Anda di halaman 1dari 89

Dibabarkan oleh:

Yang Mulia Dagpo Rinpoche


pada tanggal 20 - 21 Desember 2014
di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta, Indonesia
Penerjemah bahasa Tibet - bahasa Inggris: Rosemary Patton
Penerjemah bahasa Inggris - bahasa Indonesia: Candri Jayawardhani
Transkriptor: Humala H., Eva C.W., Susanty, Loora
Penyunting: Aryo K., Hendra W., Stanley K.
Perancang sampul: Dhanesvari Jayawardhani
Penata letak: Kusala Citta, Karunika Devi S. R.
Hak Cipta Naskah Terjemahan Indonesia ©2017 Penerbit Saraswati
Cetakan I, November 2016
Cetakan II, Juni 2017
Penerbit Saraswati
Email: penerbitsaraswati@gmail.com
Distributor Lamrimnesia
Care: +6285 2112 2014 1 | Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com
Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana Pasal 113 ayat (3) dan (4):


(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan
mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau
Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Lamrim

Daftar Isi
Kata Pengantar vi
Biografi Singkat ix
1. Pendahuluan 1
2. Tujuan Buddha Mengajar 5
3. Empat Kapasitas Makhluk 7
4. Tiga Jenis Praktisi 13
5. Pengenalan Lamrim 16
6. Kematian dan Ketidakkekalan 29
7. Berlindung dan Hukum Karma 32
8. Motivasi Agung 34
9. Kelahiran sebagai Manusia yang Berharga 38
10. Menjinakkan Batin 42
11. Melatih Batin dan Menolak Samsara 47
12. Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan 51
13. Silsilah Kadam dan Bodhicita 57
Menghormati Buku Dharma 67
Dedikasi 69
Daftar Pustaka 70
Glosarium 72
Tentang Penerbit 76

iii
Lamrim

Kata Pengantar
Selama 45 tahun Sang Buddha mengajar, beliau membabarkan 84
ribu ajaran. Tahapan Jalan menuju Pencerahan, atau yang lebih dikenal
dengan nama Lamrim, pertama kali digubah oleh Guru Atisha untuk
memadatkan 84 ribu ajaran ini ke dalam satu teks tunggal yang mudah
dipahami dan dipraktikkan. Beliau menggubah karyanya di Tibet atas
permintaan seorang raja, dan sejak saat itu, ajaran Lamrim tumbuh
berkembang dengan subur di Tanah Bersalju.

Kelak di kemudian hari, Raja Dharma dari Tibet, Je Tsongkhapa,


menggubah 3 versi Lamrim – panjang, menengah, dan ringkas – untuk
menjelaskan teks Lamrim karya Guru Atisha secara lebih mendetail,
berhubung kedalaman dari teks singkat Guru Atisha kiranya tak bisa
segera dipahami oleh kebanyakan orang.

Dalam kesempatan kali ini, Penerbit Saraswati menerbitkan


transkrip ajaran Lamrim dari Dagpo Rinpoche, yang disarikan dari sesi
pengajaran beliau tentang pengenalan topik Lamrim. Di dalam transkrip
ini, Lamrim disajikan dengan cara yang bahkan lebih mendetail lagi,
dengan mengutip karya-karya Guru Atisha dan Je Tsongkhapa (berikut
Guru-guru besar lainnya) secara beriringan untuk menjelaskan setiap
aspek yang perlu diketahui dalam tradisi Lamrim.

Dengan terbitnya transkrip ini, diharapkan bahwa para pembaca


mampu menapaki jalan bertahap menuju tujuan tertinggi dari setiap
umat Buddhis: pencerahan. Sebagai tambahan, melalui metode Lamrim
yang dipaparkan secara bertahap dan sistematis ini, para pembaca juga
diharapkan agar menaruh keyakinan dalam diri masing-masing bahwa
pencerahan, betapa pun jauh dan sukar kedengarannya, pada dasarnya
iv
Lamrim
adalah sebuah tujuan yang bisa dan mungkin untuk dicapai oleh semua
orang; kita semua punya kapasitas untuk mencapai pencerahan, asalkan
kita tahu mana jalan yang tepat dan sesuai untuk ditempuh.

Kalaupun, misalnya, pada akhirnya pencerahan masih dirasakan


sebagai sebuah konsep yang mengawang-awang dan abstrak, ajaran
Lamrim juga menawarkan metode untuk menemukan dan meraih
kebahagiaan dalam kehidupan kita saat ini. Kita akan diajak untuk
mengenali hal-ihwal yang selama ini membuat kita menderita dan jauh
dari kebahagiaan, kemudian kita akan dituntun untuk menemukan
sebab-sebab dari semua ketidakbahagiaan ini, dan pada akhirnya
kita akan diajari cara untuk menyingkirkan mereka dari hidup kita
selamanya.

Secara singkat, demikianlah Lamrim bisa membantu kita


memanfaatkan potensi besar yang terkandung dalam tubuh manusia
kita yang berharga ini. Penerbit Saraswati berharap bahwa dengan
mempelajari dan merenungkan apa yang diajarkan dalam transkrip
ini, para pembaca bisa meraih tujuan spiritual apa pun yang mereka
dambakan, karena tak ada keraguan bahwa Lamrim telah dengan mahir
merangkum semua tujuan spiritual ke dalam satu jalan tunggal.

TTT

KATA PENGANTAR v
Lamrim

vi LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Biografi Singkat
Dagpo Rinpoche
Dagpo Rinpoche, juga dikenal dengan nama Bamchoe Rinpoche,
lahir pada tahun 1932 di distrik Konpo, sebelah tenggara Tibet. Pada
usia 2 tahun, beliau dikenali oleh Dalai Lama ke-13 sebagai reinkarnasi
dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup. Ketika berusia 6 tahun,
beliau memasuki Biara Bamchoe, dekat distrik Dagpo. Di sana, beliau
belajar membaca dan menulis, juga mulai mempelajari dasar-dasar sutra
dan tantra. Pada usia 13 tahun, beliau memasuki Biara Dagpo Shedrup
Ling untuk mempelajari 5 Topik Utama filsafat Buddhis, yaitu: Logika,
Paramita, Madhyamika, Abhidharma, dan Winaya.

Setelah belajar selama 11 tahun di Dagpo Shedrup Ling, beliau


melanjutkan studinya di Biara Universitas Drepung. Biara ini terletak di
dekat kota Lhasa. Beliau belajar di salah satu dari 4 kolese dalam biara
ini, yaitu Gomang Dratsang. Di sana, beliau memperdalam pengetahuan
tentang filsafat Buddhis, khususnya yang berdasarkan buku ajar Gomang
Dratsang, yaitu komentar filosofis dari Jamyang Shepa. Selama tinggal di
Gomang Dratsang (dan kemudian juga ketika berada di pengasingan),
beliau belajar di bawah bimbingan guru dari Mongolia yang termasyhur,
Geshe Gomang Khenzur Ngawang Nyima Rinpoche. Karena tempat
belajar beliau tak jauh dari Lhasa selaku ibukota Tibet, beliau juga
berkesempatan untuk menghadiri banyak pengajaran Dharma dan
menerima banyak transmisi lisan dari beberapa guru yang berbeda.
Oleh karena itu, Dagpo Rinpoche adalah salah satu dari sedikit guru
pemegang banyak silsilah ajaran Buddha.

vii
Lamrim
Selama ini, Dagpo Rinpoche, yang bernama lengkap Dagpo Lama
Rinpoche Lobsang Jhampel Jhampa Gyatso, telah belajar dari 34 guru,
khususnya dari 2 pembimbing utama Dalai Lama ke-14 – Kyabje Ling
Rinpoche dan Kyabje Trijang Rinpoche – dan juga dari Dalai Lama ke-
14 sendiri. Di bawah bimbingan mereka, beliau mempelajari 5 Topik
Utama dan tantra (beliau telah menerima banyak inisiasi dan menjalani
retret). Selain filsafat Buddhis, beliau juga menekuni astrologi, puisi, tata
bahasa, dan sejarah.

Beliau belajar di Gomang Dratsang sampai invasi komunis ke


Tibet tahun 1959. Pada tahun itu, di usia 27 tahun, beliau menyusul
Dalai Lama ke-14 dan guru-guru Buddhis lainnya menuju pengasingan
di India. Tak lama setelah ketibaannya di India, beliau diundang ke
Perancis untuk membantu para Tibetolog Perancis dalam penelitian
mereka tentang agama dan budaya Tibet. Para ilmuwan ini tertarik
untuk mengundang beliau karena intelektualitas serta pemikiran beliau
yang terbuka. Dengan nasihat dan berkah dari para gurunya, beliau
pun memenuhi undangan tersebut dan mendapat beasiswa Rockefeller.
Beliau adalah guru Tibet pertama yang tiba di Perancis. Di sana, beliau
mengajar bahasa dan budaya Tibet selama 30 tahun di School of
Oriental Studies, Paris. Setelah pensiun, beliau tetap melanjutkan studi
dan riset pribadinya. Beliau telah banyak membantu menyusun buku-
buku tentang Tibet dan Buddhisme, juga berpartisipasi dalam berbagai
program di televisi dan radio.

Setelah mempelajari bahasa Perancis dan Inggris serta menyerap


pola pikir orang Barat, pada tahun 1978 beliau akhimya bersedia untuk
mulai mengajar Dharma mulia dari Buddha Shakyamuni. Pada tahun itu,
beliau mendirikan pusat Dharma yang bernama Institut Ganden Ling di
Veneux-Les Sablons, Perancis. Di sana, beliau memberi pelajaran tentang
Buddhisme, doa, serta meditasi. Sejak tahun 1978 hingga sekarang,
beliau telah banyak mengunjungi berbagai negara, di antaranya Italia,
Belanda, Jerman, Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

viii LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Beliau mulai mengunjungi Indonesia pada tahun 1988. Sejak
saat itu, setiap tahun beliau secara rutin datang ke Indonesia untuk
membabarkan Dharma, memberikan transmisi ajaran Buddha
(khususnya ajaran Lamrim atau Tahapan Jalan menuju Pencerahan),
dan memberikan beberapa inisiasi serta berkah.

RIWAYAT LAMPAU DAGPO RINPOCHE

Dagpo Rinpoche dikenali oleh Dalai Lama ke-13 sebagai


reinkarnasi dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup. Dagpo
Rinpoche terdahulu ini sebelumnya sudah dikenali sebagai reinkarnasi
seorang guru dari Indonesia yang bernama Suwarnadwipa Dharmakirti
atau Serlingpa. Serlingpa terlahir dalam keluarga penguasa Sriwijaya,
yang juga merupakan bagian dari wangsa Sailendra di Jawa, berhubung
Balaputradewa selaku Raja Sriwijaya adalah putra dari Samaratungga,
pewaris takhta Sailendra. Wangsa Sailendra sendiri dikenal sebagai
pembangun Candi Borobudur.

Keluarga Serlingpa juga berperan dalam pelestarian Universitas


Agama Buddha Nalanda, yang berkembang di masa pemerintahan
kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Serlingpa kemudian menjadi biksu
dengan nama tahbis Dharmakirti. Beliau melatih diri di berbagai
tempat, termasuk menuntut ilmu sampai ke India. Berkat usahanya
yang keras dan himpunan kebajikannya yang sangat banyak, akhimya
beliau berhasil mencapai realisasi tertinggi sebagai seorang Bodhisatwa.
Kemasyhuran beliau sebagai seorang guru Buddhis, khususnya sebagai
pemegang silsilah bodhicita (batin pencerahan), tersebar jauh hingga ke
India, Cina, serta Tibet. Di Tibet sendiri, beliau dikenal dengan nama
Lama Serlingpa.

Guru besar lainnya, Atisha Dipankara Srijnana, menempuh


perjalanan laut dari India selama 13 bulan semata-mata untuk bertemu
dengan Serlingpa di Indonesia dan mendapatkan instruksi tentang

BIOGRAFI SINGKAT ix
Lamrim
bodhicita dari beliau. Serlingpa memberikan transmisi ajaran yang
berasal dari Manjushri, yaitu “Menukar Diri dengan Makhluk Lain.”
Setelah belajar dari Serlingpa, Atisha kembali ke India dan kemudian
diundang ke Tibet. Di sana, Atisha memainkan peranan yang sangat
penting untuk membawa pembaharuan bagi ajaran Buddha. Atisha
menjadi salah satu mahaguru yang sangat dihormati dalam Buddhisme
Tibet. Kedua guru besar ini kelak akan bertemu kembali di masa depan
dalam hubungan guru-murid yang sama, yaitu ketika Atisha terlahir
kembali sebagai Pabongkha Rinpoche dan menerima ajaran tentang
bodhicita dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup. Dagpo
Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup sendiri berperan penting dalam
menghidupkan kembali ajaran Lamrim di bagian selatan Tibet. Beliau
sangat terkenal karena penjelasannya yang gamblang tentang Lamrim
dan realisasinya akan bodhicita. Banyak guru Lamrim pada masa
itu yang mendapatkan transmisi dan penjelasan Lamrim dari beliau
sehingga akhirnya meraih realisasi atas ajaran Lamrim.

Silsilah reinkarnasi Dagpo Rinpoche yang lain adalah sebagai


berikut. Pada masa Buddha terdahulu, beliau pernah lahir sebagai
Bodhisatwa Taktunu, yang rela menjual dagingnya sendiri untuk
memberi persembahan kepada gurunya. Selain itu, yogi India bernama
Wirupa dan cendekiawan bernama Gunaprabha juga diyakini sebagai
inkarnasi dari Dagpo Rinpoche.

Di Tibet sendiri, guru-guru yang termasuk ke dalam silsilah


reinkarnasi Dagpo Rinpoche adalah Marpa Lotsawa Sang Penerjemah,
sang pendiri mazhab Kagyu. Beliau terkenal sebagai guru yang
membimbing Jetsun Milarepa mencapai pencerahan dengan latihan
yang sangat keras. Selain itu, juga ada Londroel Lama Rinpoche, guru
meditasi dan cendekiawan penting pada abad ke-18 yang merupakan
siswa dari Dalai Lama ke-7. Seperti Milarepa, Londroel Rinpoche juga
mempunyai masa muda yang sulit sebelum akhirnya menjadi salah
satu guru terkemuka yang menyusun risalah Buddhis sebanyak 23 jilid.

x LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Sejumlah kepala biara Dagpo Shedrup Ling juga termasuk ke dalam
silsilah reinkarnasi Dagpo Rinpoche.

TTT

BIOGRAFI SINGKAT xi
Lamrim

xii
Lamrim

Pendahuluan
1
Dalam Buddhisme, penting sekali untuk memulai aktivitas apa pun
dengan batin atau pikiran yang positif. Ini berlaku untuk semua kegiatan,
terlebih lagi kegiatan mendengarkan Dharma. Oleh sebab itu, dalam
sesi ajaran Dharma kali ini, kita harus bisa membangkitkan batin yang
positif, atau dengan kata lain, membangkitkan motivasi bajik. Tentu saja,
motivasi bajik yang harus dibangkitkan dalam batin tergantung pada
aspek Buddhisme mana yang kita ikuti. Misalnya, jika kita pengikut
ajaran Mahayana, bangkitkanlah motivasi Mahayana; jika kita pengikut
ajaran Pratimoksayana, maka bangkitkanlah motivasi Pratimoksayana.

Saya takkan panjang lebar menjelaskan motivasi ini, tetapi


ringkasnya adalah sebagai berikut: kalau kita mengikuti tradisi
Mahayana, maka motivasi yang harus dibangkitkan di dalam batin
adalah memastikan penghentian penderitaan semua makhluk di dalam
samsara dan perolehan kebahagiaan apa pun yang mereka inginkan. Jadi,
motivasinya adalah memastikan bahwa semua makhluk tak menderita
atau bebas dari semua penderitaan samsara. Untuk memastikan hal
ini, kita harus berupaya dengan cara mendengarkan ajaran Buddha.
Renungkanlah kemuliaan kelahiran sebagai manusia yang bebas dan
beruntung. Kemuliaan sebagai manusia ini sangat bermakna dan
memiliki potensi yang besar sekali. Janganlah membuangnya demi
1
Lamrim
hal-hal yang tak berguna. Sebaliknya, kita harus memakainya untuk
melakukan sesuatu yang bermanfaat. Kita harus mengikuti jejak
Buddha dalam mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna
dalam rangka menuntun semua makhluk menuju kebahagiaan sejati
dan mengatasi penderitaan mereka. Apabila kita adalah pengikut tradisi
Pratimoksayana, motivasi juga bisa dibangkitkan dengan cara yang
sama. Ingatlah bahwa kita sudah meraih kelahiran kembali sebagai
manusia yang bebas dan beruntung. Setelahnya, kita pun bertekad untuk
memanfaatkan kelahiran ini untuk mencapai sesuatu yang berguna,
yaitu pembebasan dari semua penderitaan samsara.

Sebagai pengenalan atau penjelasan ihwal Tahapan Jalan Menuju


Pencerahan atau Lamrim, pertama-tama saya ingin mengingatkan bahwa
apa yang dilakukan Buddha setelah beliau mencapai pencerahan adalah
memutar roda Dharma, yaitu mengajarkan Dharma selama kurang lebih
45 tahun. Terkait tata cara Buddha memberikan ajaran selama 45 tahun,
tentu saja penjelasan yang diberikan berbeda-beda, tergantung pada
tradisi mana yang memberikan penjelasan tersebut. Akan tetapi, secara
umum, tentu saja Buddha tak memberikan ajaran yang sama persis
dan berulang-ulang selama 45 tahun. Buddha mengadaptasikan dan
menyesuaikan ajarannya sedemikian rupa dengan para pendengar atau
muridnya. Kalau pendengar memiliki hal tertentu yang dibutuhkan,
tentu saja Buddha akan menyesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Demikianlah, selama 45 tahun, Buddha memberikan ajaran yang
berbeda-beda, seturut kebutuhan pendengar atau muridnya.

Sebagai contoh, kondisi yang dialami ketika itu juga terjadi pada
kondisi kita saat ini. Walaupun kita semua memiliki ketertarikan yang
sama terhadap ajaran Buddha, tentu saja ini tidak berarti bahwa kita
semua sama persis. Sebaliknya, kita semua berbeda satu sama lain.
Kebutuhan kita berbeda-beda, begitu pula pemahaman kita.

2 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Tak hanya keperluan atau kebutuhan yang berbeda, kita juga
memiliki kelemahan dan kekuatan kita masing-masing yang berbeda
satu sama lain. Ada orang yang amarahnya lebih kuat, ada orang yang
iri hatinya lebih kuat, ada orang yang kemelekatannya lebih kuat, dst.
Masing-masing pun memiliki kelebihannya sendiri. Ada orang yang
keyakinannya lebih kuat, ada orang yang kebijaksanaannya lebih kuat,
dst. Dengan demikian, kita bisa memahami atau mengamati bahwa
setiap orang itu berbeda-beda.

Dan katakanlah, kita jumlahnya ratusan di sini, sekitar beberapa


ratus. Dalam jumlah yang sedikit ini, kita sudah memiliki aneka
keperluan. Apa pula yang bisa dikatakan tentang Buddha, yang selama
45 tahun mengajar begitu banyak murid? Tak terbayang betapa banyak
keperluan yang muncul ketika Buddha mengajar.

Tadi sudah dijelaskan bahwa Buddha beradaptasi atau


menyesuaikan diri sedemikan rupa dengan kebutuhan pendengarnya.
Dengan demikian, tentu saja Buddha secara alamiah memberikan
ajaran yang begitu bervariasi. Ajaran yang diberikan Buddha sangat
bervariasi, sesuai dengan kebutuhan pendengarnya. Sebagai contoh,
jika Buddha bertemu dengan seorang murid yang memiliki jejak karma
yang sangat kuat dengan praktik dana, maka secara alamiah Buddha
akan menggarisbawahi betapa pentingnya praktik dana kepada si murid.
Misalnya, Buddha akan mengatakan, “Penting sekali bagi kita untuk
berdana, ada begitu banyak manfaat berdana.” Dengan begitu, batin
si murid bisa didorong untuk membangkitkan keyakinan yang sangat
kuat, dan ajaran tentang praktik dana pun bisa muncul dengan sangat
jelas di dalam batinnya.

Contoh lainnya, jika Buddha memberikan ajaran kepada seorang


murid yang memiliki jejak karma yang sangat kuat dengan praktik sila,
tentu saja Buddha akan menggarisbawahi betapa pentingnya praktik

PENDAHULUAN 3
Lamrim
sila kepada si murid, sehingga praktik ini pun bisa muncul dengan
sangat jelas di dalam batinnya. Jadi, Buddha menyesuaikan dengan
kebutuhan murid yang muncul di hadapannya dan mengamati apa saja
kecenderungan ataupun kebutuhan kuat yang dibutuhkan oleh si murid.
Kemampuan Buddha yang sempurna ini menyebabkan beliau dapat
menyesuaikan diri dan ajarannya dengan segala macam murid.

Inilah alasan mengapa kita punya begitu banyak ajaran Buddha


yang sangat bervariasi dewasa ini. Ada begitu banyak aspek berbeda di
dalam ajaran Buddha. Aspek Sutra dan Tantra, misalnya, bisa dibagi-
bagi lagi ke dalam beberapa sub-aspek; dalam tradisi Sutrayana, ada
aspek Pratimoksayana dan Mahayana, dan dalam tradisi Tantrayana, ada
4 kelas tantra – ini belum termasuk aneka pandangan filosofis di dalam
Buddhisme. Buddha memberikan ajaran filosofis yang berbeda-beda
– ada 4 pandangan filosofis – untuk disesuaikan dengan kemampuan
murid-murid yang menerima ajaran tersebut.

TTT

4 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Tujuan Buddha Mengajar


2
Terdapat aneka cara untuk menggolongkan ajaran Buddha, salah
satunya adalah cara 3 pemutaran roda Dharma. Akan tetapi, tak peduli
seberapa pun besarnya variasi dari ajaran-ajaran yang diberikan oleh
Buddha, semuanya memiliki satu tujuan yang sama, yaitu menghentikan
penderitaan semua makhluk dan menuntun mereka menuju kebahagiaan
tertinggi atau sejati. Tidak ada satu pun ajaran Buddha yang tujuannya
lain daripada ini.

Dalam ajaran Buddha, ada begitu banyak variasi dan tingkatan


karena semua ajaran diberikan dengan tujuan untuk menuntun semua
makhluk menuju kebahagiaan sejati dan menghentikan penderitaan
mereka; dengan kata lain, tingkatan penderitaan yang harus diatasi dan
tingkatan kebahagiaan yang hendak dicapai. Sebagai contoh, pertama-
tama kita berbicara tentang kebahagiaan sementara atau kebahagiaan
dalam bentuk kelahiran tinggi di dalam samsara, lalu kita bisa berbicara
tentang kebahagiaan pasti yang takkan berubah lagi.

Sebagaimana sudah dijelaskan, ada berbagai jenis klasifikasi


kebahagiaan dan penderitaan dalam ajaran Buddha. Tidak ada satu pun
dari ajaran ini yang tak bertujuan untuk mencapai kebahagiaan, baik
itu kebahagiaan sementara maupun kebahagiaan sejati. Semua ajaran

5
Lamrim
Buddha ditujukan semata-mata untuk kedua tujuan ini. Di sisi lain,
kita juga bisa mengamati 2 bentuk penderitaan yang hendak diatasi,
yaitu penderitaan alam-alam rendah di dalam samsara dan penderitaan
alam-alam tinggi di dalam samsara. Apa artinya? Ini berarti bahwa
semua ajaran Buddha, tanpa terkecuali, adalah metode untuk mencapai
kebahagiaan, baik kebahagiaan dalam bentuk kelahiran tinggi di dalam
samsara maupun kebahagiaan tertinggi, yakni kebahagiaan pasti yang
takkan berubah lagi.

Semua ajaran Buddha secara logis merupakan metode untuk


menghindari penderitaan di alam rendah, penderitaan di alam tinggi,
atau seluruh penderitaan samsara. Ini bisa dijabarkan lagi. Misalnya,
pertama-tama, ajaran Buddha merupakan metode yang memungkinkan
semua makhluk untuk terbebas dari penderitaan di alam rendah.
Berikutnya, ajaran Buddha merupakan metode untuk membebaskan
diri dari penderitaan samsara secara keseluruhan. Lebih lanjut, ajaran
Buddha merupakan metode yang memungkinkan semua makhluk
mencapai kebahagiaan pribadi (nirwana pribadi).

Ajaran Buddha merupakan ajaran yang bertahap. Artinya, ketika


kita mulai belajar sebagai pemula, kita mengikuti metode-metode dalam
ajaran Buddha untuk menghindari penderitaan di alam rendah. Setelah
kita berhasil lolos dari penderitaan di alam rendah, maka kita bisa
melanjutkan perkembangan ke tahap berikutnya, yaitu semua bentuk
penderitaan samsara, termasuk penderitaan di alam tinggi. Kalau kita
berniat untuk berkembang lebih jauh lagi, kita bisa membangkitkan
niat untuk tak hanya mengatasi penderitaan pribadi, untuk tak hanya
beraspirasi mencapai kebahagiaan pribadi.

TTT

6 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Empat Kapasitas Makhluk


3
Tahap-tahap perkembangan ini bisa muncul karena perbedaan
kapasitas dari murid-murid Buddha. Ada berbagai jenis tahapan dan
kapasitas berbeda pada setiap makhluk; ada yang lebih kecil, ada yang
lebih besar. Kita bisa membagi kapasitas makhluk ke dalam 4 kategori:
yang paling kecil atau paling awal; yang lebih maju dari yang pertama;
yang lebih maju dari yang kedua; dan terakhir, yang paling tinggi di
antara semuanya. Bagaimana penjelasan keempat kapasitas ini?

Kategori pertama adalah individu yang memiliki kapasitas yang


sangat terbatas sekali, yaitu mereka yang hanya bisa memikirkan
kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja. Mereka hanya menginginkan
kebahagiaan pada kehidupan saat ini dan tak mampu berpikir di luar
itu. Mereka tak sanggup berpikir untuk menghindari penderitaan di
luar penderitaannya saat ini. Ini merupakan kapasitas yang paling
rendah. Hal ini bukan sesuatu yang sulit untuk dipahami. Kita bisa
mengamatinya pada orang-orang di sekeliling kita. Ada banyak sekali
orang di sekeliling kita yang hanya terpaku pada kebahagiaan saat ini;
mereka yang giat mencari kekayaan, ketenaran dan reputasi, serta yang
melakukan segala sesuatu sebaik-baiknya dalam kehidupan saat ini.
Mereka tak bisa berpikir lebih jauh dari semua tetek-bengek ini. Mereka

7
Lamrim
tak terpikir untuk menghindari penderitaan. Pikiran mereka terbatas
semata-mata pada urusan duniawi yang fana.

Ini adalah sesuatu yang mudah kita amati, karena ada begitu
banyak orang yang berperilaku seperti itu di sekeliling kita. Namun,
kita tentunya juga bisa mengamati diri sendiri. Kita bisa menilai atau
mengamati apakah kita sendiri juga hanya punya cakupan pikiran
yang sangat pendek dan terbatas, yang hanya memikirkan kebahagiaan
saat ini saja. Jika jawabannya ya, berarti kita masuk pada kategori
pertama, kategori terendah. Tentu saja, kita semua harus bekerja untuk
menyokong kehidupan kita. Di sini, yang ingin saya tekankan adalah:
walaupun aktivitas yang kita lakukan adalah pekerjaan sehari-hari untuk
menopang kehidupan ini, tetapi alasan atau motivasi di baliknya bisa
berbeda-beda. Sebagai contoh, kita bisa melakukan pekerjaan semata-
mata demi kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja, atau bisa juga ada
alternatif lain. Misalnya, kita memang bekerja untuk menyokong hidup
kita, namun cakupan pikiran kita sudah melampaui kehidupan saat ini,
sudah melampaui aksi mengejar kebahagiaan pada kehidupan saat ini
saja. Singkatnya, menurut ajaran Buddha, orang-orang yang mengejar
kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja dan tak bisa berpikir lebih jauh
dari itu tidak termasuk ke dalam kategori praktisi Buddhis.

Berikutnya, ada orang yang memiliki cara berpikir yang berbeda.


Tentu saja, cara berpikir seseorang itu senantiasa berubah. Kita tak bisa
berkata bahwa satu orang hanya memiliki satu cara berpikir setiap saat.
Kesadaran orang berubah-ubah, dan kesadaran pada satu momen akan
berubah pada momen berikutnya, bahkan menjelang saat kematian.
Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa batin kita merupakan
rangkaian ataupun kesinambungan dari kesadaran yang satu ke kesadaran
berikutnya, satu momen kesadaran ke momen kesadaran berikutnya.
Pada saat menjelang kematian, satu kesadaran ini kemudian berlanjut
ke kesadaran berikutnya di kehidupan mendatang. Misalnya, ketika
seseorang tak hanya memikirkan kebahagiaan pada kehidupan saat ini,

8 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
melainkan juga kebahagiaan pada kehidupan mendatang, maka orang
ini sudah memiliki cakupan pikiran yang jauh lebih tinggi ketimbang
kategori pertama. Mengapa? Karena ia sudah mampu memajukan cara
berpikirnya melebihi cakupan kehidupan saat ini.

Berdasarkan jangkauan cara berpikir, kategori kedua merupakan


cara berpikir yang sudah lebih maju daripada kategori pertama. Orang
dalam kategori ini berpikir, “Memang akan sangat baik kalau saya
mendapatkan kebahagiaan pada kehidupan saat ini, namun bagaimana
dengan kebahagiaan pada kehidupan mendatang? Setelah kehidupan saat
ini berakhir, saya akan lanjut ke kehidupan mendatang. Tentu saja, saya
harus bisa memikirkan dan memastikan kebahagiaan pada kehidupan
mendatang.” Dengan demikian, kategori kedua sudah lebih maju sedikit
daripada kategori pertama. Mereka menginginkan kebahagiaan pada
kehidupan mendatang, meski yang disasar masih kebahagiaan di dalam
samsara. Singkatnya, kategori kedua adalah orang yang menginginkan
kebahagiaan pada kehidupan mendatang dan mempraktikkan cara-cara
ataupun metode untuk memastikan perolehan kebahagiaan tersebut.

Jadi, untuk sekadar mengulas kembali, kategori pertama adalah


orang yang cara berpikirnya hanya terbatas pada kehidupan saat ini saja.
Ini merupakan cara berpikir yang sangat pendek, yang hanya mencakup
maksimal 80 tahun, 90 tahun, ataupun jika beruntung, 100 tahun.
Mereka tak bisa berpikir di luar kebahagiaan saat ini, dan karenanya
pemikiran mereka sangat sempit. Berikutnya adalah kategori kedua, yang
cakupan pikirannya jauh lebih panjang karena mencakup kehidupan
yang lebih panjang daripada kehidupan saat ini. Kategori ini tak hanya
menginginkan kebahagiaan saat ini, tetapi juga kebahagiaan pada
kehidupan mendatang. Akan tetapi, bukan berarti bahwa mereka yang
masuk kategori kedua sudah memastikan kebahagiaan pada kehidupan
berikutnya. Mereka masih harus mempraktikkan cara-cara yang dapat
memastikan perolehan kebahagiaan tersebut. Apa pun itu, patut diingat
bahwa kebahagiaan pada kehidupan mendatang masih merupakan

EMPAT KAPASITAS MAKHLUK 9


Lamrim
kebahagiaan di dalam samsara. Dengan demikian, kita sudah melihat
dua kategori cakupan cara berpikir, dengan kategori kedua sebagai
cakupan yang sudah lebih luas. Orang di kategori kedua ini sudah bisa
digolongkan sebagai praktisi Buddhis, atau praktisi motivasi kecil.
Motivasi kecil ini sudah lebih maju daripada kategori pertama karena
yang pertama bukan merupakan praktisi sama sekali. Kategori pertama
dijuluki ‘orang duniawi’ karena mereka hanya sepenuhnya memikirkan
kehidupan fana ini, sehingga tak termasuk ke dalam kategori praktisi
Buddhis.

Ada kategori berikutnya, yaitu cara berpikir yang jauh lebih luas
dibandingkan dua kategori sebelumnya; ini adalah kumpulan orang
yang memiliki cara berpikir yang baik sekali, yang kira-kira seperti ini,
“Walaupun saya meraih kebahagiaan dalam bentuk kelahiran tinggi di
dalam samsara dan meraih serangkaian kelahiran yang baik di dalam
samsara yang tak terputus, tetapi saya tak berada dalam posisi yang aman.
Selama klesha masih bercokol dalam batin saya, selama itu pula saya
belum bebas dari klesha; di bawah pengaruhnya, cepat atau lambat saya
pasti akan menciptakan karma untuk terlahir kembali atau jatuh ke alam
rendah. Cepat atau lambat saya pasti akan jatuh dari rangkaian kelahiran
yang baik di dalam samsara. Risiko untuk mengalami penderitaan di
alam rendah masih amat besar. Oleh sebab itu, akan sangat baik, jauh
lebih baik kalau saya bisa bebas dari semua klesha ini. Dengan kata lain,
alangkah baiknya kalau saya bisa bebas dari semua bentuk penderitaan
samsara dan mencapai tingkat kebahagiaan yang jauh lebih stabil.” Cara
berpikir kategori ketiga ini jauh lebih luas dibandingkan dua kategori
sebelumnya.

Kita bisa melihat betapa cara berpikir kategori ketiga ini sudah jauh
melampaui kategori sebelumnya. Ia sama sekali menolak penderitaan
samsara secara keseluruhan. Kebahagiaan yang diinginkan oleh kategori
ketiga ini pun jauh lebih luas, yaitu suatu tingkat kebahagiaan yang tak
lagi bisa merosot atau menurun. Dengan demikian, kita bisa melihat

10 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
bahwa cara berpikir kategori ketiga ini benar-benar jauh lebih luas
dibandingkan dua kategori sebelumnya. Hal ini terkait aspirasi yang
diinginkan olehnya, yaitu pembebasan dari samsara atau pencapaian
nirwana. Orang dengan pola pikir macam ini disebut sebagai praktisi
motivasi menengah, yang tingkatannya tentu lebih tinggi ketimbang
praktisi motivasi kecil. Pada dasarnya, kategori ketiga memahami bahwa
sifat dasar samsara adalah menderita. Selama kita masih berada di
dalam samsara, tak ada harapan bagi kita untuk mencapai kebahagiaan.
Oleh sebab itu, kategori ketiga ingin benar-benar bebas dari samsara
dengan cara mencapai pembebasan pribadi atau nirwana pribadi, dan
aspirasi mereka sangatlah kuat. Meski merupakan cara berpikir yang
sudah sangat luas, kategori ketiga belumlah menjadi kategori tertinggi.
Mengapa? Karena mereka hanya ingin mengakhiri penderitaan pribadi.
Mereka ingin mencapai pembebasan dari samsara hanya untuk dirinya
sendiri saja, atau dengan kata lain, mencapai nirwana pribadi.

Dengan demikian, masih ada cara berpikir yang lebih luas daripada
kategori ketiga, yaitu kategori keempat, yang tak hanya memikirkan
kebahagiaan diri sendiri yang ingin bebas dari penderitaan samsara
secara keseluruhan, namun juga ingin mencapai pembebasan dari
samsara demi semua makhluk. Orang di kategori ini ingin mencapai
kebahagiaan sejati demi semua makhluk, bukan hanya diri sendiri.
Landasan motivasi yang demikian adalah kebijaksanaan agung dan
welas asih agung bahwa kita tak sendirian di dalam samsara ini. Kita
dan semua makhluk sama-sama ingin bahagia dan tak ingin menderita.
Kita dan semua makhluk sama-sama tak ingin mengalami penderitaan
samsara. Di sisi lain, kita bisa memahami bahwa kita dan semua makhluk
sebenarnya memiliki koneksi yang sangat kuat, hubungan yang kuat
sekali, berhubung semua makhluk pernah menjadi ibu-ibu kita yang
terkasih, ibu-ibu yang telah menunjukkan kebaikan hati yang sangat besar
pada kita. Jadi, penderitaan kita dengan penderitaan semua makhluk
merupakan hal yang sama, dan kebahagiaan kita dengan kebahagiaan
mereka adalah tujuan bersama yang harus kita capai. Dengan demikian,
EMPAT KAPASITAS MAKHLUK 11
Lamrim
kategori keempat bertekad untuk mengatasi penderitaan diri sendiri
berikut penderitaan semua makhluk, serta menuntun mereka mencapai
kebahagiaan tertinggi.

Kategori keempat merupakan kumpulan orang yang tak hanya ingin


mencapai kebahagiaan pribadi, tetapi juga kebahagiaan semua makhluk,
tak hanya ingin mengatasi penderitaan pribadi, tetapi juga penderitaan
semua makhluk. Mereka tak tahan melihat semua makhluk masih
harus menderita, sehingga mereka pun mengambil tanggung jawab
pribadi untuk memastikan terhentinya penderitaan semua makhluk
dan tercapainya kebahagiaan tertinggi mereka. Demi mencapai kedua
tujuan mulia ini, tentu saja mereka harus menyempurnakan diri sendiri
dengan mencapai atau beraspirasi mencapai Kebuddhaan. Tingkatan
Kebuddhaan ini dicapai dengan aspirasi ingin mempersembahkan
kebahagiaan tertinggi kepada semua makhluk. Inilah kategori tertinggi,
dan orang di dalamnya disebut sebagai praktisi motivasi agung.

Semua cara berpikir inilah yang memunculkan istilah 3 jenis


praktisi, yaitu praktisi motivasi kecil (cara berpikirnya terbatas pada
kebahagiaan di dalam samsara atau kebahagiaan pada kehidupan
mendatang di dalam samsara), praktisi motivasi menengah (bertujuan
untuk mencapai pembebasan dari samsara secara keseluruhan atau
mencapai pembebasan pribadi atau nirwana pribadi), dan praktisi
motivasi agung (cara berpikirnya mencakup semua makhluk dan mereka
beraspirasi mencapai Kebuddhaan demi kebahagiaan semua makhluk).

TTT

12 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Tiga Jenis Praktisi


4
Tadi kita sudah membahas 4 kategori. Istilah yang dipakai untuk
menyebut kategori kedua, ketiga, dan keempat dalam bahasa Tibet
adalah kye bu, dalam bahasa Sanskerta adalah purusha, dan dalam
bahasa Indonesia adalah praktisi. Jadi, dari 4 kategori yang ada, hanya
kategori kedua dan seterusnya yang tergolong sebagai praktisi Buddhis,
sedangkan kategori pertama hanya merupakan kumpulan orang dengan
cara berpikir yang paling rendah.

Berbagai kategori cara berpikir ini bisa ditemukan dalam kehidupan


bermasyarakat saat ini. Ada orang yang hanya mengejar kebahagiaan
pada kehidupan saat ini saja, sehingga mereka tak bisa disebut sebagai
seorang praktisi. Mereka hanya seorang makhluk, tetapi bukan praktisi.
Ketika mereka sudah beraspirasi untuk mencapai kebahagiaan pada
kehidupan mendatang dan memastikan cara untuk meraihnya, barulah
mereka disebut sebagai praktisi motivasi awal. Berikutnya adalah praktisi
yang menginginkan pembebasan dari samsara secara keseluruhan, yang
disebut sebagai praktisi motivasi menengah. Praktisi yang terakhir,
sekaligus yang tertinggi, adalah orang yang disebut sebagai praktisi
motivasi agung. Mereka beraspirasi untuk mencapai kebahagiaan semua
makhluk dan mengatasi penderitaan semua makhluk.

13
Lamrim
Secara umum, bahasa Tibet punya istilah yang sama untuk merujuk
ke makhluk hidup maupun praktisi. Akan tetapi, ketika para penerjemah
menerjemahkan bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Tibet, mereka
sengaja memilih suatu istilah. Dalam bahasa Sanskerta, istilahnya adalah
purusha, dan para penerjemah ini tak menerjemahkan purusha sebagai
‘makhluk hidup’ saja. Mengapa? Karena seorang purusha atau praktisi
memiliki arti lebih, yaitu seorang yang memiliki kekuatan di dalam
batinnya. Secara khusus, para penerjemah telah memilih kata purusha
untuk diterjemahkan sebagai kye bu, yakni seorang pemilik kekuatan
atau kapasitas. Kategori yang sudah lebih maju dibandingkan kategori
pertama, yaitu kategori kedua, ketiga dan keempat, berhak menyandang
sebutan purusha.

Niat tertinggi Buddha adalah menuntun semua makhluk mencapai


kebahagiaan tertinggi, dan ini merujuk ke pencapaian Kebuddhaan
yang lengkap dan sempurna. Bagi praktisi motivasi awal yang bertujuan
meraih kebahagiaan pada kehidupan mendatang, mereka akan melatih
kematian dan ketidakkekalan, kemudian merenungkan penderitaan
di alam rendah, kemudian berlindung, dan akhirnya membangkitkan
keyakinan pada hukum karma. Tujuan praktisi motivasi awal adalah
memeditasikan topik-topik ini dalam rangka menghindari penderitaan
di alam rendah dan memastikan perolehan kelahiran tinggi di dalam
samsara. Tujuan praktisi motivasi menengah adalah mencapai
pembebasan pribadi dari samsara dan cakupan pikiran mereka tak
lebih dari ini. Praktisi motivasi menengah melatih diri pada 3 latihan
tingkat tinggi – sila, samadhi, prajna – dan meraih hasil sesuai dengan
3 latihan ini. Latihan ini bertujuan mencapai pembebasan pribadi dari
samsara secara keseluruhan dan tidak lebih dari itu. Bagi para praktisi
yang bertujuan mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna
demi kebahagiaan semua makhluk dan mengatasi penderitaan
mereka, Buddha memberikan ajaran tentang welas asih agung dan
juga pandangan mendalam yang menembusi kesunyataan. Bagi
praktisi motivasi agung, inilah yang mereka praktikkan, inilah yang
14 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA
Lamrim
mereka meditasikan. Tujuannya adalah Kebuddhaan yang lengkap dan
sempurna, dan pencapaian Kebuddhaan ini bukan semata-mata demi
diri sendiri, tetapi demi kebahagiaan semua makhluk.

TTT

TIGA JENIS PRAKTISI 15


Pengenalan Lamrim
5
Sekarang saya akan membahas Tahapan Jalan Menuju Pencerahan
atau Lamrim. Jalan bertahap ini memiliki pengertian yang sedikit
berbeda. Di dalam jalan bertahap, kita tetap punya 3 jenis praktisi,
tetapi cara yang diajarkan di dalamnya bukan merupakan metode
untuk motivasi awal yang sesungguhnya. Ada aspek-aspek yang
dijalankan bersama praktisi motivasi awal dan menengah, berhubung
praktisi Lamrim belum tentu adalah orang-orang yang sudah siap
mempraktikkan motivasi agung untuk mencapai Kebuddhaan. Oleh
sebab itu, mereka perlu melatih diri terlebih dahulu pada jalan motivasi
awal. Pada tahap ini, mereka dikatakan mempraktikkan jalan motivasi
awal, namun bukan merupakan motivasi awal yang sesungguhnya.

Sebagai contoh, dalam motivasi awal, ada topik tentang perenungan


kematian dan ketidakkekalan, penderitaan di alam-alam rendah,
berlindung sebagai gerbang suci untuk memasuki ajaran, kemudian
membangkitkan keyakinan kepada hukum karma. Akan tetapi, di dalam
Lamrim, praktisi motivasi awal memeditasikan topik motivasi awal yang
sama dengan cara berpikir atau motivasi yang berbeda dengan praktisi
motivasi awal yang sesungguhnya. Seorang praktisi Lamrim pada
motivasi awal melakukan praktik sesuai dengan jalan motivasi awal.
Akan tetapi, motivasi di baliknya adalah untuk mencapai Kebuddhaan
16
Lamrim
yang lengkap dan sempurna. Jika praktisi motivasi awal ini adalah praktisi
motivasi awal yang sesungguhnya, ia tentu hanya ingin mencapai tujuan
motivasi awal itu sendiri, yaitu kebahagiaan pada kehidupan berikutnya.

Sama halnya, praktisi Lamrim pada motivasi menengah tak


memeditasikan metode-metode yang tercakup di dalam motivasi
menengah, tetapi mereka mempraktikkan jalan yang dijalankan bersama
praktisi motivasi menengah. Tujuan tertinggi seorang praktisi Lamrim
pada motivasi menengah adalah mencapai Kebuddhaan yang lengkap
dan sempurna. Topik meditasinya adalah jalan yang dijalankan bersama
praktisi motivasi menengah.

Bagi praktisi yang beraspirasi untuk mencapai Kebuddhaan yang


lengkap dan sempurna, pertama-tama mereka akan melatih diri sesuai
dengan jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal. Setelah
berhasil meraih motivasi awal, mereka melatih diri di jalan yang
dijalankan bersama praktisi motivasi menengah. Setelahnya, mereka
bisa melatih diri pada motivasi agung. Jadi, motivasi agung baru bisa
dilatih setelah latihan lainnya dirampungkan. Misalnya, melatih cinta
kasih, welas asih agung, dan kebijaksanaan agung untuk mencapai
Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.

Dengan demikian, kita bisa melihat adanya perbedaan antara 3


jenis praktisi yang terdapat dalam Lamrim, yaitu praktisi motivasi awal,
menengah dan agung. Di satu sisi, ada yang disebut sebagai motivasi
awal, menengah dan agung, dengan pengertian yang saling terpisah satu
sama lain. Di sisi lain, ketiga jenis motivasi ini merupakan satu rangkaian
perkembangan batin, yaitu seorang praktisi yang melatih diri di jalan
yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal, kemudian motivasi
menengah, dan akhirnya motivasi agung. Kedua hal ini merupakan cara
melatih diri yang cukup berbeda satu sama lain.

Perbedaannya, sekali lagi, adalah sebagai berikut. Cara pertama


terdiri dari metode-metode yang berbeda satu sama lain. Semua metode

PENGENALAN LAMRIM 17
Lamrim
ini bukanlah tahapan jalan yang berkesinambungan; masing-masing
metode dipraktikkan secara terpisah untuk mencapai tujuan dari
motivasi yang bersangkutan. Misalnya, motivasi awal bertujuan untuk
mencapai kebahagiaan di dalam samsara pada kehidupan mendatang,
lalu motivasi menengah bertujuan untuk mencapai pembebasan pribadi
dari samsara, dan akhirnya motivasi agung bertujuan untuk mencapai
Kebuddhaan. Ketiganya berbeda dan tak berkaitan satu sama lain. Di
sisi lain, cara kedua, Lamrim, terbagi menjadi 3 jenis motivasi yang
sama. Namun di dalamnya, seorang praktisi bertujuan untuk mencapai
Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Praktisi melalui tahapan jalan
yang berkesinambungan dan berkembang dari satu tahapan ke tahapan
berikutnya. Untuk dapat mencapai Kebuddhaan, ia perlu melewati semua
tahapan ini, yakni jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal,
kemudian motivasi menengah, dan akhirnya motivasi agung. Fungsi
dari jalan motivasi awal yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal
adalah sebagai persiapan bagi praktisi sebelum ia akhirnya melatih diri
pada motivasi agung.

Sederhananya, cara pertama punya 3 tahapan yang berbeda satu


sama lain – motivasi awal, menengah, dan agung masing-masing berjalan
secara terpisah – sedangkan cara kedua, Lamrim, punya 3 tahapan yang
menyasar satu motivasi yang sama, satu motivasi tunggal. Apakah itu?
Mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna demi kebahagiaan
semua makhluk.

Dari sudut pandang Sutra, sumber utama bagi ajaran Lamrim


adalah Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan atau Sutra Prajna-paramita.
Buddha mengajarkannya kepada para pengikutnya yang menginginkan
pencapaian pencerahan, yang ketika itu diberikan di puncak Gunung
Nazar. Pembahasan Lamrim berasal dari Sutra ini. Sumber lain dari
Lamrim juga bisa ditemukan di dalam Sutra Maha-bodhipatha-krama
halaman 158, Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani. Di dalam

18 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Sutra ini, ada sebuah analogi yang digunakan untuk membandingkan
cara melatih batin secara bertahap dengan seorang tukang yang
terampil dalam menghaluskan sebuah permata secara bertahap untuk
menghasilkan sebuah perhiasan. Apa yang digarisbawahi oleh Sutra
Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani adalah keharusan melatih
batin secara bertahap. Inilah sebabnya ia disebut sebagai Tahapan Jalan
Menuju Pencerahan.

Ketika seorang tukang mulai membuat sebuah perhiasan, apakah


itu cincin berlian ataupun perhiasan lainnya, pada awalnya cincin berlian
tak terlihat berharga. Ia terlihat seperti batu biasa yang tertutupi kotoran,
lumpur, dsb. Namun, seorang tukang yang terampil bisa mengubah batu
biasa tersebut menjadi cincin berlian yang sesungguhnya.

Proses membersihkan batu berharga dan mengubahnya menjadi


perhiasan yang sesungguhnya adalah proses yang masih terus dilakukan
sekarang ini. Kita tahu ada proses pembuatan berlian dan itu masih terus
dilakukan sampai saat ini. Batu berlian yang awalnya seperti batu biasa
kemudian diasah menjadi berlian. Hal yang sama juga berlaku di dalam
Lamrim. Ketika kita melatih batin, kita mengasah batin kita dalam 3
tahap. Ketika kita hendak membuat sebuah perhiasan berlian, tahap
pertama adalah membersihkan bahan baku, misalnya menggunakan
kertas pasir untuk menggosok dan membersihkan segala bentuk kotoran
yang melekat pada batu tersebut. Kita juga dapat menggunakan kain
yang kasar atau cairan-cairan tertentu yang sifatnya sangat kuat. Tahap
pertama ini berfungsi untuk membersihkan semua kotoran yang paling
kasar.

Setelah tahap pertama selesai, kita lanjut pada tahap kedua,


yaitu membersihkan kotoran yang lebih halus. Misalnya, kita dapat
menggunakan kain yang lebih halus atau dapat juga menggunakan
cairan-cairan yang lebih halus jenisnya. Di dalam Sutra, ada rujukan
tentang penggunaan pembersih yang tak terlalu kuat, tak sekuat pada

PENGENALAN LAMRIM 19
Lamrim
tahap pertama. Tahap kedua ini berfungsi untuk membersihkan kotoran
yang lebih halus.

Pada tahap terakhir, kain yang digunakan jauh lebih halus lagi.
Misalnya, kita menggunakan kain sutra untuk menggosok batu tersebut.
Terkait dengan cairan pembersih, jenis yang kita gunakan di sini
adalah yang paling halus dibandingkan semua cairan lainnya. Cairan
ini digunakan untuk membersihkan kotoran paling halus dan paling
akhir, sehingga akhirnya perhiasan berlian betul-betul bersih, halus, dan
menjadi berlian yang sesungguhnya.

Buddha menjelaskan bahwa analogi ini juga berlaku dalam proses


memperhalus batin kita. Ketika pertama kali hendak melatih batin, yang
harus kita lakukan adalah membersihkan semua kotoran batin yang
paling kasar, dan untuk membersihkannya, kita harus menggunakan
metode-metode yang sesuai. Kalau kita menggunakan metode halus
untuk membersihkan kotoran batin yang kasar, cara ini takkan berhasil.
Walaupun kita sudah berupaya keras, takkan ada hasil yang diperoleh,
berhubung metode yang digunakan tak tepat. Oleh sebab itu, kita harus
menggunakan metode yang tepat untuk membersihkan kotoran batin
yang kasar.

Kita harus bisa mengatasi kotoran batin yang kasar terlebih dahulu
sebelum mengatasi kotoran batin yang lebih halus. Hal ini merujuk ke
cara-cara berpikir kita yang keliru, dan cara berpikir yang keliru ini
merujuk ke kemelekatan kita pada kehidupan saat ini. Kemelekatan pada
kehidupan saat ini merujuk ke makanan, pakaian, dan reputasi. Setelah
kotoran batin yang paling kasar ini teratasi, barulah kita bisa berupaya
mengatasi kotoran batin yang lebih halus.

Mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini juga harus


dilakukan secara bertahap. Tentu saja kita tak bisa serta-merta mengatasi
kemelekatan kita pada kehidupan saat ini. Kita harus melalui sebuah

20 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
proses bertahap. Ketika kita melalui proses ini dan betul-betul melihat
bahwa kemelekatan pada kehidupan saat ini sebenarnya tak berfaedah,
tak berguna, dan justru sebaliknya membahayakan diri kita sendiri,
barulah kita bisa menghadapi kemelekatan tersebut dan lanjut pada
proses berikutnya.

Ketika kita hendak mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat


ini, kita harus menggunakan metode-metode yang tepat. Kalau kita
menggunakan metode-metode tingkat tinggi seperti cinta kasih dan
welas asih, bodhicita, ataupun penembusan kesunyataan, kita akan
mengalami kegagalan karena semua metode ini bukan penawar langsung
dari kemelekatan pada kehidupan saat ini; dengan kata lain, mereka
bukanlah metode yang sesungguhnya. Bila kita bersikeras melatih
metode ini, kemelekatan pada kehidupan saat ini pasti takkan lenyap.
Jadi, metode yang tepat harus diterapkan untuk mengatasi kotoran batin
tertentu.

Dengan penerapan metode yang tepat, kita secara bertahap akan


bisa mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini. Dan apa hasilnya?
Sebagai hasilnya, kita akan beraspirasi untuk mencapai kebahagiaan
pada kehidupan berikutnya. Tentu saja, mencapai kebahagiaan pada
kehidupan berikutnya merupakan aspirasi yang lebih tinggi daripada
sekadar mencapai kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja.

Ketika kita sudah sanggup mengaspirasikan kebahagiaan pada


kehidupan berikutnya, kita nantinya juga akan berupaya untuk
melampaui aspirasi dengan berpikir, “Sebenarnya kebahagiaan pada
kehidupan berikutnya juga bukan kondisi yang ideal, bukan merupakan
kebahagiaan yang ideal, karena segala sesuatu yang ada di dalam
samsara nantinya akan berujung buruk. Segala sesuatu di dalam samsara
akan berakhir dengan buruk. Tak ada yang bisa kita perjuangkan atau
harapkan dari samsara.” Ketika kita sudah bisa berpikir seperti ini dan
kemudian menerapkan metode-metode untuk mengatasi kemelekatan

PENGENALAN LAMRIM 21
Lamrim
pada kebahagiaan-kebahagiaan samsara, kita bisa mengatasi kemelekatan
kita pada kebahagiaan samsara secara keseluruhan.

Kita bisa melihat bahwa segala tujuan untuk memperjuangkan


kebahagiaan di dalam samsara takkan ada gunanya, dan sebagai gantinya
kita meraih aspirasi untuk mencapai pembebasan dari samsara. Setelah
meraih aspirasi ini, kita betul-betul membangkitkan niat untuk bebas
dari samsara, dan dengan penolakan terhadap samsara ini, kita betul-
betul menerapkan metode untuk mencapai pembebasan dari samsara.
Setelah metode diterapkan, kita bisa mendapatkan hasilnya, yakni betul-
betul terbebas dari samsara.

Ketika kita sudah membangkitkan penolakan yang murni, sebuah


niat yang murni untuk bebas dari samsara secara keseluruhan dan
mencapai pembebasan pribadi akan muncul. Ketika aspirasi yang
demikian telah muncul, cara berpikirnya bisa dilanjutkan lebih jauh,
“Memang baik sekali kalau kita sendiri bisa bebas dari samsara, tetapi
bagaimana dengan semua makhluk yang masih berada di dalamnya?
Tentu saja mereka tak tertolong. Mereka masih berada di dalam samsara
dan akan terus menderita di dalamnya.” Kalau kita menghentikan
penderitaan samsara kita sendiri, hal ini tak ada dampaknya bagi
penderitaan makhluk lain, sedangkan kita tahu bahwa kita dan semua
makhluk pada dasarnya sama persis. Kita dan semua makhluk yang
berada di dalam samsara ingin bahagia dan tak ingin menderita. Tak
seorang pun makhluk di dalam samsara yang akan menolak kedua poin
ini.

Dengan cara demikian, kita melihat kondisi semua makhluk,


kemudian menetapkan tujuan untuk tak hanya mengatasi penderitaan
pribadi, tetapi juga penderitaan semua makhluk. Pembebasan dari
samsara juga mesti dituju; bukan pembebasan pribadi, tetapi pembebasan
semua makhluk. Kita bertekad untuk tak hanya meraih kebahagiaan diri
sendiri, tetapi juga kebahagiaan semua makhluk. Untuk mencapai tujuan

22 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
ini, kita berpikir bahwa satu-satunya cara adalah mencapai Kebuddhaan
yang lengkap dan sempurna. Setelahnya, kita membangkitkan tekad
untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Dengan
munculnya tekad seperti ini, maka kita telah menjadi praktisi motivasi
agung. Setelah menjadi seorang praktisi motivasi agung, yang perlu
dilakukan adalah melatih batin kita secara bertahap sesuai dengan
Lamrim agar bisa mendapatkan hasil yang diinginkan.

Urutannya dimulai dari tahap awal, yaitu meraih realisasi dan juga
mengatasi keburukan atau kotoran batin yang paling kasar. Setelahnya,
kita bisa lanjut ke tahapan berikutnya, yaitu tahapan yang lebih halus
atau rumit. Pada tahapan ini, kita akan meraih realisasi atau pemahaman
yang baru. Dan pemahaman yang baru pada tahapan ini akan menunjang
persiapan kita untuk meraih pemahaman pada tahapan berikutnya lagi.
Proses yang bertahap dan sesuai urutan ini akan menjamin keberhasilan
kita menempuh tahapan demi tahapan dalam sang jalan.

Sebaliknya, jika kita tak mengikuti urutan sebagaimana yang sudah


diajarkan – misalnya, kita ingin langsung loncat ke tahapan tertinggi
seperti melatih meditasi cinta kasih, meditasi welas asih, meditasi
bodhicita ataupun penembusan kesunyataan – maka latihan-latihan
tingkat tinggi macam apa pun takkan memberikan realisasi yang kita
inginkan. Ini ibarat menuangkan air pada batu; air takkan masuk ke dalam
batu, tak peduli seberapa banyak kita terus menuangkannya. Sebelum
kita meraih realisasi awal, realisasi pada tahapan yang lebih tinggi takkan
tergapai. Sebelum meraih realisasi pada tahapan jalan motivasi awal dan
menengah, mustahil kita bisa meraih realisasi pada tahapan jalan yang
lebih tinggi. Dengan cara loncat-loncat yang demikian, tak ada yang
bisa menyentuh batin, tak ada yang bisa mengguncang hati, dan semua
meditasi yang kita lakukan akan sia-sia. Barangkali ada sedikit manfaat,
satu dua manfaat di sana-sini, tetapi tetap saja, latihan-latihan tingkat
tinggi tersebut tak betul-betul bisa menyentuh hati kita.

PENGENALAN LAMRIM 23
Lamrim
Baik dalam kasus mempelajari Lamrim untuk diajarkan pada orang
lain atau untuk dipraktikkan oleh diri sendiri, kita harus mengikuti
urutannya. Kita harus betul-betul mengikuti urutannya secara tepat
untuk melatih batin kita, untuk mencapai perkembangan batin. Jika
kita meloncati urutannya, realisasi takkan diperoleh. Dengan demikian,
kalau ada orang yang seumur hidupnya mempelajari Lamrim dengan
cara loncat-loncat dan kemudian mencoba menjelaskan isi Lamrim
pada orang lain, ia dipastikan akan gagal, berhubung dirinya sendiri tak
mengalami perkembangan; batinnya sendiri tak tersentuh oleh ajaran
Lamrim.

Untuk mencapai perkembangan secara bertahap dalam latihan


batin, kita harus bisa mengatasi kotoran batin yang paling kasar terlebih
dulu, barulah kemudian kita bisa lanjut untuk mengatasi kotoran
batin yang lebih halus, dan akhirnya mengatasi kotoran batin yang
paling halus. Mengatasi kotoran batin secara bertahap akan menjamin
perolehan hasil yang diinginkan.

Yang paling kasar di antara semua kotoran batin adalah


kemelekatan pada kehidupan saat ini (makanan, pakaian, dan reputasi).
Apa yang mencegah kita untuk mengatasi kemelekatan pada kehidupan
saat ini? Yang mencegah kita adalah kegagalan untuk melihat bahwa
samsara, betapa pun baik dan luar biasanya ia, pada akhirnya toh harus
kita tinggalkan. Kalau kita tak bisa melihat kenyataan ini, maka kita
tak bisa melihat keburukan yang terkandung di dalam kemelekatan
pada makanan, pakaian, dan reputasi. Karena kita menganggap mereka
sebagai hal-ihwal yang penting, kita pun melekat padanya. Ketika kita
sudah melekat, klesha seperti amarah, kecemburuan, dan lain-lain akan
muncul dengan gampang.

Kapan pun seseorang mengganggu apa yang kita anggap


penting, segala macam klesha akan muncul. Misalnya, kita bisa
saja menyombongkan sesuatu yang kita miliki karena kita sebegitu

24 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
melekatnya pada barang tersebut. Ketika ajal kita sudah dekat dan
kita tinggal selangkah lagi meninggalkan kehidupan ini untuk beralih
ke kehidupan berikutnya, barulah kita sadar betapa sia-sianya semua
barang yang kita miliki.

Karena mustahil untuk mengatasi kesalahan yang lebih halus


sebelum mengatasi kesalahan yang paling kasar ini, sangatlah penting
bagi kita untuk melatih batin secara bertahap, yaitu mengatasi kesalahan
yang paling kasar terlebih dahulu, sebelum berupaya mengatasi
kesalahan yang lebih halus.

Ada yang mengatakan bahwa aturan ini tak berlaku bagi semua
orang, karena ada orang yang memang bisa meraih realisasi spontan
tanpa perlu melatih batin secara bertahap. Memang terdapat 2 tipe
praktisi di sini. Ada orang yang harus melatih diri secara bertahap, dan
mereka disebut sebagai praktisi bertahap; di sisi lain, ada juga orang yang
tak perlu melatih diri secara bertahap tetapi bisa meraih realisasi tingkat
tinggi secara spontan, misalnya, meraih pemahaman kesunyataan tanpa
upaya bertahap. Ini ada sebutannya juga.

Kesalahpahaman ini bisa diperjelas melalui penjelasan Sutra


Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani. Ada orang-orang yang
kelihatannya mampu mencapai realisasi tingkat tinggi tanpa harus
melewati urutan-urutan latihan; misalnya, dalam kehidupan saat
ini mereka mampu mencapai penembusan kesunyataan tanpa harus
melatih diri pada tahapan jalan yang lebih rendah. Bagaimana penjelasan
kita terhadap orang-orang yang kelihatannya bisa langsung meraih
realisasi tingkat tinggi tanpa harus melatih diri pada tahapan jalan yang
lebih rendah? Tentu saja hal ini memang bisa terjadi. Penjelasannya
adalah: orang ini sudah menjalani latihan pada kehidupan-kehidupan
sebelumnya dan sudah pula meraih realisasi karenanya. Realisasi ini
tersimpan dengan kuat di dalam batinnya dan menjadi jejak karma yang
sangat kuat. Jejak karma yang sangat kuat ini dibawa pada kehidupan

PENGENALAN LAMRIM 25
Lamrim
berikutnya, dan ketika ia terlahir kembali nantinya, hanya dibutuhkan
pemicu yang amat kecil untuk membangkitkan realisasi kuat yang
sebelumnya sudah dicapai ini. Dari sini, realisasi-realisasi yang sudah
diraih bisa dikembangkan lebih lanjut. Dengan demikian, kasus ini sama
sekali berbeda dengan pernyataan bahwa seorang praktisi bisa meraih
realisasi secara mendadak begitu saja tanpa melalui urutan latihan.

Sutra menjelaskan pentingnya mengikuti urutan latihan dan


betul-betul menaati mereka ketika melatih batin kita. Di dalamnya,
ada penjelasan tentang realisasi spontan, yang tak lain daripada hasil
dari latihan-latihan sebelumnya. Arya Nagarjuna juga menjelaskan
hal yang sama. Ada sebuah kutipan dari beliau yang berbunyi, “Pada
awalnya, ada ajaran tentang status tinggi, lalu muncullah ajaran tentang
kebaikan pasti.” Dengan kata lain, ketika murid sudah dilatih untuk
mencapai pembebasan dari samsara dan kemudian melatih tahapan
jalan untuk mencapai tujuan ini dengan cara mempraktikkan kebajikan
dan sebagainya, barulah ia dikatakan sudah siap untuk mengikuti ajaran
yang lebih tinggi, yaitu ajaran tentang kebaikan pasti atau pembebasan
dari samsara. Kutipan yang sama melanjutkan, “Karena setelah
mencapai status tinggi, pada akhirnya engkau akan mencapai kebaikan
pasti.” Setelah kita mendapatkan serangkaian kelahiran yang baik di
dalam samsara dan bisa melatih pemahaman kesunyataan di dalamnya,
pemahaman ini akan menjadi sebab untuk meraih pembebasan dari
samsara. Dari situlah kita mendapatkan kebaikan pasti. Demikianlah
Arya Nagarjuna juga menjelaskan dengan nada yang sama.

Kutipan Arya Nagarjuna tentang status tinggi merujuk ke tahapan


jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal. Motivasi awal
ini diajarkan terlebih dahulu, dan setelahnya, barulah seorang praktisi
bisa mendapatkan kelahiran yang baik di dalam samsara. Setelah
mendengar penjelasan tahapan jalan untuk praktisi motivasi awal,
praktisi mempraktikkan ajaran dan merealisasikannya di dalam

26 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
batinnya. Setelahnya, barulah ia siap untuk mendengar penjelasan
ihwal kebaikan pasti atau pembebasan dari samsara. Pembebasan dari
samsara ini tercantum di dalam Lamrim untuk motivasi menengah,
yang mengajarkan 4 Kebenaran Mulia dan 3 Latihan Tingkat Tinggi.

Pertama-tama, kita mulai dengan pemahaman tentang apa


itu penderitaan, kemudian kita merenungkan kerugian-kerugian
samsara, dan akhirnya kita bisa memahami apa yang dimaksud dengan
penderitaan akibat terlahir berulang kali. Setelah memahaminya,
kita lalu membangkitkan rasa muak, dan setelah rasa muak muncul,
kita membangkitkan niat untuk bebas dari samsara, dan dari situ
kita bertekad untuk menolak samsara demi meraih pembebasan dari
samsara. Apabila seseorang pada tahap sebelumnya belum meniatkan diri
untuk bebas dari penderitaan di alam rendah dan meraih kebahagiaan
pada kehidupan berikutnya, maka ia tak bisa mencapai kualitas yang
selanjutnya. Kalaupun ia berupaya untuk mencapai kualitas lanjutan
ini dan menerapkan metode-metode tinggi dalam upayanya, ia tetap
takkan memperoleh hasil yang diharapkan, berhubung ia belum meraih
realisasi pada tahapan yang sebelumnya.

Arya Asanga juga menjelaskan hal ini dengan sangat jelas. Ada
sebuah kutipan dari beliau yang berbunyi, “Lebih lanjut, para Bodhisatwa
menyebabkan murid-muridnya mencapai faktor bajik pencerahan
dengan benar dan secara bertahap. Untuk melakukannya, pada
mulanya mereka memberi ajaran-ajaran yang mudah kepada makhluk
yang kebijaksanaannya mirip anak kecil dengan memberi instruksi
dan petunjuk eksplisit yang mudah untuk dipraktikkan. Demikianlah
seorang Guru ketika memberi ajaran kepada murid-muridnya. Apabila
kebijaksanaan murid mirip anak kecil (praktisi motivasi kecil), Guru
akan memberi topik-topik yang mudah dipahami oleh muridnya,
berikut instruksi-instruksi dan praktik-praktik awal untuk dijalankan
oleh si murid.”

PENGENALAN LAMRIM 27
Lamrim
Dalam kutipan Arya Asanga ini, disebutkan tentang memberi
instruksi dan petunjuk eksplisit yang mudah untuk dipraktikkan Apa saja
mereka? Mereka adalah topik kematian dan ketidakkekalan, penderitaan
di alam-alam rendah, berlindung sebagai gerbang suci memasuki ajaran,
serta hukum karma.

SESI TANYA-JAWAB

Tanya: Apakah seorang perumah tangga, seorang kepala keluarga


dengan istri dan anak-anak, bisa mengembangkan motivasi agung?

Jawab: Pertanyaan yang bagus, dan jawabannya adalah ya. Dengan


niat dan aspirasi yang tulus, perumah tangga yang menjalani kehidupan
berkeluarga juga bisa membangkitkan motivasi agung. Di sini, yang
dimaksud dengan motivasi agung berkaitan dengan batin dan sikap
batin. Kalau seseorang memiliki keluarga dan menjalani kehidupannya
dengan sikap batin yang sesuai dengan motivasi agung, maka segala
sesuatu yang dilakukan dan dipraktikkannya dalam kehidupan
berkeluarga merupakan praktik motivasi agung. Artinya, kalau ia bisa
merealisasikan batin pencerahan (bodhicita) dan kemudian menjadi
seorang Bodhisatwa, maka ia bisa dikatakan sebagai seorang praktisi
motivasi agung atau Bodhisatwa perumah tangga.

TTT

28 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Kematian dan Ketidakkekalan


6
Instruksi yang diberikan ini cukup mudah untuk dipahami. Sebagai
contoh, kita mulai dengan kematian dan ketidakkekalan. Misalnya,
ketika dikatakan bahwa kita semua pasti akan mati, ini adalah suatu
pernyataan yang jelas sekali. Orang yang batinnya masih mengembara
ke mana-mana pun bisa memahaminya, terlepas dari besar kecilnya
pemahaman tersebut. Setelah memastikan fakta bahwa kita pasti akan
mati, kita bisa lanjut ke fakta kedua: bahwa waktu kematian itu tak
pasti – ia bisa terjadi dalam hitungan tahun, bulan, jam, atau menit.
Tak ada jaminan sama sekali kapan kita akan mati. Pernyataan yang
demikian adalah sesuatu yang bisa dipahami orang-orang. Mereka bisa
merenungkannya dan meraih pemahaman sesuai dengan tingkatan
pemahaman masing-masing.

Jadi, kematian itu pasti dan tak terelakkan, sedangkan waktu


kematian itu sendiri tak pasti. Tentu saja kita tak perlu repot-
repot memikirkan hal ini setiap saat, tetapi seandainya seseorang
menyatakannya kepada kita, kita bisa langsung memikirkannya dan
segera mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, “Kapan aku akan mati?”
Ketika pertanyaan ini diajukan, kita langsung memikirkan jawabannya,
namun sama sekali tak ada jawaban. Kita tak tahu kapan kita akan
mati, dan dari situ kita bisa memahami penjelasan yang diberikan oleh
29
Lamrim
Lamrim. Ini adalah contoh-contoh yang sangat mudah untuk dipahami,
ajaran yang relatif mudah untuk dicerna.

Aspek ketiga terkait instruksi tentang kematian dan ketidakkekalan


menyatakan bahwa ketika kematian tiba, segala sesuatu kecuali praktik
spiritual takkan berguna. Segala harta benda tak berguna; teman,
keluarga, dan sahabat tak berguna; dan tubuh kita juga tak berguna.
Ini adalah sesuatu yang juga tak begitu sulit untuk dipahami. Yang
perlu dilakukan adalah merenungkannya dengan baik dan betul-betul
melihat bahwa segala sesuatu mesti ditinggalkan menjelang kematian.
Di satu sisi, kita bisa mengatakan bahwa penjelasan ini relatif mudah
untuk dipahami, namun di sisi lain, ternyata tak mudah untuk betul-
betul mengamininya. Mengapa? Karena di dalam batin kita ada suatu
cengkeraman yang amat kuat terhadap keabadian atau kekekalan, bahwa
segala sesuatu akan berlangsung terus-menerus tanpa berubah sama
sekali.

Guru besar Tibet, Gungthang Rinpoche, memberi instruksi


tentang topik kematian dan ketidakkekalan. Beliau mengatakan, “Seekor
binatang yang paling bodoh sekali pun, katakanlah seekor domba yang
sedang diseret menuju tempat penjagalannya, domba yang bodoh ini
pun paham kalau ajalnya akan tiba dan akan menangis menitikkan air
mata.” Di sini, kita didorong untuk bisa memahami ketidakkekalan kita
sendiri. Kalau tidak, maka kita lebih bodoh daripada domba. Kutipan
ini sangat jelas dan begitu mudah dipahami. Sayangnya, kita tak sering
merenungkan dan menerapkannya pada diri sendiri.

Kenyataan tentang ketidakkekalan adalah sesuatu yang sangat pasti.


Fakta-fakta ini begitu mudah untuk kita pahami, namun kita sama sekali
gagal untuk memahaminya dan justru mencengkeram pandangan yang
sebaliknya. Kita mencengkeram pandangan kekekalan, kita berpikir
bahwa kita akan hidup terus-menerus alih-alih melihat kenyataan yang
benar. Kita melihat diri sendiri sebagai orang yang sangat cerdas, orang

30 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
yang sangat bijak, orang yang sangat pandai, tetapi kenyataan yang
sesungguhnya adalah kebalikannya.

Kematian dan ketidakkekalan adalah instruksi yang mudah


dipahami dan kita juga bisa menerima penjelasan-penjelasan yang
diberikan terkait dengan topik ini, tetapi apakah batin kita terbiasa untuk
memahami kenyataan seperti ini? Belum tentu, karena kita belum betul-
betul memahami kenyataan tersebut. Karena kita belum betul-betul
memahaminya, kita berpegang pada pandangan yang sebaliknya, dan
dengan demikian, kita terus-menerus melekat pada kehidupan saat ini.
Sebaliknya, kalau kita berupaya untuk membiasakan batin kita dengan
kenyataan yang benar – bahwa kematian itu pasti sedangkan waktu
kematian itu tak pasti – kita akan sadar bahwa menjelang kematian,
segala sesuatu kecuali praktik spiritual sama sekali tak ada gunanya.

Ketika batin kita sudah betul-betul teryakinkan dengan kenyataan


ini, barulah kita bisa memikirkan kehidupan yang akan datang. Kalau
kita merenungkan kematian, secara otomatis kita akan memikirkan apa
yang akan terjadi pada kehidupan berikutnya setelah kita mati. Pada
kehidupan berikutnya, hanya ada 2 kemungkinan: penderitaan di alam
rendah dan kelahiran di alam tinggi. Setelah memahami risiko bila harus
mengalami penderitaan di alam rendah, maka secara alamiah kita akan
mencari perlindungan – berlindung dari penderitaan alam rendah.

TTT

KEMATIAN DAN KETIDAKKEKALAN 31


Berlindung dan Hukum Karma
7
Kalau kita sudah berupaya mencari perlindungan, kita akan masuk
ke urutan berikutnya, yaitu berlindung sebagai gerbang suci untuk
memasuki ajaran. Di dalamnya, kita mengikuti urutan cara berpikir atau
poin-poin meditasi yang harus direnungkan. Misalnya, kita berlindung
atau meletakkan kepercayaan sepenuhnya pada Triratna dan betul-betul
melaksanakan apa yang diajarkan. Poinnya adalah menjalani hidup kita
sesuai dengan hukum karma supaya kita tidak terjatuh ke alam rendah.
Kemudian, kita masuk pada poin membangkitkan keyakinan pada
hukum karma dan betul-betul menjalani hidup sesuai dengan prinsip
dalam hukum karma, misalnya, menghindari 10 jalan karma hitam.

Dikatakan bahwa sebagai hasil dari praktik berlindung, kita akan


dibimbing untuk menjalani hidup sesuai dengan hukum karma. Kalau
kita perjelas lagi lebih lanjut, maksudnya adalah memahami bahwa
kita harus berupaya sekuat tenaga untuk memurnikan batin dari segala
bentuk karma buruk yang sudah kita ciptakan agar kita tak terjatuh
ke alam rendah. Sebaliknya, kita harus menciptakan kebalikannya,
yaitu karma-karma untuk terlahir kembali di alam tinggi, dengan
cara menjaga kemurnian sila, menghindari 10 jalan karma hitam, dan
mempraktikkan 10 jalan karma putih. Untuk mendapatkan kelahiran
kembali yang baik di dalam samsara, kita harus betul-betul menjalankan
32
Lamrim
praktik-praktik ini dan kemudian melatih 6 paramita. Semua latihan ini
harus digabungkan menjadi satu dan didedikasikan melalui doa yang
murni untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, yakni kelahiran
kembali yang baik di dalam samsara. Ketika ini sudah tercapai, kita
bisa memasuki tahapan latihan yang lebih tinggi, yakni menghindari
penderitaan samsara secara keseluruhan.

Selama kita belum menghilangkan semua klesha, posisi kita di dalam


samsara belum aman, karena selama masih ada klesha di dalam batin
kita, selama itu pula kita akan menciptakan karma baru untuk terjatuh
ke alam rendah. Oleh sebab itu, semata-mata mendapatkan kelahiran
yang baik di dalam samsara bukan merupakan jaminan bahwa kita
sudah lepas dari bahaya. Kita masih berisiko menciptakan karma untuk
terjatuh ke alam rendah. Berangkat dari hal ini, kita membangkitkan
tekad untuk sepenuhnya bebas dari penderitaan samsara secara
keseluruhan. Dari sini, kita lalu diantar ke level atau kebijaksanaan yang
lebih tinggi, yaitu motivasi menengah, dan siap untuk dibimbing sesuai
dengan instruksi-instruksi motivasi menengah. Ini sesuai dengan apa
yang sudah disampaikan oleh Arya Asanga.

Ketika seorang praktisi sudah mendapatkan kebijaksanaan


motivasi menengah, ia akan meraih pemahaman bahwa selama kita
masih terlahir kembali di dalam samsara di bawah pengaruh karma dan
klesha, selama itu pula kita belum meraih kebebasan dan masih harus
diperbudak klesha. Oleh sebab itu, seorang praktisi harus memikirkan
cara untuk keluar dari kondisi sulit ini. Ketika poin ini sudah dipikirkan
masak-masak, ia pun siap untuk menerima instruksi yang lebih tinggi.

TTT

BERLINDUNG DAN HUKUM KARMA 33


Motivasi Agung
8
Setelah kita membebaskan diri dari samsara, kita bisa merenung,
“Tetapi pembebasanku tak mengubah kondisi semua makhluk
yang berada di dalam samsara, karena mereka masih menderita
dan tak mendapatkan kebahagiaan yang mereka inginkan.” Dengan
kebijaksanaan tingkat tinggi yang sudah muncul di dalam batin ini, kita
akan berpikir bahwa penderitaan semua makhluk adalah sesuatu yang
tak tertahankan, lalu memunculkan niat untuk mempersembahkan
kebahagiaan kepada mereka. Dari niat ini, muncul tekad untuk betul-
betul melaksanakannya. Dari sini, kita membangkitkan kebijaksanaan
yang lebih tinggi lagi, dan selanjutnya melatih diri agar siap untuk
menerima instruksi tertinggi.

Kebijaksanaan kita telah berkembang sedemikian rupa sehingga


kita bisa merasakan bahwa pembebasan pribadi semata tidaklah
cukup. Kita peduli terhadap kebahagiaan semua makhluk, merasa
sangat dekat dengan mereka, dan tak tahan melihat mereka masih
harus menderita di dalam samsara. Dari sini, kita mengambil tanggung
jawab pribadi untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan
mereka dan memastikan perolehan kebahagiaan yang mereka inginkan.
Cara berpikir atau kondisi batin seperti ini sudah termasuk ke dalam

34
Lamrim
motivasi yang sangat tinggi, motivasi yang sangat luar biasa. Oleh sebab
itu, seperti yang dikatakan oleh Arya Asanga, “Ketika mereka telah
mengamati bahwa makhluk tersebut telah meraih kebijaksanaan yang
kokoh, mereka akan memberi ajaran dan instruksi yang mendalam,
berikut petunjuk yang subtil, untuk dipraktikkan. Tak seperti dua
motivasi sebelumnya, pada motivasi agung, instruksi yang diberikan
jauh lebih tinggi lagi; instruksinya bukan hanya untuk mengatasi klesha,
tetapi juga menghapuskan jejak-jejak klesha serta penghalang batin yang
lebih halus.

Praktisi motivasi agung sudah mampu memikirkan semua


makhluk yang tak terhingga jumlahnya, ibarat angkasa yang tak
terhingga (karena samsara itu sendiri tak terhingga). Ketika seorang
praktisi motivasi agung memikirkan penderitaan yang harus dialami
oleh semua makhluk sebagai sesuatu yang tak tertahankan, mereka akan
membangkitkan tekad untuk mengambil tanggung jawab pribadi untuk
memastikan agar semua makhluk terbebas dari penderitaan samsara.
Tentu saja ini merupakan niat yang sangat luar biasa, dan merupakan
niat tertinggi yang sanggup dibangkitkan oleh seorang praktisi motivasi
agung. Dari mana datangnya niat tertinggi ini? Tentu saja dari niat yang
sebelumnya, sebuah perasaan di mana ia merasakan penderitaan pribadi
yang tak tertahankan. Jadi, kita harus memahami penderitaan samsara
kita sendiri terlebih dahulu sebelum kemudian mencari cara untuk
terbebas darinya, dan setelahnya, kita pun bisa memahami penderitaan
samsara semua makhluk dan mencari cara mengatasinya. Dengan kata
lain, empati ini tidak tiba-tiba muncul begitu saja, melainkan bermula
dari penderitaan diri sendiri yang tak tertahankan. Dari penderitaan
yang tak tertahankan ini, muncul niat yang kuat untuk terbebas darinya,
dan pada gilirannya, juga muncul niat agar semua makhluk turut
terbebas dari penderitaan yang sama. Di sini, ada semacam hubungan
sebab-akibat dalam upaya kita mencapai perkembangan atau kemajuan
secara bertahap.

MOTIVASI AGUNG 35
Lamrim
Ada sebuah kutipan yang menjelaskan pentingnya memulai
dari tahapan termudah sebelum lanjut ke tahapan yang lebih sulit.
Dikatakan oleh Arya Nagarjuna dalam Untaian yang Berharga atau
Untaian Permata, “Seorang guru akan mengajari muridnya pertama kali
dengan huruf yang besar-besar.” Dengan cara yang sama, Buddha juga
mengajari murid-muridnya secara bertahap sesuai dengan kemampuan
dan kapasitas mereka. Kalau murid diberikan sesuatu yang di luar
kemampuannya, ia takkan meraih hasil. Oleh sebab itu, instruksi atau
ajaran yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan si murid.
Kembali ke kutipan Arya Asanga, pertama-tama, instruksi level anak
kecil akan diberikan pada makhluk dengan motivasi seperti anak kecil.
Selanjutnya, instruksi level menengah akan diberikan pada makhluk
dengan motivasi menengah. Akhirnya, instruksi level agung akan
diberikan pada makhluk dengan motivasi agung.

Kedua jenis kutipan di atas menjelaskan hal yang sama, yaitu urutan
yang harus dilalui ketika kita hendak melatih batin. Kedua kutipan ini
berjalan beriringan, dan karenanya Arya Asanga dan Arya Nagarjuna
dikatakan sebagai dua Pelopor Agung. Demikianlah intisari Lamrim
sejauh pembahasan kita sampai poin ini, yaitu tahapan yang harus kita
lalui dan ikuti sesuai urutan ketika menjalani praktik spiritual.

Dalam sebuah karya Tantra yang berjudul Pelita yang Merupakan


Rangkuman Perbuatan, guru besar lainnya, Aryadewa, menjelaskan cara
melatih batin Paramitayana. Isinya sama dengan ajaran dalam Lamrim:
bahwa Mantrayana atau Tantrayana baru boleh dimasuki ketika kita
sudah melatih batin Paramitayana. Kitab ini dirangkum dengan kutipan
berikut ini, “Metode yang dipraktikkan oleh praktisi pemula yang
menyasar tujuan tertinggi diibaratkan oleh Buddha yang sempurna
sebagai anak-anak tangga.”

Dalam Paramitayana maupun Mantrayana, ada tahapan-tahapan


yang mesti dilalui. Pertama-tama, kita memasuki Paramitayana dan

36 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
menyempurnakannya. Setelahnya, kita memasuki Mantrayana. Ini
dijelaskan oleh Aryadewa dalam beberapa baris kutipan. Menurut baris
pertama, “Metode yang dipraktikkan oleh praktisi pemula Tantrayana
merujuk ke tahap pembangkitan dan perampungan.” Baris kedua
mengatakan, “Tujuan tertinggi merujuk ke tahapan kedua dalam
tantra, yaitu tahap perampungan.” Baris ketiga mengatakan, “Metode
yang dipraktikkan oleh praktisi pemula yang menyasar tujuan tertinggi
diibaratkan oleh Buddha yang sempurna sebagai anak-anak tangga.”
Jadi, bahkan dalam Mantrayana pun terdapat tahapan yang harus dicapai
terlebih dahulu sebelum memasuki tahapan berikutnya.

Sejauh ini, penjelasan teoritis tentang tata cara menapaki tahap-


tahap dalam latihan batin telah disajikan. Kita bisa menentukan pada
tingkatan mana batin atau kapasitas kita berada sekarang ini. Kita bisa
menentukan sendiri mana urutan latihan yang sesuai dengan sikap
dan cara berpikir kita. Saya mengatakan demikian karena saya yakin
bahwa siapa pun yang tergerak untuk menyimak ajaran ini pastilah
sudah merasa bahwa fokus pada kehidupan saat ini saja tidak cukup
(karena kalau begitu, apa bedanya kita dengan binatang?). Mereka yang
menyimak ajaran ini pasti merasa sayang kalau kelahiran sebagai manusia
yang berharga ini disia-siakan begitu saja dan tak dimanfaatkan potensi
besarnya. Instruksi dari guru-guru besar seperti Arya Nagarjuna, Arya
Asanga, dan lain-lain merupakan cara atau metode untuk menjalani
hidup dengan lebih bahagia dan baik. Apa yang telah mereka ajarkan
sangatlah luar biasa, sehingga akan sangat disayangkan bila kita hanya
sekadar mendengarkannya sambil lalu. Alih-alih, yang harus kita
lakukan adalah memanfaatkan kesempatan yang luar biasa ini dengan
sebaik-baiknya.

TTT

MOTIVASI AGUNG 37
Kelahiran Sebagai
9
Manusia yang Berharga
“Setelah mendapatkan kemuliaan terlahir sebagai manusia, kita bisa
menyeberangi lautan penderitaan samsara. Selain itu, dengan kemuliaan
terlahir sebagai manusia, kita bisa menanam benih bagi pencapaian
pencerahan lengkap dan sempurna. Oleh sebab itu, kemuliaan terlahir
sebagai manusia yang sudah kita dapatkan ini jauh lebih berharga
daripada permata pengabul harapan. Siapa pun yang memiliki sedikit
kecerdasan dan kebijaksanaan pasti akan menarik manfaat darinya.”

Bait ini menggambarkan dengan persis situasi yang sedang kita


alami saat ini. Mengapa demikian? Karena bentuk kelahiran sebagai
manusia yang sudah kita dapatkan saat ini. Pada baris pertama, dijelaskan
bahwa dengan bentuk kelahiran ini, kita bisa menyeberangi lautan
penderitaan samsara. Ada begitu banyak jenis penderitaan samsara, dan
yang utama adalah siklus lahir, sakit, tua, dan mati. Dengan kelahiran
sebagai manusia, kita bisa mengatasi semua penderitaan tersebut.
Baris kedua merujuk ke benih yang akan membuahkan pencapaian
Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Benih ini adalah bodhicita,
dan ia bisa ditanam di dalam batin kita, batin seorang manusia yang
38
Lamrim
mulia dan berharga. Baris ketiga mengatakan bahwa kelahiran sebagai
manusia jauh lebih berharga dibandingkan permata pengabul harapan.
Mengapa? Seperti yang disebutkan pada dua baris pertama, dengan
kelahiran sebagai manusia yang sudah kita dapatkan saat ini, kita
bisa menyeberangi lautan penderitaan samsara. Selain itu, kita juga
bisa menanam benih bagi pencapaian Kebuddhaan yang lengkap
dan sempurna dengan cara membangkitkan bodhicita. Demikianlah
kelahiran sebagai manusia ratusan atau ribuan kali jauh lebih berharga
daripada permata pengabul harapan. Baris keempat bermakna bahwa
siapa pun yang memiliki sedikit kecerdasan atau kemampuan berpikir
pasti akan bisa menarik manfaat dari kesempatan luar biasa seperti ini.
Kesempatan apa? Kesempatan untuk selama-lamanya meloloskan diri
dari seluruh penderitaan samsara dan mencapai Kebuddhaan. Caranya?
Dengan merealisasikan bodhicita di dalam batin kita saat ini juga.

Kemudian, untuk merampungkan tujuan yang luar biasa ini


pada kehidupan saat ini, kita sudah berhasil menghindari begitu banyak
penghalang internal maupun eksternal. Untuk penghalang eksternal,
misalnya, tak ada yang mencegah kita untuk berpraktik Dharma. Negara
ini adalah sebuah negara yang bebas, dan tak ada yang melarang kita
untuk melakukan praktik spiritual; di sini, penghalang eksternal telah
kita lewati. Sebagai tambahan, kita juga bebas dari penghalang lain,
seperti kemiskinan; kita semua cukup makan, cukup minum, dan
berada dalam kondisi yang cukup baik untuk bisa bertahan hidup dan
melakukan praktik spiritual. Yang lebih penting lagi, kita semua sudah
mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan ajaran, yaitu ajaran
yang diwariskan turun-temurun dari Buddha sendiri sampai ke guru
spiritual pribadi kita. Ajaran yang turun ke guru spiritual pribadi kita
inilah yang sedang kita pelajari saat ini. Dengan ajaran ini, kita bisa
melakukan praktik spiritual untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Kondisi penting lainnya yang harus dipenuhi adalah fakta bahwa ada
sebuah aspirasi ataupun rasa ketertarikan terhadap tujuan-tujuan yang
sudah disebutkan di atas.
KELAHIRAN SEBAGAI MANUSIA YANG BERHARGA 39
Lamrim
Untuk merangkum kondisi-kondisi luar biasa yang sudah kita
dapatkan saat ini, kita bisa merujuk pada kutipan dari Gungthang
Rinpoche. Menurut beliau, setelah mendapatkan kemuliaan terlahir
sebagai manusia dan bertemu dengan ajaran Buddha, kita sudah berada
di bawah perhatian atau kasih sayang seorang guru spiritual dan juga
mendapat dukungan dari para sahabat spiritual untuk melakukan
praktik spiritual. Akan sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan kondisi
seperti ini berulang kali di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, bait
ini menekankan betapa langka dan istimewanya kondisi kemuliaan
terlahir sebagai manusia ini.

Menimbang semua poin di atas, sahihlah jika dikatakan bahwa


kelahiran sebagai manusia ini sangat bermakna dan mengandung
potensi yang luar biasa. Apa yang dimaksud dengan potensi yang luar
biasa? Maksudnya, kita bisa memakai satu momen yang paling singkat
sekali pun untuk membebaskan diri kita dari begitu banyak penghalang
dan penderitaan. Dan berhubung singkatnya hidup kita sebagai manusia,
kita harus bisa menggunakannya untuk membangkitkan kebajikan atau
karma baik yang luar biasa besar.

Barangkali kita sekilas akan berpikir, “Ya, tentu saja kelahiran


sebagai manusia adalah suatu kondisi yang sangat luar biasa dan patut
disyukuri.” Akan tetapi, jika kita berupaya untuk merenungkannya
secara mendalam, kita akan bisa memahami betapa langkanya kelahiran
sebagai manusia yang sudah kita dapatkan saat ini, betapa luar biasanya
kelahiran ini, sehingga kita barangkali akan meragukan diri sendiri,
“Benarkah kelahiran sebagai manusia ini telah diperoleh, ataukah ini
hanya sekadar bunga tidur?” Kalau pun kelahiran sebagai manusia
ini hanyalah mimpi, kita barangkali akan berharap agar mimpi ini
berlangsung selama-lamanya.

Kutipan berikutnya oleh Gungthang Rinpoche berbunyi, “Karena


langkanya potensi besar yang sudah kita dapatkan saat ini, kita harus

40 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
berhenti menunda-nunda dan harus menarik manfaatnya saat ini juga.
Dengan kata lain, jangan tunggu sampai nanti, besok, dan seterusnya.
Kalau mau menarik manfaat dari kelahiran sebagai manusia, lakukanlah
sekarang juga.”

Nasihat untuk menarik manfaat dari kemuliaan terlahir sebagai


manusia sudah diberikan pada kita. Jika kita bisa menarik manfaat yang
besar dari semua kehidupan lampau kita, tentu saja hal ini sangat baik.
Akan tetapi, kalau toh belum, kita tak bisa mengubah masa lalu. Yang
bisa kita lakukan dan harus kita lakukan adalah memastikan bahwa
hidup kita saat ini, mulai detik ini, mulai pada momen ketika kita sedang
duduk menyimak ajaran saat ini, dijalani dengan sebaik-baiknya agar
manfaat yang besar bisa diraih.

TTT

KELAHIRAN SEBAGAI MANUSIA YANG BERHARGA 41


Menjinakkan Batin
10
Lantas, apa yang harus kita lakukan? Yang harus kita lakukan
adalah menyadari bahwa batin kita tidak berada dalam kondisi yang
damai; justru sebaliknya, ia sangat kasar, liar, dan belum ditaklukkan.
Apa maksudnya batin yang kasar, liar, dan belum ditaklukkan? Sebagai
contoh, kalau kita ingin melakukan kebajikan, batin sangat susah sekali
diminta untuk melakukannya. Kita bahkan harus berjuang habis-
habisan, berjuang mati-matian untuk membangkitkan batin yang bajik.
Sebaliknya, terkait dengan ketidakbajikan atau pikiran buruk atau
tindakan buruk, batin kita bisa langsung melakukannya tanpa upaya apa
pun.

Di biara saya, Dagpo Dratsang, ada sebuah tradisi, yaitu penegak


disiplin akan memberikan nasihat kepada kumpulan besar anggota
Sangha. Salah satu nasihat adalah analogi yang berkaitan dengan
kondisi batin kita saat ini. Analoginya: ketika kita hendak melakukan
kebajikan atau membangkitkan pikiran bajik di dalam batin kita, ini
ibarat mendorong seekor keledai untuk menaiki tebing yang curam atau
terjal, sedangkan di sisi lain, untuk membangkitkan pikiran tak bajik,
kita tak perlu bersusah payah melakukannya; pikiran tak bajik mengalir
begitu saja ibarat aliran air dari atas gunung ke dasar lembah. Analogi ini
sangat tepat untuk menggambarkan kondisi batin kita saat ini.
42
Lamrim
Cobalah untuk terbuka dan jujur pada diri kita sendiri ketika
melihat batin, melihat cara kerjanya, dan apa yang terjadi di dalamnya.
Sebagai contoh, amatilah batin kita saat akan melakukan kebajikan seperti
belajar Dharma atau memeditasikan Buddha. Ketika kita memeditasikan
Buddha, apakah Buddha bisa langsung muncul di dalam batin kita?
Seberapa mudah Buddha bisa muncul di dalam batin kita? Tentu saja,
kita harus mengakui bahwa Buddha takkan muncul segampang itu.
Kalau pun muncul, paling-paling ia hanya muncul sekilas saja, begitu
singkat, lalu buyar. Dengan demikian, kita bisa mengamati betapa batin
kita sangat sulit untuk melakukan kebajikan.

Contoh yang lebih mengena lagi terkait dengan aktivitas


mendengarkan ajaran. Meski kita sudah membangkitkan motivasi bajik
di awal sesi ajaran, namun seiring dengan berlalunya waktu, tiba-tiba
sudah muncul bentuk pikiran lain seperti memikirkan rumah, keluarga,
sahabat, pekerjaan, apa yang harus dilakukan, dsb. Coba amati apa-apa
saja yang terjadi di dalam batin kita ketika sedang mendengarkan ajaran.

Kapanpun kita berupaya untuk memfokuskan batin kita pada


kebajikan, fokus mudah sekali untuk buyar begitu saja. Tanpa fokus,
kita yang sedang duduk menyimak ajaran akan merasa santai, makin
santai, makin santai, dan akhirnya mengantuk. Ini persis analogi keledai
yang didorong ke tebing yang curam. Demikianlah kondisi batin kita
jika menyangkut kebajikan. Di sisi lain, terkait dengan ketidakbajikan
seperti amarah, iri hati, dan kemelekatan, apakah kita perlu duduk dan
berkonsentrasi dengan posisi meditasi untuk membangkitkan mereka?
Tentu saja tidak. Ketidakbajikan atau pikiran buruk muncul begitu saja
ibarat air dari atas gunung yang mengalir ke dasar lembah. Demikianlah
kondisi batin kita jika menyangkut ketidakbajikan.

Batin kita saat ini sangat kaku dan tak mau menuruti perintah kita.
Apa yang ingin kita lakukan, batin tak mengikutinya. Apa yang tak ingin
kita lakukan, batin juga tak mengikutinya. Singkat kata, batin bergerak

MENJINAKKAN BATIN 43
Lamrim
ke arah yang tak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Masalahnya
adalah: selama kita masih berada dalam kondisi seperti ini, maka tak
ada jalan, sama sekali tak ada harapan untuk mencapai pembebasan
ataupun kebahagiaan, berhubung batin kita senantiasa dirongrong dan
dikendalikan oleh klesha. Kita saat ini dikendalikan oleh batin kita, bukan
sebaliknya. Dengan kata lain, batin kita saat ini menguasai kita. Dengan
cara seperti ini, kita menciptakan karma-karma untuk terlahir kembali
di dalam samsara, dan secara khusus, di alam-alam rendah. Dengan
demikian, kita terpaksa harus mengalami segala bentuk penderitaan di
dalam samsara.

Sebaliknya, kalau kita berupaya untuk mengendalikan dan


menguasai batin kita sendiri, masih ada harapan untuk mengubah
kondisi saat ini. Apa yang dimaksud dengan mengendalikan batin kita?
Upaya untuk menggerakkan batin sesuai dengan yang kita inginkan.
Misalnya, jika kita memilih untuk memfokuskan batin kita pada
objek tertentu, batin akan menurut. Ketika kita memutuskan untuk
menganalisis sesuatu, mencerap sesuatu, atau memikirkan sesuatu, kita
bisa melakukannya dengan bantuan batin kita.

Raja Dharma Agung, Je Tsongkhapa, mengatakan, “Ketika terpusat,


batin tak tergoyahkan laksana raja para gunung.” Kalau kita memilih
untuk memusatkan batin pada objek, batin tak akan tergoyahkan
laksana raja para gunung, dan ketika diarahkan, batin berpaling pada
objek bajik apa pun. Batin yang seketika terarah pada objek bajik akan
membangkitkan kebajikan yang kita inginkan atau harapkan. Inilah
kondisi batin yang terkendali, yang harus kita miliki dalam batin kita
saat ini. Ketika kemampuan yang demikian sudah kita miliki, barulah
kita bisa menciptakan kebahagiaan bagi diri sendiri. Buddha juga
memberikan nasihat atau instruksi yang sama. Mengendalikan diri
sendiri adalah cara untuk meraih kebahagiaan, baik dalam bentuk
kelahiran kembali yang baik ataupun bentuk-bentuk lainnya.

44 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Singkatnya, sebelum kita sanggup mengendalikan batin kita sendiri,
mustahil kita bisa mendapatkan kebahagiaan dengan kondisi kita saat
ini. Barangkali ada sedikit kebahagiaan atau kesenangan di sana-sini,
tetapi itu takkan bertahan lama. Jika kondisi eksternal berubah, maka
batin kita turut berubah dan menyikapi perubahan ini dengan buruk.
Jika ini terjadi, seketika itu pula lenyaplah kesenangan atau kebahagiaan
sesaat yang kita miliki. Dalam kondisi seperti ini, kita terus-menerus
menciptakan karma buruk yang melemparkan kita ke dalam penderitaan
samsara. Kita akan terus menderita.

Guru besar India, Shantidewa, mengatakan bahwa selain


mengendalikan batin kita sendiri, tak ada lagi pekerjaan di dunia ini
yang perlu dilakukan. Di luar dari tugas ini, segala macam pekerjaan
lainnya di dunia ini tak ada gunanya sama sekali. Jadi, yang harus
kita lakukan adalah mengendalikan batin kita sendiri, mengamati apa
yang sedang terjadi pada batin kita dan apa yang muncul di dalamnya;
inilah yang paling penting untuk dilakukan. Semua pekerjaan lainnya
sama sekali tak penting, sama sekali tak bermanfaat. Ketika kita sudah
sanggup mengendalikan atau mengamati batin kita sendiri, manfaat-
manfaat akan muncul dengan sendirinya.

Berikutnya, ada kutipan dari Guru besar lainnya, Atisha Dipankara


Srijnana, yang berbunyi, “Siang dan malam, amatilah batinmu sendiri.
Periksalah batinmu sendiri, apakah itu di pagi, siang, ataupun malam
hari secara terus-menerus dan berulang-ulang.” Kita harus mengamati
apa yang terjadi di dalam batin kita sendiri dan jangan biarkan segala
bentuk pikiran muncul tanpa kita sadari sama sekali. Yang harus kita
lakukan adalah menyadari dan mengamatinya. Perjalanan Buddha
mengajar selama 45 tahun, dengan beragam variasi Dharma, pada
dasarnya juga hanya memiliki satu tujuan, yaitu untuk mengendalikan
batin. Dalam karya mereka masing-masing, kedua Pelopor Agung –
Arya Nagarjuna dan Arya Asanga – juga memetik inspirasi dari Buddha
dalam mengulas tahapan latihan batin secara bertahap. Kemudian,

MENJINAKKAN BATIN 45
Lamrim
dalam analogi Aryadewa tentang anak tangga, kita bisa membayangkan
ada 3 undakan tangga yang sudah dihadapkan di panggung. Biar pun
orang-orang muda kiranya bisa meloncati ketiga undakan ini dengan
mudah, selalu lebih baik bila anak tangga dinaiki satu-persatu. Demikian
pulalah seharusnya latihan batin dijalankan secara bertahap, mulai dari
yang paling mudah, lalu naik terus sampai ke tingkatan berikutnya.

Poin pentingnya di sini adalah: ketika hendak melakukan praktik


spiritual, kita mesti menentukan dengan tepat di mana level kita saat ini.
Kalau misalnya kita salah memilih level (misalnya memilih level yang
terlalu tinggi) dan bergegas terjun ke dalam praktik, saya kira ini adalah
suatu tindakan yang sia-sia, karena yang kita praktikkan bukanlah level
yang tepat bagi kondisi kita saat ini. Kalau pun misalnya praktik yang
dijalankan tak sia-sia, saya rasa akan memakan waktu yang jauh lebih
lama dan panjang bagi praktik untuk membuahkan hasil.

TTT

46 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

11
Melatih Batin dan
Menolak Samsara
Pentingnya mempraktikkan ajaran sesuai dengan tingkatan yang
tepat juga dinyatakan oleh Aryadewa dalam 400 Stanza, dan poin
ini dikaitkan oleh beliau dengan upaya menolak samsara, “Di awal,
hentikanlah ketidakbajikan; di tengah-tengah, hentikanlah pemahaman
keliru tentang diri; dan di akhir, hilangkanlah semua pandangan salah.”
Ketika kita sudah mengetahui urutan ini, barulah kita dikatakan sebagai
seorang yang terpelajar.

Dalam kutipan ini, baris pertama mengatakan, “Di awal,


hentikanlah ketidakbajikan.” Apa artinya? Ini merujuk ke tindakan-
tindakan yang menghasilkan kelahiran kembali di alam rendah, dan
inilah yang harus kita hentikan terlebih dahulu. Dengan demikian, kita
harus membuat orang-orang memahami hukum karma dan tindakan
seperti apa yang akan menjerumuskan mereka ke alam rendah; hukum
karma harus dipahami dan kemudian dipraktikkan agar kita terhindar
dari kejatuhan di alam rendah. Ini senada dengan analogi Arya Asanga
tentang makhluk-makhluk dengan kebijaksanaan seperti anak kecil;
hukum karma dan penderitaan alam rendah adalah ajaran yang mudah
untuk dipahami dan dipraktikkan. Frase “hentikanlah ketidakbajikan”

47
Lamrim
mengandung makna yang sangat dalam. Sebelum seseorang betul-betul
bisa menghentikan ketidakbajikan, yaitu menghentikan karma untuk
terjatuh ke alam rendah, yang harus dilakukannya adalah menghilangkan
kemelekatan pada kehidupan saat ini. Setelah itu, barulah ia bisa berpikir
tentang kehidupan berikutnya. Dengan kata lain, sebelum berpikir
tentang cara menghindari karma buruk yang bisa menjatuhkan kita ke
alam rendah, kita harus terlebih dahulu menghilangkan kemelekatan
pada kehidupan saat ini.

Baris kedua mengatakan, “Di tengah-tengah, hentikanlah


pemahaman keliru tentang diri.” Apa artinya? Artinya, kita harus
mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini dan berpaling ke apa
yang akan terjadi pada kehidupan mendatang. Setelah kemelekatan pada
kehidupan saat ini teratasi, barulah kita bisa mengatasi kemelekatan
pada samsara secara keseluruhan. Ada 4 jenis cara pandang yang keliru:
1] yang tak kekal dianggap kekal; 2] yang tak murni dianggap murni;
3] yang tanpa inti dianggap berinti; 4] yang sifat dasarnya menderita
dianggap kebahagiaan. Empat cara pandang yang keliru ini harus kita
atasi, dan cara untuk mengatasinya adalah melalui 4 Kebenaran Mulia.

Yang pertama adalah kebenaran mulia tentang penderitaan. Dengan


merenungkan kebenaran mulia ini, kita bisa mendapatkan pemahaman
bahwa sifat dasar samsara adalah menderita. Kita lalu mengenali
semua kerugian atau sifat negatif yang terkandung di dalam samsara.
Setelahnya, secara alamiah akan muncul rasa muak terhadap samsara,
dan kemudian niat untuk bebas darinya. Latihan harus dilakukan secara
bertahap sehingga nantinya niat untuk bebas dari samsara bisa muncul
secara spontan. Rasa muak kita terhadap samsara haruslah menyeluruh,
sampai benar-benar tak ada lagi ketertarikan sedikit pun terhadap hal-hal
baik di dalamnya. Bahkan kalau bisa, gambaran sekilas tentang samsara
pun sudah memunculkan rasa muak kita. Kapan pun kita mengingat
samsara, kita langsung teringat akan kerugian atau keburukannya, dan

48 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
rasa muak yang teramat besar pun muncul. Dari sini, barulah muncul
niat untuk bebas dari samsara.

Raja Dharma Agung, Je Tsongkhapa, menjelaskan hal ini dengan


pernyataan bahwa segala kebaikan samsara sama sekali tak mengandung
kebahagiaan sejati. Justru sebaliknya, kebaikan-kebaikan samsara hanya
mengandung penderitaan. Sekadar memikirkan samsara saja sudah
cukup bagi kita untuk membayangkan sebuah rumah besi yang berkobar,
dengan diri kita yang terperangkap di dalamnya.

Baris kedua menyinggung tentang konsepsi ‘diri’ yang harus


dilenyapkan. Artinya, setelah semua tingkatan di atas tercapai, kita
lanjut melatih diri dengan merenung, “Tentu saja sangat baik jika
pembebasan dari samsara bisa dicapai, tetapi hal ini semata tidaklah
cukup, karena semua makhluk masih harus mengalami penderitaan
samsara.” Berdasarkan pemikiran ini, kita akan menyadari perlunya
upaya untuk melakukan sesuatu demi semua makhluk, untuk menuntun
mereka keluar dari penderitaan samsara. Di samping kebahagiaan sejati
bagi diri sendiri, kebahagiaan sejati semua makhluk juga harus dicapai.
Untuk meraih tujuan ini, kita perlu mencapai tingkat Kebuddhaan
yang lengkap dan sempurna, dan inilah yang terkandung dalam baris
ketiga yang berbunyi “di akhir, hilangkanlah semua pandangan salah.”
Di sini, pandangan salah tak hanya merujuk ke klesha, tetapi juga jejak-
jejak klesha. Dalam rangka mencapai tingkat Kebuddhaan, kita harus
menghancurkan segala bentuk halangan yang ada di dalam batin kita,
dimulai dari halangan klesha itu sendiri hingga akhirnya jejak-jejaknya
sekaligus. Mereka yang mengetahui urutan ini berhak dikatakan sebagai
seorang yang terpelajar atau bijak. Poin yang hendak disampaikan oleh
Aryadewa di dalam kutipan ini sama dengan yang tercantum dalam
sutra yang sudah dikutip di awal, yaitu Pertanyaan-pertanyaan Raja
Agung Dharani.

MELATIH BATIN DAN MENOLAK SAMSARA 49


Lamrim
Kutipan dari guru besar lainnya, Maitricetta, menggunakan analogi
mewarnai kain yang bebas dari noda. Kalau kita hendak mewarnai
sepotong kain, kita harus mempersiapkan kainnya sedemikian rupa
agar ia bersih dari noda dan proses pewarnaannya bisa berjalan
dengan baik. Ketika seorang guru hendak melatih muridnya, kasusnya
sama saja. Si murid barangkali masih terjebak dalam urusan-urusan
duniawi, dan sang guru secara bertahap akan memberikan penjelasan
tentang kemurahan hati, sila, kesabaran, dan lain-lain agar si murid
bisa membangkitkan dan menghimpun kebajikan di dalam batinnya.
Setelah murid mengembangkan kebajikan, barulah ia dikatakan siap
(atau kurang lebih siap) untuk lanjut ke tahap berikutnya. Pada saat
itu, barulah guru bisa memberikan penjelasan tentang topik-topik
yang lebih sukar. Namun, yang pertama-tama harus dilakukan adalah
apa yang telah disampaikan oleh Arya Nagarjuna, yaitu 2 fase dalam
melatih seseorang: “Pada awalnya, ada ajaran tentang status tinggi, lalu
muncullah ajaran tentang kebaikan pasti.”

Di dalam Sutra Pertanyaan-pertanyaan Raja Agung Dharani, Buddha


memaparkan bahwa latihan batin harus dilakukan secara bertahap, dan
ini diikuti oleh murid-muridnya. Namun pada saat itu, Buddha tidak
menggunakan istilah motivasi awal, motivasi menengah dan motivasi
agung. Meski begitu, Arya Asanga menggunakan istilah ini dalam karya
beliau yang berjudul Ikhtisar, yang juga bisa ditemukan di dalam teks
Arya Wasubandhu, yaitu komentar beliau terhadap Abhidharmakosa.
Dalam Komentar Arya Wasubandhu terhadap Abhidharmakosa, istilah
‘motivasi’ dan ketiga macam pembagiannya – motivasi awal, motivasi
menengah, motivasi agung – dirinci dengan pemaparan yang paling
gamblang. Pemaparan yang bahkan lebih gamblang lagi ditulis oleh
Guru Atisha dalam Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan.

TTT

50 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Pelita Sang Jalan Menuju


12
Pencerahan
Ketika memberi ajaran tentang silsilah-silsilah di Tibet, Je
Tsongkhapa berkata bahwa semua ajaran yang tersedia di Tibet berasal
dari Buddha dan Bodhisatwa sendiri. Alasannya, ajaran-ajaran yang
diterima oleh guru-guru India – sebagai sumber ajaran Buddhisme di
Tibet – berasal dari Yidam mereka. Ketika sebuah ajaran diberikan oleh
Yidam kepada muridnya secara langsung, tentu saja ajaran tersebut
disesuaikan dengan kemampuan murid, yaitu murid yang mampu
mendapatkan penglihatan langsung untuk menerima ajaran tersebut.
Oleh sebab itu, ajaran tersebut tak diberikan kepada pendengar lainnya.
Inilah penjelasan Je Tsongkhapa.

Je Tsongkhapa lanjut menjelaskan bahwa cara Guru Atisha


menjelaskan ajaran kepada murid-muridnya adalah dalam kerangka
3 jenis praktisi sesuai dengan 3 jenis motivasi, dan ini tertuang dalam
mahakarya beliau, Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Penjelasan ketiga
jenis praktisi ini memberikan manfaat bagi semua praktisi, baik yang
berkapasitas awal, menengah, ataupun agung. Jadi, karya ini adalah
sesuatu yang sangat luar biasa karena bisa mencakup semua kategori
51
Lamrim
praktisi Dharma. Je Tsongkhapa berkata, “Saya takkan memberikan
ajaran yang menyesuaikan dengan masing-masing murid, tetapi saya
akan mengikuti jejak Guru Atisha dalam memberikan ajaran yang
menyesuaikan dengan ketiga jenis murid secara keseluruhan, sehingga
ajaran bisa dipahami oleh semua murid terlepas dari motivasi mereka.”

Untuk praktisi motivasi awal, Guru Atisha dalam Pelita Sang Jalan
menjelaskannya sebagai berikut, “Ia yang dengan cara apa pun sekadar
mencari kenikmatan untuk dirinya sendiri dalam samsara disebut sebagai
makhluk berkapasitas kecil.” Dengan kata lain, makhluk ini tak berpikir
lebih jauh daripada sekadar kebahagiaan di dalam samsara. Berikutnya
adalah definisi praktisi motivasi menengah, “Ia yang berpaling dari
kenikmatan-kenikmatan samsara, secara alamiah menolak perbuatan
jahat dan mencari pembebasan untuk dirinya sendiri disebut sebagai
makhluk berkapasitas menengah.” Dengan kata lain, makhluk ini
tak lagi menciptakan karma buruk untuk terlahir kembali di dalam
samsara, dan di saat bersamaan, aspirasinya adalah pembebasan pribadi
bagi dirinya sendiri. Berikutnya adalah definisi praktisi motivasi agung,
“Ia yang telah benar-benar memahami penderitaannya sendiri dan
berkeinginan kuat untuk menghapuskan penderitaan semua makhluk
disebut sebagai makhluk berkapasitas agung.” Maksudnya, dengan
memahami penderitaan diri sendiri, kita akhirnya bisa memahami
penderitaan makhluk lain dan betul-betul melihat bahwa penderitaan
konstan di dalam samsara adalah sesuatu yang tak tertahankan. Kita
berpikir bahwa selain diri kita, semua makhluk juga ingin menghentikan
penderitaan samsara mereka. Mereka yang sudah bisa berpikir seperti
ini dan berkeinginan kuat untuk menghapuskan penderitaan semua
makhluk disebut sebagai makhluk berkapasitas agung.

Demikianlah penjelasan Guru Atisha ihwal ketiga jenis praktisi


berdasarkan motivasi mereka dalam melakukan praktik spiritual.
Pertama-tama, Guru Atisha memberikan definisi umum tentang praktisi
berdasarkan cakupan motivasi atau kapasitasnya, yaitu motivasi awal,

52 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
menengah ataupun agung. Bait berikutnya dalam karya ini berbunyi,
“Bagi para makhluk agung ini, yang beraspirasi pada pencerahan
tertinggi, aku akan menjelaskan metode sempurna yang telah diajarkan
oleh para Guru spiritualku.” “Makhluk agung” merujuk ke makhluk
yang telah mengaspirasikan pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan
sempurna demi semua makhluk. “Metode sempurna yang telah diajarkan
oleh para Guru spiritualku” merujuk ke semua Guru spiritual dari Guru
Atisha, namun secara khusus mereka merujuk ke Guru Serlingpa dan
Guru Bodhibhadra.

Guru Atisha menyusun Pelita Sang Jalan demi memberikan


manfaat pada mereka yang beraspirasi untuk mengikuti ajaran
Mahayana, ajaran Buddha. Oleh sebab itu, ketika beliau menggunakan
istilah ‘tahapan jalan yang dijalankan bersama praktisi motivasi awal
dan menengah,’ maksudnya adalah mendorong pengikut ajaran
Mahayana untuk mempraktikkan aspek-aspek tertentu dalam tingkatan
motivasi lainnya. Karya ini pada dasarnya ditujukan untuk praktisi yang
mengaspirasikan pembebasan yang lengkap dan sempurna demi semua
makhluk. Akan tetapi, untuk meraih tujuan ini, ditekankan pula bahwa
praktisi perlu melatih aspek-aspek tertentu dalam motivasi awal dan
menengah. Inilah pengertian dari “dijalankan bersama,” dan inilah yang
terkandung di dalam Lamrim, bahwa ada poin-poin meditasi ataupun
topik-topik tertentu yang dijalankan bersama makhluk motivasi awal
dan menengah, namun bukan motivasi awal dan motivasi menengah
yang sesungguhnya, dan bukan pula keseluruhan motivasi awal dan
menengah; alih-alih, ini adalah jalan yang dijalankan bersama makhluk
motivasi awal dan menengah, dengan tujuan akhir berupa pembebasan
yang lengkap dan sempurna demi semua makhluk; atau dengan kata
lain, tujuan motivasi agung.

Guru Atisha juga memberikan penjelasan ihwal praktik ajaran


ini. Ada langkah-langkah yang harus diikuti dalam sesi meditasi, yaitu
pendahuluan, meditasi yang sesungguhnya, dan penutup. Pendahuluan

PELITA SANG JALAN MENUJU PENCERAHAN 53


Lamrim
mencakup 6 praktik pendahuluan. Praktik pendahuluan dilakukan
dengan tujuan purifikasi dan pengumpulan kebajikan. Purifikasi dan
pengumpulan kebajikan berfungsi sebagai pendahuluan bagi seorang
praktisi untuk melakukan praktiknya dengan sukses. Pelita Sang Jalan
lanjut mengatakan, “Di hadapan lukisan serta perwujudan lainnya
dari para Buddha yang sempurna, di hadapan stupa serta Dharma
yang suci, persembahkanlah bunga, dupa, atau apa saja yang engkau
miliki, haturkan persembahan 7 bagian yang dijelaskan dalam aktivitas
mulia Samantabhadra.” Bait ini menjelaskan 6 Praktik Pendahuluan,
yang dimulai dengan praktik bersih-bersih. Setelah bersih-bersih, kita
menyusun altar (di sini, disebutkan bahwa altar kita adalah perwujudan
dari persembahan di hadapan lukisan serta perwujudan lainnya dari
para Buddha yang sempurna, berikut juga stupa serta Dharma yang
suci). Setelahnya, kita melakukan persembahan.

Di dalam Pelita Sang Jalan, Guru Atisha memberikan definisi


tentang praktisi motivasi awal, yaitu ia yang dengan cara apa pun
sekadar mencari kenikmatan untuk dirinya sendiri. Namun, tak ada
penjelasan lebih lanjut ihwal tata cara yang mesti dilakukan oleh si
praktisi untuk meraih apa yang diinginkannya, yaitu kenikmatan
samsara dalam bentuk kelahiran di alam tinggi. Penjelasan ini diberikan
oleh Je Tsongkhapa dalam ulasan yang cukup singkat: bahwa kita harus
merenungkan kemuliaan terlahir sebagai manusia berikut potensi besar
yang terkandung di dalamnya, serta merenungkan betapa sedikit waktu
yang kita miliki; dengan renungan ini, kita harus mengatasi kemelekatan
pada kehidupan saat ini.

Berikutnya, Pelita Sang Jalan mendefinisikan praktisi motivasi


menengah dalam bait yang sangat singkat: “Ia yang berpaling dari
kenikmatan-kenikmatan samsara, secara alamiah menolak perbuatan
jahat dan mencari pembebasan untuk dirinya sendiri disebut sebagai
makhluk berkapasitas menengah.” Frase “secara alamiah menolak
perbuatan jahat” dijabarkan oleh Je Tsongkhapa di dalam Tiga Kualitas

54 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Utama Sang Jalan. Dalam teks ini, dikatakan bahwa dengan berulang
kali merenungkan kepastian karma dan akibatnya, berikut penderitaan
dan kerugian samsara, atasilah kemelekatan pada kehidupan mendatang.
Atasilah kemelekatan pada kebaikan samsara secara keseluruhan dengan
memeditasikan 2 topik utama, yaitu merenungkan hukum karma dan
merenungkan kerugian-kerugian samsara. Inilah cara untuk mengatasi
kemelekatan pada aspek-aspek samsara sekaligus mencapai pembebasan
dari samsara.

Dalam Tiga Kualitas Utama Sang Jalan, Je Tsongkhapa melanjutkan,


“Tolok ukur penolakan terhadap samsara adalah lenyapnya kerinduan,
bahkan hanya sekejap, akan hal-hal baik dalam samsara, serta aspirasi
sepanjang hari yang tak terputus untuk mencapai pembebasan; dengan
tolok ukur ini, kita telah mengembangkan keinginan untuk bebas
dari samsara.” Singkatnya, menolak kebahagiaan dalam samsara dan
aspirasi pembebasan yang muncul dengan spontan adalah tolok ukur
penolakan terhadap samsara. Namun, tidaklah cukup kalau misalnya
kita hanya berjuang mengatasi penderitaan samsara kita sendiri. Kita
harus melanjutkannya dengan mencapai Kebuddhaan yang lengkap
dan sempurna, yang dibarengi dengan bodhicita. Dalam Tiga Kualitas
Utama Sang Jalan, Je Tsongkhapa merangkum poin ini sebagai berikut,
“Keinginan untuk bebas yang tak didampingi oleh bodhicita takkan
menjadi sebab bagi kebahagiaan sempurna dari pencerahan yang tak
tertandingi. Oleh karena itu, kaum bijak membangkitkan bodhicita
agung.”

Berikutnya, Pelita Sang Jalan mendefinisikan praktisi motivasi


agung, “Ia yang telah benar-benar memahami penderitaannya sendiri
dan berkeinginan kuat untuk menghapuskan penderitaan semua
makhluk disebut sebagai makhluk berkapasitas agung.” Di sini, makhluk
berkapasitas agung tak sama dengan praktisi berkapasitas agung di jalan
Mahayana. Seorang makhluk berkapasitas agung telah merealisasikan 6
kualitas (kualitas ke-6 yaitu niat unggul). Untuk masuk ke dalam jalan

PELITA SANG JALAN MENUJU PENCERAHAN 55


Lamrim
Mahayana, diperlukan kualitas yang lebih tinggi daripada kualitas ke-6 ini.
Jadi, “makhluk berkapasitas agung” tak serta-merta merupakan seorang
Mahayanis. Hal ini tergantung pada kualitas ke-6 pada latihan bodhicita,
yaitu niat unggul. Niat ini adalah niat untuk mengakhiri penderitaan
semua makhluk dan menuntun mereka menuju kebahagiaan tertinggi.
Akan tetapi, meski niat unggul ini masuk kategori praktisi berkapasitas
agung, ia belum masuk kategori Mahayanis, karena seorang Mahayanis
haruslah sudah membangkitkan bodhicita secara spontan. Jadi, seorang
praktisi berkapasitas agung – meski telah mencapai kualitas ke-6 dan
membangkitkan penolakan terhadap samsara secara spontan – belum
tentu adalah seorang Mahayanis.

Ada 3 poin yang sangat penting di sini. Pertama, kita harus bisa
memahami sifat dasar dari setiap kualitas yang hendak kita bangkitkan.
Kemudian, kita harus tahu seberapa banyak kualitas yang akan kita
bangkitkan sebelum bisa berjuang untuk membangkitkannya. Terakhir,
urutan kualitas harus dilatih dengan tepat. Ketika ketiga poin ini
dipahami, barulah kita bisa mencapai kualitas yang diinginkan. Kalau
misalnya salah satu poin ini dilewati, kita tak bisa mendapatkan hasil
yang diinginkan dan sama sekali tak ada jalan untuk mencapainya.

Yang juga tak kalah pentingnya di sini adalah: kita harus bisa
menerima penjelasan atau instruksi dari sebuah silsilah yang berasal
langsung dari Buddha sendiri, yang diwariskan turun-temurun dalam
sebuah silsilah tak terputus sampai ke guru spiritual kita sendiri. Penting
sekali untuk memiliki silsilah yang tak terputus ini. Tentu saja ada
banyak silsilah, tergantung pada instruksi macam apa yang diturunkan
oleh Buddha. Di sini, silsilah yang saya rujuk adalah silsilah Aktivitas
Luas dan silsilah Pandangan Mendalam. Dan ada pula silsilah Praktik
yang Terberkahi, yang merupakan silsilah yang lain lagi.

TTT

56 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Silsilah Kadam dan Bodhicita


13
Silsilah Aktivitas Luas berasal dari Buddha sendiri. Setahun
setelah Buddha mencapai pencerahan, beliau mengajarkan Sutra
Prajnaparamita, dan ajaran ihwal silsilah Aktivitas Luas diberikan di
sini. Silsilah ini diteruskan oleh Buddha kepada Arya Maitreya, berikut
dengan rombongan Bodhisatwa ketika itu. Dari Arya Maitreya, silsilah
ini kemudian ditransmisikan kepada Arya Asanga, dari Arya Asanga
kepada Wasubhandu, berikutnya kepada Wimuktisena, berikutnya
kepada Parasena, selanjutnya kepada Winitasena, dan kemudian kepada
Kirti yang Jaya, berikutnya kepada Haribhadra, berikutnya kepada Kusali
bersaudara, dan selanjutnya kepada Guru Serlingpa; mereka semua
merupakan guru-guru utama dalam silsilah Aktivitas Luas. Daftar guru
ini bisa ditemukan dalam bait permohonan guru silsilah yang secara
khusus disusun oleh Guru Atisha, dan juga dalam doa Jorchoy pendek
atau permata hati.

Ketika kita berbicara tentang bagaimana sebuah instruksi


diturunkan dari satu guru ke guru lainnya, seperti dalam contoh silsilah
Aktivitas Luas, hal ini tak berarti murid akan otomatis menerima silsilah
setelah seorang guru memberikan ajaran. Tak sesederhana itu. Untuk
bisa menerima silsilah, murid harus benar-benar mempraktikkannya,
dan setelahnya, ia harus bisa merealisasikannya di dalam batinnya
57
Lamrim
sendiri. Dari sini, barulah ia bisa meneruskan silsilah kepada muridnya.
Dengan cara demikianlah semua guru silsilah telah melakukannya.
Mereka semua telah mencapai realisasi dari kualitas-kualitas ajaran
yang diberikan, dan dari situlah terbentuk sebuah silsilah yang otentik.
Terkait silsilah Aktivitas Luas, terhitung dari Arya Maitreya hingga Guru
Serlingpa, terdapat 11 guru silsilah secara total.

Silsilah Pandangan Mendalam juga berasal dari Buddha sendiri.


Beliau meneruskan ajaran ini secara khusus kepada Arya Manjushri,
berikut dengan rombongannya ketika itu. Dari Arya Manjushri, silsilah
diteruskan kepada Arya Nagarjuna (dalam Jorchoy pendek, dikatakan:
“Arya Nagarjuna, ayah yang menghancurkan kutub ekstrem keberadaan
dan ketiadaan”), dari Arya Nagarjuna kepada Chandrakirti, kemudian
kepada Widyakokila bersaudara. Di sini, terdapat 5 guru silsilah sebelum
silsilah sampai ke Guru Atisha.

Jadi, dari kedua silsilah ini, secara total hingga sampai ke Guru
Atisha, terdapat 16 guru silsilah, dan jumlahnya menjadi 17 guru
jika ditambah dengan Guru Atisha. Setelah Guru Atisha menerima
kedua silsilah ini dengan lengkap dan digabungkan menjadi satu,
beliau kemudian meneruskannya kepada murid-muridnya. Di antara
semua muridnya, secara khusus Guru Atisha meneruskannya kepada
Dromtonpa. Awalnya, Dromtonpa bertanya kepada Guru Atisha kenapa
ia hanya diberikan satu ajaran saja, sedangkan murid-murid yang lain
diberikan ajaran dan inisiasi Tantra, dsb. Guru Atisha menjawab, “Saya
tak bisa menemukan orang lain yang patut mewarisi ajaran ini.” Setelah
Pelita Sang Jalan disusun oleh Guru Atisha dan secara khusus diteruskan
kepada Dromtonpa, pada gilirannya Dromtonpa juga meneruskannya
kepada murid-muridnya, dan dari sini, muncullah 3 silsilah Kadam.

Yang pertama adalah Silsilah Kadam Lamrim. Silsilah ini didasarkan


pada cara Pelita Sang Jalan diajarkan oleh Dromtonpa kepada 3 murid

58 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
utamanya. Silsilah Kadam Lamrim didirikan oleh salah satu murid utama
ini, Gompowa. Di dalamnya, terdapat 8 guru silsilah hingga sampai ke
Lodrang Drugjen. Cara silsilah ini mengajarkan Pelita Sang Jalan kurang
lebih sesuai dengan teks Pelita Sang Jalan, tanpa menambahkan kitab-
kitab penjelasan lainnya. Pelita Sang Jalan diajarkan sesuai dengan teks
aslinya. Dari metode yang demikian, muncullah Silsilah Kadam Lamrim.

Yang kedua adalah silsilah yang didirikan oleh Potowa, dengan


10 guru silsilah di dalamnya. Potowa juga menerima ajaran ini dari
Dromtonpa, namun caranya menjelaskan Pelita Sang Jalan lebih
panjang lebar dan menyeluruh. Ada 6 teks yang dirujuk oleh Potowa
untuk menjelaskan Pelita Sang Jalan, yakni Tingkatan Bodhisatwa oleh
Arya Asanga, Ornamen Sutra-Sutra Mahayana oleh Arya Maitreya,
Ikhtisar Latihan Bodhisatwa oleh Shantidewa, Lakon Hidup Bodhisatwa
oleh Shantidewa, Jatakamala oleh Aryasura, dan Kumpulan Perkataan
Buddha oleh Dharmatrata. Karena Potowa merujuk ke 6 teks ini,
silsilahnya disebut sebagai Silsilah Penjelasan Tekstual, atau lengkapnya,
Silsilah Penjelasan Tekstual 6 Teks. Demikianlah silsilah ini memberi
penjelasan Pelita Sang Jalan secara ekstensif, yang membuat Pelita Sang
Jalan menjadi lebih jelas dan menyeluruh. Karena metodenya yang
menyeluruh, Potowa membuat silsilah ini tersebar sangat luas di Tibet,
dan banyak orang Tibet yang menerimanya ketika itu. Kenyataan bahwa
instruksi Pelita Sang Jalan sanggup bertahan hingga hari ini tak terlepas
dari aktivitas luar biasa Potowa.

Yang ketiga adalah Silsilah Instruksi, yang didirikan oleh Chengawa


Tsultrim Bar, dengan total 8 guru silsilah di dalamnya. Pelita Sang Jalan
diajarkan oleh Chengawa dengan cara yang sangat singkat. Teks tak
diajarkan secara keseluruhan seperti dalam Silsilah Kadam Lamrim,
tak juga diajarkan secara panjang lebar seperti dalam Silsilah Potowa.
Yang dilakukan oleh Silsilah Instruksi adalah mengambil satu bagian
dan kemudian mengaitkan keseluruhan bagian dengan satu bagian

SILSILAH KADAM DAN BODHICITA 59


Lamrim
yang dipilih tersebut. Sebagai contoh, ajaran tentang 4 Kebenaran Mulia
atau 12 Mata Rantai yang Saling Bergantungan akan dikaitkan dengan
ajaran-ajaran lainnya.

Ketika Je Tsongkhapa menyusun bagian-bagian berikutnya dari


doa Permohonan kepada Guru-Guru Silsilah, beliau melanjutkan apa
yang sudah disusun oleh Guru Atisha. Beliau merujuk ke 3 pendiri
silsilah Kadam sebagai berikut: Potowa dirujuk sebagai pendiri Silsilah
Penjelasan Tekstual, Gompowa dirujuk sebagai Raja Yoga yang Jaya
karena kekuatan samadhi atau konsentrasinya yang sangat luar biasa,
Chengawa Tshulthrim Bar dilukiskan sebagai berikut: “Tsultrim
Bar, Sang Raja Agung Pencapaian Spiritual, seorang meditator besar,
seorang mahasiddha dengan pencapaian spiritual yang agung.”
Potowa digambarkan sebagai “Guru Spiritual dan Pemelihara Silsilah
Para Penakluk yang merupakan tokoh utama yang menyokong atau
memelihara silsilah Bhagawan.” Di sini, Potowa dianggap sebagai
pengganti Buddha itu sendiri dalam menjelaskan Pelita Sang Jalan
dengan sangat rinci. Berkat upayanya yang sangat luar biasa inilah maka
Pelita Sang Jalan bisa tersebar sangat luas di seantero Tibet. Tak hanya
bagi silsilah Kadam, aktivitas Potowa juga membentuk fondasi bagi
aliran-aliran lainnya, termasuk Nyingma, Sakya, dan Kagyu.

Kalau kita menambahkan jumlah guru-guru silsilah sampai tahap


ini, terdapat 26 guru, yang jumlahnya akan mejadi 27 jika ditambah
dengan Dromtonpa. Ini merupakan guru-guru silsilah utama dalam
silsilah Kadampa yang lama. Ketika Je Tsongkhapa muncul di Tibet,
beliau menerima ketiga silsilah Kadam secara keseluruhan. Dari Je
Tsongkhapa, silsilah turun hingga ke Guru spiritual pribadi saya sendiri,
ibarat warisan ayah kepada putra-putranya. Jumlah guru-guru silsilah
ini, yang dikenal sebagai silsilah Kadampa baru atau Gelugpa, tergantung
pada cara kita menghitungnya. Kalau kita menambahkan Buddha ke
dalam silsilah dan merunut silsilah sampai hari ini, maka jumlah guru
silsilah, tergantung cara menghitungnya, bisa menjadi 70 atau 71 guru.

60 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Di antara semua guru silsilah dari Guru Atisha, satu sosok terpenting
berasal dari Indonesia, yakni Guru Serlingpa atau Guru Suwarnadwipa.
Ketika Guru Atisha masih tinggal di India, ada begitu banyak guru besar
di sana. Guru Atisha sendiri memiliki begitu banyak guru spiritual
pribadi. Akan tetapi, di kemudian hari beliau mencari Guru Serlingpa,
selain juga mencari sosok yang bernama Shantipa. Di sini, sebuah
pertanyaan muncul, “Apakah Guru Shantipa ini adalah guru Indonesia
yang kedua?” Di dalam teks yang disusun oleh Guru Atisha, ada sebuah
kalimat yang berbunyi, “Guruku Jawadwipa.” Kalau Suwarnadwipa jelas
merujuk ke Guru Serlingpa, maka guru kedua yang dirujuk sebagai
Jawadwipa masih belum jelas sosoknya. Apakah Jawadwipa merujuk ke
Shantipa? Apa pun itu, sosok guru yang kedua ini juga dirujuk oleh Guru
Atisha sebagai Sang Pengemis Agung. Dalam konteks ini, kita takkan
membahas lebih jauh tentang Guru Shantipa. Yang hendak disampaikan
di sini adalah betapa pentingnya peran Guru Serlingpa. Berkat beliau,
kita bisa memiliki sebuah silsilah yang utuh dan tak terputus, yang akan
dibawa oleh Guru Atisha ke Tibet dan dilestarikan di sana. Tanpa Guru
Serlingpa, bisa jadi silsilah ini sudah terputus.

Pada masa Guru Atisha masih berada di India, ada begitu banyak
guru besar yang sezaman dengan beliau. Salah satunya adalah guru
dari Guru Atisha sendiri, yakni Guru Shantipa, yang merupakan kepala
biara dari Wikramasila. Guru besar lainnya adalah Naropa, dan masih
banyak lagi guru besar yang telah menerima instruksi tentang bodhicita,
mempraktikkannya, bahkan telah membangkitkannya secara spontan.
Akan tetapi, pada saat itu tak ada seorang pun yang bisa dikatakan
memiliki ikatan langsung dan istimewa dengan instruksi ini; dengan
kata lain, seseorang yang memegang kunci silsilah bodhicita ini. Di
mana pun Guru Atisha mencarinya di seluruh India, beliau tak bisa
menemukan sosok yang dimaksud. Setelah sekian lama mencari,
ternyata sosok pemegang kunci silsilah ini adalah Guru Serlingpa yang
berdiam di Indonesia.

SILSILAH KADAM DAN BODHICITA 61


Lamrim
Mari kita lihat lebih jelas sosok Guru Serlingpa. Beliau sendiri
telah menerima instruksi tentang bodhicita. Ketika masih berada di
Indonesia, beliau pergi ke India untuk belajar dan menerima instruksi
tentang bodhicita serta kedua metode untuk merealisasikan bodhicita,
yaitu instruksi menukar diri dengan makhluk lain dan instruksi 7 poin
sebab-akibat. Beliau menerima 2 silsilah ajaran tentang bodhicita ini dan
mempraktikkan keduanya sembari membangkitkan bodhicita di dalam
dirinya sendiri. Dari sinilah beliau menjadi sosok pemegang silsilah
atau pewaris instruksi ini. Setelah aktivitas belajarnya rampung, Guru
Serlingpa pun kembali ke Indonesia. Di kemudian hari, ketika Guru
Atisha mencari-cari sosok pemegang silsilah bodhicitta dan mendengar
tentang Guru Serlingpa yang berdiam di Indonesia, dari sinilah dimulai
kisah Guru Atisha meninggalkan India dan pelayarannya mengarungi
lautan selama 13 bulan untuk mengunjungi Indonesia, semata-mata
untuk mencari sosok pemegang silsilah bodhicitta. Dengan menimbang
peran penting Guru Serlingpa dalam kisah Guru Atisha mencari ajaran,
tak salah jika dikatakan bahwa instruksi Lamrim adalah salah satu aspek
dari kebudayaan atau peradaban Indonesia.

Setelah Guru Atisha menerima instruksi ini dari Guru Serlingpa,


beliau kemudian mempraktikkan dan merealisasikan bodhicita di
dalam batinnya. Beliau menghabiskan beberapa waktu di Indonesia.
Ketika akhirnya kembali ke India, Guru Atisha mulai memiliki banyak
murid. Bertahun-tahun kemudian, orang Tibet datang dan memohon
pada Guru Atisha agar bersedia pergi ke Tibet. Dan beliau pun pergi
ke Tibet. Di sana, beliau menyusun teks yang dinamai Pelita Sang Jalan
Menuju Pencerahan, setelah dimohon oleh Jangchub O. Terlepas dari
sekian banyak murid Guru Atisha, beliau hanya memberikan ajaran ini
kepada satu orang, yaitu Dromtonpa. Setelah menerima ajaran ini dari
Guru Atisha, Dromtonpa kemudian meneruskannya kepada 3 murid
utamanya, yang membentuk 3 silsilah utama Kadam. Ketiga silsilah ini
diteruskan turun-temurun kepada guru silsilah masing-masing sampai

62 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
akhirnya diwarisi oleh Je Tsongkhapa. Dari beliau, silsilah ini kemudian
terus diturunkan sampai hari ini.

Kedatangan Guru Atisha ke Tibet adalah tonggak dalam pelestarian


ajaran Buddha, khususnya Lamrim. Kita bisa lihat apa yang terjadi di
India. Guru Atisha juga menyebarkan ajaran secara luas di India, dan
ada begitu banyak murid beliau di India ketika itu. Namun nyatanya, saat
ini ajaran Buddha, terutama Lamrim, telah merosot di India (kalau tak
mau dibilang lenyap sama sekali). Sementara itu, ajaran yang sama juga
masuk ke Tibet, diteruskan, dilestarikan, dan akhirnya berkembang luas
ke luar Tibet sampai hari ini. Menurut hitungan saya, ajaran ini bertahan
di tanah Tibet selama kurang lebih 1000 tahun. Selain Tibet, ajaran ini
juga memasuki negeri lain seperti Mongolia, Cina, dll. Namun, kalau
kita melihat sejarahnya saat ini, hampir tak ada bekas ajaran di negeri-
negeri ini. Jadi, bisa dikatakan bahwa hanya Tibet yang menjadi tonggak
dalam pelestarian ajaran Buddha, khususnya Lamrim. Peran penting
Guru Atisha dalam proses pelestarian ini juga tak boleh diremehkan.
Faktanya, Lamrim sebenarnya sudah pernah masuk ke Tibet pada masa
Guru Shantarakshita. Akan tetapi, lambat laun ajaran ini kemudian
merosot, dan baru bangkit kembali setelah Guru Atisha diundang ke
Tibet untuk memulihkan dan memurnikan ajaran Lamrim.

Dengan demikian, kalau kita melihat gerak sejarah yang telah


berlalu sedemikian rupa, kita bisa mengatakan bahwa secara historis,
Lamrim bermula di India dan merupakan bagian dari peradaban
India. Kemudian, Lamrim pada gilirannya juga menjadi bagian dari
peradaban Indonesia, dan akhirnya menjadi bagian dari peradaban
Tibet. Di Indonesia sendiri, Lamrim yang pernah menjadi corak utama
kebudayaan dan peradaban Indonesia pernah hilang untuk waktu yang
sangat lama. Akan tetapi, selama beberapa dekade terakhir, ajaran ini
kembali lagi ke Indonesia, dan ada banyak orang yang mempelajari dan
mempraktikkan kembali ajaran ini. Dengan adanya para pengikut ajaran
ini, maka Lamrim bisa dikatakan sudah hidup kembali di negara ini.

SILSILAH KADAM DAN BODHICITA 63


Lamrim
Hidupnya kembali Lamrim di Indonesia tak bisa dilepaskan dari
satu sosok yang telah berjasa meletakkan fondasi bagi agama Buddha
di Indonesia, yakni Bhante Ashin Jinarakkhita. Beliau adalah seorang
Guru yang menerima penahbisan winaya dari seorang guru Myanmar.
Beliau juga menerima ajaran-ajaran tentang meditasi Chan atau Zen
dari seorang guru Cina, yang kemudian diwariskannya kepada murid-
muridnya. Dari murid-murid Bhante Ashin ini, ajaran kemudian
diteruskan kepada murid-murid berikutnya. Dengan cara seperti
ini, mereka yang merupakan murid-murid dari Bhante Ashin telah
menerima silsilah dari Bhante Ashin sendiri.

Setelah kita menerima instruksi dan silsilah yang sudah kita bahas
bersama, terutama silsilah Lamrim ini, apa yang harus kita lakukan
adalah memastikan bahwa kita mempraktikkannya. Kita tak mesti
menerima instruksi yang panjang lebar, tetapi cukup menerima sebuah
instruksi yang singkat namun lengkap. Kemudian, kita bisa mengambil
satu bagian darinya dan memusatkan diri untuk mempraktikkan satu
bagian tersebut. Dengan kata lain, kita mengambil satu bagian dari
ajaran Lamrim untuk dimeditasikan dan dipraktikkan dengan sebaik-
baiknya. Misalnya topik bertumpu pada guru spiritual. Topik ini
merupakan fondasi awal, topik pertama. Kita bisa memilih topik ini
sebagai topik pendahuluan untuk dipelajari dan dimeditasikan dengan
sebaik-baiknya. Setelahnya, kita bisa lanjut ke topik-topik Lamrim yang
berikutnya. Aspek-aspek lain dari ajaran ini juga bisa kita pelajari, tetapi
seiring dengan itu, pilihlah satu topik yang menjadi topik utama yang kita
praktikkan, topik yang menjadi perhatian utama untuk dipraktikkan.
Untuk topik-topik lainnya, kita bisa mempelajarinya sambil lalu tanpa
perlu terlalu merincinya, meski tentu saja topik-topik ini tetap mesti
dipelajari dengan baik. Hanya dengan cara inilah kemajuan batin bisa
diperoleh. Ketika realisasi dari satu topik tertentu telah diraih, secara
alamiah realisasi atas topik-topik lainnya akan muncul dengan lebih
mudah.

64 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Ketika kita berbicara tentang memeditasikan topik bertumpu pada
guru spiritual (sebagai contoh yang saya kutip barusan), ini adalah upaya
mengembangkan keyakinan yang melihat guru spiritual sebagai Buddha
yang sesungguhnya. Berdasarkan realisasi atas topik ini, kita kemudian
mengembangkan batin yang mengambil perlindungan kepada Triratna.
Dalam suatu karya yang disusun oleh Je Tsongkhapa, beliau menyajikan
petunjuk tentang tata cara melakukan semua ini, “Kita perlu memahami
betapa sulitnya mendapatkan kehidupan yang diberkahi dengan
kebebasan dan keberuntungan. Janganlah menyerah pada kemalasan
dan berpangku tangan tanpa melakukan apa pun!” Artinya, kehidupan
sebagai manusia mengandung potensi yang sangat besar, sehingga kita
perlu benar-benar menarik manfaat darinya. Selain itu, kita juga harus
memahami bahwa kehidupan ini tak berlangsung selama-lamanya.
Dengan menyadari ketidakkekalan dan kematian kita sendiri, kita akan
berhenti melakukan segala bentuk kecerobohan. Idealnya, kita harus
merealisasikan semua aspek dalam Lamrim, atau minimal, ada satu
aspek yang kita realisasikan. Satu aspek ini kemudian digabungkan
dengan poin berlindung kepada Triratna. Gabungan ini akan menjadi
fondasi yang sangat luar biasa untuk menghimpun kebajikan.

Ada sedikit tambahan yang hendak saya sampaikan di sini. Secara


khusus, bagi saya, Indonesia adalah sebuah tempat yang sangat istimewa.
Saya bisa melihat jejak-jejak ajaran Buddha yang masih bertahan di
negara ini. Walaupun ajaran ini sudah hilang untuk waktu yang sangat
lama, namun jejak-jejaknya masih bisa kelihatan. Secara pribadi, ketika
mengamati orang Indonesia secara umum, saya mendapati bahwa
mereka sangat tenang, ramah, dan rendah hati; perilaku mereka sangat
lembut. Dikatakan di dalam teks Guru Atisha yang berjudul Untaian
Nasihat-Nasihat Seorang Bodhisatwa, “Ketika bertemu orang lain, kita
harus memasang wajah yang ramah, jangan bermuka hitam, jangan
bersungut-sungut; tunjukkanlah raut muka yang ramah dan ceria
ketika bertemu orang lain.” Secara khusus, saya mendapati bahwa orang
Indonesia memang seperti itu. Saya telah bertemu banyak orang dan
SILSILAH KADAM DAN BODHICITA 65
Lamrim
mengunjungi banyak tempat. Dalam semua kesempatan ini, saya bisa
mengamati bahwa ada orang-orang yang memiliki sikap tinggi hati,
bangga diri, kasar, dll. Namun di Indonesia, saya mengamati bahwa
orang-orangnya sangat ramah, lembut hati, dan ceria. Menurut tebakan
saya, ini adalah jejak-jejak dari ajaran Mahayana yang dulu berkembang
luas di negara ini. Dan walaupun ajaran ini sudah merosot atau bahkan
hilang, jejak-jejaknya masih terbawa hingga sekarang dalam sikap dan
perilaku orang Indonesia yang saya amati secara khusus.

Ada satu lagi kualitas positif orang Indonesia yang tak kalah
pentingnya, yakni sikap hormat. Gabungan antara sikap hormat dan
semua kualitas positif yang telah disebutkan di atas akan menjadikan
seseorang sebagai sosok yang sangat beradab,. Sikap-sikap seperti ini
juga dimiliki oleh masyarakat Tibet, tentu saja tidak semuanya, tetapi
secara umum masyarakat Tibet memiliki sikap-sikap ini, yaitu sikap
yang mendambakan terjadinya hal-hal baik pada orang lain, yang
menunjukkan kebaikan hati pada orang lain, yang tak menonjolkan diri
sendiri dan malah suka merendahkan hati.

Semua ini adalah kualitas yang sangat berharga, yang merupakan


bagian penting dari peradaban dan kebudayaan Indonesia. Saya
berharap agar kita semua bisa betul-betul menjaga kualitas-kualitas ini
dengan sebaik-baiknya; jangan sampai mereka merosot. Sebagai contoh,
penting sekali untuk mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya,
mendidik mereka dengan cara yang benar. Anak-anak harus diwarisi
dengan nilai-nilai positif seperti sikap hormat pada orang lain, sikap
ramah pada orang lain, kebaikan hati yang menyentuh orang lain, sikap
menghargai orang lain, dsb. Semua ini adalah sikap yang penting sekali
untuk diajarkan kepada anak-anak kita, sebagai sosok-sosok yang kelak
akan mewarisi dan meneruskan ajaran Buddha dari kita.

TTT

66 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Menghormati
Buku Dharma
Buddha Dharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan semua
makhluk. Ia menunjukkan cara mempraktekkan dan memadukan
ajaran ke dalam hidup Anda, sehingga Anda menemukan kebahagiaan
yang diidamkan. Karena itu, benda apa pun yang berisi ajaran Dharma,
nama guru Anda, atau wujud-wujud suci, jauh lebih berharga daripada
benda materi apa pun dan harus diperlakukan dengan hormat. Agar
terhindar dari karma tidak bertemu dengan Dharma di kehidupan yang
akan datang, jangan letakkan buku Dharma (atau benda suci lainnya) di
atas lantai atau ditimpa benda lain, melangkahi atau duduk di atasnya,
atau menggunakannya untuk tujuan duniawi seperti mengganjal meja
yang goyah. Mereka seharusnya disimpan di tempat yang bersih, tinggi,
dan terhindar dari tulisan-tulisan duniawi. Bungkuslah dengan kain
ketika sedang dibawa keluar. Demikianlah sedikit saran bagaimana
memperlakukan buku Dharma.

Jika Anda terpaksa membersihkan materi-materi Dharma, mereka


tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong sampah, namun dibakar
dengan perlakuan khusus. Singkatnya, jangan membakar materi-materi
tersebut bersamaan dengan sampah-sampah lain, namun terpisah
sendiri. Ketika terbakar, lafalkanlah mantra OM AH HUM. Ketika
asapnya membubung naik,

bayangkan ia memenuhi seluruh angkasa, membawa intisari


Dharma kepada seluruh makhluk di dalam enam alam samsara,
memurnikan batin mereka, mengurangi penderitaannya, dan membawa

67
Lamrim
seluruh kebahagiaan bagi mereka hingga pencerahan. Sebagian orang
mungkin merasa praktek ini tidak lazim, namun tata cara ini dijelaskan
menurut tradisi buddhis. Terima kasih.

TTT

68 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim

Dedikasi
Semoga kebajikan yang dihimpun dengan mempersiapkan,
membaca, merenungkan dan membagikan buku ini tersebar kepada
kebahagiaan semua makhluk. Semoga semua Guru Dharma berumur
panjang dan sehat selalu. Semoga Dharma menyebar ke seluruh cakupan
angkasa yang tak terbatas, dan semoga seluruh makhluk hidup segera
mencapai Kebuddhaan.

Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun beradanya buku ini,
semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan, penyakit, luka cedera,
ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan. Semoga hanya terdapat
kemakmuran besar. Semoga segala sesuatu yang dibutuhkan dapat
diperoleh dengan mudah dan semoga semuanya dibimbing hanya oleh
guru Dharma yang terampil, menikmati kebahagiaan dalam Dharma,
memiliki cinta kasih dan welas asih terhadap semua makhluk hidup dan
hanya memberi manfaat, tidak pernah menyakiti satu dengan lainnya.

TTT

69
Lamrim

Daftar Pustaka
SUMBER SANSKERTA:

Abhidharma-kosa-bhasya (Komentar Atas Risalah Abhidharma). Oleh


Wasubandhu. Sumber lain tak diketahui.

Abhidharma-samuccaya (Ikhtisar Abhidharma). Oleh Asanga. Sumber


lain tak diketahui.

Bodhi-patha-pradipa (Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan). Oleh


Atisha. Sumber lain tak diketahui.

Bodhi-satwa-manya-wali (Untaian Nasihat Bodhisatwa). Oleh Atisha.


Sumber lain tak diketahui.

Carya-melapaka-pradipa (Pelita yang Merupakan Rangkuman


Perbuatan). Oleh Aryadewa. Sumber lain tak diketahui.

Catuh-sataka-sastra-karika (400 Stanza). Oleh Aryadewa. Sumber lain


tak diketahui.

Prajna-paramita-sutra (Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan). Sumber


lain tak diketahui.

Ratna-wali atau Ratna-mala (Untaian Berharga atau Untaian Permata).


Oleh Nagarjuna. Sumber lain tak diketahui.

SUMBER TIBET:

Lam-tso nam-sum (Tiga Kualitas Utama Sang Jalan). Oleh Je


Tsongkhapa. Sumber lain tak diketahui.

70
Lamrim
SUMBER TERJEMAHAN INDONESIA:

Je Tsongkhapa. 2011. Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan.


Bandung: Penerbit Kadam Choeling.

TTT

DAFTAR PUSTAKA 71
Lamrim

Glosarium
Berlindung: dalam Buddhisme, istilah ini dikenal dengan nama
“Trisarana”. Merujuk pada upaya mencari perlindungan kepada Triratna
dalam rangka menghindari penderitaan dan menemukan kebahagiaan
sejati.

Bodhicita: secara harfiah bermakna “batin pencerahan”. Merujuk


pada kondisi batin yang setulusnya mendambakan kebahagiaan
sejati bagi seluruh makhluk, dan yang berupaya sekuat tenaga untuk
memastikan bahwa seluruh makhluk memperoleh kebahagiaan ini.

Bodhisatwa: secara harfiah bermakna “makhluk pencerahan”.


Merujuk pada seseorang yang, setelah dimotivasi oleh bodhicita,
terdorong untuk mencapai Kebuddhaan demi kepentingan semua
makhluk.

Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang diajarkan


oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India yang telah berhasil
mencapai pencerahan dan kemahatahuan, serta memutus rantai
keberadaannya di dalam samsara. Tujuan tertinggi yang ingin diraih
oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah Kebuddhaan, sebuah keadaan
di mana seseorang memiliki semua kualitas yang dimiliki oleh seorang
Buddha.

Dharma: secara harfiah bermakna “ajaran”. Dalam konteks ini,


ajaran yang dimaksud adalah ajaran yang asli berasal dari perkataan
Sang Buddha.

72
Lamrim
Hinayana: secara harfiah bermakna “kendaraan kecil”. Kata
“kecil”di sini tidak merujuk pada semacam tingkatan atau hierarki,
melainkan pada kapasitas batin yang dimiliki oleh seorang praktisi,
atau lebih tepatnya, pada fakta bahwa seorang praktisi menapaki jalan
spiritual dengan tujuan untuk mencapai pembebasan pribadi dari
samsara.

Kadam: sebuah mazhab dalam Buddhisme Tibet yang menerapkan


seluruh perkataan atau ajaran Buddha sebagai instruksi pribadi untuk
dipraktikkan. Para pengikutnya dinamai “Kadampa”.

Karma: secara sederhana bermakna “tindakan”. Dengan demikian,


hukum karma merujuk pada suatu hukum yang mengatur tindakan,
atau lebih tepatnya, hukum yang mengatur bagaimana terjadinya dan
berbuahnya sebuah tindakan.

Kesunyataan: sebuah keadaan atau pandangan yang memahami


bahwa segala sesuatu atau fenomena di dunia ini tidak bisa berdiri sendiri
dan mesti bergantung pada fenomena lainnya agar bisa eksis; dengan
kata lain, istilah ini merujuk pada fakta bahwa tidak ada satu pun hal di
dunia ini yang memiliki eksistensi atau hakikat intrinsik (baca: mengada
dengan sendirinya).

Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada


kondisi-kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan
kita menjadi tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri hati,
kesombongan, kemelekatan, dst.

Lamrim: secara harfiah bermakna “jalan bertahap menuju


pencerahan”. Merujuk pada kumpulan kitab yang menjelaskan dan
mengajarkan tata cara untuk mencapai Kebuddhaan secara lengkap dan
sistematis, sesuai dengan kapasitas setiap individu yang mempelajarinya.

Mahayana: secara harfiah bermakna “kendaraan besar”. Sama


halnya dengan kasus Hinayana, kata “besar”di sini tidak merujuk pada
GLOSARIUM 73
Lamrim
semacam tingkatan atau hierarki, melainkan pada kapasitas batin
yang dimiliki oleh seorang praktisi, atau lebih tepatnya, pada fakta
bahwa seorang praktisi menapaki jalan spiritual dengan tujuan untuk
membantu semua makhluk terbebas dari samsara.

Nirwana: sebuah kondisi di mana seseorang telah sepenuhnya


terbebas dari keharusan untuk terlahir kembali secara berulang-ulang
di dalam samsara.

Paramita: secara harfiah bermakna “penyempurnaan/


kesempurnaan”. Di sini, ada 6 hal yang hendak disempurnakan, yaitu:
dana (kemurahan hati), sila (disiplin moral), kshanti (kesabaran), wirya
(upaya bersemangat), samadhi (konsentrasi), prajna (kebijaksanaan).

Samantabhadra: sosok Bodhisatwa dalam tradisi Mahayana yang


berasosiasi dengan praktik dan meditasi.

Samsara: lingkaran keberadaan yang tak mempunyai awal ataupun


akhir. Setiap makhluk yang belum terbebas dari lingkaran ini harus
mengalami siklus kelahiran dan kematian tanpa henti.

Sangha: secara harfiah bermakna “majelis” atau “komunitas”.


Dalam Buddhisme, istilah ini secara umum merujuk pada komunitas
kebiaraan yang terdiri dari para biksu atau biksuni, atau dengan kata
lain, kumpulan orang-orang yang menjaga ikrar-ikrar kebiaraan.

Sutra: secara harfiah bermakna “wacana” atau “benang”. Meskipun


pada awalnya hadir dalam bentuk lisan, di kemudian hari Sutra merujuk
pada kumpulan kitab yang menjadi landasan bagi tradisi-tradisi
keagamaan di India.

Tantra: secara harfiah bermakna “tenunan”. Merujuk pada tradisi


esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.

74 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA


Lamrim
Triratna: secara harfiah bermakna “tiga permata”. Merujuk pada
Buddha, Dharma, dan Sangha.

Yana: secara harfiah bermakna “kendaraan”. Merujuk pada jalan


atau metode yang diusung oleh sebuah sistem filsafat untuk mencapai
tujuannya secara sistematis. Misalnya: Sutrayana, Tantrayana, Mahayana,
dst.

Yidam: Istilah Sanskertanya adalah “Istadewata”. Merujuk pada


sosok pelindung dalam Buddhisme yang membimbing seorang praktisi
mencapai pencerahan dengan cara menganugerahkan realisasi tertentu
dan menyingkirkan aneka halangan yang menghambat keberhasilan
praktik.

Zen: Juga dikenal sebagai “Chan”. Merujuk pada salah satu tradisi
dalam Mahayana yang menekankan pada meditasi dan realisasi langsung
atas segala fenomena tanpa melalui perantara analisis ataupun upaya
intelektual lainnya.

TTT

GLOSARIUM 75
Lamrim

Tentang Penerbit
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT SARASWATI. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA
BANTUAN ANDA?

Penerbit Saraswati adalah sebuah organisasi non-profit. Misi


kami adalah untuk berbagi kebijaksanaan dari ajaran Buddha seluas
mungkin. Melalui buku-buku yang kami terbitkan, terselip upaya untuk
menginspirasi, menghibur, mendukung, dan mencerahkan pembaca di
seluruh Indonesia.

Kami memiliki sebuah mimpi, membuat seluruh buku terbitan


Penerbit Saraswati tersebar seluas-luasnya sehingga dapat menginspirasi
banyak orang, baik pemula yang penasaran, hingga praktisi yang telah
berkomitmen. Apakah Anda setuju dengan mimpi kami ini? Karena
tentu saja kami tidak dapat mewujudkan mimpi ini tanpa bantuan Anda.

Buku Dharma ini dapat Anda UNDANG kehadirannya di hidup


Anda tanpa biaya berkat kebajikan berdana para dermawan. Mari turut
bermudita dan mendoakan para dermawan yang telah memungkinkan
ini terjadi.

Apabila Anda berminat pula untuk terlibat dalam kebajikan seperti


ini, silakan bergabung sebagai Dharma Patron Lamrimnesia dan berdana
ke:

BCA 0079 388 388 a.n. Yayasan Pelestarian dan Pengembangan


Lamrim Nusantara

MANDIRI 119 009 388 388 0 a.n. Yayasan Pelestarian dan


76 LAMRIM INTISARI TRIPITAKA
Lamrim
Pengembangan Lamrim Nusantara

Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan menghubungi


Call Center Lamrimnesia.

Dengan menjadi Dharma Patron, Anda secara langsung terlibat


dalam (1) penerbitan dan penyaluran buku Dharma, (2) penyelenggaraan
kegiatan Dharma, (3) pendanaan biaya operasional dan mobilisasi
Dharma Patriot dalam rangka mendukung aktivitas (1) dan (2) di atas.

Untuk mengetahui lebih lanjut serta memesan buku terbitan


Penerbit Saraswati, silakan hubungi kontak di bawah ini:

Care: +6285 2112 2014 1

Info: +6285 2112 2014 2

Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore

Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore

Tiktok: @Lamrimnesia_

E-mail: info@lamrimnesia.org

Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

TTT

GLOSARIUM 77

Anda mungkin juga menyukai