Anda di halaman 1dari 238

Nutrisi Hati 4

Kumpulan Artikel yang Menguatkan


Penerjemah: Dharma Patriot Lamrimnesia
Penyunting: Stanley Khu
Perancang sampul: Ponky
Ilustrator: Prisela Lilia
Penata letak: Kezya Demetrius

Hak cipta naskah Inggris ©2001–2017 Lion’s Roar Foundation, Kanada


Hak cipta naskah terjemahan Indonesia ©2020 Penerbit Saraswati

ISBN 978-623-94994-0-2

Diterbitkan oleh:
Penerbit Saraswati
Email: penerbitsaraswati@gmail.com

Distributor Lamrimnesia
Care: +6285 2112 2014 1 | Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com
Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana Pasal 113 ayat (3) dan (4):
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja
dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak
Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Daftar Isi
Kata Pengantar v
1. Apa Sebenarnya Pesan yang Disampaikan
Oleh Sang Buddha? 1
2. Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis 7
3. Tujuan dan Pencarian Kebahagiaan 29
4. Ingin Merasa Lebih BAHAGIA? Mulai Berpikirlah Lebih
Tentang KEMATIAN 35
5. Kamu Telah Cukup Siap 41
6. Kebahagiaan Tertinggi: Sebuah Wawancara Eksklusif
Dengan Dalai Lama 53
7. Penyempurnaan Kemurahan Hati 67
8. Mengubah Amarah Dalam 4 Langkah 83
9. Cobalah Memiliki Emosi Permanen 93
10. Hidup Itu Susah–6 Cara untuk Menghadapinya 99
11. Cara Menyuapi Iblis Anda Lama Tsultrim Allione 117
12. Cara Menghadapi Penyakit 123
13. Kebaikan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain 131
14. Sila Itu Tak Berat 145
15. Bagaimana Cara Membungkuk Hormat 151
16. Apakah Anda Sudah Mengetahui Wajah ASLI Anda? 157
17. Jalan Baru ke Masa Lalu 171

18. Lama untuk Semua Musim 179

iii
19. Padmasambhava Memberikan Nasihat Kepada
Raja Trisong Detsen I 205
20. Studi Menemukan Bahwa Terpapar Konsep Buddhisme
Mengurangi Prasangka dan Meningkatkan Tindakan
Pro-sosial 213
Daftar Pustaka 219
Menghormati Buku Dharma 223
Dedikasi 225

iv
Kata Pengantar
Dunia terus berubah namun masalah yang dialami oleh kita
sebagai manusia, tampaknya tidak pernah terlalu jauh berubah.
Biarpun beberapa puluh tahun yang lalu manusia masih asing
dengan teknologi, namun tema besar dari hidup manusia dari era
itu hingga era kini masih sama—mencari makna kebahagiaan da-
lam hidup. Untuk memperolehnya, kita membaca. Mencari tahu
apa kata orang lain soal penyelesaian masalah dalam hidup, lalu
apa kata ahli soal A, B, dan C. Lagi-lagi, biarpun berubah banyak,
dunia masih membutuhkan buku, yang bisa dijangkau oleh siapa
pun dan bisa dilihat kapan pun.

Berangkat dari hal tersebut, 3 tahun lalu, Yayasan Pelestarian


dan Pengembangan Lamrim Nusantara menyelenggarakan
Dharmacamp sebagai sebuah upaya yang bertujuan untuk
membantu mengenalkan beragam bacaan, khususnya dalam
topik Buddhadharma. Dharmacamp tersebut pada dasarnya
bertujuan untuk memberikan “nutrisi hati” kepada masyarakat
melalui wawasan yang bisa diperoleh dari berbagai pandangan
umat, praktisi, maupun pakar yang membagikan kisahnya melalui
artikel-artikel yang tertuang dalam buku ini. Dharmacamp yang
telah sukses melahirkan terjemahan sekaligus suntingan artikel
Dharma dari generasi muda Buddhis tersebut sudah membukukan
artikel-artikel tersebut hingga kini memasuki jilid keempat.

Kendati demikian, Dharmacamp tersebut bukanlah satu-


satunya faktor yang menyukseskan terbitnya buku ini. Penulisan,
percetakan, hingga terdistribusinya buku ini hingga ke tangan
pembaca sekalian adalah upaya sekaligus buah kebajikan

v
dari banyak sekali pihak. Oleh karena itu, terima kasih kami
ucapkan kepada para Dharma Patriot yang telah berkontribusi
dalam penerjemahan dan penyuntingan isi buku sekaligus
ilustrasi dan desain apik yang menambah nilai buku ini. Kami
juga menyampaikan terima kasih kepada Stanley Khu dan
Sramaneri Tenzin Tshojung selaku pembimbing para relawan
peserta Dharmacamp yang memberikan banyak arahan selama
proses pembelajaran. Kami juga sangat berterima kasih kepada
para Dharma Patron, yang memberikan sumbangsihnya dalam
pendanaan sehingga buku ini bisa tersebar ke berbagai wilayah
di Indonesia. Terakhir, tentunya rasa syukur dan terima kasih ini
kami dedikasikan kepada para pembaca, yang telah membantu
melestarikan Dharma dengan membaca buku ini. Akhir kata,
semoga buku ini dapat menjadi sumber kebajikan untuk kita
semua dan membuat kita semakin memaknai keindahan Dharma
sejak awal, pertengahan, hingga akhirnya.

Mettacitena,
Shierlen Octavia
Perwakilan Dharma Patriot Lamrimnesia

vi
1

Apa Sebenarnya Pesan yang


Disampaikan oleh Sang Buddha?
Oleh John Aske
Penerjemah: Ivan Wirawan, Benny Chandra
Jika Anda melekat terhadap sesuatu, Anda terikat
dengan kondisi buta yang mengarah ke kematian
dan menjauhkan diri dari pencerahan.
A
pa sebenarnya pesan yang disampaikan oleh Sang Buddha
dan guru-guru besar lainnya? Apakah hanya sekadar
mencari agama? Ritual-ritual lama dan kepercayaan-
kepercayaan hanya sesuatu yang mereka mengerti dan tidak serta-
merta diajarkan. Hal tersebut juga merupakan budaya atau tradisi
yang mereka jalankan. Hal seperti ini diakui dapat menolong orang
untuk menjalankan kehidupannya dengan moral dan renungan
dibandingkan mencari kesenangan secara membabi buta, yang
merupakan karakteristik dunia modern. Akan tetapi, hal ini tidak
menunjukkan jalan untuk mencapai pembebasan.

Apa yang mereka ajarkan itu bukanlah sebuah kepercayaan,


melainkan deskripsi tentang bagaimana dan apa itu mereka, dan
apa artinya bagi kita. Sang Buddha pernah berkata, “Perbedaan
antara saya dan dirimu adalah saya sadar akan diri saya, sedangkan
kamu tidak” dan begitu juga dengan Yesus, “Perbuatan-perbuatan
yang saya lakukan ini, silakan kamu lakukan setelah saya.”

Ketika sang guru Nangaku melihat muridnya, Baso, sedang


duduk bermeditasi dengan tekad yang kuat, beliau bertanya
kepadanya apa yang dia lakukan. “Saya ingin menjadi Buddha,”
jawab muridnya. Saat itu juga, sang guru mengambil sebuah ubin
dan mulai mengasahnya.

“Apa yang sedang guru lakukan?” tanya muridnya.

“Saya membuat cermin,” jawab sang guru.

“Tidaklah mungkin membuat cermin dari ubin,” kata muridnya.

“Dan kamu tidak bisa menjadi Buddha hanya dengan bermeditasi,”


balas sang guru.

Bukanlah masalah ingin menjadi apa, tetapi lebih mengarah


ke bagaimana caranya untuk tidak menjadi apa-apa. Hal yang

3
Nutrisi Hati 4

tersulit–tentang bagaimana untuk menjadi diri sendiri, melihat diri


sendiri, dan bukan menjadi identitas orang lainnya yang sering
sekali diasumsikan dalam perjalanan hidup seseorang.

Walaupun ritual atau upacara adalah suatu aktivitas yang


penting di kehidupan orang-orang dan juga membuat mereka
merasa seperti berada di “rumah” dalam dunia ini, terdapat sisi
gelap yang bersembunyi di baliknya–eksklusivitas dan perbudakan–
dan selama ribuan tahun, mereka juga mengeluarkan izin untuk
membunuh siapa pun yang berseberangan. Perpustakaan
universitas yang berada di Nalanda (pada abad ke-12) tidak
dibakar karena ancaman yang besar bagi siapa pun, tetapi karena
tempat tersebut dikenal sebagai tempat untuk mencari kebenaran
yang tidak izinkan oleh pemusnahnya.

Mungkin inilah alasan mengapa Buddhisme–salah satu


agama yang paling tua–memberi efek yang kecil kepada yang
lainnya. Buddhisme selalu melawan pandangan terhadap dogma-
dogma dari kepercayaan lainnya. Walaupun Sang Buddha telah
mempraktikkan pandangan yang luar biasa akan cinta kasih
dan welas asih, kualitas kemanusiaan yang dicontohkannya
sudah melebihi sisa-sisa dogma yang sudah diperkenalkan oleh
Buddhisme.

Pada saat pembukaan Biara Amaravati, guru Thai yang


terhormat berbicara tentang bagaimana dua anggota dari World
Council of Religions (yang merupakan delegasi Buddhis) saling
berkelahi dan akhirnya harus bubar.

“Mereka tidak dapat membedakan antara realitas dengan


konvensi,” kata sang guru. “Jika seseorang menarik jubah saya
dan melemparnya ke lumpur dan menginjaknya, maka saya
masih bisa mencucinya dan tidak ada yang tersakiti. Akan tetapi,
jika hal yang sama terjadi pada mereka, mereka merasa simbol

4
Apa Sebenarnya Pesan yang Disampaikan Oleh Sang Buddha?

religius mereka telah dihina dan menyerang balik siapa pun


yang menghina mereka. Tapi, simbol ini hanyalah konvensi dan
tidak mempunyai nilai absolut. Mereka hanya berperan sebagai
pengingat akan permasalahan apa yang paling penting, yaitu
realitas dan bukan simbol itu sendiri.”

Dan inilah cara pikir banyak orang pada awal abad ke-21.
Entah apakah mereka mengikuti sebuah bendera atau ideologi
ataupun agama, yang menuntut semua orang dengan latar
belakang yang berbeda untuk menghormati simbol mereka (sering
kali dengan ganjaran derita atau kematian), mereka tak memikirkan
sedikit pun kepercayaan dari pihak yang ingin mereka paksa, dan
akhirnya simbol pun mulai dilihat sebagai realitas, selagi realitas
yang sebenarnya diabaikan begitu saja. Mereka sangat melekat
terhadap simbol ini, sehingga mereka percaya bahwa mereka tidak
akan dapat hidup tanpa simbol tersebut dan kerugian yang terjadi
hanya dapat terbalas dengan menghukum ataupun membunuh
siapa pun yang telah menghinanya. Namun, kemelekatan inilah
yang diperingatkan Buddha; jika Anda melekat terhadap sesuatu,
Anda terikat dengan kondisi buta yang mengarah ke kematian
dan menjauhkan diri dari pencerahan.

“Jika tidak ada yang belum terlahirkan, belum diciptakan,


belum dikondisikan, maka tidak akan ada pembebasan dari yang
tercipta, terlahir, dan terkondisi,” kata Sang Buddha. Beliau dan
guru besar lainnya menginginkan kita untuk bangun menghadapi
realitas, yang tanpanya simbol di dunia ini akan menjadi tidak
bernilai. “Di manakah kerajaan surga?” Yesus ditanya. “Semuanya
adalah tentang dirimu,” jawabnya.

Realitas bukan simbol; kita hidup di antaranya, tetapi


kemelekatan kita terhadap simbol dan keping maupun pecahan dari
dunia mencegah kita melihatnya. Bayangkan jika semua simbol
dari semua agama yang terhormat adalah absolut dan ketaatan

5
Nutrisi Hati 4

akan hal itu berhubungan dengan hidup dan mati seseorang. Jika
itu yang terjadi, maka untuk bernafas, melihat, dan berpikir akan
menjadi permulaan dari pelanggaran manusiawi dan kehidupan
kita akan menjadi neraka yang tak terbayangkan.

Itulah mengapa Sang Buddha menghabiskan hidupnya


untuk mengajarkan bahwa yang absolut adalah pembebasan itu
sendiri, dan menebarkan senyumnya yang legendaris itu ketika
ditanya mengenai ketidakterbatasan.

6
2

Richard Gere: Perjalananku Sebagai


Seorang Buddhis
Oleh Melvin McLeod.
Penerjemah: Jessica
Dalam wawancara di tahun 1999, Richard Gere
berbicara mengenai tahun-tahunnya mempraktikkan
ajaran Buddha, pengabdiannya kepada gurunya
Dalai Lama, dan karyanya untuk kemerdekaan Tibet.
S
aya mengira bahwa inilah tanda sinisme kita di zaman
ini: bahwa kita sulit memercayai bahwa selebriti juga
bisa menjadi orang yang serius. Topik hangat mengenai
“Selebriti Buddhis” telah membawa beberapa komentar sinis
ke media, bahkan juga di antara umat Buddhis, namun secara
pribadi saya sangat menghargai para aktor, sutradara, musisi dan
tokoh masyarakat lainnya yang telah membawa kesadaran yang
lebih besar terhadap kemerdekaan Tibet dan nilai praktik Buddhis.
Mereka adalah seniman besar dan orang-orang bijaksana, beberapa
adalah Buddhis, beberapa bukan, di antaranya Martin Scorsese,
Leonard Cohen, Adam Yauch, Michael Stipe, Patti Smith, dan
tentu saja, Richard Gere. Saya bertemu Gere di kantornya di New
York baru-baru ini, dan kami berbicara mengenai tahun-tahunnya
mempraktikkan ajaran Buddha, pengabdiannya kepada gurunya
Dalai Lama, dan karyanya atas nama Dharma dan bangsa Tibet—
Melvin McLeod

Melvin McLeod: Apa pertemuan pertama Anda dengan Ajaran


Buddha?

Richard Gere: Saya mengalami dua pertemuan. Pertama, saat


saya “bertemu” Dharma dalam bentuk tulisan, dan kedua, saat
saya bertemu seorang guru. Namun sebelum itu, saya tengah
dalam pengejaran filsafat di sekolah. Jadi, saya menemukannya
melalui filsuf Barat, yakni Uskup Berkeley.

Melvin McLeod: “Jika sebuah pohon jatuh di hutan dan tidak


ada yang mendengarnya, apakah itu benar terjadi?”

Richard Gere: Ya. Idealisme subjektif adalah tesisnya–kenyataan


adalah sebuah fungsi batin. Pada dasarnya, itu adalah aliran
Citamatra (“Hanya Batin”). Lumayan radikal untuk seorang
pendeta. Saya cukup tertarik dengannya. Eksistensialis juga
menarik bagi saya. Saya ingat membawa buku Being and

9
Nutrisi Hati 4

Nothingness ke mana pun saya pergi, tanpa mengetahui mengapa


saya melakukannya. Di kemudian hari, saya menyadari bahwa
“ketiadaan” bukanlah kata yang tepat. “Kesunyataan”-lah yang
sesungguhnya sedang mereka cari; bukan sebuah pandangan
nihilistik, tapi sesuatu yang positif.

Pertemuan pertama saya dengan ajaran Buddha terjadi saat saya


berusia awal dua puluhan. Seperti kebanyakan lelaki muda, saya
pikir saya tidak bahagia. Saya tidak tahu kalau saya depresi, namun
saya sangat tidak bahagia, dan saya mempunyai pertanyaan-
pertanyaan seperti, “Mengapa ini terjadi?” Menyadari bahwa saya
mungkin sedang mendorong kewarasan saya di ujung tanduk,
saya menjelajahi toko buku sampai larut malam sambil membaca
semua yang saya bisa dalam banyak arah yang berbeda. Buku-
buku Evans-Wentz mengenai Buddhisme Tibet memiliki dampak
yang sangat besar terhadap saya. Saya melahap mereka semua.

Melvin McLeod: Banyak dari kita yang terinspirasi dari buku-


buku tersebut. Apa yang Anda temukan dari buku-buku tersebut
yang Anda rasa menarik?

Richard Gere: Mereka memiliki semua romansa sebuah novel


yang baik. Kita betul-betul bisa mengubur diri di dalamnya. Tapi
pada waktu yang sama, mereka menawarkan kemungkinan yang
bisa membuat kita hidup di sini dan merasa bebas pada waktu
yang sama. Saya belum mempertimbangkan hal tersebut sebagai
sebuah kemungkinan—saya hanya ingin solusi—sehingga
gagasan bahwa kita bisa berada di sini dan di luar pada waktu
yang sama—kesunyataan—adalah sesuatu yang revolusioner.

Jalan Ajaran Buddha, terutama pendekatan Tibet, tentunya


menarik bagi saya, tapi tradisi pertama yang saya ikut terlibat di
dalamnya adalah Zen. Guru pertama saya adalah Sasaki Roshi.

10
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

Saya ingat pergi ke L.A.1 untuk tiga hari sesshin [program meditasi
Zen]. Saya mempersiapkan diri saya dengan meregangkan kaki
saya selama berbulan-bulan agar saya bisa melaluinya.

Saya mengalami semacam pengalaman ajaib dengan Sasaki


Roshi; pengalaman realitas. Saya menyadari: ini adalah pekerjaan,
ini adalah pekerjaan. Bukan tentang terbang di udara; bukan
mengenai sulap ataupun romansa. Ini pekerjaan serius dalam
batin Anda. Itu adalah hal penting dari jalan ini bagi saya.

Sasaki Roshi sangat keras sekaligus sangat baik. Saya betul-


betul orang baru dan tidak tahu apa pun. Saya sombong dan
tidak percaya diri dan kacau. Namun, saya benar-benar serius
ingin belajar. Sampai pada titik terakhir sesshin, saya tidak ingin
pergi ke dokusan [wawancara dengan master Zen]. Saya merasa
sangat tidak siap untuk menghadapi koan2 sehingga mereka harus
menyeret saya. Akhirnya, tibalah saat ketika saya hanya duduk di
sana, dan saya ingat ia tersenyum pada saat itu. “Sekarang kita
bisa mulai bekerja,” ia berkata. Tidak ada yang dikatakan—tidak
ada omong kosong, tidak ada apa pun.

“Y.M.S. Dalai Lama menatap saya dengan saksama dan


hanya mulai tertawa. Secara histeris, beliau tertawa
pada ide saya yang memercayai bahwa emosi itu nyata,
bahwa saya akan bekerja sangat keras untuk percaya
pada kemarahan, kebencian, kesedihan, kesakitan dan
penderitaan.”

Melvin McLeod: Saat seseorang memiliki sebuah hubungan


intuitif yang kuat, Ajaran Buddha menyatakan bahwa hal tersebut
1
Los Angeles
2
Teka-teki yang digunakan oleh Buddhisme Zen selama meditasi untuk mem-
bantu mereka membuka kebenaran besar tentang dunia dan tentang diri mereka.
Para ahli Zen telah menguji murid-murid mereka selama berabad-abad dengan
cerita, pertanyaan ataupun ungkapan.

11
Nutrisi Hati 4

disebabkan oleh karma, seperti misalnya hubungan masa lalu


dengan ajaran-ajaran.

Richard Gere: Saya sudah bertanya dengan para guru mengenai


hal tersebut: apa yang membawa saya ke sini? Mereka hanya
menertawakan saya, saya pikir ada beberapa keputusan untuk ini
atau ini hanyalah kebetulan. Karma tentu tidak bekerja dengan
cara demikian. Tentunya ada hubungan yang sangat jelas dan
pasti dengan orang-orang Tibet atau ini sama sekali tidak akan
pernah terjadi. Hidup saya tidak akan pernah menuju ke jalan ini.

Saya pikir saya selalu merasa bahwa praktik dan ajaran Buddha
adalah kehidupan saya yang sesungguhnya. Saya ingat saat saya
baru saja mencoba mempraktikkan meditasi di usia 24 tahun,
sekadar mencoba untuk mengatasi masalah hidup saya. Saya
mengurung diri di dalam apartemen kecil saya selama berbulan-
bulan saat itu, hanya melakukan tai chi dan melakukan yang
terbaik untuk berlatih duduk. Saya memiliki perasaan yang sangat
jelas bahwa saya selalu bermeditasi, bahwa saya tidak pernah
meninggalkan meditasi, bahwa itu adalah realitas yang jauh lebih
besar dari apa yang biasanya kita anggap sebagai kenyataan.
Hal tersebut terlihat sangat jelas bagi saya saat itu, namun butuh
waktu yang sangat lama untuk lebih mewujudkannya ke dunia ini,
melalui lebih banyak waktu untuk berlatih, memperhatikan batin
saya, mencoba untuk menghasilkan bodhicita (aspirasi untuk
meraih pencerahan demi semua makhluk).

Melvin McLeod: Kapan Anda bertemu Dalai Lama untuk


pertama kalinya?

Richard Gere: Saya telah menjadi murid Zen selama 5 atau 6


tahun sebelum saya bertemu dengan Yang Maha Suci Dalai Lama
di India. Kami mulai dengan obrolan kecil dan kemudian beliau
berkata, “Oh, jadi kita seorang aktor?” Beliau berpikir sesaat, lalu

12
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

berkata, “Jadi saat kita melakukan peran dan kita marah, apakah
kita benar-benar marah? Saat kita berperan sedih, apakah kita
benar-benar sedih? Saat kita menangis, apakah kita benar-benar
menangis?” Saya memberikannya jawaban layaknya jawaban
seorang aktor, bahwa hal tersebut lebih efektif jika kita betul-betul
percaya pada emosi yang sedang kita perankan. Beliau menatap
mata saya dalam-dalam dan mulai tertawa. Dengan histeris.
Beliau menertawakan gagasan bahwa saya memercayai emosi itu
nyata, bahwa saya bekerja dengan sangat keras untuk percaya
pada kemarahan, kebencian, kesedihan, sakit dan penderitaan.

Itu adalah pertemuan pertama saya yang berlangsung di


Dharamsala, di sebuah ruangan di mana saya sering melihatnya
sekarang. Saya tidak bisa berkata bahwa perasaan tersebut
telah berubah secara drastis. Saya masih sering gugup dan
memproyeksikan berbagai macam hal pada beliau, sampai-sampai
beliau menjadi terbiasa dengannya. Beliau memotong melalui
semua hal dengan sangat cepat, dan beliau pun sangat efektif dan
ahli dalam menyampaikan inti pembahasan. Ini mungkin karena
satu-satunya alasan seseorang ingin bertemu dengan beliau
adalah untuk melepas penderitaan dari kesadaran mereka.

Keseluruhan hidup saya berubah saat saya untuk pertama kalinya


berada di hadapan beliau. Tidak ada pertanyaan mengenai
hal tersebut. Ini tidak seperti saya merasa, “Oh, saya akan
memberikan seluruh kepunyaan saya dan pergi ke biara sekarang,”
namun lebih ke perasaan alamiah bahwa inilah yang harus saya
lakukan—bekerja dengan para guru ini, bekerja dalam silsilah
ini, mempelajari apa pun yang saya bisa, membawa diri saya ke
dalamnya. Terlepas dari berbagai tingkat keseriusan dan komitmen
sejak itu, saya belum benar-benar jatuh dari jalan tersebut.

Melvin McLeod: Apakah Yang Maha Suci Dalai Lama bekerja


dengan Anda secara pribadi, memotong sifat buruk Anda dengan

13
Nutrisi Hati 4

berbagai cara yang dilakukan guru-guru Buddhis, ataukah beliau


mengajar Anda lebih dengan contoh keberadaannya?

Richard Gere: Tidak ada pertanyaan bahwa Yang Maha Suci


adalah guru utama saya, dan terkadang beliau cukup keras terhadap
saya. Saya telah menjelaskan ke orang-orang yang memiliki
pandangan romantis mengenai Yang Maha Suci bahwa terkadang
beliau marah kepada saya, tapi itu dilakukan dengan sangat
terampil. Di saat beliau melakukannya, saya tidak berkata bahwa
hal tersebut menyenangkan bagi saya, tapi tidak ada keterikatan
ego dari sisi beliau. Saya sangat berterima kasih bahwa beliau
cukup percaya terhadap saya untuk menjadi cermin bagi saya
dan tidak menahan diri. Saya ingatkan, pertemuan-pertemuan
pertama tidak seperti itu; saya rasa beliau menyadari betapa
rapuh saya saat itu, dan menjadi sangat berhati-hati karenanya.
Sekarang saya pikir beliau merasakan bahwa keseriusan saya
tentang ajaran meningkat dan kekuatan saya sendiri di dalam
ajaran telah meningkat. Beliau kini bisa lebih keras terhadap saya.

Melvin McLeod: Aliran Gelug dalam Buddhisme Tibet


menempatkan penekanan kuat pada analisis. Apa yang menarik
Anda ke pendekatan yang lebih intelektual?

Richard Gere: Ya, itu lucu. Saya rasa mungkin yang menarik
saya secara alamiah adalah Dzogchen [ajaran Kesempurnaan
Agung dari aliran Nyingma]. Saya rasa naluri yang menarik saya
ke Zen sama dengan yang menarik saya ke Dzogchen.

Melvin McLeod: Ruang.

Richard Gere: Non-konseptual. Langsung menuju ke ruang


non-konseptual. Akhir-akhir ini, saya telah dibantu oleh guru-
guru Dzogchen yang baik, dan saya melihat bagaimana Dzogchen
memberdayakan banyak bentuk lain dari meditasi yang saya
latih. Kerap kali Dzogchen telah menyadarkan/merangsang saya

14
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

ke penglihatan segar dan memungkinkan saya melihat semacam


laluan terbatas di mana saya jatuh melalui pengondisian dan
kemalasan dasar.

Tapi secara keseluruhan, saya rasa pilihan yang lebih bijak bagi
saya adalah bekerja dengan Gelug, walaupun ruang adalah
ruang di mana pun itu. Saya pikir pendekatan analitis—semacam
menemukan ruang tanpa batas—sangatlah penting. Di satu sisi,
seseorang mendapatkan stabilitas dari kemampuan mengatur
pikiran rasional. Saat ruang tidak berada di sana untukmu,
pekerjaan intelektual akan tetap menopangmu. Saya masih
menemukan diri saya dalam situasi di mana emosi saya berada
di luar kendali dan kemarahan muncul, dan di titik itu sangat sulit
untuk memasuki ruangan putih suci. Jadi, pendekatan analitis
untuk bekerja dengan pikiran sangatlah membantu. Itu adalah titik
mundur yang sangat jelas untuk kembali dan ia sangatlah stabil.

Melvin McLeod: Apa perkembangan praktik bagi Anda,


sejauh yang bisa Anda bicarakan, setelah Anda memasuki jalan
Wajrayana?

Richard Gere: Saya sedikit ragu membicarakan hal ini karena,


pertama, saya tidak mengakui bahwa saya mengetahui banyak,
dan kedua, pernyataan seorang selebriti seperti saya bisa dikutip
di luar konteks dan terkadang itu tidak menguntungkan. Saya
bisa katakan bahwa bentuk meditasi apa pun yang telah saya
lakukan masih terhubung dengan dasar dari praktik berlindung,
membangkitkan bodhicita, dan dedikasi kebajikan untuk orang
lain. Apa pun tingkat ajaran yang guru-guru saya izinkan untuk
saya dengar, semuanya masih terlibat dengan praktik-praktik ini.

Secara keseluruhan, Tantra telah menjadi kurang romantis bagi


saya. Hal tersebut terlihat lebih akrab. Itu adalah sebuah tahapan
menarik di tengah proses, ketika versi tertentu dari realitas menjadi

15
Nutrisi Hati 4

lebih normal. Saya tidak berkata itu normal dalam artian umum
atau sehari-hari, tapi saya bisa merasakan itu menjadi normal
sebagai sebuah kenyataan. Saya bisa meyakininya.

Melvin McLeod: Buku Dharma apa yang memiliki arti besar


bagi Anda?

Richard Gere: Orang-orang selalu bertanya kepada saya buku


Buddhis apa yang saya sarankan. Saya selalu menyarankan Zen
Mind, Beginner’s Mind3 untuk seseorang yang bertanya, “Bagaimana
saya bisa mulai?” Saya juga akan selalu memasukkan sesuatu
dari Yang Maha Suci Dalai Lama. Buku beliau, Kindness, Clarity
and Compassion, luar biasa bagus. Banyak hal mengagumkan di
dalamnya. The Tantric Distinction oleh Jeffrey Hopkins juga sangat
membantu. Ada banyak sekali buku yang bagus.

Melvin McLeod: Anda sering pergi ke India. Apakah hal tersebut


memberikan Anda kesempatan untuk berlatih di lingkungan
dengan sedikit gangguan?

Richard Gere: Sebenarnya, itu mungkin lebih mengganggu. Saat


saya pergi ke sana, saya hanyalah seorang murid sederhana seperti
orang lain, namun saya juga seseorang yang bisa membantu.
Saat saya di India, ada banyak orang yang butuh bantuan, dan
sangatlah sulit untuk berkata tidak. Jadi, hal tersebut bukanlah
waktu paling tenang dalam hidup saya, tapi sekadar berada di
lingkungan di mana setiap orang fokus ke Dharma dan di mana
Yang Maha Suci Dalai Lama adalah pusat dari fokus tersebut
sungguh luar biasa.

Melvin McLeod: Saat Anda berada di Dharamsala, apakah


Anda memiliki kesempatan untuk belajar bersama Dalai Lama
atau guru lainnya di sana?
3
Oleh Shunryū Suzuki dan Zentatsu Richard Baker https://www.amazon.com/
Zen-Mind-Beginners-Shunryu-Suzuki/dp/1590308492.

16
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

Richard Gere: Saya akan mencoba untuk belajar dengan semua


guru saya. Beberapa dari mereka adalah petapa-petapa di atas bukit,
tapi mereka turun ketika Yang Maha Suci memberi pengajaran. Itu
adalah waktu untuk mengejar semua ketertinggalan. Bagi saya, itu
artinya mengingat. Hidup di sini adalah sebuah gangguan yang
amat besar dan sangat mudah untuk keluar dari jalur. Pergi ke
sana adalah kesempatan untuk mengingat secara harfiah apa misi
kita, mengapa kita ada di sini.

“Saya butuh kehidupan memberitahukan saya ‘siapakah


saya’, tunjukkan hati saya secara konstan.”

Melvin McLeod: Di sini, Anda terlibat dengan dunia pembuatan


film yang orang pikir sangat memakan waktu dan tenaga, bahkan
kejam.

Richard Gere: Semuanya benar. Tapi, demikian pula kehidupan


orang lain. Perbedaannya hanyalah: dunia selebriti masuk ke
dalam koran; itu saja. Semuanya pada dasarnya adalah emosi
yang sama, penderitaan yang sama, masalah yang sama. Tidak
ada bedanya.

Melvin McLeod: Apakah Anda menemukan bahwa Anda


memiliki sedikit kualitas terpisah dalam hidup Anda di dunia ini?

Richard Gere: Saya menemukan bahwa semakin banyak


keterlibatan saya dalam sebuah karir, dalam kehidupan rumah
tangga yang normal, dan ini merupakan tantangan besar untuk
memperdalam ajaran-ajaran dalam diri saya. Jika saya tidak keluar
ke pasar pembuatan film, tidak akan ada cara bagi saya untuk
benar-benar bisa menghadapi sudut dan celah dan kegelapan
dalam diri saya. Saya tidak akan melihatnya. Saya tidak begitu
kuat; saya tidak begitu pintar. Saya butuh agar hidup memberitahu
saya, siapa saya, senantiasa menunjukkan saya, batin saya. Saya

17
Nutrisi Hati 4

tidak akan melihatnya di dalam gua. Masalahnya adalah: saya


mungkin hanya akan menemukan beberapa keadaan bahagia, jika
saya bisa, dan tinggal di sana. Itu akan menjadi kematian. Saya
tidak menginginkannya. Seperti yang saya bilang, saya bukanlah
seorang praktisi yang luar biasa. Saya tahu sedikit banyak siapa
diri saya. Jadi, baik bagi saya untuk berada di dunia ini.

Melvin McLeod: Adakah cara khusus yang Anda coba untuk


membawa Dharma ke dalam pekerjaan Anda, di samping bekerja
dengan batin Anda dan mencoba menjadi manusia yang baik?

Richard Gere: Hal tersebut (bekerja dengan batin dan menjadi


manusia yang baik) sudah banyak! Hal yang sangat serius.

Melvin McLeod: Benar. Namun hal tersebut adalah tantangan


yang kita semua hadapi. Saya hanya bertanya-tanya jika Anda
mencoba untuk membawa pandangan Buddhis ke dunia film?

Richard Gere: Di dalam film, kita bermain dengan sesuatu yang


secara harfiah adalah potongan-potongan kenyataan, dan saya
rasa menjadi sadar akan potongan waktu dan ruang cocok untuk
praktik, untuk melonggarkan batin. Tidak ada yang nyata mengenai
film. Tidak ada. Bahkan partikel cahaya yang memproyeksikan film
tidak dapat dibuktikan ada. Tidak ada apa pun di sana. Kita tahu
bahwa saat kita membuatnya; kita adalah penyihir yang melakukan
tipuan. Tetapi, bahkan kita terjebak untuk berpikir bahwa ini semua
nyata—segala emosi ini adalah nyata, bahwa objek ini betul-betul
ada, bahwa kamera menangkap beberapa kenyataan.

Di samping itu, ada beberapa pengertian ajaib bahwa kamera


melihat lebih dari yang dilihat mata kita. Kamera melihat ke dalam
orang dengan cara yang tidak biasa kita lakukan. Ada kerentanan
untuk berada di depan kamera yang tak perlu dihadapi seseorang
dalam kehidupan normal. Ada sejumlah tekanan dan stres dalam

18
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

hal itu. Kita dilihat, kita betul-betul dilihat, dan tidak ada tempat
untuk bersembunyi.

Melvin McLeod: Tapi tidak mungkin Anda sungguh-sungguh


bekerja dengan produk untuk...?

Richard Gere: Maksudnya mengajar melalui itu? Ya, saya pikir


hal-hal ini terlalu misterius untuk dilakukan secara sadar. Tidak
diragukan lagi, sebagai seorang murid yang kurang siap menjadi
murid baik seperti sekarang ini, saya telah mendapatkan banyak
ajaran, dan beberapa telah tertanam dalam batin. Jadi, saya pikir
ada nilai di sana. Hal ini sama dengan setiap orang: energi positif
apa pun yang telah menyentuh mereka di banyak kehidupan
entah bagaimana akan berlalu. Ketika kita melihat ke dalam mata
mereka, ketika kamera mendekat, ada sesuatu yang misterius di
sana. Kita tak bisa menuliskannya, kita tak bisa merencanakannya,
tetapi kamera akan menangkapnya dengan cara berbeda dari
seseorang yang duduk di seberang meja.

“Saya tersesat seperti orang lainnya. Jadi, saya pasti bukanlah


seorang pemimpin. Dalam perjalanan sesungguhnya, saya
berbicara mengenai hal ini, namun hanya dalam artian
bahwa inilah yang telah guru saya berikan kepada saya.”

Melvin McLeod: Seberapa nyaman Anda dengan peran Anda


sebagai juru bicara Dharma?

Richard Gere: Untuk Dharma? Saya tidak pernah menerimanya,


dan saya tidak akan pernah. Saya bukan juru bicara Dharma.
Saya tidak memiliki kualitas untuk itu.

Melvin McLeod: Tetapi Anda akan selalu ditanya di muka umum


tentang menjadi seorang Buddhis.

Richard Gere: Saya bisa membicarakannya hanya sebagai

19
Nutrisi Hati 4

seorang praktisi, dari sudut pandang terbatas yang saya miliki.


Walaupun telah bertahun-tahun sejak saya mulai, saya tidak bisa
mengatakan bahwa saya tahu lebih banyak dari yang saya tahu
sebelumnya. Saya tidak bisa mengatakan saya memiliki kendali
atas emosi saya; saya tidak tahu batin saya. Saya tersesat seperti
orang lainnya. Jadi, saya pasti bukanlah seorang pemimpin.
Dalam perjalanan sesungguhnya, saya berbicara mengenai hal
ini, namun hanya dalam artian bahwa inilah yang telah guru saya
berikan kepada saya. Tidak ada apa pun dari pihak saya.

Melvin McLeod: Ketika Anda ditanya mengenai Ajaran Buddha,


adakah tema-tema tertentu yang Anda ulas kembali yang dirasa
sangat membantu, seperti misalnya welas asih?

Richard Gere: Tentu saja. Saya mungkin akan membahas


kebijaksanaan dan welas asih dalam beberapa bentuk, bahwa ada
dua kutub untuk dijelajahi di sini—memperluas pikiran kita dan
memperluas hati kita. Pada titik tertentu, welas asih kita mudah-
mudahan mampu mencakup seluruh alam semesta di dalam batin.
Semuanya pada dasarnya tak terpisahkan.

“Saya telah melihat Yang Maha Suci memberikan ajaran


bodhicita seperti ini, dan tidak ada seorang pun yang
keluar dari sesi tanpa menangis. Memikirkannya sekarang
saja, saya mulai menangis.”

Melvin McLeod: Ketika Anda mengatakannya, saya teringat


sesuatu ketika saya melihat Dalai Lama berbicara. Beliau tengah
mengajar tentang welas asih (seperti yang sering beliau lakukan),
namun saya tidak bisa tidak membayangkan apa yang akan
terjadi jika beliau berbicara ke khalayak yang lebih luas mengenai
pemahaman kebijaksanaan menurut Buddhis, yaitu kesunyataan.
Saya bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika pemimpin spiritual
yang dihormati dunia ini mengatakan kepada dunia: “Yah,

20
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

tahukah Anda, semua ini tidak betul-betul ada dalam artian yang
sesungguhnya.”

Richard Gere: Ya, Sang Buddha memiliki banyak liku roda


Dharma, dan saya pikir Yang Maha Suci berfungsi dengan cara
yang sama. Jika kita begitu tenggelam di dalam sifat hewani kita,
cara terbaik untuk mulai keluar dari hal tersebut adalah belajar
untuk menjadi baik. Seseorang bertanya kepada Yang Maha Suci,
“Bagaimana Anda bisa mengajar seorang anak untuk peduli dan
menghormati makhluk hidup?” Beliau berkata, “Jika kita bisa
mengajak mereka untuk mencintai dan menghormati seekor
serangga, sesuatu yang kita jijiki secara naluriah, jika mereka bisa
melihat kesadaran dasar, potensinya, keseluruhan keberadaannya
dengan kebaikan dasar, maka itu adalah sebuah langkah besar.

Melvin McLeod: Saya pernah membaca bahwa menurut Yang


Maha Suci Dalai Lama, cinta ibu adalah simbol terbaik untuk cinta
kasih dan welas asih, karena itu benar-benar tanpa kepentingan
egois.

Richard Gere: Nektar. Itu adalah nektar. Dalam praktik


Wajrayana, berkah spiritual yang digambarkan sebagai nektar
turun pada meditator. Itu adalah nektar ibu, yang datang langsung
dari ibu. Benar.

Melvin McLeod: Meskipun Anda berhati-hati dalam berbicara


mengenai Dharma, Anda adalah juru bicara yang bersemangat
soal masalah kebebasan untuk Tibet.

Richard Gere: Saya telah melalui banyak fase berbeda dengan


itu. Kemarahan yang mungkin saya pernah rasakan 20 tahun
yang lalu cukup berbeda sekarang. Kita semua berada di perahu
yang sama, kita semua—Hitler, orang Cina, Anda, saya, apa
yang kita lakukan di Amerika Tengah. Adalah ketidaktahuan yang
menyebabkan semua masalah ini. Yang jelas, orang Cina hanya

21
Nutrisi Hati 4

menanam sebab kehidupan masa depan yang mengerikan bagi


diri mereka, dan kita tidak boleh lupa berwelas asih terhadap
mereka karenanya.

Ketika saya berbicara dengan orang-orang Tibet yang berada di


dalam sel isolasi selama 20 atau 25 tahun, mereka berkata pada
saya, betul-betul dari dalam hati mereka, bahwa masalahnya lebih
besar dari apa yang mereka derita di tangan penyiksa mereka, dan
bahwa mereka merasa kasihan pada orang-orang yang bertindak
dengan sifat hewani. Berada di hadapan kebijaksanaan seperti
itu—kita tidak pernah bisa kembali lagi setelahnya.

Melvin McLeod: Sungguh luar biasa bahwa orang Tibet pada


umumnya dikaruniai dengan semangat seperti itu.

Richard Gere: Saya yakin bahwa penyebabnya adalah orientasi


pada negara, tanpa pemisahan antara agama dan negara. Saya
yakin bahwa raja-raja besar Dharma datang menjelmakan diri
mereka untuk benar-benar menciptakan masyarakat berdasarkan
ide tersebut. Lembaga-lembaga mereka dirancang untuk
menciptakan orang-orang yang baik hati; segala sesuatu dalam
masyarakat Tibet ada di sana untuk mendukung hal itu. Tentunya
kondisi ini bisa merosot; ada periode buruk, tapi ada juga periode
baik, atau apa pun. Tetapi, tujuan dari masyarakat Tibet adalah
untuk membentuk orang-orang yang baik hati, para Bodhisatwa,
untuk menciptakan sebuah lingkungan yang sangat kuat tempat
orang-orang dapat mencapai pencerahan. Bayangkan hal tersebut
di Amerika! Maksud saya, kita tidak memiliki struktur untuk meraih
pencerahan. Kita memiliki warisan Agama Kristen yang sangat
kuat dan warisan Agama Yahudi, yang satu ihwal cinta kasih,
yang satu lagi ihwal altruisme. Orang-orang baik. Namun, kita
hanya memiliki sedikit hal yang mendorong pencerahan—sebuah
pembebasan total.

22
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

Melvin McLeod: Melihat bagaimana pelanggaran hak asasi


manusia telah datang pada garis depan kesadaran dunia, seperti
yang terjadi di Tibet dan Afrika Selatan, selebriti seperti Anda
telah berhasil menggunakan ketenaran mereka dengan terampil;
selebriti telah menjadi sebuah faktor penting.

Richard Gere: Saya harap itu benar. Sangat baik bagi Anda untuk
mengatakannya. Ini merupakan situasi yang aneh. Sebelumnya,
saya telah bekerja terkait isu Amerika Tengah dan beberapa
masalah politik dan hak asasi manusia lainnya, serta mendapat
kesempatan mengetahui sedikit bagaimana bekerja dengan
Kongres dan Departemen Luar Negeri. Namun, hal tersebut tidak
berlaku untuk situasi ini. Tibet terlalu jauh, dan keterlibatan orang
Amerika sangat terbatas di sana.

Saya juga menemukan bahwa pertanyaan Yang Maha Suci dalam


hal gerakan politik sangatlah rumit. Ini adalah sebuah gerakan
tanpa kekerasan, dan mungkin inilah masalahnya—kita tidak
mendapatkan berita utama tanpa kekerasan. Dan Yang Maha
Suci tidak melihat dirinya sebagai Gandhi; beliau tidak membuat
situasi yang dramatis dan operatis.

Jadi, kita akhirnya mengambil pendekatan yang lebih mantap.


Ini bukanlah mengenai drama. Ini tentang, sedikit demi sedikit,
membangun kebenaran, dan saya pikir ini mungkin telah menjadi
lebih mendalam karena hal tersebut. Para anggota dewan, anggota
Kongres, para pembuat undang-undang dan anggota parlemen
yang telah terlibat jauh melampaui apa yang akan mereka
biasanya berikan untuk gerakan yang mereka percayai.

“Kita harus meletakkan Yang Maha Suci di situasi-situasi


di mana beliau bisa menyentuh orang sebanyak mungkin
dengan bodhicita beliau yang sempurna.”

23
Nutrisi Hati 4

Saya pikir keuniversalan kata-kata Yang Maha Suci dan ajaran-


ajarannya telah membuat isu ini jauh lebih besar daripada
sekadar isu Tibet. Ketika Yang Maha Suci memenangkan Nobel
Perdamaian, ada sebuah lompatan kuantum. Beliau tidak dilihat
semata-mata sebagai seorang dari Tibet; beliau menjadi bagian
dari dunia. Kita sebelumnya berbicara mengenai apa yang kamera
ambil—hanya sebuah gambar Yang Maha Suci Dalai Lama
tampaknya telah mengomunikasikan begitu banyak hal. Hanya
sekadar melihat wajah beliau. Ini sangat menarik perhatian, dan di
waktu yang sama membuka pikiran. Kita bisa bayangkan seperti
inilah rasanya ketika melihat Sang Buddha. Sekadar melihat wajah
beliau akan menempatkan kita dalam begitu banyak langkah ke
depan. Kita harus meletakkan Yang Maha Suci di situasi-situasi di
mana beliau bisa menyentuh orang sebanyak mungkin dengan
bodhicita beliau yang sempurna.

Saya terus mengatakan Tibet akan diurus di dalam sebuah


proses, tapi ini mengenai menyelamatkan setiap makhluk hidup,
dan selama kita terus menjaga mata kita pada tujuan tersebut,
Tibet akan baik-baik saja. Tentu saja ada masalah-masalah
mendesak untuk ditangani di Tibet. Kita bekerja menanganinya
sepanjang waktu. Walaupun kita memiliki alasan untuk percaya
bahwa komunikasi yang lebih terbuka dengan orang Cina akan
berkembang, optimisme yang dihasilkan oleh kunjungan Clinton
ke Cina belum berjalan baik. Nyatanya, orang Tibet, juga orang
Cina yang pro-demokrasi, mengalami masa paling represif sejak
akhir tahun 80-an, sejak peristiwa di Lapangan Tian An Men.

Melvin McLeod: Saya selalu terkesan dengan sebuah poin yang


Dalai Lama buat, yang sangat mirip dengan apa yang guru saya
sendiri, Chögyam Trungpa Rinpoche, sampaikan di pengajaran
Shambhala: bahwa ada kebutuhan akan spiritualitas universal
berdasarkan kebenaran sederhana dari sifat manusia yang

24
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

melampaui agama tertentu, atau bahkan melampaui kebutuhan


akan agama formal. Ini menyambar saya sebagai pesan yang luar
biasa penting.

Richard Gere: Ya, saya rasa itu benar. Yang Maha Suci
berkata bahwa kesamaan yang kita semua miliki adalah sebuah
penghargaan atas kebaikan dan cinta kasih; semua agama
memiliki ini. Cinta. Kita semua bersandar pada cinta.

Melvin McLeod: Tetapi, bahkan melampaui itu, beliau


menunjukkan bahwa miliaran orang tidak mempraktikkan agama
sama sekali.

Richard Gere: Tetapi mereka memiliki agama kebaikan. Mereka


memilikinya. Semua orang merespons kebaikan.

Melvin McLeod: Ini sangat mengesankan: bahwa seorang


pemimpin besar agama mendukung semacam agama ”tanpa
agama”.

Richard Gere: Tentu saja, itulah yang membuat beliau lebih


besar daripada Tibet.

Melvin McLeod: Itu membuat beliau lebih besar daripada


Buddhisme.

Richard Gere: Lebih besar lagi. Sang Buddha bahkan lebih


besar daripada Buddhisme.

Melvin McLeod: Anda dapat mensponsori sejumlah proyek


dalam mendukung Dharma dan kemerdekaan Tibet.

Richard Gere: Saya berada di posisi yang unik; saya memiliki


uang tunai di yayasan saya, maka saya bisa menawarkan uang
kepada berbagai kelompok untuk membantu memulai proyek-
proyek mereka. Mensponsori buku-buku Dharma sangatlah
penting bagi saya—penerjemahan, penerbitan—tetapi saya pikir

25
Nutrisi Hati 4

hal paling penting yang saya bisa lakukan adalah membantu


menyokong pengajaran. Bekerja dengan Yang Maha Suci Dalai
Lama dan membantu menyokong pengajaran di Mongolia, India,
Amerika Serikat dan di mana pun memberikan saya banyak
kebahagiaan.

Program yang sedang kami lakukan di musim panas ini adalah


4 hari pengajaran oleh Dalai Lama di New York. Tanggal 12-
14 Agustus akan menjadi pengajaran formal oleh Yang Maha
Suci pada topik “Tingkatan Medium pada Tahap Meditasi oleh
Kamalashila”4 dan “37 Praktik Bodhisatwa.”5 Sesi ini akan
dilaksanakan di Beacon Theater dan ada sekitar 3.000 tiket
tersedia. Saya yakin tiket-tiket ini akan cepat terjual. Jika orang-
orang tidak berhasil mendapatkannya, akan ada pengajaran gratis
untuk publik di Central Park pada tanggal 15. Kami menduga
akan ada ruang untuk 25.000-40.000 orang, jadi siapa pun
yang ingin datang bisa ikut serta. Yang Maha Suci akan memberi
pengajaran tentang 8 Bait Latihan Batin6, sebuah ajaran lojong7
yang kuat, salah satu favorit saya. Kemudian, Yang Maha Suci
akan memberikan sebuah wang8, inisiasi umur panjang Tara
Putih9.

Saya telah melihat Yang Maha Suci memberikan ajaran bodhicita


seperti ini, dan tidak ada seorang pun yang keluar dari sesi
tanpa menangis. Beliau menyentuh sangat dalam ke dalam
hati. Beliau memberikan pengajaran di Bodh Gaya tahun lalu
mengenai “Pujian Kepada Bodhicita oleh Khunu Lama”10, yang
merupakan sebuah puisi panjang. Hanya memikirkan mengenai
4
Kamalashila’s “Middle-length Stages of Meditation”.
5
“Thirty-seven Practices of the Bodhisattvas.”
6
Eight Verses of Mind Training.
7
Latihan batin untuk mengembangkan welas asih dan bodhicita.
8
Inisiasi Besar.
9
A long life empowerment of White Tara
10
Khunu Lama’s “In Praise of Bodhicita.”

26
Richard Gere: Perjalananku Sebagai Seorang Buddhis

hal itu sekarang membuat saya mulai menangis. Sangat indah.


Ketika beliau mengajar tentang topik itu, whooosh!, kita berada
di dalam hati beliau, dengan cara paling luar biasa. Sebuah
tempat yang tidak diberitahukan kepada kita; kita tidak dapat
membaca mengenainya; tidak ada apa pun yang bisa dikatakan
tentangnya. Kita berada di hadapan Sang Buddha. Saya telah
memiliki banyak guru yang memberikan ajaran-ajaran indah
tentang kebijaksanaan, namun Yang Maha Suci adalah seseorang
yang betul-betul, sungguh-sungguh memiliki bodhicita yang besar,
bodhicita yang nyata membentang.

Demikianlah ajaran-ajaran yang saya yakini diberikan oleh Yang


Maha Suci. Itulah yang menyentuh saya.

27
3

Tujuan dan Pencarian Kebahagiaan


Oleh John Aske
Penerjemah: Lina
Kadang-kadang, sesuatu mendorong kita maju
untuk melakukan perubahan; sesuatu menarik kita
untuk menghadapi penampilan luar dari dunia kita,
yang menyiratkan dimensi lebih lanjut; sesuatu yang
tidak diketahui, misterius.
D
ua ratus lima puluh tahun yang lalu, Dokter Johnson
menulis sebuah cerita tentang Rasselas, seorang pangeran
dari Abyssinia yang tinggal di Lembah Bahagia yang
dipenuhi segala sesuatu yang diinginkan. Tapi, setelah beberapa
saat, kenikmatan-kenikmatan dan selingan-selingan tersebut,
yang pada awalnya telah menyenangkannya, mulai terasa hampa
dan tidak memuaskan, dan dia menjadi lebih dan lebih bijaksana,
serta menghabiskan lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri.
Dia mulai bertanya pada temannya, penyair Imlac yang telah
bepergian ke berbagai tempat, “Apakah ada yang ditemukan di
sana, bagaimana orang-orang hidup, dan kebahagiaan apa yang
mereka temukan?”

Imlac menjawab pangeran tersebut sebaik yang dia bisa,


yang intinya mendorongnya untuk meninggalkan Lembah
Bahagia dan menjelajahi kemungkinan dunia luar untuk dirinya
sendiri. Tapi sang raja, ayahanda sang pangeran, telah mengunci
lembah tersebut dengan gerbang besi untuk mencegah kepergian
sang pangeran dan saudara laki-laki serta perempuannya.

Ini mirip dengan kisah Pangeran Siddhartha 2500 tahun


yang lalu. Dari masa anak-anak yang dipenuhi segala kepastian
(jika kita beruntung) dan keamanan, kita berubah menjadi remaja
dan kemudian dewasa. Kita semua menentang kemungkinan
terbuka terhadap dunia (dan diri sendiri) dan menjelajahnya, atau
berpaling darinya dan mencoba mengembalikan sangkar emas
yang pernah kita tempati.

Jika kita bisa memilih untuk kedua kalinya, kita mencoba


mengabaikan banyak hal yang tidak sesuai dengan pandangan
sempit kita tentang segala sesuatu, dan berusaha dengan keras
mempertahankan posisi kita dan mempertahankan sudut pandang
kita. Seiring waktu, kita membangun sebuah kapal layar rapuh

31
Nutrisi Hati 4

dari semua hal tak berguna yang kita kumpulkan dalam hidup
kita, dan mencoba untuk mengamankannya dari segala badai
yang menyerangnya, secara emosional ataupun fisik.

Kadang-kadang, sesuatu mendorong kita maju untuk


melakukan perubahan; sesuatu menarik kita untuk menghadapi
penampilan luar dari dunia kita, yang menyiratkan dimensi lebih
lanjut; sesuatu yang tidak diketahui, misterius.

Suatu kali, saya bersepeda ke hutan Ashdown. Pendakiannya


lambat dan seiring waktu saya mencapai puncaknya, saya
kecapaian. Ketika saya melihat ke sekeliling hutan itu, ada
peralihan/perubahan dan saya tidak lagi melihat pemandangan
rumput yang tersebar, atau pohon dan ranting jatuh. Tetapi,
sebagai kesatuan di dalamnya adalah apa yang disebut orang
Cina sebagai “sepuluh ribu hal”, dan saya hanya satu bagian di
dalamnya. Semuanya tidak seperti yang telah saya bayangkan.

Jadi, sesuatu yang solid dan terpisah bukan bergantung


pada hal lainnya, tapi kesinambungan dari bagian yang tampak
terpisah itu. Bukan karena ada hal baru dan tempat lainnya, tapi
adalah cara pandang kita terhadap sesuatu (dan mencocokkannya)
yang telah mengubah hal sesungguhnya menjadi sepuluh ribu hal
baru–kita tidak melihat sifat alaminya.

Seperti yang dikatakan Yesus, ‘Kerajaan surga ada padamu,


tapi kau tidak melihatnya’. Individuasi dan perubahan mendorong
kita ke tempat di mana kita harus belajar untuk menemukan cara
atau tetap berdiri di tempat saja seperti ‘Axolotl lizard ‘(salamander
mexico). Pada kasus Axolotl lizard ini, Prof. Huxley memberikan
suntikan hormon pertumbuhan dan melihat proses akhirnya yang
tidak pernah selesai jutaan tahun lalu. Daripada Axolotl tersebut,
kita memiliki semuanya tanpa kita sadari.

32
Tujuan dan Pencarian Kebahagiaan

Begitu juga dengan dua orang pangeran itu, yakni Rasselas


yang harus menggali jalan keluarnya sendiri dari Lembah Bahagia
di masa anak-anaknya, dan Siddhartha yang keluar meninggalkan
tempat satu-satunya yang pernah diketahuinya untuk mencari
sumber kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dan apa yang
menyebabkan mereka.

Bagi Rasselas, pencariannya sederhana saja; dia hanya


berharap menemukan orang yang bahagia dan apa yang
menyebabkan mereka bahagia. Tetapi setelah perjalanan
panjangnya, mereka semua punya beberapa kekurangan ataupun
kesedihan yang tersembunyi; seperti cacing dalam lumpur.
Satu pemahaman yang ia dapatkan adalah: jalan pasti menuju
kebahagiaan adalah dengan membuat orang lain juga bahagia.
Dan kemudian ia kembali ke Abyssinia dengan tujuan ini dalam
pikirannya.

Saya ingat Ajahn Sumedho pernah ditanya, ‘Untuk apa


kita di sini, Ajahn?’ dan beliau menjawab, ‘Baiklah, jika kau
berpikir kamu berada di sini untuk dirimu, temanku, maka kamu
membosankan dan tidaklah berguna.’

Pangeran Siddhartha sendiri telah melewati hal ini: mencari


akar dari ketidakbahagiaan dan penderitaan dan bagaimana cara
mengatasinya. Setelah pencerahan, beliau berkata: ‘Kuajarkan
penderitaan dan akhir dari penderitaan.’ Ia pernah berdiam
dalam keduniawian dan gagal menemukan jawabannya di sana.
Kemudian, ia belajar dengan guru-guru besar yang dapat ia
temukan, dan dapat segera menyamai ilmu dan kesaktian mereka.
Tapi, tetap saja ia tidak puas dan mencari sesuatu yang lain yang
tidak ada di sana; sesuatu yang dapat diperoleh. Seperti Axolotl,
masalahnya tidak ada di sana dan dia sesungguhnya tidaklah
kekurangan apa pun.

33
Nutrisi Hati 4

Jauh sebelum kekurangan sesuatu, kita selalu menambahkan


sesuatu ke sekeliling kita, seakan kita lebih aman jika berada di
sana, mengatur segala sesuatu yang kita bisa dan membatasi apa
yang kita tidak bisa. Kita tidak melihat segala sesuatu apa adanya;
kita merumuskan ide-ide tentang mereka dan membuat asumsi
tentang mereka.

Ada seorang laki-laki datang membawa sebuah hadiah


kepada Buddha. Ketika dia sampai, Buddha berkata, ‘Letakkan!’
Kemudian laki-laki itu meletakkannya. ‘Letakkan!’ Buddha
berkata lagi, dan laki-laki itu merasa malu. Buddha berkata lagi,
‘Letakkan!’, dan akhirnya laki-laki itu mengerti.

Memberi atau berdana tidak membutuhkan agenda.


Begitu pula kebahagian. Tapi Buddha telah berpikir lebih jauh
lagi. Kebahagiaan dan ketidakbahagiaan hanyalah kondisi dan
bukannya realitas. Realitas bergantung pada ruang lingkup
kebahagiaan dan ketidakbahagiaan, baik dan buruk, dan tidak
tersentuh oleh salah satu dari hal ini.

‘Tidak dilahirkan, tidak dibuat, tidak berkondisi.’


Demikianlah yang dikatakan Biksuni Mae Chee Kaew, ‘Selamanya
tidak dilahirkan dan tidak mati. Inilah akhir dari penderitaan.’

34
4

Ingin Merasa Lebih BAHAGIA?


Mulai Berpikir-pikirlah Lebih Tentang KEMATIAN
Oleh Arthur C. Brooks
Penerjemah: Jeanni Hidayat
Ingin tahun yang lebih baik? Cobalah pikirkan lebih
banyak tentang kematian mendatang Anda.
T
ahun lalu, dalam kunjungan ke Thailand, saya terperanjat
ketika mengetahui bahwa biksu Buddha sering merenungkan
foto-foto mayat dalam aneka proses pembusukan. Buddha
sendiri menganjurkan untuk memeditasikan mayat. “Tubuh ini,”
demikian murid-murid Buddha diajari tentang tubuh mereka,
“seperti inilah hakikatnya, seperti inilah masa depannya, seperti
inilah takdirnya yang tak terelakkan.”

Secara paradoks, memeditasikan kematian adalah kunci


bagi kehidupan yang lebih baik. Meditasi ini membuat murid-
murid Buddha menyadari kefanaan dari kehidupan fisik mereka
dan merangsang timbulnya kesadaran untuk menggantikan
keinginan sesaat dengan tujuan tertinggi sebagai manusia. Dengan
kata lain, kita mungkin akan bertanya-tanya, “Apakah saya sudah
memanfaatkan kehidupan yang langka dan berharga ini dengan
benar?”

Kenyataannya, kebanyakan orang salah pilih. Dalam sebuah


artikel ilmiah yang diterbitkan tahun 2014, tim ilmuwan, termasuk
peraih Nobel, Daniel Kahneman, melakukan survei terhadap
sekelompok wanita untuk melakukan perbandingan ihwal tingkat
kepuasan yang dirasakan dari kegiatan sehari-hari yang mereka
lakukan. Menimbang begitu banyaknya kegiatan yang bebas dipilih
dalam masyarakat, kita mungkin berpikir bahwa pilihan-pilihan
ini akan berbanding lurus dengan tingkat kepuasan. Nyatanya
tidak. Para wanita dilaporkan meraih lebih banyak kepuasan dari
doa, ibadah dan meditasi daripada menonton televisi. Namun,
rata-rata responden menghabiskan waktu 5 kali lipat lebih banyak
untuk menonton televisi daripada terlibat dalam kegiatan spiritual.

Penelitian ini menunjukkan banyak kesalahpahaman dalam


persepsi manusia. The American Time Use Survey dari Bureau
of Labor Statistics mendapati bahwa pada tahun 2014, rata-
rata orang dewasa Amerika menghabiskan waktu 4 kali lipat

37
Nutrisi Hati 4

lebih banyak untuk menonton televisi daripada “bersosialisasi


dan berkomunikasi”, dan 20 kali lipat lebih banyak di depan
TV daripada mengikuti “kegiatan keagamaan dan spiritual.”
Penelitian ini tak menanyakan berapa lama waktu yang dihabiskan
untuk internetan, namun kita dapat membayangkan adanya
ketimpangan serupa.

Salah pilih dalam menjalani hidup menyebabkan kebosanan


dan penyesalan. Saya teringat dengan seorang teman yang
kecanduan permainan teka-teki silang Inggris. Sebuah hobi yang
tak ada mudaratnya, kan? Teman saya tak sependapat–ia begitu
tersiksa dengan rasa bersalah karena membuang berjam-jam
waktunya sehingga berkonsultasi dengan seorang psikoterapis
tentang bagaimana caranya untuk berhenti. (Saran yang diterima:
Jadwalkan lama waktu yang wajar untuk bermain teka-teki silang
dan berhentilah merasa bersalah).

Selagi sebagian orang berbagi hobi yang sama dengan teman


saya, banyak juga yang berbagi kecemasannya. Jutaan orang
telah memutuskan untuk membuang sesedikit mungkin waktu
mereka pada tahun ini, dan akhirnya gagal. Saya membayangkan
beberapa pembaca artikel ini yang segera membenci diri sendiri
setelah 10 menit dari hidup mereka terbuang gara-gara artikel
berjudul “Selebriti dengan Kulit Mengerikan.”

Sebagian orang mungkin berkata bahwa kenyataan ini


membuktikan kecondongan kita pada acara TV dan clickbait
ketimbang orang terkasih dan Tuhan. Tetapi, saya percaya bahwa
ini hanyalah kesalahan dalam pengambilan keputusan. Hari-
hari kita cenderung dipenuhi gangguan. Kita berpikir tentang
masa lalu dan masa depan ketimbang momen saat ini; mental
kita berada di satu tempat dan fisik kita di tempat lain. Tanpa
pikiran berkesadaran, kita begitu saja menghabiskan momen saat
ini untuk aktivitas yang bernilai rendah.

38
Ingin Merasa Lebih BAHAGIA? Mulai Berpikirlah Lebih Tentang KEMATIAN

Namun, jawabannya tak sesederhana resolusi untuk berhenti


membuang-buang waktu. Yang benar adalah menemukan cara
yang sistematis untuk menempatkan kelangkaan waktu dalam
kesadaran kita.

Jika memeditasikan mayat sedikit terlalu berlebihan, Anda


masih bisa menjalankan aneka kebijaksanaan Buddha yang lain
untuk seolah-olah melihat tahun ini sebagai tahun terakhir Anda.
Kemudian, tanpa penyesalan, singkirkan semua aktivitas, kecil
atau besar, yang rasanya takkan dilakukan jika tahun ini adalah
tahun terakhir Anda.

Ada banyak cara kreatif untuk melakukan tes ini. Misalnya,


jika Anda merencanakan liburan musim panas, pertimbangkan
apa yang akan Anda lakukan untuk 1-2 minggu ke depan jika
ini adalah kesempatan terakhir Anda untuk hidup. Dengan siapa
Anda akan berhubungan kembali dan menghabiskan waktu?
Apakah Anda akan mendiamkan jiwa dalam sebuah retret yang
sunyi, atau sebaliknya, malah menghabiskan waktu dengan
mabuk-mabukan di Cancún, Meksiko?

Jika tahun ini adalah tahun terakhir Anda, akankah Anda


dengan sia-sia menghabiskan satu jam berikutnya untuk memeriksa
media sosial, atau sebaliknya, akankah Anda membaca sesuatu
yang bisa membuat diri menjadi lebih baik? Akankah Anda
mengomentari artikel ini secara tajam, atau memakai waktu yang
tersisa untuk menelepon teman dan bertanya tentang kabarnya?
Hei, saya tak sedang menghakimi siapa pun di sini.

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa “tes tahun terakhir”


ini kurang praktis. Seorang kenalan saya bercanda seperti ini,
“Jika aku hanya punya setahun untuk hidup, aku akan menggesek
habis seluruh kartu kreditku.” Faktanya, ia mungkin takkan
melakukannya. Dalam sebuah makalah yang baru diterbitkan

39
Nutrisi Hati 4

jurnal ilmiah, PLOS One, dua psikolog meneliti bagaimana


orang-orang yang merenungi kematian melihat nilai uang. Kita
mungkin berasumsi bahwa ketika diingatkan tentang kematian,
manusia akan lebih menghargai pengeluaran saat ini ketimbang
pengeluaran di masa depan. Nyatanya tidak. Mengingat kematian
malah membuat responden tak lagi terlalu memikirkan uang.

Akankah kesadaran ihwal langkanya waktu membuat Anda


menjadi suram dan serius? Tidak juga. Faktanya, beberapa bukti
menunjukkan bahwa mengingat kematian akan membuat Anda
menjadi lebih lucu. Dua peneliti pada tahun 2013 menerbitkan
sebuah makalah ilmiah, dengan meminta sekelompok orang untuk
berpikir tentang kematian atau rasa sakit, kemudian meminta
mereka untuk menjelaskannya dengan kartun. Hasilnya: mereka
yang memikirkan kematian memiliki kartun yang lebih lucu.

Masih ada waktu untuk memikirkan kembali resolusi Anda.


Lupakan resolusi untuk diet dan menabung. Semua itu adalah
resolusi tahun baru untuk para amatir. Tahun ini, tingkatkan
prioritas Anda, dan barangkali Anda menjadi lebih lucu
dalam prosesnya: Hiduplah sehidup-hidupnya saat ini dengan
memeditasikan kematian Anda.

40
5

Kamu Telah Cukup Siap


Oleh Pema Khandro Rinpoche
Penerjemah: Kevin Angkasa, Liswindio Apendicaesar
Pema Khandro mengatakan, pada saat kita
mengetahui siapa kita, itulah langkah awal dari jalan
Bodhisatwa—hal yang perlu kita lakukan adalah
mengambil dan menempuh jalan tersebut.
P
ada suatu hari, beribu-ribu tahun sebelum terlahir sebagai
seorang pangeran, Shakyamuni terlahir di alam neraka.
Shakyamuni dipaksa untuk menarik kereta kuda menuju
api neraka. Melihat temannya (kuda) yang begitu menderita,
rasa welas asih tumbuh dalam diri Shakyamuni. Pada kisah
inilah, bodhicita tumbuh pertama kali dalam diri Shakyamuni
dan merupakan permulaan dari kisah dan perjuangannya untuk
mencapai penerangan sempurna. Kisah ini menunjukkan bahwa
belas kasih dapat tumbuh di mana pun kita berada meskipun
berada dalam neraka.

Kisah tersebut sangatlah mengesankan, dapat memberikan


contoh kapan dan bagaimana kita harus terdorong untuk
membantu yang lain. Kita lebih sering mendengar kisah saat
Shakyamuni menjadi Buddha, di mana dalam kisah tersebut
Shakyamuni digambarkan sebagai seseorang yang spesial,
rupawan, cerdas, kaya raya, pintar dalam olahraga dan
berwawasan tinggi. Dengan fisik yang begitu sempurna, seorang
Buddha harus mampu menolong orang lain. Namun, dalam
jataka yang merupakan kisah-kisah kehidupan lampau Buddha,
kita mengetahui kesempurnaan tersebut tidak datang begitu saja.
Demikianlah kita harus menggapai tujuan terakhir umat Buddha
(nirwana), yaitu dengan menghadapi semua penderitaan dalam
alam kehidupan mana pun termasuk di alam neraka.

Apa yang menyebabkan neraka sebagai tempat yang


tepat untuk membantu makhluk lain? Setiap Buddhis Tibet
mempraktikkan sumpah Bodhisatwa, yang di dalamnya diajarkan
untuk selalu membantu orang lain. Namun, dalam tradisi Tibet
terdapat pernyataan yang mengatakan bahwa kita tidak dapat
membantu orang lain sebelum kita menjadi bijaksana dan
tercerahkan agar niat baik yang ingin kita lakukan tidak salah
jalan. Jadi kapan waktu yang tepat untuk membantu orang lain

43
Nutrisi Hati 4

dan mengetahui apakah kita telah cukup bijaksana? Kita selalu


ingin menjadi individu yang lebih baik, tetapi kapan kita dianggap
cukup baik untuk menjalankan keinginan/sumpah Bodhisatwa
yang begitu mulia?

Pola pikir samsara adalah kita hanya bisa bahagia jika kita
menjadi seseorang yang lain dari diri kita saat ini. Suatu hari, di
suatu tempat, entah bagaimana—menjadi seorang yang berbeda.
Kita akan mampu melakukan lebih bila kita menjadi lebih pintar,
lebih kaya, lebih kurus, memiliki lebih banyak pengetahuan dan
kesempatan. Ini adalah kemelekatan terhadap konsep keakuan
yang akan melahirkan penderitaan (duka). Duka biasanya muncul
dalam bentuk ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan angan-angan
atas diri kita yang lebih baik dari saat ini. Karenanya Buddhisme
menawarkan jalan tengah yang dapat mengubah tujuan kita dari
keinginan sia-sia tentang diri yang ideal. Alih-alih kita berusaha untuk
menjadi sempurna, Buddhisme mengajarkan untuk memurnikan
tekad dan motivasi dari perbuatan kita, sehingga kita dapat
terbangun, datang, dan bertindak dengan cita-cita penerangan
sempurna—saat ini, di sini, sebagai diri kita apa adanya.

“Setiap praktisi Buddhis yang hebat dalam sejarah


Buddhisme akan mengetahui keterbatasan mereka dan
menggunakan keterbatasan itu menjadi keunggulan
mereka.”

Menjadi seseorang yang terikat oleh keterbatasan diri


merupakan sebuah halangan besar untuk melakukan tindakan
altruistis. Setiap praktisi Buddhis yang hebat, dalam sejarah
Buddhisme, akan mengetahui keterbatasan mereka dan
menggunakan keterbatasan itu menjadi keunggulan mereka. Hal
ini karena mereka tidak memiliki keraguan dalam Dharma. Dilgo

44
Kamu Telah Cukup Siap

Khyentse Rinpoche menuliskan hal ini dalam autobiografi yang


berjudul “Brilliant Moon”, sebagai berikut:

Tangan kebijaksanaan dan cinta kasih yang


menyelamatkanku dari jurang samsara dan nirwana
Tuan dari ratusan keluarga, unggul di antara para Buddha;
Guru yang sangat berharga, nahkoda dalam lautan
perlindungan;
Aku akan senantiasa melayanimu dalam samudra
semangatku...

Dilgo Kyentse Rinpoche menjalankan hal ini dengan


perenungan pada keterbatasannya secara sadar dan serius:

Dalam kasus saya, kekurangan saya bagaikan


tumpukan kotoran yang membuat gunung Meru terlihat
kecil, dan meskipun saya mampu menumbuhkan sebiji kecil
kualitas bajik, kualitas bajik tersebut tidak dapat bertahan,
layu, dan akhirnya mengering…sambil mencemari angin
dengan bau karma dan emosi saya, menyadari kekurangan
saya tanpa berusaha menyembunyikannya dari diri sendiri…

Jika guru agung Dilgo Khyentse Rinpoche merasakan bahwa


keterbatasan dirinya bagaikan “tumpukan kotoran”, bagaimana
dengan orang biasa seperti kita? Dan bagaimana mungkin
seseorang yang merasa begitu terpesona menghabiskan seluruh
hidupnya membantu orang lain, melayani Buddhadharma, dan
dengan begitu indahnya mencerminkan potensi tertinggi kita?

Dari hal ini kita dapat melihat suatu ciri yang baik dari para
praktisi Buddhis, yaitu meskipun menyadari keterbatasan diri kita,
kita tidak putus asa dan menyerah. Dengan semangat tinggi yang
tidak perlu dibatasi oleh berbagai konsep “diri (aku)”, kita akan

45
Nutrisi Hati 4

mampu melampaui keterbatasan kita untuk melakukan sesuatu


demi hal yang lebih besar dan baik. Hal ini memang lebih mudah
diucapkan daripada dilakukan—lagipula selain berasal dari dalam
diri sendiri, tuntutan atas kesempurnaan yang hampir mustahil
tersebut juga datang dari lingkungan kita.

Kita biasanya terjebak oleh pikiran-pikiran kita sendiri,


termakan oleh istilah guru baik/guru jahat, Buddhis baik/Buddhis
jahat. Dengan adanya istilah seperti itu kita akan menghadapi
sebuah pertempuran yang tidak akan habisnya antar sisi baik dan
sisi buruk yang ada di dalam diri kita. Hal ini akan menguras habis
energi kita, ataupun sebaliknya akan memberikan pengalaman
yang membuat kita merasa lebih hidup.

Dengan adanya kritik terhadap diri dan rasa takut berbuat


salah, kita akan terhanyut dalam diri kita sendiri. Bila kita
mempunyai tujuan hidup yang berlandaskan pada keakuan, maka
kita akan menemukan diri kita tenggelam dalam pusaran konsep
dualistik. Saya tidak dapat memberi tahu kamu seberapa banyak
kisah orang sukses, orang terkemuka yang takut bila orang lain
mengetahui mengenai siapa mereka sebenarnya dan para pelajar
yang telah mendapatkan kesuksesan duniawi berkata bahwa
betapa menderitanya mereka saat mereka merasa tidak layak
untuk mendapatkan kesuksesan tersebut, atau ketakutan apabila
mereka kehilangan sesuatu yang dengan susah payah mereka
dapatkan.

Di Barat, kita cenderung mengabaikan masalah ini dengan


menyebutnya sebagai masalah mengenai harga diri, rendahnya
kepercayaan diri, atau seperti yang saat ini sedang marak disebut
sebagai sindrom menjadi orang lain (ikut-ikutan, menjadi bukan
diri sendiri), tetapi masalah ini baru sekadar yang tampak pada
permukaan. Masalah yang sebenarnya adalah memercayai bahwa
ada diri yang berharga dan diri yang tidak berharga. Berharga/

46
Kamu Telah Cukup Siap

tidak berharga atau sempurna/tidak sempurna adalah narasi atau


konsep yang sama-sama salah. Dalam pandangan Buddhis, tidak
ada diri yang berharga/tidak, melainkan sesuatu yang lain, yaitu
keberadaan bodhicita sebagai kualitas intrinsik yang ada dalam
diri kita dan dasar kita untuk berwelas asih dalam mengambil
tindakan.

Pada awalnya, ajaran Buddha mengenai tanpa “aku”


terdengar membingungkan. Bagaimana kita mampu menumbuhkan
rasa percaya diri tanpa membangun ego yang kuat? Sebenarnya
prinsip tanpa “aku” merupakan cara untuk menghilangkan semua
konsep keakuan pada diri kita, yang melepaskan kita dari sumber
penderitaan. Hal ini mungkin bisa membawa kita pada nihilisme,
tapi karenanya Dzogchen menekankan pada kerangka berpikir
positif seperti mengenali sifat Kebuddhaan yang ada dalam diri
kita atau berpegang kepada kesadaran. Kita akan diarahkan
kepada kekuatan yang lebih mengakar dan terpercaya dalam diri
kita daripada konsep keakuan.

“Dengan tindakan yang disertai kesadaran penuh, kita dapat


menyelamatkan dunia.”

Untuk dapat menemukan kekuatan tersebut, kita harus


secara sadar mengembangkan bodhicita: batin yang tercerahkan,
keinginan untuk mencapai kesadaran tinggi agar bermanfaat bagi
semua makhluk. Di Tibet hal ini dikenal sebagai chang chub sem,
pencerahan yang dimiliki oleh “para pejuang pencerahan batin”.
Dengan adanya bodhicita, kita dapat menghilangkan dualisme
antara individu (being) dan tindakannya (doing); keduanya dapat
menjadi satu-kesatuan. Ketika tindakan kita berasal dari dalam,
maka tindakan tersebut muncul dengan tulus dan apa adanya
dari karakter sejati kita. Dengan tindakan yang disertai kesadaran
penuh, kita dapat menyelamatkan dunia.

47
Nutrisi Hati 4

Kisah hidup mengenai Yeshe Tsogyal, wanita yang mencapai


Kebuddhaan dari Tibet merupakan sebuah contoh yang luar
biasa dalam hal ini. Yeshe Tsogyal mencapai Kebuddhaan dengan
menguasai kemarahan yang ada dalam dirinya, sehingga dia
mampu membantu makhluk yang ada pada 7 alam semesta di
sepuluh arah. Kapasitas beliau pun semakin bertambah ketika dia
mampu menguasai arus pikiran dalam dirinya dan menghilangkan
kemelekatan. Dari kisah hidup Yeshe Tsogyal, kita mengetahui
bahwa semakin kita mengatasi racun-racun pikiran kita, maka kita
dapat memenuhi tujuan hidup yang lebih besar.

Kita cenderung berpikir bahwa terdapat perbedaan besar


antara kita dengan para Guru Besar dalam Buddhisme. Namun,
bila melihat kisah hidup Yeshe Tsogyal, bahkan keberadaan beliau
terus-menerus berganti antara mencapai realisasi Kebuddhaan dan
sebagai seorang manusia biasa yang mengalami masalah-masalah
dunia. Dalam satu kisah, beliau menyatakan bahwa dirinya adalah
perwujudan dari Wajradhara (Buddha yang ada sejak awal), dan di
saat bersamaan dalam prosesnya mencapai penerangan sempurna,
Yeshe Tsogyal mengatakan dia adalah seorang wanita yang pemalu
yang kurang memiliki keterampilan dan penuh keraguan yang besar
bahwa dia tidak dapat menyelesaikan perjalanan ini dan mencapai
penerangan sempurna.

Dalam ajaran Dzogchen yang disampaikan oleh Yeshe


Tsogyal mengatakan bahwa kita semua memiliki benih-benih
yang diperlukan untuk menjadi seorang Buddha. Benih-benih
Kebuddhaan ini disembunyikan dari kita oleh pola pikir yang
melekat pada konsep keakuan. Hal ini mungkin sulit untuk
dipahami. Apa yang dimaksud dengan menjadi Buddha sekaligus
menjadi manusia biasa dalam tubuh yang sama?

Dari kisah Yeshe Tsogyal, kita dapat melihat bahwa


perjalanan mencapai Kebuddhaan bukanlah sebuah perjalanan

48
Kamu Telah Cukup Siap

linier sempurna dari kebodohan batin dan kumpulan karma


menjadi seorang Buddha yang tercerahkan. Karakter Yeshe
Tsogyal terombang-ambing dalam perjalanannya. Namun, satu
hal yang tidak terombang-ambing, tidak berubah sepanjang
latihan, proses pendewasaan, dan akhirnya pencapaian
Kebuddhaannya, yaitu motivasi dan keinginannya yang sangat
kuat untuk menolong makhluk lain. Dan kisah Yeshe Tsogyal telah
menjawab pertanyaan bagaimana seorang manusia biasa dapat
mengatasi dualitas kebijaksanaan dan kebingungan yang berada
dalam batin, yaitu dengan adanya bodhicita, motivasi altruistik
(tidak terdapat kepentingan pribadi) untuk mencapai penerangan
sempurna.

Kalimat “semoga semua makhluk dapat terbebas dari


penderitaan” bukanlah sebatas doa yang akan terkabulkan dari
langit, melainkan sebuah pernyataan eksplisit tentang tanggung
jawab universal, sebuah deklarasi bahwa kita akan secara aktif
menolong makhluk lain. Hal ini dimulai dengan berusaha untuk
melatih diri menuju penerangan batin. Namun, seperti pertanyaan
sebelumnya, siapa kita sehingga merasa diri kita pantas untuk
menyelamatkan makhluk lain? Tentu saja Buddha dan Yeshe
Tsogyal memang pantas untuk menyelamatkan makhluk lain
karena mereka telah mencapai penerangan sempurna dan mampu
menguasai emosi dan kemelekatan mereka. Bagaimana dengan
kita? Pada saat apa tanggung jawab seorang Bodhisatwa muncul
dalam proses kita berlatih menuju penerangan sempurna?

Mudah saja berpikir bahwa sumpah Bodhisatwa adalah


praktik bagi orang yang lebih bijaksana dan tercerahkan daripada
kita. Buddhisme memang tampaknya memiliki pesan yang cukup
rumit dalam hal ini: di satu sisi, kita harus mencapai penerangan
sempurna secara mutlak jika kita ingin memiliki kebijaksanaan
untuk menolong semua makhluk; di sisi lain, kita harus bertindak

49
Nutrisi Hati 4

saat ini juga sebab kita telah terlahir di dunia yang membutuhkan
pertolongan kita segera mungkin.

Pada kenyataannya kita akan melakukan berbagai macam


tindakan sepanjang hidup kita setiap saat. Karena kita tidak
mungkin tidak melakukan apa pun selagi hidup, karena kita
berkomitmen untuk melakukan perbuatan baik, dan karena
bahkan bentuk-bentuk pikiran kita pun memiliki konsekuensi, kita
harus mempertimbangkan manfaat dan kerugian dari perbuatan
kita baik yang secara aktif ataupun pasif. Hal inilah yang mendasari
etika dalam ajaran Buddha.

Mungkin kita berpikir bahwa untuk mengambil sumpah


Bodhisatwa, maka lebih baik kita berada di lingkungan yang
nyaman yang memudahkan kita mempraktikkan sumpah
Bodhisatwa tersebut. Namun, Buddhisme mengajarkan agar kita
selalu bersikap altruistis dalam situasi apa pun yang kita hadapi.
Seperti yang terjadi pada Yeshe Tsogyal, di mana beliau diculik,
dipukul, dirampok, dianiaya, diracuni oleh musuh-musuhnya,
diasingkan sampai dua kali, dan bahkan beliau diperkosa.
Mengetahui kisah tersebut, sulit membayangkan situasi yang lebih
sulit dalam mempraktikkan Dharma.

“Ketika tekad untuk mencapai penerangan sempurna


sangat kuat dan tidak tergoyahkan, pada saat itulah dasar-
dasar pikiran yang mendalam muncul dan memancarkan
keagungannya.”

Apa yang memampukan Yeshe Tsogyal untuk bertindak


bukanlah situasinya, melainkan kesetiaannya pada motivasinya
yang murni. Dengan melewati semua penderitaannya, beliau tidak
pernah berhenti bekerja demi kebahagiaan bagi semua makhluk—
termasuk mereka yang telah menyiksanya. Kesulitan yang besar
justru bertransformasi menjadi dorongan atau katalis di jalan

50
Kamu Telah Cukup Siap

menuju pencerahan. Pesan yang disampaikan dalam situasi ekstrem


ini adalah, ketika tekad untuk mencapai penerangan sempurna
sangat kuat dan tidak tergoyahkan, pada saat itulah dasar-dasar
pikiran yang mendalam muncul dan memancarkan keagungannya.

Jadi apa yang harus kita lakukan saat Kebuddhaan kita


masih tertidur? Kita harus bertindak dengan tujuan mencapai
penerangan sempurna. Perhatikan motif atau landasan tindakan kita.
Bertindaklah selalu dengan landasan bodhicita. Peganglah teguh
sumpah Bodhisatwa dekat dengan hati kita—di setiap waktu, dalam
situasi apa pun. Dengan demikian kita bisa memiliki kepercayaan
diri, kedamaian pikiran, dalam hal apa pun yang kita lakukan.
Disiplin dan komitmen yang kita praktikkan setiap hari, baik oleh
para Lama dan pemula, adalah untuk menolong makhluk lain sebaik
mungkin. Karenanya, kita akan menemukan hidup dalam pelayanan
demi membebaskan makhluk lain dari penderitaan dan membawa
pencerahan bagi dunia—sekalipun kita belum sepenuhnya menjadi
orang baik, terkadang masih melakukan keburukan, atau berada
dalam kesadaran tanpa “aku”, dan juga mengalami kebingungan
dan penderitaan atas masalah kita sendiri.

Hal yang tidak boleh lepas atau goyah dari pelatihan kita
adalah keinginan kita untuk mencapai penerangan sempurna.
Bertindak dengan keinginan untuk mencapai penerangan
sempurna adalah praktik yang mulia karena hal tersebut sesuai
dengan diri kita sesungguhnya yang memiliki bibit Kebuddhaan.
Untuk bisa menerima realita, maka kita harus menerima bahwa kita
sesungguhnya adalah kekosongan sekaligus keberadaan yang utuh,
dan kita adalah welas asih yang agung. Diri kita yang sejati adalah
seorang Buddha yang tidak berbeda dari Yeshe Tsogyal. Kita adalah
keberadaan, kekosongan, dan welas asih.

Pada saat dan kondisi seperti ini, pilihan apa yang akan
memperkuat bodhicita kita? Pilihan mana yang akan menunjukkan

51
Nutrisi Hati 4

cita-cita luhur kita untuk menyelamatkan semua makhluk? Pilihan


mana yang akan membebaskan semua makhluk dari penderitaan?
Mungkin saat ini hal tersebut terdengar terlalu besar bagi kita, tapi
kalau kita berusaha sekeras mungkin maka aspirasi agung tersebut
dapat terpenuhi. Kita akan menemukan kebahagiaan dalam cita-
cita penerangan sempurna tersebut.

“Ketika kita bertindak berdasarkan bodhicita, kita terhubung


dengan sifat sejati kita—dan dengan seluruh semesta.”

Jika kita menganggap bahwa jalan mencapai Kebuddhaan


merupakan sebuah jalan yang tidak dapat kita gapai, maka apa
yang akan sebenarnya kita tuju dalam hidup ini? Situasi apa
yang saat ini kita miliki yang kita yakini dapat diandalkan? Dalam
ajaran Dzogchen, kita mempelajari bahwa sifat sejati kita adalah
bodhicita. Ketika kita bertindak berdasarkan bodhicita, kita
terhubung dengan sifat sejati kita—dan dengan seluruh semesta.
Ketika kita menyentuh tanah, kita menghilangkan ego, semua
batasan akan lenyap, dan sifat Kebuddhaan akan bermanifestasi
ke dalam aktivitas kita sehari-hari. Tidak ada lagi duka. Inilah yang
dikatakan sebagai mahasukkha, kebahagiaan besar dalam hidup.

Jika kita menyadari sifat Buddha dalam diri kita walau hanya
sebagian, dan percaya bahwa batin Buddha telah meresap penuh
dalam diri kita, maka kita tidak lagi akan merasa bahwa untuk
membantu yang lain kita harus menjadi individu yang sempurna.
Kita seharusnya melakukan yang terbaik sebagai diri kita apa
adanya saat ini, dan menemukan jalan menuju penerangan
sempurna di mana pun kita berada. Dunia ini membutuhkan kita
sekarang juga. Makhluk lain membutuhkan pertolongan terbaik
kita. Tujuan hidup kita adalah untuk terbangun, datang, dan
penuhi panggilan tersebut.

Dapatkah kamu mendengarnya?

52
6

Kebahagiaan Tertinggi:
Sebuah Wawancara Eksklusif Dengan
Dalai Lama
Oleh Melvin McLeod
Penerjemah: Arkan Tanriwa
Dalam wawancara eksklusif ini, Dalai Lama
membahas kebaikan manusia, mengapa diri ini
sebenarnya tidak ada (dan juga ada pada waktu
yang bersamaan), serta bagaimana kita dapat meraih
kebahagiaan dengan mengasihi orang lain.
M
enurut saya, setiap orang yang telah bertemu dengan
Dalai Lama akan merasa hidupnya berubah secara
positif. Yang pasti, saya merasa demikian. Menghabiskan
waktu dengannya selama satu jam untuk berbicara mengenai
kehidupan, sifat manusia, dan Buddhisme adalah pengalaman
yang mengubah hidup saya. Saat saya membuat tulisan ini
beberapa minggu kemudian, antusiasme saya masih belum hilang.

Mengapa Dalai Lama dapat menyentuh hati banyak orang,


bukan hanya yang beliau temui secara pribadi tetapi juga ratusan
juta orang di seluruh dunia yang mendapatkan inspirasi dari
pesan kebijaksanaan dan kebaikannya? Saya pikir, beliau mampu
menyentuh hati banyak orang karena beliau tak memandang kita
secara berbeda, melainkan dalam kesamaan kita semua sebagai
manusia. Beliau membuka hati kita dan menyentuh angan
terdalam kita akan kehidupan yang bahagia dan penuh cinta
kasih. Beliau membuat kita merasa bahwa semua ini dapat kita
lakukan dalam hidup kita sekarang.

Sebelum wawancara ini dimulai, saya menyaksikan Yang


Maha Suci Dalai Lama menyambut orang-orang di halaman
depan. Ia menerima semua orang, baik yang muda, tua, orang
Tibet, orang India, orang Barat, kaya, miskin; dan orang-orang itu
pun menerima beliau. Saya juga menyaksikan hubungan beliau
yang dalam dengan rakyat Tibet saat beliau menyambut dan
memberkati sekelompok orang yang sudah datang jauh-jauh dari
kampung halaman untuk bertemu dengan pemimpin nasional dan
spiritualnya. Saat mereka menangis, beliau menyampaikan cinta
kasih dan perhatiannya untuk mereka. Sebuah pemandangan
yang amat menyentuh. Saya pun masuk ke dalam ruangan untuk
mempersiapkan wawancara yang mengubah hidup saya.

-- Melvin McLeod
Ketua Editor Lion’s Roar

55
Nutrisi Hati 4

Melvin McLeod: Yang Maha Suci, atas nama saya pribadi dan
pembaca kami, terima kasih untuk kebijaksanaan yang akan Anda
bagikan.

Banyak orang di Dunia Barat diajarkan untuk memilih antara


kebahagiaan diri sendiri dan kebahagiaan orang lain. Selain itu,
dikatakan pula kepada mereka bahwa pilihan yang bermoral dan
benar adalah mengorbankan kebahagiaan diri sendiri.

Konflik yang saya sampaikan ini, yakni mengenai kebahagiaan diri


sendiri versus kebahagiaan orang lain, tak ada dalam Buddhisme.
Buddhisme mengajarkan bahwa praktik Dharma akan membawa
kebahagiaan kepada diri sendiri dan orang lain pada waktu yang
bersamaan. Bagaimanakah seharusnya kita memandang ini:
bahwa menjadi bahagia tidaklah egois, dan membahagiakan diri
sendiri juga dapat membuat orang lain berbahagia pada waktu
yang bersamaan?

Yang Maha Suci: Sebenarnya tak ada konflik, karena


membahagiakan orang lain adalah cara terbaik untuk meraih
kebahagiaan bagi diri sendiri. Kita mungkin akan tampak lebih
mementingkan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaan
diri sendiri, tetapi faktanya adalah: kitalah yang akan meraih hasil
yang maksimum.

Sumber dari jiwa yang bahagia dan tubuh yang sehat adalah sikap
mental kita sendiri. Jika kita hanya memikirkan diri sendiri atau
bersikap sangat egois, kita akan merasa amat gelisah, kesepian,
ketakutan, dan marah. Ini semua sangat buruk untuk kesehatan
jiwa dan tubuh kita. Para ilmuwan mengatakan bahwa rasa takut
dan marah yang berkepanjangan dapat merusak sistem kekebalan
tubuh.

Manusia adalah makhluk sosial. Kebahagiaan seorang individu


tergantung pada masyarakatnya. Lawan dari kebahagiaan itu

56
Kebahagiaan Tertinggi

adalah sikap egois yang ekstrem, yakni menjauhkan diri dari


orang lain karena menganggap diri sendiri lebih penting.

Sikap yang berlawanan dengan ini adalah kepedulian terhadap


kebahagiaan orang lain. Sikap ini adalah lawan dari pemikiran
yang sempit dan egois. Secara logis, semua hal yang berakar
dari sikap egois akan berkurang dampaknya ketika kita mulai
peduli terhadap kebahagiaan orang lain. Misalnya, perhatikanlah
cara manusia tersenyum. Ketika kita melihat orang-orang yang
tersenyum pada orang lain dengan mudah dan alamiah, kita
melihat bahwa hidup mereka lebih damai. Akan tetapi, ketika
orang-orang menunjukkan senyum palsu, menurut saya itu artinya
mereka merasa sedikit jauh dari orang lain.

Anak-anak yang mendapat banyak welas asih dari orang tua dan
teman-teman mereka biasanya amat bahagia, tetapi kalau orang
tua mereka bersikap negatif atau menghukum, mereka akan
merasa tidak bahagia. Hal ini adalah sifat manusia. Kita tidak
perlu filsafat, tidak perlu riset; semua orang merasakan hal ini
sejak mereka dilahirkan.

Saya sering mengatakan kepada orang-orang bahwa guru pertama


yang mengajari saya welas asih adalah ibu. Kalau ibu saya bukan
orang yang mengasihi saya, mungkin saya sudah menjadi orang
yang berbeda, orang yang penuh kecurigaan dan ketakutan.
Untungnya, ibu saya adalah orang yang amat, amat penuh
dengan welas asih; saya menerima welas asih dan kebaikan yang
maksimum darinya. Ini berlaku bagi semua manusia.

Dengan demikian, kesimpulannya adalah: welas asih dan sikap


peduli terhadap kebahagiaan orang lain adalah cara terbaik untuk
meraih hidup bahagia, tubuh yang sehat, serta umur yang lebih
panjang bagi diri kita sendiri. Kita tidak perlu obat-obatan atau
zat penenang jika memiliki welas asih yang melimpah dalam hati.

57
Nutrisi Hati 4

Itulah yang saya praktikkan, dan saya merasakan banyak kebaikan


bagi diri saya pribadi.

Melvin McLeod: Ketika saya duduk sedekat ini dengan Anda,


Yang Maha Suci, harus saya katakan bahwa saya tidak pernah
melihat orang yang hampir berumur 80 tahun namun tampak
begitu muda dan sehat. Jadi, Anda sendiri adalah bukti ajaran
Anda. [Dalai Lama tertawa]

Yang Maha Suci: Ya, mungkin saya telah mengonsumsi obat


tertentu, tetapi itu rahasia. [Tertawa]

Melvin McLeod: Kami takkan bilang pada siapa pun. Banyak


orang, khususnya di Dunia Barat, meragukan kebaikan dalam diri
mereka sendiri; tetapi Buddhisme menyatakan bahwa kita semua
memiliki hakikat-Buddha dalam diri, dan sifat manusia pada
dasarnya adalah baik dan penuh cinta kasih. Bagaimana cara Anda
menjelaskan kepada orang-orang, yang tentunya menghadapi
penderitaan dan ketidakadilan di dunia serta masalah-masalah
mereka sendiri, bahwa mereka sebenarnya baik?

Yang Maha Suci: Kita hanya perlu melihat anak-anak,


yang tersenyum dan senang bermain. Mereka tidak pernah
mengacuhkan perbedaan, seperti perbedaan agama atau latar
belakang keluarga. Kemudian, secara perlahan, ketika mereka
tumbuh dewasa, semakin hari mereka semakin peduli terhadap
perbedaan kebangsaan, agama, kelas. Saya merasa bahwa
perbedaan-perbedaan tersebut adalah perbedaan sekunder.
Sebetulnya, tujuh miliar manusia yang ada di bumi ini semuanya
pada dasarnya sama: sebagai manusia, kita semua menginginkan
welas asih dan kebahagiaan.

“Sifat dasar manusia pada dasarnya adalah penuh welas


asih dan baik. Melihat kenyataan itu, tujuh miliar manusia
adalah sama. Kita semua adalah saudara dan saudari.”

58
Kebahagiaan Tertinggi

Ada beberapa ilmuwan yang melakukan sebuah


eksperimen. Dalam eksperimen tersebut, mereka
menunjukkan figur-figur kar tun kepada anak-anak. Ketika
mereka menunjukkan kar tun anak-anak lain yang sedang
bermain dan membantu sesama, anak-anak itu amat
bahagia. Akan tetapi, ketika mereka melihat kar tun yang
menunjukkan orang-orang sedang menyakiti orang lain,
mereka merasa tidak senang dan menjauhkan diri.

Anak-anak itu baru berumur dua atau tiga tahun. Ada ilmuwan
yang mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa sifat
dasar manusia pada dasarnya adalah penuh welas asih dan baik.
Jadi, saya rasa, secara mendasar, semua tujuh miliar manusia itu
sama. Kita semua adalah saudara.

Kemudian, di tingkat sekunder, ya, terdapat perbedaan. Misalnya,


perbedaan ras, negara, sistem, agama. Terlalu banyak perbedaan.
Saya rasa semua masalah buatan manusia yang kita alami berakar
pada perbedaan sekunder ini. Akan tetapi, kalau kita menyelam
lebih jauh hingga ke dasarnya, tidak ada lagi batasan. Kita semua
adalah makhluk manusia yang sama. Semua orang lahir dari
seorang ibu dan ketika mereka tumbuh, mereka butuh welas asih
manusia. Sama!

Saya rasa sistem pendidikan yang ada sekarang belum cukup


menjelaskan ihwal nilai dasar kemanusiaan. Biasanya, kalau kita
berbicara mengenai nilai, nilai-nilai tersebut disampaikan dalam
konteks agama dan kepercayaan. Akan tetapi, sesungguhnya
kita dapat berbicara mengenai nilai dasar kemanusiaan tanpa
menyentuh agama. Kita dapat berbicara mengenai welas asih
orang tua, faktor biologis, dan fakta bahwa kita adalah makhluk
sosial. Melalui jalur ini, kita dapat mengajarkan orang-orang
tentang nilai dasar kemanusiaan.

59
Nutrisi Hati 4

Ketika anak-anak masih amat muda, nilai-nilai dasar kemanusiaan


seperti cinta kasih dan welas asih ini masih segar dalam batin
mereka. Kemudian mereka pergi ke sekolah, dan nilai-nilai ini
tidak dibahas lagi. Saya rasa sistem pendidikan yang ada sekarang
terlalu mementingkan uang dan nilai material. Setelah beberapa
generasi manusia melewati sistem pendidikan semacam ini, hidup
perlahan-lahan terasa semakin materialistis. Kemudian, ketika nilai-
nilai ini akhirnya dibicarakan, konteksnya adalah dalam agama.
Rasanya hampir seperti memaksa diri untuk mempraktikkan welas
asih atau kebaikan hati.

Menurut saya, ini semua berakar pada tiadanya pengertian akan


apa yang kita, sebagai manusia, perlukan secara mendasar: welas
asih dan kebaikan. Pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus
pada pengembangan otak kita yang menakjubkan. Kita juga perlu
welas asih. Ini adalah pandangan saya.

Melvin McLeod: Apakah mungkin bagi kita untuk mengasihi


atau berempati terhadap orang lain tanpa memahami konsep
ketiadaan diri? Selain ajaran mengenai welas asih, seberapa
pentingkah bagi kita untuk mengajarkan pula mengenai ketiadaan
diri, atau setidaknya ego yang dikurangi?

Yang Maha Suci: Di dunia ini, dalam agama-agama yang berbeda,


terdapat tradisi teistis dan non-teistis. Metode agama-agama
teistis adalah kepercayaan terhadap Tuhan, Pencipta, Cinta tanpa
batas. Demikianlah metode mereka untuk meningkatkan praktik
cinta kasih. Kita diciptakan oleh Tuhan yang menakjubkan, yang
penuh dengan welas asih dan mencintai tanpa batas, dan hal ini
memberi kita tenaga dan keberanian. Karena Tuhan menciptakan
kita, kita memiliki semangat cinta kasih yang sama dalam diri kita.
Pendekatan ini sangat ampuh.

60
Kebahagiaan Tertinggi

Dalam agama-agama non-teistis, penekanannya adalah pada


diri sendiri. Dalam agama-agama seperti ini, tak ada Tuhan atau
Pencipta. Kitalah Sang Pencipta. Jadi, semua hal baik atau buruk
yang terjadi adalah tanggung jawab kita. Sebagaimana dikatakan
pula oleh Sang Buddha: Anda adalah Tuan bagi diri sendiri.

Anda menyebut ketiadaan diri, atau ego yang dikurangi. [Tertawa]


Kalau Anda benar-benar ingin mengembangkan altruisme dan
mengurangi egoisme, Anda perlu kesadaran diri yang tajam!

Kita perlu memahami penjelasan Buddhisme mengenai ketiadaan


diri. Buddhisme menyatakan bahwa kita tak memiliki roh.
Ketiadaan diri maksudnya adalah: kita tak memiliki diri yang
terlepas dari hal-hal lain, diri yang berdiri sendiri dan permanen.
Diri semacam itu tak ada. Itulah yang dimaksud Buddhisme
mengenai ketiadaan diri.

“Dalam pandangan Buddhisme, semua perasaan negatif


seperti kemarahan dan kemelekatan terkait erat dengan
pandangan yang keliru bahwa di dalam diri kita terdapat
sebuah “Aku” yang keras dan tak dapat dipengaruhi oleh
hal-hal lain.”

Namun, hal ini bukan berarti menafikan eksistensi diri. Diri itu ada.
Tak ada yang dapat menampik hal itu. [Tertawa] Sebagaimana
yang saya katakan sebelumnya, ketika kita mencoba untuk
memperbaiki diri sendiri, ketika kita mencoba mengurangi
perasaan-perasaan yang destruktif, kita perlu kesadaran diri
yang tinggi. Kita perlu merasa: “Saya bisa melakukan ini. Saya
bisa mengubah batin saya. Saya bisa mengurangi rasa marah,
kebencian, dan jarak saya dengan orang lain.” Untuk itu, Kita
perlu kesadaran diri yang kuat.

61
Nutrisi Hati 4

Melvin McLeod: Tetapi tidak dalam artian diri atau roh yang
permanen.

Yang Maha Suci: Diri yang terlepas dari hal-hal lain dan
permanen itu tidak ada. Kalau kita tak menerima hal ini, kita tak
mungkin mengubah dan memperbaiki diri sendiri.

Dalam pandangan Buddhisme, semua perasaan negatif seperti


kemarahan dan kemelekatan terkait erat dengan pandangan yang
keliru bahwa di dalam diri kita terdapat sebuah “Aku” yang keras
dan tak dapat dipengaruhi oleh hal-hal lain. Ketika kita menyadari
bahwa kita sebenarnya tidak memiliki diri yang terlepas dari hal-hal
lain, berdiri sendiri, dan permanen, kita akan mampu mengurangi
kekuatan dari perasaan-perasaan negatif tersebut.

Karena kita merasa bahwa kita memiliki kedirian yang terlepas


dari hal-hal lain, sesuatu yang amat keras, kita kemudian turut
meyakini bahwa objek-objek kemarahan dan keterikatan kita juga
absolut dan terlepas dari hal-hal lain. Kita tidak melihat objek-
objek itu sebagai hal yang relatif dan terkait dengan faktor-faktor
lain. Sikap negatif yang dikeluarkan musuh kita tampak sebagai
suatu hal yang absolut, terlepas dari hal-hal lain; dan kita marah
karenanya.

Setelah kita menyadari hal tersebut, kita dapat mengurangi kondisi-


kondisi yang membuat kita memiliki musuh. Kita akan dapat
melihat bahwa sesungguhnya kita pun berkontribusi terhadap
situasi ini melalui sikap kita sendiri. Kita kemudian menyadari
bahwa, “Oh, orang ini marah kepada saya karena saya turut
berkontribusi dalam menciptakan situasi ini.” Dengan demikian,
kita tidak menyalahkan orang tersebut sepenuhnya. Hal ini akan
mengurangi amarah kita.

Melvin McLeod: Saya pernah membaca sebuah pernyataan


yang menurut saya merupakan kesimpulan terbaik mengenai

62
Kebahagiaan Tertinggi

praktik Buddhisme. Kalimatnya seperti ini: Buddhisme adalah


pengembangan kesadaran batin. Menurut Anda, apakah definisi
dasar dari praktik Buddhisme?

Yang Maha Suci: Menurut saya, praktik Buddhisme adalah


menggunakan kepintaran manusia hingga titik maksimum
dan mengubah perasaan-perasaan destruktif kita dengan cara
itu. Seperti agama-agama lain, Buddhisme juga menekankan
pentingnya iman, tetapi iman juga perlu digabungkan dengan
kebijaksanaan. Dengan cara yang sama, cinta kasih dan welas
asih juga perlu digabungkan dengan kebijaksanaan.

Dalam Buddhisme, khususnya tradisi Nalanda yang merupakan


asal-usul saya, kepintaran atau akal budi memegang peranan
yang amat penting. Buddha adalah seorang filsuf dan pemikir
yang hebat; beliau juga merupakan seorang ilmuwan. Beliau
mengatakan bahwa muridnya tidak seharusnya menerima
ajarannya melalui iman semata, tetapi mesti melalui proses
penyelidikan dan eksperimen yang teliti. Dengan demikian, dalam
tradisi Buddhisme, proses penyelidikan, pemikiran, serta bukti
juga merupakan faktor-faktor penting. Pada akhirnya, semua itu
akan memunculkan iman.

Bertahun-tahun yang lalu, saya mengatakan kepada seorang teman


Buddhis saya dari Barat bahwa saya ingin berdiskusi lebih serius
dengan para ilmuwan. Teman saya meminta saya untuk berhati-
hati karena sains adalah pembunuh agama. Kemudian, saya
merenungi ucapan Buddha, bahwa seseorang tidak seharusnya
menerima ajaran apa pun hanya karena iman atau rasa hormat,
melainkan mesti melalui proses penyelidikan yang teliti.

Sains adalah sebuah metode untuk menyelidiki kenyataan.


Para ilmuwan ini mirip dengan pelajar Buddhis awal, misalnya
Nagarjuna. Mereka juga menyelidiki! Sains Barat pada umumnya

63
Nutrisi Hati 4

berfokus untuk menyelidiki dunia fisik atau material, bukan batin.


Akan tetapi, kini, di paruh kedua ke-20, emosi dan kesadaran
perlahan-lahan menjadi subjek penelitian sains. Kita bahkan
perlu menyelidiki ajaran Buddha itu sendiri! Buddha mungkin
menyatakan sesuatu dalam teks-teks tertentu, tetapi sesuatu itu
tak boleh kita terima apabila ternyata berlawanan dengan bukti
ilmiah yang ada.

Melvin McLeod: Kini semakin banyak orang di Barat yang


melakukan meditasi berkesadaran bukan sebagai praktik spiritual,
tetapi karena meditasi tersebut memiliki keuntungan yang konkret
bagi kehidupan mereka dan masyarakat. Banyak teknik meditasi
ini yang berakar pada atau mirip dengan meditasi Buddhis.
Sebagai guru Buddhis yang mungkin paling terkenal di dunia, apa
pendapat Anda mengenai gerakan sekuler ini?

Yang Maha Suci: Kaum Buddhis secara umum dan khususnya


kami, pengikut tradisi Mahayana, berdoa untuk kebahagiaan seluruh
makhluk. Kalau kita benar-benar peduli terhadap kesejahteraan
orang lain, maka kita takkan memanfaatkan, mengganggu, atau
menipu orang lain, berhubung kita benar-benar memedulikan
kebahagiaan mereka. Secara umum, kepedulian terhadap
kebahagiaan orang lain ini adalah cinta kasih atau kasih sayang.

Kini, terdapat setidaknya tujuh miliar orang di planet ini, dan kita
terkait dengan mereka semua, baik secara langsung maupun tidak.
Masa depan kita tergantung pada kebahagiaan seluruh tujuh miliar
manusia ini, dan kalau kita punya cara untuk berkontribusi terhadap
kebahagiaan umat manusia, tentu cara tersebut harus kita lakukan.

Di antara tujuh miliar manusia ini, sekitar enam miliar manusia


adalah kaum beragama dan sekitar satu miliar adalah kaum tak
beragama. Meditasi memang hadir dari tradisi keagamaan, tetapi
kalau orang lain menemukan manfaatnya ketika digunakan

64
Kebahagiaan Tertinggi

secara sekuler, tentu hal tersebut sangat baik. Misalnya, lihatlah


yoga: datang dari tradisi keagamaan, tetapi sekarang digunakan
untuk memperbaiki kesehatan. Meditasi berkesadaran dapat
mempertajam pikiran dan meningkatkan kemampuan Anda untuk
menyelidiki. Hal ini sangat berguna dan menurut saya amat baik.

Melvin McLeod: Saya ingin menutup dengan menanyakan


kepopuleran Anda di kancah global. Saya pikir Anda mungkin
adalah orang dengan kesan paling positif di dunia ini. Apa saja hal-
hal dalam ajaran atau kepribadian Anda yang dapat menyentuh
hati banyak orang?

Yang Maha Suci: Ketika saya bertemu dengan orang lain atau
memberi ajaran, saya selalu menekankan bahwa kita semua sama
sebagai manusia. Mungkin saya juga pernah mengalami kesulitan
dalam hidup saya, jadi saya pun memiliki beberapa pengalaman
yang dapat saya bagikan pada orang lain. Selain itu, kita semua
sama. Ketika memberi ajaran, saya selalu menekankan bahwa
saya bukanlah siapa-siapa. Ketika saya berbicara di depan umum,
saya tidak pernah mempertimbangkan bahwa saya adalah seorang
Buddhis. Tidak. Sama. Kita adalah manusia yang sama.

Hal ini akan segera mendekatkan kita semua. Kalau saya


menekankan bahwa saya adalah orang yang spesial, misalnya
kalau saya katakan “Saya adalah Dalai Lama ke-14,” [tertawa] hal
ini akan segera menciptakan jarak. Kalau saya berpura-pura bahwa
saya adalah orang yang sangat spesial, itu artinya saya sedang
menipu diri saya sendiri. Terkadang, orang Tibet memperlakukan
saya dengan sedikit formal. Saya tidak menyukai hal itu.

“Keputusan untuk menerima iman agama atau tidak adalah


keputusan masing-masing. Akan tetapi, setelah kita menerima
sebuah tradisi spiritual tertentu, tradisi spiritual apa pun, kita
harus menjalaninya dengan serius dan sungguh-sungguh.”

65
Nutrisi Hati 4

Saya berpikir tentang Buddha. Saya merasa beliau pasti adalah


orang yang sangat biasa. Ketika beliau pergi keluar dengan
sekelompok biksu untuk meminta derma, saya pikir beliau pasti
sering pergi tanpa mengenakan alas kaki. Suatu hari, di Thailand,
saya pernah bertemu dengan seorang biksu dan pelajar Buddhisme
yang hebat bernama Buddhadhasa. Saya melihat sebuah pohon
besar dengan batu di bawahnya, tempat ia memberi ajaran kepada
murid-muridnya. Guru-guru hebat ini, seperti Buddha sendiri
atau Nagarjuna, memberi ajaran-ajaran mereka yang luar biasa
dengan cara-cara yang sungguh biasa. Para lama Tibet, termasuk
saya, punya takhta tinggi yang banyak dihias, tapi mungkin ajaran
kami adakalanya keliru. [Tertawa]

Melvin McLeod: Yang Maha Suci, apakah Anda punya pesan


terakhir untuk kami?

Yang Maha Suci: Keputusan untuk menerima iman agama atau


tidak adalah keputusan masing-masing. Akan tetapi, setelah kita
menerima sebuah tradisi spiritual tertentu, tradisi spiritual apa
pun, kita harus menjalaninya dengan serius. Kita harus tulus
mengikutinya dan tidak banyak meminta atau mengatur.

Pahamilah bahwa kita perlu mengikuti sebuah jalur spiritual dengan


kehendak yang kuat dan ketekunan. Pengembangan mental
memang memerlukan waktu, tidak seperti mesin. Perjalanannya
bisa memakan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan,
bertahun-tahun, bahkan berdekade-dekade.

Jadi, saudara-saudara spiritual saya, setelah Anda mengikuti


tradisi apa pun, Anda perlu mengikutinya dengan serius dan tulus.
Terima kasih.

66
7

Penyempurnaan Kemurahan Hati


Oleh Sharon Salzberg
Penerjemah: Kevin Tamtama
Menyerah, mengalah, memberi–Sharon Salzberg
berpendapat bahwa itulah pengalaman yang
sejatinya bersifat mengembangkan. Kemurahan
hati membuka batin kita, melepaskan kita dari
kemelekatan, dan merupakan dasar dari segala
bentuk kebaikan. Ini adalah dasar dari perjalanan
seorang Buddhis.
T
erbangunnya nilai-nilai spiritual dapat dituai dari kemurahan
hati, yang mempunyai kekuatan yang sangat besar karena
timbul dari kualitas batin dalam merelakan. Bila kita
dapat merelakan, menyerah, melepaskan, dan memberikan
kesejukan dari satu sumber, bila kita melakukan praktik berdana,
maka kita membuka kualitas batin ini dalam diri kita. Kerelaan
memberikan kebebasan dan berbagai cara yang indah untuk
mengungkapkannya. Kemurahan hati adalah awal dari perjalanan.
Buddha selalu mengawali ajarannya dengan kemurahan hati.

Suatu ketika, seorang biksu Thailand yang mengunjungi Barat


dibingungkan oleh rangkaian ajaran yang kami ikuti di sini. Di Asia,
ajaran berkembang mulai dari kemurahan hati menuju moralitas,
yang kemudian dilanjutkan dengan meditasi atau pandangan
mendalam. Namun, di sini kami memulai dengan meditasi, lalu
moralitas, dan kemudian, setelah beberapa waktu, ajaran mengenai
kemurahan hati. Biksu itu bertanya, “Mengapa demikian?”

Wajar saja ia bertanya. Kami tertarik dengan perkembangan


kondisi mental yang sulit dijelaskan, dan kami berusaha untuk
mencapai kondisi tersebut. Namun, fondasi untuk mencapai
kondisi mental yang sejati adalah melalui pemeliharaan kemurahan
hati dan moralitas. Kedua hal inilah yang akan memberikan
pencapaian pandangan mendalam dengan indah dan mudah.

Buddha mengungkapkan bahwa batin yang sejati tidak


akan tercapai tanpa kemurahan hati. Kemurahan hati adalah
paramita yang pertama, atau kualitas dalam kesadaran batin.
Jalan ini dimulai dengan timbulnya kebahagiaan dari sebuah
kemurahan hati. Sebuah perasaan bahagia yang murni dan tanpa
hambatan akan mengalir bebas ketika kita bermurah hati. Kita
mengalami kegembiraan saat memunculkan niat untuk memberi,
saat melakukan pemberian, dan saat mengetahui bahwa kita telah
memberi.
Nutrisi Hati 4

“Dalam praktik kemurahan hati, kita belajar untuk mengatasi


kemelekatan.”

Jika kita melatih kebahagiaan dalam memberi, kita


mendapatkan kepercayaan diri. Kita lebih menghargai diri sendiri,
menghormati diri sendiri, dan menjadi sejahtera karena terus-
menerus memperluas batasan kita. Kemelekatan kita mengatakan,
“Aku hanya akan memberi sebanyak ini dan tidak lebih,” atau
“Aku akan memberikan barang ini bila aku cukup dihargai dengan
pemberian ini.” Dalam praktik kemurahan hati, kita belajar
untuk mengatasi kemelekatan. Kemelekatan tidak bisa kita lihat,
kemelekatan tidak berbentuk. Kita tidak perlu merasa ditahan oleh
kemelekatan; kita dapat menembusnya.

Oleh karena itu, tujuan melatih kemurahan hati adalah


untuk menciptakan ruang. Kita melihat batasan kita dan kemudian
memperluasnya secara terus-menerus untuk menciptakan sebuah
kondisi batin yang tenang, sangat luas, dan seolah tidak berbatas.
Kebahagiaan, penghargaan diri, dan keluasan batin adalah ladang
yang tepat untuk mengembangkan latihan meditasi kita. Inilah
tempat ideal untuk melakukan penyelidikan yang mendalam,
karena dengan kebahagiaan dan keluasan batin ini, kita memiliki
kekuatan dan fleksibilitas untuk melihat segala sesuatu yang
muncul dalam pengalaman pribadi kita.

Bayangkan bila yang terjadi adalah hal sebaliknya, yakni


ketika batin kita rapuh, sempit, terkurung, dan gelap. Pada saat
itu, kita akan merasa terpojok, tidak tenang, dan membenci diri
sendiri. Dengan kondisi seperti itu, bagaimana kita bisa menerima
dengan tenang sebuah pengalaman yang sulit atau menyakitkan?
Bagaimana kita bisa tidak mengkritik sebuah pengalaman,
menerimanya apa adanya, dan membiarkannya terjadi? Ini
tentunya sulit, karena batin yang menerima tidak terbuka.

70
Penyempurnaan Kemurahan Hati

Sebaliknya, batin yang terbuka tidak akan terbatasi, terikat, dan


menjelekkan diri sendiri.

Ketika sebuah pengalaman yang menyenangkan atau


tidak menyenangkan muncul, kita tidak merasakan sensasi yang
macam-macam. Kita utuh dan kita bahagia. Apakah ada cara
yang lebih baik untuk merasakan aneka ragam pengalaman yang
datang dan pergi selain dengan kebesaran hati?

Tujuan berdana terbagi dua. Yang pertama adalah untuk


membebaskan batin kita dari sebuah paksaan terkondisi yang
mengikat dan membatasi kita. Pengharapan, keterikatan, dan
kemelekatan akan mengurung batin dan mengurangi penghargaan
diri. Jika kita selalu mencari orang atau benda lain untuk
melengkapi diri, kita tidak menyadari bahwa kita sudah utuh
dalam setiap momen. Ini seperti bersandar pada khayalan hanya
untuk mengetahui bahwa tidak ada yang bisa didapatkan darinya.

Kita selalu terdorong untuk terus menemukan pengalaman


demi pengalaman, ibarat berpindah dari satu khayalan ke khayalan
yang lain. Kita tidak aman. Tidak ada tempat untuk bersandar. Kita
melatih kemurahan hati untuk membebaskan batin dari angan-
angan, untuk melemahkan pengharapan dan keterikatan sehingga
kita dapat menemukan kebahagiaan yang bermakna.

Kita juga melatih kemurahan hati untuk membantu orang lain


agar bebas, untuk menyebarkan kesejahteraan dan kebahagiaan
kepada semua makhluk, dan entah bagaimana, sebisa mungkin
mengurangi penderitaan yang terjadi di dunia. Bila kita sudah
bisa mempraktikkan kemurahan hati dengan sempurna, kita akan
dapat merealisasikan ketenangan batin dan juga akan melatih diri
untuk memperluas cinta kasih yang tak terbatas kepada semua
makhluk.

71
Nutrisi Hati 4

Hati yang tergerak untuk melatih kemurahan hati


mencerminkan hati yang tergerak untuk melihat ke dalam diri.
Oleh karena itu, pembinaan diri dalam berdana yang kita lakukan
di luar akan berdampak pada nuansa hati dalam latihan meditasi,
begitu pula sebaliknya. Bila kita memupuk hati yang dermawan,
kita akan terbiasa dan mampu untuk merelakan kondisi seperti
apa adanya. Kita dapat menerima kenyataan yang terjadi pada
saat ini, dan tidak memaksakan kondisi sesuai tuntutan kita, yang
pastinya tidak akan membawa kebahagiaan. Sandaran kita harus
sempurna, karena kalau tidak, kita tidak akan bahagia. Kita tidak
boleh memiliki kegelisahan, karena kalau tidak, kita tidak akan
bahagia. Realitas akan terus berlangsung di luar kendali kita, tetapi
kita selalu memaksakan kondisi sesuai harapan kita. Kemurahan
hati akan menghindarkan kita dari sikap yang demikian.

“Tidak ada yang abadi. Namun kita tetap berusaha untuk


membuat pengalaman ini bertahan.”

Kekuatan dari kemurahan hati adalah faktor utama dari


kemampuan kita untuk menerima perubahan. Dalam setiap kegiatan
memberi, rasa takut dan kemelekatan akan terhapus. Rasa takut dan
kemelekatan memengaruhi kita untuk terus berpegang pada kondisi
yang menyenangkan ketika kita sedang mengalaminya. Kita senang
melihat dan mendengar sesuatu yang indah, rasa yang mengenakkan
tubuh, atau kondisi mental yang menarik dan menggembirakan.
Hal ini karena kita menganggap hal-hal tersebut sebagai kebutuhan
agar kita bisa bahagia. Tapi, kita tak hanya sekedar menikmatinya.
Kita ingin tetap merasakannya dan tak ingin melepaskannya. Kita
tahu bahwa tidak ada yang abadi, namun kita tetap berusaha untuk
membuat pengalaman ini bertahan selama mungkin.

Seorang teman pernah berkata bahwa sejak ia mulai


berbicara, kalimat yang paling ia senangi adalah, “Aku butuh itu,

72
Penyempurnaan Kemurahan Hati

aku mau itu, aku harus memiliki itu.” Ia akan terus mengatakan
hal itu pada orang tuanya yang malang. Mungkin ini adalah
sebuah gambaran sempurna tentang siapa kita sebenarnya. Kita
terus merasakan ketergesaan untuk menggenggam, melekat, dan
mempertahankan setiap kondisi sesuai tuntutan kita. Ini adalah
kondisi kita yang normal. Ketika kita telah mengetahui bagaimana
cara memberi pada tingkatan yang paling jelas–memberi barang
atau materi–kita mengembangkan kemampuan untuk melepas,
untuk menerima kondisi apa adanya. Kita mulai memahami
bahwa kemelekatan sesungguhnya tidak membawa kebahagiaan,
sedangkan manfaat dari latihan merelakan, melepas, dan
mengikhlaskan tidak terhitung banyaknya.

Buddha berbicara mengenai banyaknya manfaat duniawi


yang berasal dari berdana. Orang yang murah hati akan disenangi
oleh banyak orang. Ini tidak sama dengan mendambakan
ketenaran. Disenangi banyak orang bukanlah bagian dari
motivasi dalam memberi. Ini hanyalah sebuah kewajaran karena
ketika kita memberi, kita juga menerima. Ada sebuah keterbukaan
dan cinta yang besar yang dirasakan oleh makhluk lain. Jika kita
mengenal seorang yang sangat dermawan, bahkan jika orang itu
belum pernah memberikan apa pun kepada kita, apa yang akan
kita rasakan ketika kita mengingatnya dalam pikiran kita? Ada
kehangatan dan kebahagiaan. Demikianlah para dermawan akan
selalu dipandang.

“Kepercayaan diri berkembang dari kedermawanan.”

Buddha mengajarkan bahwa seseorang yang murah hati


tidak akan takut untuk bergaul dengan siapa pun. Keberanian
ini bukan hasil dari motivasi yang telah direncanakan. Ini
hanyalah dampak dari keterbukaan. Sebuah cahaya yang terang
berkembang dalam batin kita seiring dengan kerelaan yang terus

73
Nutrisi Hati 4

kita latih, dan orang lain pun akan tertarik pada kita. Kepercayaan
diri berkembang dari kedermawanan.

Kebahagiaan duniawi seperti ini juga merupakan


kebahagiaan spiritual. Ada sebuah nilai yang terkandung dalam
praktik memberi yang melampaui pemahaman. Buddha bersabda
bahwa ketika kita menawarkan makanan kepada orang lain, kita
tidak hanya memberikan sesuatu untuk dimakan, tetapi lebih dari
itu. Kita memberi mereka kekuatan, kesehatan, kecantikan, dan
kejernihan batin, bahkan kehidupan itu sendiri, karena semua
kualitas ini tak bisa didapat tanpa makanan.

Sebuah momen tertentu dalam menawarkan makanan


mewakili sebagian besar dari keseluruhan perjalanan spiritual.
Empat kualitas batin yang kita sebut sebagai Sifat Luhur dapat
ditemukan pada momen tersebut.

Sifat Luhur pertama, cinta kasih, terbentuk karena kita


mengasihi orang yang menerima pemberian kita; kita merasa
seperti menyatu dengan mereka dan tidak merasa asing. Kita
merasakan persahabatan. Kita ingin agar mereka bahagia.
Kita juga merasakan welas asih pada momen itu karena kita
berharap agar makhluk lain terbebas dari sakit dan derita,
agar mereka bahagia. Perasaan ini mendorong munculnya
hati yang mendambakan kebahagiaan makhluk lain. Kita
juga merasakan sukacita, yang artinya kita turut bersukacita
atas kebahagiaan orang lain dan tidak merasa iri atau lega
seandainya mereka tidak lebih bahagia ketimbang kita. Dalam
memberi, kita meningkatkan kebahagiaan makhluk lain, dan
kita turut berbahagia karenanya. Sifat Luhur yang terakhir
adalah keseimbangan batin, yang juga ditemukan dalam praktik
memberi karena kita siap melepaskan materi yang kita idamkan
dan membiarkan orang lain memilikinya.

74
Penyempurnaan Kemurahan Hati

Keempat kualitas ini ditemukan dalam satu momen. Dalam


momen memberi, kita meninggalkan nafsu dan keserakahan.
Kita meninggalkan niat buruk dan keengganan. Keengganan
menciptakan perpisahan dan penarikan kembali, sebuah perasaan
tidak menyatu dengan orang lain. Memberi adalah sebuah
tindakan untuk melangkah maju, untuk mengalah, maju ke depan,
untuk mendekat. Kita juga meninggalkan khayalan, karena saat
kita melakukan sebuah tindakan terampil yang bajik, kita mengerti
bahwa segala hal yang kita lakukan dalam kehidupan kita–pilihan
yang kita ambil, nilai yang kita pegang–menjadi bermakna.

Bukanlah suatu kebetulan bahwa kita hidup di alam


semesta yang tidak teratur ini. Hukum alam berlaku, seperti
halnya hukum karma, yang dampaknya sangat besar terhadap
bagaimana kita dilahirkan di dunia ini. Apa yang kita pedulikan
dan lakukan sangatlah menentukan dan hal ini penting untuk
kita pahami. Menganggap hal bermakna yang kita lakukan
sebagai tak bermakna adalah sebuah kebodohan terbesar, karena
kita mempunyai kuasa yang sangat besar untuk menciptakan
kehidupan yang kita inginkan.

Ketika memberi, kita mendekatkan diri dengan nilai-nilai


tertentu. Kita mengembangkan cinta kasih, welas asih, sukacita,
serta keseimbangan batin. Kita membuang kemelekatan,
keengganan, dan khayalan melalui tindakan memberi. Itulah
sebabnya Buddha selalu berkata bahwa bila kita menyadari
manfaat dari tindakan memberi, kita tidak akan melewatkan waktu
kita tanpa memberi. Kita bahkan bisa memberikan sesuatu yang
non-material pada orang lain. Menciptakan keluasan dalam setiap
waktu kita secara berulang adalah makna dari tindakan memberi.

Jika kita memberi tanpa kemelekatan terhadap sebuah


hasil atau tanpa mengharapkan imbalan, hal ini akan sangat

75
Nutrisi Hati 4

membahagiakan. Kita seperti merayakan kebebasan dalam diri


kita sebagai seorang pemberi dan juga kebebasan yang dirasakan
oleh penerima. Pada saat itu, kita tidak membedakan diri kita
dengan orang lain. Tidak ada tingkatan kekuasaan. Dalam
keikhlasan memberi, kita menjadi satu dengan orang lain. Kita
tidak berpikir bahwa, “orang ini mempunyai materi yang lebih
banyak dari kepunyaanku, untuk apa aku memberikan sesuatu
kepadanya?” Kita juga tidak berpikir bahwa, “Mungkin mereka
tidak menyukaiku. Aku akan merasa bodoh jika menawarkan
mereka sesuatu.” Semua bentuk pikiran buruk yang mungkin
muncul ini akan dikalahkan oleh sebuah ketulusan dalam memberi.

Pada tahun 1984, saya mengikuti retret di Insight Meditation


Society, dan karena saya mengenal banyak orang di komunitas
tersebut, mereka selalu memberi saya berbagai barang. Ketika
kembali ke kamar, selalu ada barang di depan pintu kamar
saya, dan saya mulai merasa sungkan dengan mereka yang
tak mengenal banyak orang dan karenanya tidak menerima
pemberian-pemberian tersebut. Jadi, saya membagikan barang
yang saya terima. Saya memilih orang yang sering melihat ke
kamar saya. Saya merasa tak enak hati pada orang ini, sehingga
saya pun memberikan sesuatu kepadanya. Saya meninggalkan
sesuatu di depan pintu kamarnya, dan sejak saat itu, ia mulai
sering menerima bingkisan. Lalu, ia juga sering memberikan
sesuatu pada saya, dan saya membagikannya kembali ke orang-
orang lain. Sebuah perasaan yang mendalam tiba-tiba muncul.
Ketika itu, kita sungguh merasa menjadi satu dengan orang lain,
tanpa perlu kita ketahui dari mana barang-barang itu berasal.
Perasaan ini berkembang menjadi sebuah kepedulian terhadap
orang lain, untuk berbuat baik kepada orang lain.

“Kita semua ingin bahagia; inilah yang selalu kita bagikan.”

76
Penyempurnaan Kemurahan Hati

Ketika kita telah mengesampingkan setiap perbedaan, kita


menyadari bahwa hal yang mendorong setiap perbuatan kita
adalah sebuah keinginan untuk berbahagia. Inilah yang selalu
dibagikan oleh setiap makhluk tanpa melihat siapa dan apa yang
kita lakukan. Kita semua ingin bahagia. Ketika kita memberi,
inilah yang kita akui. Kita mengakui bahwa kita semua sama. Kita
semua ingin bahagia; inilah yang selalu kita bagikan. Kemampuan
untuk berdana timbul dari sebuah pengertian bahwa kita memiliki
hal yang berlimpah dan keyakinan bahwa hal itu cukup untuk
dibagikan. Orang yang sangat miskin pun bisa mempunyai
sebuah perasaan bahwa ia kaya dan mampu untuk terus memberi
walaupun secara kasat mata ia tampak tidak memiliki apa-apa.
Ia tidak merasa lemah, dan terus memberi. Sebaliknya, ada pula
orang yang sangat kaya namun sangat kikir, dan akan sangat
sulit baginya untuk melepaskan kemelekatan terhadap hartanya.
Baginya, memberi sangatlah menyakitkan dan sulit.

Sebuah ungkapan dari Tao Te Ching berbunyi, “Seseorang


yang menyadari kebercukupan akan selalu merasa cukup.”
Ini adalah sebuah perasaan batin. Satu kebahagiaan dalam
kemurahan hati adalah pengertian bahwa kita akan selalu
mampu untuk memberi bila kita merasakan kebercukupan. Lalu
kita dapat berbagi, membuka diri, dan mengutarakan cinta kasih.
Biasanya, penekanan yang paling dominan dalam kondisi batin
kita adalah keinginan untuk mendapatkan dan mempertahankan
sesuatu. Kondisi tersebut tidak mencerminkan kualitas baik yang
sebaliknya, yaitu mengalah, melepas, dan merelakan.

Dalam konteks Buddhis, dunia ini disebut sebagai samsara,


di mana terdapat kelahiran dan kematian, di mana segala
sesuatu disebabkan oleh kondisi-kondisi. Inilah kehidupan kita.
Hal yang luar biasa dari samsara adalah keyakinan bahwa kita
bisa memperoleh sesuatu yang lebih daripada apa pun yang kita

77
Nutrisi Hati 4

miliki saat ini. Kepuasan kita tidak terbatas karena dalam dunia
yang mengalami perubahan ini, kita selalu membandingkan dan
mencari kepuasan tanpa kenal lelah.

Seorang teman baru saja pergi ke India. Kita berbincang


sehari sebelum ia berangkat. Ia akan pergi bersama seorang
teman yang telah mengatur perjalanan mereka, dan temannya
ini tidak tahu bahwa bila mereka menambah uang sedikit lagi,
maka mereka akan mendapatkan penerbangan yang lebih
nyaman untuk perjalanan yang panjang. Kita membahas apakah
ada kemungkinan untuk mengganti tiket ataukah kita akan
dikenakan denda, serta berandai-andai alangkah lebih baik
bila kita dapat bepergian dengan suasana yang nyaman, dan di
tengah pembicaraan ini, teman saya berkata, “Aku penasaran
berapa uang yang harus kukeluarkan untuk mendapatkan tiket
first class.”

“Kita harus dapat melepaskan cengkeraman dan


keterikatan kita, dan kita harus berani untuk menantang
kondisi batin kita.”

Saya mengenal kondisi batin seperti itu. Ketika kita


memikirkan business class, kita juga akan mulai berpikir tentang
first class. Inilah kita, inilah samsara. Selalu akan ada hal lain yang
kita inginkan karena keragaman kesempatan dan kondisi yang
tidak ada batasnya. Kita selalu terperangkap dalam kondisi batin
yang selalu ingin memperoleh lebih, dan itu tidak ada akhirnya.
Melatih berdana akan membuat kita keluar dari kondisi batin
seperti itu dan menemukan sebuah kebahagiaan yang sama sekali
berbeda dan kuat, sebuah kebahagiaan yang takkan menuntun
ke kepuasan yang tiada batas. Kita harus dapat melepaskan
cengkeraman dan keterikatan kita, dan kita harus berani untuk
menantang kondisi batin kita.

78
Penyempurnaan Kemurahan Hati

Pertanyaan paling penting dalam praktik berdana yang


telah saya jadikan sebagai pedoman selama ini adalah, “Apa
yang sebenarnya aku butuhkan pada saat ini agar bisa bahagia?”
Banyak jawaban yang bisa kita dapatkan: “Aku butuh ini dan
itu.” Benarkah? “Apa yang kurang dariku? Apakah harus ada
perubahan agar aku bisa bahagia? Apa yang sesungguhnya aku
butuhkan?” Pertanyaan ini sangatlah mendalam.

Ketika kita sedang melatih diri di Burma atau negara Asia


lainnya (walaupun pengalaman saya lebih banyak di Burma),
tidak perlu ada biaya untuk menginap di wihara atau pusat
pelatihan, dan semua makanan adalah hasil dana. Sering kali
makanan didanakan oleh keluarga atau warga desa yang datang
berkunjung. Saya yakin mereka mendanakan makanan terbaik
yang mereka punya, tapi bisa saja dana yang diberikan berbeda,
tergantung kondisi dari si pemberi derma. Terkadang, makanannya
terkesan mewah dan banyak. Namun terkadang juga sebaliknya.
Di Burma, kita melatih atthasila dengan ketat, yang berarti tidak
mengonsumsi makanan solid setelah tengah hari. Setelah jam
10:30, tidak ada makanan lagi hingga jam 5 keesokan paginya.
Makan siang menjadi sangat penting.

Di ruang makan, terdapat sebuah gambar Buddha, dan


sudah menjadi tradisi bahwa kita bernamaskara dengan rasa
hormat pada Buddha. Ketika saya melakukan penghormatan
kepada Buddha dengan bernamaskara sebanyak tiga kali, saya
dipenuhi dengan rasa syukur dan bahagia. Ketika saya melihat ke
meja makan, terkadang terasa seperti tidak ada makanan di sana.
Saya akan merasa takut dan gelisah, tapi kemudian saya akan
melihat wajah warga yang datang untuk mendanakan makanan.
Mereka datang untuk melihat kita makan. Mereka akan terlihat
berseri-seri, merasa senang karena mempunyai kesempatan untuk
memberikan makanan pada kita, untuk menawarkan sesuatu,

79
Nutrisi Hati 4

dan mengetahui bahwa dengan makanan yang mereka berikan,


kita akan bermeditasi dan mencari kebenaran serta menyucikan
hati dan pikiran. Mereka sangat bahagia. Saya melalui sebuah
perubahan yang sangat menakjubkan. Saya melihat wajah
Buddha, melihat makanan, kemudian melihat wajah para donatur
makanan. Di saat mereka merasa sangat bersyukur karena punya
sebuah kesempatan untuk berbagi, saya bertanya pada diri sendiri,
“Apa yang aku butuhkan agar bisa bahagia?” Saya menyadari
bahwa saya lebih menikmati kebahagiaan dan keceriaan mereka
dalam berbagi daripada memakan makanan itu sendiri. Hal itu
lebih penting, lebih bermakna.

Kemurahan hati dapat mengubah diri kita. Jika kita


memelihara kemurahan hati, batin kita akan berhenti melekat,
seolah-olah kita sedang dengan perlahan melepas kepalan tangan
yang kuat dan merasakan kelegaan dari pelepasan ini. Batin yang
diliputi dengan kemurahan hati akan menghapus batasan-batasan
yang mengurung diri kita. Dunia kita akan semakin terbuka
dengan pelepasan ini.

Kita dapat memberi dengan berbagai cara. Kita dapat memberi


uang dan barang. Kita dapat membagi waktu dan melayani orang
lain. Kita dapat memberikan kepedulian. Bahkan, memberikan
ruang adalah sebuah jenis pemberian, yakni membiarkan orang
lain menjadi dirinya sendiri. Ketika ada yang menyela antrian untuk
makan siang, kita bisa membiarkannya dan turut berbahagia. Kita
merasa cukup, dan tidak merasa perlu bertengkar atau bersaing
dengan orang lain untuk mendapatkan sesuatu.

Dapat melepas dan berbagi adalah sebuah kelegaan.


Kualitas batin ini akan menjadi kuat apabila kita terus melatihnya.
Bila kita dapat melakukannya kepada orang lain, kita pasti dapat
melakukannya kepada diri sendiri. Kita mengembangkan semangat
kemurahan hati sehingga ketika derita seperti depresi, amarah, nafsu

80
Penyempurnaan Kemurahan Hati

ataupun kecemburuan mendatangi kita, kita dapat menghadapinya.


Kita lebih bahagia dengan berlalunya semua perasaan itu, dan
oleh karenanya kita membiarkan mereka berlalu secara alami.
Kita takkan merasa bahagia apabila mereka menetap dalam batin
kita. Pertanyaannya selalu seperti ini, “Apa yang sebenarnya
aku butuhkan saat ini agar bahagia?” Bila kita terus menjadikan
pertanyaan ini sebagai pedoman, maka kita akan dapat mengalami
berbagai hal: kebahagiaan, keheranan, kekecewaan, kejutan,
dan berbagai perasaan lainnya. Tapi, semua itu akan menuntun
kita menuju keluasan dan kedalaman dari kebenaran yang akan
membuat kita bahagia, yakni pemahaman yang memahami segala
sesuatu apa adanya dan kerelaan untuk melepas.

“Kita mengingat kembali tindakan murah hati kita bukan


untuk meninggikan ego, tapi untuk mengakui bahwa di dalam
dunia yang penuh dengan kesempatan dan kemungkinan
ini, kita peduli pada diri kita sendiri maupun orang lain
sehingga kita memilih untuk memberi daripada menahan.
Ingatan ini akan sangat membantu latihan kita.”

Buddha menjelaskan tentang memelihara kemurahan hati,


dan juga menerangkan bahwa kita perlu berbahagia atas perbuatan
baik yang telah kita lakukan. Kita mengingat kembali tindakan
murah hati kita bukan untuk meninggikan ego, tapi untuk mengakui
bahwa di dalam dunia yang penuh dengan kesempatan dan
kemungkinan ini, kita peduli pada diri kita sendiri maupun orang
lain sehingga kita memilih untuk memberi daripada menahan.
Ingatan ini akan sangat membantu latihan kita. Tindakan kita
akan termotivasi melalui pengertian akan manfaat dari kehendak
untuk berbahagia. Bersukacita dalam kebajikan kita, memupuk
kebaikan, melepas hal yang dapat merusak dan membuat
kita menderita–semua ini akan menumbuhkan keyakinan dan
kegembiraan untuk terus melatih diri, untuk melakukan hal yang

81
Nutrisi Hati 4

sulit dan asing bagi kita. Ketika kita bersukacita dalam kemurahan
hati, kita akan terus menjernihkan diri kita.

Tidak ada orang yang dapat melakukan hal ini dengan


sempurna; ini adalah sebuah latihan. Kita melatih kemurahan hati
terhadap orang lain dan juga diri sendiri secara terus-menerus
hingga akhirnya kita akan melakukannya seperti air terjun yang
mengalir tanpa henti. Inilah cara membentuk diri kita secara alami
dan tepat, dan inilah cara sinambung untuk menyentuh permukaan
hingga akhirnya kita bisa menyelam ke dalam kebahagiaan yang
murni dan sejati.

82
8

Mengubah Amarah Dalam 4 Langkah


Oleh Judy Lief (judylief.com)
Penerjemah: Cyntiani Suherman
Menggunakan kiasan tradisional tentang pohon
beracun, Judy Lief mengajarkan kita 4 teknik
Buddhis dalam menghadapi amarah kita.
M
enurut psikologi Buddhis, amarah adalah salah satu dari 6
klesha akar, suatu emosi bermasalah yang menyebabkan
penderitaan. Emosi-emosi bermasalah lainnya adalah
keserakahan, ketidaktahuan, kemelekatan, iri hati, kebanggaan diri.

Amarah dipicu oleh keinginan untuk menolak, menyingkirkan,


dan menghancurkan. Amarah dihubungkan dengan alam neraka,
suatu tingkatan sakit yang amat sangat, dan fobia terhadap ruangan
sempit dan tertutup (Claustrophobia). Kualitas claustrophobia atau
perasaan terpojokkan juga dicerminkan dalam kata asalnya dari
bahasa Inggris, anger, yang berarti sempit atau terdesak.

Amarah bisa sangat aktif. Kita merasa terancam dan


sesak, dan perasaan luka tersebut semakin meningkat sampai
kita tercambuk seperti seekor tikus yang terpojok. Amarah bisa
dilukiskan seperti kebencian yang mendidih secara halus yang
akan selalu kita bawa, seperti sebuah kepingan pada bahu kita.

Seperti klesha yang lain, amarah adalah bagian dari diri


kita. Kita semua memilikinya, tapi kita menanggapinya dengan
berbeda, apakah secara individual atau secara kultural.

Karena mengalami amarah adalah hal yang sangat besar


kemungkinannya, kita berusaha untuk menghindarinya. Salah
satu caranya adalah dengan berusaha menahan dan menekannya,
karena kita merasa malu memiliki perasaan marah tersebut. Cara
lain adalah kita bersikap impulsif melalui kata-kata atau tindakan
kasar, tetapi itu semua hanya akan memicu amarah lainnya.

Karena amarah adalah hal yang alamiah, kita tidak bisa


benar-benar menghindarinya, seberapa kuat pun kita mencoba.
Tetapi, kita bisa mengubah cara kita terhubung dengan amarah.
Dengan begitu, kita mulai melihat sepintas kualitas yang
tersembunyi dalam kekuatan yang menghancurkan tersebut, yang
bijaksana dan berharga.
Nutrisi Hati 4

Dalam Buddhisme, ada banyak strategi dan pelatihan untuk


berurusan dengan amarah. Pendekatan secara keseluruhan adalah
memulai dengan meditasi. Dalam konteks latihan duduk secara
formal tersebut, kita bisa mulai mengerti kekuatan dari amarah,
seperti halnya klesha yang lain, dan untuk membangun hubungan
yang baru dengan klesha tersebut. Dengan dasar tersebut, kita
bisa mulai menerapkan pandangan ini ke dalam lingkungan yang
lebih menantang dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana Kesadaran Penuh Meruntuhkan Serangan

Latihan kesadaran adalah fondasi untuk menyelidiki tenaga


yang kuat dari amarah. Sangat sulit berurusan dengan amarah ketika
ia sudah meledak, sehingga dengan demikian, latihan meditasi
merupakan sarana yang sangat membantu. Dengan perlahan-
lahan dan dengan memperhalus kekuatan kita dalam mengamati,
kita bisa menahan amarah yang meningkat pada tahap yang paling
awal sebelum amarah itu mengambil alih diri kita.

Latihannya adalah duduk, bernapas secara alamiah, dan


melihat dengan penuh perhatian pengalaman dari satu momen
ke momen yang lain masuk dan keluar; suatu pencegahan
penyerangan. Hal ini benar adanya, karena ledakan amarah dan
emosi yang lain tumbuh secara tidak terlihat. Mereka tumbuh
dengan kemampuan untuk bersembunyi di bawah alam sadar kita
dan muncul kapan pun mereka mau. Maka dari itu, memperluas
perbatasan dari kesadaran kita akan menyingkirkan habitat yang
menyokong klesha tersebut.

Melalui meditasi, kita belajar untuk melebur dengan apa


yang kita rasakan dan mengamati pengalaman tersebut dengan
keadilan dan simpati. Dengan melakukan latihan kesadaran
tersebut secara sinambung, kekuatan amarah yang kita pendam
akan berkurang. Sebagai gantinya, kita memiliki kesempatan lebih

86
Mengubah A marah Dalam 4 Langkah

untuk mengubah hubungan kita dengan amarah dalam kehidupan


kita sehari-hari.

Di manakah amarah ditimbulkan? Di dalam batin kita. Jadi,


dengan menjinakkan batin kita, kita dapat membangun dasar
yang kuat untuk mengerti bagaimana amarah ditimbulkan dalam
diri kita dan bagaimana kita menyikapinya. Kita bisa melihat
bagaimana amarah menyebar dan berdiam dalam diri kita, dan
bagaimana amarah memicu drama tentang menyalahkan dan
melukai. Kita bisa membongkar konsep pemahaman tentang
amarah, pembenaran, pembelaan diri, dan perlindungan diri.
Dengan dasar tersebut, kita bisa meninjau lebih jauh menggunakan
latihan-latihan berikut:

Pohon Beracun: 4 Langkah Latihan Mengendalikan


Amarah

Satu analogi tradisional untuk kemajuan, pendekatan


setahap demi setahap dalam berurusan dengan amarah dan
klesha yang lain, adalah analogi pohon beracun.

Bagaimana kita berurusan dengan pohon beracun? Langkah


pertama adalah memangkasnya, menjaganya dari kemungkinan
untuk bertambah luas dan menyebar. Tapi, itu hanya dapat
mengontrolnya, sedangkan pohon tersebut masih ada.

Bagaimanapun, ketika pohon itu dapat dikendalikan, ini


akan memungkinkan kita untuk menggali dan menyingkirkannya
sepenuhnya; ini merupakan suatu pendekatan yang lebih baik.

Tapi, ketika kita melakukan itu, kita akan teringat bahwa


seorang dokter berkata bahwa daun dan kulit kayu dari pohon ini
memiliki khasiat pengobatan. Kita akan menyadari bahwa tidak
masuk akal untuk menyingkirkan pohon tersebut. Akan lebih baik
untuk mengoptimalkan khasiatnya.

87
Nutrisi Hati 4

1. Memangkas pohon: menahan diri dari mengikuti amarah

Langkah pertama adalah menahan diri dari


berbicara dan bertindak berdasarkan amarah. Ketika
amarah timbul, ia akan mengambil alih diri kita. Intensitas
emosi dan reaksi kita terhadapnya sangat terikat secara
bersamaan. Kita akan mati-matian bertindak terhadap
amarah ini, baik untuk melampiaskan atau menahannya.

Dalam tahap ini, kita menahan diri dari melakukan


apa pun, tidak peduli betapa kuatnya keinginan untuk
melakukannya. Latihannya adalah bertahan dengan
pengalaman marah. Kita memulai dengan perbatasan.
Kita tak mencoba untuk menambahkan bahan bakar
pada api amarah atau untuk menginjak-injaknya dan
menyingkirkannya. Praktik ini tak melibatkan satu pun
dua strategi tersebut. Di sini, kita tak menafsirkan maupun
menyusun strategi.
Reaksi kita cenderung menjadi lebih kuat dan
langsung, yang awalnya mungkin tidak sungguh-sungguh
kita dapati. Akan tetapi, ketika reaksi kita menjadi
kurang canggung dan mengecil, ada jarak teramat kecil
yang terbuka antara amarah dan reaksi kita. Jarak itu
memungkinkan kita bersama dengan amarah dan pada
waktu yang bersamaan menahan diri agar tak terperangkap
di dalamnya. Kita dapat berhubungan dengan amarah kita
secara murni dan sederhana, tanpa pemikiran kedua.

2. Mencabut akar pohon: melihat wujud amarah

Setelah kita bisa menghadapi amarah dengan lebih


terbuka dan sedikit menghakimi, tahap kedua adalah
memandang amarah tersebut dengan lebih teliti.

88
Mengubah A marah Dalam 4 Langkah

Ketika amarah timbul, kita memeriksanya. Kita


mengajukan pertanyaan, “Untuk apa kita menambatkan
“amarah”? Apakah itu suatu persepsi, pikiran, atau
perasaan? Seberapa nyata itu? Masihkah ia ada? Sudah
berakhirkah ia? Ketika kita mencoba untuk menekannya,
apakah amarah akan tersingkirkan? Dari manakah amarah
itu datang? Di manakah amarah hidup? Ke manakah
amarah akan pergi? Apa sajakah kualitas-kualitasnya?
Teksturnya seperti apa? Warna dan bentuknya seperti
apa? Apakah yang menyebabkan amarah dapat memiliki
kekuatan di atas kita?”

Pada tahap ini, kita menguji amarah sebagai suatu


fenomena sederhana. Dari mana amarah datang? Apakah
tujuannya? Apakah itu kesalahan kita atau kesalahan
orang lain atau sesuatu yang lain?

Lihatlah secara langsung. Apakah akar dari amarah?


Apa yang membuat amarah tumbuh subur? Menelusuri
setahap demi setahap, lebih dalam dan lebih dalam lagi,
dapatkah kita menemukan akar permasalahannya?

3. Menyuling obat: menemukan kebijaksanaan di tengah


kesulitan

Dalam tahap ketiga, kita merenungkan bagian


manakah dari amarah yang merugikan dan bagian
manakah yang menguntungkan. Bagaimana bisa amarah
berfungsi sebagai obat? Jika kita menghindari amarah,
apakah yang akan hilang dari kita?

Latihan di sini untuk melihat perbedaan antara


amarah yang merugikan dan menguntungkan.
Sebenarnya, ekspresi dari amarah melalui kata-kata dan

89
Nutrisi Hati 4

tindakan menuntun kita untuk menyakiti diri sendiri dan


orang lain. Namun, menahan amarah juga tidak baik.
Amarah tersebut tidak benar-benar pergi melainkan
muncul dengan cara lain. Jadi, adakah pilihan lain?

Menurut Buddhisme Tibet, ada sisi lain dari amarah;


ada kebijaksanaan di dalamnya. Secara normal, kita terlalu
terpaku pada keinginan terhadap kebijaksanaan, tapi
amarah memiliki ketajaman. Itu adalah suatu pertanda
bahwa ada sesuatu yang salah, sesuatu yang harus
dibicarakan. Amarah menjernihkan udara secara tiba-
tiba, namun ia menyita perhatian kita. Amarah menyela
kesombongan kita dan memicu kita untuk melakukan
tindakan.

Kekuatan menghancurkan dari amarah adalah


nyata. Dalam menjelaskan kekuatan tersebut, kita melatih
menahan pada tahap pertama, baru kemudian melihat
wujud dari amarah tersebut. Sekarang, kita bekerja dengan
potensi kebijaksanaan dari amarah.

Kenyataannya, bukanlah amarah itu sendiri,


melainkan kecenderungan kita untuk bertahan pada
amarah kita yang membuat kita menderita. Ketika amarah
menyadarkan kita pada permasalahan sebenarnya yang
harus dijelaskan, kita bisa merespons dengan bermandikan
amarah, atau sebenarnya, kita bisa mendengarkan
pesan yang amarah sampaikan pada kita, dan pada
waktu bersamaan menjatuhkan pengirim pesan tersebut.
Kemudian, kita dapat berurusan dengan apa yang telah
dipaparkan kepada kita oleh jernihnya cermin amarah.

90
Mengubah A marah Dalam 4 Langkah

4. Merak: menggunakan amarah tanpa ketakutan atau


keraguan

Langkah terakhir sebenarnya bukan suatu latihan


yang lebih dalam, tetapi hasil dari pemahaman kita atas
3 tahap yang lain. Kita lanjut dalam melatih menahan
diri dari amarah, dan memahami pesan sebenarnya yang
disampaikan. Ketika kita bisa memahami itu semua,
kita bisa menggunakan amarah sebagai alat untuk
mengembangkan diri. Ketika amarah menjadi bermanfaat,
kita tidak akan takut menerapkannya. Dan ketika amarah
memuncak, kita tidak merasa terganggu atau berniat
melarikan diri, namun dapat menguasainya sepenuhnya.

91
9

Cobalah Memiliki Emosi Permanen


Oleh Ajahn Sumedho
Penerjemah: Desi
Dengan membiarkan pengalaman diterima oleh
diri secara sadar, kita menyadari bahwa bahkan jika
orang tua kita tak dapat berubah, setidaknya kita
bisa; kita bisa mengubah sikap kita dan tak terjebak
dalam kebencian remaja yang muncul ketika kita
berusia 55 tahun.
O
rang tua saya meninggal beberapa tahun yang lalu, tetapi
saya ingat ketika saya mengunjungi mereka di Amerika
saat berusia 55 tahun. Bagi mereka, tentu saya bukan
Ajahn Sumedho atau sejenisnya, melainkan hanya seorang anak
laki-laki kecil mereka. Segera saja cara berhubungan yang lama
terhadap satu sama lain dimulai kembali, dan saya merasakan
suatu keanehan; hal itu sangat memengaruhi saya. Mencoba untuk
menyadari jenis hubungan tersebut, asumsi tentang ayah-anak,
ibu-anak, dsb, yang bisa saya lihat hanya asumsi dan kebiasaan
yang kita miliki secara personal dan pribadi. Kita mungkin
mengatakan bahwa orang tua kita seharusnya tak memperlakukan
kita dengan cara yang mereka lakukan, bahwa mereka seharusnya
menerima kita sebagai seorang dewasa. Tetapi, pemikiran tersebut
hanya akan menjadi sesuatu yang seharusnya, sesuatu yang ideal.
Cara yang sebenarnya adalah dengan menjadi dan membiarkan
segala sesuatunya “seperti ini”. Dengan membiarkan pengalaman
diterima oleh diri secara sadar, kita menyadari bahwa bahkan jika
orang tua kita tak dapat berubah, setidaknya kita bisa; kita bisa
mengubah sikap kita dan tak terjebak dalam kebencian remaja
yang muncul ketika kita berusia 55 tahun.

Untuk berpikir “Saya kacau” merupakan sebuah pendapat,


bukan? “Kacau” membuat “saya”. Hal ini mengidentifikasi diri
dengan keadaan tertentu, perasaan tentang diri sendiri secara
pribadi. Jika kita meninggalkan “kacau” barang sejenak, kita dapat
kembali ke keadaan yang sebenarnya–“Sekarang saya...”–dan
ada pengertian tentang berada di sini pada saat ini. Ini merupakan
pengenalan pengalaman sadar sebagai sesuatu yang mewujud.
Ada sesuatu yang mewujud tapi tidak personal lagi; ini bukan
“Saya adalah Ajahn Sumedho” atau “Saya” apa pun itu; ini hanya
pengertian bahwa “Saya” hadir, menjadi suatu wujud sadar “seperti
ini”. Renungkanlah perasaan tentang “Saya” ini dan pertahankan ia
untuk sementara waktu tanpa menambah berbagai kondisi personal.

95
Nutrisi Hati 4

Dalam pengertian ini–“Saya”, tubuh yang “seperti ini”–


ada kesadaran, ada napas yang keluar-masuk (seseorang dapat
menyadari bahwa hanya tubuh yang bernapas), ada “suara
keheningan”. Dan pada situasi intuitif ini, seseorang mengamati
tanpa menambahkan kualitas pribadi apa pun. Pernapasan tak
menyiratkan pencapaian, prestasi, atau identitas pribadi apa pun.
Ketika kita merenungkan tubuh sebagai pengalaman momen saat
ini, ini tidak seperti melihat ke cermin dan memutuskan apakah
ada beberapa garis pada wajah kita atau apakah hidung kita
terlalu besar; penampilan tidaklah penting. Kita hanya mengetahui
bahwa ada seorang makhluk yang sadar berikut pengalaman
tubuh fisiknya, dan kita bisa merenungkan realitas ini. Dan ketika
kita melakukannya, kita mungkin dapat lebih menyadari seluk-
beluk tubuh kita–posisi bahu atau tulang belakang, tekanan
dari tubuh yang duduk di atas matras, atau sensasi gatal yang
muncul–dan memahami bahwa mereka “seperti ini”. Menyangkut
meditasi dasar, kesadaran postur tubuh kita dan napas, serta
mungkin “suara keheningan”, merupakan cara untuk membawa
kita ke dalam sebuah keadaan di mana kita tak mencoba untuk
mendapatkan apa pun, tak mencoba untuk mencapai atau
memperoleh apa pun, dan tak menjalankan beberapa gagasan
seperti, “Jika saya melakukan latihan ini, saya akan mendapatkan
pencerahan di masa depan”; lebih baik kita belajar untuk
memusatkan diri, untuk membuka diri terhadap kondisi saat ini
melalui pengalaman yang sangat mendasar ini, sebelum mereka
masuk ke kondisi yang sangat pribadi seperti emosi. Kita mungkin
bisa merasakan harga diri yang dilecehkan, keraguan, putus asa,
amarah, keserakahan, dst, tetapi kita pun akan menyadari bahwa
tubuh, perasaan, pikiran, dan objek pikiran hanya muncul dan
kemudian lenyap lagi.

Cobalah memiliki emosi permanen. Depresi sepertinya


permanen ketika kita sedang berada di dalamnya, dan ketakutan

96
Cobalah Memiliki Emosi Permanen

terbesar kita adalah perasaan bahwa kita takkan pernah keluar


lagi darinya: “Saya berada di neraka selamanya! Neraka abadi!”
Cara macam ini bisa saja diadopsi. Tetapi, ketika kita berhubungan
dengan perasaan depresi, tak berharga, putus asa, dsb dengan cara
yang lain lagi, kita akan sadar bahwa mereka muncul dengan cara
mereka sendiri. Dengan kesadaran ini, kita mengizinkan mereka
untuk muncul tanpa harus menolak keberadaan mereka; kita
tidak lagi mencoba menganalisis mereka, mengkritik mereka, atau
mengalihkan perhatian kita dari mereka. Kita mulai mengenali
ketidakkekalan dan mengizinkan kondisi apa pun untuk menjadi
apa pun yang mereka mau.

Namun, kita takkan mampu melakukan ini jika kita masih


menganggap mereka sebagai urusan pribadi.

Sebuah cuplikan dari Don’t Take Your Life Personally. Anda


bisa menemukannya di Amazon.com atau Amazon.co.uk

97
10

Hidup Itu Susah-


6 Cara untuk Menghadapinya
Oleh Norman Fischer
Penerjemah: Siswanto
Sebuah nasihat kuno Buddhis memberikan kita
6 teknik yang hebat untuk mengubah kesulitan-
kesulitan hidup menjadi kebangkitan dan keuntungan.
Guru Zen Norman Fischer membimbing kita untuk
menggunakan teknik-teknik tersebut.
S
ebuah pepatah kuno Zen mengatakan: Dunia ini terbalik.
Dengan kata lain, dunia dilihat dari sudut pandang biasa
atau konvensional yang berlawanan dengan kenyataannya.
Ada sebuah cerita yang mengilustrasikan hal tersebut.

Suatu ketika, hiduplah seorang guru Zen yang dikenal


dengan nama Roshi sarang burung karena ia bermeditasi di
dalam sebuah sarang elang yang berada di atas pohon. Ia menjadi
terkenal karena praktik yang berbahaya ini. Penyair Dinasti Song,
Su Shih (yang juga seorang pegawai pemerintahan) pernah
mengunjunginya. Ia berdiri jauh di bawah Guru yang bermeditasi
ini, menanyakan apa yang merasukinya sehingga menjalani hidup
dengan cara yang berbahaya.

Roshi menjawab, “Anda mengatakan ini berbahaya?” Apa


yang Anda lakukan jauh lebih berbahaya!” Hidup secara normal
di dunia, mengabaikan kematian, kefanaan, kehilangan dan
menderita, seperti yang selalu kita semua lakukan, seolah-olah
sedang menjalani hidup yang normal dan aman; sesungguhnya
semua itu jauh lebih berbahaya daripada bermeditasi di dahan
pohon.”

Mencoba menghindari kesulitan adalah wajar dan bisa


dimengerti, namun hal tersebut sesungguhnya tidak begitu tepat.
kita pikir hal tersebut dapat melindungi kita dari penderitaan, namun
perlindungan diri kita pada akhirnya menyebabkan penderitaan
yang lebih dalam. Kita pikir kita harus mempertahankan apa
yang kita miliki, namun apa yang sangat kita pertahankan justru
menyebabkan kita kehilangan apa yang kita miliki. Kita melekat
pada apa yang kita suka dan mencoba menghindari apa yang
tidak kita suka, namun kita tidak bisa mempertahankan objek
yang menarik dan kita tidak bisa menghindar dari objek yang
tidak kita inginkan.

101
Nutrisi Hati 4

Demikianlah sesuatu yang berlawanan dapat terjadi.


Menghindari kesulitan-kesulitan hidup sesungguhnya bukanlah
cara yang paling aman; hal tersebut adalah cara hidup yang
berbahaya. Jika kita menginginkan kehidupan yang penuh
kebahagiaan, dalam saat yang baik maupun buruk, kita harus
terbiasa dengan gagasan bahwa menghadapi kemalangan lebih
baik daripada mencoba lari dari kemalangan.

Ini bukan berarti kita fokus terhadap kesulitan-kesulitan


hidup. Ini sederhananya adalah pendekatan paling mudah yang
memungkinkan kita untuk meraih kebahagiaan. Tentu saja, ketika
kita dapat mencegah kesulitan, pastinya kita akan melakukannya.
Dunia boleh saja terbalik, tetapi kita tetap harus hidup di dunia yang
terbalik ini, dan kita harus bertindak sesuai ketentuan tersebut. Ajaran
mengubah keadaan buruk menjadi Sang Jalan yang menuntun kita
mengatasi kecemasan, ketakutan, dan pikiran sempit yang membuat
hidup kita tidak bahagia, penuh ketakutan, dan kecil.

Mengubah keadaan buruk menjadi Sang Jalan berhubungan


dengan praktik kesabaran. Ada 6 latihan batin yang berkaitan
dengan ini:

1. Mengubah semua kemalangan menjadi Sang Jalan,

2. Mengarahkan semua kesalahan menjadi satu,

3. Berterima kasih pada semua orang,

4. Melihat semua kebimbangan selayaknya Buddha dan


mempraktikkan kesunyataan,

5. Melakukan kebaikan, menghindari kejahatan, menghargai


dan mengetahui kelemahan diri sendiri, dan berdoa untuk
pertolongan,

6. Apa pun yang ditemui adalah Sang Jalan.

102
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

1. Mengubah semua kemalangan menjadi Sang Jalan

Nasihat pertama, mengubah semua kemalangan menjadi


Sang Jalan, awalnya terdengar sangat tidak mungkin. Bagaimana
bisa kita melakukan itu? Ketika keadaan berjalan baik, kita merasa
gembira–kita merasa baik dan memiliki perasaan spiritual yang
positif–namun dengan segera hal buruk mulai terjadi, dan kita
pun merasa depresi dan hancur, atau, hal terbaik yang bisa kita
lakukan adalah bertahan dan menghadapinya. Tentu saja kita
tidak mengubah kemalangan kita menjadi Sang Jalan. Kemudian,
mengapa kita ingin mengubahnya? Kita tidak ingin kemalangan
terjadi; kita ingin kemalangan pergi sesegera mungkin.

“Kita tidak berbicara tentang keajaiban. Kita berbicara


tentang latihan batin.”

Nasihat ini memberitahu kita bahwa kita bisa membalikkan


semua ini menjadi Sang Jalan. Kita melakukannya dengan
mempraktikkan kesabaran, kualitas spiritual yang selalu menjadi
favorit saya. Kesabaran adalah kapasitas untuk menerima
kesulitan, dengan semangat kekuatan, ketahanan, ketabahan dan
gengsi, alih-alih ketakutan, kecemasan, dan penghindaran. Tidak
ada satu pun dari kita yang suka ditindas atau dikalahkan, namun
jika kita mampu menahan penindasan dan kekalahan dengan
kekuatan, tanpa melolong-lolong, kita termuliakan dengan itu.
Kesabaran membuat hal tersebut menjadi mungkin. Dalam budaya
kita, kita berpikir bahwa kesabaran adalah sesuatu yang pasif dan
tidak menarik; kualitas lain seperti cinta kasih atau welas asih
atau wawasan jauh lebih populer. Namun, ketika masa yang sulit
menyebabkan cinta kita menjadi kacau dan mengganggu, welas
asih kita menjadi tenggelam oleh ketakutan kita, dan wawasan
kita menguap, maka ketika itulah kesabaran mulai masuk akal.
Bagi saya, inilah kualitas yang paling penting, paling berguna,

103
Nutrisi Hati 4

dan paling dapat dipercaya dari semua kualitas spiritual. Tanpa


kesabaran, semua kualitas lain akan goyah.

Praktik kesabaran ini cukup sederhana. Ketika kesulitan


muncul, perhatikan cara kita menghindarinya–sesuatu yang kita
ucapkan atau lakukan, baik yang tampak jelas maupun yang tidak
terlalu jelas, cara-cara halus yang kita nafikan dan cengkeram ketika
seseorang berkata atau melakukan tindakan yang tidak kita sukai.

Kesabaran dipraktikkan dengan cara memperhatikan hal-


hal ini dan dengan jelas hadir bersama mereka (mengambil napas,
kembalikan pada kesadaran tubuh), alih-alih bereaksi terhadap
mereka.

Kita mengejar diri kita dan justru kita berbalik arah, berbalik
ke arah penderitaan; pahamilah kealamian dari keadaan ini,
karena menghindari mereka akan sia-sia belaka. Kita mencegah
hantaman dari sekitar dengan menggunakan emosi kita alih-alih
membiarkan mereka hadir bersamaan dengan rasa gengsi. Kita
memaafkan diri kita sendiri, kita mengampuni (setidaknya untuk
sementara) siapa pun yang mungkin kita salahkan atas kesulitan-
kesulitan kita, dan dengan pengampunan spontan kemudian
timbul sebuah perasaan lega dan bahkan rasa terima kasih.

Hal ini seperti mengada-ada, namun sebenarnya tidaklah


demikian. Ia memerlukan latihan. Kita tidak berbicara tentang
keajaiban; kita tidak berbicara tentang penguatan atau angan-
angan. Kita berbicara tentang melatih batin. Jika kita bermeditasi
setiap hari dengan nasihat ini, mengubah semua kemalangan
menjadi Sang Jalan, dalam posisi duduk kita, menuliskannya,
mengulanginya berkali-kali dalam sehari, maka kita akan bisa
melihat perubahan hati dan pikiran seperti yang saya gambarkan.
Cara yang dengan spontan membuat kita bereaksi sewaktu
masalah tidak terpecahkan.

104
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

Pikiran dan hati kita bisa dilatih. Ketika kita memiliki suatu
pengalaman bereaksi dengan cara yang berbeda, kita akan
terdorong untuk melanjutkannya, dan selanjutnya pengendalian
diri ada di tangan kita. Ketika suatu kesulitan terjadi, kita akan
melatih diri sendiri untuk berhenti berkata, “Sialan! Mengapa hal
ini harus terjadi?” dan mulai berkata, “Ya, tentu saja, demikianlah
seharusnya. Biarkan saya melalui itu, biarkan saya berpraktik
dengan itu, biarkan saya bersyukur.”

Karena kita menyadari bahwa kita hidup dan tidak mati,


karena kita memiliki tubuh manusia dan bukan jenis tubuh yang
lain, karena dunia kita nyata dan bukan gaib, dan karena kita
semua adalah diri kita sendiri, hal-hal buruk tentu saja bisa terjadi.
Hal tersebut sangat alamiah, sangat normal, sangat tak terelakkan
di dunia. Ia bukanlah suatu kesalahan, atau salah siapa pun. Dan
kita dapat menggunakannya untuk mengarahkan rasa syukur dan
welas asih kita secara lebih mendalam.

2. Mengarahkan semua kesalahan menjadi satu

Nasihat kedua dalam mengubah keadaan sulit ini sangat


terkenal: mengarahkan semua kesalahan menjadi satu. Ini juga
sedikit berlawanan, sedikit terbalik dengan akal sehat dunia kita.
Dikatakan bahwa apa pun yang terjadi, jangan pernah menyalahkan
siapa pun atau apa pun; senantiasa salahkan diri sendiri.

Ini sulit, karena maksudnya bukan benar-benar menyalahkan


diri kita sendiri dalam pengertian umum. Kita tahu betul bagaimana
menyalahkan diri kita sendiri. Kita telah melakukannya dalam
hidup kita. Kita tidak perlu nasihat Buddhis yang mengajarkan kita
untuk melakukannya. Namun tentu saja bukan ini maksudnya.

Yang dimaksud adalah kita tidak menyalahkan siapa pun atas


apa yang terjadi. Meskipun jika sebenarnya itu memang kesalahan

105
Nutrisi Hati 4

dari seseorang, kita benar-benar tidak boleh menyalahkan


mereka. Sesuatu terjadi, dan sejak saat itu tidak ada lagi yang
dapat dilakukan, tetapi manfaatkanlah hal tersebut.

Segala sesuatu yang terjadi, bencana apa pun yang


terjadi, tidak peduli kesalahan siapa, berpotensi untuk menjadi
manfaat bagi kita, sehingga adalah tugas kita untuk menemukan
manfaatnya. Artinya, kita mengambil tanggung jawab penuh atas
segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita.

Ini sangat buruk, ini bukanlah hal yang saya inginkan,


ini mengundang banyak masalah. Tetapi apa yang akan saya
lakukan? Apa yang dapat saya pelajari darinya? Bagaimana
saya menggunakannya sebagai Sang Jalan? Ada banyak
pertanyaan, dan jawabannya sepenuhnya terserah kita sendiri.
Kita dapat menjawab mereka; kita memiliki kekuatan dan
kapasitas. Ini adalah praktik yang sangat hebat untuk memotong
kebiasaan lama manusia, yaitu mengeluh dan melolong, serta
menemukan kekuatan untuk mengubah semua situasi menjadi
Sang Jalan. Di sinilah kita; tidak ada tempat untuk pergi lagi
selain menuju momen selanjutnya. Ulangi nasihat ini sebanyak
yang kita bisa.

3. Berterima kasih pada semua orang.

Poin ini sangat sederhana namun sangat mendalam.

Saya dan istri memiliki seorang cucu. Kami pergi


mengunjunginya ketika ia berusia enam minggu. Ia tidak bisa
melakukan apa pun, bahkan sekadar untuk mengangkat kepalanya,
apalagi memberi makan dirinya sendiri. Jika ia dalam masalah,
ia tidak dapat meminta bantuan. Tidak mampu melakukan apa
pun sendirian, ia benar-benar bergantung pada kepedulian dan
perhatian ibunya. Ibunya memberinya makan, memeluknya,

106
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

mencoba mengerti kebutuhannya, dan memperhatikan semuanya,


termasuk kencing dan beraknya.

Kita semua pernah mengalami situasi yang sama persis, dan


tentu seseorang telah peduli kepada kita dengan cara yang sama.
Tanpa kepedulian total dari seseorang, atau mungkin beberapa
orang, kita tidak akan ada di sini. Ini tentu menjadi dasar untuk
berterima kasih pada orang lain.

“Takkan ada yang kita sebut orang tanpa adanya orang lain.”

Namun, ketergantungan kita pada orang lain tidak berhenti


di situ. Kita tidak tumbuh besar dan menjadi mandiri. Sekarang
kita bisa mengangkat kepala kita, menyiapkan makan malam,
menyeka pantat kita, dan kita kelihatannya tidak membutuhkan
ibu atau ayah kita untuk menjaga kita–jadi kita pikir kita mandiri.

Namun pertimbangkanlah hal ini beberapa saat: Apakah


kita menumbuhkan makanan yang menopang tubuh kita setiap
hari? Apakah kita membuat mobil atau kereta yang mengantar kita
bekerja? Apakah kita menjahit pakaian kita? Atau membangun
rumah kita sendiri?

Kita memerlukan orang lain setiap hari, setiap saat dalam


hidup kita. Berterima kasihlah kepada orang lain karena kehadiran
dan upaya mereka telah memastikan bahwa kebutuhan kita terus
terpenuhi, bahwa kita terus memiliki pertemanan, cinta, dan arti
hidup. Tanpa orang lain, kita tidak memiliki apa-apa.

Ketergantungan kita pada orang lain bahkan lebih daripada


yang disebutkan di atas. Pada awalnya, dari mana seseorang
berasal? Sebagian dari gen-gen orang tua kita, dukungan serta
kepedulian mereka, dan masyarakat; semua kondisi tersebut
menjadi faktor utama yang membentuk diri kita. Bagaimana

107
Nutrisi Hati 4

dengan pikiran dan perasaan kita? Dari mana mereka berasal?


Tanpa kata-kata dalam pikiran, kita tidak bisa berpikir, kita tidak
memiliki kepribadian sebagaimana yang kita pahami, dan kita
tidak memiliki emosi dan perasaan yang diperjelas oleh kata-kata.
Tanpa begitu banyak kondisi yang memberikan kita kesempatan
atas pendidikan, percakapan, pengetahuan, pekerjaan, dan lain-
lain, kita tidak akan menjadi seperti diri kita sekarang.

Jadi, itulah alasannya mengapa tidak ada yang disebut orang


tanpa kehadiran orang lain. Kita dapat menyebutkan “orang” jika
ia dapat mandiri tanpa kehadiran orang lain, tetapi faktanya tidak
demikian. Tidak ada orang seperti itu, yang ada hanyalah orang-
orang yang dibentuk oleh seseorang lainnya sepanjang sejarah
spesies kita. Gagasan orang yang independen/mandiri, terisolasi,
dan terpisahkan adalah tidak mungkin. Dalam hal ini, kita tidak
hanya bicara tentang kebutuhan kita akan orang lain secara
praktis. Kita bicara tentang diri kita yang terdalam, identitas kita.
Kesadaran dari lubuk hati kita tidak pernah tidak tergantung pada
orang lain.

Inilah yang dimaksud dengan ketiadaan ‘aku’, atau


kesunyataan dalam ajaran Buddha, yaitu tidak ada sesuatu yang
berdiri sendiri. Meskipun kita bisa mengatakan dan berpikir bahwa
‘aku’ ada, meskipun banyak dari kita yang berpikir demikian,
faktanya hal demikian adalah gagasan yang keliru.

Sesungguhnya setiap gagasan dalam pikiran kita, setiap


emosi yang kita rasakan, setiap kata yang keluar dari mulut kita,
setiap materi yang kita butuhkan untuk menopang hidup kita
sehari-hari, semuanya berasal dari kebaikan dan interaksi dengan
orang lain. Bahkan bukan hanya orang lain, namun termasuk
juga yang bukan manusia, yaitu seluruh isi bumi, tanah, langit,
pohon-pohon, udara yang kita hirup, air yang kita minum. Kita
tidak sekadar bergantung pada semua ini; kita adalah mereka dan

108
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

mereka adalah kita. Ini bukan teori, bukan puisi religi; inilah fakta
yang sebenarnya.

Jadi, mempraktikkan terima kasih adalah berlatih pemahaman


yang mendalam ini. Mengembangkan rasa terima kasih ini setiap
hari adalah hal yang paling membahagiakan dari semua sikap.
Ketidakbahagiaan dan rasa syukur tidak bisa terjadi bersamaan.
Jika kita bersyukur, kita adalah orang yang berbahagia. Jika kita
bersyukur atas apa yang mungkin terjadi saat ini tanpa peduli apa
yang kita hadapi, jika kita bersyukur atas hidup kita, bahwa kita
dapat berpikir, merasa, berdiri, duduk, berjalan, berbicara, maka
kita akan berbahagia dan memaksimalkan kesempatan untuk
menjadi makhluk yang baik, serta berbagi kebahagiaan dengan
orang lain.

4. Melihat semua kebimbangan selayaknya Buddha dan


mempraktikkan kesunyataan

Nasihat keempat memerlukan sedikit penjelasan. Hal ini


melampaui pemahaman konvensional kita, meminta kita untuk
melihat diri secara lebih mendalam. Meskipun secara konvensional
saya adalah saya dan Anda adalah Anda, dari perspektif absolut
tidak ada diri sendiri dan orang lain. Yang ada hanyalah makhluk,
dan cinta yang tersebar dengan sendirinya secara hangat dan
tanpa halangan. Ini terjadi ketika saya dan Anda dilihat sebagai
kita, karena ini adalah tentang bagaimana pikiran dan sensor kita
bekerja. Cinta kasih tanpa batas ini adalah praktik kesunyataan.

Artinya, kita mengondisikan diri kita secara berbeda. Alih-


alih berharap bahwa sikap keras kepala kita, penderitaan kita,
ketakutan kita, duka cita kita, dan seterusnya pada akhirnya
lenyap sehingga kita terbebas dari mereka, yang perlu kita lakukan
adalah menempatkan mereka pada tingkat yang lebih dalam
untuk melihat kenyataan dasar mereka.

109
Nutrisi Hati 4

Apa yang sebenarnya terjadi ketika kita cemas dan marah?


Jika kita bisa melepaskan diri kita beberapa saat dari perasaan
marah dan mengasihani diri sendiri, kemudian melihat dasar
sebenarnya dari apa yang terjadi, apa yang akan kita lihat? Kita
akan melihat waktu berlalu. Kita akan melihat waktu berubah.
Kita akan melihat kehidupan muncul dan hilang, datang dan
pergi begitu saja. Momen demi momen, waktu berlalu dan hal-
hal berubah. Saat ini menjadi masa lalu–atau apakah menjadi
masa depan? Dalam saat ini, tidak ada masa lalu ataupun masa
depan. Dan segera setelah kita menyatakan “saat ini”, saat itu
juga ia berlalu dan kita tidak tahu bagaimana dan ke mana ia
pergi.

Ini mungkin kedengaran seperti filsafat, namun tidak


demikian ketika kita atau orang yang dekat dengan kita melahirkan.
Jika pada saat itu kita berdiri di ruang persalinan atau kita sendiri
yang melahirkan, maka dalam kesakitan dan kebahagiaan, dalam
momen klimaks tersebut, kita merasa luar biasa. Kehidupan
kecil ini, yang kita pikir telah kita jalani dengan berbagai macam
persoalan dan masalah, sepenuhnya hilang di hadapan keajaiban
kehidupan yang hadir di depan mata kita. Atau jika kita berada di
sisi seseorang yang akan meninggalkan dunia ini dan memasuki
kematian (jika ada tempat seperti ini yang bisa dimasuki), kita
kemudian akan memahami bahwa kesunyataan bukan sekadar
filsafat. Mungkin kita tidak memahaminya, namun kita akan tahu
bahwa ia nyata adanya.

Kita menyadari bahwa kenyataan ini sungguh kuat dan


membuat kita melihat hidup kita dan kehidupan secara keseluruhan
dengan sedikit berbeda. Sebuah konteks baru muncul melebihi
pemikiran, melebihi konsep. Ketika kita melihat masalah manusia
sehari-hari dengan konteks kelahiran dan kematian, maka kita
sebenarnya sedang mempraktikkan nasihat ini. Setiap momen

110
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

dalam hidup kita, bahkan (atau khususnya) momen kesusahan,


keputusasaan, atau kebimbangan, adalah momen Buddha.

Jadi, hadirilah kelahiran dan kematian kapan pun kita bisa,


dan terimalah momen itu sebagai berkah, sebagai kesempatan
untuk praktik spiritual yang lebih dalam. Namun, meskipun ketika
kita tidak hadir dalam momen tersebut, kita dapat mengulangi dan
meninjau kembali nasihat ini, dan kita bisa memeditasikannya.
Kemudian, ketika pikiran kita bimbang dan kacau, kita dapat
mengambil napas dan mencoba untuk masuk di bawah tingkatan
hasrat dan kebimbangan kita. Kita dapat menyadari bahwa pada
momen saat ini pun waktu berlalu, hal-hal berubah, dan fakta ini
sangat mendalam, indah, dan menyenangkan, bahkan ketika kita
melanjutkan hidup dengan penderitaan kita.

5. Melakukan kebaikan, menghindari kejahatan, menghargai dan


mengetahui kelemahan diri sendiri, dan berdoa untuk pertolongan

Sekarang, nasihat ini membuat kita membumi. Jika ajaran


spiritual benar-benar mengubah hidup kita, maka ia perlu
digerakkan di antara dua tingkatan, yaitu tingkatan yang dalam
dan tingkatan biasa. Tidak baik jika praktik menjadi terlalu dalam.
Mungkin kita sangat hebat, berwawasan luas, namun kurang
mampu menjalani hari seperti masyarakat biasa. Kita bisa jadi
jagoan metafisika, penuh kasih sayang, namun tidak mampu
berhubungan dengan manusia normal atau masalah duniawi.
Inilah momen ketika Guru Zen memukul kita dengan tongkat dan
mengatakan, “Cuci mangkuk Anda! Bunuh Buddha!”

Sebaliknya, jika praktik terlalu biasa, jika kita menjadi


terlalu tertarik pada rincian ihwal perasaan kita dan orang lain,
apa yang kita atau mereka butuh atau inginkan, maka kita tidak
akan mampu menembus hati kita. Kemudian kita akan tenggelam
di bawah kewajiban, rincian, dan kekhawatiran hidup sehari-

111
Nutrisi Hati 4

hari. Saat itulah Guru berkata, “Jika Anda memiliki tongkat, saya
akan memberikan tongkat; jika Anda memerlukan tongkat, saya
akan mengambilnya.” Kita memerlukan kedua tingkatan filosofis
ini dan “alat-alat” untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Ini
adalah kebutuhan ganda yang diperlukan di wilayah manusia.
Kita hanya perlu merenungkan kenyataan selayaknya Buddha
dan mempraktikkan kesunyataan. Ini penting. Sekarang saatnya
untuk kembali membumi.

Pertama, lakukan kebaikan. Lakukan hal-hal positif. Sapalah


orang-orang, tersenyumlah kepada mereka, ucapkan selamat ulang
tahun kepada mereka, turut berdukalah atas kehilangan mereka,
dan tawarkan bantuan kita. Hal-hal tersebut adalah interaksi sosial
yang normal, dan orang-orang melakukannya sepanjang waktu.
Namun, untuk mempraktikkannya dengan penuh perhatian jauh
lebih sulit daripada kelihatannya. Kita benar-benar mencoba
membantu, menjadi baik dan bijaksana dalam berbagai cara, kecil
dan besar, sebisa mungkin setiap hari.

Kedua, hindari kejahatan. Ini berarti menaruh perhatian


pada tindakan tubuh, ucapan, dan batin kita, memperhatikan
ketika kita bertindak, berbicara, atau memikirkan sesuatu yang
berbahaya atau tidak baik. Atasi keburukan dengan latihan
batin kita, dan perhatikan setiap momen buruk kita. Ketika kita
memperhatikannya, kita merasa tidak enak. Dulu kita mungkin
pernah berkata pada diri sendiri, “Saya berkata demikian hanya
karena ia benar-benar perlu diluruskan. Jika ia tidak melakukan
itu pada saya, saya tidak akan berkata demikian padanya. Ini
benar-benar salahnya.”

Sekarang, kita lihat bagaimana kita melindungi diri kita dan


akan mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan. Jadi
kita menaruh perhatian pada apa yang kita ucapkan, pikirkan,

112
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

dan lakukan–tidak seperti kerasukan, tidak dengan pengamatan


sempurna, namun hanya sebagai hal biasa yang diamati dengan
baik dan penuh pemahaman–pada akhirnya kita akan mampu
memurnikan diri dari pikiran dan kata-kata yang tidak baik.

Dua praktik terakhir dalam nasihat ini, yang saya terjemahkan


sebagai menghargai dan mengetahui kelemahan diri sendiri dan
berdoa untuk pertolongan, secara tradisi harus dilakukan dengan
membuat persembahan kepada dua jenis makhluk: para setan
(makhluk yang mencegah kita menjaga praktik kita) dan para
pelindung Dharma (makhluk yang membantu kita menjaga praktik
kita). Namun, untuk tujuan kita saat ini, alangkah baiknya jika kita
melihat praktik ini secara lebih luas.

Kita bisa memahami membuat persembahan kepada para


setan sebagai menghargai dan mengetahui kelemahan kita,
menghormati kelemahan kita, kegilaan kita, kebebalan kita.
Ucapkanlah selamat pada diri sendiri atas mereka, hargailah
mereka, dan lebih jauh lagi, pada keegoisan, kebimbangan,
kemalasan, kebencian kita, dan seterusnya. Kita datang dengan
hal-hal ini secara jujur. Kita telah terlatih dengan baik untuk
mewujudkan mereka pada setiap kesempatan. Ini adalah
keajaiban dari kehidupan manusia, ini adalah efek didikan kita,
masyarakat kita, yang kita hargai dan coba untuk dijinakkan
dan dibawa dengan lembut menuju kebaikan. Jadi, kita
membuat persembahan kepada para setan di dalam diri kita dan
mengembangkan penghargaan lucu atas kebodohan kita sendiri.
Kita berada di tempat yang baik! kita bisa menertawai diri sendiri
dan semua orang.

Dalam membuat persembahan kepada para pelindung


Dharma, kita berdoa pada kekuatan apa pun yang kita percaya dan
tidak kita percaya untuk pertolongan. Apakah kita membayangkan

113
Nutrisi Hati 4

Istadewata atau dewa atau bukan, kita dapat meraih apa pun
melebihi apa yang dapat kita bayangkan, serta meminta bantuan
dan kekuatan untuk perkembangan spiritual kita. Kita dapat
melakukan ini dalam meditasi, bicara dalam hati, atau dengan
suara keras yang menyuarakan harapan dan keinginan kita.

Berdoa adalah praktik yang kuat. Ini bukan berarti


melepaskan tanggung jawab kita. Kita tidak meminta untuk
terbebas dari tanggung jawab. Kita meminta bantuan dan kekuatan
untuk melakukan apa yang harus dilakukan; dengan pemahaman
ini, kita harus melakukan yang terbaik, apa pun yang diatasi oleh
dewa-dewa bukanlah pencapaian kita, bukan hasil kita sebagai
individu. Ia berasal dari cakupan yang lebih luas yang tidak bisa
kita kontrol. Faktanya, ini bertolak belakang dengan pemahaman
praktik spiritual sebagai kewajiban yang harus kita tunaikan sendiri.
Setelah semua ini, bukankah kita sudah mempraktikkan berterima
kasih pada semua orang? Bukankah kita sudah belajar bahwa
tidak mungkin kita melakukan apa pun sendirian? Jadi, berdoa
meminta pertolongan bukan hanya masuk akal, bukan hanya
dilakukan karena kita merasa baik dan benar untuk melakukannya,
namun juga penting dilakukan untuk mengingatkan bahwa kita
tidak sendiri dan tidak bisa melakukannya sendirian.

Adalah hal yang wajar jika kita melupakan poin ini dan
kembali ke kebiasaan kita yang berpikir bahwa kita mandiri.
Orang-orang sering mengatakan seorang pengikut Buddhis
tidak berdoa karena Buddhisme merupakan tradisi atheis yang
tidak mengakui Tuhan. Secara teknis mungkin ini benar, namun
kenyataannya adalah: seorang pengikut Buddhis berdoa dan terus
berdoa. Mereka berdoa kepada semua Buddha dan Bodhisatwa.
Bahkan pengikut Zen pun berdoa. Berdoa tidak melulu terkait
dengan Tuhan.

114
Hidup Itu Susah - 6 Cara untuk Menghadapinya

6. Apa pun yang ditemui adalah Sang Jalan

Nasihat ini merangkum kelima nasihat sebelumnya: apa pun


yang terjadi, baik dan buruk, jadikan itu sebagai praktik spiritual
kita.

Dalam hidup kita, tidak ada kata jeda dan kesalahan dalam
praktik spiritual. Sebagai manusia, kita selalu melakukan praktik
spiritual, terlepas dari apakah kita menyadarinya atau tidak.
Kita mungkin mengira bahwa kita telah kehilangan praktik kita
karena kita menjalani hidup yang sibuk dan pelik sehingga tidak
lagi berada pada jalur yang tepat. Mungkin kita merasa buruk
terkait ini, dan perasaan ini semakin lama semakin sulit untuk
mengembalikan kita pada jalur yang tepat.

Namun, hal ini hanyalah perasaan kita; sesungguhnya bukan


demikian yang terjadi. Sekali kita mulai berpraktik, kita akan terus
berpraktik karena segala hal adalah praktik, bahkan jika sehari,
seminggu, atau sepanjang hidup kita lupa bermeditasi. Karena
praktik tidak mungkin hilang. Mempraktikkan nasihat ini adalah
dengan mengetahui bahwa tidak peduli apa pun yang terjadi–
tak peduli betapa kita berpikir bahwa kita terdistraksi, tak peduli
seberapa besar kita merasa seperti individu yang malas sekali
yang sepenuhnya kehilangan arah dan tersesat tanpa harapan–
dan terlepas dari segala hal negatif, kondisi buruk, dan kesulitan,
ubahlah semua itu menjadi Sang Jalan.

115
11

Cara Menyuapi Iblis Anda


Oleh Lama Tsultrim Allione
Penerjemah: Benny Chandra
Lama Tsultrim Allione mengajarkan Anda teknik
inovatif untuk mengubah iblis dalam diri menjadi
teman.
M
emberi makan iblis kita alih-alih melawan mereka
berkontradiksi dengan pendekatan konvensional
yang melawan apa pun yang menyerang kita. Tetapi
rupanya pendekatan ini menunjukkan jalan yang efektif untuk
mengintegrasikan batin.

Iblis (mara dalam Sanskerta) bukanlah setan haus darah


yang menunggu kita di sudut ruangan gelap. Iblis ada di dalam
diri kita. Mereka adalah energi yang kita alami setiap hari,
seperti ketakutan, sakit, depresi, cemas, trauma, kesulitan dalam
hubungan, dan kecanduan.

Apa pun yang menyerap energi dan menahan kita dari


kesadaran akan diri sendiri adalah iblis. Pendekatan dalam
memberi bentuk kepada kekuatan dalam ini dan memberi
makan mereka, alih-alih memberontak terhadap mereka,
digagas oleh wanita Buddhis Tibet abad ke-11 bernama Machig
Labdron (1055-1145). Praktik spiritual yang dikembangkannya
dinamakan Chod, dan menghasilkan hasil menakjubkan
sehingga menjadi populer, menyebar secara luas hingga Tibet
dan melebihinya.

Dalam zaman ini, kita menderita gejolak batin dan jasmani.


Kita menemukan diri kita lebih tersudutkan, ke dalam dan ke
luar. Kita butuh paradigma baru, pendekatan konflik baru.
Strategi Machig dalam memelihara alih-alih melawan musuh
dalam dan luar kita menawarkan sebuah jalan revolusioner
untuk menyelesaikan konflik dan menuju integrasi psikologis dan
kedamaian batin.

119
Nutrisi Hati 4

Metode yang saya kembangkan adalah prinsip Chod yang


diadaptasi ke budaya Barat. Dalam praktik versi singkat, terdapat
5 tahapan, yaitu:

Tahap 1: Mencari Iblis dalam tubuh Anda

Setelah menghasilkan motivasi sepenuh hati untuk


berpraktik dengan tujuan agar bisa bermanfaat bagi diri sendiri
dan semua makhluk hidup, tentukan iblis mana yang Anda ingin
ajak kerja sama. Pilih yang Anda rasakan sedang menyerap energi
Anda sekarang. Jika masalahnya adalah hubungan, anggaplah
perasaan yang tumbuh dalam diri Anda sebagai iblis, alih-alih
orang lain.

Berpikir tentang iblis yang Anda pilih untuk diajak bekerja


sama, mungkin dengan mengingat kejadian khusus ketika perasaan
tersebut menguat, periksalah tubuh Anda dan bertanyalah pada
diri sendiri: di manakah iblis berdiam paling kuat dalam diriku?
Apakah bentuknya? Apakah warnanya? Apakah teksturnya?
Apakah temperaturnya?

Sekarang, pertajam sensasi ini.

Tahap 2: Menjelma sebagai iblis

Biarkan sensasi itu, dengan warnanya, teksturnya, dan


temperaturnya, keluar dari tubuh Anda dan menjelma di depan
Anda dengan otot, muka, mata dan seterusnya.

Perhatikanlah iblis sebagai berikut: ukuran, warna,


permukaan tubuhnya, massa, jenis kelamin (jika ia mempunyainya),
karakternya, kondisi emosionalnya, pandangan matanya, sesuatu
mengenai iblis yang belum Anda lihat.

Sekarang, tanya kepada iblis pertanyaan berikut: Apa yang


kamu inginkan? Apa yang kamu benar-benar inginkan? Apa yang

120
Cara Menyuapi Iblis Anda

akan kamu rasakan ketika kamu mendapatkan apa yang kamu


inginkan?

Tahap 3: Jadilah Iblis

Ganti posisi, pertahankan agar mata Anda terpejam.


Bayangkan bahwa Anda berada di tubuh iblis. Rasakan bagaimana
rasanya menjadi iblis. Perhatikan bagaimana Anda terlihat di mata
iblis. Jawab pertanyaan ini, berbicaralah sebagai iblis: Apa yang
aku inginkan adalah... Apa yang aku butuhkan adalah... Ketika
memperoleh apa yang aku butuhkan, aku merasa.. (Catatlah
jawaban khusus dari pertanyaan ini).

Tahap 4: Beri makan iblis dan bertemu dengan sekutu

Luangkan waktu untuk kembali ke dalam tubuh Anda. Lihat


iblis di depan Anda. Kemudian larutkan tubuh Anda menjadi nektar.
Nektar ini memiliki kualitas perasaan iblis ketika ia memperoleh
apa yang ia butuhkan (yakni: jawaban dari pertanyaan ketiga).
Perhatikan warna dari nektar.

Bayangkan nektar bergerak menuju iblis dan memelihara


ia. Perhatikan bagaimana iblis menerimanya. Anda memiliki
ketersediaan nektar yang tak terbatas. Beri makan iblis sehingga
ia merasa puas dan perhatikan bagaimana ia bertransformasi di
dalam proses. Ini bisa memakan waktu beberapa saat.

Perhatikan jika ada makhluk yang hadir setelah iblis merasa


puas. Jika ada makhluk yang hadir, bertanyalah: Apakah Anda
sekutu? Jika iya, Anda akan bekerja dengan makhluk itu. Jika tidak,
atau jika tidak ada makhluk yang hadir setelah memberi makan iblis
sampai merasa puas, undanglah sekutu tersebut untuk muncul.

Ketika Anda melihat sekutu, perhatikan detail dari sekutu


tersebut: ukuran, warna, permukaan tubuh, massa, jenis kelamin

121
Nutrisi Hati 4

(jika ada), karakternya, kondisi emosionalnya, pandangan


matanya, sesuatu mengenai sekutu yang belum pernah Anda lihat.

Ketika Anda merasa terkoneksi dengan energi dari sekutu itu,


bertanyalah: Bagaimana kamu menolong aku? Bagaimana kamu
melindungi aku? Apakah janji yang kamu janjikan kepadaku?
Bagaimana aku menghubungi kamu?

Berganti posisi dan jadilah sekutu tersebut. Luangkan


waktu untuk berada di tubuh sekutu dan perhatikan apa rasanya
berada di dalam tubuh sekutu. Bagaimana Anda terlihat di mata
sekutu? Ketika Anda siap, jawablah pertanyaan berikut dengan
berbicara sebagai sekutu: aku akan membantumu dengan... aku
akan melindungimu dengan... aku berjanji akan... Kamu dapat
menghubungi aku dengan...

Luangkan waktu untuk kembali ke tubuh Anda dan melihat


sekutu di depan Anda. Lihat matanya dan rasakan energinya
mengalir ke tubuh Anda.

Sekarang, bayangkan sekutu tersebut larut ke dalam cahaya.


Perhatikan warna cahaya. Rasakan ia mengalir ke dalam diri
Anda dan mengintegrasikan cahaya ini ke semua sel tubuh Anda.
Catatlah perasaan masuknya energi dari sekutu ke tubuh Anda.
Sekarang, Anda dengan energi yang diintegrasikan oleh sekutu
juga larut ke dalam cahaya.

Tahap 5: Beristirahat dengan kesadaran.

Beristirahatlah dalam kondisi apa pun yang muncul setelah


pelarutan. Berikan jeda hingga aneka pikiran mulai kembali
bermunculan, kemudian secara bertahap kembali ke tubuh Anda.
Ketika membuka mata, pertahankan perasaan bahwa energi
sekutu masih berada di tubuh Anda.

122
12

Cara Menghadapi Penyakit


Oleh Ajahn Sumedho
Penerjemah: Yunita, Benny Chandra
Mungkin penyakit bukanlah sesuatu yang harus kita
musnahkan, mungkin penyakit adalah sesuatu untuk
dimengerti, direnungkan, dan diterima pada akhirnya.
S
ebuah ilusi yang sangat umum di dunia materialistik ini
adalah bahwa kita harus mencoba menghindari penyakit.
Saya ingat sekitar dua puluh lima tahun yang lalu di Amerika
Serikat, sebelum saya ditahbiskan, orang-orang berpikir bahwa
ilmu pengetahuan modern akan dapat menghilangkan semua
penyakit dalam waktu dua puluh lima tahun mendatang. Saat
ini, dua puluh lima tahun kemudian, kita malah mendapatkan
berbagai penyakit baru! Dan kanker sepertinya merupakan salah
satu penyakit yang tidak akan hilang dalam waktu dekat.

Mungkin penyakit bukanlah sesuatu yang harus kita


musnahkan, mungkin penyakit adalah sesuatu untuk dimengerti,
direnungkan, dan diterima pada akhirnya. Hanya dengan terlahir
saja sudah bermakna bahwa kita akan dihadapkan dengan berbagai
situasi di luar kontrol kita. Tentunya kita bisa belajar bagaimana
untuk hidup dengan lebih hati-hati, menghormati hidup, tidak
menyalahgunakan tubuh kita, juga tidak mengeksploitasi tubuh kita.
Orang-orang mengeksploitasi tubuh mereka, menggunakannya
untuk berbagai hal-hal berbahaya. Oleh karena itu, tubuh kita
mulai tidak berfungsi, menjadi lemah, dan seterusnya. Ini adalah
hasil dari ketidakpahaman terhadap batas dari tubuh kita dan
kurangnya rasa hormat terhadap tubuh kita.

Sangat banyak segi dari ilmu pengetahuan–setidaknya


menurut saya–yang tidak mempunyai pertimbangan etis.
Sepertinya ilmu pengetahuan mengesahkan segala jenis
percobaan dan eksperimen–keingintahuan adalah segalanya.
Jika para ilmuwan memprioritaskan etika untuk penelitian
mereka, mereka tidak akan pernah menciptakan senjata-senjata
nuklir. Tetapi karena mereka tidak mempunyai etika, mereka
menciptakan bom nuklir, semua jenis gas berbahaya, dan semua
benda yang merusak. Para ilmuwan bereksperimen tanpa akhir

125
Nutrisi Hati 4

dengan menggunakan hewan dan makhluk lainnya–untuk apa?


Untuk menghilangkan penyakit, membuat diri kita lebih nyaman,
membuat diri kita lebih menarik!

Padahal, tetap saja jika kita hidup dengan umur panjang


tetapi tanpa kualitas, itu merupakan suatu bentuk alam neraka.
Jika saya harus hidup dua ratus tahun sebagai orang yang egois,
hidup dalam kenyamanan, hanya memikirkan diri sendiri selama
dua ratus tahun, itu akan merupakan suatu pengalaman neraka
selama dua ratus tahun, karena tidak adanya kualitas pada
hidup tersebut. Kehidupan itu akan menjadi kejam, jelek, dan tak
berguna. Tetapi untuk kehidupan yang memiliki kualitas, tidaklah
menjadi masalah berapa lamanya kehidupan tersebut. Panjangnya
kehidupan tubuh jasmani bukanlah merupakan inti permasalahan
lagi. Inti permasalahan yang penting adalah kualitas yang kita
berikan pada tubuh jasmani ini selama ia berfungsi. Orang-orang
mulai menyadari bahwa dengan menjaga pengalaman kehidupan
dalam bentuk manusia ini secara lebih serius, lebih peduli, lebih
hati-hati dan lebih bijak, mereka bisa memberi kualitas terhadap
hidup ini secara keseluruhan dan lengkap, serta sempurna dalam
bentuknya.

Sebagai seorang biksu, saya hanya bisa mengagungkan


kebaikan dan penghormatan terhadap semua bentuk kehidupan,
bahkan terhadap nyamuk sekalipun! Nyamuk-nyamuk telah
mengajari saya sangat banyak hal. Saya bahkan bisa memberikan
ceramah tentang nyamuk. Walaupun begitu, jika Anda ingin
tahu yang sebenarnya, tetap saja saya tidak suka pada nyamuk-
nyamuk itu. Setiap kali saya melihat mereka, saya tidak mau pergi
dan memeluk mereka; saya lebih memilih mereka pergi saja.
Dan jika mereka semua hilang, saya tidak akan meneteskan air
mata untuk mereka. Tetapi saya tetap menghormati mereka; saya

126
Cara Menghadapi Penyakit

menghormati hak mereka untuk hidup; saya menyadari bahwa


mereka mempunya hak yang sama seperti saya untuk hidup. Dan
saya tidak akan berdalih tentang kebijaksanaan Yang Maha Esa
dalam menciptakan nyamuk yang mengganggu saya. Saya tidak
melihat bahwa saya mempunyai hak yang lebih dibandingkan
dengan nyamuk untuk berada di dunia ini; kenyataannya
adalah mereka juga berada di dunia ini. Semakin sering saya
merenungkan ini, semakin saya bisa merasakan suatu perasaan
tenang dan berdamai dengan keberadaan mereka, walaupun saya
mungkin tidak menginginkan atau menyukai mereka. Seseorang
yang menerima semua jenis kehidupan, termasuk yang jelek
dan jahat, akan rela untuk mengizinkan semua hal seperti apa
adanya. Dalam kerelaan untuk mengizinkan semua hal seperti
apa adanya, respons kita saat ini adalah sempurna untuk situasi
tersebut. Bukan berarti kita hanya pasif dan berkata ‘Semua hal
hanya seperti apa adanya dan kita tidak akan melakukan apa pun
terhadapnya’, tetapi ini berarti bahwa kita punya perspektif sendiri
terhadap suatu situasi dan bisa merespons secara lebih tepat,
ketimbang hanya respons secara reaktif. Respons reaktif selalu
datang dari hasrat–‘Saya menyukai itu dan saya mau memilikinya,’
atau ‘Saya tidak menyukainya; saya mau memusnahkannya.’
Kemampuan untuk bisa merespons terhadap sesuatu berdasarkan
kebijaksanaan adalah kemampuan untuk bisa melakukan hal yang
tepat pada waktu dan tempat yang tepat. Hal ini membutuhkan
kesabaran dan kerelaan untuk menghadapi situasi yang tidak
menyenangkan, karena jika kita hanya bereaksi saja, kita hanya
akan meningkatkan penderitaan kita sendiri.

Saya ingat beberapa tahun yang lalu, telah cukup lama,


saya sedang mempunyai masalah dengan seseorang. Banyak
rasa enggan yang muncul, oleh karena itu saya mencoba
memperbaikinya. Saya ingin menghilangkan masalah tersebut,

127
Nutrisi Hati 4

jadi saya malah cenderung menggunakan sisi agresif dalam


menghadapi permasalahan tersebut, ‘Kamu harus meluruskan
masalah ini; kamu harus membenarkan permasalahan ini.’
Tetapi semakin saya mencoba untuk membuat permasalahannya
menjadi benar sesuai pendapat saya, semakin buruk permasalahan
tersebut jadinya. Orang itu tidak mau bekerja sama! Semua yang
terlihat di mata orang itu adalah saya yang agresif, tidak sensitif,
dan bodoh. Itu tentu bukanlah cara untuk menyelesaikan suatu
masalah. Jadi walaupun di satu sisi saya benar–yaitu bahwa tidak
seharusnya ada masalah, kita tidak seharusnya berperilaku seperti
ini–saya tidak mempunyai kesabaran untuk menghadapi masalah
tersebut hingga saat ketika saya bisa meresponsnya dengan benar.
Jadi, respons yang saya berikan tidak tepat.

Inilah saat ketika kesabaran, kemampuan untuk


menghadapi sesuatu, termasuk penyakit, berperan. Kembali ke
kasus nyamuk, saya pernah terkena malaria selama setahun di
Thailand. Sebelum saya terkena malaria, saya adalah seorang
yang rajin meditasi. Saya sangat suka duduk; saya menaruh
banyak upaya untuk meditasi; saya mempunyai ambisi tinggi
untuk mencapai suatu tingkatan dalam latihan saya. Saya pikir
saya benar-benar sedang mencapai sesuatu, memperoleh batin
penuh konsentrasi, ketika tiba-tiba–malaria. Malaria benar-benar
melemahkan tubuh saya, tidak ada energi yang tersisa untuk apa
pun. Dan bahkan untuk makan pun sangat susah. Saat itu saya
tinggal di daerah pedalaman Thailand yang makanannya sangat
kering. Kadang-kadang saat saya sedang sehat pun saya susah
memakan makanannya. Tetapi dengan malaria, tahukah Anda,
saya sangat sulit memakan apa pun, bahkan makanan enak sekali
pun. Lalu, dalam siklus malaria ini demam saya datang dan pergi.
Ini berlangsung terus-menerus selama setahun. Pada saat itu,
guru kami, Ajahn Chah, datang untuk mengunjungi biara tempat

128
Cara Menghadapi Penyakit

saya tinggal. Jadi saya mengeluh kepada beliau; saya berkata,


‘Saya tidak bisa latihan lagi! Latihan saya selama ini menjadi sia-
sia dan rusak karena malaria ini.’ Kemudian beliau menasihati
saya; beliau berkata, ‘Sekarang latihan kamu adalah malaria.’
Sebelumnya, tidak pernah saya berpikir seperti itu. Saya pikir
latihan adalah dengan tubuh sehat yang duduk dan batin yang
berkonsentrasi ketika kita penuh semangat, ketika kita merasa
baik. Beliau tiba-tiba membawa perhatian saya ke fakta bahwa
kita tidak akan selalu merasa sehat dan baik. Dengan itulah saya
mulai merenungkan topik malaria ini hingga rasa benci dan
penolakan terhadapnya hilang.

Pada akhirnya, penyakit malaria saya sembuh secara total


dan saya tidak pernah lagi terkena malaria sejak saat itu. Telah
enam belas tahun berlalu. Saya mulai melihat bahwa sebenarnya
sisi fisik bisa tertahankan–demam, badan lemah dan seterusnya;
saya bisa mengatasinya jika saya mengubah kelakuan saya
dalam menghadapinya, tidak dengan membencinya, tidak
dengan menginginkan penyingkirannya. Dari situ saya belajar
satu pelajaran besar tentang bagaimana menjalani hidup. Kasus
yang sangat umum di kalangan umat manusia modern adalah
langsung mencoba menyingkirkan setiap rasa sakit atau rasa
tak nyaman–setiap penyakit apa pun akan langsung dirujuk
ke dokter, ‘Bagaimana saya bisa dengan cepat menghilangkan
penyakit ini? Sangat banyak yang harus saya lakukan dan
penyakit ini menghalangi saya untuk melakukan hal-hal yang
diperlukan.’ Kadang-kadang orang terkena penyakit yang tidak
bisa disembuhkan. Dengan malaria–demam, ketidaknyamanan,
kelemahan–saya menyadari bahwa hal-hal tersebut bukanlah
penderitaan yang sebenarnya. Penderitaan yang sebenarnya
adalah rasa enggan saya, ketakutan, dan kebencian terhadapnya.
Saya bisa menahan kelemahan badan, demam, dan

129
Nutrisi Hati 4

ketidaknyamanan, tetapi yang tak bisa saya tahan adalah rasa


takut, enggan, panik, dan rasa benci yang saya ciptakan sendiri.

(Dari sebuah pidato yang disampaikan di Australia pada bulan


Maret 1987)

Pertama kali diterbitkan pada bulan Oktober 1989 oleh Buddhism


Now.

130
13

Kebaikan untuk Diri Sendiri dan


Orang Lain
Oleh Judy Lief (judylief.com)
Penerjemah: Menik, Aditya Padmasari Dali
Penderitaan adalah lebih dari sekadar Kebenaran
Arya pertama dalam Buddhisme. Untuk melihat
penderitaan kita sendiri dan orang lain, langkah
pertama adalah dengan kasih sayang. Judy Lief
menawarkan panduan tentang perjalanannya.
K
etika Sang Buddha masih muda, ia mempunyai kehidupan
yang terlindung, terlahir di sebuah keluarga kaya. Ayahnya
adalah seorang raja, seseorang yang meresmikan upacara
dan acara-acara kenegaraan. Salah satu perayaan tahunan adalah
festival tanam, ketika petani akan menabur tanaman tiap tahun.
Ini adalah peristiwa besar, dengan permainan dan hiburan; petani
lokal dan penduduk desa akan datang dari seluruh penjuru untuk
merayakannya. Puncak upacara adalah membajak alur pertama.
Hanya setelah ini pembukaan musim tanam diresmikan dan
petani lokal mulai menabur di ladang mereka.

Di salah satu upacara tanam ini, ketika Sang Buddha masih


muda, ia dengan senang hati bermain dengan teman sampai ia
melihat bajak sedang disiapkan untuk dipergunakan. Setelah
bajak mulai menyentuh tanah dan membuat alur, ia marah.
Buddha muda tersentuh oleh berapa banyak kehidupan yang
terganggu dan hancur dalam tindakan menanam makanan. Dia
melihat serangga bergegas pergi dari bajak dan cacing terpotong
dua. Dia melihat banyak belatung kecil kebingungan, makhluk lain
yang tersentak kaget di bawah tiba-tiba menyodok ke permukaan,
dan makhluk yang berada di permukaan tiba-tiba terkubur di
bawah. Dunia mereka terbalik, dan mereka tampaknya benar-
benar bingung dan tidak bahagia. Begitu banyak makhluk yang
mengalami penderitaan.

Buddha menjadi sedih melihat pengalaman ini. Ia


meninggalkan perayaan dan duduk seorang diri di bawah pohon
untuk berpikir tentang apa yang telah dilihatnya. Hal yang muncul
dalam pikirannya adalah: untuk bertahan hidup di bumi, kita
harus menyebabkan makhluk lain menderita. Tidak peduli betapa
kita mencoba untuk bersikap baik, kita tidak bisa menghindarinya.
Dan melihat penderitaan orang lain, kita mengalami penderitaan
diri sendiri. Kita bisa berhenti makan daging, kita bisa menjadi

133
Nutrisi Hati 4

vegetarian, kita bisa memakai layar di wajah kita seperti para


Jain, tetapi kita tetap tidak bisa melewati hari tanpa menyebabkan
seseorang dalam bahaya. Bahkan tindakan menanam yang
tampak begitu polos pun tak pelak menyebabkan beberapa
makhluk menderita dan mati.

Kesadaran yang terjadi ketika Sang Buddha masih kecil ini


seperti benih yang kemudian matang dan mengilhami Buddha
untuk memulai pencarian pribadinya dalam memahami sifat
penderitaan, “Mengapa ada begitu banyak penderitaan di
dunia, dan apakah ada sesuatu yang dapat dilakukan tentang
hal itu?” Kesadaran penderitaan sudah menyentuh hatinya, dan
kebaikannya terbangun.

Ketika kita membuka diri pada orang lain, kita juga membuka
diri kita terhadap penderitaan. Seperti dalam cerita Buddha,
ketika kita menyadari penderitaan makhluk lain serta penderitaan
kita sendiri, kebaikan muncul sebagai respons alami. Tetapi, kita
memiliki kecenderungan untuk melindungi diri dari rasa sakit dan
menutupi kesadaran itu. Kita menolak bagian dari pengalaman
kita sendiri yang menyakitkan dan kita juga menghindar dari
menghadapi rasa sakit yang kita lihat di sekitar kita. Dengan
menjauhkan diri dari rasa sakit, kita membuat diri kita berjarak
dengan orang lain. Kita kehilangan dasar koneksi yang membuat
kebaikan itu terjadi.

Satu-satunya cara untuk mempertahankan hubungan itu


adalah dengan memperluas kesadaran kita untuk memasukkan
semua pengalaman kita, bukan hanya bagian-bagian yang kita
anggap nyaman. Latihan meditasi adalah cara yang baik untuk
memulainya, karena itu merupakan proses menyadari apa pun
yang muncul dalam pikiran kita, baik atau buruk, menyakitkan
atau menyenangkan. Kita belajar untuk menjadi terbuka tentang
siapa diri kita, dan apa pun yang kita alami. Jadi, latihan meditasi

134
Kebaikan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

bukan hanya latihan mental; ini adalah cara untuk berteman


dengan diri sendiri pada tingkat yang sangat dasar. Langkah
demi langkah, kita belajar lebih banyak tentang diri sendiri serta
menerima dan mengintegrasikan bagian-bagian dari diri kita yang
telah kita tolak.

Dengan belajar menerima diri sendiri, pada saat yang sama


kita belajar untuk menerima orang lain. Akan selalu ada orang di
sekitar kita, dan kita tidak punya pilihan selain untuk menerima
mereka, kecuali kita membuang semua orang keluar atau menjadi
petapa. Tetapi, berbaur dengan orang-orang tidak sama dengan
telah menerima mereka. Penerimaan adalah kelembutan dan
proses membuka hati kita kepada orang lain, untuk diri kita
sendiri, dan kepada dasar penderitaan kita. Kebaikan langsung
dimulai saat itu juga, sebuah pengalaman tingkat pribadi.

Dengan memupuk sikap penerimaan dan keramahan yang


fundamental, kita tidak hanya bisa mengurangi rasa takut dan
ketegangan dari diri kita sendiri, tapi juga dari orang-orang di
sekitar kita. Sebenarnya, kita bisa menggeser atmosfer menuju
relaksasi dan kebaikan, dan mengarahkannya menjadi kekuatan
untuk penyembuhan. Ketika kita santai dan membuka diri sendiri,
orang-orang di sekitar kita akan mulai merasakannya. Hal ini
seperti menempatkan setetes air pada tinta–satu tetes kecil akan
terus menyebar dan menyebar.

Latihan: Menerima Satu Sama Lain

Latihan ini membutuhkan dua orang. Untuk memulai,


duduk diam bersama-sama, baik di samping satu sama lain atau
saling berhadapan. Luangkan waktu untuk menenangkan pikiran
Anda, tempatkan perhatian Anda pada napas. Jangan terburu-
buru, tetapi luangkan cukup waktu untuk menjadi terbiasa dan
merasa nyaman ketika duduk berdekatan.

135
Nutrisi Hati 4

Langkah berikutnya adalah untuk secara sadar menyertakan


pasangan Anda dalam praktik Anda. Ketika Anda bernapas keluar,
perpanjang perhatian Anda padanya dan saat Anda menghirup
dengan sadar, masukkan ia dalam kesadaran Anda. Buatlah ini
sesederhana mungkin. Anda tidak menganalisis keadaan pikiran
pasangan Anda atau mencoba untuk mencari tahu, tetapi hanya
menyadari kehadirannya.

Akhirnya, perhatikan ruang antara Anda dan pasangan Anda


dan hubungan Anda dengan satu sama lain. Ke dalam ruang bersama
ini, ketika Anda bernapas keluar, proyeksikan kualitas penerimaan
dan persahabatan sederhana untuk pasangan Anda. Pada saat
menarik napas, ambil dan terima penerimaan dan persahabatan
yang pasangan Anda kirimkan untuk Anda. Rasakan energi dari
penerimaan dan persahabatan beredar antara Anda berdua.
Untuk menyimpulkan, luangkan beberapa menit untuk
duduk bersama-sama dengan tenang.

Ketika kita duduk diam seperti ini dengan orang lain,


kita secara bertahap menjadi lebih sadar akan kehadiran orang
itu. Kita mulai menerima dan menghargai dia. Kedua kualitas,
kesadaran dan penerimaan, adalah dasar kebaikan. Tapi kita
terus diserap oleh diri kita sendiri, dan kehilangan kesadaran kita
terhadap orang lain. Ketika kita terjebak dalam keprihatinan kita
sendiri, penerimaan dan kesadaran kita lenyap. Mereka benar-
benar hilang–puff!

Kita mungkin lebih memilih untuk mengabaikan


kecenderungan kita untuk berfokus pada masalah kita sendiri
dan mengabaikan masalah orang lain. Namun, jika kita ingin
menumbuhkan kebaikan, pertama kita perlu memahami
keegoisan kita sendiri. Itu adalah titik tolak kita. Kita perlu berhenti
dan melihat diri sendiri dengan sebaik-baiknya.

136
Kebaikan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

Dalam sebagian besar waktu, kita terbiasa untuk menjadi


egois sampai-sampai kita tidak menyadarinya. Kepentingan diri
kita seperti kebisingan di latar belakang yang tidak lagi terdengar.
Ia berdengung konstan tanpa bisa kita matikan. Kita selalu
mengatakan, “Apa untungnya bagi saya, apa untungnya bagi
saya?” Nada seperti itu ada baik ketika kita merampok bank atau
bekerja dalam unit perawatan intensif. Oleh karena itu, tindakan
kita selalu memiliki belokan tertentu.

Terkait anak-anak, keegoisan lebih tampak di permukaan.


Jika Anda meminta anak untuk memotong dua potong kue, satu
untuknya dan satu untuk adiknya, ada kemungkinan bahwa
bagiannya akan menjadi sedikit lebih besar, atau jika tidak lebih
besar, bagiannya akan memiliki lebih banyak krim di atasnya. Ibu
yang pintar akan meminta satu anak memotong kue dan yang lain
memilih mana dari dua potong yang dia inginkan. Dengan cara
itu, Anda mendapatkan pemotongan yang tepat.

Pada saat kita dewasa, kita telah diberitahu tentang berbagi


dan kita tahu bahwa tidaklah baik untuk membiarkan keegoisan
kita menampilkan diri begitu terang-terangan. Ini tidak berarti
keegoisan telah hilang, namun hanya bahwa ia kini menjadi lebih
tidak terlihat. Kini, kita mungkin hanya menempatkan sedikit
tambahan jamur lezat di nasi kita, atau kita mungkin lulus ke
bentuk yang lebih maju dari keegoisan dan memberikan jamur
terbaik untuk menunjukan betapa berbudi luhurnya kita.

Fokus pada diri kita sendiri mungkin tidak begitu kasar; bisa
saja ia sehalus asumsi bahwa kita adalah pusat dan semua yang
lain adalah sampingan. Pendekatan kita adalah bahwa meskipun
orang lain juga kita pedulikan, rasa peduli itu hanya sedikit
kadarnya. Jika Anda melihat sebuah ruangan yang penuh dengan
orang, ada kemungkinan bahwa masing-masing orang memiliki

137
Nutrisi Hati 4

lingkaran kecil di sekelilingnya, di mana ia merupakan pusat dan


orang lain adalah pinggiran. Jadi, semua orang melihat keluar
dan memeriksa kembali, masing-masing dari dunianya sendiri.
Hal ini seperti permainan yang saya gunakan untuk bermain
dengan masing-masing anak perempuan saya di mana saya
akan mengatakan, “Aku adalah ‘saya’ dan Anda adalah ‘Anda.’”
Dan dia akan menjawab, “Tidak, aku adalah ‘saya’ dan Anda
adalah ‘Anda.’” Tentu saja permainan ini bisa terus berlangsung
selamanya, karena tidak ada yang mau mengalah dari posisi
mereka sebagai pusat.

Ketika kita merasakan sakit yang terbesar, kita memiliki


waktu yang paling sulit untuk peregangan melampaui keprihatinan
kita sendiri. Ada cerita terkenal di mana Buddha bertemu seorang
wanita berduka yang membawa mayat anak satu satunya. Wanita
ini benar-benar dilanda kesedihan. Dia telah kehilangan segalanya–
orang tua, suami, semua keluarganya–dan sekarang ia pun telah
kehilangan anak satu-satunya. Dia tidak akan membiarkan warga
desa membawanya atau menguburkannya; ia bahkan menolak
untuk mengakui bahwa anaknya sudah mati.

Ketika teman-temannya mendengar bahwa Buddha akan


melewati daerah mereka, mereka menyarankan agar dia pergi
menemui Buddha dan meminta beliau untuk menyembuhkan
anaknya. Dalam keputusasaan, ia menemui Buddha dan
meminta bantuan beliau. Buddha mengatakan kepada ibu yang
berduka bahwa ia memang bisa membantu, tapi hanya jika dia
membawakannya biji mustard dari rumah keluarga yang tidak
pernah mengalami kematian.

Dengan lega, wanita itu berangkat untuk mencari biji itu.


Tapi saat ia pergi dari rumah ke rumah, dia tidak menemukan
satu pun keluarga yang tidak memiliki kisah kehilangan. Dalam

138
Kebaikan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

pencariannya ini, dia secara bertahap ditarik keluar dari rasa


sakitnya sendiri saat ia menyadari tingkat penderitaan di
sekelilingnya. Dan ketika dia kembali menemui Buddha, dia telah
siap untuk mengubur anaknya.

Praktik kontemplatif Tibet yang disebut tonglen, atau


“mengirim dan mengambil” dalam bahasa Inggris, bekerja secara
langsung dengan kecenderungan kuat untuk berfokus pada diri kita
sendiri. Praktik tonglen memperlihatkan kedalaman penyerapan
diri kita dan mulai merusaknya. Ini adalah praktik yang dirancang
khusus untuk menghapus aneka hambatan yang menghalangi kita
menuju kebaikan.

Praktek tonglen kadang-kadang digambarkan sebagai


praktik “menukar diri dengan makhluk lain.” Hal ini karena
tujuan tonglen adalah untuk membalik pola penyerapan diri dan
sekitar sepenuhnya, ke titik di mana alih-alih menempatkan diri
kita terlebih dahulu, kita memilih untuk menempatkan orang lain
sebagai peran utama. Jadi, jika saya melanjutkan permainan
dengan putri saya, kini caranya akan berbeda: “‘Saya’ adalah
‘Anda’ dan ‘Anda’ adalah ‘saya’. Tidak, ‘Saya’ adalah ‘Anda’
dan ‘Anda’ adalah ‘saya’.” Praktisi tonglen berjalan dari titik awal
dengan menempatkan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian
melalui jalan tengah dengan melihat diri sendiri dan orang lain
sebagai setara, dan akhirnya menempatkan orang lain sebelum
diri sendiri.

Jika pandangan kita berfokus pada diri sendiri, tindakan


kita akan cenderung meraih apa pun yang membangun kita dan
menyingkirkan apa pun yang mengancam kita. Kebiasaan kita
adalah untuk melindungi diri kita dengan terus-menerus memilih
dan memilih, menerima dan menolak. Dalam praktiknya, tonglen
membalikkan pendekatan kita yang biasa. Alih-alih mengambil

139
Nutrisi Hati 4

apa yang kita inginkan dan menolak apa yang tidak kita inginkan,
kita mengambil apa yang telah kita tolak dan mengirimkan apa
yang kita inginkan–dasarnya adalah kebalikan dari “yang normal.”
Praktik tonglen benar-benar membalikkan kebiasaan kita tentang
segala sesuatu.

Mengapa pula ada orang yang ingin melakukan tonglen?


Salah satu alasannya, cara yang biasa kita lakukan untuk mendekati
segala sesuatu nyatanya tidak selalu memuaskan. Dalam tonglen,
setelah kita menjadi lebih sadar akan tingkat penyerapan diri
kita, kita menyadari betapa terbatasnya tampilan yang ada. Juga,
meskipun kita selalu ingin mementingkan diri sendiri, kita nyatanya
tetap terpengaruh oleh rasa sakit dan penderitaan di dunia ini,
dan secara alamiah ingin melakukan sesuatu tentang hal itu. Di
sekeliling kita, kita melihat orang-orang yang menderita dan, di
atas itu, menciptakan lebih banyak penderitaan bagi diri mereka
sendiri setiap hari. Tapi demikian juga diri kita! kenyataannya,
kita adalah mereka–itulah keseluruhan intinya. Kebingungan yang
kita saksikan adalah kebingungan kita sendiri. Ketika kita melihat
semua orang menderita, itu adalah penderitaan kita sendiri. Kita
tidak bisa memisahkan diri dari orang lain; ini adalah jaring yang
saling berhubungan satu sama lain.

Dalam praktik tonglen, kita mengembangkan kelembutan yang


sama dengan yang dimulai Buddha sendiri dalam perjalanannya
menuju kesadaran. Jika kita kehilangan hati, tonglen adalah cara
menghubungkan kita kembali dengannya. Tonglen tidak ada
hubungannya dengan menjadi sok alim, atau menutupi keegoisan
kita dengan kebaikan palsu. Intinya adalah untuk tidak mencaci-maki
diri kita sendiri atau memaksa diri untuk menjadi lebih ramah. Jika
kita berpikir kita tidak cukup baik, itu tidak berarti bahwa kita kurang
baik dibandingkan orang lain; itu artinya kita lebih jujur. Jadi, tonglen
dimulai dengan kejujuran dan penerimaan, dan berlanjut dari sana.

140
Kebaikan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

Dengan cara yang sama ketika kita menumbuhkan pikiran


berkesadaran dan kewaspadaan melalui latihan meditasi, kita
dapat menumbuhkan kebaikan melalui praktik tonglen. Melalui
latihan tonglen, kita belajar untuk bekerja secara lugas dengan
kesulitan yang kita hadapi dan memperluas diri kita sepenuh
hati kepada orang lain. Tonglen adalah cara untuk mengambil
penderitaan dan memberikan cinta. Ini merupakan pelengkap
alami untuk melatih pikiran berkesadaran, perpanjangan alamiah
dari penerimaan dan pengetahuan diri yang datang sebagai hasil
dari duduk bermeditasi.

Berlatih Tonglen

Setiap kali Anda berlatih tonglen, mulailah dengan melatih


pikiran berkesadaran. Penting untuk meluangkan beberapa saat
untuk membiarkan pikiran Anda menetap dengan stabil. Setelah
melakukannya, Anda dapat menjalankan praktik tonglen itu
sendiri, yang memiliki empat langkah.

Langkah pertama sangat singkat. Anda bisa menganggapnya


sebagai “membersihkan geladak.” Anda hanya butuh jeda sedikit
sebelum mulai. Meskipun langkah pertama ini sangat singkat dan
sederhana, ia tetap penting. Hal ini seperti meretakkan jendela
untuk membiarkan udara segar masuk.

Pada langkah kedua, Anda bersentuhan dengan dunia


perasaan dan emosi yang mendalam. Setiap kali Anda bernapas,
Anda menarik masuk energi yang berat, gelap, panas, lengket, dan
sesak; dan setiap kali mengembuskan napas, Anda mengeluarkan
energi yang bercahaya, menyegarkan, jernih, dan dingin. Dengan
setiap napas, praktik bergeser arah, sehingga ada irama yang
sedang berlangsung bolak-balik. Anda selama ini punya kebiasaan
menggenggam dan menolak, dan kini Anda membalikkan mereka.

141
Nutrisi Hati 4

Langkah ketiga dan keempat mengambil pendekatan yang


sama dan menerapkannya ke topik tertentu. Mulailah dengan
sesuatu yang sedekat mungkin dengan rumah, sesuatu yang
benar-benar memengaruhi Anda secara pribadi. Anda harus
bekerja dengan topik yang membangkitkan perasaan nyata,
sesuatu yang benar-benar menyentuh Anda atau terasa sedikit
mentah. Ini tidak harus sesuatu yang monumental; ia bisa saja
hal yang biasa-biasa. Misalnya, mungkin seseorang berteriak pada
Anda ketika Anda sedang berkendara untuk bekerja. Anda bisa
menghirup agresi yang ia lemparkan pada Anda dan Anda bisa
mengembuskan kepadanya harapan agar ia terbebas dari amarah
tersebut. Jika Anda sendiri baru saja sembuh dari penyakit, Anda
bisa menghirup keadaan sakit itu dan mengembuskan perasaan
sehat dan sejahtera. Intinya adalah untuk memulai dengan sesuatu
yang memiliki cukup nyata dalam hidup Anda.

Ketika Anda sudah melakukannya, ada baiknya untuk


membiarkan praktik berkembang sendiri dan melihat ke mana ia
membawa Anda. Dalam hal ini, tidak peduli apa yang muncul
dalam pikiran Anda, Anda menghirup apa yang Anda tidak suka
dan mengembuskan apa yang Anda suka, atau Anda menghirup
apa yang tidak begitu baik dan mengembuskan perasaan terbebas
dari ketidakbaikan tersebut. Misalnya, setelah Anda menghirup
agresi dari pengemudi dan mengembuskan perasaan terbebas
dari amarah, apa yang mungkin akan muncul berikutnya
adalah amarah Anda sendiri yang muncul karena suasana hati
Anda yang cukup bagus di pagi itu sudah dirusak. Kalau begitu
kasusnya, Anda bisa menghirup amarah itu dan mengembuskan
kemampuan untuk tidak menerima serangan amarah tersebut
secara pribadi. Dengan cara itu, pikiran Anda akan mengikuti
secara alamiah, mengungkapkan lebih banyak lapisan halus dari
sikap menggenggam dan menolak.

142
Kebaikan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

Pada langkah keempat, Anda memperluas praktik


melampaui perasaan langsung Anda sendiri dan keprihatinan
saat ini. Misalnya, jika Anda khawatir tentang teman Anda, Anda
memperluas kepedulian ini dengan turut memasukkan semua
orang lain di masa sekarang dan masa lalu yang telah memiliki
kekhawatiran yang sama. Anda memasukkan semua orang yang
telah menderita rasa sakit atau yang berada dalam bahaya dan
kesulitan. Anda menghirup semua kekhawatiran mereka dan
mengembuskan harapan bahwa mereka semua akan dibebaskan
dari rasa sakit tersebut.

Praktik tonglen adalah keberangkatan radikal dari cara


biasa kita dalam menjalani segala sesuatu. Ini mungkin tampak
mengancam, dan bahkan gila, tetapi ia menyerang pada titik
intinya, yakni bagaimana kita selama ini melindungi diri dari
rasa sakit dan akhirnya kehilangan hubungan dengan satu
sama lain. Ironisnya, barikade yang kita buat nyatanya tidak
banyak membantu; ia hanya membuat hal-hal menjadi lebih
buruk. Kita akhirnya menjadi lebih takut, kurang bersedia untuk
memperpanjang diri kita sendiri, dan mengecilkan kemampuan
kita untuk mengungkapkan setiap kebaikan sejati. Tonglen
menyentuh celah pada barikade-barikade yang kita buat.

Tonglen selalu menyangkut hubungan: membuat hubungan


yang tulus dengan diri sendiri dan orang lain. Ini adalah praktik
yang menarik kita keluar melampaui keprihatinan kita sendiri
untuk menghargai bahwa apa pun yang kita akan lalui, orang lain
juga telah melalui pengalaman intens yang sama. Dalam tonglen,
kita terus memperluas perspektif kita di luar dunia kecil kita sendiri.
Semakin sedikit kita membatasi dunia kita, akan semakin banyak
yang bisa kita ambil–dan pada saat yang bersamaan, kita juga
menyadari bahwa kita memiliki lebih banyak untuk diberikan.

143
14

Sila Itu Tak Berat


Oleh Ajahn Chah
Penerjemah: Gianto Widianto
Kualitas dalam mempraktikkan pengendalian diri,
selalu menjaga tubuh Anda, menjaga ucapan Anda,
menjaga segala sesuatu yang akan muncul dengan
cara ini; inilah yang disebut “kebajikan.”
S
ang Buddha mengajarkan bahwa menjaga sila tidaklah
sulit jika Anda menjaga diri sendiri. Jika tindakan fisik
atau ucapan Anda memunculkan sesuatu yang merugikan
dalam bentuk apa pun, maka asalkan sikap berkesadaran sudah
bersemayam, Anda akan mengenalinya. Anda akan tahu mana
yang benar dan salah. Dengan cara inilah Anda menjaga sila Anda.
Tubuh dan ucapan Anda bergantung pada Anda. Ini merupakan
langkah pertama.

Jika Anda dapat menjaga tindakan tubuh dan ucapan Anda,


keduanya menjadi indah. Nyaman. Sikap, aktivitas, dan ucapan
Anda indah seluruhnya. Keindahan semacam ini adalah keindahan
yang muncul karena seseorang membentuk dan menempanya —
seseorang yang selalu menjaga dan merenungkannya sepanjang
waktu. Ini ibarat rumah kita, sala kita, pondok kita, serta
lingkungan di sekitarnya. Jika ada seseorang yang menyapunya
dan memeliharanya, mereka pun menjadi indah. Tidak kotor
—karena ada orang yang mengurusnya. Karena dijaga oleh
seseoranglah maka tempat itu menjadi indah.

Sama halnya dengan tindakan tubuh dan ucapan kita;


jika ada yang menjaganya, indahlah keduanya. Kejahatan,
perbuatan cabul, dan hal-hal kotor takkan terwujud. Tindakan
kita menjadi indah. Fidi-kalyāṇaṁ, majjhe-kalyāṇaṁ, pariyosāna-
kalyāṇaṁ: Bermula dengan keindahan pada awalnya, indah pada
semenjananya, indah pada penghujungnya. Merujuk pada apakah
kondisi ini? 1] kebajikan; 2] konsentrasi; 3] kearifan. Semuanya
indah. Semuanya bermula dengan menjadi indah pada awalnya.
Jika permulaannya indah, maka indahlah semenjananya. Jika kita
dapat mempraktikkan pengendalian diri dengan nyaman, selalu
berhati-hati dan cermat sampai pada titik di mana pikiran kita telah
terbiasa dengan tindakan menjaga segala hal dan mempraktikkan
pengendalian diri, selalu berhasrat, selalu teguh, maka kualitas

147
Nutrisi Hati 4

keteguhan dalam tugas dan dalam pengendalian diri ini punya


nama yang berbeda. Ia dinamai “konsentrasi.”

Kualitas dalam mempraktikkan pengendalian diri, selalu


menjaga tubuh Anda, menjaga ucapan Anda, menjaga segala
sesuatu yang akan muncul dengan cara ini; inilah yang disebut
“kebajikan.” Kualitas untuk berteguh dalam pengendalian diri
disebut sebagai sesuatu yang lain: “konsentrasi,” keteguhan
dalam menetapkan pikiran. Teguh dalam keasyikan ini, teguh
dalam keasyikan itu, selalu menahan diri. Ini disebut konsentrasi.
Kadar konsentrasi ini bersifat eksternal, walaupun ada pula sisi
internalnya. Pastikan Anda selalu memiliki konsentrasi. Hal ini
harus menjadi keutamaan.

Jika Anda berteguh dalam semua ini — jika Anda memiliki


kebajikan dan konsentrasi — maka Anda pun memiliki kualitas
untuk merenungkan apa yang benar dan apa yang salah. “Benarkah
ini?” “Salahkah ini?” Pertanyaan-pertanyaan ini muncul bersama
dengan keasyikan apa pun yang muncul di dalam pikiran: ketika
penglihatan membuat kontak, ketika suara membuat kontak,
ketika penciuman membuat kontak, ketika indra peraba membuat
kontak, ketika gagasan membuat kontak. Si pencerap akan muncul,
kadang bahagia, kadang sedih, kadang senang. Si pencerap tahu
mana keasyikan yang baik, mana yang buruk. Anda akan dapat
melihat segalanya. Jika Anda menahan diri, Anda akan dapat
melihat semua yang timbul, demikian pula reaksi di dalam batin,
di dalam si pencerap. Anda dapat merenungkannya. Karena Anda
telah mempraktikkan pengendalian diri dan melaksanakannya
dengan teguh, maka ketika apa pun melintas di dalamnya, reaksi
yang berkenaan dengan tindakan fisik, ucapan, dan batin Anda
akan tampak dengan sendirinya. Semua yang baik atau buruk,
benar atau salah akan muncul. Dan ketika Anda memilih atau
menentukan keasyikan yang tepat, inilah yang dinamai “selaput

148
Sila Itu Tak Berat

tipis kearifan.” Kearifan ini akan muncul di dalam hati Anda.


Inilah yang disebut kebajikan, konsentrasi, dan kearifan sekaligus.
Demikianlah mereka pertama-tama muncul.

149
15

Cara Membungkuk Hormat


Oleh Brother Phap Hai
Penerjemah: Maria Kartini
Menurut Saudara Phap Hai, ketika membungkuk
hormat pada orang lain, kita sedang menghormati
kebaikan mereka dan kita sendiri.
D
alam Sutra Teratai yang tersohor, ada satu bab indah yang
bertutur tentang seorang Bodhisatwa bernama Pantang
Menghina. Dalam kehidupan sehari-hari, praktik yang ia
lakukan bukanlah duduk bermeditasi berjam-jam, membaca sutra,
atau melafal mantra. Saat bertemu orang lain, ia akan beranjali
(menangkupkan telapak tangan di depan dada), membungkukkan
badan, dan berkata, “Anda kelak akan menjadi buddha!” Inilah
satu-satunya praktik yang ia lakukan dalam kesehariannya.

Salah satu hal yang membuat saya terkesan ketika


mengunjungi kuil Buddhis tradisional adalah melihat para praktisi
beranjali ketika bertemu satu sama lain. Saya seketika merasakan
semacam sikap hormat dan kesakralan, yang tak hanya ditujukan
pada kuil, tetapi juga orang lain.

Sebagai praktik fisik atau mental, membungkuk hormat


membantu kita terhubung dengan orang lain, sebagai sesama
manusia yang sama-sama berusaha menemukan kebahagiaan
dan kedamaian. Bagi saya, membungkuk hormat pada orang
lain adalah praktik menyentuh apa yang nyata dan hidup–dalam
diri saya dan dalam diri mereka. Terdengar seperti esensi dari
meditasi, bukan?

Baru-baru ini, seorang praktisi bertanya pada saya tentang


manfaat meditasi. Mungkin ia akan kecewa jika berharap saya bicara
tentang kilauan cahaya, pandangan mendalam, atau kemampuan
supranatural, karena saya menjawab pertanyaannya dengan
berbagi pengalaman saya, yaitu berkembangnya penghargaan saya
terhadap tiap momen dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat
saya minum secangkir teh di pagi hari, merasakan hangatnya sinar
matahari, atau ketika saya tertawa. Sebelumnya, saya menerima
semua momen ini tanpa pamrih. Sekarang, seiring meningkatnya
praktik saya, pengalaman saya menyangkut momen-momen
macam ini semakin luas, dalam, dan bermakna.

153
Nutrisi Hati 4

Setelah saya merenung dengan cara ini, benda mati sekali


pun akhirnya mampu menjadi sahabat dalam menapaki sang jalan.
Setiap kali saya duduk di ruang meditasi, saya akan membungkuk
hormat pada bantal yang saya duduki karena ia sudah menjadi
teman yang sangat baik bagi punggung bawah dan pantat saya.
Hal ini membuat saya merasa sangat bahagia dan bersyukur.

Di dalam wihara atau tempat latihan, saya akan membungkuk


hormat pada orang lain, namun adakalanya saya sadar bahwa hal
ini mungkin dianggap aneh. Oleh karena itu, alih-alih berfokus
pada gerakan fisik, saya membungkukkan badan secara mental.
Saya cukup membuka hati saya pada orang lain dan menyentuh
kesejatian dalam diri kami.

Salah satu nasihat terbaik dalam kehidupan spiritual saya


mungkin adalah nasihat dari guru meditasi senior saya, yang
berkata bahwa sebagai Buddhis, “Kita tak butuh banyak lonceng
dan dupa. Cukup menjadi diri Anda sendiri, diri Anda yang sejati.”

Beranjali dan membungkuk hormat tentunya adalah


gerakan fisik, tetapi sebenarnya ia lebih berupa momen ketika
mental berhenti sejenak agar bisa mengenali dan menyadari. Ada
beberapa cara untuk membungkuk hormat:

Pada level yang paling dasar, cara membungkuk hormat


adalah dengan menatap mata orang lain dan beranjali dengan
lembut. Kita bisa menekuk pinggul sedikit atau menganggukkan
kepala dengan hormat.

Ketika beranjali di hadapan orang lain, kita sedang


menyadari kebaikan sejati dalam diri kita dan mereka. Ini adalah
momen perayaan yang sesungguhnya. Ketika seseorang beranjali
di hadapan saya, saya merasa seolah-olah sedang disodori cermin.
Di dalamnya, terlihat siapa sesungguhnya diri saya. Momen yang
demikian selalu merupakan momen yang dahsyat.

154
Cara Membungkuk Hormat

Cara lainnya adalah dengan membayangkan tangan


kita sebagai teratai. Setelah beranjali, buat persembahan pada
Buddha di hadapan kita, ada baiknya sembari melafal dalam hati:
“Sekuntum teratai untukmu, O calon Buddha.”

Membungkuk hormat juga bisa menjadi praktik mental.


Terlalu sering kita gagal menghargai momen-momen dalam
kehidupan sehari-hari. Mulailah mengusung kesadaran ketika
bertemu dengan orang-orang yang selama ini kita abaikan–petugas
keamanan yang sedang berjaga di pintu keluar, orang-orang
yang sedang mengantre bersama kita di bandara. Berhentilah
sejenak dan sempatkan diri untuk menyadari kehadiran orang
lain di hadapan kita. Dengan tatapan mata yang lembut dan
keterbukaan hati, berikan mereka rasa hormat dan penghargaan
kita. Membungkuklah secara mental pada hakikat sejati dari
kebaikan yang kita bagikan.

155
16

Apakah Anda Sudah Mengetahui


Wajah ASLI Anda?
Oleh Lama Rod Owens
Penerjemah: Martina, Andrew Kurniawan
Lama Rod Owens berkata, “Kita perlu melihat dengan
jujur siapakah sebenarnya diri kita–dalam semua
kompleksitas kita–dan ini juga berlaku bagi mereka
yang bertugas untuk mengajarkan Dharma.
S
ekitar 1 tahun setelah saya menyelesaikan program retret
tradisional selama 3 tahun dan mulai bertugas menjadi
seorang Pengajar Dharma, saya mengalami segala macam
gangguan yang membuat saya merasa sangat putus asa dan tidak
bersemangat. Saya meminta pertolongan kepada Guru, penasihat,
dan pembimbing spiritual lainnya. Setelah itu, saya mengetahui
dengan cepat dan jelas bahwa identitas saya sebagai Lama (Guru)
yang menetap telah sedemikian rupa mencekik identitas saya
sebagai seorang pria hitam queer11. Saya telah mengistimewakan
identitas saya sebagai “LAMA” melebihi seorang “ROD (Nama
panggilan Lama Rod Owens)“

Rod adalah identitas yang saya dapatkan melalui perjuangan;


Rod telah menjalani hidupnya tahun demi tahun, bekerja langsung
dengan kebencian pada dirinya sendiri, depresi, dan perasaan
rendah diri, sampai akhirnya muncul menjadi sebuah pribadi yang
tangguh, luar biasa, keren, dan indah. Bertemu Dharma telah
memajukan transformasi kepribadian saya dan hubungan antar
manusia saya, tetapi sekarang saya mencoba untuk menyesuaikan
diri ke dalam ‘cetakan’ sebagai seorang Lama, sebuah peran yang
sangat dipengaruhi oleh tradisi dan harapan orang lain kepada
saya. Agar sembuh, saya perlu menempatkan Rod kembali ke pusat
dan membuatnya berdialog dengan ‘Lama Rod’. Pendekatan ini
mengubah secara drastis gaya pengajaran saya dan peran saya
sebagai seorang guru; ketika saya menempatkan ulang diri saya
di dalam banyak identitas yang saya miliki, saya menjadi paham
bahwa saya mengajar dari sebuah tempat interseksional.

Interseksional mengacu pada kenyataan bahwa kita


dipengaruhi oleh sejumlah identitas; semuanya ditentukan oleh
lokasi sosial dan politik kita. Kita tidak hanya (berkulit) putih atau

11
Queer adalah identitas gender yang berada di luar konsep hetero- dan homo-
seksual.

159
Nutrisi Hati 4

(berkulit) hitam atau gay atau transgender. Kita adalah sebuah


ekspresi dari himpunan identitas dan pengaruh yang mungkin
tidak terlihat jelas bagi orang-orang di sekitar kita–atau bahkan
bagi diri kita sendiri.

Dalam pengalaman saya, keaslian sebagai seorang guru


Dharma membutuhkan sejenis kehadiran radikal. “Radikal” berarti
seseorang mengingat dan kembali pada cara yang sederhana dan
mendasar, tentang bagaimana diri ini ada di dunia, suatu cara
yang mengurangi konflik antara diri sendiri dan orang lain; hal
ini menghormati hasrat dan aspirasi diri sendiri dan berhubungan
dengan dunia dari sebuah tempat keseimbangan batin. Saat kita
memilih cara ini untuk mengada di dunia, kita merasa betah dalam
tubuh kita sendiri, tanpa ada keinginan untuk meninggalkannya;
karena kita merasa betah di dalam tubuh, kita juga akan otomatis
merasa betah dalam dunia ini. Itu adalah keberadaan radikal. Dan
pada intinya adalah kesadaran interseksional diri sendiri.

Apa yang paling ditakutkan oleh kami para guru adalah jika
orang lain melihat bahwa kepercayaan diri kami tidak sebanding
dengan praktik Dharma kami yang sudah dilakukan bertahun-
tahun. Mengajar dengan sikap yang mengenali interseksionalitas
membantu kami melatih kekurangan sebagai ekspresi Dharma.
Hal tersebut membuat orang lain melihat kami dengan cara yang
dapat menyembuhkan, dan membolehkan kami melepas topeng
kami.

Di dalam praktik keseharian saya dan ketika saya


mempersiapkan ceramah Dharma, saya sering melakukan praktik
menamai lokasi identitas saya yang berbeda-beda dan kemudian
merenungkan mereka. (Saya suka istilah ‘lokasi’ karena istilah
itu menyadarkan pada kenyataan bahwa saya telah diletakkan
dalam identitas-identitas tertentu dan saya tidak berpindah keluar

160
Apakah Anda Sudah Mengetahui Wajah ASLI Anda?

darinya–saya dengan kokoh menduduki mereka. Saya telah


diletakkan di tempat-tempat ini; Saya dikondisikan untuk tetap
tinggal di tempat-tempat ini.)

“Latihan memberikan kita ruang untuk mengizinkan


perubahan identitas ini terjadi dan kita dapat berkata bahwa
perubahan itu adalah ‘Rumah’ kita.”

Ketika Anda duduk di atas bantalan duduk, cobalah untuk


menamai sendiri identitas yang paling memengaruhi bagaimana
cara Anda tampil saat itu. Dalam kasus saya, terkadang saya
merasa diri saya adalah kulit hitam, polyqueer, bertubuh yang
sehat dan sempurna, laki-laki tulen secara biologis, seorang
dengan kelas sosial campuran, berpikiran secara radikal, dan
seorang Lama. Ini terlihat sangat banyak. Tetapi, jika kita benar-
benar selaras dengan berbagai macam lokasi identitas kita, kita
semua akan menemukan kerumitan yang mirip. Dan identitas-
identitas ini selalu berubah. Latihan memberikan kita ruang untuk
mengizinkan perubahan identitas ini terjadi dan kita dapat berkata
bahwa perubahan itu adalah ‘Rumah’ kita,

Saya membutuhkan bertahun-tahun agar bisa menerima


kerumitan diri saya sendiri secara terbuka. Saya melakukan ini
bukan untuk meningkatkan rasa kemelekatan saya terhadap
identitas, tetapi untuk mengerti apa arti sebenarnya dari terus-
menerus berinteraksi dari persimpangan identitas ini. Jika masih
ada sedikit kesadaran, maka saya akan lebih cenderung untuk
mengenali bagaimana pandangan saya terhadap dunia ini
dicondongkan oleh persepsi yang menyertai identitas-identitas ini.

Saya mengidentifikasi diri sebagai kulit hitam untuk


mengakui bahwa saya telah dibesarkan dalam sebuah komunitas
afro-diaspora sebagai keturunan dari orang Afrika yang
diperbudak. Kulit hitam adalah sebuah ekspresi dari sebuah

161
Nutrisi Hati 4

kelompok ras yang dibentuk secara sosial, dengan kulit yang


gelap sebagai ciri utamanya. Ketika saya berkulit hitam dalam hal
etnis, saya juga secara politik adalah kulit hitam, yang artinya saya
mengidentifikasi diri sebagai kulit hitam untuk melawan budaya
supremasi kulit putih dan sebagai bentuk solidaritas dengan kaum
terpinggirkan dan tertindas lainnya.

Poli adalah suatu cara untuk mengenali bahwa saya saat


ini tidak memilih untuk berada dalam sebuah hubungan yang
monogami, tetapi mencoba menjalani hubungan yang berbeda
dan intim dengan banyak pasangan. Queer merujuk pada
identifikasi saya bukan hanya sebagai seorang gay tetapi juga,
secara politik, sebagai seseorang yang tak hanya tertarik pada pria
dalam artian biologis.

Bertubuh yang sehat dan sempurna adalah sebutan yang


menantang, karena ia menetapkan sebuah dualitas di mana ada
tubuh yang bisa diandalkan dan lebih baik dibandingkan tubuh
yang kurang sempurna dan tampaknya kurang baik. Saya ingin
menjadi transparan untuk menantang bahasa dan identifikasi yang
menghasilkan dominasi dan ketaklukan. Tantangan yang saya
hadapi dalam identitas ini adalah bahwa walaupun saya adalah
orang dengan tubuh yang besar, ini bukanlah sebuah hambatan
untuk memasuki sebagian besar tempat; ruang fisik dan aktivitas
yang terjadi di ruangan tersebut telah dirancang supaya tubuh
seperti yang saya miliki diistimewakan.

Pria tulen berarti bahwa jenis kelamin saya sejak lahir adalah
laki-laki, dan saya merasakan bahwa inilah yang memang paling
otentik.

Kelas sosial campuran membantu saya untuk mengerti


bahwa walaupun saya merupakan orang yang miskin secara
ekonomi di sebagian besar hidup saya dan telah dipengaruhi

162
Apakah Anda Sudah Mengetahui Wajah ASLI Anda?

secara emosional karenanya, saya masih mendapatkan sumber


daya yang memotong konsekuensi material dari kemiskinan;
beasiswa dan pelayanan kesehatan gratis, dan juga dukungan
dari keluarga, teman, dan murid yang membantu saya untuk
bepergian, melanjutkan studi Dharma, dan mendapatkan hal-hal
lain seperti mobil atau laptop.

Berpikiran radikal berarti bahwa saya berkomitmen untuk


menantang struktur kekuasaan yang melestarikan kekerasan dan
membayangkan akan terlihat seperti apa kehidupan saya dan
komunitas saya jika kami menyelesaikan masalah dalam sistem
hierarki dan ketimpangan kekuatan.

Terakhir, saya adalah seorang Lama–seorang guru Dharma


yang resmi dalam tradisi Buddhisme Tibet. Lamaisme sendiri
adalah sebuah identitas kompleks dengan sejarah dan adat
istiadatnya sendiri, sebuah identitas budaya dan spiritual yang
muncul dari agama dan kebudayaan Tibet. Ini adalah sebuah
lokasi dengan kehormatan besar yang menandakan beberapa
capaian spiritual dan kepercayaan untuk memegang sebuah
otoritas dari garis silsilah. Saya sangat berterima kasih karena telah
diberi kesempatan untuk memberi manfaat pada semua makhluk.
Namun, Lamaisme dipengaruhi secara langsung oleh patriarki dan
bentuk dominasi lainnya; sekarang ini, Lamaisme sedang diserap
oleh banyak siswa kulit putih yang menggabungkan paham
supremasi mereka dengan Lamaisme. Lamaisme berkembang
pesat bukan hanya melalui capaian spiritual dari murid-muridnya,
tetapi juga oleh sebuah struktur kekuasaan yang kokoh, yang
sering kali tidak ditantang–hasilnya adalah pelanggaran etis yang
berat dalam hubungan murid/guru dan Sangha/guru. Lokasi
identitas ini, sebagai seseorang yang berkomitmen untuk berpikir
radikal dan menuntut perubahan sosial, adalah lokasi tempat saya
mempunyai paling banyak kesulitan.

163
Nutrisi Hati 4

“Saya telah dikondisikan melalui identitas saya yang tercabut


hak-haknya untuk terus-menerus membenarkan alasan
mengapa saya harus hidup dan mengambil ruang.”

Identitas-identitas ini adalah bagian dari dialog yang berubah


antara Yang Diistimewakan Hak-haknya dan Yang Tercabut Hak-
haknya; walaupun saya mempunyai keuntungan yang didapat dari
mengidentifikasi diri sebagai Lama laki-laki, banyak dari identitas
saya yang terpinggirkan. Dalam praktik spiritual saya, saya telah
mengalami kesulitan untuk melampaui label internal dan sosial:
tertindas, cacat, salah, buruk rupa, miskin, sebuah beban, sebuah
masalah.

Saya akhirnya melihat bahwa saya hidup di dalam sebuah


lingkungan sosial, politik, dan ekonomi yang tidak diciptakan
untuk mengistimewakan ataupun memedulikan saya, kecuali
terkait kemampuan saya untuk menghasilkan produk-produk dan
kekayaan bagi orang lain. Pemahaman ini telah menjadi sumber
kekuatan. Untuk menggambarkannya dalam cara lain, saya telah
dikondisikan melalui identitas saya yang tercabut hak-haknya
untuk terus menerus membenarkan alasan mengapa saya harus
hidup dan mengambil ruang.

Dari sekian banyak lokasi identitas, saya merasakan kulit


hitam sebagai yang terkuat. Identitas itu mempunyai trauma
lintas sejarah dan lintas generasi yang mendalam. Banyak
perjuangan saya dalam melawan penindasan rasial, tetapi di saat
yang bersamaan, identitas ini mempunyai ketahanan, harapan,
dan cinta. Saya telah menyadari bagaimana komunikasi lisan
begitu mudah saya lakukan, terutama di depan kelompok. Hal
ini saya pikir berasal dari kesukaan pada komunikasi lisan di
dalam komunitas kulit hitam, yang berasal dari komunitas suku-
suku di tanah air di Afrika. Komunitas saya mempunyai ekspresi

164
Apakah Anda Sudah Mengetahui Wajah ASLI Anda?

bahasa yang berakar dalam candaan dan ekspresi kekariban.


Sebut itu “talking shit”, “cracking”, atau jika Anda lebih tua,
“playing the dozens”; itulah cara kami didengar dan dilihat. Itulah
cara bagaimana kami berlatih untuk mencintai dan menghargai
suara individu dan mengenali bahwa suara individual kami
adalah bagian dari suara komunitas. Itulah bagaimana kami
selama sekian lama mempraktikkan kebebasan. Dalam sebuah
kebudayaan supremasi kulit putih yang memandang rendah
perkataan ala kulit hitam, tindakan kami melawan penurunan
nilai dan pembungkaman. Ketika saya “talking shit” dari atas
bantal duduk, saya melakukan lebih dari sekadar berbicara
iseng–saya melawan dan mempertanyakan kekerasan mental
dari pembungkaman yang dilakukan supremasi kulit putih. Saya
mempraktikkan kebebasan.

Mengajar dari sebuah titik persimpangan jalan


(interseksionalitas) dimulai dari sebuah pemahaman bahwa
mengajar bukanlah sebuah aktivitas objektif. Kita menawarkan
ajaran Dharma dari banyak cara, di mana identitas yang

165
Nutrisi Hati 4

mengandung keistimewaan hak dan pencabutan hak memengaruhi


siapa yang kita ajar dan bahkan apa yang kita ajarkan. Kebanyakan
guru kulit putih tidak akan mempertimbangkan ras di dalam
Dharma karena mereka telah dikondisikan untuk tidak melihat
ras dan melihat pandangan pembedaan ras sebagai sesuatu yang
normal. Hal yang sama terjadi pada guru lelaki yang tidak secara
terbuka berbicara mengenai patriarki.

Bagi kebanyakan guru kulit putih, berhubungan dengan


identitas kulit putih yang sejak lama telah dilestarikan dan
didefinisikan dengan dominasi ras lain adalah penghalang yang
signifikan. Kulit putih tidak berarti penindasan, tetapi tetap saja,
hal tersebut sering kali didefinisikan dengan superioritas dan
kekuasaan atas ras lain.

Menolak untuk menamai lokasi identitas kita sama saja


dengan melakukan semacam serangan terhadap diri kita sendiri
dan menutupi aspek diri kita yang selama ini tidak terlihat. Orang
lain terluka ketika mereka tidak terlihat; tidak terlihat adalah
bentuk lain dari kekerasan dan penindasan

Sering kali, guru-guru menyatakan bahwa cara mereka


mengalami sebuah Dharma tertentu adalah bagaimana orang
lain seharusnya mengalaminya. Namun, mengajar dari titik
persimpangan (interseksionalitas) menuntut kita untuk menyadari
cara-cara kita memberi pusat pada jalur cerita kita. Mempunyai
sebuah jalur cerita sendiri bukanlah hal yang buruk. Tetapi, jika
kita tidak tahu cara kita berhubungan dengan cerita kita, kita
mulai menganggapnya sebagai sesuatu hal yang normal; Hal ini
membuat orang lain di ruangan yang tidak mengidentifikasi diri
dengan cerita kita menjadi tak terlihat–sebuah trauma tambahan
bagi mereka yang sudah terpinggirkan. Jika pengalaman Anda
tidak sama dengan pengalaman guru, Anda mungkin merasa
praktik Anda tidak memadai.

166
Apakah Anda Sudah Mengetahui Wajah ASLI Anda?

“Dengan melihat interseksionalitas kita sendiri, kita


bisa menjadi lebih peka terhadap bagaimana orang lain
berinteraksi dengan kita.”

Kita bisa mulai meniadakan kecenderungan ini dengan


mengajukan pertanyaan sederhana di awal pembicaraan Dharma:
Siapa anggota yang baru dalam kelompok? Apa latihan Anda? Apa
yang Anda harapkan dari pembahasan/sesi ini? Kita tidak perlu
bertanya langsung tentang lokasi identitas, tetapi kita dapat memilih
untuk mengakui bahwa ada banyak tubuh lain di dalam ruangan
dengan berbagai macam cerita dan keinginan mereka sendiri.

Sadar akan interseksionalitas juga membantu saya untuk


melihat bagaimana saya menggunakan kekuatan/pengaruh
sebagai seorang guru, atau saat orang lain sedang menggunakan
kekuatan terhadap saya. Dengan melihat interseksionalitas kita
sendiri, kita bisa menjadi lebih peka terhadap bagaimana orang
lain berinteraksi dengan kita.

Sutra Hati memberitahu kita bahwa wujud adalah sunyata


dan sunyata adalah wujud. Jika itu benar, maka latihan kita adalah
mencoba untuk mengenali perpaduan dari wujud dan sunyata, dan
membiarkan diri kita duduk pada ketidaknyamanan fenomena itu.
Dari ketidaknyamanan tersebut, akan muncul sebuah kapasitas
yang lebih besar untuk memegang ruang dari kontradiksi. Pada
tataran absolut, kita bukanlah identitas-identitas ini, dan itu adalah
hal yang luar biasa. Tetapi, pada tataran relatif, kita adalah identitas-
identitas ini, dan itu juga adalah hal yang luar biasa.

Praktik yang sebenarnya adalah untuk menjembatani


kebenaran relatif tentang “Saya adalah” dengan kebenaran hakiki
tentang “Saya bukanlah”, dan memegang keduanya bersama-
sama selagi menjelajahi kecenderungan untuk memendam diri
sendiri dalam satu kutub ekstrem. Praktik ini dapat menjadi sangat

167
Nutrisi Hati 4

meresahkan, tetapi jika kita dapat memegang kebenaran hakiki


bersama dengan kebenaran relatif, maka ruang akan terbuka
di dalam lokasi identitas kita, dan kita dapat mengenali mereka
tanpa terpaku pada identitas-identitas tersebut. Sebagai contoh,
bagi saya, untuk mengidentifikasi diri sebagai kulit hitam adalah
untuk pertama-tama mengenali apa artinya terkondisikan di
dalam tubuh kulit hitam; di saat yang sama, saya melihat bahwa
pada hakikatnya saya bukanlah kulit hitam, tetapi saya tetap
terkondisikan untuk berperilaku dan berhubungan dengan budaya
kulit hitam.

“Layaknya Dorothy yang menghadapi ilusi Penyihir dari Oz,


kita juga harus mengeluarkan keberanian kita untuk menunjukkan
wajah asli kita; kita harus mengungkapkan wajah sosial kita
sebelum berharap untuk mengungkapkan wajah hakiki kita.”

Bodhisatwa besar, James Baldwin, suatu kali pernah


menulis, “Saya adalah apa yang dibentuk oleh waktu, situasi,
dan sejarah. Itu benar, tetapi saya juga lebih, lebih dari itu.
Demikian pula kita semua.” Mengajar dari interseksionalitas
adalah tentang keberanian untuk menjadi tidak sempurna dan
asli, untuk merangkul waktu dan sejarah dan bermacam-macam
sebab dan kondisi yang telah membentuk kita. Ketika kita telah
mengakui kekuatan yang telah membentuk kita dan identitas
unik kita yang terbentuk darinya, barulah kita bisa maju ke suatu
pemahaman bahwa kita adalah lebih, sangat lebih daripada
identitas interseksional kita. Pengajaran Dharma yang paling kuat
yang pernah saya dengar adalah yang berasal dari guru-guru yang
mengizinkan diri mereka terlihat oleh pihak lain, yang pergi ke batas
emosional yang dihindari oleh kebanyakan orang. Saya menduga
orang-orang ingin melihat saya dalam cara tertentu, sebagai hasil
yang baik dari praktik spiritual keras selama bertahun-tahun.
Namun, peran saya sebagai guru adalah menunjukkan kepada

168
Apakah Anda Sudah Mengetahui Wajah ASLI Anda?

Sangha bagaimana saya berjuang untuk membuat ajaran Buddha


relevan dan dapat diterapkan dalam hidup saya. Layaknya
Dorothy yang menghadapi ilusi Penyihir dari Oz, kita juga harus
mengeluarkan keberanian kita untuk menunjukkan wajah asli kita;
kita harus mengungkapkan wajah sosial kita sebelum berharap
untuk mengungkapkan wajah hakiki kita. Mengajar dari sebuah
interseksionalitas adalah menjadi hadir secara radikal -- kepada
diri kita sendiri, pihak lain, dan kepada dunia.

169
17

Jalan Baru ke Masa Lalu


Sumber asli: “A New Path Into the Past” dalam Tricycle:
The Buddhist Review. September, 2016. tricycle.org.

Oleh Lauren Krauze


Penerjemah: William Saputra
Seksisme yang hidup di dalam catatan kehidupan
Buddha tidak mewakili Dharma, melainkan budaya
misoginis yang kental ketika catatan tersebut ditulis.
S
aat saya memikirkan ketidakadilan dan ketimpangan di
dalam komunitas Buddhis–terutama terhadap perempuan–
saya mendapati diri saya membayangkan sebuah masa
depan yang lebih menjanjikan dan setara. Hal ini hampir seluruhnya
timbul dari harapan, sebuah keinginan akan inklusivitas, dan
asumsi bahwa hanya hari-hari yang ada di depan, bukan yang
telah berlalu, yang dapat dibentuk dan diubah. Saya tidak pernah
menganggap bahwa menafsirkan dan mendefinisikan ulang masa
lalu dapat memberi kemuliaan dan kebaikan kepada perempuan
di dalam komunitas Buddhis.

Dalam buku barunya yang berjudul Stars at Dawn: Forgotten


Stories of Women in the Buddha’s Life, Wendy Garling–penulis,
cendekiawan, dan guru Dharma–meraih pemahaman ini dengan
cara yang berani. Pada awalnya, dia menguraikan simpul-simpul
androsentris dan misoginis di dalam lembaran kisah kehidupan
Buddha, dan kemudian menenun kembali sebuah narasi baru
yang menyorot dan memuliakan berbagai peran yang dimainkan
oleh perempuan pada masa awal Buddhisme. Upaya-upayanya–
yang provokatif dan juga segar–membangkitkan kepercayaan
bahwa cerita-cerita yang terlupakan ini dapat digali lagi dari
teks-teks sakral dan diperkenalkan kembali ke dalam Buddhisme
secara luas. “Kita tidak dapat mengubah masa lalu Buddhisme
yang androsentris,” tulisnya, namun kita dapat “bergerak
menuju sebuah masa depan dengan kesetaraan gender, yang tak
berorientasi gender.”

Garling telah mengumpulkan kisah-kisah dari sejumlah


teks-teks Pali dan Mahayana dan menggabungkan mereka
menjadi sebuah narasi yang padu dan runtut. Dia memulai
upaya ini dengan penceritaan ulang kisah kelahiran Buddha.
“Buddhisme mulai melangkah dengan kaki yang salah,” tulis
Garlin, dan memperkenalkan pembacanya kepada Maya, ibunda

173
Nutrisi Hati 4

Buddha, yang meninggal beberapa hari setelah melahirkan dan


jarang disebutkan di dalam catatan tradisional. Namun, cerita-
cerita yang Garling rangkum–terutama dari Lalitawistara [teks
Mahayana awal tentang kehidupan Buddha] yang kurang dikenal
dan Abhinishkramanasutra [teks Buddhis Cina yang menceritakan
tentang kepergian Buddha dari istana ke hutan]–berkisah bahwa
Maya dan Mahaprajapati, bibi yang merawat Buddha, adalah
dua sosok terpenting di dalam kehidupan Buddha. Lalitawistara
menceritakan sebuah kisah di mana Maya turun dari alam surga
dan muncul di depan Buddha pada momen-momen terlemahnya
sebagai seorang petapa, membangunkan dirinya dari keadaan tak
sadar dan memberi dorongan agar ia melanjutkan petapaannya.
Para cendekiawan juga telah menerjemahkan teks-teks Pali yang
menempatkan Mahaprajapati sebagai pemimpin awal komunitas
perempuan Buddhis. Dia juga merupakan “yang terbaik di antara
murid-murid perempuan Buddha […] sebagai seorang buddha
perempuan, ia adalah rekan Buddha.”

Upaya Garling untuk memasukkan sosok-sosok ini dan


karakter-karakter perempuan kuat lainnya menambahkan
kelembutan dan kekuatan pada sebuah lakon yang sebagian
besar telah diperankan oleh sosok pria. Lalitawistara juga secara
spesifik menggambarkan Yasodhara, istri dan pasangan utama
Buddha, sebagai seorang perempuan yang terpelajar, tegas,
dan teguh. Pada awal pernikahan mereka, Yasodhara menolak
untuk menutup wajahnya seperti perempuan harem lainnya.
Saat dikritik, Yasodhara “mengambil ancang-ancang di depan
semua orang, dan dengan sajak yang bijak nan elegan ia menegur
mereka karena kedangkalan pikiran mereka.” Suddhodana,
ayahanda Buddha, “sangat senang dengan argumennya sehingga
menawarkan pakaian yang indah dan perhiasan-perhiasan mahal
sebagai hadiah.”

174
Jalan Baru ke Masa Lalu

Untuk memahami bagaimana kisah-kisah ini dipadukan


menjadi narasi yang lebih besar, pertama-tama kita harus
menyadari adanya seksisme yang melimpah di dalam kesusastraan
Buddhis. Buddha sendiri tak menyatakan bahwa pudarnya
kecantikan seorang perempuan adalah contoh ketidakkekalan yang
layak, atau bahwa seorang pria tidak diperbolehkan menerima
makanan dari tangan perempuan (seperti yang dipraktikkan oleh
beberapa budaya kebiaraan di Asia Tenggara). Budaya yang
demikian adalah sisa-sisa dari apa yang Garling namai “lisensi
editorial androsentris”–bukan ajaran-ajaran dari Buddha sendiri.
Contohnya adalah pendapat dan tradisi yang dibuat oleh editor,
penulis kronik, dan biarawan pria yang mencerminkan nilai-nilai
dan sikap-sikap seksis populasi Buddhis awal, dan kebutuhannya
untuk terus ditampilkan. Analisis ketat Garling terhadap kisah-
kisah yang terlupakan atau tersunting pada teks-teks Sanskerta
dan Pali awal benar-benar mengungkapkan bagaimana Buddha
memuliakan dan menghormati perempuan-perempuan yang
berpengaruh dalam hidupnya. Jadi, seksisme yang hidup di dalam
catatan kehidupan Buddha tidak mewakili Dharma, melainkan
budaya misoginis yang kental ketika catatan tersebut ditulis.

Garling tidak hanya membongkar contoh-contoh seksis ini


dan pergi begitu saja. Dia menyembuhkannya dengan mengubah
kisah-kisah tersebut sehingga mereka mencerminkan sebuah tafsir
alternatif dengan kesetaraan gender dan memuliakan perempuan
sebagai karakter-karakter yang berdaya, percaya diri, dan cerdas–
semua ini disajikan sembari tetap sesuai dengan pakem narasi asli.
Dalam sebuah contoh, dia mengambil sebuah kisah dalam sumber
Pali dan Sanskerta tentang dewa-dewa yang menyihir istana
keluarga Siddhartha sehingga perempuan-perempuan harem
yang ada di dalamnya tampak bodoh dan vulgar. Tujuan dari
tindakan ini adalah agar Siddhartha, sang calon Buddha, melihat

175
Nutrisi Hati 4

kebodohan dan kevulgaran dari perempuan, merasa jijik dan malu


karenanya, sehingga semakin teryakinkan untuk meninggalkan
istana dan keluarganya untuk menapaki jalan spiritual. Dalam
tafsir ulang yang disajikan oleh Garling, perempuan-perempuan
tersebut berniat untuk terlihat dan bertingkah bodoh dan vulgar
agar Siddhartha meninggalkan rumahnya dan memenuhi
takdirnya sebagai seorang Buddha. Dalam versi ini, perempuan-
perempuan harem tersebut memiliki peran dan kecerdasan, dan
melaksanakan rencana yang cerdik untuk menuntun Siddhartha
menuju pencerahan sempurna.

Dalam mendukung upayanya untuk menyusun kembali


narasi dan mendorong pembaca untuk membuka pikiran mereka,
Garling mengutip bukti dari kitab suci bahwa sang Buddha
menyukai kesetaraan. Dia mengingatkan kita, sebagai contoh,
bahwa 2 dari 4 Sangha terdiri dari perempuan: biksuni dan
upasika. Dia juga menunjukkan bahwa pencerahan sempurna dan
bias seperti apa pun, termasuk bias gender dan jenis kelamin, tidak
dapat hidup berdampingan: “Adalah paradoks untuk meyakini
bahwa Buddha punya bias dan bisa tercerahkan, karena secara
definisi bias tidak dapat hadir di dalam batin yang tercerahkan. Hal
ini saja sudah bisa menjadi sumber pengesahan bagi perempuan
Buddhis kontemporer dalam usaha mereka menghadapi polemik-
polemik yang sempit, kolot, dan androsentris.”

Sudah bertahun-tahun pencerita dan penulis kronik


mengecewakan kita: mereka meninggalkan kebenaran yang
lebih besar dan inklusif demi kebenaran yang hanya sesuai untuk
sebagian oknum dalam komunitas agama. Sekarang, beribu
tahun kemudian, kita bisa melakukan hal yang lebih baik, dan
kita harus melakukannya. Kita bisa memilih untuk memuliakan
kisah-kisah yang Garling kumpulkan dan perempuan-perempuan
penting yang disorot, sehingga para praktisi dapat belajar dari

176
Jalan Baru ke Masa Lalu

teladan-teladan dan ajaran-ajaran yang didukung oleh kisah-


kisah tersebut. Jika kita mengikuti teladan Garling dan merangkul
kisah-kisah ini, kita pasti akan membentuk sebuah Sangha yang
lebih setara. Bagaimanapun juga, hal ini mencerminkan harapan
terakhir Buddha. Seperti yang ditulis oleh Garling, “[Buddha] akan
siap untuk mangkat ketika keempat Sangha–upasika, upasaka,
biksuni, dan biksu–berdiri secara kokoh dalam kebijaksanaan
dan kedisiplinan, ketika mereka semua terlibat dalam pengajaran
Dharma kepada orang lain, dan ketika Dharma sendiri dimuliakan,
dikenal luas, dan berkembang.

177
18

Lama untuk Semua Musim


Oleh Helen Tworkov
Penerjemah: Benny Chandra
Ketimbang mengikis kemelekatan, kita mengubahnya.
Ketimbang menekan, mengurangi, dan mengikisnya,
kita bekerja sama dengannya, bermain dengannya,
dan mencoba untuk mengubahnya.
G
elek Rinpoche, Lama yang dilatih dalam tradisi Gelug,
direktur spiritual Jewel Heart Tibetan Cultural Institute
dan Buddhist Center di Ann Arbor, Michigan. Dijabatkan
sebagai Lama saat berumur di bawah lima tahun, beliau memulai
latihan di Tibet Tengah, di mana beliau belajar dari seorang petapa,
dan kemudian bergabung ke biara Drepung Loseling, di mana
beliau menetap selama empat belas tahun. Pada tahun 1959,
setelah dua puluh tahun menetap di sana, di tengah kerusuhan
politik, beliau melarikan diri ke India.

Sejak menetap di Amerika Serikat pada akhir tahun


1980, beliau rutin melakukan perjalanan dan mengajar di pusat
keagamaan di New York, Chicago, Cleveland, Lincoln, Nebraska
serta di Belanda, Asia Tenggara, Kanada, Meksiko dan Brazil.
Beliau menjadi warga tetap di Amerika Serikat pada bulan Juli.
Wawancara ini dilakukan untuk Tricycle oleh Helen Tworkov di
Ann Arbor

Tricycle: Tradisi Anda sendiri adalah Buddhisme Wajrayana


aliran Gelug. Bagaimana Anda mendefinisikan Wajrayana?

Gelek Rinpoche: Tujuan Buddhisme adalah mengikis amarah,


benci dan dengki. Cara kita mempraktikkannya sangat mudah.
Jika kita tidak bisa mengendalikan diri terhadap kemelekatan,
maka kita bisa mengikis apa yang membuat kemelekatan itu
berkembang. Ujungnya adalah kedisiplinan. Ajaran Therawada
menekankan kedisiplinan yang ketat. Pendekatan Mahayana
sedikit berbeda. Kita menggunakan kemelekatan kita untuk
kepentingan yang lain. Di dalam Mahayana, kemelekatan bisa
menjadi alat yang berguna untuk seorang Bodhisatwa.

Tricycle: Bisakah Anda memberi contoh hal tersebut?

181
Nutrisi Hati 4

Gelek Rinpoche, 1993, foto oleh Brian Graham.

Gelek Rinpoche: Bodhisatwa, contohnya, menggunakan cinta


kasih dan welas asih. Mereka juga menggunakan kemelekatan
untuk membangun relasi dekat yang dapat membimbing orang
ke Sang Jalan. Bodhisatwa mungkin menggunakan sedikit
dari kemelekatan untuk membantu yang lainnya. Dalam
Wajrayana, teknik terpenting adalah transformasi. Ketimbang
mengikis kemelekatan, kita mengubahnya. Ketimbang menekan,
mengurangi, dan mengikisnya, kita bekerja sama dengannya,
bermain dengannya, dan mencoba untuk mengubahnya. Tantra
menggunakan kemelekatan sebagai jalan, sebagai sebuah metode.

Teknik kedua yang terpenting dalam Wajrayana adalah visualisasi.


Kita memiliki lima skandha, atau lima agregat [bentuk, sensasi,
persepsi, keadaan mental, kesadaran]. Intisari Wajrayana adalah

182
Lama untuk Semua Musim

mengubah kelima agregat ini menjadi lima kebijaksanaan melalui


visualisasi dan teknik lain. Kita bermain dengan emosi kita dan
bekerja sama dengannya. Ini merupakan jalan tercepat. Dalam
Therawada, tujuan akhir merupakan tingkat Arhat, kebebasan
sempurna dari sakit, derita, dan delusi. Tujuan akhir dalam tradisi
Mahayana adalah kondisi Buddha atau Kebuddhaan, yang satu
tingkat lebih tinggi dari tingkat Arhat, tapi membutuhkan berabad-
abad untuk mencapainya. Dan dalam Wajrayana, tujuan akhir
adalah Kebuddhaan, yang dapat dicapai melalui kehidupan ini,
tidak peduli betapa singkatnya hidup yang kita punya. Jadi,
Wajrayana adalah jalan tercepat dan sebuah jalan yang berbahaya
dan tajam. Jika kita tidak mengetahui cara mengendalikannya,
maka kita akan tertimpa masalah. Ini ibarat menangkap ular. Jika
kita mengetahui caranya, maka tidak ada masalah. JIka tidak,
maka ular tersebut akan menggigit kita.

Tricycle: Kenapa hal tersebut berbahaya?

Gelek Rinpoche: Kita bermain dengan pikiran, terutama pikiran


negatif seperti kemelekatan dan amarah, dan kita mencoba untuk
mengubah mereka. Jika kita tidak mengetahui apa yang harus
dilakukan, kita akan kehilangan kekuatan, dan pikiran tersebut
akan menguasai diri kita.

Tricycle: Jadi ada kemungkinan bahwa dalam praktiknya kita


memunculkan amarah untuk tujuan bekerja sama dengannya,
tetapi jika kita tidak bisa mengubahnya, kita akan memiliki lebih
banyak amarah?

Gelek Rinpoche: Betul sekali. Juga dengan egoisme. Banyak


praktisi Buddhis–kebanyakan malah–yang sangat egois.

Tricycle: Apakah ada sesuatu hal yang menyumbangkan hal itu


dalam praktik itu sendiri?

183
Nutrisi Hati 4

Gelek Rinpoche: Ketika kita memeditasikan cinta kasih dan


welas asih dalam tradisi Mahayana, kita duduk dan menutup
mata. Kita memvisualisasikan bahwa kita adalah orang terpenting
dan semua makhluk hidup tak bernama dan berbentuk titik: kita
sedang memberi cinta kasih, welas asih dan kita memurnikan
mereka, membuat mereka sempurna. Latihan mental ini dilakukan
dengan titik. Suatu hari titik ini memiliki nama dan muka. Kita
terkejut dan berkata “Oh, Anda tak boleh berkata demikian. Anda
seharusnya mengikuti apa kata saya.” Jadi dari sanalah egoisme
muncul, menurut saya.

Tricycle: Jadi, ketika kita duduk diam dan memeditasikan cinta


kasih dan kebaikan, rasa mementingkan diri sendiri akan tumbuh?

Gelek Rinpoche: Ya. Tanpa menyadarinya, kita menyuapi


ego kita. Kemudian kita akan kehilangan kerendahan hati,
kualitas Buddhis yang sangat penting. Contohnya Dalai Lama.
Beliau mungkin kehilangan negaranya, tetapi beliau tetap Dalai
Lama, dan kita bisa melihat bagaimana rendah hati dirinya. Kita
kehilangan kerendahan hati karena kita memberi makan ego
kita melalui hasrat untuk menjadi penguasa alam semesta. Itulah
masalahnya. Saya selalu menekankan untuk memeditasikan welas
asih kepada semua makhluk yang hidup, keluarga kita, orang-
orang yang kita kasihi.

Tricycle: Berapakah usia Anda ketika Anda dikenali sebagai


reinkarnasi dari seorang Lama?

Gelek Rinpoche: Ketika berumur empat tahun. Saya diyakini


sebagai reinkarnasi dari salah satu Lama dari Biara Gyuto.
Lalu saya pergi ke Drepung, salah satu biara terbesar Tibet di
tengah Lhasa yang memiliki 13.000 biksu. Saya juga memiliki
seorang guru besar yang merupakan seorang petapa yang tinggal
menyendiri sekitar 3 atau 4 mil dari biara. Pertama-tama saya

184
Lama untuk Semua Musim

hanya berguru dengan dia–dengan satu syarat. Dia mengatakan


dia akan terus mengajari saya jika saya ditinggalkan sendirian.
Tidak ada petugas, tidak ada apa pun. Ayah saya berkata, “Itu
bagus.”

Tricycle: Apa yang diajarkannya pertama kali?

Gelek Rinpoche: Beliau mengajar saya untuk menghafal dan


kemudian bermeditasi. Saya berguru bersama dengan murid
senior beliau, dan saya terbiasa melihat sekeliling dan mengulang
apa yang saya lihat. Beliau terbiasa mengatakan bahwa hidup
yang saya jalani sangatlah penting, sangat berharga, dan beliau
menyuruh saya untuk berpikir mengenainya. Beliau mengatakan,
“Jika menurutmu hidupmu itu tidak penting, beritahu saya, dan
jikalau itu penting, beritahukan kenapa.” Beliau sangat baik
hatinya, dan pada saat yang bersamaan beliau berkata, “Kamu
tidak boleh dimanja.” Beliau terbiasa membiarkan saya tidur
di lantai, dan terkadang mengirim saya keluar ke lembah untuk
menggali akar beberapa buah, menempatkan mereka dalam air,
membawa mereka ke luar dan menempatkan mereka di bawah
sinar matahari, dan kemudian membawa mereka kembali di
malam hari. Itulah pekerjaan saya.

Tricycle: Berapa lama Anda tinggal dengannya?

Gelek Rinpoche: Sangat singkat, bahkan tidak sampai setahun.


Saya bergabung dengan biara dan tinggal dengan beliau lagi untuk
beberapa tahun ketika saya berumur tujuh atau delapan tahun.
Setelah itu, saya dikirimkan kembali ke biara untuk melakukan
studi Buddhis selama empat belas tahun.

Tricycle: Di Barat kami tidak memiliki istilah “melatih” anak-anak.

Gelek Rinpoche: Nah, cara Tibet melatih anak-anak tidak selalu

185
Nutrisi Hati 4

baik. Biasanya, anak-anak di biara hanya dibuang dengan orang


lain. Jika Anda sempat, Anda menjemput mereka. Jika tidak, ya
Anda tidak. Sebagai reinkarnasi Lama, kasusnya berbeda–Anda
memiliki pengajar khusus yang mengajari anda teks dan doa.
Setelah menghafal, mereka mengirim Anda ke guru lain. Saya
mempunyai satu guru untuk membaca, satu untuk menghafal, dan
satu untuk berdebat. Ketika Anda diajari debat, mereka melatih
Anda untuk menemukan beberapa poin di mana Anda bisa
mengemukakan teori Anda, pandangan Anda. Mereka melatih
Anda untuk mempertahankan teori Anda terhadap pandangan dan
logika, dan jika Anda tidak bisa mempertahankannya, Anda tahu
Anda salah dan harus menyerah. Anda harus berargumen dengan
suara terkeras, menepuk tangan dan menghentakkan kaki Anda.
Anda tetap berdebat sampai Anda dibuktikan salah atau benar. Jika
dibuktikan benar, maka Anda mulai mengerti pesan Buddha, dan
kemudian, akhirnya, jika Anda diyakinkan, Anda memeditasikannya
dan mengambil itu sebagai bagian dari hidup Anda. Itulah bagaimana
esensi dari Buddhisme menjadi pola kebiasaan.

Tricycle: Bagaimana Anda mengingat tahun-tahun Anda saat di


biara?

Gelek Rinpoche: Itu adalah kejadian terindah dalam hidup


saya. Tak ada keraguan.

Tricycle: Anda meninggalkan biara tersebut ketika berumur dua


puluh tahun?

Gelek Rinpoche: Iya, saya meninggalkan biara pada tahun


1959 ketika terjadi masalah di antara pemerintah Tibet dan Cina.
Suasana biara sudah terkontaminasi oleh pandangan politik dan
partisan. Bahkan di antara biara-biara, ada yang pro-komunis
dan beberapa anti-komunis, atau pro-Cina atau anti-Cina. Juga,
di antara para reinkarnasi Lama dan biksu, beberapa pro- dan

186
Lama untuk Semua Musim

beberapa lagi anti-Cina. Pada awal Maret 1959, ada kabar bahwa
Dalai Lama akan diundang oleh Cina ke markas militer mereka,
dan bahwa mereka mengatakan kepadanya: “Jangan membawa
pengawal atau senjata.” Di tengah malam, orang-orang pergi di
sekitar Lhasa, mengetuk pintu, mengatakan bahwa Dalai Lama
akan diambil oleh tentara Cina. Akibatnya, pagi harinya, semua
orang bergegas ke istana musim panas untuk memohon agar
Dalai Lama tidak menanggapi undangan Cina. Selama periode
itu, ada satu menteri kabinet yang juga kepala komandan dari
tentara pembebasan. Dia datang dengan mobil jeep ke istana. Dia
dilempari batu oleh orang-orang di sana.

Tricycle: Kenapa?

Pintu masuk ke Norbulingka, istana musim panas Dalai Lama.


Awal Mei 1959, Gelek Rinpoche dan biksu dari biara Drepung
berlari menuju istana untuk memohon kepada Dalai Lama agar
tidak pergi dengan tentara Cina.

187
Nutrisi Hati 4

Gelek Rinpoche: Mereka mengira dirinya adalah agen Cina.


Dan seorang biksu secara resmi menghadiri rapat resmi yang
diberlakukan setiap pagi, semacam upacara bersama. Beliau pergi
pada pagi hari dengan jubah biksunya dan kembali pada sore hari
menggunakan sepeda motor, memakai celana jins Cina. Orang-
orang mengira dirinya adalah agen Cina. Mereka menyiksanya
sampai mati dan menyeret tubuhnya ke area pasar. Dari sana,
tekanan berkembang dan itu sangat buruk. Suatu malam sekitar
jam 3 pagi, saya dibangunkan oleh suara tembakan meriam dan
senjata. Tak ada siapa pun yang tahu apa yang harus dilakukan.
Seluruh biksu naik ke atap, dan pada awal siang kami melihat
orang dan kuda yang muncul dari istana musim panas berlarian
menuju sungai. Kemudian meriam berhenti menembak, dan
kami berpikir semua orang tewas. Setelah debu menipis, kami
dapat melihat orang lagi. Kemudian semuanya mencari tempat
bersembunyi karena mereka akan menyerang biara. Saya mulai
berjalan menuju pegunungan, tetapi tentara Cina menembakkan
api menuju udara sehingga bahkan di pegunungan Anda dapat
melihat bayangan sendiri. Kami takut untuk pergi, tapi kami pergi
juga. Kami bersembunyi di balik batu dan mulai menghitung
jeda di antara tembakan; jadi ada hitungan “Satu, dua, tiga” dan
kemudian kami menyeberang dan bersembunyi di celah berikutnya
atau daerah tertutup. Itulah caranya saya secara bertahap sampai
di India.

Tricycle: Kemudian setelahnya?

Gelek Rinpoche: Saya menjadi guru Dharma di sekolah


keperawatan di Shimla, di bawah Yayasan Save the Children di
London, diketuai oleh Nyonya Alexandra Metcalfe, putri dari raja
muda India.

Tricycle: Banyak yang mengomentari bahwa gaya berbicara


Bahasa Inggris Anda mirip dengan Yang Mulia Trungpa Rinpoche.

188
Lama untuk Semua Musim

Kelihatannya Anda dan beliau belajar Bahasa Inggris dari wanita


yang sama. Apakah wanita tersebut Nyonya Metcalfe?

Gelek Rinpoche: Bukan, wanita tersebut adalah Frieda Bedi.


Dia ada seorang wanita Inggris yang menetap di India setelah
kemerdekaan dan seorang teman dekat dari Nehru. Ia menikah
dengan seorang Punjabi bernama Bedi. Nyonya Bedi mengontak
saya di Buxador, sebuah kamp di mana para biksu menetap, yang
dulunya adalah penjara Inggris untuk mereka yang berjuang demi
kemerdekaan. Mereka disekap dalam kamp itu dan kami dikirim ke
sana, tetapi kamp tersebut digunakan sebagai kamp pengungsian,
bukan kamp penjara. Nyonya Bedi mengunjungi semua kamp
pengungsian Dia tertarik dengan Tibet dan mengadopsi dua
reinkarnasi Lama, serta mengundang mereka untuk menetap di
rumahnya di Delhi: Trungpa Rinpoche dan saya. Jadi itulah ikatan
saya dengan Nyonya Bedi. Nyonya Bedi kemudian menjadi
biarawati Buddhis dengan Karmapa dan dipanggil dengan nama
Sister Palmo.

Tricycle: Dan apakah Anda masih biksu saat itu?

Gelek Rinpoche: Iya, saya merupakan biku saat itu, tetapi


saya segera memberontak dengan kondisi saya dan mengadopsi
budaya minum, merokok dan…

Tricycle: Bermain dengan wanita?

Gelek Rinpoche: Iya, saya selalu membayangkan bagaimana


melakukan hubungan seksual dengan wanita; saya ingin
bereksperimen. Juga, jika Anda tidak memakai jubah, Anda bisa
berbicara sebebasnya dengan umat awam. Saya senang berbicara
banyak hal. Jika Anda seorang biksu, selalu ada suatu kesenjangan.
Itu merupakan sesuatu yang saya renungkan. Tindakan seksual
adalah hal lainnya. Di sisi lain, saya bertanya-tanya apa yang akan
dipikirkan guru-guru saya, apa yang akan dipikirkan Dalai Lama,

189
Nutrisi Hati 4

dan bagaimana saya harus menghadapi mereka. Itulah persoalan


dalam pikiran saya.

Tricycle: Jadi Anda memulai hidup yang liar?

Gelek Rinpoche: Saya sedang mencari suatu tendangan besar,


yang tidak saya temukan dalam apa pun–tidak dalam merokok,
tidak dalam mariyuana, tidak dalam alkohol, dan tidak dalam
tindakan seksual.

Tricycle: Fantasi Anda membuat semuanya kelihatan terlalu


tinggi untuk dicapai?

Gelek Rinpoche: Fantasi saya terlampau tinggi. Dan kemudian


secara bertahap semua Rinpoche berkata, “Nah, Anda kurang
beruntung, tetapi itu bukan sesuatu yang tak biasa. Banyak orang
yang melalui fase itu.” Mereka terus memberitahu saya bahwa
walaupun saya melanggar janji biksu saya, saya tetap seorang
Rinpoche. Mereka memberitahu saya untuk mengingat bahwa
saya masih dalam jangkauan Dharma.

Tricycle: Anda tidak tergoda untuk menjadi biksu lagi?

Gelek Rinpoche: Tidak. Saya menerima banyak ajakan dari


biara-biara yang berbeda, tetapi saya senang dengan kondisi
saya. Saya dapat berbicara dengan umat awam, dan berbicara
mengenai masalah keluarga mereka, masalah tindakan seksual,
dan masalah pasangan mereka. Dan saya memiliki liburan panjang
yang menyenangkan. Para Rinpoche membiarkan saya untuk
bertindak liar sementara waktu, dan itu adalah hal yang sangat
mengecewakan. Terdapat fantasi mengenai klub malam, minum,
merokok, tindakan seksual, tetapi semua itu tidak memberikan apa
pun. Alih-alih, semua itu memberikan banyak masalah, banyak
kepusingan. Secara bertahap, saya kembali ke Dharma.

190
Lama untuk Semua Musim

Foto oleh Allen Ginsberg.

Tricycle: Bagaimana cara Anda sampai ke Ann Arbor?

Gelek Rinpoche: Pada tahun 1980, dua teman dari Ann Arbor
datang ke India dan belajar dengan saya, dan mengundang saya
untuk berkunjung ke sana. Saya menyukai tempat ini. Anda tahu
salah satu alasan saya menyukai tempat ini? Empat musimnya.
Di Tibet, terdapat empat musim, tetapi di India tidak ada empat
musim.

Tricycle: Apa yang mendasari Anda untuk datang ke Amerika?

191
Nutrisi Hati 4

Gelek Rinpoche: Untuk satu hal, transmisi Dharma, sesuatu


yang sangat penting. Dharma bukanlah kepunyaan Tibet; Dharma
merupakan milik siapa pun. Barat membutuhkan Dharma karena
gaya hidup mereka, tekanan, dan kesulitan. Banyak orang sudah
berusaha di sini–Trungpa Rinpoche, Lama Yeshe, Yang Mulia
Karmapa dan Kalu Rinpoche–tetapi jika Anda tak menetap di
sini secara konstan, menjadi bagian dari kehidupan orang, dan
mengerti budaya dan relasi keluarga mereka, sangat sulit untuk
berkontribusi demi perkembangan Dharma di sini. Saya juga
berkesempatan untuk bekerja dalam buku sejarah Tibet oleh
Melvyn Goldstein [The History of Modern Tibet 1913-1950,
University of California Press], jadi saya datang dan membantunya.

Tricycle: Banyak orang Barat dan Tibet yang menyerang buku


tersebut. Kata mereka buku tersebut pro-Cina.

Gelek Rinpoche: Jadi, kami mewawancarai sejumlah penduduk


Tibet yang saat itu telah diduduki oleh Cina. Cara Goldstein
bekerja sangatlah menarik. Contohnya ketika Dalai Lama ke-
13 wafat. Kami mengunjungi orang yang ada di biara saat itu
dan menanyai bagaimana cara mereka mengetahui wafatnya
beliau dan apa yang mereka rasakan. Kemudian, kami berbicara
dengan keluarga bangsawan, petugas pemerintah, dan menanyai
bagaimana cara mereka mengetahui, apa yang mereka perbuat,
apa yang mereka rasakan. Kemudian, kami berbicara dengan para
prajurit. Kemudian, kami berbicara dengan penduduk desa dekat
Lhasa dan orang Kham di Tibet Timur, dan menanyai bagaimana
mereka mengetahui informasi ini, berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk mengetahuinya, dan apa yang mereka pikirkan.
Kemudian, kami berbicara dengan para pengembara. Jadi, kami
mewawancarai mereka semua dan terkejut ketika mengetahui
bahwa penduduk desa di Tibet Timur tidak mengetahui mengenai
wafatnya beliau selama tiga bulan. Bahkan penduduk desa di

192
Lama untuk Semua Musim

Lhasa tidak mengetahui hal tersebut selama berbulan bulan.


Penduduk biara mengetahuinya secara langsung dan keluarga
bangsawan mengetahuinya secara langsung. Ini satu contohnya.

Tricycle: Apa implikasi dari ini?

Gelek Rinpoche: Jadi, pesan tersebut tidak disampaikan. Ini


menunjukkan betapa lemahnya komunikasi di Tibet. Apa yang
lebih penting daripada wafatnya seorang Dalai Lama?

Tricycle: Jadi pemerintah tidak menjangkau sampai ke rakyatnya.

Gelek Rinpoche: Betul sekali. Dan di setiap poin, setiap kejadian


dialami secara berbeda oleh orang-orang yang bersangkutan–
bukan karena ingatan mereka, tetapi karena lingkungan mereka.
Prajurit, biksu, petugas, dan penduduk memiliki pandangan yang
berbeda-beda.

Tricycle: Apakah Anda terkejut oleh respons terhadap buku


Goldstein?

Gelek Rinpoche: Tidak. Bukunya memang kontroversial.

Tricycle: Banyak murid Dharma Barat yang akrab dengan


sejarah Tibet yang tampaknya berpikir bahwa ada maksud kuat
untuk mempertahankan gambaran ideal mengenai Tibet karena
itu menguntungkan gerakan “Free Tibet”.

Gelek Rinpoche: Saya berpandangan bahwa sejarah adalah


sejarah. Saya bahkan tak berpikir Dalai Lama menyimpan
pandangan indah mengenai sistem Tibet kuno. Anda harus
memberikan gambaran yang sejujur-jujurnya. Seluruh negara,
seluruh dunia memanipulasi sejarahnya. Saya mewawancarai
orang untuk membuat pernyataan jujur, sebuah pernyataan
sederhana mengenai apa yang terjadi. Saya tidak meramalkan
wawancaranya, atau menyimpulkan. Saya bukan pengarangnya.

193
Nutrisi Hati 4

Tricycle: Apa harapan Anda untuk Tibet hari ini?

Gelek Rinpoche: Saya menonton video dan foto tentang


pemuda-pemuda Tibet yang tidak melakukan apa pun di Lhasa,
hanya duduk dengan malas, minum, judi, dan itulah cara mereka
menghabiskan hidup mereka. Ketika saya melihat mereka secara
teliti, Saya berpikir tak ada satu pun dari mereka menerima edukasi
yang layak. Orang Tibet tidak menyukai edukasi orang Cina yang
berdatangan dari sekolah. Dan juga, pada saat bersamaan, orang-
orang Cina itu bisa berpindah ke Tibet dan memulai hidup di sana.
Jadi, apa yang akan terjadi secara jangka panjang adalah orang
Tibet tidak akan dapat memulai hidup di tanah mereka.

Dan sekolah tidak mengajarkan Bahasa Tibet karena para penduduk


lokal tidak membimbing mereka. Walaupun ada pelatihan kejuruan
yang diselenggarakan oleh orang Cina, itu bertujuan untuk orang
Cina. Saya ingin menyelenggarakan sekolah pelatihan kejuruan
untuk orang-orang Tibet. Saya bukan bermaksud menghasilkan
para sarjana berpendidikan, tapi inilah satu cara untuk orang-
orang Tibet agar bisa mendapatkan kesempatan memulai hidup
mereka. Itu sesuatu, dari sudut pandang humanis, yang bisa kami
lakukan dan harus lakukan. Saya berharap mengunjungi Tibet
tahun depan. Semoga pada saat itu saya dapat memulai sesuatu
di sana.

Tidak ada orang Tibet yang tidak mau merdeka di Tibet. Tapi
di saat yang bersamaan, terdapat pekerjaan Cina yang sudah
berlangsung selama tiga puluh tahun, dan jika ini terus berlangsung
orang-orang Tibet tak akan bisa mendapatkan kesempatan hidup
di Tibet–bahkan di bawah sistem mereka. Setidaknya sebanyak
itulah kita bisa mengubahnya. Kita juga dapat menghidupkan
bahasa dan budayanya. Jika mereka dapat mempelajari sistem
elektrikal dan pemipaan sebaik mereka mempelajari bahasa dan

194
Lama untuk Semua Musim

budaya mereka, itu akan menjadi berkah terbaik untuk Tibet.

Tricycle: Tampaknya Dharma meresap ke dalam budaya Tibet.


Di Barat, kami sangat idealis dan kami suka berpikir bahwa kami
tampaknya tidak mampu menandingi politik birokrasi yang sama
dan ketamakan politik dalam petugas yang kami lihat dalam dunia.
Kedatangan Dharma adalah kesempatan untuk menggabungkannya.
Mungkin kami tak akan bisa menggabungkannya.

Gelek Rinpoche: Jadi, terdapat Dharma yang mengakar di


Tibet. Dalam budaya, dalam keluarga, tradisi keluarga–semuanya.
Pada dasarnya, Tibet kuno memiliki asal mula yang baik, sesuatu
yang melebihi asal mula Buddha. Terdapat kebaikan hati dan
kelembutan yang Anda dapat lihat melalui muka mereka, mata
mereka, dan pikiran mereka. Namun, juga terdapat intrik politik
dan korupsi dan eksploitasi ekonomi. Gambaran kebaikan Tibet
yang dulu–semuanya hidup dalam cinta kasih dan welas asih
dengan bunga di tangan mereka–tidak melulu benar. Di sisi lain,
mayoritas penduduk tidak ada kaitannya dengan intrik politik dan
kekuasaan. Dan mayoritas biksu tidak memiliki kekuasaan atau
masalah dengan biara. Dharma adalah milik pribadi. Dharma
memengaruhi pemerintahan, yang merupakan sistem feodal.
Saya mempunyai teman pemuda Tibet yang tidak suka saya
mengatakan itu, tapi kenyataannya itu adalah sistem feodal.

Tricycle: Bagaimana anda melihat Dharma menyebar ke Barat?

Gelek Rinpoche: Dharma muncul dari biara dan masuk ke


masyarakat awam. Saya berpikir itu akan mengakar ke masing-
masing pribadi.

Tricycle: Anda melihat terbentuknya masyarakat yang


tercerahkan?

Gelek Rinpoche: Siapa tahu? Mungkin saja, tetapi itu akan

195
Nutrisi Hati 4

memakan ratusan tahun. Anda tak dapat menerka. Itu akan terjadi
secara bertahap dalam pribadi, perkembangan pesat dalam diri
pribadi. Intrik politik akan berlanjut, perang akan berlanjut, dan
pembunuhan akan berlanjut.

Tricycle: Apakah akulturasi Buddhis adalah proses alami?

Gelek Rinpoche: Nah, Buddhisme harus menjadi praktik


individu daripada sebuah institusi, Menginstitusikan Buddhisme
bisa menghancurkan Buddha itu sendiri.

Tricycle: Apakah itu yang terjadi Tibet?

Gelek Rinpoche: Tentu. Korupsi terjadi karena biara menjadi


sangat kaya, megah dan berkuasa sehingga korupsi ekonomi
berdatangan, dan kemudian korupsi politik masuk. Ketika
Buddhisme menjadi agama negara, korupsi bersamaan muncul.
Itulah sifat alami manusia.

Tricycle: Kami dari Barat sangat mengharapkan integritas dalam


dan luar, politis dan sekuler. Bagaimana sebaiknya kami membantu
masyarakat secara utuh tanpa menginstitusikan Dharma?

Gelek Rinpoche: Dalam periode emas Buddha, Buddhisme


tidak terinstitusi.

Tricycle: Namun ditambah dengan korupsi dan aneka


permasalahan, kami berpikir Tibet membangun pengetahuan
luar biasa ini, dan aktivitas Dhama yang intensif dihasilkan
oleh biara besar, oleh beribu Lama. Jadi, mungkin jika tak ada
penginstitusian, Anda tidak akan memperoleh Dharma yang kuat
juga.

Gelek Rinpoche: Orang Tibet biasanya mengatakan: “Biara yang


baik seperti samudra yang baik. Juga terdapat banyak hal baik dan
hal buruk.” Apa yang kita alami hari ini tak harus dihasilkan dari

196
Lama untuk Semua Musim

institusi tertata yang baik. Institusi yang baik memiliki sejumlah


ilmu untuk dibagikan, tetapi apa yang kita alami adalah usaha
dari individu praktisi dan usaha dari Lama Tibet yang sudah
menyelesaikan praktik mereka untuk beribu tahun, Lama yang
belajar di institusi namun berpraktik secara individual.

Tricycle: Bisakah pelatihan biara dari masa kecil Anda


ditransmisikan ke orang Amerika sekuler?

Gelek Rinpoche: Iya, tentu saja. Saya tidak berpikir Anda


harus menjadi biksu. Esensi dari Dharma berada di masyarakat.
Di dalam tradisi, diceritakan bahwa akar Dharma berada pada
Sangha yang terdiri dari kaum biarawan, tetapi jika Anda berpikir
secara kritis, umat awam–pria dan wanita dan anak-anak–
berkapasitas mempertahankan dan berkontribusi untuk hal yang
sama. Penyebaran Buddhisme ke Barat adalah melalui umat
awam. Ketika Dharma ditransmisikan ke Tibet, biara bukan satu-
satunya medium. Marpa, pendiri tradisi Kagyu, bukanlah biksu.

Tricycle: Menurut Anda, apakah kelebihan dari sistem biara?

Gelek Rinpoche: Suasana dan kesempatan. Tetapi jika Anda


tidak ingin menjadi biksu, bukan berarti Anda tak memiliki
kesempatan.

Apa arti Buddhisme bagi saya? Bagi saya, Buddhisme bertujuan


untuk memperbaiki segala keburukan. Untuk mencapai itu, kita
memperhatikan pikiran kita. Tidak ada siapa pun yang ingin
membunuh siapa pun. Kita memunculkan keburukan sering
kali tanpa sadar. Praktik Dharma bermaksud untuk mengubah
kebiasaan dan klesha kita. Biara berkontribusi untuk hal tersebut
karena mereka menerapkannya sebagai disiplin. Ada seseorang
yang mengawasi kita. Itu sangat membantu. Juga secara individual,
jika kita mempunyai sumpah pembebasan yang berupaya kita

197
Nutrisi Hati 4

pertahankan, secara otomatis kebiasaan buruk dan klesha kita


akan berkurang. Itulah alasan kenapa biksu dan biksuni memiliki
lebih banyak dukungan dari lingkungan. Tetapi, tujuan utama
praktik Buddhis adalah mengikis klesha kita dan memperbaiki
kebiasaan buruk kita, dan ini bisa dicapai sebagai umat awam
atau biarawan. Demikianlah etika Buddhis–mengubah kebiasaan
buruk dan menyingkirkan klesha seperti kemelekatan, serta
menggantikannya dengan cinta kasih, welas asih, kemurahan hati,
dan kesabaran.

Tricycle: Apakah maksudnya adalah menggunakan sila untuk


membentuk kebiasaan?

Gelek Rinpoche: Tidak. Masalahnya, ketika Anda berbicara tentang


etika Buddhis, bahkan di Barat, kata “etika” selalu membuat orang-
orang berpikir tentang moral dan sumpah dan semua disiplin yang
berbeda. Menurut saya, etika Buddhis adalah Empat Kebenaran
Arya. Di dalam Tantra, Buddha Maitreya membandingkan Empat
Kebenaran Arya dengan sakit, sebab sakit, obat dan penyembuhan,
yang merupakan keseimbangan dari unsur.

Tricycle: Bagaimana ini dibandingkan dengan versi konvensional


dari Empat Kebenaran Arya yang pertama: “hidup adalah
penderitaan”?

Gelek Rinpoche: Terdapat banyak kesenangan. Kita menikmati


hidup. Kita menikmati perilaku seksual. Kita menikmati minum.
Kita menikmati liburan. Bukankah begitu? Terjemahan yang tepat
adalah “kebenaran ihwal penderitaan.” Itu bukan penderitaan
yang sesungguhnya, tetapi fakta dari penderitaan karena kita tak
mampu melangkah lebih lanjut ketika kita tidak mengetahui secara
baik apa penderitaan kita. Tetapi kita harus mengakui kebahagiaan
yang kita miliki. Sebagian orang berpikir bahwa Buddhisme
adalah soal “hidup adalah penderitaan”, sehingga mereka berpikir

198
Lama untuk Semua Musim

bahwa mereka harus merasa buruk ketika mengalami hal yang


bukan penderitaan. Ada kebahagiaan dalam kehidupan yang
kita harus terima. Tetapi bahkan dalam kebahagiaan itu terdapat
penderitaan yang alamiah juga.

Tricycle: Apa artinya ini bagi individu praktisi?

Gelek Rinpoche: Kita membawa klesha. Langkah awal adalah


untuk mengakui ini. Pengakuan adalah tujuan dari Empat
Kebenaran Arya yang pertama. Jika Anda mengamati tradisi
Buddhis, Empat Kebenaran Arya yang pertama adalah untuk
memahami kebenaran ihwal penderitaan, yaitu mengakui masalah
kita, klesha kita. Jika meminum kopi membuat Anda sakit, Anda
harus berhenti meminumnya, dan demikian pula ketika Anda
mengenali kemelekatan, amarah, dan kebencian Anda. Kebenaran
Arya yang kedua adalah menemukan apa yang menjadi sebab
dari klesha dan kemudian memisahkan diri darinya. Terdapat
banyak sebab penderitaan yang dihasilkan oleh karma individual–
amarah, kebencian, dengki, dan di atas semuanya, ketidaktahuan.
Ketidaktahuan adalah yang terpenting, yang memunculkan semua
emosi negatif seperti amarah, kemelekatan, dan kebencian.

Kebenaran ketiga adalah berhentinya penderitaan. Dan


Kebenaran keempat adalah jalan menuju terhentinya penderitaan,
yaitu obat itu sendiri. Jika Anda memiliki asam dalam
lambung, Anda memakan Pepto-Bismol. Praktik, jalan, adalah
penawar bagi masalah Anda. Jika Anda diliputi amarah, Anda
menghadapinya dengan kesabaran. Jika Anda diliputi kemalasan,
Anda menghadapinya dengan menjadi rajin. Jika Anda diliputi
ketidaktahuan, Anda memakai kebijaksanaan. Jika Anda berpikir
terlalu banyak, Anda menggunakan meditasi. Ini adalah metode
yang mengantar kita ke etika Buddhis.

199
Nutrisi Hati 4

Foto oleh Allen Ginsberg.

Tricycle: Kembali ke sistem biara, bukannya kekuatan ajaran dari


masyarakat Tibet berdatangan dari biara dan menuju masyarakat
awam?

Gelek Rinpoche: Iya.

Tricycle: Jadi, jika kita tidak mempunyai biara untuk menginspirasi


atau mempertahankan ajaran dalam biara, apa yang akan kita
pakai?

Gelek Rinpoche: Tak ada. Tetapi dari generasi ke generasi


kita menghilangkannya. Generasi saya, contohnya, tidak bisa
dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Tricycle: Jadi dari zaman historis Buddha hingga sekarang, ada


satu kemerosotan yang panjang?

200
Lama untuk Semua Musim

Gelek Rinpoche: Iya, tentu saja. Makanya disebut “zaman


kemerosotan”. Dalam kasus yang jarang beberapa orang besar
bermunculan, tetapi Anda selalu melihat kembali ke guru-guru
silsilah dengan semua kualitas agung yang mereka punya–
Bagaimana mereka berpraktik dan halangan apa saja yang
menghadang. Inilah fakta historis. Dalam Buddhisme Tibet, guru
dahulu begitu agung. Kita mengikuti langkah mereka, tetapi tidak
bisa menjadi seperti mereka.

Tricycle: Apa pendapat Anda mengenai Buddhisme di Amerika


sehubungan dengan kemerosotan yang tak terelakkan?

Gelek Rinpoche: Saya optimis karena kebanyakan orang Amerika


yang tertarik dengan Buddhisme sangat cerdas dan pikiran mereka
terbuka dan tajam, yang pada gilirannya membantu mereka untuk
memahami, menganalisis, dan bertindak. Dengan basis pemikiran
itu, saya merasa optimis.

Tricycle: Tetapi Anda tidak mengantisipasi Dharma besar yang


dengan berbagai cara mengubah kecenderungan kemerosotan.

Gelek Rinpoche: Saya mendoakan hal itu.

Tricycle: Anda mengandaikan jalan Buddhis sebagai sebuah


proses yang menggantikan klesha kita dengan kemurahan
hati, welas asih, dan kebijaksanaan. Implikasinya adalah kita
mempunyai klesha yang bukan “inheren”, tapi dirasa “inheren”.
Dan lagi di dalam ajaran Buddhis, dan di Buddhisme Tibet
khususnya, ada penekanan terhadap kebaikan cinta kasih yang
alami. Dari mana asal kebaikan cinta kasih ini?

Gelek Rinpoche: Individu mempunyai sifat Buddha, sifat yang


baik. Apakah itu adalah kebaikan cinta kasih, saya tak yakin.
Sifat Buddha memiliki dua sifat: statis dan berkembang. Sifat
berkembang mengembangkan cinta kasih dan welas asih. Tak ada

201
Nutrisi Hati 4

satu pun makhluk hidup yang tak mempunyai kualitas baik dalam
diri mereka, tapi tidak semua dari kita mengembangkan kualitas
ini. Kita tidak menghadapi sesama dengan kualitas baik; alih-alih,
kita bersikap dingin dengan sesama karena klesha kita.

Tricycle: Ada perbedaan dalam memahami sifat Buddha sebagai


esensi kesunyataan dan memahaminya sebagai kebaikan cinta
kasih. Jika kita tidak punya klesha inheren, kenapa kita mempunyai
sifat cinta kasih secara inheren?

Gelek Rinpoche: Sifat Buddha adalah, tentu saja, kesunyataan.


Tapi kesunyataan bukan sifat Buddha. Ada sesuatu yang disebut
“aku” yang berasal dari kehidupan sebelumnya, yang hidup,
yang akan berlanjut ke kehidupan yang akan datang–saya
mempunyai itu. Apakah itu keberadaan inheren? Tidak. Trungpa
Rinpoche menamainya “keberlanjutan yang tak berlanjut”. Ia
adalah perubahan setiap menit. Namun, ada suatu keberlanjutan.
Seperti balok es di atas balok es; ada suatu hubungan, semacam
keberlanjutan air yang dapat menggabungkan atau memisahkan
mereka. Keberlanjutan semacam itu ada di sana, dan keberlanjutan
tersebut adalah “aku” yang datang dari kehidupan lampau. “Aku”
tinggal di sini, “aku” akan pergi, dan membawa sifat Buddha. Jika
jurnalis memperlihatkan gambar penderitaan anak-anak di suatu
tempat–di Somalia misalnya–orang-orang mengatakan kita harus
melakukan sesuatu. Reaksi murah hati itu muncul karena sifat
baik, rasa yang muncul dari welas asih. Tapi kebaikan dan cinta
kasih adalah sesuatu yang bisa dikembangkan. Anda mempunyai
bibitnya.

Tricycle: Apakah mungkin untuk memahami budaya dan


masyarakat dalam konteks karma dan reinkarnasi?

Gelek Rinpoche: Terdapat karma kolektif. Saya tak yakin itu


berhubungan dengan budaya. Orang-orang membuatnya secara

202
Lama untuk Semua Musim

kolektif, jadi kita menyebutnya karma kolektif. Tapi klesha dan


perkembangannya bergantung pada individu tersebut.

Tricycle: Adakah cara untuk memahami apa yang terjadi di Tibet


dalam konteks karma?

Gelek Rinpoche: Iya, saya berpikir kami yang merupakan orang


Tibet sedang mengalami penderitaan sekarang. Saya yakin hal
itu adalah sesuatu yang berasal dari tindakan masa lampau, aksi
buruk terhadap siapa pun, tidak harus terhadap Cina. Saya tak
tahu jika kami telah menghancurkan kampung halaman seseorang
atau melakukan keburukan lainnya secara kolektif, tapi itulah yang
kami alami secara kolektif hari ini. Itulah karma kolektif. Orang
Tibet sedang mengalami penderitaan ini. Ini pastilah karma; tak
ada keraguan.

Tricycle: Jadi, ketika kita berbicara tentang Dharma di masa


mendatang, apa yang Anda pikir akan terjadi dengan planet ini?

Gelek Rinpoche: Saya tak berpikir dunia akan berakhir dalam


satu ledakan besar. Saya berpikir ia akan berakhir secara bertahap,
sepotong demi sepotong. Wilayah demi wilayah akan mengalami
lebih banyak kesulitan.

Tricycle: Seberapa burukkah?

Gelek Rinpoche: Sangat buruk, Akan memakan waktu yang


sangat lama.

Tricycle: Akankah planet selamat?

Gelek Rinpoche: Suatu hari ia akan lenyap. Suatu hari planet


akan berhenti eksis. Saya berharap kita tidak melihatnya. Saya
berharap semua keturunan kita tidak melihatnya

Tricycle: Tapi itu bisa terjadi?

203
Nutrisi Hati 4

Gelek Rinpoche: Bisa dan pasti akan terjadi. Tetapi secara


lambat.

Tricycle: Adakah cara membalikkannya?

Gelek Rinpoche: Saya tak berpikir membalikkan secara total


adalah sesuatu yang mungkin, tapi kita akan pergi dan kembali
untuk waktu yang sangat lama. Tergantung orang-orang. Kita
harus bekerja dan mencoba melayaninya selama mungkin, tapi tak
mungkin selamanya. Lagipula, ia tidak kekal dan harus berakhir.

Tricycle: Jika planet hilang, apakah itu karena karma kita?

Gelek Rinpoche: Kita akan dilahirkan di planet lain. Planet ini


bukanlah satu-satunya yang eksis.

Tricycle: Ketika berbicara Dharma, kita tak dibatasi dalam


konteks kehidupan manusia?

Gelek Rinpoche: Tidak, tentu saja tidak.

Tricycle: Pikiran Anda tidak berhenti sepanjang mengimajinasikan


disintegrasi dari manusia ke bukan manusia? Bumi ke planet lain?

Gelek Rinpoche: Sama sekali tidak masalah bagi saya.

204
19

Padmasambhava Memberikan Nasihat


Kepada Raja Trisong Detsen I
Oleh Eric Perna Kunzang
Penerjemah: Fenny Amelia, Liswindio Apendicaesar
“Apa perbedaan antara para Buddha dan makhluk
hidup lainnya?” Yang membedakan adalah
menyadari dan tidak menyadari.
T
uan Padmasambhava diundang oleh Raja Trisong Detsen
untuk meredakan lokasi konstruksi dan membangun
Samye, sebuah biara Buddhis.

Setelah itu, saat melakukan puja bakti, Raja Trisong Detsen


mengundang Tuan Padmasambhava yang mengenakan jubah
merah tua dari kain brokat untuk duduk di atas takhta bantal sutra
di ruang tengah bagian atas. Raja menyajikan minuman anggur
yang terbuat dari beras, dan menaruh gelas yang penuh emas dan
perak di tangan kanan dan kirinya.

Raja kemudian bertanya kepada Tuan Padmasambhava:


Guru agung, ketika mencoba untuk mencapai Kebuddhaan
berdasarkan sebab-sebabnya, suatu makhluk hidup pertama-tama
harus mencapai realisasi pandangan terang. Apa yang dimaksud
dengan “mencapai realisasi pandangan terang?”

Guru Agung menjawab: puncak dari semua pandangan terang


adalah bodhicita, kesadaran yang telah bangun. Seluruh alam
semesta yang berjumlah milyaran, semua sugata dari sepuluh
penjuru, dan semua makhluk dari tiga alam kehidupan memiliki
satu kesamaan yaitu terdapat bodhicita di dalam inti kesadaran
mereka. “Kesadaran” di sini sangat beragam dan mereka muncul
dari yang tidak terciptakan.

Mungkin Anda kemudian bertanya, “Apa perbedaan antara


para Buddha dan makhluk hidup lainnya?” Yang membedakan
adalah menyadari dan tidak menyadari. Inti kesadaran yang telah
bangun, yaitu Kebuddhaan, ada di dalam diri Anda namun Anda
tidak menyadarinya. Karena tidak mengenali sifat Kebuddhaan
yang ada di dalam dirinya, seseorang terseret ke dalam enam arus
duniawi. Anda mungkin kemudian bertanya: “Apa cara untuk
mencapai kesadaran?” Sebagaimana yang diajarkan, maka Anda
memerlukan instruksi lisan dari seorang guru.

207
Nutrisi Hati 4

Dalam hal ini, “kesadaran” adalah apa yang berpikir dan


mengenali objek, membentuk suatu pengalaman. Jangan mencari
kesadaran ini di luar, tapi lihatlah ke dalam. Biarkan kesadaran
itu mencari dirinya sendiri. Dengan demikian kita akan mampu
mengenali sifat-sifat kesadaran tersebut.

Pertama-tama, dari mana kesadaran berasal? Sekarang kesadaran


itu tinggal dimana? Pada akhirnya, ke manakah kesadaran itu
menuju? Ketika kesadaran melihat ke dalam dirinya sendiri, ia
tidak menemukan tempat dari mana ia berasal, menetap atau
yang dituju. Tidak ada penjelasan bagi “hal yang sebagaimana
adanya”. “Kesadaran” ada tanpa sesuatu di luar atau pun di
dalamnya. Kesadaran tidak memiliki siapa pun yang melihatnya;
kesadaran bukan pula tindakan melihat. Kesadaran dialami
sebagai sungguh terbangun (terjaga / tidak tidur) tanpa pusat atau
tepi, meresap sangat kuat ke dalam kekosongan dan kebebasan.
Kondisi terjaga ini bersifat intrinsik dan ada dengan sendirinya.
Dia tidak diciptakan saat ini, tapi hadir dalam diri Anda sejak
awal. Tetapkan dengan tegas bahwa pandangan dan perhatian
kita hanya untuk mengenali kesadaran tersebut!

Untuk “memiliki kepercayaan diri” dalam hal ini berarti menyadari


bahwa seperti ruang, kesadaran secara spontan hadir sejak awal.
Seperti matahari, bebas dari dasar kegelapan ketidaktahuan/
kebodohan. Seperti bunga teratai, tidak ternodai oleh kesalahan.
Seperti emas, tidak akan mengubah sifatnya sendiri menjadi yang
lain. Seperti samudera, tidak berpindah. Seperti sungai, mengalir
tak henti-hentinya. Seperti Gunung Sumeru, sama sekali tidak
berubah. Begitu Anda menyadari hal ini (dan menjaga kesadaran
tersebut stabil), maka yang demikian itu disebut “mencapai
realisasi pandangan terang”.

Raja bertanya: Apa yang dimaksud dengan “memiliki


pengalaman meditatif?”

208
Padmasambhava Memberikan Nasihat Kepada Raja Trisong Detsen I

Sang guru menjawab: memiliki pengalaman meditatif berarti


membiarkan kesadaran Anda murni sebagaimana adanya, tidak
ternoda dan jernih. Biarkan kesadaran Anda dalam keadaan alami,
murni dan bebas. Dengan tidak menempatkan kesadaran Anda
pada sesuatu di luarnya atau terlalu gelisah ke dalam, Anda tetap
bebas dari pikiran-pikiran yang tidak terkendali. Dalam keadaan
sejatinya, biarkan kesadaran Anda tetap tidak bergerak, seperti api
di dalam lampu minyak yang tidak goyah oleh tiupan angin.

Jika keadaan di atas sudah terpenuhi, beragam pengalaman


dapat terjadi: kesadaran Anda bisa terasa seolah meluap, melihat
sesuatu yang cerah atau berhenti sama sekali, merasa bahagia,
berseri atau bebas dari bentuk-bentuk pikiran; mungkin juga
terasa suram, terasa seperti melayang, atau melihat dunia ini
secara berbeda. Jika pengalaman-pengalaman ini terjadi, jangan
melekati mereka atau menganggap mereka penting, karena
mereka hanyalah pengalaman sementara. Jangan menggenggam
mereka sama sekali! Demikianlah yang disebut dengan “memiliki
pengalaman meditatif”

Raja bertanya: apa yang dimaksud dengan “memiliki ketenang-


seimbangan batin?”

Sang guru menjawab: “tenang seimbang” di sini berarti tidak


terganggu selama meditasi, tidak terdistraksi sama sekali, meskipun
tidak ada satu pun objek yang dimeditasikan. Seperti arus sungai
yang tidak henti-hentinya, Anda mengingat dalam situasi apa
pun, apakah ketika berjalan, bergerak, berbaring atau duduk.
Ketenang-seimbangan batin berarti merangkul apa pun yang Anda
lihat, atau apa pun dari lima kenikmatan indrawi yang muncul,
dengan menyadari diri sejati anda, bebas dari segala kemelekatan
atau keterikatan. Anda tidak menerima atau menolak apa pun,
seperti perumpamaan tiba di pulau emas berharga. Demikianlah
yang disebut “memiliki ketenang-seimbangan batin”.

209
Nutrisi Hati 4

Sang Raja kemudian bertanya lagi: apa yang membuat


seseorang “merintangi bahaya dari pikiran yang goyah?”

Sang guru menjawab: bila pemikiran konseptual terjadi saat


bermeditasi, pikiran apa pun yang timbul berasal dari pikiran Anda
sendiri. Karena pikiran tidak memiliki inti yang nyata apa pun,
pikiran itu sendiri sesungguhnya adalah kosong dan tidak nyata.
Seperti perumpamaan sebuah awan yang muncul di angkasa dan
lenyap kembali ke angkasa, pikiran terjadi dalam kesadaran dan
larut kembali dalam kesadaran. Sejatinya, bentuk-bentuk pikiran
adalah dharmata (sesuatu yang intrinsik, berasal dari dirinya
sendiri).

“Merintangi bahaya dari pikiran yang goyah” berarti ketika


kesadaran berpindah ke berbagai bentuk-bentuk pikiran, Anda
harus mengarahkan perhatian Anda ke dalam kesadaran ini
sendiri. Seperti pencuri yang memasuki rumah kosong, pikiran
kosong sama sekali tidak bisa membahayakan kesadaran yang
kosong. Itulah yang disebut “merintangi bahaya dari pikiran yang
goyah”.

Raja bertanya kepada Guru: bagaimana seseorang


“memperoleh keyakinan terhadap hasil (meditasinya)?”

Sang guru menjawab: Dengarkan baik-baik, Yang Mulia! Batin


pencerahan (bodhicita) tidak terbentuk karena sebab-sebab
atau dapat dihancurkan oleh kondisi-kondisi. Batin pencerahan
(bodhicita) tidak diciptakan oleh para Buddha atau oleh makhluk-
makhluk cerdas. Dia hadir sebagai sesuatu yang alami dalam diri
Anda. Ketika Anda mengenalinya melalui instruksi lisan seorang
guru, dikarenakan kesadaran adalah asal dari para Buddha, hal itu
seperti mengenali seseorang yang sudah Anda kenal sejak awal.

Semua Buddha di tiga masa mencapai pencerahan dengan


melaksanakannya secara terus-menerus setelah mencapai

210
Padmasambhava Memberikan Nasihat Kepada Raja Trisong Detsen I

ketenang-seimbangan, sama seperti perumpamaan seorang


pangeran yang naik tahta. Untuk membangkitkan apa yang secara
spontan dan alami hadir sejak awal, terbebas dari rasa takut dan
intimidasi, inilah yang disebut “memperoleh keyakinan terhadap
hasil (meditasinya)”.

211
20

Studi Menemukan Bahwa Terpapar


Konsep Buddhisme Mengurangi Prasangka
dan Meningkatkan Tindakan Pro-sosial
Oleh Eric W. Dolan
Penerjemah: Shierlen Octavia, Benny Chandra
Baik di daerah Timur maupun Barat, antara
pemeluk agama Kristen maupun tradisi religius
Asia Timur, konsep-konsep Buddhisme secara
otomatis mampu mengaktivasi perilaku sosial
positif mereka, yaitu tindakan pro-sosial dan
tingkat berprasangka yang rendah.
P
eneliti asal Belgia dan Taiwan menemukan bahwa dengan
terpapar konsep Buddhisme, seseorang dapat mengurangi
prasangka terhadap orang lain dan meningkatkan keinginan
untuk berperilaku secara pro-sosial.

Buddhisme terdiri dari beragam ajaran dan praktik—


seperti meditasi—yang bertujuan untuk membantu individu
mengembangkan kepribadian yang terbuka dan welas asih. Tidak
seperti 3 agama monotheis dominan lainnya, Buddhisme tidak
menarik batasan antara orang-orang yang percaya dan tidak
percaya.

Dalam 3 eksperimen terpisah yang terdiri atas 355 individu,


para peneliti menemukan bahwa paparan kata-kata yang berkaitan
dengan Buddhisme dapat “secara otomatis mengaktifkan tindakan
pro-sosial dan toleransi, khususnya pada orang-orang dengan tipe
sosio-kognitif terbuka.”

Studi ini memberikan dukungan terhadap penelitian


mengenai priming, suatu fenomena di mana dengan hanya
terpapar kata-kata atau konsep-konsep tertentu, individu mampu
mengubah cara berpikir atau berperilakunya. Penelitian ini
dipublikasikan dalam Personality and Social Psychology Bulletin
pada bulan April.

Ketika orang-orang Barat yang paham akan Buddhisme


membaca kata-kata religius seperti “Dharma” dan “Nirwana”–
dalam bentuk menyelesaikan teka-teki silang–mereka melaporkan
sikap negatif yang lebih rendah terhadap orang-orang yang
berada di luar lingkaran mereka (outgroup) dibandingkan dengan
partisipan yang terpapar dengan kata-kata positif non-religius
seperti “kebebasan”.

Orang-orang Barat dengan latar belakang Kristiani juga


menjadi lebih toleran setelah terpapar konsep Buddhisme,

215
Nutrisi Hati 4

meskipun ini berlaku hanya di antara mereka yang telah memiliki


kecenderungan untuk menjunjung kesejahteraan orang banyak dan
menghindari otoritarianisme. Tes asosiasi implisit menunjukkan
bahwa partisipan-partisipan ini lebih tidak berprasangka terhadap
orang Afrika dan Muslim dibandingkan partisipan yang dipaparkan
konsep Kristiani atau konsep-konsep netral.

Orang-orang Barat dengan latar belakang Kristiani juga


memiliki skor yang lebih tinggi dalam pengukuran tindakan pro-
sosial setelah mereka terpapar konsep-konsep Buddhisme. Tanpa
disangka, para partisipan tidak memiliki skor yang lebih tinggi
setelah terekspos konsep-konsep Kristiani.

Menurut para peneliti, efek paparan konsep-konsep


Buddhisme tidak hanya terbatas pada budaya di mana agama
dipandang eksotis secara khusus. Mendapatkan paparan konsep-
konsep Buddhisme juga membantu meningkatkan toleransi dan
tindakan pro-sosial bila dibandingkan dengan konsep netral dan
Kristiani di antara para partisipan yang tinggal di Taiwan.

“Sebagai kesimpulan, kami berpikir bahwa temuan ini


menyediakan bukti eksperimental untuk pertama kalinya, yang
mendukung gagasan bahwa baik di daerah Timur maupun Barat,
antara pemeluk agama Kristen maupun tradisi religius Asia Timur,
konsep-konsep Buddhisme secara otomatis mampu mengaktivasi
perilaku sosial positif mereka, yaitu tindakan pro-sosial dan tingkat
berprasangka yang rendah, khususnya di antara orang-orang
dengan kecenderungan personal akan keterbukaan pada sisi
sosio-kognitif mereka.” tulis para peneliti.

“Tidak seperti agama Kristen maupun sistem agama


monotheis lainnya, gagasan-gagasan dalam Buddhisme
mendukung tindakan pro-sosial dan toleransi terhadap outgroup
bagi orang-orang dengan karakter bawaan yang relevan.”

216
Studi Menemukan Bahwa Terpapar Konsep Buddhisme
Mengurangi Prasangka dan Meningkatkan Tindakan Pro-sosial

“Mekanisme emosional (welas asih) dan kognitif (toleransi


terhadap kontradiksi) menjelaskan mengenai bagaimana konsep-
konsep Buddhisme meningkatkan sikap dan kecenderungan untuk
berperilaku pro-sosial dan toleran pada masyarakat lintas budaya
dan konteks agama. Ciri religius dan kultural ‘menjelajahi’ dan
memengaruhi sikap-sikap serta perilaku manusia dalam dunia
global, bahkan pada tingkat kesadaran yang implisit,” demikian
kesimpulan para peneliti.

217
Daftar Pustaka
Allione, Lama Tsultrim. (2017). How to Feed Your Demons. Lion’s
Roar. https://www.lionsroar.com/how-to-practice-feeding-
your-demons/

Aske, John. (2013). What was the message of the Buddha?


Buddhism Now. Diakses pada 6 Agustus 2020 dari https://
buddhismnow.com/2013/03/25/what-was-the-message-
of-the-buddha-by-john-aske/

Aske, John. (2016). Purpose and the Search for Happiness.


Buddhism Now. Diakses pada 6 Agustus 2020 dari https://
buddhismnow.com/2016/06/26/purpose-and-the-search-
for-happiness-by-john-aske/

Brooks, Arthur C. (2016). To Be Happier, Start Thinking More


About Your Death. The New York Times. https://
www.nytimes.com/2016/01/10/opinion/sunday/to-
be-happier-star t-thinking-more-about-your-death.
html?searchResultPosition=1

Chah, Ajahn. (2016). The Precepts aren’t Hard. Buddhism Now.


https://buddhismnow.com/2016/04/12/the-precepts-isnt-
hard-by-ajahn-chah/

Dolan, Eric W. (2015). Study finds being exposed to Buddhist


concepts reduces prejudice and increases prosociality.
PsyPost. Diakses pada 6 Agustus 2020 dari https://
www.psypost.org/2015/04/study-finds-being-exposed-
to-buddhist-concepts-reduces-prejudice-and-increases-
prosociality-33103

Fischer, Norman. (2016). Life is Tough. Here Are Six Ways to Deal

219
With It. Lion’s Roar. http://www.lionsroar.com/life-is-tough-
six-ways-to-deal-with-it-march-2013/

Hai, Brother Phap. (2016). How to Practice Bowing. Lion’s Roar.


http://www.lionsroar.com/how-to-practice-bowing/

Krauze, Lauren. (2016). A New Path Into the Past. Tricycle. http://
tricycle.org/trikedaily/a-new-path-into-the-past/

Kunzang, Erik Pema. (1994). Padmasambha Gives Advice to King


Trisong Detsen I. Lion’s Roar. Diakses pada 6 Agustus
2020 dari https://www.lionsroar.com/padmasambhava-
gives-advice-to-king-trisong-detsen-i/

Lief, Judy. (2016). Kindness to Ourselves and Others. Lion’s


roar. http://www.lionsroar.com/kindness-to-ourselves-and-
others/

Lief, Judy. (2016). How to Transform Anger in 4 Steps. Lion’s


Roar. http://www.lionsroar.com/the-poison-tree-how-to-
transform-anger-in-4-steps-september-2014/

McLEOD, Melvin. (2016). Richard Gere: My Decision to Become


A Buddhist. Lion’s Roar. http://www.lionsroar.com/richard-
gere-my-journey-as-a-buddhist/

McLEOD, Melvin. (2016). The Ultimate Happiness: An exclusive


interview with the Dalai Lama. Lion’s Roar. http://www.
lionsroar.com/the-ultimate-happiness-dalai-lama/

Owens, Lama Rod. (2018). Do You Know Your True Face? Lion’s
Roar. http://www.lionsroar.com/do-you-know-your-true-
face/

Pema Khandro Rinpoche. (2017). You’re Ready Enough. Lion’s


Roar. https://www.lionsroar.com/youre-ready-enough/

220
Salzberg, Sharon. (2016). Generosity’s Perfection. Lion’s Roar.
http://www.lionsroar.com/generositys-perfection/

Sumedho, Ajahn. (2016). Dealing with Disease. Buddhism Now.


https://buddhismnow.com/2016/02/05/dealing-with-
disease-by-ajahn-sumedho/

Sumedho, Ajahn. (2016). Try to have a Permanent Emotion.


Buddhism Now. https://buddhismnow.com/2016/06/18/
try-to-have-a-permanent-emotion-by-ajahn-sumedho/

Tworkov, Helen. (1994). A Lama for All Seasons. Tricycle. https://


tricycle.org/magazine/lama-all-seasons/

221
Menghormati Buku Dharma
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan
semua makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana
mempraktikkan ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup
kita, sehingga kita menemukan kebahagiaan yang kita idamkan.
Oleh karena itu, apa pun benda yang berisi ajaran Dharma, nama
dari guru kita atau wujud–wujud suci adalah jauh lebih berharga
daripada benda materi apa pun dan harus diperlakukan dengan
hormat. Agar terhindar dari karma tak bertemu dengan Dharma lagi
di kehidupan yang akan datang, mohon jangan letakkan buku–buku
(atau benda–benda suci lainnya) di atas lantai atau di bawah benda
lain, melangkahi atau duduk di atasnya, atau menggunakannya
untuk tujuan duniawi seperti untuk menopang meja yang goyah.
Mereka seharusnya disimpan di tempat yang bersih, tinggi dan
terhindar dari tulisan–tulisan duniawi, serta dibungkus dengan kain
ketika sedang dibawa keluar. Ini hanyalah beberapa pertimbangan.

Jika kita terpaksa membersihkan materi–materi Dharma,


maka mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong
sampah, namun sebaiknya dibakar dengan perlakuan khusus.
Singkatnya, jangan membakar materi–materi tersebut bersamaan
dengan sampah–sampah lain, namun sebaiknya terpisah sendiri,
dan ketika mereka terbakar, lafalkanlah mantra OM AH HUM.
Ketika asapnya membubung naik, bayangkan bahwa ia memenuhi
seluruh angkasa, membawa intisari Dharma kepada seluruh
makhluk di 6 alam samsara, memurnikan batin mereka, mengurangi
penderitaan mereka, serta membawa seluruh kebahagiaan bagi
mereka, termasuk juga pencerahan. Beberapa orang mungkin
merasa bahwa praktik ini sedikit kurang biasa, namun tata cara ini
dijelaskan menurut tradisi. Terima kasih.

223
Dedikasi
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan,
membaca, merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak
lain, semoga semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat
selalu, semoga Dharma menyebar ke seluruh cakupan angkasa
yang tak terbatas, dan semoga semua makhluk segera mencapai
Kebuddhaan.

Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku


ini berada, semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan,
penyakit, luka cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan,
semoga hanya terdapat kemakmuran besar, semoga segala sesuatu
yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah, dan semoga
semuanya dibimbing hanya oleh Guru Dharma yang terampil,
menikmati kebahagiaan dalam Dharma, memiliki cinta kasih dan
welas asih terhadap semua makhluk, semata memberi manfaat
pada sesama, serta tak pernah menyakiti satu sama lain.

225
Tentang Penerbit
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT SARASWATI. APAKAH KAMI BOLEH
MEMINTA BANTUAN ANDA?

Penerbit Saraswati adalah sebuah organisasi non-profit. Misi kami


adalah untuk berbagi kebijaksanaan dari ajaran Buddha seluas
mungkin. Melalui buku-buku yang kami terbitkan, terselip upaya
untuk menginspirasi, menghibur, mendukung, dan mencerahkan
pembaca di seluruh Indonesia.

Kami memiliki sebuah mimpi, membuat seluruh buku terbitan


Penerbit Saraswati tersebar seluas-luasnya sehingga dapat
menginspirasi banyak orang, baik pemula yang penasaran, hingga
praktisi yang telah berkomitmen. Apakah Anda setuju dengan
mimpi kami ini? Karena tentu saja kami tidak dapat mewujudkan
mimpi ini tanpa bantuan Anda.

Buku Dharma ini dapat Anda UNDANG kehadirannya di hidup


Anda tanpa biaya berkat kebajikan berdana para dermawan.
Mari turut bermudita dan mendoakan para dermawan yang telah
memungkinkan ini terjadi.

Apabila Anda berminat pula untuk terlibat dalam kebajikan seperti


ini, silakan bergabung sebagai Dharma Patron Lamrimnesia dan
berdana ke:

BCA 0079 388 388 a.n. Yayasan Pelestarian dan Pengembangan

227
Lamrim Nusantara

MANDIRI 119 009 388 388 0 a.n. Yayasan Pelestarian dan


Pengembangan Lamrim Nusantara

Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan menghubungi


Call Center Lamrimnesia.

Dengan menjadi Dharma Patron, Anda secara langsung


terlibat dalam (1) penerbitan dan penyaluran buku Dharma,
(2) penyelenggaraan kegiatan Dharma, (3) pendanaan biaya
operasional dan mobilisasi Dharma Patriot dalam rangka
mendukung aktivitas (1) dan (2) di atas.

Untuk mengetahui lebih lanjut serta memesan buku terbitan


Penerbit Saraswati, silakan hubungi kontak di bawah ini:

Care: +6285 2112 2014 1

Info: +6285 2112 2014 2

Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore

Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore

Tiktok: @Lamrimnesia_

E-mail: info@lamrimnesia.org

Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

228

Anda mungkin juga menyukai