Anda di halaman 1dari 107

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penelitian ilmiah adalah suatu usaha penyelidikan yang sistematis dan cermat tentang
suatu pokok persoalan atau subjek tertentu untuk menemukan atau memperbaiki fakta-fakta,
teori-teori, atau aplikasi. Pengertian penelitian ilmiah ini sejalan dengan batasan yang
dikemukakan oleh Vockell & Asher ( 1955 ). Penelitian ilmiah menurut kedua pakar tersebut
didefenisikan, “ scientific reseacrh is a diligent and systematic inquiry or investigation of a
subject to discover or revise facts, theories, or applications.”
Suatu penelitian ilmiah bukanlah suatu kegiatan atau aktifitas yang hanya
mempersoalkan kepastian, tetapi ia juga ingin mencari berbagai alternatif jawaban suatu
masalah atau fenomena apakah dalam lingkup sosial maupun masalah-masalah laboratoris.
Maka dari itu, penelitian memiliki tujuan ingin menemukan prinsip-prinsip umum atau
menafsirkan tingkah laku yang dapat digunakan untuk menerangkan dan mengendalikan
kejadian-kajadian dalam lingkup pendidikan. Dalam menyusun penelitian diperlukan sumber-
sumber pengetahuan yang dapat dikelompokkan, yaitu pengalaman, otoritas, cara berpikir
deduktif, cara berpikir induktif dan pendekatan ilmiah.
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti harus melakukan survei secara sungguh-
sungguh mengenai apa yang telah diketahui orang dalam bidang yang diminatinya itu.
Peneliti harus berkecimpung dibidang penelitiannya juga harus mengetahui bagaimana
menemukan, menyusun dan menggunakan kepustakaan dalam bidang mereka.
Namun, kebanyakan peneliti kurang memahami penyusunan kajian pustaka dan
terkadang peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan kajian pustaka yang sesuai dengan
bidang yang diminatinya. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas tentang penyusunan
kajian pustaka.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa peranan pustaka yang berkaitan dalam pendidikan ?
2. Apa sumber yang sesuai di bidang pendidikan ?
3. Bagaimana merakit kepustakaan / teori yang berkaitan ?
4. Apa hipotesis penelitian ?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui peranan pustaka yang berkaitan dalam pendidikan.
2. Untuk mengetahui sumber yang sesuai dibidang pendidikan.
3. Untuk mengetahui cara merakit kepustakaan / teori yang berkaitan.
4. Untuk mengetahui hipotesis penelitian

BAB II
PEMBAHASAN
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Pengertian Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah bahasan atau bahan – bahan bacaan yang terkait dengan suatu
topik atau temuan dalam penelitian. Kajian pustaka merupakan bagian penting dalam sebuah
penelitian yang kita lakukan. Kajian pustaka disebut juga kajian literatur.
Sebuah kajian pustaka merupakan sebuah uraian atau deskripsi tentang literatur yang
relevan dengan bidang atau topik tertentu sebagaimana ditemukan dalam buku – buku ilmiah
dan artikel jurnal. Ia memberikan tinjauan mengenai apa yang telah dibahas atau dibicarakan
oleh peneliti atau penulis, teori – teori dan hipotesis yang mendukung, permasalahan
penelitian yang diajukan atau ditanyakan, metode dan metodologi yang sesuai.

B. Tujuan Kajian Pustaka


Sebuah kajian pustaka memberikan informasi kepada para pembaca tentang peneliti dan
kelompok peneliti yang memiliki pengaruh dalam suatu bidang tertentu, misalnya dalam
bidang pembelajaran, evaluasi, teknologi, ilmu pengetahuan alam atau sains, dll.
Penulisan kajian pustaka dalam sebuah penelitian memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan kepada pembaca kemudahan memperoleh sebuah topik tertentu dengan cara
menyeleksi artikel – artikel atau bahan kajian yang berkualitas, yang relevan, bermakna
penting, sahih, dan merangkainya dalam suatu laporan yang lengkap.
2. Memberikan awalan yang sangat bagus bagi peneliti untuk mengawali penelitian dalam suatu
bidang tertentu dengan cara menuntut peneliti untuk merangkum, menilai, dan
membandingkan penelitian dalam bidang tertentu.
3. Memastikan bahwa peneliti tidak melakukan duplikasi hasil kerja yang telah dilakukan.
4. Memberikan petunjuk ke mana penelitian yang akan datang diarahkan atau
direkomendasikan.
5. Memberikan garis besar temuan kunci.
6. Mengidentifikasi ketidaksesuaian, kesenjangan dan hal yang mengandung pertentangan
dalam kajian pustaka.
7. Memberikan nalisis konstruktif tentang metodologi dan pendekatan dari para peneliti lain.
C. Peranan Kajian Pustaka Dalam Penelitian
Penelusuran atau pencarian kepustakaan yang relevan, hendaknya dilakukan sebelum
kegiatan atau pelaksanaan penelitian. Kepustakaan atau literatur yang dijadikan landasan
dalam kajian teori ini akan memiliki arti dalam mampertimbangkan cakupan penelitian yang
sedang dikerjakan. Studi kepustakaan ini memiliki peranan atau fungsi penting, yaitu:
1. Pengetahuan tentang penelitian yang berkaitan memungkinkan peneliti menetapkan batas –
batas bidang penelitiannya.
2. Pemahaman teori dalam suatu bidang memungkinkan peneliti itu menempatkan masalah
dalam perspektifnya.
3. Melalui penelaahan atau kajian pustaka yang relevan para peneliti dapat mengetahui prosedur
dan instrumen mana yang telah terbukti berguna dan mana yang tampak kurang memberikan
harapan.
4. Pengkajian atau studi yang cermat terhadap bahan pustaka yang relevan dapat
menghindarkan terjadinya pengulangan studi sebelumnya secara tak sengaja.
5. Pengkajian pustaka yang berkaitan menempatkan peneliti pada posisi yang lebih baik untuk
menafsirkan arti pentingnya hasil penelitianya sendiri.

D. Sumber – Sumber Pustaka yang Sesuai dengan Pendidikan


Beberapa sumber pustaka yang dapat diperoleh oleh peneliti dalam membantu kajian
kepustakaannya dapat diperoleh dengan cara peneliti harus mengetahui :
1. Sumber dari karya sebelumnya.
2. Lembaga mana yang menyimpan basis data.
3. Dalam bentuk apa basis data itu tersimpan.
4. Cara yang paling efesien untuk memperoleh informasi.
Sumber – sumber utama kepustakaan yang menyimpan basis data dapat diperoleh dari
berbagai sumber antara lain:
1. ERIC (Educational Resources Information Center), di Indonesia dikenal dengan nama Pusat
Data dan Informasi Indonesia (PDII)
2. Abstrak (Abstract)
Merupakan hasil ringkasan hasil suatu penelitian atau kajian dalam bidang tertentu, misalnya
dalam bidang pendidikan, psikologi, sosiologi, ekonomi, dsb. Beberapa abstrak yang kita
kenal, misalnya:
a. Psychological Abstracts (Washington, DC : American Psychological Association
(APA),1927).
b. Sociological Abstracts (New York : Sociological Abstracts, Inc : 1954)
3. Indeks (Indexes)
Sebuah indeks dapat memberikan judul – judul yang dikatalogisasikan menurut atau
berdasarkan judul utama tetapi tidak memberikan abstrak atau deskripsi apapun tentang
dokumen. Contoh:
a. The Education Index (New York : H. W. Wilton Co: 1929)
b. Curent Index to Journasl in Education (Phoenix, AZ: The Oryx Press, 1969)
4. Reviews
Reviews atau kajian adalah judul – judul artikel atau tulisan yang melaporkan dan
menyintesis beberapa hasil karya dalam suatu bidang dalam suatu periode waktu. Reviews
jurnal – jurnal dalam bidang pendidikan dapat kita temui misalnya:
a. Review of Educational Research (Washington, DC : American Educational Research
Association(AERA) 1931).
b. Annual Review of Psycologi (Palo Alto, CA : Annual Reviews, Inc.: 1950)
5. Journal dan Buku
Merupakan sumber utama dalam penelitian pandidikan. Jurnal dan buku ini terdiri atas hasil
kerja orisinal atau merupakan “raw materials” untuk sumber – sumber sekunder seperti
reviews.
E. Merakit Kepustakaan / Teori yang Berkaitan
Penelitian yang tidak berhasil merangkai bahan pustaka yang berkaitan itu secara
sistematis sejak awal bisa menjadi sangat kacau penyajiannya. Berikut ini cara merangkai
kepustakaan :
1. Mulailah dengan minat di bidang anda, cari yang paling akhir dimuat dalam terbitan terbaru
dan kemudian mundur keterbitan sebelumnya.
2. Bacalah abstrak atau ringkasan suatu laporan terlebih dahulu untuk menetapkan apakah
laporan itu relevan dengan masalah yang sedang diteliti atau tidak.
3. Buatlah catatan langsung pada kartu catatan ( kartu lepas ) karena itu lebih mudah diseleksi
dan disusun dari pada lembaran kertas atau amplop.
4. Sebelum membuat catatan, baca laporan penelitian dengan tepat guna mengetahui bagian-
bagian mana yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
5. Tulislah referensi bibliografi ( nama pengarang, tahun, judul buku, nama jurnal, volume buku,
nomor, penerbit, tempat terbit dan halaman ) secara lengkap untuk setiap karyanya.
6. Untuk memudahkan pemilihan dan penyusunan jangan memasukkan lebih dari satu referensi
pada satu kartu.
7. Jangan lupa beri tanda bagian mana yang merupakan kutipan langsung dari pengarang dan
bagian mana yang merupakan susunan kata-kata sendiri.
Contoh rangkaian kepustakaan / teori yang berkaitan dalam bentuk paragraf :
Alan W. Black dan Kevin A Lenzo dari Universitas Carnegie Mellon ( Black, 2006 ),
pada tulisannya yang berjudul Multilingual Text To Speech Sistem Membahas Tentang Suatu
Framework Text To Speech yang dapat menggunakan berbagai macam bahasa (dengan
catatan bahasa-bahasa tersebut memiliki aturan-aturan yang berbeda satu sama lain). Selain
itu,Alan W Black (Universitas Carnegie Mellon) dan Kishore Prahallad (Internasional
Institude of Technology, Hyderabad, 2005) dalam jurnalnya yang berjudul A Text To Speech
Intervace For Universal Digital Library, menyebutkan tentang fungsi text to speech sebagai
intervace dari sebuah perpustakaan digital yang menggunakan bahasa India dengan
bermacam-macam dialeg (Assamese, Tamil, Malayam, Gujarati, Telugu, Oriya, Urdu, dan
sebagainya). Arry Akhmad Arman (Arman 2004) dari Department Teknik Elektro Institut
Teknologi Bandung dalam tiulisannya Konversi Dari Teks Ke Ucapan melakukan penelitian
tentang konversi dari teks ke ucapan. Pada penelitian tersebut dibahas tentang bagian-bagian
dari sistem Text To Speech secara keseluruhan. Pada hasil tulisan Arry yang berjudul
Teknologi Pemrosesan Bahasa Alami Sebagai Teknologi Kunci untuk meningkatkan cara
interaksi antara manusia dengan mesin juga di bahas keuntungan-keuntungan yang
didapatkan dari sebuah sistem text to speech.

F. Pangertian Hipotesis
Dalam suatu penelitian, peneliti biasanya menyatakan suatu harapan yang ingin
diperoleh melalui penelitiannya. Harapan yang menyatakan ramalan atau prediksi hasil yang
diperoleh melalui penelitian itulah yang dikatakan sebagai hipotesis.
Secara umum, pengertian hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang kebenarannya masih perlu di uji secara empiris. Secara teknis,
hipotesis dapat didefenisikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji
kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa
yang diharapkan dan dilandasi oleh generalisasi dan biasanya menyangkut hubungan di
antara variabel – variabel penelitian.

G. Kegunaan Hipotesis
Hipotesis penelitian dirumuskan karena dua alasan, yaitu:
1. Hipotesis yang mempunyai landasan kuat menunjukkan bahwa peneliti telah memiliki cukup
pengetahuan dalam melakukan penelitian dalam bidangnya.
2. Hipotesis itu memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data, hipotesis ini dapat
menunjukkan kepada peneliti tentang prosedur dan jenis data apa yang harus dikumpulkan.
Hipotesis yang dirumuskan itu memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala – gejala dan memudahkan
perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam
penelitian.
3. Hipotesis memberikan arah bagi penelitian.
4. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan dan hasil penelitian

H. Karakteristik Hipotesis
Sesudah hipotesis dirumuskan, sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut peneliti perlu
sekali menilai hipotesis yang dirumuskan itu. Suatu hipotesis yang dirumuskan harus
memenuhi kriteria tertentu, sehingga peneliti dapat menguji secara empiris. Berkenaan
dengan kriteria, Kerlinger (1986) mengemukakan bahwa hipotesis yang baik memiliki dua
kriteria, yaitu:
1. Hipotesis adalah pernyataan tentang hubungan atau relasi antara variabel – veriabel.
2. Hipotesis mengandung implikasi – implikasi yang jelas untuk pengujian hubungan –
hubungan yang dinyatakan.
Hipotesis yang kita rumuskan memiliki ciri – ciri khusus atau karakteristik sebagai berikut:
1. Menyatakan hubungan anatara dua atau lebih variabel – variabel.
2. Dinyatakan dalam bentuk ungkapan kalimat pernyataan (deklaratif) yang dapat diuji.
3. Konsistensi
4. Dirumuskan dengan kalimat sederhana.
I. Macam – Macam Hipotesis
1. Hipotesis Induktif dan Deduktif
Ada beberapa atau tinjauan yang dapat dipakai untuk mengklasifikasikan atau
mengkategorikan hipotesis. Hipotesis ditinjau dari asal usulnnya dibedakan menjadi dua
(Tuckman, 1988) yaitu Induktif dan Deduktif.
Dalam hipotesis induktif, suatu hubungan ditentukan diantara variabel – veriabel tertentu
dan selanjutnya sebuah penjelasan sementara diberikan. Hipotesis induktif ini memiliki
keterbatasan ilmiah karena hasil – hasil yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan kedalam
populasi yang lebih besar.
Sedangkan hipotesis deduktif banyak memberikan sumbangan ilmiah terhadap penelitian
pendidikan kerena hipotesis tersebut memberikan bukti – bukti untuk dapat diterima atau
ditolak, atau bahkan memodifikasi teori yang dijadikan pijakan.
2. Hipotesis Deklaratif dan Nol
Suatu hipotesis dikatakan sebagai hipotesis deklaratif karena hipotesis tersebut
diungkapkan dalam bentuk kalimat pernyataan atau deklarasi.

Hipotesis nol, sebaliknya menyatakan tidak adanya hubungan atau perbedaan di antara
dua variabel atau lebih. Hipotesis ( Gall, Gall & Borg, 2003), ini biasanya tidak
mencerminkan hal yang diharapkan terjadi oleh peneliti. Hipotesis nol ini diperoleh
berdasarkan hasil uji statistik.
3. Hipotesis direksional dan Nondireksional
Hipotesis direksional, sesuai dengan namanya menyatakan arah atau kecenderungan
suatu hubungan tau perbedaan dua variabel. Hipotesis nondireksional menyatakan adanya
hubungan atau perbedaan antara dua variabel.
4. Hipotesis alternatif atau kerja atau hipotesis nol
Hipotesis alternatif atau kerja dinyatakan dengan ungkapan yang menyatakan adanya
hubungan atau perbedaan dua variabel. Sebaliknya, hipotesis nol menyatakan adanya
pernyataan yang bersifat menyangkal ( negation ) dari apa yang diharapkan terjadi.

J. Cara merumuskan hipotesis


Rumusan hipotesis penelitian dapat berdasarkan arah atau kecenderungannya dapat kita
klasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Hipotesis terarah ( directional hypothesis )
Hipotesis terarah, sesuai dengan namanya menunjukakan arah kesimpulan yang diharapkan.
Hipotesis ini dirumuskan oleh peneliti karena peneliti sendiri mepunyai alasan tertentu untuk
mengharapkan terjadinya hubungan khusus atau perbedaan khusus antara kedua kelompok
yang menjadi objek penelitiannya.
2. Hipotesis tak berarah ( nondirectional hypothesis )
Hipotesis ini tidak menetapkan adanya arah perbedaan atau hubungan yang diharapkan.

Pada umumnya, peneliti bekerja dengan dua hipotesis yang secara eksplisit rumusan itu
juga menyatakan arah kecenderungan atau perbedaan khusus yang diharapkan terjadi. Kedua
hipotesis itu, yaitu :
1. Hipotesis alternatif atau kerja
Hipotesis kerja ini dirumuskan dengna harapan hipotesis ini menyatakan hubungan atau
perbedaaan yang terjadi diantara dua kelompok.
2. Hipotesis nol atau hipotesis statistik
Hipotesis nol atau hipotesis statistik dirumuskan dengan maksud untuk menyangkal terhadap
apa yang diharapkan atau diramalkan terjadi oleh peneliti.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sebuah kajian pustaka merupakan sebuah uraian atau deskripsi tentang literatur yang relevan
dengan bidang atau topik tertentu sebagai mana ditemukan dalam buku – buku ilmiah dan
artikel jurnal. Peranan kajian pustaka dalam bidang penelitian sangat penting dalam
mempertimbangkan cakupan penelitian yang sedang dikerjakan.
2. Hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan dilandasi oleh
generalisasi dan biasanya menyangkut hubungan di antara variabel – variabel penelitian.
Dengan adanya hipotesis dalam penelitian merupakan landasan kuat yang menunjukkan
bahwa peneliti telah memiliki cukup pengetahuan dan memberikan arah pada pengumpulan
dan penafsiran data.

DAFTAR PUSTAKA
Setyosari, punaji ( 2010 ). Metode Penelitian Pendidkan dan Pengembanga. Jakarta : Kencana.
Ary donald, dkk ( 1982 ). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha
Nasional
Gicara.com/uncategorizet/cntoh-tinjauan-pustaka,html
Diposting oleh kuchiki siut di 07.57
http://siutpunya.blogspot.com/2013/04/bab-i-pendahuluan-a.html

090618 12.30

Bahan Ajar Metlid : Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, Kerangka Konsep


dan Hipotesis
Posted on February 1, 2016 by Moudy E.U Djami

A. Tinjauan Pustaka

Pengertian Tinjauan Pustaka

Di lingkungan pendidikan tinggi, baik mahasiswa dan dosen tidak asing lagi dengan istilah
tinjauan pustaka. Pada tingkat Diploma (1-4) dan Strata 1 (S1) menggunakan istilah tinjauan
pustaka pada bab 2. Sedangkan pada tingkat pascasarjana (S2-S3) menggunakan istilah kajian
pustaka. Selanjutnya dalam tulisan ini akan menggunakan istilah tinjauan pustaka.

Tinjauan pustaka adalah pengkajian kembali literatur-literatur yang relevan (review of related
literature) dengan penelitian yang sedang dikerjakan.

Istilah lain dari tinjauan pustaka yang sering digunakan para peneliti adalah studi literatur.
Studi literatur yang dibuat dengan membaca banyak buku, majalah kesehatan, artikel, jurnal
penelitian dan sumber lainnya akan mempermudah peneliti dalam merumuskan kerangka
konsep penelitian.1 Referensi lain menyebutkan istilah lain dari tinjauan pustaka adalah studi
kepustakaan yang mempunyai arti yang sama dengan yang telah dijelaskan di atas.2

Tinjauan pustaka diperlukan untuk memberikan pemantapan dan penegasan tentang ciri khas
penelitian yang hendak dikerjakan. Ciri khas penelitian ini akan tampak dengan melampirkan
referensi yang digunakan dalam daftar pustaka baik dari buku-buku ajar, artikel dan jurnal
penelitian sebelumnya. Suatu naskah penelitian yang berbobot harus terdiri dari 80%
artikel/jurnal penelitian, dan sisanya dapat dari buku ajar yang relevan dan sumber lain yang
membahas masalah penelitian yang diteliti.

Jika peneliti menggunakan karya orang lain tanpa menampilkan sumbernya, baik nama
author (penulis/peneliti), tahun, judul, tempat dan penerbit dan sebagainya yang dilampirkan
dalam daftar pustaka, atau nama dan tahun (Metode Harvard) pada naskah penelitian
merupakan praktik plagiat. Plagiarisme akan menjadikan seorang peneliti di tuntut secara
hukum dan mempunyai sejarah dalam hal akademik yang buruk, yang akan dipikul seumur
hidup.

Tinjauan pustaka dalam penelitian kesehatan tidak hanya membahas secara substansial
variabel dependen maupun variabel independen yang diteliti dari berbagai buku ajar / texbook.
Pada Tinjauan pustaka peneliti secara mendalam menggali teori yang berhubungan dengan
variabel yang diteliti, kemudian melakukan investigasi dari penelitian sebelumnya yang
relevan sehingga memahami secara mendalam masalah dan faktor penyebab masalah
penelitian yang akan diteliti.

Penelitian yang terdahulu yang dapat dipaparkan pada tinjauan pustaka antara lain hasil
penelitian baik deskriptif maupun analitik (kuantitatif/kualitatif). Selain itu yang perlu
didalami adalah metoda penelitian apakah sudah sesuai, dampak dari masalah peneltian
tersebut baik positif maupun negatif, sehingga dapat menjadi pedoman apakan hasil
penelitian tersebut dapat di aplikasikan di lingkungan / lokasi penelitian yang dipilih oleh
peneliti. Lebih lanjut Riyanto mengemukakan hal-hal yang perlu di muat dalam tinjauan
pustaka dalam penelitian kesehatan antara lain:3 Teori-teori yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan diteliti.

1. Seluruh aspek penyakit yang diteliti tidak perlu ditulis dalam tinjauan pustaka, hal-hal yang
ditulis difokuskan pada aspek yang akan diteliti dengan penekanan utama pada hubungan
variabel yang dipermasalahkan (dependen) dengan variabel lain yang menjadi faktor
penyebab maupun perancu.
2. Buku sumber pustaka sebaiknya tidak terlalu lama tahunnya sehingga masih up to date (10
tahun) kecuali yang menjadi grand theory sebagai acuan kerangka teori di akhir bab 2, tetapi
setidaknya carilah terbitan yang terbaru.
3. Gunakan hasil penelitian dalam artikel / jurnal yang relevan yang dapat memperkuat teori
yang dibangun dengan sumber yang up to date.
4. Membuat kerangka teori sebagai dasar untuk mengembangkan kerangka konsep penelitian.
Dengan membuat kerangka toeri, maka peneliti dapat meletakkan masalah yang sedang
diteliti dalam konteks ilmu pengetahuan yang sedang didalami.

Tujuan Tinjauan Pustaka


Tujuan utama membuat tinjauan pustaka adalah menjadi dasar pijakan atau fondasi untuk
memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka pikir, menentukan hipotesis penelitian,
mengorganisasikan, dan kemudian menggunakan variasi pustaka dalam bidangnnya.

Fungsi Tinjauan Pustaka

Fungsi tinjauan pustaka antara lain untuk (1) mengetahui sejarah masalah penelitian, (2)
membantu memilih prosedur penyelesaiaan masalah penelitian, (3) memahami latar belakang
teori masalah penelitian, (4) mengetahui manfaat penelitian sebelumnya, (5) menghindari
terjadinya duplikasi penelitian, dan (6) memberikan pembenaran alasan pemilihan masalah
penelitian, yang akan dijelaskan secara rinci di bawah ini.4

1. Mengetahui Sejarah Masalah Penelitian. 
Berdasarkan sejarah masalah yang berkaitan


dengan masalah penelitiannya, peneliti akan mendapatkan informasi tentang hal-hal yang
telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, aspek-aspek yang telah diteliti, prosedur-
prosedur yang telah diterapkan, hasil dan hambatan yang ditemukan di dalam penelitian, dan
perbedaan antara masalah yang hendak dipecahkan dengan masalah-masalah yang sudah
dipecahkan orang lain.
2. Memilih Prosedur Penyelesaiaan Masalah Penelitian. Berdasarkan prosedur-prosedur yang
telah diterapkan oleh para peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitiannya,
peneliti dapat memilih prosedur yang cocok atau membuat prosedur baru berdasarkan kajian
tentang kelebihan dan kekurangan dari prosedur-prosedur yang ada.
3. Memahami Latar Belakang Teori Masalah Penelitian. Berdasarkan latar belakang teori
masalah penelitian, peneliti dapat memetakan kedudukan masalah penelitiannya ke dalam
perspektif cakupan pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat membantu peneliti dalam
menjelaskan pentingnya penelitan itu dilakukan serta dampak dari hasil penelitiannya.
4. Mengetahui Manfaat Penelitian Sebelumnya. Berdasarkan kajian dari hasil-hasil penelitian
sebelumnya yang relevan, peneliti 
dapat memperkirakan manfaat hasil penelitian yang akan
dilaksanakannya.
5. Menghindari Terjadinya Duplikasi Penelitian. Pengkajian pustaka dapat menghindari
duplikasi penelitian. Dalam batas-batas tertentu suatu penelitian boleh merupakan duplikasi
dari penelitian lain, sepanjang penelitian yang akan dilaksanakan memiliki tujuan berbeda
untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya atau mempunyai alasan yang kuat untuk
meragukan hasil penelitian sebelumnya (bukan plagiat).
6. Memberikan Pembenaran Alasan Pemilihan Masalah Penelitian. Kajian pustaka harus
berfungsi sebagai kajian secara kritis tetapi singkat tentang kekhususan, manfaat dan
kelemahan dari penelitian sebelumnya (bukan sekadar senarai teori atau hasil penelitian yang
relevan saja), sehingga peneliti dapat memberikan pembenaran tentang pentingnya masalah
tersebut diteliti.

Peran Tinjauan Pustaka

Melalui tinjauan pustaka, peneliti dapat memiliki pemahaman yang luas dan dalam tentang
masalah penelitian yang diteliti. Selanjutnya peran tinjauan pustaka menurut beberapa
sumber antara lain:2

1. Mengetahui batas-batas cakupan permasalahan penelitian.


2. Dapat menempatkan pertanyaan penelitian dari perspektif yang jelas dan komprehensif
3. Dapat membatasi pertanyaan penelitian yang diajukan dan menentukan konsep studi yang
berkaitan erat dengan permasalahan.
4. Dapat mengetahui dan menilai hasil-hasil penelitian yang sejenis yang bisa sama maupun
kontradiktif antara penelitian satu dengan penelitian lainnya.
5. Dapat menentukan metode penelitian yang tepat untuk memecahkan masalah penelitian.
6. Mencegah dan mengurangi replikasi yang kurang bermanfaat dengan penelitian sebelumnya.
7. Dapat lebih yakin dalam menginterpretasikan hasil penelitian yang hendak dilakukannya.

Macam-Macam Sumber Tinjauan Pustaka

Adapun sumber-sumber yang dapat digunakan dalam menyusun tinjauan pustaka adalah
referensi ilmiah yang mempunyai ISBN untuk buku, ISSN untuk jurnal dan sedapat mungkin
dari jurnal ilmiah yang berbobot. Sumber-sumber referensi ilmiah yang dapat digunakan
dalam penelitian kesehatan antara lain:

1. Jurnal Penelitian : Jurnal penelitian yang dimaksud adalah jurnal ilmiah yang telah memiliki
ISSN, terakreditasi baik jurnal lokal, nasional maupun internasional. Akan lebih bagus lagi
jika jurnal yang di ambil sebagai referensi adalah jurnal yang sudah terindeks SCOPUS.
Sebagai contoh jurnal ilmiah dapat diakses melalui Proquest, EBSCO, WHO, Cochrane dan
lain sebagainya. Di Indonesia Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEK
DIKTI) telah memfasilitasi seluruh civitas akademika baik di PTN maupun PTS untuk dapat
mengakses jurnal ilmiah yang bagus dengan berlangganan portal jurnal seperti EBSCO,
Proquest dll. Password jurnal tersebut data diperoleh dengan menghubungi pustakawan di
perguruan tinggi masing-masing. Penelitian yang berkualitas jika menggunakan sumber
pustaka dari jurnal ilmiah sebesar 80% dari seluruh referensi yang ada.
2. Buku Ajar : Buku ajar yang telah dipublikasi oleh penerbit baik dari dalam maupun luar
negeri. Buku yang sudah dipublikasi akan memiliki nomor ISBN. Sedapat mungkin gunakan
buku yang ditulis oleh author yang kompeten di bidangnya, baik sebagai pendidik maupun
praktisi kesehatan. Untuk melihat kualitas buku ajar tersebut, lihat bagian referensi yang
digunakan. Jika menggunakan referensi yang up to date dan dapat dipertangungjawabkan,
buku ajar tersebut adalah buku yang layak digunakan dan dapat menjadi koleksi peneliti.
3. Artikel dari Internet : artikel dari internet yang layak dijadikan sumber pustaka adalah artikel
yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun institusi pendidikan. Peneliti harus mencantumkan
URL / alamat situs tersebut sebagai syarat penulisan referensi ilmiah. Contohnya artikel
elektronik dari WHO, Kemenkes, Harvard University, Universitas Indonesia, dan lain
sebagainya.
4. Narasumber : Menggunakan sumber pustaka dari narasumber dapat digunakan jika sumber
lainnya tidak ada atau waktu penerbitannya sudah lebih dari 10 tahun. Sebagai bukti harus
dicantumkan kapan dan dimana topik tersebut dibicarakan seperti seminar, workshop dan
pertemuan ilmiah lainnya. Untuk studi kualitatif, dapat dilampirkan bukti berupa transkrip
dari rekaman yang di rekam saat narasumber tersebut berbicara pada acara tersebut
dilaksanakan. Narasumber yang dimaksud adalah narasumber yang kompeten dan seorang
guru besar.
5. Majalah Kesehatan : sepanjang majalah kesehatan tersebut memiliki ISBN dan authornya
dapat di kontak untuk dimintai keterangan ataupun konfirmasi terkait masalah penelitian yang
diteliti, sumber tersebut dapat digunakan.

Jumlah Referensi yang Dibutuhkan

Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu memiliki hak seluas-luasnya untuk mengembangkan
rasa ingintahunya. Namun demikian ada batasan yang harus dipatuhi yaitu harus berdasarkan
sistematika yang jelas dan sesuai dengan domain masing-masing peneliti. Hal ini disebabkan
karena penelitian yang dilakukan khusunya penelitian di dunia kesehatan, harus sesuai
dengan kode etik penelitian. Hak peneliti yang luas ini harus diimbangi juga dengan tanggung
jawab yang besar. Pengembangan ilmu harus mengacu kepada peningkatan kesejahteraan
umat manusia.5

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi, segala hasil
penelitian yang dilakukan di berbagai negara dapat segera di ketahui hanya berbekal
komputer dan internet. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi para peneliti untuk membatasi
sumber ilmiah yang relevan yang harus digunakan.
Seringkali para mahasiswa atau peneliti pemula bertanya tentang batasan jumlah referensi
ilmiah yang digunakan. Dalam hal kuantitas referensi yang digunakan, tidak ada batasan.
Tetapi dalam hal kualitas, ada batasan yang jelas yakni 80% dari seluruh referensi harus
berasal dari jurnal ilmiah.

Ada beberapa institusi pendidikan yang membuat batasan minimal referensi ilmiah yang
digunakan misalnya setiap variabel harus di ambil dari sekian referensi seperti di bawah ini:

1. Strata I ke bawah harus terdiri dari 5 jurnal penelitian / buku ajar dari luar negeri dan sisanya
boleh ditambahkan buku ajar atau jurnal penelitian dari dalam negeri
2. Strata II harus terdiri dari 8 jurnal penelitian / buku ajar dari luar negeri dan sisanya boleh
ditambahkan buku ajar atau jurnal penelitian dari dalam negeri.
3. Strata III harus terdiri dari 10 jurnal penelitian / buku ajar dari luar negeri dan sisanya boleh
ditambahkan buku ajar atau jurnal penelitian dari dalam negeri

Cara Membuat Tinjauan Pustaka

Pembuatan kajian pustaka sebaiknya mengikuti langkah awal, sebagai berikut : 4

1. Mulai mencari sumber yang relevan baik dari buku ajar, jurnal cetak maupun jurnal
elektronik dan lain sebagainya.
2. Buatlah matriks untuk mengisi ringkasan referensi yang diperoleh baik jurnal, artikel, buku
ajar dan lain sebagainya agar saat menulis dengan segera dapat ditemukan sumber mana yang
dimaksud.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang untuk dapat meningkatkan konsentrasi dan fokus pada saat
mulai menulis
4. Baca dahulu panduan penulisan, sehingga pada saat melakukan editing pada tulisan kita, tidak
terlalu banyak yang dirubah terkait penulisan.
5. Selain melakukan ringkasan dengan tools matriks yang digunakan, proses analisis juga kita
lakukan terhadap jurnal yang dibaca, apakah relevan dan layak digunakan atau tidak.
6. Kunsi sukses dalam menulis adalah niat dan aksi harus sejalan. Jika tidak pernah memulai,
maka tidak akan pernah selesai.
7. Lakukan refresh otak dan pikiran jika mulai jenih, munculkan motivasi pada diri sendiri baik
itu dari keluarga (ayah/ibu) jika berhasil dapat membuat mereka bangga, dapat menjadi role
model bagi keluarga dan lain sebagainya sehingga tetap semangat dalam menulis dan
menyelesaikan proyek tugas akhir
8. Selalu berdoa memohon tuntutan dan hikmat dari yang Maha Kuasa agar dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.

B. Kerangka Teoritis

Kerangka Teori adalah hubungan antar konsep berdasarkan studi empiris.6 Kerangka teori
harus berdasarkan teori asal / grand theory. Sebagai contoh masalah perilaku ibu hamil dalam
memeriksakan kehamilannya dapat menggunakan kerangka teori dari Green yang sering
digunakan mahasiswa, atau dapat juga menggunakan kerangka teori reason action, Health
Believe Model, atau teori lain yang sesuai dengan masalah penelitian yang dapat di temukan
dalam buku ajar Health Behavior Theory for Public Health dan buku ajar lainnya.

Jika masalah yang diteliti berhubungan dengan penyakit tetapi yang di dalami adalah
pengetahuan tentang penyakit tersebut, maka dapat menggunakan teori pengetahuan seperti
tacit knowledge dan explicit knowledge. Contoh PERCEDE teori Green dapat dilibat pada
gambar berikut ini.7

Gambar 1. PERCEDE Teori Green.7

C. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah hubungan antara konsep yang dibangun berdasarkan hasil-hasil
studi empiris terdahulu sebagai pedoman dalam melakukan penelitian.6

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus. Oleh
karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur.
Konsep hanya dapat diamati dan diukur melalui konstruk yang dikenal dengan istilah
variabel.1

Variabel adalah sesuatu yang bervariasi. Variabel penelitian adalah sesuatu yang bervariasi
yang dapat diukur. Contoh variabel dalam penelitian kesehatan adalah Hb darah, tekanan
darah, berat badan, kunjungan ANC, jenis tenaga kesehatan, dan lain sebagainya. 1

Kerangka Konsep dapat berpijak pada kerangka teori yang dibentuk pada bab II. Kerangka
teori biasanya lebih kompleks dari kerangka konsep, karena tidak semua variabel dalam
kerangka teori diangkat menjadi variabel penelitian. Oleh karena itu pada BAB II sebelum
gambar kerangka konsep penelitian dipaparkan, peneliti wajib menjustifikasi mengapa
variabel lain tidak diteliti. Alasan yang disampaikan harus ilmiah, buka sekedar keterbatasan
waktu, dana, tenaga dan kemampuan penelitia saat itu. Contoh gambar kerangka konsep
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Contoh Kerangka Konsep 1

Contoh Kerangka Konsep lain yang meneliti variabel perancu/confounding variables dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3. Kerangka Konsep dengan Variabel Perancu8

D. Hipotesis

Pengertian Hipotesis

Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara, patokan duga, atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.1

Jika ditinjau dari asal kata, Hipotesis terdisi dari kata:

Hipo : di bawah

Thesis : dalil

Jadi Hipotesis adalah suatu dalil atau kaidah yang kebenarannya belum diketahui.

Hipotesis adalah penjelasan sementara yang diajukan tentang hubungan antara dua atau lebih
fenomena terukur/variabel untuk pembuktian secara empirik.6

Setelah melalui pembuktian dengan penelitian yang dilakukan, maka hipotesis yang dibuat
tentu saja dapat terbukti benar atau salah, dapat diterima atau ditolak. Jika diterima atau
terbukti benar, maka hipotesis tersebut menjadi tesis.1, 9

Kegunaan Hipotesis

Hipotesis berguna untuk :6

1. Menuntun arah penelitian : hubungan dua fenomena atau lebih dari dua
2. Identifikasi variabel yang digunakan: Misalnya untuk meneliti status gizi dengan mengukur
berat badan yang dibandingkan dengan usia menggunakan KMS.
3. Menentukan disain penelitian: analitik vs deskriptif; Potong lintang vs eksperimental
4. Petunjuk jenis analisis statistik yang digunakan : satu arah atau dua arah

Jenis Hipotesis

Hipotesis Penelitian dan Hipotesis Statistik

Seringkali terdapat dalam naskah penelitian hipotesis penelitian ditulis hipotesis kerja. Yang
harus muncul dalam naskah penelitian adalah hipotesis penelitian atau hipotesis kerja.9
Dalam penelitian dikenal dua macam hipotesis yaitu:1, 9

 Hipotesis Kerja / hipotesis penelitian

Hipotesis kerja / hipotesis penelitian adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk
membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul. Ciri hipotesis
kerja adalah terdapat kata: ada, terdapat, jika, , maka, lebih dan sebagainya.

Contoh hipotesis penelitian / hipotesis kerja:

1. Terdapat hubungan merokok dengan kejadian BBLR.


2. Angka kematian bayi lebih tinggi pada persalinan yang ditolong oleh dukun bayi.

 Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik adalah Hipotesis yang digunakan dalam analisis statistik, pertama kali
diperkenalkan oleh Fisher. Hipotesis statistik biasanya menggunakan rumus, contoh : H0 : x
= y.1

Hipotesis statistik bersifat universal, sedangkan hipotesis penelitian berifat individual, sesuai
dengan penelitian yang dikerjakan peneliti, tergantung pada dugaan si peneliti itu sendiri.
Dibawah ini adalah tabel perbedaan hipotesis penelitian dan hipotesis statistik.9

Tabel 1. Perbedaan Hipotesis Penelitian dan Hipotesis Statistik

Hipotesis Penelitian Hipotesis Statistik (H0)


Terdapat hubungan antara
Tidak terdapat hubungan
minum alkohol dengan
Peneliti 1 antara minum alkohol dengan
kanker payudara
kanker payudara

Tidak ada hubungan antara Tidak ada hubungan antara


Peneliti 2 minum alkohol dengan minum alkohol dengan
kanker payudara kanker payudara

Selanjutnya hipotesis yang akan dibahas adalah hipotesis penelitian bukan hipotesis statistik.

Contoh lain hipotesis statistik pada uji perbandingan satu proporsi:10

H0 : tidak ada perbedaan proporsi perokok antara mahasiswa dan populasi

Ha : ada perbedaan proporsi perokok antara mahasiswa dan populasi

Batas kritis alfa = 0,05

Uji yang dilakukan adalah uji Z dan untuk SE karena sampel (mahasiswa) dan populasi yang
dipakai adalah populasi (masyarakat umum).

Rumus :

Sampel : x = 35, n = 75 p (Perokok) = 35/75 = 0,47

Proporsi Perokok di populasi p = 0,25


Dari nilai pv : Keputusan uji adalah H0 ditolak

Kesimpulan : Ada perbedaan proporsi perokok antara sampel (mahasiswa) dengan populasi
(masyarakat umum).

Jenis Hipotesis Menurut Arah Hipotesis

Jenis hipotesis menurut arah hipotesis terdiri dari ada dua macam yaitu:

1. Hipotesis satu arah : Hipotesis yang sudah memberi arah. Ciri hipotesis satu arah terdapat
kata : “ lebih tinggi, lebih rendah.”

Contoh : “Proporsi kejadian spina bifida pada ibu hamil yang mengkonsumsi asam folat 3
bulan pra konsepsi lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang mengkonsumsi asam
folat hanya pada saat trimester pertama.”

1. Hipotesis dua arah : Hipotesis yang belum mempunyai arah, ciri hipotesis ini adalah terdapat
kata : “ ada hubungan, ada korelasi, ada perbedaan” Jadi belum mengarahkan dampak faktor
tertentu terhadap kejadian tertentu.

Contoh: “Terdapat hubungan senam hamil dengan lama persalinan kala II.”

Hipotesis Positif dan Hipotesis Negatif

Ada juga jenis hipotesis positif dan hipotesis negatif. Hipotesis yang lazim ditemukan dalam
penelitian adalah hipotesis positif, namun jarang ditemukan hipotesis negatif. Contoh :

Hipotesis Negatif:

 Tidak terdapat hubungan antara minum alkohol dengan kanker payudara


 Tidak terdapat hubungan antara makanan cepat saji dengan penurunan densitas massa tulang
 Tidak ada hubungan antara obat SF dengan kejadian perdarahan kala tiga

Hipotesis Positif:

 Terdapat hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan kejadian kualitas hidup
akseptor
 Terdapat hubungan antara masase perineum dengan robekan perineum tingkat III
 Semakin teratur ibu hamil melakukan senam hamil, semakin cepat persalinan kala II.

4. Cara Membuat Hipotesis yang Benar

Suatu hipotesis haus memenuhi syarat sebagai berikut:6, 9

1. Merupakan kalimat deklaratif


2. Merupakan jawaban sementara
3. Dapat dibuktikan secara empiris
4. Berkaitan dengan teori-teori yang ada
5. Konsisten dengan pertanyaan penelitian
6. Hipotesis hanya dibuat untuk penelitian analitik : Korelasi / hubungan antara dua atau lebih
variabel
7. Hipotesis hanya dibuat untuk pertanyaan utama
8. Menyebutkan variabel secara spesifik
9. Hipotesis boleh mengandung beberapa variabel bebas/independen, tetapi hanya mengandung
satu variabel terikat/dependen
10. Hipotesis dapat dibuat dalam bentuk Hipotesis positif dan hipotesis negatif
11. Hipotesis dapat terdir dari dua arah dan satu arah

Daftar Pustaka :

1. Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta; 2010.


2. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara; 2012.
3. Riyanto A. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan; Dilengkapi COntoh kuesioner dan
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.
4. Hamdiyati Y. Cara Membuat Kajian Pustaka. . Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
bagi Guru-Guru MGMP Kota Bandung [Internet]. 2008. Available from:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196611031991012-
YANTI_HAMDIYATI/Kajian_Pustaka_Pelatihan_KTI-PTK.pdf.
5. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto;
2011.
6. Kusumayati A. Materi Ajar Metodologi Penelitian. Kerangka Teori, Kerangka Konsep dan
Hipotesis. Depok: Universitas Indonesia; 2009.
7. Green LW, Ottoson JM. A Framework for Planning and Evaluation: PRECEDE-PROCED
Evolution anf Application of te Model. Journees de Sante Publique [Internet]. 2006. Available
from: http://jasp.inspq.qc.ca/Data/Sites/1/SharedFiles/presentations/2006/JASP2006-Ottawa-
Green-Ottoson14-1.PDF.
8. Djami MEU. Hubungan Kontrasepsi Hormonal dengan Kualitas Hidup wanita Pernah Kawin
di Wilayah Kerja Puskesmas Tigaraksa. In: Indonesia U, editor. Manuskrip. Depok2011.
9. Dahlan S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
10. Hastono SP, Sabri L. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers; 2006.

https://moudyamo.wordpress.com/2016/02/01/bah-ajar-metlid-tinjauan-pustaka/

Saturday, October 29, 2011

Pengertian Tinjauan Pustaka

Dalam salah satu artikel di situs http://bahankuliah.wordpress.com/2009/05/14/penulisan-tinjauan-


pustaka/ disebutkan bahwa "Tinjauan Pustaka" mempunyai arti: peninjauan kembali pustaka-pustaka
yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka
berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang
masalah yang berkaitan—tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang
dihadapi—tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral). Fungsi peninjauan kembali
pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan oleh
Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal dan memahami tentang
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik
penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan caranya meneliti permasalahan yang dihadapi.
Walaupun demikian, sebagian penulis (usulan penelitian atau karya tulis) menganggap tinjauan
pustaka merupakan bagian yang tidak penting sehingga ditulis “asal ada” saja atau hanya untuk
sekedar membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya.
Pembuktian keaslian penelitian tersebut sebenarnya hanyalah salah satu dari beberapa kegunaan
tinjauan pustaka. Kelemahan lain yang sering pula dijumpai adalah dalam penyusunan, penstrukturan
atau pengorganisasian tinjauan pustaka.
Banyak penulisan tinjauan pustaka yang mirip resensi buku (dibahas buku per buku, tanpa ada kaitan
yang bersistem) atau mirip daftar pustaka (hanya menyebutkan siapa penulisnya dan di pustaka mana
ditulis, tanpa membahas apa yang ditulis). Berdasar kelemahan-kelemahan yang sering dijumpai di
atas, tulisan ini berusaha untuk memberikan kesegaran pengetahuan tentang cara-cara penulisan
tinjauan pustaka yang lazim dilakukan. Cakupan tulisan ini meliputi empat hal, yaitu: (a) kegunaan,
(b) organisasi tinjauan pustaka, (c) kaitan tinjauan pustaka dengan daftar pustaka, dan (d) cara
pencarian bahan-bahan pustaka, terutama dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Kegunaan Tinjauan Pustaka
Leedy (1997, hal. 71) menerangkan bahwa suatu tinjauan pustaka mempunyai kegunaan untuk: (1)
mengungkapkan penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian yang (akan) kita lakukan; dalam
hal ini, diperlihatkan pula cara penelitian-penelitian tersebut menjawab permasalahan dan merancang
metode penelitiannya; (2) membantu memberi gambaran tentang metoda dan teknik yang dipakai
dalam penelitian yang mempunyai permasalahan serupa atau mirip penelitian yang kita hadapi; (3)
mengungkapkan sumber-sumber data (atau judul-judul pustaka yang berkaitan) yang mungkin belum
kita ketahui sebelumnya; (4) mengenal peneliti-peneliti yang karyanya penting dalam permasalahan
yang kita hadapi (yang mungkin dapat dijadikan nara sumber atau dapat ditelusuri karya -karya
tulisnya yang lain—yang mungkin terkait); (5) memperlihatkan kedudukan penelitian yang (akan)
kita lakukan dalam sejarah perkembangan dan konteks ilmu pengetahuan atau teori tempat penelitian
ini berada; (6) menungkapkan ide-ide dan pendekatan-pendekatan yang mungkin belum kita kenal
sebelumya; (7) membuktikan keaslian penelitian (bahwa penelitian yang kita lakukan berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya); dan (8) mampu menambah percaya diri kita pada topik yang kita
pilih karena telah ada pihakpihak lain yang sebelumnya juga tertarik pada topik tersebut dan mereka
telah mencurahkan tenaga, waktu dan biaya untuk meneliti topik tersebut.
Dalam penjelasan yang hampir serupa, Castetter dan Heisler (1984, hal. 38-43) menerangkan bahwa
tinjauan pustaka mempunyai enam kegunaan, yaitu: (1) mengkaji sejarah permasalahan; (2)
membantu pemilihan prosedur penelitian; (3) mendalami landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan; (4) mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu; (5) menghindari
duplikasi penelitian; dan (6) menunjang perumusan permasalahan. Karena penjelasan Castetter dan
Heisler di atas lebih jelas, maka pembahasan lebih lanjut tentang kegunaan tinjauan pustaka dalam
tulisan ini mengacu pada penjelasan mereka. Satu persatu kegunaan (yang saling kait mengkait)
tersebut dibahas dalam bagian berikut ini.

Kegunaan 1: Mengkaji sejarah permasalahan


Sejarah permasalahan meliputi perkembangan permasalahan dan perkembangan penelitian atas
permasalahan tersebut. Pengkajian terhadap perkembangan permasalahan secara kronologis sejak
permasalahan tersebut timbul sampai pada keadaan yang dilihat kini akan memberi gambaran yang
lebih jelas tentang perkembangan materi permasalahan (tinjauan dari waktu ke waktu: berkurang atau
bertambah parah; apa penyebabnya). Mungkin saja, tinjauan seperti ini mirip dengan bagian “Latar
belakang permasalahan” yang biasanya ditulis di bagian depan suatu usulan penelitian. Bedanya:
dalam tinjauan pustaka, kajian selalu mengacu pada pustaka yang ada. Pengkajian kronologis atas
penelitian–penelitian yang pernah dilakukan atas permasalahan akan membantu memberi gambaran
tentang apa yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dalam permasalahan tersebut. Gambaran
bermanfaat terutama tentang pendekatan yang dipakai dan hasil yang didapat.
Kegunaan 2: Membantu pemilihan prosedur penelitian
Dalam merancang prosedur penelitian (research design), banyak untungnya untuk mengkaji prosedur-
prosedur (atau pendekatan) yang pernah dipakai oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam meneliti
permasalahan yang hampir serupa. Pengkajian meliputi kelebihan dan kelemahan prosedur-prosedur
yang dipakai dalam menjawab permasalahan. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan prosedur-
prosedur tersebut, kemudian dapat dipilih, diadakan penyesuaian, dan dirancang suatu prosedur yang
cocok untuk penelitian yang dihadapi.
Kegunaan 3: Mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan
Salah satu karakteristik penelitian adalah kegiatan yang dilakukan haruslah berada pada konteks ilmu
pengetahuan atau teori yang ada. Pengkajian pustaka, dalam hal ini, akan berguna bagi pendalaman
pengetahuan seutuhnya (unified explanation) tentang teori atau bidang ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan permasalahan. Pengenalan teori-teori yang tercakup dalam bidang atau area
permasalahan diperlukan untuk merumuskan landasan teori sebagai basis perumusan hipotesa atau
keterangan empiris yang diharapkan.
Kegunaan 4: Mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu
Di bagian awal tulisan ini disebutkan bahwa kegunaan tinjauan pustaka yang dikenal umum adalah
untuk membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya.
Pembuktian keaslian penelitian ini bersumber pada pengkajian terhadap penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan. Bukti yang dicari bisa saja berupa kenyataan bahwa belum pernah ada penelitian
yang dilakukan dalam permasalahan itu, atau hasil penelitian yang pernah ada belum mantap atau
masih mengandung kesalahan atau kekurangan dalam beberapa hal dan perlu diulangi atau dilengkapi.
Dalam penelitian yang akan dihadapi sering diperlukan pengacuan terhadap prosedur dan hasil
penelitian yang pernah ada (lihat kegunaan 2). Kehati-hatian perlu ada dalam pengacuan tersebut.
Suatu penelitian mempunyai lingkup keterbatasan serta kelebihan dan kekurangan. Evaluasi yang
tajam terhadap kelebihan dan kelemahan tersebut akan berguna terutama dalam memahami tingkat
kepercayaan (level of significance) hal-hal yang diacu. Perlu dikaji dalam penelitian yang dievaluasi
apakah temuan dan kesimpulan berada di luar lingkup penelitian atau temuan tersebut mempunyai
dasar yang sangat lemah. Evaluasi ini menghasilkan penggolongan pustaka ke dalam dua
kelompok: 1. Kelompok Pustaka Utama (Significant literature); dan 2. Kelompok Pustaka Penunjang
(Collateral Literature).
Kegunaan 5: Menghindari duplikasi penelitian
Kegunaan yang kelima ini, agar tidak terjadi duplikasi penelitian, sangat jelas maksudnya.
Masalahanya, tidak semua hasil penelitian dilaporkan secara luas. Dengan demikian, publikasi atau
seminar atau jaringan informasi tentang hasil-hasil penelitian sangat penting. Dalam hal ini, peneliti
perlu mengetahui sumber-sumber informasi pustaka dan mempunyai hubungan (access) dengan
sumber-sumber tersebut. Tinjauan pustaka, berkaitan dengan hal ini, berguna untuk membeberkan
seluruh pengetahuan yang ada sampai saat ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
(sehingga dapat menyakinkan bahwa tidak terjadi duplikasi).
Kegunaan 6: Menunjang perumusan permasalahan
Kegunaan yang keenam dan taktis ini berkaitan dengan perumusan permasalahan. Pengkajian pustaka
yang meluas (tapi tajam), komprehe nsif dan bersistem, pada akhirnya harus diakhiri dengan suatu
kesimpulan yang memuat permasalahan apa yang tersisa, yang memerlukan penelitian; yang
membedakan penelitian yang diusulkan dengan penelitianpenelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Dalam kesimpulan tersebut, rumusan permasalahan ditunjang kemantapannya (justified).
Pada beberapa formulir usulan penelitian (seperti misalnya pada formulir Usulan Penelitian DPP FT
UGM), bagian kesimpulan ini sengaja dipisahkan tersendiri (agar lebih jelas menonjol) dan
ditempatkan sesudah tinjauan pustaka serta diberi judul “Keaslian Penelitian”.
Organisasi Tinjauan Pustaka
Seperti telah dijelaskan di atas, banyak dijumpai kelemahan dalam penulisan tinjauan pustaka dilihat
dari cara menyusun atau mengorganisasi materinya. Organisasinya yang lemah ditunjukan oleh tidak
adanya sistem (keterkaitan) yang jelas ditampilkan dalam tinjauan pustaka tersebut. Berkaitan denga
persyaratan untuk bersistem tersebut, dalam formulir Usulan Penelitian DPP FT UGM telah ditulis
dengan jelas, sebagai berikut:
“TINJAUAN PUSTAKA (Buatlah suatu uraian yang baik, luas dan bersistem mengenai penelitian-
penelitian yang sudah pernah diadakan dan yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang diusulkan
ini….)”.
Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dan Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang
bagian-bagian tinjauan pustaka, yang meliputi: (1). pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3) kesimpulan.
Dalam bagian pendahuluan, biasanya ditunjukan peninjauan dan kriterian penetapan pustaka yang
akan ditinjau (dapat diungkapkan dengan sederetann pertanyaan keinginan–tahu). Pada bagian
pendahuluan ini pula dijelaskan tentang organisasi tinjauan pustaka, yaitu pengelompokan secara
sistematis dengan menggunakan judul dan sub-judul pembahasan; umumnya, pengelompokan
didasarkan pada topik; cara lain, berdasar perioda (waktu, kronologis). Contoh “bagian pendahuluan”
dari suatu tinjauan pustaka sebagai berikut—
Contoh 1: Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi lima kelompok pembahasan. Pembahasan
pertama merupakan tinjauan singkat tentang system permodelan transportasi kota, sebagai pengantar
atau pengenalan tentang penyebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan. Pembahasan kedua berkaitan
dengan pengetahuan penyebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan (trip assignment) itu sendiri, dan
pembahasan kelompok ketiga menyangkut tinjauan kronologis pengembangan paket-paket program
komputer untuk perhitungan sebaran beban lalulintas. Pembahasan keempat bersangkut–paut dengan
kritik terhadap paket-paket komputer dalam bidang system permodelan transportasi kota yang ada;
sedangkan pembahasan kelima memfokuskan pada interaksi (dialog) antara program komputer dan
pemakai. (Sumber: Djunaedi, 1988)
Contoh 2:
….tinjauan pustaka ini dirancang untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1) Seperti apakah proses perencanaan kota komprehensif itu?
2) Bagian mana saja dari proses tersebut yang terstruktur dan bagian mana saja yang tidak
terstruktur?
3) Sejauh mana bagian-bagian proses tersebut sampai saat ini telah terkomputerkan?
4) Siapa saja atau pihak mana yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut?
5) Seperti apakah produk akhir dari proses perencanaan tersebut?
(Sumber: Djunaedi, 1986: hal. 9)
Bagian kedua, pembahasan, disusun sesuai organisasi yang telah ditetapkan dalam bagian
pendahuluan. Pembahasan pustaka perlu dipertimbangkan keterbatasan bahwa tidak mungkkin
(tepatnya: tidak perlu) semua pustaka dibahas dengan kerincian yang sama; ada pustaka yang lebih
penting dan perlu dibahas lebih rinci daripada pustaka lainnya. Dalam hal ada kemiripan isi, perincian
dapat diterapkan pada salah satu pustaka; sedangkan pustaka lainnya cukup disebutkan saja tapi tidak
dirinci. Misal : Komponen Sistem Penunjang Pembuatan Keputusan, seperti dijelaskan oleh Mittra
(1986), meliputi empat modul: pengendali, penyimpan data, pengolah data, dan pembuat model.
Penjelasan serupa diberikan pula oleh Sprague dan Carlson (1982), dan Bonczek et al. (1981).
Sebagai peninjauan yang bersistem, disamping menuruti organisasi yang telah ditetapkan, dalam
pembahasan secara rinci perlu ditunjukkan keterkaitan satu pustaka dengan pustaka lainnya. Bukan
hanya menyebut “Si A menjelaskan bahwa . . . . . . Si B menerangkan . . . .
. . Si Z memerinci . . . . . . “; tapi perlu dijelaskan keterkaitannya, misal “Si B menerangkan
bahwa . . . . . . sebaliknya si G membantah hal tersebut dan menyatakan bahwa . . . . . .
Bantahan serupa muncul dari berbagai pihak, misalnya diungkapkan oleh si W, si S dan si Y. Ketiga
penulis terakhir ini bahkan menyatakan bahwa . . . . . .
Tinjauan Pustaka diakhiri dengan kesimpulan atau ringkasan yang menjelaskan tentang “apa arti
semua tinjauan pustaka tersebut (what does it all mean?)”. Secara rinci, kesimpulan atau ringkasan
tersebut hendaknya memuat jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan berikut ini, tentang:
(a) status saat ini, mengenai pengetahuann yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti
(apakah permasalahan sebenarnya telah tuntas terjawab?);
(b) penelitian-penelitian terdahulu yang dengan permasalahan yang dihadapi (adakah sesuatu dan
apakah yang dapat dimanfaatkan?);
(c) kualitas penelitian-penelitian yang dikaji (mantap atau hanya dapat dipercayai sebagian saja?);
(d) kedudukan dan peran penelitian yang diusulkan dalam konteks ilmu pengetahuan yang ada.
Contoh bagian ringkasan dari tinjauan pustaka:
Isi tinjauan pustaka di atas dapat diringkas sebagai berikut:
(1) Telah tersedia pengetahuan tentang teknik perhitungan sebaran beban lalulinas ke ruas-ruas jalan.
(2) Teknik tersebut telah diwujudkan dalam suatu bagian dari program komputer berskala besar
sampai menengah, yang dijalankan denngan komputer besar (main–frame).
(3) Dibutuhkan penerapan teknik tersebut pada komputer mikro mengingat komputer mikro telah
tersebar luas di Indonesia.
(4) Untuk pembuatan program simulator ini perlu dipertimbangkan hasil-hasil penelitian yang
pernah dilakukan menyangkut interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai yang bukan
pemrogram, terutama dalam bentuk dialog, keterlibatan pemakai, dan keterbatasan waktu dalam diri
pemakai.
(Sumber: Djunaedi, 1988)
Kaitan Tinjauan Pustaka dengan Daftar Pustaka
Di bagian awal tulisan in telah disebutkan bahwa sering terdapat penulisan tinjauan pustaka yang
mirip daftar pustaka. Misal: “Tentang hal A dibahas oleh si H dalam buku . . .
. . . , si B dalam buku . . . . . . ; sedangkan tentang hal J diterangkan oleh si P dalam buku . .
. . . . “. Peninjauan seperti ini biasanya tidak menyebutkan apa yang dijelaskan oleh masing masing
pustaka secara rinci (hanya menyebutkan siapa dan dimana ditulis).
Penyebutan judul buku, yang seringkali tidak hanya sekali, tidak efisien dan menyaingi tugas daftar
pustaka. Dalam tulisan ini, cara peninjauan seperti itu tidak disarankan. Pengacuan pustaka dalam
tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan cara yang bermacam-macam, antara lain: penulisan catatan
kaki, dan penulisan nama pengarang dan tahun saja. Setiap cara mempunyai kelebihan dan
kekurangan; tapi peninjauan tentang kelebihan dan kekurangan tersebut di luar lingkup tulisan ini.
Dalam tulisan ini hanya akan dibahas pemakaian cara penulisan nama akhir pengarang dan tahun
penerbitan (dan sering ditambah dengan nomor halaman). Misal: Dalam hal organisasi tinjauan
pustaka, Castetter dah Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian tinjauan pustaka,
yang meliputi: (1) pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3) kesimpulan. Pengacuan cara di atas
mempunyai kaitan erat dengan cara penulisan daftar pustaka.
Penulisan daftar pustaka umumnya tersusun menurut abjad nama akhir penulis; dengan format: nama
penulis, tahun penerbitan dan seterusnya. Susunan dan format daftar pustaka tersebut memudahkan
untuk membaca informasi yang lengkap tentang yang diacu dalam tinjauan pustaka. Misal, dalam
tinjauan pustaka:
“. . . . . . Mittra (1986) . . . . . .”
Dalam daftar pustaka, tertulis:
Mittra, S. S., 1996, Decision Support System: Tools and Techniques, John Wiley & Sons, New York,
N. Y.
Sering terjadi, seorang penulis (usulan penelitian atau karya tulis) ingin menunjukan bahwa bahan
bacaannya banyak; meskipun tidak dibahas dan tidak diacu dalam tulisannya, semuanya ditulis dalam
daftar pustaka. Maksud yang baik ini sebaiknya ditunjukan dengan membahas dan mengemukakan
secara jelas (menurut aturan pengacuan) apa yang diacu dari pustaka-pustaka tersebut dalam
tulisannya. Tentunya hal yang sebaliknya, yaitu menyebut nama pengarang yang diacu dalam tinjauan
pustaka tanpa menuliskannya dalam daftar pustaka (karena lupa) tidak perlu terjadi.
Berikut ini salah satu petunjuk tentang penulisan nama untuk pengacuan dalam tinjauan pustaka (dan
daftar pustaka)—dikutip dari petunjuk yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM (1997: hal.
16-17):

F. Penulisan Nama
Penulisan nama mencakup narna penulis yang diacu dalam uraian, daftar pustaka, nama yang lebih
dan satu suku kata, nama dengan garis penghubung, nama yang diikuti dengan singkatan, dan derajat
kesarjanaan.
1. Nama penulis yang diacu dalam uraian
Penulis yang tulisannya diacu daiam uraian hanya disebutkan narna akhimya saja, dan kalau lebih dari
2 orang, hanya nama akhir penulis pertama yang dicantumkan dlikuti dengan dkk atau et al:
a. Menurut Calvin (1978) ….
b. Pirolisis ampas tebu (Othmer dan Fernstrom, 1943) menghasilkan..
c. Bensin dapat dibuat dari metanol (Meisel dkk, 1976) …
Yang membuat tulisan pada contoh (c) berjumiah 4 orang, yaitu Meisel, S.L., McCullough, J.P.,
Leckthaler, C.H., dan Weisz, P.B.

2. Nama penulis dalam daftar pustaka


Dalam daftar pustaka, semua penulis harus dicantumkan namanya, dan tidak boleh hanya penulis
pertama diambah dkk atau et al. saja.
Contoh:
Meisei, S.L., McCullough, J.P., Leckthaler, C.H., dan Weisz, P.B., 1 976, ….
Tidak boleh hanya:
Meisel, S.L. dkk atau Meisel, S.L. et al.
3. Nama ponulis lebih dari satu sutu kata
Jika nama penulis ierdiri dari 2 suku kata atau lebih, cara penulisannya ialah narna akhir diikuti
dengan koma, singkatan nama depan, tengah dan seterusnya, yang semuanya diberi titik, atau nama
akhir dilkuti dengan suku kata nama depan, tengah, dan eterusnya.
Contoh:
a. Sutan Takdir Alisyahbana ditulis: Alisyahbana S.T., atau Alisyahbana, Sutan Takdir.
b. Donald Fitzgerald Othmer ditulis: Othmer, D.F.
4. Nama dengan garis penghubung
Kalau nama penulis dalam sumber aslinya ditulis dengan garis penghubung di antara dua suku
katanya, rraka keduanya dianggap sebagai satu kesatuan.
Contoh:
Sulastin-Sutrisno ditulis Sulastin-Sutrisno.
5. Nama yang diikuti dengan singkatan
Nama yang diikuti dengan singkatan, dianggap bahwa singkatan itu menjadi satu dengan suku kata
yang ada di depannya.
Contoh:
a. Mawardi A.l. ditulis: Mawardi A.l.
b. Williams D. Ross Jr. ditulis: Ross Jr., W.D.

6 . Derajat kosarjanaan
Derajat kesarjanaan tidak boleh dicantumkan.
Di bawah ini adalah salah satu contoh format daftar pustaka—dikutip dari petunjuk
yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM (1997: hal. 26):
Anderson, T.F. 1951. Techniques for the Preservation of Three Dimensional Structure in Preparing
Specimens for the Electron Microscope. Trans. N.Y. Acad. Sci. 13: 130- 134.
Andrew, Jr., H.N. 1961. Studies in-Paleabotany. John Wiley & Sons, Inc., New York. Berlyn, G.P.
and J.P. Miksche. 1976. Botanical Microtechnique and Cytochemistry. The lowa State University
Press, Ames. Iowa.
Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnagar, 1981. The Embryology of Angiosperms. Vikas Publishing House
PVT Ltd., New Delhi.
Cronquist, A. 1973. Basic Botany. Warper & Row Publisher,New York.
Cutler, D.F., 1978. Applied P/ant Anatomy. Longman, London.
Dawes. C.J. 1971. Bio/ogica/ Techniques in E/ectron Microscopy. Barnes & Nob/e, /nc., New York.
Dv Praw, E.J. 1972. The Bioscience: Cel/ and Mo/ecu/ar Bio/ogy. Cell and Molecular Biology
Council, Standford, Califomia.
Bohlin, P. 1968. Use of the Scanning Reflection Electron Microscope in the Study of Plant and
Microbial Material. J. Roy. Microscop. Soc. 88: 407 – 418.
Erdtman, G. 1952. Po/len Morpho/ogy and P/ant Taxonomy. Almquist & Wiksell, Stockholm – The
Chronica Botanica Co., Waltham, Mass.
Esau, K. 1965. P/ant Anatomy. JohnWiley & Sons. Inc., New York.
Esau, K. 1977. Anatomy of Seed P/ants. John Wiley 8 Sons. New York.
Faegri, K. and J. Iversen.- 1975. Texbook of Po/len Ana/ysis. Hainer Press, New York
http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/10/pengertian-tinjauan-pustaka.html

Teknik Menyusun Kajian Pustaka


Posted on Maret 7, 2013 by zulrahmattogala

Oleh: Zulrahmat Togala

A. Pendahuluan.

Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu, secara umum tujuan penelitian
ada tiga macam yakni yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Penemuan
karena data yang diperoleh dari hasil penelitian itu adalah data yang benar-benar baru dan
sebelumnya belum pernah ada. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk
membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu.
pengembangan, hasil dari penelitian merupakan pendalaman dan perluasan pengetahuan yang
telah ada.[1]

Penelitian ilmiah apapun jenisnya adalah merupakan kegiatan yang dilakukan secara
sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis, tentang fenomena-fenomena alami, dengan di
pandu oleh teori dan hipotesis[2]. Umumnya seorang peneliti setelah mengidentifikasi topik
yang dapat dan perlu di teliti ingin segera memulai melakukan penelitian, tanpa melakukan
penyelidikan secara sungguh-sungguh mengenai apa yang diketahui orang lain dalam bidang
kajian yang akan ditelitinya. Topik penelitian tersebut harus di kaitkan dengan pengetahuan
yang relevan, seperti hasil penelitian, jurnal, disertasi, dan buku yang memiliki topik yang
sama.[3]

B. Arti Penting Kajian Pustaka.

Kajian pustaka dalam suatu penelitian ilmiah adalah salah satu bagian penting dari
keseluruhan langkah-langkah metode penelitian. Cooper dalam Creswell mengemukakan
bahwa kajian pustaka memiliki beberapa tujuan yakni; menginformasikan kepada pembaca
hasil-hasil penelitian lain yang berkaitan erat dengan penelitian yang dilakukan saat itu,
menghubungkan penelitian dengan literatur-literatur yang ada, dan mengisi celah-celah dalam
penelitian-penelitian sebelumnya.[4]

Selanjutnya Geoffrey dan Airasian mengemukakan bahwa tujuan utama kajian pustaka
adalah untuk menentukan apa yang telah dilakukan orang yang berhubungan dengan topik
penelitian yang akan dilakukan. Selain itu dengan kajian pustaka tidak hanya mencegah
duplikasi penelitian orang lain, tetapi juga memberikan pemahaman dan wawasan yang
dibutuhkan untuk menempatkan topik penelitian yang kita lakukan dalam kerangka logis.
Dengan mengkaji penelitian sebelumnya, dapat memberikan alasan untuk hipotesis penelitian,
sekaligus menjadi indikasi pembenaran pentingnya penelitian yang akan dilakukan.[5] Lebih
lanjut Anderson mengemukakan bahwa kajian pustaka dimaksudkan untuk meringkas,
menganalisis, dan menafsirkan konsep dan teori yang berkaitan dengan sebuah proyek
penelitian.[6]

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kajian pustaka adalah suatu
kegiatan penelitian yang bertujuan melakukan kajian secara sungguh-sungguh tentang teori-
teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti sebagai dasar dalam
melangkah pada tahap penelitian selanjutnya. Teori dan konsep yang dikaji digunakan untuk
memperjelas dan mempertajam ruang lingkup dan konstruk variable yang akan di teliti,
sebagai dasar perumusan hipotesis dan penyusunan iinstrumen penelitian, dan sebagai dasar
dalam membahas hasil penelitian untuk digunakan untuk memberikan saran dalam upaya
pemecahan topik permasalahan.

C. Langkah-Langkah Menyusun Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam sebuah penelitian ilmiah berarti menempatkan dan menyimpulkan
teori-teori dan konsep-konsep yang nantinya dapat memberikan kerangka kerja dalam
menjelaskan suatu topik dalam sebuah penelitian. Banyak cara dan model membuat kajian
pustaka, Creswell mengemukakan beberapa model sesuai dengan pendekatan penelitian yang
dilakukan. Untuk pendekatan kualitatif, model pertama, peneliti menempatkan kajian
pustaka pada bagian pendahuluan, ini dimaksudkan agar kajian pustaka dapat menjelaskan
latar belakang secara teoritis masalah-masalah penelitian. Model kedua, menempatkan kajian
pustaka pada bab terpisah seperti halnya pada pendekatan kuantitatif, model ketiga Kajian
pustaka ditempatkan pada bagian akhir penelitian bersamaan dengan literatur terkait.[7]
Untuk pendekatan kuantitatif selain menyertakan sejumlah besar teori dan konsep pada
bagian pendahuluan juga memperkenalkan masalah atau menggambarkan secara detail
literatur dalam bagian khusus dengan judul seperti tinjauan pustaka, kajian teori atau kajian
pustaka, dan pada bagian akhir penelitian meninjau kembali literatur terkait dan
membandingkan dengan temuan penelitian.[8]

Berikut ini adalah sintesis dari langkah-langkah melakukan kajian pustaka menurut Donald
Ary[9] dan Creswell[10] sebagai berikut:

1. Mulailah dengan mengidentifikasi kata kunci topik penelitian untuk mencari materi, referensi,
dan bahan pustaka yang terkait.
2. Membaca abstrak laporan-laporan hasil penelitian yang relevan, bisa didapatkan dari sumber
perpustakaan, jurnal, buku, dan prosiding.
3. Membuat catatan hasil bacaan dengan cara membuat peta literatur (literature map) urutan dan
keterkaitan topik penelitian dan referensi bibliografi secara lengkap.
4. Membuat ringkasan literatur secara lengkap berdasarkan peta literatur, sesuai dengan urutan
dan keterkaitan topik dari setiap variabel penelitian.
5. Membuat kajian pustaka dengan menyusunnya secara tematis berdasarkan teori-teori dan
konsep-konsep penting yang berkaitan dengan topik dan variabel penelitian.
6. Pada akhir kajian pustaka, kemukakan pandangan umum tentang topik penelitian yang
dilakukan berdasarkan literatur yang ada, dan jelaskan orisinalitas dan pentingnya topik
penelitian yang akan dilakukan di banding dengan literatur yang sudah ada.

Langkah-langkah di atas dapat digunakan untuk menulis kajian pustaka berbagai jenis
metode/pendekatan penelitain. Selain itu juga dapat mempersempit ruang lingkup
penelitian yang di ajukan sehingga rumusan masalah dan langkah penelitian lebih jelas dan
dapat dilakukan dengan baik.

D. Kesimpulan

Langkah awal yang sangat menentukan dalam sebuah penelitan adalah menentukan topik
penelitian yang benar-benar mendesak untuk diteliti. Selain itu akses terhadap
partisipan/sampel, sumber-sumber lain, dan memiliki ketersediaan literatur penting untuk
dipertimbangkan.
Kajian pustaka tidak hanya membantu memverifikasi masalah-masalah penelitian, tetapi juga
membantu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan penyusunan instrument
penilitian.

Langkah-langkah penting dalam melakukan kajian pustaka adalah mengidentifikasi kata


kunci topik penelitian untuk mencari literatur yang berkaitan seperti jurnal, buku-buku, dan
penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang akan di lakukan. Selanjutnya membuat
peta literatur yang mencerminkan keterkaitan teori-teori dan konsep-konsep, kemudian
mencatat bibliografi sumber literatur secara lengkap, setelah itu membuat kajian pustaka
dengan mendeskripsikan literatur yang ada dalam sebuah tulisan yang sesuai dengan kaidah
penulisan ilmiah.

E. Daftar Pustaka

[1] Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kualitatif, dan
R&D. Alfabeta, Bandung, h. 81.

[2] Kerlinger, Fred N., 2006, Foundation Of Behavioral Research, terjemahan Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, h. 17.

[3] Ary, Donald, et al. 2004, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, terjemahan Arief
Furchan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 91.

[4] Creswell John W., 2010, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches, 3th, terjemahan Achmad Fawaid, Yogyakarta, h. 40.

[5] L. R. Gay, Geoffrey E. Mills, Peter Airasian, 2009, Educational Research: Competencies
for Analysis and Applications 9th, Pearson Education, New Jersey. h. 80.

[6] Gary Anderson, Nancy Arsenault, 1998, Fundamentals of Educational Research, 2nd
Edition, The Falmer Press, Philadelphia, h. 83.

[7] Creswell John W., op. cit., h. 42.

[8] Ibid., h. 44.

[9] Ary, Donald et. al., op. cit. h. 108.


[10] Creswell John W., op. cit., h. 46.

https://zultogalatp.wordpress.com/2013/03/07/teknik-menyusun-kajian-pustaka/

HIPOTESIS

Hipotesis termasuk ke dalam salah satu langkah-langkah penelitian, karena dalam tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui sesuatu pada tingkat tertentu dipercaya sebagai sesuatu
yang benar. Hipotesis dalam penelitian banyak memberikan manfaat, baik dalam hal proses
dan langkah penelitian maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Pada
hakikatnya hipotesis merupakan sebuah jawaban sementara atau dugaan, dan sudah pasti
jawaban tersebut belum tentu benar, dan karenanya perlu dibuktikan atau diuji kebenarannya.

A. Pengertian Hipotesis
Telah dikatakan sebelumnya, bahwa tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sesuatu
yang pada tingkat tertentu yang dapat dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Hal ini bertitik
tolak dari pertanyaan yang disusun dalam bentuk masalah penelitian, dimana pertanyaan-
pertanyaan tersebut disusun dengan menggunakan jawaban sementara yang kemudian
dibuktikan melalui penelitian empiris. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan bagian dari
langkah-langkah penelitian. Biasanya hipotesis ini diajukan setelah merumuskan masalah.
Hal ini dapat dikatakan cukup rasional sebab hipotesis pada hakikatnya adalah jawaban
sementara atau dugaan jawaban dari masalah. Dengan kata lain, jawaban tersebut belum
merupakan jawaban yang pasti atau jawaban yang benar, oleh sebab itu diperlukan dengan
pembuktian atau diuji kebenarannya.
Hipotesis berasal dari kata hypo = sebelum atau bawah dan thesis = pernyataan atau pendapat.
Dapat diartikan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan
belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris.
Hipotesis juga berarti pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya
masih belum meyakinkan. Dan kebenaran tersebut perlu diuji atau dibuktikan. Dalam hal
pembuktian atau pengujian ini dilakukan melalui bukti-bukti secara empiris, yaitu melalui
data-data atau fakta-fakta di lapangan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis
membutuhkan dukungan berupa data atau fakta yang empiris, hal ini dilakukan karena sifat
dari hipotesis ini sementara. Hipotesis dinyatakan ditolak atau diterima. Selain itu hipotesis
harus dibuat dalam setiap penelitian yang bersifat analitis. Untuk penelitian yang bersifat
deskriptif, dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang diteliti, hipotesis tidak perlu
dibuat, sebab tidak pada tempatnya.
Dalam melakukan penelitian, langkah hipotesis ini banyak memberikan manfaat, baik dalam
hal proses dan langkah penelitian maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang
diteliti. Telah dikatakan bahwa hipotesis memberikan manfaat dalam hal proses dan langkah
penelitian terutama dalam menentukan proses pengumpulan data seperti metode penelitian,
instrument yang harus digunakan, sampel atau sumber data, dan teknik analisis data.
Sedangkan manfaat hipotesis dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari
pernyataan hubungan variabel-variabel penelitian. selain kedua manfaat di atas, terdapat juga
manfaat lain dari hipotesis, yaitu memudahkan peneliti dalam menarik kesimpulan penelitian,
yakni menarik pernyataan-pernyatan hipotesis yang telah diuji kebenarannya. Dengan
demikian akan mempermudah peneliti untuk menangkap makna kesimpulan penelitian.
Menurut Ary Donald, bahwa fungsi hipotesis ada empat, antara lain :
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan
dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji
dalam penelitian.
3. Member arah pada penelitian.
4. Member kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
Ada beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan hipotesis, dan fungsi-
fungsi di atas dapat berjalan secara efektif, apabila faktor-faktor tersebut diperhatikan dan
dilakukan secara benar. Faktor-faktor tersebut, terdiri dari :
1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Artinya bahwa kalimat itu bersifat positif dan
tidak normatif. Istilah-istilah seperti seharusnya atau sebaiknya tidak terdapat dalam kalimat
hipotesis.
2. Variabel (variabel-variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah variabel yang
operasional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu di antara variabel-variabel.

Hipotesis terbagi dalam tiga macam, yaitu :


1. Hipotesis Deskriptif yaitu hipotesis yang tidak membandingkan dan menghubungkan
dengan variabel lain atau hipotesis yang dirumuskan untuk menentukan titik peluang,
hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan taksiran (estimatif). Contohnya:
“Tindakan Kepala Sekolah dalam penegakan disiplin di SMP Negeri 16 Kota Sukabumi
paling tinggi 40% dari nilai ideal.
2. Hipotesis komparatif dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang
bersifat membedakan. Misalnya: “Ada perbedaan siswa yang mempunyai cita-cita (program)
dengan siswa yang hanya sekedar sekolah dalam rangka Mendisiplinkan diri pada SMP
Negeri di Kota Sukabumi, bahwa siswa yang mempunyai cita-cita (program) lebih baik
daripada siswa yang hanya sekedar sekolah.
3. Hipotesis asosiatif yaitu dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang
bersifat hubungan. Misalnya: “Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan membaca
pemahaman dan berpikir logis dengan kemampuan menulis eksposisi di Kota Sukabumi.

Dari sifat hubungan ini hipotesis penelitian terbagi dalam tiga jenis, yaitu :
1. Hipotesis hubungan simetris, ialah hipotesis yang menyatakan hubungan yang bersifat
kebersamaan antara dua variabel atau lebih, tetapi tidak menunjukkan sebab akibat.
2. Hipotesis hubungan sebab akibat (kausal) ialah hipotesis yang menyatakan hubungan
bersifat mempengaruhi antara dua variabel atau lebih.
3. Hipotesis hubungan interaktif ialah hipotesis hubungan antara dua variabel atau lebih yang
bersifat saling mempengaruhi.
Hipotesis sebagai jawaban sementara atau dugaan jawaban dari pertanyaan penelitian, tidak
asal dalam menduga-duga. Jawaban sementara tersebut harus mendekati kebenaran, artinya
harus menggunakan logika berpikir rasional atau berpikir deduktif, bisa pula dari hasil
berpikir empiris atau berpikir induktif. Penelitian terhadap hipotesis yang diangkat dari
pengamatan empiris sering menunjukkan kebenaran sehingga pemecahan masalahnya
mendekati kebenaran. Namun hipotesis yang diangkat dari hasil pengamatan ini hasilnya
kurang memiliki daya penjelas dan terbatas sehingga generalisasinya kurang dapat
diandalkan, sekalipun kegunaannya mempunyai nilai praktis.

B. Menyusun Hipotesis
Hipotesis dapat disusun melalui dua pendekatan, yang pertama secara deduktif dan yang
kedua secara induktif. Penyusunan hipotesis secara deduktif ditarik dari teori. Suatu teori
yang terdiri atas proposisi-proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan antara dua
konsep. Proposisi ini merupakan postulat-postulat yang dari padanya disusun hipotesis.
Penyusunan hipotesis secara induktif bertolak dari pengamatan empiris.
Pada model Wallace tentang proses penelitian ilmiah dalam Bab II “Penelitian Sebagai
Proses Ilmiah” telah dijelaskan penjabaran hipotesis dari teori dengan metode deduksi logis.
Teori terdiri atas seperangkat proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan di
antara dua konsep. Misalnya, teori A terdiri atas proposisi-proposisi X-Y, Y-Z, dan X-Z. dari
ketiga proposisi itu dipilih proposisi yang diminari dan relevan dengan peristiwa pengamatan,
misalnya proposisi X-Y. bertitik tolak dari proposisi itu diturunkan hipotesis secara deduksi.
Konsep-konsep yang terdapat dalam proposisi diturunkan dalam pengamatan menjadi
variabel-variabel.
Dan telah dikatakan sebelumnya bahwa hipotesis dapat juga disusun secara induktif. Dari
pengalaman kita di masa lampau, kita mengetahui bahwa kecelakaan-kecelakaan kendaraan
bermotor di jalan raya kebanyakan disebabkan oleh supir yang menjalankan kendaraannya
dengan kecepatan tinggi. Bertolak dari pengalaman ini kita menyusun hipotesis: Ada
hubungan positif antara kecepatan laju kendaraan dengan kecelakaan lalu lintas.
Sehubungan dengan penyusunan hipotesis ini, Debold B. Van Dallen mengemukakan
postulat-postulat yang diturunkan dari dua jenis asumsi, yaitu postulat-postulat berdasarkan
asumsi proses psikologis. Postulat-postulat yang bersumber dari kenyataan-kenyataan alam
adalah :
1. Postulat Jenis (Natural Kinds)
Dalam postulat ini menunjukkan bahwa adanya kemiripan antara obyek-obyek individual
tertentu yang memungkinkan mereka untuk dikempokkan ke dalam satu kelas tertentu.
2. Postulat Keajekan (Constancy)
Di ala mini ada hal-hal yang menurut pengamatan kita selalu berulang-ulang dengan pola
yang sama.
3. Postulat Determinisme
Suatu kejadian tidak secara kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Misalnya, seperti gunung
meletus bukanlah suatu kebetulan, tetapi merupakan akibat dari suatu proses geologis yang
bekerja di dalam bumi. Ada postulat sebab akibat yang menyatakan bahwa suatu peristiwa
terjadi karena sesuatu atau beberapa sebab. Postulat ini dipakai untuk menyusun suatu
hipotesis untuk menerangkan peristiwa tertentu.

C. Kerangka Hipotesis
Variabel secara sederhana dapat diartikan cirri dari individu, objek , gejala, peristiwa yang
dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Hasil pengukuran suatu variabel bisa
konstan atau tetap, bisa pula berubah-ubah. Variabel dalam penelitian dibedakan menjadi dua
kategori utama, yaitu variabel bebas dan variabel terikat atau variabel independen dan
variabel dependen.
Jumlah variabel yang tercakup dalam suatu hipotesis dan bentuk hubungan di antara variabel-
variabel itu sangat menentukan alat uji hipotesis. Hipotesis yang hanya terdiri atas satu
variabel akan diuji dengan univariate analysis. Dan ada juga yang mencakup dua variabel,
yang akan diuji melalui bivariate analysis. Salah satu variabel pada hipotesis dengan bivariate
analysis itu berfungsi sebagai variabel yang dijelaskan atau variabel tidak bebas, dan yang
satunya berfungsi sebagai vaiabel yang menerangkan atau variabel bebas. Satu variabel dapat
dijelaskan oleh seperangkat variabel bebas secara bivariate. Bisa dikatakan bahwa variabel
terikat menjadi tolok ukur atau indicator keberhasilan variabel bebas. Misalnya: “ Motivasi
dapat ditempatkan sebagai variabel bebas apabila akan dilihat intensitasnya dalam hal
produktifitas.

D. Model Relasi
Hubungan variabel dengan variabel dalam hipotesis mempunyai model yang berbeda-beda.
Pengertian hubungan di sini tidak sama dengan pengertian hubungan dalam pembicaraan
sehari-hari. Hubungan di sini diartikan sebagai relasi, yaitu himpunan dengan elemen yang
terdiri dari pasangan urut. Himpunan yang demikian dibentuk dari dua himpunan yang
berbeda. Hubungan variabel-variabel pada hipotesis dapat digolongkan dalam 3 model, yaitu:
1. Model Kontingensi;
2. Model Asosiatif;
3. Model Fungsional

Ketiga model ini akan berkembang lagi menjadi 10 jika dihubungkan dengan skala
pengukuran sebagai berikut:
Skala Pengukuran Variabel Model
Kontingensi Asosiatif Fungsional
Nominal V
Ordinal V V
Interval V V V
Ratio V V V

1. Model Kontingensi
Hubungan dengan model kontingensi dinyatakan dalam bentuk table silang. Misalnya
hubungan di antara variabel “agama” dan variabel “partai politik” pada pemilu 1997. Yang
kita inginkan ialah mengetahui hubungan antara agama dan politik pada 500 orang pemilih
pada tahun 1997 di daerah tertentu. variabel “partai politik” dengan tiga kategori (PPP,
GOLKAR, dan PDI) adalah variabel nominal. Dan variabel “agama” dengan lima kategori
(Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha) disebut juga kategori nominal. Dengan
menyilangkan kedua variabel, maka didapat 3x5 =15 kontingen dalam hubungan itu. Isi
masing-masing kontingen dapat juga dibuat dalam bentuk persentase atau proporsi. Model
kontingensi ini mempunyai bentuk umum: b x k (baris x kolom). Table 3x2 misalnya adalah
table yang terdiri atas 3 baris dan 2 kolom.
2. Model Asosiatif
Model ini terdapat di antara dua variabel yang sama-sama ordinal, atau sama-sama interval,
atau sama-sama ratio, atau juga salah satu dari ordinal atau interval. Variabel-variabel ini
mempunyai pola monoton linier. Artinya, perubahan dari variabel yang bersangkutan
bergerak naik terus tanpa turun kembali, atau sebaliknya turun terus tanpa naik kembali.
Hubungan kedua variabel tersebut disebut dengan hubungan kovariasional, artinya berubah
bersama. jika variabel x berubah menjadi makin naik, maka variabel y juga berubah makin
naik atau makin turun. Jika kedua variabel berubah ke arah yang sama, maka hubungan itu
disebut hubungan positif. Tetapi, jika kedua variabel itu berubah pada arah yang berlawanan,
maka hubungan itu disebut hubungan negatif.
Hubungan asosiatif atau koveriasional atau hubungan kolerasi bukanlah hubungan sebab
akibat, tetapi hanya menunjukkan bahwa keduanya sama-sama berubah.
3. Hubungan Fungsional
Hubungan fungsional adalah antara suatu variabel yang berfungsi di dalam variabel lain.
Misalnya hubungan antara “obat” dan “penyakit”. Obat disebut dengan fungsional jika ia bisa
menyembuhkan penyakit. Berbeda dengan hubungan asosiatif di mana kedua variabel
berdampingan satu dengan yang lain, pada hubungan fungsional variabel yang satu
(independent) berfungsi di dalam variabel yang lain (dependent), sehingga variabel
dependent itu mengalami perubahan.
Hubungan fungsional adalah hubungan korelasional, tetapi hubungna korelasional belum
tentu hubungan fungsional. Jika hubungan kolerasi itu cukup tinggi (erat), maka dapat diduga
bahwa ada hubungan fungsional di antara kedua variabel.

E. Hipotesis Nol
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan data yang relevan dengan variabel-
variabel yang bersangkutan. Pada saat menggunakan pengujian statistik, maka harus
menggunakan dua macam hipotesis yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis nihil atau nol.
Hipotesis nihil atau nol dengan simbol (Ho) inilah sebenarnya yang diuji secara statistic dan
merupakan pernyataan tentang parameter yang bertentangan dengan keyakinan peneliti, (Ho)
sementara waktu dipertahankan benar-benar hingga pengujian statistik mendapatkan bukti
yang menentang atau mendukungnya. Apabila dari pengujian statistic diperoleh keputusan
yang mendukung atau setuju dengan (Ho) maka dapat dikatakan bahwa (Ho) diterima.
Sebaliknya, jika diperoleh keputusan yang membelot atau bertentangan dengan keputusan
(Ho), maka dapat diambil tindakan bahwa (Ho) ditolak.

F. Jenis Pengujian Hipotesis


Jenis pengujian hipotesis yang dikenal dengan peneliti ada dua yaitu hipotesis direksional
(hipotesis langsung) dan hipotesis non direksional (hipotesis tidak langsung). Hal ini dapat
terlihat dalam uraian sebagai berikut:
1. Hipotesis Direksional adalah rumusna hipotesis yang arahnya sudah jelas atau disebut juga
hipotesis langsung. Sedangkan pengujian hipotesis direksional terdiri dari dua yaitu uji pihak
kiri dan uji pihak kanan.
2. Hipotesis Non Direksional (hipotesis tidak langsung) adalah hipotesis yang tidak
menunjukkan arah tertentu.
Dalam merumuskan hipotesis hendaklah mempertimbangkan hal-hal sebagai baerikut:
1. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih
2. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
3. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat
4. Hipotesis hendaklah dapat diuji, artinya hendaklah orang mungkin mengumpulkan data
menguji kebenaran hipotesis itu
Apabila kita memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal di atas, maka kita akan
mengetahui apakah hipotesis itu baik atau tidak. Kita akan mengtahui hipotesis tersebut baik
apabila mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis mempunyai kekuatan untuk menjelaskan suatu gejala. Kekuatan menjelaskan
suatu gejala mengandung pengertian bahwa hipotesis tersebut variable-variabelnya
menyatakan hubungan rasional sehingga mampu memberikan penjelasan terhadap
pemecahan masalah penelitian.
2. Variable dalam hipotesis dinyatakan dalam kondisi tertentu.
3. Hipotesis harus dapat diuji. Dapat tidaknya suatu hipotesis dilakukan dengan pengujian,
tergantung pada variabelnya.
4. Hipotesis tidak bertentangan dengan toeri yang sudah mapan.terlepas dari apakah teori
yang sudah diuji kebenarannya cocok atau tiak dengan kondisi tertentu di lapangan, hipotesis
harus tetap berpegang kepada teori yang telah mapan atau yang kebenarannya telah diterima
secara universal.
Dalam penelitian bagaimanapun baiknya hipotesis, bisa saja tidak terbukti kebenarannya.
Artinya data yang diverifikasi secara empiris tidak menunjukkan bukti-bukti yang kuat untuk
menerima hipotesis penelitian.
Diposting oleh Rina Kusniawati di 20.54
http://rinakusniawati.blogspot.com/2010/03/hipotesis.html

Pengertian Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo = sebelum atau bawah dan thesis = pernyataan atau pendapat.
Dapat diartikan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan
belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris.
Hipotesis juga berarti pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya
masih belum meyakinkan. Dan kebenaran tersebut perlu diuji atau dibuktikan. Dalam hal
pembuktian atau pengujian ini dilakukan melalui bukti-bukti secara empiris, yaitu melalui
data-data atau fakta-fakta di lapangan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis
membutuhkan dukungan berupa data atau fakta yang empiris, hal ini dilakukan karena sifat
dari hipotesis ini sementara. Hipotesis dinyatakan ditolak atau diterima. Selain itu hipotesis
harus dibuat dalam setiap penelitian yang bersifat analitis. Untuk penelitian yang bersifat
deskriptif, dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang diteliti, hipotesis tidak perlu
dibuat, sebab tidak pada tempatnya.

MANFAAT HIPOTESIS
Hipotesis memberikan manfaat memudahkan peneliti dalam menarik kesimpulan
penelitian, yakni menarik pernyataan-pernyatan hipotesis yang telah diuji kebenarannya.
Dengan demikian akan mempermudah peneliti untuk menangkap makna kesimpulan
penelitian, hipotesis juga mempermudah dalam hal proses dan langkah penelitian terutama
dalam menentukan proses pengumpulan data seperti metode penelitian, instrument yang
harus digunakan, sampel atau sumber data, dan teknik analisis data. Sedangkan manfaat
hipotesis dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari pernyataan hubungan
variabel-variabel penelitian.
.Menurut Ary Donald, bahwa fungsi hipotesis ada empat, antara lain :
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan
dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji
dalam penelitian.
3. Member arah pada penelitian.
4. Member kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.

HIPOTESIS DALAM PENELITIAN

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua
penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian
didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak
apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi
yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi
tidak menggunakan hipotesis Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat
tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat
tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat
menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan
hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.

Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:

1. Untuk menguji teori,


2. Mendorong munculnya teori,
3. Menerangkan fenomena sosial,
4. Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.

FAKTOR-FAKTOR PENYUSUNAN HIPOTESIS

1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Artinya bahwa kalimat itu bersifat positif dan
tidak normatif. Istilah-istilah seperti seharusnya atau sebaiknya tidak terdapat dalam kalimat
hipotesis.
2. Variabel (variabel-variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah variabel yang
operasional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu di antara variabel-variabel.

Karakteristik
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan
merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.Meskipun hipotesis telah
memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja
membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata

Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki
beberapa ciri-ciri pokok, yakni:

1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan
dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban
atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan
penelitian.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara
operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus
mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui
secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan
memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif
berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu
variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi
subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam
hipotesis.
5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih,
bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk
mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-
metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data,
maupun generalisasi.
6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang
sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara
variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan
bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y
dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau
unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan
di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk
dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus
dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah
hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis
yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel
dibuat secara eksplisit.

Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum

Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:

1. Penentuan masalah.

Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena
sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan
hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya
dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah
tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah

2. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).

Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, pengamatan tidak akan
terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan
suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan
secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan
penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji
coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.

3. Pengumpulan fakta.

Dalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih
fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada
ketelitian dan ketepatan memilih fakta.

4. Formulasi hipotesa.

Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata
apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara
sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan
dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di
bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat
hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.

5. Pengujian hipotesa

Artinya, mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati dalam istilah ilmiah hal
ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka
disebut konfirmasi Falsifikasi(penyalahan) terjadi jika usaha menemukan fakta dalam
pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka
hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa
yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.

6. Aplikasi/penerapan.

Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut
prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat
diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.

MACAM-MACAM HIPOTESIS
1. Hipotesis Deskriptif yaitu hipotesis yang tidak membandingkan dan menghubungkan
dengan variabel lain atau hipotesis yang dirumuskan untuk menentukan titik peluang,
hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan taksiran (estimatif). Contohnya:
“Tindakan Kepala Sekolah dalam penegakan disiplin di SMP Negeri 16 Kota Sukabumi
paling tinggi 40% dari nilai ideal.
2. Hipotesis komparatif dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang
bersifat membedakan. Misalnya: “Ada perbedaan siswa yang mempunyai cita-cita (program)
dengan siswa yang hanya sekedar sekolah dalam rangka Mendisiplinkan diri pada SMP
Negeri di Kota Sukabumi, bahwa siswa yang mempunyai cita-cita (program) lebih baik
daripada siswa yang hanya sekedar sekolah.
3. Hipotesis asosiatif yaitu dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang
bersifat hubungan. Misalnya: “Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan membaca
pemahaman dan berpikir logis dengan kemampuan menulis eksposisi di Kota Sukabumi.

Dari sifat hubungan ini hipotesis penelitian terbagi dalam tiga jenis, yaitu :
1. Hipotesis hubungan simetris, ialah hipotesis yang menyatakan hubungan yang bersifat
kebersamaan antara dua variabel atau lebih, tetapi tidak menunjukkan sebab akibat.

2. Hipotesis hubungan sebab akibat (kausal) ialah hipotesis yang menyatakan hubungan
bersifat mempengaruhi antara dua variabel atau lebih.

3. Hipotesis hubungan interaktif ialah hipotesis hubungan antara dua variabel atau lebih yang
bersifat saling mempengaruhi.
Hipotesis sebagai jawaban sementara atau dugaan jawaban dari pertanyaan penelitian, tidak
asal dalam menduga-duga. Jawaban sementara tersebut harus mendekati kebenaran, artinya
harus menggunakan logika berpikir rasional atau berpikir deduktif, bisa pula dari hasil
berpikir empiris atau berpikir induktif. Penelitian terhadap hipotesis yang diangkat dari
pengamatan empiris sering menunjukkan kebenaran sehingga pemecahan masalahnya
mendekati kebenaran. Namun hipotesis yang diangkat dari hasil pengamatan ini hasilnya
kurang memiliki daya penjelas dan terbatas sehingga generalisasinya kurang dapat
diandalkan, sekalipun kegunaannya mempunyai nilai praktis.

CIRI – CIRI HIPOTESIS YANG BAIK


 Hipotesis harus menduga Hubungan diantara beberapa variable

Hipotesis harus dapat menduga hubungan antara dua variabel atau lebih, disini harus
dianalisis variabel-variabel yang dianggap turut mempengaruhi gejala-gejala tertentu dan
kemudian diselidiki sampai dimana perubahan dalam variabel yang satu membawa perubahan
pada variabel yang lain.

 Hipotesis harus Dapat Diuji

Hipotesis harus dapat di uji untuk dapat menerima atau menolaknya, hal ini dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data-data empiris.

 Hipotesis harus konsisten dengan keberadaan ilmu pengetahuan

Hipotesis tidak bertentangan dengan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam
beberapa masalah, dan terkhusus pada permulaan penelitian, ini harus berhati-hati untuk
mengusulkan hipotesis yang sependapat dengan ilmu pengetahuan yang sudah siap ditetapkan
sebagai dasar. Serta poin ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk memeriksa literatur
dengan tepat oleh karena itu suatu hipotesis harus dirumuskan bedasar dari laporan penelitian
sebelumnya.

Cara pengujian hipotesis

Bergantung dari metode dan disain penelitian yang digunakan. Yang penting disadari adalah
hipotesis harus diuji dan dievaluasikan. Apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta atau
dengan logika? Ilmuwan tidak akan mengakui validitas ilmu pengetahuan jika validitas tidak
diuji secara menyeluruh. Satu kesalahan besar telah dilakukan jika dipikirkan bahwa hipotesis
adalah fakta, walau bagaimanapun baiknya kita memformulasikan hipotesis tersebut.
Secara umum hipotesis dapat diuji denga dua cara, yaitu mencocokkan dengan fakta, atau
dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji hipotesis dengan mencocokkan fakta,
maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita
nilai untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta tersebut atau tidak. Cara
ini biasa dikerjakan dengan menggunakan disain percobaan. Jika hipotesis diuji dengan
konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain di mana logika dapat digunakan,
untuk menerima atau menolak hipotesis. Cara ini sering digunakan dalam menguji hipotesis
pada penelitian yang menggunakan metode noneksperimental seperti metode deskriptif,
metode sejarah, dan sebagainya.

Source:
www.google.com
www.wikipedia.com
http://rinakusniawati.blogspot.com/2010/03/hipotesis.html
Diposting oleh cintya mazaya di 01.30
http://redgallon.blogspot.com/2013/04/hipotesis.html

Menyusun Pembahasan Hasil (Penelitian): Jilid III-habis


Memahami Jalan Rejeki »

14 Apr

Hipotesis Penelitian: Apakah Wajib ?

Posted April 14, 2011 by Hadi Paramu in catatan tentang skripsi. 1 Komentar

Pertanyaan ini sering muncul dari forum seminar proposal skripsi. Seolah-olah, pertanyaan
ini menyangsikan keabsahan dari suatu penelitian. Seolah-olah, ada yang hambar dalam suatu
penelitian (skrispsi) kalau hipotesis penelitian tidak tertuang dalam proposal skripsi.

Perlu atau tidaknya hipotesis penelitian pada suatu skripsi sangat bergantung dari jenis skripsi
tersebut. Jika skripsi tersebut dimaksudkan untuk memverifikasi atau membuktikan suatu
teori, maka hipotesis penelitian itu wajib ada dalam skripsi tersebut. Dalam hal ini, hipotesis
diturunkan dari teori yang akan diverifikasi atau dibuktikan. Misalkan, seorang peneliti ingin
menganalisis apakah struktur pasar pada industri kopi biji di Indonesia. Berdasarkan teori
tentang struktur pasar, ia merumuskan hipotesis bahwa pasar kopi biji di Indonesia
berstruktur persaingan sempurna (karena dalam pasar kopi biji ada banyak penjual (produsen)
dan pembeli kopi biji. Sebagai contoh lagi, seorang peneliti mengkaji apakah purchasing
power parity theory yang menjelaskan pergerakan valuta asing berlaku. Penelitian ini
memiliki hipotesis penelitian bahwa semakin besar disparitas inflasi pada dua negara semakin
terdepresiasi suatu mata uang.

Pada kasus dimana riset yang akan dilakukan adalah riset aplikatif (applied research) atau
riset eksplorasi (exploratory research), hipotesis penelitian tidak diperlukan dalam hal ini.
Dalam kasus ini, si peneliti tidak memverifikasi teori tertentu tetapi justru dia ingin
menemukan atau mengeskplorasi fenomena tertentu dari obyek yang dia teliti. Karena
temuan dalam penelitian tersebut tidak terkait dengan teori tertentu, hipotesis penelitian
dengan demikian tidak diperlukan dalam riset tersebut. Berikut ini adalah contoh topik
penelitian yang tidak memerlukan hipotesis:

a. Karakteristik managerial dari usaha pada agroindustri perikanan di Kabupaten Jember

b. Strategi Pengembangan UMKM di Kabupaten Jember.


Mudah-mudahan sekarang kita sebagai seorang peneliti bisa memastikan apakah riset
(skripsi) kita memerlukan hipotesis penelitian atau tidak.

https://hadiparamu.wordpress.com/2011/04/14/hipotesis-penelitian-apakah-wajib/

Metodologi Penelitian

LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS


21/05/2013 Afid Burhanuddin 2 Komentar

Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peran sangat besar dalam
penelitian adalah teori. Suatu landasan teori dari suatu penelitian tertentu atau karya ilmiah
sering juga disebut sebagai studi literatur atau tinjauan pustaka. Salah satu contoh karya tulis
yang penting adalah tulisan itu berdasarkan riset. Melalui penelitian atau kajian teori
diperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-pendapat para ahli, kemudian dirumuskan
pada pendapat baru.

Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian
(kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil
penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian
(Sumadi Suryabrata dalam Sugiyono, 2010:52). Landasan teori ini perlu ditegakkan agar
penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial
and error). Adanya landasan teoritis ini merupakan ciri bahwa penelitian itu merupakan cara
ilimiah untuk mendapatkan data.

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan dipelajari.
Dengan penguasaan metode penelitian yang mantap, diharapkan para tenaga pengajar dapat
menyertakan metode-metode penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian dalam
bidang yang sedang diajarkan.

Dalam makalah ini disajikan bagian dari materi Metode penelitian tersebut, yakni tentang
landasan teori, kerangka pikir dan hipotesis.

DESKRIPSI DAN PENGERTIAN TEORI


1. 1. Pegertian Teori

Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian
(kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generelisasi hasil
penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.
(Sumadi Suryabrata dalam Sugiyono, 2010:52).

Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk
melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga
dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. (Neumen dalam Sugiyono,
2010:52).

Teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk
menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. (Wiliam Wiersma dalam Sugiyono,
2010:52).

Sitirahayu Haditono, 1999 menyatakan bahwa suatu teori akan memperoleh arti yang penting,
bila ia lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan dan meramalkan gejala yang ada. Mark
1963 membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori ini berhubungan dengan data
empiris. Dengan demikian dapat dibedakan antara lain:

1. Teori yang deduktif: memberikan keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran
spekulatif tertentu ke arah data akan diterangkan.
2. Teori yang induktif: adalah cara menerangkan dari data ke arah teori. Dalam bentuk ekstrim
titik pandang yang positivistik ini dijumpai pada kaum behaviorist.
3. Teori yang fungsional: di sini tampak suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan
teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali
mempengaruhi data.

Berdasarkan tiga pandangan ini dapatlah disimpulkan bahwa teori dapat dipandang sebagai
berikut.

1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum ini
biasanya sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antara
variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya.
2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum
yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yang
diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif).
3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Di sini
biasanya tedapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat yang teoritis.

Berdasarkan data tersebut di atas secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa, suatu teori
adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini
diperoleh malalui jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak,
dia bukan suatu teori.

Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan
proporsisi yang disusun secara sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu
untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu
gejala (Sugiyono, 2010).

Konsep merupakan pendapat ringkas yang dibentuk melalui proses penyimpulan umum dari
suatu peristiwa berdasarkan hasil obervasi yang relevan. Definisi merupakan suatu
pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal, dan biasaya lebih kompleks dari arti, makna,
atau pengertian suatu hal. Sedangkan proposisi merupakan pernyataan yang membenarkan
atau menolak suatu perkara.

1. 2. Deskripsi Teori

Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (bukan
sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan
variabel yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan, akan
tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel
yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian terdapat tiga variabel independen dan satu dependen,
maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok
teori yang berkenaan dengan variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,
semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak teori yang dikemukakan
(Sugiyono, 2010:58).
Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti,
melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai dari berbagai
referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel
yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. (Sugiyono, 2010:58).

Langkah-langkah untuk dapat melakukan pendeskripsian teori adalah sebagai berikut:

1. Tetapkan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya


2. Cari sumber-sumber bacaan yang banyak dan relevan dengan setiap variabel yang diteliti.
3. Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topik yang relevan dengan setiap variabel yang diteliti.
Untuk referensi yang berbentuk laporan penelitian lihat penelitian permasalahan yang
digunakan, tempat penelitian, sampel sumber data, teknik pengumpulan data, analisis dan
saran yang diberikan.
4. Cari definisi setiap variabel yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan, kemudian
bandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya dan dipilih definisi yang sesuai
dengan penelitian yang akan dilakukan.
5. Baca seluruh isi topik buku sesuai dengan variabel yang akan diteliti lakukan analisis
renungkan, dan buatlah rumusan dengan bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang
dibaca.
6. Deskripsikan teori-teori yang telah dibaca dari berbagai sumber ke dalam bentuk tulisan
dengan bahasa sendiri. Sumber-sumber bacaan yang dikutip atau yang digunakan sebagai
landasan untuk mendeskripsikan teori harus dicantumkan.

TINGKATAN DAN FOKUS TEORI

Numan 2003, dalam (Sugiyono, 2010) mengemukakan tingkatan teori (level of theory)
menjadi tiga yaitu, micro, meso, dan macro. Micro level theory: small slices of time, space,
or a number of people. The concept are usually not very abstract. Meso level theory: attempts
to link macro and micro levels or to operate at an intermediate level. Contoh teori: organisasi
dan gerakan sosial, atau komunitas tertentu. Macro level theory: concerns the operation of
larger aggregates such as social institutions, entire culture systems, and whole societies. It
use more concepts that are abstract.

Selanjutnya fokus teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal, dan midle
range theory. Subtantive theory is developed for a specific area of social concern, such as
deliquent gangs, strikes, diforce, or ras relation. Formal theory is developed for a broad
conceptual area in general theory, such as deviance; socialization, or power. Midle range
theory are slightly more abstract than empirical generalization or specific hypotheses. Midle
range theories can be formal or subtantive. Midle range theory is princippally used in
sociology to guide empirical inquiry.

Teori yang digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data
adalah teori subtantif, karena teori ini lebih fokus berlaku untuk obyek yang akan diteliti.

KEGUNAAN TEORI DALAM PENELITIAN

Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam
penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori di sini akan
berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan
hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu
landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan
dipakai.

Teori-teori pendidikan dapat dibagi menjadi teori umum pendidikan dan teori khusus
pendidikan. Teori umum pendidikan dapat dibagi menjadi filsafat-filsafat pendidikan (filsafat
ilmu pendidikan dan filsafat praktek pendidikan) dan Ausland pedagogik. Teori khusus
pendidikan dapat dibagi menjadi teknologi pendidikan (manajemen pendidikan,
pengembangan kurikulum, model-model belajar mengajar dan evaluasi pendidikan) dan ilmu
pendidikan (ilmu pendidikan makro dan mikro).

Redja Mudyaharjo 2002 dalam (Sugiyono, 2010), mengemukakan bahwa, sebuah teori
pendidikan adalah sebuah sistem konsep yang terpadu, menerangkan dan prediktif tentang
peristiwa-peristiwa pendidikan. Sebuah teori ada yang berperan sebagai asumsi atau titi tolak
pemikiran pendidikan, dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang
menyatakan makna. Asumsi pokok pendidikan adalah:

1. Pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dan lingkungan belajarnya
2. Pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau
norma-norma yang baik
3. pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian
kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.

Dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka fungsi teori yang pertama digunakan
untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup, atau konstruk variabel yang akan diteliti.
Fungsi teori yang kedua adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen
penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif.
Selanjutnya fungsi teori yang ketiga digunakan mencandra dan membahas hasil penelitian,
sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dan upaya pemecahan masalah.

Dalam landasan teori perlu dikemukakan deskripsi teori, dan kerangka berfikir, sehingga
selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen penelitian.

KERANGKA BERFIKIR

Uma Sekaran dalam bukunya Business Research, 1992 dalam (Sugiyono, 2010)
mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting.

Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang
akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan
dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu
dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel
tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada
setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono,
2010:60)

Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian
tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah
variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan
deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran
variabel yang diteliti (Sapto Haryoko, 1999, dalam Sugiyono, 2010).

Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih, biasanya dirumuskan hipotesis
yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun
hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan
kerangka berfikir.

Suriasumantri 1986, dalam (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus
menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi dalam menyusun kerangka
pemikiran yang membuahkan hipotesis. Krangka pemikiran ini merupakan penjelasan
sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan.

Kiteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuwan, adalah alur-
alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan
kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang
hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis
dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti.
Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan
hipotesis (Sugiyono, 2010:60-61).

HIPOTESIS

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti
mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak
setiap penelitian harus merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat ekploratif dan
deskriptif sering tidak perlu merumuskan hipotesis.

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto,
2010:110).
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis
juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
jawaban yang empirik (Sugiyono, 2010).

Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan


kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan
dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif.

KESIMPULAN

Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peran sangat besar dalam
penelitian adalah teori. Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat
konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Teori mempunyai tiga fungsi,
yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control)
suatu gejala.

Dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka fungsi teori yang pertama digunakan
untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup, atau konstruk variabel yang akan diteliti.
Fungsi teori yang kedua adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen
penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif.
Selanjutnya fungsi teori yang ketiga digunakan mencandra dan membahas hasil penelitian,
sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dan upaya pemecahan masalah.
Dalam landasan teori perlu dikemukakan deskripsi teori, dan kerangka berfikir, sehingga
selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi, Prof. Dr. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka
Cipta, 2010

Sugiyono Prof. Dr., metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kulaitatif dan R &
D, Bandung : Cv. Alfa Beta, 2010

http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/landasan-teori-kerangka-pikir-dan-hipotesis-
penelitian/

http://kamriantiramli.wordpress.com/2011/05/16/landasan-teori-kerangka-berfikir-dan-
pengajuan-hipotesis/

http://contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/04/teknik-penyusunan-landasan-teori-
atau.html

Oleh: Retno Pratiwi

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah metodologi penelitian dengan dosen pengampu
Afid Burhanuddin, M.Pd.

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/landasan-teori-kerangka-pikir-dan-hipotesis/

Landasan Teori dan Hipotesis

Landasan teori dari suatu penelitian atau karya ilmiah sering juga disebut studi literatur atau
tinjauan pustaka. Salah satu alasan penting suatu karya ilmiah adalah landasan teori didukung hasil
riset yang ada. Melalui penelitian atau kajian teori diperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-
pendapat para ahli, kemudian peneliti merumuskan pendapat peneliti yang relative baru. Peneliti harus
belajar dan melatih dirinya untuk mengatasi masalah-masalah yang sulit, bagaimana mengekspresikan
semua bahan dari berbagai sumber menjadi suatu karya tulis yang memiliki bobot ilmiah.

Biasanya setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses
penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori, konsep dan genralisasi-generalisasi hasil penelitian yang
bisa dijadikan sebagai landasan teori untuk pelaksanaan penelitian. Hoy & Miskel (1987)
mendefinisikan : "Theory is a set of interrealated concepts, assumptions and generalizations that
systematically describes and explains regularities in behavior in organization". Berdasarkan definisi
tersebut dapat diartikan bahwa teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis
yang berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi prilaku yang memiliki
keteraturan sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.

Landasan teori membahas teori-teori tentang ilmu-ilmu yang diteliti. Penyajian teori dalam
landasan teori tidak terlalu sulit karena bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Jadi seharusnya
teori yang dikemukakan harus benar-benar menjadi dasar bidang yang diteliti. Selain itu, pada bagian
ini juga membahas temuan-temuan penelitian sebelumnya yang terkait langsung dengan focus
penelitian. Teori atau temuan penelitian peneliti lain yang dikutip harus disebut sumbernya untuk
menghindari tuduhan plagiarism (mengutip karya orang lain tanpa menyebut sumbernya). Etika
ilmiah tidak membenarkan seorang peneliti melakukan pencurian karya orang lain.

Secara sistematika suatu penelitian, landasan teori terdiri dari: (1) studi kepeustakaan, (2)
kerangka pikir, (3) penelitian yang relevan, dan (4) hipotesis penelitian.

Studi Kepustakaan

Setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan
kajian yang berkaitan dengan: teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori,
peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan.
Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis
dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll.). Keseluruhan upaya
tersebut, dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk penelitian.

Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli, diantaranya yang
dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan
istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk
mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Bila kita telah memperoleh
kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam
penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori
secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan
dengan topik penelitian.

Studi kepustakaan mempunyai beberapa fungsi, meliputi:


1. Menyediakan kerangka konsepsi atau teori untuk penelitian yang direncanakan.

2. Menyediakan informasi tentang penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan.

3. Memberi rasa percaya diri bagi peneliti, karena melalui kajian pustaka semua konstruksi yang
berhubungan dengan penelitian telah tersedia.

4. Memberi informasi tentang metode-metode, populasi dan sampel, instrumen, dan analisis data yang
digunakan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya.

5. Menyediakan temuan, kesimpulan penelitian yang dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan
kita.

Studi kepustakaan dari sumbernya dibedakan menjadi dua bagian yaitu: kepustakaan
konseptual dan kepustakaan penelitian. Kepustakaan konseptual meliputi konsep-konsep atau teori-
teori yang ada pada buku-buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli yang dalam penyampaiannya
sangat ditentukan oleh ide-ide atau pengalaman para ahli tersebut. Sebaliknya kepustakaan penelitian
meliputi laporan penelitian yang telah diterbitkan baik pada jurnal maupun majalah ilmiah.

Bagi peneliti pemula disarankan untuk menggunakan studi kepustakaan yang berasal dari
kepustakaan konseptual, untuk lebih memudahkan dalam merangkum dan mengkategorikan teori,
sesuai dengan kebutuhan pada saat akan membuat kerangka konseptual. Didasarkan pada hal tersebut,
maka ada beberapa strategi dalam menyampaikan studi kepustakaan:

1. Ungkapkan kajian pustaka yang benar-benar terkait erat dengan variabel penelitian.

2. Ungkapkan kajian pustaka dengan urutan dari mulai paparan variabel bebas sampai dengan variabel
terikat atau ungkapkan dari variabel yang cakupannya umum dan luas ke arah variabel yang spesifik.
Tentu saja secara luas dan nampak saling menyapa antar paparan variabel tersebut dan bukan
merupakan kumpulan kutipan sehingga tidak menjadi suatu pola pemikiran yang menyeluruh.

3. Dapat diungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik sampel dan demografinya, bila
memang dibutuhkan.

Cara mengutip karya atau sumber tertulis itu sebagai berikut.

1. Kutipan Langsung
a) Kutipan langsung yang terdiri atas tidak lebih dari 3 baris atau tidak lebih dari 40 kata ditempatkan
didalam paragraf sebagaimana baris yang lain, tetapi diapit oleh tanda petik dua (“…”) yang dimulai
atau ditutup dengan identitas rujukan.

Contoh:

Tolla (1996:89) menegaskan “Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan
komunikatif seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.”

Cara yang lain adalah “Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif
seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.” (Tolla, 1996:89).

b) Kutipan langsung yang terdiri atas lebih dari 3 baris atau lebih dari 40 kata diketik dalam
paragraf tersendiri dengan spasi tunggal yang didahului dan ditutup dengan tanda petik dua (“…”)
dan dimulai pada ketukan ketujuh.

Contoh:
“Perihal perbedaan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus diwarnai oleh aktivitas berbahasa
secara dinamis dan kreatif. Keaktifan secara intelektual tanpa disertai dengan keaktifan verbal tidak
dapat dikatakan CBSA dalam pengajaran bahasa karena hakikat bahasa adalah tuturan lisan yang
kemudian dikembangkan menjadi aturan lisan dan tulisan. Oleh karena itu, CBSA dalam pengajaran
bahasa harus dimuati dengan kreativitas berbahasa sehingga nama yang poaling tepat adalah CBSA
Komunikatif.”

2. Kutipan Tidak Langsung

Kutipan tidak langsung umumnya tampil bervariasi; bergantung kepada gaya bahasa peneliti.
Setiap peneliti mempunyai cara sendiri-sendiri mengungkapkan kembali ide atau konsep orang lain
didalam tulisannya. Ada peneliti yang memberi komentar lebih panjang, tetapi ada yang
menyatakannya dengan singkat. Kutipan tidak langsung tidak perlu disertai dengan halaman buku
sumber, cukup dengan mencantumkan nama peneliti yang diikuti dengan tahun terbitan buku sumber.

Contoh :

Tolla (1996) mengemukakan bahwa metode CBSA dalam pengajaran perlu dibedakan dengan metode
CBSA dalam bidang studi yang lain kerena pengajaran bahasa mempunyai karakteristik khusus yang
berbeda dengan bidang studi yang lain.

Cara Lain:
Penerapan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus dibedakan dengan penerapannya dalam
bidang studi yang lain dengan alasan bahwa karakteristik pengajaran bahasa adalah penggunaan
bahasa secara dinamis dan kreatif (Tolla, 1996).

Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan intisari dari teori yang telah dikembangkan dan mendasari
perumusan hipotesis. Teori yang telah dikembangkan dalam rangka memberi jawaban terhadap
pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan pembahasan
teoritis.

Perlu dijelaskan bahwa tidak semua penelitian memiliki kerangka pikir. Kerangka pikir pada
umumnya hanya diperuntukkan pada jenis penelitian kuantatif. Untuk penelitian kualitatif kerangka
berpikirnya terletak pada kasus yang selama ini dilihat atau diamati secara langsung oleh peneliti.
Sedangkan untuk penelitian tindakan kerangka berpikirnya terletak pada refleksi, baik pada peneliti
maupun pada partisipan. Hanya dengan kerangka berpikir yang tajam akan dapat digunakan untuk
merumuskan hipotesis.

Kemampuan peneliti untuk menyusun kerangka teoritis akan sangat terkait dengan upaya
penelusuran studi kepustakaan, sebagai upaya memperoleh sejumlah referensi yang mendukung dan
tepat untuk membahas lingkup kajian penelitian yang dilakukan. Selanjutnya kerangka teoritis yang
disusun akan bermanfaat pada saat peneliti menentukan hipotesis penelitian.

Kerangka Konsep

Penentuan kerangka konseptual oleh peneliti akan sangat membantu dalam menentukan arah
pelaksanaan penelitian. Kerangka konseptual merupakan kerangka pikir mengenai hubungan antar
variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antar konsep dengan konsep lainnya
dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada studi kepustakaan.

Konsep dalam hal ini adalah suatu abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan
menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh karena itu, konsep tidak dapat diamati dan diukur secara
langsung. Agar supaya konsep tersebut dapat diamati dan diukur, maka konsep tersebut harus
dijabarkan terlebih dahulu menjadi variabel-variabel.

Dengan adanya kerangka konseptual akan bermanfaat bagi:


1. Minat penelitian akan lebih terfokus ke dalam bentuk yang layak diuji dan akan memudahkan
penyusunan hipotesis.

2. Memudahkan identifikasi fungsi variabel penelitian, baik sebagai variabel bebas, variabel tergantung,
variabel kontrol/kendali, variable moderator atau variabel lainnya.

Contoh “pendidikan” adalah konsep. Agar dapat diukur maka dijabarkan dalam bentuk variabel,
misalnya: “tingkat pendidikan atau jenis pendidikan atau latar belakang pendidikan”. “kemampuan
guru” adalah konsep, dapat dijabarkan dalam bentuk varibel misalnya: “kompetensi pedagogic atau
kompetensi professional”. “Motivasi” adalah teori, agar dapat diukur dijabarkan menjadi variabel,
misalnya “motivasi belajar atau motivasi berprestasi atau motivasi bekerja”. Ketiga contoh di atas
dapat disebut sebagai variabel bebas atau variable terikat.

Cara yang terbaik untuk mengembangkan kerangka konseptual tentu saja harus memperkaya
asumsi-asumsi dasar yang berasal dari bahan-bahan referensi yang digunakan. Hal ini dapat diperkuat
dengan mengadakan amatan-amatan langsung pada lingkup area masalah yang akan dijadikan
penelitian. Dengan demikian kerangka konseptual yang dibuat merupakan paduan yang harmonis
antara hasil pemikiran dari konsep-konsep (deduksi) dan hasil empirikal (induksi).

Pola berpikir deduksi adalah proses logika yang berdasar dari kebenaran umum mengenai
suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data
tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan. Pola pikir induksi adalah proses
logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan kata lain
induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah
menjadi suatu rangkuman hubungan atau suatu generalisasi.

Merumuskan Hipotesis

Pengertian hipotesis

Langkah menyusun landasan teori juga merupakan tahapan penelitian yang penting untuk
membangun atau merumuskan suatu hipotesis. Landasan teori yang dipilih haruslah sesuai dengan
ruang lingkup permasalahan. Landasan teoritis ini akan menjadi suatu asumsi dasar peneliti dan
sangat berguna pada saat menentukan suatu hipotesis penelitian.

Peneliti harus selalu bersikap terbuka terhadap fakta dan kesimpulan terdahulu baik yang
memperkuat maupun yang bertentangan dengan prediksinya. Jadi, dalam hal ini telaah teoritik dan
temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi akan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa hipotesis penelitian dapat dirumuskan melalui
jalur:

1. Membaca dan menelaah ulang (reviu) teori dan konsep-konsep yang membahas variabel-variabel
penelitian dan hubungannya dengan proses berfikir deduktif.

2. Membaca dan mereviu temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan
penelitian lewat berfikir induktif.

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya


harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang dicari atau ingin dipelajari.
Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks. Oleh
karena itu, perumusan hipotesis menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian.

Manfaat Hipotesis

Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.

2. Mengarahkan dan menyiapkan pola pikir peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang
kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.

3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam
suatu kesatuan penting dan menyeluruh.

4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.

Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung pada:

1. Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.

2. Imajinasi dan pemikiran kreatif dari peneliti.

3. Kerangka analisis yang digunakan peneliti.

4. Metode dan desain penelitian yang dipilih peneliti.


Ciri hipotesis yang baik

Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.

2. Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.

3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.

4. Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat diuji secara spesifik menunjukkan bagaimana
variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel
termaksud.

5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.

Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang tersebut di atas:

1. Olahraga teratur dengan dosis rendah selama 2 bulan dapat menurunkan kadar gula darah secara
signifikan pada pasien IDDM.

2. Pemberian drill berupa latihan soal matematika sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 1 bulan siswa
SMK kelas 11 dapat meningkatkan prestasi belajar secara signifikan.

Menggali hipotesis

Didasarkan pada paparan di atas, maka tentu saja merumuskan hipotesis bukan pekerjaan
mudah bagi peneliti pemula. Oleh karena itu seorang peneliti dituntut untuk dapat menggali sumber-
sumber hipotesis. Untuk itu dipersyaratkan bagi peneliti harus:

1. Memiliki banyak informasi tentang masalah yang akan dipecahkan dengan cara banyak membaca
literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.

2. Memiliki kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat, objek, dan hal-hal yang
berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.

3. Memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang sesuai
dengan kerangka teori dan bidang ilmu yang bersangkutan.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggalian sumber-sumber
hipotesis dapat berasal dari:

1. Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam yang berkaitan dengan fenomena.
2. Wawasan dan pengertian yang mendalam tentang suatu fenomena.

3. Materi bacaan dan literatur yang valid.

4. Pengalaman individu sebagai suatu reaksi terhadap fenomena.

5. Data empiris yang tersedia.

6. Analogi atau kesamaan dan adakalanya menggunakan imajinasi yang berdasar pada fenomena.

Hambatan atau kesulitan dalam merumuskan hipotesis lebih banyak disebabkan karena hal-
hal:

1. Tidak adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan tentang kerangka teori yang jelas.

2. Kurangnya kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori yang ada.

3. Belum memahami atau belum memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik penelitian yang ada untuk
merumuskan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.

Jenis-jenis Hipotesis

Penetapan hipotesis tentu didasarkan pada luas dan dalamnya serta mempertimbangkan sifat
dari masalah penelitian. Oleh karena itu, hipotesispun bermacam-macam, ada yang didekati dengan
cara pandang: sifat, analisis, dan tingkat kesenjangan yang mungkin muncul pada saat penetapan
hipotesis.

Hipotesis dua-arah dan hipotesis satu-arah

Hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis dua-arah dan dapat pula berupa hipotesis satu-arah.
Kedua macam tersebut dapat berisi pernyataan mengenai adanya perbedaan atau adanya hubungan.

Contoh hipotesis dua arah:

1. Ada perbedaan berat badan bayi antara bayi yang memperoleh susu tambahan 3 gelas dari ibu yang
berperan ganda dan ibu yang tidak berperan ganda.

2. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar dengan strategi pemberian drill soal latihan
dengan siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ceramah
Hipotesis dua-arah memang kurang spesifik, oleh karena itu perlu diformulasikan dalam hipotesis
satu-arah. Contoh:

1. Terdapat peningkatan berat badan bayi yang signifikan pada bayi yang memperoleh susu tambahan 3
gelas dari ibu yang berperan ganda dibandingkan dengan berat bayi yang memperoleh susu tambahan
3 gelas dari ibu yang tidak berperan ganda.

2. Prestasi belajar siswa yang diajar dengan strategi pemberian drill soal latihan lebih baik dibandingkan
dengan prestasi belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ceramah.

Hipotesis Statistik

Rumusan hipotesis penelitian, pada saatnya akan diuji dengan menggunakan metode statistik,
perlu diterjemahkan dalam bentuk simbolik. Simbol-simbol yang digunakan dalam rumusan hipotesis
statistik adalah simbol-simbol parameter. Parameter adalah besaran-besaran yang apa pada populasi.

Sebagai contoh, hipotesis penelitian yang menyatakan adanya perbedaan kematangan berpikir
yang berarti antara siswa putra dan siswa putri SMK Gajah Mungkur Yogyakarta. Hal ini
mengandung arti bahwa terdapat perbedaan kematangan berpikir antara siswa putra dan siswa putri
dari sekolah tersebut. Dalam statistika, rata-rata berarti mean yang mempunyai simbol M, sedangkan
parameter mean bagi populasi adalah . Oleh karena itu, simbolisasi hipotesis tersebut adalah:

Ha: 1≠ 2 (Hipotesis dua-arah) (kurang spesifik)

Ha: 1 > 2 (Hipotesis satu-arah) (tepat dan spesifik)

Atau

Ha: 1- 2 ≠ 0 (Hipotesis dua-arah)

Ha: 1 - 2 > 0 (Hipotesis satu-arah)

Dengan demikian simbol Ha berarti hipotesis alternatif, yaitu penerjemahan hipotesis


penelitian secara operasional. Hipotesis alternatif disebut juga hipotesis kerja. Jadi, statistik sendiri
digunakan tidak untuk langsung menguji hipotesis alternatif, akan tetapi digunakan untuk menolak
atau menerima hipotesis nihil (nol). Penerimaan atau penolakan hipotesis alternatif merupakan
konsekuensi dari penolakan atau penerimaan hipotesis nihil.
Hipotesis nihil atau null hypothesis atau Ho adalah hipotesis yang meniadakan perbedaan
antar kelompok atau meniadakan hubungan sebab akibat antar variabel. Hipotesis nihil berisi
deklarasi yang meniadakan perbedaan atau hubungan antar variabel. Contoh dari hipotesis nol secara
statistik adalah:

Ho: 1- 2 = 0 (Hipotesis dua-arah)

Ho: 1= 2= 0 (Hipotesis satu-arah)

Pada akhirnya penolakan terhadap hipotesis nihil akan membawa kepada penerimaan hipotesis
alternatif, sedangkan penerimaan terhadap hipotesis nihil akan meniadakan hipotesis alternatif.

Kesalahan dalam perumusan hipotesis dan pengujian hipotesis

Dalam perumusan hipotesis dapat saja terjadi kesalahan. Macam kesalahan dalam perumusan
hipotesis ada dua macam yaitu:

1. Menolak hipotesis nihil yang seharusnya diterima, maka disebut kesalahan alpha dan diberi simbol 
atau dikenal dengan taraf signifikansi pengukuran.

2. Menerima hipotesis nihil yang seharusnya ditolak, maka disebut kesalahan beta dan diberi simbol .

Pada umumnya penelitian di bidang pendidikan digunakan taraf signifikansi 0.05 atau 0.01,
sedangkan untuk penelitian kedokteran dan farmasi yang resikonya berkaitan dengan nyawa manusia,
diambil taraf signifikansi 0.005 atau 0.001 bahkan mungkin 0.0001. Misalnya saja ditentukan taraf
signifikansi 5% maka apabila kesimpulan yang diperoleh diterapkan pada populasi 100 orang, maka
akan tepat untuk 95 orang dan 5 orang lainnya terjadi penyimpangan.

Cara pengujian hipotesis didekati dengan penggunaan kurva normal. Penentuan harga untuk
uji hipotesis dapat berasal dari Z-score ataupun T-score. Apabila harga Z-score atau T-score terletak
di daerah penerimaan Ho, maka Ha yang dirumuskan tidak diterima dan sebaliknya.

http://diditnote.blogspot.com/2013/01/landasan-teori-dan-hipotesis_4554.html

PTK : Cara Menulis Rumusan Masalah

Labels: menulis ptk


Menulis Rumusan Masalah PTK
Beberapa waktu yang lalu saya telah menulis bagaimana cara menulis bagian LATAR BELAKANG
MASALAH pada proposal atau laporan PTK (Penelitian Tindakan Kelas), yaitu Cara Menulis Latar
Belakang Masalah dan Cara Menulis Latar Belakang Masalah Bagian II.

Sebagaimana yang mungkin telah banyak para pendidik dan calon pendidik ketahui, bagian
berikutnya yang harus ditulis bagian LATAR BELAKANG MASALAH adalah RUMUSAN
MASALAH. Nah, tulisan kali ini mencoba membagi secuil pengalaman dan pengetahuan yang saya
miliki mengenai cara menulis Rumusan Masalah pada proposal atau laporan PTK.

Petunjuk Menulis Rumusan Masalah PTK

Sebagaimana yang ditulis oleh Sukajati (2008), bahwa pada intinya, rumusan masalah seharusnya
mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Dalam merumuskan
masalah PTK, ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan yang disarikan dari
Suyanto (1997) dan Sukarnyana (1997). Beberapa petunjuk tersebut antara lain:

 masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai makna ganda dan
pada umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya;
 rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan dan
hubungannya dengan variabel lain;
 rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan rumusan masalah itu
memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut (operasional).

Selain itu, Wardhani, dkk (2007) mengingatkan bahwa Rumusan Masalah harus dirumuskan secara
operasional sehingga perbaikan pembelajaran saat PTK dilaksanakan dapat terarah. Wiriatmadja
(2008) menyarankan agar terhapus keraguan bahwa guru telah benar-benar memfokuskan
permasalahan untuk diteliti, ada baiknya guru melakukan diskusi dengan guru teman sejawat, atau
meminta bantuan dosen LPTK yang telah terbiasa menggunakan model penelitian tindakan ini.

Contoh dan Praktek Menulis Rumusan Maslah PTK

Baiklah, sekarang cukup dulu untuk teorinya, mari sekarang kita mencoba untuk menuliskan
RUMUSAN MASALAH pada suatu penelitian tindakan kelas. Perhatikan contoh berikut, di mana
RUMUSAN MASALAH ini ditulis sebagai kelanjutan dari LATAR BELAKANG MASALAH yang
telah ditulis di sini. Pada contoh ini, proposal atau laporan PTK mempunyai 3 rumusan masalah
sekaligus.
1. Bagaimanakah aktivitas siswa kelas VII SMP Negeri 4 Danau Panggang saat mengikuti
pembelajaran yang dalam perancangannya menggunakan task analysis?
2. Bagaimanakah pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru saat melaksanakan
pembelajaran yang dalam perancangannya menggunakan task analysis?
3. Apakah penggunaan task analysis dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas VII
SMP Negeri 4 Danau Panggang?

Perhatikan bahwa RUMUSAN MASALAH di atas disusun dalam bentuk kalimat tanya, menunjukkan
adanya tindakan yang dilakukan (penggunaan task analysis pada perancangan pembelajaran), dan
menunjukkan hubungan jenis tindakan dengan variabel lain yang berkaitan sebagai efek pelaksanaan
tindakan (dalam hal ini aktivitas siswa, pengelolaan pembelajaran oleh guru, dan yang terpenting hasil
belajar siswa). Selain itu, tampak pula bahwa ketiga rumusan masalah tersebut bersifat operasional
(memungkinkan untuk diuji secara empirik melalui pengumpulan data aktivitas siswa, data
pengelolaan pembelajaran oleh guru, dan data nilai siswa untuk variabel hasil belajar).

Contoh berikut ini adalah contoh di mana rumusan masalah pada proposal atau laporan PTK hanya
ditulis sebagai satu kalimat (tidak diurai menjadi beberapa kalimat rumusan masalah sebagaimana
contoh sebelumnya di atas. Beberapa contoh RUMUSAN MASALAH PTK itu misalnya:

1. Bagaimana cara menggunakan alat peraga, berkomunikasi dengan siswa, memberikan balikan,
dan menggunakan penguatan untuk memotivasi siswa agar tertarik dengan mata pelajaran
matematika? (Wardhani, dkk: 2007)
2. Bagaimana cara membuat penjelasan lebih mudah dipahami, mengaktifkan siswa, dan
menggunakan alat peraga, sehingga mampu meningkatkan prestasi siswa dalam IPS?
(Wardhani, dkk: 2007).

Perhatikan, kedua contoh di atas dirumuskan dalam kalimat tanya, yang ditandai dengan akhir kalimat
yang diberi tanda tanya (?) dan dimulai dengan kata tanya “bagaimana”. Beberapa narasumber PTK
yang pernah saya tanya, lebih menyarankan penggunaan kata bagaimana untuk memulai rumusan
masalah dibanding penggunaan kata apakah. Menurut para narasumber tersebut, kata tanya apakah
cenderung hanya merujuk pada jawaban ya atau tidak, sementara kata bagaimana lebih merujuk pada
jawaban yang lebih bersifat open ended yang menuntut jawaban yang lebih panjang sebagai bentuk
penjelasan terhadap fokus penelitian yang dilaksanakan. Kemudian perhatikan pula, pada contoh
pertama dan kedua menunjukkan adanya tindakan yang dilakukan dan hubungannya dengan variabel
lain.
Pada contoh pertama, "tindakan" yang dilakukan adalah: (1) cara mennggunakan alat peraga; (2)
cara berkomunikasi dengan siswa; (3) cara memberikan balikan; (4) cara menggunakan penguatan,
Pada contoh kedua, "tindakan" yang dilakukan adalah: (1) cara membuat penjelasan lebih mudah
dipahami; (2) cara mengaktifkan siswa; (3) cara menggunakan alat peraga.

Variabel lain (yang menjadi sasaran perbaikan) pada contoh pertama adalah “memotivasi siswa
sehingga tertarik dengan mata pelajaran matematika. Sedangkan pada contoh kedua adalah: “prestasi
IPS”.

Demikian sekelumit tulisan tentang cara menulis rumusan masalah pada proposal atau laporan PTK
(penelitian tindakan kelas). Rencananya, pada tulisan berikutnya, topik ini akan kembali diulas untuk
memberikan contoh-contoh yang lebih banyak kepada para pembaca blog ini. Semoga bermanfaat.
Salam.

Referensi:

 Sukajati. 2008. Penelitian Tindakan Kelas Di SD. Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika. Yogyakarta. [Tersedia Online di
http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/cek2.php?link=5-Penelitian-Tindakan-kelas%20SD.pdf
 Wardhani, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.
 Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/06/ptk-cara-menulis-rumusan-masalah.html

Saturday, March 14, 2009

MERUMUSKAN MASALAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

SERI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Oleh
Asep Nursobah

Merumuskan Masalah PTK


a. Masalah dan Latar belakangnya

Masalah dalam penelitian tindakan kelas sebenarnya sama saja dengan masalah dalam
penelitian ilmiah. Dalam penelitian tindakan kelas lebih tepat disebut sebagai fokus. Masalah
akan nampak lebih fokus ketika Anda menggambarkan masalah tersebut dengan latar
belakangnya.

Masalah adalah kesenjangan antara keharusan dengan kenyataan. Apa yang sesungguhnya
sedang terjadi di kelas Anda? Apakah ada masalah? Anda akan merasakan ada masalah bila
Anda merasakan ada kesenjangan antara keadaan seharusnya dengan keadaan senyatanya.
Secara lebih jelas lagi kesenjangan tersebut adalah karena adanya perbedaan antara teori
dengan praktik.

Kita akan mengatakan ada kesenjangan bisa karena kita merasakan sesuatu yang tidak kita
harapkan, dan bisa juga melebihi dari apa yang kita harapkan. Secara sederhana biasanya kita
mengatakan ada keanehan. Keanehan bisa karena suatu fenomena membuat kita tidak
nyaman dan gusar, atau bisa juga karena sesuatu yang membuat kita sangat senang.

Misalnya, ada fenomena bahwa mahasiswa calon guru “tidak memahami isi buku penelitian
tindakan kelas (PTK)”, padahal mahasiswa tersebut “sudah berulang-ulang membacanya”. Ini
akan dianggap sebagai masalah. Anda akan aneh, heran, atau anda bertanya-tanya. Kenapa?
Alasannya adalah “seharusnya mahasiswa tersebut sudah memahami isi buku (PTK), karena
sudah berulang-ulang membacanya.” Artinya, secara teori, seharusnya mahasiswa calon guru
sudah bisa memahami isi buku PTK karena sudah berulang-ulang membacanya, namun
kenyataannya mahasiswa tersebut belum dapat memahaminya.

Ah…, tidak usah dibesar-besarkan, ‘gitu aja kok dipermasalahkan’ “aya-aya bae.” Kalau
sudah tidak faham ‘biarin aja’ Pak, ‘emang Bapak pikirin’? Ya kan Pak, tidak perlu dibesar-
besarkan? ‘Kan memahami PTK tidak begitu penting-penting amat’? tanya seorang office
boy (OB) di kantor saya. Ya, begitu bagi pekerjaan OB tidak perlu memahami PTK.

Saya jawab lagi, bagi guru, PTK menjadi amat penting sebagai alat untuk meningkatkan
mutu pembelajaran secara berkelanjutan. Jadi bagi mahasiswa calon guru juga sangat penting,
supaya kelak ketika ia menjadi guru akan menjadi guru profesional. Seandainya guru-guru
secara profesional selalu dapat menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran yang
ditemukannya di kelas di antaranya melalui PTK, berarti pembelajaran akan semakin bermutu,
dan akhirnya mutu hasil pendidikan nasional meningkat, bangsa Indonesia menjadi berakhlak
dan cerdas-cerdas; bangsa Indonesia menjadi lebih maju. Jadi, saya katakan kepada OB,
memahami bahkan melaksanakan PTK bagi guru dan calon guru adalah sangat penting
‘nggak’ bisa dibiarkan begitu saja. Jadi suatu fenomena dianggap masalah, juga adalah jika
sesuai dengan konteksnya. Misalnya PTK sesuai dengan konteks keperluan profesonal guru
atau calon guru.

Kita patut melihat urgensi masalah itu dari konteksnya. Misalnya kalau anda seorang petani,
yang sehari-hari mengolah kebun, sawah, atau ladang, dan tidak pernah berurusan dengan
bidang keguruan dan pendidikan, maka memahami isi buku penelitian tindakan kelas,
membaca buku-buku penelitian tindakan kelas bukan sesuatu yang sangat amat penting. Pada
konteks anda sebagai mahasiswa calon guru, misalnya, maka memahami buku penelitian
tindakan kelas, dan membaca buku-buku penelitian tindakan kelas untuk dapat memahami
isinya manjadi sangat dan amat penting.

Uraian di atas adalah uraian tentang “masalah dalam penelitian” dan “gambaran tentang latar
belakang masalah.” Masalahnya adalah “Mahasiswa Calon Guru (MCG) tidak Memahami
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).” Latar belakang masalahnya adalah 1) MCG tersebut
sudah membaca buku PTK secara berulang-ulang, dan 2) Kemampuan melakukan PTK
adalah sangat penting bagi guru, karenanya tidak bisa disepelekan begitu saja. Sampai di sini
dapat disimpulkan bahwa, untuk memfokuskan masalah penelitian, kita dapat
menggambarkannya dari latar belakang masalah itu, yaitu konteks penyebab suatu fenomena
dianggap masalah:
1) dari segi hubungannya dengan fenomena sebelumnya, dan
2) dilihat dari segi urgensi (kepentingan yang dianggap mendesak) fenomena tersebut
terhadap akibat-akibat yang akan ditimbulkannya. Secara sederhana kita rumuskan saja
menjadi “temukan fenomena masalahnya, dan kemudian gambarkan latar belakangnya
melalui konteksnya.”

Fenomena berikut ini juga akan aneh. Mahasiswa calon guru sangat memahami PTK, dan
buku-buku PTK, padahal ia sama sekali tidak pernah membaca buk PTK. Ya, janggal, tetapi
kejanggalan yang membuat kita menjadi merasa lega. Namun demikian kita masih merasa
aneh, dan heran, sehingga kita anggap saja sebagai keunikan. Jadi masalahnya adalah dari
keunikannya.

Janggal berarti tidak wajar, sehingga kita menganggap kejanggalan tersebut sebagai masalah.
Sebaliknya sesuatu yang kita anggap tidak janggal berarti wajar-wajar saja, sehingga kita
mengaggap tidak ada masalah. Misalnya, Anda tidak memahami isi buku PTK dianggap
wajar, karena anda tidak pernah memabacanya. Menurut teori, hukum orang yang membaca
buku PTK secara berulang-ulang adalah akan dapat memahami isi buku tersebut; hukum
orang yang tidak membaca buku penelitian tindakan kelas adalah tidak akan dapat memahami
isi buku tersebut. Memahami isi buku PTK karena sudah membacanya tidak unik, tetapi
memahami isi buku PTK padahal belum pernah membacanya adalah unik. “Suatu fenomena
bisa dianggap masalah dan bisa juga tidak dianggap masalah, tergantung konteksnya”.

b. Identifikasi Masalah

Bila Anda sudah menyadari akan adanya masalah, serta telah tergambarkan oleh latar
belakangnya, maka berikutnya adalah mengidentifikasi masalah.

Aneh, ya! mengapa begitu? Demikian biasanya ungkapan kita sehari-hari ketika semakin
penasaran dengan suatu masalah. Pertanyaan tersebut sebenarnya membutuhkan jawaban
tentang berbagai kemungkinan penyebab adanya masalah.

Demikian juga dalam penelitian ilmiah, termasuk dalam penelitian tindakan kelas (PTK).
Dalam mengidentifikasi masalah, Anda akan menguraikan berbagai kemungkinan penyebab
masalah. Kita dapat ‘menduga-duga’ berbagai kemungkinan penyebab tersebut berdasarkan
teori-teori yang sesuai dengan masalah tersebut. Misalnya, dalam contoh masalah “tidak
memahami isi buku PTK” yang dilatarbelakangi oleh upaya membacanya sampai berkali-kali
dan ‘keukeuh’ ingin dapat memahaminya, karena untuk keperluan pengembangan profesi
guru. Anda dapat mengemukakan beberapa penyebab menurut teori-teori yang dikemukakan
oleh para ahli bahasa, dan ahli media, dan ahli psikologi belajar:
1) Bahasa yang digunakan terlalu rumit, dan berbelit-belit (Fulan, 2008: 30).
2) Penyajian buku tidak menarik, karena tidak ada ilustrasi gambar atau bagan (Domir, 2007:
43).
3) Pembaca tidak menggunakan teknik membaca yang efektif, dan
4) Pembaca tidak konsentrasi saat membaca buku (Dohir, 2009: 35).

c. Pembatasan Masalah

Katakanlah Anda sudah mengidentifikasi ada empat faktor yang menyebabkan seseorang
tidak dapat memahami isi buku yang dibacanya, berdasarkan teori-teori yang sudah Anda
baca dari pendapat Prof. Fulan, Prof. Domir, dan Prof. Dohir. Tentu, selanjutnya Anda akan
mempertimbangkan teori-teori tersebut, mana yang paling tepat dengan konteks yang Anda
teliti.

Misalnya, Anda mencoba melakukan studi pendahuluan. Anda menanyakan kepada


mahasiswa yang bernama Sigit tentang kesulitan memahami isi buku yang dialaminya.
Ternyata Sigit sudah membacanya sampai empat kali dengan penuh konsentrasi dan bahkan
menggunakan teknik yang paling canggih. Anda juga menanyakan kepada Abdul Rahman,
Abdul Rauf, Eulis, Elis, Imas, Eni, Ulfa, dan Diah. Rata-rata mereka kesulitan karena aspek
bahasa yang terlalu rumit dan berbelit-belit, serta jenuh karena tidak ada ilustrasi gambar atau
bagan.

Berdasarkan data-data awal lapangan tersebut, maka anda membatasi masalah yang akan
menjadi tindakan perbaikan adalah berkaitan dengan penyajian bahasa yang rumit dan
berbelit-belit, dan ketiadaan ilustrasi gambar dan bagan dalam buku PTK.

Jangan terburu bernafsu!


Setelah anda menemukan kemungkinan (alternatif) pemecahan masalah berdasarkan teori
Fulan dan Domir, serta didukung pula oleh beberapa fakta pengakuan dari beberapa
mahasiswa, maka Anda juga mesti meyakinkan berdasarkan teori. Anda perlu menjelaskan
lagi berdasarkan teori. Mungkin masih dari pendapat Fulan dan Domir, bahkan sebaiknya
didukung oleh teori lain, seningga anda tidak terkecoh oleh pengakuan mahasiswa yang telah
anda temui pada studi pendahuluan.

d. Perumusan Masalah

Anda dapat merumuskan masalah PTK berdasarkan batasan faktor penyebab masalah yang
sudah anda batasi. Rumusan masalahnya mudah saja. Nyatakan dalam kalimat tanya.
Misalnya, “Apakah penggunaan bahasa yang sederhana dan ilustrasi gambar dan tabel dalam
buku PTK akan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang isi buku PTK?” Itulah
rumusan pertanyaannya pokoknya. Rumusan masalah yang pokok cukup satu saja.

Dalam rumusan masalah ini anda terkandung keinginan untuk membuktikan apakah teori
yang Anda gunakan dapat menyelesaikan masalah Anda.

Dari rumusan masalah tersebut anda juga dapat merumuskan judul PTK anda. Misalnya:

1)“Peningkatan pemahaman mahasiswa tentang isi buku PTK melalui penggunaan bahasa
yang sederhana dan ilustrasi gambar dan bagan dalam buku PTK”
2)“Pemanfaatan buku PTK dengan bahasa yang sederhana, dan ilustrasi gambar dan bagan
dalam peningkatan pemahaman mahasiswa tentang isi buku PTK”

Contoh rumusan dua judul tersebut, fokusnya adalah sama saja.

Tugas Latihan:

Dengan asumsi bahwa Anda adalah guru:

1. Kemukakanlah masalah atau kendala yang Anda hadapi ketika melaksanakan kegiatan
pembelajaran pada mata pelajaran (bisa berkaitan dengan penggunaan media, strategi, model,
lingkungan belajar, atau sistem penilaian)!
…………………………………………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………………………………………
……...……………………………………………………………………………
………………………...………………………………………………………………………
…………………………………...……………………………………………………………
………………………………………………..

2. Gambarkan konteks yang melatar belakangi masalah yang anda tentukan!


…………………………………………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………………………………………
……...…………………………………………………………

Berikan alasan mengapa masalah tersebut penting untuk segera dicarikan pemecahannya!
…………………………………………...……………………………………………………
……………………………………………………...…………………………………………
…………………………………………………………………..

1. Jelaskan beberapa penyebab timbulnya masalah yang anda tentukan (gunakan


teori/pendapat) !
…………………………………………...……………………………………………………
……………………………………………………...…………………………………………
………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………….…..

2. Pilihlah salah satu masalah yang menunrut Anda mendesak (kemukakan fakta-faktanya) !
…………………………………………...……………………………………………………
……………………………………………………...…………………………………………
……………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………….…..

3. Kemukakan alternatif tindakan yang perlu dilakukan untuk pemecahan masalah yang Anda
hadapi (jelaskan
berdasarkan teori tertentu.
…………………………………………...……………………………………………………
……………………………………………………...…………………………………………
………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….…..

4. Kemukakan rumusan masalah yang akan Anda teliti!


……………………………………...…………………………………………………………
………………………………………………...………………………………………………
……………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………….…..

5. Rumuskan Judul PTK yang anda usulkan


…………………………………………...……………………………………………………
……………………………………………………...…………………………………………
…………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………….…..

http://kangasnur.blogspot.com/2009/03/merumuskan-masalah-penelitian-tindakan.html

 Download
 Web/Link Pendidikan
 Akreditasi Sekolah/Madrasah
 Forum Diskusi (PTK-PTS)
 KURIKULUM 2013
 DAFTAR ISI
 Tanzil Alqur’an

//
you're reading...

Pendidik

Contoh Rumusan Masalah PTK dan Hipotesis Tindakan


Posted by suaidinmath ⋅ 11 Oktober 2012 ⋅ 3 Komentar
Contoh Rumusan Masalah PTK dan Hipotesis Tindakan

Apakah kemampuan mengajar guru


1. Kemampuan mengajar guru mata pelajaran fisika
mata pelajaran fisika dapat ditingkatkan melalui
dapat ditingkatkan melalui keikutsertaan mereka
keikutsertaan mereka dalam pelatihan guru mata
dalam pelatihan guru mata pelajaran
pelajaran?

2. Apakah hasil belajar matematika siswa SMP


2. Penerapan metode deduksi dalam pembelajaran
kelas II dapat ditingkatkan melalui penerapan
matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa
metode deduksi dalam pembelajaran?

3. Apakah kemampuan guru dalam membuatsoal 3. Kemampuan guru dalam membuat soal dapat
dapat ditingkatkan melalui pemberian bimbingan ditingkatkan melalui pemberian bimbingan
prorangan? perorangan

4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk


4. Pembelajaran perorangan dapat mengatasi
mengatasi kesulitan belajar matematika bagi
kesulitan belajar matematika bagi siswa yang
siswa yang memiliki keterbatasan kemampuan
memiliki keterbatasan kemampuan kognitif
kognitif?

5. Hasil belajar siswa yang kesulitan dalam belajar


5. Bagaimana peneliti membantu siswa yang
sains dapat ditingkatkan melalui penerapan metode
mengalami masalah dalam belajar sains?
kolaboratif.

6. Apakah metode karyawisata dapat 6. Metode karyawisata dapat meningkatkan


meningkatkan partisipasi siswa dalam partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan
pemeliharaan lingkungan hidup? hidup

https://suaidinmath.wordpress.com/2012/10/11/contoh-rumusan-masalah-ptk-dan-hipotesis-tindakan/

beritaislamimasakini.com > Statistika > Teknik Pengambilan Sampel, (Stratified Sampling)


Pengambilan Sampel Berstrata

Teknik Pengambilan Sampel, (Stratified Sampling) Pengambilan Sampel


Berstrata
Statistika category
Pengambilan sampel berstrata merupakan teknik pengambilan sampel dimana populasi
dikelompokan dalam strata tertentu kemudian diambil sampel secara random dgn proporsi yg
seimbang sesuai dgn posisi dalam populasi. Sebagai contoh seorang Kepala Sekolah ingin
mengetahui tanggapan Siswa tentang pelaksanaan program Keterampilan. Jumlah Siswa
sebanyak 2000 orang dgn komposisi kelas 3 sebanyak 600 siswa kelas 2 sebanyak 400 siswa
dan kelas 1 sebanyak 1000 siswa besar sampel yg akan diambil adl 200 orang jika strata
berdasarkan Kelas maka langkah yg harus dilakukan adl :

 Tetapkan proporsi strata dari populasi hasil kelas 3 sebesar 30% Kelas 2 sebesar 20% dan
kelas 1 sebesar 50%
 Hitung besar sampel utk masing-masing strata hasil kelas 3 sebanyak 60 siswa kelas 2
sebanyak 40 siswa dan kelas 1 sebanyak 100 siswa
 Kemudian pilih anggota sampel utk masing-masing strata secara acak (random sample).

Cara lain penentuan sampel berstrata adl menentukan dulu proporsi sampel atas populasi
dalam kasus di atas proporsi adl 10 % kemudian proporsi ini dikalikan jumlah siswa pada tiap
strata dan hasil akan sama dgn cara diatas. Sesudah langkah tersebut dilakukan baru
instrumen penelitian disebarkan kepada anggota sampel yg sudah terpilih. Apabila jumlah
sampel disamakan utk tiap strata cara itu disebut penarikan sampel strata tak proporsional
(Disproportional Stratified Sampling) sedangkan jika disesuaikan dgn proporsi strata dalam
populasi disebut pengambilan sampel strata proporsional (Proportional Stratified Sampling)
baca juga Simple Random Sampling Systematic Sampling

https://www.beritaislamimasakini.com/teknik-pengambilan-sampel-stratified-sampling-pengambilan-
sampel-berstrata.htm

28/06/2009 by tatang m. amirin

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 2: PENGAMBILAN SAMPEL


DARI POPULASI TERHINGGA

Tatang M. Amirin;Edisi 28 Juni 2009; 28 Juli 2009; 21 Agustus 2009; 3 Februari 2011

Populasi homogen; populasi heterogen; studi populasi/sensus; studi sampel;


representativitas sampel; probability/random sampling; simple random sampling;
systematic/ordinal sampling; teknik undian, teknik ordinal, penggunaan tabel bilangan
random; stratified sampling; cluster sampling; area sampling; proportional (proportionate)
sampling; disproportional (disproportionate) sampling

POPULASI PENELITIAN (populasi subjek dan atau responden penelitian) ada yang
homogen (seluruh anggotanya memiliki ciri dan kondisi yang seragam), ada yang heterogen
(anggota-anggotanya memiliki ciri dan kondisi beragam karena berstrata, ber-“cluster”, dan
atau ber-“area”), ada yang terhingga (bisa dan mudah dihitung anggotanya), ada yang tak
terhingga (tidak mudah dan tidak mungkin dihitung anggotanya), dan tidak jelas tau tidak
pasti (tidak diketahui secara pasti keberadaan dan atau jumlah anggotanya).

Melakukan penelitian, berkaitan dengan populasi penelitian (populasi subjek dan atau
responden penelitian) itu, dapat dengan studi (penelitian) populasi, yaitu meneliti seluruh
anggota populasi, dapat pula dengan studi (penelitian) sampling, yaitu hanya meneliti
sebagian anggota populasi (sampel subjek dan atau responden).

Studi populasi (sensus) dilakukan manakala anggota populasi jumlahnya kecil atau sedikit,
jelas dan tegas keberadaannya serta mudah “dijangkau,” dan data yang hendak dihimpun
darinya relatif tidak memerlukan waktu yang sangat lama.

Kecil atau sedikit itu tentu sangat relatif. Seribu orang pun jika akan disebari angket yang isi
pertanyaannya tidak banyak, termasuk sedikit, jadi bisa dan mungkin diteliti dengan studi
populasi. Lihat contoh “kuis pilpres” yang dilakukan harian Kedaulatan Rakyat. Berapa ribu
(juta) pembaca harian tersebut yang tersebari “angket kuis”? Mengolah datanya pun sangat
sederhana, mudah, dan cepat. Tapi, jika akan dilakukan wawancara mendalam kepada
anggota populasi, apalagi akan dilakukan observasi partisipan terhadap kehidupan anggota
populasi, maka persoalan menjadi lain.
Penelitian dilakukan dengan studi sampling manakala, dengan mempertimbangkan berbagai
segi, dipandang tidak perlu atau tidak mungkin studi populasi (meneliti seluruh anggota
populasi) dilakukan.

Penelitian (studi) populasi dikatakan tidak perlu apabila hanya dengan meneliti sampelnya
saja pun sudah akan dapat diperoleh hasil penelitian yang representatif, yang mencerminkan
sifat atau keadaan populasi. Studi populasi dikatakan tidak mungkin apabila jumlah atau
kondisi anggota populasi sedemikian rupa sehingga tidak memberikan peluang kepada
peneliti untuk menelitinya secara kseluruhan. Kondisi dimaksud akan dijelaskan di bawah.

Contoh (untuk mempermudah) adalah “meneliti” golongan darah seseorang (A, B, AB


ataukah O). Jelas tidak mungkin meneliti seluruh darah yang ada di dalam tubuh (tidak
mungkin seluruh darah dikeluarkan untuk diteliti). Lagipula tidak perlu, karena darah di
dalam tubuh (dalam kaitan dengan golongan darah, dan juga dalam beberapa konteks lain)
bersifat homogen atau seragam (mempunyai ciri atau kondisi yang sama).

Penelitian dengan pendekatan studi sampling tidak dianjurkan manakala studi populasi
memungkinkan, sebab betapapun, studi sampling tidak seakurat, setepat seperti studi populasi.
Jika “menanyai” semua murid (menyensus atau studi populasi) apakah sudah memahami
pelajaran atau kah belum–dengan dites, maka hasilya akan yakin mencerminkan prestasi
belajar seluruh dan setiap murid. Jika beberapa saja yang dites (misalnya tes lisan di akhir
pelajaran), maka simpulannya tidak meyakinkan akan mencerminkan seluruh dan setiap
murid.

Oleh karena itu, manakala jumlah anggota populasi relatif sedikit, yang memungkinkan untuk
meneliti seluruhnya, studi populasi lebih dianjurkan (bahkan “wajib”).

1. Representativitas sampel dan probabilitas sampling

Pengambilan sampel (sampling), yakni mengambil sebagian dari anggota populasi penelitian,
haruslah sedapat-dapat menghasilkan sampel yang representatif, yaitu yang mencerminkan
atau mewakili ciri dan kondisi populasinya, agar sifat atau keadaan yang termunculkan dari
(meneliti) sampel tersebut juga akan mencerminkan sifat dan keadaan populasinya.

Selain itu, dalam mengambil sampel itu haruslah pula dengan cara yang adil, yakni yang
memberikan kesempatan atau peluang (probabilitas) yang sama kepada setiap anggota
populasi untuk terpilih menjadi sampel penelitian. Cara yang adil tersebut disebut dengan
cara random (kerap diindonesikan menjadi acak–hati-hati: bukan acak-acakan! Acak sama
dengan tidak pilih-pilih atau tidak pilih kasih).

Probabilitas penetapan sampel (pengambilan sampel secara random) itu tentu hanya mungkin
dilakukan pada populasi penelitian yang terhingga, yang keberadaan dan jumlah anggotanya
bisa dan mungkin dihitung, atau yang diketahui secara pasti. Tidak mungkin asas probabilitas
(cara random) dilakukan pada populasi yang tak terhingga, lebih-lebih pada populasi yang tak
jelas atau tak pasti keberadaan dan atau jumlah anggotanya.

2. Pengambilan sampel dari populasi homogen

Dalam penelitian pendidikan dan sosial lainnya, pengambilan sampel dari populasi (apakah
berupa populasi subjek penelitian atau populasi responden penelitian) yang homogen, yang
mempunyai ciri dan atau kondisi yang seragam, dilakukan dengan teknik simple random
sampling (pengambilan sampel secara acak sederhana). Dikatakan sederhana karena tidak
memerlukan perhatian pada kerumitan dengan adanya keberagaman ciri dan atau kondisi, dan
caranya (teknisnya) pun amat sangat sederhana.

Prosesnya menjadi: (1) ketahui berapa banyak jumlah anggota populasinya, (2) tentukan
berapa banyak sampel yang akan diambil dari sekian banyak anggota populasi, (3) ambil
sampel.

Untuk diingat: penetapan banyaknya sampel dalam teknik simple random sampling ini tidak
sama dengan penetapan banyaknya sampel yang akan diambil dengan teknik quota sampling,
walaupun sama-sama menetapkan banyaknya sampel yang akan diambil (quota arti
sederhananya jatah; misalnya quota haji berarti jatah banyaknya jamaah haji yang boleh
diberangkatkan dari sesuatu negara). Teknik quota sampling akan terpaparkan di bawah.

Perhatikan:

(1) Karena, seperti telah disebutkan di muka, populasi bersifat homogen, maka sebenarnya
jumlah sampel sedikit pun tidak masalah (Ingat kasus sampel sayur dan darah). Akan tetapi,
untuk penelitian sosial (kemasyarakatan) yang akan menggunakan analisis statistik, karena
datanya bersifat kuantitatif, atau karena akan menghitung-hitung persentase responden yang
bersifat demikian-demikian, atau berkeadaan demikian-demikian (bersikap, berpendapat,
menilai, berprestasi, bermotivasi dsb.) akan baik jika diambil sampel di atas 30, agar unsur
“representativitas” alami (yakni adanya “kurve normal” dalam sampel seperti adanya “kurve
normal” dalam alam nyata) dapat terpenuhi.

“Kurve normal” (yang berbentuk seperti gambar lonceng atau gunung itu–lihat gambar di
bawah) dapat digambarkan maknanya sebagai berikut:

Menurut ukuran tinggi tubuh orang Indonesia, di Indonesia akan terdapat sedikit yang
tubuhnya pendek (seperti orang Jepang dulu)–ini ada di sisi kiri gambar lonceng yang landai.
Sebagian besar penduduk Indonesia bertubuh sedang (normalnya orang Indonesia)–ini berada
di bagian tengah lonceng yang menggelembung. Lalu, ada sedikit pula orang yang tubuhnya
jangkung (seperti orang Barat)–ini yang berada di sisi kanan lonceng yang landai. Jika lebih
dirinci, ada sangat sedikit orang cebol (2%-an), sedikit orang pendek (14%-an), banyak sekali
orang normal (68%-an), sedikit orang tinggi (14%-an), dan sangat sedikit orang super tinggi
(2%-an).

Kurve Normal

Dari sisi kepandaian pun, contoh lain, keseluruhan atau totalitas orang (penduduk Indonesia,
misalnya) “berbentuk kurva normal.” Jelasnya akan ada sedikit yang amat bodoh atau “bloon”
(sisi kiri lonceng yang landai atau “mengkaki gunung”), kebanyakan atau sebagian besar
yang sedang-sedang atau normal (bagian tengah atau “gundukan gunung”), dan sedikit pula
yang jenius atau cerdas (sisi kanan lonceng yang juga “mengkaki gunung”).
(2) Besaran atau banyaknya sampel yang akan diambil tergantung pada banyaknya anggota
populasi. Ingat: studi populasi lebih baik daripada studi sampling. Namun demikian, jika
kepada responden akan dilakukan penelitian (pengumpulan data) secara mendalam dan
meluas (dengan wawancara dan observasi berhari-hari) yang tentu akan memerlukan waktu
lama, misalnya, maka sampel yang banyak tentu akan merepotkan (kapan penelitiannya akan
selesai?). Lebih-lebih jika anggota populasi tersebar di berbagai wilayah yang berjauhan yang
sulit transportasi untuk menjangkaunya. Ini berbeda dengan jika penelitian akan
menggunakan teknik survai atau penyebaran angket yang tidak memerlukan waktu lama dan
respondennya pun mudah dijangkau.

Berapa besaran sampel yang patut diambil dari populasinya? Silakan baca tulisan lain
Pengambilan Sampel: Rumus Slovin.

Cara mengambil sampel

a. Dengan undian dan tabel angka random

Cara menentukan sampel dari seluruh anggota populasi sangat sederhana, yaitu dengan
mengundi mereka, seperti melakukan undian arisan. Jelasnya: (1) buat daftar urutan seluruh
anggota populasi, (2) buat kartu “lintingan” seperti untuk arisan, (3) tuliskan setiap “nama”
atau nomor urut anggota populasi dalam satu kertas lintingan, lalu linting, dan terakhir (4)
undi sebanyak jumlah sampel yang diperlukan.

Cara lain mengundi mereka dengan mempergunakan Tabel Bilangan Random yang ada
(biasanya telampir) pada buku-buku statistik atau metodologi penelitian. Silakan baca antara
lain buku Penulis “Menyusun Rencana Penelitian” terbitan RajaGrafindo Persada–walau
sudah tidak diterbitkan lagi karena sudah dibajak orang. Ini contohnya.
Tabel Bilangan Random

Bagaimana cara menggunakannya? Ambil contoh ada sebanyak 185 orang mahasiswa
Program Studi Pendidikan Anak Jalanan sebagai anggota populasi penelitian. Dari 185 orang
tersebut akan diambil (sekedar contoh) lima orang sampel. Apa yang kita lakukan?
Sebelumnya harus dipahami dulu bahwa populasi kita ada seratus delapan puluh lima orang
yang jika dituliskan akan terdiri atas tiga angka (1-8-5). Oleh karena itu, maka dari tabel di
atas akan diambil tiga angka pertama dari setiap satuan blok angka (satu blok terdiri atas lima
angka). Contohnya dari blok angka pertama paling atas kiri, yaitu 61424, akan diambil angka
614. Yang kita lakukan langkah-langkahnya sebagai berikut.

(1) Susun daftar urutan anggota populasi (dari nomor urut 1 sampai dengan 185).

(2) Pegang pinsil di tangan kanan.

(3) Tutup mata. Lalu letakkan ujung pinsil pada tabel tersebut di atas. Katakanlah ujung pinsil
berada pada satuan angka 20631 (kolom paling kiri kedua dari bawah).
(4) Ambil tiga angka pertama dari blok angka tersebut (206). Dari daftar anggota populasi
kita tidak ada nomor urut tersebut (terakhir nomor 185). Maka kita geser ke bawah, ke blok
angka berikut.

(5) Tertemukan blok angka 89990. Ambil tiga angka pertama (899). Juga tidak ada nomor
urut anggota populasi dengan nomor sebesar itu. Geser lagi ke urutan blok berikut. Dalam hal
ini naik ke kolom kedua atas.

(6) Tertemukan kemudian blok angka 20419. Ambil tiga angka pertama (204). Juga tidak ada
nomor urut 204. Jadi, kita lanjutkan ke blok angka di bawahnya, tertemukan 27993. Dan
sterusnya.

(7) Akhirnya kita temukan nomor 10005. Tiga angka pertamanya 100. Dalam daftar kita ada
nomor itu. Lingkari nomor urut tersebut. Ini sampel pertama kita.

8. Kita lanjutkan menjelajah blok nomor. Akan terlingkari nomor urut 049 (dari blok
04952), sampel kedua. Lalu 082 (dari 08216) sampel ketiga, 153 (dari 15370) sampel
keempat, dan 164 (dari 16447) sampel kelima, atau terakhir.

Pengambilan lima sampel selesai.


c. Dengan systematic random sampling (ordinal)

Teknik kedua adalah teknik systematic random sampling (pengambilan sampel secara acak
dan sistematik). Dalam buku tertentu disebut sebagai teknik ordinal (= urutan; salah satu
dari tiga cara mengambil sampel acak sederhana, yaitu: undian, ordinal, dan menggunakan
Tabel Bilangan Random).

Caranya: (1) ketahui berapa jumlah angota populasi, (2) tetapkan berapa sampel akan diambil,
(3) buat daftar urutan anggota populasi, (3) pilih salah satu nomor urutan secara adil atau
random untuk dijadikan sampel pertama–misalnya dengan “melihat” tanggal saat melakukan
pengambilan sampel–nomor urut subjek atau responden yang sesuai tanggal menjadi sampel
pertama, kemudian (4) ambil sampel dari daftar berdasarkan urutan kelipatan (jumlah
populasi dibagi jumlah sampel yang makan diambil).

Contoh:

Jika anggota populasi ada 1000 dan akan diambil sampel sebanyak 100, maka hasil
pembagiannya menjadi 1000 : 100 = 10. Jadi, jika, misalnya terambil untuk pertama kali
nomor 26 (tanggal sekarang), maka sampel berikutnya (urut sistematik kelipatan ke bawah,
yaitu tambah 10) adalah nomor 36, 46, 56 . . . 996 dan kembali ke nomor urut kecil (karena
pasti berhenti di nomor urut 1000) ke nomor 6 serta 16.

Systematic sampling

3. Pengambilan sampel dari populasi berstrata (stratified sampling [stratifaid sampling])


Populasi berstrata adalah populasi (populasi subjek atau responden penelitian) yang anggota-
anggotanya terkelompokkan ke dalam strata-strata (jenjang, lapisan) tertentu. Setiap strata
dari sesuatu populasi disebut sebagai subpopulasi. Seperti telah dicontohkan di muka, contoh
strata yang ada dalam populasi itu antara lain:

(a) Tingkatan kelas di sekolah: Kelas XII SMA, Kelas XI SMA, dan Kelas X SMA. Jadi
murid-murid terkelompokkan ke dalam (berada pada) setiap jenjang kelas.

(b) Tingkatan kemampuan belajar: Kelompok pandai, kelompok biasa (sedang), dan
kelompok kurang pandai (untuk tidak mengatakan bodoh); atau: kelompok cepat belajar,
kelompok biasa (normal), dan kelompok lambat belajar.

(c) Tingkatan pendidikan formal yang pernah ditempuh: Lulusan PT, lulusan SMTA, lulusan
SMTP, dan lulusan SD.

(d) Tingkatan status ekonomi: Kelompok kaya raya, kelompok kaya, kelompok menengah,
kelompok miskin, dan kelompok di bawah garis kemiskinan.

Mengingat ada strata atau lapisan-lapisan seperti itu, dalam melakukan penelitian, jika–sekali
lagi–lapisan itu dapat diduga akan membuat perbedaan objek penelitian (misalnya akan
mempengaruhi “selera berpakaian”), maka sampel harus diambil dengan mencerminkan
adanya strata tersebut. Tegasnya, dari setiap strata (subpopulasi) itu harus ada wakil yang
menjadi sampel. Cara atau teknik ini disebut teknik stratified sampling. Stratified sampling
adalah teknik pengambilan sampel dari populasi dengan memperhatikan adanya strata dalam
populasi tersebut, yaitu dari setiap strata ada anggota populasi yang dipilih menjadi sampel.

a. Proportional dan disproportional stratified sampling

Catatan: Istilah lain dari proportional adalah proportionate, artinya sebanding, seimbang.
Lawan katanya (antonim) adalah disporportional atau disporportionate (maaf, selama ini
saya salah tulis–karena tak buka kamus online, yaitu menuliskannya nonproportional–
walapun dalam beberapa literatur diistilahkan juga nonproportional). Istilah proportional
lebih banyak digunakan oleh para penulis metodologi penelitian dan lainnya dibanding
proportionate).
Setiap strata dari populasi berstrata (setiap subpopulasi dari populasi berstrata) tentu memiliki
sejumlah anggota, dan jumlah anggota setiap strata (subpopulasi) bisa berbeda dari strata
(subpopulasi) yang lain.
Ada dua pilihan kemungkinan mengambil sampel dari setiap strata, yaitu dengan cara yang
proporsional (memperhatikan perbandingan jumlah anggota setiap strata atau subpopulasi)
atau tidak proporsional (tidak memperhatikan perbedaan jumlah anggota subpopulsi).

Jadi, pengambilan sampel secara proporsional artinya mengikuti perbandingan banyaknya


anggota antar subpopulasi, atau dari setiap subpopulasi diambil sampel sebanding dengan
jumlah anggota yang ada dalam subpopulasi tersebut. Pengambilan sampel secara
nonproporsional artinya mengambil sampel dengan tidak memperhatikan perbandingan
banyaknya anggota antar subpopulasi. Ini bisa sama rata dari setiap subpopulasi diambil
sampel dalam jumlah yang sama, atau besar kecilnya sekedar mengikuti banyaknya jumlah
anggota dalam setiap subpopulasi tanpa perhitungan yang tepat (tidak matematis).

Contoh:

Murid Kelas IX SMP (dari beberapa kelas paralel) ada 222 orang, murid Kelas VIII ada 333
orang, dan murid Kelas VII ada 444 orang. total murid ada 999 orang. Sampel akan diambil
10% dari seluruh anggota populasi, jadi sebanyak 99,9 (dibulatkan 100) orang.

Jika tidak proporsional (disproportional stratified sampling) mungkin peneliti akan membagi
rata total sampel yang harus diambil menjadi sama banyak dari setiap kelas, masing-masing
33 orang, kecuali dari kelas VII 34 orang. Jika proporsional (proportional stratified
sampling), maka dari setiap kelas akan diambil 10% dari total anggota subpopulasi kelas
tersebut. Jadi dari Kelas IX akan diambil 10% x 222 orang = 22 orang, dari kelas VIII 33
orang, dan dari Kelas VII 44 orang (digenapkan menjadi 35 orang).

Pengambilan sampel sebaiknya dengan teknik yang proporsional. Kenapa? Karena,


betapapun, itu jauh lebih representatif, sehingga diharapkan hasil penelitiannya juga akan
lebih representatif. Lihat contoh “bias” hasil penelitian yang disebabkan salah teknis
pengambilan sampel pada paparan tentang “cluster sampling.”

b. Proportional stratified random sampling


Selanjutnya pengambilan sampel dari setiap jenjang kelas (subpopulasi) dilakukan dengan
cara random atau sistematik seperti telah dicontohkan di muka (dengan kata lain
menggunakan teknik undian, ordinal, atau menggunakan Tabel Bilangan Random). Dengan
cara seperti ini maka teknik pengambilan sampel yang digunakan selengkapnya menjadi
proportional stratified random sampling (pengambilan sampel secara acak dengan
memperhatikan strata yang ada dalam populasi dan perbandingan jumlah anggota antar
strata).

Ingat, karena populasinya heterogen (beragam, dalam hal ini berstrata), maka jangan (tidak
tepat) menggunakan teknik simple random sampling. Jangan salah pula: tidak harus stratanya
disampling. Maksudnya, dari sekian strata (misal ada 7) diambil sebagiannya saja (misal 3),
lalu dari sampel strata yang terpilih itu (3 strata) baru diambil sampel anggotanya. Ini malah
nantinya akan menjadi tidak representatif, karena tidak mencerminkan keseluruhan strata,
padahal antar strata jelas-jelas memiliki keberagaman atau heteroginitas.

4. Pengambilan sampel dari populasi ber-“cluster” (cluster sampling)

Cluster artinya kerumunan, kelompok, rumpun, atau ikatan sejenis (punya kesamaan sifat
atau kondisi). Jadi populasi “berklaster” artinya populasi yang di dalamnya ada kelompok-
kelompok atau golongan-golongan. Dalam hal ini kelompok atau golongan tidak
mengandung golongan karena tingkatan (golongan bertingkat). Oleh karena itu, walau ada
yang menyamakan cluster dengan strata, Penulis membedakan cluster dari strata, karena itu
memudahkan pikiran saat akan mengambil sampel. Untuk lebih tegasnya, populasi berklaster
(bergolongan) adalah populasi (populasi subjek penelitian atau responden penelitian) yang
anggota-anggotanya terbagi-bagi ke dalam, atau berada di dalam, golongan-golongan
menurut kesamaan ciri atau kondisi tertentu yang bukan perjenjangan.

Istilah “cluster” sering dipakai jugauntuk menyebut (disamakan makna dengan) “area.”
Tentang pengambilan sampel dari populasi ber-“area” akan dibicarakan di bawah.

Seperti telah disebutkan di muka, “cluster” dalam populasi penelitian itu bisa antara lain
berupa:

(a) Golongan menurut jenis kelamin: laki-laki dan perempuan.


(b) Golongan menurut jenis pekerjaan: PNS, pegawai swasta, buruh, petani, pedagang, ibu
rumah tangga, pelajar/mahasiswa.

(c) Golongan menurut pemelukan agama: Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha,
Kong Hu Cu.

(d) Golongan menurut usia: bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, lansia.

(e) Golongan menurut pengelompokan tertentu yang sejajar: Kelas XII IPA-1, Kelas XII
IPA-2, Kelas XII IPA-3, Kelas XII IPS-1, Kelas XII IPS-2 dsb.

Pengambilan sampel dari populasi berklaster pada prinsipnya sama dengan pengambilan
sampel dari populasi berstrata, hanya saja dalam hal ini strata itu diganti dengan cluster. Jadi,
dalam pengambilan sampelnya bisa ada teknik proportional cluster sampling dan ada teknik
disproportional cluster sampling. Pengambilan sampel dari setiap cluster (subpopulasi) juga
menggunakan teknik random sampling. Jadi, akan ada teknik proportional cluster random
sampling.

Ingat: cara proporsional lebih baik daripada cara yang tidak proporsional. Bias atau
kemelencengan hasil penelitian (penggeneralisasian hasil penelitian terhadap sampel kepada
populasinya) dapat terjadi jika sampel tidak diambil secara proporsional, seperti dalam
contoh berikut.

Seorang pengusaha ingin mendirikan usaha peternakan babai sekaligus penjagalan dan
pengolahannya di suatu daerah. Agar tidak bermasalah dengan penduduk, pengusaha itu
menyewa peneliti untuk melakukan jajag pendapat (bertanya apakah warga keberatan atau
tidak keberatan). Peneliti mengambil sampel dengan cara acak sederhana, sebanyak 100
orang (orang dewasa). Hasilnya sebagian besar warga tidak keberatan. Akan tetapi, pada saat
usaha peternakan, penjagalan dan pengolahan babi itu akan didirikan, ternyata warga
setempat demo besar-besaran protes keberatan. Lho!? Kok bisa?

Ketidaktepatan (bias) hasil penelitian dari realita sebenarnya terjadi karena peneliti salah cara
dalam pengambilan sampel. Yang terjaring sebagai sampel dari 100 orang itu ternyata dilihat
dari sudut pemelukan agama (karena “usaha babi” ini berkaitan dengan nilai keagamaan)
terjaring yang beragama Islam 25 orang, Katolik 30 orang, Kristen Protestan 30 orang, Hindu
3 orang dan Budha 12 orang (total 100 orang).
Populasinya sebenarnya yang beragama Islam ada 1785 orang (tersampel hanya 25 orang),
Katolik 155 orang (tersampel 30 orang), Kristen Protestan 202 orang (tersampel 30 orang),
Hindu 11 orang (tersampel 3 orang), dan Budha 28 orang (tersampel 12 orang). Tampak
bahwa sampel tidak proporsional (mengikuti perbandingan anggota dari setiap subpopulasi),
karena peneliti memperlakukan populasi sebagai populasi homogen.

Peneliti tidak menyadari bahwa populasinya beragam (heterogen) karena di dalamnya ada
unsur pemelukan agama yang terkait dengan objek penelitian (penerimaan keberadaan usaha
babi). Babi itu haram dan suka dikatakan najis oleh orang Islam. Perbandingan sampel yang
terambil, dengan cara acak sederhana tadi, yang beragama Islam 25 orang, yang non-Islam
75 orang. Jadi hasil jajag pendapatnya, dapat diduga, kira-kira akan memunculkan sebagian
besar (75%) warga (dari kalangan non-Islam) tidak keberatan.

Ini akan berbeda jika secara proporsional menurut cluster keagamaan. Jika dari setiap
subpopulasi keagamaan diambil 10% sampel, misalnya, maka akan terambil sebagai sampel
yang beragama Islam sebanyak 178,5 (dibulatkan 178) orang (dari 1785 orang), Katolik 15,5
(dibulatkan 16) orang (dari 155 orang), Kristen Protestan 20,2 (dibulatkan 20) orang (dari
202 orang), Hindu 1,1, (dibulatkan 1) orang (dari 11 orang), dan Budha 2,8 (dibulatkan 3)
orang (dari 28 orang). Perbandingannya: Islam 178 orang dan non-Islam 40 orang (total 218
orang). [Tentang teknik pembulatan lihat paparan di bawah].

Banyak mana kira-kira antara yang keberatan dan yang tidak keberatan? Yang keberatan ada
sekitar 4/5 warga atau sekitar 80%.

Dari ilustrasi di atas dapat ditegaskan bahwa jangan menggunakan teknik simple random
sampling pada populasi yang berklaster, karena keberagaman dengan adanya klaster itu dapat
berpengaruh terhadap hasil penelitian.

Jika sesuatu kelas-rombongan-belajar (misal Kelas VIIA, Kelas VIIIC, dan Kelas IXD)
tempat murid-murid “mengelompok” dianggap sebagai suatu klaster, maka sekolah tertentu
(misal SDN Sukasari I, SDN Sukamulya III, dan SDN Sukamaju III di Kecamatan Padasuka)
tempat para guru berkelompok dapat disebut juga sebagai “klaster” dari populasi guru-guru
SD. Jadi, jika seseorang ingin meneliti para guru SD di Kecamatan Padasuka, peneliti itu
dapat mengambil terlebih dahulu sampel sekolah dari seluruh “populasi sekolah” yang ada di
Kecamatan Padasuka. Setelah itu, dari sekolah yang tersampling tersebut diambil secara
random gurunya sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan (jumlahnya menurut proporsi
jenis kelamin jika termasuk dipertimbangkan).

5. Pengambilan sampel dari populasi berstrata dan berklaster

Populasi penelitian dapat mengandung keragaman strata sekaligus klaster. Murid-murid di


sebuah SMP berjenjang menurut tingkatan kelasnya (kelas VII, VIII, dan IX). Di dalam
setiap jenjang kelas itu terdapat klaster kelas (rombongan belajar) semisal Kelas VIIA, Kelas
VIIB, Kelas VIIC dst. Selain itu, masih terdapat pula klaster jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan) di setiap kelas-rombongan-belajar. Dalam keadaan populasi seperti itu, maka
cara mengambil sampelnya menggunakan perpaduan teknik stratified sampling dan cluster
sampling menjadi stratified cluster random sampling (pengambilan sampel secara acak
dari populasi berklaster dan berstrata).

Dalam contoh di atas seluruh kelas-rombongan-belajar (Kelas VIIA, VIIB, VIIC dst.) dalam
tiap jenjang kelas (kelas-tingkat VII) dianggap homogen. Oleh karenanya tidak harus seluruh
kelas-rombongan-belajar itu diteliti, cukup diwakili sebagian saja untuk mewakili kelas-
tingkatnya. Jadi, dari seluruh kelas-rombongan-belajar per kelas-tingkat cukup diambil,
misalnya, satu kelas-rombongan-belajar saja. Sebagai contoh, dari kelas-tingkat VII,
misalnya terambil secara acak sederhana Kelas VIIB, dari kelas-tingkat VIII terambil Kelas
VIIIE, dan dari kelas-tingkat IX terambil Kelas IXA.

Dari kelas-rombongan-belajar yang terambil sebagai sampel itu kemudian diambil sampel
murid secara acak sederhana dengan memperhatikan jenis kelaminnya dan perbandingan
anggota jenis kelamin serta perbandingan anggota antar kelas yang terpilih sebagai sampel.
Contoh konkritnya di Kelas VIIB ada 39 murid (15 L dan 14 P), di Kelas VIIIE ada 40 murid
(19 L dan 21 P), dan di Kelas IXA ada 40 murid (16 L dan 24 P). Jika dari tiap kelas tersebut
diambil sampel sebanyak 50%, maka dari Kelas VIIB akan terambil sampel 7,5 L (dibulatkan
8 L) dan 7 P, dari Kelas VIIIE terambil sampel 9,5 L (dibulatkan 10 L) dan 10,5 P
(dibulatkan 10 P), dan dari Kelas IXA terambil 8 L dan 12 P.

Catatan: Jika angka berujud desimal tengahan (7,5 atau 8, 5 atau 11, 5 dan 14,5) maka
pembulatannya mengikuti aturanberikut: Jika sebelum tanda koma berujud angka genap
maka dibulatkan ke bawah (8,5 menjadi 8; 14,5 menjadi 14), sementara jika angkanya gasal
dibulatkan ke atas (7,5 menjadi 8; 19,5 menjadi 20).
Ikuti anekdot berikut: Orang yang “ganjil” (gasal sering disebut lain dengan ganjil–ganjil
bermakna lain tidak normal atau tidak waras) perlu dibantu, orang yang “genap” (Jawa:
“wong genep” sama dengan “orang waras”) tak perlu dibantu, karena sudah “genap.” Jadi
karena dalam 17,5 angka 7 sebelum angka 5 merupakan bilangan “ganjil” maka dibantu
(dijadikan genap atau “digenapkan” menjadi 18, tidak dibiarkan “ganjil” 17).

KELAS VII IX X JUMLAH

JNS.KEL. PPLS SPL PPLS SPL PPLS SPL PPLS SPL

L 74 14 76 16 75 16 225 46

P 106 22 102 20 99 18 307 30

J 180 36 178 36 174 34 532 106

6. Pengambilan sampel dari populasi ber-area (area sampling)

Adakalanya sesuatu penelitian berkaitan dengan keberadaan subjek atau responden dalam
area (wilayah) tertentu. Jika peneliti ingin meneliti (mengobservasi) kehidupan murid sebuah
yayasan pendidikan di rumahnya (perilaku kehidupannya sehari-hari di rumah), maka tentu
bukan sekolah yang menjadi tempat penelitian, melainkan tempat tinggal murid. Para murid
tersebut tentu tinggal di berbagai area (geografis adan atau administratif).

Oleh karena persebaran tempat tinggal murid tersebut mungkin mencakup sedemikian banyak
wilayah (area), maka untuk mengambil sampelnya digunakanlah pertama-tama teknik area
random sampling (pengambilan sampel secara acak dengan memperhatikan adanya area
dalam populasi). Maksudnya dengan cara berikut (mengikuti contoh di atas):

(a) Catat (identifikasi) area mana saja yang menjadi tempat tinggal murid dan berapa banyak
murid tinggal di area tesebut.

(b) Singkirkan area yang terlampau sedikit dan yang terlampau banyak didiami murid.
Maksudnya tidak akan diikutsertkan dalam pengambilan sampel. Atau, gabungkan area-area
yang terlampau sedikit didiami murid menjadi satu area “cukup banyak murid,” misalnya
desa Karangtales dan Karangtela menjadi satu area dinamai Karangtelatales, sementara yang
terlampau “banyak murid” dipecah menjadi area yang lebih “sedikit murid,” misalnya
Karangsalam dibagi tiga menjadi Karangsalam I, Karangsalam II, dan Karangsalam III.

(c) Ambil sampel area dari seluruh “populasi area” tempat tinggal murid secara acak
sederhana (jumlah diperkirakan yang layak atau pantas untuk mendapatkan sampel murid
yang representatif).

(d) Ambil dari area tersampel sampel murid sejumlah sesuai dengan rencana. Dalam hal ini
tampaknya tidak perlu proporsional karena area tempat tinggal tidak mempengaruhi perilaku
kehidupan keseharian. Yang diperkirakan akan mempengaruhi bukan areanya, akan tetapi
pola hidup dan budaya masyarakat setempat. Jika pola hidup dan budaya dimaksud sudah
diketahui, dalam penetapan area haruslah berdasarkan keberagaman pola hidup dan budaya
tersebut, bukan berdasar geografis atau administratif (Jadi, semacam “area budaya”).

Contoh lain:

Seorang mahasiswa ingin meneliti efektivitas jam perpustakaan di sekolah dasar se-
Kabupaten Gunungduwur. Jadi, objek penelitiannya efektivitas jam perpustakaan. Subjek
penelitiannya perpustakaan SD. Ada sekian ratus SD di Kabupaten Gunungduwur. Tentu
berat untuk mewawancara seluruh informan penelitian (pengelola perpustakaan SD) dan
mengobservasi pelaksanaan jam perpustakaan di setiap SD. Oleh karena itu penelitiannya
akan menggunakan studi sampling.

Yang pertama-tama dilakukan adalah mendata “area” kecamatan yang ada di Kabupaten
Gunungduwur. Ada 17 kecamatan di Kabupaten Gunungduwur. Dari 17 kecamatan itu
diambil sebagai sampel 25% atau seperempatnya. Jadi akan diambil sebanyak 4 kecamatan.
Ketujuh belas kecamatan itu lalu disampling dengan teknik ordinal (systematic sampling).
Mahasiswa tersebut lahir tanggal 21 April. Jadi angka 21 akan dijadikan angka pengambilan
sampel pertama dari urutan daftar kecamatan (yang sudah disusunnya urut abjad). Jadi ia
hitung dari 17 kembali ke 1 menjadi 18, 2 jadi 19, 3 jadi 20 dan 4 jadi 21. Terambillah nomor
urut 4 sebagai sampel kecamaan pertama. Karena dari 17 akan diambil 4, maka angka
pembagiannya menjadi 17/4 = 4. Jadi sampel akan diambil secara “sistematis” (berurutan
atau ordinal) dengan kelipatan 4. Yang telah terambil pertama nomor urut 4. Jadi berikutnya
nomor urut 8, kemudian 12, dan teakhir nomor 16. Untuk mudahnya sebut saja Kecamatan
Gunungpapat, Kecamatan Gunungwolu, Kecamatan Gunungrolas, dan Kecamatan
Gunungnembelas.

Dari tiap kecamatan tersebut didata (diidentifikasi) desa-desanya, karena SD di setiap desa
ada lebih dari lima. Di Kecamatan Gunungpapat ada lima desa, di Kecamatan Gunungwolu
ada empat desa, di Kecamatan Gunungrolas ada tiga desa, dan di Kecamatan
Gunungnembelas ada lima desa. Diambillah oleh mahasiswa tersebut dengan cara random
juga, desa sampel dari tiap kecamatan sebanyak 50%-nya. Dari Kecamatan Gunungpapat
terambil 2 desa, dari Kecamatan Gunungwolu 2 desa, dari Kecamatan Gunungrolas 2 desa
(50% dari 3 = 1,5 dibulatkan 2), dan dari Kecamatan Gunungnembelas terambil 2 desa. Total
8 desa. Selanjutnya seluruh SD yang ada di desa-desa tersebut dijadikan sebagai sampel
penelitian, tidak disampling lagi. Total SD yang diteliti ada 53 SD. Jadi ada 53 perpustakaan
SD yang akan diteliti, tanpa melihat dulu apakah perpustakaannya ada atau tidak ada. Jika
tidak ada otomatis gugur dari sampel penelitian.

Selanjutnya mahasiswa tersebut tinggal mendatangi SD-SD dimaksud, “kulonuwun” (minta


izin) kepala sekolah masing-masing, kemudian menemui pengelola perpustakaan (guru atau
staf lain jika ada) untuk mengumpulkan data (wawancara dan observasi, dikuatkan dengan
data dokumentasi), termasuk wawancara ke para guru lain–sebagai informan tambahan, jika
perlu, dan juga murid (dipilih secara “purposive” atau “sengaja” karena alasan logis tertentu–
dalam hal ini “sedang menggunakan jam perpustakaan”– murid-murid yang sedang ada di
perpustakaan pada hari obserasi dilakukan).

[Pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tak jelas atau pasti dibicarakan dalam
uraian lain, agar paparan ini tak terlampau panjang]

Mau ngutip? Tulis dalam daftar kepustakaan: Amirin, Tatang M. (2011). ” Sampel, sampling,
dan teknik pengambilan sampel I (Pengambilan Sampel dari Populasi Terhingga).”
tatangmanguny.wordpress.com

Advertisements

Report this ad

Report this ad
Share this:

 Print

Related

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3: PENGAMBILAN SAMPEL DARI


POPULASI TAK-TERHINGGA DAN TAK-JELASIn "POPULASI DAN SAMPEL"

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1: PENGERTIANIn "POPULASI DAN


SAMPEL"

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 4: UKURAN SAMPEL RUMUS SLOVINIn


"POPULASI DAN SAMPEL"

This entry was posted in POPULASI DAN SAMPEL. Bookmark the permalink.

Post navigation
← POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1: PENGERTIAN

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3: PENGAMBILAN SAMPEL DARI POPULASI TAK-


TERHINGGA DAN TAK-JELAS →

27 thoughts on “POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 2: PENGAMBILAN


SAMPEL DARI POPULASI TERHINGGA”

1. ngadil_orping | 29/12/2009 at 16:52

Wduh, Bapak….!!! I’m confuse!


Mesti merecall kembali semua memory “persamplingan” yg sdh bapak berikan
bertahun2 yg lalu. Dulu blm jls, skrng lupa…he2….

Hmm…area sampling… area sampling… Okelah kalo bgitu, nanti sy pelajari lg,
thanks so much, Sir!!!
Btw, se-Kecamatan saja ya, Pak!!!
Biar mudah di saya & jd amalnya bpk coz memberi kmudahan pd saya…he2…

Kata Mario Teguh: Jgn bikin sesuatu itu rumit, yg sederhana2 saja….He2…

Jd, se-Kecamatan mawon njih, Pak?! Hatur nuhun…

Reply

2. ngadil_orping | 29/12/2009 at 16:53

Wduh, Bapak….!!! I’m confuse!


Mesti merecall kembali semua memory “persamplingan” yg sdh bapak berikan
bertahun2 yg lalu. Dulu blm jls, skrng lupa…he2….

Hmm…area sampling… area sampling… Okelah kalo bgitu, nanti sy pelajari lg,
thanks so much, Sir!!!

Btw, se-Kecamatan saja ya, Pak!!!


Biar mudah di saya & jd amalnya bpk coz memberi kmudahan pd saya…he2…

Kata Mario Teguh: Jgn bikin sesuatu itu rumit, yg sederhana2 saja….He2…

Jd, se-Kecamatan mawon njih, Pak?! Hatur nuhun…

Reply

o tatang m. amirin | 29/12/2009 at 19:20

Ya, tapi semua, tidak sampling. Kan studi populasi jauh lebih akurat.
Hehehe . . .

Reply

3. Pingback: Paradigma Penelitian Sosial « dianascyber


4. resti | 12/01/2013 at 07:19

Assalamu’alaikum Pak Tatang..


Pak, saya mau tanya nih. saya sedang mengerjakan tugas akhir tentang strategi
pemasaran dgn metode SWOT dgn pendekatan kualitatif dan kuantitatif dari
kuesioner SWOT. Saya melakukan studi populasi dr tenaga kerja dan agen mitra.
populasi pekerja ada 20 orang dan agen mitra ada 10, kuesioner untuk kedua populasi
tersebut sama persis karna ingin mengetahui aspek strength, weakness, opportunities,
dan threat (SWOT) dari suatu industri pangan (home industry). yg ingin saya
tanyakan apakah untuk melakukan uji validitas digabungkan atau sendiri-sendiri dari
2 populasi tersebut? saat ini saya sudah mengujinyai dgn menggabungkan
populasinya, jadi ada 30 kuesioner (N=30) yg saya uji validitasnya.. bisa tidak pak
digabungkan seperti itu? atau perlu dipisah uji validitas pekerja sendiri dan agen
sendiri, karna kuesionernya sama persis. Terima kasih pak sebelumnya

Reply

o tatang m. amirin | 15/01/2013 at 22:37

1. Lha yang mau dicari dengan uji validitas itu apanya sih? Memang mau
mengukur apa? Bukannya hanya menggali fakta? Nah baca tulisan angket
mengukur dan mengungkap di blog ini juga!
2. Lalu, populasinya kan 20 + 10 = 30. Uji coba untuk uji validitas pada 20 +
10 = 30. Habis dong populasinya. Nantinya yang mau disebari angket siapa?
3. Memang SWOT mau diapakan setelah ditanya pada responden? Strategi
pemasarannya di mana? Siapa yang membuat strategi? Peneliti? Lucu, ah!
Kenapa tidak ditanya saja (wawancara) “orang-orang perusahaan” itu mereka
menyiapkan strategi pemasaran (hasil olahan salak pondoh, misalnya) seperti
apa, dan menggunakan analisis SWOT enggak (hati-hati untuk menanyakan
SWOT, jangan-jangan responden gak sambung–Anda sendiri paham benar
enggak dengan analisis SWOT–termasuk mengubah W menjadi S dan T
menjadi O? Baca banyak tentangnya dulu, ya!
Reply

 resti | 16/01/2013 at 10:09

Maaf pak, jadi begini pak, pertama2 saya FGD (focus discussion
group) atau wawancara sama pihak perusahaan terkait SWOT, hasil dr
FDG itu saya gunakan untuk menyusun kuesioner SWOT. karna dosen
pembimbing saya minta analisis SWOT yg menggunakan kuesioner
(ada bobot dan skor) yg kemudian diinterpretasikan dlm bentuk
kuadran SWOT untuk mengetahui posisi perusahaan. Kuesioner
tersebut berisi poin2 dalam variabel SWOT, seperti “dapat menyerap
tenaga kerja, wilayah distribusi produk yg luas (kekuatan) ” dll, dan
responden diminta menilai besarnya pengaruhnya terhadap kondisi
perusahaan saat ini, penilaian dilakukan dgn memberikan skor (skala
likert -sangat berpengaruh, berpengaruh, cukup, kurang, dan tidak
perpengaruh). Mengenai strategi, saya sebagai peneliti hanya
memberikan alternatif strategi berdasarkan posisi perusahaan pd
kuadran SWOT tsb. Nah responden saya kan pekerja dan agen mitra
industri , saya studi populasi dr 20 pekerja dan 10 agen mitra. jd
kuesioner saya untuk mengukur kan pak? kata dosen saya perlu uji
validitas dan reliabilitas untuk menguji kevalid-an dan konsistensinya,
yg menjadi pertanyaan saya walaupun populasinya beda (kuesioner
sama) uji validitasnya dijadikan satu jd N=30, iya tidak pak? satu lg
pak, kalau studi populasi itu butuh uji kecukupan data tidak pak?
Maaf ya pak saya banyak nanya, semoga bapak berkenan untuk

menjawab, terima kasih sebelumnya pak

 tatang m. amirin | 17/01/2013 at 19:46

Ya ikuti aja maunya dosen pembimbing, daripada repot. Hehehe…


Studi populasi, ya studi populasi, subjeknya, bukan datanya. Data
cukup itu tergantung pada “validitas” sudah menjaring seara
representatif enggak?! Biar tambah bingung!!!!

5. resti | 16/01/2013 at 10:12

Maaf pak, jadi begini pak, pertama2 saya FGD (focus group discussion) atau
wawancara sama pihak perusahaan terkait SWOT, hasil dr FGD itu saya gunakan
untuk menyusun kuesioner SWOT. karna dosen pembimbing saya minta analisis
SWOT yg menggunakan kuesioner (ada bobot dan skor) yg kemudian
diinterpretasikan dlm bentuk kuadran SWOT untuk mengetahui posisi perusahaan.
Kuesioner tersebut berisi poin2 dalam variabel SWOT, seperti “dapat menyerap
tenaga kerja, wilayah distribusi produk yg luas (kekuatan) ” dll, dan responden
diminta menilai besarnya pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan saat ini, penilaian
dilakukan dgn memberikan skor (skala likert -sangat berpengaruh, berpengaruh,
cukup, kurang, dan tidak perpengaruh). Mengenai strategi, saya sebagai peneliti hanya
memberikan alternatif strategi berdasarkan posisi perusahaan pd kuadran SWOT tsb.
Nah responden saya kan pekerja dan agen mitra industri , saya studi populasi dr 20
pekerja dan 10 agen mitra. jd kuesioner saya untuk mengukur kan pak? kata dosen
saya perlu uji validitas dan reliabilitas untuk menguji kevalid-an dan konsistensinya,
yg menjadi pertanyaan saya walaupun populasinya beda (kuesioner sama) uji
validitasnya dijadikan satu jd N=30, iya tidak pak? satu lg pak, kalau studi populasi
itu butuh uji kecukupan data tidak pak?
Maaf ya pak saya banyak nanya, semoga bapak berkenan untuk menjawab, terima

kasih sebelumnya pak

Reply

6. jig | 18/12/2013 at 10:25

Mau tanya pak,


Saya sekarang sedang melakukan penelitian pendirian pabrik untuk bahan baku lem
dan plastik. Untuk mengetahui seberapa besar permintaan pasar, saya harus membuat
kuesioner yang disebarkan ke pabrik-pabrik lem dan plastik calon customer. Jumlah
calon customer sudah diketahui.
Metode yang digunakan bisa dengan proportional cluster sampling kan pak?

Reply

o tatang m. amirin | 22/12/2013 at 00:35

Tergantung karakteristik populasi dan tujuan penelitian, atuh!

Reply

7. putra zairis | 20/09/2014 at 13:01

gan saya ada pertanyan dari dosen saya,, populasi saya kan ada 70 org, nilai siswa
yang dbawah kkm sebnyak 22 org dan nilai siswa diatas kkm 48 org,, saya
mendapatkan sampel dgn random smapling 42 org… pertanyaan nya mengapa sampel
nya lebih banyak dari siswa yang bermasalah??? siswa yang bermasalah saya kan
cuma 22 org dan smapel 42 org?? secara ilmiah kan udh betul gan tpi saya butuh
alasan nya gann

Reply

8. meika | 07/10/2015 at 23:17

mau tanya pak,, saya mau menghitung dan menentukan jumlah sampel dari konsumen
yang ada pada salah satu perusahaan, kan tidak diketahuu berapa banyak jumlahnya?

Reply

o tatang m. amirin | 14/10/2015 at 21:24

Ya udah kalau tak diketahui, gak usah dihitung, toh tidak mungkin dihitung.
Reply

9. j | 14/10/2015 at 20:00

Malam Pak, saya mau minta saran dan bertanya. Jika populasi saya 173 orang dari 4
kelas XII (ipa 3, ipa 4, ipa 5, ipa 6) dan saya mau mengambil 25 % dari 173 orang
yang berarti 44 orang. Dan dari 4 kelas itu saya mau mewakilkan 11 orang dari
masing-masing kelas (44orang/4 kelas = 11 orang), Pertanyaan saya: apa teknik
pengambilan sampel yang cocok dengan kasus saya ini?

Reply

o tatang m. amirin | 14/10/2015 at 21:29

Pakai aturan dulu, jangan pakai maunya dulu!

Reply

 Arif | 26/03/2016 at 16:48

Ya kalau mau jawab ya jawab dulu. jangan semaunya. saya baca dari
atas, balasan anda hanya sekedar “melecehkan” (mohon maaf apabila
berlebihan).

Kenapa saya bilang melecehkan? karena saya tidak melihat satu pun
balasan anda yang memberikan pencerahan ataupun solusi bagi si
penanya. orang nanya malah ditanya balik. hadeuh

10. tin | 30/10/2015 at 16:34


pak, jika menggunakan quota sampling rumus apa yang kita gunakan? kok saya tidak
nemu rumusnya disini. jadi bagaimana ya pak diuraikan berapa besaran sampel yang
sy gunakan? terima kasih.

Reply

11. tami nuriksa | 08/11/2015 at 13:22

pa, populasi saya itu siswa- siswi kelas XI di dua SMA (satu SMA kota dan satu SMA
desa). di dapatkan sampel sebanyak 80 subyek untuk kedua sekolah tersebut, maka
setiap sekolah ada 40 subyek. SMA di kota terdapat 10 kelas untuk kelas XI. yang
ingin saya tanyakan, teknik samplingnya apa? cara pengambilannya bagaimana?

Reply

12. Rian Saputra | 30/03/2016 at 22:08

Mau tanya ni pak, knapa dari 17 kecamatan itu diambil 25% nya, kenapa tidak 20%
atau 50% atau angka yang lain, apakah ada teori yang menentukan atau bagaimana,
terimakasih pak, di tunggu jawabannya…

Reply

13. Ryan Saputra | 31/03/2016 at 14:02

maaf pak, melengkapi pertanyaan saya sebelumya yang mungkin kurang jelas, saya
bertanya tentang teknik area sampling, pada contoh ke dua teknik area sampling saya
lihat ada 17 kecamatan, kenapa diambil sebagai sampel 25% nya pak, kenapa tidak
angka yang lain? apakah ada teori khusus yang menentukan pak? ataukah itu bisa
pertimbangan dari penulis?

Reply
14. Muhammad Yunus | 01/09/2016 at 10:21

Maaf pak mau tanya, Kalau penarikan sampel multi tahap jumlah sampelnya
ditentukan dari seluruh populasi dulu baru ditarik sampel atau diambil dari klaster
terpilih baru kemudian di tentukan jumlah sampelnya?

Reply

15. taufiq | 23/11/2016 at 20:32

Pak saya lagi melakukakan penelitian di kecamatan. Jumlah populasinya ada 45.713
jiwa. Kira2 untuk menentukan jumlah sample menggunakan nilai kritis/ kesalahan
nya 10% atau 5% yang tepat ?
Kemudian untuk teknik samplingnya lebih cocok menggunakan teknik sampling apa
ya pak ?

Reply

16. anggya siti nurdinah | 22/12/2016 at 11:31

maaf pak sy mau tanya, saya lagi melakukan penelitian website sekolah, populasi nya
diasumsikan siswa/i dan guru/staff dengan 1359,guru/staf berjumlah 70 orang, siswa/i
kelas X berjumlah 467 orang, siswa/i kelas XI berjumlah 418 orang dan siswa/i kelas
XII berjumlah 404 orang. untuk teknik sampling nya lebih baik yang mana yah pak?
sy sudah mencoba menggunakan yang dispropotionate stratified random sampling
tetapi dosen pembimbinga sy kurang setuju. kemudian sebaiknya menentukan sampel
nya harus seperti apa yah pak?

Reply

17. Rina Dwi Hartanti | 18/01/2017 at 09:35


Assalamu’alaikum pak..maaf pak mau tanya. Saya kan sdg akan melakukan proses
penelitian mngejar pndidikan S1 saya. Jdi ini pnlitian prtma saya. Kalo judul yg saya
ambil “peran guru pai di lingkungannya sndiri” obyek pnlitiannya gmna cara
mnntukannya ya pak? agar penelitian berjalan efektif dan efisien.Kalo satu kcmatan
saja sudah 60 an sekolah dri tgkt dasar sampai menengah. Dan utk satu sekolah bisa
lebih dri satu guru mapel PAI.
Trimakasih.

Reply

18. Ii Solihah | 28/01/2017 at 19:32

Pak Haji , maaf saya mau bertanya . Bagaimana menentukan sampel dari jumlah
populasi siswa kelas X SMA IPS % kelas x40 siswa) . saya ingin mengetahui jumlah
sampel siswa yang memiliki faktor risiko penyakit jantung. saya akan memberikan
intervensi pada siswa yang memiliki faktor risiko . saya akan menilai pre dan pos
intervensi pada pengetahuan dan sikapnya ? . Sampel yang diteliti berapa, Pak ? biaya
yang tersedia kecil.

Reply

19. multazam | 26/09/2017 at 08:14

jika populasi saya petani, pedagang, konsumen dan tersebar di beberapa wilayah.
maka teknik pengambilan sampel yang saya gunakan apa pak?

Reply

https://tatangmanguny.wordpress.com/2009/06/28/sampel-sampling-dan-populasi-penelitian-bagian-
ii-teknik-pengambilan-sampel-i/

Anda mungkin juga menyukai