Moral Sosial
Oleh:
Osmond Bobby Gunarso 128114007
Yuliana Ratih Kamara Dewi 128114017
Cresentia Claresta 128114021
Fransisca Ratih 128114029
Stanislaus Kris Bangkit Tri Putra 128114101
Ira Yosida 128114119
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2013
A. Pendahuluan
Moral dan etika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena pada dasarnya
moral adalah tingkah laku yang ditentukan oleh etika. Moral adalah aturan yang
bersumber dari hati nurani untuk membimbing perilaku dan cara berpikir manusia. Ada
beberapa macam moral, diantaranya adalah moral hidup, moral sosial, moral perkawinan,
dan moral lingkungan hidup. Sedangkan etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana
yang buruk. Etika berasal dari bahasa Yunani , Ethos , yang artinya norma- norma, nilainilai , kaidah- kaidah dan ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik
Seiring dengan perkembangan zaman, sains, teknologi, komunikasi, dan informasi
pun ikut berkembang dengan pesat. Informasi dan peristiwa yang terjadi dari seluruh
penjuru dunia dapat kita ketahui saat itu juga merupakan salah satu keuntungan yang kita
dapatkan dari kemajuan teknologi. Dan masih banyak lagi keuntungan-keuntungan yang
kita dapatkan akibat perkembangan jaman, terkhusus kemajuan teknologi. Tidak hanya
itu, perkembangan jaman juga berpengaruh pada ideologi dan kebudayaan serta nilainilai.
Selain memberikan efek yang positif, perkembangan zaman ternyata juga
memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Kesimpang-siuran informasi di sekitar kita
menimbulkan keresahan dan kegelisahan di lingkungan masyarakat. Norma-norma yang
ada pun semakin tidak menentu. Tidak jelas antara norma yang sesungguhnya, yang dapat
dipegang, dengan norma yang tidak relevan dan tidak meyakinkan. Kesimpangsiuran
norma yang ada menyebabkan suara hati juga menjadi tidak relevan lagi dalam
menemukan suatu kebenaran. Apabila manusia tidak lagi dapat mendengarkan suara hati,
dikhawatirkan maka akan tumbuh generasi-generasi yang tidak beradab. Generasigenerasi inilah yang nantinya dapat merusak bangsa, dan dapat menyebabkan
kemunduran bangsa.
Dalam menghadapi keadaan yang seperti ini, diperlukan tindakan nyata yang
nantinya dapat memulihkan kembali moral-moral sosial bangsa. Sehingga bangsa
Indonesia tetap dapat maju dan mempertahankan moral sosialnya.
pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat
dilengkapi.
Sejak dini, anak-anak harus diberikan bekal kehidupan rohani yang baik. Dalam
ajaran dan pedoman tentang pendidikan Katolik dikatakan: dalam keluarga Kristen,
yang dilengkapi rahmat dan tugas sakramen nikah, anak-anak sejak dini harus diajar
memandang dan menyembah Allah dan mencintai sesama sesuai iman yang diterima
dalam permandian. Demikian juga ditekankan dalam Katekismus Gereja Katolik. Dalam
artikel 2226 dijelaskan: Pendidikan iman oleh orang tua sudah harus mulai sejak masa
anak-anak. Ia mulai dengan kebiasaan bahwa anggota-anggota keluarga saling
membantu, supaya dapat tumbuh dalam iman melalui kesaksian hidup yang sesuai
dengan Injil.
Pendidikan iman itu apa? Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran apostoliknya
Familiaris Consortio mengatakan bahwa pendidikan iman itu adalah usaha orang tua
untuk memberikan semua pokok yang anak butuhkan untuk pencapaian kedewasaan
pribadi secara Kristiani. Orang tua perlu mengajarkan bahwa betapa dalam dan besarnya
cinta kasih Allah dalam Yesus Kristus kepada manusia. Kemudian membimbing anakanak untuk menerima dan menghayati iman Kristiani. Mereka juga dibantu untuk
semakin menyadari diri sebagai anak-anak Allah, saudara-saudari Yesus Kristus, kenisah
Roh kudus dan anggota Gereja.
Melalui pelayanan pendidikan dan melalui kesaksian pribadi, orang tua bagi anakanaknya adalah bentara pesan cinta Injil yang pertama. Jika orang tua berdoa bersamasama dengan anak-anak, membaca sabda Tuhan dengan mereka, dan memperkenalkan
mereka kepada Tubuh Kristus melalui Ekaristi dan Gereja, orang tua tidak hanya
menurunkan kehidupan fisik mereka tetapi juga kehidupan mereka di dalam Roh.
Orang tua Kristen harus berusaha memperkenalkan kepada anak-anaknya
bagaimana berdoa dan praktek kehidupan liturgi. Mereka seharusnya menghadirkan pada
anak-anaknya pengenalan yang cukup akan sakramen-sakramen. Kemudian orang tua
akan membantu anak-anaknya dengan menjadi saksi iman bagi mereka. Mereka perlu
mendukung anak-anaknya untuk bertumbuh dalam kekudusan, membantu anak-anaknya
untuk bisa mengontrol dirinya sehingga bisa mencapai kepenuhan kerajaan Kristus.
Dari hubungan keluarga inilah, sedikit demi sedikit, Gereja Katolik mulai
mengadakan suatu inner relationship yaitu dengan menjangkau keluarga satu serta yang
lainnya dan akhirnya mulailah terbentuk suatu komunitas Gereja Katolik yang terdiri dari
banyak sekali keluarga dan juga dari strata sosial yang berbeda-beda. Dari keluarga inilah
dimulainya suatu hubungan relasi antara gereja dengan masyarakat sosial disekitarnya.
Dengan demikian ,maka sebagai jemaat Gereja Katolik yang taat,kita wajib untuk
berkarya bagi sesama kita,dengan mengenali bagaimanakah kebudayaan dan keadaan
sosial di sekitar kita.
Berikut yang dapat kita ambil dari contoh-contoh nyata bakti masyarakat dari gereja
Katolik :
KUPANG,TIMEX - Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) Santo Thomas Aquinas
Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (Undana) melakukan
bakti sosial (Baksos) di Paroki Sta.
Maria Fatima Betun, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu tanggal 30 Januari
2013 sampai 4 Februari tahun 2013 lalu. Ada pun kunjungan ini bertujuan untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat di bangku kuliah.
Kegiatan ini kami lakukan untuk mengaplikasikan apa yang telah kami dapatkan di
bangku kuliah dalam balutan program kerja yang kami beri nama Kemah Kerja Bhakti
Mahasiswa (KKBM) KMK St. T. Aquinas FKM Undana Tahun 2013. jelas Ketua KMK
FKM Paskalis Ledo ketika ditemui dalam acara pembubaran panitia di Pantai Lasiana,
Minggu (10/2).
Ketua Panitia Pelaksana Emanuel Angky Manek dalam laporannya menjelaskan tujuan
dilakukannya kegiatan tersebut adalah; membangun interaksi yang sinergis dan harmonis
dengan masyarakat demi penyadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup bersih dan
sehat, meningkatkan pengetahuan generasi muda (Orang Muda Katolik) dan para pelajar
di paroki Santa Maria Fatima Betun akan masalah pergaulan bebas dan dampak dari
pergaulan bebas bagi kesehatan dan menyadarkan masyarakat untuk mengoptimalkan
setiap potensi lokal yang mereka miliki yang dapat menunjang perbaikan derajat
kesehatan mereka.
Sedangkan bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain; penyuluhan kesehatan,
pengobatan gratis, bakti sosial, seminar kesehatan dalam tema Pergaulan Bebas pada
Remaja dan penghijauan. Seluruh anggota KMK, katanya, merasa sangat berkesan
dengan kegiatan tersebut. Kami merasa sangat bahagia sebab dapat berbagi sedikit apa
yang kami miliki dengan masyarakat yang ada di sana.(onq)
(http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=53972)
Peranan Semangat Ignasian dalam kehidupan sosial gereja Katolik
Terdapat satu himne Kristiani yang bunyinya demikian :
Maka sebagai umat katolik yang taat,kita membina persaudaraan antara satu dan yang
lain yang pada dasarnya saling menguatkan,mengisi dan melengkapi. Dalam pedagogi
Ignasian sendiri ditekankan bahwa semangat Ignasian adalah to be men and women for
and with others yang mengatakan kita tidak mungkin menjadi suatu pribadi yang utuh
tanpa berkarya bagi masyarakat dan membentuk suatu relasi pada masyarakat di luar atau
dalam paroki kita sendiri. Sebagai farmasis misalnya,kita membaktikan diri dengan tidak
menjual obat-obatan terlarang,berorientasi pada pasien juga merawat bagaimana keadaan
kesehatan masyarakat di dalam lingkungan sekitar kita. Kita menerapkan ilmu kita
sebagai wujud kepedulian kita kepada sosial dengan berdasar kepada apa yang sudah
Kristus ajarkan kepada kita.
Dengan demikian akan terbentuk suatu semangat saling menghargai dan saling
melengkapi antara satu tubuh jemaat . Dimana dibentuk suatu sikap serikat persaudaraan
antar jemaat yang akrab,tidak ada lagi perbedaan antara miskin dan kaya. Dengan kita
menyadari bahwa kita dan Kristus adalah satu tubuh dengan Kristus adalah kepala
gerejaNya serta terbentuklah suatu hubungan sosial yang akrab antara paroki dan juga
lapisan masyarakat di sekitarnya.
tentu punya banyak pengusaha-pengusaha di level grosir, tentu ada peluang dimana
barang dan jasa yang mereka punyai bisa untuk visi kemanusiaan ini. Mengacu pada
konsep CU (credit union), baiklah untuk di modifikasi sehingga misalnya CU tidak
memberi pinjaman berupa uang ,tetapi Modal Kerja Barang.
Lalu etalase modal kerja. Barang ini di desain untuk diolah menjadi peluang Usaha.
Tentu baik untuk diadakan pelatihan dari para kompeten yang terbiasa memotivasi dan
melatih kewirausahaan.
Menjaring pengusaha-pengusaha katolik dalam menciptakan peluang usaha inilah yang
difasilitasi oleh CU. Contoh seorang pengusaha pabrik payung memasang etalase
peluang usahanya di CU, agar tertib tentu hanya member CU yang bisa kulakan di sana
untuk dijual kembali oleh member dan mendapatkan keuntungan, barangnya pun bisa
dikredit ,dan lalu peluang usaha ini pun bisa terjadi.
Sementara CU menjadi badan penjaminan pembayaran bagi pengusaha2 pemasok
barang ke etalase CU. (apabila ada yang macet atau wanprestasi, CU-lah yang nalangin
agar tidak terjadi kerugian pada pengusaha).
Dengan bersusah payah mencari nafkah setiap hari dan berjuang demi perbaikan nasib,
mereka menjalankan perasaan sosial mereka. Dengan menghadapi tantangan sosial, orang
yang beriman secara jujur dapat melibatkan kebebasan dan tanggungjawabnya dalam
relasinya dengan Allah. Gereja juga harus mampu untuk mengungkapkan iman dalam
bentuknya yang aktual. Gereja sebagai ungkapan dan komunikasi iman, mau tidak mau
harus berusaha merumuskan tantangan-tantangan dan tanda-tanda zaman dalam suatu
pengajaran sosial.
keterlibatan social, masalah tidak ditentukan oleh kepentingan gereja melainkan oleh
harapan dan penderitaan manusia. Iman tida menentukan, manakah masalahnya yang
ingin dihadapinya.
Jawaban iman berhadapan dengan masalah duniawi hanya merupakan tanggapan
yang bertanggung jawab, jika punya arti untuk manusia dan untuk dunia. Persoalanpersoalan manusia dan dunia tidak mungkin dibahas dengan menunjuk pada misterimisteri iman, melainkan dengan pemikiran yang masuk akal dalam sikap iman; demikian
juga masalah manusia hanya dapat di jawab dan ditanggapi dengan sikap dan perbuatan
yang menolong manusia. Hal seperti itu juga ada dalam kebanyakan ajaran moral, gereja
biasanya berargumentasi atas dasar hokum kodrat, yaitu dengan argument-argument
rasional.
Keterlibatan gereja dalam masalah social demi perwujudan iman dan demi
kepentingan dunia hanya mungkin dilaksanakan sebagai kerja sama dengan semua orang
yang berkendak baik. Sebab kebanyakan masalah social melampaui tugas wewenang dan
kepentingan, dewasa ini tidak mungkin ditanggapi oleh gereja seperti perbuatan amal
yang dilakukan secara personal. Persoalan social yang dihadapi oleh orang Kristen
bersama dengan orang lain, dewasa ini diselesaikan hanya oleh orangnya sendiri. Dengan
demikian, dalam usaha bersama dan jerih payah bersama bisa terwujud.
menerima panggilan dari Tuhan. Dan sekumpulan orang beriman tidak hanya berkumpul
di dalam gereja,namun ia yang selalu mengucap syukur dalam keadaan apapun.
Gereja adalah umat Allah dalam perjalanan. Gereja memang memberikan
pengarahan serta ajaran yang baik dengan menyuarakan rahmat yang berkarya dalam
kehidupan setiap orang yaitu tentang kebaikan Allah. Tapi, bukan berarti gereja
merupakan gudang kesucian yang menyelamatkan dunia. Karna, pergi ke gereja tanpa
ada niat tidak akan nada keselamatan yang dari pada Tuhan.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa teologi moral social bukanlah formula
normatif terhadap masalah social yang hanya ditarik dari pengandaian iman. Demikian
juga tentang ajaran social gereja bukanlah sejumlah pandangan untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada dalam masyarakat. Teologi moral social sebenarnya merupakan
refleksi atas iman gereja, yang biasanya terungkap dalam ajaran social gereja yang
terwujud dalam usaha gereja untuk menanggapi segala tantangan zaman, maka teologi
moral social adalah teologi orang awam.
seperti dalam konteks penciptaan manusia itu sendiri. Ketika manusia yang diciptakan
menurut citra allah baik pria maupun wanita, mendengar amanat: jadilah subur dan
berkembang-biaklah, serta penuhilah bumi dan takhlukanlah bumi, kendati pesan itu
tidak secara langsung dan tegas menyangkut kerja, tetapi tanpa ragu sedikitpun sabda itu
secara tidak langsung dan tegas menyangkut kerja sebagai kegiatan yang wajib
dijalankan didunia.
Kerja sebagai kegiatan transitif, artinya kegiatan yang bermula pada kegiatan
manusiawi dan ditunjukan kepada sasaran diluarnya, mengandaikan kedaulatan khas
manusia atas bumi, sekaligus kerja yang mengukuhkan dan mengembankan kedaulatan
itu. Ungkapan menaklukan bumi mempunyai lingkup tak terbatas. Artinya segala
sumber daya yang terkandung dibumi ( dan secara tidak langsung dunia yang kelihatan ),
yang berkat kegiatan sadar manusia, dapat digali dan dimanfaatkan untuk kepentingan
semua manusia. Begitulah kata-kata itu, tertulis pada awal kitab suci, dan tidak pernah
kehilangan relevansinya. Amanat itu mencangkup baik masa silam, maupun masa
sekarang yaitu masa moderen dan tahap-tahap perkembangan di masa depan. Yang
barangkali sudah mulia terwujud , meskipun belum seluruhnya tampak. Ada kalanya
orang membicarakan priode-priode akselerasi (makin cepatnya laju) kehidupan
ekonomi dan peradaban umat manusia atau bangsa-bangsa tertentu, dan menghubungkan
masa-masa itu dengan kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi, khususnya
penemuan-penemuan yang serba menentukan bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Tetapi
dapat dikatakan bahwa tidak ada satupn gejala akselerasi yang melampaui makna
pokok yang diungkapkan dalam ayat-ayat kitab suci yang sangat kuno itu.
2. Kerja dan Martabat Pribadi
Manusia harus tetap mempertahan panggilannya menurut kitab suci yaitu
menaklukan bumi , sebab disitu terungkap kehendak penciptaan, agar dengan bekerja
memampukan manusia mencapai kedaulatannya didunia ini. Maksud Allah yang
mendasar dan asli mengenai manusia, yang diciptakan menurut citra-Nya , tidak ditarik
kembali meskipun manusia sudah melanggar janji dengan Allah. Dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu. Kata-kata ini mengungkapkan jerih-payah yang berat
dan sejak itu menyertai setiap kerja manusia , tetapi tidak mengubah kenyataan bahwa
kerja bagi manusia merupakan upaya untuk mencapai kedaulatan yang khas baginya
atas dunia yang lelihatan ini dengan menaklukan bumi. Jerih payah dikenal dimanamana, dan dialami oleh siapa saja. Kerja keras ,menjadi hal yang biasa-biasa saja bagi
mereka yang menjalankan fisik dalam kondisi-kondisi yang memang kadan luar biasa
beratnya. Kerja keras bukan hanya dialami oleh petani yang ekerja di ladang , yang penuh
dengan semak duri, melainkan juga mereka yang bekerja ditambang-tambang dan galiangalian , oleh buruh pabrik baja yang bekerja diperapian. Mereka sering mengalami cedera
bahkan maut.Begitu pula jerih-payah merupakan hal yang biasa bagi mereka yang
bekerja dibidang pengetahuan, seperti ilmuawan-ilmuwati , dan bagi mereka yang
menanggung beban tanggung jawab yang berat atas keputusan yang akan berdampak luas
terhadap masyarakat.
Menurut istilah st. Thomas tidak menghapus kenyataan bahwa kerja itu baik bagi
manusia. Baik bukan hanya dalam arti bekerja itu bermanfaat atau menyenangkan;
melainkan baik karena kerja itu merupakan suatu yang layak, maksudnya yaitu sesuai
dengan martabat manusia. Kerja itu baik bagi manusia dan kemanusiaan , karena melalui
bekerja manusia tidak hanya mengubah alam, atau menyesuaiakan dengan kebutuhankebutuhannya sendiri, melainkan suatu usaha untuk mencapai pemenuhan selaku manusia
, atau dalam arti tertentu menjadi lebih manusiawi. Tanpa pertimbangan hal itu , kita
tidak mungkin memahami makna keutamaan rajin bekerja, kita juga tidak akan mengerti
mengapa sifat rajin itu merupakan keutamaan. Sebab keutamaam sebagai kebiasaan moril
, yang menjadikan manusia lebih baik. Dengan adanya kerja paksa diunit-unit kosentrasi
justru mengukuhkan kewajiban moril untuk mengkaitkan sifat rajin bekerja sebagai
keutamaan dengan taat sosial kerja , yang memungkinkan manusia menjadi lebih
manusiawi, melalui kerja, dan tidak justru diturunkan martabatnya karena kerja , bukan
hanya karena menyusutnya kekuatan fisik (yang setidaknya sampai batas tertentu
memang tidak mungkin dihindari), melainkan khususnya karena merugilah martabat dan
kemampuan untuk mengambil keputusan yang selayaknya ada pada dirinya.
3. Kerja sebagai Partisipasi dalam Kegiatan Sang Pencipta
Manusia dan Penciptaan
Peristiwa penciptaan menceritakan secara jelas di dalam kitab Kejadian bahwa Allah
menciptakan mulai dari yang tidak ada menjadikannya ada. Segala tumbuh-tumbuhan,
mahluk dan segala isi alam semester ini Allah jadikan begitu baik adanya, termasuk
manusia. Secara khusus dalam Kej 1:27 (Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka Kej. 1:27) dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia
menurut gambar-Nya sendiri. Maksud dari Firman ini adalah bertujuan agar manusia
berpartisipasi dalam karya-Nya. Salah satu partisipasi manusia dalam karya Allah
menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Laborem Exercens diungkapkan dengan bekerja.
Dalam arti ini, manusia merupakan co-creator atau rekan kerja Allah. Jikalau kita lihat
dari Kejadian 1:28-30,( 28Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada
mereka: Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang
yang merayap di bumi. 29Berfirmanlah Allah: Lihatlah, Aku memberikan kepadamu
segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang
buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. 30Tetapi kepada segala binatang di
bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa,
Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. Dan jadilah
demikian). Allah menyerahkan segala sesuatu yang telah Ia ciptakan kepada manusia
karya pembebasan dan pembaharuan Allah. Siapa yang menyangka Nehemia yang adalah
seorang juru minum raja dipakai oleh Allah menjadi seorang pemimpin dalam
membangun kembali kota Yerusalem? Tidak ada yang dapat menyangka. Apalagi dilihat
jenis mandat yang harus ia emban, sungguh mustahil. Nehemia mengemban tugas
tersebut dengan begitu setia dan penuh tanggung jawab. Nehemia dengan imannya
meyakini bahwa Allah yang memakainya akan membuat ia berhasil. (bdk. Neh. 2:20)
Allah yang terus berkarya itu tidak dapat kita batasi kuasaNya. Ia dapat melakukan
apapun dan dapat memakai siapapun. Ada beberapa contoh Nabi-nabi di Perjanjian Lama
yang dipakai oleh Allah sebagai rekanNya dalam melakukan karya penebusan dan
pembaharuan dunia ini. Contohnya, Musa, Amos, Daud, dll. Orang-orang ini adalah
orang yang biasa-biasa saja namun dipakai oleh Allah secara luar biasa. Dan itulah juga
yang telah terjadi dalam diri Nehemia. Setiap manusia dapat menjadi co-creator Allah
dalam menjalankan karya-Nya ditengah-tengah dunia ini. Allah dapat memakai siapapun
yang Ia kehendaki untuk menjadi alatNya. Alkitab kita menyaksikan hal tersebut, mulai
dari peristiwa penciptaan manusia hingga jaman gereja mula-mula, Allah memakai
manusia dalam melaksanakan karya-karya IlahiNya.
4. Makna Kerja Manusia
Dalam pandangan gereja katolik, kerja bukan sekedar mencari nafkah atau
sekedar untuk melangsungkan hidup, melainkan adalah rahmat dari Allah. Melalui kerja
manusia mewujudkan dan menyempurnakan dirinya sebagai citra Allah, sebab ia
mencerminkan sang Pencipta sendiri dan menjadi partner kerja Allah. Maka dimensi
subjektif kerja ( manusia ) haruslah diperhatikan daripada dimensi objektif kerja
( teknologi). Kerja adalah pertama-tama demi manusia dan bukan manusia untuk kerja.
Selain bersifat pribadi kerja juga memiliki sifat sosial. Aspek sosiologis kerja manusia
harus dilihat secara manusiawi dan demi aspek komplementif dari semua tataran
kehidupan. Orang bekerja dengan sesama dan untuk sesama.
Martabat manusia bukan hanya dikaitkan dengan asal usulnya yang berasal dari
Allah, tetapi juga dengan tujuan akhir hidupnya, yakni persatuan dengan Allah dalam
pengetahuan dan kasih denganNya. Manusia bermartabak karena ia manusia. Karena
martabatnya yang sama, manusia tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mencapai
suatu tujuan. Sebaliknya, setiap orang wajib berbuat baik kepada orang lain; berusaha
mempromosikan kesejahteraan; menaruh hormatpada hak-hak manusia dan berusaha
sejauh mungkin mewujudkan tujuan sesama. Manusia adalah pekerja, sekaligus juga
pelaku rasional, yaitu pelaku-pelaku yang bebas mampu mengambil keputusan untuk
mereka sendiri, menempatkan tujuan-tujuan mereka sendiri, dan menuntun perilaku
mereka dan akal budi. Martabat manusia erat hubungannya dengan hak asasi manusia.
Menjujung tinggi martabat manusia berarti menghormati hak asasi manusia. Begitu
sebaliknya, pelanggaran terhadap hak asasi manusia akan melukai martabat manusia.