Anda di halaman 1dari 72

Pengantar Redaksi

Penerbit Yayasan Dhammadpa rma Penasihat Bhikkhu Khantidharo Mahthera Bhikkhu Candakaro Thera Penanggung Jawab Bhikkhu Jayamedho Bhikkhu Candaslo Pemimpin Redaksi Sunny Prajnaputra, S.Kom. Wakil Pimpinan Redaksi Smaera Ratanajayo Ahaslani Cittakumarini Sekretaris Ahaslani Slamudita Ahaslani Cittaslani Bendahara Ahaslani Mutia Setiawan Editor Ahaslani Indavati Ahaslani Indaslani Ahaslani Ditthislani Distribusi Smaera Dhirajayo Smaera Pemaslo Desain Grafis dan Tata Letak Smaera Virajayo Smaera Cirajayo Smaera Pabhajayo Ilustrator Smaera Abhislo Kathleen Wijaya Sheilen Wei Dokumentasi Ahaslani Khantislani Peliput Berita Smaera Kusalajayo Ahaslani Chandamitta Ahaslani Chandaslani Ahaslani Saccaslani Penjaga Rubrik Smaera Cittajayo Smaera Vijjajayo Smaera Indajayo Smaera Dhiraslo Smaera Saccaslo Ahaslani Gunayanti Ahaslani Dhammakalyani Ahaslani Dhitasirini Ahaslani Gandhaslani Ahaslani Dhanaslani

Hidup rukun dan bahagia merupakan harapan setiap manusia. Namun tidak selamanya kita dapat hidup rukun. Ada kalanya kita mengalami gesekan-gesekan dengan orang lain yang sering berujung pada pertengkaran dan permusuhan. Perlu digarisbawahi bahwa pertengkaran dan permusuhan adalah musuh terbesar bagi kerukunan dan keharmonisan. Karena permusuhan maka persahabatan, keakraban, dan hubungan baik yang sudah lama dibina bisa hancur seketika. Seperti itulah dampak dari permusuhan seperti terdapat dalam Dhammapada syair 6, "sebagian orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka dapat binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini akan segera mengakhiri pertengkaran". Diperlukan upaya dalam menjaga dan memelihara kerukunan, terutama kurukunan dalam lingkungan yang paling kecil, yaitu diri sendiri. Untuk menciptakan keadaan yang rukun dan harmonis dalam masyarakat dimulai dari diri kita sendiri. Oleh karena itu, kami mengajak pembaca sekalian untuk mulai peduli dan memelihara kerukunan serta keharmonisan dalam masyarakat. Ingat, kerukunan dimulai dari diri kita sendiri. Pada edisi kali ini kami mengangkat tema Kerukunan Dasar Keutuhan sesuai dengan tema Waisak yang diangkat Sangha Theravada Indonesia. Sajian yang kami hadirkan tidak hanya artikel dhamma yang bertemakan kerukunan, namun kami juga menyajikan artikel-artikel yang berkaitan dengan praktik dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Fokus utama kami adalah memberikan informasi seputar kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan Padepokan Dhammadpa rma maupun STAB Kertarajasa, serta ada juga liputan kegiatan yang berlangsung di luar Padepokan Dhammadpa rma. Adapun beberapa artikel yang kami sajikan, antara lain Hidup Rukun dan Harmonis dalam Buddha Dhamma oleh Bhikkhu Upasilo, Makna Dibalik Kisah Inspiratif Seorang Gadis Penenun oleh Smaera Santacitto, Indahnya Sebuah Kerukunan oleh Ahaslani Dhitasirini, Menyikapi Patah Hati Melalui Pemahaman Dhamma oleh Aryanto Firnadi. Semoga sajian yang kami hadirkan pada edisi kali ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Tidak lupa kami segenap Redaksi Majalah Dhammadpa rma, keluarga besar STAB Kertarajasa, dan keluarga besar Padepokan Dhammadpa rma mengucapkan Selamat merayakan Hari Raya Waisak 2558. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Mettcittena,

Redaksi

- Redaksi menerima sumbangan naskah, info, dan foto kegiatan Buddhis dari pembaca melalui email maupun surat, dengan syarat disertai foto dan data penulis, sumber tulisan yang jelas. - Redaksi berhak mengedit setiap naskah, tanpa mengubah isi materi. Alamat Redaksi: Jl. Ir. Soekarno (Mojorejo No. 44), Batu, Jawa Timur 65301 Telp. (0341) 594781, Fax. (0341) 594145 Blog, E-mail & Facebook: dhammadipa-arama.blogspot.com redaksi.mda@gmail.com Padepokan Dhammadipa Arama Rekening: BCA Cab. KCP Batu a.n. Sunny Prajnaputra a/c No. 019-0488-713

Majalah Dhammadpa rma

Dhammadesana

Artikel Dhamma

Abhidhamma

10 7 19
Artikel Umum

Keteladanan Sang Buddha

1. Pengantar Redaksi 2. Daftar Isi 3. Dhammadesana - Hidup Rukun, Harmonis Dalam Buddha Dhamma - Keteladanan Sang Buddha 10. Cerita Buddhis - Makna Dibalik Kisah Inspiratif Seorang Gadis Penenun 16. Dhamma - Indahnya Sebuah Kerukunan 19. Abhidhamma - Menyikapi Patah Hati Melalui Pemahaman Dhamma 22. Umum - Hidup Bahagia Sebagai Perumah Tangga - Kekayaan Bukan Hanya Materi - Memotivasi Diri Untuk Maju Dan Terus Berkreasi Dalam Buddha Dhamma 32. Liputan PDA - Perayaan Magha Puja 2557 di Padepokan Dhammadipa Arama - Pattidana dan Fang-shen - Aksi Penuh Kasih Untuk Bencana Kelud 38. Liputan STAB

ISI
Liputan PDA

32

Liputan STAB

38
Sosok

22

DAFTAR

47
55
- Penyuluhan Pemilu 2014 42. Agenda STI - Jadwal Pabbaja Smaera Tahun 2014 43. Inspirasi - Ujian Mahasiswa Terpandai 45. Budaya - Suku Osing dan Tradisi Banyuwangi 48. Sejarah - Tari Dunhuang 50. Artikel Kesehatan - Daun Binahong 52. Puisi - Berlian Tempatku Bersandar 53. Resep Masakan - Nasi Tempong Khas Banyuawangi 54. Opini - Pencerahan 55. Sosok 57. Kesan Pesan 58. Galeri Foto - Posko Vihara & Baksos Ngantang - Magha Puja, Fang Shen, & Pattidana . Komik Emdea . Teka-teki Silang (TTS) - Waisak

2 Edisi Waisak 2558 BE

Dhammadesana

Ilustrated by: Andrey Hong

H i d u p R u ku n d a n H a r m o n i s dalam Buddha Dhamma


Oleh Bhikkhu Upaslo

NAMO TASSA BHAGAVATA ARAHATO SAMMSAMBUDDHASSA


[Terpujilah Sang Bhagava, yang Mahasuci, yang telah mencapai penerangan sempurna]

Samagg sakhil hotha Hendaklah saling rukun dan berbaik hati [Pepatah Buddhis]

anusia sesungguhnya ingin hidup damai dan bahagia. Karena belum menemukan kebahagiaan maka kita akan menemui rintangan-rintangan yang harus dilalui. Ada kalanya manusia akan menemukan persoalan dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan cakupan yang lebih luas lagi. Terkadang, persoalan yang kita alami akan membuat pikiran kita kalut dan membuat diri kita tidak nyaman dalam berinteraksi dengan orang lain. Kehidupan kita membutuhkan
Majalah Dhammadpa rma

kesejahteraan, kerukunan dan keharmonisan, sehingga banyak dari kita menggunakan segala cara untuk mendapatkan hal tersebut. Ada yang mengadakan seminar antar tokoh agama, ada pula mengikuti talk show dengan harapan hidup kita menjadi rukun dan damai. Untuk menciptakan keadaan yang harmonis diperlukan latihan-latihan secara sistematis dan bertahap. Mulailah latihan dari diri kita sendiri.

Bagaimana kita bisa hidup harmonis dan rukun?


Apabila lingkungan tidak terasa nyaman, dalam bergaul pula tidak bisa menciptakan rasa solidaritas yang baik, Bagaimana kita bisa hidup harmonis dan rukun? Jadikanlah diri kita layaknya seperti SAHABAT SEJATI dalam keadaan susah dan senang, disertai dengan rasa saling mengerti satu sama lainnya. Ketika kita memiliki sikap saling mengerti satu sama lain, seberat apapun persoalan yang dihadapi, akan bisa teratasi dengan baik dan bijaksana, hingga akhirnya terciptalah hidup rukun. Untuk menjalin hidup rukun, Sang Buddha memberikan ajaran yang cukup bijaksana yang terdapat dalam Ds Raja Dhamma. Hal ini saya mengutip sebagian dari Ds Raja Dhamma Tersebut: 4 Edisi Waisak 2558 BE

1. Dna (murah hati) penyebab timbulnya ketidak-harmonisan dalam perumahtangga, masyarakat, atau badan organisasi kepemerintahan adalah KEMISKINAN. Ketika manusia jatuh miskin, tidak memenuhi kebutuhan hidup, maka hal itu menjadi ambang dari pintu kemiskinan. Perampokan, pencurian akan banyak terjadi dimana-mana. Jadi, jalan satu-satunya yang harus kita lakukan adalah dengan sering berdna (memberi). Memberikan sebagian yang kita miliki tentu akan membuat hidup kita damai dengan orang lain, paling tidak damai untuk diri kita sendiri. Bahkan dengan memberi sesungguhnya kita menciptakan harta sejati, yang bisa dibawa setelah kita meninggal (Nidhikaa sutta). 2. Sla (bermoral) Perilaku manusia akan baik dilihat orang jika memiliki pengendalian diri saat berinteranksi/ bergaul dengan orang lain. Bentuk dari pengendalian diri adalah menjaga perilaku, ucapan dan pikiran untuk tidak membunuh, mengambil barang yang tidak berikan, tidak berzinah, tidak berkata kasar, memfitnah, bergosip, omong kosong dan tidak membuat kesadaran menjadi lemah. Dengan menjalankan Pacasla Buddhis ini, sesungguhnya kita menghargai dan tidak merusak kebahagiaan orang lain, tetapi kita mampu mengembangkan perasaan turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain bukan berbahagia atas penderitaan orang lain. Dengan demikian, keharmonisan akan terjalin dengan baik. 3. Avihimsa (tanpa kekerasan) Orang yang mudah marah, jengkel adalah bentuk reaksi dari kebencian, sebab ini dikatakan sebagai akar dari kejahatan (dosa). Di dalam CAKKAVATI SHANANDA SUTTA dikatakan bahwa Selama kita masih mempunyai sifat amarah, selama itu juga

orang-orang yang ada disekitar kita tidak merasa nyaman dan dikatakan sebagai pintu kehancuran. Hidup rukun sangat bertolak belakang dari sifat kekerasan. Hidup Tanpa kekerasan, akan membuahkan kedamaian dan kesejateraan, baik kesejahteraan di dalam kehidupan ini maupun dikehidupan selanjutnya. Orang yang memahami Dhamma akan segera membinasakan dirinya dari sifat kekerasan. Seperti kisah di dalam Dhammapada Atthakata. Kisah Pertengkaran di Kosambi Suatu waktu, bhikkhu-bhikkhu Kosambi terbentuk menjadi dua kelompok. Kelompok yang satu pengikut guru akhli vinaya, sedang kelompok lain pengikut guru ahli Dhamma. Mereka sering berselisih paham sehingga menyebabkan pertengkaran. Mereka juga tak pernah mengacuhkan nasehat Sang Buddha. Berkali-kali Sang Buddha menasehati mereka, tetapi tak pernah berhasil, walaupun Sang Buddha juga mengetahui bahwa pada akhirnya mereka akan menyadari kesalahannya. Maka Sang Buddha meninggalkan mereka dan menghabiskan masa vassaNya sendirian di hutan Rakkhita dekat Palileyyaka. Di sana Sang Buddha dibantu oleh gajah Palileyya. Umat di Kosambi kecewa dengan kepergian Sang Buddha. Mendengar alasan kepergian Sang Buddha, mereka menolak memberikan kebutuhan hidup kepada para bhikkhu di Kosambi. Karena hampir tak ada umat yang menyokong kebutuhan para bhikkhu, mereka hidup menderita. Akhirnya mereka menyadari kesalahan mereka, dan menjadi rukun kembali seperti sebelumnya. Namun, umat tetap tidak memperlakukan mereka sebaik seperti semula, sebelum para bhikkhu mengakui kesalahanmereka di hadapan Sang Buddha. Tetapi, Sang Buddha berada jauh dari mereka dan waktu itu masih pada pertengahan vassa. Terpaksalah para bhikkhu menghabiskan

Selama kita masih mempunyai sifat amarah, selama itu juga orang-orang yang ada disekitar kita tidak merasa nyaman

vassa mereka dengan mengalami banyak penderitaan. Di akhir masa vassa, Yang Ariya Ananda bersama banyak bhikkhu lainnya pergi menemui Sang Buddha, menyampaikan pesan Anathapindika serta para umat yang memohon Sang Buddha agar pulang kembali. Demikianlah, Sang Buddha kembali ke Vihara Jetavana di Savatthi. Di hadapan beliau para bhikkhu berlutut dan mengakui kesalahan mereka. Sang Buddha mengingatkan, bahwa pada suatu saat mereka semua pasti akan mengalami kematian. oleh karena itu, mereka harus berhenti bertengkar dan jangan berlaku seolaholah mereka tidak akan pernah mati. Kemudian Sang Buddha membabarkan 6 syair berikut ini: Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa, dalam pertengkaran mereka akan
Majalah Dhammadpa rma

binasa; tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini; akan segera mengakhiri semua pertengkaran. Semua bhikkhu mencapai tingkat kesucian sotapatti, setelah khotbah Dhamma itu berakhir. 4. Khanti (sabar dan rendah hati) Kesabaran merupakan salah satu cara dalam membangun sikap harmonis. Kesabaran akan mencerminkan sikap keteguhan hati. pada umumnya, sangat sulit untuk menahan rasa emosi, jengkel, dan akibatnya menimbulkan perilaku anarkis. Sang Buddha tidak mengajarkan kita untuk bertindak anarkis melainkan menganjurkan untuk bertahan dan menjaga sikap toleransi antar sesama. Seperti pandangan Sang Buddha tentang toleransi beragama, Asoka membuat dekrit di gunung batu cadas yang berbunyi janganlah kita menghormat agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama orang lain hendaknya dihormati atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini kita membantu agama kita sendiri untuk berkembang disamping menguntungkan pula agama lain. Dengan berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu, barang siapa menghormat agamanya sendiri dengan mencela agama lain, semata mata karena dorongan rasa bakti kepada agamanya dengan berpikir bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri maka dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu toleransi dan kerukunan beragama-lah yang dianjurkan dengan pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya sendiri juga bersedia untuk mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain.

Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa, dalam pertengkaran mereka akan binasa; tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini; akan segera mengakhiri semua pertengkaran.

Jadi, Marilah kita melatih kesabaran. Dengan melatih kesabaran sekuat tenaga dan disertai dengan keuletan, kita dapat menghindari perbuatan buruk dan dapat melakukan perbuatan baik yang berguna bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Bahwa dengan memahami prinsip ajaran Sang Buddha dan mempraktikan Dna, Sla, Avihimsa dan Khanti maka diharapkan akan terjalin hubungan baik antar sesama hingga akhirnya tercipta sebuah kerukunan dan keharmonisan di dalam kehidupan masyarakat.
Referensi: 1. Dhammapada, Syair Kebenaran, terbitan Ehipassiko Foundation 2. Digha Nikaya, terbitan Dhammacitta Press 3. http://www.samaggi-phala.or.id/ 4. Pepatah Buddhis

6 Edisi Waisak 2558 BE

Dhammadesana

KETELADANAN

SANG BUDDHA
Oleh Smaera Dhammaratano

alam kehidupan kita saat ini, tidaklah mudah menemukan orang yang bisa memberi yang baik. Kalau kita lihat, di Negara kita saja banyak dari pengayom masyarakat yang seharusnya menjadi teladan bagi orang banyak, justru berbuat tidak baik, misalnya korupsi. Faktor-faktor tersebut juga menjadi cerminan untuk kita, karena ketika kita berbaur dimasyarakat umum pasti ada yang mencontoh sikap kita. Disinilah perlunya kita menentukan sikap yang baik, supaya menjadi teladan yang baik bagi orang-orang yang ada disekeliling kita. Sebenarnya untuk menjadi teladan yang baik sangatlah mudah, karena dalam ajaran-ajaran Sang Buddha juga sudah ada, bahkan Buddha sendiri juga memberikan contoh disetiap aktivitas yang Beliau lakukan dengan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang Buddha.

Matahari bersinar di waktu siang. Bulan bercahaya di waktu malam. Ksatria gemerlapan dengan seragam perangnya. Brahmana bersinar terang dalam samadhi. Tetapi, Sang Buddha bersinar dengan penuh kemuliaan sepanjang siang dan malam" (Dhammapada, Brahmana Vagga 387)

Sang Buddha di manapun berada selalu berusaha untuk memberikan teladan kepada para umat awam. Beliau dalam memberikan teladan atau ajaranNya tidak menggunakan suatu kekerasan dan beliau sendiri menghindari yang namanya suatu kekerasan. Karena dengan menggunakan suatu kekerasan akan mengakibatkan hubungan antara masyarakat umum yang tidak harmonis dan akan menimbulkan suatu ketidaknyamanan. Keteladan yang baik sangat di butuhkan pada saat-saat sekarang ini. Apalagi memberikan teladan dalam lingkungan Vihara. Misalnya, kita sebagai yang di depan sebaiknya memberikan teladan yang baik atau yang pantas. Tetapi apabila kita yang di depan malah memberikan contoh atau teladan yang tidak baik, pasti yang di belakang kita juga tidak baik. Kita bisa mencontoh keteladanaan Sang Buddha yang sangat luar biasa ini. Sang Buddha yang mahasuci, yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-nya, sempurna menempuh jalan ke Nibbna, pengetahu segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar yang patut dimuliakan. Sang Buddha juga mempunyai tugas sebagai Buddha untuk dirinya sendiri, sanak keluarga dan orang lain atau dunia.

"Sang Buddha di manapun berada selalu berusaha untuk memberikan teladan kepada para umat awam"
Ada 3 macam tugas yang dilakukan oleh Sang Buddha (Buddha Cariy), yaitu: 1. Tugastugas yang dilakukan sebagai seorang Buddha (Buddhattha Cariy). Seorang Buddha mempunyai tugas untuk dirinya sendiri, pencapaian dibawah pohon Bodhi (Pencapaian Penerangan Sempurna). Pencapaian penerangan sempurna ini telah dimenangkan oleh beliau dalam tiga jam berturut-turut pada waktu Sang Buddha jaga malam, yang dimulai pada pukul: 06.00 10.00, 10.0002.00, dan 02.00 06.00. Terdiri dari: a. Pengetahuan yang pertama (Pubbenivsanussatinana) adalah kemampuan untuk mengingat kembali kejadiankejadian dari kehidupan lampaunya sendiri sampai pada jumlahjumlah kehidupan yang tak terhitung banyaknya di masa lampau. b. Pengetahuan yang kedua (Dibbacakkhunana) adalah mata bathin yang mengatasi diluar makhlukmakhluk lain, pengetahuan yang melihat kelahiran dan kematian dari berbagai macam makhluk, baik makhluk yang berbahagia maupun yang menderita; yang baik dan yang jahat; buruk dan cantik; mengetahui apa yang menyebabkan perbedaanperbedaan tersebut adalah karena kamma mereka masing masing. c. Pengetahuan yang ketiga, kehancuran mutlak kekotoran bathin (savakkhayanana) adalah penyadaran terhadap Empat Kebenaran Mulia, yaitu kebenaran tentang penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan yang membawa pada akhir penderitaan. Itu juga berarti pengetahuan mengenai apa yang disebut sava.

8 Edisi Waisak 2558 BE

2. Tugas-tugas yang dilakukan terhadap sanak keluarga (Natattha - Cariy). Beberapa tahun setelah mencapai penerangan sempurna, beliau kembali mengajar Dhamma kepada orangorang Sakya. a. Kepada ibunya (Dewi Maya), Pada tahun ketujuh setelah Penerangan Sempurna, selama satu vassa (tiga bulan) Sang Buddha mengujungi Surga Tavatimsa dan memberikan pelajaran Abhidhamma kepada ibunya yang telah bertumimbal lahir di Surga Tavatimsa serta kepada para dewa lainnya dan para brahma. b. Kepada bapaknya (Raja Suddhodhana), Pada waktu Raja Suddhodhana mau meninggal, Sang Buddha mengajar Dhamma kepada Raja Suddhodhana hingga sampai tingkatan kesucian yang tertinggi yaitu Arahat. c. Kepada mantan istrinya (Yasodhara), Yasodhara menjadi Bhikkhuni dan Sang Buddha mengajar Dhamma hingga sampai tingkatan kesucian yang tertinggi yaitu Arahat. d. Kepada anaknya (Rahula), Sang Buddha menganugrahkan Tujuh Rangkaian Warisan Mulia yang di peroleh dari bawah pohon Bodhi yang akan menjadikannya pemilik warisan yang mengatasi dunia. Tujuh Rangkaian Mulia ini terdiri dari Saddh, Sla, Hiri, Ottappa, Bahusacca, Cga, dan Paa. Sang Buddha mengajar Dhamma kepada smaera Rahula hingga usia 20 tahun dan mencapai tingkatan kesucian yang tertinggi Arahat. e. Kepada keponakannya (Nanda), Sang Buddha mengajarkan Dhamma dan membimbing Nanda hingga mencapai tingkatan kesucian yang tertinggi Arahat. f. Kepada istrinya Nanda (Rupananda), Rupananda menjadi Bhikkhuni dan dibimbing oleh Sang

Buddha hingga mencapai tingkatan kesucian yang tertinggi Arahat. 3. Tugas-tugas yang dilakukan terhadap dunia (Lokattha Cariy). a. Tepat dua bulan setelah mencapai penerangan sempurna, Sang Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 SM. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orangorang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Mereka yang kemudian disebut Panca Vaggiya Bhikkhu. b. Pada masa vassa Sang Buddha Gotama dengan abhia (tenaga bathinya) mengajarkan Abhidhamma kepada Y.A. Sariputta di hutan Kayu Cendana. c. Kesempatan yang tak terhitung, sewaktu tiap pagi hari beliau memeriksa dengan mata bathinnya, mencari makhluk yang telah cukup masak bathinnya untuk menerima ajaran pada hari itu, dan setelah melihat mereka masuk di dalam jaring mata bathinnya, beliau melanjutkan perjalanan untuk memberikan Khotbah tanpa memperdulikan kesukaran dan bahayabahaya yang dapat ditemui dalam perjalanan. Itulah tiga tugas yang dilakukan oleh Sang Buddha (BuddhaCariy). Kita sebagai umat Buddha yang mengenal ajaran beliau, kita berusaha untuk meneladani Sang Buddha yang mempunyai tugastugas untuk diri sendiri, sanak keluarga, dan orang lain serta dunia. Sehingga kita dalam lingkungan di manapun berada, kita bisa mempraktekkannya.

Refrensi : Dhammapada, penerbit: Hanuman sakti. Paritta suci, penerbit: Yayasan Sangha Theravada Indonesia. Dhamma Vibhaga (Penggolongan Dhamma),Terbitan oleh: Vidyasena Vihara Vidyaloka. Majalah Dhammadpa rma

Cerita Buddhis

Makna Di Balik Kisah Inspiratif

Seorang Gadis Penenun


(Hubungan Antara Spiritual dan Kematian)
Ilustrated by: Andrey Hong Sabbe tasanti daassa; Sabbe bhyanti maccuno Semua makhluk takut terhadap hukuman; semua makhluk takut terhadap kematian (Dhammapada, syair 129)

Oleh Smaera Santacitto

ematian merupakan fenomena pasti bagi setiap makhluk. Kematian adalah sebuah kewajaran. Fenomena pasti dan wajar ini telah menjadi sebuah misteri polemik sepanjang sejarah manusia. Berbagai pandangan muncul berkenaan dengan kematian. Beberapa ajaran dan tradisi, serta kelompok-kelompok tertentu, memandang tabu untuk membicarakan kematian. Akibatnya, kematian menjadi sebuah misteri yang menakutkan pada hampir semua manusia. Ajaran Buddha berusaha membuka tabir kematian. Misteri kematian yang sering dianggap tabu untuk dibicarakan, dipandang sebagai kejadian yang wajar dan alami. Melalui pemahaman yang benar, kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.

10 Edisi Waisak 2558 BE

Lebih dari itu, pemahaman yang benar terhadap kematian terbukti membantu seseorang untuk lebih termotivasi dalam praktik Dhamma. Kisah-kisah inspiratif kematian yang tertuang dalam teksteks Pli kuno baik Tipitaka maupun Atthakath membantu seseorang untuk mendapatkan pemahaman benar mengenai kematian. Salah satunya adalah kisah seorang gadis penenun yang ditemukan dalam Dhammapada Atthakath. Gadis Penenun: Praktisi Meditasi Perenungan Kematian Dikisahkan, pada suatu kesempatan, Sang Buddha berkunjung ke Kota Alavi dan memberikan khotbah tentang kematian. Beliau mendorong penduduk Alavi, Praktikkan meditasi perenungan kematian. Katakan kepada dirimu, Tidak pasti adalah kehidupanku. Pasti adalah kematianku. Saya pasti akan mati. Kematian adalah akhir dari kehidupanku. Mereka yang tidak mempraktikkan meditasi perenungan kematian akan gemetar dan takut ketika kematian menjemput. Seperti seseorang, tanpa memegang tongkat pemukul, berteriak ketakutan ketika melihat seekor ular, demikianlah, seseorang yang tidak mempraktikkan meditasi perenungan kematian akan berteriak ketakutan ketika kematian menjemput. Oleh karena itu, praktikkan meditasi perenungan kematian! Meskipun didorong dengan kata-kata Dhamma demikian, di antara penduduk Kota Alavi yang mendengarkan khotbah itu, hanya ada satu orang yang begitu terinspirasi untuk mempraktikkan meditasi ini. Ia adalah seorang gadis penenun berumur enam belas tahun. Selama tiga tahun sejak khotbah tersebut

dibabarkan, ia mempraktikkan meditasi dengan objek perenungan kematian ini dengan rajin dan sungguh-sungguh. Suatu kali, Sang Buddha melihat dengan mata dewa-Nya bahwa melalui perenungan terhadap kematian yang dilatihnya, batin gadis ini telah menjadi matang. Beliau meninggalkan Jetavana dan menuju Kota Alavi yang berjarak tiga puluh yojana untuk menemui gadis penenun ini. Di tengah-tengah penduduk Kota Alavi yang sedang menunggu pembabaran Dhamma-Nya, Sang Buddha memberikan empat pertanyaan kepada gadis penenun yang baru datang ini. Wahai Saudari, dari mana engkau datang? Saya tidak tahu, Bhante, jawab sang gadis. Ke mana engkau akan pergi? Saya juga tidak tahu, Bhante. Apakah engkau tidak tahu? Saya tahu, Bhante. Apakah engkau tahu? Saya tidak tahu, Bhante. Jawaban gadis penenun yang seakan tidak menghiraukan pertanyaan-pertanyaan Sang Buddha ini

Majalah Dhammadpa rma

11

menimbulkan kedongkolan dan kemarahan penduduk Alavi yang hadir saat itu. Mereka mengatakan bahwa ketika Sang Buddha bertanya kepadanya dari mana ia datang, ia seharusnya menjawab bahwa ia datang dari rumah, dan ketika ditanya ke mana akan pergi ia seharusnya menjawab ia akan pergi ke tokonya. Untuk menenangkan penduduk Alavi yang hadir saat itu, Sang Buddha meminta gadis penenun itu untuk menerangkan mengapa ia menjawab pertanyaanpertanyaan Beliau demikian. Gadis tersebut menjelaskan bahwa melalui kekuatan batinNya, Sang Buddha sudah barang tentu mengetahui bahwa ia datang dari rumah orangtuanya dan akan pergi ke toko tempat ia bekerja. Tidak ada alasan bagi Sang Buddha untuk menanyakan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan di atas mengacu kepada hal lain. Ia yakin bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan meditasi yang dilatihnya selama tiga tahun terakhir. Sembari merangkapkan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda hormat kepada Sang Buddha, gadis penenun tersebut selanjutnya berkata, Ketika Bhante bertanya dari mana saya datang, saya mengetahui dengan baik bahwa makna yang dimaksud adalah dari mana saya datang ketika saya dilahirkan. Saya sungguh tidak tahu dari mana saya datang ketika dilahirkan, sehingga saya menjawab saya tidak tahu. Ketika Bhante bertanya ke mana saya akan pergi, saya mengetahui dengan baik bahwa makna yang dimaksud adalah ke mana saya akan dilahirkan setelah saya mati. Saya sungguh tidak tahu ke mana saya akan dilahirkan setelah kematian saya. Oleh karena itu, saya menjawab saya tidak tahu. Ketika Bhante melanjutkan pertanyaan, Apakah engkau tidak tahu? saya mengetahui bahwa Bhante bertanya 12 Edisi Waisak 2558 BE

apakah saya tahu bahwa saya akan mati. Sungguh, tidak ada keraguan bagi saya bahwa saya pasti akan mati. Saya tahu bahwa kehidupanku berakhir pada kematian. Oleh sebab itu, saya menjawab saya tahu. Selanjutnya, ketika Bhante memberikan pertanyaan terakhir, Apakah engkau tahu? saya mengetahui bahwa Bhante ingin mengetahui apakah saya tahu kapan saya akan mati. Sungguh, Bhante, saya mengetahui bahwa saya pasti akan mati, tetapi kapan saya akan mati, entah malam, entah siang, entah pagi atau entah waktu lain, saya sungguh tidak tahu. Karenanya, saya menjawab saya tidak tahu. Demikianlah, jawaban demi jawaban yang tidak terpikir sebelumnya diberikan sang gadis penenun. Sang Buddha puas dengan jawaban-jawaban tersebut dan memberikan persetujuan, Sadhu! Beliau memuji gadis penenun tersebut dan mengucapkan syair yang saat ini terdapat dalam Dhammapada syair 174: Dunia dikuasai oleh kegelapan; sungguh sedikit dapat melihat; Seperti halnya burung terbebas dari jaring, hanya sedikit orang pergi ke alam surga. Di akhir khotbah, gadis tersebut memperoleh mata Dhamma, dan merealisasi keswucian pertama, sotpanna (pemenang arus). Menerima Fakta Kematian Kejujuran yang terungkap dalam setiap jawaban oleh gadis penenun di atas merupakan fakta yang tak dapat dipungkiri oleh setiap makhluk fana. Kematian

Kematian adalah realitas. Setiap makhluk pasti akan mengalami kematian. Alam semesta termasuk makhluk-makhluknya dicengkeram oleh hukum ketidakkekalan.
adalah realitas. Setiap makhluk pasti akan mengalami kematian. Alam semesta termasuk makhlukmakhluknya dicengkeram oleh hukum ketidakkekalan. Semua mengalami perubahan. Apapun yang muncul mengalami pertumbuhan, namun pada akhirnya lenyap. Agama Buddha menyebut hukum ini dengan istilah anicca (ketidakkekalan). Hukum anicca meliputi apa pun termasuk kehidupan manusia. Seperti halnya bunga mengalami proses perubahan kuncup, mekar, layu dan akhirnya rontok manusia mengawali kehidupan dengan kelahiran dan terus berproses menjadi dewasa, tua dan akhirnya mati. Bahkan, kematian itu sendiri dapat datang setiap saat, tidak peduli apakah seseorang masih muda atau sudah tua. Demikian kematian adalah fakta yang harus diterima oleh semua orang, semua makhluk. Meskipun keberadaan kematian diketahui dan tak dapat dielakkan oleh setiap manusia, pada umumnya, kita masih ditutupi oleh kegelapan dan ketidakpastian terutama berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar dari mana kita datang dan ke mana kita akan pergi setelah kematian. Bagi mereka yang percaya bahwa kehidupan ditentukan oleh kekuatan luar seperti

Tuhan, mereka tentu berkesimpulan bahwa kelahiran berawal dari kekuatan luar ini, dan setelah kematian, semuanya juga dikembalikan kepada kekuatan yang sama. Pandangan ini berbeda dari apa yang dipahami oleh gadis penenun di atas. Gadis penenun tersebut memiliki keyakinan yang kuat terhadap ajaran Buddha. Ia mengetahui bahwa kehidupan setiap makhluk telah terjadi berulangulang. Sebelum kehidupan sekarang, ada kehidupan sebelumnya, dan setelah kematian, setiap makhluk juga harus melanjutkan kehidupan di alam selanjutnya. Meskipun memahami kehidupan berproses demikian, gadis penenun jujur terhadap dirinya bahwa ia tidak tahu dari alam mana ia datang, dan ke alam mana ia akan dilahirkan setelah kematian. Karena hal itulah, ia menjawab semua pertanyaan Sang Buddha sesuai dengan pengalamannya. Melihat Bahaya Alam Tumimbal Lahir Kejujuran diri yang telah ditunjukkan gadis penenun sepatutnya dijadikan teladan bagi setiap orang dalam melihat kehidupan ini. Kejujuran terhadap fakta kehidupan termasuk di dalamnya fenomena kematian merupakan langkah awal perkembangan spiritual seseorang. Ketidakpastian akan fakta kehidupan dari alam mana ia datang dan ke alam mana ia akan dilahirkan setelah kematian memunculkan sebuah dorongan spiritual (savega) bagi gadis penenun di atas. Ketidakpastian terhadap kehidupan mendatang menimbulkan kecemasan tersendiri. Sebagai seorang penganut ajaran Sang Buddha sekaligus seorang praktisi meditasi dengan objek perenungan kematian, gadis penenun tersebut mengetahui dengan jelas bahwa selama masih berada di alam tumimbal lahir, ia tidak dapat memastikan kehidupannya, apakah
Majalah Dhammadpa rma

13

ia dapat terus terlahir di alam bahagia ataukah tidak. Baginya, kemungkinan untuk terlahir di alam menderita bahkan alam neraka masih terbuka lebar. Perenungan terhadap kematian semakin membuka batinnya tentang bahaya yang akan muncul selama masih mengembara di alam tumimbal lahir (sasarabhya). Melihat bahaya yang muncul dalam pengembaraan di alam tumimbal lahir bukanlah sikap pesimis. Pemahaman ini timbul bukan karena ketakutan yang tak beralasan, namun tumbuh seiring dengan kebijaksanaan seseorang dalam melihat realitas kehidupan. Karena itu, pemahaman bijak ini justru mendorong seseorang untuk segera terbebas dari alam tumimbal lahir. Menarik untuk dicatat bahwa seorang bhikkhu bahkan diharapkan untuk terus mengembangkan sikap ini. Kitab komentar Theragth vol. I, hlm. 48 menjelaskan bahwa seorang bhikkhu pantas disebut demikian karena ia melihat bahaya alam tumimbal lahir (sasrabhyassa ikkhanato). Dorongan untuk segera terbebas dari alam sasra melalui melihat fakta kematian telah sering disebutkan oleh Sang Buddha dalam khotbah-khotbahnya. Salah satunya ditemukan dalam Upanya Sutta dari Sayuttanikya. Dalam sutta ini, diceritakan ketika seorang dewa mengatakan di hadapan Sang Buddha bahwa seseorang hendaknya melakukan banyak perbuatan bajik setelah melihat bahaya kematian,

Tujuan utama mempraktikkan ajaran Buddha adalah untuk terbebas dari tumimbal lahir
Sang Buddha justru menegaskan bahwa seseorang hendaknya berusaha untuk terbebas dari perangkap dunia setelah melihat bahaya kematian. Anjuran tegas Sang Buddha ini diberikan karena meskipun seseorang terlahir di alam bahagia dengan perbuatan-perbuatan bajiknya, kebahagiaan demikian tidak kekal. Cepat atau lambat seseorang yang telah terlahir di alam bahagia itu harus meninggalkan kebahagiaannya. Dalam pandangan agama Buddha, terbebas dari semua bentuk alam kehidupan adalah pembebasan yang sejati, pembebasan dari semua bentuk penderitaan (dukkha). Melepaskan Kemelekatan melalui Perenungan Kematian Tujuan utama mempraktikkan ajaran Buddha adalah untuk terbebas dari tumimbal lahir. Untuk mencapai tujuan ini, seseorang harus melepaskan semua bentuk kemelekatan. Ibarat perekat, kemelekatan terhadap dunia, sekecil apapun itu, mengakibatkan

14 Edisi Waisak 2558 BE

seseorang untuk terus terikat pada alam sasra. Oleh karena itu, meninggalkan semua bentuk kemelekatan terhadap dunia sangat dibutuhkan. Savega atau dorongan spiritual, dalam hal ini, untuk terbebas dari tumimbal lahir yang muncul melalui perenungan kematian, membantu seseorang dalam upaya melepaskan kemelekatan. Dorongan spiritual ini terjadi pada gadis penenun yang diceritakan di atas. Setelah melihat fakta kematian, ia terdorong untuk terbebas dari dukkha karena pengembaraan di alam tumimbal lahir. Baginya, praktik meditasi perenungan kematian tidak dimaksudkan supaya ia terlahir di alam surga, tetapi supaya terbebas dari semua bentuk penderitaan. Dengan kerap merenungkan bahwa kematian akan terjadi kapan saja tanpa memandang usia, dan di saat yang sama kelahiran mendatang diketahui sungguh tidak pasti, ketidaktertarikkan atau kejenuhan (nibbida) terhadap dunia semakin berkembang pada orang demikian. Alhasil, kemelekatan terhadap dunia pun semakin berkurang. Hal yang sama dicatat di dalam Visuddhimagga, dikatakan dalam buku ini bahwa bagi seorang bhikkhu praktik meditasi perenungan kematian yang dilakukan secara tekun, selain semakin mendongkrak semangatnya dalam praktik Dhamma, juga semakin menumbuhkan persepsi ketidaktertarikan terhadap semua bentuk kehidupan. Seorang bhikkhu demikian mengalahkan kemelekatan terhadap dunia; semakin senang menghindari kejahatan; tidak senang mengumpulkan, dan tidak memiliki sifat iri berhubungan dengan benda-benda materi. Di samping itu, dalam buku yang sama, dikatakan persepsi ketidakkekalan (anicca), ketidakpuasan (dukkha) dan

tanpa diri (anatta) berkembang dalam batin seorang bhikkhu demikian. Sebagai puncak manfaat dari praktik ini, dengan lenyapnya kemelekatan, seseorang merealisasi pembebasan nibbna (Visuddhimagga, 239). Manfaat yang sama telah dialami oleh gadis penenun dalam cerita di atas. Praktik meditasinya membawa kepada berkurangnya kemelekatan dalam batinnya dengan tercapainya perealisasian sotpanna. Kesimpulan Kematian, dalam perspektif agama Buddha, merupakan fenomena yang wajar, tidak perlu ditakuti, dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan. Fakta kematian justru harus dipahami secara jelas dan mendalam sehingga muncul penerimaan total terhadap kematian itu sendiri. Dengan demikian, kematian tidak lagi menjadi hal yang menakutkan. Di samping itu, merenungkan fakta kematian secara konstan dan bijak justru membantu seseorang dalam upayanya melepaskan kemelekatan. Manfaat tertinggi yang diperoleh dengan merenungkan fakta kematian adalah lenyapnya semua bentuk kemelekatan, atau dengan kata lain, terealisasinya pembebasan sejati nibbna. Demikianlah, fenomena kematian yang dilihat dari kacamata Dhamma membantu perkembangan spiritual seseorang. Hubungan antara spiritual dan fakta kematian telah dibuktikan oleh seorang gadis penenun dalam cerita di atas.

Majalah Dhammadpa rma

15

Dhamma

Indahnya Sebuah Kerukunan


Pare ca na vijnati Mayamettha yamma se Ye ca tattha vijnanti Tato sammanti medhag Sebagian orang tidak mengetahui bahwa Dalam pertengkaran mereka dapat binasa, Tetapi mereka yang dapat menyadari Kebenaran ini akan segera mengakhirii pertengkaran
Oleh Ahaslani Dhitasirini

(Dhammapada Yamaka Vagga syair VI)


menyadari hal ini damai dan tenang. Sumber dari perpecahan juga dijelaskan dalam Dhammapada syair 5 Di dunia ini kebencian tidak pernah berakhir jika dibalas dengan membenci, tetapi kebencian akan berakhir jika dibalas dengan cinta kasih. Dari kutipan itu dengan jelas diungkapkan bagaimana akibat dari pikiran yang jahat bagi umat manusia. Oleh karena itu, diperlukan kedewasaan berpikir, berkata dan bertindak. Dasarnya yaitu Hiri (perasaan malu untuk berbuat jahat dan Ottapa (rasa takut akan akibat perbuatan jahat). Dua dasar tersebut adalah Lokapala Dhamma atau Dhamma pelindung dunia. Sehubungan dengan hal itu, kita hendaknya selalu menjadikan ajaranajaran Sang Buddha sebagai

anusia dilahirkan tidak untuk menyendiri, tidak untuk saling menyakiti atau saling membenci melainkan untuk hidup saling melengkapi, saling menolong dan berdampingan seperti nasi dan kari, artinya hidup dengan damai. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain. Mengapa demikian? Karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, baik sandang, pangan maupun papan. Kehidupan manusia akan hancur apabila mereka tidak memiliki rasa toleransi dengan manusia lainnya terutama bagi mereka yang berbeda latar belakang. Oleh karena itu, rasa toleransi dengan sesama manusia harus tumbuh dan hidup di dalam hati setiap manusia. Upaya yang dapat ditempuh dalam rangka menuju terciptanya kerukunan yaitu dengan meningkatkan moral. Selain menjaga diri dengan Sla, kita dapat mengembangkan kesempurnaankesempurnaan (Prmita). Sang Buddha bersabda dalam Dhammapada syair 6 Mereka tidak tahu bahwa dalam pertikaian mereka akan hancur dan musnah, tetapi mereka yang melihat dan

16 Edisi Waisak 2558 BE

pedoman dalam menjalankan kehidupan ini. Kita ketahui bahwa kita hidup ditengah masyarakat yang berbeda dan seringkali perbedaan itu menimbulkan pertentangan. Pertentangan akan menimbulkan ketidakrukunan baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Selama kita menuntut orang lain seperti apa yang kita inginkan selama itu pula kita tidak bisa merasakan kerukunan, terutama rukun terhadap diri kita sendiri dan juga akan timbul masalah dalam diri kita sendiri. Selama kita menginginkan seekor kuda bisa berkokok seperti ayam, selama itu pula kita akan menderita. Kita tidak bisa merubah sifat orang lain, tetapi yang perlu kita rubah adalah diri kita sendiri. Kita sendirilah yang harus beradaptasi dengan orang lain. Oleh karena itu, di dalam proses kehidupan manusia diperlukan pemahaman bagaimana cara hidup rukun dengan sesama manusia. Dalam Sryadhamma Sutta, Sang Buddha menjelaskan tentang enam hal yang membuat saling dikenang, saling dicintai, saling dihormati;

menunjang untuk saling ditolong,untuk ketiadacekcokan, kerukunan dan kesatuan. Hal ini tidak hanya berlaku pada seorang Pabbajita saja, tetapi juga untuk para perumah tangga: Memiliki perbuatan yang disertai dengan cinta kasih Jika kita memiliki perbuatan yang disertai dengan perasaan cinta kasih dan dengan hati yang tulus, ketika sudah tidak tinggal bersama, maka apa yang telah kita lakukan itu akan diingat, bahwa dia telah membantu saya ketika mengalami kesulitan. Ketika mengingat jasa kebajikan mereka, apa yang kita lakukan? jika kita tidak tinggal bersama, Hal yang paling mudah dilakukan adalah mendoakan semoga jasa kebajikan yang telah mereka lakukan berbuah kebahagiaan dan semoga mereka selalu dalam keadaan sehat, ini merupakan sesuatu yang paling mudah untuk dilakukan. Seseorang dikenang bukan karena kekayaan, pangkat atau harta yang dimilikinya tetapi jasa kebajikan yang dia lakukan dalam lembaran sejarah hidupnya. Memiliki ucapan yang disertai dengan cinta kasih Tidak satupun orang yang senang mendengar kata-kata kasar, karena itu akan menjadi penyakit yang sulit disembuhkan. Berbeda dengan kata-kata yang halus dan diucapkan dengan raut muka yang cerah ceria maka orang yang mendengarnya akan merasa senang. Apabila ingin mengucapkan sebuah kata maka kita harus berhatihati, apakah ucapan itu benar dan bermanfaat? jika tidak, jangan sampai diucapkan. Jika

Majalah Dhammadpa rma

17

ada kata-kata yang lebih halus mengapa mengucapkan kata-kata yang kasar. Janganlah melakukan sesuatu yang menyakitkan pada orang lain, jika orang lain itu tidak ingin melakukannya pada kita. Memiliki pikiran yang disertai dengan cinta kasih Jika kita tidak ingin orang lain berpikir jelek tentang kita, maka kita harus belajar untuk tidak memikirkan tentang kejelekan orang lain. Orang akan memperlakukan kita sebagaimana kita memperlakukan mereka. Orang akan melakukan hal yang baik jika kita berbuat baik. Ini sudah menjadi hukum alam, jika orang menanam mangga maka nanti buahnya sudah tentu buah mangga, tidak mungkin akan berbuah pisang. Berbagi catupaccaya yang diterima Bagi kehidupan seorang Samana ketika mendapatkan 4 kebutuhan pokok dari umat maka ia akan membagikannya kepada temannya, Itulah yang akan membuat kita dikenang. Bagaimana bagi umat awam? Disini dapat kita katakan, ketika kita memiliki rezeki maka kita sudah sewajarnya sebagai makhluk sosial untuk berbagi kebahagian dengan orang lain, walaupun hanya sesuap nasi tapi jika kita memberikannya dengan setulus hati, maka itu akan bermanfaat bagi orang lain dan juga akan mebawa manfaat bagi diri sendiri. Memiliki kesamaan dalam pelaksanaan Sla Hal yang tidak kalah pentingnya adalah memiliki Sla yang seimbang, sebagai contoh ketika didalam situasi yang sempit kita kepepet saat itu pula ada kesempatan untuk melakukan perbuatan salah dan teman kita 18 Edisi Waisak 2558 BE

mengingatkan kita bahwa perbuatan itu tidak benar dan jangan dilakukan. Ketika diajak untuk melakukan perbuatan baik maka kita mendukungnya dan memiliki keyakinan terhadap hukum Kamma. Memiliki kesamaan dalam pemegangan pandangan benar (sammdihi) Kita akan dikenang apabila kita memiliki pandangan bahwa apa yang kita lakukan ini adalah perbuatan yang benar, dan akan membawa kemajuan bagi diri sendiri maupun orang atau makhluk lain. Konsep kerukunan yang diajarkan oleh Sang Buddha tidak hanya konsep teoritis saja namun harus diimbangi dengan praktik nyata. Oleh karena itu, seseorang harus melakukan upaya untuk mewujudkan kerukunan. Sebelum kita menghendaki perdamaian bersama, diri kita sendiri harus damai terlebih dahulu. Berikutnya kita ciptakan kerukunan dalam keluarga, tetangga terdekat, ruang lingkup kerja, kelompok atau golongan kita, kelompok lintas golongan, baru pada kelompok yang lebih besar lagi yaitu dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai umat Buddha yang telah memahami Dhamma dengan benar, sudah sewajarnya jika kita hidup penuh kerukunan dengan orang lain supaya tercipta keutuhan di dalam masyarakat.
Referensi: - http://cerpengio.blogspot.com/2013/01/ kerukunan-umat-beragama.html - http://www.harianjogja.com/baca/2011/02/09/ kerukunan-dalam-agama-buddha-149252 - Maxwell,John C. 2003. The 17 essential qualities of a team player. Batam Centre: Interaksa. - Chodron, Ven Thubten.2006.Sahabat sejati. Tanpa kota terbit: Dian Dharma. Phra Rajavaracariya. 2013. - Dhammapada. Tanpa kota. Bahussuta Society - http://www.dhammacakka.org

Abhidhamma

MENYIKAPI PATAH HATI MELALUI PEMAHAMAN DHAMMA

Oleh Aryanto Firnadi, M.A (B.Dh.)

ernahkah anda mengalami patah hati dan bagaimanakah reaksi anda ketika anda sedang patah hati? Tentu hal ini bukanlah hal yang asing karena setiap orang pernah mengalami patah hati. Terdapat banyak hal yang memicu timbulnya patah hati. Faktor penyebabnya tentu saja berbedabeda antara orang yang satu dengan yang lain. Sebagian orang mengatakan patah hati berhubungan dengan perasaan sakit yang dialami secara mental maupun fisik. Umumnya terjadi ketika seseorang sedang berada pada pengaruh cinta biasa yang tidak berjalan sesuai harapan. Seperti yang dikutip dari Naomi Eisenberger, Ph.D dari University of California mengatakan ketika putus hubungan dengan seseorang, otak sulit mengatasinya sendirian. Akibatnya, otak akan mengirimkan sinyal-sinyal ke tubuh untuk memberitahu bahwa yang Anda alami saat itu adalah rasa sakit.

Secara medis patah hati dapat dikategorikan sebagai gangguan tidak menular dan tidak menyebabkan kematian. Namun patah hati sering dikaitkan dengan terjadinya tindak kekerasan baik pada diri sendiri ataupun orang lain. Putus cinta memang berat untuk dihadapi, terutama jika anda adalah pihak yang diputuskan. Patah hati umumnya ditandai juga dengan rasa sakit pada jantung. Seolah-olah seperti ada beban berat yang menekan dada hingga ke jantung. Ternyata sensasi yang Anda rasakan akibat patah hati ini ada alasannya dan tidak selalu berhubungan dengan kondisi mental. Tetapi ada hormon dalam tubuh yang berperan menimbulkan rasa sakit tersebut. Apabila perasaan sakit tersebut tidak disikapi secara benar atau melalui pemahaman Dhamma, maka kemungkinan besar akan memicu kondisi yang memprihatinkan dimana seseorang akan mengalami depresi dan akhirnya melakukan hal-hal yang bersifat agresif terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Sebagai dampak secara klimaks, patah hati juga dapat menyebabkan terjadinya kematian pada individu atau kelompok yang bersangkutan. Oleh karena itu, menyikapi patah hati melalui Dhamma adalah sangat penting. Dalam kanon Pali padanan kata yang menunjukkan makna yang sama adalah upayasa, dimana Sang Buddha menyebutkan bahwa
Majalah Dhammadpa rma

19

kondisi semacam itu adalah penderitaan (dukkha). Dalam sabda yang pertama kali dibabarkan oleh Sang Buddha berpisah dengan yang kita cintai atau berkumpul dengan orang-orang yang dibenci adalah penderitaan. Namun patah hati tidak hanya terkait dengan cinta dan benci bahkan Sang Buddha juga menegaskan bahwa tidak tercapai apa yang diinginkan adalah penderitaan, (Dgha Nikya). Penderitaan dalam hal ini identik dengan perasaan yang dialami ketika seseorang sedang patah hati.

vedan) dan perasaan netral (upekkhavedan), (Abhidhammatthasangaha). Patah hati pada umum menimbulkan perasaan tidak senang ataupun perasaan sakit secara fisik. Jika ditinjau dari sudut pandang Abhidhamma maka perasaan (vedan) merupakan faktor batin yang selalu muncul secara simultan dengan kesadaran. Semua persaan sakit yang dialami ketika seseorang sedang patah hati adalah akibat dari kontak yang terjadi selama seseorang menjalani hubungan sosial. Seringkali kita beranggapan bahwa apa yang kita cintai tidak akan berubah. Namun pada kenyataannya segala sesuatu adalah tidak kekal (anicca) sehingga akan membawa kita pada perasaan kecawa. Oleh karena itu, kelekatan terhadap apapun yang kita cintai pada akhirnya akan menimbulkan patah hati. Cinta biasa yang disertai dengan nafsu keinginan sesungguhnya adalah menakutkan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Sang Buddha di dalam Dhammapada dari yang dicintai timbul kesedihan, dari yang dicintai timbul ketakutan.

Perasaan sakit yang dialami ketika sedang patah hati dapat diredam melalui pemahaman serta latihan untuk menenangkan batin. Segala yang dimiliki dan dicintai akan mengalami perubahan serta terpisah dari hidup kita. Tidak ada cinta yang dapat dipertahankan karena pada akhirnya akan membawa pada kesedihan dan ratap tangis. Hanya cinta Dari uraian di atas dapat kita keta- kasih yang tulus tanpa disertai nafsu hui bahwa patah hati adalah penderitaan keinginan (tanha) yang tidak menimbulkan yang menimbulkan perasaan (vedan). patah hati. Selebihnya seseorang harus Dalam hal ini perasaan dikategorikan ke memiliki pemahaman yang benar dalam dalam berbagai jenis yaitu perasaan se- melihat kehidupan diri sendiri ataupun nang (somanassa-vedan), perasaan tidak orang lain. Karena pada umumnya senang (domanassa-vedan), perasaan banyak di antara kita sangat melekat bahagia secara fisik (sukha-vedan), sehingga memiliki persepsi bahwa perasaan sakit secara fisik (dukkha20 Edisi Waisak 2558 BE

pacakkhandh atau lima kelompok kehidupan yang terdiri dari batin dan jasmani adalah indah (subhasaa). Pada kenyataannya lima kelompok kehidupan hanyalah proses dari perpaduan antara fenomena batin dan jasmani yaitu materi, perasaan, pencerapan, faktorfaktor batin dan kesadaran. Tidak ada yang indah dari unsur-unsur tersebut, semuanya mengalami perubahan dan menimbulkan kekecewaan sehingga tidak pantas dianggap sebagai milik ataupun untuk dilekati. Latihan untuk menenangkan batin ketika sedang patah hati dapat dilakukan dengan bermeditasi dengan menggunakan objek pernapasan (npnassati) yaitu konsenterasi pada keluar dan masuknya napas. npnassati dapat dikembangkan dengan mudah dan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, baik ketika sedang duduk, berdiri, berjalan ataupun berbaring. Karena nafas ada setiap saat, dan paling diutamakan adalah fokus pada nafas tersebut. Selain itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan objek yang menjijikkan (asubha) dan perenungan terhadapa 32 bagian tubuh yang menjijikkan (kygatasati) seperti rambut kepala, rambut di sekujur tubuh, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang dan lain-lain. Dalam Dhammapada Atthakatha terdapat sebuah kisah tentang seorang pemuda bernama Anitthigandha yang tinggal di Savatthi. Dia akan menikah dengan seorang wanita muda yang cantik dari kota Sagala, dari negara Maddas. Pengantin wanita datang dari kotanya ke Savatthi, dia jatuh sakit dan meninggal dunia dalam perjalanan. Ketika pengantin pria mendengar kabar tentang kematian pengantin wanitanya, dia menjadi putus

asa. Dalam keadaan ini, Sang Buddha mengetahui bahwa waktunya sudah matang bagi pemuda itu untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti, Sang Buddha menuju ke rumah pemuda tersebut. Orang tua pemuda itu memberi dna makanan kepada Sang Buddha. Setelah bersantap, Sang Buddha meminta orang tua pemuda itu untuk membawa anaknya menghadap Sang Buddha. Ketika pemuda itu tiba, Sang Buddha bertanya mengapa dia sedih dan putus asa, pemuda itu menjelaskan seluruh kejadian tragis kematian pengantin wanitanya. Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya, O Anitthigandha! Dari nafsu timbul kesedihan, dari nafsu timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari nafsu, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. Kemudian Anitthigandha mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah mendengar khotbah Dhamma dari sang Buddha.

Majalah Dhammadpa rma

21

Umum

Hidup Bahagia Sebagai Perumah Tangga


Cattrome, dhamm kulaputtassa dihadhammahitya savattanti dihadhammasukhya. Katame cattro? Uhnasampad, rakkhasampad, kalyamittat, samajvit.
Oleh Bhikkhu Indadharo Empat kondisi, untuk kesejahteraan rumah tangga dan kebahagiaan dalam kehidupan ini. Apakah yang empat itu? Rajin dan semangat, Penuh hati-hati, Persahabatan yang baik dan Kehidupan yang seimbang. (Vyagghapajja Sutta-Aguttara Nikya)

22 Edisi Waisak 2558 BE

ebahagiaan adalah kata umum yang sering kali kita dengar. Hampir semua orang mengharapkan hidupnya bahagia, baik di kehidupan sekarang maupun di dunia selanjutnya, walaupun pengertian mengenai kebahagiaan itu sendiri dan cara mencapainya berbeda-beda. Untuk mencapai kebahagiaan tentunya tidak cukup hanya dengan berdoa, tetapi diperlukan adanya usaha untuk mengkondisikan munculnya kebahagiaan itu. Banyak orang yang masih memiliki pengertian salah mengatakan bahwa, Agama Buddha hanya menaruh perhatian kepada cita-cita yang luhur, moral tinggi, dan pikiran yang mengandung filsafat tinggi saja, dengan mengabaikan kebahagiaan atau kesejahteraan kehidupan duniawi dari umat manusia. Padahal, Sang Buddha di dalam ajaran-Nya, juga menaruh perhatian besar terhadap kesejahteraan kehidupan duniawi dari umat manusia, yang merupakan kebahagiaan yang masih berkondisi. Walaupun kesejahteraan kehidupan duniawi bukanlah tujuan akhir dalam Agama Buddha, tetapi hal itu bisa juga merupakan salah satu kondisi (sarana/syarat) untuk tercapainya tujuan yang lebih tinggi dan luhur yang merupakan kebahagiaan yang tidak berkondisi, yaitu terealisasinya Nibbna. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesuksesan dalam kehidupan duniawi adalah suatu penghalang bagi tercapainya kebahagiaan akhir yang mengatasi keduniawian. Sesungguhnya yang menghalangi perealisasian Nibbna bukanlah kesuksesan atau kesejahteraan kehidupan duniawi tersebut, tetapi kehausan dan keterikatan batin kepadanya itulah yang merupakan halangan untuk terealisasinya Nibbna.

Mereka yang rajin adalah mereka yang tidak menunda-nunda pekerjaan dan tidak banyak membuat alasan
Dalam Vyagghapajja Sutta-Aguttara Nikya, seorang upsaka bernama Dighajanu dari suku Koliya, datang menghadap Sang Buddha. Setelah memberi hormat lalu bertanya sebagai upsaka yang masih menyenangi kehidupan duniawi, hidup berkeluarga, mempunyai istri dan anak. Kepada mereka yang seperti kami ini, Bhante ajarkanlah suatu ajaran (Dhamma) yang berguna untuk memperoleh kebahagiaan di kehidupan sekarang ini. Menjawab pertanyaan tersebut Sang Buddha kemudian menunjukan cara untuk dapat memperoleh kebahagian duniawi dalam kehidupan sekarang ini yaitu dengan menjalankan empat macam Ditthadhammikatthapayojana (hal-hal yang berguna pada saat sekarang) yaitu: 1. Uhnasampad (rajin dan semangat di dalam bekerja mencari nafkah) Rajin adalah sebuah ketekunan dan keuletan serta mau bekerja keras sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Mereka yang rajin adalah mereka yang tidak menunda-nunda pekerjaan, tidak banyak membuat alasan seperti masih terlalu pagi, terlalu panas, terlalu dingin, masih ngantuk dan berbagai macam alasan lainnya. Jika seseorang rajin dan memiliki semangat juang yang tinggi dalam bekerja tentu kebutuhan hidupnya akan terpenuhi dan secara otomatis ini menciptakan kebahagiaan saat ini,
Majalah Dhammadpa rma

23

karena memiliki harta kekayaan. 2. rakkhasampad (menjaga dengan hati-hati kekayaan yang telah diperoleh) Setelah berhasil memperoleh kebahagiaan (memiliki harta kekayaan), tentunya kita berusaha untuk mempertahankan kebahagiaan itu dengan cara selalu menjaga dan merawat apa yang dimiliki. Karena harta kekayaan yang dimiliki dapat hilang dan lenyap. Entah hilang karena dicuri, dirampok atau karena hal-hal lain yang disebabkan oleh kelalaian dan ketidakwaspadaan dalam menjaga harta tersebut. Sehingga perlu adanya kewaspadaan untuk menjaga materi yang dimiliki. Tidak sembarangan menyimpan atau meletakkan barang berharga yang di miliki. Dengan demikian materi yang dimiliki akan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lebih lama. Paling tidak dengan selalu waspada menjaga apa yang kita miliki, tidak mengundang niat buruk dari orang lain untuk mengambilnya. Semua yang kita miliki di dunia ini pada dasarnya tidak kekal, mengalami perubahan dan

suatu saat akan kita tinggalkan. Karena harta kekayaan atau materi yang dimiliki, sesungguhnya hanya hak pakai bukan hak milik. Harta kekayaan hanya bisa dimanfaatkan di dunia ini saja tidak bisa dibawa mati. Namun, bukan berarti kita tidak merawat dan menjaga harta benda yang dimiliki. Justru dengan selalu menjaga apa yang sudah dimiliki akan menunjang kebahagiaan di dunia ini. 3. Kalynamittat (memiliki temanteman baik) Setelah dapat menjaga dan merawat apa yang dimiliki, kita hendaknya juga berteman dengan sahabat yang baik (kalynamitt). Karena berteman dengan orang yang baik akan membawa dampak yang positif bagi kita. Kita akan terbiasa untuk ikut melakukan hal-hal baik yang dia lakukan. Seperti daun yang dipakai membungkus kayu cendana akan ikut berbau wangi, demikian pula pergaulan dengan orang baik akan membawa dampak yang positif bagi kita. Berbeda jika berteman dengan orang yang tidak baik, misalnya dengan

24 Edisi Waisak 2558 BE

orang yang boros. Kita akan cenderung ikut boros dan akibatnya harta kekayaan yang dengan susah payah didapatkan akan habis dengan percuma. Karena ada juga jenis teman yang hanya mengincar harta kekayaan yang telah kita dapatkan. Selain itu, apabila bergaul dengan orang yang jahat akan mengakibatkan nama baik kita tercemar. Seperti rumput alang-alang yang dipakai membungkus ikan busuk maka ikut berbau busuk, demikian pula pergaulan dengan orang dungu akan menimbulkan ketercelaan atau repotasi yang buruk. Oleh karena itu, kita harus lebih selektif dalam bergaul dan berteman dengan teman yang baik bukan teman yang palsu. Namun, bagi orang yang sudah maju batinnya, tak ada salahnya berada di antara orang yang kurang baik dengan tujuan untuk dapat membimbing mereka ke arah jalan yang benar. Ia boleh bergaul dengan orang dungu bila sudah yakin pengaruh-Nya yang baik akan mengalir kepada mereka, bukan sebalik-nya yaitu pengaruh mereka yang buruk akan mengalir kepada diri-Nya. 4. Samajvit (Menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang). Seseorang yang hidupnya boros akan sulit untuk hidup sejahtera. Apapun penghasilan yang di dapatkan akan cepat habis. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan banyak hutang karena hidupnya yang boros. Selain itu, cara hidup boros ini juga dapat memicu masalah dalam rumah tangga yang disebabkan pengeluarannya lebih besar dari pada pengahasilan yang didapatkan. Maka ada istilah masyarakat yang menggambarkan hidup boros yaitu besar pasak daripada tiang. Selain tidak

boros hendaknya juga tidak kikir. Sebab seseorang yang hemat namun kikir, hanya akan menambah kemelekatan dan keserakahan dalam dirinya. Karena itu, salah satu cara untuk mengikis kekikiran adalah dengan ber-dna. Tindakan berdna selain dapat mengikis kekikiran dan ketamakan, juga secara otomatis menambah jasa kebajikan. Selalu berbagi apa yang kita miliki kepada orang, berarti kita memanfaatkan materi yang kita miliki dengan bijaksana. Keempat hal tersebut merupakan persyaratan (kondisi) yang dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini. Dari semua uraian di atas, bisa kita ketahui bahwa Sang Buddha juga memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan duniawi. Beliau juga tidak memandang kemajuan duniawi sebagai sesuatu yang benar, kalau hal tersebut hanya didasarkan pada kemajuan materi semata dan mengabaikan dasar-dasar moral dan spiritual. Meskipun menganjurkan kemajuan material dalam rangka kesejahteraan dalam kehidupan duniawi, Sang Buddha juga selalu menekankan pentingnya perkembangan watak, moral, dan spiritual untuk menghasilkan suatu masyarakat yang bahagia, aman, dan sejahtera secara lahir maupun batin; dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terbebas dari dukkha atau terealisasinya Nibbna. Sumber: Dhamma Vibhga Pengolongan Dhamma, Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta. http://suttacentral.net

Majalah Dhammadpa rma

25

Umum

Kekayaan Bukan Hanya Materi


Oleh Smaera Silayatano Pamdamanuyujanti Bl dummedhino jan Appamdaca medhv Dhana seha va rakkhati Orang dungu yang tidak menyadari hal-hal yang sesungguhnya berharga Terhanyut mengikuti nafsunya dalam kelengahan. Sebaliknya orang-orang bijaksana memelihara kewaspadaannya, Seperti menjaga harta yang sangat berharga (Dhammapada BAB II Syair 26)

alam kehidupan sehari-hari sering sekali kita mendengar dan merasakan sendiri. Banyak orang yang tidak mengerti tentang makna dari kekayaan itu sendiri. Orang berjuang dan berusaha mendapatkan kekayaan dengan hasil yang banyak, namun jika seseorang dapat melihat dengan kacamata Dhamma, kekayaan yang berbentuk materi tidak selamanya dapat dimiliki. Semua kekayaan akan mengalami perubahan (Anicca), tetapi kita sangat sulit untuk menjadi sadar akan perubahan itu sehingga membawa penderitaan (Dukkha) dan ratap tangis yang luar biasa, jika tidak memahami Dhamma secara benar. Pada dasarnya, semua itu adalah hal yang tidak kekal, tidak mempunyai inti (Anatta). Banyak unsur yang menjadikan materi itu bersatu dan terbentuk menjadi bentuk kekayaan materi yang terlihat oleh mata, dan digunakan untuk hidup sehari-hari. Ilustrated by: Sheilen Wei

Segala bentuk dari materi hanya sebagai sarana untuk bertahan hidup, dan memberikan kekuatan pada tubuh. Namun pada umumnya, Orang tidak puas dengan kekayaan yang dimilikinya. Sehingga mencari kekayaan dengan cara yang salah, yang penting mendapat uang banyak dan bisa bersenang-senang. Entah itu dengan cara merampok, mencuri, membohongi saudara sendiri, ataupun lainnya. Namun kembali lagi pada Dhamma, itu tidak akan memuaskan, tidak akan cepat kenyang, dan tidak akan berhenti berusaha dengan cara apapun. Memang benar hidup itu tidak akan ada artinya jika tidak memiliki kekayaan atau sandang, pangan, dan papan. Tetapi kita harus mengetahui dengan benar apa fungsi kekayaan itu untuk kita? Sehingga dapat mencari dan memiliki kekayaan yang sesuai dengan Dhamma. kemudian Kita akan tahu ini yang namanya Dhamma dan ini yang Bukan Dhamma (Adhamma). Akhirnya, hidup akan lebih bermakna sesuai dengan Dhamma yang dipraktekkan. Sang Buddha mengatakan bahwa kekayaan itu bukan hanya yang berbentuk materi saja, namun ada juga kekayaan yang dapat dimiliki oleh umat awam yang berupa bukan materi. Nah, ini berbeda dari kekayaan yang biasanya kita cari-cari, kita tunggutunggu, dan yang kita nanti-nanti. Kekayaan ini yang akan membawa

pada umumnya orang tidak puas dengan kekayaan yang dimilikinya, sehingga mencari kekayaan dengan cara yang salah
kebahagiaan dalam kehidupan kita sendiri dan kebahagiaan banyak makhluk. Para upaska dan upask hendaknya mengembangkan, menjaga serta berusaha memiliki kekayaan ini dengan cara sebagai berikut: a. Mempunyai keyakinan (saddh) kepada Ajaran mulia Buddha, yang telah diajarkan kepada kita semua. Sehingga kita tidak raguragu lagi dalam dhammaNya. Walaupun pada kenyataanya tidaklah mudah untuk kita kembangkan, Mari kita semua menjadi umat Buddha yang bukan hanya mengetahui tetapi praktek dengan rasa yakin dan mantap terhadap Dhamma, tidak ragu lagi terhadap Sang Jalan yang telah sempurna di babarkan oleh Guru Agung kita. b. Memiliki kesempurnaan sla yang menjadi landasan kemoralan hidup. Tanpa sla yang dijalani dengan baik maka akan sangat sulit memperoleh kekayaan itu. Dalam kehidupan sehari-hari aturan kemoralan itu sendiri masih saja sulit untuk dijalankan dengan sungguhsungguh, entah itu lima sla, delapan sla atau sepuluh sla dan sebagainya. Pelanggaran itu bisa dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Inilah kecendrungan kita selalu membiasakan hal buruk yang tidak sesuai menjadi suatu hal yang biasa. c. Ia yang tidak terpengaruh oleh hal yang belum pasti, seperti firasat atau tanda-tanda lainnya, tetapi Ia hendaknya lebih percaya
Majalah Dhammadpa rma

27

Selalu memberi tanpa harus memilih orangnya dan tidak membedabedakan akan status
terhadap (Kamma) sebagai buah dari apa yang Ia tanam atau lakukan. Akan lebih baik jika orang tidak terlalu percaya dan tidak terpengaruh oleh hal yang belum pasti. Inilah itulah, katanya beginilah, rasanya begitulah, akan beginilah, tidak menjadi masalah yang rumit jika seseorang tidak terpengaruh oleh semacam itu. Ia pun akan menjadi lebih percaya diri dengan tujuan yang positif dan mampu memupuk rasa percaya terhadap dhamma. d. Ia tidak mencari orang yang pantas untuk diberi (dakkhieyya), tetapi Ia akan memberi kepada mereka yang sedang membutuhkan bantuan. Selalu memberi tanpa harus memilih orangnya dan tidak membeda-bedakan akan status. Jika ada waktu, ada dana, ada kesempatan, mengapa tidak memanfaatkan dengan baik. Karena tujuan kita adalah membantu dan memberi dengan kerelaan, yang akan memberikan banyak manfaat bagi diri sendiri dan orang yang ditolong.

e. Ia yang memiliki sla (moral) atau siapa saja yang dermawan, suka menolong dan memberi dana kebutuhan para Bhikkhu ataupun umat lain. Yang harus diperhatikan adalah pengertian terhadap dhamma yang sesuai. Sehingga pada saat berbuat baik untuk orang lain, menabung kebajikan, menabung kekayaan untuk hidup yang selanjutnya dan untuk saat ini juga. Jangan sampai mengeluh karena terlambat mengerti Dhamma. Inilah lima cara yang dapat dilakukan dan dipraktekkan dengan sungguh-sungguh, tekun, rajin dan semangat. Kekayaan ini yang dapat di kembangkan para Upaska dan Upask di kehidupan sekarang maupun di kehidupan yang akan datang. Jika latihan kita belum sempurna, tetapi mau berusaha mengubah cara berpikir dan perbuatan kita. Kita pasti akan bisa membuat hidup ini lebih berarti dan menjadi orang yang memiliki kekayaan yang lebih berarti. Kekayaan ini bukan kekayaan yang bersifat Materi, namun kekayaan ini yang akan membawa kebahagiaan untuk mereka yang mau dan berusaha mengembangkan lima cara ini. Mari kita buktikan dengan upaya menjadi orang yang berhasil dalam Dhamma.

Referensi : Prince Vajirananavarorasa. Dhamma Vibhga kelompok lima-pacaka (A.III.206). Yogyakarta. Vidysena Vihra Vidyloka.

28 Edisi Waisak 2558 BE

Umum

Jadikanlah harimu produktif, apakah sedikit ataukah banyak. Karena setiap siang dan malam yang berlalu, kehidupanmu berkurang sebanyak itu. (Theragth, 451)

Memotivasi Diri Untuk Maju dan Terus Berkreasi dalam Buddha Dhamma

Oleh Smaera Indajayo

alam hidup ini seseorang sering dihadapkan oleh sebuah dilema, disatu sisi ingin melakukan kebaikan tetapi disisi lain dihadapkan oleh kenyataan yang terkadang membuat enggan untuk meneruskan kebaikan itu. Guruguru spiritual selalu mengarahkan untuk melaksanakan pengembangan batin, melakukan kebajikan, menjaga moral dan melakukan Bhvan (meditasi). Namun terasa sulit sekali untuk mengarah pada hal-hal tersebut ketika seseorang dihadapkan dengan kehidupan yang cenderung penuh dengan tantangan. Semangat untuk menghadapi kehidupan tidak pernah stabil, bahkan terkadang keputusasaan itu muncul di dalam diri. Seseorang memahami bahwa yang dilakukan ini salah, tetapi untuk bangkit dari puing-puing kehancuran itu sungguh terasa sulit sekali. Terkadang seseorang sering dihadapkan dengan situasi yang tidak menguntungkan seperti, kegagalan, nama jelek, menjadi kambing hitam, dan rasa sakit. Akan tetapi, suatu saat ia akan berada pada suasana yang enak, disambut dengan hati yang berbunga. Bukannya memahami kondisi duniawi sebagaimana adanya, tetapi orang cenderung membesarkan kesulitan mereka. Ini mirip dengan ungkapan membangun gunung dari sarang tikus, Ketika kehilangan benda atau orang yang dicintai, orang tak pernah akan merasa gembira lagi. seseorang juga harus mengerti bahwa selalu ada cara untuk melepaskan diri dari kesulitan di dalam hidup ini. Tidak ada yang dikutuk

untuk menderita seumur hidup, kecuali ia sendiri yang menghendakinya. Motivasi Motivasi sangat penting sebagai antisipasi menghadapi problem kehidupan. Cobalah memotivasi diri untuk selalu ingat kepada Dhamma saat menghadapi hidup yang kurang bersemangat. Ingat bahwa kita ingin memperbaiki kualitas diri dan Dhammalah panutan yang sesungguhnya. Dengan motivasi seperti itu tentu akan membangkitkan semangat walaupun secara perlahan. Motivasi diri adalah sebuah kemauan untuk memotivasi diri sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain. Kemampuan untuk mendapatkan dorongan bertindak seperti ini, pada dasarnya adalah sebuah proses penyadaran akan keinginan diri sendiri yang biasanya terkubur. Setiap orang memiliki keinginan yang merupakan dorongan untuk bertindak, namun seringkali dorongan tersebut melemah karena faktor luar. Sebagai umat Buddha jelas sekali pedoman hidup yang bisa dijadikan sarana untuk memotivasi diri, hanya saja banyak orang yang kurang memperhatikan Dhamma dan terjebak pada kenikmatan duniawi sehingga yang terjadi adalah tekanan batin atau sering disebut stres. Walaupun hanya dasar dari ajaran Sang Buddha tetapi jika ada kemauan untuk praktik akan memperkaya mental. Kekayaan mental inilah yang bisa memotivasi diri untuk menghadapi fenomena hidup. Viriya (semangat) selalu ditekankan Sang Buddha agar kita sukses dalam memperjuangkan kualitas hidup. Semangat penuh ambisi dan 30 Edisi Waisak 2558 BE

usaha terus menerus dengan dilandasi pandangan benar. Untuk memperkuat Viriya diperlukan Adhihna (tekad) yang kuat sehingga kekuatan Dhamma terus berkembang di dalam diri. Motivasi sangat diperlukan dalam usaha menghadapi hidup guna mencapai kesuksesan. Apapun masalahnya, dan sebesar apapun penderitaan yang dirasa, waktu akan menyembuhkan luka itu. Seseorang tidak bisa mengulang masa lalu ataupun mengantisipasi yang akan terjadi dimasa depan. Banyak orang hanya mengkhawatirkan masa depan mereka. Mereka harus menyesuaikan diri pada keadaan, hal-hal seperti ini harus disingkirkan jauh-jauh dengan terus memotivasi diri sendiri sehingga tidak mengalami kemerosotan. Contoh nyata adalah apa yang dilakukan Siddhatta Gautama yang telah memiliki Adhihna (tekad kuat) untuk mencapai ke-Buddhaan dan berjuang berkalpa-kalpa tanpa henti. Jika seseorang memiliki sedikit saja sikap mental seorang Siddhatta, orang ini pasti bisa menghadapi fenomena kehidupan yang selalu berubah. Membangun impian adalah salah satu cara memotivasi diri sendiri. Namun membangun impian menjadi tidak berguna jika hambatan-hambatan di dalam diri sendiri masih ada. Inilah mengapa banyak orang yang tidak mau bermimpi, sebab masih ada sebuah faktor yang belum diselesaikan, yaitu faktor keberdayaan. Sebelum membangun sebuah mimpi, orang harus membangun rasa percaya diri terlebih dahulu. Impian yang besar tanpa kepercayaan diri seperti mimpi di siang bolong atau khayalan belaka. Mereka mengatakan ingin, tetapi tidak ada tindakan nyata yang

dilakukan. Banyak orang yang mencoba menjelaskan bagaimana semua motivasi berikut bekerja. Berikut adalah beberapa teori: Teori Isentif, yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil tindakan karena ada isentif yang akan dia dapatkan. Misalnya, Anda mau bekerja dari pagi sampai sore karena Anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan insentif berupa gaji. Jika Anda tahu akan mendapatkan penghargaan, maka anda pun akan bekerja lebih giat lagi. Yang dimaksud insentif bisa tangible atau intangible. Sering kali sebuah pengakuan dan penghargaan, menjadi sebuah motivasi yang besar. Dorongan Biologis, yang dimaksud bukan hanya masalah seksual saja. Termasuk didalamnya adalah dorongan makan dan minum. Saat ada sebuah pemicu atau rangsangan, tubuh akan bereaksi. Sebagai contoh, saat sedang haus, kita akan lebih haus lagi saat melihat segelas sirup dingin kesukaan. Perut akan menjadi lapar saat mencium bau masakan favorit. Bisa dikatakan ini adalah dorongan fitrah atau bawaan sejak lahir untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan hidup. Takut kehilangan vs kepuasaan, Teori ini mengatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor yang memotivasi manusia, yaitu takut kehilangan dan demi kepuasaan (terpenuhi kebutuhan). Takut kehilangan adalah ketakutan akan kehilangan yang sudah dimiliki. Misalnya seseorang yang termotivasi berangkat kerja karena takut kehilangan gaji. Ada juga orang yang giat bekerja demi menjawab sebuah tantangan, dan ini

Cobalah memotivasi diri untuk selalu ingat kepada Dhamma saat menghadapi hidup yang kurang bersemangat

termasuk faktor kepuasaan. Meskipun pada sebagian orang terjadi sebaliknya. Kejelasan Tujuan, Teori ini mengatakan bahwa seseorang akan bergerak apabila seseorang tidak memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan). Mulailah untuk membiasakan hal yang bermanfaat bagi kehidupan ini. Kebiasaan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat akan mengantar pada karakter yang baik. Jarang sekali orang yang berpikir untuk membiasakan halhal baik dalam kesehariannya. Kebiasaan yang baik adalah faktor penting dalam berjuang, seperti apa yang ada pada syair Theragth, 451 yang mengajak seseorang untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan ini karena setiap saat, waktu atau kesempatan akan berkurang. Berjuangalah untuk membuat harimu bermanfaat, baik dalam hal kecil maupun hal besar, setiap malam membawa engkau menuju ajal.

Majalah Dhammadpa rma

31

Liputan PDA

PERAYAAN

MGHA PJ 2557 BE/2014

esejahteraan adalah hal yang lumrah yang diinginkan dalam setiap kehidupan manusia, tidak ada manusia yang menginginkan hidup menderita di dunia ini. Apabila dalam kehidupan sekarang ini mereka masih mengalami hidup yang penuh dengan penderitaan, maka mereka akan terus berusaha mencari jalan supaya mendapatkan sebuah kesejahteraan. Hal satu inilah yang diuraikan oleh Y.M. Khemmanando Thera saat perayaan Mgha Pj 2557 BE/2014 di Padepokan Dhammadpa rma yang berlangsung pada 23 februari 2013. Adapun kiat untuk mendapatkan sebuah kesejahteraan: 1. Kebajikan, kebajikan membutuhkan pengorbanan yang sangat besar, sebagai contoh ketika saudara-saudara kita mengalami bencana letusan gunung kelud, Y.M. Khantidharo Mahthera menyediakan tempat bagi para korban untuk tempat pengungsian. Walaupun kebanyakkan dari pengungsi tersebut adalah pemeluk agama lain. 2. Berhati-hati dalam bersikap, dalam hidup ini kita harus berhati-hati dalam bersikap. Kita pasti sering terpengaruh oleh hal-hal yang buruk, seperti jengkel, marah, sedih dan lain sebagainya. Hal inilah yang membuat seseorang sulit mendapatkan kesejahteraan. 3. Waspada dalam berfikir, yaitu dengan cara meditasi. Meditasi adalah makanan yang diperlukan oleh batin, tanpa makanan perut akan terasa lapar begitu juga dengan batin kita, tanpa meditasi maka akan merasa cemas dan gelisah karena masih diliputi oleh dosa, lobha, dan moha.

4. Sabar, dengan mempunyai kesabaran akan dapat menghadapi hinaan dan celaan itu dengan sebuah senyuman manis. Sebelum menguraikan lebih jauh tentang kiat mendapatkan sebuah kesejahteraan, Beliau mengingatkan kembali pada peristiwa penting yang terjadi pada hari Mgha Pj. Ketika itu terjadi empat peristiwa penting, yaitu berkumpulnya 1250 orang bhikkhu tanpa diundang dan tanpa kesepakatan, 1250 orang bhikkhu tersebut telah mencapai tingkat kesucian Arahat dan menerima Ehi Bhikkhu Upasampad dari Sang Buddha. Pada saat itu juga Buddha membabarkan Ovdapimokkha yang merupakan inti dari ajaran Buddha. Acara Mgha Pj tersebut dihadiri oleh Y.M. Bhikkhu Khantidharo Mahthera, Y.M. Viriyadharo Thera, Y.M. Bhikkhu Khemanando Thera, Y.M. Bhikkhu Candasilo, para smaera dan ahaslani.

Setelah bhikkhu sagha memasuki Dhammasala Lumbini, perwakilan dari mahasiswa dan mahasiswi STAB Kertarajasa Batu mempersembahkan misa pj yang diiringi dengan pembacaan Buddhajayamagala Gth yang dibacakan oleh empat ahaslani. Kemudian acara dilanjutkan dengan Puja Bhakti yang diawali dengan penyalaan lilin dan dupa oleh Y.M. Bhikkhu Candasilo dan dilanjutkan dengan pembacaan Mghapuampj Kath yang diikuti oleh seluruh hadirin, pembacaan Dhammapada, dan meditasi. Acara Mgha Pj pun berakhir dengan penyerahan misa pj dan pemercikan tirta paritta oleh Bhikkhu Sagha dan dilanjutkan pelimpahan jasa diwakili oleh umat dari tiap daerah dan pembacaan Ettvattidipattidana. Reporter: Ahaslani Chandamitta

alam ajaran Buddha kebaikan dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satu di antaranya adalah berdana. Menyokong Bhikkhu atau anggota Sagha, jasajasanya sangat besar dan kebaikan ini bisa dilimpahkan kepada para leluhur mereka. Dengan berharap jasa-jasa kebajikan yang telah mereka lakukan ini bisa mengkondisikan para leluhur terlahir kembali di alam yang lebih berbahagia. Namun terkadang banyak orang yang berpikir bahwa berdna hanya dapat dilakukan oleh orang-orang kaya saja, padahal berdna dapat dilakukan oleh siapa saja dengan perbuatan baik apapun, seperti membacakan paritta-paritta suci, melakukan meditasi dengan objek cinta kasih (mett Bhvan), dna berbentuk tenaga, pikiran. Hal inilah yang disampaikan oleh YM. Viriyadharo Thera di Padepokan Dhammadpa rma dalam acara Pattidna dan fang-shen, pada 04 april 2014.

Fang-Shen dan Pattidna


Acara pelimpahan jasa kepada leluhur (pattidna) dan fang-shen biasa dilakukan setahun sekali sebelum cheng beng. Sebelum acara Pattidna dimulai, terlebih dahulu dilakukan Fang-shen atau pelepasan hewan yang dipimpin oleh YM. Khantidharo Mahthera dengan melepaskan 10 ekor kura-kura, ikan lele, 400 ekor burung pipit, 5kg belut, dan merpati dengan tujuan semoga semua mahkluk hidup berbahagia. Acara Pattidna ini dihadiri oleh Bhikkhu Khantidharo, Bhikkhu Viriyadharo, Bhikkhu Candaslo, para smaera, ahaslani serta para upsaka dan upsik dari berbagai daerah. Acarapun dilanjutkan dengan pembacaan paritta-paritta suci oleh Bhikkhu Sagha dan para Smaera serta meditasi yang diiringi dengan pembacaan arti dari paritta Tirokua Sutta dan acara ini berlangsung dengan khidmat. Reporter: Ahaslani Saccaslani

34 Edisi Waisak 2558 BE

Liputan PDA

AKSI PENUH KASIH UNTUK BENCANA KELUD

ujan debu disertai genangan air mata menyelimuti Jawa Timur beberapa pekan lalu. Tragedi Gunung Kelud menggoncang Pulau Jawa. Gunung Kelud yang terletak di Kabupaten Kediri Jawa Timur dipastikan meletus pada kamis, 13 Februari 2014 pada pukul 22.50 WIB. Letusan Gunung Kelud memorak-porandakan seluruh daerah Kediri, Blitar, Ngantang, dan sekitarnya. Terdengar suara letusan yang sangat keras dari daerah Kecamatan Ngantang yang berjarak 7-10 km dari Gunung Kelud. Daerah kecamatan Ngantang dihujani abu, kerikil beserta pasir. Material alam tersebut membuat ratusan rumah hancur karena hantaman yang bertubi-tubi. Ketebalan abu di Kecamatan Ngantang hingga 50 cm. Namun, beruntung hewan ternak, seperti sapi, kambing, dan kerbau, masih hidup. ketika itu asap dari letusan gunung terbentuk seperti Pulau Kalimantan yang mengarah ke utara agak ke timur, ungkap

Didit Hariadi, 47 tahun, asal Ngantang yang merupakan seorang pengungsi. Meskipun masih terpukul dengan musibah yang dialaminya, ia tidak tinggal diam saja, ia ikut membantu sebagai sukarelawan, Saya sudah ditolong, maka saya juga ikut membantu dengan tenaga saya, tambahnya. Goncangan dan letusan Gunung Kelud tersebut memaksa masyarakat yang berada di sekitarnya untuk pergi menyelamatkan diri. Para pengungsi diangkut dengan truk milik TNI dan Polisi serta mobil para relawan ke tempat pengungsian. Proses evakuasi berlangsung lancar karena aparat berwajib dan masyarakat saling bahumembahu dengan penuh semangat. Aula Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Kertarajasa Kota Batu menjadi salah satu tempat yang digunakan sebagai posko pengungsian, khususnya masyarakat dari daerah Ngantang. Gedung Aula Kertarajasa menampung lebih dari 118
Majalah Dhammadpa rma

35

Semuanya dilakukan karena peduli sesama, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa membedakan agama, suku atau apapun

hal yang sama. Saya menjadi relawan soalnya panggilan jiwa sesama manusia. Fasilitas di posko Vihara ini sangat bagus dan sangat nyaman, pelayanannya VVIP, ini seperti bukan tempat pengungsian tapi hotel, karena sangat mewah dan sangat luar biasa, ungkap Ketua Organisasi Pemuda Pancasila, Siti Aisyah, Sabtu (15/2/2014). Berbagai pelayanan terus dilakukan dengan penuh semangat tanpa mengenal lelah. Para relawan melayani para pengungsi dengan membantu semua kebutuhan logistik seperti makanan, pakaian, selimut, perlengkapan mandi, air mineral, dan perlengkapan masak. Semua pelayanan di posko pengungsi tersebut disiapkan sebaik mungkin. Semuanya dilakukan karena peduli sesama, menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan tanpa membedakan agama, suku atau apa pun. Semua itu dilakukan karena rasa belas kasih, seperti yang diungkapkan salah satu Komandan Polda Jatim yang bergerak di bidang DALMAS (pengendalian masa), Fasilitas di posko vihara ini sangat bagus, layak, lebih daripada yang lain, logistik melimpah ruah, pelayanan lebih dari cukup, hanya kekurangan dalam penataan kasur kurang rapi. Untuk pihak yayasan, saya mengucapkan terima kasih sudah menyiapkan tempat serta tidak ada pandangan untuk membedakan agama, toleransinya tinggi, ungkap Komandan Polda Jatim, Sugiyanto, Sabtu (15/2/2014). Selain dari jajaran Polda jatim dan warga Desa Mojorejo, berbagai unsur masyarakat berhimpun di Aula STAB Kertarajasa dalam aksi kemanusiaan ini, seperti Bapak Dedi, 42 tahun, asal

pengungsi, yang sebagian besar adalah orang tua. Mengetahui ratusan pengungsi datang, Mahasiswa STAB Kertarajasa, warga Mojorejo, serta Mahasiswa dari Universitas lain pun tidak mau ketinggalan mengambil bagian dalam momen kemanusiaan ini. Bersama dengan para relawan, para samanera dan ahaslani yang merupakan penghuni Vihara Padepokan Dhammadipa Arama juga turut membantu korban Gunung Kelud tersebut, mulai dari memberikan Praktek TAIRO sampai mengajak anakanak bermain guna melepas trauma mereka. pelayanannya sangat bagus, ada Tairo juga, saya sangat senang, ungkap ibu Rusmiati 49 tahun, salah seorang pengungsi asal Ngantang. Bukan hanya para pengungsi yang merasakan senang akan fasilitas yang didapat di posko ini, para relawan yang merupakan koordinator Logistik juga mengatakan 36 Edisi Waisak 2558 BE

Karang Ploso, yang bergerak dalam SAR di Brantas Rescue; Ahda 24 tahun, asal Trenggalek, Mahasiswa Universitas Bariwijaya dan bergerak di bidang sosial keagamaan; Indah Mutimatul, 22 tahun, asal Probolinggo, Mahasiswa Universitas Kanjuruan Malang. Selama para pengungsi menempati posko di Gedung Aula STAB Kertarajasa, banyak cerita suka dan duka yang telah dituangkan kepada para relawan, khususnya kepada para samanera dan atthasilani. Cerita pilu dan menyisakan luka itu menimbulkan keputus-asaan masyarakat korban Gunung Kelud. Semua relawan berusaha menghibur dan memberikan motivasi untuk menumbuhkan kembali semangat mereka. 9 hari para pengungsi merasakan kenyamanan di tempat pengungsian yang ibarat hotel mewah ini. Karena kondisi akibat letusan Gunung Kelud berangsurangsur membaik dan kondusif, pada Sabtu, 22 Februari 2014, sebagian dari

para pengungsi sudah mulai bisa kembali ke tempat tinggal mereka untuk mulai membersihkan sisa-sisa hujan debu dan kerikil akibat letusan Gunung Kelud itu. Banyak cerita haru, tangisan, canda dan tawa di posko pengungsian menjadi kenangan tersendiri bagi para pengungsi, relawan, serta samanera dan atthasilani. Beberapa pengungsi pun merasa berat untuk meninggalkan gedung pengungsian karena telah merasakan ikatan kekeluargaan. Ramahtamahnya para relawan menjadi sebuah momen yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka merasakan kenyamanan posko bagaikan hotel berbintang dengan fasilitas dan pelayanan yang prima. Semoga tragedi ini tidak menimbulkan derita yang panjang. Segala yang terkondisi terus mengalami perubahan, hendaknya di antara sesama saling mengasihi dan mencintai untuk mengurangi beban derita. Reporter: Ahaslani Chandamitta

Majalah Dhammadpa rma

37

Liputan STAB

Sosialisasi Pemilu 2014

aat ini sedang hangat-hangatnya situasi politik di kota Batu, karena pemilu akan segera berlangsung pada 9 April 2014. Sehingga diadakan sosialisasi yang diikuti oleh seluruh Mahasiswa STAB Kertarajasa Batu, agar tidak terkontaminasi oleh seseorang yang bermain money politik, hal ini dilakukan supaya mahasiswa dan mahasiswi STAB Kertarajasa menggunakan hak pilih berdasarkan hati nurani. Acara sosialisasi Pemilu 2014 ini diadakan oleh Bapak Suwono, S,Ag sebagai anggota Relasi (Relawan Demokrasi Kota Batu) yang berkerjasama dengan anggota BEM, yang bertempat di Graha Kertarajasa Batu 24 maret 2014. Acara sosialisasi Pemilu 2014 dihadiri oleh Ketua PANWAS berserta anggota PANWAS, ketua PPK (Panitia Pemilihan Kec. Junrejo) berserta anggota PPK 2014, serta dihadiri oleh Perangkat Desa Junrejo. Sosialisasi tentang pemilu 2014 dipandu oleh Bapak Heru, Beliau menyampaikan bahwa mahasiswa STAB supaya hadir mengikuti pemilihan umum yang di adakan di Dapil 3 Kec Junrejo. Dalam pemilu tahun ini terdapat 4 kartu suara yang terdiri dari 4 warna antara lain kuning untuk DPRRI yang ada di Jakarta, warna merah DPD untuk Jawa Timur, warna biru untuk DPR Provinsi sedangkan hijau untuk DPR Daerah yang berkedudukan di Batu Kec Junrejo (Dapil 3) yang merebutkan 6 kursi DPRD. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi Tanya jawab oleh para mahasiswa, salah satu Smaera bertanya, apakah boleh tidak memilih DPD? Diperbolehkan tidak ikut mencoblos, tetapi diharapkan untuk mencoblos, sebetulnya pemilu ini adalah hak dari setiap orang walaupun tidak kenal tetap harus mencoblos, berarti kita masih mengharapkan adanya pemimpin-pemimpin daerah. Selanjutnya oleh mahasiswa reguler bertanya, ia mempunyai teman yang berumur 18 tahun, yang berkeinginan untuk nyoblos tetapi tidak mempunyai KTP, apakah bisa? Bisa, karena warga Negara Indonesia itu mempunyai KTP dari umur 17 tahun, dapat menggunakan akta kelahiran atau KTM yang dibuat oleh lembaga. Dari 75 mahasiswa dari berbagai pulau, di harapkan untuk hadir dalam pemilu 2014 untuk mengikuti pencoblosan. Setelah sosialisasi selesai, dilanjutkan dengan foto bersama oleh anggota PANWAS dan PKK berserta perangkat desa Junrejo dengan para mahasiswa STAB Kertarajasa batu. Reporter: Ahaslani Chandaslani

38 Edisi Waisak 2558 BE

Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, JL. Agung Permai XV/12, Jakarta 14350. Telp (021) 64716739. Faks (021) 6450206 Vihara Mendut, Kotakpos 111, Kota Mungkid 56501, Magelang. Telp/Faks (0293) 788564

SANGHA THERAVADA INDONESIA

PESAN WAISAK 2558/2014 Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammsambuddhassa Pare ca na vijnanti, Mayamettha yammase Ye ca tattha vnanti, Tato sammanti medhag (Dhammapada 6) Hari Trisuci Waisak memperingati tiga peristiwa agung yang terjadi pada bulan Waisak, yaitu peristiwa kelahiran Bodhisatta Siddhattha yang kelak menjadi Buddha Gotama, saat pencapaian Penerangan Sempurna Kebuddhaan, dan saat mangkat Buddha Gotama. Tiga peristiwa agung itu menjadi objek penghormatan bagi umat Buddha dalam Pujabakti Waisak. Tahun ini tepat pada tanggal 15 Mei 2014 kita memperingati Trisuci Waisak. Umat Buddha melakukan Pujabakti Waisak di candi, vihara ataupun cetiya dimana mereka berada. Sangha Theravada Indonesia menyampaikan Pesan Waisak 2558/2014 kepada seluruh umat Buddha dengan mengangkat tema: Kerukunan Dasar Keutuhan. Kerukunan itu indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pula pada akhirnya. Prinsip kerukunan sendiri mencakup tiga hal: sikap batin rukun, pencegahan konflik, dan persaudaraan. Awalnya berupa sikap batin rukun, pertengahannya berbentuk pencegahan konflik, dan akhirnya terjadilah persaudaraan atau keutuhan. Sikap batin rukun adalah pengendalian nafsu-nafsu keinginan egois. Nafsu-nafsu keinginan egois menjauhkan manusia dari sifat kemanusiaannya, sehingga menimbulkan konflik dan ketegangan dalam masyarakat. Pencegahan konflik adalah mencegah segala cara kelakuan yang bisa mengganggu keselarasan dan ketenangan masyarakat. Persaudaraan atau keutuhan akan menjadikan keselarasan hidup masyarakat bersama. Konflik sosial merupakan ancaman bagi masyarakat yang dapat menghancurkan berbagai pihak yang terlibat. Guru Agung Buddha mengatakan bahwa sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka dapat saling binasa, tetapi mereka yang menyadari kebenaran itu, akan segera mengakhiri pertengkaran. (Dhammapada 6) Konflik perlu disadari bermuara dari tiga sebab utama, yaitu munculnya
Majalah Dhammadpa rma

39

nafsu-nafsu ketamakan, kebencian, dan keakuan. Ketamakan akan menimbulkan pengambilan milik ataupun perampasan hak milik orang lain. Karena itu ketamakan dapat menimbulkan konflik antara orang yang diuntungkan dan dirugikan. Hasrat serakah akan menimbulkan kesengsaraan bagi orang lain, dan disitulah benih konflik timbul, seperti halnya pada saat orang melakukan penipuan ataupun korupsi tanpa menghiraukan terjadinya kesengsaraan hidup orang lain. Selain ketamakan, penyebab konflik yang lain adalah kebencian, ketidaksukaan mendalam yang terdapat dalam pikiran kita akan menimbulkan nafsu keinginan egois untuk menyusahkan ataupun membinasakan orang yang tidak disukai. Kebencian dapat disebabkan oleh berbagai bentuk perbedaan atau pandangan yang tidak dapat diterima dengan lapang dada, sehingga kebencian ini sangat berbahaya bagi kehidupan bersama. Konflik yang ditimbulkan dari kebencian dapat berlangsung lama karena masing-masing yang bertikai akan berusaha untuk saling menghancurkan. Pada saat sekarang ini rakyat Indonesia sedang melaksanakan pesta demokrasi Pemilihan Umum, tentu rakyat akan memilih sesuai dengan keinginannya, ada yang terpilih dan ada pula yang tidak terpilih, ada yang memperoleh suara banyak dan ada yang memperoleh suara sedikit, karena itu perlu dicegah terjadinya konflik karena penolakan hasil pemilihan tersebut. Adapun apabila terjadi berbagai keganjilan dalam proses pemilihan hendaknya dapat diselesaikan secara adil dan benar sesuai hukum yang berlaku. Penyebab lain dari konflik adalah keakuan atau arogansi. Arogansi kekuasaan, kekayaan, kepandaian akan menimbulkan konflik, karena nafsu kesewenang-wenangan yang ditimbulkan dari arogansi itu akan menyusahkan hidup orang lain. Salah satu bentuk keakuan itu adalah sikap keras kepala bahkan anti toleransi akan memicu konflik bagi kehidupan sosial. Keras kepala karena kekuasaan, kekayaan, kepandaian selalu membuka pertikaian dengan orang lain. Karena itu kehidupan bersama dalam perbedaan ataupun kemajemukan agama dan budaya menjadi sulit terwujud ditengahtengah sentimen keagamaan dan kebudayaan yang berkembang. Menyadari konflik yang bisa saling menghancurkan dan membinasakan sangatlah penting, karena kehidupan yang diwarnai konflik akan menimbulkan suasana hati yang selalu penuh kecurigaan, ketidakpercayaan, ketakutan, kemarahan, dan berbagai bentuk pikiran negatif lainnya. Suasana hati seperti itu akan membuat hidup kita terpecah belah, saling terpisah dalam pertentangan. Padahal kehidupan kita, baik dalam keluarga, maupun bersama tetangga, bahkan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sangatlah perlu dibangun dalam kerukunan untuk menjaga keutuhan. Keutuhan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi sarana bagi tercapainya kehidupan sejahtera dan bahagia. Guru Agung Buddha mengatakan terdapat empat hal yang dapat menimbulkan suasana kerukunan hidup: berderma, berbicara santun, melakukan hal yang bermanfaat, dan tahu menempatkan diri. Berderma atau menolong orang yang memerlukan bantuan akan menimbulkan suasana persahabatan, karena pada hakikatnya hidup yang saling tolong menolong akan dapat meringankan bahkan mengatasi kesusahan hidup. Berbicara 40 Edisi Waisak 2558 BE

santun akan menyenangkan orang lain, menimbulkan sikap saling menghormati satu sama lain. Penghargaan bagi setiap keberadaan manusia akan memanusiakan hidup masing-masing manusia. Melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain, sama halnya dengan saling melayani keperluan orang lain, permusuhan menjadi sirna, karena yang ada hanya kemanfaatan dan kebaikan bersama. Tahu menempatkan diri berarti menjaga diri agar tidak melakukan hal-hal yang buruk bagi sesama. Tolong menolong, saling menghargai, saling melayani, saling tahu menempatkan diri, akan membuat relasi antar manusia saling berdekatan, mendekatkan jarak sikap hati antar manusia. Itulah hal-hal yang dapat menimbulkan persaudaraan antar sesama manusia. Kepada siapapun yang berhasil memperoleh kesuksesan, terutama pada saat Pemilihan Umum saat ini, Guru Agung Buddha menyatakan pelajarilah caracara untuk mendapatkan persatuan yang amat dipuji oleh beliau. (Jataka) Marilah menciptakan hidup rukun dengan tidak segan-segan memiliki kepedulian, berbicara dengan kerendahan hati, melakukan hal-hal yang bermanfaat, dan tahu menjaga diri dalam kebaikan kepada mereka yang mengalami kegagalan, agar supaya mereka tetap merasa diperlukan dan berguna untuk membangun bangsa dan negara. Karena kemajuan bangsa dan negara tentu melibatkan seluruh masyarakat bangsa Indonesia tanpa kecuali siapapun juga warga bangsa kita. Semoga kerukunan hidup masyarakat kita menjadi dasar bagi keutuhan bangsa dan negara demi menyongsong masa depan yang lebih baik dan lebih bahagia. Guru Agung Buddha mengatakan berbahagialah mereka yang dapat hidup rukun, berbahagialah mereka yang dapat mempertahankan keutuhan. (Dhammapada 194) Selamat Hari Raya Trisuci Waisak 2558/2014 bagi seluruh umat Buddha Indonesia. Semoga berkah Waisak melimpah pada kehidupan kita, hidup bahagia lahir maupun batin dalam Dhamma ajaran Guru Agung Buddha. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu melindungi kita.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia Kota Mungkid, 15 Mei 2014 SANGHA THERAVADA INDONESIA ttd. Bhikkhu Jotidhammo, Mahathera Ketua Umum / Sanghanayaka

Majalah Dhammadpa rma

41

Agenda STI

SAGHA THERAV INDONESIA


Jadwal Pabbajja Smaera Tahun 2014
No. Jenis Kegiatan
Pabbajja Samanera

Tempat Pelaksanaan
Vihara Tanah Putih Semarang Vihara Maha Sampatti Medan Vihara Ratanavana Arama, Lasem, Rembang Vihara Jaya Manggala, Jambi Mandala Wangi Arama, Serang Vihara Mendut. Kota Mungkid. Magelang Saung Paramita. Ciapus, Bogor Pusdiklat Buddhis

Waktu Pelaksanaan
02 Mei 16 Mei 2014 27 Juni 11 Juli 2014 26 Juni 10 Juli 2014

1. Sementara Umum LX Pabbajja Samanera 2. Sementara Umum LXI 3. Sementara Remaja-Pelajar 4. 5. 6. 7.


Pabbajja Samanera XXVIII dan Latihan Atthasilani Pabbajja Samanera Sementara Remaja-Pelajar XXIX dan Latihan Atthasilani Pabbajja Samanera Sementara Remaja-Pelajar XXX Pabbajja Samanera Sementara Umum LXII dan Latihan Atthasilani Pabbajja Samanera Sementara Mahasiswa dan Sarjana XIX

29 Juni 13 Juli 2014 28 Juni 12 Juli 2014 28 Juni - 12 Juli 2014 20 Juli 03 Agustus 2014 07 September 07 Desember 2014 07 Desember 2014 21 Desember 2014 04 Januari 2015

Pabbajja Samanera 8. Sementara Umum Tiga Bulan Sikkhadama Santibhumi, BSD City, Kota Tangerang Selatan Padepokan Dhammadipa Arama 9. Pabbajja Samanera Tetap Batu

10. Sementara Umum LXIII

Pabbajja Samanera

Wisma Vipassana Kusalacitta Bekasi

42 Edisi Waisak 2558 BE

Inspirasi

Ujian Mahasiswa Terpandai

Oleh Smaera Virajayo

ni kisah tentang Albert, salah seorang mahasiswa terpandai di kelasnya yang sedang menyelesaikan kuliah semester empat di sebuah Sekolah Tinggi Swasta jurusan Agama. Sebuah sekolah tinggi yang menurut keyakinannya dapat membuat hidupnya lebih baik di masa mendatang. Bukan hanya baginya, tetapi juga bagi keluarganya yang telah bersusah payah mengumpulkan uang, agar ia dapat meneruskan kuliah di pulau seberang dan lulus dengan hasil yang baik. Kini tiba saatnya Albert harus mengikuti ujian akhir semester, mata kuliah yang diberikan oleh dosennya cukup unik. Saat itu sang dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan ujian secara

lisan untuk kemudian ditulis di secarik kertas yang nantinya dikumpulkan. Satu per-satu pertanyaan pun dia lontarkan, para mahasiswa berusaha menjawab pertanyaan itu semampu mungkin dalam kertas ujian mereka. Ketakutan dan ketegangan Albert saat ujian terjawab saat itu, pasalnya 9 pertanyaan yang dilontarkan oleh sang dosen lumayan mudah untuk dijawab olehnya. Jawaban demi jawaban pun dengan lancar ia tulis di lembar jawaban. Hingga sampailah pada pertanyaan ke-10. Ini pertanyaan terakhir. kata dosen itu. Coba tuliskan nama ibu tua yang setia membersihkan ruangan ini, bahkan seluruh ruangan di gedung Jurusan ini! kata sang dosen sambil menggerakkan tangannya menunjuk keseluruh ruangan kuliah.
Majalah Dhammadpa rma

43

Sontak saja mahasiswa seisi ruangan pun tersenyum. Mungkin mereka menyangka ini hanya gurauan, jelas pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan mata kuliah yang sedang diujikan kali ini. Ini serius! kata sang dosen yang sudah agak tua itu dengan tegas. Kalau tidak tahu mending dikosongkan saja, jangan suka mengarang nama orang!. lanjutnya mengingatkan. Albert tahu persis siapa orang yang ditanyakan oleh dosennya itu. Dia adalah seorang ibu tua, orangnya agak pendek, rambut putih yang selalu digelung. Dan ia juga mungkin satusatunya cleaning service di gedung jurusan Agama tersebut tempat Albert kuliah. Ibu tua itu selalu ramah serta amat sopan dengan mahasiswa-mahasiswi di sini. Ia senantiasa menundukkan kepalanya saat melewati kerumunan mahasiswa yang sedang nongkrong. Tapi satu hal yang membuat Albert merasa konyol, justru ia tidak hafal nama ibu tua tersebut!!! Dan dengan terpaksa ia memberi jawaban kosong pada pertanyaan ke-10 ini. Ujian pun berakhir, satu per satu lembar jawaban pun dikumpulkan ke tangan dosen itu. Sambil menyodorkan kertas jawaban, Albert mencoba memberanikan diri bertanya kepada dosennya kenapa ia memberi pertanyaan aneh itu, serta seberapa pentingkah pertanyaan itu dalam ujian kali ini? Justru ini adalah pertanyaan terpenting dalam ujian kali ini kata sang dosen. Mendengar jawaban sang dosen, beberapa mahasiswa pun ikut mem44 Edisi Waisak 2558 BE

perhatikan ketika dosen itu berbicara. Pertanyaan ini memiliki bobot tertinggi dari pada 9 pertanyaan yang lainnya, jika anda tidak mampu menjawabnya, sudah pasti nilai anda hanya C atau D, ungkap sang dosen. Semua berdecak, Albert pun bertanya kepadanya lagi, Kenapa Pak? Jawab sang dosen itu sambil tersenyum, Hanya yang peduli pada orang-orang sekitarnya saja yang pantas jadi guru agama. Lalu sang dosen pergi membawa tumpukan kertas jawaban ujian itu sambil meninggalkan para mahasiswa dengan wajah yang masih tertegun. Peduli merupakan langkah awal untuk menjadi pemberi manfaat bagi orang lain serta penyelesai masalah di masyarakat. Peduli, sudah seharusnya menjadi milik semua orang, bukan hanya guru agama atau orang- orang tertentu saja. Jadi, soal ujian Albert nomor ke10 di atas, kiranya juga menjadi soal ujian untuk kita semua. Maka seberapa pedulikah kita ? sehingga mampu menjawab persoalan-persoalan yang ada disekitar kita. Semoga cerita di atas menjadi penggugah/samvega untuk kita. Disadur dari http://www.kisahinspirasi. com/2012/09/pertanyaan-penting-soalujian.html

BUDAYA

SUKU OSING DAN TRADISI BANYUWANGI

Oleh Ahaslani Chandamitta ulukan The Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangi, tidak lain karena daerah yang pertama kali terkena sinar matahari terbit. Secara geografis Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di Pulau Jawa, luasnya 5.782,50 km. Suku Banyuwangi dikenal sebagai Suku Osing atau disebut juga sebagai Wong Blambangan. Berawal sejak berakhirnya masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Jatuhnya kekuasaan Majapahit ini membuat beberapa warganya berlari ke beberapa tempat, di antaranya menuju Gunung Bromo, Bali, dan Blambangan (tempat suku Osing) salah satunya. Hingga lahirlah kerajaan Hindu-Buddha terakhir di sana. Jika diperhatikan dari sejarahnya, suku Osing awalnya memeluk ajaran HinduBuddha yang diyakini sebagai agama mereka seperti halnya kerajaan Majapahit. Sampai pada berkembangnya agama Islam di sekitaran Pantura, suku Osing perlahan jadi memeluk Islam. Sistem kepercayaan suku Osing masih mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme. Banyuwangi yang umumnya terkenal dengan Santetnya juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa, Tionghoa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa. Kesenian Suku Osing sangat
Majalah Dhammadpa rma

45

unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti Gandrung Banyuwangi, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor. Khususnya tradisi yang paling tua di Banyuwangi adalah Ritual Seblang. Tradisi Seblang adalah salah satu adat tradisi bersih desa masyarakat Osing Banyuwangi khususnya di Desa Bakungan dan Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Seblang merupakan bagian dari upacara adat yang dimaksudkan dengan penyajian atraksinya yang bersifat sakral namun mengandung unsur seni. Acara Seblang dilakukan setahun sekali secara rutin dalam bentuk kegiatan yang mengandung unsur-unsur permohonan kepada Sang Pencipta atas kesejahteraan rakyat, keamanan serta ketenangan lingkungan masyarakat berikut permohonan supaya semakin melimpahnya hasil bumi yang digarapnya dan terbebas dari berbagai jenis hama. Sebagian umat Buddha di Banyuwangi juga ikut memeriahkan tradisi Seblang ini. Dengan penyelanggaraan adat tradisi tersebut dimaksudkan agar rasa kebersamaan, rasa persatuan dan kesatuan di kalangan

masyarakat bisa terpupuk dan terjaga. Di tengah lapangan desa sebagai pusat upacara tampak sebuah tonggak berupa tongkat panjang yang ditempel batang tebu segar. Disisi tonggak tertanam kokoh sebuah Payung Agung. Selain berfungsi sebagai tempat Pemain Musik, sepertinya juga merupakan ekspresi Yoni, yaitu sentral kegiatan upacara yang bersifat metafisik tersebut. Di sebelah barat, tak kurang 8 orang wanita setengah baya yang bertindak sebagai penyanyi (sinden) duduk di sebuah gubuk tak berdinding, siap mengiringi Penari Seblang. Pada gubuk yang beratapkan daun nyiur tersebut, bergelantungan puluhan buah-buahan dan Poro-Bungkil (hasil bumi) yang merupakan simbolis kemakmuran desa. Bau dupa mulai menyeruak, ketika penari Seblang masuk ke lapangan diiringi dengan beberapa dukun Seblang. Beberapa hari sebelum Seblang dimulai, biasanya beberapa warga akan kesurupan dan menyebutkan satu nama gadis perempuan yang belum aqil balik (belum Haid) atau wanita yang telah mati Haid (Menopause), dan dia yang akan dipilih sebagai penari Seblang. Biasanya penari adalah keturunan dari penari Seblang sebelumnya. Dengan pakaian khas, wajah penari itu tertutup omprog (penutup kepala) yang terbuat dari rangkaian daun pisang muda. Seorang wanita menyerahkan nampan ke tangan penari Seblang. Tak lama kemudian setelah asap dupa membungkus tubuh penari, secara tiba-tiba nampan itu terjatuh dan

Suku Banyuwangi dikenal sebagai Suku Osing atau disebut juga sebagai Wong Blambangan
kan selendang kearah penonton. Orang yang terkena lemparan selendang itu diwajibkan ikut naik ke atas meja menari bersama penari yang masih dalam keadaan trance. Interaksi antara Seblang dengan penonton secara langsung memberikan sebuah energi yang berbeda. Gending Condro Dewi dikumandangkan. Adegan ini merupakan puncak orgasme tarian Seblang, setelah menari sekian lama kemudian gadis muda tersebut terkulai dan pingsan. Namun setelah para sinden menyanyikan gending Erang-erang yang terdengar sangat sendu, secara perlahan membangkitkan kembali sang Seblang di bantu dengan bantuan para pawang. Konon, saat ini adalah saat yang tersulit, pasalnya jika pawang tidak berhasil menyadarkan sang Seblang, maka nyawa yang akan menjadi taruhannya. Tari seblang yang merupakan bentuk budaya tradisional yang tidak dapat dipisahkan dari ciri khas kehidupan masyarakat Banyuwangi, sebagai salah satu bukti pelaksanaan tradisi yang secara turun-temurun apabila ritual tari seblang tidak diadakan akan ada sangsi moral dari perasaan hukum masyarakat sehingga masyarakat tetap melaksanakan dan melestarikan tari Seblang sebagai ketentuan para roh leluhur.

saatnya ritual Seblang dimulai. Diiringi dengan gamelan khas Banyuwangi yang terdiri dari sebuah kendang, satu buah kempul atau gong, dua buah saron dan biola sebagai penambah efek musikal, penari Seblang itu menari mengitari payung agung diringi 5 pawang yang berusia lanjut, 3 laki-laki dan 2 perempuan. Dalam keadaan trance atau tidak sadar, penari Seblang itu menari mengikuti arahan para pawang sambil menggerak-gerakkan selendangnya ke penonton. Sekilas gerakan tarian Seblang tidak beraturan tapi nuansa gaib seakan membuat mata terpaku. Gending pertama yang dibawakan adalah Seblang Lukinto. "Seblang yo Lokento sing dadi encakono ..." berulang-ulang dinyanyikan oleh para pesinden dengan antusias penuh riang. Perbedaan terjadi saat Gending beralih ke kembang Dirmo. Sang pawang mengeluarkan satu nampan berisi tusukan bunga yang terdiri dari beberapa jenis. Bunga tersebut di asapi dengan asap dupa dan kemudian di jajakan ke penonton. Konon bunga itu akan membawa keberuntungan untuk rejeki dan juga untuk mempermudah mendapatkan jodoh. Masih dalam keadaan trance, penari Seblang diangkat oleh pawang ke atas sebuah meja sehingga semua penonton dapat melihatnya. Sambil menari, penari Seblang tersebut melempar-

Referensi: http://variety-indonesia.blogspot.com/2011/06/tradisi-seblang-banyuwangi-jawa-timur. html http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/977/suku-osing-banyuwangi-jawa-timur http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Banyuwangi


Majalah Dhammadpa rma

47

SEJARAH

TARI DUNHUANG
Oleh Ahaslani Dhammakalyani

esenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat. Seni gerak seperti tari merupakan kesenian dari budaya yang lahir dari ide-ide manusia serta tindakan dan pola hidup

di dalam masyarakatnya. Tari adalah ungkapan jiwa manusia melalui gerak ritmis sehingga dapat menimbulkan daya pesona. Ungkapan jiwa adalah meliputi cetusan rasa dan emosional yang disertai kehendak dan ekspresi dari jiwa manusia yang dilakukan melalui gerak berirama dan indah.

48 Edisi Waisak 2558 BE

Pada tahun 1980-an para penari Republik Rakyat Cina meneliti beberapa fresko dan menghasilkan jenis tarian JALAN SUTRA yang
bernama Tari Dunhuang
bertanggung jawab menyediakan bunga untuk ritual Buddha. Kedua jenis ini memiliki gerakan yang berbeda. Dewi musik dan tarian memiliki gerakan menari yang indah dan memainkan musik. Sedangkan Dewi Bunga memiliki gerakan menabur bunga nan indah. Tari Dunhuang sendiri banyak berpusat pada dewi terbang sebagai patokan gerakan utama. Pada tari Dunhuang Meng, penari menggambarkan tentang kemurnian, kerendahan hati, dan kepercayaan si pembuat fresko kepada Dewa dan Buddha yang menyebabkan ia bermimpi akan kemegahan Dewa dan Buddha. Tarian ini menggambarkan kebaikan, wibawa dan kemegahan Buddha yang penyayang.

Di Negara Cina terdapat sebuah seni tari dimana tarian tersebut merupakan seni tari yang identik dengan Buddha yaitu tari Dunhuang. Dunhuang adalah situs yang memiliki ratusan patung dan fresko abad ke-4 sampai ke-14 masehi. Dunhuang adalah pintu yang menguhubungkan dunia barat dan Cina dan salah satu rangkaian kota Jalan Sutra. Dunhuang adalah hasil dari pertukaran budaya multi-etnik yang merupakan salah satu dari kekayaan Cina. Dunhuang memuat banyak cerita Buddha serta sutra Buddhis. Pada tahun 1980-an para penari Republik Rakyat Cina meneliti beberapa fresko dan menghasilkan jenis tarian Jalan Sutra yang bernama Tari Dunhuang. Fei Tian (Dewi Terbang) sendiri adalah salah satu tarian yang terkenal dari Dunhuang. Gambaran dewi di Dunhuang adalah gambaran dewi dari India dan kemudian digabung dengan Dewi terbang mitologi Cina "Yuren". Pada akhir abad 5, gambaran dewi itu memiliki wajah yang bulat, alis yang panjang dan mata sipit. Rambutnya disanggul ke atas dan menggunakan selendang panjang di pundak. Dalam Tari Dunhuang, dewi-dewi itu terbagi menjadi dua macam. Salah satunya adalah Dewi musik dan tarian. Dewi ini bertanggung jawab dalam menyediakan musik dan tarian kepada Buddha. Jenis satunya adalah Dewi bunga yang

Artikel Kesehatan

Daun Binahong
Si Herbal Misterius

Kaya Manfaat
ini masih asing untuk daerah Indonesia. Hampir semua bagian tanaman binahong seperti umbi, batang dan daun dapat digunakan dalam terapi herbal. Tanaman ini memang tumbuh baik dalam lingkungan yang dingin dan lembab. Telah dibuktikan bahwa tumbuhan ini memiliki kandungan antioksidan tinggi dan antivirus. Kandungan daun binahong: Berdasarkan hasil penelitian, daun binahong mengandung saponin, alkaloid dan polifenol. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Penyaringan senyawa saponin akan memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika menggunakan pelarut polar seperti etanol 70%. Saponin memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka . Manfaat Daun Binahong: Beberapa manfaat dari daun binahong antara lain: mempercepat pemulihan kesehatan setelah operasi, melahirkan, khitan, segala luka-luka luar maupun dalam, dan radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, mencegah stroke, maag, dan asam urat, menambah dan mengembalikan vitalitas daya tahan tubuh, obat wasir (ambeien), diabetes, obat jerawat, pusing-pusing, sariawan berat, sakit perut dan

aun Binahong merupakan tumbuhan merambat yang misterius karena belum banyak literatur maupun penelitian ilmiah yang mengungkapkan khasiatnya. Namun, secara empiris, masyarakat memanfaatkan daun binahong untuk membantu proses penyembuhan beragam penyakit. Binahong (Latin: Andreada cordifolia (Tonore) Stenis, Inggris: Heartleaf maderavine madevine) adalah tanaman obat dari daratan Tiongkok (Cina) yang dikenal dengan nama asli Dheng San Chi. Tumbuhan ini telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa dan telah ribuan tahun dikonsumsi. Daun binahong

50 Edisi Waisak 2558 BE

penyakit kulit (gatal-gatal), melancarkan buang air kecil, buang air besar, untuk memperlancar peredaran darah di syaraf-syaraf otak, serta membantu proses penyembuhan berbagai macam penyakit batuk/muntah darah, kencing manis, sesak nafas, darah tinggi/darah rendah, radang ginjal, maag kronis, lemah syahwat, gangguan fungsi jantung dll. Cara Pembuatan dan Pemakaian Binahong untuk pemakaian dalam: ambil rhizoma (umbi) secukup-nya, dicuci bersih dan direbus. Setelah dingin disaring dan hasilnya diminum 2-3 kali sehari. Cara ini untuk menyembuhkan
Seorang anak kecil diolesi daun binahong yang telah dihaluskan

luka bekas operasi, maag, typus, disentri, kesegaran jasmani (tambah telur dan madu), mencegah stroke, asam urat dan sakit pinggang. Namun, umbinya dapat pula dikeringkan, lalu ditumbuk halus, kemudian dimasukkan dalam kapsul 0,5 mh dan diminum 3 kali sehari. Untuk pemakaian luar: daun dan batang ditumbuk halus kemudian dioleskan pada bagian yang sakit. Bahan ini untuk menyembuhkan memar karena terpukul, kena api (panas), rheumatik, pegal linu, nyeri urat, menghaluskan kulit. Umbi dicampur bahan lain dengan cara direbus bersama daun sirih, temulawak dengan perbandingan ganjil: 7, 9, 13 untuk penyembuhan pembengkakan jantung, pembengkakan lever, kencing manis, kerusakan ginjal dan radang usus besar.

Majalah Dhammadpa rma

51

Puisi

Berlian Tempatku Bersandar


Terlukis begitu indah Setiap perjuangannya... Yang terlihat dari setiap garis kerut wajahnya Ia yang selalu menapaki estafet-estafet kehidupannya Dengan penuh semangat berjuang Yang terus berkobar dan tak pernah padam Di usianya yang telah digerogoti oleh waktu Ia yang tak pernah mengenal lelah Ia yang telah mengorbankan setiap detik waktunya Untuk menjadi tempat bersandar Dari rasa lelah dan letih para muridnya yang terkena hempasan gelombang kehidupan Bingkai kehidupan yang selalu dihiasi dengan keindahan kebajikan dan pengabdian terukir indah di hati,,, setiap orang yang mengenalnya,,,, Ia yang selalu terlihat begitu elok,,, Dari setiap perbuatannya Dalam pandangan setiap orang yang melihatnya Ia yang selalu memancarkan , Keteduhan hatinya,,,, Begitu memukau bagaikan sinar bulan purnama,,, Siapakah dia,,,,? Dialah Bhikkhu Khantidharo BY: LOTUS
52 Edisi Waisak 2558 BE Ilustrated by: Andrey Hong

Resep Masakan

NASI

TEMPONG
BANYUWANGI ASLI

KHAS

Oleh Ahaslani Saccaslani

Bahan Sambal tempong pedas: 1. Bawang putih 1/2 siung besar 2. Cabe pedas 5 buah 3. Tomat 1 buah 4. Terasi goreng (terasi Nasi) bisa juga terasinya direbus dahulu. 5. Garam secukupnya 6. Vetsin secukupnya 7. Gula

Cara Membuat:

Bahan Lalapan: 1. Sayuran hijau rebus (sawi, daun ketela) 2. Toge rebus 3. Mentimun iris

Bawang, cabe,tomat digoreng kemudian ditaruh cobek bersama terasi goreng dan dihaluskan. Kemudian ditambah garam dan gula sesuai selera lalu dihaluskan. Sambal tempong siap dihidangkan. Taruh daun pisang diatas piring dan taruh nasi, lalapan, sambal dan jangan lupa tempe, tahu, ikan asin goreng, ikan goreng, ayam goreng atau daging empal goreng. Nasi Tempong siap dihidangkan.
Majalah Dhammadpa rma

53

Opini

Pencerahan?
Oleh Ahaslani Indaslani Pencerahan adalah munculnya pengetahuan atau penerangan untuk kedamaian sejati atau the ultimate peace, Nibbna.

Aryanto Firnandi

Ketika seseorang memahami kebenaran kehidupan yang sesungguhnya dalam pengertian lokuttara, itulah Pencerahan.

Wiyono Dharmo Satriyo Pencerahan adalah jika seseorang mampu mengetahui semua hal yang ada dalam semesta dan seluruh fenomena alam semesta ini. Selain itu orang yang tercerahkan adalah orang yang mampu mengalahkan diri sendiri, dapat pula dikatakan bahwa manusia atau makhluk yang tak tertandingi oleh jenis makhluk apapun, baik dalam pengetahuan maupun kekuatan batin. Agus Supriyadi Pencerahan itu di mana seseorang telah mencapai titik terang sehingga dapat melihat berbagai hal yang tidak dapat dilihat orangorang awam.

Kesimpulan:

Manesti Pangestuti

Bhikkhu Candasilo 54 Edisi Waisak 2558 BE

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa, secara umum Pencerahan merupakan keadaan batin atau kondisi pikiran yang mengetahui, memahami sesuatu sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini masih belum terjawab. Secara Dhamma Pencerahan adalah memahami kebenaran kehidupan yang sesungguhnya, munculnya pengetahuan sejati.

Sosok

Mengenal Lebih Dekat

PAK PENDIK
SOSOK

Oleh Ahaslani Gandhaslani

harmaduta, secara etimologis berasal dari dua kata yaitu Dhamma artinya ajaran Buddha sedangkan Duta adalah petugas atau pengemban. Dharmaduta berarti Pengemban dan petugas Dhamma. Dharmaduta dalam terminologi Buddhis dikenal sebagai penyebar atau pengkhotbah Dhamma. Namun saat ini lebih dikenal dengan istilah Dhammaduta. Dhammaduta Secara khusus bertujuan untuk: 1. Memperkokoh dan mempertahankan kelangsungan ajaran Sang Buddha. 2. Agar para pendengar dapat mengikuti dan melaksanakan Dhamma dan Vinaya secara benar. 3. Melindungi ajaran Buddha dari usaha penyelewengan, sehingga umat menjadi bijaksana. Seorang Dharmaduta harus memiliki keyakinan dan semangat dalam membabarkan ajaran Sang Buddha. Zaman modern ini masyarakat dengan mudahnya pindah dari satu agama ke agama yang lain. Hal itu banyak terjadi dalam agama Buddha yang tergolong agama minoritas di Indonesia. Banyak faktor yang melandasi terjadinya hal tersebut, antara lain karena keluarga, karena pendidikan, dan karena ikut dengan pasangannya. Meskipun

demikian masih tetap ada orang-orang yang masih mempertahankan agamanya sampai mati karena kuatnya keyakinan yang dimiliki kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dengan pengetahuan yang sangat terbatas. Salah satunya adalah seorang Dhammaduta yang berasal dari desa Njeding kota Batu yang bernama Bapak Pendik Arianto yang lahir pada tanggal 10 Oktober 1976 di Malang. Beliau memiliki seorang istri bernama sarinem d a n 3 orang anak. Mereka sekarang tinggal di Rt 02/Rw 06, di desa Njeding, Junerojo, Batu. Bapak Pendik bekerja sebagai Tukang Ojek, beliau bekerja dengan s a b a r d a n tekun.

Majalah Dhammadpa rma

55

Beliau merupakan lulusan SMAN Imanel 1 Batu pada tahun 1994. Beliau merupakan sosok suami dan ayah yang bertanggung jawab serta menyayangi anak-anaknya. Salah satu bentuk konkretnya adalah dengan mengajak kedua anaknya setiap hari minggu untuk pergi piapta di Padepokan Dhammadpa rma. Bapak pendik merupakan sosok yang mempelopori kebangkitan Agama Buddha di desa Njeding yang dulu sudah hampir menghilang. Dengan semangat dan kerja kerasnya beliau berusaha agar masyarakat tidak berpindah ke agama yang lain. Bapak pendik percaya bahwa Agama Buddha adalah agama yang baik karena mengajarkan realita kehidupan. Menurut bapak pendik Agama Buddha adalah satu-satunya keyakinan atau agama yang mengajarkan tentang adanya hukum karma, siapa yang menanam maka dia akan memetik hasilnya. Itulah alasan mengapa bapak pendik kembali ke ajaran Sang Buddha. Melalui pengalaman yang dijalaninya, beliau semangat mengajak masyarakat khususnya umat Buddha desa Njeding untuk mempertahankan agama nenek moyangnya agar tidak menyesal di kemudian hari. Banyak cara yang dilakukan oleh pak pendik untuk meningkatkan keyakinan umat, salah satunya adalah dengan mendatangkan smaera untuk mengisi di pj bakti bersama. Dengan demikian semangat warga akan semakin meningkat, selain itu beliau juga mendatangi rumah umat satu persatu dan menanyakan penyebab kenapa tidak datang mengikuti pj bakti. Semangatnya tidak pernah padam meski hujan datang beliau tetap menjalankan kewajibannya, sebagai pembakar semangat umat untuk terus bersama-sama mempertahankan ajaran nenek moyang. 56 Edisi Waisak 2558 BE

Pada tahun 2008 bapak Pendik mulai menjadi Duta dhamma bersama dengan bapak Supar dan bapak Suyono. Menggali dan meningkatkan semangat para umat Buddha di seluruh wilayah Malang untuk tetap mempertahankan ajaran Buddha. Pergi ke desa-desa dengan medan yang sulit dilalui untuk mengabdi. Selain menjadi Duta dhamma pak Pendik juga menjadi seorang Pandita Muda dengan nama Avusopanno yang artinya Sahabat Kebijaksanaan. Nama tersebut memang tepat diberikan karena beliau memang seorang sahabat yang memilki kebijaksanaan dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada. Beliau tidak pandang bulu dalam membantu umat menyelesaikan permasalahan, bahkan beliau tidak segan-segan untuk berkunjung ke rumah umat untuk mendengarkan keluh kesah dari mereka. Selain duka yang ditemui banyak kebahagiaan yang diperoleh terutama ketika mengetahui ilmu yang diberikan bisa bermanfaat bagi mereka dan meningkatkan perkembangan agama Buddha. Menjadi seorang Dhammaduta merupakan suatu panggilan jiwa. Hal itu susah-susah gampang untuk dilakukan, banyak pengorbanan yang harus dilakukan untuk menjadi seorang dhammaduta. Mulai pengorbanan secara fisik maupun secara batin. Namun bagi pak Pendik itu semua tidak menjadi penghalang untuk berbuat lebih banyak kebajikan. Mengembangkan agama Buddha dan menyebarkan kebahagiaan menjadi dasar utama pak Pendik mau melakukan semua itu. Semoga usaha dan kerja keras beliau dapat kita contoh. Kita sebagai generasi penerus yang akan mengembangkan Buddha-Dhamma di Indonesia ini.

Kesan Pesan

Kesan dan Pesan


(B. Azizah)

Pengunjung PDA
Oleh Ahaslani Dhanaslani

Kami keluarga besar SDN Dunten 02 mengucapkan terima kasih kami dapat mengenal agama Buddha lebih dekat, kemuliaan para Bhante, Samanera dan Atthasilani semoga seluruh umat manusia berdamai dalam kasih-Nya dan selalu dalam lindungan-Nya.

(TPKB 1 TS)
Bhakti Dhamma 2014 Coming Soon ! Vihara yang Tenang & Damai

(Ronald)
The Most beautiful vihara in Indonesia so Far

(Femmy)
Terima kasih atas semuanya atas bantuannya

(Keluarga besar MI Al Hidayah, Karang Ploso)


Pengembangan pola pikir siswa coba kami kembangkan dengan mengajarkan sikap toleran dan pemahaman pluralisme dan keberagaman keagamaan. Sangat bermanfaat dan berguna sekali seluruh paparan dan penyajiaan data-datanya.

(Intan)
Terima kasih semua

(Hanny D)
Terima kasih berkat vihara ini dapat mengetahui semua informasi buddha dari berbagai negara seperti jubah/candi-candi

(Valeria)
Terima kasih atas informasi semuanya (Leonardi Wiswu Wardhana / Acong) Sangat senang bisa datang kevihara semoga lain kesempatan bisa datang bersama keluarga
Majalah Dhammadpa rma

57

Tanya Jawab

RUANG RUANG

DHAMMA DHAMMA

TANYA JAWAB TANYA JAWAB

"Para Bhikkhu, dua hal ini memfitnah Tathagata. Yang manakah dua hal itu? Ia yang menerangkan sesuatu yang tidak dikatakan atau diucapkan oleh sang Tathagata sebagai dikatakan dan diucapkan oleh Tathagata. Dan ia yang menerangkan sesuatu yang dikatakan atau diucapkan oleh sang Tathagata sebagai tidak dikatakan atau diucapan oleh Tathagata".
(AN. 2.23 Abhasita Sutta: Apa yang tidak dikatakan)

Oleh Bhikkhu Jayamedho

Pertanyaan:
1. Apakah boleh kalau umat awam seperti saya membaca parita Aradhana Devata? 2. Kalau Altar leluhur/orangtua dan dewa-dewi menurut tradisi saya apakah boleh saya membaca parita seperti kebaktian di Vihara?

(Tatak Hindarto) Jawaban:


1. Membaca Aradhana Devata, mengundang para dewa. Mengapa Anda ingin mengundang SEMUA dewa, yakha, naga dan gandhabba untuk datang? Contohnya, mengapa Anda mau mengundang SEMUA Bupati, Gubernur dan Presiden untuk datang memenuhi undangan Anda? Seringkali umat membacakan Aradhana Devata sekedar memenuhi ritual atau asal baca dan bukan memahami makna sesungguhnya. Apa konsekuensinya bila Anda ternyata tidak "siap" melayani mereka sehingga para beliau tidak berkenan dengan pelayanan Anda? Yang marah beliau atau pengawalnya? Sebaiknya Anda baca paritta secara langsung saja tanpa mengundang semua dewa, kemudian memancarkan metta kepada semua makhluk sekitar Anda, akan jauh lebih baik tanpa risiko spiritual. Biarlah para bhikkhu saja yang mengundang untuk perhelatan/upacara tertentu dengan 58 Edisi Waisak 2558 BE

semua risiko pada bhikkhu. Kalau Anda mengundang para dewa hadir guna mendengarkan Dhamma Sang Buddha, maka sebaiknya sla Anda sudah terjaga dan daraskan sutta-sutta yang Anda pilih agar bermanfaat bagi pendengarnya yang tampak ataupun tidak tampak. Sesudah paritta dan sutta selesai dibaca dengan sopan dan hormat mereka dipersilakan untuk kembali pulang ke tempat masing-masing. 2. Anda boleh pilih sutta dan gatha yang tepat bagi mereka tanpa membaca Araham terlebih dahulu. Kalau membaca paritta di depan altar leluhur, maka jangan lupa dibacakan gatha pelimpahan jasa seperti: Tirokudda sutta dan patttidna gatha (puassidhdani katassa, dst). Selanjutnya diakhiri dengan Ettvat.

(Bhikkhu Jayamedho) Pertanyaan:


Apakah pailit dapat dikategorikan melanggar sila kedua (pencurian harta orang lain)?

(Tatak Hindarto) Jawaban:


Menurut keputusan pengadilan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka orang pailit tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian. Namun kalau pailit atau pura-pura pailit dilakukan tanpa proses hukum, seperti yang banyak dilakukan pembisnis yang tidak bermoral sebagai strategi bisnis (dengan pikiran buruk) guna menghindarkan banyak hal dari pihak ketiga, maka bisa dikategorikan sebagai pencurian (mengambil barang/milik yang bukan miliknya) maupun kebohongan dan penipuan. Hal ini melanggar sla (aturan moral agama) dan melanggar peraturan perundangan perdata dan pidana. Orang semacam ini merusak kepercayaan yang berarti merusak diri sendiri. Dalam bisnis dan usaha lainnya, kepercayaan adalah maha penting guna kelangsungan diri sendiri. Sang Buddha berkata: visssa param ti artinya, Dipercaya adalah sanak keluarga terdekat (Dhammapada 204). Rejeki kita tergantung seberapa jauh kepercayaan orang pada kita. Hal ini harus dipertahankan dengan kuat. Lebih baik kita kehilangan uang daripada kehilangan kehormatan dan kepercayaan. Memulihkan kehormatan dan kepercayaan bukan barang mudah serta membutuhkan waktu, upaya dan seringkali dengan biaya yang besar, misalnya konsumen sudah kehilangan kepercayaan atas produk atau merek tertentu, maka guna memulihkannya memerlukan biaya yang tidak murah untuk pemasangan iklan dan mengundang para ahli terpercaya. Karena itu dalam bisnis perlu kejujuran dan kepercayaan.

(Bhikkhu Jayamedho)
Majalah Dhammadpa rma

59

Ilustrated by: Andrey Hong

Ilustrated by: Andrey Hong

Pindapatta

Ilustrated by: Kathlouis Emai: Kathleenwijaya@gmail.com Web: Behance.net/kathleenwijaya

Kiddo

Ilustrated by: Kathlouis Emai: Kathleenwijaya@gmail.com Web: Behance.net/kathleenwijaya

EmdeaMic
Edisi #1
By: Yoe

Anda mungkin juga menyukai