C. 9404021
NIM : C 9404021
MENYETUJUI
Dekan
1. Ibu ku tercinta yang selalu memberikan doa restu, dorongan moril dan materiil serta kasih
sayang yang tak ternilai.
2. Keluarga ku tersayang terima kasih atas support-nya.
3. Dwi Aulia Nurannisa yang aku sayangi yang banyak,
terimakasih atas suportnya selama ini.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir
dengan judul ” SEJARAH BERDIRINYA CANDI BOROBUDUR DAN PRAMBANAN
dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk menyelesaikan studi bagi mahasiswa Programs S1 FAKULTAS TEHNIK DAN
ARSITEKTUR UNIVERSITAS GAJAH MADA .
Akhirnya penulis berharap Laporan Tugas Akhir yang disusun ini dapat
bermanfaat.
, ...................2014
PENULIS
(Peulis)
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………...............i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….ii
HALAMAN MOTO…………………………………………………iv
KATA PENGANTAR……………………………………………….v
DAFTAR ISI…………………………………………………………vi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………................1
B. Rumusan Masalah………………………………….1
C. Tujuan Penulisan…………………………………...2
D. Manfaat Penulisan……………………….................2
E. Metodologi Penulisan………………………………3
A. Simpulan…………………………………………...26
B. Saran……………………………………………….26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….27
LAMPIRAN…………………………………………………………....28
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Candi Borobudur merupakan salah satu dari tujuh ke ajaiban dunia yang sampai
saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari kepariwisataanya, arkeologi dan
pengetahuan. candi Borobudur terletak di dasa Borobudur kecamatan Borobudur kabupaten
magelang, propinsi jawa tengah, ± 41 km dari yogyakarta. ± 80 km
dari kota semarang ibu kota propinsi jawa tengah. Candi Borobudur juga di kelilingi oleh
pegunungan Manoreh di sisi selatan, Gunung Merapi (2411 m) dan Gunung Merbabu (3142
m) di sisi timur, serta Gunung Sumbing ( 2271 m) dan Gunung Sindoro (3135 m) disisi barat
laut. Di sisi timur candi Bororbudur juga terdapat Sungai Progo dan Sungai Elo.
Borobudur menjadi pusat ziarah megah bagi penganut budha. Tetapi dengan
runtuhnya mataram sekitar tahun 930M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa
Timur dan Borobudurpun hilang terlupakan, karena gempa dan gunung letusan merapi candi
itu melesak mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar tropis tumbuh
menutupi Borobudur dan pada abab-abab selanjutnya lenyap di telan sejarah
Dari titik tolak uraian latar belakang masalah seperti di atas, maka dalam
penulisan karya tulis ini penulis memilih judul “Sejarah Berdirinya Candi Borobudur”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah seperti di atas, maka dalam
penulisan karya tulis ini, penulis mengambil beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya candi Borobudur?
2. Apa arti nama Borobudur?
C. Tujuan penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini penulis memilih beberapa tujuan penulisan yang
hendak di capai yaitu:
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
Merupakan metode melalui tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung untuk mendapatkan pokok masalah yang akan di teliti. Dalam hal ini penulis
mengadakan wawancara dengan seorang pemandu candi Borobudur di yogyakarta yaitu
Bapak Yulianto, sebagai nara sumbernya.
Metode Observasi
Merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan dan catatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang timbul yang di teliti secara langsung. Dalam hal ini penulis
datang langsung ke lapangan tempanya di candi Borobudur
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. Waktu didirikan
Setelah selesai di bangun selama 500 tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah
megah bagi penganut budha. Tetapi dengan runtuhnya mataram sekitar tahun 930M, pusat
kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudurpun hilang terlupakan,
karena gempa dan gunung letusan merapi candi itu melesak mempercepat keruntuhannya.
Sedangkan semak belukar tropis tumbuh menutupi Borobudur dan pada abab-abab
selanjutnya lenyap di telan sejarah.
Baru pada abab ke-XVIII M menurut tradisi dalam tanah jawa terdapat beberapa
singkat tentang larinya Mas Dana yang memberontak melawan pakubuwanan 1 (1709-1710)
dan kemudian ditangkap di Borobudur lima puluh tahun kemudian 1757-1758 seorang
pangeran yogyakarta mengunjungi Borobudur untuk melihat seribu arca
Baru pada tahun 1814 perhatian orang mulai tertuju lagi ke Borobudur. Sir
Thomas Stamford Raffles, gubenur jendral yang memerintah tanah jajahan inggris di jawa
(1811-1815), sewaktu berkunjung ke semarang mendapat berita, bahwa di
desa Borobudur ada sebuah purbakala yang terpendam di dalam tanah. Raffles segera
mengirimkan seorang perwira genie, H.C. Cornelius, ke Borobudur untuk mengadakan
penyelidikan terhadap kebenaran tersebut. Tiba disana Cornelius meliahat sebuah bukit yang
di tumbuhi Pohon–pohon dan semak belukar.
Tampak diatas bukit itu candi berserakan. Dengan bantuan penduduk desa, ia
segera melakukan pembersihan dengan menebangi pohon-pohon, membakar semak belukar
dan menyingkirkan tanah diatas bukit itu.pekerjaaan itu mamakan waktu cukup lama hingga
dalam tahun 1835 atas usaha Residen Kedu. Candinya dapat di tampakkan seluruhnya
menjulang di atas puncak bukit.
Sangat di sayangkan bahwa kurangnya pengertian dari para pejabat pemerintah
pada waktu itu tidak sedikit batu-batu candinya yang hilang karena perbuatan tangan manusia.
tidak kuarang dari delapan cikar penuh dengan arca-araca dan batu-batu berukiran dari
bangunan Borobudur telah diangkut sebagai hadiah atas kunjungan Raja Chulalangkon di
Indonesia dalam tahun 1896. Residen kedu yang di tugaskan untuk memberiakan itu rupa-
rupanya ingin menujukan jasa baiknya terhadap raja Siam, antara lain lima Dhyani-Budha,
tiga diantaranya diambilkan dari tempat-tempat aslinya direlung-relung, dua araea singa, satu
di antaranya adalah satu-satunya arca singa yang tidak ada cacatnya, sebuah pancuran makara,
kepala-kepala dari sayap-sayap tangga, kepala-kepala kala penghias relung-relung dan
gapura-gapura dan masih banyak lagi lainya.
B. ARTI NAMA BOROBUDUR
Dari beberapa literature yang ada, dapat disebutkan berbagai pendapat
dari para ahli antara lain :
5) Drs. Soediman
Bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara berasal dar
bahasa sanksekerta Vihara yang berarti komplek candi dan Bihara yang berarti asrama. Budur
dalam bahasa bali bedudur yang artinya di atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau
vihara dan komplek candi yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit.
Bangunan Borobudur didirikan di atas dan di sekitar lereng bukit dan berbentuk
punden berundak. Berbeda dengan banguna-bangunan suci lainya, dimana orang akan
melakukan ibadah dapat masuk ke dalamnya maka tidak demikian halnya dengan Borobudur,
Borobudur tidak terdapat ruang dimana orang bisa masuk ke dalamnya, melainkan orang
hanya bisa naik ke atasnya dengan melalui tangga-tangga pada ke empat sisi- sisinya.
Bangunan Borobudur pada hakekatnya adalah bangunan stupa, akan tetapi seperti lazimnya
stupa yang berbentuk kubah, melainkan merupakan punden berundak dengan enam tingkat
berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa induk
sebagai puncaknya. Tetapi semua bagian-bagian itu merupakan satu kesatuan dan secara
keseluruhan merupakan satu bangunan stupa. Di samping sebagai lambang
tertinggi agama budha, stupa Borobudur merupakan tiruan( replica ) dari alam semesta, yang
menurut filsafat agama budha terdiri dari tiga bagian besar : Kamadhatu,
Rupadhatu dan Arupadhatu.
Kamadhatu adal sama dengan “alam bawah” tempat manusi biasadi Borobudur adalah bagian
kaki. Rupadhatu sama dengan “alam antara” tempat manusia telah meninggal segala
keduniawian, di Borobudur adalah emapat tingkat yang berbentuk bujur sangkar. Arupadhatu
sama dengan “alam atas” temapat para dewa dan di Borobudur adalah dataran berundak
(teras) termasuk stupa induk.
Ukuran pada dasar bangunan Borobudur 123M persegi dan tingginya 31,5 M atau
42 M sampai pinaketnya yang sekarang sebagian sudah tidak ada lagi. Batu andesit yang di
pergunakan untuk bangunan Borobudur sebanyak 55.000 M³
Relief cerita, yang menggambarkan cerita dari suatu teks dan naskah.
Relief hiasan, yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang
Agar dapat menyimak ceritanya didalam relief secara berurutan dianjurkan memasuki candi
melalui pintu sebelah timur dan pada tiap tingkatan berputar kekiri dan meninggalkan candi
di sebelah kanan.
Relief ceritanya pada candi Borobudur menggambarkan beberapa cerita yaitu:
a. Karma Wibangga, terdiri dari 160 panel, di pahatkan pada kaki tertutup.
b. Lalita Wistara, terdiri dari 120 panel, di pahatkan pada dinding lorong 1 di bagian atas
c. Jataka dan Awadana, terdiri 720 panel, dipahatkan pada dinding lorong 1 di bagian bawah,
balustrade lorong 1 atas dan di bawah dan balustrade II
d. Gandawyuda, terdiri 460 panel di pahatkan pada dniding lorong II balustrade III dan IV
serta Bhadraceri dinding lorong IV
Selain sebagai tempat pariwisata, ternyata fungsi candi Borobudur hampir sama
dengan fungsi candi pada umumnya antara lain :
PEMBAHASAN
3.1 SEJARAH SINGKAT
Candi Prambanan merupakan candi hindu yang dibangun oleh raja-raja dinasti Sanjaya pada
abad IX, ditemukanya tulisan nama Pikatan pada candi ini yang menimbulkan pendapat
bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan kemudian diselesaikan oleh raja Rakai Balitung
berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargiha” sebagai manifest politik
untuk meneguhkan kedudukan sebagai raja yang besar. Terjadinya perpindahan pusat
kerajaan Mataram ke Jawa Timur berkaitan tidak terawatnya candi di daerah ini di tambah
terjadinya gempa bumi serta beberapa kali letusan gunung merapi menjadikan candi
prambanan runtuh tinggal puing-puing batu yang berserakan. Apalagi ditambah dengan
gempa pada tahun 2006, Usaha pemugaran pun mulai dilakukan.
Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi induk Loro Jonggrang secara resmi
dinyatakan selesai oleh Dr. Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Pertama.
Komplek percandian prambanan terdiri atas bawa, latar tengah dan latar atas (Latar Pusat)
Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan candi-candi parawa.
Latar pusat adalah latar terpenting diatas berdiri 6 buah candi besar dan kecil. Candi-candi
utama terdiri atas 2 deret yang paling berhadapan.
Deret pertama yaitu candi Siwa, candi Wisnu, dan candi Brahma. Deret kedua yaitu candi
Nandi, candi Angsa dan candi Garuda. Pada ujung lorong yang memisah kedua deretan candi
tersebut terdapat candi apit secara keseluruhan percandian ini terdiri atas 240 buah candi.
Di tengah pelataran luar, terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang berbentuk
persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar batu yang saat
ini juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras berundak, makin ke dalam makin
tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang terbawah, terdapat 68 candi kecil yang berderet
berkeliling, terbagi dalam empat baris oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Di teras
kedua terdapat 60 candi, di teras ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras
teratas, terdapat 44 candi. Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan
ukuran yang sama, yaitu luas denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di
pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya reruntuhannya
saja.
Pelataran dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap sebagai
tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas 110 m2, dengan tinggi
sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh
turap dan pagar batu. Di keempat sisinya terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat
ini hanya gapura di sisi selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran
teratas terdapat sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2 dengan
tinggi 4 meter. Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan.
Di barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling
utara adalah Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan adalah Candi
Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke barat. Ketiga candi
ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan), karena masing-masing candi diberi nama
sesuai dengan binatang yang merupakan tunggangan dewa yang candinya terletak di
hadapannya.
Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan
Candi Syiwa adalah Candi Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan Candi Brahma
adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan membentuk
lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi mempunyai bentuk dan ukuran
yang sama, yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung
utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang saling berhadapan,
yang disebut Candi Apit.
(a) (b)
Gambar 3.2.1 (a) Denah Candi Prambanan secara keseluruhan
(b) Denah candi utama
Apabila simbol dari ketiga dewa tesebut digabungkan, maka akan menjadi AUM yang dibaca
"OM" ( ॐ ) yang merupakan simbol suci agama Hindu. Inilah yang menjadi dasar candi
prambanan.
3.3.1 Candi Siwa
Pada saat ditemukan, Candi Siwa berada dalam kondisi rusak berat. Pemugarannya memakan
waktu yang cukup lama, yaitu dimulai pada tahun 1918 dan baru selesai pada tahun 1953.
Dinamakan Candi Syiwa karena di dalam candi ini terdapat Arca Siwa. Candi Siwa dikenal
juga dengan nama Candi Rara Jonggrang, karena dalam salah satu ruangannya terdapat Arca
Durga Mahisasuramardani, yang sering disebut sebagai Arca Rara Jonggrang. Tubuh candi
berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Candi Siwa, yang terletak di tengah barisan barat,
merupakan candi terbesar. Denah dasarnya berbentuk bujur sangkar seluas 34 m2 dengan
tinggi 47 meter.
INCLUDEPICTURE
"C:\\Users\\acer\\AppData\\Local\\Temp\\msohtmlclip1\\01\\clip_image008.jpg" \*
MERGEFORMATINET
Pada sisi-sisi lain dinding kaki candi, baik kaki Candi Syiwa maupun candi besar lainnya,
panil bergambar binatang ini diganti dengan panil ber gambar kinara-kinari, sepasang burung
berkepala manusia, yang juga sedang berteduh di bawah pohon kalpataru.
Tangga untuk naik ke permukaan batur terletak di sisi timur. Tangga atas ini dilengkapi
dengan pipi tangga yang dindingnya dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan binatang.
Pangkal pipi tangga dihiasi pahatan kepala naga yang menganga lebar dengan sosok dewa
dalam mulutnya. Di kiri dan kanan tangga terdapat candi kecil yang beratap runcing dengan
pahatan Arca Siwa di keempat sisi tubuhnya. Di puncak tangga terdapat gapura paduraksa
menuju lorong di permukaan batur. Di atas ambang gapura terdapat pahatan Kalamakara
yang indah. Di balik gapura terdapat sepasang candi kecil yang mempunyai relung di
tubuhnya. Relung tersebut berisi Arca Mahakala dan Nandiswara, dewa-dewa penjaga pintu.
Di permukaan batur terdapat selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi tubuh candi.
Selasar ini dilengkapi dengan pagar atau langkan, sehingga bentuknya mirip sebuah lorong
tanpa atap. Lorong berlangkan ini berbelok-belok menyudut, membagi dinding candi menjadi
6 bagian. Sepanjang dinding tubuh candi dihiasi deretan pahatan Arca Lokapala. Lokapala
adalah dewa-dewa penjaga arah mata angin, seperti Bayu, Indra, Baruna, Agni dan Yama.
Sepanjang sisi dalam dinding langkan terpahat relief Ramayana. Cerita Ramayana ini
dipahatkan searah jarum jam, dimulai dari adegan Wisnu yang diminta turun ke bumi oleh
para raja guna mengatasi kekacuan yang diperbuat oleh Rahwana dan diakhiri dengan adegan
selesainya pembangunan jembatan melintas samudera menuju Negara Alengka. Sambungan
cerita Ramayana terdapat dinding dalam langkan Candi Brahma.
Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan,
terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat 2 motif
pahatan yang ditampilkan berselang-seling, yaitu gambar 3 orang yang berdiri sambil
berpegangan tangan dan 3 orang yang sedang memainkan berbagai jenis alat musik.
Pintu masuk ke ruangan-ruangan dalam tubuh candi terdapat di teras yang lebih tinggi lagi.
Untuk mencapai teras atas, terdapat tangga di depan masing-masing pintu ruangan. Dalam
tubuh candi terdapat empat ruangan yang mengelilingi ruangan utama yang terletak di
tengah tubuh candi. Jalan masuk ke ruangan utama adalah melalui ruang yang menghadap ke
timur. Ruangan ini ruangan kosong tanpa arca atau hiasan apapun. Pintu masuk ke ruang
utama letaknya segaris dengan pintu masuk ke ruang timur. Ruang utama ini disebut Ruang
Siwa karena di tengah ruangan terdapat Arca Siwa Mahadewa, yaitu Siwa dalam posisi
berdiri di atas teratai dengan satu tangan terangkat di depan dada dan tangan lain mendatar di
depan perut. Arca Syiwa tersebut terletak di atas umpak (landasan) setinggi sekitar 60 cm,
berbentuk yoni dengan saluran pembuangan air di sepanjang tepi permukaannya. Konon Arca
Syiwa ini menggambarkan Raja Balitung dari Mataram Hindu (898 - 910 M) yang dipuja
sebagai Siwa.
Tidak terdapat pintu penghubung antara Ruang Syiwa dengan ketiga ruang di sisi lain. Ruang
utara, barat, dan selatan memiliki pintu sendiri-sendiri yang terletak tepat di depan tangga
naik ke teras atas. Dalam ruang utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini, yaitu Durga
sebagai dewi kematian, yang menggambarkan permaisuri Raja Balitung. Durga digambarkan
sebagai dewi bertangan delapan dalam posisi berdiri di atas Lembu Nandi menghadap ke
Candi Wisnu. Satu tangan kanannya dalam posisi bertelekan pada sebuah gada, sedangkan
ketiga tangan lainnya masing-masing memegang anak panah, pedang dan cakram. Satu
tangan kirinya memegang kepala Asura, raksasa kerdil yang berdiri di atas kepala mahisa
(lembu), sedangkan ketiga tangan lainnya memegang busur, perisai dan bunga. Arca Durga
ini oleh masyarakat sekitar disebut juga Arca Rara Jonggrang, karena arca ini diyakini
sebagai penjelmaan Rara Jonggrang. Rara Jonggrang adalah putri raja dalam legenda
setempat, yang dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bandawasa.
Dalam ruang barat terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila di atas padmasana (singgasana
bunga teratai) dengan kedua telapak kaki saling bertemu. Kedua telapak tangan menumpang
di lutut dalam posisi tengadah, sementara belalainya tertumpang dilengan kiri. Arca Ganesha
ini menggambarkan putra mahkota Raja Balitung. selempang di bahu menunjukkan bahwa ia
juga seorang panglima perang.
Dalam ruang selatan terdapat Arca Agastya atau Siwa Mahaguru. Arca ini meliliki postur
tubuh agak gemuk dan berjenggot. Siwa Mahaguru digambarkan dalam posisi berdiri
menghadap ke Candi Brahma di selatan dengan tangan kanan memegang tasbih sdan tangan
kiri memegang sebuah kendi. Di belakangnya, di sebelah kiri terdapat pengusir lalat dan di
sebelah kanan terdapat trisula. Konon Arca Siwa Mahaguru ini menggambarkan seorang
pendeta penasihat kerajaan.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan
menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang
lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra
Siwa).
Sepanjang dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang memuat relief Krisnayana.
Krisnayana adalah kisah kehidupan Krisna sejak ia dilahirkan sampai ia berhasil menduduki
tahta Kerajaaan Dwaraka. Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna,
pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya.
Dalam relung terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu sebagai pendeta yang sedang
duduk dengan berbagai posisi tangan.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, dipersembahkan kepada Batara
Wisnu, yang menghadap ke arah utara. Candi Wisnu hanya mempunyai 1 ruangan dengan
satu pintu yang menghadap ke timur. Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Wisnu dalam
posisi berdiri di atas 'umpak' berbentuk yoni. Wisnu digambarkan sebagai dewa bertangan 4.
Tangan kanan belakang memegang Cakra (senjata Wisnu) sedangkan tangan kiri memegang
tiram. Tangan kanan depan memegang gada dan tangan kiri memegang setangkai bunga
teratai.
INCLUDEPICTURE
"C:\\Users\\acer\\AppData\\Local\\Temp\\msohtmlclip1\\01\\clip_image010.jpg" \*
MERGEFORMATINET
Gambar b1. Arca Dewa Wisnu
3.3.3 Candi Brahma
Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan
menemukan satu ruangan berisi arca Brahma. Luas dasarnya 20 meter persegi dan tingginya
37 meter. Di dalam satu-satunya ruangan yang ada, berdirilah arca brahma berkepala 4 dan
bertangan 4. Arca ini sebenarnya sangat indah tetapi sudah rusak salah satu tangannya
memegang tasbih yang satunnya lagi memegang “kamandalu” tempat air. Ke empat
wajahnya menggambarkan ke empat kitab suci Weda masing-masing menghadap ke arah
mata angin. Ke empat lengannya menggambarkan ke empat arah mata angin. Sebagai
pencipta ia membawa air karena seluruh alam keluar dari air. Tasbih menggambarakan waktu
dasar kaki candi juga di kelilingi oleh selasar yang di batasi pagar langkah dimana pada
dinding langkah ceritera Ramayana dan Relief serupa pada candi siwa sehingga tamat.
INCLUDEPICTURE
"C:\\Users\\acer\\AppData\\Local\\Temp\\msohtmlclip1\\01\\clip_image012.jpg" \*
MERGEFORMATINET
INCLUDEPICTURE
"C:\\Users\\acer\\AppData\\Local\\Temp\\msohtmlclip1\\01\\clip_image014.jpg" \*
MERGEFORMATINET
Selain itu, kawasan Taman Wisata Candi Prambanan juga memiliki Arena Bermain Anak-
Anak yang sejuk dan nyaman, dimana sering digunakan sebagai tempat lomba burung
berkicau. Masyarakat umum juga dapat memanfaatkan Bumi Perkemahan Rama Shinta yang
tersedia di dalam kawasan untuk acara-acara pertemuan, acara keluarga, ulang tahun,
perpisahan sekolah maupun resepsi pernikahan. Sebab di Bumi Perkemahan tersedia tempat
parkir, pendopo, toilet, kamar mandi dan lapangan olahraga yang dapat dimanfaatkan.
Bahkan disini juga tersdia penyewaan tenda, pengeras suara, meja, kursi, lampu penerangan
dan acara kesenian Reog.
2. Candi Plaosan
Candi ini dibangun pada abad 9 Masehi oleh Rakai Pikatan sebagai hadiah kepada permaisuri.
Kelompok candi Plaosan utara terdiri atas 2 candi induk, 58 parawa, 126 buah stupa.
Kelompok candi Plaosan selatan hanya berupa sebuah candi. Halaman candi induk terbagi 2
yang masing-masing diatasnya berdiri atas untuk tempat tinggal pada pendeta budha dan
tingkat bawah untuk kegiatan keagamaan.
3. Candi Boko (Keraton Ratu Boko)
Letaknya + 3 km kearah selatan dari percandian prambanan, terdiri dari atas bukit kidul yang
merupakan lanjutan dari pegunungan seribu dengan pemandangan alam yang permai
disekitarnya bangunan ini sangat unik, dan lebih mengesankan sebuah keratin. Diperkirakan
Balaputera Dewa dari denasti syailendra yang beragama budha. Mendirikanya pada
pertengahan 9 masehi sebagai benteng pertahanan yang strategis terhadap Rakai Pikatan.
4. Candi Banyunibo
Candi ini terletak + 200 m kearah tenggara dari candi Boko terdiri atas sebuah lembah
“Banyu berarti air” nibo berarti jatuh menetes yang bermakna bagi lingkungan masyarakat
Jawa. Candi budha ini didirikan pada abad 9 masehi. Arca-arca bodhisatwa terpahat pada
dinding luarnya dinding ini dihias dengan indah Biara Budha yang dibangun pada + abad 8
Masehi ini terletak pada sisi kiri jalan raya Yogya – Solo, masuk + 500 m ke arah utara.
Bangunan ini merupakan kumpulan dari candi yang hilang.
5. Candi Kalasan
Peninggalan agama tertua adalah candi ini didirikan oleh penangkaran, Raja kedua dari
kerajaan mataram kuno pada abad 8 masehi sebagai persembahan kepada Dewi Tara
Lengkung “Kalamakara dengan hiasan khayangan diatasanya terdapat di pintu masuk begitu
indah. Keindahan hiasan dan relief-reliefnya disebabkan oleh penggunaan sejenis semen
kuno “Bajralepa” candi ini dianggap permata kesenian Jawa Tengah.
6. Candi Sambisari
Setelah terpendam selama berabad-abad karena letusan gunung berapi pada bulan juli 1966
ditemukan kembali secara kebetulan oleh seorang pentane yang tengah mengerjakan
sawahnya. Pada tahun 1986 telah selesai pugar keunikanya ia terletak 6,5 m di bawah
permukaan tanah dan tidak mempunyai kaki candi yang sebenarnya. Bangunan terdiri atas
sebuah candi induk dan 3 candi pewarna yang tidak bertubuh maupun berkaki. Pada sisi-sisi
luar dinding candi induknya terdapat relung-relung yang berisi arca-arca. Didalam
ruangannya terdapat Lingga dan Yoni, kedua aspek dari siwa. Kesatuanya melambangkan
totalitas dan kesuburan.
7. Candi Sari
“Sari” berarti indah/cantik sesuai bentuknya yang ramping. Mungkin karena keindahannya
yang menarik perhatian Ia dinamakan demikian karena puncak atap berhias 9 stup
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah penulis memahami isi karya tulis ini, maka penulis berkesimpulan sebagai
berikut :
1. Bahwa candi borobudur di bangun sekitar tahun 800 M. akan tetapi sampai sekarang belum
pasti kebenaranya bilamana, bagaimana dan berapa lama candi borobudur itu di banguan
2. Bahwa arti nama Borobudur ternyata mempunyai beberapa penafsira antara lain dari: kiitab
Negara Kartagama, Sir Thomas Staford Raffles, Poerbatjaraka, De Casparis, Drs. Soediman.
3. Bahwa Candi Borobudur didirikan di atas dan sekitar lereng bukit dan berbentu punden
berundak
4. Bahwa relief candi Borobudur ada 2 macam yaitu relief cerita dan relief hiasan.
5. Bahwa fungsi candi Borobudur tidak hanya sebagi tempat pariwisata saja, ternyata
fungsinya hampir sama dengan fungsi candi-candi pada ummnya.
B. Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan
karunianya penulis diberi kesempatan menyelesaikan pembuatan laporan karya tulis tentang
Candi Prambanan tanpa halangan suatu apapun. Yang terletak persis di perbatasan Propinsi
Jawa Tengah + 17 Km kea rah timur dari kota Yogyakarta. Daerah ini merupakan daerah
yang mempunyai banyak sejarah sehingga tidak heran banyak wisatawan asing yang ingin
mengunjungi tempat-tempat wisata di daerah Istimewa Yogyakarta terutama di candi
Prambanan yang berdiri di sebelah timur sungai Opak + 200 m sebelah utara Yogya – Solo.
C. Dengan adanya data yang diperoleh dari uraian penulis dapat menyimpulkan :
D. 1. Candi prambanan memiliki keistimewaan dan pesona keindahan yang bukan saja dari
bentuk bangunan dan tata ruang, namun juga dari sisi filosopi dan sejarahnya.
E. 2. Candi Prambanan memiliki banyak sejarah sehingga banyak wisatawan mancanegara
yang datang untuk melihat secara langsung kemegahannya.
F. 3. Candi Prambanan merupakan peninggalan kebudayaan Hindu terbesar di Indonesia
dan warisan bernilai tinggi dari abad ke-9.
A. Saran
Dengan memahami isi karya tulis ini maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi para pengunjung dan masyarakat di sekitar candi Borobudur sebaiknya menjaga
kebersihahan lingkungan di sekitarnya
2. Perlu adanya peningkatan pelayanan fasilitas bagi pera pengunjung khususnya bagi para
pelajar yang mengadakan penelitian
3. Masyarakat sebaiknya dapat melestarikan candi Borobudur agar tatap menjadi candi yang
bersejarah
4. Sebaiknya masyarakat bisa mempertahankan nilai-nilai sejarah yang ada di dalam
candi Borobudur.
Setelah Penulis berkunjung ketempat rekreasi ini, penulis mempunyai sedikit saran untuk
tempat rekreasi yang menyenangkan antara lain :
1. Kunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di daerah Yogyakarta agar dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang sejara-sejarah dan seni budaya Indonesia.
2. Jagalah etika dalam berkunjung ke Candi Prambanan karena tempat tersebut sejatinya
adalah tempat ibadah
3. Lestarikan dan kembangkan potensi warisan budaya agar Candi Prambanan yang sebagai
peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya ini mampu memaksimalkan potensi karena
selain merupakan sumber penghasilan untuk masyarakat sekitar Prambanan juga aset
parawisata nasional Indonesia penambah devisa Negara selain non-migas.
4. Sebaiknya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjaga dan melestarikan Candi
Borobudur tersebut tetap menjadi daya tarik terutama dari segi kepariwisataan , arkeologi dan
ilmu pengetahuan .
5. Penulis mengharapkan kerapihan dan kebersihan di Candi Prambanan tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Anomi. 1983. Pariwisata Jawa Tengah. Semarang: Dinas Pariwisata Jawa Tengah.
Widya Dharma S. 2000. Riwayat Hidup Sang Budha Gautama. Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Budhis.
Candi di Indonesia. Candi Prambanan. Candi-candi di Jawa Tengah
Djogjakarta . Candi Prambanan. Fariable (2011). Kompleks candi prambanan-candi Roro
Jonggrang.
Widoyoningrat Prasetya .Rasya alkian .Pedoman Penulisan Karya Tulis. UNIVERSITAS
GAJAH MADA
LAMPIRAN
http://rasyaalkian.blogspot.co.id/
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Bahasa Indonesia mengenai hasil study tour kami yang berjudul “objek wisata Candi
Borobudur”.
Dalam kesempatan ini, tak lupa kami mengucapkan terima kepada:
1. Drs. Agus Yudhono, S.pd,M.Pd. selaku Bapak Kepala Sekolah;
2. Para Guru dan staf – staf tata laksana;
3. Ibu Ela selaku Wali kelas 8B;
Ibu Cucu heryani selaku Wali kelas 8E;
Ibu Ineu Anggraeni Wali kelas 8H;
4. Ibu Guru bahasa Indonesia;
Bapak Jahidin Guru bahasa Indonesia;
5. Orang tua kami yang telah memberikan dukungannya, sehingga kami dapat mengikuti
kegiatan study tour ke jogjakarta, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, oleh karenaitu kritik dan saran
yang sifatnya membangun akan kami terima dengan senang hati.
Daftar isi
KATA
PENGANTAR..............................................................................................................................
...... 2
DAFTAR
ISI ................................................................................................................................................
.. 3
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................................................
......4
1.1 Latar
belakang...............................................................................................................................5
1.2 Tujuan.....................................................................................................................................
...........5
BAB II ISI
2.1 pengertian Candi
Borobudur .........................................................................................................6
2.2 maksud dan tujuan dibangunnya Candi Borobudur............................................................6
2.3 Sejarah Candi
Borobudur.................................................................................................................7
2.4 Letak Candi
Borobudur...................................................................................................................19
2.5 Fasilitas Candi
Borobudur..............................................................................................................19
2.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi kerusakkan pada Candi Borobudur.................22
2.7 Cara Merawat Dan Melestarikan Candi
Borobudur............................................................23
2.8 Pengelola Candi
Borobudur.........................................................................................................24
2.9 Penyesuaian
Tiket.............................................................................................................................25
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................
...........27
3.2 Saran..................................................................................................................................
.............27
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................................................
.28
LAMPIRAN.................................................................................................................................
..................29
BAB I
Pendahuluan
Candi Borobudur merupakan salah satu aset budaya Indonesia. Candi Borobudur juga
merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia. pertama diperkenalkan kepada anak-anak,
dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar (SD) sebagai
bangunan peninggalan kerajaan Buddha di Indonesia. Pengetahuan yang diberikan sebatas
pada tahun pembangunan, raja yang memimpin dan membangun, serta nama tingkatan pada
candi. Candi Borobudur, sampai saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia, baik dari
segi kepariwisataan, arkeologi dan pengetahuan. Selain Candi Borobudur, disini juga terdapat
dua Candi lainnya, yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon sebagai Tri Tunggal Candi.
Candi Borobudur dipercaya sebagai perwujudan dari kitab suci yang berisi cerita-
cerita tentang dewa, kehidupan manusia, hewan, dan perwujudan ‘Boddhisatva’ yang
diarahkan sebagai monumen atas intisari kehidupan dari dasar hingga puncak bangunan.
Kemegahan Candi Borobudur menjadikannya salah satu tujuan wisata para turis lokal
maupun internasional sehingga menjadi aset kebanggaan Indonesia. Bersama dengan situs
manusia purba Sangiran dan Candi Prambanan, Candi Borobudur menjadi situs warisan dunia
UNESCO dari Indonesia yang dikategorikan dalam World Heritage of Culture yang harus
dilestarikan
Bagi para peziarah yang ingin mencapai tingkat Bodhisatwa, terlebih dahulu datang
ke Mendut untuk menyampaikan penghormatan kepada Budha. Kemudian ke Candi Pawon
yang jaraknya kurang lebih 2km sebagai peristirahatan untuk mensucikan diri sebelum
menginjak Borobudur, untuk menyatakan sembahyang dan doa untuk mencapai tingkat
kebudhaan dan pembebasan mutlak dan abadi.
Tiga serangkai Candi Mendut, Pawon dan Borobudur tersebut terbujur pada satu garis
lurus, merupakan kesatuan perlambang.
BAB II ISI
2.1 Pengertian Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah candi budha terbesar didunia. Candi ini merupakan salah satu
keajaiban dunia yang merupakan salah satu icon kebanggan Indonesia. Bangunan candi
memiliki wujud triangga yaitu kepala, badan dan kaki. Masing-masing bagian ini memiliki
arti secara simbolis yaitu :
1. Kepala melambangkan alam atas, yang merupakan alam para dewa;
2. Badanmelambangkan alam antara yang mempunyai makna sebagai tempat manusiayang
telah meninggalkan tempat suci; dan
3. Kaki yang melambangkan alam bawah yaitu tempat manusia biasa.
Beberapa peninggalan bersejarah tersebut adalah Candi Prambanan dari kerajaan Hindu dan
Candi Borobudur dari kerajaan Buddha. Kegunaan candi adalah sebagai tempat pemujaan
dewa oleh agama Hindu atau Buddha dan tempat disemayamkannya raja atau pemuka agama.
Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 sebelum masehi atau abad ke 9 . Borobudur
dibangun oleh pengikut Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Dinasti Dinasti. Candi
ini dibangun pada masa kejayaan dinasti dinasti. Pendiri Candi Borobudur, Raja
Samaratungga dari atau dinasti dinasti dinasti. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar 824
AD dan selesai sekitar 900 Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani putri
Samaratungga. Sementara arsitek yang membantu membangun candi ini untuk cerita turun-
temurun bernama Gunadharma.
Beberapa Penafsiran Nama Borobudur
Dari beberapa literarur yang ada, dapat disebutkan berbagai pendapat yang berbeda dari
para ahli, antara lain:
Naskah dari tahun 1365 M yaitu kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca,
menyebutkan kata “Budur” untuk sebuah bangunan Agama Budha dari aliran Wajradha.
Kemungkinan yang ada nama “Budur” tersebut tidak lain adalah Candi Borobudur. Karena
tidak ada keterangan lain kiranya tak dapat diambilsuatu kesimpulan.
Penafsiran tentang Borobudur juga telah dilakukan oleh Raffles berdasarkan keterangan
dari masyarakat luas yang menafsirkan bahwa:
Budur merupakan bentuk lain dari “Budo” yang dalam bahasa Jawa berarti Kuno.Tetapi bila
dikaitkan dengan Borobudur berarti “Boro jaman Kuno” jelas tidak mengandung suatu
pengertian yang dapat dikaitkan dengan Candi Borobudur.Budha.Dengan demikian
Borobudur berarti Sang Budha yang Agung.
Namun kerana “Bhara” dalam bahasa Jawa Kuno dapat diartikan banyak,maka Borobudur
dapat juga berarti “Budha yang Banyak”.
Jika dikaji secara teliti,maka keterangan yang dikemukakan oleh Raffles memang tidak ada
yang memuaskan.”Boro jaman Kuno” kurang mengena. ”Sang Budha yang Agung” maupun
“Budha yang banyak”.Kurang mencapai sasaran.Perubahan kata “Budha menjadi Budur”
misalnya perubahan demikian tidak dapat diterangkan dari segi ilmu bahasa,karena sukar
dapat diterima.(Soekmono, 1981)
c) Poerbatjaraka
Menurut Beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur berati “Biara
Budur”.Penafsiran ini memang sangat menarik karena mendekati kebenaran berdasarkan
bukti-bukti yang ada.
Penyelidikan dan penggalian yang dilakukan tahun 1952 di halaman sebelah barat laut
bangunan Candi Borobudur telah berhasil menemukan fondasi batu-batu dan genta perunggu
berukuran besar.Penemuan fondasi batu-batu dan genta ini memperkuat dugaan yaitu
merupakan sisa-sisa dari sebuah biara.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan Kitab Negara Kertagama mengenai “Budur”
maka besar kemungkinan penafsiran Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.Namun demikian
masih merupakan suatu pertanyaan mengapa Biara dalam hal ini penamaan menggantikan
Candinya,padahal Candi jauh lebih penting dari biaranya.
d) De Casparis
e) Drs. Soediman
Didalam bukunya “Borobudur salah satu keajaiban Dunia”, menyebutkan bahwa arti
nama Borobudur sampai sekarang masih belum jelas.Dijelaskan pula bahwa Borobudur
berasal dari dua kata yaitu “Bara” dan “Budur”. Bara berasal dari bahasa sansekerta
“Vihara”yang berarti kompleks Candi dan “Bihara”yang berati asrama.”Budur” dalam bahasa
Bali Beduhur yang artinya diatas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau Vihara dan
kelompok Candi yang terletak diatas tanah yang tinggi atau bukit.
Penemuan Kembali
Borobudur yang menjadi keajaiban dunia menjulang tinggidi antara dataran rendah yang
ada di daerah sekelilingnya. Tidak akan pernah mamasuk akal mereka melihat karya seni
terbesar yang merupakan hasil karya sangat mengagumkan dan tidak lebih masuk akal lagi
bila di katakan Candi Borobudur pernah mengalami kerusakan.
Memang demikian keadaannya Candi Borobudur terlupakan selama tenggang waktu yang
cukup lama bahkan sampai berabad – abad bangunan yang begitu megahnya di hadapkan
pada proses kehancuran. Kira – kira hanya 150 tahun Candi Borobudur di gunakan sebagai
pusat Ziarah, waktu yang singkat di bandingkan dengan usianya ketika pekerja menghiasi
atau membangun bukit alam Candi Borobudur dengan batu – batu di bawah pemerintahan
yang sangat terkenal yaitu SAMARATUNGGA, sekitar tahun 800 – an dengan berakhirnya
kerajaan Mataram tahu 930 M pusat kehidupan dan kebudayaan jawa bergeser ke Timur.
Demikian karena terbengkalai tak terurus maka lama – lama di sana – sini tumbuh macam –
macam tumbuhan liar yang lama kelamaan menjadi rimbun dan menutupi bangunannya. Pada
kira – kira abad ke – 10 Candi Borobudur terbengkalai dan terlupakan. Baru pada tahun 1814
M berkat usaha Sir Thomas Stamford Rafles Candi Borobudur muncul dari kegelapan masa
silam. Rafles adalah Letnan Gubernur Jendral Inggris, ketika Indonesia di kuasai / di jajah
Inggris pada tahun 1811 M – 1816 M. Pada tahun 1835 M seluruh candi di bebaskan dari apa
yang menjadi penghalang pemandangan oleh Presiden kedua yang bernama Hartman, karen
begitu tertariknya terhadap Candi Borobudur sehingga ia mengusahakan pembersihan lebih
lanjut, puing –puing yang masih menutupi candi di sigkirkan dan tanah yang menutupi lorong
– lorong dari bangunan candi di singkirkan semua shingga candi lebih baik di bandingkan
sebelumnya.
A. Penyelamatan I
Semenjak Candi Borobudur di temukan dimulailah usaha perbaikan dan pemugaran
kembali bangunan Candi Borobudur mula – mula hanya dilakukan secara kecil – kecilan
serta pembuatan gambar – gambar dan photo – photo reliefnya. Pemugaran Candi Borobudur
yang pertam kali di adakan pada tahun 1907 M – 1911 M di bawah pimpinan Th Van erf
dengan maksudnya adalah untuk menghindari kerusakan – kerusakan yang lebih besar lagi
dari bangunan Candi Borobudur walaupun banyak bagian tembok atau dinding – dinding
terutam tingkat tiga dari bawah sebelah Barat Laut, Utara dan Timur Laut yang masih tampak
miring dan sangat mengkhawatirkan bagi para pengunjungmaupun bangunannya sendiri
namun pekerjaan Van Erp tersebut untuk sementara Candi Borobudur dapat dsi selamatkan
dari kerusakan yang lebih besar. Mengenai gapura – gapura hanya beberapa saja yang telah di
kerjakan masa itu telah mengembalikan kejayaan masa silam, namun juga perlu di sadari
bahwa tahun – tahun yang di lalui borobudur selama tersembunyi di semak – semak secara
tidak langsung telah menutupi adan melindungi dari cuaca buruk yang mungkin dapat
merusak bangunan Candi Borobudur, Van Erp berpendapat miring dan meleseknya dinding –
dinding dari bangunan itu tidak sangat membahayakan bangunan itu, Pendapat itu sampai 50
tahun kemudian memang tidak salah akan tetapi sejak tahun 1960 M pendapat Tn Vanerf itu
mulai di ragukan dan di khawatirkan akan ada kerusakan yang lebih parah.
B. Pemugaran Candi Borobudur
Pemugaran Candi Borobudur di mulai tanggal 10 Agustus 1973 prasati dimulainya
pekerjaan pemugaran Candi Borobudur terletak di sebelah Barat Laut Menghadap ke timur
karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang diantaranya ada tenaga – tenaga muda
lulusan SMA dan SIM bangunan yang memang diberikan pendidikan khususnya mengenai
teori dan praktek dalam bidang Chemika Arkeologi ( CA ) dan Teknologi Arkeologi ( TA ).
Teknologi Arkeologi bertugas membongkar dan memasang batu - batu Candi Borobudur
sedangkan Chemika Arkeologi bertugas membersihkan serta memperbaiki batu – batu yang
sudah retak dan pecah, pekerjaan – pekerjan di atas bersifat arkeologi semua di tangani oleh
badan pemugaran Candi Borobudur, sedangkan pekerjaan yang bersifat teknis seperti
penyediaan transportasi pengadaaan bahan – bahan bangunan di tangani oleh kontraktor (PT
NIDYA KARYA dan THE CONTRUCTION AND DEVELOPMENT CORPORATION OF
THE FILIPINE). Bagian – bagian Candi Borobudur yang di pugar ialah bagian Rupadhatu
yaitu tempat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar sedangkan kaki Candi
Borobudur serta teras I, II, III dan stupa induk ikut di pugar pemugaran selesai pada tanggal
23 Februari 1983 M di bawah pimpinan DR Soekmono dengan di tandai sebuah batu prasati
seberat + 20 Ton. Prasasti peresmian selesainya pemugaran berada di halaman barat dengan
batu yang sangat besar di buatkan dengan dua bagian satu menghadap ke utara satu lagi
menghadap ke timur penulisan dalam prasasti tersebut di tangani langsung oleh tenaga yang
ahli dan terampil dari Yogyakarta yang bekerja pada proyek pemugaran Candi Borobudur.
Di dalam bangunan Budha terdapat patung – patung Budha berjumlah 504 buah diantaranya
sebagai berikut:
Patung Budha yang terdapat pada relung – relung : 432 Buah Sedangkan pada teras – teras I,
II, III berjumlah : 72 Buah. Jumlah : 504 Buah
Agar lebih jelas susunan – susunan patung Budha pada Budha sebagai berikut:
i. Langkah I Teradapat : 104 Patung Budha
ii. Langkah II Terdapat : 104 Patung Budha
iii. Langkah III Terdapat : 88 Patung Budha
iv. Langkah IV Terdapat : 22 Patung Budha
v. Langkah V Terdapat : 64 Patung Budha
vi. Teras Bundar I Terdapat : 32 Patung Budha
vii. Teras Bundar II Terdapat : 24 Patung Budha
viii. Teras Bundar III Terdapat : 16 Patung Budha
Jumlah : 504 Patung Budha
Sekilas patung Budha itu tampak serupa semuanya namun sesunguhnya ada juga
perbedaannya perbedaan yang sangat jelas dan juga yang membedakan satu sama lainya
adalah dalam sikap tangannyayang di sebut Mudra dan merupakan ciri khas untuk setiap
patung sikap tangan patung Budha di Candi Borobudur ada 6 macam hanya saja karena
macam oleh karena macam mudra yang di miliki menghadap semua arah (Timur Selatan
Barat dan Utara) pada bagian rupadhatu langkah V maupun pada bagian arupadhatu pada
umumnya menggambarkan maksud yang sama maka jumlah mudra yang pokok ada 5 kelima
mudra it adalah Bhumispara – Mudra Wara – Mudra, Dhayana – Mudra, Abhaya – Mudra,
Dharma Cakra – Mudra.
c. Patung Singa
Pada Candi Borobudur selain patung Budha juga terdapat patung singa jumlah patung
singa seharusnya tidak kurang dari 32 buah akan tetapi bila di hitung sekarang jumlahnya
berkurang karena berbagai sebab satu satunya patung singa besar berada pada halaman sisi
Barat yang juga menghadap ke barat seolah – olah sedang menjaga bangunan Candi
Borobudur yang megah dan anggun.
d. Stupa
Stupa Induk
Berukuran lebih besar dari stupa – stupa lainya dan terletak di tengah – tengah paling
atas yang merupakan mhkota dari seluruh monumen bangunan Candi Borobudur, garis
tengah Stupa induk + 9.90 M puncak yang tertinggi di sebut pinakel / Yasti Cikkara, terletak
di atas Padmaganda dan juga terletak di garis Harmika.
Stupa Berlubang / Terawang
Yang dimaksud stupa berlubang atau terawang ialah Stupa yang terdapat pada teras I,
II, III di mana di dalamnya terdapat patung Budha. Di Candi Borobudur jumlah stupa
berlubang seluruhnya 72 Buah, stupa – stupa tersebut berada pada tingkat Arupadhatu:
Teras I terdapat 32 Stupa
Teras II terdapat 24 Stupa
Teras III terdapat 16 Stupa
Jumlah 72 Stupa
Stupa kecil
Stupa kecil berbentuk hampir sama dengan stupa yang lainya hanya saja perbedaannya yang
menojol adalah ukurannya yang lebih kecil dari stupa yang lainya, seolah – olah menjadi
hiasan bangunan Candi Borobudur keberadaanstupa ini menempati relung – relung pada
langkah ke II saampai langkah ke V sedangkan pada langkah I berupa Keben dan sebagian
berupa Stupa kecil jumlah stupa kecil ada 1472 Buah.
e. Relief
Bagan Relief
a. Lalitawistara 120
dinding
b. jataka/awadana 120
Tingkat I
a. jataka/awadana 372
langkan
b. jataka/awadana 128
dinding Gandawyuha 88
Tingkat III
langkan Gandawyuha 88
dinding Gandawyuha 84
Tingkat IV
langkan Gandawyuha 72
Jumlah 1460
Relief Karmawibhangga bagian yang terlihat sekarang ini tidaklah sebagaimana bangunan
aslinya karena alasan teknis maupun yang lainya maka candi di buatkan batu tambahan
sebagai penutup. Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi
dinding batu yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga
adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan
baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap
pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut
tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman
yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara)
yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri
untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh
pengujung.
Relief Karmawibhanga yang terdapat pada bagian Kamadhatu berjumlah 160 buah pigura
yang secara jelas menggambarkan tentang hawa nafsu dan kenikmatan serta akibat perbuatan
dosa dan juga hukuman yang di terima tetapi ada juga perbuatan baik serta pahalanya. Yang
di perlihatkan pada relief – relief itu antara lain:
Gambaran mengenai mulut – mulut yang usil orang yang suka mabuk – mabukan
perbuatan – perbuatan lain yang mengakibatkan suatu dosa.
Perbuatan terpuji, gambaran mengenai orang yang suka menolong Ziarah ke tempat suci
bermurah hati kepada sesama dan lain – lain yang mengakibatkan orang mendapat
ketentraman hidup dan dapat pahala
Arca Buddha
Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur
terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta menampilkan
mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat
dari bahan batu andesit.
Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi
luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan
pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris keempat
72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di
tingkat Rupadhatu.Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha
diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama
terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya
total 72 stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak
(kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha
sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri).
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus
diantaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara,
Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur,
Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut
menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di
dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat.
Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna
simbolisnya tersendiri.
1. Bhumisparca Mudra
Letak: Arca ini menghadap timur dan menjadi tanda khusus bagi Dhyani
Buddha Aksobhya sebagai penguasa Timur.
Makna: Sikap tangan sedang menghadap kebawah, tangan kiri terbuka dan
menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut kanan dengan jari-
jari menunjuk kebawah. Melambangkan saat sang Buddha memanggil Dewi Bumi sebagai
saksi ketika dia menangkis serangan iblis Mara.
2. Wara Mudra
Letak: Mudra ini dapat dikenali Dhyani Buddha Ratna Sambawa yang bertahta di
Selatan. Arca ini menghadap selatan.
Makna: Telapak tangan yang kanan menghadap keatas sedangkan jari-jarinya terletak
di lutut kanan. Mudra ini melambangkan pemberian amal.
3. Dyhana Mudra
Letak: Arca ini menghadap ke Barat dan merupakan tanda khusus
bagiDhyani Buddha Amitabha yang menjadi penguasa daerah Barat.
Makna: Mudra ini menggambarkan sikap semedi, kedua tangan diletakkan di
pangkuan, yang kanan diatas yang kiri dengan telapaknya menengadah dan kedua jempolnya
saling bertemu.
4. Abhaya Mudra
Letak : Arca ini menghadap ke Utara Langkan dan merupakan tanda khusus
bagi Dhyani Buddha Amogasidha yang berkuasa di Utara.
Makna: Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, tangan kanan diangkat
sedikit diatas lutut kanan dengan telapak menghadap muka. Mudra ini menggambarkan sikap
tangan sedang menenangkan dan menyatakan ketidak gentaran.
5. Witarka Mudra
Letak: Mudra ini menjadi ciri khas bagi Dhyani Buddha Waroicana.Arca ini terdapat
di tengah, pada tingkat Rupadhatu di pagar langkan baris kelima (teratas).
Makna: Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan
diangkat sedikit diatas lutut kanan dengan telapak menghadap muka, jaritelunjuk dan ibu jari
bersatu. Mudra ini menggambarkan akal budi.
6. Dharmacakra Mudra
Letak: Mudra ini menjadi ciri khas bagi Dhyani Buddha Waroicana yang daerah
kekuasaannya terletak di pusat.
Makna: Kedua tangan diangkat sampai ke depan dada, yang kiri dibawah yang kanan.
Tangan kiri menghadap ke atas dengan jari manisnya, serupa dengan gerakan memutar
roda. Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma.
Candi Borobudur didirikan pada sebuah bukit pada ketinggian ± 15m di atas dataran di
sekitarnya.
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,
Propinsi Jawa Tengah, Negara Indonesia, ± 41 km dari Yogyakarta. ±80km dari Kota
Semarang, Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah. Candi borobudur juga dikelilingi oleh
pegunungan Menoreh di sisi Selatan, Gunung Merapi (2411m) dan Gunung Merbabu
(3142m) di sisi Timur, serta Gunung Sumbing (2271m) dan Gunung Sindoro (3135m) di sisi
Barat Laut. Disebelah Timur Candi Borobudur juga terdapat Sungai Progo dan Sungai Elo.
5. Sepeda
Dengan Menaiki sepeda, pengunjung semakin mudah eksplorasi kawasan Taman
Wisata Candi dengan lebih leluasa dan menyenangkan, sambil menghirup segarnya udara di
sekitar taman.
b) Fasilitas Lahan
1. Lahan Lumbini
Lokasi : Sebelah timur laut Candi Borobudur
Ukuran : 70m x 65m :4.550m2 (posisi rata dan datar)
2. Lahan Marga Utama
Lokasi : Sebelah timur Candi Borobudur
Ukuran : 40m x 50m : 2.000m2 (posisi rata dan datar)
3. Lahan Bermain Anak – Anak
o Lokasi : Sebelah barat Candi Borobudur
o Ukuran : 38m x 112m : 4.256m2 (posisi rata dan mendatar)
4. Lahan Bukit Dagi
Lokasi :Sebelah utara Candi Borobudur
Ukuran :Radius 160 m,luas 80.384m2
5. Lahan Samudraraksa
Lokasi :Sebelah barat galery Museun Borobudur/sebelah
utara Galery Museum Samuderaraksa
Ukuran :90m x 45m = 4.050m2
6. LAHAN KARMAWIBANGGA
Lokasi :Sebelah utara Candi Borobudur/depan galery Museum Borobudur
Ukuran :60m x 60m = 3.600m2
7. LAHAN PADMA
Lokasi :Sebelah Timur Laut Candi Borobudur/sebelah Utara Lahan Lumbini
Ukuran : 50m x 40m = 2.000m2
Note: Fasilitas Lahan termasuk Parkir, Toilet, Penerangan Lingkungan, Listrik Max
5.000 Watt, Keamanan Intern, Kebersihan
Berdasarkan hasil penelitian metode pembersihan lumut dengan pemanasan lebih efektif
dibandingkan dengan pembersihan secara mekanis, tetapi metode pembersihan dengan
pemanasan ini kurang aman untuk digunakan pada benda cagar budaya karena adanya kontak
langsung antara permukaan benda dengan api. Dari pengamatan mikroskopis terlihat adanya
perubahan pada permukaan batu yang terjadi setelah dilakukan proses pemanasan.
Yang terakhir adalah cara perawatan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh manusia. Cara
pencegahan dari pengambilan dan perusakan batu candi adalah dengan memberikan
peringatan kepada setiap pengunjung candi Borobudur agar tidak merusak candi. Jika setiap
pengunjung sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga warisan leluhur, tentunya
tidak akan terjadi masalah. Namun untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, maka
diadakan pemeriksaan barang-barang yang dibawa oleh setiap pengunjung, baik pada pintu
masuk maupun pintu keluar kompleks candi. Bila ada pengunjung yang melanggar peringatan
tersebut, tentunya akan dikenakan sangsi yang setimpal.
Untuk melestarikan candi Borobudur, baik bangunan itu sendiri maupun budaya dan nama
besarnya tentunya diperlukan bantuan dari berbagai pihak, termasuk diri kita sendiri. Dengan
memperkenalkan candi Borobudur di mata internasional kita turut melestarikan kebudayaan
bangsa Indonesia dan ikut mengharumkan nama candi Borobudur. Dengan terkenalnya Candi
Borobudur ke seluruh dunia, maka kebanggaan kita sebagai warga Negara Indonesia pun ikut
terangkat.
Selama ini pengelolaan dinilai masih parsial. Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan mengatakan pengelolaan secara gotong royong
mulai dari pusat hingga daerah itu ada aturannya. Tapi dalam pelaksanaannya belum berjalan
sesuai harapan.
“Aturan memang harus begitu, tapi aturan ini kita bumikan dan lebih operasional dan
diterima oleh semua pihak,” katanya seusai menghadiri peluncuran dan bedah buku dalam
rangka memperingati 200 tahun penemuan Candi Borobudur di Borobudur kemarin. Buku
tersebut merupakan trilogi dengan judul besar 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur.
Adapun masing-masing buku diberi judul, yakni Menyelamatkan Kembali Candi Borobudur,
Dekonstruksi dan Rekonstruksi Candi Borobudur, serta Candi Borobudur dalam Multiaspek.
Buku-buku tersebut diterbitkan oleh Balai Konservasi Borobudur dalam rangkaian peringatan
200 tahun penemuan kembali Candi Borobudur.
Kacung menilai pengelolaan Candi Borobudur selama ini masih parsial. Salah satu buktinya
pembagian zona pengelolaan, misalnya zona I dikelola oleh Kemendikbud; zona 2 oleh PT
Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT TWCBPRB); serta zona III
oleh pemerintah daerah.
“Kita mau bentuk semacam badan pengelola untuk mengelola kawasan cagar budaya secara
keseluruhan, yang itu akan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan kabupaten.
Ada badan usaha di sini PT Taman dan masyarakat nanti kita libatkan,” ucapnya.
Kacung telah bertemu dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Bupati Magelang Zaenal
Arifin terkait dengan rencana pengelolaan cagar budaya Candi Borobudur tersebut pada masa
mendatang. Komunikasi pihaknya dengan PT TWCBPRB juga terus dijalin secara intensif
selama ini untuk pengembangan pengelolaan Candi Borobudur pada masa mendatang.
“Supaya konservasi di Borobudur terjaga secara baik, tetapi pengembangan dan pemanfaatan
lebih baik lagi karena kalau hanya misalnya parsial saja, itu bisa mengganggu konservasi,
tapi ini juga untuk manfaat bagi masyarakat,” paparnya. Sebelumnya, Kepala Balai
Konservasi Borobudur (BKB) Marsis Sutopo mendorong masyarakat bisa ikut bersamasama
menjaga kelestarian atas Candi Borobudur.
“Bagaimana ke depan terus kita lestarikan sebaik-baiknya, bisa kita berikan kepada generasi
bangsa ke depan, kepada anak cucu kita, dan bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat sekitar,” tandasnya.
"Tidak semua turis Indonesia miskin dan tidak semua turis asing yang datang kaya," kata
Komisaris Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, Darmono,
saat Business Gathering bertema Revitalisasi Borobudur sebagai Tujuan Wisata Tingkat
Dunia di Bellagio Boutique Mall Mega Kuningan, Jakarta, Selasa 11 Februari 2009.
Kesenjangan harga tiket masuk antara wisatawan domestik dan mancanegara, menurut
Darmono, harus segera diperbarui sehingga ada keadilan. Sekarang setiap wisatawan
domestik dikenakan tiket masuk Rp 10.000 per orang, sedangkan tiket wisatawan
mancanegara ke Borobudur US$ 12 per orang.
Perubahan bertahap yang sudah dimulai tahun ini adalah membedakan tiket masuk untuk
kalangan tertentu. Darmono menyontohkan tiket masuk yang berlaku untuk rombongan siswa,
baik domestik maupun mancanegara, lebih murah. Sedangkan tiket kunjungan wisata bagi
kalangan tertentu harga tiketnya lebih mahal.
"Tetapi kita beri benefit lain seperti tambahan sarung atau kebaya khas daerah sehingga
bermanfaat memajukan ekonomi setempat," ujar Darmono.
Penyeragaman harga tiket berdasarkan tingkatan, selain lebih adil bagi wisatawan domestik
maupun mancanegara, menurut Darmono, berpotensi mendatangkan pendapatan yang lebih
besar.
Pendapatan PT Taman Wisata Borobudur tahun lalu dari hasil penjualan tiket mencapai Rp
60 miliar dengan jumlah pengunjung Borobudur mencapai tiga juta orang dan 200.000 orang
di antaranya wisatawan mancanegara. Menurut Darmono, agen perjalanan akan berpengaruh
besar terhadap perubahan ini sekaligus sebagai media promosi daerah pariwisata di dalam
dan luar negeri.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Borobudur harus dirawat, dan dilesrarikan. Supaya generasi generasi yang akan datang dapat
mengetagui dan mengenal apa itu Candi Borobudur.
3.2 Saran
I. Kita sebagai generasi muda harus menjadi generasi penerus bangsa, dengan cara giat
belajar dan berlatih supaya menjadi siswa – siswi yang terampil dan bertaqwa
II. Kita sebagai warga negara harus menjaga dan melestarikan budaya bangsa dengan
memelihara tempat – tempat bersejarah sebagai peninggalan nenek moyang kita.
III. Kami para penulis makalah ini berharap dengan berkembangnya kebudayaan barat di
harapkan pada rekan – rekan generasi muda mampu memilih dan meniliai budaya yang
masuk dan berusaha mempertahankan kebudayaan bangsa sendiri.
IV. Sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik turut berperan serta dalam merawat
candi Borobudur. Langkah awal adalah dengan tidak meusak bagian-bagian candi Borobudur.
Langkah selanjutnya adalah dengan memperkenalkan candi Borobudur kepada masyarakat
luas agar candi Borobudur dikenal luas, di Indonesia maupun di Dunia
DAFTAR PUSTAKA
http://www.anakciremai.com/2008/05/makalah-sejarah-tentang-candi-borobudur.html
http://wahyupego.blogspot.com/2012/10/perawatan-dan-pelestarian-candi.html
http://devitaaristia.blogspot.com/2013/05/contoh-laoran-study-tour-ke-candi.html
Madhori. 2008. Borobudur Sepanjang Masa. Yogyakarta: Media Cipta Pustaka.
Samidi. 1975. Penelitian Pendahuluan Pemberantasan Lumut Pada Batuan Candi
Borobudur. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
MoerTjipto, Drs Borobudur, Pawon Dan Mendut, Kanisus Yogyakarta 1993
Soediman, Drs Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia Gramedia Yogyakarta, 1980
LAMPIRAN
Diposting oleh Rena Melina di 21.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
http://renamelinac25tugas.blogspot.co.id/2015/06/makalah-candi-borobudur.html
PEMBAHASAN
A. Candi Borobudur warisan Leluhur Bangsa
Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang,
Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno,
keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan
Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur
berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di
atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras
(budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di
tempat tinggi.
Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang
oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur
diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi,
disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710)
ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang
tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758,
tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro,
yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.
Nama Borobudur
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya
Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan
Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata
Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini
dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara
di atas sebuah bukit. Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang
menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara,
atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan
Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat
pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu
terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-
artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles
maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh
Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena
dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik
bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti
dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-
ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa
tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa
Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan
mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni
tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan
pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya
membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan
bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi
Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu
jalur.
Kondisi Budaya
Candi Borobudur merupakan hasil kebudayaaan indonesia yang sangat berharga dan
menujukan adanya nilai yang sangat tinggi yang dapat dilihat dari seni bangunan, seni rupa,
yang terdiri dari seni lukis, termasuk relief, seni patung, dan seni kerajinan. Dilihat dari segi
sosial Candi Borobudur ini dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi bagi masyarakat
sekitarnya menjadikan Candi Borobudur sebagai objek wisata budaya membawa dampak
positif terhadap bangunan dan situsnya, perlindungan dan pelestarian sumber daya budaya ini
semakin diperhatikan. Pemintakatan (zonasi) yang dilakukan di situs Candi Borobudur
merupakan salah satu upaya untuk melindungi Candi Borobudur dari kerusakan baik yang
disebabkan oleh faktor manusia dan binatang maupun fatktor alam.
Dampak ekonomi dalam konteks penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas baru untuk
memperoleh penghasilan atau sarana untuk bertahan hidup, yang muncul sebagai akibat
adanya perubahan pemanfaatan Candi Borobudur setelah dilaksanakannya pemugaran.
Aktivitas untuk memperoleh penghasilan ini dapat berupa pola-pola baru, misalnya
tukar-menukar barang ataupun jasa seperti munculnya rumah-rumah makan, hotel, pengasong,
dan industri kerajinan. Jika ada dampak ekonomi positif seperti dikemukaan di atas, tentu
saja ada juga dampak negtifnya. Dampak negatif terjadi pada beberapa orang yang tanahnya
harus dibebaskan untuk pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur. Sebagian dari
mereka ada yang dapat ditampung sebagai karyawan taman wisata tersebut, sebagian lagi
mendapat prioritas untuk memperoleh tempat berjualan atau membuka usaha di sekitar taman
wisata, sedangkan sebagian yang lain hanya memperoleh ganti rugi. Mereka yang termasuk
dalam kategori terakhir inilah yang tampak memperoleh dampak negatif.
Ada tiga macam dampak pariwisata terhadap masyarakat di sekitar Candi Borobudur yang
diteliti, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya. Dari tiga macam dampak tersebut, dampak
ekonomi merupakan dampak yang relatif paling mudah untuk diketahui.
a) Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi dalam konteks penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas baru untuk
memperoleh penghasilan atau sarana untuk bertahan hidup, yang muncul sebagai akibat
adanya perubahan pemanfaatan Candi Borobudur setelah dilaksanakannya pemugaran.
Aktivitas untuk memperoleh penghasilan ini dapat berupa pola-pola baru, misalnya tukar-
menukar barang ataupun jasa seperti munculnya rumah-rumah makan, hotel, pengasong, dan
industri kerajinan.
Jika ada dampak ekonomi positif seperti dikemukaan di atas, tentu saja ada juga dampak
negtifnya. Dampak negatif terjadi pada beberapa orang yang tanahnya harus dibebaskan
untuk pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur. Sebagian dari mereka ada yang dapat
ditampung sebagai karyawan taman wisata tersebut, sebagian lagi mendapat prioritas untuk
memperoleh tempat berjualan atau membuka usaha di sekitar taman wisata, sedangkan
sebagian yang lain hanya memperoleh ganti rugi. Mereka yang termasuk dalam kategori
terakhir inilah yang tampak memperoleh dampak negatif.
b) Dampak Sosial
Berbeda dengan dampak ekonomi yang tampak begitu jelas, dampak sosial
pemanfaatan Candi Borobudur tidak begitu mudah dipaparkan. Jika aspek sosial dari dampak
didefinisikan sebagai aspek relasi-relasi sosial dan pola-pola perilaku dari warga masyarakat,
maka dampak sosial ini dapat diketahui dengan memperhatikan data tentang relasi-relasi dan
pola-pola perilaku tersebut.
Dampak sosial negatif pemanfaatan Candi Borobudur untuk pariwisata tidak begitu
tampak di desa tempat penelitian. Dampak sosial negatif justru paling jelas terlihat di
kawasan Taman Wisata Candi Borobudur sendiri. Kehadiran ratusan pengasong dan penjual
jasa ini tidak hanya mempunyai kemungkinan merusak bagian taman dan membahayakan
kelestarian Candi Borobudur itu sendiri, bahkan juga merusak citra pariwisata Indonesia
khususnya di Borobudur.
c) Dampak Budaya
Perubahan bidang kesenian belum sepenuhnya dapat dikatakan ada kaitannya dengan
pemanfaatan Candi Borobudur sebagai objek pariwisata. Untuk jenis kesenian tertentu yang
muncul setelah pemugaran, dapat terlihat jelas kaitannya dengan pemanfaatan candi dan
meningkatnya kegiatan pariwisata di Desa Borobudur. Misalnya kesenian kroncong, cokekan,
slawatan/rebana, dan kesenian dayak.
Daftar Pustaka
http:///F:/I%20LOVE%20HINDU%20%20Candi%20Borobudur.htm
http://ariesaksono.wordpress.com/2008/01/12/candi-borobudur/
http://ekha-bodo.blogspot.com/2012/08/candi-borobudur.html
http:///F:/Informasi%20Wisata%20dan%20Budaya%20%20Minimalisasi%20Dampak%20Ne
gatif%20Pemanfaatan%20Candi%20Borobudur%20Sebagai%20Objek%20Wisata.htm
http:///F:/CANDI%20BOROBUDUR%20warisan%20luhur%20bangsa%20_%20arie%20sak
sono.htm
http://kjiansosiologi.blogspot.co.id/2015/08/candi-borobudur-ditinjau-dari.html
Borobudur
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Dalam
etnis Tionghoa, candi ini disebut juga 婆羅浮屠 (Hanyu Pinyin: pó luó fú tú) dalam bahasa
Mandarin.
Nama Borobudur
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa
nama ini kemu
Struktur Borobudur
Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak, dengan enam pelataran
berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama
sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua pelatarannya beberapa stupa.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai
oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang
diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur
tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan
itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri
dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung
Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai
berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas
dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-
patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang
terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar
ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished
Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih
lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan
kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam
proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di
halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung
singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja
Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada
tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding
mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan
melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa
ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari
bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah
Indonesia.
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu
seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
Relief
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai
arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kunayang berasal dari bahasa
Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya,
antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi
timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu
gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya
(utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-
sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah
sebagai berikut.
Bagan Relief
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang
terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan
cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai
korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela
manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia danpahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam
lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha
rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan
merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita,
dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini
berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27
pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan,
baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan
terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya
Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang
berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran
Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan
dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta.
Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa
dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik
merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan
Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam
kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau
seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama,
artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling
terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya
penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang
berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang
Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab
suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
Diposting oleh TOGETHER di 06.03
http://sejarahdangeo.blogspot.co.id/2011/09/borobudur.html
Borobudur
Untuk artikel tentang kecamatan dengan nama sama, lihat Borobudur, Magelang.
Borobudur
Informasi umum
Negara Indonesia
Klien Sailendra
Detail teknis
Arsitek Gunadharma
Borobudur
Kriteria i, ii, vi
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Candi ini berlokasi di kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar abad ke-8 masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur
adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,H[1][2] sekaligus salah satu monumen Buddha
terbesar di dunia.[3]
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat
504 arca Buddha.[4] Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di
dunia.[3] Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini,
dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca
buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat
manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran
Buddha.[5] Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan
berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan
berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu
adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah
tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan
tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada
dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya
pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[6] Dunia
mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek
pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik
Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan
Dunia.[3]
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata
tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.[7][8][9]
Daftar isi
[sembunyikan]
1Nama Borobudur
2Lingkungan sekitar
o 2.1Tiga candi serangkai
o 2.2Danau purba
3Sejarah
o 3.1Pembangunan
3.1.1Tahapan pembangunan Borobudur
o 3.2Borobudur diterlantarkan
o 3.3Penemuan kembali
o 3.4Pemugaran
o 3.5Peristiwa kontemporer
o 3.6Rehabilitasi
4Arsitektur
o 4.1Konsep rancang bangun
o 4.2Struktur bangunan
5Relief
6Arca Buddha
7Warisan
8Ikhtisar waktu proses pemugaran Candi Borobudur
9Transportasi ke Candi Borobudur
10Galeri
o 10.1Galeri relief
o 10.2Galeri Borobudur
11Referensi
12Lihat pula
13Daftar pustaka
14Pranala luar
Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci
ini sempat terlupakan.
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga
digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal
dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan
pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas,[10] meskipun memang nama
asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui.[10] Nama Borobudur pertama kali
ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles.[11] Raffles menulis
mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang
menyebutkan nama yang sama persis.[10] Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi
petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur
adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.[12]
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam
tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro);
kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri.
Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam
bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog
lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.[13]
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa
nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung"
(bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat
beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para
Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa
nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari
kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa
Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau
mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah
sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Borobudur, Pawon, dan Mendut terbujur dalam satu garis lurus yang menunjukan kesatuan
perlambang
Terletak sekitar 40 kilometres (25 mi) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di
atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-
Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya
terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta
candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah
timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang
dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena
keindahan alam dan kesuburan tanahnya.[16]
Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini. Pada masa
penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi
Mendut dan Candi Pawon yang terbujur membentang dalam satu garis lurus.[17] Awalnya
diduga hanya suatu kebetulan, akan tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu
terdapat jalan berlapis batu yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang
menghubungkan ketiga candi ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu
dan berpagar dan mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga
memang ada kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-
Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam hiasnya dan memang berasal dari
periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya keterkaitan ritual antar ketiga candi ini.
Keterkaitan suci pasti ada, akan tetapi bagaimanakah proses ritual keagamaan ziarah
dilakukan, belum diketahui secara pasti.[12]
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan
purbakala lainnya, di antaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang
menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-
temuan purbakala di sekitar Borobudur kini disimpan di Museum
Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan
dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon
ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini
ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik
yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit
ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya arca-arca
Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Borobudur di tengah kehijauan alam dataran Kedu. Diduga dulu kawasan di sekeliling
Borobudur adalah danau purba.
Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas
bukit dengan ketinggian 265 m (869 ft) dari permukaan laut dan 15 m (49 ft) di atas dasar
danau purba yang telah mengering.[18] Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan
yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan dugaan bahwa
Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931, seorang seniman dan
pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran
Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan
bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau.[13] Bunga teratai baik dalam
bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat
ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha. seringkali digenggam
oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha
atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan
postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam
naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke
Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan
kelopak bunga teratai.[18] Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan
fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog. pada daratan di sekitar monumen ini
telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur
pada masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya.[21] Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara
jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim
digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun
sekitar tahun 800 masehi.[21] Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M,
masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah,[22] yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 -
100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan
raja Samaratungga pada tahun 825.[23][24]
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha
aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan
bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.[23]Pada kurun waktu itulah dibangun
berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada
tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan
suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km
(6,2 mi) sebelah timur dari Borobudur.[25] Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun
waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun
demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih
awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang
sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan
berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa
kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:
Borobudur tersembunyi dan telantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah
dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur
kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur
ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan
bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006,
Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah
serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang
menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat
mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.[6][18] Bangunan suci ini disebutkan
secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam
naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan
adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer
bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan
kepada Islam pada abad ke-15.[6]
Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari
sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan
dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18
menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut Babad Tanah
Jawi (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang
yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja Kesultanan Mataram pada
1709.[6] Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak
dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam Babad Mataram (Sejarah Kerajaan Mataram),
monumen ini dikaitkan dengan kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota Kesultanan
Yogyakarta yang mengunjungi monumen ini pada 1757.[30] Meskipun terdapat tabu yang
melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang dan
mengunjungi satria yang terpenjara di dalam kurungan (arca buddha yang terdapat di dalam
stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal
dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan
bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan
dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin
menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah
diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah
menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.
Foto pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) setelah monumen ini
dibersihkan dari tanaman yang tumbuh pada tubuh candi. Bendera Belanda tampak pada
stupa utama candi.
Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara
dengan chattra (payung) susun tiga.
Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda
bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G.
Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang
dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan
penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak
untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C.
Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen.
Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan,
dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.[31] Foto pertama
monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi Belanda, Isidore van Kinsbergen.[32]
Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama Borobudur telah
menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri, penjarah candi, dan kolektor
"pemburu artefak". Kepala arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena
mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan
dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di Borobudur banyak
ditemukan arca Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi incaran
kolektor benda antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur
artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya
dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang
marak di monumen.[32] Akibatnya, pemerintah menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog,
untuk menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan memperhitungkan kondisi aktual
kompleks ini; laporannya menyatakan bahwa kekhawatiran ini berlebihan dan menyarankan
agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.
Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cenderamata, arca dan ukirannya diburu
kolektor benda antik. Tindakan penjarahan situs bersejarah ini bahkan salah satunya direstui
Pemerintah Kolonial. Pada tahun 1896, Raja Thailand, Chulalongkorn ketika mengunjungi
Jawa di Hindia Belanda (kini Indonesia) menyatakan minatnya untuk memiliki beberapa
bagian dari Borobudur. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan menghadiahkan
delapan gerobak penuh arca dan bagian bangunan Borobudur. Artefak yang diboyong ke
Thailand antara lain; lima arca Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung
singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang, dan arca penjaga dwarapala yang
pernah berdiri di Bukit Dagi — beberapa ratus meter di barat laut Borobudur. Beberapa
artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini dipamerkan di Museum Nasional
Bangkok.[33]
Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat
Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi.[34] Foto-foto yang menampilkan
relief pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891.[35] Penemuan ini mendorong
pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil langkah menjaga kelestarian monumen ini.
Pada 1900, pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti
monumen ini: Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang
juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari
Departemen Pekerjaan Umum.
Penanaman beton dan pipa PVC untuk memperbaiki sistem drainase Borobudur pada
pemugaran tahun 1973
Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur
kepada pemerintah. Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan mengatur
kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain di
sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan memugar beberapa relung, gerbang,
stupa dan stupa utama. Kedua, memagari halaman candi, memelihara dan memperbaiki
sistem drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan
longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu
yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada saat itu
ditaksir sekitar 48.800 Gulden.
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan
dipimpin Theodor van Erp.[36] Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di
sekitar monumen untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp
membongkar dan membangun kembali tiga teras melingkar dan stupa di bagian puncak.
Dalam prosesnya Van Erp menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan
proposal lain yang disetujui dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp
melakukan rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung
batu susun tiga) yang memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur
telah pulih seperti pada masa kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi chattra hanya
menggunakan sedikit batu asli dan hanya rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar sendiri bagian chattra. Kini
mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga tersimpan di Museum
Karmawibhangga Borobudur.
Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada
membersihkan patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air.
Dalam 15 tahun, dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan.[36] Van
Erp menggunakan beton yang menyebabkan terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium
hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian bangunan dan merusak batu candi. Hal ini
menyebabkan masalah sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan.
Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan
perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan
permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi
melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk memulihkan Borobudur
dibuat.[37] Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan
menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982.[36] Fondasi
diperkukuh dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan
membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan
menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air ditambahkan.
Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan monumen dan menghabiskan
biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS.[38] Setelah renovasi, UNESCO memasukkan
Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991.[3] Borobudur masuk dalam
kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan
pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu
wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang
monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara langsung dan
jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau
dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna
universal yang luar biasa".[3]
Turis di Borobudur
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO,[37] Borobudur
kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan
purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari
suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa
pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi
Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari libur nasional di Indonesia[39] dan upacara
peringatan dipusatkan di tiga candi Buddha utama dengan ritual berjalan dari Candi Mendut
menuju Candi Pawon dan prosesi berakhir di Candi Borobudur.[40]
Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom.[41] Pada 1991
seorang penceramah muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali Al Habsyie,
dihukum penjara seumur hidup karena berperan sebagai otak serangkaian serangan bom pada
pertengahan dekade 1980-an, termasuk serangan atas Candi Borobudur.[42] Dua anggota
kelompok ekstrem sayap kanan djatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 1986 dan
seorang lainnya menerima hukuman 13 tahun penjara.
Monumen ini adalah objek wisata tunggal yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Pada
1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000 di antaranya adalah wisatawan mancanegara
telah mengunjungi monumen ini.[8] Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta
pengunjung setiap tahunnya (80% adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an,
sebelum Krisis finansial Asia 1997.[9] Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak
melibatkan masyarakat setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi.[8] Pada 2003,
penduduk dan wirausaha skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan dan protes
dengan pembacaan puisi, menolak rencana pemerintah provinsi yang berencana membangun
kompleks mal berlantai tiga yang disebut 'Java World'.[43] Upaya masyarakat setempat untuk
mendapatkan penghidupan dari sektor pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah
usaha kecil di sekitar Borobudur. Akan tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali
malah mengganggu kenyamanan pengunjung. Misalnya pedagang cenderamata asongan yang
mengganggu dengan bersikeras menjual dagangannya; meluasnya lapak-lapak pasar
cenderamata sehingga saat hendak keluar kompleks candi, pengunjung malah digiring
berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar cenderamata. Jika tidak tertata maka semua ini
membuat kompleks candi Borobudur semakin semrawut.
Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah.
Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan
tetapi Borobudur tetap utuh.[44]
Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak peradaban) digelar di
Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan
Kebudayaan, juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia
Tenggara, seperti Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah
pagelaran sendratari kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini
diciptakan dengan berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya,
menceritakan tentang sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari
Mahakarya Borobudur kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan
Waisak yang biasanya turut dihadiri Presiden Republik Indonesia.
Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober dan November 2010.
Debu vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang berjarak 28 kilometres (17 mi)
arah barat-barat daya dari kawah Merapi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan 2,5
sentimetres (1 in)[46] menutupi bangunan candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga
mematikan tanaman di sekitar, dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara
kimia bersifat asam dapat merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5
sampai 9 November 2010 untuk membersihkan luruhan debu.[47][48]
Mencermati upaya rehabilitasi Borobudur setelah letusan Merapi 2010, UNESCO telah
menyumbangkan dana sebesar 3 juta dollar AS untuk mendanai upaya rehabilitasi.
Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan waktu sedikitnya 6
bulan, disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di lingkungan sekitar untuk
menstabilkan suhu, dan terakhir menghidupkan kembali kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat setempat.[49] Lebih dari 55.000 blok batu candi harus dibongkar untuk
memperbaiki sistem tata air dan drainase yang tersumbat adonan debu vulkanik bercampur
air hujan. Restorasi berakhir November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.[50]
Denah Borobudur membentuk Mandala, lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha.
Model Borobudur
Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai contoh puncak
pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di Jawa. Bangunan ini
diilhami gagasan dharma dari India, antara lain stupa, dan mandala, tetapi dipercaya juga
merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik punden berundak atau piramida
bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah Indonesia. Sebagai perpaduan antara
pemujaan leluhur asli Indonesia dan perjuangan mencapai Nirwana dalam ajaran Buddha.[3]
Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas membentuk
pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas bujursangkar dan
lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim ditemukan
dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur
menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan
menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran
dalam ajaran Buddha.[51] Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 metres (404 ft) pada tiap sisinya. Bangunan ini
memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur sangkar dan tiga teras teratas
berbentuk lingkaran.
Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki
Borobudur.[34] Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 di antaranya adalah berkisah
tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran aksara yang merupakan
petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam gambar relief.[52] Kaki asli ini tertutup
oleh penambahan struktur batu yang membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi
sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk
mencegah kelongsoran monumen.[52] Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini
disebabkan kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab
India mengenai arsitektur dan tata kota.[34] Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan
dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan
keagamaan, estetik, dan teknis.
Kamadhatu Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih
dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan
batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang
tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini
tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang
masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan
yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.[5]
Rupadhatu Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya
dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi.
Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya
2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat
membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini
melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian
Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar
langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di
sepanjang sisi luar di pagar langkan.[5] Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan
rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu;
pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan
diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan
hiasan dan ukiran relief.
Arupadhatu Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai
kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang
berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini
melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan
bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua
stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar
sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang
masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih
besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil
dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam
stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu
masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep
peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh,
dan kepala
Tangga Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura berukir Kala-Makara
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan
untuk membangun monumen ini.[53] Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut
menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai
semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-
balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan
lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua
blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan
curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang
disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk kepala
raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas
permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa
dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti
candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit.
Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum
rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau
candi.[53] Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha.
Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha.
Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit
dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur
asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang
diketahui tentang arsitek misterius ini.[54] Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda
Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita
rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring.
Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi
jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara
ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan
ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.[55] Tentu saja satuan
ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada
monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang
ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi
yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan
Borobudur.[55][56] Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut
dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi
dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di
candi Angkor Wat di Kamboja.[54]
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak. [54] Dasar
berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 metres (13 ft).[53] Tubuh candi
terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama
mundur 7 metres (23 ft) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 metres (6,6 ft),
menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar,
tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat
stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 metres (115 ft)
dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini
dilepas adalah 42 metres (138 ft) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata
angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian
gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi
ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang menonjol di kedua
sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama
terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus
tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di
sekitarnya.
Seni pahat Borobudur memiliki kehalusan gaya dan citarasa estetik yang anggun
Borobudur
Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu — dipahatkan
panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.[57] Relief dan pola hias
Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-
relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam
kesenian dunia Buddha.[58] Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti
berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud
manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang
mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali
digambarkan dengan posisi tubuh tribangga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu
melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan
beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat.
Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari
yang berdiri dengan sikap tubuh tribangga sambil menggenggam teratai bertangkai
panjang.[59]
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan,
rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk
bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang
merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti
kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati
dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi,
bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat
transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang
menggambarkan Kapal Borobudur.[60] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan
kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur
tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.[61]
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa
Kuno yang berasal dari bahasa Sanskertadaksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini
bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita
relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya,
mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata
bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak
candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah
sebagai berikut.
Bagan Relief
a. Lalitawistara 120
dinding
b. jataka/awadana 120
Tingkat I
a. jataka/awadana 372
langkan
b. jataka/awadana 128
Tingkat II
dinding Gandawyuha 88
Tingkat III
langkan Gandawyuha 88
langkan Gandawyuha 72
Jumlah 1460
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang
terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang
menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat.
Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak
saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang
akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara)
yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri
untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh
pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum
Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan
merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga
Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief
ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27
pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan,
baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan
terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya
Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang
berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran
Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan
dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran
Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela
berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain
manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan
tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa
atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-
an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan
Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam
kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau
seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama,
artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling
terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya
penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang
berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang
Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab
suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur
terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta
menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung buddha dengan tinggi 1,5
meter ini dipahat dari bahan batu andesit.[5]
Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi
luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan
pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris keempat
72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di
tingkat Rupadhatu.[4] Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha
diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama
terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya
total 72 stupa.[4] Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak
(kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha
sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri).[62]
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus di
antaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara,
Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur,
Selatan, dan Barat, di mana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut
menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di
dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat.
Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna
simbolisnya tersendiri.[63]
Mengikuti urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam dimulai dari sisi
Timur, maka mudra arca-arca buddha di Borobudur adalah:
Arah
Mat
Melambangk Dhyani
Arca Mudra a Lokasi Arca
an Buddha
Angi
n
Relung di pagar
Memanggil
Bhumisparsa langkan 4 baris
bumi sebagai Aksobhya Timur
mudra pertama Rupadhatu sis
saksi
i timur
Relung di pagar
Ratnasambha langkan 4 baris
Wara mudra Kedermawanan Selatan
wa pertama Rupadhatu sis
i selatan
Relung di pagar
Abhaya Amoghasiddh langkan 4 baris
Ketidakgentaran Utara
mudra i pertama Rupadhatu sis
i utara
Relung di pagar
Witarka langkan baris kelima
Akal budi Wairocana Tengah
mudra (teratas) Rupadhatu se
mua sisi
Di dalam 72 stupa di 3
Dharmachak Pemutaran roda
Wairocana Tengah teras
ra mudra dharma
melingkar Arupadhatu
Presiden Sukarno mengajak Nehru mengunjungi Borobudur pada bulan Juni 1950.
Pencapaian estetika dan keahlian teknik arsitektur yang ditampilkan Borobudur, serta
ukurannya yang luar biasa, menjadi bukti keagungan masa lalu, dan telah membangkitkan
kebanggaan bagi Bangsa Indonesia. Sebagaimana peran Angkor Wat bagi Bangsa Kamboja,
Borobudur telah menjadi simbol yang kuat bagi Indonesia — sebagai saksi kejayaan masa
lalu. Sukarno menegaskannya dengan mengajak tamu-tamu negara mengunjunginya.
Sementara pemerintahan Suharto — menyadari makna simbolis dan potensi ekonominya —
secara tekun menggelar proyek pemugaran untuk memulihkan monumen ini dengan bantuan
UNESCO. Banyak museum di Indonesia memamerkan model skala kecil atau replika
Borobudur. Monumen ini telah menjadi ikon, dikelompokkan
bersama wayang dan gamelan sebagai wujud budaya klasik Jawa yang menjadi inspirasi
Indonesia.[64]
Beberapa artefak arkeologi dari Borobudur, atau replikanya, dipamerkan di beberapa museum
di Indonesia dan mancanegara. Selain Museum Karmawibhangga dalam kompleks
Borobudur, beberapa museum menyimpan relik dari Borobudur, antara lain Museum
Nasional Indonesia, Tropenmuseum di Amsterdam, British Museum di London, dan Museum
Nasional Bangkok. Sementara Museum Louvre di Paris, Museum Negara Malaysia di Kuala
Lumpur, dan Museum Agama Dunia di Taipei juga menampilkan replika
Borobudur.[65] Monumen ini telah menarik perhatian dunia kepada peradaban klasik Buddha
Jawa Kuno.
Penemuan kembali dan pemugaran Borobudur telah disanjung-sanjung oleh Umat Buddha
Indonesia sebagai pertanda kebangkitan ajaran Buddha di Indonesia. Pada 1934, Narada
Thera, seorang biksu penceramah dari Sri Lanka, mengunjungi Indonesia untuk pertama
kalinya sebagai bagian dari perjalanannya menyebarkan ajaran Dharma di Asia Tenggara.
Kesempatan ini dimanfaatkan umat Buddha setempat untuk membangkitkan kembali seruan
Dharma di Indonesia. Pada kesempatan itu digelar upacara penanaman Pohon Bodhi di sisi
tenggara Borobudur, pada tanggal 10 Maret 1934 dengan diberkati oleh Narada Thera,
sekaligus pengangkatan beberapa Upasaka menjadi Bhiksu.[66] Setiap tahun, ribuan umat
Buddha dari seluruh Indonesia dan negara-negara tetangga, berkumpul di Borobudur untuk
memperingati hari Trisuci Waisak.[67]
Lambang provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Magelang, menampilkan gambar Borobudur.
Candi ini telah menjadi simbol Jawa Tengah, dan Indonesia secara luas. Borobudur telah
menjadi nama beberapa institusi dan badan usaha, seperti Universitas Borobudur, Hotel
Borobudur Jakarta, serta beberapa rumah makan Indonesia di luar negeri. Borobudur
ditampilkan dalam uang rupiah, perangko, dibahas dalam beberapa buku, berita, publikasi,
dokumenter, serta materi promosi pariwisata Indonesia. Candi ini menjadi atraksi wisata
terkemuka di Indonesia, penting untuk menggerakan roda perekonomian lokal dan di
kawasan sekitar Borobudur. Misalnya, sektor pariwisata Kota Yogyakarta tumbuh
berkembang salah satunya berkat kedekatannya dengan candi Borobudur dan Prambanan.
1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa,
mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles
memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang
dipenuhi semak belukar.
1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan
perawatan candi Borobudur.
1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
1926 - Borobudur dipugar kembali, tetapi terhenti pada tahun 1940 akibat
krisis malaise dan Perang Dunia II.
1956 - Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang
ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
1963 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur,
tetapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
1968 - Pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk
menyelamatkan Borobudur.
1971 - Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai
Prof.Ir.Roosseno.
1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai
negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan
5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat.
Sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur;
pemugaran selesai pada tahun 1984
21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi
Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok
Islam ekstremis yang dipimpin oleh Husein Ali Al Habsyi.
1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.
Dari Jogja
Dari kota jogja kamu bisa ke Terminal Bus Giwangan atau Sub Terminal Bus Jombor,
kemudian naik bus jurusan Borobudur. Rute bus ini kalau dari terminal Giwangan - Ringroad
- Gamping - Terminal Jombor - Jl. Magelang - Sleman - Terminal Bus Muntilan. Bus ini
biasanya ngetem di terminal muntilan sekitar 30 menit, kemudian dilanjutkan ke terminal bus
Borobudur. Jogja - Borobudur sekitar 45 km. Waktu tempuh sekitar 1,5 jam (diluar ngetem di
terminal).
Setelah sampai terminal bus Borobudur dapat dilanjutkan dengan Jalan Kaki (sekitar 500 m)
atau naik becak atau naik dokar. Sampailah kamu di pelataran Candi Borobudur.
Apabila kamu menggunakan mobil pribadi, rute yang ditempuh dari Kota Jogja adalah : Jogja
- Jl. Magelang - Sleman - Tempel - Salam - Muntilan - Palbapang (pertigaan setelah muntilan,
sebelum blabak; belok kanan) - Mendut - parkiran Borobudur. Jarak sekitar 45 km, dengan
waktu tempuh lalu lintas normal 1 jam.
Bagi yang bawa mobil parkir di dalam taman wisata (di dalam pagar), sedangkan bagi yang
pake sepeda motor parkir harus diluar.
Dari Semarang
Dari Kota Semarang kamu bisa ke terminal bus semarang, naik bus jurusan Jogja. Rutenya
adalah Semarang - Ungaran - Bawen - Ambarawa - Pringsurat - Secang - Terminal Magelang.
Kamu bisa turun di terminal Magelang terus naik bus jurusan Borobudur. Atau kamu bisa
juga turunnya di pertigaan Blondo (pertigaan antara mertoyudan dan blabak) atau turun di
pertigaan palbapang (pertigaan antara blabak dan muntilan). Dari Blondo atau Palbapang,
baru kamu naik jurusan Borobudur. Jarak Semarang-Borobudur sekitar 90 km, waktu tempuh
sekitar 3 jam (sampai magelang) ditambah setengah jam (sampai borobudur), total 3,5 jam.
Dengan kendaraan pribadi. Dari semarang ambil arah ke ungaran - bawen (pertigaan bawen
belok kanan, jangan yang lurus, kalo lurus ke salatiga/boyolali) - ambarawa - pringsurat
(temanggung) - secang - magelang - mertoyudan - pertigaan Blondo belok kanan lurus lewat
depan Kantor bupati magelang - trus belok kanan di pertigaan kolam renang Karet - parkiran
Borobudur.
Apsara di Borobudur.
Sebuah senjata, kemungkinan bentuk awal dari keris.
Pemandangan stupa
Borobudur dari tingkat
sembilan
Siluet Borobudur dilihat dari
Punthuk Setumbu
https://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur