa ia memenuhi seluruh
angkasa, membawa intisari Dharma kepada seluruh makhluk di 6
alam samsara, memurnikan batin mereka, mengurangi penderitaan
mereka, serta membawa seluruh kebahagiaan bagi mereka, termasuk
juga pencerahan. Beberapa orang mungkin merasa bahwa praktik
ini sedikit kurang biasa, namun tata cara ini dijelaskan menurut
tradisi. Terima kasih.
101
Dedikasi
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan,
membaca, merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak
lain, semoga semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat
selalu, semoga Dharma menyebar ke seluruh cakupan angkasa
yang tak terbatas, dan semoga semua makhluk segera mencapai
Kebuddhaan.
Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku
ini berada, semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan,
penyakit, luka cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan,
semoga hanya terdapat kemakmuran besar, semoga segala sesuatu
yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah, dan semoga
semuanya dibimbing hanya oleh Guru Dharma yang terampil,
menikmati kebahagiaan dalam Dharma, memiliki cinta kasih dan
welas asih terhadap semua makhluk, semata memberi manfaat
pada sesama, serta tak pernah menyakiti satu sama lain.

102
Tentang Penerbit
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT PADI EMAS. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA
BANTUAN ANDA?

Penerbit Padi Emas adalah sebuah organisasi non-profit.


Misi kami adalah untuk berbagi kebijaksanaan dari ajaran
Buddha seluas mungkin, terutama yang dibabarkan oleh Yang
Mulia Dagpo Rinpoche. Melalui buku-buku yang kami terbitkan,
terselip upaya untuk menginspirasi, menghibur, mendukung,
dan mencerahkan pembaca di seluruh Indonesia.

Kami memiliki sebuah mimpi, membuat seluruh buku


terbitan Penerbit Padi Emas tersebar seluas-luasnya sehingga
dapat menginspirasi banyak orang, baik pemula yang
penasaran, hingga praktisi yang telah berkomitmen. Apakah
Anda setuju dengan mimpi kami ini? Karena tentu saja kami
tidak dapat mewujudkan mimpi ini tanpa bantuan Anda.

Buku Dharma ini dapat Anda UNDANG kehadirannya di


hidup Anda tanpa biaya berkat kebajikan berdana para
dermawan. Mari turut bermudita dan mendoakan para
dermawan yang telah memungkinkan ini terjadi.

Apabila Anda berminat pula untuk terlibat dalam


kebajikan seperti ini, silakan bergabung sebagai Dharma Patron
Lamrimnesia dan berdana ke:

BCA 0079 388 388 a.n. Yayasan Pelestarian dan


Pengembangan Lamrim Nusantara
MANDIRI 119 009 388 388 0 a.n. Yayasan Pelestarian dan
Pengembangan Lamrim Nusantara

Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan


menghubungi Call Center Lamrimnesia.

Dengan menjadi Dharma Patron, Anda secara langsung


terlibat dalam (1) penerbitan dan penyaluran buku Dharma, (2)
penyelenggaraan kegiatan Dharma, (3) pendanaan biaya
operasional dan mobilisasi Dharma Patriot dalam rangka
mendukung aktivitas (1) dan (2) di atas.

Untuk mengetahui lebih lanjut serta memesan buku


terbitan Penerbit Padi Emas, silakan hubungi kontak di bawah
ini:

Care: +6285 2112 2014 1

Info: +6285 2112 2014 2

Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore

Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore

Titktok: @Lamrimnesia_

E-mail: info@lamrimnesia.org

Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

Anda mungkin juga menyukai