KOMUNIKASI KEPERAWATAN II
Dosen Pengampu:
Di Susun Oleh:
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
KASUS TUTOR
Tn. S Usia 60 tahun sudah 3 hari dirawat di Rs. X ruang kejora dengan diagnosa
medis Stroke. Keluarga mengeluhkan kepada perawat bahwa Tn. S sering marah –
marah kepada keluarga dan berbicara kasar dimana menurut pasien dia merasa
kurang diperhatikan selama di rawat di RS oleh keluarga. Saat ini Tn. S juga
mengalami penurunan fungsi pendengaran. Perawat menganjurkan kepada keluarga
untuk sabar ketika berkomunikasai denga lansia, mengajak pasien berkomunikasi
dengan bahasa yang sederhana dan jelas. Perawat juga mengganjurkan ketika
berbicara dengan lansia, keluarga menggunakan sentuhan atau menggunakan bahasa
isyarat untuk memperjelas komunikasi yang disampaikan.
Learning Objektif
ISTILAH SULIT
Jawaban :
Tambahan
- Auliah Triski Syahputri G1b120045, Bahasa Isyarat adalah bahasa yang
mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir,
bukannya suara, untuk berkomunikasi.
- Dewi Mentari G1b120002, isyarat digunakan sebagai media komunikasi
bagi para penyandang tuna rungu atau tuna wicara.
Tambahan
- Rifki Wahyudi G1b120024, Menurut Harriman, “Diagnosis adalah suatu
analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari pola gejala-
gejalanya”. Sama dengan istilah dalam dunia kedokteran, diagnosis
merupakan kegiatan untuk menentukan jenis penyakit dengan meneliti
gejala-gejalanya. Berdasarkan hal tersebut diagnosis merupakan proses
pemeriksaan terhadap hal-hal yang dianggap tidak beres atau bermasalah
Tambahan
- Birgitta Arta Milawati G1b20049, Bahasa Isyarat adalah cara
menyampaikan kata dan kalimat yang dilakukan dengan gerakan tangan
dan ekspresi. Bahasa isyarat setiap negara tentunya berbeda-beda.
IDENTIFIKASI MASALAH
ANALISIS MASALAH
derhana.
1. Kuatkan Mental
Seseorang yang akan melakukan komunikasi kepada lansia diperlukan mental
yang kuat.
2. Sabar
Sabar merupakan kunci utama untuk menggali percakapan yang lebih
mendalam dan intens kepada lansia. Memaklumi keterlambatan lansia dalam
menjawab pertanyaan, merupakan suatu hal yang perlu ditolerir.
3. Tunjukan Rasa Empati
Menunjukkan rasa empati dapat dilakukan dengan mendengarkan jawaban-
jawaban lansia terhadap pertanyaan yang diajukan. Selain itu, menunjukan
rasa empati dapat dibangun saat lansia mengalami kekhawatiran, delusi,
kebingungan, ragu-ragu, sedih bahkan marah. Tetap tunjukan rasa empati,
sesuai dengan apa yang dialami lansia ketika memberikan tanggapan.
4. Hindari Lingkungan yang Bising
Berkomunikasi kepada lansia di lingkungan yang bising akan memecah
konsentrasi kedua belah pihak.
5. Hindari Berdebat
Adakalanya pada saat berkomunikasi, timbul perbedaan jawab Tetap
sejajarkan pandangan terhadap lansia dan gunakan bahasa yang sederhana
agar bisa melanjutkan komunikasi. Jangan samakan komunikasi kepada lansia
demensia dengan komunikasi kepada anak-anak. Terkadang lansia memiliki
perasaan yang sensitif akan hal tersebut.
6. Gunakan Isyarat Nonverbal
Pola gestur, sentuhan dan ekspresi wajah bisa membantu proses komunikasi.
Isyarat nonverbal ini secara tidak langsung akan memberikan rasa aman dan
nyaman kepada lansia saat akan memberikan jawaban atau tanggapan.
Sehingga lansia yang diajak komunikasi bisa lebih terbuka dan merasa aman
menceritakan kehidupan pribadinya.
7. Gunakan Kata yang Sederhana dan Tepat
Menggunakan susunan kata yang sederhana membuat lansia akan lebih paham
dan mengerti terhadap kalimat yang diucapkan. Selain itu, sapaan “Pak”,
“Bu”, “Kakek” atau “Nenek”, sebaiknya ditambahkan dengan nama lansia.
8. Gunakan Pertanyaan Tertutup
Saat akan menanyakan suatu hal, usahakan untuk menggunakan pertanyaan
tertutup dengan jawaban yang mudah sseperti “Ya” atau “Tidak”, “Mau” atau
“Tidak Mau”, “Sudah” atau “Belum”..
9. Lebih Peka
Lansia terkadang memberikan jawaban yang terkadang sulit dipahami.
Menggali komunikasi secara intens kepada lansia akan melatih kepekaan
dalam merespon jawaban atau tanggapan lansia tersebut.
10. Berikan Jeda
Jika merasa frustasi, maka beristirahatlah untuk memberikan jeda saat
berkomunikasi.
tambahan
- Andrisa Devitasari G1b120028,
a. Spesifikasi tujuan komunikasi Komunikasi akan berhasil jika tujuan
telah direncanakan dengan jelas. Misalnya, tujuan komunikasi adalah
mengubah perilaku klien, maka komunikasi diarahkan untuk mengubah
perilaku dari yang malaadaptif ke adaptif.
b. Lingkungan nyaman Maksud lingkungan nyaman adalah lingkungan
yang kondusif untuk terjalinnya hubungan dan komunikasi antara pihak-
pihak yang terlibat. Lingkungan yang tenang/tidak gaduh atau lingkungan
yang sejuk/tidak panas adalah lingkungan yang nyaman untuk
berkomunikasi. Lingkungan yang dapat melindungi privasi akan
memungkinkan komunikan dan komunikator saling terbuka dan bebas
untuk mencapai tujuan.
c. Privasi (terpeliharanya privasi kedua belah pihak) Kemampuan
komunikator dan komunikan untuk menyimpan privasi masingmasing
lawan bicara serta dapat menumbuhkan hubungan saling percaya yang
menjadi kunci efektivitas komunikasi. d. Percaya diri Kepercayaan diri
masing-masing komunikator dan komunikan dalam komunikasi dapat
menstimulasi keberanian untuk menyampaikan pendapat sehingga
komunikasi efektif.
e. Berfokus kepada klien Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan
jika komunikasi diarahkan dan berfokus pada apa yang dibutuhkan klien.
Segala upaya yang dilakukan perawat adalah memenuhi kebutuhan klien.
f. Stimulus yang optimal Stimulus yang optimal adalah penggunaan dan
pemilihan komunikasi yang tepat sebagai stimulus untuk tercapainya
komunikasi terapeutik. g. Mempertahankan jarak personal Jarak
komunikasi yang nyaman untuk terjalinnya komunikasi yang efektif harus
diperhatikan perawat. Jarak untuk terjalinnya komunikasi terapeutik
adalah satu lengan (± 40 cm). Jarak komunikasi ini berbeda-beda
tergantung pada keyakinan (agama), budaya, dan strata sosial.
Dengan berkata seperti itu, mereka akan lebih bisa mengerti ketimbang
langsung didiamkan. Jangan lupa juga untuk tetap memberikan respons
sederhana, misalnya, “Oh, begitu, ya, Pak/Bu?” Atau, bisa juga respons lain
tergantung dari cerita yang dilontarkan.
Intinya, jangan biarkan lansia merasa sendirian. Sebab, mereka sangat rentan
mengalami depresi.
Sumber:
1. https://talkactive.id/mengenal-bahasa-isyarat-dalam-dunia-komunikasi/
2. Zen, Pribadi. (2013). Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal
Keperawatan Profesional. Yogyakarta : D-Medika.
3 hari dirawat di RS X
DS :
DO :
Keluarga mengatakan kepada
perawat bahwa Tn. S sering marah- Tn. S mengalami penurunan fungsi
marah kepada keluarganya dan pendengaran
berbicara kasar
Intervensi :
JAWABAN
a) Mendominasi pembicaraan
Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini
akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan atau
komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan
bicaranya memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan
sangat menyulitkan pembicaraan yang terjadi.
b) Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha
untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya.
Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada
dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah
berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia mendapatkan
haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus
melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
c) Acuh tak acuh
Acuh tak acuh oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak
berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan
perasaan menyepelekan orang lain. Banyak para lansia yang merasa bahwa
komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya
adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan
dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.
d) Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki
keterbatasan fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi.
Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia.
Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran, tentunya akan
menjadi masalah juga dalam komunikasi.
Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari itu sangat dibutuhkan
pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara terhadap kondisi
lansia agar komunikasi yang efektif dapat berjalan dengan baik dan lancar.
e) Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah
depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat mudah
diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor
lainnya. Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu
mudah marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang
lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya
telah diatasi.
f) Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga
banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.
Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu
bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun
ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia yang memiliki riwayat
penyakit demensia atau Alzheimer.
g) Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan
berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang
kali. Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun
menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi
sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari
lawan bicara dalam menghadapi lansia.
h) Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan
penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa
rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang
menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika lansia
dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan yang cukup
mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi sehingga lawan bicara
mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi berjalan lancar.
i) Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam
biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini
akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi pada
lawan bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena
lebih banyak mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan
bicara.
j) Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang
dihindari untuk diajak bicara. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak
terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan. Salah satu
cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini adalah
dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap lawan
bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut
memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.
k) Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit
yang dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi
mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah marah
ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan cara
berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas
segala sesuatu yang ada.
l) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya
yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik Caregiver sangat
penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya
membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah
tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut
usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien
serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri. Juga
merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam
konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi
keduanya.
3) Berikut beberapa cara dan strategi dalam melakukan komunikasi kepada
lansia dengan demensia :
1. Kuatkan Mental
Seseorang yang akan melakukan komunikasi kepada lansia diperlukan
mental yang kuat. Pasalnya, lansia dengan demensia memiliki
kesulitan dalam hal komunikasi. Apalagi jika suasana hati lansia
dengan demensia sedang tidak baik. Hal ini bisa mempersulit proses
dalam berkomunikasi. Sehingga, sebelum melakukan komunikasi,
perlu diperhatikan juga suasana hati lansia. Jika lansia terlihat dalam
suasana hati yang menyenangkan, inilah saat yang tepat untuk
melakukan komunikasi.
2. Sabar
Sabar merupakan kunci utama untuk menggali percakapan yang lebih
mendalam dan intens kepada lansia. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, lansia dengan demensia akan mengalami kesulitan
mengingat, berfikir dan berkomunikasi, sehingga perlu kesabaran
untuk mendengarkan jawaban atau pernyataan yang diucapkan oleh
lansia. Memaklumi keterlambatan lansia dalam menjawab pertanyaan,
merupakan suatu hal yang perlu ditolerir.
3. Tunjukan Rasa Empati
Menunjukkan rasa empati dapat dilakukan dengan mendengarkan
jawaban-jawaban lansia terhadap pertanyaan yang diajukan. Selain itu,
menunjukan rasa empati dapat dibangun saat lansia mengalami
kekhawatiran, delusi, kebingungan, ragu-ragu, sedih bahkan marah.
Tetap tunjukan rasa empati, sesuai dengan apa yang dialami lansia
ketika memberikan tanggapan.
4. Hindari Lingkungan yang Bising
Berkomunikasi kepada lansia dengan demensia di lingkungan yang
bising akan memecah konsentrasi kedua belah pihak. Ketika
konsentrasi sudah terganggu, maka lansia yang mengalami demensia
akan mengalami kebingungan saat menjawab atau menanggapi
pertanyaan. Maka dari itu, carilah tempat sunyi dan aman saat
melakukan komunikasi kepada lansia dengan demensia.
5. Hindari Berdebat
Adakalanya pada saat berkomunikasi, timbul perbedaan jawaban atau
tanggapan yang dilontarkan oleh lansia. Walaupun kita telah
berkomunikasi dengan kata-kata yang jelas dan nada yang ramah,
jangan sampai perbedaan jawaban atau tanggapan tersebut,
menimbulkan perdebatan saat melakukan komunikasi. Tetap
sejajarkan pandangan terhadap lansia dan gunakan bahasa yang
sederhana agar bisa melanjutkan komunikasi. Jangan samakan
komunikasi kepada lansia demensia dengan komunikasi kepada anak-
anak. Terkadang lansia memiliki perasaan yang sensitif akan hal
tersebut.
6. Gunakan Isyarat Nonverbal
Pola gestur, sentuhan dan ekspresi wajah bisa membantu proses
komunikasi. Isyarat nonverbal ini secara tidak langsung akan
memberikan rasa aman dan nyaman kepada lansia saat akan
memberikan jawaban atau tanggapan. Sehingga lansia yang diajak
komunikasi bisa lebih terbuka dan merasa aman menceritakan
kehidupan pribadinya.
7. Gunakan Kata yang Sederhana dan Tepat
Menggunakan susunan kata yang sederhana membuat lansia dengan
demensia akan lebih paham dan mengerti terhadap kalimat yang
diucapkan. Selain itu, sapaan “Pak”, “Bu”, “Kakek” atau “Nenek”,
sebaiknya ditambahkan dengan nama lansia. Hal ini dapat membantu
lansia yang mengalami demesia untuk selalu mengingat namanya.
8. Gunakan Pertanyaan Tertutup
Saat akan menanyakan suatu hal, usahakan untuk menggunakan
pertanyaan tertutup dengan jawaban yang mudah seperti “Ya” atau
“Tidak”, “Mau” atau “Tidak Mau”, “Sudah” atau “Belum”. Biasanya
lansia yang mengalami demensia akan kesulitan dalam menjelaskan
sesuatu menggunakan pertanyaan terbuka. Sehingga sebisa mungkin,
penanya dapat mengolah pertanyaan terbuka menjadi pertanyaan
tertutup agar tetap fokus pada suatu hal yang ingin ditanyakan.
9. Lebih Peka
Lansia dengan demensia terkadang memberikan jawaban yang
terkadang sulit dipahami.
STEP VI
KONSEP TEORI
1. Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi terapeutik pada
pasien lansia?.
Yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia yang mengalami
gangguan wicara:
Perawat memerhatikan mimik dan gerak bibir lansia.
Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan lansia.
Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topik.
Memerhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
Bila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan
dengan lansia untuk menjadi mediator komunikasi.
Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan
Siddarth, 1996) adalah :
Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga
yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
Beri kesempatan pada klien untuk mengenang
Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang
tua, kegiatan rohani.
Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian.
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, Mukhripah. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
Bandung: Refika Aditama.
DepartemenKesehatanIndonesia.(2015).https://senyumperawat.com/2015/04/pengerti
an-dan-klasifikasi-lansia.html.diakses pada tanggal 9 November 2021.