Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

EDUKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA DENGAN PASIEN


DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Komariah, S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4B

Gabriela Pricilia Sianturi G1B121042


Karina Lorensa G1B121044
Rani Alviana G1B121046
Anisa Nursyifa G1B121048
Elsa Adelia Putri G1B121050
Bela Amallia G1B121052
Icu Saskiah G1B121084
Branata Esa Wirayudha G1B121086
Ratna Darma Adila G1B121088
Shelly Afriani G1B121090
Fidelis N G1B121092
Chika Khansa Fathiya G1B121094

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI
2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN
EDUKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA DENGAN
PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Pokok bahasan : Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga Dengan Pasien


Demam Berdarah Dengue (DBD)

Sub pokok bahasan : Definisi Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga, Prinsip


Prinsip Perawatan Pada Keluarga, Faktor Yang
Mempengaruhi Komunikasi Dalam Keluarga, Bentuk
Komunikasi Dalam Keluarga. Pengertian DBD, Faktor
Resiko DBD, Penularan DBD, Pencegahan DBD,
Pengobatan DBD.

I. LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki oleh
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Komunikasi
yang diterapkan oleh perawat kepada klien merupakan komunikasi terapeutik
(therapeutic communication). Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman
bersama antara perawat dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien (Mundakir, 2006:116). Dalam hubungan ini, klien merasa
dihargai, diterima, dan diarahkan. Klien dengan sukarela akan
mengekspresikan perasaan dan pikirannya, sehingga beban emosi dan
ketegangan yang dirasakannya dapat hilang sama sekali dan kembali seperti
semula. Komunikasi terapeutik memandang gangguan kesehatan yang
bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk
mengungkapkan dirinya (Marhaeni, 2009:5). Oleh karena itu, tujuan dari
komunikasi terapeutik adalah membantu pasien memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran, membantu mengambil tindakan yang efektif
untuk pasien, membantu memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan diri
sendiri.
Komunikasi terapeutik ini terlihat jelas dalam tindakan keperawatan
yaitu komunikasi antara perawat dan pasien yang merupakan salah satu hal
yang harus dikuasai oleh perawat. Hal itu akan menentukan keberhasilan
komunikasi
terapeutik yang dilakukan dalam kesembuhan pasien. Perlu adanya hubungan
saling percaya yang didasari oleh keterbukaan, memahami dan pengertian
akan kebutuhan, harapan dan kepentingan masing-masing.
DBD/Dengue Haemorrhagir Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong Arbovirus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
(betina), terutama menyerang anak remaja dan dewasa yang seringkali
menyebabkan kematian (Effendy, 1995). Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang
jumlah penderitanya cenderung meningkat danm penyebaranya semakin luas
dan penyakit ini merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-
anak (Widiyono, 2008).
Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dianjurkan untuk banyak
istirahat dan cukup minum agar tidak mengalami dehidrasi. Hingga saat ini,
belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan Demam Berdarah Dengue
(DBD). Risiko Demam Berdarah Dengue (DBD)menyebabkan kematian
ketika penderitanya mengalami syok karena perdarahan. Pemberian obat
hanya ditujukan untuk mengurangi gejala demam dan nyeri, serta mencegah
komplikasi. (Kemenkes RI, 2019c).
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak hanya disebabkan oleh
nyamuk melainkan juga oleh perilaku manusia yang tidak melakukan pola
hidup sehat dan acuh pada lingkungan yang menjadi tempat sarang nyamuk.
Perilaku tersebut misalnya membiarkan pakaian bekas pakai tergantung, tidak
menguras bak, membiarkan genangan air disekitar tempat tinggal.
Oleh karena itu, komunikasi terapeutik lebih diutamakan dilakukan
oleh seorang perawat karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling
lama dan sering berinteraksi dengan pasien/klien. Komunikasi terapeutik juga
memerlukan empati dari seorang perawat sehingga perawat dapat merasakan
apa yang diderita oleh pasien sehingga proses penyembuhan dapat lebih
mudah dilakukan. Komunikasi terapeutik juga bisa dikolaborasikan dengan
komunikasi interpersonal pada keluarga. Menurut Rakhmat (2001), apabila
suasana komunikasi interpersonal terjalin dengan baik maka akan
menimbulkan
persahabatan yang tinggi, mereka saling melakukan tukar respon emosional
secara aktif, dan berdampak pada efektivitas menurunkan tegangan akibat
peristiwa yang dialaminya termasuk penyakit yang dialaminya.
II. TUJUAN
1. Meningkatkan komunikasi teraupetik antara perawat, keluarga, dan pasien
2. Meningkatkan edukasi penyakit pasien
3. Mengetahui informasi terkait kondisi pasien
III. PENGORGANISASIAN
a. Hari/Tanggal, Tempat dan Waktu
Hari/tanggal : Rabu, 24 Agustus 2022
Setting tempat : RS Kota Jambi

Keterangan :
- Pasien =
- Keluarga =
- Perawat =

Waktu : 08.00 – 08.30 WIB (30 menit)


Topik : Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga
Sasaran : Pasien rawat inap dan keluarga
b. Metode dan Media
Metode : Roleplay
Media : Lembar pengkajian pasien & Nursing Kit
c. Tim Pelaksana
Perawat : Shelly Afriani
Pasien : Karina Lorenza
Keluarga : Chika Khansa Fathiya
IV. MEKANISME ROLEPLAY
Tahap Kegiatan Tempat Waktu Pelaksana
Pra 1. Perawat Diruang 10 menit Perawat,
Perkenalan/Fase memperkenalkan diri inap/kamar pasien dan
Orientasi 1 kepada Keluarga pasien keluarga
pasien, menjelaskan
kontrak waktu, dan
menjelaskan tujuan
perawat tersebut

Fase Kerja 1. Perawat meminta Diruang 15 menit Perawat,


izin memeriksa inap/kamar pasien dan
keadaan pasien pasien keluarga
2. Perawat bertanya
kepada Keluarga
pasien setelah
memeriksa keadaan
pasien
3. Perawat menjelaskan
mengenai penyakit
DBD yang diderita
pasien serta memberi
tahu cara
pencagahannya
4. Perawat tetap
menjaga kontak
mata
5. Perawat memberikan
tips atau motivasi
untuk pasien
Fase Terminasi 1. Perawat Diruang 10 menit Perawat 1 dan
mempersilahkan inap/kamar 2, serta tim
keluarga atau pasien fogging
pasien untuk
bertanya
2. Perawat menjawab
pertanyaan
tersebut dengan
Bahasa yang bisa
dimengerti
keluarga dan
pasien
3. Perawat
mengatakan jika
membutuhkan
sesuatu bisa pencet
tombol disamping
pasien
4. Perawat pamit
kepada pasien dan
keluarga
V. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Sasaran perawat tepat pada posisi yang direncanakan

 Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan;

2. Evaluasi Proses

 Keluarag dan pasien terbuka kepada perawat

 Keluarga mendengarkan penjelasan dengan baik dan bertanya

 Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan SAP yang telah dibuat.

3. Evaluasi Hasil

 Perawat mampu berkomunikasi secara terapeutik dengan keluarga pasien

 Perawat mampu memberikan umpan balik yang baik terhadap keluarga dan pasien

 Perawat menyampaikan materi dengan baik dan lancar sesuai dengan


materi SAP
MATERI PENYULUHAN

1. Komunikasi tereupeutik pada keluarga

Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.


Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,
yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-
nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Keluarga merupakan unit terkecil
setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan atau sebagai penerima
asuhan keperawatan. Salah satu aspek terpenting dari keperawatan keluarga
adalah pemberian asuhan pada unit keluarga.

Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling mendasar


dan menjadi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan pelayanan
atau asuhan keperawatan karena perawat secara terus-menerus selama 24 jam
bersama pasien. Dalam setiap aktivitasnya, perawat menggunakan komunikasi.
Pengetahuan tentang komunikasi dan komunikasi terapeutik sangat penting terkait
dengan tugas- tugas dalam melakukan asuhan keperawatan dan dalam melakukan
hubungan profesional dengan tim kesehatan lainnya.

Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu


pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi
suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling
membagi pengertian. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai
kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan
masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam
kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan. Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga
Menurut Kumar (Wijaya,1987) adalah sebagai berikut:

a) Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk
terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi
dalam komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan
tanggapan secara jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang
diungkapkannya.
b) Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang
dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan
ataupun tanggapan orang tersebut.
c) Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam
melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini
lebih diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga.
d) Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa
yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e) Kesamaan (Equality)
Kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan
orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.

2. Prinsip-prinsip perawatan keluarga adalah sebagai berikut:

1. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.


2. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai
tujuan utama.
3. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai
peningkatan kesehatan keluarga.
4. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat
melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah
dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.
5. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan
preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
3. Faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga
a) Citra diri dan citra orang lain
Citra diri atau merasa diri, maksudnya sama saja. Ketika orang
berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, dua mempunyai citra
diri dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Setiap orang
mempunyai gambaran-gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya,
kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan
bagaimana ia bicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya,
didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung di
sekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi
orang.
Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempegaruhi cara dan
kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran
tentang khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai
manusia yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus diatur, maka ia
berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus
saling berkaitan, saling lengkap melengkapi . perpaduan kedua citra itu
menentukan gaya dan cara komunikasi.
b) Suasana psikologis
Suasana psikologis diakui memperngaruhi komunikasi.
Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih,
bingung marah, merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, dan
suasana psikologis lainnya.
c) Lingkungan fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan
gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam
keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua
lingkungan ini berbeda. Suasana dirumah bersifat informal, sedangkan
suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang
berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma
yang harus di taati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat
norma.
d) Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang
sangat penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga
dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin
akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam
kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e) Etika Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua anak pasti menggunakan
bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu
kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada
anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi
dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili
suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam
berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
f) Perbedaaan usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak
bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak
bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada
remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.

4. Bentuk Komunikasi dalam Keluarga


Bentuk komunikasi keluarga ditandai dengan interaksi keluarga satu
sama lain. Ada empat bentuk interaksi keluarga, sebagai berikut (Djamarah,
2014) :
1) Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami-istri disini lebih menekankan
pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga.

2) Komunikasi orang tua dan anak

Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu
ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik
anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat
dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di
mana natara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,
informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin
karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif,
kesamaan antara orang tua dan anak.
3) Komunikasi ayah dan anak

Komunikasi di sini mengarah pada perlindungan ayah terhadap


anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada
pengambilan keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung
meminta dan menerima.

4) Komunikasi anak dan anak lainnya

Komunikasi terjadi antara anak satu dengan anak lainnya. Di mana


anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang
masih muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor
kelahiran.

5. Pengertian DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue I, II, III dan IV yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah atau lesu,gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda
pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan (petechie), lebam (echymosis),
atau ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah,
kesadaran menurun atau renjatan (shock).(20) Demam berdarah atau demam
berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam berdarah akut yang
disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus
dikenal dengan nama Virus Dengue. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis
dan disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti.

6. Faktor Resiko DBD


Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) sebagai berikut:
1) Faktor Lingkungan

Lingkungan fisik yaitu seperti ketinggian tempat, curah hujan,


kelembaban, suhu, ruang gelap, pemasangan kawat kasa, ventilasi, dan
tempat penampungan air (TPA).Lingkungan biologi yang mempengaruhi
penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman
pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban didalam
rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat.

a. Ketinggian Tempat

Variasi dari suatu ketinggian berpengaruh terhadap kepadatan


nyamuk Aedes Aegypti. Di Indonesia Aedes Aegypti dapat hidup pada
ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Tidak
ditemukan nyamuk Aedes Albopictitus karena ketinggian tersebut, suhu
terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk

b. Curah Hujan
Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan
dan menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama
musim hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk.

c. Ruang Gelap

Nyamuk Aedes Aegypti bersifat diurnal atau aktif pagi hingga


siang hari, nyamuk biasanya beristirahat pada benda-benda yang
menggantung di dalam rumah seperti gorden, kelambu, dan pakaian
diruang yang gelap.

d. Kelembaban Udara

Umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kelembaban


yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, Secara umum penilaian
kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut
indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi
syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-70% dan kelembaban
udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <40% atau >70%.
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis agar
aman bagi penguhinya, salah satunya adalah lantai harus kedap air.

e. Suhu

Nyamuk Aedes Aegypti dapat bertahan hidup pada suhu rendah,


tetapi metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun
sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih dari 35oC juga
mengalami perubahan dalam arti lebih lambat terjadinya proses fisiologis.
Telur nyamuk Aedes Aegypti di dalam air dengan suhu 20-40oC akan
menetas menjadi jentik dalam wkatu 1-2 hari.
f. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi, salah satunyayaitu


menjaga agar sirkulasi udara didalam rumah tersebut lancar. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah dan
menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan baik. Tingkat
kelembaban optimum nyamuk antara 60 % - 80 %, luas ventilasi alamiah
yang permanen minimal >10% dari luas lantai.

g. Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan


nyamuk Aedes Aegypti.

h. Jarak Antar Rumah

Jarak antar rumah dapat mempengaruhi penyebaran nyamuk dari


satu rumah ke rumah yang lain.

i. Kepadatan Hunian

Ketidakseimbangan antara luas rumah dengan jumlah penghuni


akan menyebabkan suhu didalam rumah menjadi tinggi dan hal ini dapat
mempercepat penularan DBD. Tidak padat hunian (memenuhi syarat)
adalah jika luas >9 m2per orang dan padat penghuni jika luas < 9 m2 per
orang.

Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes


aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap
darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi
didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya
mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam
berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari
sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk
termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah
penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah
mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum
mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis)
agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004).

2. Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Salah satu caranya adalah dengan melakukan PSN 3M Plus.

1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang


sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum
dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan
air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun
pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus
hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan
air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai
kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat
lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
3. Mengubur benda- benda yang dapat digenangi air seperti ban bekas,
kaleng bekas dsb.

3. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


1) Terapi non obat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatis dan suportif,
yaitu mengatasai kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi. Pada pasien DBD dapat terjadi peningkatan nilai hematokrit, jika
nilai hematokrit meningkat lebih dari 20% mencerminkan perembesan
plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Tujuan
pemberian cairan oral adalah untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan
oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah, atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi
karena demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Penderita DBD perlu diberi
minum sebanyak mungkin, dapat diberikan berupa air teh manis, sirup
atau susu, dan dapat diberikan juga oralit (Anonim, 2004).

2) Terapi Obat-obatan
a) Antipiretik

Obat antipiretik diberikan bila suhu tubuh lebih dari 38.5°C. Obat
antipiretik diberikan apabila diperlukan. Obat antipiretik digunakan
bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh menjadi dibawah 39° C.
Antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol, sedangkan asetosal tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis
(Anonim, 2004).

b) Antibiotik

Belum ada bukti yang mendukung penggunaan antibiotik pada pasien


DBD (Anonim, 2010). Pertimbangan pemberian antibiotik pada keadaan
syok mengingat kemungkinan adanya kejadian infeksi sekunder dengan
translokasi dari saluran cerna. Antibiotik yang digunakan hendaknya yang
tidak berefek terhadap sistem pembekuan (Anonim, 2004).

c) Antisedatif
Antisedatif dibutuhkan terutama pada pasien yang sangat gelisah.
Obat hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, kloralhidrat oral atau rektal
dianjurkan dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg tidak lebih dari 1 jam digunakan
sebagai satu macam obat hipnotik (Soegijanto, 2006).

d) Antikonvulsan

Anti konvulsan seperti diazepam, fenobarbital atau largaktil diberikan


apabila terdapat indikasi kejang (Anonim, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, Tri.2016.Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Komunikasi Dalam


Keperawatan.Jakarta : Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia.

Siregar, 2004, Epidemiologi Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di


Indonesia,

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2019. “Upaya


Pencegahan DBD dengan 3M Plus”. http://promkes.kemkes.go.id/upaya-
pencegahan-dbd-dengan3m-plus

Anda mungkin juga menyukai