Oleh:
MEDAN
2019
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
rahmat-Nya, kami dapat menyusun penulisan yang berjudul “Literasi Sosial di Lingkungan
Sekolah Maupun Masyarakat” dengan lancar.
Adapun maksud penyusunan penulisan ini untuk memenuhi tugas Literasi Bahasa.
Rasa terima kasih kami tidak terkirakan kepada yang terhormat Bapak Dr. M. Joharis Lubis,
M.Pd, selaku Dosen Pengampu mata kuliah tersebut., serta semua pihak yang telah
mendukung dalam penyusunan ini yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Harapan kami bahwa Penulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya Literasi sosial dalam lingkungan
sekolah maupun masyarakat.
Saya menyadari bahwa penuliasn ini masih jauh dari sempurna dengan keterbatasan
yang saya miliki. Tegur sapa dari pembaca akan saya terima dengan tangan terbuka demi
perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepedulian dengan dimensi sosial dari kurikulum di sekolah bukanlah hal yang baru,
tetapi perubahan dalam masyarakat telah mempercepat tuntutan sosial yang terjadi pada
sekolah. Paling tidak, masyarakat mengharapkan sekolah untuk memperbaiki perilaku anak-
anak dan mengajari mereka nilai - nilai yang biasanya berarti menuntut 'baik' tingkah laku.
Perkembangan sosial murid dengan demikian mengambil tempat yang jauh lebih besar dalam
aspirasi sekolah. Program - program pendidikan pribadi dan sosial, bersama dengan
pendidikan kewarganegaraan, selalu menekankan berbagai keterampilan sosial dan
keterampilan - keterampilan ini diperkenalkan sejak dini dan dibangun di atas selama tahun -
tahun sekolah. Perasaan dan kemampuan individu untuk membuat keputusan yang produktif
secara sosial tidak berkembang sendiri; melainkan membutuhkan pengetahuan, nilai, dan
keterampilan. Oleh karena itu, diperlukan bagi anak-anak untuk mengalami hubungan sosial
sedemikian rupa sehingga mereka mampu untuk beroperasi secara kritis dalam wacana yang
dinilai bernilai dan dengan demikian menjadi warga negara yang aktif dan terinformasi secara
etis.
B. Identifikasi Masalah
Masyarakat Indonesia yang masih memandang bahwa literasi berarti mampu untuk
membaca dan menulis. Oleh karena itu perlu dilakukannya literasi sejak dini yaitu pada usia
sekolah. Serta bagaimana praktik literasi ini pada akhirnya mempengaruhi kehidupannya baik secara
pribadi maupun pada hubungannya dengan lingkungan sosial.
C. Manfaat
Makalah ini dibuat agar pembaca ataupun masyarakat indonesia memahami peranan
dari adanya literasi. Sehingga Kegiatan membaca dan menulis dilakukan tidak semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan dan tuntutan pekerjaan saja, namun juga dipahami sebagai kebutuhan sehari-
hari terutama dalam kaitannya dengan hubungan sosial.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Literasi Sosial
2
yang berkaitan dengan, antara lain, Kewarganegaraan, Pendidikan Kesehatan, Pemahaman
Ekonomi dan Industri diproduksi.
Kepedulian dengan dimensi sosial dari kurikulum di sekolah bukanlah hal yang baru,
tetapi perubahan dalam masyarakat telah mempercepat tuntutan sosial yang terjadi pada
sekolah. Paling tidak, masyarakat mengharapkan sekolah untuk memperbaiki perilaku anak-
anak dan mengajari mereka nilai - nilai yang biasanya berarti menuntut 'baik' tingkah laku.
Perkembangan sosial murid dengan demikian mengambil tempat yang jauh lebih besar dalam
aspirasi sekolah. Program - program pendidikan pribadi dan sosial, bersama dengan
pendidikan kewarganegaraan, selalu menekankan berbagai keterampilan sosial dan
keterampilan - keterampilan ini diperkenalkan sejak dini dan dibangun di atas selama tahun -
tahun sekolah. Perasaan dan kemampuan individu untuk membuat keputusan yang produktif
secara sosial tidak berkembang sendiri; melainkan membutuhkan pengetahuan, nilai, dan
keterampilan. Oleh karena itu, diperlukan bagi anak-anak untuk mengalami hubungan sosial
sedemikian rupa sehingga mereka mampu untuk beroperasi secara kritis dalam wacana yang
dinilai bernilai dan dengan demikian menjadi warga negara yang aktif dan terinformasi secara
etis.
Literasi sosial, dari perspektif teori sosial-budaya, lebih dari kemampuan membaca dan
menulis, dan lebih dari menguasai keterampilan literasi. Anak-anak yang dapat melek huruf
melalui interaksi sosial antara mereka dengan orang dewasa di dalam atau di luar sekolah.
Orang dewasa dapat menggunakan buku, permainan, mainan, percakapan, kunjungan
lapangan, dan cerita untuk mengembangkan praktik literasi melalui kesenangan.
"Praktek dan peristiwa keaksaraan selalu terletak dalam hubungan sosial, budaya,
sejarah dan politik dan tertanam dalam struktur kekuasaan. Selanjutnya, praktik keaksaraan
3
melibatkan regulasi sosial teks, yaitu siapa yang memiliki akses ke sana dan siapa yang dapat
memproduksinya, dan praktik semacam itu adalah bertujuan dan tertanam dalam tujuan sosial
yang lebih luas dan praktik budaya. Selain itu, praktik-praktik ini berubah dan yang baru
sering diperoleh melalui proses pembelajaran informal dan pembuatan akal "(hal. 23). [1]
Untuk alasan itu, guru dapat merancang berbagai tingkat kegiatan dan praktik keaksaraan agar
sesuai dengan kemampuan dan cara belajar siswa yang berbeda dan "memberikan pendekatan
pedagogis yang mendorong komunitas peserta didik, merencanakan kegiatan kelas yang
menanamkan peluang bermakna untuk terlibat dalam analisis dan konstruksi teks multimoda,
dan menggunakan pendekatan pengajaran yang bergerak melampaui ketegangan yang salah
antara mengabstraksi kode bahasa dan mempelajari penerapannya untuk tujuan yang
bermakna"
Mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang aktif, terinformasi, melek
huruf adalah salah satu fungsi utama sekolah umum. Tetapi bagaimana siswa dapat menjadi
warga negara yang terlibat jika mereka tidak dapat membaca, apalagi memahami, teks
pelajaran sosial mereka? Apa yang dapat dilakukan oleh pendidik - dan guru studi sosial untuk
membantu siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk terlibat
dalam kehidupan masyarakat?
Pembaca juga akan belajar bagaimana mengatur ruang kelas menjadi model demokrasi
dengan menciptakan komunitas belajar yang mendukung pengajaran literasi, mendistribusikan
otoritas, mendorong kerja sama, dan meningkatkan akuntabilitas di kalangan siswa. Skenario
4
realistis menggambarkan pengalaman guru IPS yang khas sebelum dan sesudah menerapkan
strategi di kelas, menunjukkan potensi mereka untuk membuat perbedaan yang signifikan
dalam cara siswa merespons instruksi. Dengan menjadikan strategi melek huruf sebagai
bagian penting dari pengajaran bidang konten, guru tidak hanya membantu siswa lebih
memahami tugas sekolah mereka, tetapi juga membuka mata siswa terhadap kekuatan yang
memberi informasi dan melibatkan orang-orang untuk mengubah dunia.
Street (1995) berpendapat bahwa proses membaca dan menulis terjadi dalam konteks
hubungan kekuasaan yang menempatkan manusia di posisi berbeda di masyarakat. Model ini
dia namakan model ideologis, yang kemudian lebih dikenal karena pandangannya tentang
literasi sebagai praktik sosial dan merupakan produk dari ideologi yang berkembang di
masyarakat (Street & Lefstein, 2007, p. 42).
Berbagai penelitian yang memandang literasi sebagai praktik sosial termasuk dalam bidang
kajian baru yang disebut New Literacy Studies (NLS, Kajian Literasi Baru). Beberapa
konsep yang sering digunakan antara lain literacy events (peristiwa literasi) dan literacy
practices (praktik literasi). Dalam kajiannya tentang literasi di dalam tiga komunitas di negara
bagian South Carolina, AS, Shirley Heath (1982) mendefinisikan peristiwa literasi sebagai
peristiwa apapun di mana sebuah bentuk tulisan/teks menjadi bagian dari interaksi para
5
partisipan dan proses pemaknaan teks tersebut. Secara sederhana, istilah peristiwa literasi bisa
dimaknai sebagai peristiwa/kejadian apapun yang bisa diamati, di mana sebentuk tulisan hadir
di dalamnya. Sementara itu, praktik literasi melibatkan tidak hanya peristiwa yang bisa dilihat,
namun juga nilai-nilai dan perilaku dari orang-orang yang terlibat dalam praktik literasi
tersebut (Barton, Hamilton, & Ivanic, 2000).
Barton dan Hamilton memerikan hubungan antara peristiwa literasi dan praktik literasi.
Dalam bahasa sederhana, praktik literasi adalah apapun yang dilakukan orang dengan literasi.
Praktik literasi lebih abstrak, karena melibatkan nilai, sikap, perasaan, dan hubungan sosial,
sedangkan peristiwa literasi merupakan komponen dari praktik sosial tersebut yang bisa dilihat
dan diamati. Dalam buku Situated Literacies, Barton dan Hamilton (2000) memberikan
beberapa konsep penting untuk memahami literasi sebagai praktik sosial.
1. Literasi dimaknai sebagai serangkaian praktik sosial, yang bisa dirunut dari berbagai
peristiwa di mana teks tertulis terlibat di dalamnya.
2. Ada jenis literasi yang berbeda dalam aspek kehidupan yang berbeda pula.
3. Praktik literasi dibentuk oleh institusi sosial dan hubungan kekuasaan. Sebagian literasi
dianggap lebih dominan dan berpengaruh dibandingkan literasi yang lain.
4. Praktik literasi memiliki tujuan tertentu dan terkait erat dengan tujuan sosial dan
praktik budaya secara umum.
5. Literasi terjadi dalam konteks sejarah.
6. Praktik literasi selalu berubah, dan bentuk literasi baru seringkali diperoleh melalui
proses pembelajaran dan pembentukan makna yang informal.
Dengan menggunakan model ideologis, kita bisa melihat literasi tidak hanya sekedar
sebagai sarana untuk transformasi kognitif sebagaimana yang diusung model otonomi.
Literasi bisa dianggap sebagai bentuk kekuasaan atau ancaman oleh kelompok sosial tertentu.
Literasi juga bisa berfungsi sebagai sarana terapi jiwa, menambah gengsi sosial, dan banyak
fungsi lainnya. Mari kita lihat beberapa contoh bagaimana literasi bisa membawa berbagai
macam makna dan fungsi.
6
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Dewayani, Sofie. Pratiwi Retnaningdyah. 2017. Suara Dari Marjin: Literasi Sebagai
Hafni Resa Az-Zahra, dkk. 2018. Students’ Social Literacy in Their Daily Journal.
James Arthur, Jon Davidson. 2000. Social Literacy and Citizenship Educational in the
Jelena Magliaro, Sharon Munro. 2018. A Study of the Information Literacy Need of
Social
Joharis Lubis, M., dkk.2018. Literasi Bahasa Indonesia. Medan: Universitas Negeri
Medan.
John Davidson. 2010. Active Citizenship and the Development of Social Literacy: a case
Ogle, Donna, dkk. 2007. Building literacy In Social Studies. Alexandria: ASCD.
Pahl, Kate & Jennifer Roswell. Literacy and Education. 2005. London: Paul Chapman
Publishing.
Rusmana, Agus. dkk. Literasi Sosial Budaya Masyarakat Penyangga Hutan Terhadap
Sri Melani. 2016. Literasi Informasi dalam Praktek Sosial. Jurnal Iqra. 10(2) 67-75.