Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Edukasi Pencegahan Kesalahan Identifikasi Dan Komunikasi Kepada Pasien

Dosen Pembimbing :
Ns. Kamariyah, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh:

Reda Evinta G1B120001


Fina Sintia G1B120007
Serly Fadila Riansyah G1B120012
Putri Fadila G1B120017
Nur Alfi Syahri G1B120023
Andrisa Devitasari G1B120028
Adinda Putri Bestari G1B120033
Nurlili G1B120039
Auliah Triski Syahputri G1B120045
Syifa Yunida Ihsani G1B120054
Ayu Prasetya Pratiwi G1B120060
Rida Septiani G1B120061
Raviani Gustina G1B120066

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Edukasi Pencegahan Kesalahan Identifikasi Dan Komunikasi Kepada Pasien

Pokok bahasan: Ketepatan Identifikasi pasien dan Komunikasi Efektif

I. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan pelayanan institusi kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Rumah sakit melaksanakan
program-program mutu dan keselamatan pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman dengan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Ketepatan identifikasi pasien menjadi hal yang
penting, bahkan berhubungan dengan keselamatan pasien. Kesalahan karena keliru
merupakan hal yang amat tabu dan sangat berat hukumnya. Kesalahan karena keliru pasien
dapat terjadi dalam semua aspek diagnosis dan pengobatan. Perlu proses kolaboratif untuk
memperbaiki proses identifikasi dan untuk mengurangi kesalahan identifikasi pasien.Tidak
semua pasien rumah sakit dapat mengungkapkan identitas secara lengkap dan benar. Beberapa
keadaan seperti pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sadar
sepenuhnya, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi dalam rumah sakit dan kondisi
lainnnya, dapat menyebabkan kesalahan dalam identifikasi. Untuk itu perlu adanya
komunikasi yang efektif antar sesama perawat dan antar perawat dengan pasien. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang
penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi (Suryani, 2015).
Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir, 2010) komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan klien (Fatmawati, S, 2010).
Komunikasi tidak hanya sekedar alat untuk berbicara dengan klien, namun komunikasi antar
perawat dan klien memiliki hubungan terapeutik yang bertujuan untuk menumbuhkan
motivasi dalam proses kesembuhan klien. Adanya motivasi akan mampu mempengaruhi
kesembuhan klien, jika tidak didukung adanya motivasi untuk sembuh dari diri klien tersebut
dipastikan akan menghambat proses kesembuhan. Perawat yang memiliki keterampilan
berkomunikasi terapeutik tidak saja akan mudah membina hubungan saling percaya dengan
klien, tetapi juga dapat mencegah terjadinya masalah legal etik, serta dapat memeberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, meningkatkan citra profesi keperawatan
dan citra rumah sakit dalam memberikan pelayanan ( Nurjannah 2009) Menurut (Nurjannah,
2009) mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari
penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik,
seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah
keperawatan, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
yang telah direncanakan sampai dengan evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan
maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif pada klien.

II. TUJUAN
1. Meningkatkan komunikasi teraupetik antara perawat, keluarga, dan pasien
2. Meningkatkan ketepatan identifikasi pasien
3. Mengetahui informasi terkait kondisi pasien

III. PENGORGANISASIAN
1. Hari/Tanggal, Tempat dan Waktu
Hari/tanggal : Minggu, 24 Oktober 2021
Tempat : Rumah Sakit Raden
Waktu : 08.00 – selesai
Topik : Ketepatan Identifikasi pasien dan Komunikasi Efektif
Sasaran : Pasien rawat inap dan keluarga

2. Metode dan Media


Metode : Roleplay
Media : Lembar pengkajian pasien, lembar serah terima pasien,
nursing kit, lembar informed strelisasi obat.
3. Tim Pelaksana
Kepala Ruangan (Karu) : Putri Fadila
Perawat 1 : Fina Sintia
Perawat 2 : Ravia Gustina
UGD1 (PUGD1) : Serly Fadila Riansyah
UGD 2 (PUGD2) : Rida Septiani
Petugas labor : Syifa Yunida Ihsani
Pasien : Ayu Prasetya Pratiwi
Suami pasien : Nur Alfi Syahri
Adek pasien : Auliah Triski Syahputri
Dokter : Nurlili
Pengunjung 1 : Adinda Putri Bestari
Pengunjung 2 : Andrisa Devitasari
Narator : Reda Evinta
IV. Mekanisme Roleplay

Tahap Kegiatan Tempat Waktu Pelaksana


Pra 1. KARU memberitahu perawat 1 Nurse 5 menit KARU, P1
Penerimaan bahwa akan ada pasien baru Station
pasien baru 2. Perawat 1 menyiapkan hal-hal
yang diperlukan dalam
penerimaan pasien baru,
diantaranya lembar pasien
masuk RS, lembar serah terima
pasien dari ruangan lain,
lembar pengkajian, lembar
informed conset, nursing kit,
lembar tata tertib pasien dan
lembar inventaris.
3. Perawat 1 meminta bantuan
Perawat 2 untuk
mempersiapkan tempat tidur
pasien baru
4. KARU menanyakan Kembali
pada perawat 1 tentang
kelengkapan untuk penerimaan
pasien baru
5. Perawat 1 menyebutkan hal-hal
yan telah dipersiakan
Pelaksanaan 1. KARU dan Perawat 1 Kamar 15 KARU,
penerimaan menyambut pasien dan Pasien menit P1, P2,
pasien baru keluarga dengan memberi PUGD
dan salam serta memperkenalkan
identifikasi diri pada klien/keluarga
pasien 2. Perawat 1 menunjukkan pada
pasien tempat tidur yang akan
ditempati dan meminta bantuan
perawat 2 untuk membantu
memindahkan pasien ke tempat
tidurnya
3. Perawat 1 menerima obat, alat,
data pemeriksaan penunjang
yang dibawa dan catatan
khusus kemudian
mendokumentasikan pada
lembar serah terima pasien dari
ruangan lain
4. Di tempat tidur pasien, Perawat
2 melakukan anamnesa dan
pengecekana identifikasi data
pasien secara akurat
5. Kemudian Perawat 2 mengisi
lembar pasien masuk serta
menjelaskan mengenai
beberapa hal yang tercantum
dalam lembar pasien baru
6. Menjelaskan tentang peraturan
yang harus diikuti pasien
seperti pemakaian gelang
selama rawat inap, keluarga
pasien yang kooperatif saat
perawat akan melakukan
tindakan dan peraturan
pengunjung
7. Setelah semua dijelaskan
perawat akan bertanya kembali
pada psien dan keluarga
mengenai hal-hal yang belum
dimengerti
8. Jika semua sudah dimengerti
perawat, pasien dan keluarga
menandatangani penerimaan
dan persetujuan-persetujuan
sentralisasi lain nya
9. Perawat 2 kembali ke nurse
station
Post 1. KARU memeriksa Nurse 5 menit KARU,
penerimaan kelengkapan dan ketepatan Station P1, P2
pasien baru pengisian dokumentasi pasien
2. KARU melakukan evaluasi
tentang orientasi yang telah
dilakukan perawat
3. KARU memberikan reward
kepada perawat yang telah
melaksanakan tugas nya
dengan baik
V. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
• Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
• peran dan tugas sesuai dengan perencanaan
2. Evaluasi Proses
• Pasien dan keluarga berperan aktif selama perawat menjelaskan penerapan enam
sasaran keselamatan pasien
3. Evaluasi Hasil
• Pasien dan keluarga sudah mengerti mengenai pemberian data diri yang tepat pada saat
mendaftar sesuai data diri yang dimiliki
• Pasien dan keluarga memahami bahwa selama rawat inap pasien harus menggunakan
gelang
• Pasien dan keluarga memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan gelang selama
rawat inap
• Pasien dan keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas oleh perawat saat
akan melakukan tindakan.
• Pasien dan keluarga mampu mewujudkan komunikasi efektif
MATERI PENYULUHAN

A. DEFENISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK/EFEKTIF


Hubungan terapeutik antara perawat klien adalah hubungan kerja sama yang ditandai
dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika membina hubungan
intim yang terapeutik, mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling
pengertian antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan
antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 dikutip
dari (Anjaswarni, 2018).

B. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK/EFEKTIF


1. Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan pikiran.
2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien.
3. Memperbaiki pengalaman emosional klien.
4. Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan perawat-klien. Apabila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan
perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang
mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

C. KEGUNAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK/EFEKTIF


1. Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
2. Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.
3. Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
4. Sebagai tolok ukur kepuasan pasien.
5. Sebagai tolok ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI TERAPEUTIK/EFEKTIF
1. Spesifikasi tujuan komunikasi. Komunikasi akan berhasil jika tujuan telah direncanakan
dengan jelas. Misalnya, tujuan komunikasi adalah mengubah perilaku klien, maka
komunikasi diarahkan untuk mengubah perilaku dari yang mala adaptif ke adaptif.
2. Lingkungan nyaman. Maksud lingkungan nyaman adalah lingkungan yang kondusif untuk
terjalinnya hubungan dan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat. Lingkungan yang
tenang/tidak gaduh atau lingkungan yang sejuk/tidak panas adalah lingkungan yang nyaman
untuk berkomunikasi. Lingkungan yang dapat melindungi privasi akan memungkinkan
komunikan dan komunikator saling terbuka dan bebas untuk mencapai tujuan.
3. Privasi (terpeliharanya privasi kedua belah pihak). Kemampuan komunikator dan
komunikan untuk menyimpan privasi masingmasing lawan bicara serta dapat menumbuhkan
hubungan saling percaya yang menjadi kunci efektivitas komunikasi.
4. Percaya diri. Kepercayaan diri masing-masing komunikator dan komunikan dalam
komunikasi dapat menstimulasi keberanian untuk menyampaikan pendapat sehingga
komunikasi efektif.
5. Berfokus kepada klien. Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan jika komunikasi
diarahkan dan berfokus pada apa yang dibutuhkan klien. Segala upaya yang dilakukan
perawat adalah memenuhi kebutuhan klien.
6. Stimulus yang optimal. Stimulus yang optimal adalah penggunaan dan pemilihan
komunikasi yang tepat sebagai stimulus untuk tercapainya komunikasi terapeutik.
7. Mempertahankan jarak personal. Jarak komunikasi yang nyaman untuk terjalinnya
komunikasi yang efektif harus diperhatikan perawat. Jarak untuk terjalinnya komunikasi
terapeutik adalah satu lengan (± 40 cm). Jarak komunikasi ini berbeda-beda tergantung pada
keyakinan (agama), budaya, dan strata sosial.

E. KOMUNIKASI SEBAGAI ELEMEN TERAPI


Komunikasi sebagai elemen terapi mempunyai makna bahwa komunikasi yang dilakukan
oleh perawat adalah mempunyai tujuan terapi atau memberikan efek penyembuhan buat klien.
Komunikasi adalah salah satu alat yang paling esensial bagi perawat. Dengan komunikasi
(verbal ataupun nonverbal), perawat dapat memberikan kesembuhan buat klien. Senyum
perawat, kesabaran, kelembutan, kata-kata yang tegas dan menyejukkan atau kata-kata yang
disampaikan dengan jelas dapat mempengaruhi perilaku klien untuk berbuat lebih baik dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatannya.
Pernahkah Anda melihat seorang perawat jiwa melakukan komunikasi dengan pasien untuk
mengubah atau memperbaiki perilakunya yang menyimpang? Lakukanlah pengamatan pada
perawat jiwa yang sedang berinteraksi dengan pasien!
Komunikasi sebagai elemen terapi sangat nyata sekali dilakukan dalam perawatan pada
pasien yang mengalami masalah psikososial atau mengalami gangguan jiwa. Untuk mengubah
dan membantu proses adaptasi pasien gangguan jiwa, satu-satunya alat kerja yang efektif untuk
mencapai kesembuhan pasien adalah komunikasi yang dilakukan perawat. Komunikasi yang
dilakukan perawat, baik verbal maupun nonverbal, dapat memberikan kesembuhan buat klien
(Anjaswarni, 2018).

F. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Pengertian Identifikasi Pasien
Identifikasi merupakan proses pengenalan, menempatkan obyek atau individu
dalam suatu kelas sesuai dengan karateristik tertentu (Bachtiar, 2012). Poerwadarminta
(2007) berpendapat bahwa identifikasi adalah penentuan atau penetapan identitas
seseorang atau benda.
Identifikasi adalah penerapan atau penentu ciri-ciri atau keterangan lengkap
seseorang (Hamzah, 2008). Menurut Hardawinati (2003) identifikasi adalah tanda
pengenal diri, penentu atau penetapan identitas seseorang dan pengenalan tanda-tanda
atau karateristik suatu hal berdasarkan pada tanda pengenal.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
identifikasi adalah penempatan atau penentuidentitas seseorang atau benda pada suatu
saat tertentu. Sedangkan identifikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengecekan ulang data pasien sebelum melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan
pada pasien untuk kepentingan masa perawatan selama di rumah sakit.
Proses identifikasi ini setidaknya memerlukan dua cara untuk mengidentifikasi
pasien, seperti nama, nomor identifikasi, tanggal lahir atau gelang berkode. Dalam hal
ini nomor kamar atau lokasi tidak digunakan.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan ketelitiam identifikasi pasien, salah satu alat yang digunakan adalah
gelang identitas pasien. Gelang identitas adalah suatu alat berupa gelang identifikasi
yang dipasangkan kepada pasien secara individual yang digunakan sebagai identitas
pasien selama dirawat di rumah sakit. Ada beberapa tindakan atau prosedur yang
membutuhkan identifikasi pasien, yaitu pemberian obat-obatan, prosedur pemeriksaan
radiologi, intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya seperti transfuse darah,
pengambilan sampel, transfer pasien dan konfirmasi kematian (Dale and Renner,
1997).
Gelang identifikasi dibedakan dalam beberapa warna dengan tujuan yang
berbeda-beda, yaitu:
1) Pink: pasien dengan jenis kelamin perempuan
2) Biru: pasien dengan jenis kelamin laki-laki
3) Merah: semua pasien yang memiliki alergi obat
4) Kuning: semua pasien dengan risiko jatuh
Ada 3 hal yang wajib ada pada gelang pengenal pasien(biru dan pink) untuk
mengidentifikasi pasien, yaitu : nama lengkap pasien, tanggal lahir dan nomor rekam
medis. Sedangkan untuk gelang alergi (merah) ada 4 hal yang wajib dicantumkan,
yaitu: nama lengkap, umur, nomor rekam medis dan jenis alergi pasien.

b. Tujuan Identifikasi Pasien


Rumah sakit terus mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Kebijakan dan prosedur secara kolaboratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses
yangdigunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau
produk darah, pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis atau
memberikan pengobatan atau tindakan lain. Berdasarkan standar akreditasi rumah sakit
tahun 2012 maksud dan tujuan identifiksi pasien yaitu menggunakan cara yang dapat
dipercaya dalam mengidentifikasi pasien sebagai indivisu yang mendapatkan
pelayanan atau pengobatan dan untuk menciocokkan pelayanan dan pengobatan
terhadap individu tersebut.
Menurut Peraturan Menteri kesehatan Nomor 1691, 2011 tujuan dan maksud
dari identifikasi adalah:
1) Untuk mengidentifikasi pasien yang akan menerima pelayanan atau pengobatan
2) Kesesuaian atau pengobatan terhadap individu tersebut
Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor identifikasi umumnya
digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas atau cara lain. Nomor
kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
c. Strategi dalam Identifikasi Pasien
Kegagalan yang sering terjadi pada saat melakukan identifikasi pasien secara
benar akan mengarah kepada tindakan dalam pemberian obat, pelaksanaan prosedur,
pemeriksaan klinis pada orang yang salah. Dalam rangka meminimalkan resiko
tersebut WHO Collaborating Center for Patient Safety Solutions menerbitkan 9 solusi
keselamatan Pasien Rumah Sakit (World Health Organization et al., 2007), di mana
pada solusi yang kedua adalah identifikasi pasien. Strategi yang ditawarkan dalam
identifikasi pasien tersebut adalah:
1) Pastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki system identifikasi pasien
a) Menekankan bahwa tanggungjawab utama perawat sebelum melakukan
perawatan, pengobatan, pengambilan specimen atau pemeriksaan klinis harus
memastikan identitas pasien secara benar.
b) Mendorong penggunaan setidaknya 2 identitas (nama dan tanggal lahir).
c) Standarisasi pendekatan untuk identifikasi pasien antara fasilitas yang berbeda
dalam sistem perawatan kesehatan.
d) Menyediakan protokol yang jelas untuk mengidentifikasi pasien dan untuk
membedakan identitas pasien dengan nama yang sama.
e) Mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam semua tahapan proses perawatan
di rumah sakit.
f) Mendorong pemberian label pada wadah yang digunakan untuk pengambilan
darah dan specimen lainnya.
g) Menyediakan protocol yang jelas untuk menjaga identitas sampel pasien saat
pra-analitis, analitis dan proses pascaanalitis.
h) Menyediakan protocol yang jelas untuk mempertanyakan hasil laboratorium
atau temuan tes lain ketika mereka tidak konsisten dengan riwayat klinis pasien.
i) Menyediakan pemeriksaan berulang dan review dalam rangka untuk mencegah
multiplikasi otomatis dari kesalahan entri pada komputer.
2) Memasukkan ke dalam program pelatihan atau orientasi tenaga kesehatan tentang
prosedur pemeriksaan/verifikasi identitas pasien.
3) Mendidik pasien tentang pentingnya dan relevansi identifikasi pasien yang benar
dengan cara yang positif yang juga menghormati kekhawatiran untuk privasi.
d. Hambatan dalam Identifikasi Pasien
Dalam proses identifikasi sering ditemukan timbulnya hambatan-hambatan.
Hambatan tersebut akan menimbulkan kegagalan dalam proses identifikasi.
Sebagaimana terdapat dalam 9 Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit (World Health
Organization et al.,2007), yaitu:
1) Kesulitan dalam mencapai perubahan perilaku individu untuk mematuhi
rekomendasi, termasuk penggunaan pintas dan workarounds.
2) Variasi proses antar organisasi dalam geografis daerah.
3) Variasi proses di mana mungkin ada fasilitas regional dikelola oleh praktisi yang
sama (misalnya colour code bandpergelangan tangan dengan arti yang berbeda
dalam berbagai organisasi).
4) Biaya yang terkait dengan solusi teknis yang potensial.
5) Integrasi teknologi dalam organisasi.
6) Persepsi penyedia layanan kesehatan dengan pasien terganggu oleh verifikasi
diulang identitas pasien.
7) Solusi teknologi yang gagal untuk mempertimbangkan realitas pengaturan
perawatan klinis.
8) Peningkatan beban kerja staf dan waktu yang dihabiskan yang bukan untuk
perawatan pasien.
9) Kesalahan mengetik dan memasukkan data pasien saat mendaftar pasien dalam
system komputerisasi.
10) Masalah budaya, termasuk:
a) Stigma terkait dengan penggunaan gelang identifikasi
b) Resiko tinggi kesalahan identifikasi pasien karena nama struktur, kemiripan
nama dan ketidakakuratan tanggal lahir untuk pasien usis lanjut
c) Pasien yang menggunakan kartu kesehatan milik orang lain dalam rangka untuk
mengakses layanan kesehatan
d) Pakaian yang menutupi identitas
e) Kurangnya keakraban nama lokal dengan meningkatkan jumlah petugas
kesehatan asing
11) Kurangnya penelitian data alas an ekonomi mengenai analisis biaya manfaat atau
laba investasi (ROI) untuk melaksanakan rekomendasi tersebut.
e. Alur Pelaksanaan Identifikasi Pasien
Pelaksanaan alur identifikasi pasien tentunya disesuaikan pada instansi rumah
sakit masing-masing.
f. Faktor yang Mempengaruhi Proses Identifikasi Pasien dengan Tepat
Menurut Anggraini et al. (2014), ada 3 hal yang menyebabkan terjadinya
kesalahan identifikasi, yaitu:
1) Kesalahan dalam penulisan meliputi labeling dan kesalahan dalam pengisian data
yang umumnya terjadi pada petugas registrasi.
2) Kesalahan dalam verifikasi. Kesalahan dalam hal verifikasi ini misalnya prosedur
verifikasi tidak ada dan prosedur verifikasi tidak dilaksanakan.
3) Masalah dalam komunikasi. Permasalahan yang terkait dengan hambatan
komunikasi adalah hambatan bahasa komunikasi, kondisi pasien serta kegagalan
serah terima tugas

Pendapat yang sama juga disampaikan dari laporan Departemen Kesehatan


Autralia Barat, bahwa hal yang berkontribusi dalam kesalahan identifikasi adalah
masalah komunikasi, kurang disiplin penerapan prosedur/checklist operasi dan
kegagalan dalam penerapan prosedur pemeriksaan yang benar (Snowball, 2014).
Prinsip pencegahan kesalahan yang dapat dilakukan meliputi (Anggraini et al.,
2014):
1) Membuat kebijakan dalam rangka mengurangi kesalahan identifikasi
2) Memberikan pelatihan dalam prosedur verifikasi melalui orientasi dan pendidikan
berkelanjutan
3) Melibatkan secara aktif pasien dan keluarga dengan cara memberikan edukasi
tentang resiko.
g. Akibat Kesalahan Identifikasi Pasien
Kelalaian rumah sakit terutama petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada pasien dapat mengakibatkan dampak yang negatif bagi
pasien. Dampak tersebut mulai dari cidera, cacat fisik, cacat permanen, bahkan sampai
kematian. Kesalahan atau kelalaian yang terjadi dapat disebabkan oleh kesalahan
manusia, kesalahan prosedur, salah diagnose dan juga salah dalam memberikan obat
(Yahya, 2006).

Kesalahan identifikasi pasien merupakan hal yang memiliki hubungan erat


dengan bahaya atau potensi yang berbahaya ketika menghubungkan individu tertentu
dalam sebuah tindakan atau pelayanan kesehatan. Kesalahan identifikasi pasien
memiliki potensi untuk menimbulkan terjadinya insiden keselamatan pasien antara lain
adverse event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), near miss atauKejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera (KPC) dan Kejadian Tidak Cedera (KTC)
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T. (2018). Komunikasi dalam Keperwatan. Journal of Materials Processing


Technology, 1(1), 1–223.
http://dx.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.2016.12
.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet
.2019.04.024%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.127252%0Ahttp://dx.doi.o

Anda mungkin juga menyukai