Anda di halaman 1dari 172

Milik Depdikbud

Tidak diperdagangkan

SULUK SUJINAH

TimPenulis:

Drs. Sindu Galba (Ketua)


Sri Mintosih BA (Anggota)
Dra Renggo Astuti (Anggota)

Editor:
Made Puma.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
DIREKTORAT SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL
BAGIAN PROYEK PENELITIAN DAN PENGKAJIAN
KEBUDAYAAN NUSANTARA
TAHUN 1992/1993
KATA PENGANTAR

Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Direktorat


Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan telah mengkaji dan
menganalisis naskah-naskah lama di antaranya naskah Kuno Jawa yang beJjudul
Suluk Sujinah, isinya tentang kerukunan hidup berumah tangga yang dilakuhn
oleh seseorang untuk mencapai kehidupan yang sempuma yang didasarkan pada
ajaran Agama Islam.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam naskah ini adalah nilai Kesetiaan, Kese­
imbangan, Kesabaran, Kedisiplinan, Kerja Keras, Kecermatan dan Kepasrahan
terhadap tuhan mengenai apa yang telah dikeJjakan dengan sebaik-baiknya, yang
dapat menunjang pembangunan, baik fisik maupun spirituil.

Kami menyadari bahwa buku ini masih mempunyai kelemahan-kelemahan


dan kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, semua saran untuk perbaikan yang
disampaikan akan kami terima dengan senang hati.

Harapan kami, semoga buku ini dapat merupakan sumbangan yang berarti
dan bermanfaat serta dapat menambah wawasan b udaya bagi para pembaca.

iii
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada para peneliti
dan semua pihak atas jerih payah mereka yang telah mem bantu terwujudnya
buku ini.


Jakarta. November 1992
Pemimpin Bagian Proyek Penelitian dan
Pengk jian Ke udayaan Nusantara

- _ '·
t;�JI�
----

Sri Mintosih. BA.


NIP. 130 358 048

iv
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Usaha untuk mengetahui dan memahami kebudayaan daerah lain selain


kebudayaan daerahnya sendiri lewat karya-karya sastra lama (naskah kuno)
merupakan sikap yang terpuji dalam rangka pengembangan kebudayaan bangsa.
Keterbukaan sedemikian itu akan membantu anggota masyarakat untuk memper­
luas cakrawala budaya dan menghilangkan sikap etnosentris yang dilandasi oleh
pandangan stereotip. Dengan mengetahui dan memahami kebudayaan-kebudayaan
yang ada dan berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia secara benar,
maka akan sangat besar sumbangannya dalam pembinaan persatuan dan kesatuan
bangs a.

Untuk membantu mempermudah pembinaan saling pengertian dan memper­


Juas cakrawala budaya dalam masyarakat majemuk itulah pemerintah telah
melaksanakan berbagai program, antara lain dengan menerbitkan buku-buku yang
bersumber dari naskah-naskah lama seperti apa yang diusahakan oleh Bagian
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Mengingat arti penting­
nya usaha tersebut, saya dengan senang hati menyambut terbitnya buku yang
berjudul, Suluk Sujinah.

Saya mengharapkan dengan terbitnya buku ini, maka penggalian nilai budaya
yang terkandung dalam naskah lama yang ada di daerah-daerah di seluruh Indone­
sia dapat lebih ditingkatkan sehingga tujuan pembinaan dan pengembangan kebu­
dayaan nasional yang sedang kita laksanakan dapat segera tercapai.

Namun demikian perlu disadari bahwa buku-buku hasil penerbitan Bagian


Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara ini baru merupakan

v
langkah awal, dan ada kemungkinan masih terdapat kelemahan dan kekurangan.
Diharapkan hal ini dapat disempurnakan di masa yang akan datang terutama yang
berkaitan dengan teknik pengkajian dan pengungkapannya.

Akhimya saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu penerbitan buku ini.

Jakarta, November 1992

Direktur Jenderal Kebudayaan,

Drs.GBPH. Poeger
NIP. 130 204 562

vi
DAFTAR lSI

Ha1aman

Kata Pengantar 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 .o 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 iii


Sambutan Direktur Jendera1 Kebudayaan 0 0 0 0 0 .. 0 0 0 0 0 00 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 v

Daftar lsi 0 0 0 0 0 0 0 •0 0 00 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 000 vii

Bab 1. Pen dahu1uan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 000 0 0 0 0 0 0 0 0 000 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0

101 latar Be1akang masa1ah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0 0 1


10 2 Pokok masa1ah 0 0 0 00 00 0 0 0 0 0 00000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 4
103 Tujuan 0 00000 000 0 0 0 0 0 0 000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 00 0 4
1.4 Ruang lingkup 0 0 000 00 0 0 0 0 0 00 0000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
105 Metode 000000000 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0000000 000 0 0 0 0 0 0 0 0000 5

Bab 20 Gambaran Umum Orang Jawa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0000000 0 0 00 00 0 0 ° 6

201 Daerah asa1 orang Jawa 0 0 0 0 0 0 0 0 000 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 . 0. 6


202 Jum1ah orang Jawa 0 .. . . . ...... . . .. . . ... . . .... .. . . 7
2.3 Sub-sub Kebudayaan Jawa . . ... ............ ... .... 0 8
2.4 Bahasa orang Jawa ..... 0. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2.5 Sistem Kekerabatan orang Jawa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • . 10
2.6 Religi orang Jawa ... . . ... .. .... .. .. ............. . 1 1

Bab 30 Transkripsi dan Terjemahan Naskah Su1uk Sujinah . ........ 1 3

Bab 4. Analisis dan Kesimpu1an .... . . ...... . ...... . . . 0 . .... . . 147

4.1 Analisis • . • . . . . • . . • . • • . . . . • . • • • . • . . . . . ......... 147

4.2 Kesimpu1an ........................ ........... 1 58 ·

Daftar Pustaka • • • • • • • • 0 •

• 0 • • • • • • 0 • • • 00 • • • • • • • • • 0 • • • • • • • • • • • • 160

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1 .1 Latar Belakang Masalah


.

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan yang direncanakan dengan


tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam tempo yang relatif
singkat. Usaha peningkatan kesejahteraan itu pada gilirannya akan merangsang
tumbuhnya kebutuhan hidup yang tidak hai1ya terbatas pada segi material, tetapi
juga kebutuhan pada segi sosial dan spiritual. Oleh karena itu, hampir setiap ne­
gara yang sedang melaksanakan pembangunan tidak hanya mengalami perkem­
bangan ekonomi dan teknologi yang pesat, melainkan juga menghadapi proses
perkembangan sosial budaya yang tidak sederhana, termasuk Indonesia.

Untuk mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan penduduk, pemerin­


tah tidak segan-segan mengambil alih ilmu dan teknologi moderen. Berbagai
peralatan berat yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja di­
import. Demikian juga modal besar yang memerlukan pengelolaan cermat dita­
namkan dengan harapan dapat mend�tangkan keuntungan materi yang sebesar­
besarnya. Upaya pembangunan yang melibatkan peralatan moderen dan modal
besar itu, ternyata telah menimbulkan berbagai masalah sosial budaya yang
tidak terpikirkan sebelumnya. Belum lagi masalah sosial budaya yang timbul
di kemudian hari ketika pembangunan nasional telah mulai menunjukkan keber­
hasilannya. Selain beban hidup masyarakat meningkat sebagai akibat meningkat­
nya sarana dan prasarana yang harus ditanggung, kebutuhan hidup pun mening­
kat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan mereka. Orang tidak hanya di­
hadapkan pada peningkatan kebutuhan materi, melainkan juga kebutuhaH sosial
dan spiritual. Mau tidak mau, mampu atau pun tidak, orang terpaksa berusaha
memenui kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Hal ini menimbulkan
berbagai masalah sosial budaya.

1
2

Jika diperhatikan secara seksama, masalah sosial budaya itu timbul karena
persepsi masyarakat yang bersumber pada kemajemukan sosial budaya dan
keanekaragaman sistem yang berlaku sebagai kerangka acuan masing-masing
kelompok. Di samping itu, masalah sosial budaya juga muncul karena kebutuhan
masyarakat akan nilai-nilai budaya baru sebagai kerangka acuan baru untuk
menanggapi tantangan yang timbul dalam proses pembangunan.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pembangunan nasional di bidang


kebudayaan harus mampu menanamkan, mengukuhkan dan apabila perlu me­
ngembangkan nilai-nilai budaya baru yang sesuai dengan kebutuhan akan ke­
rangka acuan yang berlaku secara nasional dan sejalan dengan tuntutan kemajuan
pembangunan kebudayaan nasional antara lain dilakukan dengan upaya : (I)
penanaman ·dan pengukuhan nilai-nilai budaya daerah yang dapat memper­
kokoh persatuan dan kesatuan bangsa; (2) mengembangkan nilai-nilai budaya
baru yang sekiranya dapat mendorong tumbuh kembangnya sil'ap mental pada
setiap pribadi anggota masyarakat Indonesia sejalan dengan pesatnya kemajuan
pemba)lgunan. Oleh karena itu, agar semua anggota masyarakat Indonesia dalam
setiap langkah dan perbuatannya Qerorientasi dan mendasarkan kepada nilai­
nilai budaya bangsa yang luhur dan dinamis, perlu diupayakan penggalian dan
penyebarluasan nilai-nilai budaya lama dan asli yang masih relevan dengan per­
kembangan masyarakat, serta pengembangan nilai-nilai budaya baru yang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Penggalian nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat kita dapat dilaku­
kan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengkaji naskah-naskah y.ang
telah mereka hasilkan, khususnya naskah-naskah yang telah berumur 50 tahun
atau Jebih. Dan, naskah yang berjudul "Suluk Sujinah "adalah salah satu dari
sejumlah naskah yang kami pilih untuk dikaji dalam kesempatan ini melalui
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (P3KN) tahun ang­
garan 1991/1992.

Naskah tersebut merupakan koleksi Perpustakaan Fakultas Sastra, Univer­


sitas Indonesia dengan kode : H.s. Th. P 81 . . Naskah yang aslinya bertuliskan
huruf Jawa dan berbahasa Jawa ini berukuran 20 x 31 em dan berjumlah ha­

laman 187, berisi 24 pupuh atau tembang. Adapun isinya meliputi 14 pupuh,
yakni :

(1) Suluk Sujinah,


(2) Prawan Ngantih,
(3) Prawan Mbatik,
(4) Wringin Sungsang,
(5) Musyawaratan Para Ahli,
(6) Suluk Jejampi,
3

(7) Suluk Alip,


(8) Masaiah Sahadat,
(9) Seh Beret,
(I 0) Pustaka Rancang,
(II) Sarpa Naga dan Dhandang Jambul
(12) Suluk Abesi,
(13) Kakang Dhuda. dan
(14) Dhalang Wayang.

Suluk mempunyai beberapa pengertian; Sastroamidjojo (1984) misainya.


beliau menyebutkan bahwa suiuk mempunyai dua pengertian, yakni : (1) suatu
jenis puisi Jawa yang berisi ajaran tasawuf1 atau mistiP) Islam; dan (2) nyanyian
jenis atau tembang yang dilakukan oleh dalang untuk menggambarkan situasi dan
kondisi pada suatu temp.at, atau emosi seperti sedih, gembira, tenang, marah, dan
terkejut dari tokoh wayang (kulit) yang dilakonkannya.
Suluk juga dapat diartikan sebagai "tali pengikat", karena karya-karya yang
berupa puisi dan yang berisi ajaran tasawuf itu dipakai sebagai petunjuk atau
tali pengikat antara makhluk dengan sekelilingnya, atau petunjuk seseorang
untuk sampai pada makrifat Tuhan (Abdul Haq, 1960 : 42-44) Meskipun suluk
dinyatakan sebagai petunjuk, n amun perlu diingat bahwa suluk ini penyampaian-
nya daiam bentuk puisi dan samar-samar, sehingga perlu diterjemahkan untuk
dapat mengetahui makna yang sebenarnya atau nilai-nilai yang terkandung di
daiamnya.

I) llmu tasawuf yang merupakan campuran dari ajaran-ajaran Brahma-Budha, falsafah Yunani. dan ajaran
Plato yang baru muncul sekitar abad ke-8 dan 9 Masehi (Alhamdani, 1972 dan Marsono, 1991 ). Tasa­
wuf dapat juga disebut sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang
muslim dapat sedekat mungkin dengan Allah S.W.T, sehingga akan mendapat kecintaan dan kesempur­
naan rohani (Nasution, 1983: 56 dan Aboebakar, 1962: 8).
Penganut tasawuf disebut "Sufi". Secara etimologi tasawuf berasal dari kata: "Sofa", "sofwah", "shu­
fah", dan "shuf". Sofa berarti "barisan", yakni barisan terkemuka di hadapan Allah S.W.T. Sofa juga
berarti "Kesucian a tau kemurnian", karena ahli sufi telah menganggap dirinya suci dan murni dari segala
kekotoran dunia. Sofwah berarti "inti" atau "pilihan", karena ahli sufi menganggap dirinya sebagai
golongan manusia yang terpilih. Shufah diambil dari nama seseorang yang hidup di zaman Jahiliyah
(kebodohan), yang senantiasa beritikat di sisi Kabah, sehingga ahli sufi menisbahkan diri kepadanya.
Shuffah berarti "pendapa mesjid Nabi Muhammad S.A.W." yang diperuntukkan bagi para fakir miskin
dari golongan Muhajirin. Dan, shuf berarti "bulu", karena dahulu orang sufi menggunakan pakaian bulu
sebagai syiar dan tanda pengenal (Alhamdani, 1972:67).
Sementara itu, bagi para tokoh sufi sendiri melihat tasawuf sebagai penerapan secara konsekwen ajaran
Al Quran dan Sunnah Nabi; berjuang menahan hawa· nafsu. menjauhi perbuatan bid'ah; tidak suka
menuruti syahwat dan meringankan ibadah. Selain itu, tasawuf juga diartikan sebagai memakan yang
halal; mengikuti perintah Rosul yang tercantum dalam sunnahnya; mencintai Allah dan rosuJ:.Nya;
dan keluar dari budi pekerti yang terpuji (pendapat Asjwadie Sjukur yang dikutip oleh Purnarna, 1984:
43) .
4

1.2 Pokok Masalah

Pembangunan memang pada hakekatnya adalah perubahan yang direncana­


kan. Namun demikian, bukan berarti bahwa untuk menjadi bangsa yang maju
harus membuang nilai-nilai budaya lama (tradisional) dan menggantinya dengan
nilai-nilai budaya baru yang berasal dari barat (baratisasi). Dengan cara seperti
itu mungkin saja kemajuan dapat diperoleh. Akan tetapi, kemajuan yang diper­
oleh itu lepas dari akarnya. Dan, kemajuan seperti ini tidak diharapkan oleh
landasan ideologi dan operasional kita. Kemajuan yang ingin kita capai melalui
pembangunan adalah kemajuan yang tidak lepas dari akar budaya k.ita. Belum
lagi tidak semua budaya asing sesuai dengan kepribadian bangsa kita. Berkenaan
dengan itu upaya untuk menemukenali nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
tersimpan dalam karya-karya mereka (naskah-naskah), khususnya naskah "Su­
luk Sujinah" yang tampaknya mulai dilupakan orang adalah sesuatu yang tidak
boleh ditawar-tawar lagi.

1.3 Tujuan

Kita menyadari bahwa tidak semua nilai tradisional sesuai dengan pembangun­
an. Namun, banyak di antaranya yang sesuai dengan pembangunan, tetapi telah
kita lupakan karena derasnya arus modernisasi sebagai ak.ibat pembangunan
di satu pihak, dan globalisasi dalam berbagai bidang di lain pihak. Dalam kondisi
yang demikian, penelitian dan pengkajian naskah kuno yang bertujuan mene­
mukenali nilai-nilai luhur budaya bangsa menjadi sangat penting. Temuan-temuan
tersebut diharapkan pada gilirannya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
rangka kebijakan pembinaan dan pengembangan kebudayaan.

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian dan pengkajian ini dibatasi oleh judul naskah yang dikaji, yaitu
'Suluk Sujinah "yang berkode nomor : H.S.Th. P.81. Naskah ini merupakan
koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, yang memiliki ukuran 20 x 31
em, dengan jumlah halaman 187, dan bertuliskan huruf dan bahasa Jawa.

Mistik menurut Ensiklopedi urn urn (1973: 837) disebut sebagai menyatukan jiwa dengan Tuhan, dan
mistisisme merupakan kepercayaan yang meyakini adanya hubungan batin antara manusia dengan
Tuhan. Jadi, tujuan mistik adalah menyatukan manusia dengan Tuhannya. Jika itu dapat dilakukan,
maka lenyaplah sifat kemanusiaannya.
5

1.5 METODE

Metode yang kami gunakan untuk mengkaji naskah ini adalah analisis ISI
(conten t analysis), yaitu suatu motode dalam ilmu-ilmu sosial untuk memp�la­
jari arti yang lebih dalam serta proses-proses dinamis di belakang komponen isi
dari naskah itu sendiri. Dalam hal ini adalah naskah "Suluk Sujinah ".

Untuk melaksanakan metode tersebut - setelah kami memperoleh naskah-­


maka langkah yang berikutnya adalah menyalin naskah yang berhuruf Jawa ke
huruf Latin. Oleh karena bahasanya masih menggunakan bahasa Jawa, maka
langkah selanjutnya adalah menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Se­
lanjutnya, naskah dikaji. Untuk mengetahui Jatar belakang sosial budaya masya­
rakatnya, terutama pada saat naskah ini ditulis, kami menggunakan studi ke­
pustakaan.

Laporan penelitian dan pengkajian naskah ini kami bagi ke dalam lima bab.
Bab I (Pendahuluan) berisi serangkaian pemikiran yang tertuang dalam : latar­
belakang masalah, pokok masalah, tujuan, ruang lingkup, dan metode. Bab II
berisi gambaran umum mengenai masyarakat yang dikaji; dalam hal ini adalah
masyarakat Jawa. Bab ini meliputi uraian mengenai : daerah asal orang Jawa,
jumlah orang Jawa, bahasa orang Jawa, variasi kebudayaan Jawa yang bersifat
regional, sistem kekerabatan orang Jawa, dan religi orang Jawa.

Bab III kami beri judul "Transkripsi dan Terjemahan Naskah Suluk Sujinah ".
Sesuai dengan judulnya, maka bab ini merupakan salinan dari naskah asli yang
berhuruf Jawa menjadi huruf Latin. Bab IV yang merupakan bab terakhir, kami
beri judul "Analisis dan Kesimpulan". Bab ini berisi mengenai kajian isi naskah
dan temuan-temuan yang kemudian dikaitkan dengan pembangunan, khususnya
dalam kebijaksanaan kebudayaan.

Tasawuf menurut Sjukur dapat dibedakan dengan mistik. Tasawud bersumber pada AI Quran dan
sunnah Nabi serta menyontoh perilaku para sahabatnya; sedang mistik bers.umber pada ajaran dan re­
nungan filsafat. Perbedaan Jain ialah tasawuf bertujuan, untuk mencapai kesempurnaan roham; sedang
mistik, meskipun tujuannya mirip dengan tasawuf, namun mistik menganggap bahwa kesempumaan
manusia bukan hanya dekat dengan Tuhan, tetapi letak kesempurnaan rohani adalah pada persatuan
dan perpaduan manusia dengan Tuhan (Syukur, 1982: 20). Walaupun ada perbedaan, namun dalam
perkembangannya tasawuf dipengaruhi oleh ajaran-ajaran mistik.
BAB II
GAMBARAN UMUM ORANG JAWA

2.1 Daerah Asal Orang Jawa

Salah satu pulau yang tennasuk besar, dan yang tergabung dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pulau Jawa. Pulau ini bila diukur
ujung-ujungnya memiliki panjang tidak kurang dari 1.600 kilometer dan Iebar
500 kilometer. Dengan luas yang dimilikinya itu (delapan juta kilometer persegi),
ternyata ia hanya tujuh persen dari Iuas seluruh kepulauan Indonesia. Namun
demikian, pulau tersebut penduduknya padat; bahkan terdapat di antara pulau­
pulau lain yang tergabung dalam wilayah Indonesia. Hampir 60% penduduk
Indonesia tinggal di pulau yang luasnya hanya seperlima dari pulau Kalimantan.

Pulau Jawa sering disebut sebagai daerah asal orang Jawa. Kami pikir sebutan
itu tidak sama sekali salah, namun juga tidak seluruhnya benar, karena dalam
kenyataannya pulau Jawa tidak hanya sebagai daerah asal orang Jawa saja, tetapi
juga orang-orang lain, seperti : Banten, Betawi. dan Baduy. Dengan kata lain,
daerah asal orang Jawa bukan pulau Jawa secara keseluruhan, tetapi hanya di
bagian tengah sampai ke ujung bagian timur pulau tersebut. Pada bagian barat
yang hampir seluruhnya merupakan dataran tinggi Priangan adalah daerah asal
orang Sunda. Untuk menentukan batas yang tepat antara daerah kebudayaan
Jawa dan Sunda sangat sulit. Namun demikian, kita dapat mengikuti pendapat
dari seorang ahli kebudayaan yang bernama Koentjaraningrat. Menurut beliau
garis batas yang memisahkan kedua kebudayaan itu dapat digambarkan sekitar
sungai Citanduy dan Cijulang pada bagian selatan, dan kota Indramayu pada
bagian utara (Koentjaraningrat, 1984 : 4 ).
Bagian tengah dan timur pulau Jawa yang merupakan daerah asal orang
J awa itu keadaan alamnya merupakan dataran tinggi yang bergunung-gunung.

6
7

Ada sejumlah gunung berapi baik yang masih aktif m aupun yang sudah mati
menjulang dengan ketinggian berkisar antara 1.500 sampai dengan 3.500 meter
dari permukaan air laut. Pada sisi yang lain, sederetan perbukitan kapur yang
pada umumnya berbentuk rata, dengan ketinggian sedang-sedang saja, terdapat
di sekitar pantai utara Jawa Timur dan pantai selatan yang banyak di antaranya
membentuk tebing-tebing yang curam.

Di lereng pegunungan dan perbukitan mengalir sungai-sungai yang membawa


bahan muntahan gunung berapi ke lembah-lembah yang luas di sungai-sungai
yang besar. Lembah-lembah yang terdiri dari tanah pasir dan batu kerikil yang
halus itu mengandung kesuburan yang tinggi untuk pertanian. dengan suatu
kapasitan kandungan air yang tinggi pula. Sungai-sungai besar seperti : Serayu
di Jawa Tengah. Bengawan Solo dan Brantas di Jawa Timur membawa Jahan­
lahan vulkanis yang subur ke daerah-daerah yang rendah, yang diendapkan di
sepanjang pantai selatan Jawa Tengah dan sepanjang pantai utara Jawa Timur.
Meskipun demikian. ini bukan semata-mata yang membuat daerah asal orang
Jawa demikian subur. Tampaknya ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi­
nya, antara lain iklim angin musim yang dalam satu tahun berhembus dari Sa­
mudera Indonesia, dan dalam musim yang lain berhembus angin dari Australia
yang kering. Selama bulan Desember sampai dengan bulan Mei - sebagai akibat
angin barat daya - hujan turun terus menerus (musim penghujan). Sedangkan,
pada bulan-bulan Juni sampai dengan bulan November berhembus angin tenggara
yang pada gilirannya menyebabkan musim kemarau. Keadaan alam yang sangat
mendukung untuk usaha pertanian, di tambah dengan sifat angin musim seperti
yang baru saja disebutkan, pada gilirannya membawa orang Jawa dikenal sebagai
·

petani menetap yang tangguh dengan sistem irigasi yang meyakinkan.

2.2 Jumlah Orang Jawa

Meskipun tidak ada yang menyangkal bahwa pendukung kebudayaan Jawa


adalah terbesar di Indonesia (dalam segi jumlah), namun seperti halnya pen­
dukung kebudayaan lain, terutama kebudayaan (baca sukubangsa) yang besar,
jumlah yang pasti sulit didapatkan. Hal itu disebabkan sensus penduduk yang
akhir-akhir ini dilakukan tidak menyertakan variabel sukubangsa, sehingga data
"mengenai jumlah pendukung kebudayaan suatu sukubangsa yang tersebar di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, termasuk jumlah pendukung kebudayaan
Jawa. Kita memang mengetahui Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur-(tidak
termasuk Madura), dan sebagian kecil daerah Jawa Barat adalah daerah asal orang
Jawa. Namun demikian, dalam kenyataannya daerah-daerah tersebut tidak hanya
didiami oleh orang Jawa saja. Apalagi, pada zaman penjajahan banyak orang
Jawa yang dipekerjakan oleh Belanda di daerah-daerah luar Jawa (di luar daerah
asal orang Jawa). Di Suriname (Amerika Selatan) misalnya, pada abad ke-18
8

ada sekitar satu setengah juta orang Jawa yang dipekerjakan sebagai buruh per­
kebunan di sana. Pada abad ke-19 juga banyak orang Jawa yang di pekerjakan
di perkebunan-perkebunan milik Perancis di Kaledonia Baru. Sementara itu.
dalam jumlah yang tidak kecil (ribuan), orang Jawa juga dikirim ke perkebunan­
perkebunan tembakau di Sumatera Utara, tepatnya adalah di Kabupaten Deli
Serdang. Jumlah yang sama juga ditempatkan pada daerah Sumatera Selatan dan
Lampung melalui program yang disebut sebagai kolonisasi. Setelah negara Indo­
nesia terbantuk pun banyak orang Jawa yang dipindahkan ke daerah-daerah yang
masih kosong di hutan-hutan Sumatera Selatan dan daerah-daerah lain di Indo­
nesia melalui apa yang disebut sebagai program transmigrasi. Belum lagi yang pro­
gram pindah atas kemauan sendiri. lnilah yang kemudian menyebabkan adanya
ungkapan "Kemana anda pergi, di sana anda akan menemukan orang Jawa".

Kenyataan di atas dapat dijadikan sebagai pedoman bahwa untuk menye­


butkan secara pasti tentang jumlah orang Jawa adalah mustahil. Berkenaan dengan
itu, jika kita berbicara mengenai jumlah orang Jawa, kita hanya dapat memper­
kirakan saja. Dan, satu-satunya angka yang barangkali mendekati kebe­
naran -- walaupun sudah kedaluwarsa - adalah yang dihasilkan oleh sensus
penduduk tahun 1950, karena ini adalah sensus terakhir yang masih menyertakan
variabel sukubangsa. Berdasarkan sensus ini jumlah orang Jawa tidak kurang
dari 29 juta, di mana satu juta lebih tinggal di luar daerah asalnya. Di zaman
sekarang tentunya jumlah itu telah meningkat, lebih-lebih dengan pesatnya ke­
majuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada gilirannya dapat menekan
tingkat kematian. Sensus Penduduk tahun 1971 saja menyebutkan bahwa pen­
duduk yang tinggal di Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur berjumlah
49 juta lebih. Walimpun kita mengetahui bahwa di daerah-daerah tersebut tidak
hanya didiami oleh orang Jawa saja, tetapi kita dapat memperkirakan bahwa
jumlah orang Jawa tidak kurang dari 35 juta jiwa, mengingat daerah-daerah ter­
sebut mayoritas adalah orang Jawa.

2.3 Sub-sub Kebudayaan Jawa

Bila kita mengamati secara cermat mengenai kebudayaan Jawa, maka kita
dapat menyimpulkan bahwa kebudayaan tersebut bukan merupakan kesatuan
yang homogen. Di sepanjang daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur ada variasi ·

yang bersifat regional. Dan, ini disadari betul oleh orang Jawa sendiri. Keaneka­
ragaman kebudayaan yang bersifat regional ini antara lain ditandai oleh logat
bahasanya dan unsur-unsur lain seperti : makanan, upacara-upacara rumah
tangga (upacara di lingkaran hidup individu), kesenian rakyat, dan seni suara.

Berdasarkan pandangan orang Jawa' sendiri, Koentjaraningrat membagi ke­


anekaragaman regional kebudayaan Jawa ke dalam 7 bagian (variasi), yakni :
(1) Kebudayaan Banyumas yang daerahnya meliputi bagian barat kebudayaan
9

Jawa; (2) Kebudayaan Bagelen yang daerahnya berada di sebelah tenggara dari
daerah kebudayaan Banyumas; (3) Kebudayaan Negarigung yang didukung
oleh orang-orang yang berada di kota Yogyakarta dan Solo (daerah istana-istana
Jawa) ; (4) Kebudayaan Pesisir yang didukung oleh orang-orang yang berada
dikota-kota pantai utara Jawa; (5) Kebudayaan Mancanegari yang didukung
oleh orang-orang yang berada di daerah Madiun, Kediri, dan delta sungai Brantas;
(6) Kebudayaan Tanah Sebrang Wetan yang didukung oleh orang-orang yang ber­
ada di daerah Banyuwangi dan sekitarnya; dan (7) Kebudayaan Blambangan
yang didukung oleh orang-orang yang berada di ujung Pulau Jawa bagian timur
(Koentjaraningrat, 1984: 25-29).

2.4 Bahasa Orang Jawa

Berdasarkan penggunaannya bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, yakni


bahasa kesusasteraan dan bahasa sehari-hari. Bahasa kesusasteraan secara kronolo­
gis dapat dibagi dalam 6 fase, yakni :

I) Bahasa Jawa Kuno yang dipakai dalam prasasti-prasasti kraton pada zaman
antara abad ke-8 dan ke-1 0. dipahat pada batu atau diukir pada perunggu. de­
ngan bahasa seperti yang dipergunakan dalam karya-karya kesusasteraan kuno
abad ke-10 hingga 14.

:!) Bahasa Jawa Kuno yang dipergunakan dalam kesusasteraan Jawa-Bali Kesusas­
teraan ini ditulis di Bali dan Lombok sejak abad ke-14. Bahasa kesusasteraan
ini hid up terus sampai abad ke-20, tetapi ada perbedaan yang pokok dengan
bahasa yang dipergunakan sehari-hari oleh masyarakat Bali di zaman sekarang.

3) Bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan Islam di Jawa Timur. Kesusas­


teraan ini ditulis pada zaman berkembangnya kebudayaan Islam yang meng­
gantikan kebudayaan Hindu-Jawa di daerah aliran sungai Brantas dan daerah
hilir Sungai Bengawan Solo dalam abad ke-1 6 dan 17.

4) Bahasa kesusasteraan kebudayaan Jawa-Islam di daerah pesisir. Kebudayaan


yang berkembang di pusat-pusat agama di kota-kota pantai utara Pu1au Jawa
pada abad ke-17 dan 18, oleh orang Jawa sendiri disebut sebagai "Kebudayaan
Pesisir".

�) Bahasa kesusasteraan di Kerajaan Mataram. Bahasa ini ada1ah bahasa yang di­
pakai dalam karya-karya kesusasteraan karangan para pujangga kraton keraja­
an Mataram abad ke- 18 dan 19.

6) Bahasa Jawa masa kini, ada1ah bahasa yang dipakai da1am percakapan sehari­
hari, buku-buku, dan surat-surat kabar berbahasa Jawa dalarn abad ke-20.
Berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak mengenal tingkatan; bahasa Jawa
yang dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari mengenal adanya tingkatan (gaya
10

bahasa) yang· penggunaannya bergantung law an bicaranya. Gaya bahasa itu ada
yang disebut sebagai ngoko, madya, dan krami. Artinya, jika seorang Jawa akan
berbincang-bincang dengan seseorang, maka ia harus tahu persis kedudukan sosial
orang yang akan diajak berbincang-bincang tadi. Jika tidak mengetahui persis siapa
yang menjadi lawan bicaranya, ia akan menggunakan gaya bahasa Jawa krami/
krama atau sekurang-kurangnya madya, tetapi bukan ngoko. lni untuk menjaga
adanya kemungkinan yang dapat menimbulkan suasana yang tidak enak bagi
kedua belah pihak. Menggunakan gaya bahasa ngoko terhadap seseorang yang
belum diketahui kedudukan sosialnya adalah tidak sesuai dengan sistem ke­
layakan yang dimiliki orang Jawa dalam pergaulan. Gaya bahasa yang sama juga
digunakan pada waktu seseorang berbicara dengan orang yang dianggap tinggi
kedudukan sosialnya. Gaya bahasa ngoko biasanya digunakan untuk berbincang­
bincang dengan orang-orang yang dianggap sederajat. Selain itu, bahasa ngoko ini
juga seringkali digunakan oleh orang-orang yang senior terhadap mereka yang
yunior atau orang-orang yang kedudukan sosialnya tinggi terhadap orang-orang
·

yan g kedudukan sosialnya rendah.

Di samping gaya bahasa seperti yang telah disebutkan di atas. masih ada gaya
bahasa lainnya (enam) yang sebenarnya merupakan kombinasi dari ketiga gaya
bahasa tadi. Seperti halnya gaya bahasa yang pertama, gaya bahasa yang merupa­
kan kombinasi ini juga penggunaannya bergantung lawan bicaranya. di samping
situasi dan kondisinya.

2.5 Sistem Kekerabatan Orang Jawa

Prinsip keturunan yang dianut oleh masyarakat orang Jawa adalah bilateral.
lni berarti bahwa pada masyarakat Jawa yang dianggap sebagai kerabatnya adalah
kerabat. baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Sebuah keluarga baru. yang ter­
bentuk melalui proses yang rumit. dapat saja tinggal di lingkungan kerabat ayah
atau ibu. atau tinggal di tempat yang baru. bergantung situasi dan kondisi keluarga
baru itu dan orang tua mereka. Namun demikian, di pedesaan Jawa ada kebiasaan
bahwa pengantin laki-laki untuk semerltara waktu tinggal di keluarga/orang tua
pengantin perempuan. Bahkan, ada kecendernngan selama keluarga barn itu belurn
dapat mendirikan rumah tersendiri, keluarga tersebut akan tinggal di rumah orang
tua perempuan. Ini sebenarnya bukan keharusan, tetapi sering kali pengantin
perempuan yang kebanyakan halus perasaannya tidak betah tinggal bersama di
rumah mertuanya (orang tua pengantin laki-laki). Alasan yang sering kami dengar
adalah tinggal di rumah orang tua sendiri lebih bebas daripada tinggal bersama
orang tua pihak laki-laki. Keadaan tersebut pada gilirannya mempengaruhi tingkat
keakraban hubungan antara keluarga baru dengan orang tua mereka beserta
kerabat-kerabatnya. Dalam hal ini hubungan keluarga baru lebih dekat dengan
kerabat ibu dibandingkan kerabat ayah, sehingga jika keluarga barn itu mempu-
II

nyai anak, maka anak-anak mereka cenderung akan lebih dekat dengan kerabat
ibu dibanding kerabat ayah. Apakah ini betul? Tampaknya masih perlu diteliti
secara mendalam. Namun, kesan kami yang selama ini mengamati sistem ke­
kerabatan orang Jawa, tampaknya demikian.

Untuk menentukan kedudukan seseorang dalam kerabatnya, seperti halnya


masyarakat lainnya, mereka mengenal istilah-istilah yang digunakan untuk menye­
but dan menyapanya. Dengan istilah-istilah itu, di samping untuk menunjukkan
status orang yang disapa atau disebutnya, juga untuk menunjukkan tingkah laku
yang sopan dalam berhubungan dengan sesama kerabatnya.

Jika anda sebagai Ego, maka semua kakak laki-laki dan kakak perempuan
ayah dan ibu, beserta isteri-isteri maupun suami-suami mereka diklasifikasikan
menjadi satu dengan istilah siwa atau uwa, atau ada yang menyebutnya sebagai
pakde atau bude. Mereka (siwa atau uwa dan pakde atau bude) menyebut ego
dengan istilah prunan. Sedangkan, adik-adik dari ayah dan ibu diklasifikasikan ke
dalam dua golongan yang dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya. Adik laki-laki
dar! pihak ibu disebut dengan istilah paman atau pak/ik yang sering disingkat
dengan man atau lik; sedang bibi atau bulik adalah istilah yang digunakan untuk
menyebut adik perempuan ayah dan ibu. Sementara itu, ponakan adalah istilah
yang digunakan oleh mereka untuk menyebut ego. Jika ego mempunyai saudara
laki-laki yang l'ebih tua. ego menyebutnya kakang atau mas. Mbakyu adalah isti­
lah yang digunakan oleh ego untuk menyebut kakak perempuan. Sedangkan,
kakak ego baik yang laki-laki maupun yang perempuan menyebut ego dengan
istilah adik yang sering disingkat dik.

2.6 Religi Orang Jawa

Orang Jawa sebagian besar menganut agama Islam. Namun demikian. jika kita
amati secara mendalam. kita dapat mengetahui bahwa apa yang disebut sebagai
"Islam" yang dianutnya itu sebenarnya dapat dikategorikan menjadi dua kategori.
yakni: (I) agama Islam Jawa yang sinkretis dan (�) agama Islam yang puritan,
atau yang mengikuti ajaran agama Islam secara lebih ketat.

Penganut agama yang dikategorikan sebagai agama Islam Jawa yang bersifat
sinkretis itu. sebagian besar tidak menjalankan kelima rukun Islam secara serius.
Misalnya. mereka tidak melakukan sembahyang lima waktu. tidak melakukan
sembahyang Jumat. seringkali tidak terlalu memperdulikan pantangan makan
daging babi. dan banyak yang tidak berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji
atau pergi ke tanah suci (Mekah). Namun. banyak di antaranya yang taat berpuasa
dalam bulan Ramadhan. Kodiran ( 1977) menyebut mereka sebagai Islam A bang­
an. Ini bukan berarti mereka hampir tidak beragama atau sangat sedikit memikir­
kan masalah agama, atau menjalankan kehidup,an yang tanpa agama. Dalam ke­
nyataannya, agama justru sangat banyak menyita waktu mereka. Mereka juga
12

percaya adanya surga yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berbuat baik
dalam hidupnya. serta persamaan-persamaan lain sebagaimana orang-orang Islam
di daerah-daerah lain di Indonesia. Yang perlu kita catat adalah bahwa mereka
juga yakin pada konsep-konsep keagamaan lain seperti makhluk-makhluk halus
(gaib). kekuatan sakti. dan juga melakukan berbagai ritus dan upacara keagamaan
yang tidak ada atau sangat sedikit kaitannya dengan doktrin-doktrin agama Islam
yang resmi. Namun demikian, mereka tidak dapat dikatakan sebagai orang Islam
yang tidak banyak menghiraukan agama, sebab sebenarnya agama yang mereka
anut adalah suatu varian dari agama Islam Jawa yang disebut sebagai Agami
Jawi. Oleh sebab itu. jika orang akan mendeskripsikan agama pada orang Jawa
tidak boleh melupakan dua buah manifestasi agama Islam Jawa yang cukup ber­
beda, yaitu Agami Jawi dan Agama Islam Santri (Geertz, 1960).

Bentuk agama Islam orang Jawa yang disebut sebagai Agami Jawi atau Kejawen
itu adalah suatu kompleks keyakinan dan· konsep-konsep Hindu-Budha yang
cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agama
Islam. Varian Agama Islam Santri, yang walaupun tidak sama sekali bebas dari
unsur-unsur animisme dan unsur-unsur Hindu-Budha, lebih dekat pada dogma­
dogma ajaran Islam yang sebenarnya.

Untuk mengetahui secara persis berapa jumlah penganut kedua varian agama
Islam tersebut sangat sulit, walaupun tampaknya Agami Jawi lebih dominan
di daerah-daerah Negarigung, Bagelen, dan Mancanegari, sedangkan varian agama
Islam Santri lebih dominan di Banyumas dan Pesisir, Surabaya, ujung timur Pulau
Jawa, serta daerah-daerah pedesaan di lembah sungai Solo dan Brantas. Dalam
kenyataannya penganut kedua varian tersebut terdapat dalam segala lapisan ina­
syarakat.

Sementara itu, orang Jawa yang bukan Islam tentu saja ada, yaitu mereka
yang menganut agama Katolik, Protestan, Budha, dan malahan akhir-akhir ini ada
peningkatan jumlah orang yang menganut agama Hindu. Di Jawa Timur, tepatnya
di Sonduro, Malang telah berdiri sebuah pura yang termegah di Asia, yang sebagi­
an besar diprakarsai oleh orang Jawa yang beragama Hindu. Namun, jumlah orang­
orang di luar Islam ini persentasenya kecil dibanding yang menganut agama Islam.
BAB III
TRANSKRIPSI DAN TERJEMAHAN NASKAH SULUK SUJINAH

Kaca 1 Branta Kingkin: Asmaradana 1.


Branta Kingking: Asmaradana

I. Wonten carita winarni. I. Ada suatu cerita mengenai.


prawestri bekti m ring priya. seorang perempuan yang berbakti
rabine pandhita kaot. kepada suami,
kalangkung denya utama. isteri dari seorang pendeta,
aran dewi Sujinah. yang melebihi kebanyakan orang
iku priyoga tiniru. dan sangat utama.
pawestri bekti mring priya. perempuan tersebut bernama dewi
Sujinah,
ia patut u ntuk diteladani,
sebagai seorang isteri yang
berbakti kepada suami. ·

M ulane estri alaki. 2. Oleh sebab itu menjadi seorang


amrih kacangking ing priya. isteri.
aja muhung dunya bae. supaya dapat mengimbangi
nek teka dunya akheret. kedudukan suami,
tan arsa malecaa. jangan hanya memikirkan masalah
muiane geguru kakung. duniawi saja,
amrih sampurnaning krama. tetapi juga masalah akherat.
agar tidak terpelecok,
jadi bergurulah kepada suarni.
supaya sempurna dalam berumah
tangga.

13
14

3. Sang dewi umatur aris, 3. Sang dewi berkata sopan,


atakon jroning papreman. bertanya di saat berbaring di
andika rabi maringong, tempat tidur,
kula kinarya punapa. paduka mengawini hamba,
kawula nyuwun wejang. untuk apakah itu semua.
yen wus panggih lawan ingsun. hamba mohon petunjuk.
ing pundi anggone kapanggya. apabila sudah berjumpa dengan
hamba (apabila sudah tiba
ajal hamba),
di manakah tempat bertemu.
kaca 2

4. Kalawan andika gusti, 4. Dengan tuan.


punapa andika aras. apakah tuan nantinya dapat diraba.
punapa dinulu mangko, dapat dilihat,
andika cekel punapa, juga dapat dipegang,
kawula nyuwun wejang, hamba mohon penjelasan,
yen ora mejang maringsun, apabila tidak diberi penjelasan,
kawula tan arsa krama. tentu hamba tidak dapat
betingkah laku dengan benar.

5. Mojar pandhita Mustakim, 5. Pandita Mustakim berkata,


kang sun tuhu ananira, yang aku ketahui,
sihira sun cekel mangke, akan kau ketahui nanti,
sun tingali edatira, kutunjukkan mengenai zatmu,
lawan sipat kang m ulya, dan sifat yang mulia,
sukmane sun aras iku, • sukma itu,
kepanggih ing Rahmattolah. nantinya akan bertemu di hadapan
Rahrnatollah.

6. lngsun gawe sira yayi, 6. Dinda akan aku buat,


kenyatahan rasa mulya, mengerti kenyataan rasa mulia,
lawan ingsun gawe mangko, serta aku jelaskan,
wedale sihing Pangeran, peri hal rasa kasih Tuhan,
punapa karsa andika, dan apapun yang ingin dinda
puniku pamanggih ingsun, ketahui,
iku sejatining krama. begitulah maksudku,
menjelaskan tentang tingkah laku
yang baik.
15

7. Sang Retna umatur aris, 7. Sang putri berkata sopan,


wonten malih tur kawula. ada lagi pertanyaan dari hamba,
sampun salah tampi mangko, namun janganlah menjadikan
kawula maturing tuwan, kesalahpahaman,
Jeres karsa paduka. hamba bertanya.
andika sare Jan ingsun. sesuai kehendak tuan.
milane teka asiram. tuan tidur bersama hamba.
mengapa diharuskan mandi
keramas.

.k:aca 3 8. Apakah hamba menjadi najis .


sehingga harus mandi keramas.
8. Punapa kawula najis.
apakah berhubungan intim
pak tuwan siram PU!lika.
menjadikan najis,
najis punapa westane.
hamba mohon penjelasan,
mapan sami wujud tunggal.
apabila hamba tidak diberitahu.
kawula dika wejang.
hamba tidak akan dapat berlaku
yen nora muruk mring ingsun.
ba i k .
kawula tan arsa krama.

9. Dan sehabis bersetubuh dengan


tuan.

9 Milane jinabat gusti. ada berapa banyak aturan-aturan

pinten kehe mukaranah. yang harus dilaksanakan,

pen car satunggal-tunggale. uraikanlah satu persatu.


ingkang aran m ukaranah. dari aturan-aturan tersebut.
kawula nyuwun wejang. hamba mohon penjelasan
kados pundi tegesipun, mengenai,
raja pandhita ngandika. maksud dan tujuannya,
raja pandita menjawab.

l 0. Me nga pa dinda harus mandi


I 0. Milaningsun adus yayi,
keramas
ngistoni turuning johar,
,

karena untuk memenuhi turunnya


ingkang aran johar mangko,
bintang,
banyu urip pinangkanya,
yang dimaksud dengan bintang,
tumiba bumi rahmat,
yaitu asal air kehidupan,
wajibe adus puniku,
yang jatuh ke bumi dan mend apat
ana kang melu dinusan.
rahmat,
kemudian juga kewajiban untuk
mandi keramas tersebut,
karen a ada yang termandikan.
16

kaca 4. 11. Yang turut termandikan adalah,


sifat Allah yang mulia,
11. Kang melu kedusan yayi.
dan zatnya,
sipattolah ingkang m ulya,
serta sifat yang terdiri dari empat
kalawan date ta mangko,
tan sipat patang prakara, perkara,

lawan kang wujud tunggal, kemudian juga sifat ujud tunggal,

nora !oro wujud iku, tiada dua ujud itu,


nanging Hyang jatining sukma. hanya satu yaitu sukma sejati.

12. Dewi Sujinah berkata lembut,


12. Dewi Sujinah turnya rias,
benarlah apa yang diajarkan tuan,
inggih teres karsa tl.iwan,
hanya tuanlah guru hamba,
amung tuwan guruningong,
ada pertanyaan 1agi dari hamba,
kawula malih tetanya,
yakni mengenai aturan-aturan
pernatane asalat,
sholat,
inggih kang kawula suwun,
itu1ah yang hamba pertanyakan,
sampurna kadituwan.
agar hamba sempuma seperti tuan.
13. Mojar pandhita Mustakim, 13. Pandita Mustakim menja wab.
yayi pernataning salat, dinda peraturan sho1at,
limang parkara kathahe, banyaknya ada lima,
iku sejatining tingkah. itu sudah wajib,
angadeg lawan lenggah. yaitu berdiri duduk,
arukuk kelawan sujud. membungkuk dan bersujud,
aniyat ingkang sampurna. dan disertai niat sempurna.
14. Sang isteri bertanya sopan.
14. Kang estri umatur aris,
apakah yang dimaksud dengan
punapa jatining niyat,
niat.
edat kang pesthi langgenge.
dan apakah zat itu pasti kekal.
matur ni dewi Sujinah.
Dewi Sujinah bertanya kembali,
yen ngadeg asal punapa.
kemudian dari mana asal berdiri
raja pandhita amuwus
itu,
angadeg asal dahana.
raja pandita menjawab, ·

berdiri berasal dari api.


kaca 5. 15. Bukan api yang dapat padam ..
IS. Dudu geni kena mati, juga bukan api yang sudah jadi,
pan dudu geni kemasan, bukan pula api buatan,
dudu geni kang ginawe, bukan api yang dapat digeser,
dudu geni gingsir owah, bukan api dari kawah,
ian dudu genine kawah, bukan api dari batu,
dudu geni sangking watu, juga bukan api yang menerangi
apan dudu geni gelap. kegelapan.
17

16. Dudu geni gegosongan, 16. Bukan api yang membuat hangus,
dudu geni sangking arga, bukan api yang berasal dari
dudu geni sabangsane, gunung,
Ian dudu geni agaran, bukan a pi seperti api yang lain,
dudu geni m ujijat, dan bukan api untuk memanggang,
sejatine geni iku, bukan api mukjijat,
aksara alip kang m ulya. sesungguhnya yang dimaksud api,
ada1ah huruf alip yang mulia.
I 7. Ya alip tegese urip,
17. Alip itu artinya hidup,
uripe tan kena pejah,
hidupnya tidak pernah padam,
iku cahya sejatine,
itu1ah cahaya yang terang,
kang padhang aran Sirrullah,
dinamakan Sirrullah,
yaiku wejangingwang,
begitulah penje1asanku,
kang garwa nungkemi suku,
kemudian sang isteri menyembah
inggih leres karsa tuwan.
sujud,
18. Wonten atur kula m alih. benarlah apa yang tuan katakan.
tegese rukuk punika, 18. Ada pertanyaan lagi dari hamba,
raja pandhita wuwuse, apakah artinya sujud itu,
yayi manira miyarsa, raja pandita menja wab,
tegese rukuk ika. karena isteriku hanya dirimu,
am ung sira garwaningsun. baiklah aku jelaskan,
prayoga ingsun wuruka. dinda dengarlah,
arti dari sujud itu.

19. Bersujud asalnya dari angin,

Kaca 6. bukan angin yang dapat hilang,


bukan angin yang meliuk-liuk,
I 9. Arukuk asale angin.
dan bukan angin prahara.
dudu angin kena pejah.
juga bukan angin badai.
dudu angin megat-megot.
dan bukan pula angin puyuh,
lan dudu angin prahara.
bukan angin yang ada di angkasa.
lawan dudu angin barat.
pan dudu angine lesus.
20. Bukan angin yang menyebabkan
dudu angin awang-awang. kedinginan,
bukan angin berasal dari gunung.
20. Dudu angin angastisi. yang merobohkan pepohonan,
dudu angin sangking arga. dan bukan angin yang terlihat,
angrubuhaken kekayon. tetapi,
dudu angin ketingalan. sesungguhnya angin mulia,
sejatine angin mulya. yang tidak pernah berhenti
nora kandheg siyang dalu. sepanjang siang dan malam.
yen owah rusak jagatnya. apabila berubah rusaklah dunia.
18

21. Kang amuji rina wengi, 21 . Selalu memuji siang malam,


iya iku kang sampurna, adalah yang sempurna,
lir banyu mili sembahe, bagaikan air mengalir,
nora pegat sanalika, tiada henti sekejappun,
iku jatining napas, itulah nafas sejati,
yaiku sukma kang luhur, itulah sukma luhur,
ingkang amisesa jagat. yang menguasai dunia.

kaca 7 22. Kemudian sifat empat perkara


22. Napas iku kang rumiyin, yang disebut tadi,
kathahe patang prakara, yaitu pertama ·nafas,
kaping kalih anpas mangko, kedua anpas,
anenggih kang kaping tiga, ketiga tanapas,
tanapas kang rumeksa, keempat nupus,
kaping sekawan nupus, itulah sifat-sifat yang keluar
kang medak keket iganira. dari tubuh.

23. Tanapas kang medal kuping, 23. Tanapas keluar dari telinga,
nupus medal irung ika, nupus keluar dari hidung, ·

napas kang medal cangkeme, sedang nafas keluar dari mulut,


napas putih cahyanira, nafas berwarna putih,
anpas kuning cahyanira, ·
anpas berwarna kuning,
tanapas ijo punika, sedang tanapas berwarna hijau,
nupus ireng cahyanira. dan nupus berwama hitam.

24. Pujine napas puniki, 24. Pujian dari nafas adalah,


Rabbahu rabana ika, Rabbahu Rabana,
Ilolah anpas pujine, pujuan anpas llollah,
pujine tanapas ika, pujian tanapas,
Lailahlailolah, Lailaailolah,
anenggih pujine nupus, sedang pujian dari nupus,
Yahuallah kang sampurna. Yahuallah yang sempuma.

25. Kaya paran sira yayi, 25. Demikianlah dinda,


iku pamenggih manira, penjelasanku,
dewi Sujinah, ature, Dewi Sujinah berkata,
inggih leres garwa amba, benarlah perkataan tuan,
kawula malih tanya, hamba mohon penjelasan lagi,
tuwan wejang angsal sujud, mengenai hal sembahyang,
raja pandhita ngandika. raja pandita menjawab.
19

kaca 8 26. Sembahyang berasai dari air,

26. Asujud angsaie warih, bukan air yang melimpah Iaiu


kering,
dudu toya agung asat,
juga bukan air yang berasai dari
pan dudu toyaning oyod,
akar,
dudu kali Ian teiaga,
Ian dudu toya sumber sumur, bukan air sungai atau telaga,

dudu toyaning bengawan. bukan air Iautan,


bukan air dari sumur,
27. Dudu toya Iegi pait, bukan air danau.
dudu toyaning deresen,
27. Bukan air yang rasanya manis
dudu toya buthek mangko,
atau pahit,
dudu toya wedang udan,
bukan air sadapan,
Iawan dudu toya pohan,
bukan air keruh,
Iawan dudu toya embun,
bukan air untuk diminum,
Ian dudu toya mujijat.
bukan air dari pepohonan,

28. Dudu toya owah gingsir, bukan air embun,

dudu toya kena rusak, juga bukan air mujijat.

sejatine toya mangko,


28. Bukan air yang dapat berubah,
ananggih eberubiyah,
bukan air yang dapat dirubah,
tegese iku nyawa,
sebenamya yang dimaksud air,
nora buthek siyang daiu,
adaiah berubiyah,
datan sarnar ing paningal.
artinya nyawa,
tiada keruh siang maiam,
tidak samar daiam pengiihatan.
kaca 9
29. Dinda sedungguhnya air tersebut,
29. Sejatine toya yayi, jumiahnya ada empat,
patang prakara kehira,
yang pertama adaiah mani.
mani kang rumiyin mangko,
kedua wadi,
wadi kang kaping kalihnya,
ketiga madi,
madi kang kaping tiga,
keempat air mani,
maningkem sekawanipun,
itulah asal dari air.
punika angsale toya.
30. Demikianiah dinda,
30. Kaya paran sira yayi, penjeiasanku,
iku pamanggih manira, Dewi Sujinah berkata,
dewi Sujinah ature, benarlah perkataan tuan,
inggih leres karsa tuwan. sekarang mohon penjelasan
pundi angsale lenggah, mengenai duduk,
tuwan wejang asalipun, dari manakah asalnya,
raja pandhita ngandika. raja pandita menjawab.
20

31. Alungguh angsale bumi, 31. Duduk berasal dari tanah,


dudu bumi kena rusak, bukan tanah yang dapat dirusak,
pan dudu lemah ginawe, bukan tanah yang dibuat,
dudu bumi kena gempal, bukan tanah yang dapat runtuh,
.Pudu bumi padhas gragal, bukan tanah dari batu,
dudu bumi sangking gunung, bukan tanah dari gunung,
dudu bumi rug-urugan. bukan tanah timbunan.

3 2. Demikianlah dinda,
32. Kaya paran sira yayi,
penjelasanku,
iku pemanggih manira,
isterinya kemudian menyembah,
kang garwa atur sembahe,
dan menghormat,
pan sarwi nungkemi pada,
tuan adalah guru hamba,
aleres guru kawula,
hanyalah tuan suami hamba,
amung tuwan lakiningsun.
baik di dunia maupun di akherat.
pangeran dunya akherat.
33. Suami hamba yang
sungguh-sungguh,
tempat menyerahkan hidup mati
kaca 10 hamba,
33. Kawula estu alaki. hanya tuanlah guru hamba,
ngaturaken pejah gesang. Dewi Sujinah disambut,
amung tuwan guruningong. oleh pandita yang penuh rahmat
sinambut dewi Sujinah, itu,
marang pandhita rahmat, kepalanya lalu dipangku,
sirahe mulya pinangku. dibelai sambil diajarkan
liniling sarwi winejang. pengetahuan.

34. Melengkapi arti tadi dinda,


34. Kalawan merade yayi.
sesungguhnya langit itu,
sejatine langit iku,
juga roh Ilahi,
1ya roh i la p i mangko.
raja dari segala nyawa.
ratune nyawa sedaya.
yang berkuasa.
wen:mg aran dattolah.
dinamakan zat Allah,
langgeng pamisesanipun.
abdi kekuasaannya,
iya tersandhane Allah.
itulah tanda-tanda dari Allah.

3 5. Lah yayi murade api. 35. Sedang arti dari api,


ruhkani -:ahya ing kana, adalah -:ahaya rohani,
ingkang m im buhi anane. adanya hanya disembah.
ananing kang sinung rasa, dirasa.
wenang aran Sirullah. disebut juga Sirulloh,
kahananing asung wim buh. yaitu penerang kegelapan,
tersandhane Rasullolah. dengan tandanya Rasulollah.
21

36. Sejatine toya yayi, 36. Isteriku,


iya sira rabiningwang, wanita cantik tempat aku
wong ayu nggoningsun ngenger, mengabdi,
rasa kang luwih utama, sebenarnya air itu,
ingkang padang kaelokan, perasaan yang utama,
kapurba nugraha agung, terang dan indah,
pan aran Sirullah. dan merupakan anugrah yang
agung,
dinamakan Sirulloh.

37. Air disebut juga,


kaca 11
roh jasmani,
37. S ejatine toya yayi,
yang akan ditambahkan,
iya roh jasmani ika,
pada hati mukmin Baetullah,
kawim buhan iku mangko,
yang tiada henti bersahadat,
kalbu mukmin baetullah,
dan dikuasai oleh Allah,
kang tan pegat sahadat,
kemudian disebut sebagai wujud
kawasesa marang Yah hu,
Allah.
wenang aran wajudullah.
38. Itulah arti mendapat api,
38. Muradekang angsal api, api berkobar,
uripe sadrah punika, karena hembusan angin,
ingkang angsal angin mangko, pernafasan berlangsung,
uripe napas kewala, karena mendapat air,
ingkang angsal toya iku, maka penglihatanmu pun akan
iya uriping pandulu, hidup,
pan langgeng paningalira. bahkan kekal.

39. Uripe kang angsal api, 39. Hidup mendapat api,


pesthi uripe kang rasa, pastilah hidupnya rasa.
kalawan malih murade,. arti lain,
kang angsal api punika, mendapatkan api,
makbul reke imannya, yaitu berkobarnya iman,
lir kumala cahyanipun, bagai intan bercahaya,
medal ati putih ika. hati menjadi putih.

40. Kang tetep tingale reki, 40. Tetaplah dalam pandangan.


kang angsal angin punika, yang mendapat angin, adalah
yen iman sedrah arane. iman supaya berkobar,
lir marcu cahyane ika, sehingga bercahaya,
kadi wulan purnama, bagai bulan purnama,
medal saking ati dadu, keluar dar i hati yang merah muda.
punika dipun waspada. perhatikanlah ini semua.
22

kaca 12 41. Kemudian yang mendapat siraman


air,
41. lngkang angsal saking warih,
adalah kobaran api,
uripe sadrah punika,
iman,
Ian imane iku mangko,
serta hati,
ing ati puat punika,
ingkang angsal bumi ika, yang tertimbun tanah,

iya imane punika, demikianlah iman tersebut,

Hidayatollah wastanya. mendapat Hidayatollah namanya.

42. Warnanya sangat indah dinda,


42. Endah warnanira yayi,
yang dimaksud api itu,
murade api punika, memang tidak boleh berubah
tan kena owah cahyane, cahayanya,
langgeng ing salawasira, abadi selamanya,
kalawan uripira, demikian juga hidupmu,
tan kena pisah sireku, tidak bisa dipisahkan,
dadine aran lautan. dengan apa yang dinamakan
43 . Murade kang angsal an gin, lautan (ibarat dari Tuhan).
iya adhep ing Sirullah, 43. Arti mendapat angin,
kang kadya lintang cahyane, yaitu mendapat anugrah dari
gumilang gilang apadhang, Sirulloh,
kadi wulan purnama, yang bercahaya seperti bintang,
kang angsal banyu puni�a, terang benderang,
madhep maring rasa mulya. bagai bulan purnama,
sedang arti mendapat air,
44. Nora kena owah g ing;ir,
merasakan kemuliaan.
kang cahya kadi pumama,
ingkang angsal bumi mangko, 44. Cahaya yang bagai bulan purnama
kang cahya asri p unika, tersebut,
ingkang angsal bumi ika, juga tidak boleh berubah,
burhani ingkang kaetung, sedangkan mendapat tanah,
medal maring kiblatullah artinya mendapat cahaya asri,
demikianlah arti mendapat tanah,
bukti yang tiada terhitung,
l�aca 13 yang keluar dari kiblat Allah.
45. Murade kang angsal bumi, 45. Arti lain dari mendapat tanah,
Rahmani kang katur ika, yaitu mendapat rahmat,
wus katur sang nata reke, dari raja,
Pangeran wong sejagat, raja seluruh dunia yaitu Tuhan,
yaitu pamanggih ingwang, demikianlah penjelasanku,
kang garwa nungkemi suku, isterinya lalu menyembah sujud,
pan asru denya karuna. sambil terisak haru.
23

46. Adhuh lakiningsun gusti, 46. Aduh tuan suamiku,


pangeran dunya akherat,
· junjunganku di dunia dan akherat,
kang asih marang rabine, yang begitu mencintai isteri,
amung tuwan guru kula, hanya tuanlah guru hamba,
apa ingsun walese, apa yang dapat saya berikan,
dhumateng tuwan punika, sebagai balasan kepada tuan,
rabine tekeng sampuma. sehingga saya menjadi sempurna.

47. Won�en muradipun malih, 4 7. Ada artinya lagi,


anenggih patang prakara, mengenai wujud ari api,
wujude kang api reke, yakni meliputi empat macam,
ingkang dhihin dadi rupa, yang pertama akan menjadi
lawan jezakha ika, bentuk rupa,
khata kaping tiganipun, kedua yang disebut jezakha,
ping sekawan led-eledan. ketiga khata,
keempat disebut led-eledan.
48. Anenggih murade angin,
punika limang prekara, 48. Kemudian arti lain dari angin,
wujud asma Ian apngale, meliputi lima macam,
jinem kalawan limpa, asma dan apngale,
anenggih kaping lima, jinem dan limpa,
iya ingaran peru, kelima,
dununge rasa sekawan. paru,
yang merupakan tempat dari
49. Anenggih murade malih,
keempat rasa tersebut.
punika limang perkara.
ingkang angsal bumi mangko, 49. Arti lain dari,
wujud kahanane ika. mendapatkan tanah,
ingkang kalawan sipat, juga ada lima macam,
daging balung tegesipun, berujud keadaan,
kahanan kareping kiblat. si fat,
daging dan tulang,
dan keinginan menuju ke arah
kiblat.
kaca 14.

50. Dhadha tenggak lawan gigir, 50. Dada depan dengan punggung,
tangan lawan sikutira. tangan dengan siku,
lambung kiwa Ian tengene, lambung sebelah kiri dan kanan,
irung lawan kupingira, hidung dan telinga,
cangkem kalawan sirah, mulut dan kepala,
sekathahe kena lebur, seluruhnya melebur,
ikut kang aran kahanan. itulah yang di s ebut ke adaan.
24

51 . Yayi kawruhana malih, 51 . Ketahuilah dinda, menurut orang


wernane wong kang sujana, bijak,
ingaranan sa1at mangko, yang menja1ankan,
iya ingkang nglampahena, sho1at awa1,
�a tus tan ana satungga1, dari seratus orang be1um tentu ada
sewu tan ana tete!u, satu,
ingkang aran salat awal. dari seribu orang be1um tentu ada
tiga.

52. Awor tingkah lawan budi, 52. Bersatunya tindakan dan. budi,
iya tungga1 1akunira, menjadi satu dengan tingkah
kumj:m1na sabenere, 1akumu,
ingkang aran salat awa1, camkan1ah dengan benar-benar,
lam un arsa wuninga, itu yang disebut sho1at awa1,
yen wus mangsad tingalipun, Jika kamu mau mengetahui,
gampang salat awal ika. dan terbuka penglihatanmu,
maka akan mudah menja1ankan
sho1at awal itu.
kaca 15.
53. Jalankan takbir,
53. Tek bir usalli mameki,
per hatikan sega1a gerakan,
kawruhana solahira,
ketahuilah aturan-aturan,
weruha tatakramane,
jika tidak mempe1ajari,
lamun nora den gurokna,
rasa hatimu akan bersalah,
salah karsane na1a,
itu1ah tindakan orang yang luhur,
nyatane iku wong 1uhung.
patut untuk dite1adani.
datan kena tinirua.

54. Jangan meninggalkan kewajiban,


54. Aja ningali kang wajib. lakukan1ah dengan
lampahena den rumeksa, sungguh-sungguh,
wetu lelima kathahe, sembahyang lima waktu,
iya pakoning Pangeran. karena benar-benar perintah
nyatane Rasullolah, Tuhan,
iya salat limang wetu. dalam kenyataan Rasulollah,
dene iku sih-sinisihan. juga menjalankan sholat lima
waktu,
jadi sungguh akan mendapat
berkat kasih dari Tuhan.
25

55. Kasrahna ingkang sinelir, 55. Berserahlah dengan mengasihi,


muiane nggonira salat, sebab menjalankan sholat,
anglairaken karsane, dapat melahirkan kehendak,
pepak panggaotanira, dari berbagai anggota badan,
sangking wetu lelima, dengan sholat lima waktu,
pamiyarsa Ian apandulu, dari pendengaran dan penglihatan,
wetu luhur nggone nyata. akan melahirkan keluhuran yang
sungguh.
56. Patang rekangat puniki,
pamiyarsa kalihira, 56. Dalam empat rakaat,
kalawan paningal mangko, kedua pendengaran,
anenggih kang wetu ngasar, dan penglihatan,
patang rekangat ika, sedang waktu ashar,
gigir dhadha lawan lam bung, empat rakaat,
tengen lawan kiwa ika. punggung dada dan lambung,
sebelah kiri dan kanan.

kaca 16.
57. Ketiga ma hrib,
$7. Kaping tiga wetu magrib, tiga rakaat asalam,
tigang rekangat asalam, Nabiyullah tandanya,
Nabiyullah tersandhane, dua lubang hidung dengan wajah,
grana kalih lawan muka, sedang waktu Imsyak,
wetu ngisa punika, jumlahnya empat rakaat,
sakawan rekangatipun, paha dengan tangan.
anenggih pupu Ian asta.
58. Itu benar-benar petunjuk dari
58. Kang sarira nabi singgih, Nabi,
wetu subuh rong rekangat, waktu Subuh dua rakaat,
punika kenyatakhane, itulah kenyataan,
eroh Iawan jasatira, dari roh dan jasatmu,
sangkane wetu ngasar, begitu pula pada waktu Assar,
kang sukma sarengatipun, sukma bersariat,
iku madhep ing Hyang Sukma. menghadap kepada Tuhan.

59. Aja pegat sira yayi, 59. Dinda jangan pernah berhenti,
anglampahi pakoning Hyang, menjalankan perintah Tuhan,
pan agung maha mulyane, yang Agung dan Mulia,
limang wetu lampahana, lima waktu itu harus kau jalankan,
aja ginawe ora, jangan sampai tidak,
lah yayi sesampunipun, begitulah dinda,
iku lampah ingkang mulya. yang disebut tindakan atau
tingkah laku mulia.
26

60. Kang garwa asru anangis, 60. Sang isteri menangis dengan keras,
adhuh tuwan guru amba, sambil menyembah,
sarta nungkemi padane, aduh tuan guru hamba,
amung lakiku pangeran, hanya tuanlah junjunganku,
ingkang asung suwarga, yang memberi jalan mendapatkan
andika rabi rong puluh, surga,
kawula ingkang momonga. seandainya tuan beristeri lagi
sampai dua puluh,

kaca 17.
biarlah hamba yang merawatnya.
61. Disambutlah isterinya,
61. Sinambut wau kang rayi,
yang bernama Dewi Sujinah,
kang wasta dewi Sujinah,
raja pandita berkata,
raja pandhita delinge,
hanya dirimulah yang menjadi isteriku,
amung sira rabiningwang,
di dunia sampai akherat,
dunya tekeng ngakerat,
pastilah menjadi isteriku,
pesthi dadi garwaningsung,
oleh sebab itu di mataku hanya kamu.
dene tunggal lawan tingal.
62. Jika kamu menjalankan,
62. Lamun sira anglampahi, ajaran-ajaranku,
yayi pamejang manira, pada waktu meninggal akan naik
munggah suwarga patine, ke surga,
yen sira aneng neraka, apabila masuk neraka,
ingsun kang yogya ngentas. akulah yang akan menolong,
sekathahe ujaringsun, seluruh perkataanku,
iku rasaning mertabat. adalah rasa dari martabat.

Dhandhanggula
Dhandhanggula
1. Ada pengetahuan mengenai
1. Wonten kawruh jenenging wong kehidupan manusia,
urip, yaitu ajaran yang berasal dari Tuhan.
ajallolah ingkang winicara, disebut martabat ada tujuh
mertabat pitu arane, jumlahnya.
wiwitane panguyub, pertama disebut panguyub,
dat sumekta ngawruhi dhiri, yaitu suatu zat yang memberi
tan mawi kenyatahan, pengetahuan terhadap diri,
napi jatenipun, keadaannya tanpa kenyataan,
pan dereng amawi karsa, kosong tidak ada apa-apanya,
mertabate akadiyat amiwiti, belum memiliki kehendak,
aran sarikul Ngadam. permulaannya adalah martabat
akadiyah,
yang disebut Sarikul Ngadam
(kekosongan).
27

kaca 18 2. Dimulai dengan aksara Ia,


di dalam aksara Ia inilah tempat
2. Aksara Ia ingk:ang amiwiti,
akadiyah,
akadiyat dununge ing ela,
dan mempunyai empat macam
pan papat kehe napine,
napi,
kang dhihin napi maslub,
pertama napi maslub (kosong,
kaping kalih ingaran tahlil,
tidak ada apa-apa),
ping tiga tasbeh ika,
kaping pat puniku, kedua tahlil,
tegese maslub tan ana, ketiga tasbeh,
we rna rupa nora eroh nora jisim keempat,
jisim awewangunan. maslub yang tanpa,
bentuk, roh dan jasat,
jadi jasat yang tidak kelihatan
(gaib).
3. Tegesira ingkang napi tahlil,
3. Yang dimaksud tahlil,
tan wiwitan Ian nora wekasan,
yakni tidak ada awal dan. tidak
pan tasbeh iku tegese,
ada akhir,
maha suci Hyang agung,
sedang tasbeh artinya,
datan ana ingkang ndhingini,
Tuhan Maha Suci dan Maha
anging Allah kang tunggal,
Agung,
tan roro tetelu,
tidak ada yang mendahului,
tan ana pangeran liyan,
hanya Tuhan itulah satu-satunya,
anging Allah kang sinembah
tidak ada dua atau tiga,
kang pinuji,
dann tidak ada junjungan lain,
kang asih mring kawula.
hanya Allah yang disembah dan
dipuji,
yang begitu mengasihi manusia.

4. Lan mertabat wahdat; kaping 4. Yang kedua martabat keesaan,


kalih. membicarakan mengenai sifat,
jeneng sipat ingkang winicara. ujud rob,
bakale eroh semune, sebagai pendahulu,
ingkang dadi karuhun, dinamakan rob yang mula-mula,
jenenging rob kang dadi dhihin, disebut pula ujud hakiki,
ingaranan wujud kak. sinarnya,
duk kala nur ipun, dinamakan Muhamadiyah,
jejuluk Mukamadiyah, berujud ilmu Nur Suhud
wujud ngilmu nur suhud panga- Pangawruh Jati (ilmu ibadah
wruh jati, yang sejati),
tan kena winicara. yang memang sulit dipelajari.
28

kaca 19. 5. Hanya Tuhan yang memiliki,


5. ··'Pan Ilolah ingkang anduweni, martabat keesaan,
mertabate wahdat kang nakerah, hila dikatakan banyak Tuhan,
pangeran kang'akeh-akeh, itu kosong (salah),
pan napi jatenipun, tidak ada Tuhan lagi,
datari ana pangeran malih, kecuali Allah yang tunggal,
anging Allah k�mg tunggal, Allah yang Agung,
pangeran kang agung, benar-benar tunggal,
ingkang sejatining tunggal, tunggal dalam ujud, ujud
tunggal wujud wujude ingkang kehidupan,
ngaurip, · 'r),_ yang menjadi kenyataan.
kang dadi kenyatahan.
r• .. "· .. �.�. �

6. Pan Ilolah isbat kang sejati, 6. Allah adalah isbat sejati,


mertabate marang wakitdiyat, martabatnya adalah wakitdiyat,
wujud mutlaK iku ranne, disebut ujud mutlak,
·tfan hap}.jate'nipun, keadaannya kosong,
angawruhi sawiji-wiji, memberi pengetahuan pada
yaiku ingatatiail, ·
masing-masing,
kalitnah kang lunung, yang dinamakan,
dipun arani sahadat, kalimah yang luhur,
kalfm'ahe pengawruh marang yang disebut kalimah sahadat,
:"1'Hyang Widdhi, ajaran terhadap Tuhan,
ngawruhi dhe\vekira. yang mengajarkan tentang
keberadaan-Nya.

kaca 20.
7. · Sejahn'e·sahaoat kekalih, 7. Sebenarnya sahadat kedua,
kalimahe je.nypge Mukammad, adalah kalimah Muhamad,
dadi roro h_limahe, jadi ada dua kalimah,
kalimah kan g karuhun, kalimah pert arna,
angawruhi marang Hyang Wid- memberi pengetahuan tentang
dhi, . ; , . adanya Tuhan,
ingkang �karya�J agat, yang menciptakan dunia,
kaping kalihipun, kedua,
angrawp,1h\ �fil).g Muhammad, memberi pengetahuan akan
ya p311ut�n kekasihira Hyang Muhamad,
Widqhi,. : sebagai panutan yang dikasihi
. den aku ras;dunggal. Tuhan,
dan diakui dalam iman hanya
satu-satunya.
29

8. Nga1am arwah wiwitan hakiki, 8. Alam arwah mula-mula hakiki,

wujud nurani jenenge apnga1, berujud rohani disebut apngal

kodrat kuwasa sipate, (di atas segala-galanya),

ingkang dadi karuhun, dikodratkan bersifat kuasa,


jeneng edat kang dadi dhingin, karena awal,
date Nabi M uhammad, . disebut juga zat yang mula-mula,

edat ingkang agung, zat Nabi Muhamad,


puniku ingaku rasa, adalah zat yang agung,
kang den aku gegentinira Hyang hal ini hanya diakui oleh iman,
Widdhi, yaitu sebagai wakil dari Tuhan,
kang den aku wujud tunggal. dan diakui pula hanya tunggal.

9. lngkang pundi Muhammad ha-


kiki, 9. Siapakah Muhamad yang hakiki
kawruhana sira den prate1a, itu,
idhepa pisah tungga1e, perhatikanlah adan beritakanlah,
jeneng Muhammad tuhu, pusatkanlah pkiranmu,
iya rohe kang den arani, Muhamad sebenamya,
ya jeneng Muhammad, disebut juga roh,
kedadeyan enur, Muhamad,
yogya sami ngawruhana, terjadi dari cahaya,
kang mbejaji ka1awan ing kha­ ketahuilah,
kiki, apa yang disebut nilai 1uhur dan
aja sira pepeka. hakiki itu,
jangan kau lengah.

kaca 21. 1 0. Diceritakan bahwa asal martabat


10. Ngalaming asal mertabat kang itu,
wami, mula-mula tidak ada (tidak
wujud ngadam bakal dadi jagat, berbentuk) tetapi baka1 menjadi
pan ka1am iku sipate, dunia,
pangucap Ian pangambu, sifatnya firman,
pamiyan;a lawan nigali, ucapan dan penciuman,
dereng dadi sedaya, pendengaran dan penglihatan,
iku bakalipun, masih belum tuntas semua,
kantha warna ambu rasa, tetapi itu1ah bahan-bahannya,
kantha cangkem wama mata ra- berujud penciuman dan rasa,
sa kuping, leher, mulut, warna mata, telinga,
pangarnbu mapan grana. penciuman serta hidung.
30

1 1. Ngalam a�esan pepak apesagi, 1 1 . Keadaan alam semesta ini


badan alus punika sedaya, berbentuk lengkap persegi,
tan ana katowangane, roh ha1us semuanya,
pan sama sipatipun, tidak ada keterbatasan,
mapan nyata jenenge jisim, sifatnya sama semua,
arane wujud sipat, memang belum ada jasat,
ikut meksih guyub, masih berujud sifat,
dereng lair wujudira, masih berbaur,
bareng lair jejuluke ingsan kamil, be1um berbentuk,
ingaran Rasullolah. sesudah lahir diju1uki insal kamil,
yaitu Rasulollah.

12. Sipatira basar aningali, 12. Sifatnya Maha tahu;


wujudipun kang aran mukinat, wujudnya dinamakan mukinat,
iya iku iang wujude, dalam wujud itulah,
mapan mertabatipun, ternpat martabat,-
sampun tamat denya ngawruhi, bila telah selesai mempelajarinya,
masalah kang mertabat, martabat dan masalahnya,
iku cacahipun, serta macam- macamnya,
wajib sami ngawruhana, wajib disebarluaskan,
yekti kapir lamun ora, sungguh-sungguh kafir,
angawruhi durung weruh saha- apabila tidak mau m empelajari
dat. ajaran itu dan pasti belum
mengetahui
tentang sahadat.

13. Dalam martabat disebutkan bahwa


kaca 22. sahada t terdiri d?.ri,
13. Merta bate sahadat kang dhingin, pertama Mutaawilah,
mutaawilah jenenge sahadat, yang memberi keterangan tentang
angawruhi ing dheweke, Tuhan,
Ian mutawasitah iku, kedua,
ingaranan sadat ping kalih, Mutawasitah,
lawan mutaakirah, ketiga,
sahadat ping telu. Mutaakirah,
mutawasitah tegesnya. Mutawasitah,
kenyatahan sipate ngawruhi adalah kenyataan sifat yang
dhiri, memberi pengetahuan tentang
atasing dhewekira. perilaku
yang baik,
terhadap Tuhan.
31

14. M utaakirah ing tegesneki, 14. Sedang Mutaakirah,


angawruhi anane Pangeran, adalah memberi pengetahuan
mapan nyata ing kumpule, tentang adanya Tuhan,
iya jenenge Rasul, dan kenyataan,
kang den aku rasa sejati, adanya Rasul,
iku rasa kang tunggal, yang diakui memiliki rasa sejati,
lan den aku wujud, dan tunggal,
dadine aneng kalimah, diakui pula sebagai wujud,
kanugrahan dening wong sajagat adanya kalimah,
singgih, dan orang-orang di seluruh dunia
kang anut Rasullolah. pun akan mendapat anugrah,
bila mengikuti Rasulollah.
kaca 23

15. Rukunipun sahadat kang wajib,


kathahira sekawan punika, 15. Rukun sahadat yang wajib,
tesdik taklim kilawate, jumlahnya ada empat,
tesdik, tak/im, kilawat.
kurmat sekawanipun,
tegesira ingkang kariyin, keempat kurmat,
tesdik angistokena, arti dari yang pertarna atau tesdik,
Pangeran kang agung, adalah selalu menjalankan,
kalawan tegese kurmat, ajaran-ajaran Tuhan,
amemulya asiha marang Hyang sedang kurmat artinya,
Widdhi, selalu memuliakan Tuhan dan
tegese kang kilawat. tidak menghujat-Nya,
kemudian arti kilawat.
16. Pan kilawat tegese momori,
mring panutan Jeng Nabi Muha-
mmad, 16. Kilawat artinya berkumpul.
aja ngloro Pangerane, memuji kepada Nabi 'Muhamad,
pan taklim tegesipun, jangan menduakan Tuhan,
ngegungaken marang Hyang sedang taklim berarti,
Widdhi, mengagungkan Tuhan,
ingkang akarya jagat, pencipta dunia,
Pangeran kang agung, Yang Maha Agung,
tan ana pangeran liyan. serta tidak ada yang lain,
anging A llah kang sinembah hanya Tuhanlah yang patuf
kang pinuji, disembah dan dipuji,
kang tunggal ananira. dan adanya hanya satu.
32

III. Branta Kingkin Asmaradana Asmaradana: Branta Kingkin

1. Pada waktu bulan pumama,


kaca 24 bulan bersinar terang,
1. Sedhenge pumama sasi, cahaya menyorot,
padhang wulan kekendharan, merupakan penghiburan bagi gadis
cahyane wulan sumorot, perawan,
pangleburan ni perawan, yang mempunyai jentera baru,
respati jantrane anyar, gulungan benang anyaman baru,
sami anyar kisinipun, dan kalinden yang dipasang pun
kelindhen anyar pinasang. baru.

2. Gadis tersebut mulailah memintal,


sebagai tempat duduknya dunia,
2. Lekas ngantih rara Sunthi,
sungguh p urnam� menjadi
bantale sanggabuwana,
gambaran iman,
tuhu pumama indhahe,
yang tidak pemah berubah,
telacak iman tan owah,
suasana menjadi aneka ragam,
elar pepaking hawa,
kehidupan berlangsung secara
tentrem panerusing laku,
teratur,
ubenge puji tan pegat.
puji-pujian tidak pemah habis.

3. Telinga-telinga mendengarlah,
3. Kekupinge pamiyarsi,
jangan bimbang mantapkan
degadeg pikukuhira,
peganganmu,
pancering tingal kisine,
kang kapas purwaning ana, sisi pandangan pusatkanlah,
mula-mula kapas ada,
anyakraning panggilingan,
pada penggilingan,
pepedhut minangka pemut,
seperti kabut peringatan,
kenthenge pan ora samar.
yang kuat tidak tersembunyi.

4. Musoni gelating budi, 4. Mampu melebarkan budi,


amawur gilaping cahya, menghamburkan pancaran cahaya,
ingkang minangka bersihe, sebagai pembersih,
pidihen ujar suwara, keraskanlah perkataanmu,
geblogen pamiyarsa, telempaplah penglihatanmu,
gulungen mukalipun, gulunglah yang tidak lazim.
duga prayoga wetara. dan lebih baik berhati-hatilah.
33

5. Tan beda su.danna aji, 5. Tidak berbeda dengan nilai


tetaline kudratollah, kedennawaan,
mijil sangk.ing saanane, garis dari kodrat Allah,
pepusuh pengumpul rasa, ke lu.ar seadanya,
senthete tobat tilawat, gulungan kapas untuk memintal
telale pandudut kawruh, sebagai ibarat pengumpul rasa,
ungkere pan nunggal tekat. keretakan akan membuat jera
tilawal (membaca Qur'an),
belalai ibarat penggerak belajar
pengetahuan,
kaca 25
gelondong benang menjadi ibarat
6. Pecaten wekase urip,
satu tekad.
lekasana tata sarengat,
6. Pikirkanlah tentang akhir dari
kandheg milang rekangate,
sahadat kaping sekawan, kehidupan,

yen sampun kekayuwan, mulailah dengan menjalankan sareat,


tunggalen ma�ilen ngilmu, dengan menghitung rakaatnya,
tenunen lawan takkiyar. dari. ke empat sahadat,
jika sudah menguasai,
gabungkanlah menjadi satu ilmu
7. Godhogen ing banyu urip, pengetahuan,
geni murub edat mutlak, rangkaikanlah dengan takkiyar.
manah selamat kayune, 7. Godoglah dalam air yang mendidih,
umobe puji kang samar dengan api yang menyala dari zat
yen sampun mateng ing tekad, mutlak,
entasen Ian sabaripu.n, kayunya adalah hati yang bersih,
girahen eklasing manah. mendidihnya air adalah pujian
tersamar,
apabila sudah matang dalam tekad,
8. Tenunen panggulung a�i. ambillah dengan kesabaran,
·cagake gelating lampah, cucilah dengan hati yang ikhlas.
tan owah gingsir tampare, 8. Rajutlah yang menggulung hati,
epor kinarya timbangan, sebagai bentangan langkah,
apit undhaking lampah, yang tidak akan bergerak dan
sumbine cukuping laku, bergeser talinya,
lorogan ngapesken raga. dibu.at baik seperti timbang an,
u.ntuk menambah jalan,
sumbi (alat penenun) ibarat sebagai
sarana menjalani kehidupan,
pintu rak (lorogan) untuk
mematikan raga.
34

kaca 26. 9. Sambutlah dengan saksama,


9. Sambuten dipun patitis, bertepuklah untuk mengingatkan
keploken pemuting badan, badan,
peresen lumrah badane, peraslah badan,
aja pegat tingalira, jangan sampai terhenti pandanganmu
marang kang m urbeng gesang, terhadap yang memberi kehidupan,
sakulina lakuning laku, biasakanlah dalam menjalankan,
ngilm u sabar Ian tawakal. belajarlah ilmu dengan sabar dan
tawakal.

10. Sepenggal dari harapan budi,


10. Tengkere angening budi, perhatikanlah dan kasihilah raga,
kereken welasing raga, untuk menghilangkan kesulitan,
ngi1angaken sesukere, jangan dicampuri,
datan arsa kawoworan, yang ada dalam perasaanmu,
kang ana ing sarira, oleh karenanya jika raga
mila ragane pinesu, membawa amarah,
yekti pangling ingkang manah. pastilah perasaan· hati menjadi lupa.

1 1 . Jika hati selalu diliputi kesulitan,


arahkan harapan menuju ke empat
1 1. Angulur panggubel ati, kiblat,
enggone keb1at kang papat, lakukan pujian dengan tiada
puji tan pegat ubenge, putusnya,
hamani panatagama, jalankan aturan agama,
lah iku dipun prayitna, hal ini perhatikanlah,
den awas se1aning enggon, hati-hati dan bertindaklah bijaksana,
punika wiyosing lampah. karena ini sebagai pintu gerbang
dalam menja1ani kehidupan.

12. Jika dirimu keliru dalam


12. Yen kaleru denya muni, menja1ankan,
mangsa dadia tenunan, mustahil bisa jadi tenunan,
kawruhana saselane, ketahuilah kekurangannya,
anyukit semu grahita, pikiran jangan seperti orang mabuk,
suri suruping tingal, hila alat tenun masuk dalam
angelak nyebar ing kawruh, penglihatan,
kang jagat sampun gumelar. pasti menjadi segan menyebarkan
pengetahuan,
dunia sudah terbentang.
35

13. Tenunen panggulung ati, 13. Rajutlah yang menggulung hati,


cagake ge laring lampah, sebagai bentangan 1angkah,
tan owah gingsir tampare, yang tidak akan bergerak dan
epor kinarya timbangan, bergeser talinya,
apit undhaking lampah, dibuat baik seperti timbangan,
sumbine cukuping laku, untuk menambah ja1an,
lorogan ngapesken raga. sumbi (alat penenun) ibarat sebagai
sarana menja1ani kehidupan,
pintu rak (lorogan) untuk
14. Wus Iekas ngadanadani, mematikan raga.
sang Retna ayu setitah, 14. Sudah bersiap-siap mu1ai mengerjakan,
teropong panarimane, Sang Retna ayu
geligen panjunjung lampah, bersungguh-sungguh hatinya,
cacelepe toya gesang, diterima1ah teropongnya,
welira panindih ngilm u, sebagai tonggak pegangan ja1an,
sentege paneteg iman. yang akan dice1upkan da1am air
kehidupan,
sebagai kekuatan dalam
15. Pakane kang asung warti,
memperdalam ilmu,
gegonthong derna punapa,
alat tenun yang disebut senteg
pan luwih bobote dhewe,
sebagai kekuatan iman.
cingcinge dadine lampah,
15. Bahan dari tenunan ibarat
kang pega t den sambungana,
nigasi pan unggil kawruh, pembawa berita,
kang tan patut den enengna. untuk apakah kewajiban
dibawa-bawa,
tidak lebih untuk derajad diri
sendiri,
perjalanan hendaknya dipercepat.
kaca 28
yang putus, sambunglah,
16. Panenune rara sunthi, -hilangkan semua yang merintangi
senteg pisan katigasan, untuk belajar pengetahuan,
duk tangggal pisan tereke, dan tinggalkan yang tidak pantas.
bareng sidik Ian pumama,
16. Sang gadis dalam menenun,
bareng bakda asalat,
baru sekali sudah mematahkan
anuju Setu ing dalu ,

senteg,
anuju Setu ing rahina.
yaitu ketika tanggal pertama,
bersamaan bulan purnama,
tepatnya selesai sembahyang,
bertepatan pula hari Sabtu,
Sabutu siang sampai Sabtu malam.
36

17. Pan nyata perawan sunthi, 17. Sungguh seorang gadis yang masih
anake sampun kwnerab, remaja,
tur wuragil pembarepe, tetapi anaknya sudah banyak,
wong lwnpuh ngideri jagat, dan anak yang bungsu adalah anak
�ong wuta atuduh marga, yang sulung,
tur marunget rungsitipun, orang yang lumpuh mengelilingi
enggone swarga neraka. dunia,
orang buta menujukkan jalan,
memberi tahu tentang jalan,
serta tempat surga dan neraka.

Sin om Sinom

1. Lah gusti bathiken pisan, 1. Tuan putri batiklah sekalian,


tenunane wus nigasi, walau alat penenun sudah patah,
nanging sampun tilar pula, namun ternyata selesai pula,
tandhane pawestri luwih, itu pertanda putri pandai,
tanana cacadeneki, tidak ada cacat,
mapan dhasaripun alus, memang pada dasarnya halus
liline toya pethak, perangai,
lancengira sawentawis, lilin air putih,
canthingira panembokan pan dan malam (bahan untuk
wus ana. membatik),
serta canthing (alat pembatik)
sudah tersedia.

kaca 29 2. Namun ingin saya ceritakan,


2. Nanging sun warta ing sira, tentang bagaimana cara orang

perkarane wong ambathik, membatik,


sesungguhnya untuk menguasai,
sayektine kawasesa,
dasar-dasar membatik,
dhasar mengkono upami,
tulisen surat adi, asal dapat melukis gambar-gambar

lamun dhasaripun bedhut, yang indah,


tetapi hila didasari kesombongan,
yektine pura ilang,
keindahan akan hilang,
tan pantes kang punang tulis,
marmanipun m ulih marang ing- tidak berarti kamu menggambar,
oleh karenanya kembalilah pada
kang dhasar.
dasarnya jangan ada
kesombongan.
37

3. Nanging ta jatining uga, 3. Sebenamya,


yen ayun sumekteng ugi, apabila mau mengikuti,
dhasare luwih utama, dasar-dasar yang lebih utama,
tinulis kang luwih adi, dalam menggambar harus hati-hati
malamipun utami, supaya lebih indah,
wedelen kang luwih sepuh, malam (bahan pembatik) harus
tan ana winaonan, yang baik,
dhasaripun luwih becik, bahan pencelup hitam juga harus
ya ntengkono ujaringsun rna- baik,
rang sira. tidak ada campurannya,
maka dasaran pun akan lebih indah,
demikianlah penjelasanku
kepadamu.

4. Pan tan kena den pesthekna, 4. Namun demikian tidak dapat


yen babarane abecik, dipastikan,
ing kanane den prayitna, jika bahan pembatik baik niscaya
aja tekabur ing ati, hasilnya juga baik,
ujar sira puniki, perhatikanlah,
mapan dudu kawula, jangan menjadi takabur,
iku sesikuning laku, omongan takabur itu,
sira kibir kang darbeni, membuat celaka langkah,
lah ta payo denya mbathik le- kecongkakan dan ketakaburan itu,
kasana. bukan milikmu,
sebab itu selesaikanlah dalam
mengerjakan batik.

5. Anuju dina utama, 5. Pada hari yang baik,


sang ayu Iekas ambathik, Sang ayu mulai membatik,
pegawanganing ajembar, palang untuk membatik cukup
sanjaning semuning kam bil, Iebar,
malamira sejati, wajannya berwama
maningkem lelancengipun, kekuning-kuningan seperti
canthinge kalamulah, kelapa gading,
dhasaring alusing budi, malamnya murni tanpa campuran,
polanira kang aran akyan sabi- malam ditempatkan pada bakul
tah. yang tertutup,
canthingnya firman Tuhan,
dasarannya budi yang halus,
gambarannya disebut akyan
sabitah (keabadian).
38

6. Kinarya kancing Sirullah, 6. Sebagai pedomannya Sirullah,


thinge geni roh ilapi, apinya dari roh Ilapi,
kukusira nabiyullah, asapnya Nabiyullah,
kerenipun ngalam akhir, tungkunya alam baka,
sesupit datan gingsir, alat penjepitnya tidak akan bergeser,
pandamune manah terus, tiupannya dari perasaan yang
asta kiwa ingkang nyangga, berlangsung terus,
ing lahir kalawan batin, tangan kiri sebagai penyangga,
ketingal wewayangane Dattullah. baik lahir maupun batin,
sehingga tampaklah bayangan
7. Saderenge tumiba,
dari dat Tuhan.
ing papan kang punang tulis,
7. Bila akan mulai menandai,
pan sampun rineka-reka,
tempat yang akan dilukis,
ingjuru busana a ti,
jangan berbuat macam-macam,
tan selaya kang warni,
dalam hati,
ing lahir Ian batinipun,
jangan ada berbagai pertentangan,
k atilar polan ir a,
baik lahir maupun batin,
ngengrengan anuting warni,
setelah selesai gambaran,
terusane manahe ingkang sam-
rencanakanlah warnanya,
puma.
teruskan dengan hati'sempurna.
8. Celupkanlah supaya hitam dalam
kaca 31 alam arwah,
sehingga warnanya berubah,
8. Wedelen ing ngalan arwah,
redakanlah nafsu makan,
dimene malih kang warni,
jangan dibiasakan,
sirepen luamahira,
selalu bersandarlah kepada Tuhan,
dimen tumaninah iki,
apapun kehendak Tuhan,
sumampir ing Hyang Widdhi,
terimalah sebagai mahluk ciptaanNya,
apa karsane Hyang Agung.
lakukanlah siang malam,
narima ing satitah,
jangan ada putusnya,
lampahena manjing mijil,
datan ana wekasane awakira.
9. Saat-saat kenyang sesu dah makan,
itulah saat yang tepat untuk
9. lng benjang yen sinekulan, memberi warna batik,
sedhenge ambebironi, jika sudah diberi warna,
yen sampun katrapan suga. tentu akan membuat hati senang,
pan sampun garjiteng ati, karenanya lakukanlah,
poma lampahena nini, memberi warna batik,
kinaryon abebiru, ibarat garis kehidupan manusia,
wus lampahe kawula, sudah pasti harus dijalankan,
samarganira wus pesthi, jadi alangkah baiknya segala
pira bara linorod sesukerira. kesulitan hilangkanlah.
39

10. Den becik ingetanira, 10. Lehih haik ingat-ingatlah!


n eraka wedang wus dadi, tentang neraka yang panas,
umebe akantar-kantar, hagai air mendidih me1uap-luap,
dinulu 1angkung ngajrihi, sangat menakutkan hila dilihat,
lare kena tumuli, hisa dilihat,
nanging sampun dangu-dangu, tetapi tidak bisa terlalu lama,
nganggoa sawetara, sebentar saja,
sira ngarepaken pati, hila mati,
patine kanggoya marang satriya. matilah seperti seorang satria.

kaca 32 1 1 . Dimasukkan dalam neraka,


1 1 . Linebokaken neraka, akan menitis kemhali,
purwane iku anitis, saya tidak pemah menduga,
ingsun pan ora kaduga, bisa heruhah,
kaelokane linuwih, menjadi indah,
done teka abalik, menguhah yang dahulu,
angurangi kang karuhun, menjadi putih,
ing mangke dadi pethak, wama birunya menjadi terang
be birone pan dumeling, sekali,
wede1ane aja sume1ang wus dan ce1upan hatiknya jangan
tuwa. dikhawatirkan menjadi tua.

12. Anglir gambar wewangunan, 12. Seperti hentuk 1ukisan,


wadene rahaden dewi, kain dagangan raden Dewi,
den isis aneng sampiran, di jemur di ternpat jemuran,
kasmaran ingkang ningali, tertariklah orang yang melihat,
sake he man tri ngawis, banyak para mantri menawar,
wadene rahaden ayu, kain dagangan milik raden ayu,
pira regane baya, berapa kira-kira harganya,
sang j uwi ta anahuri, Sang Juw ita menjawab,
nora suka yen tinuku emas s1o­ tidak cukup wa1au dibe1i dengan
ka. emas se1oka.

13. Pan nyata tulis utama, 13. Sungguh lukisan utama,


kampuhe rahaden dewi, betapa pandainya raden ayu,
dene tuli's bisa ngucap, 1ukisan bisa berucap,
bisa mesem aningali, bisa tersenyum dan melihat,
satuhu angrimangi, sungguh menakjubkan,
tu1ise rahaden ayu, 1ukisan dari raden ayu,
nyatane edi mu1ah, kenyataannya memang baik sekali,
dinu1u ngiling-ngilingi, diamati memang sungguh baik,
tuhu edi tetu1isan bisa ngucap. 1ukisan bisa berucap.
40

kaca 33
14. Jika kamu benar-benar ingin,
14. Yen sira temen akarsa, membeli kain dagangan ini,
atuku wade puniki, belilah dengan kesabaran,
tukunen sabar derana, dan wangsit yang sejati,
l_awan wangsit kang sejati, serta satu hal lagi,
Ian sepisan malih, jawablah teka-tekiku,
·
lah jawaben soal ingsun, yang terdiri dari tujuh rna cam,
ingkang pitung prakara, mantri utama menjawab,
mantri utama nauri, baik segera kau katakan.
lah ta payo age sira wetokena. 15. Saya akan sanggup menjawab,
15. lngsun ingkang sanggup jawab, pertanyaan tuan puteri,
pitakonira nini, Retno Juwita berkata,
Retna juwita angucap, segeralah jawab mantri,
den age ujarmu mantri, pertama-tama,
ingkang phada pisan iki, jangan ingkar dari kesanggupan,
aja maleca ing sanggup, apa Iagi sudah saling sepakat,
den sami ujar pisan, seperti yang disebutkan,
punika ingkang ngarani, nah jawablah seluruh pertanyaanku.
lah jawaben sa:kehe soal manira. 16. Lebih banyak manakah antara
16. Kathah pundi tiyang Islam, orang Islam,
inggih lawan tiyang kafir, dengan orang kafir,
Ian kathah pundi wong lanang, dan lebih banyak manakah antara
kalawan tiyang pawestri, orang laki-laki,
lawan sapimthahe malih, dengan perempuan,
ping tigang perkaranipun, serta satu Iagi,
katah pundi tiyang pejah, persoalan yang ke tiga,
Ian malihe wong kang urip, lebih banyak manakah antara
lan malihe apa ingkang orang yimg meninggal,
luwih awrat, dengan yang lahir,
dan tambahan lagi apakah yang
kaca 34 melebihi berat.
17. Kang luwih awrat ing jagat, 17. Di dunia ini, apakah yang melebihi
luwih a bot sangking wesi, berat,
lawan kalbune m anungsa, dari besi,
kang ala lawan kang becik, serta mengenai hati manusia,
punika kathah pundi, yang baik dan yang jelek,
kalbune manungsa iku, manakah yang lebih banyak,
kalawan ta punapa, apa pula,
luwih adhem sangking warih, yang dimaksud hati manusia,
luwih landhep tinimbang pu- yang lebih dingin dari air,
cuking braja. namun lebih tajam dari ujung senjata.
41

18. Luwih 1 uhur ing ngawiyat, 18. Lebih tinggi dari langit,
l uwih peteng sangking wengi, le bih gelap dari malam,
luwih padhang sangking rina, lebih. terang dari siang,
luwih landhep sangking eri, lebih tajam dari duri,
luwih amba sangking jladri, lebih lebar dari Keranda,
ingkang mancar luwih ndaru, lebih terang dari bintang,
sumorot katon ika, yang tampak bersinar-sinar,
punika rupa harseki, itulah teka-tekiku,
rand\.1 gedhe rumambat ing pare bagai pohon randu yang besar
ika. merambat pada pohon pare.

kaca 35 19. Sekarang jawablah,


19. Lah age sira jawaben, mantri utama lalu menjawab,
mantri utama nauri, o rang kafir dengan orang Islam,
wong kafir lawan wong Islam, pastilah le bih banyak orang kafir,
pesthi yen katah wong kafir, walau Islam mukmin,
senadyan Islam mukmin, biasanya bertingkah laku,
pernatane wong puniku, tidak jauh dengan tingkah laku
nora kaprah wong kathah, orang kebanyakan,
pernatane wong puniki, jadi tidak bisa dibedakan tingkah
marmanipun punika kathah lakunya,
wong kapar. oleh sebab itu banyak orang kafir.
20. Kang luhur luwih ngawiyat, 20. Yang lebih tinggi dari langit,
nenggih atine wong mukmin, tentu saja hati orang mukmin,
kang padhang luwih raina, yang terang lebih dari siang,
atine wong sugih ngi1mu, hati orang kaya ilmu ,
kang peteng luwih wengi, yang gelap melebihi malam,
atine wong mudha punggung, hati orang muda yang bodoh,
kang atos luwih sela, yang lebih keras dari batu,
atine wong kafir musrik, hati orang kafir musrik,
ingkang adhem I uwih sangking yang lebih dingin dari air.
toya ika. 21 . Tentu hati pendeta,
kaca 36 demikian juga mengenai orang
21. Inggih atine pandhita, lelaki,
jejaka miliha malih, orang lelaki dibanding perempuan,
wong lanang lawan wanodya, pasti banyak perempuan,
pesthi kathah tiyang estri, karena lelaki ada,
kang maring lanang iki, disebabkan wanita juga,
miwah wong wadon puniku, jadi semua sudah terjawab,
sami kebranan sadaya, hatimu jangan menjadi panas,
sampun panas atineki, sekarang jangan mengatakan
lah payo sampun dika taha-taha apa-apa Iagi.
42

Durma Dunna

1. Wringin sungsang wayahira tu- 1. Ada sebuah pohon beringin


maruna, tumbang/terbalik,
luhuripun ngliwati, pohonnya sangat tinggi,
p anceripun satunggal, ujung pokok pohonnya satu,
tambine pan sekawan, akar pada pangkal empat,
pupuse amung satunggil, tangkai yang muda hanya satu,
pange sekawan, cabangnya empat,
wohe retna adi luwih. buahnya .emas yang sangat indah.

2. Kulitira kang wringin kencana


2. Kulit dari pohon beringin emas
mulya,
mulia,
daging kumala adi,
kayunya intan yang indah,
otote sesotya,
serat-seratnya permata,
balungira kalpika,
tulangnya emas, ·

sungsume mutyara adi,


sungsumnya mutiara,
uripe ika,
kehidupannya itu,
iya wujud kang pesthi.
adalah wujud yang nyata.
3. Poma-poma kaki santri
kawruhana, 3. Dengan demikian kanda mantri
pancere kang waringin, ketahuilah,
apa rane baya, apa yang dimaksud,
miwah tambine pisan, dengan pokok dari pohon beringin
apa ta arane kaki, itu,
yen tan weruha, serta yang dimaksud,
wujude kang waringin.
akar pangkalnya,
jika belum mengetahui,
Kaca 37. wujud dari pohon beringin itu.

4. Lan malihe ingkang tengah


kawruhana, 4. Ada lagi yang harus kau ketahui,
lelima ingkang peksi, di sana ada lima ekor burung,
iku k awruhana , perhatikanlah,
aja sira pepeka, jangan lengah,
wastane sawiji-wiji, namanya satu persatu,
sira weruha, ketahuilah,
wujude kang waringin . itulah wujud dari pohon beringin.
43

5. Panceripun kang waringin 5. Pada ujung pokok beringin,


winastanan, terdapat burung yang dinamakan
peksi dat mulya jati, dat mulya jati,
kang ngapit sekawan, dan yang mengapit empat,
sami peksi sedaya, burung semua,
ewadene kang rumiyin, yang pertama,
pan ingaranan, diberi nama,
peksi kaharun kalki. burung Kaharun kalki.

6. Yang ke dua bemama burung


6. Kaping kalih yan peksi jalalun Jalalun kalka,
kalka, ke tiga Jamalun kalki,
ping tiga jamalun kalki, ke empat Kamalun kalka,
ping pat kamalun kalka, kemudian ditambah dengan yang
nuli kang tengah ika, berada di bagian tengah,
sedaya pan sami peksi, juga burung semua,
peksi lelima, berjumlah lima ekor,
aneng setengahing wringin. burung yang berada di
tengah-tengah pohon beringin
7. Ingaranan iya peksi braja uma, terse but.
sekawan ingkang ngapit,
7. Bernama burung Barja uma,
peksi ingaranan,
empat yang mengapit,
pan peksi Bakar akat,
dinamakan,
nuli peksi Ngumar isni,
burung Bakar akat,
Ngusman selasa,
burung Ngumar isni,
peksi Ngali yang kang akir.
burung Ngusman selasa,
kemudian yang terakhir burung
Ngali.
Kaca 38
8. Yang berada pacta cabang muda
8. Pupusipun kang waringin pohon beringin,
winastanan, dinamakan burung Ngadbudagbi,
kang peksi ngadbudagbi, yang sangat berani dan terkenal,
tur jaya purusa, kemudian yang menjaga ke empat
epangira sekawan, cabangnya,
ingaran peksi jalali, dinamakan burung Jalaliyah,
asale ika, itulah tempat dari,
peksi jalaliyah iki. burung Jalaliyah.
44

9. Ja1aliyah arane peksi punika, 9. Jaialiyah nama burung itu,


yaiku wruha kaki, ketahuilah kanda,
1awan wohe pisan, beserta buahnya sekalian,
yaiku kawruhana, ketahuilah pula,
ingaranan makdum adi, apa yang dinamakan makdum adi
dipun waspada, (uiama yang baik),
yaiku margane pati. waspadaiah,
ituiah jaian dari kematian.

10. Yen wus awas ing kayu I 0. Jika sudah jeias dengan apa yang
waringin ika, dimaksud kayu beringin itu,
dadi manungsa luwih, maka akan menjadi manusia yang
poma kaki sirnakna, utama,
wadhag Ian aiusira, oieh sebab itu pisahkaniah,
pupusen dipun patitis, badan dan roh halusmu,
yen tan bisoa, pikirkaniah dengan benar,
temahan mati kafir. jika tidak dapat meiakukan,
maka akan meninggai sebagai
orang kafir.

1I. Sejatine kang waringin makdum II. Sebenarnya yang dimaksud


sedaya, beringin itu para alim uiama
tingai tanana kalih, semua,
miwah tan satunggai, tidak ada dua,
sirna gusti Ian kawuia, dan tidak satu,
tan ana kawuia gusti, hilanglah tuan dengan hamba,
nyata angegla, jadi tidak ada tuan dan hamba,
wujude kang waringin. nyata-nyata benar,
wujud dari pohon beringin.

12. Pegangiah itu jangan banyak


Kaca 39. perkataan,
simpan yang baik,
12. Den ugemi aja sira warta-warta,
bagi siapa yang mengetahui,
simpenen ingkang becik,
jangan Iengah,
sakeh kang wuninga,
simpaniah dalam hati dengan
aja sira pepeka,
saksama,
anggiten dipun patitis,
jika tidak bisa,
Iamun tan bisa,
gurokna pandhita Iuwih. bergurulah pada pendeta yang
pandai.
45

13. I..an takona margane yen sira 13. Dan bertanyalah bagaimana jalan
pejah, hila kau mati,
apa metu ing kaping, apakah ke luar dari telinga,
pan suker punika, hila itu sulit,
apa metu ing netra, apakah ke luar dan mata,
mesti moler kaki santri, apakah harus menjulurkan kaki,
yen metu sirah, jika ke luar dari kepala,
apecah sirahneki. apakah kepala akan pecah.

14.I..amun metu ing ngembun-


14. Jika ke luar dari ubun-ubun,
embunan ika,
pastikah akan berlubang,
pesthi yen bolong kaki,
hila ke luar dari hidung,
yen metua ing grana,
tempatnya akan Iebar semua,
mapan jember sedaya,
jika ke luar dari mulut akan najis,
lamun metu cangkem najis,
oleh karena itu dari manakah
ing ngendi baya,
jalannya,
margane yen sira mati.
kalau meninggal.

15. I..amun metu ing dubur najis


sadaya, 15. Jika ke luar dari dubur juga akan
yen metu wudel kaki, berdosa,
bodong wudelira, ke luar dari pusar,
lah endi marganira, pusarnya akan burut pusat,
apa metu wulu kaki, oleh karena itu dari mana jalannya,
pesthi yen mokal, apa harus ke luar dari bulu kaki,
margane luwih suci. pastilah hal itu mustahil,
jalan yang lebih suci.

Kaca 40.
16. Apakah dari dalam beringin yang
16. Pan ing pupus waringin tumbang,
sungsang marganya, apabila besuk kau mati,
benjang yen sira mati, perhatikanlah itu,
iku estokena, perhatik.anlah dengan hati-hati,
poma dipun prayitna, jika tidak tahu akan ajaran ini,
yen tan weruh ujar iki, tentu akan menjadi salah jalan.
temah kesasar. benar-benar akan menjadi kafir
tuhu yen mati kafir. hila mati.
46

17. Lan dununge ingkang pati 17. Dan ketahuilah tempat dari
kawruhana, kematian itu,
ngendi dununge pati, di mana letaknya,
donya nora nana, di dunia tidak ada,
akherat nora nana, akhera t tidak ada,
yen tan weruh ujar iki, jika belum mengetahui ajaran
sira lungaa, tersebut,
goleka guru linuwih. pergilah kau,
cari1ah guru yang pandai.
18. Pan ing dunya dununge wong
mati sasar, 18. Di dunia ini tempatnya orang yang
miwah ing ngalam akir, mati sesat,
dununge mati kopar, dan di a1am akhir,
lah ta endi baya, tempat orang mati kafrr,
benjang lamun sira mati, mana gerangan,
yen tan bisaa, hila kau mati,
temahan mati kafir. jika tetap tidak bisa mengetahui,
akhirnya akan mati kafir.

19. Adapun tempat bagi yang mati


Kaca 41.
sempurna,
19. Apadene dununge mati kira-kira di dunia ini,
sempurna , belum ada,
ngalam antara iki, kira-kira dunianya,
iku durung ana di tengah-tengah kayu pohon
arane ngalam antara, beringin,
ing tengah kayu waringin, itulah tempatnya,
iku dunungnya, yaitu surga yang tenang.
yaiku swarga wening.
20. Jika sudah mendapat ajaran dari
20. Yen wus oleh wjange guru guru yang utama,
utarna, masuk1ah da1am Keranda,
sira maniinga jladri, jangan menoleh-noleh,
aja noleh ika, akan enak dunianya,
dunya lawan kepenak, turutilah ajaran itu sebagai ja1an,
nuruta wejang usadi, pasti akan menemui
pesthi yen beja, keberuntungan,
wong temen guru laki. terutama orang-orang yang setia
dan menuruti guru.
47

21. Aja wedi sira kaki saniskara, 21. Janganlah kau takut tanpa alasan,
tapaa lirnang perkawis, bertapalah untuk lima masalah,
iku labuhana, berani berkorbanlah,
poma ta den sujana, mudah-mudahan menjadi orang
aja wedi lara pati, yang cerdik pandai,
yen arep mulya, jangan takut sakit dan mati,
den banget ing prihatin. jika ingin mulia,
berprihatinlah dengan tekun.
Asmaradana
Asmaradana
1. Sekathahe para wali,
l. Sejumlah wali,
apan sanya peguneman,
bersama-sama mengadakan
ing giri gcijah enggone,
pembicaraan,
denya sami peguneman,
tempatnya di gunung Gajah,
masalah patekadan,
mereka membahas,
kang wus padhang ing Hyang
masalah ketetapan hati,
Agung,
diterangi oleh Hyang Agung,
pangeran kang maha mulya.
Tuhan yang Maha Mulia.
kaca 42. 2. Pada malam Jumat yang baik,
2. log malem Jumuah singgih, tepat tanggal lima,
anuju tanggal ping lima, saat bulan purnama,
wulan purnama sasine, pembicaraan tersebut diadakan,
enggone aksara wutah, kanjeng pangeran,
kanjeng pangeran ika, yang memulai dahulu,
ingkang miwiti karuhun, yaitu jeng Sinuhun Kalijaga.
jeng sinuhun Kalijaga. 3. Yang hadir an tara lain Seh
Benthong Mulana Mahrib,
3. Seh Benthong Mulana Mahribi,
ki Seh dari Lemahabang,
lawan ki Seh ing Lemahbang,
Seh Majagung serta lain-lainnya,
Seh Majagung saliyane ,
Pangeran Cirebon,
Ian pangeran Cerbon ika,
dan Sinuhun Girigajah,
jeng sinuhun Girigajah,
mereka membicarakan pengetahuan.
sami paguneman kawruh,
mengenai ketetapan hati.
masalah ing patekadan.
4. Berkatalah Sang Giri,
4. Ngandika sinuhun Giri, memulai pembicaraannya.
amiwiti pangandikan, saudara-saudaraku semua,
heh seduluringsun kabeh, bagaimana tanggapanmu mengenai
pundi tingkahing makripat, makripat (sifat-sifat Tuhan),
sampun wonten karebetan, jangan sampai ada keributan,
dipun sami kawruhipun, mari sama-sama dipelajari.
sami peling pinelingan. sama-sama saling ingat mengingatkan.
48

Kaca43. 5. Kita delapan orang menyatu


5. Wong wolu dadi sawiji, menjadi satu,
sampun wonten kang kumlawar jangan sampai ada yang
dipun sami ing kawruhe, ketinggalan,
den waspada ing pangeran, bersama-sama membahas,
wahu jeng sinuhun Bonang, pengetahuan tentang Tuhan dan
ingkang miwiti karuhun, selalu waspada,
amedhar ing pangawikan. Jeng Sinuhun Bonang,
yang memulai,
membahas tentang pengetahuan
ke Tuhanan.

6. Karsa manira puniki, 6. Keinginanku mengetahui,


iman tokit Ian makripat, iman, tokit, makripat,
sampuma ing makripate, dan sempuma dalam makripat,
yen teksiha kang makripat, apabila dalam penguasaan
mapan durung utama, makripat,
dadi batal kabeh iku, belum sempuma,
dadine rasa rumangsa. menjadi batal semua,
sehingga akhimya hanya merasa
bisa padahal sesungguhnya
tidak bisa.
7. lng karsaningsun puniki,
7. Di dalam keinginanku ini,
iman tokit Ian makripat,
iman, tokit, makripat,
weruha ing sampumane,
dapat diketahui dengan sempuma,
wus suwung ingkang paningal,
ilangjenenge tingal, jika kosong dalam penglihatan,
mantep pangeran kang agung, hilanglah .nama penglihatan,
sembah sinembah piyambak. ·
jadi yang sudah mantap terhadap
Tuhan,
maka dengan sendirinya
menyembahlah.

8. Endi ingkang aran nabi; 8. Siapa yang dimaksud dengan Nabi,


liyane roh kawruhana, ketahuilah tidak lain adalah roh,
kekasihe pangerane, yang dikasihi Tuhan,
sadurunge dadi jagat, sebelum dunia ini ada,
rnapan jinaten tunggal, memang sudah diciptakan dahulu,
kang dinadekken karuhun, sebagai jalan bersatunya Tuhan
kang minangka katunggalan. dengan manusia.
49

Kaca 44. 9. Pangeran Maja gung berkata,


bahwa belajar tentang ketetapan hati,
9. Pangeran Majagung angling.
untuk mengetahui,
amejang ing patekadan,
iman, tokit, makripat,
ing karsa manira mangko,
bukan untuk dibicarakan di
iman tokit Ian makripat,
akherat nanti,
tan kocap ing ngakerat,
iman, tokit,
iman lawan tokit iku,
tidak ada di akherat.
ing ngakerat nora ana.
10. Pada kenyataan hubungan
10. Nyatane kawula gusti, manusia dengan Tuhan,
iya kang muji anembah, manusia harus memuji dan menyembah
iya mangkono lakune, ya memang begitulah jalannya,
ing akerat nora ana, di akherat tidak ada,
lamun tan mangkonoa, jika tidak begitu,
mapan sejatine suwung, benar-benar akan kosong,
suwunge pan iku ana. kekosongan akan benar-benar ada.
11. Berkatalah Jeng Sunan Kali, .
11. Ngandika jeng sunan Kali,
membahas apa yang dimaksud
amedhar jenenge tekat,
ketetapan hati,
den waspada ing samengko,
diharapkan agar selalu waspada,
sampun ngangge kumalamar,
tidak ragu-ragu,
den awas mring pangeran,
perhatikanlah akan Tuhan,
kaya priye awasipun,
karena bagaimana pun awasnya,
pangeran pan nora ana.
Tuhan itu tidak berujud/tidak
12. Nora warna rupi, kelihatan.
tanana kahananira, 12. Tidak berwama tidak berbentuk,
tanpa arah tanpa enggon, tidak terlihat keadaannya,
sejatine iku ana, tanpa arah dan tanpa tempat,
yen tanana kaya paran! tetapi sebenamya ada,
temahane jagat suwung, kalau tidak ada,
sejatine iku ana. pasti dunia raya ini tidak ada pula,
jadi sesungguhnya ada.

Kaca 45. 13. Pangeran Cirebon berkata,


membahas tentang pengetahuan
13. Pangeran Cirebon angling, Tuhan,
amedhar ing pangawi.kan, berpendapat bahwa makripat itu,
jeneng makripat mangkene, perhatiannya hanya terhadap
kang awas dhateng pangeran, Tuhan saja,
datan wonten ingkang liyan, tidak ada yang lain,
tan ana roro tatelu, tidak dua atau tiga,
anging Allah ingkang tunggal. Allah itu tunggal adanya.
50

14. Ki seh Benthong nulya angling, 14. Kemudian ke Seh Benthong


arnedhar ing patekadan, berkata,
kang aran Allah jatine, memberi penjelasan tentang
tanana liyan kawula, ketetapan hati,
mapan iku kanyatakan, mengenai siapa Allah
sampurna kawulanipun, sesungguhnya,
kang minangka katunggalan. tiada lain adalah manusia,
itu benar-benar kenyataan,
manusia akan sempurna,
15. Seh Maulana Magribi, sebagai bentuk manunggal.
arnedhar ing patekadan,
15. Seh Maulana Magribi,
kang pesthi Allah jatine,
menyampaikan pendapat mengenai
iya iku dudu Allah,
ketetapan hati,
nora liyan sangking ika ,
sesungguhnya Allah itu,
iya Allah jateningsun,
adalah bukan Allah,
Seh Siti Jenar ngandika.
tidak lain dari itu,
sesungguhnya Allah adalah diri
sendiri,
kemudian Seh Siti Jenar berkata.
Kaca 46.
16. Sesungguhnya sayalah,
16. lya ingsun kang sejati,
yang disebut dengan Allah,
kang jejuluk aran Allah,
bukan yang lain,
pan dudu liyan jatine,
dan apa yang dimaksud Allah itu,
ingkang bangsa nama Allah,
lalu Seh Maulana berkata,
angling Seh Maulana,
itu dinamakan jasad,
iku jisim aranipun,
Seh Lemah Abang berkata pula.
Seh Lemah Bang angandika.
17. Aku yang membahas ilmu,
menguraikan tentang rasa
I 7. Kawula kang medhar ngilmu, manunggal,
angrasani katunggalan, jasad adalah bukan tempat yang
mapan dede sedangune, selamanya,
rna pan jisim nora nana, karena jasad bisa tidak ada,
dudu jisim ingkang kocap, dan bukan masalah jasad yang
sejati-jatine ngilmu, dibicarakan,
sami medhar pangawikan. sesungguhnya hanyalah ilmu
pengetahuan,
jadi saling membahas ilmu
pengetahuan.
51

18. Seh Lemah Bang angling malih, 18. Seh Le'mah Bang berkata lagi, .
pan sami miyak ing warna, bagai mengungkap suatu wama,
pan nora ana bedane, tidak tampak adanya perbedaan,
saliringe punapaa, begitu1ah semuanya,
manahe rasa kawula, perasaan dari manusia,
nyaguhi ujaring ngilmu, mempertahankan pendapat ilmu,
mapan kabeh iku padha. oleh sebab itu semua sama.
19. Seh Magribi berkata keras,
19. Seh Magribi asru angling,
seraya tersenyum berkata,
sarwa mesem angandika,
benarlah itu semua,
inggih leres ing semune,
mengungkapkan suatu wama,
pan iku miyak ing wama,
sudah diketahui oleh banyak orang,
kapriksa ing wong kathah,
semua sudah mendengar,
sedaya pra samya ngrungu,
temyata wama itu tidak sama.
pan iku dudu sesama.
20. Katakan1ah di da1am hati,
jangan sampai ada yang mendengar,
Kaca 47 menyembah sujudlah dalam hati saja,
bukan dalam suatu percakapan,
20. Ucapen sajroning ati, walau sudah mengucapkan,
sampun wonten kang miyarsa, nama Yang Agung,
anungkemi ati bae, itu bukan suatu perca.kapan.
pan iku dudu rerasan,
2 1 . Pangeran Giri,
yen lamun den ucapna,
memberikan pendapat dalam
nguculken nama kang agung, pengetahuannya,
pan iku dudu rerasan.
bahwa sesungguhnya yang pasti,
adalah yang bergelar Prabu
2l Pangeran ratu ing Giri,
Satmata (yang tidak tampak),
.

amedhar ing pangawikan,


pembicaraan kemudian diakhiri
kang pesthi iku jatine,
dengan keputusan bah wa,
jejuluk prabu satmata,
tidak ada yang menyamai,
amungkasi ing wicara,
hanyalah Allah yang tunggal.
tan ana pepadhanipun,
anging Allah ingkang tunggal. 22. Para Wali,
seluruhnya menyetujui pendapatnya.
22. Sakathahe para wa1i, mencapai suatu pandangan dalam
sami ngestokna sedaya, ilmu,
mapan sami ing kawruhe, namun Seh Siti Jenar,
nanging ki Seh Siti Jenar, memfmnyai pendapat yang
nguculken basa larangan, bertentangan,
tan kena p inalang iku, tanpa dapat dicegah,
marang pra wali sedaya. oleh para Wali semua.
52

23. Seh Siti Jenar sru angling, 23. Seh Siti Jenar berkata keras,
pan sampun ujar kawula, sudah kukatakan mengenai
sinanggahana, pendapatku,
kebanjur sabdaning guru, bagaimanapun hal itu tidak dapat
pamejange mring kawula, disanggah,
karena terlanjur dari sabda guru,
yang diajarkan terhadapku.

24. Wekasan tan kena gingsir, 24. Pada akhirnya tidak ada yang
sinual marang wong kathah, dapat mengubah pendiriannya,
tan kena obah tekade, dibujuk oleh orang banyak pun,
rnapan sampun janjining Hyang, tetap tidak berubah pendapatnya,
pangeran Cirebon ngandika, karena memang sudah takdir dari
dhateng Siti Jenar arum, Tuhan,
arerasan tan prayoga. Pangeran Cirebon lalu berkata,
kepada Seh Siti Jenar,
bahwa percakapan sudah tidak
baik lagi.

25. Mapan saujaring janji, 25. Memang sudah ditetapkan dalam


yekti binubuh ing benjang, petjanjian,
mapan sampun ing kukume, bahwa besuk pastilah akan
iya wong ngaku Pangeran, dihukum mati,
Seh Siti Jenar ngandika, hukuman sudah dijatuhkan,
den kenceng olehmu ngukum, terhadap orang yang mengaku
aja nganggo kalorehan. Tuhart,
Seh Siti Jenar berkata,
berikanlah hukumanmu yang
terberat,
tidak usah menunggu waktu.

Ka<l 49. 26. Yang kumohon memang


26. Amit anglabuhi pati, pembelaan dengan kematian,
ngulati pati punapa, apakah kematian itu,
pan pati iku parenge, mendapat kematianlah,
parenge sih katunggalan, yang menjadikan adanya rasa
kapurba kawisesa, manunggal,
sejatHatine suwung, permulaan itu,
ana kadim ana musdas. sebenarnya kosong,
yang ada kebakaan dan musdas
(kekosongan?).
53

27. Ngulati punapa malih, 27. Mencari apa lagi,


pan ora ana kang liyan, bukankah sudah tidak ada yang
nora pisah selawase, lain,
anging Allah ingkang tunggal, tidak akan berpisah selamanya,
iya j isim iya Allah, akan Allah yang tunggal,
tegese mrih tokidipun, baik jasad maupun Allah,
mapan iku nora beda. dalam arti tauhidnya,
memang tiada berbeda.
28. Para Wali berkata,
28. Angandika kang pra wali,
sambail tersenyum semua,
pan sami mesem sedaya,
setelah mendengar apa yang teiah
miyarsa ing pituture,
dikatakan tersebut,
wanter tan kena ingampah,
sungguh sangat berani tidak mau
angelela wanterira,
diarahkan lagi,
amiyak werananipun,
jelas sekali keberaniannya,
sangsaya banjur kiwala.
menyingkap tirai kesulitan,
kemudian putus asa.
29. Ngandika kang para wall, 29. Berkatalah para Wali,
nganti apa linakonan , bahwa apapun akan dilakukan,
tinrapaken ing kukume, untuk menerapkan hukum,
nora kena pinalangan, itu tidak dapat dihalangi,
akeh kang padha maling, bukankah banyak yang melakukan
malah teka saya banjur, pencurian,
sidhep tansaya wediya. malahan banyak yang datang semakin
disengaja,
Sin om

I. Ada seorang wanita cantik lagi


Kaca SO.
utama,
begitu pandainya menjual bahan
Sin om
obat-obatan,
1. Wonten wong ayu utama, sambil sembahyang,
kelangkung bisa curaki, sang wanita ayu tersebut
tur den sambi asembahyang, mempelajari ilmu/ajaran,
sang ayu curaki ngilmu, yang dipelajari,
ingkang dipun kawruhi , mengenai masaiah Sunah dan wajib,
prakara sunah Ian perlu, wajib yang baik dan yang tidak
wajib jaid Ian mukai, lazim,
miwak sifate Hyang Widhi, juga mengenai sifa t Tuhan,
Iawan Islam iman tokit Ian serta iman, tauhid dan makripat
makripat. dalam Islam.
54

2. Curakine gegaliyan, 2. Obat-obatannya disebut galiyan,


kang sinimpen jroning ati, di simpan di dalam hati,
tan ana kuwawi tumbas, jarang yang mampu membeli,
wewadehane sang Dewi, dagangan milik Sang Dewi,
sawi kuwawi ugi, mampu beli,
yen becik tarimanipun, hila mau dan baik penerimaannya,
ketumbar siddha wayah, ramuannya sidda wayah,
lawan adas pulasari, ketumbar,
pilih-pilih kang jejamu gegaliyan serta adas pulasari,
yang min urn jamu galiyan tersebut
tertentu tidak sembarang orang.
Kaca 51
3. Jika ada yang membeli,
3. Lamun ana ingkang numbas, galiyan Sang Putri,
gegaliyane sang estri, maka bakalan berlaku sabar,
kinarya alampah sabar, selama hidup,
iya selawase urip, tidak terserang penyakit,
datan kena lara gering san gat berman fa at,
pan sanget mupangatipun , bahkan sampai di akherat,
malah tekeng akherat, tidak akan pemah terserang
nora kena lara gering, penyakit,
malah -malah langgeng datan kena akan langgeng selamanya tidak
rusak. akan pemah sakit.

4. Jika mau min urn jamu,


galiyan milik Sang Dewi,
4. Yen aras jejamu sira,
tidak boleh diketahui orang
gegalihane sang puteri,
banyak,
iku tan kena kejambar,
karena jarnu itu jamu yang sangat
kerana jamu linuwih,
yen sampun klakon jampi, mujarab,

sukere ing badan larut , kalau sudah minum jamu tersebut,


kotoran di badan akan hilang,
muiane nora kejambar,
namun tidak banyak orang
wau ta kang ponang jampi,
mengetahui,
yen kejam bar mesthi rusak
badanira. ten tang jamu tersebut,
dan apabila diketahui orang
pastilah rusak badannya.
55

5. Wong kathah datan uninga, 5. Banyak o rang tidak mengetahui,

wemane galihan a di, macam dari galian itu,


mila tan kena kejamb ar, memang tidak boleh diketahui

karana kelangkung wingit, orang banyak, ..


tetosane sang putri, karena sangat wingit,
pan iku curaki ngilmu, konon kabarnya dari Sang Putri,
dene nora periksa, ilmu obat-obat tersebut,
ragane dipun p icisi, tidak boleh diketahui,
bungah-bungah atine kang sebab itu kalau ada yang .
sampun wikan. mengetahui raganya akan
disiksa,
tetapi· bergembiralah siapa yang
dapat mengetahui.
kaca 52.
6. Dan oleh sebab itu minumlah
6. Mendhahane jejamua.
jamu tersebut,
kang tosan adi linuwih,
lagi ning ali kewala, karena sangat utama,

mupang ate anglangkungi, menjadikan mampu melihat.

ing rat jagat puniki, manfaa tnya begitu tinggi,

tan ana kadi puniki, di d unia ini,

mupanga tira kalintang, tidak ada yang dapat memberi

tan ana ingkang madhani, manfaat seperti jamu tersebut.

nanging arang kang jejamu bagai bintang,

gegalihan. tidak ada yang menyamai,


namun ternyata jarang yang
minum jamu galian tersebut.

7. lngkang saweneh kasmaran, 7. Di antaranya ada yang sangat


ningali estri curaki, tertarik.
galian langgeng sedaya, melihat wanita penjual obat-obatan
_
sakehe kang den lampahi, terse but,
kraos telenging ati, galiyannya benar-benar abadi,
kudu sabar lakunipun. segala yang dilakukan,
saben dina puwasa, terasakan di hati.
sarta tetep pangabekti, rnemang harus sabar dalam
dipun sabar lamun katekanan menjalankan.
lara. setiap hari berpuasa.
serta tetap menyembah sujud,
tetap sabar walau mendapat
kesulitan.
56

kaca 52. 8. Obat-obatan galiyan,


8. Curakine gegaliyan, tersimpan di dalam hati,
sinimpen sajroning ati mengetahuinya tidak segampang
• dahat weruh yen wida �n, seperti mengetahui tentang

sakehe wadeyaneki, widaran

nanging datan udani, (nama penganan yang t erbuat

wemane ing tosanipun, dari ubi kayu).

sami lamur sedaya, dari sekian banyak dagangan,

tan weruh lamun ningali, tidak dapat diketahui,

lah pupuha kang aran toya semua macam dan bentuknya,

perwita. semua tidak awas,


tidak mampu mengetahui walau
melihat,
maka harus ditetesi obat mata
yang berupa air yang disebut air
9. Yen sira wus pinupuhan,
permulaan.
perwitane banyu urip,
awas maring g egaliyan, 9. Apabila kamu sudah diobati,
aja samar jroning ati, dengan air permulaan hidup,
maring tetosan adi, maka akan awas terhadap galiyan,
sarta Ian tuduhing guru, jangan khawatir dalam hati,
lamun sira wus awas, terhagap keutamaan,
jejamu rina wengi, serta petunjuk guru,
luwih langgeng mupangat dunya apabila kamu sudah awas,
akherat. minumlah jamu siang malam,
lebih langgeng manfaatnya di
dunia dan akherat.

10. Lamun sira wus wuninga, 10. Apabila kamu sudah mengetahui,
aja pegat aningali, jangan pemah berhenti untuk
Jampahena manjing medal, mengetahui,
jejamu kelangkung adi, lakukanlah berkali-kali minum
saringen den baresih, jamu yang sangat mujarab itu,
yen sira wus nginum banyu, saringlah sampai bersih,
sima kabeh donya. minumlah jamu dengan teratur,
saglugut tan ana karl, apabila kamu sudah minum,
nora nana kang wujud amung hilang Jenyap rasa duniawi,
Pangeran. sekecilpun tidak ada,
tidak ada bentuk apapun kecuali
hanya Tuhan.
57

kaca 54. 11. Macam galiyan tersebut,


Iembut memenuhi bumi
1 1 . Wernanira gegaliyan, '

aiembut ngebeki bumi, waiau besar tidak kelihatan,

Iamun ageng tan ketingai, jauh dekat tidak sunyi,

adoh perak datan sepi, jadi waiau begitu sulit untuk

pr�dene nora uning, diketahui,

bejane kang sampun weruh, beruntungiah yang sudah


tan ana raose ika, mengetahui,
tan ana sembah Ian puji, bila beium mengetahui,

iya iku kalane wus nginum toya. tidak ada rasa sembah dan puji,
itu1ah orang yang hanya kadang-
kadang minum air.

12. Kang aran toya prawita,


tanpa rupa tanpa warni, I2. Yang dinamakan air permuiaan,
tanpa enggon tanpa arah, tidak berbentuk tidak berwarna '
tanana kanan Ian kering, tidak memiliki tempat arah' '

tan ana ngarep wuri, tidak ada kanan maupun kiri,


tan ana ngisor Ian dhuwur, tidak ada depan atau beiakang,
nora aneng ing sarira, tidak ada atas atau bawah '

ingkang mimbuhi sejati, dan tidak ada di badan,


kabeh iku padha karep roaring namun akan membuat sejati,
ora. tetapi semua itu terserah mau
menjaiankan atau tidak.

13. Apabila kamu tidak mengetahui,


13. Lamun sira tan wuninga,
tidak akan bisa min urn air tersebut
nora bisa nginum warih,
'

menyebabkan hanya
dadine angangka-angka,
menebak-nebak saja,
kang dede dinaiih urip,
yang sebetuinya bukan alasan
iku den sengguh yekti,
dalam kehidupan.
muiane akeh keiurung,
ituiah yang disebut tidak baik '
dene tan purun ta nya,
oieh karenanya banyak yang
ingkang dudu den arani,
tersesat,
iya iku jenenge wong tuna
sebab tidak mau bertanya,
liwat.
tentang hal yang salah,
ituiah yang dinamakan orang
merugi.
58

kaca 55. Dhandhanggula

1. Aku sebagai pujangga akan


Dhandhanggula memulai,

lngsun iki amutweng ing kawi, menulis cerita yang samar-samar,


1.
ujar samar ambabar wecana, yang sebetulnya sudah ada sejak
dulu,
lagi metu selawase,
tetapi betul-betul belum
tuhu nora kawetu,
terungkap,
baya iku ujar kinunci,
cerita seperti terkunci, .
dhateng kang asung warta,
oleh yang memiliki cerita,
dan semureng semu,
dengan kemauan yang menggebu,
tanpa ilang ngaji sastra,
tanpa henti belajar sastra,
selawase tan weruh jenenge alip,
tetap selamanya belum
wekasane tan wikan.
mengetahui juga apa yang
dinamakan alip,
sampai akhimya tidak mengetahui
2. Kang dedora alip tampaning sih,
asih iku panunggalannira, 2. Pelajarilah aksara alip dengan
apan wowor ing asiha, tekun, senang,
akeh ujar kawetu, sayang dan lain sebagainya,
raganira nora den liling, satukanlah semua perasaan senang,
nungkat gaib punika, banyak kata yang diungkapkan,
sastra kabeh iku, sampai dirinya sendiri tidak
panarimane sarira,
diperhatikan,
kawruhana jenenge aksara alip,
dalam semua sastra,
nukat urip ing raga.
nukat gaib itu,
adalah merupakan penerimaan diri,
belajarlali akan aksara alip,
nukat akan hidup dalam raga.
kaca 56.
3. lngkang alip badan roh ilapi, 3. Aksara alip adalah badan roh llahi,
kanugrahan iku aranira, itulah yang disebut anugrah,
dadi lah iku karone, ke duanya menyatu,
ya alip tiba metu, kemudian aksara alip diturunkan,
mapan ana ingkang momori, bercampur dengan huruf-huruf lain,
jeneng alip ilapat, dinamakan alip ilapat,
sadurunge iku, sebelum itu,
jagat dumadi wus ana, dunia sudah ada,
sastra alip ingkang kinarya kemudian sastra alip dipakai
gagenti, sebagai ganti,
alip kahananing dat. keadaan dat.
59

4. Alip tunggal lan wujud ilapi, 4. Huruf alip manunggal dengan


tunggal rasa polahnira, wujud Tuhan,
tunggal dene alip mangko, manunggal dalam rasa dan
wujud kang agung tuhu, tindakan,
mapan tunggal ananing alip, benar-benar tunggal huruf alip,
iku jatining pisan, wujud yang benar-benar agung,
unine puniku, memang tunggal keadaan huruf alip,
aja bar alip punika, kemudian benar-benar menyatu,
Allah kabeh ujare kang maha bunyinya,
suci, ajabar alip (tanda dalam tulisan
epese sukma purba. Arab),
semua mengatakan Allah Maha
Suci,
menguasai sukma.
kaca 57.
5. Alip merupakan tanda dari Allah,
5. Jabar Allah unine puniki,
lebur menjadi sifat Tuhan,
ingkang ejar sipate pangeran,
menjadi satu keadaannya,
kaepes pemah anane,
ti dak ada duanya,
tan ana karonipun,
ucapan itu amat suli t,
ujar iku kelangkung rungsit,
bukan bahasa ataupun tindakan,
dudu basa ian krama,
yang dimaksud,
wuwus kang puniku,
yakni membaca d oa ashadu,
ashadu iya punika,
alkamdu artinya mendapat cahaya
alkamdune usalli ingkang
terang sekali,.
dumeling,
itulah yang dinamakan mendapat
iku jeneng kanugrahan.
anugrah.

6. Nukat hi alip,
6. lngkangjeneng nukat hi alip, alip be te dalam kebanyakan sastra,
alip be te sakathahe sastra, disebut nukat gaib,
nukat gaib iku rane, yang dinamakan nukat,
ya jeneng nukat iku, dalam sastra beijumlah tiga puluh,
sastra tigang dasa wiji, perhatikanlah benar-benar sampai
kaliling jiwa raga, jiwa raga,
sastra kabeh iku, semua sa5tra itu,
kang tumrap dhateng sarira, berlaku untukmu,
kanugrahan jenenge ingkang dengan arti lain mendapat anugrah
sejati, yang sejati,
arane iku nukat. itulah yang dinamakan nukat.
60

7. Nukat gaib iku kang linuwih, 7. N ukat gaib paling tinggi,


dene sastra kabeh aranira, dibanding dengan semua sastra
aja kasaripun bae, yang ada,
nora ana kaetung pan, kekurangannya,
jumeneng ikang anulis, hila dihitung-hitung tidak ada,
sungging amindha warna, demikian juga tulisannya,
anane tan wangun, berbentuk indah,
anulis kinaya ika, adanya tidak dibentuk,
rupa iku kaya rupane tulisan seperti itu,
kesungging, bagai bentuk suatu kemdahan,
datan antara mangsa. yang datang tidak berselang wak tu.

kaca 58. 8. Yang disebut huruf alip,


8. Kang dedora alip iku singgih, jumlahnya lima,
pan lelima iya kathahira, itulah kenyataan,
iya iku kenyatahane, dari niat,
wajahniyat puniku, dan iman terhadap syaiiat,
iman iku sarengat nenggih, jumlah ke lima tersebut,
lelima tunggalira, sesungguhnya,
sejatine iku, ada pacta zat darah,
mapan ing sadrah punika, dalam kenyataan selalu berada
nyatanipun satengah kelawan dalam Tuhan.
gusti.

9. Tegesira kang mati puniki, 9. Maksud meninggal,


tingal tunggal sejatine sadrah, yaitu menjadi satu dengan zat
dununge iku jatine, darah,
tingal datolah iku, dan tempatnya benar-benar,
kepanjingan ingkang karihin, dalam dat Allah,
wajah pan durung dadya, pada mula-mula merasuki,
dat mutlak punika, wajah belum terbentuk,
atunggal tingal sadaya, dat mutlak tersebut,
pan ing sadrah neptu iku tampak menjadi satu,
·

durung dadi, sebelum zat darah terbentuk,


duk durung ana jagad. dunia ini belum ada pula.
61

10. Tegesira kang wajah puniki, 10. Yang dimaksud wajah,


nukat g aib sadurunge pisan, sebelum ada nukat gaib,
Sirrulah dadi alipe, Sirullah menjadi alipnya,
wajah iku rohipun, wajah itu1ah rohnya,
wajah iku kahanan jati, wajah ada1ah keadaan yang
tunggal kahananira, sejati,
upamana iku, tunggal adanya,
nora kadunung ing raga, seandainya,
reraina iku ing dat mutlak tidak ada pada jasad,
singgih, bentukmu adalah zat mutlak yang
wajah kahananira. baik,
demikianlah keadaan wajah.

kaca 59. 1 1 . Arti dari niat,


yaitu alip yang tungga1,:
1 1. Tegesira kang niyat puniki,
bersatu dalam Adam Hawa,
iya alip jenengira tunggal,
Adam nama dari ilmu,
Adam Kawa iku kumpule,
Hawa adalah maklumat,
adam jenenge ngi1mu,
kumpulnya Adam Hawa,
Kawa iku maklumat singgih,
pada rasa diri,
kumpule Adan Ian Kawa,
yaitu sifat kamal yang tunggal,
rasa jenengipun,
ke luar sebagai niat yang sejati,
sipat kamal ingkang tunggal,
yaitu kehendakmu.
wiyosipun iya niyat kang sejati,
yaiku sedyanira.

1 2. Arti dari iman,


adalah rasa tunggal dari keadaan
I 2. Tegesira kang iman puniki, yang tunggal,
rasa tunggal kahananin� tunggal, tidak ada duanya,
nora nana pangrorone, bersatu dalam rasa,
kembul lan rasa iku, jadi keadaannya benar-benar
tung galira anane jati, menyatu,
nora wuwuh nora suda, tidak bertambah tidak berkurang,
tan bareng tan kantun, tidak bersama tidak tertinggal,
nora ngadam ananira, keadaannya tidak ada,
nora nana ananira iku singgih, benar-benar tidak terlihat,
iku jatining tunggal. tetapi nyata-nyata tunggal.
62

kaca 60. 13. Dalam syariat,


13. Tegesira kang sarengat puniki, kegaiban dan keadaan diri,
gaibullah Jan kahananira, jelas sekali dalam,
angelela ing dheweke, diri pribadi,
sariranira iku, Jibarail tidak boleh tertinggal,
jabarail iku tan kari, bila Muhamad ada di antaramu,
Mukamad tan antara, maka akan merasakan kesejukan,
kekes sihe reku, Muhamad memang hanya
tunggal asma jatinira, satu-satunya nama,
yen sumeta iku aran Allah singgih, yang dipersiapkan oleh Allah,
iku kahananing dat. itulah keadaan dari dat.

14. Ananing Hyang andadekaken 14. Tuhan mencipta.


singgih, bintang kejora awal dari bermcam-
johar awal sesotya kang mulya, macam permata yang mulia,
ing paningal iku kabeh, semua itu dalam penglihatan,
kang aran kamil iku, disebut kamil,
dadi sira miyarsa singgih, jadi dengarlah baik-baik.
sabdaning Hyang punika, akan sabda dari Tuhan,
sabda kun payakum, yang bersabda Kun Payakum,
keraton kahannira, maka jadilah keraton,
mangka iku iya w ewadhahe sebagai tempat dari kebaikan,
singgih, kuatkanlah keadaanmu.
kandel kahananira.

IS. Cahya iku metu roh kang 15. Cahaya itu memancar dari roh

wening, yang bersih indah.

metu kalam iku kang kalimah. ke luar sebagai firman yaitu

metu udani anane. kalimah,

mapan cahya puniku. ke luarnya diketahui,

cahyaning dat kalam Ian budi. sebagai cahaya,


'
jatining mapan tunggal. cahaya dari zat firman dan budL

tunggal jatinipun, lalu manunggal,

atunggal reke kang cahya, sesungguhnya memang tunggal,

anyimakken kahanan cahya cahaya yang tungga1,

kang Iuw ih, yang kemudian melenyapkan

iku pengawak sahdat. cahaya yang lebih tinggi,


itulah sahadat.
63

kaca 61. 16. Da1am arti syariat,


adanya alip adalah sebagai,
16. Tegesira sarengat puniki,
tanda tulisan dengan bungkus,
samektane alip kang puniku,
roh suci,
jabar jer lawan epese,
tempatnya nyata daiam roh yang
iya roh suci iku,
hidup,
nggonne nyata rohe kang urip,
sifatnya nyata,
nyata sipate ika,
dan tunggai,
tunggal sipatipun,
jadi keadaannya benar-benar
ananira urip tunggal,
tunggal urip sira paworing tunggai,

ngaurip, kemudian menyatu di daiam

urip pesthi pakrana. kehidupan,


merupakan bagian daiam
kehidupan.
1 7. Seteiah dilebur daiam firman yang
17. Pan jineran kaiam ingkang urip,
hidup,
birahine nggonnya tan kaetung,
birahinya (hasratnya) menjadi
karem iku birahine,
tidak terkira,
ingsun sira tan ingsun,
sungguh puas akan hasratnya.
tunggai ingsun Ian sira kaki,
dirimu bukan aku.
nora beda tan sira,
aku dan kamu sama-sama tunggal.
tunggai ananingsun,
tidak berbeda dengan kamu,
Ian anane Rasulloiah.
aku tunggai adanya,
iya iku atunggai ian aran singgih.
dan Rasulloiah itu,
yaiku birahining Hyang.
juga benar-benar tunggai,
ituiah birahi (kehendak) milik
Tuhan.

18. Apabila berusaha ingin mengetahui


kaca 62.
a lip,
18. Yen ambudi aiip kang puniki. berarti menyatakan apa yang
den nyatakken pakoning diperintahkan Tuhan.
pangeran, yakni bermacam tingkah laku.
iya genti sapolahe. yang menyatu,
tunggai polahe iku, bcnar-benar menyatu
tunggaiira polahe jati. tidak daiam ragamu.
tan aneng raga ika, tapi tingkah laku tersebut akan
nitis solahipun, menjeima.
tan kajero tan kejaba, tidak ke dalam maupun ke luar.
kaimbuhan anane soiahing jati, akan mendapat tambahan adanya .
anane lir anggana. tingkah laku yang sejati.
adanya bagai tersendiri.
64

19. Kabeh iku cahya jatineki, 19. Sesungguhnya semua itu cahaya,
iku cahya nggonne nyata ika, cahaya yang nyata,
lah iku tunggal jatine, keadaannya benar-benar tunggal,
cahya iku jatiningsun, cahaya itu sebenamya Aku,
pan kahanan tunggaling jati, cahaya tunggal yang sejati,
turune cahya ika, cahaya turun,
kadi kang tumurun, memang diturunkan,
kinarsakken ananira, adanya dikehendaki,
kang tumetes cahya kang ana cahaya yang menetes tersebut,
puniki, dinamakan nur buwat (cahaya
iku aran nur buwat. terbuang).

kaca 63.
20. Cahaya itu turun,
20. Duk tumurun kang cahya
di palung,
puniki,
dinamakan Salbirah,
duk amanggih kang balong
yaitu tempat kembalinya rasa,
bel aka,
bercampur dengan jiwa yang baik,
suka salbiyah jatine,
jiwa dari jiwamu,
nggonning rasa pulang kayun,
bersama jiwaku,
awor jiwa-jiwa pan singgih,
jelas sekali keadaannya,
jiwa pan jiwanira,
kilauan cahaya keraton tidak
tunggal jiwaningsun,
menandingi,
angelela dhewekira,
itulah Salbiyah.
yen dumeling keraton tan
amomori,
salbiyah jatinira.
21. Sebeluin adanya cahaya,
dari firman nukat gaib,
21. Sadurunge kang cahya rumiyin,
kuncinya disebut mandi (doa),
sangking kalam nukat gaib ika,
nuleat gaib,
pan aran mandi kuncine,
sebelum ada birahi (hasrat),
nukat gaib sireku,
itulah asal dari permulaan,
sadurunge ana birahi,
raga berpulang,
iku angsale purba,
pada kekuasaan dat Allah,
raga pulang kayun,
apabila benar-benar sudah
datolah sampun kawengka,
bercampur dengan Yang Maha
yen awor wor maha suci iku .
Suci,
singgih,
itu disebut nukat gaib.
nukat gaib punika.
65

kaca 64. 22. Apabila sudah turun,


cahaya dari finnan,
22. Apan sampun tumurun puniki,
sangking cahya kalam kang sebetulnya sudah ada nukat
- '

yang dinamakan 'nukat,


punika,
pertemuan ke tiga unsur,
wus ana nukat jatine,
yaitu jiwa dan ragamu,
kang aran nukat iku,
dengan Tuhan,
patemone tetiga nenggih,
yayah lan raganira, kembali pada masa pennulaan,

lan Pangeran iku, semua menjadi suci dinamakan air


hidup,
pulang kayun jroning kuna,
suci kabeh ingaranan urip, yaitu roh yang sesungguhnya.

mring eroh jatinira.

23. Sesudah ke luar,


23. Sam pun medal sawedale kaki '

wamanya tampak merah,


apan abang kawuryan,
diakui sebagai penguasa,
kawisesa pengakune,
itulah Allah,
Allah kahananipun,
yang diakui sebagai pemberi kasih,
kang den aken pangaloning sih,
dan diakui pula sebagai bayangan,
den aku wewayangan,
utusan,
utusan puniku,
kepada seluruh manusia,
dhateng sakehing manungsa,
dimohon menjelaskan mengenai
kinon mangko anebut kahanan
keadaan sejati,
jati,
yang tanpa ada kematian.
tan ana lampah sima.

24. Patang puluh dina lingaling 24. Selama empat puluh hari tertutupi,
puniki, mau tidak mau,
apan ora ing mangke punika, perigi pasti,
nis kara kupa pesthine, - menjadi sebesar genggaman,
duk sakepel puniku, hal itu sudah digariskan,
apan uwis pinesthi-pesthi, buruk dan baiknya,
ala lan becikira, panjang dan pendeknya,
dawa cendhakipun, celaka dan dosanya,
bilahi d osane pisan, jadi satu genggam sastra itu
duk sakepel sastra aran iku benar-benar,
singgih, sudah takdir dari Tuhan Yang
nggone mesthi takdiring Hyang. Maha Esa.
66

25. Apan satus Ian patlikur ari, 25. Kira-kira seratus dua puiuh empat
insan k amil reke jenengira, hari,
Jumuwah iku dadine, muncullah insan kamil,
Aliahuakkbar iku, tepatnya pada hari Jumat,
ingaranan Septu dumeling, Allahuakbar,
jumeneng ing Jumuwah, kedengaran pada hari Sabtu,
in�an kamil iku singgih, jadi inasan Kamii muncui pada
campuhe ingkang cahya. hari Jumat,
insan Kamil itu,
sempurna adanya,
dan benar-benar pada hari Jumat
26. Adarbeya netra tan ningali, insan Kamii,
duwe kama datan amiyarsa, bercampur dengan cahaya.
napas metu ing irunge,
napas nggone nyata iku, 26. Memiliki mata tidak meiihat,
duk jumeneng ratu sireki, punya teiinga tidak mendengar,
ratu purbawisesa, nafas ke Iuar dari hidungnya,
anglela puniku, nafas nyata ada di situ,
keraton ing dhewekira, bertahta sebagai ratu bagi diri,
iya iku ing gedhongan in�an ratu yang menguasai,
kamil, jeias sekali,
iku abadan sukma. keraton daiam dirimu,
ituiah gedung insal Kamil,
yaitu badan sukma.

27. lngaranan Nabiyullah singgih, 27. Disebut Nabiyuliah,


satus dina Ian patlikur dina, seratus dua puiuh empat hari,
ingutus marang rowange, mengutu� pembantunya,
pan ingunggahken sampun, dan sudah dinaikkan,
tur tanora ingaken singgih waiau tiada disuruh,
puniku sampun nglela, itu sudah jeias sekali,
ing basa Ian semu, . baik dalam bahasa maupun
yen ingutus dhewekira, ungkapan,
tanpa rowang sinungan rowang jika dirimu diutus,
kekalih, tiada pembantu maka akan diberi
datan temu !an sira. pembantu dua sekalian,
tetapi mengapa tetap tidak
bertemu dengan engkau.
67

28. Samektane reke kang puniki, 28. Kahadirannya,


pan tumindak sejatine asma, benar-benar ditepati melalui yang
ingaranan wali jatine, dinamakan,
nora temu tinemu, Wall,
tan uninga tandhane reki, susah menemukannya,
nora wikan ing arannya, karena tfdak mengetahui tandanya,
duk wedale iku, dan tidak tabu namanya,
ingaranan pan nurbuwat, ketika ke luar,
sawe<lale binektanan tangis urip, dinamakan nur buwat (cahaya
dene tan uman papan. terbuang),
sesudah ke luar membawa tangis
kehidupan,
kaca 67. sebab tidak mendapat tempat.
29. Wus dewasa imangke puniki,1
pan kalunta ing wau punika, 29. Sesudah dewasa,
sinung tingal ing tandhane, tidak diterlantarkan,
iku mukmin jenengipun, diberikan tanda penglihatan,
sinung mulat ing tandhaneki, dinamakan mukmin,
ra wruh bapa wasesa, dan diberi tanda,
ian Pangeran iku, untuk mengenal yang kuasa,
kang murba jagat punika, yaitu Tuhan,
tingal kabeh iku pakaryane yang menguasai dunia ini,
dasih, ,semua penglihatan tersebut adalah
den aku kenyatahan. usaha kasih,
yang menjadi kenyataan.
30. Nabi wali iya lawas mukmin,
miwah mangko ing pangeranira, 30. Nabi, Wali, Mukmin,
tandhane Allah jatine, bila nanti kembali kepada Tuhan,
Jabarail sireku, ada tanda dari Allah.
nora genti Ian ana malih, yaitu Jibrail,
Ngijrail tan antara, yang tidak berganti dan ada lagi,
Ningkail puniku, Ijrail,
lsrapil wong sanakira, Mikail,
. papat iku aja sira walang ati, dan Israil semua itu bersaudara,
ing tembe neng ngayunan. jadi jangan kau khawatir terhadap
ke empatnya itu,
karena pada nantinya merupakan
1Baca: "Wus diwasa ing mangke l?uniki" pengharapan.
68

kaca68. 31. Di akherat itu sekarang,


besuk dan dahulu,
3 1. lng ngakerat wong mangke puniki,
miwah benjing kelawan ing kuna, tidak dil>eda-bedakan,
yang dinamakan hari itu,
tan a (ana)2 beda-bedane,
ada tujuh,
ingaran (an)3 dina iku,
yaitu hari Minggu,
pitung dina puniku singgih,
Senin,
(se) jatine3 dina Akhad,
lan Isnen puniku, Selasa dan Rabu,
itu sudah pasti harus diketahui,
Selasa Rebo punika, ·

kawruhana puniku sampun oleh jiwa ragamu.

pinesthi, 32. Setelah hari Rabu,


yayah lan raganira. Kamis ini juga harus diketahui,
32. Rebo iku pan jenenge kaki, hari Jumat sebagai waktu untuk
K emis iku sira Kawruhana, berkumpul,
Jumuwah kumpule, Sabtu hari yang terakhir,
Septu turune iku, ada lagi yang mencampuri,
ana maneh ingkang momori, yaitu nukat,
nukat sejatinira, pada hari itu,
duk dina puniku, ke luamya dari diri,
wedale ing ananira, jadi hari Sabtu adalah hari yang
ing Septune wedale puniku singgih, baik untuk ke luar,
padha sira kawruhana. haraplah dimengerti semua.

Asmaradhana
Asmaradana
1. Purwane kitab anganggit,
tutur masalah sahadat,
padha ngawruhana mangko, 1. Permulaan dari kitab yang ditulis

wewekasa kang wus wikan. ini,


sahadat kang murang dalan. membahas ma salah sahadat,
poma sira dipun weruh, pelajarilah,
aja ta sira sembrana. jika sudah kau ketahui,
sahadat jangan kau simpangkan,
2. Kang aran Islam sejati,
perhatikanlah,
sahadat dudu kalimah,
jangan kau bertindak sembarangan.
kang den ucapaken mangko,
iya manuk bango buthak. 2. Yang dinamakan Islam sejati itu,
buthake ngenthak-enthak, sahadat bukan kalimah, .
denya ngendhog aneng wakul, seperti yang diucapkan,
anake pating burisat. burung barigau butak,
2 yang sarna sekali butak,
Dalam naskah kurang satu suku kata "na"
-
3 bertelur di tempat nasi ,
Sebaiknya suku kata 'an" dan juga "se·· dihapus.
anaknya tidak beraturan.
69

kaca 69. 3. Sang bangau lama menunggui,

Sang bango lawas nunggoni, anaknya yang tidak beraturan,


. 3.
anake pating burisat, sesudah mengetahui sahadat yang

sahadat kang musthi mangko, pasti,

lamun sira sampun wikan, maka kau akan mengetahui,


yang disebut bangau butak,
ingkang aran bango buthak,
angendho g ana ing wakul, yang bertelur di tempat nasi,

iku Islam kang wus Islam. itulah Islam yang sudah Islam.
4. Sahadat yang sudah dipastikan,
4. Sahadat kang pesthi malih, itulah sahadat yang sempurna,
iku sahadat sempuma, seperti yang diungkapkan dalam
sicublak-cublak suwenge, tembang berikut ini
suwengira gulenteran, sicublak-cublak suwenge,
mambu ketundhung gudel ika, suwengira gulenteran,
pedhotipun lera-leru, mambu ketundhung gudel,
iku sahadat sampuma. pedhotipun lera leru,
itulah sahadat yang sempurna.
5. Gurokena iku kaki,
5. Bergurulah,
ingkang sampun wruh sahadat,
bila sudah mengetahui sahadat,
yen sampun ngeguru angger,
dan sudah berguru,
aja wedi ing bebaya,
jangan takut akan bahaya,
kelamun tan darbe arta,
walau tidak mempunyai uang,
ngawulaa den satuhu,
terimalah dengan ketabahan,
lamun sira arsa Islam.
dengan demikian kau berkehendak
akan menjadi Islam.
kaca 70. 6. Dua kalimah sahadat,
6. Sahadat k alimah kalih, disebut juga anpas,
wenang ingaranan anpas, apabila menyebut nama,
dene anebut namane, anpas yang sudah kau ketahui itu,

anpas kang den rebut ika, dirasa sungguh tidak menyenangkan.


yekti iku nora eca, maka bergurulah dengan tekun,
nggegurua den setuhu, kepada yang sudah mengetahui
kang wus wruh surupin g pejah. akan kematian.
7. Yang dimaksud sahadat sejati,
7. Kang aran sadat sejati, bertanyalah pada bangau butak,
angucapa bango buthak. ia yang mengetahui,
iku kang weruh jatine, secara pasti apa i tu Islam
pesthi aran Islam ika, dan sudah mengetahui ja lannya,
wus weruh ing panggonan, itulah bangau butak,
iya bango buthak iku, yang merupakan sari dari kalimah
sarine kalimah sadat. sahadat.
70

8. Kang aran sarine malih, 8. Sari tersebut,


ya iku pan gurokena, harus kau pelajari,
iya iku gulenteran, itu yang disebut gulenteran,
gurokna k ang sampun wikan, belajarlah kepada yang
cublak suweng punika, mengetahui,
iya gulenteran iku, jadi ibarat cublak suweng (tempat
iku sarining sahadat. subang),
yang gulenteran,
inti dari sahadat itu.
9. Jika ada pertanyaan,
kaca 71.
pertanyaan tentang Allah
9. Lamun ana tak on k aki, sesungguhnya,
atakon j atine Allah, sambil lalu saja menjawabnya,
bari lumayu saure, tetapi bila bertanya siapa
takon jatining manungsa, sesungguhnya manusia,
pesthi iku nora weca, susah menjawabnya (tidak jelas),
iku nugelaken gulu, dan akan mematahkan leher,
larangane pra pandhita. larangan dari para pendeta.
I 0. Sebenarnya adanya usaha,
ingin mengetahui siapa
sesungguhrtya manusia itu,
10. Sajane ingkang angudi, dikarenakan adanya ajaran,
takon j atining manungsa, yang memberitahukan tentang
lamun ana tutur mangke, siapa manusia,
jatine manungsa ika, yaitu apa yang dinamakan bangau
ingkang aran bango buthak, butak,
iku sahadat wus rampung, yang merupakan sahadat
weruh jatining manungsa. sempuma,
dan mengetahui siapa
sebenarnya manusia itu.
1 I. Muiane nora k epanggih, l 1. 01eh karenanya bila tidak
sun ulati ngalor ngetan, mengetahui hal tersebut
mengidul mangulon mangke, tidak akan ketemu,
aran jatining manungsa, walaupun sudah dilihat ke utara,
iya iku tanpa wama. timur,
tanpa arah tanpa wujud, selatan dan barat.
tanpa tandhing tanpa rupa. mengenai apa yang dimtmakan
manusia,
yang tanpa wama,
arah, ujud,
tanding dan rupa,
71

12. Jejuluk mokal sejati, 12. Hal-hal yang tidak mungkin,


suwunge tansah ing ana, seperti kosong tetapi sela1u ada,
wong lumpuh lumayu mangke, orang lumpuh bisa berlari,
wong bisu tan pegat ngucap orang buta tidak henti-hentinya
lembut tur nyangga jagat, berkata,
bathukira kang ngrembuyung, lemah tetapi mampu menyangga
tuladha sakeheana. dunia,
butak tetapi lebat,
itulah contoh-contoh dari segala
kaca 72. yang ada.
13. Kang aran sadat sejati, 13. Yang dimaksud sahadat sejati,
iya jatining manungsa, itulah sesungguhnya manusia,
lamun dereng weruh mangke, kalau belum mengetahui,
pira bara yen Islama, sebaiknya menjadilah Islam,
ingsun pemut marang sira, saya m engingatkan,
sahadat kalimah iku, Kalimah sahadat itu,
arane pemata. adalah tatanan.
14. Dari seribu orang belum tentu ada
dua,
14. Wong sewu tan antuk kalih,
yang memperoleh Islam sempuma,
kang oleh Islam sampuma,
hukum-hukum dalam Islam,
Islam bangsa kukum bae,
menyebut kepada Allah,
padha sebut marang Allah,
kelawan Rasullolah , juga Rasullolah,

yen tan weruh dadi kupur, kalau tidak mengerti sama dengan

dene amangeran nyata. menjadi kafir,


jadi benar-benar hanya kepada
Tuhan saja.
15. Kang teka Islam sejati, 15. Yang disebut Islam sejati.
kang awas mring bango buthak. adalah yang waspada akan bangau
tan cublak-cublak suwenge, butak,
suwengira gulenteran, dan tembang cublak-cublak
mambu ketundhung gudel ika. suwenge,
pedhotipun lera-leru, suwengira gulenteran,
kang awas dadining jagat. mambu ketundhung gudel.
pedhotipun )era leru,
16. Lamun sira tan udani, itulah yang menjadikan waspada
ulatana den trengginas, di dunia.
den kongsi kepanggih anger. 16. Apabila be1um kau ketahui.
I
perhatikanlah dengan
sungguh-sungguh,
1 kaca 7 3 s/d 96 hilang. agar dapat diketahui.
72

kaca 97.
Sinom
Sinom
1. . ... .. . .......... 1. . .....Kenyataan akan Tuhan,
tidak bisa lupa dalam hati,
nyatane marang Pangeran, waspadalah,
nora lali sangking ati, dalam mendekatkan diri kepada
awase aningali, Tuhan
marang Pangeran kang agung, dengan makripat,
jenenge kang makripat, k�tahuilah akan Tuhan,
weruha marang Hyang Widdhi, . yang selalu disebut dalam hati
kang kasebut ing ati Allah kang Allah tunggal.
tunggal.
2. Jangan mendua hati,
2. Aja angloro ing tingal,
dari a wal hingga akhir,
ing awal kelawan akhir,
awal artinya belum ada,
aw.ale kang durung ana,
akhir itulah yang terakhir,
akhire iku kang karl,
akhir _namanya jasat,
kang akhir jening jisim,
awal namanya roh,
kang awal jeneng rohipun,
semua itu menjadi kenyataan,
pan dadi kanyatahan,
hiasan sejati,
minangka paisan jati,
yang disebut sebagai kesatuan.
iya iku kang minangka katunggalan.
3. Tegese kang kaping lima, 3. Arti ke lima,
kanugrahan kang sayekti, yaitu anugrah yang benar-benar,
salat lsmu ngalam ika, Sholat Ismu di dunia ini,
jenenge roh law an jisim, namanya kesatuan roh dan jasat,
yugya sami ngrawuhi, baik kau ketahui,
tegese marang Hyang Agung, siapa Tuhan,
namane Allah tan pegat, Tuhan itu .tiada put us,
olehe Allah ningali, memperhatikan,
mapan jagat ingkang dadi dunia van2 nvata ini.
kanyatahan.
Kaca 98. 4. Perhatian-Nya tidak pemah lepas,
4. Tan p egat ing t ingalipun, akan kejadian bumi dan langit,
dadine bumi lan langit, dan menjadikan ayat benar-benar,
iya iku kanyatahan, menjadi pokok dari ilmu,
kang dadi ayat sayekti, tiada dua atau tiga,
kukuh jenenging ngilmi, namanya kenyataan,
tan ana roro tet elu, benar-benar ujud yang suci,
jenenge kenyatahan, ya roh itulah ujud yang suci.
wajah jati ingkang suci,
iya eroh jenenge kang aran wajah.
73

Dhandhanggula
Dhandhanggula
1. Menurut perkataan dari Nahi
I. Angandika Nabi kang sinelir, pilihan yang suci,
ingkang suci jenenging sarengat, hahwa sareat,
tarekat Ian hakekat, tarekat dan hakekat,
miwah makripatipun, serta makripat,
mapan tunggai dadi sawidji, itu semua menjadi satu dalam satu
Iamun nora wuninga, wadah,
hataiiampahipun, hila tidak mengetahui,
sarengat nora hakekat, akan hatallah ihadahnya,
mapan hatai sarengate nora menjalankan sareat tetapi tidak
dadi, menjalankan hakekat,
yen nora Ian hakekat. maka akan hatal sareatnya,
jadi harus diharengi hakeka t pula.
2. Demikian pula tarekat tidak akan
Kaca 99.
herhasil,
2. Kang tarekat iku nora dadi. hila tidak disertai hakekat,
lamun nora kalawan hakekat, akan menjadi hatal kedua�uanya,
rnapan hatal ing karone, kemudian hakekat dijalankan,
kang kakekat winuwus, tetap akan hatal juga ihadahnya,
mapan hatal denya ngawruhi, hila tidak menjalankan makripat,
yen nora nganggo makripat, jadi secara keseluruhan hila salah satu
hatal kawruhipun, tidak dijalankan hatal ihadahnya,
Yugya sami ngawruhana, oleh karena itu sehaiknya jalankan
mapan wcijih sarengat denya semua,
ngawruhi, memang sudah wajihnya sareat
aja sira pepeka. dijalankan, jangan kau menjadi
lengah.
3. Aja sira tungkul hisa ngaji, 3. Jangan kamu puas sekedar hisa
kang satengah den gawe kabisan mengaji.
amrih kuncara ngilmune, separo kemampuan,
sejatine durung wruh, kau gunakan untuk mencari
kang satengah dan gawe pokil, kemuliaan ilmu,
iya wayang wuyungan, itu namanya helum mengetahui,
tansah anjejaluk, kemudian separonya lagi kau gunakan
ngelmune den gawe pokil, untuk meraih keuntungan.
agung gawe asaha umah priyayi, seperti orang yang kebingungan saja,
milaku winewehan. selalu meminta,
ilmu untuk meraih harta henda
yang hanyak,
agar menjadi seperti seorang priyayi,
yang selalu memheri.
74

4. _ Mapan cegah jenenging kang 4. Dalam ajaran ilmu tidak


ngilmi, diperbolehkan,
yen asaba umahe nangkuda, jika singgah ke rumah Nangkuda,
miwah mantri apadene, serta Mantri,
iya ujare ngilmu, dan menurut ajaran ilmu pula,
nora wenang saba wong sugih, tidak diperbolehkan singgah ke
asor jenenge ngulama, rumah orang kaya,
ujare pitutur, sebab akan merendahkan nama ulama,
ngulama kang sampun wignya, menurut tatanan,
mapan adoh wong sugih dipun ulama yang sudah tinggi ilmunya,
lumuhi, tinggalnya jauh dari orang kaya,
tan arsa kalepatan. yang selalu tidak mau disalahkan,
5. Boleh berkunjung ke rumah priyayi,
serta ke rumah nangkuda,
Kaca 100
jika membawa ajaran-ajaran yang
5. We nang saba umahe priyayi, baik,
miwah saba umahe nangkuda, jika tidak begitu,
lamun b ecik pituture, tanpa hasil olehmu mengaji
yen nora kaya iku, (sembahyang),
tanpa gawe denya ngaji, ilmu hanya kau pakai sebagai ternan,
ngilmune den gawe kanca,
sehingga akan menjadi sangat keliru,
temah sasar susur, akhimya akan membuat sesat,
wekasan anggawe sasar, orang yang pandai akan berbeda
ing wong bodho beda wong dengan orang yang bodoh,
kang sampun luwih, tidak akan merasa tinggi walau
nora ngrasa yen b isa. mampu.
6. Jika merasa diri sendiri mampu,
6. Yen angrasa b isane pribadi, menguasai kadariyah ilmu dari ·

kadariyah ngilmune pandhita, pendhita.


angrasa bisane dhewe. itu berarti sama saja beranggapan
mapan ujare ngilmu, bahwa yang mampu hanya diri
nora ana ingkang duweni, sendiri,
anging Allah kang tunggal, padahal menurut ajaran.
tan roro tetelu, ilmu itu tidak ada yang memiliki,
ingkang murba amisesa, hanya Tuhan yang tunggal, tidak
mring ngulama k inarya lantaran ada d u a atau tiga,
ngilmi, yang memiliki,
kinarya katunggalan. kemudian diturunkan dengan
perantaraan ulama melalui
ilmu yang didapatnya,
sebagai bentuk kesatuan.
75

Kaca 101. 7. Jadi menjadi satu sebagai wujud

7. tunggal,
Tunggal wujud tunggal dadi
sij i. jika satu sebagai wujud tunggal,

yen atunggal dadi wujud bagaimana rasany_a,

tunggal, jika tidak begitu,

kadi pundi pangraose, tetapi bermaksud agar dipercaya

yen ora kaya iku, menjadi satu,

ngangka-angka den sidhep akan lebih bertambah sesat,

tunggil , menurut ajaran ilmu,


Tuhan tidak akan menjadi
saya wuwuh kasasar,
man usia,
saujare ngilmu,
gusti tan dadi kawula, dan man usia juga tidak akan
menjadi Tuhan,
pan kawula iya nora dadi gusti,
tan kumpul datan pisah. tetapi tidak berkumpul juga
tidak berpisah.

8. Yen abeda lah ta kadi pundi, 8. Jika berbeda bagaimana


lamun tunggal lah kadi punapa, bentuknya,
rat weruh pisah tunggale, begitu pula jika tunggal bagaimana
lamun nora wruh iku , bentuknya ,
ngrawuhi jenenge ngilmi, dunia mengetahui pisah dan
aja keh akeh rerasan, bersatunya,
tan ana kang mathuk, jika tidak mengetahui,
ngilmune den gawe bandha, akan ilmu,
bebayani ngilmune den gawe jangan suka membicarakannya,
p okil, tidak berguna,
den gawe kasugihan. ilmu hanya dipakai untuk mencari
harta benda,
itu sangat berbahaya, dengan kata
lain ilmu hanya dipakai untuk
mencari keuntungan,
dan untuk menambah kekayaan.
76

Kaca 102. 9. Yang dinamakan ulama sejati,


adalah yang selalu memberi
9. Kang tumeka ngulama sejati,
ajaran-ajaran,
apitutur lumuh winewehan,
untuk menegakkan agama,
amrih j ejeg agamane,
amuruk mring wong blilu, mengajar kepada orang yang

amrih bisa dhumateng ngilmi, bodoh,

mari-mari yen wus bisa, supaya mendapat ilmu,

olehe atuduh, akan berhenti mengajar hila yang

tuduhe kang sampun wikan, dibimbing sudah pandai,

pan ngulama k inarya lantaran dalam memberi pelajaran,

ngilmi, benar-benar pengetahuan yang

ngulama kang nora bisa. sangat berguna,


para ulama inilah yang merupakan
lantaran untuk mendapatkan
ilmu,
Sedang ulama yang bodoh,

10. Yekti batal jenenge kang ngilmi , I 0. Benar-benar akan kehilangan apa
peksa b isa kudu sumentana, yang dinamakan ilmu,
tur dudu unine, karena mengajarkan hams berlaku
unine Pangeran anggung, seperti bangsawan,
ujubriya sumengah kibir, padahal bukan seperti itu yang
pan riya-riyane Allah, diajarkan,
kawula pan suwung, Tuhan,
ian kibir kibire sapa, sehingga menjadi bertingkah
lawan sumbar iya sumbare angkuh, sombong, takabur,
Hyang Widhi, dan melakukan tindakan jelek
pangucape mring kawula. lain di hadapan Tuhan,
manusia menjadi kos ong/hampa,
taka bur, taka bur kepada siapa saja,
serta sombong, menyombongkan
diri dihadapan Tuhan,
demikian juga yang diucapkan
kepada sesama.
77

1 1. Lamun arsa sampurna ing k ibir, 11. Jika ingin sempuma jangan
1akonana j enenge kawu1a, takabur,
kaya priye parentahe, jalanilah namanya sebagai man usia,
jeneng kawula suwung, apapun perintahNya,
upamana lir sarah keli, manusia itu kosong/hampa,
anut iline toya, seurripama sampah yang hanyut,
saparane alun, menurut mengalirnya air,
yaiku kaweruhana, menurut jalannya ombak,
separane tan bisa polah pribadi, hal demikian ketahuilah,
yaiku j eneng kawu1a. jalannya tidak bisa bergerak
sendiri,
yaitulah namanya manusia.
Kaca 103.
12. Yang dinamakan manusia sejati,
12. Pan j enenge kawula sejat i, menjadi satu bentuk dengan
tunggal wujud kelawan Tuhan,
Pangeran, merupakan peleburan ke duanya,
pangleburaning rorone, bila tidak memperhatikan,
lakak kawalakaka iku, akan inenjadi hilang nama Tuhan,
mapan ilang j enenging gusti, dan jika sudah jelas-jelas
mapan sampun tetela, mengetahui,
jeneng manungsaku, akan siapa manusia itu,
pan den aku katunggalan,
maka akan menjadi satu,
sejatine tan ana wujud kekalih,
sebenamya tidak ada wujud ke
dat sipat iku tunggal. dua.
sifat dat itu satu/tunggal.

13. Apan apngal iya tan kekalih, 13. Karena itulah sudah tidak dua lagi,
pan wus nyata wau ing sudah benar-benar menyatu dalam
manungsa, diri manusia,
puniku endi tegese, lalu apa artinya,
aran manungsa iku, yang dinamakan manusia itu,
ingaranan manungsa jati, yang dimaksud manusia sejati,
yaiku Rasullolah, adalah Rasulolah,
panutan satuhu, yang benar-benar menjadi panutan,
sejagat bumi ngakasa, seluruh dunia dan langit,
samya anut ing kanjeng Nabi semua menurut kepada Nabi yang
sinelir, terpilih,
sami agami Islam. semua menurut agama Islam.
78

Kaca 104. 14. Ketahuilah orang hidup itu,


wajib menurut kepada Nabi
14. Kawruhana j enenge wong urip,
Muhamad,
wajib anut ing Nabi Muhamad,
sehingga menjadi hidup selamanya,
dadi urip se1awase,
pan beda uripipun, tidak ada cobaan dalam hidup,
jika kamu benar-benar menurut
lamun sira anut sayekti, '

pakoning Rasullolah, aturan-aturan pokok Rasullolah,


dan sudah menjalankan,
jenenge lumaku,
sarengat lawan tarekat, sareat dan tarekat,

Ian hakekat makripate hakekat serta makripat,

angawruhi, semua itu aturan dari ajaran-ajaran

panggawene Muhamad. Muhamad.

15. Apakah yang dimaksud sareat


sejati,
15. Endi aran sarengat sejati,
tarekat dan hakekat,
Ian tarekat hakekat punika,
serta makripat,
kelawan ing makripat e,
dalam arti sesungguhnya,
marang lingguhipun, .
sareat itu sebagai cerminan hati '
kang sarengat badale ati
miwah ingkang hakekat : kalau hakekat,
di mana letaknya,
endi lungguhipun,
letaknya ada dalam apa yang
lungguhe ing sipat kayat,
dinamakan sifat kayat,
mukayate puniku jenenge urip,
sedang kehidupan dinamakan
roh iku Rasullollah.
mukayat,
roh itu Rasullolah.

Kaca 105. 16. Arti dari makripat sendiri memberi


keterangan.
16. Tegesira makripat ngawruhi.
tentang tempat makripat.
lungguhe makripat,
yaitu dalam perasaan.
iya iku rerasane,
pengikut Rasul,
kekasih rasul iku,
jika sudah menem�kan apa yang
sampun temu denya ngawruhi,
dipelajari,
sasmita ngegurua,
pelajarilah itu dengan seksama.
aja na keliru,
jangan sampai keliru.
ing aranan badan ika,
yang disebut badan itu.
pikukuhe badane denya
merupakan kekuatan untuk
ngawruhi,
mempelajari,
ngucap Ia ila ilolah.
dengan mengucap Ia ila ilolah.
79

17. lya iku sahadat sejati, 17. Itulah yang disebut sahadat sejati,
ingaranan kalirnahe tunggal, dinamakan kalimah yang tunggal,
den weruh siji-sijine, jika ingin mengetahui satu persatu,
tegese ing ati lulut, harus pasrah hat�ya,
wus sampuma jenenge ati, sempurna (bersih) hatinya,
endi atine sampurna, hati yang bersih itulah,
iya ingkang anut, yang harus dianut,
anyebut Ilolah ika, berserahlah dan selalu menyebut
pikukuhe ing ati tan kena llolah,
gingsir, keteguhan hati tidak boleh
pangucape llolah. bergeser,
dengan mengucap pujian kepada
llolah.
18. Mapan eroh jenengira urip,
pikukuhe yaiku Pangeran,
18. Yang ada dalam hidup adalah roh,
dat urip ing selawase,
sandaran hidup Tuhan,
yaiku pi·kukuhipun,
yaitu dat yang hidup selamanya,
jenenging roh tan kena gingsir,
itulah kekuatan,
yugya sami estokna,
roh tidak boleh bergeser,
anedya atulus,
sebaiknya kau jalankan ini,
endi pik.ukuhing rasa,.
dengan tulus,
ya Muhamad pikukuhe kang
Apa yang menjadi kekuatan rasa,
sejati,
benar-benar hanya dalam diri
jejuluk Rasullolah.
Muhamad,
yang bergelar Rasullolah.

kaca 106. 19. Oleh karena itu ada dua kalimah,


yang menyebut nama dari Nabi
19. Mila ana kalimah kekalih,
Muhamad,
jenengira jeng Nabi Muhamad,
dan menyatakan sifatnya.
anyatakaken sipate.
apabila tidak seperti itu,
yen nora kaya iku.
tidak akan ada nama Tuhan,
nora nyatajenenge gusti,
serta yang memuji dan
kang amuji anembah,
menyembah,
marang gustinipun,
yugya sami mancenana, kepada Tuhan,

ing pangawruh weruha ing sebaiknya saling memberi


pengetahuan,
bener sisip,
asale kita buka. agar mengetahui yang benar dan
yang salah,
asal dari keberadaan kita.
80

Sin om Sin om

1. Wodene tegese panak, I. Diceritakan bahwa panak itu,


tetiga nenggih winarni, mempunyai tiga arti,
kang dihin panaking edat, pertama adalah panak yang
kalih panak sipatneki, berarti dat,
kaping tiga winarni, ke dua panak yang berarti sifat,
wong panak ing apngal iku, yang ke tiga,
tegese panaking dat, panak dalam arti apngal,
tan ana anane singgih, maksudnya panak dari suatu dat,
anging Allah ingkang katingalan yang tidak berujud tetapi
ana. benar-benar ada,
seperti Tuhan itu ada walau tidak
kelihatan.

kaca 107. 2. Maksud dari panak yang berarti


sifat,
2. Tegese panaking sipat,
yaitu kehendak yang tidak terlihat
Ia kayun tan ana urip,
dalam kehidupan,
la ngilmala kumala kuwata,
oleh karenanya telcunlah dalam
tanana ing karsa singgih,
mempelajari ilmu,
nora ana ngawruhi,
jalankanlah dalam kenendak yang
anging Allah ingkang agung,
baik,
ingkang murba misesa,
waiau tidak ada yang mengetahui,
tan ana ingkang dhingini,
tetapi Tuhan Yang Agung,
nora ana kang urip amung
yang menguasai dunia akan
Pangeran.
mengetahui,
tidak ada yang mendahului.
dan tidak ada pula yang hidup
bila tidak karena Tuhan.

3. Tegese panak ing apngal, 3. Yang dimaksud panak apngal,


tan ana duwe pekerti, bahwa tidak akan ada yang bisa
anging Pangeran kang karya, berbudi pekerti,
kawula datan duweni, bila tanpa kerja dari Tuhan,
sapari polah neki, manusia tidak ada yang memiliki,
tan liyan ingkang kaetung, segala tingkah lakunya,
barang pakaryanira, yang tidak terhitung,
datan ngrasa anduweni, dan semua yang dikerjakan,
Ia pangila nora ana kang gawea. tidak pernah terasa dimiliki,
dalam perasaannya tidak ada yang
membuat.
81

4. Sapa weruh awakira, 4. Siapa yang mengetahui akan


pesthi weruh marang gusti, dirimu,
tegese weruh sarira, pasti mengetahui akan Tuhan.
tan ana wujude singgih, arti�ya mengetahui akan diri
kawula jeneng napi, sendiri,
datan ana wujudipun, tidak ada ujudnya yang baik,
tandhane wruh Hyang sukma, manusia itu hanyalah kekosongan,
kawruhana den sayekti, tidak ada ujudnya,
wajib wujud anging Allah ketahuilah akan Tuhan,
ingkang ana. ketahui dengan benar-benar,
seharusnya memang ada ujudnya,
tetapi walau begitu Allah itu
ada.
kaca 108.

5. Angandika nabiyullah, 5. Berkatalah Nabiyullah,


pangawruh ingkang sejati, tentang pen
. getahuan yang sejati,
sing sapa anembah aran, siapa yang harus disembah,
iku ora den kawruhi, bila tidak diketahui,
pinesthi dadi kapir, benar-benar akan menjadi kafir,
weruha ing tegesipun, ketahuilah akan arti ini,
sing sapa nembah makna, siapa yang menyembah,
awake nora den wruhi, tetapi dirinya tidak mengetahui
wong munapik tan weruh maksudnya,
marang Hyang sukma. itu adalah orang munafik tidak
mengetahui akan Tuhan.

Asmaradana Asmaradana

1. Purwane ingsun anganggit, 1. Pacta a walnya saya menggubah,


tutur masalah sahadat, mengenai ajaran masalah sahadat,
pan dudu ashadu mangke, tetapi bukan Ashadu,
sahadat pesthi sepisan, pertama-tama pasti sahadat,
iku poma ulatana, itu pesanku yang istime wa
poma den kongsi katemu, perha tikanlah,
yen tan weruh durung Islam. harus sampai ketemu,
jika tidak kau ketahui namanya
belum Islam.
82

2. Sahadat sepisan pesthi, 2. Pertama-tama pasti sahadat,


dudu tulis dudu papan, bukan tulisan bukan papan,
dudu mahluk dudu khalek, bukan mahluk bukan khalik,
jatine manungsa ika, sebenamya manusia itu,
aja ta sira sembrana, jangan bertindak kurang hati-hati,
iku nugelaken gulu, itu akan mematahkan leher,
yen anaa ingkang warah. Jika ada yang memberi pelajaran,

3. Lalu ada yang bertanya,


kaca 109.
siapa sebenamya Allah itu,
3. Yen ana kang takon kaki, sambil lalu saja menjawabnya,
sejatine Allah ika, bila bertanya siapa sebenarnya
bari lumayu saure, manusia,
takon jatine manungsa, menjawabnya tidak bisa jelas (pasti),
iku pesthi nora weca, itu akan mematahkan leher,
iku nugelaken gulu, merupakan larangan para pendeta.
larangane pra pandhita.
4. Sahadat pasti pertama-tama,

4. sahadat sepisan pesthi, memilih orang yang

pilih wong kang w eruh mangke, berpengetahuan,

kalingan dening reraga, ingat akan jiwa raga,

muiane tan uninga, oleh karena itu jangan sampai

ketungkul angolah ngilmu, mengalami,


bosan dalam menuntut ilmu.
marmane nora waspada.
sebab akan membuat tidak waspada.
5. Sahadat sepisan pesthi, 5. Sahadat pertama-tama juga pasti,
ulatana ing segara, mewajibkan memperhatikan
segara arnot gunuAge, lautan,
gunung kang arnot segara,
karena lautan bisa memuat gunung.
jejaka rabi sekawan. gunung bisa dimuat lautan.
yen sira wus weruh iku. jejaka bisa beristri empat.
pesthine bisa sahadat.
jika kau sudah mengetahui hal itu.
pasti bisa menjalankan sahadat.
kaca 110.
6. Sudah panjang olehku menjawab.
6. Wus adawa den sambungi. srikelak (bumng?) takut akan
srikelak ajrih den udan, bujan,
tunjung tanpa aher. pohon tanjung tanpa cabang,
kang baya mati kasrepen. buaya mati kedinginan.
kang !are dereng lumampah. anak-anak belum bisa berjalan.
ana tigan bisa kluruk. ada telur bisa berkokok,
apetok aneng gegana. berkotek di udara.
83

7. Wus cendhak den tugeli, 7. Sudah pendek masih saja


suprandene sundul wiyat, dipotong-potong,
kang pucuk endi bongkote, walau sudah menjulang tinggi ke
trengga na gelaring latar, langit,
wong lumpuh ngideri jagat, mana puncak dan pangkalnya
bala biting ngapit gunung, tidak diketahui,
jong sa rat munggeng ngawiyat. bintang sebagai bentangan,
orang lumpuh mengelilingi dunia,
lidi sebagai kekuatan mengapit
8. Eram man ira ningali, gunung,

pundi wong kang ngarak, payung sebagai upaya naik ke


angarak tetukon bae, langit.
pengantene nora ana,
8. Heran saya melihat,
lah iku kawruhana,
di mana orang yang mengarak,
aja tan ora ketemu,
belanja terus,
penganten nukmeng gamelan.
penggantinya tidak ada,
itu ketahuilah,
jangan sampai tidak ketemu,
pengantin datang bersamaan
bunyi gamelan.

Mijil Mijil

I. Won ten kayu kang mulya sawiji, 1. Ada sebuah kayu yang sangat
datan mawi eron, mulia,
pan salem ba r tan ana godhonge, tidak berdaun,
poma padha pikiren ta kaki, selembarpun tiilak ada daunnya,
godhonge puniki. oleh karenanya saya perintahkan
dudu roning kayu. pikirkanlah itu,
yang dimaksud daun terse but.
bukan daun kayu.
kaca 111.
2. Daun itu tidak tinggal di pohon,
Patra iku katinggal kang uwit, pohonnya tidak berdaun,
uwit tinggal eron. perhatikan dengan teliti jika diam.
den patitis lamun meneng jangan diam seperti gulapi (acuh
mangke, tak acuh?),
aja kaya enenge gulapi. tapi juga jangan keras-keras bila
ja rame yen muni. berkata,
ewuh ujar iku. berkata kenis itu menyibukkan
(membingungkan).
84

30 Nora kena yen sinambi-nambi, 3 0 Tidak boleh jika dikerjakan secara


ujar iku kaot, bersamaan,
gegl}rua dhumateng wong perkataan itu melebihi yang lain,
mangke, bergurulah kepada seseorang,
ingkang sampun wasis marang yang sudah pandai akan ilmu,
ngilmi, akan diberi pelajaran tentang
winejang ing ati, kebaikan hati,
wekasan tarimanipun 0
akhimya yang bisa diucapkan kata
terima kasih 0

40 Di antaranya pasti ada yang mau


40 Kang saweneh akeh kang ngulati, memperhatikan,
yen wus manggih kang wong, jika sudah menemukan seseorang,
nora ana iya wekasane, itulah yang dituju jangan ada yang
walang kayu ingkang elar wilis, lain,
iya pitambuh kaki, belalang kayu yang bersayap hijau,
pemahe kang suwungo jangan tiada kenai,
tempatnya berada di tempat
kosongo

50 Lamun suwung pinesthi yen isi, 50 Jika kosong dipastikan isi,


kenanggung kayangan abyor, bila disuruh menempati surga yang
aja mamang dhateng Pangerane, gemerlapan,
pan wus nyata ing sarira kaki, jangan ragu akan Tuhan,
Nabi wali mukmin, sudah benar-benar ada dalam
iku kang wus rampungo dirimu,
Nabi, Wali, Mukmin,
itu yang sudah sempumao

60 Yang menderita buta, bisu,


kaca 1120 lumpuh dan tuli,
tidak merasakan,
60 Sami wuta bisu lumpuh tuli,
roman mukanya tidak
iya datan ngraos,
mencerminkan bila meraka
wujudira tan ngrasa yen duwe,
menderita,
keh anane datan ana karl,
walau banyak jumlahnya tidak ada
mung anane Hyang Widdhi,
yang ketinggalan,
malebur kadi duk suwungo
yang ada hanya Hyang Widdhi,
semua hancur luluh seperti ketika
kosongo
85

7. Wonten lanang nalikane estri, 7. Laki-laki ada karena perempuan,


wonten sembah kaot, ada yang lebih utama disembah,
nalikane sinembah ta mangke, pada saat menyembah,
akon duk lagi kineken kaki, ada lagi yang perlu diperhatikan,
ngalor duk ngidul kaki, utara dan selatan,
pan ki dhalang sampuna. pertunjukan ki dalang sudah selesai.

8. Sudah jelas dalam pertunjukan


wayang,
8. Sampun nyata ing ringgit puniki
pertunjukan wayang,
ringgit mring ngong,
nyata-nyata diperuntukkan untuk
nyatanira dhateng kawulane,
man usia,
pan kawula nyata ing gusti,
bukankah manusia benar-benar
gusti nyata kawuleki,
dalam Tuhan,
yaiku wus rampung.
·

dan Tuhan dalam manusia,


begitulah, sudah selesai.

9. Sapa ngawula kinawula iki, 9. Siapa sesungguhnya seluruh


sejatine wayang kaot, manusia ini,
lawan dhalang pundi sejatine, sesungguhnya adalah apa yang
kang saweneh ujare wong iki, disebut sebagai wayang utama,
roh ngakal kalam nur iki, dan siapa pula yang dimaksud
wetu nap si arsanipun. dalang itu,
semua ucapan orang, ,
roh, akal, firman dan cahaya itu,

Kaca 113. ada karena kehendak Tuhan.

10. Pada saat seperti itulah dinamakan


I 0. Wektu iku ingaranan ringgit,
pertunjukan wayang,
dhalange Hyang Manon,
dalangnya Tuhan,
tarimaa wayang mring dhalange,
nora ana kang bisa angringgit, tentu saja wayang akan tunduk
kepada dalangnya,
mung dhalang sejati,
tidak ada yang mampu
kang katingal manggung.
menggelarkan pertunjukan wayang,
selain dalang yang sesungguhnya,
yang terlihat di panggung.

Maskumambang Maskumambang

1. Dhalang purba amayang 1. Dalang mula-mula menggelarkan


sajroning puri, wayang di istana,
wayange wasesa, wayangnya mempunyai kekuasaan,
ingkang nonton sukma jati, penotonnya suksma yang sejati,
gamelan kodrating Allah gamelannya adalah kodrat dari Allah.
86

2. Unekena gamelane sangu pati, 2. Bunyi gamelan tersebut untuk


sidik Ian tawakal, · bekal kematian,
datolah ingkang pinuji, tajarnkan pandangan dan tawakal,
pujine sokur kang ana. dat Allah yang dipuji,
adanya hanya puji dan sukur.
3. Endi nggone Pangeraningsun
sejati, 3. Di mana tempat Pangeran sejati,
Allah tuduhena, hanya pada Allah,
Pangeran ingsun sejati, Pangeranku yang sejati,
ngalindung aneng sarira yang melindungi diriku.

4. Salat sejati ing teleng pernahe 4. Sholat itu benar-benar suatu


iki, kewajiban,
salat tundha tiga, sholat sampai tiga kali,
kang adi linuwih, sangatlah utama,
nanging arang kang wuninga. tetapi jarang yang mengetahui.

5. Lamun sira arsa tumeka sejati,


5. Apabila kamu ingin menjadi sejati.
tingalane jisim jalalah,
tinggalkan jasat jalalah,
sapa kang gawe sireki,
siapa yang membuat kamu,
rupa kelawan suwara.
men jadi berbentuk dan bersuara.

Kaca 114.
6. Dunia yang kelihatan indah pada
6. Dunya manis wekasane akhirnya akan terasa pahit,
bratawali, duniamu akan hilang,
dunyanira ilang, neraka akan mengikuti,
nerakane atut wuri, badan akan sengsara.
badane kasiya-siya.
7. Di dalam gunung Sari ada gunung
7. Gunung sari jroning gunung isi
Putri,
putri,
ada terang tetapi bukan siang,
ana padhang dudu rina,
ada gelap tapi bukan malam,
ana peteng dudu wengi,
ada terang melebihi matahari.
pan luwih padhange surya.

8. Ingkang wonten sajerone 8. Yang berada di dalam gunung Sari,


gunungsari, memilih manusia yang memiliki
pilih jalma kang wuninga, pengetahuan,
kelamun sampun udani, apabila sudah diketahui,
raose lir gula drawa. rasanya manis bagaikan gula.
87

Dhandhanggula Dhandhanggula

1. Enget-enget anggite kang tulis, 1. lngat-ingatlah cerita yang sudah


iya iku perlu jroning niyat, ditulis ini,
lapal Allah hu anggite, karena itu diperlukan dalam niat,
lapal hu tibanipun, lafal Allah yang diceritakan,
lapal akbar nyatane yekti, lafal hu akhimya,
lap� ingkang tetiga, lafal akbar kenyataan yang pasti,
iku tibanipun, ke tiga lafal tersebut, adalah
cipta sajroning manah, merupakan inti,
perlu iku tibane dipun keliling, ' yang tercipta dalam perasaan hati,
den waspada tingalira. hal"itu perlu diperhatikan,
waspadalah pandanganmu.
Kaca 115.
2. Sebaiknya ketahuilah semua,
2. Sayugyane den sami ngawruhi, pandanglah benar-benar dalam
anedya tingal jr'oning salat, sholat,
simane salat westane, yang ada dalam sholat itu,
sekawan kathahipun, ada empat hal banyaknya,
kawruhana sawiji-wiji, ketahuilah satu persatu,
kang rumuhun ajat, yang pertama ajat,
kaping kalihipun, ke dua,
iku ingaranan ikram, ikram,
kaping tiga iya ingaran tu badil, ke tiga tubadil,
mikrad kaping sekawan. ke empat mikrad.

3. Tegesira munajat puniki, 33. Arti munajat,


wewacane kabeh jroning salat, ada dalam bacaan sholat,
aja ngrasa yen ature, jangan membaca doa,
cip ta kelawan kalbu, hanya dalam cipta dan kalbu,
sapocapan kelawan gusti, bacaan doa itu dipersembahkan
sabarang den apalna, kepada Tuhan,
iyaku tur-ipun, jadi seluruhnya harus dihafalkan,
kacipta sajroning manah, dan itulah yang harus diucapkan,
Pangerane miyarsa aturing puji, serta dirasakan dalam hati,
mring tingal adhepira. Tuhan pasti akan mendengar apa
yang dipujikan,
serta mengetahui.
88

Kaca 116. 4. Jika sudah bersungguh�ungguh


Yen wus kukuh denira atakbir, dalam takbirmu,
kemudian lanjutkan dengan
4. nulya lajeng amacaa wajah,
ngadhepaken w edanane, membaca wajah,

mring Pangeran kang agung, hadapkan mukamu,

ingkang asih tuduh ngabekti, kepada Tuhan Yang Agung,

wajah puniku sunah, berbaktilah dengan setulus hati,

patekah kang perlu, wajah itu adalah sunah,

nulya macaa bismilah, alpatekah juga sangat perlu,

namaning Hyang kang murah lalu bacalah Bismillah,

ing dunya asih, serta nama Tuhan yang rimrah dan


ing tembe neng akherat. · kasih, di dunia,
dan di akherat nantinya.

5. Ikram iku acengeng lumiring, 5. Ikram adalah pandangan mata


kalim p utan dhateng sipat jamal, sekejap,
tan kena mengeng tingale, untuk memandang sifat indah
basa jamal puniku, yang tertutup,
iya iku sipating gusti, tidak boleh putus pandangan,
maknane iku endah, . yang dimaksud keindahan itu,
dadi maha luhur. yaitu sifat dari Tuhan,
datan ana kang memadha, maknanya indah,
ingkang asih ngasihaken jadi Maha Luhur/Tinggi,
pangabekti, tidak ada yang menyamai,
kang murba jroning nala, berikanlah sembah sujud yang tulus,
kepada yang mengetahui isi hati.

6. · Tegesira kang aran tubadil, 6. Yang dimaksud tubadil,


angrasaa barang tingkahira, yakni han,1s memperhatikan segala
kanyatahan sakabehe. tingkah laku,
sampun kalimputan iku, benar-benar secara keseluruhan,
tuhu sira marang Hyang Widdhi, jangan sampai terlupakan,
lir sudama Ian surya. berbaktilah benar-benar kepada
upamane iku, Tuhan,
nalika roroning tunggal, bagaikan seorang dermawan
kang sudama puniku tan dadi dengan rnatahari,
rawi, ibarat itu,
iku sembah kang utama. melambangkan ketika ke duanya
bersatu,
dermawan memang tidak akan
manjadi rna tahari,
itulah yang utama untuk disembah.
89

Kaca 117. 7. Dan mikrad itu artinya,


tidak merasakan segala tingkah
7. Law an mikrat tegese puniki,
lakunya,
tan rumangsa barang tingkahira,
oleh sebab semuakosong,
mapan napi sakabehe,
adanya hanya,
ananira puniku,
hukum kekosongan,
iya iku kukume napi,
padahal kekosongan itu tidak ada
napine nora kuwasa,
kuasanya,
Ian pangucapipun,
sehingga yang diucapkan,
kawuia pan ora bisa,
manusia tidak menyadari,
sausike upama Iir sarah keli,
kata hatinya seumpama sampah
anut sailine toya.
yang hanyut,
menurut mengalirnya air.

Kinanthi

I. Den nyata pisah Ian kumpui, Kinanthi


Iamun kumpui kadi pundi,
pesthi roro wujudira, I. Sebenarnya apa yang dimaksud
yen tan kumpul pesthi kapir, pisah dan kumpul,
anging tunggal ananira, jika kumpul bagaimana,
anging sira nora uning. pasti dua ujudnya,
jika tidak kumpul pasti kafir,
dan satu adanya,

Kaca 118. hanya kau tidak mengetahui.

2. Kang sampun awas ing ngiimu, 2. Yang sudah waspada akan ilmu,
datan samar tingaineki, tidak akan ragu-ragu lagi
kadi ombak Ian segara, penglihatannya,
pan sampun kawengku ugi, seperti ombak dengaf! lautan,
pundi kang dudu segara, pasti sudah menjadi kekuasaannya,
kabeh kabeh ya jeladri. mana yang bukan lautan,
semua adalah lautan.

3. Pan ewuh kanthi Hyang Agung 3. Tidak canggung lagi bersama-sama


kang saweneh anguiati, ikut Hyang Agung,
amek geni tur den sampar, yang selalu memperhatikan,
suprandene den damari, memegang api hanya di kuis,
wewayangan kang den alap, meskipun begitu berilah
tan weruh yen ngidak geni. penerangan,
bayangan yang kau carl,
sebab bila tidak melihat bisa
menginjak api.
90

4. Amrih enak rasanipun, 4. Membuat supaya lebih enak rasaya,.


wohe salak langkung manis, dan buah salak menjadi lebih manis,
tan bisa bebeda kena, tetap tidak bisa,
kang atos iku den bukti, keras sebagai buktinya,
temahan asiya-siya, akhimya akan disia-siakan,
tingal paran kang den nggoni. pandangan hanya tertuju kepada
yang akan ditempati.
5. Ubenge mapan kapungkur,
5. Selesai dalam mencari-cari,
kang manis nora den w ruhi,
yang manis tidak di dapat,
kepaung menek waresah,
tersesat memanjat pohori yang
den dalih wohe neng nginggil,
membahayakan,
nora weruh aneng ngandhap,
pesthine nora kepanggih. dengan terkaan buahnya di atas,
tidak melihat bila di bawah,

Kaca 119. akhimya pasti tidak ketemu.

6. Wong ngelangi roman watu , 6. Orang berenang di batu roman?

muiane eram kang ati, sebab itu membuat heran di hati,

tuwas kerem kurambangan, sampai terlanjur tenggelam,


tan patut denya ngelangi, tidak selayaknya olehnya berenang,
iku wong cupet ing nalar, itu namanya orang yang kurang
tan arsa takon wong wasis. panjang dalam berpikir,
tidak mau bertanya kepada orang
pandai.

Asmaradana Asmaradana

l. Wonten carita winami, I. Ada sebuah cerita yang


seh Beret ta tkalanira, menceritakan,
rupa bocah cilik reke, tentang S�h Beret yang ketika itu,
dhumateng masjid Ngrum ika, masih kecil,
apan sarwi awewuda, pergi ke mesjid yang indah,
miwah sang nata ing Ngerum, dengan berpakaian rapi,
apan lagya bar Jumuah. demikian juga sang Nata,
juga akan bersembahyang Jumat.
2. Atanapi ingkang ngiring, 2. Dan yang mengiringkan,
sagunge para pandhita, sejumlah para pendheta,
apepak punggawa andher, lengkap para punggawanya,
miwah kang para sentana, serta para sanak saudara bangsawan,
samya ngiring sedaya, semua mengiringkan,
wus prapta ing masjid sampun, akhimya sampailah ke mesjid,
bocah cilik sampun prapta. demikian juga si anak kecil juga
sudah datang.
91

Kaca 120. 3. Setelah sampai lalu duduk

3. Praptane linggih sumandhing, bersanding,

aneng ngarsane sang nata, di hadapan sang Nata,

bocah cilik mojar alon, anak kecil terseb!Jt lalu berkata

heh sang ratu Ngerum sira, sopan,

miwah para pandhita, Sang Nata yang harum namamu,

Ian sawadya bala agung, beserta para pendeta,

miwah kang para sentana. dan semua bala prajurit,


serta para sentana.
4. Sira bar Jumuwah iki,
kang pundi gaibing Allah, 4. Setelah hari Jumat ini,

Ian gaibing Rasul mangke, di mana letak kegaiban Tuhan,

Mulana Ngerum ajawab, dan gaibnya Rosul,

heh bocah sira, Mulana yang terhormat menjawab,

gaibe Allah puniku, he anak kecil,

wus ana ing Rasullolah. gaibnya Allah itu,


sudah ada dalam Rasulollah.
5. Lan gaibe Rasul iki,
wus ana karsane Allah, 5. Dan gaibnya Rasul itu,

iku jawabe sang katong, sudah menjadi kehendak Allah,


itulah jawaban sang raja,
bocah cilik sigra tanya,
anak kecil segera bertanya lagi,
ingsun takon marang sira,
saya bertanya kepadamu,
sira sembah puji iku,
sapa ingkang sira sem bah. kau menghaturkan sembah puji itu,
siapa yang kau sembah.
6. Lan sapa kang sira puji,
miwah tekeng sira sem bah 6. Dan siapa yang kau puji,

Ian sira sembahyang mangke serta mengapa kau sampai

sapa ingkang sira sembah, menjalankan sembah segala,


mulana Ngrum angandi�a, kau sembahyang itu,

sun sembahyang limang wektu, siapa yang kau sembah,


iya nembah maran� Ailah. Mulana yang terhormat menjawab,
saya bersembahyang lima waktu,
Kaca 121. ya menyembah kepada Allah.

7. Allah kang sun sembahyangi, 7. Allah yang saya sembah,


sembah puji sangking Allah, sembah puji untuk Allah,
ing tuduhe Allah mangko, dan dalam petunjuk Allah,
pan ingsun wedi ing Allah, saya takut kepada Allah,
tanapi Rasullolah, dan juga Rasulollah,
bocah cilik alon muwus, anak kecil lalu berkata horma t,
mring sang ratu Ngerum ika. kepada Sang raja yang terhormat.
92

8. Yen mangkono sri bupati, 8. Sri bupati kalau begitu,


siya-siya adhepira, sia-sialah pengetahuanmu,
yen duwe tekad mangkono, jika mempunyai tekad begitu,
lamun awecaa, perhatikanlah dengan seksama,
anglir pendah canthuka, bagaikan seperti cantuka (sebangsa
yaiku sesamenipun, hewan),
nora liwat sangking kewan. dan lain-lainnya,
jadi tidak jauh dari bangsa hewan.
9. Lamun mangkono sireki,
9. Jika dirimu begitu,
siya-siya sembahira,
sia-sialah sembahyangmu,
yen nem bah mring Allah
jika menyembah kepada Allah,
mangko,
kapir kupur jenengira, kau akan menjadi kafir,

sira nembah mring Allah, kau menyembah kepada Allah,

ing pundi pinangkanipun, bagaimana asal usulnya,

sembah Ian dununging sembah. dan di mana tempatnya untuk


menyembah.
10. Mulana Ngrum anauri,
10. Mulana yang terhormat menjawab,
sembah puji sangking Allah,
sembah puji adalah ajaran dari
bocah cilik mojar alon, Allah,
heh sang ratu Ngerum sira,
anak kecil menjawab hormat,
tuhu kapir ta sira,
he sang raja yang terhormat,
lamun mangkono kawruhmu,
benar-benar kafir kamu,
kandheging lapal mengkono.
bila begitu pengetahuanmu,
itu namanya terhalang oleh lafal.

Kaca 122. II. Allah kau sembah puji,


di mana tempatnya,
1 I. Allah sira sem bah puji,
jika kau tidak mengetahui,
kapernah pundi nggonira,
pasti akan tersesat,
yen tan weruh sira mangko,
demikian juga bila tidak ·menge­
pinesthi lamun kasasar,
tahui,
lamun nora weruha,
akan asal usul,
ya maring pinangkanipun,
sembahyang dan tempat sembah­
sembah Ian dununge sembah.
yang.
12. Sang ratu Ngrum nata angling, 12. Sang raja yang terhormat tergegun,
tumungkul ismu kembengan, menunduk seakan tersentak,
sang nata alon wuwuse, sang raja la1u berkata pelan,
marang sagung pra pandhita, kepada para pendeta,
lah padha sira jawab jawablah,
bocah cilik sualipun, pertanyaan dari anak kecil tersebut,
sedaya para pandhita. semua pendeta lalu,
93

13. Atur nuhun ing sang Aji, 13. mengucap terima kasih kepada
kawu1a kinen ajawab, sang raja,
ing suale bocah mangko, bila.hamba disuruh,
kawu1a datan aduga, menjawab pertanyaan anak kecil
peteng manah kawu1a, tersebut,
sumahur sarwi tumungku1, saya tidak bisa,
tembe kawula miyarsa. ge1ap hati hamba,
mereka menjawab sambil
menunduk,

Kaca 123. baru saat ini terbuka rnata h;unba,

14. Mu1ana Ngrum angabekti, 14. Mu1ana yang terhorrnat, meyem-


mring bocah cilik puniku, bah sujud,
sarwi nungkemi padane, kepada anak kecil tersebut,
kawula nedha winejang, berkata sarnbil mencium kakinya,
anuwun berkah tuwan, saya mohon pe1ajaran,
miwah pra pandhita agung, serta berkah dari tuan,
pra samya sujud sedaya. demikian juga para pendeta,
semua rakyat menyembah sujud.

15. Ya tuwanku bocah cilik, 15. Tuanku anak kecil,


anedha supangat tuwan, saya meminta perto1ongan tuan,
berkat panutanta mangke, dan berkat dari tuan sebagai
amba anuhun winejang, pemimpin agama,
punapa karsa tuwan, hamba mohon pelajaran,
andika tuwan mring ingsun, apa kehendak tuan,
suka tuwan pejahana. kepada saya,
tuan bunuhpun hamba senang.

16. Kang mindha warna asalin, 16� Kemudian anak kecil tersebut
wus ilang wernane bocah, berganti bentuk,
Seh Samsu Tamris namane, hilang bentuknya yang sebagai
heh sang ratu Ngerum sira, anak keci1,
yen arsa mupakatan, Seh Samsu Tamris namanya,
sira lawan jeneng ingsun, sang raja yang terhormat,
sun jaluk keratonira. jika kamu ingin bermufakat,
lawanlah saya,
saya minta kerajaanmu.
94

1 7. Yen sira ayun udani, 17. Jika kamu ingin mengetahui,


gaibe Allah punika, gaibnya Allah,
Ian gaibe Rasul mangke, dan gaibnya Rasul,
Ian jatine jenengira, serta siapa sebenarnya dirimu,
lawan pinangkanira, dan asal usulmu,
yen sira arsa setuhu, jika kamu benar-benar setia,
sun pateni mangko sira. engkau akan saya bunuh.

18. Sang raja menjawab hormat,


Kaca 124.
jiwa raga saya serahkan bunuhlah
1 8. Sang nata umatur aris, saya,
sumangga kapejahana, saya tidak akan menolak,
datan longgana katangong, terserah kehendak tuan,
sumangga sakarsa tu�an, jangan lagi hanya rasa sakit,
sampun tumekeng lara, sampai matipun saya jalani,
sanadyan tumekeng lampus, apapun kehendak tuan saya
kawula sumangga karsa. sela1u berserah.

19. Seh Samsu Tamris menjawab,


19. Seh samsu Tamris nauri,
jika kamu ingin mengetahui,
yen sira arsa wikana,
bumi 1angit,
bumi 1angit iku mangke,
surga dan neraka,
suwarga lawan neraka,_
ketika belum ada saya,
duk durung ingwang,
singgasanamu juga be1um ada,
ngaras kursi mapan durung,
demikian pula loh kalam (firman
loh kalam pan durung ana.
Tuhan) pun belum ada.
20. Tan ana sawiji-wiji, 20. Satupun belum ada isinya,
awang-awang durung ana, awan belum ada,
miwah uwung-uwung mangke, udara juga belum ada,
ingsun iki pan wus ana, tetapi saya sudah ada,
aneng nga1am uluhiyah, di alam ul uhiyah,
duk durung warna rupeku, ketika itu badanku belum berbentuk,
aneng kasuciya aningwang. diriku masih dalam keadaan suci.

21. lngsun aneng jroning suci, 21. Saya dalam keadaan suci,
duk mancur kadya lelidhah, memancar seperti halili.ntar,
gumebyar 1ir lintang katon, mencorong seperti bintang yang

ingsun sucekken ika, muncul,

marang kaluwihaningwang, saya meny ucikan diri,

nyata iku ananingsun, dengan kelebihan saya,


sehingga keadaan saya menjadi
duk ingsun awarna rupa.
nyata,
saya menjadi berbentuk.
95

Kaca 125. 22. Saya sudah berbentuk,

22. lngsun wus awarna rupi sudah menjadi roncean yang

wus dadi roroning tunggal, tunggal (menjadi satu),

Seh Samsu Tamris tur mangke, Seh Samsu Tamris,

angajar ing ngilmunira, sudah menjelaskan tentang ilmunya,

mring raja Ngerum ika, kepada sang raja yang terhormat,

yaiku Mulana Ngerum, yaitu sang raja Mulana,

gaibing Allah punika. tentang gaibnya Allah.

23. Lan gaibing Rasul iki, 23. Gaibnya Rasul itu,


satemen-temene iya, sebenarnya,
Pangeran Ian Rasul mangke, Rasul dan Pangeran,
wus ana ing pekenira, sudah ada dalam diri sa ya,
miwah jeneng manira, serta dalam namaku,
yen nora anaa ingsun, jika tidak ada saya,
ora ana aran Allah. tidak ada yang namanya Allah.

24. Kelawan kang bumi langit, 24. Bumi langit,


suwarga neraka ika, surga neraka,
ngaras isi iku kabeh, singgasana,
pan iya sangking manira, itu semua karena saya,
sedayane punika, jadi semuanya,
ala becik sangking ingsun, baik buruk,
sugih miskin ingsun uga. kaya miskin dari saya.

25. Kawruhana den sayekti, 25. Ketahuilah dengan sungguh-


yen tan ana wujud liyan, sungguh,
nanging den waspada mangke, jika sudah tidak ada ujud yang lain,
anane gusti kawula, waspadalah,
den ngibarataken ika, adanya hamba dengan tuan;
alir umbak lawan banyu, ibaratkanlah,
endi kang dudu seg�ra. bagai mengalirnya air dan ombak,
mana yang bukan lautan.
Kaca 126.

26. Umbak urip lawan angin, 26. Umbak ada dikarenakan angin,
banyu urip Ian segara, air ada dikarenakan laut,
wus dadi siji wujude, jadi sudah menjadi satu ujudnya,
tan ana gusti kawula, tidak ada tuan dan hamba,
sang nata dipun waspada, sang raja perhatikanlah itu,
yen wus mangsud tingalipun, jika sudah mengetahui maksudnya,
tuwa enom iku padha. tua muda itu sama.
96

Sin om Sin om

1. Wuwusen sariranira, 1. Ucapkanlah dalam dirimu,


iya iku ngalam akhir, tentang alam akhir,
pakumpulan sipatolah , kumpulan dari sifat Allah,
sumendhe ing ngalam kabir, bersandarlah selalu kepada alam
mapan tarik tinarik , kabir (fuhan),
tetep tinetepan sampun, yang memang selalu berhubungan,
sembarang isinira, dan sudah ditetapkan,
gaibing karsaning Widdhi, bahwa semua isi,
lamun wus sayekti manggih karena gaibnya Tuhan,
mulya. jadi jika s udah benar-benar
menjalankan tentu akan
menemui kemuliaan.
2. Sapa ngulati Pangeran, 2. Siapa yang mengakui akan Tuhan,
adoh lawan dhirineki, tetapi dirinya jauh,
yekti kapir wong punika, itu benar-benar orang kafir,
kasliring kawruhe silib, tersesat oleh pengetahuan yang
mapan jenenge jisim , jelek,
kekalih perkaranipun, sedang yang dinamakan jasat,
wahyu lawan jatmika, dibagi menjadi dua macam,
kang wahyu wahyu jatmikaiki, wahyu (bintang kebahagiaan) dan
iya roro punika roro tunggal. jatrnika (mengenai sopan
santun),
wahyu dan jatrnika itu,
walaupun dua tetapi sudah menjadi
Kaca 127. satu.

3. Nyatane den gulang-gulang, 3. Semua itu·benar-benar harus kau


kebuten dening piranti, pelajari,
aja tungkul olah sastra, pelajarilah dengan alat (bahan
sastrane den wolak walik, bantuan yang mendukung),
iku wong cupet ing budi, jangan malas belajar sastra,
tan arsa takon wong iku, bila sastra hanya dibolak-balik,
ngegungaken kitabira, itu namanya orang yang k urang
lungguhira ajejengkeng, parijang dalam pemikiran budi,
nora weruh wong iku malu bertanya,
kesandhung rata. hanya mengagungkan ki tab,
bila duduk selalu.berlutut,
tidak menyadari bahwa hal itu
akan membuat orang terantuk
(merugikan orang).
97

4. Dinumeh wus kelakonan, 4. Mentang-mentang sudah men­


limang wetu den lakoni, jalankan,
dadi enak-enak ika, sembahyang lima waktu,
kaya uler mangan daging, sehingga kerjanya hanya bersenang-
lumah-lumah aneng masjid, senang saja,
yen ana kendhuri rawuh , bagai ulat makan daging,
kitabe den selehna, di mesjid kerjanya hanya tiduran,
kinange dipun ungkabi, bila ada kenduri pasti rajin datang,
gya winiyak andulu selawatira. kitab ditanggalkan,
sirih sekapur ditutup rapat-rapat,
cepat ke luar ingin melihat
selawatan.

5. l)dak mengetahui bahwa dirinya


Kaca 128.
harus selalu perha tian dalam
5. Tan weruh kabenthuk padhang, segala hal,
bathuke kongsi awilis, dahinya saja sampai berwarna
kadi wong amasang kala, hijau (kotor ),
kari-kari den leboni, bagai orang memasang jala,
pagere mangan pari, �khirnya dia sendiri yang ter­
lir anak-anakan timun, perangkap,
lir wulung aneng tawang, bagai pagar makan tanaman,
tingale pijer tumiling, bagai buah mentimun yang
milang miling tan weruh kecil-kecil (hanya sebagai
sariranira. tambahan saja),
bagai burung elang di udara,
perhatiannya selalu ke bawah,
melihat kiri kanan tidak mem-
perhatikan diri sendiri.

6. Panedhane ingkang nurat, 6. Permintaan dari penulis,


marang sagung kang miyarsi, kepada segenap yang mengetahui/
muga sami ngapuraa, mendengar,
kang nurat bodho nglangkungi, mudah-mudahan mau memaafkan.
langkung cupet kang ati, karena penulis sangat bodoh,
denira nganggit pitutur, sangat pendek pikiran hatinya,
tan wrin langkung Ian kirang, olehnya menulis ajaran,
denira anganggit tulis, tidak mengetahui kekurangan
koranane kang nurat taksih dan kelebihannya,
taruna. lagi pula saat menulis cerita,
penulis masih muda.
98

7 Milane nedha ngapura, 7. Oleh karena itu penulis minta


ingkang nurat meksih siwi, dimaafkan,
muga sami ngestokena, penulis masih kanak-kanak,
sagunge kang maca tulis, mudah-mudahan semua melakukan,
kinasihana ing Widdhi, segenap pembaca cerita ini,
oleha berkate luhur, mudah-mudahan dikasihi Tuhan,
miwah sagung kang miyarsa, mendapat berkat yang melimpah,
milane anganggit tulis, demikian juga kepada yang
sejarahe raose lir guladrawa. mengetahui/mendengar,
sehingga penulis,
merasa senang, ceria mukanya manis
seperti manisnya gula.

Dhandhanggula Dhandhanggula

Kaca 129. 1. lnilah firasatnya cerita,


dinamakan kitab Rancang,
1. Nggih punika wirasating tulis,
wajib diketahui oleh laki-laki
ingaranan kitab rancang ika,
dan perempuan,
wajib wruh jalu estrine,
jika tidak mengetahui hal ini,
lamun nora wruh iku,
tidak zah dalam agama,
nora esah marang agami,
secara lengkap dinamakan kitab
aran mustaka rancang,
Mustaka Rancang,
den weruh setuhu,
kerana iku plawangan,
ketahuilah dengan benar-benar,

sekathahe puji kang dhateng karena sebagai sarana/jalan,

Hyang Widdhi, segala pujian yang akan diper-

laire kitab rancang. sembahkan kepada Tuhan


kitab Rancang menceritakan.
..., 2.
Pan dadine ragane puniki, Tentang diri kita ini,
nora weruh sangkan paran, yang belum diketahui asal usulnya,
yen nora idhep tuduhe, jika tidak mengetahui petunjuk ini,
nora ana dadinipun, sungguh sangat disesalkan,
teka sangkan boten udani, jadi jika tidak mengetahui, ibarat,
lir kinjeng tanpa soca, serangga (kinjeng) tanpa keindahan,
separane nglangu t, ke manapun terasa sunyi,
iya iku wernanira, itulah gambarannya,
ngilmu rancang sejati-jatine mempelajari kitab Rancang benar­
lathi, benar dapat untuk mengendali­
pambukane idhepira. kan ucapan/
perkataan yang tidak baik,
oleh sebab itu ketahuilah dari
awal cerita.
99

3. lngaranan sejatine wesi, 3. Sesungguhnya yang dinarnakan


ingkang miyos ing tangan besi,
sekawan, adalah yang ke luar dari empat
banyu metu ing sulbine, tangan,
ingaran banyu iku, air ke luar dari rahim,
aran mulkah ingkang sejati, air itu,
lawan patine ngrasa, dinamakan mulkah sejati,
ing wewadhahipun, sedang matinya rasa,
ajaga· suruping toya, di dalam wadah (raga),
ingkang miyos saking geginjel menjaga masuknya air,
momori, melalui ke dua ginjal,
wus sandhing neng sarira. yang ada dalam di.ri kita.

4. Banyu metu ing jejantu iki, 4. Air yang ke luar dlri jantung,
ingaranan banyu manuk ika, dinarnakan air manuk,
metu sangking memarase, ke luar dari paru-paru,
aran abanyu wakidun, dinamakan air wakidun,
pangiwane puniku singgih, tidlk ada penyimpangan semua
kathahe pan tetiga, baik,
arane kang banyu, ada tiga,
iya metu sangking rasa, jalan ke luarnya air,
sangking mani waliyat arane yaitu air yang ke luar dari rasa,
singgih, dari mani waliyat,
ingkang aran waliyat. dari waliyat.

5. Banyu metu ing ampru kaki, 5. Kemudian air yang ke luar dari
ingaranan banyu jalal miyat, empedu,
anurut banyu wetune, dinamakan air jalal miyat,
dene wit alip puniku, men'llrut ke luarnya air,
iya iku jatine warih, adalah dimulai dari alip,
ingaran banyu kudrat, itulah air sejati,
nenggih jisimipun,. dinamakan air kodrat,
jisim ingkang dadi warna, sedang jasat,
ingaranan wewadhahe uyuh adalah jasat yang menjadi bentuk
kaki, badan,
tuture kitab rancang. sebagai tempat air kencing,
itulah petunjuk dari kitab rancang.
100

Kaca 131. 6. Apabila Abubakar diumpamakan


6. Abubakar gedhong saupami, gedung,
sekabat Ngumar langit saupama, sahabat Umar sebagai Iangit,
ngusman pangider-idere, Usman yang berkeliling (menjaga),
Ngali upamanipun, Ali seumpama,
lawang gedhong ingkang pintu gedung tersebut,
supami, dan Nabi Rasulollah,
jeng Nabi Rasullolah, sebagai isi,
iku isinipun, isi yang memenuhi gedung,
isine gedhong sedaya, di samping sebagai isi juga pemberi
angebeki sangking gedhong sinar (penerang),
anelahi, itulah uraian dari kitab rancang.
ujare kitab rancang. 7. Siapa saja yang mempelajar�
petunjuk dari kitab Rancang,
akan menjadi tinggi derajatnya,
7. Sap a wonge ingkang angaruhi,
mendapat anugrah dari Tuhan,
pituture kitab taka rancang,
serta jika awas akan kitab yang
dadi gedhe derajate,
baik ini,
oleh nunggraha Hyang Agung,
yang dinamakan Mustaka Rancang,
sarta awas ing kitab adi,
akan mengetahui adakah suatu
aran mustaka rancang,
perbedaan,
apa bedanipun,
dan apa isi dari kitab tersebut,
Ian apa isine kitab, isinya tentang alam akherat yang
isinira ngalam akhir amepeki, lengkap sekali,
tanana bedanira.
dan ternyata tidak ada suatu
perbedaan.

8. Ngalam jembar lawan ngalam 8. Antara alam yang luas (bebas)


rumpil, dengan alam yang sulit dilalui,
ora nana bedane punika, benar-benar tidak ada perbedaan.
yen wus idhep ing tuduhe, apabila sudah mengetahui
lawan tuduhing guru, petunjuknya,
mring lungguhe ngilmu sejati, yaitu petunjuk dari guru,
panggih ngilmune rancang, tentang kedudukan ilmu sejati,
dhateng gedhongipun, maka akan menemukan ilmu dari
iya iku ngilmu rancang, kitab Rancang,
nggih punika enggone ingkang beserta kedudukannya,
sayekti, itulah ilmu Rancang,
kanthete neng sarira. yang benar-benar merupakan
tempat diketahuinya,
ujud diri kita.
101

Kaca 132. 9. Berapa banyak jumiah tulang ini,

9. Pira kehe bebaiung puniki, dua ratus enam puluh,

kalih atus Ian punjui sawidak, otot enam ribu banyaknya,


bahkan tambah enam ratus,
etot nem ewu kathahe,
dan enam puluh lagi,
pan nematus punjulipun,
berapa jumiah rambut,
Iawan punjui sewidak maiih,
tiga ratus ribu,
rekma pira kehe,
tambah tiga ribu,
tigang kethi iku,
tambah tiga ratus tiga puluh,
Ian tigang ewu punika,
dan lebih dua lembar.
tigang atus Ian tigang dasa .
puniki,
Ian punjui kalihIembar.

I 0. Wuiu iku kathahira sami, I 0. Bulu rambut itu jumlahnya,


Iawan rikma sami kathahira, sama dengan rambut,
alis pitung atus kehe, bulu alis berjumlah tujuh ratus,
sewidak punjulipun, tambah enam puluh,
Iawan nenem punjuie malih, tambahIagi enam,
idhep iku karobeiah, bulu mata jumiahnya seratus lima
iya kathahipun, puluh,
napas kang metu sedina, itulah jumlahnya,
pan kang metu sedina, nafas yang ke luar sehari,
pan saieksa kaiih ewu sebanyak dua betas ribu,
punjuineki, lebihnya dua ratus.
kalih atus kathahira.

Kaca 133.

II . Kang satengah ujare wong 11. Menurut perkataan orang pandai.


luwih, nafas yang ke luar dalam schan.
napas iku kang metu sedina, termasuk pada malam hari,
iya kelawan wengine, hanya enam ribu banyaknya,
mung nem ewu kathahipun, dengan demikian lebih banyak
apan katah ujare ngihni, dari apa yang diajarkan dalam
sapa ora ngestokna, kitab,
ing ujare tutur, siapa yang belum mengetahui,
milane pada weruha, ajaran ini,
yen weruha ujare kitab sayekti, beiajarlah untuk mengetahui,
aran mustaka rancang. ajaran kitab yang sejati,
yang dinamakan Mustaka Rancang.
102

12. Lamun 1uwih sedina sawengi, 12. Jika lebih sehari semalam,
wetunira jenenging kang napas, ke luarnya nafas,
punju1 patang atus mangke, bisa lebih dari empat ratus,
ke1awan malihipun dengan perubahan,
pira kehe kang aneng jisim, berapa banyak yang berada dalam
kang aneng sarira, jasat,
sukma kang winuwus, dan da1am diri pribadi,
tigang dasa katahira, suksma yang dapat mengetahui,
punju1 kalih kang wonten jisim tiga pu1uh banyaknya,
puniki, 1ebih dua berada da1am jasat,
yaiku kawruhana. itulah harap diketahui.

13. Kang sawiji iku sukma luwih, 13. Pertama suksma yang sangat
sukma wantah kang anen berlebih,
sarira, yaitu suksma yang belum
Nur Muhamad kapindhone, bercampur dalam diri pribadi,
aneng ing netra iku, ke dua Nur Muhamad,
kaping tiga Nurullah singgih, berada di mata,
ing bathuk dunungira, ke tiga Nurullah,
kaping pate iku, berada di dahl,
nurbuat akaping lima, ke empat,
sang nurwenda anane aneng nurbuat, ke lima,
kuping, nurwenda, berada di telinga,
lah padha kawruhana. itulah harap diketahui.

Kaca 114.

14. Pitulase ingaranan ma1ih, 14. Ke tujuh be1as dinamakan,


aranira sang lengis buwana, sang lengis buwana,
ya aneng wudel lungguhe, berada di pusar.
kaping wolulas iku, ke delapan belas,
ingaranan sang pela jati, dinamakan sang pela jati,
lungguhe daging ika, berada di daging,
ping sangalas iku, ke sembilan belas,
sang lir maya aranira, dinamakan sang lir maya,
aneng otot lungguhe ingkang berada di otot,
sejati, itulah harap diketahui.
lah iku, kawruhana.
103

15. Kalih dasa punika kawarni, 15. Kemudian diceritakan yang ke dua
sanget cupet aneng kulit ika, puluh,
kaping selikur kathahe, sangat pendek berada di k ulit,
sukma mu1ya puniku, ke dua puluh satu; dinamakan
aneng getih lungguhe kaki, s uksma m ulya,
kalih likure ika, berada di darah,
iku aranipun, ke dua puluh dua,
kang aran sukma wasesa, dinamakan,
lungguhira aneng sukunira suksma wasesa,
kalih, berada di ke dua suku,
tuture kitab rancang. itulah petunjuk dari kitab
Ran cang.
Kaca 135.
16. ke dua puluh empat dinamakan,
16. Patlikur wa u kang winarni,
s uksma l uwih,
sukma luwih iku aranira,
berada di zakar,
aneng zakar ing lungguhe,
ke dua puluh lima,
kaping selawe iku,
dinamakan suksma kernbar,
sukma kembar arane singgih,
berada di tangan,
lungguhe aneng tangan,
itulah tempat-tempatnya,
iku lungguhipun,
harap diketahui, .
den sami ngawruhana,
baik laki-laki ma upun perempuan,
lanang wadon jenenge sawiji­
satu-satu perhatikanlah,
wiji,
apa yang diuraikan dalam kitab
kang aran kitab rancang.
Rancang.

I 7. Ping nemlikur sukma liyang 1 7. Ke dua puluh enam suksma liyang,


kaki, berada dalam hati yang mulia,
lungguhira neng ati kang mulya, ke dua puluh tujuh dinama�an·

wadi ping pitulikure, . wadi,


neng ampru lungguhipun, berada di empedu,
sukma wadi ingkang linuwih, s uksma wadi sangat baik,
ping wolulikur ika, ke dua puluh delapan,
apa aranipun, apa yang dinamakan,
sukma kang aneng sarira, suksma yang berada dalam diri
ingaranan iya sang turangga jati, pribadi,
lungguhe aneng meda. yaitu sang turangga jati,
berada dalam budi, kebijaksanaan.
104

18. Sangalikur puniku winarni, 18. Kemudian ke dua puluh sembilan,


ingaranan sang sukma karakas, dinamakan suksma karakas,
neng wulu iku lungguhe, berada di bulu,
ping tigang dasa iku, ke tiga puluh,
kang keraras sukma jati, yang diselaraskan dengan suksma
lungguhe aneng rikma, sejati,
lawan malihipun, berada di rambut,
ping tigang dasa setunggal, ditambah lagi,
sukma nujum lungguhe neng ke tiga puluh satu,
idhep kaki, dinamakan suksma nujum berada
yaitu kawruhana. di bulu mata,
itulah harap diketahui.
Kaca 136.

19. Sampun jangkep tigang dasa 19. Terakhir yang ke tiga puluh dua,
kalih, dinamakan suksma wimbuh,
ingaranan sukma wimbuh ika. berada di dalam kata hati,
neng osik iku lungguhe, jadi sudah selesai yang diceritakan,
wus telas kang winuwus, berganti yang diceritakan,
ana maneh gumantya adi, awal mula adanya huruf Arab,
muiane aneng aksara, tafsir dan nahwu (tata bahasa
tapsir lawan nahwu, Arab),
kelawan sarap punika, sebagai alas,
lawan usul iya lawan kitab dan tempat mencari,
pekik, akan asal usul kitab yang bagus ini.
kelawan sitin ika.

20. Milanira ana ngilmu pekik, 20. Oleh karena itu ada ilmu yang
Ian aksara iya tigang dasa (Ian sangat bagus,
aksara tigang dasa ika), dengan huruf tiga puluh
kekalih iku langkunge, jumlahnya,
muiane ana usul, kelebihannya dua,
sangking sukma muiane dadi, asal usulnya,
aksara tigang dasa, dari suksma,
kalih langkungipun, huruf tiga puluh,
iku padha kawruhana, dengan kelebihan dua,
yen tan weruh mengkona ujare itu ketahuilah,
ngili, jika tidak kau ketahui,
tuture kitab rancang. pergilah supaya aman,
demikian petunjuk dari kitab
Rancang.
105

Kaca 137. 21. Mengapa alip, mim, te itu,


21. Sebabipun alip nim te iki, menjadi permulaan aksara,

iya dadi wiwitan aksara, bagaimana jawabannya,

kay a priye panjawabe, jawabannya ya b�gitulah,

puniku jawabipun, karena memang huruf alip yang

iya alip ingkang miwiti, memulai,

muiane dadi wiwitan, oleh karena itu menjadi permulaan,

sekathahe punju1, selebihnya,

kedadeane kang grana, terjadinya dari hidung,

alip iku aksara ingkang m iwiti, jadi alip itulah yang menjadi

tuture kitab rancang. permulaan dari aksara.


demikikan menurut kitab Rancang.

22. Leng lenge netra ingkang


22. Ke dua lubang mata,
kekalih,
menjadi aksara ebe,
aksarane pan ebe punika,
bahu kiri dan kanan,
bahu kiwa lan tengene,
menjadi aksara hete hese,
hete hese dadinipun,
tangan kiri kanan.
tangan kiwa lan tengeneki,
menjadi aksara hake besar dan
hake gedhe cilik ika,
kecil,
pituture ngilmu,
demikian petunjuk dari ilmu,
yen lamun sira tan wikan,
juka kamu tidak mengetahui,
pesthi sira tan padhang
pasti kamu tidak terang akan
dhumateng Widdhi,
Tuhan,
lah padha ngawruhana.
oleh karena itu belajarlah.

23. Kuping dadi edal ingkang cilik, 23. Telinga menjadi edal kecil,
lan kepala ram but ingkang sirah, rambut dikepala.
ingkang dadi edal gedhe, menjadi edal besar,
yaiku tanganipun, tangan,
dadi reje netu sawiji, menjadi reje dan netu.
bebokong karo pisan, ke dua pantat,
dadi sin sin iku, menjadi sin sin,
dadi ta untu ika, gigi,
dadinira kang le neptu sawiji, menjadi le,
tuture kitab rancang. demikian menurut kitab Rancang.
106

24. Pupu kiwa tengen dadi ngain, 24. Paha kiri kanan menjadi ngain,
lawan oghin dadi wentisira, serta oghin; juga dari paha kiri dan
kang kiwa lawan tengene, kanan,
epe Ian ekap iku, epe dan ekap,
dadi kulit puniku kaki, dari kulit kaki,
dadi daging ekap ika, daging menjadi ekap juga,
lam aksaranipun, dan aksara,
kap dadi mim iku, kap menjadi mim,
awak awakan enun saujaring kelengkapannya enun, demikian
tulis, keterangan yang ditulis,
kelawan delamakart. dengan telapak tangan.

Kaca 139.

25. Delamakan suku kang kekalih, 25. Ke dua telapak kaki,


dadi wawu sum sume manusa, menjadi wawu, sunsum manusia,
elam ekap ak sarane, menjadi aksara elam dan ekap,
badane wong puniku, badan orang,
dadi elam kap puniki, menjadi elam kap,
kelawan ambyah ika, s erta ambyah,
iku anggitanipun, itulah cerita,
dadi manungsa sedaya, untuk semua manusia,
sarirane kalimputan ing Hyang yang lupa akan Tuhan,
Widdhi, karena semua itu dari Allah.
sedaya sangking A llah

Sin om Sin om

1. Kawruhana ingkang nyata, 1. Ketahuilah dengan benar-benar,


pira kehe ingkang kaspi, berapa banyak kaspi itu,
kathahe tigang perkara, ada tiga,
ingkang sawijine kaspi, kaspi yang pertama,
basa kasp i punika, dinamakan basa kaspi,
kang buka sariranipun, sebagai pembuka diri pribadi,
kaping kalih winarna, yang ke dua,
kaspi ingkang basa ati, kaspi basa ati (pembuka hati),
kaping tiga kaspining wong ke tiga kaspi untuk mengetahui
kawruhana. sifat seseorang.
107

2. Wong kabuka ing sarira, 2. Orang yang terbuka dirinya,


ingaranan ngilmu yakin, akan apa yang disebut ilmu,
tegese ngilmu kang nyata, maksudnya ilmu yang benar-benar,
kelawan kaspining kalbi, serta kaspi dari hati,
kelawan ngaenul yakin dan yakin akan ngaenul (kepastian),
kados pundi tegesipun, apa artinya,
nyatane kaspi punika, kaspi sebenamya,
kaspining eroh sejati, adalah roh yang sejati,
khakkul yakin tegese temening khakkul memastikan bahwa arti
nyata.
tersebut amat sangat benar.

3. Iku ngilmu ingkang nyata, 3. Itulah ilmu yang nyata.


wong panak panggawe neki, Apa yang disebut orang panak,
tegese nora rumangsa, artinya tidak merasakan,
tan darbe polah pribadi, tidak mempunyai gerak sendiri,
miwah sariraneki, badannya (keadaannya),
tanpa polah tanpa wujud, tanpa gerak tanpa ujud,
anging Allah kang polah, Allah yang bekerja,
tan darbe harkat pribadi, kareila tidak mempunyai harkat
selamete sarta idining Pangeran. pribadi,
keselarnatannya mendapat ijin dari
Tuhan.
4. Ngaenal yakin tegesnya, Ngaenal artinya,
4.
wong panak ing rupa jati, orang panak yang kelihatan dalam
nora rumangsa arupa, rupa sejati,
pan sipat sipating Widdhi, tidak merasa kalau berujud,
iya rupaku ik i, sifatnya sifat Tuhan,
mapan dudu rupaningsun,
wajahku,
yaiku rupaning edat, bukan wajah saya,
tan ngrasa rupa pribadi,. tetapi bentuk dari zat,
selamate rupaningsu n sangking tidak merasakan wajah pribadi,
A llah. keselamatan wajahku dari Allah.

5. Khakkul yakin tegesira, 5. Khakkul artinya,


wong panak ing edat singgih, orang panak dalam zat yang baik,

tegese panak ing edat, artinya panak dalam zat,


nora rumangsa pribadi, tidak merasakan diri pribadi.
ningali kahnaneki, melihat keadaannya,
tanana kahananipun, tidak ada keadaannya
nging kahananing Allah, tetapi keadaan Allah,
kang nyata anane singgih, keadaannya benar-benar baik,
selamete sira kahananing Allah. keselarnatanmu karena Tuhan.
108

6 Pan sebutira punika, 6. Sebutlah itu,


sebute rasa sejati, sebutan rasa sejati,
endi ingkang aran rasa, apa yang disebut rasa,
kang aran rasa sejati, yang disebut rasa sejati,
sabute ing Hyang Widdhi, sebutlah dalam nama Tuhan,
yahu yahu sebutipun, yahu, yahu sebutannya,
iku sebuting rasa, itulah sebutan dari rasa,
endi aran rasa kaki, jadi yang dinamakan/dimaksudkan
iya iku kang ingaranan agama. rasa,
adalah agama.
7. Kang aran sebut Ilolah,
pambukake atineki, 7. Sebutan Ilolah,
muiane anebut Allah, sebagai pembuka hati,
pambukane roh sejati, oleh karena itu sebutlah Allah,
muiane ana maning, pembuka roh yang sejati,
kelawan sebute yahu, dan ada lagi,
iya pambukane ngrasa,
sebutan Yahu,
puniku dipun sayekti,
sebagai pembuka dari rasa,
perlambange lir peksi anehg
itu perhatikanlah dengan baik,
kurungan.
ibaratnya bagai burung dalam
8. Kang ati upama omah, sangkar.
eroh kuru ngan sejati,
8. Hati ibarat rumah,
rasa lawan kurungan,
tan anjul kelawan tarki, roh sangkar yang sejati,

iya sebu t puniki, rasa dan sangkar,

kang minangka panganipun, kedudukannya sama (tidak tuiun


Ilolah pangane nala, tidak naik),
pangane eroh sejati. sebutan itu,
sebagai makanannya,
kang minangka pambukane
Ilolah makanan dari hati (rasa).
lawang ika.
yaitu makanan roh sejati,
Kaca 142. sebagai pembuka pintu hatimu.

9. Pembukane lawang ika, 9. Pembuka pintu itu,


Allah Allah kang sejati, Allah, Allah yang sejati,
iku rasaning Pangeran, itu rasa dari Tuhan,
den awas sawiji-wiji, perhatikan satu persatu,
kathah warnane dhikir, ban yak cara berzikir,
menawa sira keleru, apabila kau keliru,
temahan sira kesasar, akan tersesat,
lam un mati dadi kapir, jika mati menjadi kafir,
dhikir yahu iku pam bukane rasa. dikir Yahu itu pembuka rasa.
109

10. Sapa kang weruh ing awak, 10. Siapa yang mengetahui a kan diri
pesthi yen weruh Hyang Widdhi sendiri,
awase kadi punapa, pasti akan mengetahui juga akan
awasesa kang sayekti, Tuhan,
lamun obah badaneki, waspadanya seberapa,
den awas sira andu1u, waspadailah dengan benar-benar,
kang aneng ing sarira, jika kepercayaan dirimu berkurang,
punika sapa duweni, perhatikanlah dahulu,
po1ahira pan nyata polahe apa yang ada dalam dirimu,
Allah. siapa yang memiliki,

1 1. Satemene dhikir ika, karena tingkah lakumu itu


kathahe amung kekalih, benar-benar cerminan Tuhan.
kang napi ke1awan isbat, 1 1 . Sebenarnya dikir itu,
iya wetune kang napi, jumlahnya hanya dua,
napi isbat supami, napi dengan isbat,
punika ing panjingipun, waktunya napi,
kapindhone murakab, napi juga seumpama isbat,
wedale kelawan manjing, jadi ke duanya menjadi satu,
mapan isbet panjinge Ian wedale kemudian ke dua murakab,
waktunya juga menyatu,
Kaca 143.
dengan isbat.

12. Endi lungguhe kang nala, 12. Dimana tempat perasaan h<iti
aneng dhadha sira kaki, ada dalam dada,
endi lungguhe ilaha, dimana tempat Ilaha,
marang lambung kanan kering, ada di dalam lambung kiri dan
kelawan illallah kaki, kanan,
aneng ngendi lungguhipun, serta Illollah,
lungguhe kang ula-ula, dimana tempatnya,
yaiku ujaringjanji, ada di tulang punggung,
kawruhana yen tan weruh itulah petunjuk dari perjajian,
siya-siya. ketahuilah, bila tidak sia-sialah.

1 3. Allah tangala ngandika, 13. Tuhan Yang Maha Tinggi bersabda,


anjenengaken Hyang Widdhi, Tuhan,
sajroning kalbu manungsa, ada di dalam hati manusia,
ing anak ada m puniki, anak Nabi Adam,
iya malige puniki, itulah mahligai,
jroning dhadha ati iku, hati dan dada,
sajroning ati ika, berada jauh di dalam hati,
Padha kawruhana kaki, ketahuilah,
iya iku ingaranan ati poat. itu yang dinamakan hati poat.
110

14. Sajrone p oat ika, 14. Di dalam poat,


iku ingaranan budi, ada budi,
sajroning ing budi ika, di dalam budi,
tetebeng arane kaki, ada ketetapan,
tan ana ingkang ngawruhi, tidak ada yang mengetahui,
iya samar aranipun, hanya samar-samar,
sajroning samar ika, dalam kesamaran itu,
iya rasa kang sejati, ada rasa yang sejati,
jroning rasa iku jatining di dalam rasa tersebut sebenarnya
Pangeran. ada Tuhan.

Dhandhangg ula Dhandhanggula


.
1. Sarpa naga ingadhep kang peksi, 1. Ular naga ditemui sang burung,
dhandhang ika pan jambul dhandhang dengan jambul satu,
satunggal, bertengger di atasnya,
am encok aneng luhure, burung dhandhang jambul hormat
dhandhang jambul lon wuwus, berkata,
heh ta naga arsa punapa, he naga apa kehendakmu,
dene mulet kang pada, sampai kau mendekatiku,
padane dinulu, dan memperhatikanku,
sang taksaka saurira, jawab sang naga,
milanira amulet ing pada mami, mengapa saya mendekatimu,
prentahe urip ingwang. semua ini karena perintah dalam
hidupku.
Kaca 145.
2. Kehidupanku sangat banyak
2. Uripingsun urubet nglangkungi,
rintangannya,
. manahingsun tambuh kang
hatiku tiada kenai apa yang saya
sun rasa,
rasakan, .
mulet awakingsun dhewe,
demikian juga dengan badanku
kinarya m uletingsun,
sendiri,
padha-padha telage mami,
lihatlah diriku,
de sira tan kenggana,
sudah kehabisan tenaga,
wus jamake iku
olehmu jangan segan,
wayang kinarya lampahan,
sudah biasa,
apa sira maido ing dhalang jati,
wayang pasti ada lakonnya,
kamulyane linakonan.
apakah kau tidak percaya akan
dha1ang yang sejati,
kemuliaan pasti terlaksana.
111

3. Wus jamake wong urip puniki, 3. Sudah sepatutnya orang hidup itu,
aja sira ngresula kasoran, jangan mengeluh jika menemui
iya iku tarimane, celaka,
ja bungah lamun luhur, itu terimalah,
den tarima titahing Widdhi, jangan hanya senang bila dalam
balik padha lumakua, kemuliaan,
samaren ing laku, terimalah cobaan dari Tuhan,
dimene ilang kang arna, jalankanlah benar-benar,
amanira kathahe tigang samarkan dalam tindakanmu,
perkaw is, supaya hilang kesukaranmu,
sukanan Ian doyanan. kesulitanmu disebabkan tiga
masalah,
kesukaan dan kemauan.

4. Ping tigane isinan puniki, 4. Ke tiga pemalu,


prarnulane samaren ing lampah, oleh karena itu samarkanlah dalam
yaiku laku kang gedhe, tindakan,
mujia lamun dalu, yaitu tindakan berprihatin,
aja pegat p uji Ian dhikir. memujilah di waktu malam,
yaiku warnanira, jangan putus memuji dan berdhikir,
lingaling kang agung, itulah bentuknya,
wajib sami nglakonana, berkatalah yang baik-baik,
ngilmu santri sayektine ini wajib dan jalankan,
amberkati, ilmu santri benar-benar akan
nging aja ngrasa bisa. membawa berkat,
tetapi jangan merasa bisa.

5. Aniyata ngilmu kang sejati, 5. Berniatlah mempelajari ilmu yang


mesthi nuta jenenge wong sejati,
gesang, namanya orang hidup itu hams
<ija ngelompro pujine, menurut,
asujud mundhak buniud, jangan terlalu panjang pujiannya,
sayektine ngilmi, tetapi juga jangan asal-asalan
tan kena k inukuhan, bersujudnya, karena takut
ngilmunipun kaum, benjol,
yogya sira takokena, itu benar-benar mengecewakan.
mring ngulama kang sampun tidak dapat menjadi patokan,
wasis ing ngiilmi, mengenai ilmu para ulama,
wus padhang mring Pangeran. lebih baik kau tanyakan,
kepada ulama yang sudah
menguasai ilmu,
karena sudah jelas akan Tuhan.
112

6. Jenengira pangeian kang 1uwih, 6. Tuhan itu,


nora kena lamun sinungkeman, tidak bisa hanya disembah,
sira iku purba dhewe, engkau adalah paling awal,
ingsun sira pan ingsun, saya dan kamu,
ananira punika napi, mula-mula adanya kekosongan,
. apa ingsun kang murba, sebab itu saya perintahkan,
mring sira puniku, kepada kamu,
aja ngulati Pangeran, jangan hanya mengetahui akan
mundhak boyan sayektine Tuhan, karena
kang ngulati takut menjadi bosan dalam
iku jeneng Pangeran. mencari,
Tuhan.

7. Ujar iku sakelangkung awingit, 7. Kata-kata itu sangat menyedihkan,


pan wus sima tulis lawan papan, apakah sudah hilang tulisan dan
kitab Kur'an suwung kabeh, papannya,
kang marang Mekah nglangut, kitab Qur'an kosong semua,
sira dhewe ingkang ngulati, ke Mekah sangat jauh,
nora tutur nora warah, hanya kau sendiri yang perhatian,
ya ing parnahipun, tidak dengan kata-kata dan tidak
Allah kang kinarya marga, dengan ajaran,
pan manungsa sapa ingkang tepatnya,
teka-teki, Allahlah yang membuat jalan,
Allah ingkang luwih wikan. jadi siapa manusia, hanya teka teki,
Allah yang lebih mengetahui.

8. Nora ana wong wruh Mekah 8. Tidak ada orang yang akan
kaki melihat Mekah,
alit mila tumeka ing wayah, dari kecil sampai bercucu,
tan ana teka parane, tidak akan sampai,
yen ana sangunipun, baru jika ada bekalnya,
teka Mekah tur dadi khaji, akan sampai ke Mekah dan akan
amrih kajen awakira, menjadi Haji.
tan wruh lamun kumprung, serta akan dihormati dirimu,
kang teka khaji utama, tidak pandang walau bodoh,
sangunipun kang setya tega ing yang datang dan sampai akan
pati, manjadi Haji yang utama,
sabar rila ing dunya. bekalnya kesetiaan dan tidak
takut akan kematian,
sabar rela hidup di dunia.
113

9. Apa dene margane sejati, 9. Jadi jalan yang sejati ada1ah,


sangking manah kang rila ing hati yang rela hidup di dunia,
dunya, sahar dan tidak takut akan
sahar tur tega patine, kematian,
selamat sajroning ka1hu, haik dalam hatinya,
sampun cidra sesami-sami, jangan suka herhohong kepada
aja ngrasani ja1ma, sesama,
ala hecikipun, jangan suka memhicarakan orang
sarta naringaken manah, lain,
lamun da1u aja age nuli guling, haik atau huruknya,
den hranta mring Hyang Sukma serta jangan menyakiti hati,
jika malam jangan cepat-cepat tidur,
Kaca 148. memujilah kepada Tuhan.

10. Keranane wong urip puniki, 10. Sehah orang hidup itu,
nora wande henjang aprelaya, tidak urung hesuk akan mati,
yen mati ngendi parane, jika mati dimana nanti tempatnya,
upama peksi mahur, seumpama hurung terhang,
mesat sangking kurunganeki, terhang dari sangkar,
ngendi pencokanira, lalu di mana tempat hertenggernya,
menawa keliru, jika tidak tahu akan keliru,
upamane wong neng dunya, demikian juga orang hidup di
nora wurung ing temhe dunia,
kelamun mulih, tidak urung pada nantinya akan
mring negara kang m u1ya. pu1ang (mati),
menuju ke tempat yang mulia.

1 1 . Eling-eling kaki den pakeling, 11. lngat-ingatlah selalu,


liwat gawat sajroning sekarat, hila terlewatkan akan herhahaya
yen rendhet kandhih nyawane, di saat sekarat,
yen gancang pan kahujting, jika terlampau pelan nyawa
yen acincing pesthi kepancing, terkalahkan,
yen cendhek kaslempek ika, jika terlampau cepat tidak ter kejar,
den awas ing ka1hu, hila hersiap-siap pasti terpancing,
dalane marang sekarat, demikian juga hila pendek
sayah gelis manawa papas terlampau sesak,
kapipis, perhatikanlah dalam hati,
tuwas-tuwasing lampah. akan jalannya sekarat,
cepat Ielah hila terlalu cepat
diputuskan,
sehingga akan melelahkan dalam
perjalanan.
114

kaca 149. 12. Orang sekarat bukan masalah


cepatnya,
12. Wong sekarat aja dumeh gelis,
bukan pula masalah lamanya,
aja dumeh yen suwe pnika,
membawa tanda sendiri-sendiri,
nggawa watak dhewe-dhewe,
walaupun lama tetapi kalau
nadyan suwe yen rahayu,
selamat,
nadyan gelis yen patitis,
dan cepat asal tepat,
gelis kang aweh gampang,
semua itu memberikan
cengeng sirnanipun,
kemudahan,
nadyan gampang yen agampang,
matinya pelan,
anenawur anarik tingkah kang
akan memudahkan,
sirik,
mengelabuhi tingkah laku yang ·

karyane iblis laknat.


sirik,
yaitu perbuatan iblis yang laknat.

13. Lampahira saringen den becik, 13. Tingkah lakumu perhatikan


abrantaa marang Nabi kita, dengan baik,
rare nom akeh duduhane, cintailah Nabi kita,
abawur tatar tutur, orang muda banyak pilihannya,
nora ana kang dipun pikir, tutur katanya campur baur,
anasar ambelasar, tidak ada yang dipikir lebih
apedhot dherudhut, dahulu,
tan ana marga den ambah, tidak beraturan,
wus kalebu alamira kupur kapir, putus-putus tidak keruan,
sabab wus nyekel rasa. tidak ada jalan yang dituju,
itu sudah termasuk dalam alam
kafir,
sebab itu kuasai rasa.

14. Dudu rasa kang krasa ing ati, 14. Bukan rasa yang terasa di hati,
dudu rasa kaki papecahan, bukan rasa perpecahan,
dudu rasa kang ginawe, bukan rasa yang dibuat,
dudu rasane wong guyu, bukan rasa orang tertawa,
dudu rasa ing lathi, bukan rasa di dalam bibir,
dudu rasaning mangan, bukan rasa nikmatnya makan,
krasa nyamuk-nyamuk, atau rasa lezat,
kabeh iku dudu rasa, semua itu bukanlah rasa,
kang kerasa jiwa jisim iku singgih sesungguhnya yang dinamakan
rasa mulya amesesa. rasa itu berada dalam jiwa jasat,
yaitu rasa yang menguasai
kemuliaan.
1 15

Kaca 1 SO. 15 Orang hid up m udah sekali bingung,


0

demikian juga orang-orang yang


15 0 Gegam pang ewoh kaki wong me1akukan darma,
aurip, karena sembah pujinya tanpa hasil,
apan iya wong oleh ing darma, orang yang sangat tamak itu,
sembah puji tanpa gawe,
bagai semut yang mengelilingi
wong ahli sarak iku,
suara,
a1ir semut ngerubung uni,
orang yang sangat tamak,
iku \YOng ahli sarak,
seperti orang tersengat kumbang,
alir tawon kambu ,
sebaiknya berbaktilah,
katuju padha bektia,
surga jangan hanya dibicarakan,
marang kongsi suwarga dipun
perasaan jauhkanlah dari nerakao
rasani ,
pengrasa doh nerakao 160 Wassalatu wassalamu (kata-kata

160 Wassalatu wassalamu kaki, sholat dan salam),


itu badan Muhamad,
iya iku badane Muhamad,
ketahuilah ajaran tersebut,
kawruhana ujar kuwi,
kemauan hati untuk mengucap
kang nepsu wassallamu,
wassallamu,
ingkang napi kalih perkawis,
terdiri dari dua perkara,
arang jalma uninga,
jarang orang mengetahui,
yen weruh iku,
jika mengetahui,
lakune napas punika,
jalannya nafas,
pesthi ora den aku umating
pasti tidak diakui sebagai umat
Nabi,
Nabi,
den wor Ian sato kewano
digolongkan dalam hewano

kaca 151.
I 70 Orang sembahyang jika belurn
170 Wong sembahyang yen durung merasa damai,
nyameni, puji dan doa malahan akan
puji donga iya cecangkriman, menjadi teka-teki,
besuk yen mati kapriye, besuk kalau mati bagairnana,
puniku dipun weruh, ini harus diketahui,
sukma jati wasesa jati,
suksma sejati akan menguasai.
jati jatine jalma,
siapa sesungguhnya manusia itu,
basane wong luhung,
manusia adalah mahluk yang
kabeh iku pan werana, luhur,
mung punika kang aran ngilmu
jadi semua hanyalah tirai,
sejati,
hanya inilah yang disebut sebagai
den sami ngulatanao
ilmu sejati,
harap ketahuilaho
1 16

18. Ujar kupur kapir kang sayekti, 18. Ucapan kafir benar-benar,
iya iku paworing Hyang Sukma, akan dicampuri (se1alu diketahui)
den alembut penyaringe, oleh Tuhan,
tan ana dulu dinulu, karenanya perhatikanlah dengan
tan ngerasa datan ngrasani, sungguh-sungguh,
datan p aran pinaran, jangan sating me1ihat (membandingkan),
sejatine suwung, jangan suka membicarakan sesuatu,
suwunge pan iku ana, jika tidak mengetahui asa1 usu1nya,
ing anane puniku rasa sejati, karena semua itu kosong,
tan kena rinasanan. tetapi walau kosong ada, .
keadaan itulah dinamakan rasa sejati,
jadi sudah tidak bisa dibicarakan 1agi.

19. Yen tan weruh ujar iku kapir, 19. Apabila tidak mengetahui
tan sampurna denira anembah, petunjuk itu namanya kafir,
meksih ura-ura bae, tidak sempurna o1ehmu menyembah,
ingkang tumekeng kupur, belum bersungguh-sungguh,
iya iku kang tekeng jati, menjadi kafir,
wekasane kasedan, benar-benar,
kupur kapir iku, sampai akhirnya,
iya Allah ya M uhamad, kekafiran itu,
iya idhep iya rasa iya urip, diketahui oleh Allah dan Nabi
yaiku jatining Islam. Muhamad,
yang melihat, merasa dan hidup,
itu1ah ajaran Islam.

kaca 152. 20. Pada waktu kecil saya mendengar,


bahwa belum tentu Islam walau
20. Ing;un ngrungu kala ingsun alit,
sembahyang,
nora Islam dumeh asembahyang,
jadi Islam itu tidak dibuat-buat,
tan Islam dening penggawe,
Islam itu tidak hanya ujudnya saja,
nora Islam dening wujud,
Islam itu tidak karena jabatan/
nora Islam dening pakarti,
perbuatan.
nora Islam dene apa,
Islam itu bukan karena apapun,
ewuh ujar iku,
memang membingungkan
ewuh tegese wong Islam,
perkataan itu,
durung Islam yen meksih
orang menjadi bingung menyebut
anampik milih,
apa itu Islam
mangan kalal lim karam.
Jadi belum dapat dinyatakan
Islam apabila masih menolak
untuk memilih,
makan makanan yang halal dan haram.
117

21. Kaya paran tegese wong mati, 21. Orang mati itu bagai berjalan saja,
sukmanira mesat sangking raga, suksma melesat dari raga,
mring ngendi benjang parane, di mana tujuannya nanti,
ke1amun marang luhur, jika ke arah yang._tinggi,
sasar susur ngilmune cantrik, keliru ilmunya para cantrik,
Jamun silih mengandhap, jika lebih rendah,
ngilm une kepaung, ilmunya tersesat,
sasare pitung bedahab, akan tersesat tujuh kali,
lamun nora lunga sangking ba­ tetapi jika tidak pergi dari badan,
daneki, ilmunya akan kebingungan.
abingung ngilmunir�.
22. Jika pe�gi ke timur barat,
kaca 153. selatan utara,
22. Lamun ngetan mengulon puniki, itu pasti kurang baik
nadyan ngidul mengalor punika, pengetahuannya,
pesthi yen jawal kawruhe, Sang Dhandhang jambul
sang Dhandhang Jam bul muwus, menjawab,
anambangi wecana manis, dengan jelas dan horma t.
heh naga jarwanana, he naga uraikanlah,
semune puniku, bentuknya semua,
aja amiyak kekeran, tetapi jangan menyingkap rahasia,
kabeh-kabeh iku ngilmune semua ilmu itu dari Tuhan,
Hyang Widdhi. yang menguasai dunia.
ingkang murba amisesa.

Asmaradana Asmaradana

I. Kawruhana kang sayekti, 1. Ketahuilah dengan benar,


pituture ingkang kitab, petunjuk dari kitab,
andarul wujud arane, jalankan dengan membaca,
angrasani kauripan, bicarakan tentang kehidupan,
jeneng manungsa ika, manusia itu,
kang dinadekken karuhun, dijadikan awal,
dadine asaling rasa. sebagai asal usul rasa.

2. Pan karsanira Hyang Widdhi, 2. Sudah menjadi kehendak Tuhan,


arsa gawe kenyatahan. berkehendak membuat kenyataan,
anyatakaken dhewekken, menyatakan diri,
Jantarane kang manungsa, dengan Jantaran manusia,
dadine rasa ika, hasilnya rasa,
tinabakaken ing banyu, dijatuhkan dalam air,
jinulukan sipat jamal. dinamakan sifat jamal (keindahan).
118

kaca 154. 3. Laki-laki merasakan dalam air mani,


3. Kang lanang rasane mani, perempuan dari jalannya rasa,
kang wadon madining rasa, apa maksud ke duanya,
apa karsane karone, supaya mendapat manfaat (per-
amrih anedha supangat, tolongan),

apan asih kinasihan, serta rasa kasih sayang,

karepe estri Ian jalu, keinginan laki-laki dan perempuan,

dadi campuh ingkang rasa. menjadi bertentangan dalam rasa.

4. Ingkang lanang den arani, 4. Laki-laki dinamakan


sipat jalal aranira, sifat jalal (kemuliaan Tuhan),
lantaran iku anane, seba gai lantaran adanya,
wit teka bapa lan.biyung, bapak ibu,
muiane iku ana, demikianlah hal itu terjadi,
ing biyung lantaranipun, ibu juga sebagai lantaran,
wit roro dadi satunggal. jadi asalnya dari dua menjadi
satu.

5. Sareng campuh rasa mani, 5. Setelah rasa mani (perasaan laki-


kelawan mad ining rasa, laki),
maningkem iku arane, bercampur dengan madining rasa
ingaranan sang kesuma, (perasaan perempuan),
apa tegese kesuma, timbullah apa y ang dinamakan
dudu d aging getih ajur, maningkem (air rnani),
bakale kesuma ika. dinamakan juga sang kusuma,
apa arti dari kuswna,
bukan dagi.ng chn bukan darah,
itu merupakan bahan.

6. Nora gedhe nora cilik, 6. Tidak besar tichk kecil,


tiba segara anakan, jatuh di lautan,
wewadhah bocah arane, tempat anak kecil,
wewadhahe getih ika, tempat darah,
iku tegese wewadhah, artinya tempat,
abu air aranipun, air dari ayah,
wewadhahe kang winama. itulah tempat-tempat yang di-
ceritakan.
119

kaca ISS. 7. Jadi sudah diketahui tempat air


kencing dari ayah,
7. Wadhah uyuh abu mingis,
serta tempat dari rasa,
kelawan wadhahing rasa,
ayah menjadi semerbak namanya,
abu minging ku arane,
ketahuilah,
iku sira kawruhana,
iku campuhing rasa, tentang bercampurnya rasa,

lanang lawan wadon iku, laki-laki dan perempuan itu

d adine rasa kang tunggal. rnenjadi sa tu rasa.

8. Perasaan perempuan itu,


8. Rasane pawestri nenggih,
akan bercampur dengan perasaan
campuhe rasaning langng,
lelaki,
anyatakaken d adine,
menjadikan adanya,
jenenge rnanungsa ika,
manusia,
amesthi allah tangala,
Allah penguasa dunia yang
alane ian b ecikipun,
memastikan,
ing ajal wus pesthi ika.
baik dan buruknya,

9. Pinasthi Islam ian kapir, serta kematiannya.

duk kuna Islam punika, Sudah pasti ada Islam dan kafir,
9.
janjine pan wus jinanten,
sejak dulu Islam itu,
sahad atira sernana,
ada perjanjian yang disebut,
dene wong kapir ika,
dalam sahadat,
wus pinasthi ajalipun,
bahwa orang kafir itu,
nora kena ingowahan.
sudah pasti akan mati,
tidak bisa dirubah lagi.
I 0. Wus janjinira Hyang Widdhi,
jenenge agama Islam, 10. Sudah merupakan janji Tuhan,
rnapan iku kekasihe, bahwa agama Islam, ·

wus jinanten jroning kuna, na manya,


map an jeneng kelimah, .
sudah diberitakan sejak dulu,
pan tetiga kathahipun, sedang yang dinamakan Kalimah,
kang dhihin rnutaawilah. ti� banyaknya,
yang pertama Mutaawilah.
kaca 156.
11. Ke dua Muttawasitah,
11. Muttawasitah ping kalih, Ke tiga Muttaakirah,
ping tiga rnuttaakirah, sudah dijelaskan kepada manusia,
wus jinanten kawulane, bahwa
dadi selamining kuna, selamanya,
nora kena ingowahan, tidak bisa dirubah,
kapir lawan Islam iku, kafir dan Islam itu,
sampun karsane Pangeran. sudah rnenjadi kehendak Tuhan.
120 I\

12. Tanpa papan tanpa tulis, 12. Tanpa papan dan tanpa tulisan,
sahadat muttaawilah, sahadat Mutaawilah itu,
mutawasitah tegese, sedang Muttawasitah,
anganggo tulis punika, menggunakan tulisan dan papan,
lawan nganggo papan ika, Muttaakirah,
Ian muttaakirah iku, juga menggunakan tulisan dan
nganggo tulis papan ika. papan.

13. Memang !lldah ticllk akan rnen-


13. Nora bakal kang sinung sih,
dapat rasa kasih lagi,
wus jinanten duk ing kuna,
digariskan sejak du1u,
iya takdire Hyang Manon,
rnerupakan takdir dari Tuhan,
kapir ya kelawan Islam,
kafir dan Islam,
sejati-jatine ika,
sebenamya,
Allah g awe roro iku,
Allah akan rnembuat ke duanya,
suwarga lawan neraka.
dernikian juga surga dan neraka.

kaca 157. 14. Perhatikanlah dengan baik,


jangan sampai terperangkap,
14. Den pati tis sira kaki,
rnenjadi kafrr,
aja sira kumalamar,
sehingga akan hidup 1anggeng
dadi kapir temahane,
di neraka,
alanggeng aneng neraka,
ilrm yang sudah benar,
ngilmu ingkang sampun nyata,
jangan di tingga1kan,
nora esah serik iku,
itu jalan yang sempurna.
iku laku kang sampuma.
15. Lautan tanpa tepi,
15. Pan segara tanpa tepi, dernikian juga,
wiwitan jenenge nama, awal dari,
dato1ah iku sernune, dat Allah,.
ora kena winicara, tidak bisa dibicarakan,
rnapan jeneng datullah, rnernang sudah dernikianlah dat
sejatine wong puniku, Allah itu,
ingaranan dat sernata. sebenarnya rnanusia itu,
hanya zat sernata-rna ta.

16. Tegese segara luwih, 16. Laut yang berlebih,


tan ana pepadhanira, artinya tidak ada yang menyamai,
rnapan arnot sekabehe, rnernuat apa saja,
saisine kang segara, isi di laut,
apa kang ora ana, apa yang tidak ada,
panwus arnot gunanipun, sernua terrnuat (berguna rnemuat
luwih agung purbanira. apa saja),
agung kekuasaannya.
121

17. Tegese kang tanpa tepi, 17. Arti dari tanpa tepi,
jenenge mukal punika, itu mustahil,
yen tanana kuwasane, tidak mempunyai kekuasaan,
tanpa arah wujud ika, tanpa arah dan ujUd,
pan iya jenengira, dernikian juga,
tanpa enggon wuj.ud iku, tanpa tempat dan ujud,
ora wiwitan wekasan. tanpa awa1 dan akhir.

kaca 158. · 18. Ke dua menceritakan mengenai,


18 . Kaping kalih kang win ami, teratai yang tanpa te1aga,
kang tunjung tanpa telaga, teratai yang tanpa air,
tunjung tanpa banyu mangke, itu1ah kehidupan manusia,
iku uripe manungsa, ke tiga menceritakan,
kaping tiga kang winarna, mengenai santri,
kiyai mantri puniku, yang tanpa suara sifat ka1am

tanpa kendhang sipat kalam, (Tuhan).

19. Basa suwara puniki, 19. Bahasa suara itu,

mukal lamun mengkonoa, mustahi1 tetapi walau begitu,

muka1 bodho Ian bisune, 1 ebih mustahi1 bi1a bodoh clan

yogya sami ngestokena, bisu,

iya iku ujar kuna, namun begitu ja1ankanlah,

kalimputan ing Hyang agung, i tu ajaran kuna,


iku janjining mukjijat. jangan lupa akan Tuhan,
itu janji mujizat.
20. Anguripi ing wong mati,
dadi uripe sedaya, 20. Menghidupkan orang mati,
geni tinunu tegese, menjadi hidup semua,

pundi semune kang napas. api artinya untuk memanggang,


iya iku semunira. di mana ujud dari napas,
manjing medal lakunipun. ada dalam badanmu,
pad ha sira ngawruhana. jalannya ke luar masuk,
ketahuilah.
ka ca 159.
21 . Ada lagi yang diceritakan,
2 1 . Wonten malih kang winarni, air digenangi air,
banyu kinilem ing toya, artinya air,
tegese banyu ta mangke, tergenang dalam air,
kinilem ing toya ika, roh dm jasat itu,
jenenge roh lawan jasat, menjadi satu,
iya tunggal jatenipun. ke duanya mempunyai kekuasaan.
kawesesa karo pis an.
122

22. Wonten malih kang winami, 22. Ada lagi yang dicerl:akan,
bumi pinend hem bantala, bumi terkubur tanah,
kadi pundi ing tegese, apa yang dimaksud,
jenenge pangawruh ika, pengetahuan ini,
iku tegese nyawa, artinya nyawa,
nora pisah jisimipun, tidak berpisah dengan jasat,
ora samar ing paningal. tidak samar ·dalam penglilatan.

23. Wonten malih kang winami, 23. Ada lagi yang diceritakan,
ingaranan jatingarang, naga penjaga mata angin,
roh ilapi ing semune, dalam ujud roh Dahi,
ingkang dadi kenyatahan, menjadi kenyataan,
kang minangka wujud tunggal, wujud tunggal,
kekasihira Hyang Agung, yang dikasihi Tuhan,
ingaranan Rasullolah. yai tu Rasullollah.

24. Ping sanga ningali jati, 24. Ke sembilan diceritakan


pan iya tamb ining punang, pohon pinang yang berea bang,
nora ningali rorone, tetapi tidak kelihatan dua,
tan ana kang katingalan, tidak ada yang terlihat,
anging Allah ingkang tunggal, hanya Allah yang tunggal,
kang teka jenenge suwung, yang dinamakan kekosongan,
wus karem marang Pangeran. sudah mantap akan Tuhan.

kaca 160. 25. Ke sepuluh diceritakan,


mengenai burung kuntul yang
2 5. Kaping sepuluh winami,
melayang,
ingaranan kuntul ngelayang,
menghadap kepada Tuhan,
idhep madhep ing gustine,
itu merupakan kewajiban tidak
wajib tan keria ing ora,
boleh tidak,
mukal tan kena ning ana,
mustahil hila tidak dijalankan,
atilawat saben dalu,
setiap malam bertilawat,
yen rahina maca kur'an.
siang membaca Qur'an.
123

Dhandhanggula Dhandhanggula

1. Wonten beksi tatkala alinggih, 1. Ada seekor beksi sedang ber-


ing gegisik tepining samod ra, tengger,
andhingkul pitekur mangke, di tepi samudra,
ketingalan sireku, sedang terpekur,
ki pangulu ngina kepati, terlhat oleh ki pengulu,
dhateng beksi punika, ki pengulu menghina dengan
mengo sarya idu, sangat,
ki pengulu asru ngucap, kepada beksi tersebut,
heh ta beksi lah lungaa sangking sambil mel udah,
ngriki, ki pengulu berkata keras,
heh ta beksi sira ala. he beksi pergilah dari sini,
ketahuilah kau itu buruk.

2. Sang abeksi nulya matur aris, 2. Sang beksi lalu berkata horma t,
ngaturaken pangapura tuwan, memohon maaf,
dhateng ki pengulu mangke, kepada ki pengulu,
ki pengulu tinembung, ki pengulu dijawab,
wonten sipatira wong sigit, bahwa sifat orang yang baik itu,
sipate pan mangkana, tidak seperti itu,
iya marang ing wong punggung, apalagi kepada orang yang bodoh,
kawula wong nistha ina, dan nista seperti saya ini,
nedha berkah andika tulusa asih, saya memohon berkah tuan dengan
gih amba nedha berkah. tul us dan cinta,
demikianlah hamba meminta
berkah.

3. Ki pengulu mojar sarya bengis, 3. Ki pengulu berkata semakin keras,


heh ta beksi pan ingsun tan arsa, he beksi aku tidak mau memberi,
angucap Ian sira mangke, dan berucap kepadamu.
kad i singgih kang wuwus, betul yang kau ucapkan,
duk ing kuna ingsun guroni, dahulu kala aku sudah bergur u,
ngilmune wong kang mulya, pada orang yang memiliki ihnu
iku kang sun turut, ti�gi.
eman sun buwang ing sira, itu yang aku turuti,
yen anaa ngilmu ingkang luwih sayang sekali kalau harus ku berikan
becik, kepadamu,
eman ingsun wurukna. kalaupun ada ilmu yang lebih baik
lagi,
saya juga sayang mengajarkan.
124

4. Y a ta besi aturira aris,


4. Demikian beksi berkata sopan,
inggih tuwan anedha winejang, ya tuan yang telah mendapat
sipate ujar mangkene, pelajaran dari guru,
tasik tanpa tepi iku, ada dikatakan seperti ini,
ana papan kang tanpa tulis, laut tanpa tepi,
tunjung tanpa telaga, papan tanpa tulisan,
sapa gawe ingsun,
teratai tanpa telaga,
lamun Pangeran kang karya,
siapa yang membuat saya,
ayun wruha enggone ana ing
apabila Tuhan yang membuat,
ngendi,
tunjukkan di mana adanya,
para ana ing sapa.
demikian juga kau ada itu karena
kaca 162. siapa.

5. Damar murub tanpa sumbu iki, 5. Damar menyala tanpa sumbu,


dhaun ijo nenggih tanpa wreksa, daun menjadi hijau walau tanpa
mudin tanpa gendhing mangke, dibuat,
senteg pisan wus tutug, mudin tanpa irama gending,
tanggal pisan pumama siddhi, satu lagi agar puas,
panglong grahanan pisan, tanggal satu pada saat bulan
heh ta ki pengulu, purnama,
lah anedha berkah tuwan,
ada gerhana bulan,
ki pengulu sampun taha-taha
he pengulu,
malih,
saya mohon berkah tuan,
amba anuhun wejang.
ki pengulu jangan ragu lagi,
hamba mohon wejangan.
6. Aksarane punapa karihin,
ingkang kur'an kawula anedha, 6. Aksara apa yang mula-mula,
ian pinten lanang wadon, dalam kitab Qur'an hamba mohon
inggih pundi bedanipun. penjelasan,
tuwan dados pengulu iki, dan berapa jumlah laki-laki dan
ingkang ngarani sapa, perempuan,
sapa aningkahken iku. di mana letak perbedaannya,
mangan sapa ingkang dulang, tuan menjadi pengulu,
yen tan wruha sejatine sira siapa yang menunjuk,
kapir, siapa yang menikahkan tuan,
padha ian sato kewan. kalau makan siapa yang menyuapi,
jika tidak mengetahui semua ini
sebenarnya kau itu kafir,
sama saja dengan hewan.
125

kaca 163. 7. Ki pengulu merenungkan dalam


hati,
7. Ki pengulu grahita ing ati,
ya beksi saya memohon,
inggih beksi kawula anedha,
maaf,
nedha ngapura wiyose,
di mana saya telah terlampau
kula ngina kelangkung,
dh ateng tuwan anuwun wang;it, menghina kepada tuan,

ang;ala pangapura, saya mohon wangsit,

sangking temening;un, agar mendapat pengampunan,

tanapi mangke kawula, sesungguhny a saya ini,

nedha berkah kang tuwan ucap malahan,

puniki, ingin memohon berkah tuan

kawula nyuwun wejang. mengenai yang diucapkan


tadi,
saya minta wejangan.

8. Sang beksi wuwusira manis, 8. Beksi memandang dan berkata


insya Allah lan berkat panutan, sopan,
iya mengkana semune, insya Allah dan berkat dari
sipatira kang aluhur, panutan,
pan segara kang tanpa tepi, beginilah artinya,
endi kang d ud u Allah, sifat yang luhur itu,
Allah kabeh iku, ibara t laut yang tidak bertepi,
kawula tan kauningan, mana yang bukan Allah,
sima luluh kang aneng d atullah Allah semua ini,
singgih, saya tidak mengetahui,
iku sang raga mulya. semuanya akan sirna luluh dalam
dat Allah yang mulia,
itulah raga yang mulia.

9. Ana pap an ingkang tanpa tulis, 9. Sedang suatu papan yang tanpa
semunira pan kad i punapa, tulisan,
semune bawur tingale, artinya adalah,
tanana dasih ulun, penglihatan yang berbaur,
nama para rasa sejati, tidak ada yang dinamakan burung
ing mangke kadi kuna, seper ti saya ini,
rasaj ati iku. rasa yang sejati,
simane kang wujuJ tunggal, sejak dulu kala,
rasajati rasane tunggallan urip, sima menjadi ujud tunggal,
yaiku tunggal karsa. rasa sejati adal� rasa tunggal yang
hidup,
yaitu tunggal dalam kehendak.
126

kaca 164. 10. Ibarat dlri bunga t eratai yang


10. Semitane tunjung tuwuh singgih, tumbuh subur,
pan mangkono puniku iya, adalah,

roh ilapi sejatine, roh Allah yang sesungguhnya,


anane Datullah iku, da t Allah itu,
apan iku sada kang lungit, menjadi pokok kekuatan,
lawan an a suwara, jika ada suara,

aja sira rungu, jangan kau dengarkan,


tandha kena kang duwe tandha, tandailah bagi yang memiliki
kang sumandha aj a angrasani tanda,

gusti, bersandarlah kepada Tuhan jangan

semune aneng para. selalu menggerutu,


seperti kebanyakan orang.

II . Ki pengulu mangko para iki, 11. Ki pengulu,


angrasaa yen sira kapurba, merasalah bahwa kau itu tidak
padha Ian kewan idhepe, mempunyai kuasa,
apan nemu b ara iku, seperti keadaan binatang,
amurbaa marang ing dasih, tetapi Simar-samar,
mangko dudu Pangeran, berkuasalah kepada dasih (burung),
umpamane iku, jangan kepada Tuhan,
kadya dhalang Iawan wa yang, ibaratnya,
ananingsun kadi si rasa sejati, seperti dhalang dengan wayang,
ananira Hyang Sukma. demikian pula keadaanku seperti
rasa yang sejati,
aku ada karena Tuhan.

I::. Damar murub tanpa sumbu iki. 12. Damar menyala tanpa sumbu,
semunira urube punika, nyalanya hanya samar-samar,
dat mutlak ing sejatine. zat mu tlak sebenarnya,
kadi banyu ngemu banyu. seperti air yang berisi air,
lir pangilon rasa sejati. rasa sejati itu seperti cermin,
ingkang dat mutlak punika. zat mutlak itu,
tunggal ananipun. satu adanya,
lah ta iku d ipun awas, perha tikanlah
basa iku ujar ingkang sampun bahasa itu ucapan yang baik,
luwih, Muhamad Rasullollah.
Muhamad Rasullolah.
127

13. Dhaon ij o tanpa wrek sa iki, 13. Daun hijau tanpa kayu,
semunira pan urip punika, kehidupan itu,
iya aliru anane, selalu berubah� bah,
sirnane dasih iku, hilang nya dasih (burung),
kang jumeneng uripe gusti, menjadi satu dengan Tuhan,
uripe para pan sampun aleru, manusia hidup jangan sampai
dadine tunggal uripnya, ke1iru,
tanpa warna sirnane uriping karena pada ak hirnya akan
dasih, menyatu j uga dengan Tuhan,
iku sampumane sahd at. tanpa bentuk,
hilang nya kehidupan dasih
merupakan kesem pumaan
sahadat.

14. Semunira kang mudin punika, 14. Mudin yang tanpa,


tanya kend hang reke mawi suara mencip ta (tanpa ilmu
cipta, mengajar),
nora ana agamane. adalah tidak beragama,
agama kang rumuhun, harus beragama dahulu,
ing kang sam pun awas ing ngilmi. bila sudah awas akan ilmu,
tan nyimpang ngil munira, jangan kau simpan gkan,
iya kang s atuh u, setialah sela1u,
dudu Kha1ik ian kawula. bukan !chalik dan manusia,
sam pun tunggal simane anyar sudah hilang menyatu menjadi
ian kadim, baru dan kekal ,
Allah Muhamad Adam. dalam Allah Muhamad Adam.

15. Senteg pisan wus anigasi. 15. Senteg (alat penenun) ak hirnya
sipatira ing mangke punika. akan patah juga,
dene wus leru anane. demikian pula keadaanmu nanti.
tingalana liru iku. akan beruba h ,
ananira ananing Gusti, per hatikanlah hal ter sebut,
anane Gusti ika, keberadaanmu dan k e ber ad aan
ananira iku. Tuhan,
bawuma paningal tung gal, keberadaan Tuhan,
rasa jati rasane tunggal i a n urip . ke beradaanmu,
simane p a d h a ana. manunggalnya terlihat kabur.
padahal rasa sejati itu rasa yang
manunggal,
dan hidup itu akhirnya ::tkan mati.
128

16. Tanggal pisan kang purnama 16. Tanggal satu bulan purnama,
sidhi, bulan tidak tampak (gerhana
panglong pan grahanan pisan, bulan),
iya iku pasemune, itulah ibaratnya,
ing mangke kad i wau, nant i seperti itu,
ingkang rasa rasa sejati, rasa menjadi rasa sejati,
ing mangke kad i kuna, akan kembali seperti dahulu,
ananira iku, keberadaanmu,
kadi sad urunge ana, menjadi seperti sebelum ada,
ananira kuna tumekeng keberadaanmu dari dulu sampai
semangkin, kini,
iku anane segara. seperti keadaan lautan.

17. Kang grahanan alip tamsur iki, 17. Alip tamsur itu,
dudu sastra kang tamsur punika, bukan sastra tamsur,
iya roh ilapi mangke, melainkan roh Ilahi,
alip tamsur puniku, alip tamsur,
n ora kena angucap malih, tidak boleh diucapkan lagi,
yaiku ingaranan; Rasullolah, dinamakan juga,
iya alip iku urip kang sejati, Ras ullollah,
yaiku rasaning kur'an. alip merupakan kehidupan sejati,
rasa dari Qur'an.
kaca 167.

18. Nora beda lanang lawan estri, 18. l..aki-!.aki dan perempuan itu tidak
asalira karone punika, ada perbedaan,
sangking Muhamad asale, ke duanya berasal,
adan yayah ing ibu, dari Muhamad,
sangking Akhmat puniku ayah ibu,
singgih, benar-benar dari Muhamad,
eroh yayahing nyawa. roh nyawa,
ya Muhamad iku, Muhamad,
m uiane ana pernatan, oleh karenanya ada peraturan,
sangking Akhmat ingkang dari Muhamad yang memberi
waket lanang estri, ba tas laki-laki �ngan perempuan,
tanggaling subutiyah. tanggaling subutiyah.
129

19. Para ngadeg peng1.;1lu puniki, 19. Yang mengangkat sebagai pengulu,
dudu para jumeneng punika, bukan orang-orang yang mempunyai
dudu ratu ingkang gawe, kedudukan,
pan Allah jatinipun, juga bukan ratu, < •

sejatine ingaken genti', tetapi Allah,


ing mangke jeneng para, dimaksudkan sebagai pengganti,
Muhamad kang tinut, manusia,
wali mukmin tekbirullah, panutannya Muhama d,
tegesira kang tekbirullah puniki, wali mukmin tekbirullah,
unine Rasullolah. tekbirullah artinya,
suara Rasullollah,

20. Allah Muhamad pawore kang 20. Allah dengan Muhamad itu
puji, menyatu dalam pu jian,
puji donga lawan jawab tangan, pu ji doa dan jabat tangan,
tatkala asalat mangke, pangulu,
miwah jenenging pangulu, dengan mukmin juga benar-
lawan mukmin pawore singgih, benar menyatu,
pawore jawab tangan, bersatunya dalam jabat. tangan,
lawan mukmin pawore singgih, dan kamu,
pawore jawab tangan, menyatu dalam Islam,
lawan sira iku, ketahuilah benar-benar akan jabat
lah iku pawore Islam, tangan tersebu t,
jawab tangan kawruhana kang itu merupakan kesatuan dalam
sayekti, sholat.
iku paworing salat.

2 1. Kang ningkahna kala sira rabi, 21. Yang menikahkan kau saat nikah,
ya Pangeran ngawinakeo para, Tuhan,
Muhamad iku waline, Muhamad walinya,
Jabarail sahidipun,_ Jabarail saksinya,
sira kawin sajroning mesjid, kau nikah di mesjid,
mesjidte J oharuHah, mesjid Joharullah,
nggone pulang kayun, tempat pulangnya kehendak,
apulangsih jroning kuna, pulang ke da lam kekunaan,
mas kawine ngilmu jati araneki, mas kawinnya ilmu yang sejati,
iya dat jeneng para. yaitu zatmu.
130

22. Sujud rukuk sunah jatineki, 22. Sujud membungkuk itu sebenarnya
ingkang perlu iku ngilmunira, sunah,
ngilmu dat iku jenenge, ya ng penting dalam ihnumu,
yaiku kang karuhun, dinamakan ihnu zat,
sujud rukuk katur Hyang pertama-tama,
Widdhi, sujud membungkuk kepatla Tuhan,
lenggah sawuse dadya, d uduk setelah selesai,
insan kamil iku, Insan Kamil,
jenenge keratonira, nama kerajaannya,
ngilmu jati sajroning maklumat ilmu sejati benar-benar harus
singgih, diberitakan,
enggone aneng para. tempatnya ada padamu.

Kaca 169.

23. Ki pengulu sira turu iki, 23. Ki pengulu tidurkah kau,


lalenira mengko aneng sapa, sifatmu yang �m·pang pelupa itu
kang den pasrahi maune, nanti ada pada siapa,
lamun tangia turu, siapa yang kau serahi,
elingira ana ing ngendi, jika kau bangun tidur,
ya, alip jeneng para, ingatanmu ada di mana,
tan beda sireku, alip namamu,
anane Allah punika, timk berbeda denganku,
uripira sastra kabeh iku adanya Tuhan,
singgih, benar-benar menjadi kehidupan
yaiku tingal para. semua sastra,
itu ketahuil<il.

24. Lamun tunggal nyatane kekalih, 24. Walau satu kenyataan dua,
kekalihe iya iku tunggal, ke d uanya menjadi satu,
iya iku panembahe, itulah pujiannya,
yen sira sarnpun w.eruh, jika kau sudah mengetahui,
sakusike tunggale singgih, segala kata hati benar-benar
aja ta sira lena, akan menyatu,
tampanira iku, jangan kau lengah,
menawa keliru tampa, terimalah itu,
iya ikti margane kelangkung jika keliru dallm penerimaan,
rungsit, jalannya akan sangat berbahaya,
yen nora ant1,1k warah. a palagi bila tidak menerima
penjelasan.
131

Kaca 170. 25. K.i pengulu awas memandang,


25. Ki pengulu den awas ningali, berka ta sepatah sambil berjalan

ujar sakecap Ian laku satindak, seiring,

lawan meneng saenggone, lalu diam di tempat,

lah poma dipun weruh, hendaklah kau ketahui,

tingkah ira sawiji-wiji, tingkah lakumu satu-satu,

yen sira ayun nyata, jika kau berkehendak,

sada ingkang luhung, menjadi pengembat yang luhur,

iya iku panggihena, berusahalah mendapatkan,

sada iku iya wekasaning urip, bisa.untuk bekal sampai akhir

poma dipun waspada. hi dup,


oleh karena itu perhatikanlah.
26. Ki pengulu meneng-meneng iki,
pekenira yen dereng kabuka, 26. K.i pengulu diam saja,
tuanku, bila tuanku belum terbuka,
iya mangkene jawabe,
ujar sakecap iki, begini jawabannya,

mapan Allah kang ngucap segala perkataan itu,


benar-benar firman Tuhan,
singgih,
semua firman Allah,
jatining ucaping Allah,
dulu kaWuleku, bukan ucapan/kata-kataku,
artinya Tuhan yang bersabda,
tegese kang ngucap Allah,
jadi yang saya ucapkan sabda
kang den ucap iya Allah kang
sejati,
·
Tuhan yang sejati,

ngarani ing dhewekira. atas nama Tuhan.

27. Tegesira laku satindak iki, 27. Arti jalan beriring itu,
ananira ingkang johar awal, keberadaanku bagai bintang yang
rasa nur jati uripe, muncul,
tan roro urip iku, sebagai sinar kehidupan yang
anging Allah kang sip at urip, seja ti,
tunggal kahananira, hidup ini tidak dua kali,
iku nyatanipun, hanya Tuhan yang bersifat kekal
pan urip padhane pejah, dalam hidup,
ananira nora beda ingkang urip, satu keadaannya,
iku lakune sahadat. itu kenyataan,
tidak hidup atau mati,
adanya tidak berbeda dengan
yang hidup,
dan sebagai jalan sahadat.
132

Kaca 171. 28. Diam di tempat artinya,


keadaanku itu sebagai rasa,
28. Lawan meneng saenggon puniki,
sinar kehidupan yang sejati,
ananira iya iku rasa,
perhatikanlah diriku,
rasa nur jati uripe,
akan jelas kelihatan tindakan yang
datan ngulati ingsun,
benar,
mapan nyata polahing jati,
Allahmu itu baka,
heh baka Allah sira,
Allah itu benar-benar Maha Tahu,
sira Allah tuhu,
dalam mencipta tidak dibeda-
dene cipta tan perbeda,
bedakan,
Allah kabeh Allah Ian sira
semua ini karena Allah demikian
puniki,
juga dengan kau,
awor ora gepokan.
ibaratnya bercampur 1api tidak
mau menegor.

29. Ingkang sampun angguru sejati, 29. Yang sudah berguru dengan benar,
salatira reke sanalika, sholatnya seketika pasti akan
nora kaprah Ian wong akeh, menjadi baik,
laire wong puniku, tidak salah seperti lazimnya
nora beda percaya sib singgih, kebanyakan orang,
salat wektu lelima, nampaknya or ang itu,
sujud rukuk iku, antara yang tidak percaya dengan
iku sejatine tunggal, yang benar- benar tidlk bisa
Ian wong akeh iku wong sujud dibedakan,
khakiki, sholat lima waktu,
den waspada tingalira. sujud membungkuk,
itu benar-benar me rupakan
kesatuan yang menyatu,
kebanyakan. orang bersujud itu
hakiki,
waspadalah dalam penglihatanmu.

Girisa Girisa

1. Kakang dhudha sun takon 1. Kanda duda saya bertanya kepada-


marang ing sira, mu,
uripira lawan apa, dengan apa kau hid up,
gedhepak-dhepak awakira, sehingga menjadi besar badanmu,
uripira ora lawan kira-kira. kehidupanmu tidak alang kepalang.
133

Kaca 172. 2. Kanda duda bagaimana kehidup­


anrnu,
2. Kakang dhudha kaya apa
kata pujangga bagai bunga dalam
uripira,
air kematian, .
puspa ranu patine nama
kanda duda hidupi'nu,
bujangga,
ibarat teratai tanpa telaga (air).
kakang dhudha urip para,
lir tunjung tanpa telaga.

3. Kanda duda di mana Tuhanmu,


3. Kakang dhudha neng ngendi
suara perkutut dirasakan bagai
Pangeranira,
candu,
perkutut gung kang peksi
ketahuilah,
cinandu rasa,
ini adalah sabda Tuhan.
lah iku kaweruhana,
kang angucap iya lawan
dhewekira. 4. Kanda duda siapa yang mencipta
kau,
4. Kakang dhudha sapa gawe burung garuda kepunyaan prabu
awakira, Jaka,
peksi garuda Prabu Jaka, lebih baik cepat berterus terang,
kang ayu gya sutya blaka, siapa pencipta dirimu.
dadine ian dhewekira.

5. Kakang dhudha sapa molahaken 5. Kanda duda siapa yang meng-


para, gerakanmu,
minangkara tanupraja, sebagai prajurit istana yang baik,
ngapus kita osik para, dan penggerak kata hatimu,
wasesa tanpa kerana. yang menguasai tanpa sebab.

6. Kakang dhudha ing ngendi 6. Kanda duda dari mana asal usulmu,
pinangkanira, membuat perkara saja kamu,
gawe prakara jenengira,­ pohon sawo jatuh buahnya,
sawo semplok wohe ika, yang seharusnya tidak terjadi men­
sing ora mulanira dadi ana. jadi terjadi.

Kaca 173.

7. Kakang dhudha yen mati 7. Kanda duda jika meninggal di


ngendi nggonira, mana tempatmu,
candu resmi kang putra katiyub daun candu tertiup angin ke Barat,
barat, badanrnu bagai disandari,
lir kuleyang raganira, di sembarang tempat akan jatuh.
sak enggon-enggon tiba.
134

8. Kakang dhudha jroning pati 8. Kanda duda dalam kematian apa


nemu apa, yang akan kau peroleh,
tapas aren kang lata mindha kulit pembalut pokok tangkai
bun tala, daun enau serta tetumbuhan
iya iku oleh para, menjalar di tanah,
oleha kaya duk kuna. itu perolehanmu,
seperti yang dahulu.
9. Kakang dhudha kepriye
sahadatira, 9. Kanda duda bagaimana sahadatmu,
gula drawa prabu yeksa, gula lengas prabu yeksa,
Purbaya lumpuh tuli bisu wuta, purbaya lumpuh bisu tuli buta,
bisa tan pegat angucap. selalu bisa berucap.

I 0. Kakang dhudha neng ngendi 10. Kanda duda di mana Tuhanmu,


Pangeranira, ada padamu,
ananing Hyang ngalindhung ana tetapi tidak menjadi dua keadaan­
ing para, nya,
tan roro anane ika, menyatu dalam tindak-tanduk.
atunggal ing tata krama. .

11. Dewakara sangat mengherankan


I I. Dewakara angungun anempuh dalam memegang tampuk ke­
praja. rajaan,
1a1i jiwa kesaput dening asmara. jiwanya goncang diliputi asmara,
asmarane iku iya. memang asmara itu.
pan tansah agawe wigena. akan selalu membuat rintangan.

1 �. Pujian kau pakai sebagai jalan


Kaca 174.
kepura-puraan,
I�. Pujinira kalurung tam bull
jangan tunduk menyembah bila
parannya,
tanpa aturan.
aja tungku1 sembah tanpa
air akan menjadi takaran di alam
krama,
kematian,
toya reka kacunthang ing
meraba-raba tidak mengetahui
marta1aya.
yang disem bah.
anggurayang tan weruha kang:
sinembah. 13. Kanda duda bagaimana cara sem­
bahyangmu,
13. Kakang kaya apa sem bah para.
ketahui1ah benar-benar akan sem­
den nyata weruh ing sem bah.
bahyang,
tinga1e rukani ika.
pusatkan perhatian,
yaiku tegese sembah.
itulah cara sembahyang.
135

14.. Kakang dhudha kaya paran 14. Kanda duda ke mana tujuan puji­

pujinira, anmu,

pujinira tinga1e ruhani ika, pujianmu yang ke1ihatan rohani

tan tebih Ian raganira, itu,

yen a doh a tansah panem bahira. tidak jauh dari badanmu,


jauhpun selalu sembahyanglah.
15. Kakang dhudha kaya paran
15. Kanda duda ke mana tujuan
pujinira,
pujianmu,
pujining wong tansah anut ing
pujian dari orang yang selalu
sakarsa,
menuruti kehendak,
nanging ingsun nora muji nora
ka1au saya �idak akan memuji dan
nembah,
menyembah,
nora liyan kang pinuji kang
bila tidak jelas yang dipuji dan
sin embah.
disembah.

Sin om Sinom

1. Kanda dhudha ngraosi marga. l. Kanda duda dalam menjalankan


nora arsa madha margi, ikhtiar.
den awas marang sarnpuma. jangan berbuat kejelekan.
liya.n margaina singgih, waspada1ah akan kesempurnaan,
lah iku dipun patitis, karena tiada lain akan menjadi
paribasan jebug: a\vtt k. rahim (jalan) yang baik.
kang gebang paniwer wana. itu perhatikan,
sumapala awak mami, ibarat pinang tua busuk,
yen kebabar aneng sajroning pohonnya tanpa guna di hutan,
papreman. dirikupun akan tiada berguna.
walau dilahirkan di tempat tidur.
Kaca 175.
2. Belut merayap di hutan,
Welut arambat ing wana. orang menjual tangan,
wong adol tangan puniki. pastilah kau akan dilahirkan kern­
pesthi sira binabaran. bali,
yen lamun den kawulani. bila hal itu diikuti,
kayu panggugah mantri. kayu sebagai penggugah mantri.
kelor wana awakingsun. dan bagai pohon kelor eli hutan
yen dereng weruh punika. ibarat diriku.
kerungua nora uning, jika belum jelas,
kapuk citra selaka bang warna walau mendengar-pun tiada
tiga.
mengerti.
sehingga kapas dianggap perak
yang memiliki tiga warna.
136

3. Kang kuwasa dhewekira, 3. Dirinya yang memiliki kuasa,


sinepuhan awak mami, saya anggap tua,
kelangkung ngukih mbok randha, sehingga mampu menaklukan
wuwuse amelas asih, mbok randa,
kakang dhudha kadi pundi, kata-katanya menjadi memilukan,
parlena mangke wak ingsun, kanda duda bagaimanakah,
apasang ganda prana diriku nanti akan mati,
janur enom kentheng sabin, terpasung aroma kehidupan,
yen kebabar wecane tanpa gawea. bagai janur muda penguat sawah,
pasti tidak kuat akhimya terurai
Kaca 176. tidak berguna.
4. Ni mbok randha anggraita, 4. mBok randa merenung dalam hati,
maring sasmita linuwih, akan tanda-tanda keluhuran,
puspa lulut gunung malang, bagai bunga tumbuh s ubur bertebaran
welara pegat kang asih, di g un ung,
telas anakan mami, luasnya dibatasi rasa kasih,
tan percaya sira iku, habislah keturunanku,
suwitaa den asabar, bila dirimu tidak percaya,
ni mbok randha ujameki, bergurulah dengan sabar,
pundhak mekar patine Rejunasasra. demikian petunjuk mbok randa,
bunga pudak yang mekar· sebagai
5. Yen kebabar marang sira,
kelengkapan kem�tian
ni mbok randha angemasi,
Rejunasasra.
sampuma lungid ing cipta,
toya reka awak mami, 5. Dijelaskan kepadamu,
mbok randa akhirnya akan mati,
metu telagane wening,
sempuma dalam pikiran,
den waspada sira dulu,
iya iku lampahira, air yang berasal darimu,

upamane banyu mili, ke luar menjadi telaga yang tenang,

sajenenge wong urip mangsa waspadalah dari awal,


itulah kehidupanmu,
kendela.
ibarat air mengalir,
6. Kakang dhudha kaya apa,
orang hidup mana mungkin diam.
salatira kang sejati,
6. Kanda duda bagaimanakah,
lir tetoya sangkirig ngarga,
sholatmu yang benar,
rahina wengi .Pan mili,
bagai air ke luar dari bad an,
tanpa wangenan iki,
siang malam selalu mengalir,
tanpa wulu tanpa wetu,
tiada batas,
nora ana wayahira,
tanpa bulu tanpa batas,
wong awas ing sembah puji,
tiada mengenal waktu,
meneng muni mangan turu dadi
orang yang selalu ingat akan sholat,
sholat.
walau diam, bicara, makan dan
tidur pun tidak lupa akan sholat.
137

Kaca 177. 7. Segala tindakan untuk sholat,


gurauannya sholat daim,
7. Sapolahe dadi sembah,
dalam tidur pan berbakti,
guyonira salat daim,
sholat daim tepatm'a,
jroning turu bekti nira,
dalam takbir ada dua ujud,
salat daim pemahneki,
boleh berbeda
jroning takbir wujud kalih,
dalam bersembahyang,
beda kena mangke iku,
demikian pula dalam sholat daim,
jroning sembahyang salat,
sang duda itulah Islam yang
tan beda Ian salat daim,
sempuma.
iya ik.-u kang dhudha Islam
sampuma.

8. Apabila sudah bersatu dalam


imammu,
8. Yen wus tunggal imanira, tidak menjadi kafir,
dadi manjing kupur kapir, sempuma dalam Allah,
wus sampuma marang Allah, kemudian mbok randa berkata
mbok randha amuwus aris, sop an,
kelampis rine abrit, tertutup duri lunak,
sima ilang a wakingsun, simalah diriku,
kapuk citra dhuh si kakang, kanda duda bagai kapas saja,
sarirane tanpa kardi, badan tidak dapat kerja (tanpa
karanane anem bah sadaning tenaga).
purba. karenanya sembahyang harus di­
dahulukan.

9. Gumelar ngebaki jagat, 9. Terhampar memenuhi dunia,


iya purbane Hyang WiddhL ciptaan dari Tuhan,
akeh kadi sekar soka, banyak bagai bunga soka,
sanakira mendha warni, rupa clan bentuk seluruhnya
kakang dhudha kadi pundi, hampir sama,
ameneng tan kena muwus, kanda duda mengapa,
wadung pari dhuh si kakang, diam tiada berkata,
satriya asaba puri, kanda yang baik,
kaningaya wong anembah satria yang berada di istana,
maring Alla h . ajarilah, bagaimana orang me-

nyembah kepada Tuhan.


138

Kaca 178 10. Kanda duda di manakah,

10. Kakang dhudha kaya paran, Allah yang sejati,

Pangeranira sejati; kangkung ditanam manusia,

kang kangkung tinandur jalma, demikian uraianku,

perte1ane awak mami, laba-laba berkeliaran di hutan;

kemangga sabeng wanadri, berdampingan denganmu tiada

sumandhing sira tan weruh, kau ketahui,

jenu tawa dhuh si kakang, duh kanda bagai air tuba,

aja tungkul bisa ngaji, jangan puas hanya bisa mengaji,

den waspada ingkang murba waspada1ah terhadap yang me-

awakira. merintahmu.

1 1. Walang gepuk ijo larnya, 1 1. Be1alang gepuk bersayap hijau,


ketambuhan sira muji, dirimu lupa memuji,
pujine kang duwe sembah, memuji kepada yang patut di­
pan sembah sembahe puji, sembah,
anging sira tan udani, bukankah sembahyang itu sem bah
pernahe neng sariramu, pujian,
milane dipun waspada, tetapi dirimu tidak menjalankan,
rajungan tinam bimg ragi, yang seharusnya ada padamu,
angepithing wong awas marang oleh sebab itu waspadalah,
Pangeran. kepiting dililit tali,
karena mengapit orang yang was­
pacta terhadap Tuhan.

12. Bebek alit saba toya, 12. Itik kecil berenang di air,
wira wiri angulati, terlihat ke· sana ke mari,
tan weruh kang aneng para. tidak mengetahui,
sejatine kang ngulati, ada yang memperhatikan,
kara ageng amendemi, biji kara besar membuat mabuk,
aja sira lengak lenguk, jangan dirimu kebingungan,
kedanan dhateng pawarta, •
tergila-gila akan berita,
widheng galeng sun westani, ketam ranjung di pematang
kapiluyu wong anem bah sawah,
marang Allah. sangat ingin ikut orang mee­
nyembah kepada Allah.
139

Kaca 179 13. Kanda duda,


bila menyembah dengan benar,
13. Candu resmi kakang dhudha,
pohon bakung diam,
1amun nembah den patitis,
bakung merah berbuah peti
bakung tekung dhuh si kakang,
panjang,
bakung bang awoh kendhagi,
jangan liar dirimu,
aja ganas sireki,
bila menyembah kepada Tuhan,
yen nembah marang Hyang
kayu dibuat mah1uk,
Agung,
sang ketam berkeliaran di pantai,
kang kayu rineka ja1ma,
demikian1ah ibaratnya,
kang yuyu saba pasisir,
bagaikan ketam, orang mencari
kawidhengan wong nggo1eki ing
Allah.
Pangeran.

14. Kanda duda jangan menangis,


tidak ada orang mati itu,

14. Aja nangis kakang dhudha, suksmanya hanya berganti raga,

pan nora ana wong mati, kebanyakan orang memang

kang s ukma asalin raga, mengira mati,


saweneh ngarani mati, tidak mengetahui bahwa tetap
nora weruh 1amun urip, hidup,
asalin negara agung, hanya berganti tempat di negara
sastra cobaning sukma, yang agung, sastra cobaan
kang raga akari siti, suksma,
candu resmi kang patra katiyub sang Raga tingga1 menjadi satu
barat. dengan tanah,
daun candu tertiup angin ke
barat.

15. Lir ku1eyang raganingwang, 15. Raga bagai me1ayang, seruling diri
suling dekeng sun wastani, dikira,
adas pilasari jingga, adas pulasari yarig berwarna
wus wayahe jasad kari, jingga,
sembilang kang taji kalih, sudah saatnya jasat ditingga1kan,
1e1ewane dipun weruh, ikan sem bilang yang memiliki dua
tangkil karang kakang dhudha, buah taji,
tan wande atinjo benjing, di karang bergaya,
kunir pita ketemu aneng di hadapan kanda duda,
ngayunan. tidak urung besuk bertemu,
dengan kunir kuning di ayunan/
penantian.
140

Kaca 180. 16. Padi dua puluh lima gedheng

16. Kang pari slawe gedhengnya, (ikat),

selamat padha ngawruhi, selamatlah dalam mempelajari

kang peksi kinarya duta, ilmu, burung dipakai sebagai

temahane badan mami, duta,


akhirnya badanku,
sun karya pikat iki,
kubuat untuk memikat,
walulang rineka ratu,
nora weruh yen wayangan, kulit dibuat bagai ratu,

kadi umbak lawan w:arih, tidak menyadari bila hanya

jro segara kumpule jasad bayangan,

sedaya. bagai om bak dengan air,


di laut berkumpulnya, itulah
gambaran jasat akhirnya akan
berkumpul semua.

1 7. Pondhoh cengkir kakang dhudha, 17. Kanda duda buah kelapa yang
kang citra jroning nagari, masih muda,
polah para kari dunya, adalah gambaran suatu negara,
yen wus awor lali dhiri, tingkah lakumu di dunia,
citra wangkil sun wastani, apabila sudah bercampur lupa diri,
lebur papan tulis iku, bentuk wangkil (alat cedok untuk
awor tan kena pisah, menyiangi padi) saya kira juga,
akherat dadi siji, akan menjadi satu dengan papan
sampun sirna ora ana paran­ tulis,
paran. bercampur tidak dapat dipisah,
bersatu di akherat,
semua lenyap tidak ada apa-apa
lagi/kosong.
kaca 181.

18. Lamun sira pejah benjang, 18. Apabila besuk dirimu meninggal,
sayektine nora !Jlati, sebenarnya tidak mati,
kang karihin tinitipan, dulu hanyalah titipan,
dhumateng Hyang Maha Suci, dari Tuhan,
lah iku den udani, itu ketahuilah,
wajib ngulihaken iku, jadi wajib untuk dikembalikan,
ujar tigang perkara, apa yang dimaksud tiga perkara,
mati ilang lawan mulih, yaitu mati hilang kern bali,
nora nukma Ian nora mangeran tidak menjelma dan tidak kembali
liyan. pada Tuhan yang lain.
141

DhandhangguJa DhandhangguJa

1. Upamane raganira iki, 1. Raga ini seumpama,


kadi way·ang Ian dhalang wayang dengan dhalang,
punika, apapun kemauan dhalang,
apa karsane dhalange, wayang sekedar menjalankan,
wayang derma lumaku, tidak memiliki olah pribadi,
ora duwe polah pribadi, sekehendak dari dhalang,
ya karsane ki dhalang, saya hanya menuru t,
pan ingsun tut pungkur, segala tingkah lakuku,
sasolahingsun sedaya, adalah benar-benar kehendak ki
iya iku karsane ki dhalang dhalang,
singgih, diri ini bagai tidak memiliki
ingsun nora duwe karsa. kemauan.

2. Upamane raganingsun iki, 2. Ragaku ini seumpama,


pan kinarya nyatane ki dhalang, nyata-nyata dikuasai ki dalang,
wujud ingsun iki kabeh, semua ujudku,
iya dat sipatiku, adalah sifat zat,
miwah mangke apngale malih, yang nanti disebut apngale,
pan kinarya larapan-, dibuat tanpa diberitahu,
dhateng dhalang wau, oleh dhalang tadi,
anging nyata nora nyata, namun nyata tidak nyata,
sukma agung yen tan ana ringgit bila tidak ada sukma agung dan
mami, pertunjukan wayangku,
ki dhalag mangsa nyataa. mana mungkin ada ki dhalang.

kaca 182.

3. Wujudira dhalang lawan ringgit, 3. Dhalang dan wayang itu,


tan perbeda kahananing tunggal, tidak berbeda keadaannya tunggal,
tunggalena ing karone, ke duanya menyatu,
aja atunggal pandulu, jangan memandang dengan satu
lamun tunggal pinesthi sisip, penglihatan,
lamun pisaha sasar, pasti akan keliru,
tekadira kadi tekade wong kapir, bagaimanapun sangat keliru,
anembah tawang tuwang. tekadmu seperti tekad orang kafir,
menyembah langit yang kosong.
142

4. Lamun sira anonton kang 4. Apabila kamu menonton


ringgit, pergelaran wayang,
den waspada kang aran ki waspadailah dhalangnya,
dhalang, wayangnya,
keiawan wayange mangko, serta kelir/tirainya,
miwah kelire iku, juga panggung,
ian panggunge puniku singgih, dan kotaknya sekalian,
miwah kothake pisan, tukang pemukul gamelan,
panjake den weruh, dan gamelannya perhatikan juga,
gameiane den uninga, kemudian lampu wayangnya
ian bienconge iya iku den (blencong),
patitis, jadi semua perhatikan.
arane kawruhana.
5. Yang dimaksud dhalang sejati,
kaca 183. sudah menjelma dalam wayang,
5. Tegesira dhalang kang sejati, wayang menjelma dalam gamelan,
wus anukma ing wayang punika, itu ketahuilah,
wayang nukma gameiane, perhatikanlah bila menonton
yaiku dipun weruh, pergelaran wayang,
aja sira kerut ing ringgit, jangan hanya mengikuti gamelan,
aja anut ing gamelan, dalam menonton,
denira anduiu, waspadalah penglihatanmu.
den waspada tingalira, tidak urung kau akan ikut,
nora wande sira milu-milu kaki, demikianlah orang menonton
iku wong nonton wayang. wayang itu.

6. L amun sira tan awas ing ringgit, 6. Apabila dirimu tidak waspada
pondhoh cengkir kaki raganira, dalam menonton wayang,
selaka bang ing semune, ragamu seperti buah kelapa muda,
sapolahe puniku, dan perak yang berwarna menth,
raganira kuwasaneki, segala tingkah laku,
iku sangking ki dhalang, ragamu dikuasai,
dhalange puniku, ki dhalang,
polahe nora perbeda, demikian juga dhalangnya,
iya dhalang iya wayang kang tindakannya tidak berbeda,
sejati, sebenarnya baik dhalang maupun
tan ana rasa rumangsa. wayang,
tidak ada rasa sating menguasai.
143

7. Dhalang wayang jatine puniki, 7. Dhalang dan wayang


wujud tunggal tan kena pisaha, sesungguhnya,
tan kena awor anane, adalah wujud tunggal yang tidak
lamun pisaha suwung, dapat dipisahk,an,
lamun tunggal dadine sirik, tetapi keadaannya tidak bersatu,
wujude dhalang ika, namun demikian apabila berpisah
sangking wayang iku, menjadi kosong,
wujude wayang punika, menyatu menjadi tidak adil,
sang}<ing dhalang d adine ganti wujud dhalang itu,
gumanti, dari wayang,
mokal lamun barenga. wujud wayang,
dari dhalang demikian silih
berganti,
mustahil bila bisa bersamaan.
kaca 184.
8. Nora kari lawan nora dhingin, 8. Tidak tertinggal tidak didahului,
nora awor dhalang law an dhalang dan wayang tidak
wayang. bercampur,
nora asama wujude, tidak sama wujudnya,
nora jaba jero iku, baik luar dalam,
nora ngandhap lan nora nginggil, atas bawah,
dhalang ian wayang ika, demikianlah keadaan dhalang dan
den weruh setuhu, wayang,
aja tungkui bebanyolane, mengertilah dengan
den waspada banyoie kang sungguh-sungguh,
punang ringgit, jangan lengah akan lawakan,
ingkang aran wujud tunggal. tetapi waspadailah lawakan dalam
pergelaran wayang tersebut,
itulah yang disebut wujud tunggal.

9. Dhalang iku pan tetiga singgih, 9. D halang itu sesungguhnya ada tiga,
wujud kak iawan wujud mutiak, wujud hakiki dan mutlak,
ian wujud bathil arane, serta wujud bathil,
ya wayange puniki, demikian juga wayang,
nora beda puniku singgih, sebenarnya tidak ada bedanya,
iku dipun waspada, perhatikanlah,
ya dhalang kak iku, dhalang hakiki,
kelawan kang dhalang mutlak, dhalang mutlak,
dhalang bathii arane wayang serta dhalang bathil juga
puniki, dinamakan wayang,
iku dipun waspada. perhatikanlah dengan baik.
144

10. Lan ki dhalang jatine puniki, 10. Dhalang itu sebenamya,


anembahna ing wayang punika, tempat wayang menyembah,
anembah karsane dhewe, menyembah dengan kemauan.
iya wayang puniku, sendiri,
panembahe kadi punapi, bagaimana cara wayang,
sembahe sapa ika, menyembah,
lamun wayangipun, dan ditujukan kepada siapa,
ingkang anembah punika, hila wayang,
dadya sasar paningale dadi dalam menyembah keliru,
kalih, perhatiannya mendua,
iku wong nonton wayang. itu namanya penonton wayang,
bukan wayangnya.
kaca 185. 1 1. Bila dipastikan bila manusia,
I I. Pesthinira kawula puniki, tidak menyembah kepada Tuhan,
nora nembah iya m ring bagaimana jadinya,
Pangeran memang manusia.itu,
yen nora nembah kepriye, harus menyembah kepada Tuhan,
lamun kawula iku, bagaimana,
anembaha marang Hyang kalau tidak menyembah,
Widdhi, oleh karena itu waspada1ah,
lah iya kaya �pa, bila tidak menyembah namanya
yen tan nembah iku, munafik (merasa suci) di
muiane dipun waspada, hadapan Tuhan,
yen tan nembah munapik jadi tiada berguna jika dalam
marang Hyang Widdhi, menyembah tanpa kesungguhan.
pasek lamun nembaha.
12. apabila ada manusia seperti itu,
12. Lamun ana kawula puniki, hanya
yen ngakua anembah ing Allah, mengaku inenyembah kepada
pesthine bilahi gedhe, Tuhan,
tekadira wong kupur, pastilah celaka besar,
satemene jenenge reki, itu dinamakan
yen mati durung Islam, tekad orang kafir,
tekade wong iku, apabila meninggal belum bisa
panembahe siya-siya, disebut Islam.
durung Islam kang aran tekad orang seperti itu,
panembah singgih, sembahyangnya sia-sia,
iku kang wong bisa nembah. belumlah disebut Islam,
yang disebut sungguh-sungguh
dalam sembahyang itu,
tidak sekedar bisa sembahyang.
145

Kinanthi Kinanthi

1. Siyang dalu wus kadulu, l. Siang ma1am sudah terlihat,


suprandene tan udani, tetapi tetap tidak mengetahui,
pilih jalma kang wuninga, memilih man usia, yang
kalinganneki, mengetahui,
miyarsa kalingan kama, se1a1u terha1ang,
angucap kalingan 1athi. pendengaran terhalang te1inga,
ucapan terha1ang lidah.
kaca 186. ·
2. Tujuh bumi sudah 1epas,
2. Sapta buwana wus putus, sampai bumi dan 1angit,
sacukupe bumi langit, hamparannya beraneka wama,
gelare amanca wama, banyak orang yang kembali,
akeh wong kang sami bali, banyak orang yang tidak bersuara,
akeh wong kandheg suwara, mendengar puji dan dhikir,
miyarsa puji lan dhikir. 3. Termangu-mangu,
3. Mangu-mangu kapirangu, mendengar bunyi gending,
begitu1ah ki dhalang memulai,
miyarsa unining gendhing,
cekatan memasang kelir/tirai,
mengkana ki dhalang purba,
tindakan dhalang sebagai
trangginas amasang kelir,
penghubung,
lakune dhalang jaruman,
itulah arti dha1ang yang sejati.
tegese dhalang sejati.
4. Ki dha1ang sudah menggelarkan
4. Ki dhalang sampun amanggung, wayang,
kang anonton sampun mulih,
tetapi penontonnya pulang,
karipan: anonton wayang, takut kesiangan karena menonton
kawitan durung mucuki,
wayang,
wayange purba wasesa,
padahal inti ceritanya belum dimulai,
begjane kang weruh gaib. wayangnya memiliki kuasa,
beruntunglah orang yang
mengetahui kegaiban.
5. Dhalang wayang kelir suluk, 5. Dari dhalang, wayang, kelir serta
akeh wong ngaji warti, suluknya,
kukude tigang perkara, banyak dipakai orang sebagai jalan
J umenengira kekalih, mendekatkan diri kepada
lah mara den kumpulena, Tuhan,
kumpule dadi siji. sete1ah selesai ada tiga masalah,
kedudukannya dua,
segera kumpulkanlah,
kumpu1kan menjadi satu.
146

6. Wayahe wus bangun esuk, 6. Sudah waktunya bangun pagi,


sedhenge angracut kelir, saat menggulung kelir,
menawa selak rahina, keburu siang,
mbok katon kang aneng puri, · takut terlihat oleh yang berada
dhalang wayang darma apa, di istana,
yen weruh sireping kelir. apa yang dijalankan dhalang
wayang,
apabila terlihat saat menutup kelir.

7. Poma ingkang maca iku, 7. Mudah-mudahan pembaca,


dan awas kang aran kelir, mengetahui apa yang dirnaksud
miwah ingkang aran dhalang, dengan kelir,
Ian wayange dipun uning, juga yang dinamakan dhalang,
miwah ingkang aran kothak, dan wayangnya,
puniku dipun pati tis. serta yang dinamakan kothak,
itulah yang harus diperhatikan.

8. Miwah panjake den weruh, 8. Juga orang yang memukul


gamelane dipun uning, gamelan,
panggunge dipun waspada, demikian pula gamelannya,
balenconge den patitis, panggungnya,
wawekase kang wus wikan, belencongnya (lampu wayang),
yen tan weruh dadi kapir. akhimya semua harus dapat
diketahui,
apabila tidak mengetahui maka
manjadi kafir.
BAB IV

ANALISIS DAN KESIMPULAN

Ada dua hal yang akan disajikan dalam bab yang terakhir ini, yakni: pertama,
kajian (analisis) isi tembang yang terdapat dalam naskah yang dikaji dan nilai-nilai
yang tersimpan di dalamnya: dan kedua, kesimpulan itu ·sendiri yang mengete­
ngahkan temuan-temuan analisis, yang kemudian dikaitkan dengan pembangunan.
Oalam hal ini adalah apakah nilai-nilai yang tersimpan dalam naskah tersebut
masih relevan atau justru menghambat pembangunan yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

4 .1 Analisis

Branta Kingkin: Asmaradana

Tembang yang terdiri atas 62 bait ini berisi kesempurnaan hidup berumah
tangga yang hendaknya jangan hanya memikirkan masalah keduniawian saja,
tetapi juga kehidupan sesudah mati (akherat). Dewi Sujinah sebagai figur seorang
isteri (Jawa) yang setia menempatkan suami sebagai panutan dan sekaligus guru
yang akan membawanya ke kehidupan yang sempurna. Untuk mencapai kehidup­
an yang demikian, sehingga di kemudian hari (manakala sudah mati) menempati
surga, seseorang mula-mula hams dapat menyatukan antara budi dan tindakan
yang disebut sebagai sholat awal, artinya antara sikap dan atau percakapan dengan
tingkah lakunya sejalan. Kemudian, wajib melakukan sembahyang lima waktu,
yakni: ashar yang terdiri atas empat rakaat, magrib yang terdiri atas tiga rakaat,
isya yang terdiri atas empat rakaat, subuh yang terdiri atas dua rakaat, dan dhuhur
yang terdiri atas empat rakaat.

147
148

Nilai yang terkandung dalarn tembang ini adalah kesetiaan dan keseimbangan
dalarn arti luas. Artinya, dalarn menjalani kehidupan di dunia yang dapat diibarat­
kan sebagai mampir ngombe hendaknya jangan hanya memikirkan masalah ke­
duniawian atau kehidupan di alarn akherat saja, tetapi keduanya harus dipikirkan
secara seimbang. Dengan demikian, kebahagiaan dapat diperoleh di dunia dan
akherat.

Dhandhanggula

Tembang yang terdiri atas 16 bait ini berisi ajaran yang berasal dari Tuhan
mengenai diri-Nya yang tidak kelihatan (gaib), keberadaannya tidak ada yang
mengawali dan mengakhiri, maha suci, agung, tahu, kuasa, pencipta dan di atas
segala-galanya, dan tidak ada duanya (Esa) seperti yang tercermin dalarn kalimat
sahadat, yang mengetengahkan pengetahuan (kesaksian) mengenai tidak adanya
Tuhan selain Allah, dan Muhamad sebagai panutan yang dikasihi-Nya (Rosulul­
lah). Ajaran-ajaran ini wajib disebarluaskan dan ka fir bagi mereka yang tidak mau
mempelajarinya.

Ajaran yang terdapat pada tembang D handhanggula yang terdiri atas 16 bait
mengandung nilai ketuhanan, yaitu pengakuan akan adanya suatu dzat yang maha
dalam segalanya yang disebut sebagai Allah.

Asmaradana: Branta Kingkin

Tembang yang terdiri atas 17 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dan sebaliknya dalarn usaha men­
capai ilmu kesunyataan atau ilmu hakiki, yaitu suatu saat di mana seseorang me­
ngerti dan sadar sepenuhnya akan kenyataan Tuhan yang diparadokskan sebagai
"bulan pumarna" yang sinarnya menjadi garnbaran iman .atau keyakinan seseorang
(lihat Soeryohoedoyo, 1980: 66). Untuk mencapai keadaan yang demikian dalam
tembang ini diibaratkan sebagai pembuatan kain tenun, di mana perilaku sese­
orang diharapkan sesuai dengan simbol-simbol yang terdapat dalam peralatan
tenun itu sendiri; antara lain gulungan kapas yang dijadikan sebagai tempat untuk
memin tal bermakna pengumpul rasa; gelondongan benang bermakna satu tekad;
sumbi (alat tenun) bermakna sebagai sarana kehidupan yang mencerminkan iman;
dan lorogan (pintu rak) bermakna mematikan raga.

Sebagaimana halnya mewujudkan tenunan yang berkualitas tinggi yang tidak


lepas dari tantangan dan godaan; mewujudkan ilmu kesunyataan a tau ilmu hakiki
- yang bagaikan cahaya gemilang menyinari hidup manusia (bagi yang telah men­
capainya), sehingga segala persoalan hidup dan keilmuan menjadi terang bende­
rang -juga demikian. Ia memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang,
kehati-hatian, ketelitian, kesungguhan, kebulatan tekad, kesabaran dan tawakal,
149

dan pemusatan perhatian pada tujuan. Dengan cara seperti itu niscaya apa yang
dicita-citakan menjadi kenyataan. Kekeliruan jika tidak segera tidak diperbaiki
akan membuyarkan harapan (dalam tembang ini dikatakan sebagai mustahil men­
dapatkan tenunan).

Ajaran yang terdapat da1am tembang Asmaradana: Branta Kingkin yang ter­
diri atas 17 bait ini mengandung nilai keija keras, ketelitian dan kecermatan yang
merupakan beka1 utama di da1am menggapai cita-cita tanpa me1upakan faktor
pasrah terhadap Tuhan mengingat bahwa Dia a da1ah penggaris kehidupan manusia.

Sinom

Tembang yang terdiri atas 21 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai
apa yang harus dilakukan o1eh seseorang berkenaan dengan kehidupan di hari
kemudian. Nasib seseorang di kemudian hari dikatakan bergantung perbuatan­
perbuatan yang dilakukan sekarang (pada waktu ia menja1ani kehidupan di du­
nia). Perbuatan yang kurang sempuma (salah jalan di dunia) pada gilirannya akan
menyebabkan yang bersangkutan (yang me1akukannya) kurang menga1ami keber­
untungan dalam menempuh kehidupan di alam akherat. Perbuatan yang sempurna
adalah perbuatan yang dilakukan dengan persetujuan penuh antara perasaan dan
pikiran, dan yang telah diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tentunya disertai
kesadaran akan kekuasaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan yang demikian tidak akan
meningga1kan bekas da1am ing::ttan, sehingga tidak mengganggu pikiran. Perilaku
seseorang yang pada gi1irannya menentukan nasib orang yang bersangkutan itu
dalam tembang ini digambarkan sebagaimana halnya orang membatik, di mana
untuk mewujudkan kain batik yang baik dan indah bergantung bagaimana orang
tersebut mengeijakannya dan bahan yang disediakannya. Kesabaran, kehati-hati­
an, persiapan dan perencanaan yang matang, pemusatan perhatian dengan menge­
nyahkan pertentangan baik Iahir maupun batin, dan menyadari sepenuhnya bah­
wa segala sesuatu Tuhan yang menentukan (manusia berusaha dan Tuhan yang
menentukan).

Namun demikian, perlu dicatat bahwa bahan yang baik tidak senantiasa meng­
hasilkan kain batik yang baik. Kesombongan pada gilirannya akan memudarkan
keindahan kain batik yang dihasilkannya. Bahkan, dapat mencelakakan atau me­
rugikan dirinya baik di dunia maupun akherat. Hal itu disebabkan orang yang
sombong akan hal atau kepandaiannya (senantiasa memperlihatkan bahwa ia lebih
pandai atau cerdik ketimbang orang lain) akhimya ia akan dijauhi oleh teman­
temannya; apalagi jika kepandaiannya digunakan untuk memandai (menipu)
orang lain. Di samping itu, sifat ini tidak disukai Tuhan. Demikian juga ketaka­
buran karena orang yang takabur berarti mendahului kehendak Tuhan.

Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 21 bait ini ter­
simpan nilai-nilai ke!ja keras, kecermatan dan kepasrahan terhadap Tuhan me-
150

ngenai apa yang telah dikeijakan dengan sebaik-baiknya. Nilai-nilai ini sangat pen­
ting untuk menghindari kesombongan dan ketakaburan yang pada gilirannya men­
celakakan/merugikan diri sendiri baik dalam menjalani kehidupan di dunia mau­
pun akherat.

Dunna

Tembang yang terdiri atas 17 bait ini berisi ajaran mengenai jalan yang harus
dilakukan oleh seseorang dalam mencapai kehidupan yang sempurna, sehingga
jika orang tersebut m ati akan berada pada suatu tern pat yang keadaannya digam­
barkan sebag ai serba enak dan tenang (surga). Namun, jalan untuk menuju ke sana
digambarkan sebagai tidak mudah, tetapi penuh tantangan dan cobaan. Orang
harus sabar dan tawakal, tidak mengenal putus asa, dapat menahan nafsu duniawi,
dan selalu ingin mengetahui rahasia kehidupan, serta menjalankan ajaran-ajaran
guru yang utama, sehingga akan menjadi manusia yang utama yang merupakan
jalan untuk menuju surga. Proses ajaran seperti tersebut di atas tidak jauh bedanya
dengan ajaran yang terdapat dalam naskah-naskah agama Hindu; seperti Bima per­
gi ke surga.

Setiap orang diwajibkan untuk mengetahui ajaran guru utama. Jika belum
mengerti belajarlah pada guru yang pandai. Dan, jika sudah mendapatkan pegang­
lah erat-erat, jangan tergoda oleh yang lain, dan turutilah ajaran itu karena meru­
pakan jalan untuk menuju keberuntungan. Jangan sampai salah jalan (sesat) dan
jangan sampai tidak mengetahui karena orang yang demikian termasuk sebagai
kafir dan jika mati berarti mati kafir. Orang-orang yang mati seperti ini akan me­
nempati "dunia" dan "alam akhir" yang keadaannya digambarkan sebagai keba­
likan dari surga (dunia neraka).
Nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran-ajaran di a.tas adalah: kesabaran, kerja
keras, ketidakputusasaan, dan kedisiplinan. Nilai-nilai tersebut sangat penting da­
Iam mewujudkan sesuatu yang dicita-citakan.

Asmaradana
Tembang yang terdiri atas 29 bait ini berisi ajaran mengenai ketuhanan dan
konsekwensi pengakuan atas keberadaannya. D iceritakan dalam tembang ini
bahwa pacta suatu hari (Jumat) di bulan purnama, di suatu tempat yang disebut
sebagai Gunung Gajah para wali dan pemuka agama lainnya bertemu untuk
membicarakan masalah ketetapan hati yang meliputi keimanan, tokid (tauhid = ·

ketuhanan) beserta sifat-sifatnya, dan kemakrifatan seseorang. D ari diskusi ter­


sebut disepakati bahwa Tuhan itu ada, jika Tuhan tidak ada maka segala sesuatu
yang ada di dunia ini pun juga tidak ada. Tuhan itu tunggal, tidak ada yang me­
nyamai, apalagi melebihi. Manusia sebagai makluk yang diciptakan-Nya sebagai
konsekwensinya adalah pasrah, menyembah dan mengikuti apa yang diperintah
dan dilarangnya. Jangan seperti Syeh Siti Jenar yang menganggap dirinya sebagai
151

Tuhan. Perbuatan ini adalah musyrik y�g pada gilirannya (manakala mati) akan
m endapat hukuman yang seberat-beratnya.

Ajaran yang terdapat dalam tembang Asmaradana yang terdiri atas 29 bait
ini tersimpan nilai ketuhanan, yaitu adanya suatu dzat yang 1ebih tinggi dari ma­
nusia. Apa yang dimiliki oleh manusia tidak ada artinya ( terlalu kecil) dihadapan­
nya. Oleh karena itu, manusia harus senantiasa menyembah kepada-Nya.

Sin om

Tembang yang terdiri atas 13 bait ini berisi ajaran untuk dapat mencapai
hidup yang sempuma, yang dalam ajaran mistik Agama Islam disebut makrifat,
yaitu mengenal Tuhan Yang Maha Esa yang diibaratkan sebagai memiliki tahta
kencana (lihat Soeryohoedoyo, 1980: 22). Ajaran yang memerlukan kesungguh­
an hati ini sangat bermanfaat karena jika seseor ang telah mengerti dan melakukan­
nya, maka orang tersebut akan berlaku sabar, tawakal, terhindar dari perbuatan
yang menyesatkan, dan sebagainya seperti yang menjadi ciri khas orang bijaksana.
. Dalam tern bang ini ajaran tersebut diibaratkan sebagai jamu (galian) yang seperti
kita tahu pahit rasanya, tetapi sangat bermanfaat sebagai pengusir penyakit.

· Ajaran yang terdapat dalam tern bang ini menyimpan nilai kesungguhan atau
keseriusan di dalam mencapai suatu cita-cita, eli samping nilai ketertiban dan
pendekatan diri terhadap Tuhan.

Dhandhanggula

Tembang yang terdiri atas 32 bait ini berisi ajaran mengenai bagaimana mem­
pelajari aksara alip. Huruf Alip dalam tembang ini diibaratkan sebagai badan
roh ilahi. Ia menunggal dengan Tuhan baik dalam rasa maupun tindakan. Wujud­
nya benar-benar agung dan melukiskan keadaan yang tinggi, karena alip adalah
tanda dari Allah. Untuk mempelajari dan memahaminya diperlukan perasaa n
senang, hati yang tenang, dan tekun serta tingkah laku yang benar-benar menyatu
antara budi dan tindakan ( tidak munafik). Penjelmaan alip adalah munculnya
insan kamil (Nabi Muhamad) yang menjadi panutan manusia.

Ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai-nilai ketekunan


dalam memperoleh sesuatu dan kejujuran.

Asmaradana

Tembang ini jumlah bait seluruhnya tidak cliketahui karena naskah aslinya
hilang (halaman naskah nomor 73-96 hilang). Dengan demikian yang sempat ter­
catat hanya 16 bait. lsi dari 16 bait ini pacta dasamya ajaran mengenai sahadat
sejati. Dengan sahadat sejati, yang dimaksud sesungguhnya manusia. Namun,
tanpa mengetahui hakekat diri manusia sendiri tidak mungkin mengetahui sahadat
152

yang sempuma ini. Mengucapkan sahadat memang menjadi Islam, tetapi t anpa
diikuti oleh perbuatan sebagai konsekwensi ucapannya itu belum menjadi Islam
sejati. Untuk menjadi Islam yang sempuma memang sulit, tetapi itu harus dime­
ngerti jika tidak ingin menjadi seorang yang kafir.

Ajaran yang terdapat pada tembang Asmaradana yang beberapa baitnya hilang
ini mengandung nilai ketuhanan. Artinya, di atas manusia sebenamya masih ada
suatu dzat yang tinggi.

Sin om

Tembang ini berisi ajaran mengenai jalan untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan yang benar-benar berujud suci dan selalu memperhatikan umat-Nya melalui
tingkat yang di.sebut sebagai makrifat. Dalam usaha untuk mencapai cita-cita yang
setinggi-tinggi (kesempumaan hidup), yaitu mengenal rahasia hidup dan ketuhan­
an, manusia dimisalkan menempuh jalan ke sesuatu tempat yang tertentu, yang
dalam agama Islam dilambangkan dengan peijalanan pergi naik haji. Untuk sam­
pai di tempat itu dengan selamat diperlukan: (I) perbekalan yang cukup untuk
peijalanan itu. Ajaran tentang apa yang merupakan perbekalan-perbekalan guna
peijalanan tadi didapat dalam bagian-bagian syariat; (2) menjalankan latihan-la­
tihan peijalanan, di mana petunjuk untuk latihan-latihan itu dapat diperoleh da­
lam bagian tarikat; dan (3) pengetahuan yang mutlak mengenai perlunya perbe­
kalan-perbekalan, seluk beluk jalan yang akan ditempuh, dan sega la sesuatu
tempat tujuan tadi. Ajaran mengenai segala-galanya ini dapat diperoleh dalam
hakikat.

Dengan perlengkapan-perlengkapan yang serba cukup, sebagai yang dimaksud­


kan dalam point 1, 2, dan 3 di atas, maka manusia dapat menempuh jalan ke arah
tujuannya itu dengan selamat dan menyaksikan dengan mata sendiri kenyataan
dari tempat tujuannya itu (kenyataan Allah). Inilah yang dimaksudkan dengan
makrifat dalam ajaran mistik agama Islam.
Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 4 bait ini me­
ngandung nilai kesiapan, kecermatan, dan perencanaan yang matang di dalam
menuju sesuatu yang ingin dicapainya.

Dhandhanggula

Tembang yang terdiri atas 19 bait ini mengenai ajaran untuk mencapai hidup
yang sempuma. Untuk mencapai kehidupan yang demikian itu jangan puas ha­
nya sekedar bisa mengaji atau sembahyang. Ilmu yang diperoleh jangan digunakan
untuk hal-hal yang tidak baik karena akan menyesatkan. Jangan menganggap bah­
wa dirinya lebih dari yang lain. Harus diingat bahwa manusia adalah manusia dan
Tuhan adalah Tuhan. Artinya, manusia tidak akan menjadi Tuhan dan sebaliknya
153

Tuhan tidak akan menjadi manusia. Namun demikian, keduanya selalu berhu­
bungan dengan corak yang berbeda. Dalam hal ini manusia sebagai ciptaan-Nya,
maka manusia harus pasrah dan selalu menyembah-Nya.

Untuk mencapai hidup yang sempuma seseorang harus mempelajari dan me­
laksanakan ajaran-ajaran yang terdapat dalam sariat, hakikat, tarikat, dan hakikat
secara bersama-sama karena keempatnya sebenarnya merupakan kesatuan, sehing­
ga jika hanya salah satu saja yang dipelajari atau yang· dilaksanakan, maka ibadah­
nya akan batal. Dengan kata lain, belum mencapai hidup yang sempuma.

Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai-nilai:


saling menghormati sesama manusia dan penilaian secara keseluruhan. Artinya,
kalau mengeJjakan sesuatu jangan setengah-setengah.

Hal ini sejajar dengan makna dalam cerita orang buta yang ingin mengetahui
keadaan fisik seekor g ajah. Diceritakan dalam cerita itu ada 3 orang buta yang
sedang mengunjungi seekor gajah. Dari masing-masing orang buta itu mengata­
kan gajah seperti ular karena yang diraba ekornya. Yang mengatakan gajah itu
seperti tiang, karena yang diraba kakinya, dan yang terakhir mengatakan gajah
itu seperti kipas, karena yang diraba telinganya.

Untuk memberi penjelasan b ahwa gajah itu adalah binatang yang serba besar,
datang seorang manusia yang normal dan bijaksana. Maka dari itu kalau ingin
mengetahui gajah yang sebenamya, rabalah keseluruhan dari gajah tersebut.

Sin om

Tembang yang terdiri atas 5 bait ini berisi ajaran tentang pengetahuan sejati
yang harus diketahui oleh setiap orang mengenai adanya suatu dzat yang Maha
Agung dan yang menggerakkan segala sesuatu yang ada di dunia. Dalam tembang
ini pengetahuan tersebut diibaratkan panah yang mempunyai tiga pengertian,
y aitu dzat yang tidak berujud tetapi benar-benar ada; sifat yang maha menge­
tahui; dan maha penggerak, sehingga sebenarnya segala sesuatu yang ada di dunia
ini digerakkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, hanya Di.a yang patut disembah.
Ajaran itu harus diketahui dan dijalankan karena jika tidak, akan termasuk se­
bagai orang yang kafir.

Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 5 bait
ini mengandung nilai kepatuhan dan kepercayaa n akan adanya suatu dzat yang
Maha Agung, Maha Penggerak, dan Maha Mengetahui.

Asmaradana

Tembang yang terdiri atas 8 bait .ini berisi ajaran mengenai arti sahadat yang
harus dipelajari dengan tabah, tawakal, sabar sekalipun menderita, dan tidak boleh
154

bosan. Mempelajari arti sahadat secara sepotong-potong atau serampangan diang­


gap belum mengerti dan karenanya belum menjadi Islam yang sempurna. Per­
buatan semacam ini dalam tembang ini diparadokskan sebagai "Sudah pendek
masih di poton g-potong ".

Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai-nilai


ketabahan, kewaspadaan, dan kesungguhan dalam mempelajari sesuatu.

Mijil

Tembang yang terdiri atas 10 bait ini berisi ajaran mengenai apa yang harus
dilakukan manusia terhadap penciptanya. Dalam hal ini manusia harus senantiasa
menyembah dan menuruti kehendak Tuhan. Dalam tembang ini manusia diibarat­
kan sebagai wayang yang selalu tunduk kepada Tuhan yang diibaratkan sebagai
dalang. Dalam ungkapan Jawa hal ini sering diungkapkan sebagai "Manungsa
mung saderma nglakoni" yang mengandung pengertian pasrah tetapi setelah ber­
usaha sekuat tenaga (sebaik-baiknya). Dalam rangka menyatu dengan Tuhan, ma­
nusia harus memperoleh ilmu yang sejati. Untuk itu, ia harus berguru kepada pada
orang yang sudah pandai.

Ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai-nilai keija


keras dan kepasrahan terhadap suatu dzat yang lebih tinggi (Tuhan).

Maskumambang

Tembang yang terdiri atas 8 bai t ini berisi ajaran mengenai manusia sejati,
di mana untuk mencapainya diperlukan konsentrasi yang penuh dan selalu ingat
bahwa manusia adalah ciptaan-Nya. Sholat adalah salah satu dari kewajiban yang
dilakukannya.

Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 8 bait ini me­
ngandung nilai keseriusan dan kedisiplinan dalam menjalankan perintah Tuhan.

Dhandhanggula
Temban g yang terdiri atas 7 bait ini berisi ajaran mengenai apa yang harus
dilakukan oleh manusia dalam rangka berhubungan dengan penciptanya (Tuhan),
di mana hati harus tutus. Artinya, perbuatan yang dilakukan semata-mata hanya
karena Tuhan. Dalam melakukan sholat ada empat hal yang harus diperhatikan,
yak:ni: ayat, ikram, tubadil, dan mikrad karena semua itu merupakan inti yang
tercipta dalam hati untuk menyembah Tuhan.

Ajaran yang terdapat dalam tembang Dhandhanggula yang terdiri atas 17 bait
itu mengandung ketulusan ak:an perbuatan yang dilakukan.
155

Kinanti
Tembang yang terdiri a tas 6 bait ini berisi ajaran tentang bagaimana mempe­
lajari suatu ilmu, di mana di dalam mempelajarinya ilmu sejati harus menyatu
(semata-mata karena Tuhan) sehingga sempuma. Untuk itu, orang harus waspada
dan berpikiran panjang sehingga tidak salah jalan.

Ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai kewaspadaan.

Asmaradana

Tembang yang terdiri atas 26 bait ini berisi ajaran mengenai gaibnya Allah
dan R osul yang harus dimengerti betul-betul. Allah yang Maha Pencipta ini harus
dipuji dan disembah, tetapi pujian dan penyembahan tadi jangan hanya terbat�s
pada lafal belaka, karena itu hanya perbuatan yang sia-sia. Oleh karena itu, harus
mengetahui benar-benar di mana tempatnya dan asal-usul sembahyang serta tern­
pat sembahyang.

Nilai yang terkandung dalam ajaran di atas adalah bahwa di dalam mempela­
jari sesuatu harus tuntas. Jangan set�ngah-setengah karen a hal itu bisa menyesat­
kan.

Sin om
Tembang yang terdiri atas ·7 bai t ini berisi ajaran mengenai konsekwensi pe­
ngakuan Tuhan yang gaib tetapi ada. Jangan hanya mengakui tetapi tidak pemah
melaksanakan ajaran-ajarannya (dirinya jauh). Orang seperti itu tersesat oleh
·

·
pengetahuan yang jelek dan dianggap sebagai ka fir. Sembahyang lima waktu juga
tidak cukup kalau keijanya hanya bersenang-senang. Demikian juga orang yang
mengagungkan kitab tetapi tidak mendalaminya. Orang seperti ini diibaratkan
sebagai mentimun kecil. Artinya, tidak terhitung (hanya sebagai tambahan).
.

Ajaran yang terdapat dalam temba ng di atas mengandung nilai kedisiplinan


dan kesungguhan dalam metnpelajari sesuatu, karena jika setengah-setengah atau
sama sekali tidak belajar dapat salah atau hanya sebagai tambahan.

Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 25 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai
apa yang harus dilakukan atau diketahui baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Ajaran itu adalah mengenai kesopansantunan dan makna serta apa yang terdapat
dalam tubuh manusia itu sendiri. Ajaran tersebut terdapat pada kitab yang disebut
sebagai Mustaka Rancang. Kitab ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari
mengingat ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya berupa pujian yang dipersem­
bahkan kepada Tuhan. Di samping itu, ajaran terse but sangat berguna untuk
mengendalikan ucapan atau perkataan yang kotor.
156

Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai kewas­


padaan dan kesopansantunan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Sinom

Tern bang yang terdiri atas 14 bait ini berisi mengenai roh sejati sebagai penun­
tun manusia dalam mempelajari ilmu yang sejati yang disebut sebagai kaspi. Kaspi
itu sendiri ada tiga, yakni: basa kaspi yang berperan sebagai pembuka diri pribadi,
kaspi basa hati yang berperan sebagai pembuka hati, dan kaspi yang berperan
sebagai pembuka sifat seseorang. Dengan mencapainya ilmu sejati berarti manusia
mengetahui akan dirinya sendiri, dan ini berarti pula mengetahui akan Tuhan.

Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom ini mengandung nilai kesadaran
diri bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan. D an, karenanya ia harus selalu kontak
dengan Tuhan.

Dhandhanggula
Tern bang yang terdiri atas 22 bait ini berisi mengenai ajaran jalan sejati. Seper­
ti kita ketahui bahwa kehidupan di dunia ini banyak rintangannya. Sehubungan
dengan itu, jalan menuju ke sejati juga banyak rintangannya. Namun demikian,
orang harus berusaha untuk mencapainya, sehingga dalam keadaan apapun orang
akan menerima sebagaimana mestinya. Jadi, jika mengalami nasib yang kurang
baik tidak mengeluh; demikian juga jika mendapat hal-hal yang menyenangkan
jangan menunjukkan sikap yang berlebihan. Berlakulah yang sewajarnya (seder­
hana), berbuatlah yang baik dan hindarilah kebohongan, dan jangan suka menje­
Iekan orang lain. lngatlah selalu kepada Tuhan karena apa yang diperbuat di dunia
akan dipertanggl!lngjawabkan di hadapan Tuhan (kelak jika ia mati).

Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang di atas mengandung nilai kepa­


srahan (menerima apa yang diberikan oleh Tuhan) dan kesederhanaan.

Asm aradana

Tembang yang terdiri atas 25 bait ini berisi ajaran mengenai apa y,ang harus ·

dilakukan oleh manusia seba gai makluk ciptaan Tuhan. Manusia harus mengetahui
dan menjalankan dengari benar firman Tuhan yang tertera dalam kitab (AI Qur­
an), k arena itu adalah penuntun hidup y ang dikehendaki-Nya. Manusia juga harus
percaya mengenai kehidupan manusia yang sudah digariskan oleh Tuhan (takdir).

Ajaran-ajaran dalam tembang di atas nilai keyakinan akan adanya Tuhan dan
takdir yang diberlakukan terhadap seseorang.
157

Dhandhanggula

Tembang yang terdiri atas 29 bait ini pada dasarnya berisi ajaran mengenai
hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan penciptanya
(Tuhan). Berkenaan dengan sesarna manusia, manusia harus saling mengasihi,
menghargai, dan tolong-menolong. Jika belajar ilmu harus dilandasi agama. jangan
menyalah gunakan ilmu yang dimilikinya, serta mengarnalkan ilmu yang dimiliki­
nya kepada orang lain. Berkenaan dalam hubungannya dengan Tuhan (Allah), ia
harus tekun menjalankan ajaran-Nya melalui Mupamad yang menjadi utusan-Nya.

Ajaran-ajaran dalarn tembang di atas mengandung nilai ketekunan, kedisiplin­


an. dan kemanusiaan, di mana terhadap sesama m anusia harus saling mengasihi,
menghargai. dan tolong menolong.

Girisa
Tembang yang terdiri atas 15 bait ini pada dasarnya berisi ajaran mengenai
bagaimana cara hidup seorang muslim yang harus dapat mengendalikan nafsu
(mengejar kesenangan duniawi semata, tetapi harus hid up secara sewajarnya).
·

Justru nafsu (kesenangan) inilah yang menjadi rintangannya.

Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang yang terdiri atas 15 bait ini me­
ngandung nilai ketaatan dalam menjalanka n agarna dan kesederhanaan.

Sin om

Tembang yang terdiri atas 18 bait ini berisi ajaran mengenai bagaimana meng­
hindari perbuatan yang tidak baik. Untuk itu manusia harus waspada akan kesem­
purnaan karena kalau tidak hal itu dapat menyebabkan t ak bergunanya ibadah
yang dilakukan. Sholat harus didahulukan dan wajib dijalankannya setiap waktu,
serta harus dilakukan dengan tenang dan pikirannya terpusat. Jangan lupa diri
a tau tarnak terhadap materi karena semua itu akan lenyap, yaitu manakala ia mati
(kembali ke asalnya). Bergurulah dengan sabar dan jika telah pandai ajarkan ke­
pada keturunannya dan sesamanya.

Aiaran-ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom ini mengandung nilai


kedisiplinan dalam melaksanakan ajar;m agama dan kesederhanaan.

Dhandhanggula

Tembang yang terdiri atas 12 bait ini berisi ajaran mengenai apa yang harus
dilakukan oleh manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan. Sebagai konsekwensi atas
pengakuannya itu, maka tingkah laku manusia harus sesuai dengan yang dikehen­
daki-Nya. Dalarn hal ini ibadah yang dilakukan semata-mata hanya karena Dia dan
bukan karena yang lain. Orang yang melakukan ibadah karena yang lain bila me-
158

ninggal belum bisa disebut sebagai Islam, tetapi kafir. Dan, ini berarti sembahyang
yang dilakukan sia-sia.

Nilai yang terkandung dalam ajaran tembang Dhandhanggula yang terdiri atas
12 bait ini adalah pengakuan akan adanya Allah dan kedisiplinan dalam melak­
sanakan ajaran-ajarannya.

Kinanti
Tembang yang terdiri atas 8 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai apa
yang harus dilakukan oleh manusia terhadap penciptanya, sehingga tidak ter­
masuk sebagai orang kafir. Ajaran itu antara lain harus mendekatkan diri kepada
Tuhan dengan melakukan ajaran-ajaran-Nya.

Seperti halnya ternbang 27, tembang ini pada dasamya mengandung ketuhan­
an dan kedisiplinan dalam melaksanakan ajaran-ajarannya, sehingga tidak menjadi
orang yang kafir.

4.2 Kesimpulan

Pembangunan pada dasamya adalah perubahan yang direncanakan, dilakukan


secara bertahap dan berkesinambungan, dengan tujuan meningkatkan kehidupan
penduduk yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Pembangunan yang sedang
giat-giatnya dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah pembangunan manusia se­
utuhnya. Artinya, kemajuan yang ingin dicapai oleh pembangunan adalah bukan
semata-mata kemajuan dibidang pisik/ma!erial atau non-pisik/spiritual saja, me­
lainkan keseimbangan antar keduanya. Dengan kata lain, prinsip pembangunan
yang dianut oleh pemerintah Indonesia adalah keseimbangan.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan. Namun de­


mikian, faktor utama terletak pada pelaksana pembangunan itu sendiri, yaitu
manusianya. Teknologi cang gih yang kita datangkan dari negara-negara maju dan
besamya dana yang dikeluarkan memang harus kita akui sebagai resep untuk
mempercepat kemajuan. Akan tetapi, jika hal itu tidak diikuti oleh sikap mental
yang mendukungnya hanya merupakan pemborosan (kalau tidak dapat dikatakan
sebagai sia-sia). Untuk itu perlu dic;:iptakan manusia-manusia pembangunan yang
berpikiran rasional, mempunyai wawasan jauh ke depan, kerja keras, cermat dan
teliti, tekun, jujur, tidak mengenal putus asa, sederhana, dan selalu bertakwa ke­
pada Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai-nilai seperti tersebut di atas kami temukan dalam penelitian dan peng­
kajian ini. Atas dasar itu kami menyimpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam naskah "Suluk Sujinah" sesuai dengan pembangunan. Berkenaan dengan
itu, kami berpendapat bahwa penelitian dan pengkajian naskah kuno yang tersim­
pan dalam perpustakaan maupun perorangan yang jumlahnya demikian banyak
159

dan tampaknya hanya sebagai perorangan yang jumlahnya demikian banyak dan
tampaknya hanya sebagai koleksi (masih banyak yang belum dikaji ) terus dilanjut­
kan. Mengingat di dalamnya bukan mustahil menyimpan nilai-nilai luhur yang
perlu disebarluaskan.

Temuan-temuan yang kami peroleh dalam naskah kuno ini membuktikan


bahwa nilai-nilai (tradisional) tidak seluruhnya menghambat jalannya pembangun­
an, juga sekaligus menunjukkan kelirunya orang-orang yang mengatakan bahwa
jika ingin maju, maka buanglah jauh-ja uh segala sesuatu yang berbau tradisional
untuk digantikan dengan nilai-nilai dari barat yang moderen. Kita memang tidak
menutup nilai-nilai asing; nilai-nilai asing akan kita terima sejauh sesuai dengan
kepribadian kita dan dapat meningkatkan derajad hidup bangsa Indonesia. Na­
mun, bukan berarti semua kebudayaan asing kita terima.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haq, Fakir. 1960. Wirid. Yogyakarta: Keluarga Brata Kesawa.


Abubakar. 1962. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf Bandung: Cerdas.
Alhamdami. 1972. Sanggahan terhadap Tasawud dan Ahli Sufi. Bandung: Alma
Arif.

Bech, H.L dan N.J.G. Kaptein. 1988. Pandangan Barat terhadap Literatur Hu­
kum, Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam. Jakarta: INIS.
Ciptoprawiro, Abdullah. 1986. Filsafat ]awa. Jakarta: Balai Pustaka.
Dahlan, Zaini dkk. 1987. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Depag.

Kartodirdjo, Sartono. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid III. Jakarta: Grafi­
tasi.

Man;ono. 1991. "Sastra Suluk dan Sejarahnya". Makalah Seminar. Jateng:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nasution Harun. 1983. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bin­
tang.

Sastro Amidjojo, Seno. 1964. Renungan tentang Pertunjukan Wayang Kulit.


Jakarta: Kinta.

Sjukur, Aswadie. 1982. Ilmu Tasawuf Jilid I dan II. Surabaya: Bina llmu.
Suseno, Frans Magnis. 1985. Etika ]awa: Sebuah Analisa Filsafati tentang Kebi­
jakan Hidup ]awa. Jakarta: Gramedia.
Yayasan Kanisius� 1 973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Zahri, Mustafa. 1979. Kunci Memahami nmu Tasawuf Surabaya: Bina llmu.

160

Anda mungkin juga menyukai