Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencangkup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan
berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yng
berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang
selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan
yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analis,
pertanyaan kritis, pengambilan keputusan, dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan
kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita
menjadi lebih mampu untukmembentuk asumsi. Ide-ide dam membuat kesimpulan
yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan
belajar.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak
1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik
pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Definisi berpikir
kritis banyak dikemukakan para ahli.
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar
tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak
mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali
pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan
memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers
RT, Soden R., 2000).
Berpikir kritis adalah proses perkembngan kompleks yang berdasarkan pada
pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk
pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.

1
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari berpikir kritis?
2. Apa saja karakteristik berpikir kritis?
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis ?
4. Bagaimanakah keterampilan berpikir kritis ?
5. Bagaimanakah standar berpikir kritis ?
6. Bagaimana pendekatan berpikir kritis ?
7. Apa langkah-langkah dari berpikir kritis ?
8. Bagaimana berpikir kritis dalam keperawatan gawat darurat?

1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian berpikir kritis.
2. Untuk mengetahui karakteristik berpikir kritis.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengahui berpikir.
4. Untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis.
5. Untuk mengetahui standar berpikir kritis.
6. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan berpikir kritis.
7. Untuk mengetahui langkah-langkah dari berpikir kritis.
8. Untuk mengetahui bagaimana berpikir kritis dalam keperawatan gawat
darurat.

1.4. Manfaat Penulisan


a. Manfaat teoritis
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan
tentang Berpikir Kritis dalam Keperawatan.
b. Manfaat praktis
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan
lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenisnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Berpikir Kritis


Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang
dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual perawat. Berpikir kritis
telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi dan
mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakalah menentukan
beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Menurut Potter dan Perry (2005), berpikir kritis adalah suatu proses di mana
seseorang atau individu dituntut untuk mengintervensikan atau mengevaluasi
informasi untuk membuat sebuah penelitian atau keputusan berdasarkan
kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Bandman (dalam Bates, 1983), berpikir kritis adalah pengujian
secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,
masalah, kepercayan, dan tindakan. Berpikir kritis adalah suatu proses pengujian
yang menitikberatkan pendapat atau fakta yang muktahir dan mengintervensikan
serta mengevaluasikan pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu
kesimpulan tentang adanya perspektif pandangan baru.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan
keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut
dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung
kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan
diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat
keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir
langsung kepada fokus yang akan dituju.

3
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal
sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa
tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh
Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan
keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan,
menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut
berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan
komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan
(Walker, 2001: 1).
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa
berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi :
analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan
penilaian.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis.
Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education
Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada
sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang
berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai
sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang
dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis
(1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau
berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan
dilakukan.

4
2.2.Karakteristik Bepikir Kritis
Karakteristik berpikir kritis adalah sebagai berikut :
1. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep.
Sementara itu, konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang realitas,
pikiran-pikiran tentang kejadian, objek atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian
konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis
menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.
2. Rasional dan Beralasan
Artinya, argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan
mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya, bahwa seseorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau
persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan, tetapi akan menyediakan waktu
untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta,
dan kejadian.
4. Bagian dari Suatu Sikap
Artinya, pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan
selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk
dibanding yang lain.
5. Kemandrian Berpikir
Seorang berpikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima
pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara
benar, dan dapat dipercaya.
6. Berpikir Adil dan Terbuka
Artinya, mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
7. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Keyakinan
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan
kesimpulan, menciptakan suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang
akan diambil.

5
8. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai
data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-
pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah
pendapat yang dianggap baik.
9. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk
sampai ke arah mana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau
dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari berapa sumber
pembelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan
menerapkan standardisasi maka haruslah berdasarkan relevansi, keakuatan fakta-
fakta, berdasarkan sumber yang kredibel, teliti tidak benar dari logik yang keliru,
logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
10. Sudut Pandang
Artinya, cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

2.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis yaitu sebagai berikut :
a) Kondisi fisik : Menurut Maslow dalam Siti Mariam (2006:4) kondisi fisik
adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bag manusia untuk menjalani
kehidupan. Ketika kondisi fisik terganggu, sementara ia dihadapkan pada
situasi yang menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu
masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia
tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak
memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yang ada.
b) Motivasi: Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor
internal dan eksternal Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan
rangangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau
berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah

6
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan
minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi
mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau
kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab
pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih
baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin
cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, memperlihatkan tekad diri, skap
kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan
untuk menyetujui hasil perilaku.
c) Kecemasan: Keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan
ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini
(2000) kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus
berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal).
Reaksi pada kecemasan dapat bersfat :
Konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan
perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta
terfokus pada kelangsungan hidup.
Destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi
yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat
membatasi seseorang dalam berpikir.
d) Perkembangan intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan
kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu
persoalan, menghubungkan suatu hal dengan yang lain dan dapat
merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap
orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah
perkembangannya. Menurut Piaget dan Purwanto (1999) semakin
bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam
kematangan proses.
e) Kebiasaan dan rutinitas: Salah satu faktor yang dapat menurunkan
kemampuan berpikir kritis adalah terjebak dalam rutinitas. Rubenfeld &
Scheffer (2006) mengatakan kebiasaan dan rutinitas yang tidak baik dapat
menghambat penggunaan penyelidikan dan ide baru.

7
2.4.Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan dan aplikasi berpikir kritis dalam praktik keperawatan.
1. Interpretasi
Lakukan pengumpulan data secara sistematis. Cari pola data lalu buat
katagori (contoh: Diagnosis keperawatan). Klarifikasi semua data yang belum jelas.
2. Analisis
Berpikirlah terbuka dalam melihat data informasi klien, jangan membuat
asumsi yang ceroboh. Apakah data tidak sesuai dengan yang anda ketahui?.
3. Kesimpulan
Lihat arti dari data yang anda punya dan apakah signifikan? Apakah terdapat
hubungan antar data? Apakah data tersebut dapat membantu anda untuk
mengetahui adanya masalah klien?.
4. Evaluasi
Lihatlah situasi secara objektif. Gunakan kriteria (contoh : hasil yang
diharapkan karakteristik nyeri, tujuan pembelajaran) untuk menentukan hasil atau
tindakan keperawatan. Evaluasi pada tindakan yang sudah anda lakukan sendiri.
5. Penjelasan
Jelaskan penemuan dan kesimpulan yang anda buat. Gunakan semua
pengetahuan dan pengalaman anda untuk menentukan cara yang tepat dalam
merawat klien.
6. Pengontrolan diri
Lihat kejadian yang telah anda alami. Temukan cara bagaimana anda dapat
memperbaiki perfoma anda.

2.5. Standar Berpikir Kritis


Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir
kritis ini adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian
(precision) relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan
sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty),
kelengkapan informasi (information) dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita
kemukakan (implication).

8
1. Kejelasan (clarity)
Supaya bisa bersikap kritis terhadap pandangan atau pendapat orang
lain, kita harus mendengar atau membaca pendapat orang itu. Ini yang
seringkali bermasalah. Tidak jarang kita menemukan betapa pendapat
orang tersebut sulit dimengerti. Sebabnya bisa macam-macam. Ada orang
yang sulit mengemukakan pendapatnya karena tidak terampil dalam
berkomunikasi. Ada orang yang memang bodoh, tetapi yang lainnya lebih
karena kemalasan atau ketidakpeduliaan. Dengan kata lain, kejelasan
(clarity) dalam mengemukakan gagasan atau pendapat menjadi salah satu
standar berpikir kritis.
2. Presisi (precision)
Ketepatan (presisi) dalam mengemukakan pikiran atau gagasan
sangat ditentukan oleh bagaimana seseorang membiasakan dan melatih
dirinya dalam mengobservasi sesuatu dan menarik kesimpulan-kesimpulan
logis atas apa yang diamatinya tersebut. Kemampuan presisi juga
berhubungan dengan apa yang diistilah dengan close attention. Dalam
kehidupan sehari-hari ada banyak bidang yang membutuhkan presisi.
Misalnya dalam bidang kedokteran, teknik, arsitektur, dan sebagainya.
Dalam pemikiran kritis pun dibutuhkan ketepatan. Kemampuan mengamati
dan menentukan apa yang sebenarnya sedang terjadi atau sedang dihadapi
membutuhkan kemampuan presisi ini. Misalnya, Anda seorang dokter
menghadapi pasien dengan gejala-gejala tertentu. Anda harus dengan tepat
mengatakan jenis penyakit apa yang diderita pasien tersebut plus alasan-
alasannya.
3. Akurasi (Accuracy)
Keakuratan putusan kita sangat ditentukan oleh informasi yang
masuk ke dalam pikiran kita. Jika kita menginput informasi yang salah atau
menyesatkan, maka jangan heran kita menghasilkan suatu putusan atau
kesimpulan yang salah pula. Misalnya, seorang pemimpin perusahaan
memutuskan memecat karyawannya karena mendengar informasi yang
salah dari karyawan lain bahwa karyawan yang dipecat itu melanggar kode
etik perusahaan. Seharusnya sang pimpinan memanggil dan menggali

9
sendiri informasi dari karyawan tersebut dan informasi-informasi lainnya
yang terkait. Meskipun Anda seorang yang sangat pintar, Anda tetap bisa
mengambil putusan yang keliru jika informasi yang Anda dapatkan keliru.
Orang yang selalu berpikir kritis tidak akan gegabah dalam mengambil
putusan jika informasi-informasi yang dibutuhkan belum mencukupi.
Mereka yang terbiasa berpikir kritis tidak hanya menjunjung tinggi dan
memberikan penilaian pada suatu kebenaran. Mereka juga
memiliki passion yang mendalam tentang keakuratan dan informasi-
informasi yang tepat. Socrates mengatakan bahwa hidup yang tidak
direfleksikan tidak pantas untuk dihidupi tampaknya tepat untuk
menggambarkan kemampuan berpikir kritis yang satu ini.
4. Relevansi (Relevance)
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana kita memusatkan perhatian
pada informasi-informasi yang dibutuhkan bagi kesimpulan berpikir kita,
dan tidak membiarkan pikiran dikuasai, dikendalikan, atau dialihkan oleh
informasi-informasi lain yang tidak relevan. Misalnya, dalam sebuah debat
politik mengenai boleh tidaknya menggusur sebuah gedung bersejarah
untuk membangun supermarket. Seorang politisi, misalnya, mengalihkan
pembicaraan dari substansi permasalahan dengan mengatakan bahwa
gedung tua itu temboknya sudah lapuk, catnya sudah mengelupas, dan tidak
enak dipandang mata. Gedung tua itu merusak pemandangan kota. Cara
berargumentasi seperti ini, jika diikuti hanya akan mengalihkan perhatian
dari hal-hal yang substansial ke hal-hal yang sifatnya sekunder dan
periferal. Bukankah debat-debat politik yang kita saksikan di televisi
seringkali tidak mengandung relevansi logis?
5. Konsistensi (Consistency)
Apa yang kamu ketahui tentang konsistensi? Mengapa konsistensi
penting dalam berpikir kritis? Mencari dan mempertahankan kebenaran
menuntut adanya konsistensi sikap, baik dalam upaya terus menerus
mencari kebenaran maupun membangun argument-argumen mengenai
pengetahuan. Kebenaran tidak pernah dicapai sekali untuk selamanya, dia
harus terus dikejar dan diusahakan. Tanpa sikap konsisten dalam mencari

10
kebenaran mustahil memperoleh kebenaran. Demikian pula sikap konsisten
dalam membangun argumentasi yang adalah ekspresi pengetahuan subjek
mengenai sesuatu. Argumen yang jelas dan terpilah-pilah harus tetap
dipertahankan, dan ini langsung memperlihatkan konsistensi dari si subjek
yang berpikir kritis. Ada dua ketidakkonsistenan yang harus dihindari.
Pertama, inkonsistensi logis, dalam arti percaya atau menerima sebagai
benar suatu materi tertentu yang tidak benar sebagian atau seluruhnya.
Kedua, inkonsistensi praktis, yakni diskrepansi antara perkataan dan
perbuatan. Orang yang konsisten harus memiliki sikap yang mencerminkan
apa yang dikatakannya. Hal ini akan nyata benar dalam pemikiran dan
sikap moral. Seorang politikus yang gagal melaksanakan apa yang sudah
dijanjikannya atau membual di televisi, seorang penceramah agama
terkenal yang ketahuan memiliki istri simpanan, seorang artis yang
mengkampanyekan penolakan terhadap narkotika tetapi terlibat sebagai
pengguna, semuanya adalah kaum farisi dan munafik, Mereka gagal
menjadi orang-orang kritis bagi dirinya sendiri, tetapi juga memiliki
karakter yang buruk secara moral.
6. Kebenaran Logis (Logical Correctness)
Coba pelajari kutipan berikut:
Kadang-kadang saya terkejut mendengar hujatan dari mereka yang
mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang kudus misalnya para
biarawati yang tidak pernah telanjang ketika mandi. Ketika ditanya
mengapa mereka melakukan hal demikian, padahal tidak seorang pun
mengintip ketika mereka mandi, mereka menjawab, O, Anda lupa akan
Tuhan yang Maha Baik. Jelas mereka memahami Tuhan sebagai orang
yang suka mengintip (Peeping Tom), di mana kemahakuasaan-Nya
memampukan Dia untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk mengintip
melalui dinding kamar mandi. Cara pandang seperti ini sangat menggangu
saya. (Bertrand Russell, Unpopular Essay (New York: Simon & Schuster,
1950), hlm. 75-76.
Apakah Anda bisa menemukan ketidakbenaran logis dalam kutipan
ini? Dari kutipan ini kita bisa merumuskan beberapa premis, antara lain:

11
Tuhan mampu melihat segala sesuatu. Dari sini para suster menarik
kesimpulan secara benar, bahwa: Tuhan melihat melalui tembok kamar
mandi Meskipun demikian, para suster gagal menarik kesimpulan bahwa:
Tuhan juga melihat apa yang tersembunyi dalam pakaian para suster.
7. Keutuhan(Completeness)
Ini lebih berhubungan dengan rasa tidak puas pikiran kita ketika
mencerna atau memahami suatu pemikiran. Misalnya, kita membaca
laporan investigasi koran atau majalah tertentu mengenai kejahatan kra
putih (white Collar Crime). Mungkin karena keterbatasan ruang atau data-
data, kita sebagai pembaca merasa tidak puas dengan apa yang disajikan.
Reaksi pikirn kita ini wajar adanya, karena kita sadar betul, bahwa sesuatu
akan menjadi lebih baik jika mendalam dan sebaliknya. Pikiran kita akan
mengapresiasi pemikiran-pemikiran yang mendalam lebhh dari sekadar
basa-basi atau dibuat-buat.
8. Fairness
Berpikir kritis menuntut kita agar memiliki pemikiran yang fair,
dalam arti open minded, impartial, serta bebas distorsi dan praduga.
Memang agak sulit menghindari hal-hal demikian dalam pemikiran kita,
tetapi kita harus menghindarinya kalau mau bersikap kritis. Kita memang
hidup dalam kebudayaan masyarakat yang menyenangi hal-hal bersifat
gossip, dugaan, prasangka, stereotype, dan sebagainya yang ternyata sangat
menyenangkan dan menghibur. Tetapi kalau kita mau berpikir dan bersikap
kritis, maka hal-hal seperti ini harus dihindari. Jika tidak, pemikiran atau
argumentasi yang kita bangun tidak akan objektif dan fair.
Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen
penyusun kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan/ide harus
menjawab beberapa hal sebagai berikut.
Tujuan dari sebuah gagasan/ide :
1. Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide.
2. Sudut pandang dari gagasan/ide.
3. Informasi yang muncul dari gagasan/ide.
4. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.

12
5. Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut.
6. Implikasi dan konsekuensi.
7. Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut.
Dasar-dasar ini yang pada prinsifnya perlu dikembangkan untuk melatih
kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana
menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang
sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu
memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil
pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini.
Artinya manusia akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai
egosentris. Dalam proses berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita
hindari. Apalagi bila kita berada dalam sebuah tim yang membutuhkan kerjasama
yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran kita menjadi tertutup sehingga sulit
mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada akhirnya, sikap
egosentris ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis yang
tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi
penambah masalah. Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka
kita akan semakin berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang
ulung, namun juga sebagai pemecah masalah yang ada di lingkungan.

2.6.Pendekatan Berpikir Kritis


Dalam lingkungan perawatan kesehatan yang kompleks sekarang ini,
perawat harus mampu memecahkan masalah secara akurat, menyeluruh, dan cepat.
Hal ini berarti bahwa perawat harus mampu menelaah informasi dalam jumlah yang
sangat banyak untuk membuat penilaian kritis.
Penting artinya bagi perawat untuk belajar berpikir secara kritis tentang apa
yang harus dikaji. Penilaian mandiri tentang kapan pertanyaan atau pengukuran
diperlukan adalah dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman klinik perawat
(Gordon, 1994).

13
2.7. Langkah-Langkah Berpikir Kritis
Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis di pendidikan
keperawatan, dapat digunakan tiga model, yaitu: feeling, vision model, dan
examine model yaitu sebagai berikut:
1. Feeling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang
ditemukan. Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam
melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan
dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital,
perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada pernyataan serta
pikiran klien.
2. Vision Model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir,
mengorganisasi dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis,
analisis, dugaan dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien,
beberapa kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan
peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3. Exsamine model
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi.
Perawat menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini
digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, meguji,
melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan sesuatu yang
berkaitan dengan ide.

Model berfikir kritis dalam keperawatan menurut para ahli:


a. Costa and colleagues (1985)
Menurut costa and colleagues klasifikasi berpikir dikenal
sebagai the six Rs yaitu:
1. Remembering(mengingat)
2. Repeating (mengulang)
3. Reasoning (memberi alasan)
4. Reorganizing (reorganisasi)

14
5. Relating (berhubungan)
6. Reflecting(merenungkan)
b. Lima model berpikir kritis
1. Total recall
2. Habits ( kebiasaan)
3. Inquiry ( penyelidikan / menanyakan
keterangan )
4. New ideas and creativity
5. Knowing how you think (mengetahui apa
yang kamu pikirkan)
Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas informal,
aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang
defenisi tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk mengenalisis penggunaan
bahasa, perumusan masalah, penjelasan, dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-
bukti,menilai kesimpulan, membedakan antara baik dan buruknya argumen
serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta
tindakan yang dilakukan.

2.8. Berpikir Kritis dalam Keperawatan Gawat Darurat


Menurut Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal
keperawatan yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis.
Namun UGD dan klinik kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak
urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas,
kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di
pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan
yang tepat, serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat
harus mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil
berkolaborasi dengan dokter gawat darurat. Dan harus mengimplementasi kan
rencana pengobatan, mengevaluasi efektivitas pengobatan, dan merevisi
perencanaan dalam parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan

15
tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat catatan perawatan yang
akurat melalui pendokumentasian.
Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam
hitungan menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan
pada hasil yang dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat
kontribusi profesional mereka.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan
yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk
mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam
kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa
atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
Tidak hanya memiliki kemampuan dan ketrampilan yang bagus, perawat
juga harus bisa berpikir kritis. Hal tersebut dikarenakan dalam melakukan tindakan
keperawatan perawat harus bisa mengambil keputusan yang tepat dan sesuai
prosedur yang ada. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal
yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system
kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek aspek yang dapat dilihat dari
mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan
fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi,
kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak
1942. Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi
memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan
dan dukungan.
Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, kita dituntut untuk selalu berpikir
kritis untuk menangani pasien. Dalam hal ini, kritis yang dimaksud harus tetap
berada dalam jalur yang ada sesuai dengan tugas dan peran perawat. Selain itu,
tugas dan peran perawat juga harus diseimbangkan dengan tenaga medis lain,
misalnya dengan tugas dan wewenang dokter.
Seorang perawat tidak memiliki wewenang menginjeksikan obat-obatan
kepada pasien tanpa melalui perintah dokter. Bila hal ini terjadi, perawat tersebut
dapat dituntut pidana karena melanggar undang-undang. Di zaman yang serba
canggih ini, perintah penanganan atau penginjeksian pasien tidak harus dilakukan
dokter ketika bertatap muka saja. Tetapi, dapat melalui telepon. Hal ini dapat
meningkatkan efisiensi terhadap waktu dan tenaga yang dibutuhkan.

3.2. Saran
Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dengan disusunnya
makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat mengetahui dan
memahami berpikir kritis dalam keperawatan. Kami berharap pembuatan makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi perawat sehingga dapat
meningkatkan kualitas kerja dan mampu menjadi perawat profesional dibidangnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Budiono. Sumirah Budi Pertami. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. Bumi
Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai