Tidak diperdagangkan
SULUK SUJINAH
TimPenulis:
Editor:
Made Puma.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam naskah ini adalah nilai Kesetiaan, Kese
imbangan, Kesabaran, Kedisiplinan, Kerja Keras, Kecermatan dan Kepasrahan
terhadap tuhan mengenai apa yang telah dikeJjakan dengan sebaik-baiknya, yang
dapat menunjang pembangunan, baik fisik maupun spirituil.
Harapan kami, semoga buku ini dapat merupakan sumbangan yang berarti
dan bermanfaat serta dapat menambah wawasan b udaya bagi para pembaca.
iii
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada para peneliti
dan semua pihak atas jerih payah mereka yang telah mem bantu terwujudnya
buku ini.
�
Jakarta. November 1992
Pemimpin Bagian Proyek Penelitian dan
Pengk jian Ke udayaan Nusantara
- _ '·
t;�JI�
----
iv
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Saya mengharapkan dengan terbitnya buku ini, maka penggalian nilai budaya
yang terkandung dalam naskah lama yang ada di daerah-daerah di seluruh Indone
sia dapat lebih ditingkatkan sehingga tujuan pembinaan dan pengembangan kebu
dayaan nasional yang sedang kita laksanakan dapat segera tercapai.
v
langkah awal, dan ada kemungkinan masih terdapat kelemahan dan kekurangan.
Diharapkan hal ini dapat disempurnakan di masa yang akan datang terutama yang
berkaitan dengan teknik pengkajian dan pengungkapannya.
Drs.GBPH. Poeger
NIP. 130 204 562
vi
DAFTAR lSI
Ha1aman
Daftar lsi 0 0 0 0 0 0 0 •0 0 00 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 000 vii
Daftar Pustaka • • • • • • • • 0 •
•
• 0 • • • • • • 0 • • • 00 • • • • • • • • • 0 • • • • • • • • • • • • 160
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Jika diperhatikan secara seksama, masalah sosial budaya itu timbul karena
persepsi masyarakat yang bersumber pada kemajemukan sosial budaya dan
keanekaragaman sistem yang berlaku sebagai kerangka acuan masing-masing
kelompok. Di samping itu, masalah sosial budaya juga muncul karena kebutuhan
masyarakat akan nilai-nilai budaya baru sebagai kerangka acuan baru untuk
menanggapi tantangan yang timbul dalam proses pembangunan.
Penggalian nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat kita dapat dilaku
kan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengkaji naskah-naskah y.ang
telah mereka hasilkan, khususnya naskah-naskah yang telah berumur 50 tahun
atau Jebih. Dan, naskah yang berjudul "Suluk Sujinah "adalah salah satu dari
sejumlah naskah yang kami pilih untuk dikaji dalam kesempatan ini melalui
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (P3KN) tahun ang
garan 1991/1992.
laman 187, berisi 24 pupuh atau tembang. Adapun isinya meliputi 14 pupuh,
yakni :
I) llmu tasawuf yang merupakan campuran dari ajaran-ajaran Brahma-Budha, falsafah Yunani. dan ajaran
Plato yang baru muncul sekitar abad ke-8 dan 9 Masehi (Alhamdani, 1972 dan Marsono, 1991 ). Tasa
wuf dapat juga disebut sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang
muslim dapat sedekat mungkin dengan Allah S.W.T, sehingga akan mendapat kecintaan dan kesempur
naan rohani (Nasution, 1983: 56 dan Aboebakar, 1962: 8).
Penganut tasawuf disebut "Sufi". Secara etimologi tasawuf berasal dari kata: "Sofa", "sofwah", "shu
fah", dan "shuf". Sofa berarti "barisan", yakni barisan terkemuka di hadapan Allah S.W.T. Sofa juga
berarti "Kesucian a tau kemurnian", karena ahli sufi telah menganggap dirinya suci dan murni dari segala
kekotoran dunia. Sofwah berarti "inti" atau "pilihan", karena ahli sufi menganggap dirinya sebagai
golongan manusia yang terpilih. Shufah diambil dari nama seseorang yang hidup di zaman Jahiliyah
(kebodohan), yang senantiasa beritikat di sisi Kabah, sehingga ahli sufi menisbahkan diri kepadanya.
Shuffah berarti "pendapa mesjid Nabi Muhammad S.A.W." yang diperuntukkan bagi para fakir miskin
dari golongan Muhajirin. Dan, shuf berarti "bulu", karena dahulu orang sufi menggunakan pakaian bulu
sebagai syiar dan tanda pengenal (Alhamdani, 1972:67).
Sementara itu, bagi para tokoh sufi sendiri melihat tasawuf sebagai penerapan secara konsekwen ajaran
Al Quran dan Sunnah Nabi; berjuang menahan hawa· nafsu. menjauhi perbuatan bid'ah; tidak suka
menuruti syahwat dan meringankan ibadah. Selain itu, tasawuf juga diartikan sebagai memakan yang
halal; mengikuti perintah Rosul yang tercantum dalam sunnahnya; mencintai Allah dan rosuJ:.Nya;
dan keluar dari budi pekerti yang terpuji (pendapat Asjwadie Sjukur yang dikutip oleh Purnarna, 1984:
43) .
4
1.3 Tujuan
Kita menyadari bahwa tidak semua nilai tradisional sesuai dengan pembangun
an. Namun, banyak di antaranya yang sesuai dengan pembangunan, tetapi telah
kita lupakan karena derasnya arus modernisasi sebagai ak.ibat pembangunan
di satu pihak, dan globalisasi dalam berbagai bidang di lain pihak. Dalam kondisi
yang demikian, penelitian dan pengkajian naskah kuno yang bertujuan mene
mukenali nilai-nilai luhur budaya bangsa menjadi sangat penting. Temuan-temuan
tersebut diharapkan pada gilirannya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
rangka kebijakan pembinaan dan pengembangan kebudayaan.
Penelitian dan pengkajian ini dibatasi oleh judul naskah yang dikaji, yaitu
'Suluk Sujinah "yang berkode nomor : H.S.Th. P.81. Naskah ini merupakan
koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, yang memiliki ukuran 20 x 31
em, dengan jumlah halaman 187, dan bertuliskan huruf dan bahasa Jawa.
Mistik menurut Ensiklopedi urn urn (1973: 837) disebut sebagai menyatukan jiwa dengan Tuhan, dan
mistisisme merupakan kepercayaan yang meyakini adanya hubungan batin antara manusia dengan
Tuhan. Jadi, tujuan mistik adalah menyatukan manusia dengan Tuhannya. Jika itu dapat dilakukan,
maka lenyaplah sifat kemanusiaannya.
5
1.5 METODE
Metode yang kami gunakan untuk mengkaji naskah ini adalah analisis ISI
(conten t analysis), yaitu suatu motode dalam ilmu-ilmu sosial untuk memp�la
jari arti yang lebih dalam serta proses-proses dinamis di belakang komponen isi
dari naskah itu sendiri. Dalam hal ini adalah naskah "Suluk Sujinah ".
Laporan penelitian dan pengkajian naskah ini kami bagi ke dalam lima bab.
Bab I (Pendahuluan) berisi serangkaian pemikiran yang tertuang dalam : latar
belakang masalah, pokok masalah, tujuan, ruang lingkup, dan metode. Bab II
berisi gambaran umum mengenai masyarakat yang dikaji; dalam hal ini adalah
masyarakat Jawa. Bab ini meliputi uraian mengenai : daerah asal orang Jawa,
jumlah orang Jawa, bahasa orang Jawa, variasi kebudayaan Jawa yang bersifat
regional, sistem kekerabatan orang Jawa, dan religi orang Jawa.
Bab III kami beri judul "Transkripsi dan Terjemahan Naskah Suluk Sujinah ".
Sesuai dengan judulnya, maka bab ini merupakan salinan dari naskah asli yang
berhuruf Jawa menjadi huruf Latin. Bab IV yang merupakan bab terakhir, kami
beri judul "Analisis dan Kesimpulan". Bab ini berisi mengenai kajian isi naskah
dan temuan-temuan yang kemudian dikaitkan dengan pembangunan, khususnya
dalam kebijaksanaan kebudayaan.
Tasawuf menurut Sjukur dapat dibedakan dengan mistik. Tasawud bersumber pada AI Quran dan
sunnah Nabi serta menyontoh perilaku para sahabatnya; sedang mistik bers.umber pada ajaran dan re
nungan filsafat. Perbedaan Jain ialah tasawuf bertujuan, untuk mencapai kesempurnaan roham; sedang
mistik, meskipun tujuannya mirip dengan tasawuf, namun mistik menganggap bahwa kesempumaan
manusia bukan hanya dekat dengan Tuhan, tetapi letak kesempurnaan rohani adalah pada persatuan
dan perpaduan manusia dengan Tuhan (Syukur, 1982: 20). Walaupun ada perbedaan, namun dalam
perkembangannya tasawuf dipengaruhi oleh ajaran-ajaran mistik.
BAB II
GAMBARAN UMUM ORANG JAWA
Salah satu pulau yang tennasuk besar, dan yang tergabung dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pulau Jawa. Pulau ini bila diukur
ujung-ujungnya memiliki panjang tidak kurang dari 1.600 kilometer dan Iebar
500 kilometer. Dengan luas yang dimilikinya itu (delapan juta kilometer persegi),
ternyata ia hanya tujuh persen dari Iuas seluruh kepulauan Indonesia. Namun
demikian, pulau tersebut penduduknya padat; bahkan terdapat di antara pulau
pulau lain yang tergabung dalam wilayah Indonesia. Hampir 60% penduduk
Indonesia tinggal di pulau yang luasnya hanya seperlima dari pulau Kalimantan.
Pulau Jawa sering disebut sebagai daerah asal orang Jawa. Kami pikir sebutan
itu tidak sama sekali salah, namun juga tidak seluruhnya benar, karena dalam
kenyataannya pulau Jawa tidak hanya sebagai daerah asal orang Jawa saja, tetapi
juga orang-orang lain, seperti : Banten, Betawi. dan Baduy. Dengan kata lain,
daerah asal orang Jawa bukan pulau Jawa secara keseluruhan, tetapi hanya di
bagian tengah sampai ke ujung bagian timur pulau tersebut. Pada bagian barat
yang hampir seluruhnya merupakan dataran tinggi Priangan adalah daerah asal
orang Sunda. Untuk menentukan batas yang tepat antara daerah kebudayaan
Jawa dan Sunda sangat sulit. Namun demikian, kita dapat mengikuti pendapat
dari seorang ahli kebudayaan yang bernama Koentjaraningrat. Menurut beliau
garis batas yang memisahkan kedua kebudayaan itu dapat digambarkan sekitar
sungai Citanduy dan Cijulang pada bagian selatan, dan kota Indramayu pada
bagian utara (Koentjaraningrat, 1984 : 4 ).
Bagian tengah dan timur pulau Jawa yang merupakan daerah asal orang
J awa itu keadaan alamnya merupakan dataran tinggi yang bergunung-gunung.
6
7
Ada sejumlah gunung berapi baik yang masih aktif m aupun yang sudah mati
menjulang dengan ketinggian berkisar antara 1.500 sampai dengan 3.500 meter
dari permukaan air laut. Pada sisi yang lain, sederetan perbukitan kapur yang
pada umumnya berbentuk rata, dengan ketinggian sedang-sedang saja, terdapat
di sekitar pantai utara Jawa Timur dan pantai selatan yang banyak di antaranya
membentuk tebing-tebing yang curam.
ada sekitar satu setengah juta orang Jawa yang dipekerjakan sebagai buruh per
kebunan di sana. Pada abad ke-19 juga banyak orang Jawa yang di pekerjakan
di perkebunan-perkebunan milik Perancis di Kaledonia Baru. Sementara itu.
dalam jumlah yang tidak kecil (ribuan), orang Jawa juga dikirim ke perkebunan
perkebunan tembakau di Sumatera Utara, tepatnya adalah di Kabupaten Deli
Serdang. Jumlah yang sama juga ditempatkan pada daerah Sumatera Selatan dan
Lampung melalui program yang disebut sebagai kolonisasi. Setelah negara Indo
nesia terbantuk pun banyak orang Jawa yang dipindahkan ke daerah-daerah yang
masih kosong di hutan-hutan Sumatera Selatan dan daerah-daerah lain di Indo
nesia melalui apa yang disebut sebagai program transmigrasi. Belum lagi yang pro
gram pindah atas kemauan sendiri. lnilah yang kemudian menyebabkan adanya
ungkapan "Kemana anda pergi, di sana anda akan menemukan orang Jawa".
Bila kita mengamati secara cermat mengenai kebudayaan Jawa, maka kita
dapat menyimpulkan bahwa kebudayaan tersebut bukan merupakan kesatuan
yang homogen. Di sepanjang daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur ada variasi ·
yang bersifat regional. Dan, ini disadari betul oleh orang Jawa sendiri. Keaneka
ragaman kebudayaan yang bersifat regional ini antara lain ditandai oleh logat
bahasanya dan unsur-unsur lain seperti : makanan, upacara-upacara rumah
tangga (upacara di lingkaran hidup individu), kesenian rakyat, dan seni suara.
Jawa; (2) Kebudayaan Bagelen yang daerahnya berada di sebelah tenggara dari
daerah kebudayaan Banyumas; (3) Kebudayaan Negarigung yang didukung
oleh orang-orang yang berada di kota Yogyakarta dan Solo (daerah istana-istana
Jawa) ; (4) Kebudayaan Pesisir yang didukung oleh orang-orang yang berada
dikota-kota pantai utara Jawa; (5) Kebudayaan Mancanegari yang didukung
oleh orang-orang yang berada di daerah Madiun, Kediri, dan delta sungai Brantas;
(6) Kebudayaan Tanah Sebrang Wetan yang didukung oleh orang-orang yang ber
ada di daerah Banyuwangi dan sekitarnya; dan (7) Kebudayaan Blambangan
yang didukung oleh orang-orang yang berada di ujung Pulau Jawa bagian timur
(Koentjaraningrat, 1984: 25-29).
I) Bahasa Jawa Kuno yang dipakai dalam prasasti-prasasti kraton pada zaman
antara abad ke-8 dan ke-1 0. dipahat pada batu atau diukir pada perunggu. de
ngan bahasa seperti yang dipergunakan dalam karya-karya kesusasteraan kuno
abad ke-10 hingga 14.
:!) Bahasa Jawa Kuno yang dipergunakan dalam kesusasteraan Jawa-Bali Kesusas
teraan ini ditulis di Bali dan Lombok sejak abad ke-14. Bahasa kesusasteraan
ini hid up terus sampai abad ke-20, tetapi ada perbedaan yang pokok dengan
bahasa yang dipergunakan sehari-hari oleh masyarakat Bali di zaman sekarang.
�) Bahasa kesusasteraan di Kerajaan Mataram. Bahasa ini ada1ah bahasa yang di
pakai dalam karya-karya kesusasteraan karangan para pujangga kraton keraja
an Mataram abad ke- 18 dan 19.
6) Bahasa Jawa masa kini, ada1ah bahasa yang dipakai da1am percakapan sehari
hari, buku-buku, dan surat-surat kabar berbahasa Jawa dalarn abad ke-20.
Berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak mengenal tingkatan; bahasa Jawa
yang dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari mengenal adanya tingkatan (gaya
10
bahasa) yang· penggunaannya bergantung law an bicaranya. Gaya bahasa itu ada
yang disebut sebagai ngoko, madya, dan krami. Artinya, jika seorang Jawa akan
berbincang-bincang dengan seseorang, maka ia harus tahu persis kedudukan sosial
orang yang akan diajak berbincang-bincang tadi. Jika tidak mengetahui persis siapa
yang menjadi lawan bicaranya, ia akan menggunakan gaya bahasa Jawa krami/
krama atau sekurang-kurangnya madya, tetapi bukan ngoko. lni untuk menjaga
adanya kemungkinan yang dapat menimbulkan suasana yang tidak enak bagi
kedua belah pihak. Menggunakan gaya bahasa ngoko terhadap seseorang yang
belum diketahui kedudukan sosialnya adalah tidak sesuai dengan sistem ke
layakan yang dimiliki orang Jawa dalam pergaulan. Gaya bahasa yang sama juga
digunakan pada waktu seseorang berbicara dengan orang yang dianggap tinggi
kedudukan sosialnya. Gaya bahasa ngoko biasanya digunakan untuk berbincang
bincang dengan orang-orang yang dianggap sederajat. Selain itu, bahasa ngoko ini
juga seringkali digunakan oleh orang-orang yang senior terhadap mereka yang
yunior atau orang-orang yang kedudukan sosialnya tinggi terhadap orang-orang
·
Di samping gaya bahasa seperti yang telah disebutkan di atas. masih ada gaya
bahasa lainnya (enam) yang sebenarnya merupakan kombinasi dari ketiga gaya
bahasa tadi. Seperti halnya gaya bahasa yang pertama, gaya bahasa yang merupa
kan kombinasi ini juga penggunaannya bergantung lawan bicaranya. di samping
situasi dan kondisinya.
Prinsip keturunan yang dianut oleh masyarakat orang Jawa adalah bilateral.
lni berarti bahwa pada masyarakat Jawa yang dianggap sebagai kerabatnya adalah
kerabat. baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Sebuah keluarga baru. yang ter
bentuk melalui proses yang rumit. dapat saja tinggal di lingkungan kerabat ayah
atau ibu. atau tinggal di tempat yang baru. bergantung situasi dan kondisi keluarga
baru itu dan orang tua mereka. Namun demikian, di pedesaan Jawa ada kebiasaan
bahwa pengantin laki-laki untuk semerltara waktu tinggal di keluarga/orang tua
pengantin perempuan. Bahkan, ada kecendernngan selama keluarga barn itu belurn
dapat mendirikan rumah tersendiri, keluarga tersebut akan tinggal di rumah orang
tua perempuan. Ini sebenarnya bukan keharusan, tetapi sering kali pengantin
perempuan yang kebanyakan halus perasaannya tidak betah tinggal bersama di
rumah mertuanya (orang tua pengantin laki-laki). Alasan yang sering kami dengar
adalah tinggal di rumah orang tua sendiri lebih bebas daripada tinggal bersama
orang tua pihak laki-laki. Keadaan tersebut pada gilirannya mempengaruhi tingkat
keakraban hubungan antara keluarga baru dengan orang tua mereka beserta
kerabat-kerabatnya. Dalam hal ini hubungan keluarga baru lebih dekat dengan
kerabat ibu dibandingkan kerabat ayah, sehingga jika keluarga barn itu mempu-
II
nyai anak, maka anak-anak mereka cenderung akan lebih dekat dengan kerabat
ibu dibanding kerabat ayah. Apakah ini betul? Tampaknya masih perlu diteliti
secara mendalam. Namun, kesan kami yang selama ini mengamati sistem ke
kerabatan orang Jawa, tampaknya demikian.
Jika anda sebagai Ego, maka semua kakak laki-laki dan kakak perempuan
ayah dan ibu, beserta isteri-isteri maupun suami-suami mereka diklasifikasikan
menjadi satu dengan istilah siwa atau uwa, atau ada yang menyebutnya sebagai
pakde atau bude. Mereka (siwa atau uwa dan pakde atau bude) menyebut ego
dengan istilah prunan. Sedangkan, adik-adik dari ayah dan ibu diklasifikasikan ke
dalam dua golongan yang dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya. Adik laki-laki
dar! pihak ibu disebut dengan istilah paman atau pak/ik yang sering disingkat
dengan man atau lik; sedang bibi atau bulik adalah istilah yang digunakan untuk
menyebut adik perempuan ayah dan ibu. Sementara itu, ponakan adalah istilah
yang digunakan oleh mereka untuk menyebut ego. Jika ego mempunyai saudara
laki-laki yang l'ebih tua. ego menyebutnya kakang atau mas. Mbakyu adalah isti
lah yang digunakan oleh ego untuk menyebut kakak perempuan. Sedangkan,
kakak ego baik yang laki-laki maupun yang perempuan menyebut ego dengan
istilah adik yang sering disingkat dik.
Orang Jawa sebagian besar menganut agama Islam. Namun demikian. jika kita
amati secara mendalam. kita dapat mengetahui bahwa apa yang disebut sebagai
"Islam" yang dianutnya itu sebenarnya dapat dikategorikan menjadi dua kategori.
yakni: (I) agama Islam Jawa yang sinkretis dan (�) agama Islam yang puritan,
atau yang mengikuti ajaran agama Islam secara lebih ketat.
Penganut agama yang dikategorikan sebagai agama Islam Jawa yang bersifat
sinkretis itu. sebagian besar tidak menjalankan kelima rukun Islam secara serius.
Misalnya. mereka tidak melakukan sembahyang lima waktu. tidak melakukan
sembahyang Jumat. seringkali tidak terlalu memperdulikan pantangan makan
daging babi. dan banyak yang tidak berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji
atau pergi ke tanah suci (Mekah). Namun. banyak di antaranya yang taat berpuasa
dalam bulan Ramadhan. Kodiran ( 1977) menyebut mereka sebagai Islam A bang
an. Ini bukan berarti mereka hampir tidak beragama atau sangat sedikit memikir
kan masalah agama, atau menjalankan kehidup,an yang tanpa agama. Dalam ke
nyataannya, agama justru sangat banyak menyita waktu mereka. Mereka juga
12
percaya adanya surga yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berbuat baik
dalam hidupnya. serta persamaan-persamaan lain sebagaimana orang-orang Islam
di daerah-daerah lain di Indonesia. Yang perlu kita catat adalah bahwa mereka
juga yakin pada konsep-konsep keagamaan lain seperti makhluk-makhluk halus
(gaib). kekuatan sakti. dan juga melakukan berbagai ritus dan upacara keagamaan
yang tidak ada atau sangat sedikit kaitannya dengan doktrin-doktrin agama Islam
yang resmi. Namun demikian, mereka tidak dapat dikatakan sebagai orang Islam
yang tidak banyak menghiraukan agama, sebab sebenarnya agama yang mereka
anut adalah suatu varian dari agama Islam Jawa yang disebut sebagai Agami
Jawi. Oleh sebab itu. jika orang akan mendeskripsikan agama pada orang Jawa
tidak boleh melupakan dua buah manifestasi agama Islam Jawa yang cukup ber
beda, yaitu Agami Jawi dan Agama Islam Santri (Geertz, 1960).
Bentuk agama Islam orang Jawa yang disebut sebagai Agami Jawi atau Kejawen
itu adalah suatu kompleks keyakinan dan· konsep-konsep Hindu-Budha yang
cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agama
Islam. Varian Agama Islam Santri, yang walaupun tidak sama sekali bebas dari
unsur-unsur animisme dan unsur-unsur Hindu-Budha, lebih dekat pada dogma
dogma ajaran Islam yang sebenarnya.
Untuk mengetahui secara persis berapa jumlah penganut kedua varian agama
Islam tersebut sangat sulit, walaupun tampaknya Agami Jawi lebih dominan
di daerah-daerah Negarigung, Bagelen, dan Mancanegari, sedangkan varian agama
Islam Santri lebih dominan di Banyumas dan Pesisir, Surabaya, ujung timur Pulau
Jawa, serta daerah-daerah pedesaan di lembah sungai Solo dan Brantas. Dalam
kenyataannya penganut kedua varian tersebut terdapat dalam segala lapisan ina
syarakat.
Sementara itu, orang Jawa yang bukan Islam tentu saja ada, yaitu mereka
yang menganut agama Katolik, Protestan, Budha, dan malahan akhir-akhir ini ada
peningkatan jumlah orang yang menganut agama Hindu. Di Jawa Timur, tepatnya
di Sonduro, Malang telah berdiri sebuah pura yang termegah di Asia, yang sebagi
an besar diprakarsai oleh orang Jawa yang beragama Hindu. Namun, jumlah orang
orang di luar Islam ini persentasenya kecil dibanding yang menganut agama Islam.
BAB III
TRANSKRIPSI DAN TERJEMAHAN NASKAH SULUK SUJINAH
13
14
16. Dudu geni gegosongan, 16. Bukan api yang membuat hangus,
dudu geni sangking arga, bukan api yang berasal dari
dudu geni sabangsane, gunung,
Ian dudu geni agaran, bukan a pi seperti api yang lain,
dudu geni m ujijat, dan bukan api untuk memanggang,
sejatine geni iku, bukan api mukjijat,
aksara alip kang m ulya. sesungguhnya yang dimaksud api,
ada1ah huruf alip yang mulia.
I 7. Ya alip tegese urip,
17. Alip itu artinya hidup,
uripe tan kena pejah,
hidupnya tidak pernah padam,
iku cahya sejatine,
itu1ah cahaya yang terang,
kang padhang aran Sirrullah,
dinamakan Sirrullah,
yaiku wejangingwang,
begitulah penje1asanku,
kang garwa nungkemi suku,
kemudian sang isteri menyembah
inggih leres karsa tuwan.
sujud,
18. Wonten atur kula m alih. benarlah apa yang tuan katakan.
tegese rukuk punika, 18. Ada pertanyaan lagi dari hamba,
raja pandhita wuwuse, apakah artinya sujud itu,
yayi manira miyarsa, raja pandita menja wab,
tegese rukuk ika. karena isteriku hanya dirimu,
am ung sira garwaningsun. baiklah aku jelaskan,
prayoga ingsun wuruka. dinda dengarlah,
arti dari sujud itu.
23. Tanapas kang medal kuping, 23. Tanapas keluar dari telinga,
nupus medal irung ika, nupus keluar dari hidung, ·
3 2. Demikianlah dinda,
32. Kaya paran sira yayi,
penjelasanku,
iku pemanggih manira,
isterinya kemudian menyembah,
kang garwa atur sembahe,
dan menghormat,
pan sarwi nungkemi pada,
tuan adalah guru hamba,
aleres guru kawula,
hanyalah tuan suami hamba,
amung tuwan lakiningsun.
baik di dunia maupun di akherat.
pangeran dunya akherat.
33. Suami hamba yang
sungguh-sungguh,
tempat menyerahkan hidup mati
kaca 10 hamba,
33. Kawula estu alaki. hanya tuanlah guru hamba,
ngaturaken pejah gesang. Dewi Sujinah disambut,
amung tuwan guruningong. oleh pandita yang penuh rahmat
sinambut dewi Sujinah, itu,
marang pandhita rahmat, kepalanya lalu dipangku,
sirahe mulya pinangku. dibelai sambil diajarkan
liniling sarwi winejang. pengetahuan.
50. Dhadha tenggak lawan gigir, 50. Dada depan dengan punggung,
tangan lawan sikutira. tangan dengan siku,
lambung kiwa Ian tengene, lambung sebelah kiri dan kanan,
irung lawan kupingira, hidung dan telinga,
cangkem kalawan sirah, mulut dan kepala,
sekathahe kena lebur, seluruhnya melebur,
ikut kang aran kahanan. itulah yang di s ebut ke adaan.
24
52. Awor tingkah lawan budi, 52. Bersatunya tindakan dan. budi,
iya tungga1 1akunira, menjadi satu dengan tingkah
kumj:m1na sabenere, 1akumu,
ingkang aran salat awa1, camkan1ah dengan benar-benar,
lam un arsa wuninga, itu yang disebut sho1at awa1,
yen wus mangsad tingalipun, Jika kamu mau mengetahui,
gampang salat awal ika. dan terbuka penglihatanmu,
maka akan mudah menja1ankan
sho1at awal itu.
kaca 15.
53. Jalankan takbir,
53. Tek bir usalli mameki,
per hatikan sega1a gerakan,
kawruhana solahira,
ketahuilah aturan-aturan,
weruha tatakramane,
jika tidak mempe1ajari,
lamun nora den gurokna,
rasa hatimu akan bersalah,
salah karsane na1a,
itu1ah tindakan orang yang luhur,
nyatane iku wong 1uhung.
patut untuk dite1adani.
datan kena tinirua.
kaca 16.
57. Ketiga ma hrib,
$7. Kaping tiga wetu magrib, tiga rakaat asalam,
tigang rekangat asalam, Nabiyullah tandanya,
Nabiyullah tersandhane, dua lubang hidung dengan wajah,
grana kalih lawan muka, sedang waktu Imsyak,
wetu ngisa punika, jumlahnya empat rakaat,
sakawan rekangatipun, paha dengan tangan.
anenggih pupu Ian asta.
58. Itu benar-benar petunjuk dari
58. Kang sarira nabi singgih, Nabi,
wetu subuh rong rekangat, waktu Subuh dua rakaat,
punika kenyatakhane, itulah kenyataan,
eroh Iawan jasatira, dari roh dan jasatmu,
sangkane wetu ngasar, begitu pula pada waktu Assar,
kang sukma sarengatipun, sukma bersariat,
iku madhep ing Hyang Sukma. menghadap kepada Tuhan.
59. Aja pegat sira yayi, 59. Dinda jangan pernah berhenti,
anglampahi pakoning Hyang, menjalankan perintah Tuhan,
pan agung maha mulyane, yang Agung dan Mulia,
limang wetu lampahana, lima waktu itu harus kau jalankan,
aja ginawe ora, jangan sampai tidak,
lah yayi sesampunipun, begitulah dinda,
iku lampah ingkang mulya. yang disebut tindakan atau
tingkah laku mulia.
26
60. Kang garwa asru anangis, 60. Sang isteri menangis dengan keras,
adhuh tuwan guru amba, sambil menyembah,
sarta nungkemi padane, aduh tuan guru hamba,
amung lakiku pangeran, hanya tuanlah junjunganku,
ingkang asung suwarga, yang memberi jalan mendapatkan
andika rabi rong puluh, surga,
kawula ingkang momonga. seandainya tuan beristeri lagi
sampai dua puluh,
kaca 17.
biarlah hamba yang merawatnya.
61. Disambutlah isterinya,
61. Sinambut wau kang rayi,
yang bernama Dewi Sujinah,
kang wasta dewi Sujinah,
raja pandita berkata,
raja pandhita delinge,
hanya dirimulah yang menjadi isteriku,
amung sira rabiningwang,
di dunia sampai akherat,
dunya tekeng ngakerat,
pastilah menjadi isteriku,
pesthi dadi garwaningsung,
oleh sebab itu di mataku hanya kamu.
dene tunggal lawan tingal.
62. Jika kamu menjalankan,
62. Lamun sira anglampahi, ajaran-ajaranku,
yayi pamejang manira, pada waktu meninggal akan naik
munggah suwarga patine, ke surga,
yen sira aneng neraka, apabila masuk neraka,
ingsun kang yogya ngentas. akulah yang akan menolong,
sekathahe ujaringsun, seluruh perkataanku,
iku rasaning mertabat. adalah rasa dari martabat.
Dhandhanggula
Dhandhanggula
1. Ada pengetahuan mengenai
1. Wonten kawruh jenenging wong kehidupan manusia,
urip, yaitu ajaran yang berasal dari Tuhan.
ajallolah ingkang winicara, disebut martabat ada tujuh
mertabat pitu arane, jumlahnya.
wiwitane panguyub, pertama disebut panguyub,
dat sumekta ngawruhi dhiri, yaitu suatu zat yang memberi
tan mawi kenyatahan, pengetahuan terhadap diri,
napi jatenipun, keadaannya tanpa kenyataan,
pan dereng amawi karsa, kosong tidak ada apa-apanya,
mertabate akadiyat amiwiti, belum memiliki kehendak,
aran sarikul Ngadam. permulaannya adalah martabat
akadiyah,
yang disebut Sarikul Ngadam
(kekosongan).
27
kaca 20.
7. · Sejahn'e·sahaoat kekalih, 7. Sebenarnya sahadat kedua,
kalimahe je.nypge Mukammad, adalah kalimah Muhamad,
dadi roro h_limahe, jadi ada dua kalimah,
kalimah kan g karuhun, kalimah pert arna,
angawruhi marang Hyang Wid- memberi pengetahuan tentang
dhi, . ; , . adanya Tuhan,
ingkang �karya�J agat, yang menciptakan dunia,
kaping kalihipun, kedua,
angrawp,1h\ �fil).g Muhammad, memberi pengetahuan akan
ya p311ut�n kekasihira Hyang Muhamad,
Widqhi,. : sebagai panutan yang dikasihi
. den aku ras;dunggal. Tuhan,
dan diakui dalam iman hanya
satu-satunya.
29
3. Telinga-telinga mendengarlah,
3. Kekupinge pamiyarsi,
jangan bimbang mantapkan
degadeg pikukuhira,
peganganmu,
pancering tingal kisine,
kang kapas purwaning ana, sisi pandangan pusatkanlah,
mula-mula kapas ada,
anyakraning panggilingan,
pada penggilingan,
pepedhut minangka pemut,
seperti kabut peringatan,
kenthenge pan ora samar.
yang kuat tidak tersembunyi.
senteg,
anuju Setu ing rahina.
yaitu ketika tanggal pertama,
bersamaan bulan purnama,
tepatnya selesai sembahyang,
bertepatan pula hari Sabtu,
Sabutu siang sampai Sabtu malam.
36
17. Pan nyata perawan sunthi, 17. Sungguh seorang gadis yang masih
anake sampun kwnerab, remaja,
tur wuragil pembarepe, tetapi anaknya sudah banyak,
wong lwnpuh ngideri jagat, dan anak yang bungsu adalah anak
�ong wuta atuduh marga, yang sulung,
tur marunget rungsitipun, orang yang lumpuh mengelilingi
enggone swarga neraka. dunia,
orang buta menujukkan jalan,
memberi tahu tentang jalan,
serta tempat surga dan neraka.
Sin om Sinom
kaca 33
14. Jika kamu benar-benar ingin,
14. Yen sira temen akarsa, membeli kain dagangan ini,
atuku wade puniki, belilah dengan kesabaran,
tukunen sabar derana, dan wangsit yang sejati,
l_awan wangsit kang sejati, serta satu hal lagi,
Ian sepisan malih, jawablah teka-tekiku,
·
lah jawaben soal ingsun, yang terdiri dari tujuh rna cam,
ingkang pitung prakara, mantri utama menjawab,
mantri utama nauri, baik segera kau katakan.
lah ta payo age sira wetokena. 15. Saya akan sanggup menjawab,
15. lngsun ingkang sanggup jawab, pertanyaan tuan puteri,
pitakonira nini, Retno Juwita berkata,
Retna juwita angucap, segeralah jawab mantri,
den age ujarmu mantri, pertama-tama,
ingkang phada pisan iki, jangan ingkar dari kesanggupan,
aja maleca ing sanggup, apa Iagi sudah saling sepakat,
den sami ujar pisan, seperti yang disebutkan,
punika ingkang ngarani, nah jawablah seluruh pertanyaanku.
lah jawaben sa:kehe soal manira. 16. Lebih banyak manakah antara
16. Kathah pundi tiyang Islam, orang Islam,
inggih lawan tiyang kafir, dengan orang kafir,
Ian kathah pundi wong lanang, dan lebih banyak manakah antara
kalawan tiyang pawestri, orang laki-laki,
lawan sapimthahe malih, dengan perempuan,
ping tigang perkaranipun, serta satu Iagi,
katah pundi tiyang pejah, persoalan yang ke tiga,
Ian malihe wong kang urip, lebih banyak manakah antara
lan malihe apa ingkang orang yimg meninggal,
luwih awrat, dengan yang lahir,
dan tambahan lagi apakah yang
kaca 34 melebihi berat.
17. Kang luwih awrat ing jagat, 17. Di dunia ini, apakah yang melebihi
luwih a bot sangking wesi, berat,
lawan kalbune m anungsa, dari besi,
kang ala lawan kang becik, serta mengenai hati manusia,
punika kathah pundi, yang baik dan yang jelek,
kalbune manungsa iku, manakah yang lebih banyak,
kalawan ta punapa, apa pula,
luwih adhem sangking warih, yang dimaksud hati manusia,
luwih landhep tinimbang pu- yang lebih dingin dari air,
cuking braja. namun lebih tajam dari ujung senjata.
41
18. Luwih 1 uhur ing ngawiyat, 18. Lebih tinggi dari langit,
l uwih peteng sangking wengi, le bih gelap dari malam,
luwih padhang sangking rina, lebih. terang dari siang,
luwih landhep sangking eri, lebih tajam dari duri,
luwih amba sangking jladri, lebih lebar dari Keranda,
ingkang mancar luwih ndaru, lebih terang dari bintang,
sumorot katon ika, yang tampak bersinar-sinar,
punika rupa harseki, itulah teka-tekiku,
rand\.1 gedhe rumambat ing pare bagai pohon randu yang besar
ika. merambat pada pohon pare.
Durma Dunna
10. Yen wus awas ing kayu I 0. Jika sudah jeias dengan apa yang
waringin ika, dimaksud kayu beringin itu,
dadi manungsa luwih, maka akan menjadi manusia yang
poma kaki sirnakna, utama,
wadhag Ian aiusira, oieh sebab itu pisahkaniah,
pupusen dipun patitis, badan dan roh halusmu,
yen tan bisoa, pikirkaniah dengan benar,
temahan mati kafir. jika tidak dapat meiakukan,
maka akan meninggai sebagai
orang kafir.
13. I..an takona margane yen sira 13. Dan bertanyalah bagaimana jalan
pejah, hila kau mati,
apa metu ing kaping, apakah ke luar dari telinga,
pan suker punika, hila itu sulit,
apa metu ing netra, apakah ke luar dan mata,
mesti moler kaki santri, apakah harus menjulurkan kaki,
yen metu sirah, jika ke luar dari kepala,
apecah sirahneki. apakah kepala akan pecah.
Kaca 40.
16. Apakah dari dalam beringin yang
16. Pan ing pupus waringin tumbang,
sungsang marganya, apabila besuk kau mati,
benjang yen sira mati, perhatikanlah itu,
iku estokena, perhatik.anlah dengan hati-hati,
poma dipun prayitna, jika tidak tahu akan ajaran ini,
yen tan weruh ujar iki, tentu akan menjadi salah jalan.
temah kesasar. benar-benar akan menjadi kafir
tuhu yen mati kafir. hila mati.
46
17. Lan dununge ingkang pati 17. Dan ketahuilah tempat dari
kawruhana, kematian itu,
ngendi dununge pati, di mana letaknya,
donya nora nana, di dunia tidak ada,
akherat nora nana, akhera t tidak ada,
yen tan weruh ujar iki, jika belum mengetahui ajaran
sira lungaa, tersebut,
goleka guru linuwih. pergilah kau,
cari1ah guru yang pandai.
18. Pan ing dunya dununge wong
mati sasar, 18. Di dunia ini tempatnya orang yang
miwah ing ngalam akir, mati sesat,
dununge mati kopar, dan di a1am akhir,
lah ta endi baya, tempat orang mati kafrr,
benjang lamun sira mati, mana gerangan,
yen tan bisaa, hila kau mati,
temahan mati kafir. jika tetap tidak bisa mengetahui,
akhirnya akan mati kafir.
21. Aja wedi sira kaki saniskara, 21. Janganlah kau takut tanpa alasan,
tapaa lirnang perkawis, bertapalah untuk lima masalah,
iku labuhana, berani berkorbanlah,
poma ta den sujana, mudah-mudahan menjadi orang
aja wedi lara pati, yang cerdik pandai,
yen arep mulya, jangan takut sakit dan mati,
den banget ing prihatin. jika ingin mulia,
berprihatinlah dengan tekun.
Asmaradana
Asmaradana
1. Sekathahe para wali,
l. Sejumlah wali,
apan sanya peguneman,
bersama-sama mengadakan
ing giri gcijah enggone,
pembicaraan,
denya sami peguneman,
tempatnya di gunung Gajah,
masalah patekadan,
mereka membahas,
kang wus padhang ing Hyang
masalah ketetapan hati,
Agung,
diterangi oleh Hyang Agung,
pangeran kang maha mulya.
Tuhan yang Maha Mulia.
kaca 42. 2. Pada malam Jumat yang baik,
2. log malem Jumuah singgih, tepat tanggal lima,
anuju tanggal ping lima, saat bulan purnama,
wulan purnama sasine, pembicaraan tersebut diadakan,
enggone aksara wutah, kanjeng pangeran,
kanjeng pangeran ika, yang memulai dahulu,
ingkang miwiti karuhun, yaitu jeng Sinuhun Kalijaga.
jeng sinuhun Kalijaga. 3. Yang hadir an tara lain Seh
Benthong Mulana Mahrib,
3. Seh Benthong Mulana Mahribi,
ki Seh dari Lemahabang,
lawan ki Seh ing Lemahbang,
Seh Majagung serta lain-lainnya,
Seh Majagung saliyane ,
Pangeran Cirebon,
Ian pangeran Cerbon ika,
dan Sinuhun Girigajah,
jeng sinuhun Girigajah,
mereka membicarakan pengetahuan.
sami paguneman kawruh,
mengenai ketetapan hati.
masalah ing patekadan.
4. Berkatalah Sang Giri,
4. Ngandika sinuhun Giri, memulai pembicaraannya.
amiwiti pangandikan, saudara-saudaraku semua,
heh seduluringsun kabeh, bagaimana tanggapanmu mengenai
pundi tingkahing makripat, makripat (sifat-sifat Tuhan),
sampun wonten karebetan, jangan sampai ada keributan,
dipun sami kawruhipun, mari sama-sama dipelajari.
sami peling pinelingan. sama-sama saling ingat mengingatkan.
48
18. Seh Lemah Bang angling malih, 18. Seh Le'mah Bang berkata lagi, .
pan sami miyak ing warna, bagai mengungkap suatu wama,
pan nora ana bedane, tidak tampak adanya perbedaan,
saliringe punapaa, begitu1ah semuanya,
manahe rasa kawula, perasaan dari manusia,
nyaguhi ujaring ngilmu, mempertahankan pendapat ilmu,
mapan kabeh iku padha. oleh sebab itu semua sama.
19. Seh Magribi berkata keras,
19. Seh Magribi asru angling,
seraya tersenyum berkata,
sarwa mesem angandika,
benarlah itu semua,
inggih leres ing semune,
mengungkapkan suatu wama,
pan iku miyak ing wama,
sudah diketahui oleh banyak orang,
kapriksa ing wong kathah,
semua sudah mendengar,
sedaya pra samya ngrungu,
temyata wama itu tidak sama.
pan iku dudu sesama.
20. Katakan1ah di da1am hati,
jangan sampai ada yang mendengar,
Kaca 47 menyembah sujudlah dalam hati saja,
bukan dalam suatu percakapan,
20. Ucapen sajroning ati, walau sudah mengucapkan,
sampun wonten kang miyarsa, nama Yang Agung,
anungkemi ati bae, itu bukan suatu perca.kapan.
pan iku dudu rerasan,
2 1 . Pangeran Giri,
yen lamun den ucapna,
memberikan pendapat dalam
nguculken nama kang agung, pengetahuannya,
pan iku dudu rerasan.
bahwa sesungguhnya yang pasti,
adalah yang bergelar Prabu
2l Pangeran ratu ing Giri,
Satmata (yang tidak tampak),
.
23. Seh Siti Jenar sru angling, 23. Seh Siti Jenar berkata keras,
pan sampun ujar kawula, sudah kukatakan mengenai
sinanggahana, pendapatku,
kebanjur sabdaning guru, bagaimanapun hal itu tidak dapat
pamejange mring kawula, disanggah,
karena terlanjur dari sabda guru,
yang diajarkan terhadapku.
24. Wekasan tan kena gingsir, 24. Pada akhirnya tidak ada yang
sinual marang wong kathah, dapat mengubah pendiriannya,
tan kena obah tekade, dibujuk oleh orang banyak pun,
rnapan sampun janjining Hyang, tetap tidak berubah pendapatnya,
pangeran Cirebon ngandika, karena memang sudah takdir dari
dhateng Siti Jenar arum, Tuhan,
arerasan tan prayoga. Pangeran Cirebon lalu berkata,
kepada Seh Siti Jenar,
bahwa percakapan sudah tidak
baik lagi.
10. Lamun sira wus wuninga, 10. Apabila kamu sudah mengetahui,
aja pegat aningali, jangan pemah berhenti untuk
Jampahena manjing medal, mengetahui,
jejamu kelangkung adi, lakukanlah berkali-kali minum
saringen den baresih, jamu yang sangat mujarab itu,
yen sira wus nginum banyu, saringlah sampai bersih,
sima kabeh donya. minumlah jamu dengan teratur,
saglugut tan ana karl, apabila kamu sudah minum,
nora nana kang wujud amung hilang Jenyap rasa duniawi,
Pangeran. sekecilpun tidak ada,
tidak ada bentuk apapun kecuali
hanya Tuhan.
57
iya iku kalane wus nginum toya. tidak ada rasa sembah dan puji,
itu1ah orang yang hanya kadang-
kadang minum air.
menyebabkan hanya
dadine angangka-angka,
menebak-nebak saja,
kang dede dinaiih urip,
yang sebetuinya bukan alasan
iku den sengguh yekti,
dalam kehidupan.
muiane akeh keiurung,
ituiah yang disebut tidak baik '
dene tan purun ta nya,
oieh karenanya banyak yang
ingkang dudu den arani,
tersesat,
iya iku jenenge wong tuna
sebab tidak mau bertanya,
liwat.
tentang hal yang salah,
ituiah yang dinamakan orang
merugi.
58
6. Nukat hi alip,
6. lngkangjeneng nukat hi alip, alip be te dalam kebanyakan sastra,
alip be te sakathahe sastra, disebut nukat gaib,
nukat gaib iku rane, yang dinamakan nukat,
ya jeneng nukat iku, dalam sastra beijumlah tiga puluh,
sastra tigang dasa wiji, perhatikanlah benar-benar sampai
kaliling jiwa raga, jiwa raga,
sastra kabeh iku, semua sa5tra itu,
kang tumrap dhateng sarira, berlaku untukmu,
kanugrahan jenenge ingkang dengan arti lain mendapat anugrah
sejati, yang sejati,
arane iku nukat. itulah yang dinamakan nukat.
60
IS. Cahya iku metu roh kang 15. Cahaya itu memancar dari roh
19. Kabeh iku cahya jatineki, 19. Sesungguhnya semua itu cahaya,
iku cahya nggonne nyata ika, cahaya yang nyata,
lah iku tunggal jatine, keadaannya benar-benar tunggal,
cahya iku jatiningsun, cahaya itu sebenamya Aku,
pan kahanan tunggaling jati, cahaya tunggal yang sejati,
turune cahya ika, cahaya turun,
kadi kang tumurun, memang diturunkan,
kinarsakken ananira, adanya dikehendaki,
kang tumetes cahya kang ana cahaya yang menetes tersebut,
puniki, dinamakan nur buwat (cahaya
iku aran nur buwat. terbuang).
kaca 63.
20. Cahaya itu turun,
20. Duk tumurun kang cahya
di palung,
puniki,
dinamakan Salbirah,
duk amanggih kang balong
yaitu tempat kembalinya rasa,
bel aka,
bercampur dengan jiwa yang baik,
suka salbiyah jatine,
jiwa dari jiwamu,
nggonning rasa pulang kayun,
bersama jiwaku,
awor jiwa-jiwa pan singgih,
jelas sekali keadaannya,
jiwa pan jiwanira,
kilauan cahaya keraton tidak
tunggal jiwaningsun,
menandingi,
angelela dhewekira,
itulah Salbiyah.
yen dumeling keraton tan
amomori,
salbiyah jatinira.
21. Sebeluin adanya cahaya,
dari firman nukat gaib,
21. Sadurunge kang cahya rumiyin,
kuncinya disebut mandi (doa),
sangking kalam nukat gaib ika,
nuleat gaib,
pan aran mandi kuncine,
sebelum ada birahi (hasrat),
nukat gaib sireku,
itulah asal dari permulaan,
sadurunge ana birahi,
raga berpulang,
iku angsale purba,
pada kekuasaan dat Allah,
raga pulang kayun,
apabila benar-benar sudah
datolah sampun kawengka,
bercampur dengan Yang Maha
yen awor wor maha suci iku .
Suci,
singgih,
itu disebut nukat gaib.
nukat gaib punika.
65
24. Patang puluh dina lingaling 24. Selama empat puluh hari tertutupi,
puniki, mau tidak mau,
apan ora ing mangke punika, perigi pasti,
nis kara kupa pesthine, - menjadi sebesar genggaman,
duk sakepel puniku, hal itu sudah digariskan,
apan uwis pinesthi-pesthi, buruk dan baiknya,
ala lan becikira, panjang dan pendeknya,
dawa cendhakipun, celaka dan dosanya,
bilahi d osane pisan, jadi satu genggam sastra itu
duk sakepel sastra aran iku benar-benar,
singgih, sudah takdir dari Tuhan Yang
nggone mesthi takdiring Hyang. Maha Esa.
66
25. Apan satus Ian patlikur ari, 25. Kira-kira seratus dua puiuh empat
insan k amil reke jenengira, hari,
Jumuwah iku dadine, muncullah insan kamil,
Aliahuakkbar iku, tepatnya pada hari Jumat,
ingaranan Septu dumeling, Allahuakbar,
jumeneng ing Jumuwah, kedengaran pada hari Sabtu,
in�an kamil iku singgih, jadi inasan Kamii muncui pada
campuhe ingkang cahya. hari Jumat,
insan Kamil itu,
sempurna adanya,
dan benar-benar pada hari Jumat
26. Adarbeya netra tan ningali, insan Kamii,
duwe kama datan amiyarsa, bercampur dengan cahaya.
napas metu ing irunge,
napas nggone nyata iku, 26. Memiliki mata tidak meiihat,
duk jumeneng ratu sireki, punya teiinga tidak mendengar,
ratu purbawisesa, nafas ke Iuar dari hidungnya,
anglela puniku, nafas nyata ada di situ,
keraton ing dhewekira, bertahta sebagai ratu bagi diri,
iya iku ing gedhongan in�an ratu yang menguasai,
kamil, jeias sekali,
iku abadan sukma. keraton daiam dirimu,
ituiah gedung insal Kamil,
yaitu badan sukma.
Asmaradhana
Asmaradana
1. Purwane kitab anganggit,
tutur masalah sahadat,
padha ngawruhana mangko, 1. Permulaan dari kitab yang ditulis
iku Islam kang wus Islam. itulah Islam yang sudah Islam.
4. Sahadat yang sudah dipastikan,
4. Sahadat kang pesthi malih, itulah sahadat yang sempurna,
iku sahadat sempuma, seperti yang diungkapkan dalam
sicublak-cublak suwenge, tembang berikut ini
suwengira gulenteran, sicublak-cublak suwenge,
mambu ketundhung gudel ika, suwengira gulenteran,
pedhotipun lera-leru, mambu ketundhung gudel,
iku sahadat sampuma. pedhotipun lera leru,
itulah sahadat yang sempurna.
5. Gurokena iku kaki,
5. Bergurulah,
ingkang sampun wruh sahadat,
bila sudah mengetahui sahadat,
yen sampun ngeguru angger,
dan sudah berguru,
aja wedi ing bebaya,
jangan takut akan bahaya,
kelamun tan darbe arta,
walau tidak mempunyai uang,
ngawulaa den satuhu,
terimalah dengan ketabahan,
lamun sira arsa Islam.
dengan demikian kau berkehendak
akan menjadi Islam.
kaca 70. 6. Dua kalimah sahadat,
6. Sahadat k alimah kalih, disebut juga anpas,
wenang ingaranan anpas, apabila menyebut nama,
dene anebut namane, anpas yang sudah kau ketahui itu,
yen tan weruh dadi kupur, kalau tidak mengerti sama dengan
kaca 97.
Sinom
Sinom
1. . ... .. . .......... 1. . .....Kenyataan akan Tuhan,
tidak bisa lupa dalam hati,
nyatane marang Pangeran, waspadalah,
nora lali sangking ati, dalam mendekatkan diri kepada
awase aningali, Tuhan
marang Pangeran kang agung, dengan makripat,
jenenge kang makripat, k�tahuilah akan Tuhan,
weruha marang Hyang Widdhi, . yang selalu disebut dalam hati
kang kasebut ing ati Allah kang Allah tunggal.
tunggal.
2. Jangan mendua hati,
2. Aja angloro ing tingal,
dari a wal hingga akhir,
ing awal kelawan akhir,
awal artinya belum ada,
aw.ale kang durung ana,
akhir itulah yang terakhir,
akhire iku kang karl,
akhir _namanya jasat,
kang akhir jening jisim,
awal namanya roh,
kang awal jeneng rohipun,
semua itu menjadi kenyataan,
pan dadi kanyatahan,
hiasan sejati,
minangka paisan jati,
yang disebut sebagai kesatuan.
iya iku kang minangka katunggalan.
3. Tegese kang kaping lima, 3. Arti ke lima,
kanugrahan kang sayekti, yaitu anugrah yang benar-benar,
salat lsmu ngalam ika, Sholat Ismu di dunia ini,
jenenge roh law an jisim, namanya kesatuan roh dan jasat,
yugya sami ngrawuhi, baik kau ketahui,
tegese marang Hyang Agung, siapa Tuhan,
namane Allah tan pegat, Tuhan itu .tiada put us,
olehe Allah ningali, memperhatikan,
mapan jagat ingkang dadi dunia van2 nvata ini.
kanyatahan.
Kaca 98. 4. Perhatian-Nya tidak pemah lepas,
4. Tan p egat ing t ingalipun, akan kejadian bumi dan langit,
dadine bumi lan langit, dan menjadikan ayat benar-benar,
iya iku kanyatahan, menjadi pokok dari ilmu,
kang dadi ayat sayekti, tiada dua atau tiga,
kukuh jenenging ngilmi, namanya kenyataan,
tan ana roro tet elu, benar-benar ujud yang suci,
jenenge kenyatahan, ya roh itulah ujud yang suci.
wajah jati ingkang suci,
iya eroh jenenge kang aran wajah.
73
Dhandhanggula
Dhandhanggula
1. Menurut perkataan dari Nahi
I. Angandika Nabi kang sinelir, pilihan yang suci,
ingkang suci jenenging sarengat, hahwa sareat,
tarekat Ian hakekat, tarekat dan hakekat,
miwah makripatipun, serta makripat,
mapan tunggai dadi sawidji, itu semua menjadi satu dalam satu
Iamun nora wuninga, wadah,
hataiiampahipun, hila tidak mengetahui,
sarengat nora hakekat, akan hatallah ihadahnya,
mapan hatai sarengate nora menjalankan sareat tetapi tidak
dadi, menjalankan hakekat,
yen nora Ian hakekat. maka akan hatal sareatnya,
jadi harus diharengi hakeka t pula.
2. Demikian pula tarekat tidak akan
Kaca 99.
herhasil,
2. Kang tarekat iku nora dadi. hila tidak disertai hakekat,
lamun nora kalawan hakekat, akan menjadi hatal kedua�uanya,
rnapan hatal ing karone, kemudian hakekat dijalankan,
kang kakekat winuwus, tetap akan hatal juga ihadahnya,
mapan hatal denya ngawruhi, hila tidak menjalankan makripat,
yen nora nganggo makripat, jadi secara keseluruhan hila salah satu
hatal kawruhipun, tidak dijalankan hatal ihadahnya,
Yugya sami ngawruhana, oleh karena itu sehaiknya jalankan
mapan wcijih sarengat denya semua,
ngawruhi, memang sudah wajihnya sareat
aja sira pepeka. dijalankan, jangan kau menjadi
lengah.
3. Aja sira tungkul hisa ngaji, 3. Jangan kamu puas sekedar hisa
kang satengah den gawe kabisan mengaji.
amrih kuncara ngilmune, separo kemampuan,
sejatine durung wruh, kau gunakan untuk mencari
kang satengah dan gawe pokil, kemuliaan ilmu,
iya wayang wuyungan, itu namanya helum mengetahui,
tansah anjejaluk, kemudian separonya lagi kau gunakan
ngelmune den gawe pokil, untuk meraih keuntungan.
agung gawe asaha umah priyayi, seperti orang yang kebingungan saja,
milaku winewehan. selalu meminta,
ilmu untuk meraih harta henda
yang hanyak,
agar menjadi seperti seorang priyayi,
yang selalu memheri.
74
7. tunggal,
Tunggal wujud tunggal dadi
sij i. jika satu sebagai wujud tunggal,
10. Yekti batal jenenge kang ngilmi , I 0. Benar-benar akan kehilangan apa
peksa b isa kudu sumentana, yang dinamakan ilmu,
tur dudu unine, karena mengajarkan hams berlaku
unine Pangeran anggung, seperti bangsawan,
ujubriya sumengah kibir, padahal bukan seperti itu yang
pan riya-riyane Allah, diajarkan,
kawula pan suwung, Tuhan,
ian kibir kibire sapa, sehingga menjadi bertingkah
lawan sumbar iya sumbare angkuh, sombong, takabur,
Hyang Widhi, dan melakukan tindakan jelek
pangucape mring kawula. lain di hadapan Tuhan,
manusia menjadi kos ong/hampa,
taka bur, taka bur kepada siapa saja,
serta sombong, menyombongkan
diri dihadapan Tuhan,
demikian juga yang diucapkan
kepada sesama.
77
1 1. Lamun arsa sampurna ing k ibir, 11. Jika ingin sempuma jangan
1akonana j enenge kawu1a, takabur,
kaya priye parentahe, jalanilah namanya sebagai man usia,
jeneng kawula suwung, apapun perintahNya,
upamana lir sarah keli, manusia itu kosong/hampa,
anut iline toya, seurripama sampah yang hanyut,
saparane alun, menurut mengalirnya air,
yaiku kaweruhana, menurut jalannya ombak,
separane tan bisa polah pribadi, hal demikian ketahuilah,
yaiku j eneng kawu1a. jalannya tidak bisa bergerak
sendiri,
yaitulah namanya manusia.
Kaca 103.
12. Yang dinamakan manusia sejati,
12. Pan j enenge kawula sejat i, menjadi satu bentuk dengan
tunggal wujud kelawan Tuhan,
Pangeran, merupakan peleburan ke duanya,
pangleburaning rorone, bila tidak memperhatikan,
lakak kawalakaka iku, akan inenjadi hilang nama Tuhan,
mapan ilang j enenging gusti, dan jika sudah jelas-jelas
mapan sampun tetela, mengetahui,
jeneng manungsaku, akan siapa manusia itu,
pan den aku katunggalan,
maka akan menjadi satu,
sejatine tan ana wujud kekalih,
sebenamya tidak ada wujud ke
dat sipat iku tunggal. dua.
sifat dat itu satu/tunggal.
13. Apan apngal iya tan kekalih, 13. Karena itulah sudah tidak dua lagi,
pan wus nyata wau ing sudah benar-benar menyatu dalam
manungsa, diri manusia,
puniku endi tegese, lalu apa artinya,
aran manungsa iku, yang dinamakan manusia itu,
ingaranan manungsa jati, yang dimaksud manusia sejati,
yaiku Rasullolah, adalah Rasulolah,
panutan satuhu, yang benar-benar menjadi panutan,
sejagat bumi ngakasa, seluruh dunia dan langit,
samya anut ing kanjeng Nabi semua menurut kepada Nabi yang
sinelir, terpilih,
sami agami Islam. semua menurut agama Islam.
78
17. lya iku sahadat sejati, 17. Itulah yang disebut sahadat sejati,
ingaranan kalirnahe tunggal, dinamakan kalimah yang tunggal,
den weruh siji-sijine, jika ingin mengetahui satu persatu,
tegese ing ati lulut, harus pasrah hat�ya,
wus sampuma jenenge ati, sempurna (bersih) hatinya,
endi atine sampurna, hati yang bersih itulah,
iya ingkang anut, yang harus dianut,
anyebut Ilolah ika, berserahlah dan selalu menyebut
pikukuhe ing ati tan kena llolah,
gingsir, keteguhan hati tidak boleh
pangucape llolah. bergeser,
dengan mengucap pujian kepada
llolah.
18. Mapan eroh jenengira urip,
pikukuhe yaiku Pangeran,
18. Yang ada dalam hidup adalah roh,
dat urip ing selawase,
sandaran hidup Tuhan,
yaiku pi·kukuhipun,
yaitu dat yang hidup selamanya,
jenenging roh tan kena gingsir,
itulah kekuatan,
yugya sami estokna,
roh tidak boleh bergeser,
anedya atulus,
sebaiknya kau jalankan ini,
endi pik.ukuhing rasa,.
dengan tulus,
ya Muhamad pikukuhe kang
Apa yang menjadi kekuatan rasa,
sejati,
benar-benar hanya dalam diri
jejuluk Rasullolah.
Muhamad,
yang bergelar Rasullolah.
Sin om Sin om
Asmaradana Asmaradana
Mijil Mijil
I. Won ten kayu kang mulya sawiji, 1. Ada sebuah kayu yang sangat
datan mawi eron, mulia,
pan salem ba r tan ana godhonge, tidak berdaun,
poma padha pikiren ta kaki, selembarpun tiilak ada daunnya,
godhonge puniki. oleh karenanya saya perintahkan
dudu roning kayu. pikirkanlah itu,
yang dimaksud daun terse but.
bukan daun kayu.
kaca 111.
2. Daun itu tidak tinggal di pohon,
Patra iku katinggal kang uwit, pohonnya tidak berdaun,
uwit tinggal eron. perhatikan dengan teliti jika diam.
den patitis lamun meneng jangan diam seperti gulapi (acuh
mangke, tak acuh?),
aja kaya enenge gulapi. tapi juga jangan keras-keras bila
ja rame yen muni. berkata,
ewuh ujar iku. berkata kenis itu menyibukkan
(membingungkan).
84
Maskumambang Maskumambang
Kaca 114.
6. Dunia yang kelihatan indah pada
6. Dunya manis wekasane akhirnya akan terasa pahit,
bratawali, duniamu akan hilang,
dunyanira ilang, neraka akan mengikuti,
nerakane atut wuri, badan akan sengsara.
badane kasiya-siya.
7. Di dalam gunung Sari ada gunung
7. Gunung sari jroning gunung isi
Putri,
putri,
ada terang tetapi bukan siang,
ana padhang dudu rina,
ada gelap tapi bukan malam,
ana peteng dudu wengi,
ada terang melebihi matahari.
pan luwih padhange surya.
Dhandhanggula Dhandhanggula
Kinanthi
2. Kang sampun awas ing ngiimu, 2. Yang sudah waspada akan ilmu,
datan samar tingaineki, tidak akan ragu-ragu lagi
kadi ombak Ian segara, penglihatannya,
pan sampun kawengku ugi, seperti ombak dengaf! lautan,
pundi kang dudu segara, pasti sudah menjadi kekuasaannya,
kabeh kabeh ya jeladri. mana yang bukan lautan,
semua adalah lautan.
Asmaradana Asmaradana
13. Atur nuhun ing sang Aji, 13. mengucap terima kasih kepada
kawu1a kinen ajawab, sang raja,
ing suale bocah mangko, bila.hamba disuruh,
kawu1a datan aduga, menjawab pertanyaan anak kecil
peteng manah kawu1a, tersebut,
sumahur sarwi tumungku1, saya tidak bisa,
tembe kawula miyarsa. ge1ap hati hamba,
mereka menjawab sambil
menunduk,
16. Kang mindha warna asalin, 16� Kemudian anak kecil tersebut
wus ilang wernane bocah, berganti bentuk,
Seh Samsu Tamris namane, hilang bentuknya yang sebagai
heh sang ratu Ngerum sira, anak keci1,
yen arsa mupakatan, Seh Samsu Tamris namanya,
sira lawan jeneng ingsun, sang raja yang terhormat,
sun jaluk keratonira. jika kamu ingin bermufakat,
lawanlah saya,
saya minta kerajaanmu.
94
21. lngsun aneng jroning suci, 21. Saya dalam keadaan suci,
duk mancur kadya lelidhah, memancar seperti halili.ntar,
gumebyar 1ir lintang katon, mencorong seperti bintang yang
26. Umbak urip lawan angin, 26. Umbak ada dikarenakan angin,
banyu urip Ian segara, air ada dikarenakan laut,
wus dadi siji wujude, jadi sudah menjadi satu ujudnya,
tan ana gusti kawula, tidak ada tuan dan hamba,
sang nata dipun waspada, sang raja perhatikanlah itu,
yen wus mangsud tingalipun, jika sudah mengetahui maksudnya,
tuwa enom iku padha. tua muda itu sama.
96
Sin om Sin om
Dhandhanggula Dhandhanggula
4. Banyu metu ing jejantu iki, 4. Air yang ke luar dlri jantung,
ingaranan banyu manuk ika, dinarnakan air manuk,
metu sangking memarase, ke luar dari paru-paru,
aran abanyu wakidun, dinamakan air wakidun,
pangiwane puniku singgih, tidlk ada penyimpangan semua
kathahe pan tetiga, baik,
arane kang banyu, ada tiga,
iya metu sangking rasa, jalan ke luarnya air,
sangking mani waliyat arane yaitu air yang ke luar dari rasa,
singgih, dari mani waliyat,
ingkang aran waliyat. dari waliyat.
5. Banyu metu ing ampru kaki, 5. Kemudian air yang ke luar dari
ingaranan banyu jalal miyat, empedu,
anurut banyu wetune, dinamakan air jalal miyat,
dene wit alip puniku, men'llrut ke luarnya air,
iya iku jatine warih, adalah dimulai dari alip,
ingaran banyu kudrat, itulah air sejati,
nenggih jisimipun,. dinamakan air kodrat,
jisim ingkang dadi warna, sedang jasat,
ingaranan wewadhahe uyuh adalah jasat yang menjadi bentuk
kaki, badan,
tuture kitab rancang. sebagai tempat air kencing,
itulah petunjuk dari kitab rancang.
100
Kaca 133.
12. Lamun 1uwih sedina sawengi, 12. Jika lebih sehari semalam,
wetunira jenenging kang napas, ke luarnya nafas,
punju1 patang atus mangke, bisa lebih dari empat ratus,
ke1awan malihipun dengan perubahan,
pira kehe kang aneng jisim, berapa banyak yang berada dalam
kang aneng sarira, jasat,
sukma kang winuwus, dan da1am diri pribadi,
tigang dasa katahira, suksma yang dapat mengetahui,
punju1 kalih kang wonten jisim tiga pu1uh banyaknya,
puniki, 1ebih dua berada da1am jasat,
yaiku kawruhana. itulah harap diketahui.
13. Kang sawiji iku sukma luwih, 13. Pertama suksma yang sangat
sukma wantah kang anen berlebih,
sarira, yaitu suksma yang belum
Nur Muhamad kapindhone, bercampur dalam diri pribadi,
aneng ing netra iku, ke dua Nur Muhamad,
kaping tiga Nurullah singgih, berada di mata,
ing bathuk dunungira, ke tiga Nurullah,
kaping pate iku, berada di dahl,
nurbuat akaping lima, ke empat,
sang nurwenda anane aneng nurbuat, ke lima,
kuping, nurwenda, berada di telinga,
lah padha kawruhana. itulah harap diketahui.
Kaca 114.
15. Kalih dasa punika kawarni, 15. Kemudian diceritakan yang ke dua
sanget cupet aneng kulit ika, puluh,
kaping selikur kathahe, sangat pendek berada di k ulit,
sukma mu1ya puniku, ke dua puluh satu; dinamakan
aneng getih lungguhe kaki, s uksma m ulya,
kalih likure ika, berada di darah,
iku aranipun, ke dua puluh dua,
kang aran sukma wasesa, dinamakan,
lungguhira aneng sukunira suksma wasesa,
kalih, berada di ke dua suku,
tuture kitab rancang. itulah petunjuk dari kitab
Ran cang.
Kaca 135.
16. ke dua puluh empat dinamakan,
16. Patlikur wa u kang winarni,
s uksma l uwih,
sukma luwih iku aranira,
berada di zakar,
aneng zakar ing lungguhe,
ke dua puluh lima,
kaping selawe iku,
dinamakan suksma kernbar,
sukma kembar arane singgih,
berada di tangan,
lungguhe aneng tangan,
itulah tempat-tempatnya,
iku lungguhipun,
harap diketahui, .
den sami ngawruhana,
baik laki-laki ma upun perempuan,
lanang wadon jenenge sawiji
satu-satu perhatikanlah,
wiji,
apa yang diuraikan dalam kitab
kang aran kitab rancang.
Rancang.
19. Sampun jangkep tigang dasa 19. Terakhir yang ke tiga puluh dua,
kalih, dinamakan suksma wimbuh,
ingaranan sukma wimbuh ika. berada di dalam kata hati,
neng osik iku lungguhe, jadi sudah selesai yang diceritakan,
wus telas kang winuwus, berganti yang diceritakan,
ana maneh gumantya adi, awal mula adanya huruf Arab,
muiane aneng aksara, tafsir dan nahwu (tata bahasa
tapsir lawan nahwu, Arab),
kelawan sarap punika, sebagai alas,
lawan usul iya lawan kitab dan tempat mencari,
pekik, akan asal usul kitab yang bagus ini.
kelawan sitin ika.
20. Milanira ana ngilmu pekik, 20. Oleh karena itu ada ilmu yang
Ian aksara iya tigang dasa (Ian sangat bagus,
aksara tigang dasa ika), dengan huruf tiga puluh
kekalih iku langkunge, jumlahnya,
muiane ana usul, kelebihannya dua,
sangking sukma muiane dadi, asal usulnya,
aksara tigang dasa, dari suksma,
kalih langkungipun, huruf tiga puluh,
iku padha kawruhana, dengan kelebihan dua,
yen tan weruh mengkona ujare itu ketahuilah,
ngili, jika tidak kau ketahui,
tuture kitab rancang. pergilah supaya aman,
demikian petunjuk dari kitab
Rancang.
105
alip iku aksara ingkang m iwiti, jadi alip itulah yang menjadi
23. Kuping dadi edal ingkang cilik, 23. Telinga menjadi edal kecil,
lan kepala ram but ingkang sirah, rambut dikepala.
ingkang dadi edal gedhe, menjadi edal besar,
yaiku tanganipun, tangan,
dadi reje netu sawiji, menjadi reje dan netu.
bebokong karo pisan, ke dua pantat,
dadi sin sin iku, menjadi sin sin,
dadi ta untu ika, gigi,
dadinira kang le neptu sawiji, menjadi le,
tuture kitab rancang. demikian menurut kitab Rancang.
106
24. Pupu kiwa tengen dadi ngain, 24. Paha kiri kanan menjadi ngain,
lawan oghin dadi wentisira, serta oghin; juga dari paha kiri dan
kang kiwa lawan tengene, kanan,
epe Ian ekap iku, epe dan ekap,
dadi kulit puniku kaki, dari kulit kaki,
dadi daging ekap ika, daging menjadi ekap juga,
lam aksaranipun, dan aksara,
kap dadi mim iku, kap menjadi mim,
awak awakan enun saujaring kelengkapannya enun, demikian
tulis, keterangan yang ditulis,
kelawan delamakart. dengan telapak tangan.
Kaca 139.
Sin om Sin om
10. Sapa kang weruh ing awak, 10. Siapa yang mengetahui a kan diri
pesthi yen weruh Hyang Widdhi sendiri,
awase kadi punapa, pasti akan mengetahui juga akan
awasesa kang sayekti, Tuhan,
lamun obah badaneki, waspadanya seberapa,
den awas sira andu1u, waspadailah dengan benar-benar,
kang aneng ing sarira, jika kepercayaan dirimu berkurang,
punika sapa duweni, perhatikanlah dahulu,
po1ahira pan nyata polahe apa yang ada dalam dirimu,
Allah. siapa yang memiliki,
12. Endi lungguhe kang nala, 12. Dimana tempat perasaan h<iti
aneng dhadha sira kaki, ada dalam dada,
endi lungguhe ilaha, dimana tempat Ilaha,
marang lambung kanan kering, ada di dalam lambung kiri dan
kelawan illallah kaki, kanan,
aneng ngendi lungguhipun, serta Illollah,
lungguhe kang ula-ula, dimana tempatnya,
yaiku ujaringjanji, ada di tulang punggung,
kawruhana yen tan weruh itulah petunjuk dari perjajian,
siya-siya. ketahuilah, bila tidak sia-sialah.
3. Wus jamake wong urip puniki, 3. Sudah sepatutnya orang hidup itu,
aja sira ngresula kasoran, jangan mengeluh jika menemui
iya iku tarimane, celaka,
ja bungah lamun luhur, itu terimalah,
den tarima titahing Widdhi, jangan hanya senang bila dalam
balik padha lumakua, kemuliaan,
samaren ing laku, terimalah cobaan dari Tuhan,
dimene ilang kang arna, jalankanlah benar-benar,
amanira kathahe tigang samarkan dalam tindakanmu,
perkaw is, supaya hilang kesukaranmu,
sukanan Ian doyanan. kesulitanmu disebabkan tiga
masalah,
kesukaan dan kemauan.
8. Nora ana wong wruh Mekah 8. Tidak ada orang yang akan
kaki melihat Mekah,
alit mila tumeka ing wayah, dari kecil sampai bercucu,
tan ana teka parane, tidak akan sampai,
yen ana sangunipun, baru jika ada bekalnya,
teka Mekah tur dadi khaji, akan sampai ke Mekah dan akan
amrih kajen awakira, menjadi Haji.
tan wruh lamun kumprung, serta akan dihormati dirimu,
kang teka khaji utama, tidak pandang walau bodoh,
sangunipun kang setya tega ing yang datang dan sampai akan
pati, manjadi Haji yang utama,
sabar rila ing dunya. bekalnya kesetiaan dan tidak
takut akan kematian,
sabar rela hidup di dunia.
113
10. Keranane wong urip puniki, 10. Sehah orang hidup itu,
nora wande henjang aprelaya, tidak urung hesuk akan mati,
yen mati ngendi parane, jika mati dimana nanti tempatnya,
upama peksi mahur, seumpama hurung terhang,
mesat sangking kurunganeki, terhang dari sangkar,
ngendi pencokanira, lalu di mana tempat hertenggernya,
menawa keliru, jika tidak tahu akan keliru,
upamane wong neng dunya, demikian juga orang hidup di
nora wurung ing temhe dunia,
kelamun mulih, tidak urung pada nantinya akan
mring negara kang m u1ya. pu1ang (mati),
menuju ke tempat yang mulia.
14. Dudu rasa kang krasa ing ati, 14. Bukan rasa yang terasa di hati,
dudu rasa kaki papecahan, bukan rasa perpecahan,
dudu rasa kang ginawe, bukan rasa yang dibuat,
dudu rasane wong guyu, bukan rasa orang tertawa,
dudu rasa ing lathi, bukan rasa di dalam bibir,
dudu rasaning mangan, bukan rasa nikmatnya makan,
krasa nyamuk-nyamuk, atau rasa lezat,
kabeh iku dudu rasa, semua itu bukanlah rasa,
kang kerasa jiwa jisim iku singgih sesungguhnya yang dinamakan
rasa mulya amesesa. rasa itu berada dalam jiwa jasat,
yaitu rasa yang menguasai
kemuliaan.
1 15
kaca 151.
I 70 Orang sembahyang jika belurn
170 Wong sembahyang yen durung merasa damai,
nyameni, puji dan doa malahan akan
puji donga iya cecangkriman, menjadi teka-teki,
besuk yen mati kapriye, besuk kalau mati bagairnana,
puniku dipun weruh, ini harus diketahui,
sukma jati wasesa jati,
suksma sejati akan menguasai.
jati jatine jalma,
siapa sesungguhnya manusia itu,
basane wong luhung,
manusia adalah mahluk yang
kabeh iku pan werana, luhur,
mung punika kang aran ngilmu
jadi semua hanyalah tirai,
sejati,
hanya inilah yang disebut sebagai
den sami ngulatanao
ilmu sejati,
harap ketahuilaho
1 16
18. Ujar kupur kapir kang sayekti, 18. Ucapan kafir benar-benar,
iya iku paworing Hyang Sukma, akan dicampuri (se1alu diketahui)
den alembut penyaringe, oleh Tuhan,
tan ana dulu dinulu, karenanya perhatikanlah dengan
tan ngerasa datan ngrasani, sungguh-sungguh,
datan p aran pinaran, jangan sating me1ihat (membandingkan),
sejatine suwung, jangan suka membicarakan sesuatu,
suwunge pan iku ana, jika tidak mengetahui asa1 usu1nya,
ing anane puniku rasa sejati, karena semua itu kosong,
tan kena rinasanan. tetapi walau kosong ada, .
keadaan itulah dinamakan rasa sejati,
jadi sudah tidak bisa dibicarakan 1agi.
19. Yen tan weruh ujar iku kapir, 19. Apabila tidak mengetahui
tan sampurna denira anembah, petunjuk itu namanya kafir,
meksih ura-ura bae, tidak sempurna o1ehmu menyembah,
ingkang tumekeng kupur, belum bersungguh-sungguh,
iya iku kang tekeng jati, menjadi kafir,
wekasane kasedan, benar-benar,
kupur kapir iku, sampai akhirnya,
iya Allah ya M uhamad, kekafiran itu,
iya idhep iya rasa iya urip, diketahui oleh Allah dan Nabi
yaiku jatining Islam. Muhamad,
yang melihat, merasa dan hidup,
itu1ah ajaran Islam.
21. Kaya paran tegese wong mati, 21. Orang mati itu bagai berjalan saja,
sukmanira mesat sangking raga, suksma melesat dari raga,
mring ngendi benjang parane, di mana tujuannya nanti,
ke1amun marang luhur, jika ke arah yang._tinggi,
sasar susur ngilmune cantrik, keliru ilmunya para cantrik,
Jamun silih mengandhap, jika lebih rendah,
ngilm une kepaung, ilmunya tersesat,
sasare pitung bedahab, akan tersesat tujuh kali,
lamun nora lunga sangking ba tetapi jika tidak pergi dari badan,
daneki, ilmunya akan kebingungan.
abingung ngilmunir�.
22. Jika pe�gi ke timur barat,
kaca 153. selatan utara,
22. Lamun ngetan mengulon puniki, itu pasti kurang baik
nadyan ngidul mengalor punika, pengetahuannya,
pesthi yen jawal kawruhe, Sang Dhandhang jambul
sang Dhandhang Jam bul muwus, menjawab,
anambangi wecana manis, dengan jelas dan horma t.
heh naga jarwanana, he naga uraikanlah,
semune puniku, bentuknya semua,
aja amiyak kekeran, tetapi jangan menyingkap rahasia,
kabeh-kabeh iku ngilmune semua ilmu itu dari Tuhan,
Hyang Widdhi. yang menguasai dunia.
ingkang murba amisesa.
Asmaradana Asmaradana
duk kuna Islam punika, Sudah pasti ada Islam dan kafir,
9.
janjine pan wus jinanten,
sejak dulu Islam itu,
sahad atira sernana,
ada perjanjian yang disebut,
dene wong kapir ika,
dalam sahadat,
wus pinasthi ajalipun,
bahwa orang kafir itu,
nora kena ingowahan.
sudah pasti akan mati,
tidak bisa dirubah lagi.
I 0. Wus janjinira Hyang Widdhi,
jenenge agama Islam, 10. Sudah merupakan janji Tuhan,
rnapan iku kekasihe, bahwa agama Islam, ·
12. Tanpa papan tanpa tulis, 12. Tanpa papan dan tanpa tulisan,
sahadat muttaawilah, sahadat Mutaawilah itu,
mutawasitah tegese, sedang Muttawasitah,
anganggo tulis punika, menggunakan tulisan dan papan,
lawan nganggo papan ika, Muttaakirah,
Ian muttaakirah iku, juga menggunakan tulisan dan
nganggo tulis papan ika. papan.
17. Tegese kang tanpa tepi, 17. Arti dari tanpa tepi,
jenenge mukal punika, itu mustahil,
yen tanana kuwasane, tidak mempunyai kekuasaan,
tanpa arah wujud ika, tanpa arah dan ujUd,
pan iya jenengira, dernikian juga,
tanpa enggon wuj.ud iku, tanpa tempat dan ujud,
ora wiwitan wekasan. tanpa awa1 dan akhir.
22. Wonten malih kang winami, 22. Ada lagi yang dicerl:akan,
bumi pinend hem bantala, bumi terkubur tanah,
kadi pundi ing tegese, apa yang dimaksud,
jenenge pangawruh ika, pengetahuan ini,
iku tegese nyawa, artinya nyawa,
nora pisah jisimipun, tidak berpisah dengan jasat,
ora samar ing paningal. tidak samar ·dalam penglilatan.
23. Wonten malih kang winami, 23. Ada lagi yang diceritakan,
ingaranan jatingarang, naga penjaga mata angin,
roh ilapi ing semune, dalam ujud roh Dahi,
ingkang dadi kenyatahan, menjadi kenyataan,
kang minangka wujud tunggal, wujud tunggal,
kekasihira Hyang Agung, yang dikasihi Tuhan,
ingaranan Rasullolah. yai tu Rasullollah.
Dhandhanggula Dhandhanggula
2. Sang abeksi nulya matur aris, 2. Sang beksi lalu berkata horma t,
ngaturaken pangapura tuwan, memohon maaf,
dhateng ki pengulu mangke, kepada ki pengulu,
ki pengulu tinembung, ki pengulu dijawab,
wonten sipatira wong sigit, bahwa sifat orang yang baik itu,
sipate pan mangkana, tidak seperti itu,
iya marang ing wong punggung, apalagi kepada orang yang bodoh,
kawula wong nistha ina, dan nista seperti saya ini,
nedha berkah andika tulusa asih, saya memohon berkah tuan dengan
gih amba nedha berkah. tul us dan cinta,
demikianlah hamba meminta
berkah.
9. Ana pap an ingkang tanpa tulis, 9. Sedang suatu papan yang tanpa
semunira pan kad i punapa, tulisan,
semune bawur tingale, artinya adalah,
tanana dasih ulun, penglihatan yang berbaur,
nama para rasa sejati, tidak ada yang dinamakan burung
ing mangke kadi kuna, seper ti saya ini,
rasaj ati iku. rasa yang sejati,
simane kang wujuJ tunggal, sejak dulu kala,
rasajati rasane tunggallan urip, sima menjadi ujud tunggal,
yaiku tunggal karsa. rasa sejati adal� rasa tunggal yang
hidup,
yaitu tunggal dalam kehendak.
126
I::. Damar murub tanpa sumbu iki. 12. Damar menyala tanpa sumbu,
semunira urube punika, nyalanya hanya samar-samar,
dat mutlak ing sejatine. zat mu tlak sebenarnya,
kadi banyu ngemu banyu. seperti air yang berisi air,
lir pangilon rasa sejati. rasa sejati itu seperti cermin,
ingkang dat mutlak punika. zat mutlak itu,
tunggal ananipun. satu adanya,
lah ta iku d ipun awas, perha tikanlah
basa iku ujar ingkang sampun bahasa itu ucapan yang baik,
luwih, Muhamad Rasullollah.
Muhamad Rasullolah.
127
13. Dhaon ij o tanpa wrek sa iki, 13. Daun hijau tanpa kayu,
semunira pan urip punika, kehidupan itu,
iya aliru anane, selalu berubah� bah,
sirnane dasih iku, hilang nya dasih (burung),
kang jumeneng uripe gusti, menjadi satu dengan Tuhan,
uripe para pan sampun aleru, manusia hidup jangan sampai
dadine tunggal uripnya, ke1iru,
tanpa warna sirnane uriping karena pada ak hirnya akan
dasih, menyatu j uga dengan Tuhan,
iku sampumane sahd at. tanpa bentuk,
hilang nya kehidupan dasih
merupakan kesem pumaan
sahadat.
15. Senteg pisan wus anigasi. 15. Senteg (alat penenun) ak hirnya
sipatira ing mangke punika. akan patah juga,
dene wus leru anane. demikian pula keadaanmu nanti.
tingalana liru iku. akan beruba h ,
ananira ananing Gusti, per hatikanlah hal ter sebut,
anane Gusti ika, keberadaanmu dan k e ber ad aan
ananira iku. Tuhan,
bawuma paningal tung gal, keberadaan Tuhan,
rasa jati rasane tunggal i a n urip . ke beradaanmu,
simane p a d h a ana. manunggalnya terlihat kabur.
padahal rasa sejati itu rasa yang
manunggal,
dan hidup itu akhirnya ::tkan mati.
128
16. Tanggal pisan kang purnama 16. Tanggal satu bulan purnama,
sidhi, bulan tidak tampak (gerhana
panglong pan grahanan pisan, bulan),
iya iku pasemune, itulah ibaratnya,
ing mangke kad i wau, nant i seperti itu,
ingkang rasa rasa sejati, rasa menjadi rasa sejati,
ing mangke kad i kuna, akan kembali seperti dahulu,
ananira iku, keberadaanmu,
kadi sad urunge ana, menjadi seperti sebelum ada,
ananira kuna tumekeng keberadaanmu dari dulu sampai
semangkin, kini,
iku anane segara. seperti keadaan lautan.
17. Kang grahanan alip tamsur iki, 17. Alip tamsur itu,
dudu sastra kang tamsur punika, bukan sastra tamsur,
iya roh ilapi mangke, melainkan roh Ilahi,
alip tamsur puniku, alip tamsur,
n ora kena angucap malih, tidak boleh diucapkan lagi,
yaiku ingaranan; Rasullolah, dinamakan juga,
iya alip iku urip kang sejati, Ras ullollah,
yaiku rasaning kur'an. alip merupakan kehidupan sejati,
rasa dari Qur'an.
kaca 167.
18. Nora beda lanang lawan estri, 18. l..aki-!.aki dan perempuan itu tidak
asalira karone punika, ada perbedaan,
sangking Muhamad asale, ke duanya berasal,
adan yayah ing ibu, dari Muhamad,
sangking Akhmat puniku ayah ibu,
singgih, benar-benar dari Muhamad,
eroh yayahing nyawa. roh nyawa,
ya Muhamad iku, Muhamad,
m uiane ana pernatan, oleh karenanya ada peraturan,
sangking Akhmat ingkang dari Muhamad yang memberi
waket lanang estri, ba tas laki-laki �ngan perempuan,
tanggaling subutiyah. tanggaling subutiyah.
129
19. Para ngadeg peng1.;1lu puniki, 19. Yang mengangkat sebagai pengulu,
dudu para jumeneng punika, bukan orang-orang yang mempunyai
dudu ratu ingkang gawe, kedudukan,
pan Allah jatinipun, juga bukan ratu, < •
20. Allah Muhamad pawore kang 20. Allah dengan Muhamad itu
puji, menyatu dalam pu jian,
puji donga lawan jawab tangan, pu ji doa dan jabat tangan,
tatkala asalat mangke, pangulu,
miwah jenenging pangulu, dengan mukmin juga benar-
lawan mukmin pawore singgih, benar menyatu,
pawore jawab tangan, bersatunya dalam jabat. tangan,
lawan mukmin pawore singgih, dan kamu,
pawore jawab tangan, menyatu dalam Islam,
lawan sira iku, ketahuilah benar-benar akan jabat
lah iku pawore Islam, tangan tersebu t,
jawab tangan kawruhana kang itu merupakan kesatuan dalam
sayekti, sholat.
iku paworing salat.
2 1. Kang ningkahna kala sira rabi, 21. Yang menikahkan kau saat nikah,
ya Pangeran ngawinakeo para, Tuhan,
Muhamad iku waline, Muhamad walinya,
Jabarail sahidipun,_ Jabarail saksinya,
sira kawin sajroning mesjid, kau nikah di mesjid,
mesjidte J oharuHah, mesjid Joharullah,
nggone pulang kayun, tempat pulangnya kehendak,
apulangsih jroning kuna, pulang ke da lam kekunaan,
mas kawine ngilmu jati araneki, mas kawinnya ilmu yang sejati,
iya dat jeneng para. yaitu zatmu.
130
22. Sujud rukuk sunah jatineki, 22. Sujud membungkuk itu sebenarnya
ingkang perlu iku ngilmunira, sunah,
ngilmu dat iku jenenge, ya ng penting dalam ihnumu,
yaiku kang karuhun, dinamakan ihnu zat,
sujud rukuk katur Hyang pertama-tama,
Widdhi, sujud membungkuk kepatla Tuhan,
lenggah sawuse dadya, d uduk setelah selesai,
insan kamil iku, Insan Kamil,
jenenge keratonira, nama kerajaannya,
ngilmu jati sajroning maklumat ilmu sejati benar-benar harus
singgih, diberitakan,
enggone aneng para. tempatnya ada padamu.
Kaca 169.
24. Lamun tunggal nyatane kekalih, 24. Walau satu kenyataan dua,
kekalihe iya iku tunggal, ke d uanya menjadi satu,
iya iku panembahe, itulah pujiannya,
yen sira sarnpun w.eruh, jika kau sudah mengetahui,
sakusike tunggale singgih, segala kata hati benar-benar
aja ta sira lena, akan menyatu,
tampanira iku, jangan kau lengah,
menawa keliru tampa, terimalah itu,
iya ikti margane kelangkung jika keliru dallm penerimaan,
rungsit, jalannya akan sangat berbahaya,
yen nora ant1,1k warah. a palagi bila tidak menerima
penjelasan.
131
27. Tegesira laku satindak iki, 27. Arti jalan beriring itu,
ananira ingkang johar awal, keberadaanku bagai bintang yang
rasa nur jati uripe, muncul,
tan roro urip iku, sebagai sinar kehidupan yang
anging Allah kang sip at urip, seja ti,
tunggal kahananira, hidup ini tidak dua kali,
iku nyatanipun, hanya Tuhan yang bersifat kekal
pan urip padhane pejah, dalam hidup,
ananira nora beda ingkang urip, satu keadaannya,
iku lakune sahadat. itu kenyataan,
tidak hidup atau mati,
adanya tidak berbeda dengan
yang hidup,
dan sebagai jalan sahadat.
132
29. Ingkang sampun angguru sejati, 29. Yang sudah berguru dengan benar,
salatira reke sanalika, sholatnya seketika pasti akan
nora kaprah Ian wong akeh, menjadi baik,
laire wong puniku, tidak salah seperti lazimnya
nora beda percaya sib singgih, kebanyakan orang,
salat wektu lelima, nampaknya or ang itu,
sujud rukuk iku, antara yang tidak percaya dengan
iku sejatine tunggal, yang benar- benar tidlk bisa
Ian wong akeh iku wong sujud dibedakan,
khakiki, sholat lima waktu,
den waspada tingalira. sujud membungkuk,
itu benar-benar me rupakan
kesatuan yang menyatu,
kebanyakan. orang bersujud itu
hakiki,
waspadalah dalam penglihatanmu.
Girisa Girisa
6. Kakang dhudha ing ngendi 6. Kanda duda dari mana asal usulmu,
pinangkanira, membuat perkara saja kamu,
gawe prakara jenengira, pohon sawo jatuh buahnya,
sawo semplok wohe ika, yang seharusnya tidak terjadi men
sing ora mulanira dadi ana. jadi terjadi.
Kaca 173.
14.. Kakang dhudha kaya paran 14. Kanda duda ke mana tujuan puji
pujinira, anmu,
Sin om Sinom
awakira. merintahmu.
12. Bebek alit saba toya, 12. Itik kecil berenang di air,
wira wiri angulati, terlihat ke· sana ke mari,
tan weruh kang aneng para. tidak mengetahui,
sejatine kang ngulati, ada yang memperhatikan,
kara ageng amendemi, biji kara besar membuat mabuk,
aja sira lengak lenguk, jangan dirimu kebingungan,
kedanan dhateng pawarta, •
tergila-gila akan berita,
widheng galeng sun westani, ketam ranjung di pematang
kapiluyu wong anem bah sawah,
marang Allah. sangat ingin ikut orang mee
nyembah kepada Allah.
139
15. Lir ku1eyang raganingwang, 15. Raga bagai me1ayang, seruling diri
suling dekeng sun wastani, dikira,
adas pilasari jingga, adas pulasari yarig berwarna
wus wayahe jasad kari, jingga,
sembilang kang taji kalih, sudah saatnya jasat ditingga1kan,
1e1ewane dipun weruh, ikan sem bilang yang memiliki dua
tangkil karang kakang dhudha, buah taji,
tan wande atinjo benjing, di karang bergaya,
kunir pita ketemu aneng di hadapan kanda duda,
ngayunan. tidak urung besuk bertemu,
dengan kunir kuning di ayunan/
penantian.
140
1 7. Pondhoh cengkir kakang dhudha, 17. Kanda duda buah kelapa yang
kang citra jroning nagari, masih muda,
polah para kari dunya, adalah gambaran suatu negara,
yen wus awor lali dhiri, tingkah lakumu di dunia,
citra wangkil sun wastani, apabila sudah bercampur lupa diri,
lebur papan tulis iku, bentuk wangkil (alat cedok untuk
awor tan kena pisah, menyiangi padi) saya kira juga,
akherat dadi siji, akan menjadi satu dengan papan
sampun sirna ora ana paran tulis,
paran. bercampur tidak dapat dipisah,
bersatu di akherat,
semua lenyap tidak ada apa-apa
lagi/kosong.
kaca 181.
18. Lamun sira pejah benjang, 18. Apabila besuk dirimu meninggal,
sayektine nora !Jlati, sebenarnya tidak mati,
kang karihin tinitipan, dulu hanyalah titipan,
dhumateng Hyang Maha Suci, dari Tuhan,
lah iku den udani, itu ketahuilah,
wajib ngulihaken iku, jadi wajib untuk dikembalikan,
ujar tigang perkara, apa yang dimaksud tiga perkara,
mati ilang lawan mulih, yaitu mati hilang kern bali,
nora nukma Ian nora mangeran tidak menjelma dan tidak kembali
liyan. pada Tuhan yang lain.
141
DhandhangguJa DhandhangguJa
kaca 182.
6. L amun sira tan awas ing ringgit, 6. Apabila dirimu tidak waspada
pondhoh cengkir kaki raganira, dalam menonton wayang,
selaka bang ing semune, ragamu seperti buah kelapa muda,
sapolahe puniku, dan perak yang berwarna menth,
raganira kuwasaneki, segala tingkah laku,
iku sangking ki dhalang, ragamu dikuasai,
dhalange puniku, ki dhalang,
polahe nora perbeda, demikian juga dhalangnya,
iya dhalang iya wayang kang tindakannya tidak berbeda,
sejati, sebenarnya baik dhalang maupun
tan ana rasa rumangsa. wayang,
tidak ada rasa sating menguasai.
143
9. Dhalang iku pan tetiga singgih, 9. D halang itu sesungguhnya ada tiga,
wujud kak iawan wujud mutiak, wujud hakiki dan mutlak,
ian wujud bathil arane, serta wujud bathil,
ya wayange puniki, demikian juga wayang,
nora beda puniku singgih, sebenarnya tidak ada bedanya,
iku dipun waspada, perhatikanlah,
ya dhalang kak iku, dhalang hakiki,
kelawan kang dhalang mutlak, dhalang mutlak,
dhalang bathii arane wayang serta dhalang bathil juga
puniki, dinamakan wayang,
iku dipun waspada. perhatikanlah dengan baik.
144
Kinanthi Kinanthi
Ada dua hal yang akan disajikan dalam bab yang terakhir ini, yakni: pertama,
kajian (analisis) isi tembang yang terdapat dalam naskah yang dikaji dan nilai-nilai
yang tersimpan di dalamnya: dan kedua, kesimpulan itu ·sendiri yang mengete
ngahkan temuan-temuan analisis, yang kemudian dikaitkan dengan pembangunan.
Oalam hal ini adalah apakah nilai-nilai yang tersimpan dalam naskah tersebut
masih relevan atau justru menghambat pembangunan yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
4 .1 Analisis
Tembang yang terdiri atas 62 bait ini berisi kesempurnaan hidup berumah
tangga yang hendaknya jangan hanya memikirkan masalah keduniawian saja,
tetapi juga kehidupan sesudah mati (akherat). Dewi Sujinah sebagai figur seorang
isteri (Jawa) yang setia menempatkan suami sebagai panutan dan sekaligus guru
yang akan membawanya ke kehidupan yang sempurna. Untuk mencapai kehidup
an yang demikian, sehingga di kemudian hari (manakala sudah mati) menempati
surga, seseorang mula-mula hams dapat menyatukan antara budi dan tindakan
yang disebut sebagai sholat awal, artinya antara sikap dan atau percakapan dengan
tingkah lakunya sejalan. Kemudian, wajib melakukan sembahyang lima waktu,
yakni: ashar yang terdiri atas empat rakaat, magrib yang terdiri atas tiga rakaat,
isya yang terdiri atas empat rakaat, subuh yang terdiri atas dua rakaat, dan dhuhur
yang terdiri atas empat rakaat.
147
148
Nilai yang terkandung dalarn tembang ini adalah kesetiaan dan keseimbangan
dalarn arti luas. Artinya, dalarn menjalani kehidupan di dunia yang dapat diibarat
kan sebagai mampir ngombe hendaknya jangan hanya memikirkan masalah ke
duniawian atau kehidupan di alarn akherat saja, tetapi keduanya harus dipikirkan
secara seimbang. Dengan demikian, kebahagiaan dapat diperoleh di dunia dan
akherat.
Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 16 bait ini berisi ajaran yang berasal dari Tuhan
mengenai diri-Nya yang tidak kelihatan (gaib), keberadaannya tidak ada yang
mengawali dan mengakhiri, maha suci, agung, tahu, kuasa, pencipta dan di atas
segala-galanya, dan tidak ada duanya (Esa) seperti yang tercermin dalarn kalimat
sahadat, yang mengetengahkan pengetahuan (kesaksian) mengenai tidak adanya
Tuhan selain Allah, dan Muhamad sebagai panutan yang dikasihi-Nya (Rosulul
lah). Ajaran-ajaran ini wajib disebarluaskan dan ka fir bagi mereka yang tidak mau
mempelajarinya.
Ajaran yang terdapat pada tembang D handhanggula yang terdiri atas 16 bait
mengandung nilai ketuhanan, yaitu pengakuan akan adanya suatu dzat yang maha
dalam segalanya yang disebut sebagai Allah.
Tembang yang terdiri atas 17 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dan sebaliknya dalarn usaha men
capai ilmu kesunyataan atau ilmu hakiki, yaitu suatu saat di mana seseorang me
ngerti dan sadar sepenuhnya akan kenyataan Tuhan yang diparadokskan sebagai
"bulan pumarna" yang sinarnya menjadi garnbaran iman .atau keyakinan seseorang
(lihat Soeryohoedoyo, 1980: 66). Untuk mencapai keadaan yang demikian dalam
tembang ini diibaratkan sebagai pembuatan kain tenun, di mana perilaku sese
orang diharapkan sesuai dengan simbol-simbol yang terdapat dalam peralatan
tenun itu sendiri; antara lain gulungan kapas yang dijadikan sebagai tempat untuk
memin tal bermakna pengumpul rasa; gelondongan benang bermakna satu tekad;
sumbi (alat tenun) bermakna sebagai sarana kehidupan yang mencerminkan iman;
dan lorogan (pintu rak) bermakna mematikan raga.
dan pemusatan perhatian pada tujuan. Dengan cara seperti itu niscaya apa yang
dicita-citakan menjadi kenyataan. Kekeliruan jika tidak segera tidak diperbaiki
akan membuyarkan harapan (dalam tembang ini dikatakan sebagai mustahil men
dapatkan tenunan).
Ajaran yang terdapat da1am tembang Asmaradana: Branta Kingkin yang ter
diri atas 17 bait ini mengandung nilai keija keras, ketelitian dan kecermatan yang
merupakan beka1 utama di da1am menggapai cita-cita tanpa me1upakan faktor
pasrah terhadap Tuhan mengingat bahwa Dia a da1ah penggaris kehidupan manusia.
Sinom
Tembang yang terdiri atas 21 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai
apa yang harus dilakukan o1eh seseorang berkenaan dengan kehidupan di hari
kemudian. Nasib seseorang di kemudian hari dikatakan bergantung perbuatan
perbuatan yang dilakukan sekarang (pada waktu ia menja1ani kehidupan di du
nia). Perbuatan yang kurang sempuma (salah jalan di dunia) pada gilirannya akan
menyebabkan yang bersangkutan (yang me1akukannya) kurang menga1ami keber
untungan dalam menempuh kehidupan di alam akherat. Perbuatan yang sempurna
adalah perbuatan yang dilakukan dengan persetujuan penuh antara perasaan dan
pikiran, dan yang telah diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tentunya disertai
kesadaran akan kekuasaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan yang demikian tidak akan
meningga1kan bekas da1am ing::ttan, sehingga tidak mengganggu pikiran. Perilaku
seseorang yang pada gi1irannya menentukan nasib orang yang bersangkutan itu
dalam tembang ini digambarkan sebagaimana halnya orang membatik, di mana
untuk mewujudkan kain batik yang baik dan indah bergantung bagaimana orang
tersebut mengeijakannya dan bahan yang disediakannya. Kesabaran, kehati-hati
an, persiapan dan perencanaan yang matang, pemusatan perhatian dengan menge
nyahkan pertentangan baik Iahir maupun batin, dan menyadari sepenuhnya bah
wa segala sesuatu Tuhan yang menentukan (manusia berusaha dan Tuhan yang
menentukan).
Namun demikian, perlu dicatat bahwa bahan yang baik tidak senantiasa meng
hasilkan kain batik yang baik. Kesombongan pada gilirannya akan memudarkan
keindahan kain batik yang dihasilkannya. Bahkan, dapat mencelakakan atau me
rugikan dirinya baik di dunia maupun akherat. Hal itu disebabkan orang yang
sombong akan hal atau kepandaiannya (senantiasa memperlihatkan bahwa ia lebih
pandai atau cerdik ketimbang orang lain) akhimya ia akan dijauhi oleh teman
temannya; apalagi jika kepandaiannya digunakan untuk memandai (menipu)
orang lain. Di samping itu, sifat ini tidak disukai Tuhan. Demikian juga ketaka
buran karena orang yang takabur berarti mendahului kehendak Tuhan.
Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 21 bait ini ter
simpan nilai-nilai ke!ja keras, kecermatan dan kepasrahan terhadap Tuhan me-
150
ngenai apa yang telah dikeijakan dengan sebaik-baiknya. Nilai-nilai ini sangat pen
ting untuk menghindari kesombongan dan ketakaburan yang pada gilirannya men
celakakan/merugikan diri sendiri baik dalam menjalani kehidupan di dunia mau
pun akherat.
Dunna
Tembang yang terdiri atas 17 bait ini berisi ajaran mengenai jalan yang harus
dilakukan oleh seseorang dalam mencapai kehidupan yang sempurna, sehingga
jika orang tersebut m ati akan berada pada suatu tern pat yang keadaannya digam
barkan sebag ai serba enak dan tenang (surga). Namun, jalan untuk menuju ke sana
digambarkan sebagai tidak mudah, tetapi penuh tantangan dan cobaan. Orang
harus sabar dan tawakal, tidak mengenal putus asa, dapat menahan nafsu duniawi,
dan selalu ingin mengetahui rahasia kehidupan, serta menjalankan ajaran-ajaran
guru yang utama, sehingga akan menjadi manusia yang utama yang merupakan
jalan untuk menuju surga. Proses ajaran seperti tersebut di atas tidak jauh bedanya
dengan ajaran yang terdapat dalam naskah-naskah agama Hindu; seperti Bima per
gi ke surga.
Setiap orang diwajibkan untuk mengetahui ajaran guru utama. Jika belum
mengerti belajarlah pada guru yang pandai. Dan, jika sudah mendapatkan pegang
lah erat-erat, jangan tergoda oleh yang lain, dan turutilah ajaran itu karena meru
pakan jalan untuk menuju keberuntungan. Jangan sampai salah jalan (sesat) dan
jangan sampai tidak mengetahui karena orang yang demikian termasuk sebagai
kafir dan jika mati berarti mati kafir. Orang-orang yang mati seperti ini akan me
nempati "dunia" dan "alam akhir" yang keadaannya digambarkan sebagai keba
likan dari surga (dunia neraka).
Nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran-ajaran di a.tas adalah: kesabaran, kerja
keras, ketidakputusasaan, dan kedisiplinan. Nilai-nilai tersebut sangat penting da
Iam mewujudkan sesuatu yang dicita-citakan.
Asmaradana
Tembang yang terdiri atas 29 bait ini berisi ajaran mengenai ketuhanan dan
konsekwensi pengakuan atas keberadaannya. D iceritakan dalam tembang ini
bahwa pacta suatu hari (Jumat) di bulan purnama, di suatu tempat yang disebut
sebagai Gunung Gajah para wali dan pemuka agama lainnya bertemu untuk
membicarakan masalah ketetapan hati yang meliputi keimanan, tokid (tauhid = ·
Tuhan. Perbuatan ini adalah musyrik y�g pada gilirannya (manakala mati) akan
m endapat hukuman yang seberat-beratnya.
Ajaran yang terdapat dalam tembang Asmaradana yang terdiri atas 29 bait
ini tersimpan nilai ketuhanan, yaitu adanya suatu dzat yang 1ebih tinggi dari ma
nusia. Apa yang dimiliki oleh manusia tidak ada artinya ( terlalu kecil) dihadapan
nya. Oleh karena itu, manusia harus senantiasa menyembah kepada-Nya.
Sin om
Tembang yang terdiri atas 13 bait ini berisi ajaran untuk dapat mencapai
hidup yang sempuma, yang dalam ajaran mistik Agama Islam disebut makrifat,
yaitu mengenal Tuhan Yang Maha Esa yang diibaratkan sebagai memiliki tahta
kencana (lihat Soeryohoedoyo, 1980: 22). Ajaran yang memerlukan kesungguh
an hati ini sangat bermanfaat karena jika seseor ang telah mengerti dan melakukan
nya, maka orang tersebut akan berlaku sabar, tawakal, terhindar dari perbuatan
yang menyesatkan, dan sebagainya seperti yang menjadi ciri khas orang bijaksana.
. Dalam tern bang ini ajaran tersebut diibaratkan sebagai jamu (galian) yang seperti
kita tahu pahit rasanya, tetapi sangat bermanfaat sebagai pengusir penyakit.
· Ajaran yang terdapat dalam tern bang ini menyimpan nilai kesungguhan atau
keseriusan di dalam mencapai suatu cita-cita, eli samping nilai ketertiban dan
pendekatan diri terhadap Tuhan.
Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 32 bait ini berisi ajaran mengenai bagaimana mem
pelajari aksara alip. Huruf Alip dalam tembang ini diibaratkan sebagai badan
roh ilahi. Ia menunggal dengan Tuhan baik dalam rasa maupun tindakan. Wujud
nya benar-benar agung dan melukiskan keadaan yang tinggi, karena alip adalah
tanda dari Allah. Untuk mempelajari dan memahaminya diperlukan perasaa n
senang, hati yang tenang, dan tekun serta tingkah laku yang benar-benar menyatu
antara budi dan tindakan ( tidak munafik). Penjelmaan alip adalah munculnya
insan kamil (Nabi Muhamad) yang menjadi panutan manusia.
Asmaradana
Tembang ini jumlah bait seluruhnya tidak cliketahui karena naskah aslinya
hilang (halaman naskah nomor 73-96 hilang). Dengan demikian yang sempat ter
catat hanya 16 bait. lsi dari 16 bait ini pacta dasamya ajaran mengenai sahadat
sejati. Dengan sahadat sejati, yang dimaksud sesungguhnya manusia. Namun,
tanpa mengetahui hakekat diri manusia sendiri tidak mungkin mengetahui sahadat
152
yang sempuma ini. Mengucapkan sahadat memang menjadi Islam, tetapi t anpa
diikuti oleh perbuatan sebagai konsekwensi ucapannya itu belum menjadi Islam
sejati. Untuk menjadi Islam yang sempuma memang sulit, tetapi itu harus dime
ngerti jika tidak ingin menjadi seorang yang kafir.
Ajaran yang terdapat pada tembang Asmaradana yang beberapa baitnya hilang
ini mengandung nilai ketuhanan. Artinya, di atas manusia sebenamya masih ada
suatu dzat yang tinggi.
Sin om
Tembang ini berisi ajaran mengenai jalan untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan yang benar-benar berujud suci dan selalu memperhatikan umat-Nya melalui
tingkat yang di.sebut sebagai makrifat. Dalam usaha untuk mencapai cita-cita yang
setinggi-tinggi (kesempumaan hidup), yaitu mengenal rahasia hidup dan ketuhan
an, manusia dimisalkan menempuh jalan ke sesuatu tempat yang tertentu, yang
dalam agama Islam dilambangkan dengan peijalanan pergi naik haji. Untuk sam
pai di tempat itu dengan selamat diperlukan: (I) perbekalan yang cukup untuk
peijalanan itu. Ajaran tentang apa yang merupakan perbekalan-perbekalan guna
peijalanan tadi didapat dalam bagian-bagian syariat; (2) menjalankan latihan-la
tihan peijalanan, di mana petunjuk untuk latihan-latihan itu dapat diperoleh da
lam bagian tarikat; dan (3) pengetahuan yang mutlak mengenai perlunya perbe
kalan-perbekalan, seluk beluk jalan yang akan ditempuh, dan sega la sesuatu
tempat tujuan tadi. Ajaran mengenai segala-galanya ini dapat diperoleh dalam
hakikat.
Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 19 bait ini mengenai ajaran untuk mencapai hidup
yang sempuma. Untuk mencapai kehidupan yang demikian itu jangan puas ha
nya sekedar bisa mengaji atau sembahyang. Ilmu yang diperoleh jangan digunakan
untuk hal-hal yang tidak baik karena akan menyesatkan. Jangan menganggap bah
wa dirinya lebih dari yang lain. Harus diingat bahwa manusia adalah manusia dan
Tuhan adalah Tuhan. Artinya, manusia tidak akan menjadi Tuhan dan sebaliknya
153
Tuhan tidak akan menjadi manusia. Namun demikian, keduanya selalu berhu
bungan dengan corak yang berbeda. Dalam hal ini manusia sebagai ciptaan-Nya,
maka manusia harus pasrah dan selalu menyembah-Nya.
Untuk mencapai hidup yang sempuma seseorang harus mempelajari dan me
laksanakan ajaran-ajaran yang terdapat dalam sariat, hakikat, tarikat, dan hakikat
secara bersama-sama karena keempatnya sebenarnya merupakan kesatuan, sehing
ga jika hanya salah satu saja yang dipelajari atau yang· dilaksanakan, maka ibadah
nya akan batal. Dengan kata lain, belum mencapai hidup yang sempuma.
Hal ini sejajar dengan makna dalam cerita orang buta yang ingin mengetahui
keadaan fisik seekor g ajah. Diceritakan dalam cerita itu ada 3 orang buta yang
sedang mengunjungi seekor gajah. Dari masing-masing orang buta itu mengata
kan gajah seperti ular karena yang diraba ekornya. Yang mengatakan gajah itu
seperti tiang, karena yang diraba kakinya, dan yang terakhir mengatakan gajah
itu seperti kipas, karena yang diraba telinganya.
Untuk memberi penjelasan b ahwa gajah itu adalah binatang yang serba besar,
datang seorang manusia yang normal dan bijaksana. Maka dari itu kalau ingin
mengetahui gajah yang sebenamya, rabalah keseluruhan dari gajah tersebut.
Sin om
Tembang yang terdiri atas 5 bait ini berisi ajaran tentang pengetahuan sejati
yang harus diketahui oleh setiap orang mengenai adanya suatu dzat yang Maha
Agung dan yang menggerakkan segala sesuatu yang ada di dunia. Dalam tembang
ini pengetahuan tersebut diibaratkan panah yang mempunyai tiga pengertian,
y aitu dzat yang tidak berujud tetapi benar-benar ada; sifat yang maha menge
tahui; dan maha penggerak, sehingga sebenarnya segala sesuatu yang ada di dunia
ini digerakkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, hanya Di.a yang patut disembah.
Ajaran itu harus diketahui dan dijalankan karena jika tidak, akan termasuk se
bagai orang yang kafir.
Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 5 bait
ini mengandung nilai kepatuhan dan kepercayaa n akan adanya suatu dzat yang
Maha Agung, Maha Penggerak, dan Maha Mengetahui.
Asmaradana
Tembang yang terdiri atas 8 bait .ini berisi ajaran mengenai arti sahadat yang
harus dipelajari dengan tabah, tawakal, sabar sekalipun menderita, dan tidak boleh
154
Mijil
Tembang yang terdiri atas 10 bait ini berisi ajaran mengenai apa yang harus
dilakukan manusia terhadap penciptanya. Dalam hal ini manusia harus senantiasa
menyembah dan menuruti kehendak Tuhan. Dalam tembang ini manusia diibarat
kan sebagai wayang yang selalu tunduk kepada Tuhan yang diibaratkan sebagai
dalang. Dalam ungkapan Jawa hal ini sering diungkapkan sebagai "Manungsa
mung saderma nglakoni" yang mengandung pengertian pasrah tetapi setelah ber
usaha sekuat tenaga (sebaik-baiknya). Dalam rangka menyatu dengan Tuhan, ma
nusia harus memperoleh ilmu yang sejati. Untuk itu, ia harus berguru kepada pada
orang yang sudah pandai.
Maskumambang
Tembang yang terdiri atas 8 bai t ini berisi ajaran mengenai manusia sejati,
di mana untuk mencapainya diperlukan konsentrasi yang penuh dan selalu ingat
bahwa manusia adalah ciptaan-Nya. Sholat adalah salah satu dari kewajiban yang
dilakukannya.
Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom yang terdiri atas 8 bait ini me
ngandung nilai keseriusan dan kedisiplinan dalam menjalankan perintah Tuhan.
Dhandhanggula
Temban g yang terdiri atas 7 bait ini berisi ajaran mengenai apa yang harus
dilakukan oleh manusia dalam rangka berhubungan dengan penciptanya (Tuhan),
di mana hati harus tutus. Artinya, perbuatan yang dilakukan semata-mata hanya
karena Tuhan. Dalam melakukan sholat ada empat hal yang harus diperhatikan,
yak:ni: ayat, ikram, tubadil, dan mikrad karena semua itu merupakan inti yang
tercipta dalam hati untuk menyembah Tuhan.
Ajaran yang terdapat dalam tembang Dhandhanggula yang terdiri atas 17 bait
itu mengandung ketulusan ak:an perbuatan yang dilakukan.
155
Kinanti
Tembang yang terdiri a tas 6 bait ini berisi ajaran tentang bagaimana mempe
lajari suatu ilmu, di mana di dalam mempelajarinya ilmu sejati harus menyatu
(semata-mata karena Tuhan) sehingga sempuma. Untuk itu, orang harus waspada
dan berpikiran panjang sehingga tidak salah jalan.
Asmaradana
Tembang yang terdiri atas 26 bait ini berisi ajaran mengenai gaibnya Allah
dan R osul yang harus dimengerti betul-betul. Allah yang Maha Pencipta ini harus
dipuji dan disembah, tetapi pujian dan penyembahan tadi jangan hanya terbat�s
pada lafal belaka, karena itu hanya perbuatan yang sia-sia. Oleh karena itu, harus
mengetahui benar-benar di mana tempatnya dan asal-usul sembahyang serta tern
pat sembahyang.
Nilai yang terkandung dalam ajaran di atas adalah bahwa di dalam mempela
jari sesuatu harus tuntas. Jangan set�ngah-setengah karen a hal itu bisa menyesat
kan.
Sin om
Tembang yang terdiri atas ·7 bai t ini berisi ajaran mengenai konsekwensi pe
ngakuan Tuhan yang gaib tetapi ada. Jangan hanya mengakui tetapi tidak pemah
melaksanakan ajaran-ajarannya (dirinya jauh). Orang seperti itu tersesat oleh
·
·
pengetahuan yang jelek dan dianggap sebagai ka fir. Sembahyang lima waktu juga
tidak cukup kalau keijanya hanya bersenang-senang. Demikian juga orang yang
mengagungkan kitab tetapi tidak mendalaminya. Orang seperti ini diibaratkan
sebagai mentimun kecil. Artinya, tidak terhitung (hanya sebagai tambahan).
.
Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 25 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai
apa yang harus dilakukan atau diketahui baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Ajaran itu adalah mengenai kesopansantunan dan makna serta apa yang terdapat
dalam tubuh manusia itu sendiri. Ajaran tersebut terdapat pada kitab yang disebut
sebagai Mustaka Rancang. Kitab ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari
mengingat ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya berupa pujian yang dipersem
bahkan kepada Tuhan. Di samping itu, ajaran terse but sangat berguna untuk
mengendalikan ucapan atau perkataan yang kotor.
156
Sinom
Tern bang yang terdiri atas 14 bait ini berisi mengenai roh sejati sebagai penun
tun manusia dalam mempelajari ilmu yang sejati yang disebut sebagai kaspi. Kaspi
itu sendiri ada tiga, yakni: basa kaspi yang berperan sebagai pembuka diri pribadi,
kaspi basa hati yang berperan sebagai pembuka hati, dan kaspi yang berperan
sebagai pembuka sifat seseorang. Dengan mencapainya ilmu sejati berarti manusia
mengetahui akan dirinya sendiri, dan ini berarti pula mengetahui akan Tuhan.
Ajaran yang terdapat dalam tembang Sinom ini mengandung nilai kesadaran
diri bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan. D an, karenanya ia harus selalu kontak
dengan Tuhan.
Dhandhanggula
Tern bang yang terdiri atas 22 bait ini berisi mengenai ajaran jalan sejati. Seper
ti kita ketahui bahwa kehidupan di dunia ini banyak rintangannya. Sehubungan
dengan itu, jalan menuju ke sejati juga banyak rintangannya. Namun demikian,
orang harus berusaha untuk mencapainya, sehingga dalam keadaan apapun orang
akan menerima sebagaimana mestinya. Jadi, jika mengalami nasib yang kurang
baik tidak mengeluh; demikian juga jika mendapat hal-hal yang menyenangkan
jangan menunjukkan sikap yang berlebihan. Berlakulah yang sewajarnya (seder
hana), berbuatlah yang baik dan hindarilah kebohongan, dan jangan suka menje
Iekan orang lain. lngatlah selalu kepada Tuhan karena apa yang diperbuat di dunia
akan dipertanggl!lngjawabkan di hadapan Tuhan (kelak jika ia mati).
Asm aradana
Tembang yang terdiri atas 25 bait ini berisi ajaran mengenai apa y,ang harus ·
dilakukan oleh manusia seba gai makluk ciptaan Tuhan. Manusia harus mengetahui
dan menjalankan dengari benar firman Tuhan yang tertera dalam kitab (AI Qur
an), k arena itu adalah penuntun hidup y ang dikehendaki-Nya. Manusia juga harus
percaya mengenai kehidupan manusia yang sudah digariskan oleh Tuhan (takdir).
Ajaran-ajaran dalam tembang di atas nilai keyakinan akan adanya Tuhan dan
takdir yang diberlakukan terhadap seseorang.
157
Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 29 bait ini pada dasarnya berisi ajaran mengenai
hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan penciptanya
(Tuhan). Berkenaan dengan sesarna manusia, manusia harus saling mengasihi,
menghargai, dan tolong-menolong. Jika belajar ilmu harus dilandasi agama. jangan
menyalah gunakan ilmu yang dimilikinya, serta mengarnalkan ilmu yang dimiliki
nya kepada orang lain. Berkenaan dalam hubungannya dengan Tuhan (Allah), ia
harus tekun menjalankan ajaran-Nya melalui Mupamad yang menjadi utusan-Nya.
Girisa
Tembang yang terdiri atas 15 bait ini pada dasarnya berisi ajaran mengenai
bagaimana cara hidup seorang muslim yang harus dapat mengendalikan nafsu
(mengejar kesenangan duniawi semata, tetapi harus hid up secara sewajarnya).
·
Ajaran-ajaran yang terdapat dalam tembang yang terdiri atas 15 bait ini me
ngandung nilai ketaatan dalam menjalanka n agarna dan kesederhanaan.
Sin om
Tembang yang terdiri atas 18 bait ini berisi ajaran mengenai bagaimana meng
hindari perbuatan yang tidak baik. Untuk itu manusia harus waspada akan kesem
purnaan karena kalau tidak hal itu dapat menyebabkan t ak bergunanya ibadah
yang dilakukan. Sholat harus didahulukan dan wajib dijalankannya setiap waktu,
serta harus dilakukan dengan tenang dan pikirannya terpusat. Jangan lupa diri
a tau tarnak terhadap materi karena semua itu akan lenyap, yaitu manakala ia mati
(kembali ke asalnya). Bergurulah dengan sabar dan jika telah pandai ajarkan ke
pada keturunannya dan sesamanya.
Dhandhanggula
Tembang yang terdiri atas 12 bait ini berisi ajaran mengenai apa yang harus
dilakukan oleh manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan. Sebagai konsekwensi atas
pengakuannya itu, maka tingkah laku manusia harus sesuai dengan yang dikehen
daki-Nya. Dalarn hal ini ibadah yang dilakukan semata-mata hanya karena Dia dan
bukan karena yang lain. Orang yang melakukan ibadah karena yang lain bila me-
158
ninggal belum bisa disebut sebagai Islam, tetapi kafir. Dan, ini berarti sembahyang
yang dilakukan sia-sia.
Nilai yang terkandung dalam ajaran tembang Dhandhanggula yang terdiri atas
12 bait ini adalah pengakuan akan adanya Allah dan kedisiplinan dalam melak
sanakan ajaran-ajarannya.
Kinanti
Tembang yang terdiri atas 8 bait ini pada dasamya berisi ajaran mengenai apa
yang harus dilakukan oleh manusia terhadap penciptanya, sehingga tidak ter
masuk sebagai orang kafir. Ajaran itu antara lain harus mendekatkan diri kepada
Tuhan dengan melakukan ajaran-ajaran-Nya.
Seperti halnya ternbang 27, tembang ini pada dasamya mengandung ketuhan
an dan kedisiplinan dalam melaksanakan ajaran-ajarannya, sehingga tidak menjadi
orang yang kafir.
4.2 Kesimpulan
Nilai-nilai seperti tersebut di atas kami temukan dalam penelitian dan peng
kajian ini. Atas dasar itu kami menyimpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam naskah "Suluk Sujinah" sesuai dengan pembangunan. Berkenaan dengan
itu, kami berpendapat bahwa penelitian dan pengkajian naskah kuno yang tersim
pan dalam perpustakaan maupun perorangan yang jumlahnya demikian banyak
159
dan tampaknya hanya sebagai perorangan yang jumlahnya demikian banyak dan
tampaknya hanya sebagai koleksi (masih banyak yang belum dikaji ) terus dilanjut
kan. Mengingat di dalamnya bukan mustahil menyimpan nilai-nilai luhur yang
perlu disebarluaskan.
Bech, H.L dan N.J.G. Kaptein. 1988. Pandangan Barat terhadap Literatur Hu
kum, Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam. Jakarta: INIS.
Ciptoprawiro, Abdullah. 1986. Filsafat ]awa. Jakarta: Balai Pustaka.
Dahlan, Zaini dkk. 1987. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Depag.
Kartodirdjo, Sartono. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid III. Jakarta: Grafi
tasi.
Nasution Harun. 1983. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bin
tang.
Sjukur, Aswadie. 1982. Ilmu Tasawuf Jilid I dan II. Surabaya: Bina llmu.
Suseno, Frans Magnis. 1985. Etika ]awa: Sebuah Analisa Filsafati tentang Kebi
jakan Hidup ]awa. Jakarta: Gramedia.
Yayasan Kanisius� 1 973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Zahri, Mustafa. 1979. Kunci Memahami nmu Tasawuf Surabaya: Bina llmu.
160