Anda di halaman 1dari 32

Pendahuluan

TUJUAN
BUKU ini menyajikan kerangka kerja, proses, dan aneka pendekatan komposisional dalam
merancang sebuah penelitian kualitatif, kuan-titatif, dan metode campuran untuk bidang-bidang sosial-
humaniora. Adanya minat yang tinggi pada penelitian kualitatif, munculnya beragam pendekatan
metode campuran, dan terus diterapkannya bentuk-bentuk tradisional kuantitatif, membuat saya
merasa pe"rlu melakukan perbandingan terhadap tiga rancangan penelitian ini. Saya
membandingkan ketiganya berdasarkan asumsi-asumsi filosofis, tinjauan pustaka, penggunaan
teori, struktur penyajian, dan pertimbangan-pertirnbangan etis atas ketiga rancangan tersebut.
Selanjutnya, saya menjelaskan unsur-unsur kunci dalam proses penelitian pada umumnya: menulis
pendahuluan, menegaskan tujuan penelitian, mengidentifikasi rumusan masalah dan hipotesis pe-
nelitian, serta menerapkan metode-metode dan prosedur-prosedur di dalam pengumpulan dan
analisis data. Semua elemen ini saya jelaskan berdasarkan penerapannya dalam rancangan
kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran.
Cover buku ini —buku aslinya, bukan buku terjemahan bahasa Indonesia ini— menggambarkan
sebuah mandala: suatu simbol orang Hindu dan Buddha tentang dunia. Merancang mandala, sepertihal-
nya merancang penelitian, membutuhkan usaha pengamatan yang tepat terhadap kerangka kerja,
desain keseluruhan, dan detail-detail —sebuah mandala yang dibuat dari pasir akan membutuhkan
waktu berhari-hari karena sang arsitek harus menyusun dengan tepat bagian-bagian di dalamnya
yang terdiri dari butiran-butiran pasir. Mandala juga menunjukkan keterkaitan bagian-bagian ini
secara keseluruhan, yang juga merefleksikan rancangan penelitian, di mana setiap bagian di dalamnya
saling berpengaruh terhadap konstruksi akhir penelitian.

SASARAN PEMBACA
Buku ini ditujukan untuk para mahasiswa sarjana dan pasca-sarjana yang ingin menyiapkan
rencana atau proposal untuk artikel jurnal akademis, disertasi, ataupun tesisnya. Pada level yang lebih
luas, buku ini bisa digunakan sebagai buku referensi sekaligus pegangan untuk mata kuliah
metode-metode penelitian. Agar mem-peroleh manfaat terbaik dari buku ini, pembaca perlu
memiliki pengetahuan dasar tentang penelitian kualitatif dan kuantitatif. Sebab, bagaimanapun
juga, istilah-istilah kunci yang akan dijelaskan dan dijabarkan serta strategi-strategi yang
direkomendasikan dalam buku ini, mengharuskan pembaca memiliki kesiapan dasar "teknis" dalam
merancangpenelitian. Istilah-istilah yang dicetak tebal dalam. tulisan ini ataupun dalam giosarium pada
akhir buku ini merupakan istilah-istilah yang diharapkan dapat membantu proses pernbacaan yang
lebih cepat, Buku ini juga dirancang untuk pembaca umum dalam bidang-bidang sosial-humaniora.
Sejak diterbitkan pertama kali, saya melihat bahwa pembaca buku ini adalah mereka yang berasal
dari berbagai disiplin dan bidang ilmu pengetahuan. Tentu saja, dari respons yang begitu positif ini,
saya sangat berharap para mahasiswa, pembaca, dan peneliti di bidang-bidang seperti marketing,
manajemen, hukum pidana, komunikasi, psikologi, sosiologi, pendidikan dasar, pendidikan
menengah atau perguruan tinggi, ke-perawatan, kesehatan, studi perkotaan, keluarga, dan bidang-
bidang lain, juga dapat memanfaatkan edisi ketiga buku ini.
para pereview berikut ini: Mahasweta M. Banerjee, University of Kansas; Miriam W. Boeri,
Kennesaw State University; Sharon Anderson Dannels, The George S. Georgakopoulos, Nova
Southeastern University; Mary Enzman Hagedorn, University of Colorado di Colorado Springs;
Richard D. Howard, Montana State University; Drew Ishii, Whittier College; Marilyn Lockhart,
Montana State University; Carmen McCrink, Barry University; Barbara Safford, University of Northern
Iowa; Stephen A. Sivo, University of Central Florida; Gayle Sulik, Vassar College; dan Elizabeth
Thrower, University of Montevallo
Tentang Penulis
John W. Creswell adalah Profesor Psikologi Pendidikan sekaligus penulis dan
pengajar mata kuliah metodologi kualitatif dan penelitian metode campuran. Dia mengajar
di University of Nebraska-Lincoln selama 30 tahun dan telah menulis setidak-tidak-nya 11
buku, sebagian besar tentang rancangan penelitian, penelitian kualitatif, dan penelitian metode
campuran. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalamberbagai bahasa dan digunakan di
seluruh dunia. Dia juga menjabat sebagai co-director di Kantor Penelitian Kualitatif dan
Metode Campuran di Nebraska yang bertugas me-nyediakan dukungan bagi para sarjana
yang ingin mengajukan penelitian kualitatif dan metode campuran pada lembaga-lembaga
pendanaan. Dia juga tercatat sebagai co-editor utama untuk jurnal Sage, Journal of Mixed
Methods Research, dan sebagai Asisten Profesor untuk bidang Kedokteran di University of
Michigan. Cresswell juga sering diminta menjadi asisten peneliti bidang-bidang kesehatan.
Baru-baru ini, dia terpilih menjadi Senior Fulbright Scholar dan bertugas di Afrika Selatan sejak
Oktober 2008 untuk berbagi ilmu tentang penelitian metode campuran denganpara ilmuwan
sosial dan doku-mentator isu-isu AIDS. Dia hobi bermain piano, menulis sajak, dan
berolahraga. Kunjungi websitenya di www.johnwcreswell.com.
Bab Empat

Strategi-strategi Menulis dan


Pertimbangan-Pertimbangan Etis

S
ebelum menulis proposal, peneliti perlu memiliki gagasan umum tentang struktur
penelitian yang akan sajikan, utamanya tentang 'format bagian-bagian dan outline
topik-topik di dalamnya. Struktur proposal ini akan berbeda tergantung pada apakah
proyek yang ditulis adalah kuantitatif, kualitatif, atau metode campuran. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah kesadaran akan tulisan yang baik dan benar, yang akan turut
memastikan konsistenst dan keterbacaan proposal tersebut. Sepanjang penggarapan proposal,
peneliti juga perlu mematuhi aturan-aturan etis dan mengantisipasi masalah-masalah etis
yang sering kali muncul. Bab ini akan menjelaskan garis-garis besar susunan proposal
penelitian secara keseluruhan, praktik-praktik penulisan proposal agar mudah dibaca, dan
masalah-masalah etis yang harus dipertimbangkan saat proposal tersebut ditulis.

MENULIS PROPOSAL
Bagian-Bagian dalam Proposal
Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sebelum menulis proposal adalah
mempertimbangkan topik-topik apa saja yang akan dimasukkan dalam proposal tersebut.
Semua topik harus saling berhubungan dan memberikan gambaran kohesif mengenai proyek
penelitian secara keseluruhan. Untuk itulah, diperlukan sejenis outline atau draft meskipun
topik-topik ini akan bervariasi bergantung pada jenis proposal yang diajukan, apakah
kuantitatif, kualitatif, atau metode campuran. Dalam bab ini, saya menyajikan outline topik-
topik proposal, sejenis draf tentang bagian-bagian yang perlu dimasukkan dalam proposal
penelitian. Dalam bab-bab selanjutnva, saya akan menjelaskan bagian-bagian ini secara lebih
detail.
Yang jelas, secara keseluruhan, suatu proposal penelitian di-bentuk oleh beberapa
argumentasi utama. Maxwell (2005) menyebut sembilan argumentasi inti yang harus
diperhatikan peneliti untuk menulis proposal penelitian. Berikut ini saya sajikan sembilan
argumentasi tersebut dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
1. Apa yang dibutuhkan pembaca untuk memahami topik Anda dengan lebih mudah?
2. Apa yang sudah sedikit-banyak diketahui pembaca mengenui topik Anda?

101
3. Apa yang Anda harapkan dari penelitian Anda?
4. Rancangan seperti apa dan siapa saja orang-orang yang ingin Anda teliti?
5. Metode-metode apa yang ingin Anda gunakan untukmenyajikan data?
6. Bagaimana Anda akan menganalisis data?
7. Bagaimana Anda akan menvalidasi penemuan-penemuan Anda?
8. Masalah-masalah etis apa saja yang akan Anda sajikan?
9. Apakah hasil-hasil sementara sudah menunjukkan bahwa penelitian yang Anda
ajukan ini bermanfaat dan bisa diterapkan?
Sembilan pertanyaan ini, jika masing-masing disajikan secara tepat dalam satu bagian
proposal, akan membentuk fondasi penelitian yang baik dan sangat membantu proses
penyusunan proposal secara keseluruhan. Yang menarik dari sembilan pertanyaan di atas
adalah disertakannya verifikasi penemuan, pertimbangan-pertimbangan etis, hasil-hasil
sementara, dan bukti manfaat atau tidaknya sebuah proposal. Komponen-komponen ini dapat
memfokuskan perhatian pembaca pada elemen-elemen kunci yang sering kali diabaikan
dalam proposal penelitian.

Format Proposal Kualitatif


Mengenai format proposal kualitatif, saya menawarkan dua model alternatif. Contoh
4.1 didasarkan pada perspektif konstruk-tivis/interpretivis, sedangkan Contoh 4.2 didasarkan
pada perspektif advokasi/partisipatoris.

Contoh 4.1 Format Konstruktivis/Interpret!vis Kualitatif

Pendahuluan
Latar belakang masalah (mencakup literatuMiteratur yang ber-hubungan dengan
rnasalah tersebut dan pentingnya penelitian). Tujuan penelitian dan batasan masalah.
Rumusan masalah.
Prosedur-Prosedur
Asumsi-asumsi filosofis tentang penelitian kualitatif.
Strategi penelitian kualitatif.
Peran peneliti.
Prosedur-prosedur pengumpulan data,
Strategi-strategi menvalidasi hasil penelitian.
Susunan naratif penelitian.
Masalah-masalah etis yang mungkin muncul, Hasil-hasil sementara (jika ada). Outcomes
yang diharapkan.
Lampiran: pertanyaan-pertanyaan wawancara, bukti observasi, catatan waktu, dan
anggaran yang diajukan.

102
Pada contoh di atas, peneliti hanya menyertakan dua bagian utama, yaitu pendahuluan
dan prosedur-prosedur. Tinjauan pustaka bisa saja dimasukkan, tetapi hanya bersifat optional
saja; lagi pula, sebagaimana yang sudah dijelaskan pada Bab 3, tinjauan pustaka bisa
dimasukkan di akhir penelitian atau di bagian outcomes yang diharapkan. Selain itu, saya
juga sudah menambah bagian-bagian yang mungkin pada awalnya tampak tidak lazim.
Misalnya, denganmembuat catatan waktu dan menyajikan anggaran yang diajukan peneliti
setidak-tidaknya sudah memberikan informasi yang berguna bagi pihak perguran tinggi
meskipun bagian-bagian ini biasanya tidak dijumpai dalam outline proposal.
Format proposal di atas tadi sama dengan format sebelumnya (konstruktivis/interpretivis)
kecuali dalam hal bahwa dalam format proposal ini, peneliti mengidentifikasi isu-isu
advokasi/partisipatoris tertentu yaing akan dieksplorasi dalam penelitian (seperti
marginalisasi dan pemberdayaan), berkolaborasi dengan para partisipan dalam pengumpulan
data, dan menyatakan perubahan-perubahan yang dapat ditawarkan oleh penelitian ini.

Contoh 4.2 Format Advokasi/Partisipatoris Kualitatif

Pendahuluan
Latar belakang masalah (meliputi isu-isu advokasi/partisipatoris yang akan
dieksplorasi, literatur-literatur yang berhubungan dengan isu tersebut, dan pentingnya
penelitian). Tujuan penelitian dan batasan masalah. Rumusan masalah.

Prosedur-Prosedur- ,
Asumsi-asumsi filosofis tentang penelitian kualitatif.
Strategi penelitian kualitatif.
Peran peneliti,
Prosedur-prosedur pengumpulan data (meliputi pendekatan-pendekatan pengumpulan
data secara kolaboratif bersama para partisipan).
Prosedur-proseedur pencatatan/perekaman data. Prosedur-prose*dur analisis data.
Strategi-stratecgi menvaiidasi hasif penelitian.

Susunan naratif.
Masalah-masalsh etis yang mungkin muncul.
Pentingnya penelitian.
Hasil-hasil semwentara (jika ada).
Perubahan-perubahan advokasi/partisipatoris yang diharapkan.

Lampiran: pertanyaan-pertanyaan wawancara, bukti observasi, catatan waktu, dan


anggaran yang diajukan.

103
Format Proposal Kuantitatif
Untuk penelitian kuantitatif, formatnya disesuaikan dengan bagian-bagian yang
biasanya terdapat dalam artikel-artikel jurnal kuantitatif. Format tersebut pada umumnya
terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil, dan pembahasan. Dalam
merencanakan penelitian kuantitatif atau proposal disertasi, pertimbangkanlah format berikut
ini sebagai panduan menulis (lihat Contoh 4.3).
Contoh 4.3 merupakan format standar untuk penelitian ilmu sosial meskipun susunan
bagian-bagiannya, khususnya dalam pendahuluan, bisa jadi bermacam-macam antarmasing-
masing penelitian (lihat, misalnya, Miller, 1991; Rudestam & Newton, 2007). Contoh ini juga
sangat berguna bagi para peneliti yang ingin merancang bagian-bagian penelitian untuk
disertasi atau membuat kerangka topik-topik untuk penelitian-penelitian akademik yang lain.

Format Proposal Metode Campuran


Untuk proposal metode campuran, peneliti dapat menggabungkan format kuantitatif
dan kualitatif (lihat Creswell & Piano Clark, 2007). Ilustrasi untuk format proposal metode
campuran ini dapat dilihat pada Contoh 4.4 (yang diadaptasi dari buku Creswell & Piano
Clark, 2007).
Format ini menunjukkan bahwa peneliti menerapkan komponen-komponen kuantitatif dan
kualitatif (khususnya, tujuan pe-nelitian dan rumusan masalah) sebagai komponen-komponen
Metode campuran. Untuk itu, sangat penting menjelaskan sejak awal alasan-alasan
diterapkannya pendekatan metode campuran dan mengidentifikasi elemen-elemen kunci dari
rancangan ini, seperti metode campuran, gambaran visual prosedur-prosedur penelitian secara
umum, dan prosedur-prosedur pengumpulan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif.

104
Contoh 4.3 Format Kuantitatif

Pendahuluan
Latar belakang masalah (meliputi pembahasan mengenai masalah yang diangkat dan
pentingnya penelitian). Tujuan penelitian dan batasan masalah. Perspektif teoretis.
Rumusan masalah atau hipotesis.

Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian
3enis rancangan penelitian.
Populasi, sampel, dan partisipan.
Instrumen-instrumen pengumpulan data, vartabel-variabel, dan
materi-rnateri.
Prosedur-prosedur analisis data.

Isu-isu etis yang mungkin muncul.


Hasil-hasil sementara.

Lampiran: instrumen, catatan waktu, dan anggaran yang diajukan.

Merancang Bagian-Bagian dalam Proposal Penelitian


Di sini, ada beberapa tips penelitian yang sering kali saya sampaikan kepada para
mahasiswa, terkait dengan bagaimana merancang struktur keseluruhan proposal penelitian.
Merinci terlebih dahulu bagian-bagian dalam rancangan proposal. Mengerjakan satu
bagian akan mendorong munculnya gagasan-gagasan baru ketika merancang bagian-
bagian proposal yang lain. Pertama-tama, buatlah satu draft atau outline bagian-bagian
proposal, lalu tulislah sesuatu dalam setiap bagian tersebut. Kemudian, saringlah kembali
ke bagian-bagian tersebut dengan mempertimbangkan secara lebih detail informasi-
informasi lain yang mungkin perlu dimasukkan ke dalam setiap bagian.

105
Contoh 4.4 Format Metode Campuran

Pendahuluan
Latar belakang masalah.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang juga mernbahas masalah tersebut.
Kekurangan-kekurangan dalam penelitian-penelitian sebelumnya dan satu kekurangan
yang membuat Anda merasa perlu mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara
bersamaan untuk menutupi kekurangan ini.
Para pembaca yang dapat mengambil manfaat dari penetitian ini.

Tujuan Penelitian
Tujuan atau manfaat peneiitian dan rasionalisasi digunakannya metode campuran.
Rumusan masalah dan hipotesis (rumusan masalah atau hipotesis kuantitatif, rumusan
masalah kualitatif, rumusan masalah metode campuran).
Landasan-landasan filosofis tentang peneiitian metode campuran.
Tinjauan pustaka (tinjauan kuantitatif, tinjauan kualitatif, dan tinjauan metode campuran}.

Metode Campuran
Definisi peneiitian metode campuran.
Jenis rancangan yang digunakan dan definisinya.
Tantangan-tantangan menggunakan rancangan ini dan bagaimana menghadapi tantangan-
tantangan tersebut.
Contoh-contoh penerapan rancangan tersebut.
Referensi dan penyertaan diagram visual.
Pengumpulan dan analisis data kuantitatif.
Pengumpulan dan analisis data kualitatif.
Prosedur-prosedur analisis data metode campuran.
Pendekatan-pendekatan dalam menvalidasi data kuantitatif dan kualitatif.

Sumber-sumber dan skill-skill peneliti.


Isu-isu etis yang mungkin muncul.
Catatan waktu dalam menyelesaikan penelitian.
Referensi dan lampiran-lampiran, seperti instrumen penelitian, protokol penelitian, dan bentuk-
bentuk visual lain.

106
• Pelajari proposal-proposal dari mahasiswa lain yang juga dipandu oleh pembimbing
Anda dan perhatikan proposal-proposal tersebut dengan seksama. Gandakan proposal-
proposal yang me-nurut pembimbing Anda paling layak diajukan pada pihak perguruan
tinggi. Pelajari topik-topik yang dibahas dan susunan di dalamnya hingga ke tahap yang
lebih detail.
• Pastikan apakah program atau institusi Anda menawarkan sejenis kursus tentang
pembuatan proposal atau topik-topik lain yang sejenis. Kelas-kelas seperti ini sering kali
membantu Anda dalam menyusun proyek penelitian dan membantu pembaca memahami
dan merespons gagasan-gagasan dalam proposal tersebut.
• Mintalah pertimbangan dari pembimbing Anda tentang format proposal yang ia
harapkan. Jangan terlalu mengandalkan artikel jurnal sebagai panduan penyusunan.
Susunan bagian-bagian proposal yang terdapat dalam artikel-artikel jurnal bisa saja tidak
memberikan banyak informasi yang diinginkan oleh pembimbing atau pihak perguruan
tinggi.

Menulis Gagasan
Setiap tahun, saya selalu mengumpulkan berbagai buku tentang teknik menulis yang
baik. Saya biasanya membeli satu buku baru tentang teknik-teknik menulis setiap kali saya
mengerjakan proposal penelitian. Ketika buku Research Design ini saya tulis untuk edisi
yang ketiga, saya waktu itu sedang membaca Reading Like a Writer-nya Francine Prose
(Prose, 2006). Setiap kali saya membaca buku-buku seperti ini, saya terus teringat dengan
prinsip-prinsip menulis yang baik yang harus saya terapkan pada penelitian saya. Hingga saat
ini, penelitian-penelitian saya sudah menjangkau berbagai spektrum yang luas, mulai dari
buku-buku profesional hingga buku-buku akademik. Semua ini tentu saja didukung, salah
satunya, oleh hasil pembacaan saya pada buku-buku panduan menulis tersebut. Untuk itu,
pada bagian ini, saya akan memberikan pada Anda gagasan-gagasan kunci yang saya
dapatkan dari buku-buku favorit yang pernah saya baca.

Menulis seperti Berpikir


Salah satu tanda penulis yang kurang berpengalaman adalah ia lebih suka
mendiskusikan penelitian yang diajukan ketimbang me-nulis tentangnya. Untuk mengatasi
masalah ini, saya merekomen-dasikan beberapa langkah berikut:
• Di awal proses penelitian, cobalah untuk benar-benar menulis gagasan-gagasan Anda,
dan bukan membicarakannya. Para penulis ahli me-mandang proses menulis layaknya

107
berpikir (Bailey, 1984). Zinsser (1983) membahas pentingnya mengekspresikan kata-kata
(gagas-an-gagasan) di kepala ke atas kertas. Pembimbing akan memberikan respons yang
lebih baik ketika mereka membaca gagasan-gagasan di atas kertas daripada ketika mereka
mendengar dan mendiskusikan topik penelitian dengan mahasiswa atau rekannya. Ketika
peneliti berusaha menuliskan gagasan-gagasannya di atas kertas, pembaca akan mampu
menvisualisasi hasil akhir-nya, lebih tepatnya melihat bagaimana hasil akhir itu tampak
ke permukaan, dan pada akhirnya pun juga mampu mengklarifikasi gagasan-gagasan di
dalamnya. Konsep tentang menulis gagasan-gagasan di atas kertas ini sudah banyak
membantu orang dalam merangkai tulisan yang baik. Sebelum merancang proposal,
buatlah draf ringkas sebanyak satu hingga dua halaman tentang proyek Anda dan biarkan
pembimbing Anda memberikan arahan atas penelitian yang Anda ajukan. Draf ini dapat
berisi sejumlah informasi penting: masalah penelitian yang akan dianalisis, tujuan
penelitian, rumusan masalah yang akan diajukan, sumber data, dan pentingnya proyek
tersebut bagi para pembaca. Selain itu, penting juga membuat draf untuk topik-topik yang
berbeda sebanyak satu sampai dua halaman, lalu melihat topik mana yang lebih disukai
pembimbing Anda dan memberikan kontribusi besar bagi bidang yang tengah Anda geluti
saat ini.
• Lebih baik menulis beberapa draf proposal ketimbang mencoba memoles drafpertama.
Setidak-tidaknya, cara ini akan membuat gagasan-gagasan di kepala Anda'segera
tercurahkan. Zinsser (1983) meng-identifikasi dua jenis penulis: "tukang batu"
(bricklayer), yang ber-usaha membuat satu paragraf yang benar-benar baik sebelum
beralih pada paragraf selanjutnya, dan penulis yang "membiarkan semuanya
menggelantung pada draf pertama", yang menulis draf pertama secara keseluruhan tanpa
peduli terlebih dahulu betapa buruknya draf tersebut. Yang berada di antara kedua jenis
ini adalah Peter Elbow (Elbow, 1973) yang lebih merekomendasikan agar seseorang
melewati proses literatif, yakni: mulai dari menulis, mereview, lalu menulis kembali.
Kata Elbow: jika Anda punya satu jam untuk membuat sebuah tulisan, lebih baik menulis
empat draf (masing-masing 15 menit) daripada menulis satu draf (yang harus dihabiskan
selama 15 menit). Peneliti yang berpengalaman akan menulis draf pertama dengan sangat
hati-hati tetapi ia tidak menulis draf yang benar-benar sudah dipoles: pemolesan ini
hanya akan membuat proses penulisan menjadi lamban.
• Jangan mengedit proposal Anda pada tahap-tahap awal. Lebih baik, Anda
mempertimbangkan model tiga-tahapnya Franklin (1986) yang saya pandang sangat
bermanfaat dalam membuat proposal awal dan penulisan penelitian akademik yang saya

108
lakukan selama ini:
1. Pertama-tama, buatlah sebuah outline; outline ini dapat berupa kalimat-kalimat atau
kata-kata, atau dapat berupa peta visual.
2. Tulislah satu draf utuh, lengkap dengan gagasan-gagasan pokoknya, lalu nyatakan
gagasan-gagasan tersebut dalam bentuk paragraf-paragraf.
3. Akhirnya, edit dan poleslah setiap kalimat yang sudah Anda tulis.

Kebiasaan Menulis
Cobalah untuk berdisiplin dan membiasakan diri menulis proposal secara reguler dan
terus-menerus. Merancang draf yang benar-benar utuh dalam satu waktu memang dapat
memberikan Anda perspektif awal ketika mereview hasil tulisan sebelum dilakukan
pengeditan yang sebenarnya, namun proses menulis yang tidak konsisten ini (sebentar-
sebentar berhenti, sebentar-sebentar memulai lagi) sering kali menghambat rampungnya
penulisan. Bahkan, cara seperti ini dapat mengubah seorang penulis yang awalnya memiliki
bakat menulis yang baik, menjadi seorang penulis mingguan, yaitu penulis yang hanya
memiliki waktu untuk mengerjakan penelitian-nya pada akhir-akhir pekan setelah semua
pekerjaan "penting" hariannya terselesaikan. Menulis proposal secara kontinu yang saya
maksudkan adalah menulis beberapa paragraf setiap hari atau se-tidak-tidaknya libatkan
pikiran kita setiap hari dalam proses berpikir, mengumpulkan informasi, dan mereview
beberapa hal yang sudah ditulis dalam proposal penelitian.
Pilihlah waktu-waktu khusus dalam satu hari untuk menggarap proyek penelitian Anda, lalu
cobalah untuk berdisiplin dalam menulis pada momen-momen itu setiap harinya. Pilihlah
tempat yang bebas dari gangguan. Boice (1990:77-78) menawarkan ide tentang bagaimana
Anda membangun kebiasaan menulis yang baik:
• Dengan prioritas yang sudah Anda miliki, tulislah aktivitas keseharian Anda, baik ketika
siap maupun belum siap untuk menulis.
• Jika Anda merasa tidak memiliki waktu untuk menulis secara reguler, cobalah
memetakan aktivitas keseharian Anda dalam momen-momen setengah-jam-an selama
satu sampai dua minggu. Ini akan membantu Anda menemukan waktu yang tepat buat
menulis.
• Menulislah ketika Anda sedang fresh.
• Jangan menulis ketika Anda kekenyangan.
• Menulislah secara reguler meski hanya sebentar.
• Buatlah jadwal aktivitas menulis sehingga Anda dapat merencana-kan kapan harus

109
mengerjakan unit-unit tulisan tertentu dalam setiap sesi.
• Cobalah menaati kartu harian Anda. Tulislah setidak-tidaknya tiga hal: (a) waktu yang
digunakan untuk menulis, (b) jumlah halaman yang dapat diselesaikan, dan (c) perkiraan
kapan tugas dapat selesai secara keseluruhan.
• Rencanakan tujuan-tujuan harian Anda. ; .ni
• Diskusikan tulisan Anda dengan teman-teman yang suportif dan konstruktif sehingga
Anda merasa siap untuk go public.
• Cobalah menulis dua atau tiga proyek penulisan secara serempak sehingga Anda tidak
overload dengan satu proyek saja.
Yang juga penting diketahui, proses menulis itu berlangsung secara perlahan-lahan
danbahwa penulis harus merasa mudah ketika menulis. Layaknya pembalap yang selalu
menggeliat sebelum balapan dimulai, penulis juga harus menghangatkan pikiran dan jari-jari
terlebih dahulu sebelum benar-benar menulis. Aktivitas menulis yang tidak tergesa-gesa,
seperti menulis sebuah surat kepada seorang teman, brainstorming di depan komputer,
membaca tulisan-tulisan di komputer, atau merenungkan sebuah syair, dapat membuat tugas
menulis lebih mudah. Saya teringat konsep "masa-pemanasan"-nya John Steinbeck (1969:42)
yang dideskripsikan secara detail dalam Journal of a Novel: The East of Eden Letters.
Steinbeck selalu memulai aktivitas menulisnya setiap hari dengan membuat satu surat kepada
editor sekaligus teman dekatnya, Pascal Covici, di sebuah notebook.
Ada banyak pemanasan lain yang bisa dilakukan. Carrol (1990) memberikan contoh
latihan untuk memperbaiki kontrol seorang penulis yang ingin membuat tulisan yang
deskriptif dan emotif:
• Deskripsikan suatu objek, lengkap dengan bagian-bagian dan dimensi-dimensinya, tanpa
terlebih dahulu menceritakan nama objek tersebut kepada pembaca.
• Tulislah sebuah percakapan dramatis di antara dua orang yang sekiranya dapat membuat
pembaca penasaran.
• Tulislah serangkaian petunjuk sederhana untuk tulisan-tulisan yang diperkirakan sangat
rumit untuk dimengerti.
• Carilah satu tema pokok, lalu tulislah dengan tiga cara yang ber-beda-beda (him. 113-
116).
• Latihan yang terakhir ini tampaknya cocok bagi para peneliti kualitatif yang menganalisis
data mereka dengan kode-kode dan tema-tema yang beragam (lihat Bab 9 mengenai
analisis data kuali-tatif).

110
Selain itu, pertimbangkan pula instrumen-instrumen penulisan dan tempat fisik yang
membantu proses penulisan Anda berjalan baik dan disiplin. Instrumen-instrumen tersebut—
seperti komputer, keypad yang nyaman dipakai, pena kesayangan, pensil, bahkan kopi dan
snack (Wolcott, 2001)— memberikan banyak opsi kepada Anda untuk dapat comfortable
ketika menulis. Setting fisik juga turut membantu. Annie Dillard, seorang novelis pemenang
penghargaan Pulitzer, justru menghindari tempat-tempat yang menarik perhatian:
Seseorang ingin ruangannya tanpa pemandangan, sehingga imajinasi dapat muncul
dari kegelapan. Ketika saya menggarap pekerjaan ini tujuh tahun lalu, saya
mendorong meja panjang saya ke dinding kosong sehingga saya tidak dapat melihat
dari jendela mana pun. Suatu hari, lima belas tahun lalu, saya juga menulis di dekat
perapian di area parkir. Saya tak mau berada di atas aspal dan kerikil. Di sana ada
banyak pohon pinus yang tidak berhenti berguguran daunnya sehingga membuat saya
merasa bahwa pekerjaan di dekat bara api ini lebih baik, dan pekerjaan saya pun
terselesaikan (Dillard, 1989:26-27).

Keterbacaan Tulisan
Sebelum mulai menulis proposal, cobalah berpikir tentang bagaimana Anda
meningkatkan keterbacaan proposal Anda. Publication Manual APA (2001) membahas
tentang bagaimana menyajikan tulisan yang rapi dengan cara menunjukkan hubungan
antargagasan dan menggunakan kata transisional. Selain itu, penting juga meng-gunakan
istilah-istilah yang konsisten dan terus membangun kohe-rensi dalam proposal penelitian
Anda.
• Gunakan istilah-istilah yang konsisten di sepanjang proposal Anda. Pakailah istilah-
istilah yang sama setiap kali variabel disebutkan dalam penelitian kuantitatif atau
fenomena utama dalam penelitian kualitatif. Jangan menggunakan sinonim-sinonim dari
istilah-istilah tersebut. Hal ini hanya akan membuat pembaca bingung memahami makna
setiap gagasan dalam proposal penelitian Anda.
• Pertimbangkan pula seberapa naratif gaya pemikiran yang Anda terapkan agar pembaca
dapat memahami proposal Anda. Konsep ini pernah dikemukakan oleh Tarshis (1982)
yang merekomendasi-kan agar penulis membuat tahapan pemikiran untuk membim-bing
pembaca. Ada empat jenis gaya pemikiran yang bisa diper-timbangkan:
1. Umbrella thoughts —gagasan-gagasan umum atau inti yang disilangkan satu sama
lain.
2. Big thoughts —gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran tertentu yang berada
dalam ranah umbrella thought untuk memperkuat, mengklarifikasi, atau menjelaskan
umbrella thought.

111
3. Little thoughts —gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang fungsi utamanya
adalah memperkuat big thoughts.
4. Attention or interest thoughts —gagasan-gagasan yang tujuan-nya adalah
mengorganisasi pemikiran-pemikiran lain dan menjaga perhatian pembaca agar tetap
berada dalam satu jalur pemikiran/konsep tulisan.

Para peneliti pemula pada umumnya selalu berputar-putar dalam umbrella thought
dan attention thought. Akibatnya, proposal mereka dipenuhi dengan gagasan umbrella yang
sangat banyak, namun tidak didukung oleh isi yang detail untuk memperjelas gagasan-
gagasan besar tersebut. Hal ini biasa muncul dalam tinjauan pustaka yang di dalamnya
peneliti perlu menyediakan bagian-bagian besar yang lebih banyak untuk mengikat dan
menyimpulkan semua literatur secara bersama-sama. Salah satu gejala masalah ini adalah
terlalu cepatnya peralihan gagasan secara terus-menerus dari satu gagasan umum ke gagasan
umum yang lain dalam satu naskah. Bahkan, suatu gagasan umum tidak jarang ditulis dalam
satu para-graf yang sangat pendek dalam pendahuluan proposal, seperti yang sering ditulis
oleh para jurnalis dalam artikel-artikel koran. Untuk itulah, peneliti diharapkan dapat berpikir
dalam konteks narasi yang detail agar gagasan-gagasan umbrella dapat tersampaikan dengan
jelas.
Attention thoughts, yang merupakan statemen-statemen ter-organisir untuk memandu
pembaca, juga dibutuhkan. Pembaca membutuhkan rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk agar
mereka dapat memahami peralihan dari satu gagasan umum ke gagasan umum selanjutnya
(Bab 6 dan 7 akan membahas rambu-rambu dalam penelitian, seperti tujuan penelitian,
rumusan masalah, dan hipo-tesis). Paragraf yang terorganisir utamanya sangat dibutuhkan di
awal dan akhir tinjauan pustaka. Pembaca harus melihat secara ke-seluruhan susunan
gagasan-gagasan melalui paragraf-paragraf awal dan harus diberi tahu mengenai poin-poin
terpenting di bagian akhir yang nantinya dapat mereka ingat.
• Terapkanlah koherensi untuk menambah keterbacaan naskah. Koherensi dalam tulisan
berarti bahwa gagasan-gagasan Anda terikat bersama dan mengalir secara logis dari satu
kalimat ke kalimat lain dan dari satu paragraf ke paragraf lain. Konsistensi nama-nama
variabel dalam judul, tujuan penelitian, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka (yang
banyak muncul dalam proyek kuantitatif), misalnya, menggambarkan dengan jelas
bagaimana koherensi ini bekerja. Konsistensi ini akan turut mem-bangun koherensi dalam
penelitian. Begitu pula, menekankan urutan yang konsisten kapan pun variabel bebas dan
terikat disebutkan juga merupakan teknik yang dapat digunakan untuk membangun

112
koherensi.
Pada level yang lebih detail, koherensi dapat dibangun dengan menghubungkan
kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf dalam naskah. Zinsser (1983) menyarankan agar setiap
kalimat ditulis secara bersambung dan logis. Latihan hook and eye-nya Wilkinson (1991)
tampaknya dapat diterapkan untuk menghubungkan gagasan-gagasan dari kalimat satu ke
kalimat lain dan dari paragraf satu ke paragraf yang lain pula.
Contoh 4.5 yang dikutip dari proposal salah seorang mahasiswa berikut ini akan
menunjukkan kepada Anda bagaimana level tinggi koherensi tersebut terjadi. Kutipan ini
diambil dari bagian pen-dahuluan proyek disertasi kualitatif seorang mahasiswa yang
membahas tentang siswa-siswa yang berisiko gagal. Dalam kutipan ini, saya sudah
menerapkan pola hook and eye untuk menghubungkan gagasan-gagasan dari kalimat satu ke
kalimat lain dan dari paragraf satu ke paragraf lain. Seperti yang sudah dijelaskan, tujuan
latihan hook and eye ini (Wilkinson, 1991) adalah untuk menghubungkan gagasan-gagasan di
setiap kalimat dan paragraf. Jika hubungan semacam ini tidak dibuat mudah, berarti sebuah
tulisan tidak mampu menghubungkan peralihan gagasan-gagasan dan topik-topik secara
koheren. Untuk itu, penulis perlu menambah kata-kata, frasa-frasa, atau kalimat-kalimat
transisional untuk membangun koherensi yang jelas.
Pada mata kuliah pengembangan proposal yang saya ampu, saya sering menyediakan
satu kutipan dari pendahuluan sebuah proposal dan meminta mahasiswa untuk
menghubungkan kalimat-kalimat di dalamnya dengan melingkari dan menggaris gagasan-
gagasan inti untuk menghubungkan gagasan-gagasan tersebut dari kalimat satu ke kalimat
yang lain. Teknik ini diterapkan agar para mahasiswa dapat menemukan koherensi dalam
proposal penelitian, sejak dari halaman pertama. Pertama-tama, saya memberikan kutipan
yang tidak diberi tanda apa pun kepada para mahasiswa, kemudian setelah latihan usai, baru
saya memberikan kutipan yang lengkap dengan tanda-tandanya. Karena gagasan inti suatu
kalimat seharusnya terhubung pada gagasan inti pada kalimat selanjutnya maka mereka harus
menandai hubungan ini. Jika kalimat-kalimat tersebut tidak terhubung, berarti ada kata-kata
transisional yang hilang, dan untuk itu perlu dibumbui. Saya juga meminta para mahasiswa
untuk memastikan bahwa antarparagraf dan antarkalimat sudah terhubung dengan teknik
hook and eye.

113
Kalimat Aktif, Kata Kerja, dan "Berlebih-lebihan"
Setelah belajar bagaimana mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan paragraf-
paragraf, kini saatnya Anda belajar menulis kalimat-kalimat dan kata-kata. Persoalan tata
bahasa dan konstruksi kalimat sebenarnya sudah dijabarkan dalam Publication Manual APA
(2001), akan tetapi saya tetap menyertakan bagian ini untuk me-nyoroti beberapa masalah
tata bahasa yang sering kali saya lihat dalam proposal-proposal mahasiswa saya dan tulisan-
tulisan saya pribadi.
Dalam bagian ini, Anda tidak akan diajari untuk menulis dari tahap paling dasar
(seperti merangkai kalimat, menemukan gagasan, dan sebagainya), melainkan dari tahap —
meminjam istilah Franklin (1986)— memoles tulisan. Inilah tahap yang harus dilalui terakhir
kali dalam proses penulisan. Ada banyak buku yang membahas tentang bagaimana menulis
penelitian atau menulis kesusastraan dengan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang harus
diikuti terkait dengan konstruksi kalimat dan diksi yang tepat. Wolcott (2001), se-orang
peneliti etnografi, misalnya, berbicara tentang bagaimana mengasah kemampuan editing
dengan cara mengurangi kata-kata yang tidak perlu, menghilangkan kalimat pasif, mengukur
diksi, meminimalisir frasa-frasa yang sering diulang, dan mereduksi kutip-an-kutipan yang
berlebihan, kata-kata yang digaris miring (italic), dan pernyataan-pernyataan yang dikurawal.
Selain gagasan dari Wolcott di atas, gagasan saya tentang kalimat aktif, kata kerja, dan
"berlebih-lebihan" dalam bagian ini sebenarnya juga bisa Anda gunakan untuk menyegarkan
dan memperkuat tulisan akademik Anda selama ini.
• Untuk tulisan-tulisan akademik, gunakanlah kalimat aktif se-banyak mungkin (APA,
2001). Menurut penulis sastra, Ross-Larson (1982), "kalimat aktif jika subjeknya
melakukan tindakan. Kalimat pasif jika subjeknya dikenai tindakan" (him. 29). Jika harus
menggunakan konstruksi pasif, cobalah untuk menvariasi-kan auxiliary verb, seperti was.
Contoh-contohnya meliputi will be, have been, dan is being. Penulis dapat menggunakan
konstruksi pasif dengan variasi ini ketika subjek yang bertindak dapat secara logis
diletakkan di kiri kalimat dan ketika apa yang dilakukan subjek tersebut dapat diletakkan
sesudahnya (Ross-Larson, 1982). Misalnya, daripada konstruksi proposal yang diajukan
oleh peneliti, lebih baik menerapkan konstruksi proposal yang peneliti ajukan (penj.).

114
Halaman ini Sengaja
dikosongkan

Cek di buku

115
Halaman ini Sengaja
dikosongkan

Cek di buku

116
• Gunakanlah verba-verba yang kuat, bersemangat, dan sesuai dengan bidang tulisan yang
disusun. Verba-verba yang kurang kuat biasanya adalah verba-verba yang minim-aksi (is
atau was, misalnya) atau verba-verba yang berfungsi sebagai adjektiva atau adverbia.
• Banyak peneliti menggunakan past tense dalam menulis tinjauan pustaka dan melaporkan
hasil penelitian. Padahal, yang seharus-nya diterapkan adalah future tense. Verba ini
setidak-tidaknya dapat mendukung semua waktu yang tersaji secara implisit dalam
proposal penelitian. Untuk penelitian-penelitian yang sudah di-lakukan, gunakanlah
present tense untuk menambah kesegaran dalam penelitian, khususnya di bagian
pendahuluan. Publication Manual APA (2001) hanya merekomendasikan past tense
(seperti, "Jones telah melaporkan") atau present perfect tense (seperti, "Peneliti baru saja
melaporkan") untuk tinjauan pustaka dan pro-sediir-prosedur yang berdasarkan pada
peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi, past tense untuk mendeskripsikan hasil penelitian
(seperti, "diketahui bahwa stres telah menurunkan harga diri"), dan present tense (seperti,
"penemuan kualitatif tersebut me-nunjukkan") untuk membahas hasil penelitian dan
menyajikan kesimpulan. Saya melihat semua ini bukanlah sebagai aturan yang rumit dan
berat, melainkan justru sebagai petunjuk yang sangat bermanfaat.
• Berusahalah mengedit dan merevisi draf-draf naskah Anda agar hal-hal yang sekiranya
terkesan "berlebihan" dapat terkurangi. "Sesuatu yang berlebihan" di sini merujuk pada
kata-kata yang tidak terlalu penting dalam menjelaskan makna suatu gagasan. Untuk
menghindari hal ini, para penulis sebaiknya membuat banyak draf untuk satu
naskah/tulisan. Proses ini biasanya me-liputi tindakan menulis, mereview, dan mengedit
tulisan. Dalam proses editing, kurangilah kata-kata yang berlebihan, seperti modi-fikasi-
modifikasi yang terlalu banyak, preposisi-preposisi yang terlalu sering muncul, dan
konstruksi "the-of" —misalnya, the study of— yang hanya akan menambah kata-kata
yang tidak terlalu penting (Ross-Larson, 1982). Saya jadi teringat dengan prosa lucu
yang ditulis oleh Bunge (1985):
Sekarang, Anda bisa melihat orang-orang pintar yang berusaha mem-buat kalimat
yang rumit. Seorang rekan yang saat ini menjadi staf administrasi universitas, setiap
harinya hampir selalu mengatakan kalimat yang rumit, yang sering kali dimulai
dengan kata-kata seperti ini, "Saya hanya akan bisa berharap bahwa kita akan bisa. "
Pada awalnya, dia tidak pernah mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu, tetapi di
umurnya yang sekarang, dengan pergaulan yang jauh dari krisis kehidupan anak-anak
muda, dia justru sangat sulit mengucapkan kalimat-kalimat yang mudah (Bunge,
1985:172).

117
Mulailah mempelajari bagaimana menulis penelitian kualitatif, kuantitatif, dan
metode campuran dengan baik. Salah satu ciri tulisan yang baik adalah mata dan pikiran ini
tidak akan terhenti dan ter-sendat tiba-tiba dalam sebuah kutipan atau kalimat tertentu.
Tulisan yang baik adalah tulisan yang ide-idenya mengalir hingga titik akhir. Dalam buku ini,
saya telah mencoba menggambarkan contoh tulisan-tulisan yang baik dari beberapa jurnal
ilmu sosial-humaniora, seperti American Journal of Sociology, Journal of Applied
Psychology, Administrative Science Quarterly, American Educational Research Journal,
Sociology of Education, dan Image: Journal of Nursing Scholarship. Dalam ranah kualitatif,
literatur yang baik akan menyajikan tulisan yang jelas dan kalimat-kalimat yang detail. Para
pengajar yang membimbing penelitian kualitatif setidak-tidaknya perlu menugaskan pada
maha-siswa untuk membaca buku-buku terkenal, seperti Moby Dick, The Scarlet Letter, dan
The Bonfire of the Vanities (Webb &; Glesne, 1992). Selain itu, Qualitative Inquiry,
Qualitative Research, Symbolic Interaction, Qualitative Family Research, dan Journal of
Contemporary Ethnography merupakan jurnal-jurnal akademik yang juga layak dipelajari.
Jika ingin melakukan penelitian dengan metode campuran, cobalah mempelajari jurnal-jurnal
yang melaporkan penelitian dengan kombinasi data kualitatif dan kuantitatif, termasuk pula
jurnal-jurnal ilmu sosial, seperti Journal of Mixed Methods Research, Field Methods, dan
Quality and Quantity. Baca pula artikel-artikel lain yang dikutip dalam Handboox of Mixed
Methods in the Social and Behavioral Sciences (Tashakkori & Teddlie, 2003).

MASALAH-MASALAH ETIS YANG PERLU DIANTISIPASI


Selain mengkonseptualisasi proses penulisan bagian-bagian proposal, peneliti juga
perlu mengantisipasi masalah-masalah etis yang bisa saja muncul dalam penelitian mereka
(Hesse-Bieber & Leavey, 2006). Untuk mengetahui masalah-masalah etis ini, peneliti perlu
terlibat langsung dalam pengumpulan data dari atau tentang orang lain (Punch, 2006). Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, menulis masalah-masalah etis seperti ini sangat
dibutuhkan, utamanya untuk membangun argumentasi dalam penelitian dan menetapkan satu
topik penting untuk format proposal. Peneliti juga harus mempro-teksi para partisipan
mereka; membangun kepercayaan (pada) mereka; berusaha jujur dalam penelitian; mencegah
kelalaian dan kecerobohan yang dapat mencemari nama baik organisasi atau insti-tusinya;
dan berupaya mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dengan sikap arif dan bijaksana
(Isreal & Hay, 2006). Pertanyaan-pertanyaan etis saat ini sudah mulai bermunculan, mulai
dari masalah-masalah seperti pembocoran rahasia individu, autentisitas dan kredibilitas

118
laporan penelitian, peran peneliti dalam konteks lintas-budaya, hingga masalah-masalah
privasi dari data-data internet (Isreal & Hay, 2006).
Dalam literatur, masalah-masalah etis biasanya dibahas di bagian kode-kode etik
profesi dan di bagian respons-respons mereka terhadap dilema-dilema etis serta solusi-
solusinya (Punch, 2005). Banyak organisasi nasional memublikasikan standar atau kode-kode
etik dalam website profesional mereka sesuai, dengan bidang yang mereka garap. Sebagai
contoh, lihatlah:
• "Ethical Principles of Psychologists and Code of Conduct," dalam www.apa.org/ethics,
tahun 2002.
• "The American Sociological Association Code of Ethics," dalam www.asanet.org, tahun
1997.
• "The American Anthropological Association's Code of Ethics," dalam www.aaanet.org,
Juni 1998.
• "The American Educational Research Association Ethical Standars of the American
Educational Research Association," dalam www.aera.net, tahun 2002.
• ―The American Nurses Association Code of Ethics for Nurses Provisions,‖ dalam
www.ana.org, Juni 2001
• Praktik-praktik etis melibatkan lebih dari sekedar mengikuti seperangkat pedoman statis,
seperti pedoman-pedoman yang disajikan oleh organisasi-organisasi professional di atas.
Lebih dari itu, peneliti juga perlu mengantisipasi dan menyampaikan masalah-masalah
etis yang mungkin saja muncul dalam penelitian mereka (seperti, lihat Berg, 2001; Punch,
2005; dan Sieber, 1998). Masalah-masalah etis ini bisa saja muncul dalam penelitian
kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran, serta semua tahap dalam tiga penelitian
tersebut. Dalam bab-bab selanjutnya, saya sudah menjelaskan beberapa masalah etis
dalam banyak tahapan penelitian. Dengan menyajikan masalah-masalah ini, saya
berharap para peneliti dapat terdorong untuk lebih hati-hati merancang bagian-bagian
proposal mereka. Meskipun pembahasan dalam buku ini tidak secara komprehensif
mencakup semua masalah etis, setidaknya saya sudah menyajikan masalah-masalah etis
yang paling sering muncul. Masalah-masalah tersebut sering kali muncul ketika peneliti
tengah membatasi masalah penelitian (Bab 5); mengidentifikasi tujuan penelitian dan
rumusan masalah (Bab 6 dan 7); dan mengumpulkan, menganalisis, dan menulis data
penelitian (Bab 8,9, 10).

119
Masalah-masalah Etis dalam Masalah Penelitian.
Hesse-Biber dan Leavy (2006:86) mengajukan pertanyaan: ―Bagaimana masalah-
masalah etis masuk kedalam bagian latar belakang masalah penelitian?‖ Dalam pendahuluan
proposal, peneliti mengidentifikasi satu masalah atau isu yang penting untuk diteliti dan
menyajikan rasionalisasi atas pentingnya penelitian tersebut. Selain itu peneliti juga perlu
mengidentifikasi satu masalah yang akan menguntungkan individu-individu yang akan
diteliti, satu masalah yang nantinya berguna bagi orang lain selain peneliti itu sendiri (Punch,
2005). Gagasan inti penelitian aksi/partisipatoris adalah: peneliti tidak boleh memarginalisasi
atau melemahkan partisipan-partisipan yang ditelitinya. Masalahnya, tidak jarang identifikasi
masalah penelitian justru semakin meminggirkan para partisipan yang diteliti. Untuk
mrncegah hal ini terjadi, peneliti terlebih dahulu harus membuat proyek-proyek utama agar
kepercayaan partisipan dapat terbangun sehingga peneliti dapat mendeteksi marginalisasi apa
saja yang tidak boleh dilakukan sebelum ia benar-benar menggarap penelitian.

Masalah-masalah Etis dalam Tujuan Penelitian dan Rumusan Masalah


Dalam merancang tujuan penelitian atau rumusan masalah, peneliti perlu menjelaskan
tujuan penelitian kepada para partisipan (Sarantakos,2005). Penipuan sering kali muncul
ketika partisipan memahami satu tujuan, tetapi penelitian memiliki tujuan lain yang berbeda.
Untuk mengatasi masalah ini, peneliti perlu menentukan sponsorship atas penelitian mereka.
Misalnya, dalam merancang surat-surat pendahuluan untuk penelitian survey, sponsorship
merupakan elemen penting yang dapat membangun kepercayaan dan kredibilitas instrument
survey yang disebarkan peneliti.

Masalah-masalah Etis dalam Pengumpulan Data


Selain mempersiapkan data apa saja akan dikumpulkan, peneliti juga perlu respek
terhadap para partisipan dan tempat-tempat yang akan diteliti. Banyak masalah etis muncul
selama tahap pengumpulan data.
Jangan membahayakan Partisipan, dan hargailah kelompok-kelompok yang rawan
kekerasan. Proposal openelitian yang diajukan sebaiknya sudah direview oleh Dewan
Peninjau Institusi/Instutional Review Board (IRB) atau lembaga-lembaga sejenis diperguruan
tinggi mereka. Komite IRB ini dibangun atas dasar peraturan pemrintah untuk mencagah
adanya kekerasan atau pelanggaran HAM. Bagi seorang peneliti, IRB dibutuhkan untuk
meninjau kemungkinan terjadinya resiko-resiko penelitian, seperti resiko fisik, psikologis,
sosial, ekonomi, atau hukum (Sieber,1998), yang mungkin saja muncul tiba-tiba. Selain itu,

120
peneliti juga mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan tertentu bagi komunitas yang rawan
kekerasan, seperti anak-anak kecil (di bawah umur 19 tahun), partisipan-partisipan yang
lemah mental, korban-korban kekerasan atau bencana, para napi, dan individu-individu yang
terserang AIDS. Penelti juga harus menyimpan proposal penelitian yang berisi prosedur-
prosedur dan informasi mengenai partisipan di komite IRB kampus mereka yang komite ini
dapat meninjau sejauh mana proposal proposal tersebut menjangkau subjek-subjek atau
partisipan-partisipan yang berada dalam resiko. Selain Proposal ini, peneliti juga harus
membuat formulir izin tertulis yang ditandatangani oleh partisipan sebelum mereka terlibat
dalam penelitian. Formulir ini menjelaskan bahwa hak-hak partisipan akan dijaga selama
pengumpulan data. Elemen-elemen dalam formulir tersebut dapat meliputi beberapa
informasi sebagai berikut (Sarantakos, 2005):
 Informasi mengenai peneliti
 Informasi mengenai institusi yang mensponsori
 Informasi mengenai prosedur-prosedur pemilihan partisipan
 Informasi mengenai tujuan penelitian
 Informasi mengenai keuntungan-keuntungan bagi partisipan
 Informasi mengenai tingkatan dan jenis keterlibatan partisipan
 Natation of Risks bagi partisipan
 Jaminan kerahasiaan bagi partisipan
 Jaminan bahwa partisipan dapat mundur kapan saja
 Klausula nama-nama person yang dapat dihubungi jika ada pertanyaan

Salah satu masalah yang harus diantisipasi terkait dengan jaminan kerahasiaan adalah
bahwa beberapa partisipan bisa saja identitas mereka dirahasiakan. Jika demikian Ihwalnya,
peneliti sebaiknya meminta mereka untuk menjaga sendiri pendapat mereka dan
membebaskan mereka untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, mereka juga harus
diberitahu mengenai resiko ketidakrahasiaan tersebut, seperti kemungkinan terbongkarnya
data dalam laporan akhir yang mungkin tidak mereka harapkan, informasi yang mungkin
melampaui batas hak-hak orang lain seharusnya disembunyikan, dan sebagainya (Giardano,
O‘Reilly, Taylor, & Dogra, 2007).
 Selain, itu prosedur etis lain yang harus dipenuhi peneliti selama pengumpulan data
adalah persetujuan dari individu-individu yang berwenang (seperti, satpam) untuk
memberikan akses bagi para peneliti untuk melakukan penelitiannya. Prosedur seperti

121
ini seringkali mengharuskan penelti untuk menulis sebuah surat yang menjelaskan
jangka waktu penelitian, dampak potensial, dan hasil-hasil penelitian. Begitu pula,
pemerolehan data melalui interview atau survey elektronik juga harus disertai ijin dari
partisipan. Hal ini dilakukan, pertama-pertama dengan mengirimkan email
permohonan, baru kemudian melakukan survey dan wawancara.
 Peneliti juga harus respek pada lokasi-lokasi yang diteliti agar mereka tidak mendapat
gangguan setelah melakukan penelitian. Tugas ini mengharuskan peneliti, khususnya
dalam penelitian kualitatif, untuk terlibat dalam observasi atau wawancara
berkelanjutan di lokasi tersebut, sadar akan konsekuensinya, dan tidak boleh merusak
tatanan fisik lokasi itu. Misalnya, jika punya waktu berkunjung, peneliti juga bisa
―menyusup‖ ke dalam aktivitas-aktivitas partisipan. Jika tidak, peneliti harus meminta
izin terlebih dahulu. Apalagi, beberapa organisasi saat ini sudah memiliki aturan
tersendiri bagi orang-orang yang ingin melakukan penelitian agar tidak terjadi
perusakan di tempat mereka.
 Dalam penelitian-penelitian eksperimen, yang sering kali memperoleh keuntungan
dari penelitian hanyalah kelompok yang ditreatment (atau sering kali dengan dengan
kelompok eksperimen). Sedangkan kelompok control tidak mendapatkan apa-apa.
Untuk menghindari hal ini, peneliti perlu melakukan beberapa eksperimentasi bagi
semua kelompok dalam satu waktu atau secara bertahap sehingga kelompok-
kelompok ini bisa mengambil secara merata.
 Masalah etis juga muncul ketika tidak ada mutualitas antara peneliti dan partisipan.
Baik peneliti maupun partisipan seharusnya sama-sama dapat mengambil keuntungan
dari penelitian. Akan tetapi, yang sering terjadi justru sebaliknya: kekuasaan disalah-
gunakan dan partisipan dipaksa untuk terlibat dalam proyek tersebut. Untuk itulah,
melibatkan para partisipan secara kolaboratif dalam penelitian mungkin dapat
memunculkan muatlitas tersebut. Penelitian-penelitian yang benar-benar kolaboratif,
seperti dalam beberapa penelitian kualitatif, dapat melibatkan partisipan sebagai co-
researcher dalam proses penelitian, seperti merancang penelitian, mengumpulkan dan
menganalisis data, menulis laporan penelitian , dan menyebarkan hasil penelitian
(Patton, 2002).
 Wawancara dalam penelitian kualitatif tampaknya sudah semakin banyak dipandang
sebagai penelitian moral (Kvale, 2007). Untuk itu, pewawancara harus memastikan
beberapa hal penting, seperti apakah wawancaranya dapat memperbaiki situasi manusia

122
(serta meningkatkan pengetahuan saintifik), seberapa sensitive interaksi wawancara pagi
partisipan, apakah partisipan pernah berkata tentang bagaimana statemen mereka harus
ditafsirkan, seberapa kritis pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan, dan apa saja
akibat-akibat yang akan diterima pewawancara dan partisipan dari hasil wawancara
tersebut.
 Peneliti juga perlu mengantisipasi kemungkinan informasi yang berbahaya dan intim
yang diungkapkan selama proses pengumpulan data. Sulit mengantisipasi dan
merencanakan dampak dari informasi ini selama atau setelah wawancara (Patton, 2002).
Misalnya, siswa bisa saja membicarakan pelecehan orang tuanya: atau para napi
berbicara tentang pelolosan dirinya dari penjara. Dalam situasi seperti ini, biasanya kode
etik bagi peneliti (yang bisa saja berbeda satu sama lain) dapat memproteksi privasi
partisipan-partisipan tersebut, dan tugas penelitian adalah menyampaikan proteksi ini
kepada semua partisipan yang juga terlibat dalam penelitian.

Masalah-masalah Etis dalam analisis dan Interpretasi Data


Ketika peneliti menganalisis dan menginterpretasi data kuantitatif ataupun kualitatif,
tidak jarang masalah-masalah muncul yang mengharuskan peneliti untuk membuat keputusan
etis yang tepat.
Dalam mengantisipasi masalah-masalah etis ini, mempertimbangkan beberapa hal berikut:
 Bagaimana peneliti memproteksi anonimitas individu-individu, peran-peran, dan
peristiwa-peristiwa yang diteliti dalam proyek penelitiannya? Misalnya, dalam
penelitian survey, peneliti tidak memasukkan nama-nama partisipan selama proses
coding dan perekaman. Dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan nama alias
atau nama samaran dari para partisipan atau tempat-tempat tertentu, untuk
memproteksi identitas mereka.
 Data, setelah dianalisis, harus dijaga selama dalam jangka waktu tertentu (misalnya,
Sieber, 1998, merekomendasikan jangka waktu 5-10 tahun). Setelah itu peneliti
sebaiknya membuang data tersebut agar tidak jatuh ke tangan peneliti-peneliti lain
yang ingin ,enyalahgunakannya.
 Pertanyaan tentang siapa yang memiliki data tersebut setelah proses pengumpulan dan
analisis data juga menjadi masalah yang sering kali memecah belah tim penelitian dan
membuat mereka bertengkar satu sama lain. Dalam hal ini, proposal peneliti
seharusnya juga mengidentifikasi masalah kepemilikan ini dan membahas bagaimana

123
solusinya, seperti melalui proses saling memahami antara antara peneliti, partisipan,
dan pihak fakultas (Punch, 2005). Berg (2001) merekomendasikan agar digunakan
persetujuan personal untuk menunjuk siapa pemilik pemilik data penelitian tersebut.
Hal ini dilakukan agar data dapat terjaga dari individu-individu yang tidak terlibat
dalam penelitian.
 Dalam interpretasi data, peneliti perlu memastikan bahwa informasi yang diperoleh
benar-benar akurat. Untuk mengetahui akurasi ini, dalam penelitian kuantitatif,
peneliti dapat bernegosiasi dan berinterogasi dengan para partisipan (berg, 2001).
Untuk penelitian kualitatif langkah tersebut dapat diterapkan dengan cara menerapkan
satu atau beberapa strategi validasi data bersama para partisipan atau dengan cara
membandingkan data tersebut dengan sumber-sumber data lain yang relevan (lihat
strategi-strategi validasi kualitatif pada Bab 9).

Masalah-Masalah Etis dalam Menulis dan Menyebarluaskan Hasil Penelitian


Masalah-masalah etis tidak berhenti dalam pengumpulan dan analisis data saja.
Masalah-masalah tersebut juga bisa terjadi dalam proses penulisan dan penyebaran laporan
penelitian final. Untuk mengantisipasinya, Anda bisa menerapkan beberapa langkah berikut:
 Jelaskan bagaimana penelitian Anda tidak akan menggunakan bahasa atau kata-kata yang
mengandung bias pada orang-orang tertentu, baik itu bias gender, orientasi social, ras,
etnis, ketidakmampuan, maupun usia. Publication Manual APA (2001) memberikan tiga
saran. Pertama, sajikan bahasa yang tidak bias pada tingkat spesifisitas yang sesuai
(seperti, daripada menulis ―prilaku pelanggan tersebut biasanya adalah para lelaki, ―
lebih baik menulis, ―perilaku pelanggan tersebut……(jelaskan) ). Kedua, untuk
keperluan melabeli atau sejenisnya, gunakan bahasa yang tegas dan peka (seperti,
daripada menulis ―400 Hispanik‖, lebih baik menulis ―400 orang yang terdiri dari
penduduk meksiko, Spanyol, dan Puerto Rico‖). Ketiga, cobalah untuk benar-benar
mengenali identitas para partisipan dalam penelitian (seperti, daripada menulis ―subjek‖
lebih baik menggunakan kata-kata ―partisipan‖, daripada menulis ― dokter perempuan‖
lebih baik menggunakan ―dokter‖ atau ―ahli medis‖ saja, tanpa ada identifikasi jenis
kelamin).
 Masalah-masalah etis lainnya dalam menulis penelitian bisa saja meliputi usaha-usaha
untuk menekan, memalsukan, atau mengkreasikan penemuan-penemuan ―baru‖ untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan peneliti atau audiens. Praktik-praktik curang seperti ini

124
tidak diterima dalam komunitas penelitian professional, dan tindakan tersebut biasanya
akan membentuk sifat atau prilaku saintifik yang buruk (Neuman, 2000). Proposal
penelitian seharusnya mengendalikan kesempatan peneliti untuk tidak terlibat dalam
praktik-praktik seperti ini.
 Dalam merencanakan penelitian, peneliti perlu mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi
dilaksanakannya penelitian tersebut pada partisipan-partisipan tertentu dan tidak
menyalahgunakan hasil-hasil penelitian untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Peneliti harus memberikan gandaan publikasi penelitian tersebut pada pihak-pihak yang
pernah ditelitinya (Creswell, 2007).
 Masalah lain etis yang sering dijumpai dalam tulisan-tulisan akademik adalah praktik
eksploitasi terhadap sejumlah pegawai universitas dan disertakannya nama individu-
individu yang secara substansial tidak berkontribusi atas penelitian. Israel dan hay (2006)
membahas praktik tidak etis yang disebutnya sebagai hadiah kepengarangannya bagi
individu yang tidak berkontribusi pada penelitian dan hantu kepenarangan bagi staf-staf
yunior yang membuat kontribusi penting, namun namanya tidak dimasukkan dalam
daftar contributor.
 Pada akhirnya, peneliti juga perlu mengekspos detail-detail penelitiannya agar pembaca
dapat mengetahui kredibilitas penelitian tersebut (Neuman, 2000). Prosedur-prosedur
dalam penelitian kuantitatif, kualitatif, dan metode campuran harus disajikan secara rinci
dalam setiap bab. Begitu pula, peneliti seharusnya tidak melakukan duplikasi secara
berlebihan dengan menyajikan secara persis data, pembahasan, dan kesimpulan yang
sama dari makalah seseorang, sementara peneliti tidak menawarkan materi yang baru.
Beberapa jurnal biomedis mengharuskan pengarang untuk menyatakan apakah mereka
telah atau sedang memublikasikan makalahnya pada media-media lain ataukah tidak
(Israel & Hay, 2006).

RINGKASAN
Peneliti perlu memikirkan bagaimana menulis proposal penelitian dengan baik
sebelum benar-benar terlibat dalam proses penelitian. Pertimbangkan Sembilan argumentasi
yang ditawarkan Maxwell (2005) sebagai elemen-elemen kunci yang perlu dimasukkan
dalam proposal, kemudian gunakanlah salah satu dari empat outline topic atau format
penelitian-yang sudah dijelaskan dalam bab ini-untuk membuat proposal kualitatif,
kuantitatif, atau metode campuran.

101
Dalam pembuatan proposal, mulailah merangkai kata-kata di atas kertas berdasarkan
gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran Anda; cobalah membangun kebiasaan membangun
menulis secara regular; dan terapkan strategi-straregi penulisan yang baik, seperti
menggunakan istilah-istilah yang konsisten,menunjukkan level gagasan naratif yang berbeda-
beda, dan menciptakan koherensi untuk meningkatkan kekuatan tulisan. Sejumlah langkah
yang dapat dilakukan antara lain menggunakan kalimat aktif dan verba-verba yang kuat dan
tegas, serta merevisi dan mengedit kembali tulisan Anda.
Sebelum menulis proposal, peneliti juga perlu memikirkan masalah-masalah etis yang
perlu diantisipasi dan dideskripsikan dalam proposal. Masalah-masalah ini berhubungan
dengan semua tahap proses penelitian. Dengan mempetimbangkan keberadaan partisipan,
lokasi penelitian, dan pembaca potensial, penelitian bisa menjadi sejenis studi yang benar-
benar dirancang berdasarkan praktik-praktik etis yang sesungguhnya.

Latihan Menulis
1. Buatlah satu outline topic-topik atau draft bagian-bagian untuk proposal
kuantitatif, kualitatif, atau metode campuran. Masukkan topic-topik utama seperti
LATIHAN MENULIS

yang telah dijelaskan dalam bab ini.


2. Carilah artikel jurnal yang didalamnya melaporkan penelitian kualitatif,
kuantitatif, atau metoe campuran. Cobalah melatih diri anda dengan membaca
pendahuluan artikel tersebut dan gunakan metode hook and eye yamh telah
dijelaskan dalam bab ini. Identifikasikanlah aliran gagasan dari kalimat satu ke
kalimat yang lain dan dari paragraph satu ke paragraph yang lain, serta
kekurangan-kekurangan di dalamnya.
3. Pertimbangkanlah salah satu dilema etis berikut ini yang –anggap saja- pernah
anda hadapi ketika melakukan penelitian. Gambarkan cara-cara yang bisa anda
terapkan untuk mengantisipasi masalah tersebut dan membahasnya dalam
proposal penelitian Anda.
a. Seorang narapidana yang tengah Anda wawancarai bercerita tentang kesempatan
melarikan diri pada malah hari. Apa yang akan anda lakukan?
b. Salah seorang peneliti dalam tim Anda menduplikasi kalimat dari penelitian lain dan
memasukkannya dalam laporan akhir penelitian. Apa yang anda lakukan?
c. Seorang mahasiswa melakukan beberapa kali wawancara pada sekelompok individu
di tempat anda. Setelah wawancara keempat, mahasiswa tersebut bercerita kepada

102
Anda bahwa Institutional Review Board sebenarnya tidak menyetujui proyek
penelitian tersebut. Apa yang anda lakukan?

BACAAN TAMBAHAN
Maxwell, J. (2005). Qualitative Research Design: An Interactive Approach. Edisi kedua.
Thousand Oaks, CA:Sage
Joe Maxwell menyajikan ringkasan menarik mengenai proses pembuatan proposal
untuk penelitian kualitatif yang juga dapat diterapkan dalam penelitian kuantitatif dan metode
campuran. Dia kemudian menyajikan Sembilan langkah membuat proposal dan contoh-
contohnya. Selain itu, dia juga menganalisis dan menyajikan satu contoh proposal kualitatif -
yang menurutnya- layak untuk diikuti.

Sieber, J.E. (1998). ―Planning Ethically Responsible Research‖. Dalam L. Bickman & D. J.
Rog (Ed). Handbook of Applied Social Research Methods. Thousand Oaks, CA:Sage.
(hlm. 127-156)
Joan Sieber membahas pentingnya perencanaan etis sebagai bagian integral dalam
merancang penelitian. Dalam bab ini, dia menyajikan review komprehensif mengenai
beragam topic yang berhubungan dengan masalah-masalah etis, seperti IRB, formulir
perizinan, privasi, kerahasiaan, dan anonimitas, serta beberapa resiko penelitian dan
komunitas yang rawan kekerasan. Pembahasannya sangat luas, dan strategi-strategi yang ia
rekomendasikan juga sangat melimpah.

Israel, M., & Hay, L. (2006). Research Ethics for Social Scientists: Between Ethical Conduct
and Regulatory Compliance. London: Sage
Mark Israel dan Lain Hay menyajikan analisis kritis tentang manfaat berfikir serius
dan sistematis mengenai apa saja yang membentuk prilaku etis dalam ilmu social. Mereka
mereview beragam teori etika, seperti pendekatan konsekuensialis dan non-konsekuensialis,
viriue ethics, dan pendekatan normative berorientasi-kepedulian. Mereka juga menjelaskan
sejarah perilaku etis di berbagai Negara di dunia ini. Sepanjang buku ini, mereka
menawarkan contoh-contoh kasus etis yang sebenarnya dan cara-cara yang bisa ditempuh
peneliti untuk menghadapi kasus-kasus tersebut secara etis. Dalam lampiran buku ini, mereka
menyajikan tiga contoh kasus dan mengajak para sarjana untuk berkomentar mengenai
bagaimana mereka akan mendekati ketiga kasus tersebut.

103
Wolcott, H.F. (2001). Writing up Qualitative research. Edisi kedua. Thousand Oaks, CA:
Sage
Harry Wolcott, seorang ahli etnografi pendidikan, mengumpulkan sumber-sumber
berharga terkait dengan proses penulisan penelitian kualitatif. Dia menyurvei teknik-teknik
ampuh bagaimana seseorang memulai menulis, mengembangkan detail, menghubungkan
literature, teori, dan metode; merevisi dan mengedit; dan merampungkan proses penulisan
dengan menghadirkan aspek-aspek ini sebgai judul dan lampiran. Bagi para penulis, buku ini
sangat penting, baik untuk keperluan penelitian kualitatif, kuantitatif, maupun metode
campuran.

104
105

Anda mungkin juga menyukai