Anda di halaman 1dari 19

Mendampingi Pasien Sakaratul Maut dan Mempersiapkan Jenazah

di Ruang Rawat Inap

A. Definisi
1. Sakaratul Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang
menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan
tertentu untuk meninggal.
2. Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi,
dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus
eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau
terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr.
H. Ahmadi NH, Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai :
 Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversibel
 Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk
dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying
lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari
hidup. (Eny Retna Ambarwati, 2010)
3. Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
 Geriatri
Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia
(degeneratif).
 Gerontologi
Disiplin ilmu diluar atau cabang geriatri yang mempelajari
aspek fisik, mental, dan psikososial yang ada pada lanjut
usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita
lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)

1
4. Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir,dll.
5. Pasien Sekarat
Pasien sekarat adalah perubahan dalam proses yang
mengindikasikan hasilnya sembuh atau mati, sedangkan dalam
bahasa yunani artinya berubah atau berpisah. Pasien sekarat adalah
pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem
tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan
terapi. Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang
menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam
bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan
untuk merawat pasien sekarat. Pasien sekarat adalah pasien yang
memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.

B. Deskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian

Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh


seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan
pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang
kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup
sampai menjelang kematian sebagai berikut :

a. Pola puncak dan lembah

Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak)


dan periode krisis (lemah). Pada kodisi puncak, pasien benar-benar
merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode
lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa
menimbulkan depresi.

b. Pola dataran yang turun

2
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari
kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi
selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada
waktu yang tidak bisa dipastikan.

c. Pola tebing yang menurun

Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan


kondisi yang menetap atau stabil, yang menggambarkan semakin
buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam
waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari.
Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU).

d. Pola landai yang turun sedikit demi sedikit

Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan


dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju
kemaut.

C. Perkembangan Persepsi Tentang Kematian


Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu
yang sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun
kematian itu dalah sesuatu hal yang biasa saja, yang ada di pikirannya
kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang tua yang sakit.
Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan,
mereka mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah
klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di definisikan oleh Eny
Retna Ambarwati, yaitu :
1. Bayi-5 tahun
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah
tidur atau pergi yang temporer.

3
2. 5-9 tahun
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
3. 9-12 tahun
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat
dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang
diperoleh dari orang tua atau dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang
memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan
keyakinan.
6. 45-65 tahun
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan
puncak kecemasan.
7. 65 tahun keatas
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa
makna, diantaranya terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan
anggota keluarga yang telah meninggal.

D. Ciri-Ciri Pokok Pasien yang Akan Meninggal


Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan
tingkah laku yang khas, antara lain :
1. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur
yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada
ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab.
2. Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
4. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.

4
5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi
terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran
dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang
menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas
nampak lebih pasrah menerima.

E. Prioritas Pasien yang Dikatakan Sekarat (Sakaratul Maut)


1. Pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sekarat, tidak stabil, yang
memerlukan perawatan intensif, dengan bantuan alat–alat ventilasi,
monitoring dan obat–obatan vasoakif kontinyu dan lain–lain.
Misalnya pasien bedah kardiotorasik, atau pasien shock septik.
Pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, di bawah
tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU.
Jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,
karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti
pulmonary arteri cateteter sangat menolong. Misalnya pada pasien
penyakit jantung, paru-paru, ginjal, yang telah mengalami
pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas
macam terapi yang diterimanya.

3. Pasien prioritas 3

Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
baik masing–masing atau kombinasinya, sangat mengurangi
kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
Contoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik
disertai penyulit infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan

5
napas atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien prioritas 3 mungkin
mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut berat.
Pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmoner.

F. Tugas Dan Tanggung Jawab Perawat Dalam Penatalaksanaan Pasien


Sekarat
Tujuan :
1. Menyelamatkan kehidupan.
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan monitoring ketat disertai kemampuan
menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan
tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan
kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan
mempercepat proses penyembuhan pasien.

Tugas dan tanggung jawab :


1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif
dengan konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya.
3. Megintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan kusus serta
diikuti oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan
keperawatan.
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan.

6
G. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut
Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas
kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah
dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya antara lain :
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah
pada pasien dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien
disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara
medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa
tahap-tahap kematian

a) Pendampingan dengan alat-alat medis


Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila
perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas
kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien
yang hampir meninggal, maka lakukan beberapa cara berikut ini :
a. Persiapkan Alat
1. Disediakan tempat sendiri
2. Alat – alat pemberian O2
3. Alat resusitasi
4. Alat pemeriksaan vital sign
5. Alat tenun secukupnya
 Baju
 Selimut
 Sprei
6. Handuk kecil atau lap pembasuh (waslap) untuk
menyeka pasien
7. Kassa, air matang, kom atau gelas untuk membasahi
bibir
8. Kertas tisu atau kertas lap

7
9. Kapas
10. Stetoskop
11. Pinset
12. Tensimeter
13. Alat tulis

b. Persiapkan Pasien
1. Pasien disiapkan menurut agama dan kepercayaan
masing masing.
2. Memberitahukan keluarga. Catatan untuk menulis
pesan atau amanat dan lain-lain yangdiperlukan.

c. Pelaksanaan
1. Pasien disendirikan/dipisahkan dari pasien lain.
2. Pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri.
3. Keluarga diizinkan menunggu dan diberitahu keadaan
pasien dengan cara yang bijaksana oleh dokter/perawat.
4. Pasien harus selalu dalam keadaan bersih,keringat
diseka.
5. Usahakan keadaan sekitarnya dalam keadaan tenang.
6. Bila bibir kering dibasahi dengan kasa yang dibasahkan
dengan air matang,diambil dengan pinset.
7. Membantu melayani dalam upacara keagamaan.
8. Mengamati tanda-tanda kehidupan (vital signs) terus-
menerus.

d. Perhatian
1. Berbicaralah dengan suara yang lembut dengan penuh
perhatian.
2. Jangan tertawa dan bergurau disekitar tempat pasien
yang akan meninggal.

8
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan dalam
mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh
ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak
kering menggunakan pinset
g. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
h. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus
menerus
i. Mencuci tangan
j. Melakukan dokumentasi tindakan

b) Pendampingan dengan bimbingan rohani


Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari
bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-
Psyco-Socio-Spritual (APA, 1992) yang komprehensif, karena pada
dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual (Basic
Spiritual Needs, Dadang Hawari, 1999). Pentingnya bimbingan
spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu
unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh
karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi
kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis,
sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan
spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal

9
aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan
seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan
oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the
individual, sick or well in the performance of those activities
contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he
would perform unaided if he had the necessary strength will or
knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat
sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh
perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang
didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi
dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang
Hawari (1977,53) “Orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,
krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian
saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian
khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak,
depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan
keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk
mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien
meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri
pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan
baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui
Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya
nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase
sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti
yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang
yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan

10
tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul
maut,

ْ‫جا َءت‬
َ ‫سك َرةْ َو‬
َ ْ‫موت‬
َ ‫حقْ ال‬
َ ‫ك بال‬ َ ‫ما‬
َْ ‫ذل‬ َْ ‫تَحيدْ منهْ كن‬
َ ‫ت‬
” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.” (QS. 50:19)

“Dan siapakah yang lebih zalim, daripada orang yang mengadakan


kedustaan terhadap (tentang) Allah, atau yang berkata: ‘Telah
diwahyukan kepada saya’, padahal tidak dad diwahyukan sesuatupun
kepadanya, dan orang yang berkata: ‘Saya akan menurunkan, seperti
apa yang diturunkan Allah’. Alangkah dahsyatnya, sekiranya kamu
melihat, di waktu orang-orang yang zalim, berada dalam tekanan-
tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata): ‘Keluarlah nyawamu’. Di hari ini kamu
dibalas, dengan siksaan yang menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap (tentang) Allah, (perkataan) yang tidak benar,
dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri dari ayat-ayat-Nya.”
(QS. 6:93)

11
H. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Saat Ajal Tiba
Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa
Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka
akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga
ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat
harus membimbing pasien dengan cara-cara seperti :
1. Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan
dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
Artinya :“Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit
atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian
mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat
mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus
berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin
bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang
terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua
matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3. Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada
Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati
masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada
Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan
seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah
mengikuti perasangka umat-Nya.
4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi
kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut

12
dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk
membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena
bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang
menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata.
Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam
rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul
maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam
mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik
Ibnu Qudamah)
5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang
tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini
tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw.,
hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa
para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri
telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a. Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan
kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat.
Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar
ia menghadap kearah kiblat.
b. Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah
sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam
Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata
cara yang paling benar. Seandainya posisi ini
menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya
selesai.

13
I. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Sesaat Setelah Ajal Tiba
Setelah muhtadhir telah melalui kematiannya, seperti adanya
tanda-tanda mengendurnya telapak tangan dan kaki, cekungnya pelipis dan
hidung yang tampak lemas, tindakan berikutnya yang sunah dilalukan
adalah:
1. Memejamkan kedua matanya
Jika sampai terlambat hingga kedua matanya tidak bisa
dipejamkan, maka cara memejamkannya dengan menarik kedua
lengan serta kedua ibu jari kakinya secara bersamaan, niscaya
kedua mata tersebut akan terpejam dengan sendirinya.
2. Mengikat rahangnya ke atas kepala dengan memakai kain yang
agak lebar agar mulutnya tidak terbuka.
3. Melemaskan sendi-sendi tulangnya dengan melipat tangan ke siku,
lutut ke paha dan paha ke perut. Setelah itu dibujurkan kembali,
kemudian jari-jari tangannya dilemaskan. Jika agak terlambat
sehingga tubuhnya sudah kaku, maka sunah dilemaskan memakai
minyak. Hikmah dari pelemasan ini agar mempermudah proses
pemandian dan pengkafanannya nanti.
4. Melepaskan pakaiannya secara perlahan. Kemudian disedekapkan
lalu mengganti pakaian tersebut dengan kain tipis, (izar misalnya)
yang ujungnya diselipkan di bawah kepala dan kedua kakinya
(menutupi semua tubuh). Kecuali jika ia sedang menunaikan
ibadah Ihram, maka kepalanya harus dibiarkan tetap terbuka.
5. Menutupinya dengan selimut sampai pasien tersebut dipindahkan
dan diurus oleh pihak berikutnya.

J. Perawatan Jenazah dengan Penyakit Menular


Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan
dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan
tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas

14
kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan
mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak
menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS,
kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut
dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas,
seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara
penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah
penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut:
a. Tindakan di Luar Kamar Jenazah
1. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan.
2. Memakai pelindung wajah dan jubah.
3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi
terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di dada.
4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau
kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga.
5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung
bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya.
6. Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.
7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas
tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah
kewaspadaan universal.
8. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.
9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih
untuk disaksikan oleh keluarga.
10. Pasang label identitias pada kaki.
11. Bertahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah
penderita penyakit menular.
12. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.

15
b. Tindakan di Dalam Kamar Jenazah
1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci
tangan sebelum memakai sarung tangan.
2. Petugas memakai alat pelindung:
 Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku).
 Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut.
 Pelindung wajah (masker dan kaca mata).
 Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air.
3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah
memahami cara membersihkan/memandikan jenazah
penderita penyakit menular.
4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus
lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.
5. Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan
dan sesudah melepas sarung tangan.
6. Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk
pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir
dalam hal tersebut.
8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang
telah mahir dalam hal tersebut.
9. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
 Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air
mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
 Dilarang memanipulasi alat suntik atau
menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang
semua alat/benda tajam dalam wadah yang tahan
tusukan.

16
 Semua permukaan yang terkena percikan atau
tumpahan darah dan/atau cairan tubuh lain segera
dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%.
 Semua peralatan yang akan digunakan kembali
harus diproses dengan urutan: dekontaminasi,
pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi.
 Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya
ditempatkan dalam kantong plastik.
 Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar
sesuai cara pengelolaan sampah medis.

K. Moral Dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Sakaratul Maut


Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika
dalam pendampingan pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang
dapat membantu pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam
mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan
kesehatan dan usia lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan
sosial dapat meningkatkan kesehatan. Pemebrian dukuangan sosial adalah
prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan dalam
mengeksperikan dukungan meliputi :
1. Menghimbau pasien agar Ridlo kepada qadha dan qadarnya-Nya
serta berbaik sangka terhadap Allah SWT.
2. Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah
SWT.
3. Kembangkan empati kepada pasien.
4. Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5. Komunikasikan dengan keluarga pasien.
6. Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7. Bantu bila ia butuh pertolongan.

17
8. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut
dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau
disekitar pasien.
9. Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak
Allah SWT (zakat, puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang,
ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada kepada orang
yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang
mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC


2. Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto,
Jakarta.
3. JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
4. Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
5. Potter dan Perry. 2002. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
6. Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih
Bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
7. http://www.slideshare.net/ulfasakurai/pendampingan-pasien-sakaratul-
maut
8. http://www.pernikmuslim.com/hukum-dan-tata-cara-mengurus-jenazah-
menurut-alquran-dan-assunnah-p-25.html
9. http://pernikmuslim.com/hukum-dan-tata-cara-mengurus-jenazah-
menurut-alquran-dan-assunnah-p-25.html

19

Anda mungkin juga menyukai