PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak
1942. Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan
keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut
dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung
kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan
diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat
keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir
langsung kepada fokus yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan Anggelo
(1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan
dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh
Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan
keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan,
menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut
berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan
komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan
(Walker, 2001: 1). Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6),
bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang
meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan,
dan penilaian.
Matindas juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu
membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar
antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan
sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan.
Pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan
pengambilan keputusan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
berpikir kritis itu melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir
nalar (reasoning) yang diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan
masalah (deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa
tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan
reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.
1. Tingkat 1 : Dasar
Pada tingkat dasar, berpikir cenderung untuk menjadi konkrit dan
didasarkan pada serangkaian peraturan atau pinsip. Hal ini merupakan langkah
awal dalam kemampuan pertimbangan. Individu mempunyai keterbatasan
pengalaman dalam menerapkan berpikir kritis, cenderung untuk diatur oleh
orang lain, belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai diantara pihak
yang berwenang. Pendekatan tahap demi tahap digunakan untuk memberikan
perawatan dan kemungkinan dapat atau tidak untuk diadaptasi guna
memenuhi kebutuhan klien yang unik.
2. Tingkat 2 : Kompleks
Dalam tahap ini, seseorang secara kontinu mengenali keragaman dari
pandangan dan persepsi individu. Pengalaman membantu individu mencapai
kemampuan untuk terlepas dari kewenanganan dan menganalisa serta meneliti
alternatif secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam keperawatan, praktisi mulai
untuk mencari tindakan keperawatan yang bermanfaat jangka panjang. Perawat
perlu belajar keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.
3. Tingkat 3 : Komitmen
Pada tingkat ini, perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasrkan
alternatif yang diindetifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks. Perawat
mampu untuk mengantisipasi kebutuhan untuk membuat keputusan yang kritis
setelah menganalisis keuntungan dari alternatif yang lain. Maturitas perawat
tercermin dari kerutinan yang selalu mencari pilihan yang terbaik, paling inovatif,
dan sesuai untuk perawatan klien.
3.2 Saran
Untuk memahami secara keseluruhan berpikir kritis dalam keperawatan
kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar dalam
berpikir kita dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta
menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan,
dan tingkat hubungan dalam keperawatan.
Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan pasien akan merasa lebih
nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat.
DAFTAR PUSTAKA
https://titikanggraeni.files.wordpress.com/2014/08/konsep-berfikir-kritis
http://askep.asuhan-keperawatan.com/2013/04/konsep-berfikir-kritis-dalam-
keperawatan-76839.html
http://www.academia.edu/6749060/BERFIKIR_KRITIS_DALAM_KEPERAWA
TAN
http://documents.tips/documents/berpikir-kritis-55f4634482c2e.html