Anda di halaman 1dari 22

SATUAN ACARA PENYULUHAN

EDUKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA DENGAN


PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Dosen Pembimbing:
Ns. Kamariyah, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 3


Reza Nafasha G1B120004
Dewi Anggi Saputri G1B120008
Meli Alisia G1B120013
Putri Fadila G1B120017
Nur Alfi Syahri G1B120023
Nur Cahaya Kusuma G1B120029
Gusmarta G1B120034
Vebyola Viona G1B120037
Nadila Trifani G1B120042
Sabina Noviazana G1B120047
Elliza Puspika Sari G1B120052
Stefi Maizu Putri G1B120059
Khayla Dzahabiya G1B120065

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
EDUKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA DENGAN
PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Pokok bahasan : Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga Dengan Pasien


Demam Berdarah Dengue (DBD)

Sub pokok bahasan : Definisi Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga, Prinsip


Prinsip Perawatan Pada Keluarga, Faktor Yang
Mempengaruhi Komunikasi Dalam Keluarga, Bentuk
Komunikasi Dalam Keluarga. Pengertian DBD, Faktor
Resiko DBD, Penularan DBD, Pencegahan DBD,
Pengobatan DBD.

I. LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki oleh
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Komunikasi yang
diterapkan oleh perawat kepada klien merupakan komunikasi terapeutik
(therapeutic communication). Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman
bersama antara perawat dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien (Mundakir, 2006:116). Dalam hubungan ini, klien merasa
dihargai, diterima, dan diarahkan. Klien dengan sukarela akan mengekspresikan
perasaan dan pikirannya, sehingga beban emosi dan ketegangan yang
dirasakannya dapat hilang sama sekali dan kembali seperti semula. Komunikasi
terapeutik memandang gangguan kesehatan yang bersumber pada gangguan
komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya
(Marhaeni, 2009:5). Oleh karena itu, tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran,
membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan diri sendiri.
Komunikasi terapeutik ini terlihat jelas dalam tindakan keperawatan
yaitu komunikasi antara perawat dan pasien yang merupakan salah satu hal yang
harus dikuasai oleh perawat. Hal itu akan menentukan keberhasilan komunikasi
terapeutik yang dilakukan dalam kesembuhan pasien. Perlu adanya hubungan
saling percaya yang didasari oleh keterbukaan, memahami dan pengertian akan
kebutuhan, harapan dan kepentingan masing-masing.
DBD/Dengue Haemorrhagir Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong Arbovirus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
(betina), terutama menyerang anak remaja dan dewasa yang seringkali
menyebabkan kematian (Effendy, 1995). Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang
jumlah penderitanya cenderung meningkat danm penyebaranya semakin luas
dan penyakit ini merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-
anak (Widiyono, 2008).
Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dianjurkan untuk banyak
istirahat dan cukup minum agar tidak mengalami dehidrasi. Hingga saat ini,
belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan Demam Berdarah Dengue
(DBD). Risiko Demam Berdarah Dengue (DBD)menyebabkan kematian ketika
penderitanya mengalami syok karena perdarahan. Pemberian obat hanya
ditujukan untuk mengurangi gejala demam dan nyeri, serta mencegah
komplikasi. (Kemenkes RI, 2019c).
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak hanya disebabkan oleh
nyamuk melainkan juga oleh perilaku manusia yang tidak melakukan pola
hidup sehat dan acuh pada lingkungan yang menjadi tempat sarang nyamuk.
Perilaku tersebut misalnya membiarkan pakaian bekas pakai tergantung, tidak
menguras bak, membiarkan genangan air disekitar tempat tinggal.
Oleh karena itu, komunikasi terapeutik lebih diutamakan dilakukan oleh
seorang perawat karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama
dan sering berinteraksi dengan pasien/klien. Komunikasi terapeutik juga
memerlukan empati dari seorang perawat sehingga perawat dapat merasakan
apa yang diderita oleh pasien sehingga proses penyembuhan dapat lebih mudah
dilakukan. Komunikasi terapeutik juga bisa dikolaborasikan dengan
komunikasi interpersonal pada keluarga. Menurut Rakhmat (2001), apabila
suasana komunikasi interpersonal terjalin dengan baik maka akan menimbulkan
persahabatan yang tinggi, mereka saling melakukan tukar respon emosional
secara aktif, dan berdampak pada efektivitas menurunkan tegangan akibat
peristiwa yang dialaminya termasuk penyakit yang dialaminya.
II. TUJUAN
1. Meningkatkan komunikasi teraupetik antara perawat, keluarga, dan pasien
2. Meningkatkan edukasi penyakit pasien
3. Mengetahui informasi terkait kondisi pasien
III. PENGORGANISASIAN
a. Hari/Tanggal, Tempat dan Waktu
Hari/tanggal : Rabu, 24 November 2021
Tempat : RS Kota Jambi
Waktu : 08.00 – 08.30 WIB (30 menit)\
Topik : Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga
Sasaran : Pasien rawat inap dan keluarga
b. Metode dan Media
Metode : Roleplay
Media : Lembar pengkajian pasien & Nursing Kit
c. Tim Pelaksana
Perawat 1 : Vebyola Viona
Perawat 2 : Elliza Puspika S
Perawat 3 : Reza Nafasha
Perawat 4 : Nur Alfi S
Petugas Fogging : Meli Alisia
Rekan Petugas : Khayla Dzahabiya
Pasien 1 : Gusmarta
Pasien 2 : Nur Cahaya K
Ibu Pasien : Sabina Novianza
Ayah Pasien : Dewi Anggi Saputri
Nenek Pasien : Stefi Maizu P
Tante Pasien : Nadila Trifani
Paman Pasien : Putri Fadila
IV. MEKANISME ROLEPLAY
Tahap Kegiatan Tempat Waktu Pelaksana
Pra 1. Perawat 1 dan Diruang 10 menit Perawat 1 dan
Perkenalan/Fase perawat 2 inap/kamar Perawat 2
Orientasi 1 memperkenalkan diri pasien
kepada orang tua
pasien dan
menjelaskan tujuan
mereka
2. Perawat 1 dan
perawat 2 berbagi
tugas untuk
memeriksa keadaan
pasien 1 dan pasien 2
3. Perawat 1 dan
perawat 2 bertanya
kepada orang tua
pasien setelah
memeriksa keadaan
pasien
Fase Kerja 1. Perawat 3 dan Diruang 15 menit Perawat 3 dan
perawat 4 inap/kamar Perawat 4
memperkenalkan diri pasien
kepada keluarga
pasien
2. Perawat 3 dan
perawat 4 melakukan
pemeriksaan
terhadap pasien
3. Perawat 3 dan
perawat 4
menjelaskan
mengenai penyakit
DBD yang diderita
pasien serta memberi
tahu cara
pencagahannya
4. Perawat 3 dan
perawat 4
memberitahu
keluarga pasien
bahwa tim fogging
akan datang
kerumahnya
Fase Terminasi 1. Perawat 1 dan Diruang 10 menit Perawat 1 dan
perawat 2 datang ke inap/kamar 2, serta tim
ruang inap pasien pasien fogging
dengan 2 orang
petugas fogging
sesuai waktu kontrak
yang telah di
sepakati di tindakan
sebelumnya
2. Tim fogging
menjelaskan
prosedur kerja yang
akan di lakukan
3. Perawat 1
mengontrak waktu
untuk kembali besok
memeriksa keadaan
pasien

V. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Tim penyuluh dan sasaran tepat pada posisi yang direncanakan;

 Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan;

 Pengorganisasian dan persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan 60 menit


sebelum pelaksanaan dan saat penyuluhan dilaksanakan.

 Kontrak dengan sasaran dilaksanakan 1 hari sebelum pelaksanaan

2. Evaluasi Proses

 Penyaji mampu menguasai materi penyuluhan yang disampaikan;

 Keluarga mendengarkan penjelasan dengan baik dan aktif bertanya dalam


penyuluhan

 Selama penyuluhan berlangsung tidak ada keluarga yang meninggalkan


tempat.

 Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan SAP yang telah dibuat.


3. Evaluasi Hasil

 Acara dimulai jam 10.00 WIB dan berakhir pada jam 10.30 WIB

 Acara berlangsung sesuai dengan rundown acara dan tidak terjadi hambatan

 Penyaji menyampaikan materi dengan baik dan lancar sesuai dengan materi
SAP

 Keluarga terbukti memahami materi yang telah disampaikan penyaji dapat


diketahui dengan presentase hasil post test dan pre test

 Pelaksanaan sesuai dengan SAP yang telah di buat.

 Minimal 80% dari keluarga yang mengikuti penyuluhan mampu


menyebutkan definisi komunikasi terapeutik

 Minimal 80% dari peserta yang mengikuti penyuluhan mampu


menyebutkan manfaat dan tujuan dari komunikasi terapeutik
MATERI PENYULUHAN

1. Komunikasi tereupeutik pada keluarga

Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.


Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-
nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Keluarga merupakan unit terkecil
setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan atau sebagai penerima
asuhan keperawatan. Salah satu aspek terpenting dari keperawatan keluarga adalah
pemberian asuhan pada unit keluarga.

Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling mendasar


dan menjadi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan pelayanan atau
asuhan keperawatan karena perawat secara terus-menerus selama 24 jam bersama
pasien. Dalam setiap aktivitasnya, perawat menggunakan komunikasi. Pengetahuan
tentang komunikasi dan komunikasi terapeutik sangat penting terkait dengan tugas-
tugas dalam melakukan asuhan keperawatan dan dalam melakukan hubungan
profesional dengan tim kesehatan lainnya.

Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu


pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi
suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling
membagi pengertian. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai
kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan
masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam
kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan. Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga
Menurut Kumar (Wijaya,1987) adalah sebagai berikut:

a) Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk
terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi
dalam komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan
tanggapan secara jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang
diungkapkannya.
b) Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang
dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan
ataupun tanggapan orang tersebut.
c) Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam
melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini
lebih diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga.

d) Perasaan Positif (Positiveness)


Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa
yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e) Kesamaan (Equality)
Kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan
orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.

2. Prinsip-prinsip perawatan keluarga adalah sebagai berikut:

1. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.


2. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai
tujuan utama.
3. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai
peningkatan kesehatan keluarga.
4. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat
melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah
dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.
5. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan
preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
6. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga memanfaatkan
sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan
keluarga.
7. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
8. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan
kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan
menggunakan proses keperawatan.
9. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga
adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan
dasar/perawatan di rumah.
10. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.

3. Faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga


a) Citra diri dan citra orang lain
Citra diri atau merasa diri, maksudnya sama saja. Ketika orang
berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, dua mempunyai citra
diri dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Setiap orang mempunyai
gambaran-gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan
kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia
bicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya,
bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya.
Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang.
Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempegaruhi cara dan
kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran
tentang khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai
manusia yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus diatur, maka ia
berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus
saling berkaitan, saling lengkap melengkapi . perpaduan kedua citra itu
menentukan gaya dan cara komunikasi.
b) Suasana psikologis
Suasana psikologis diakui memperngaruhi komunikasi. Komunikasi
sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung marah,
merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis
lainnya.
c) Lingkungan fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan
gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga
berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan
ini berbeda. Suasana dirumah bersifat informal, sedangkan suasana di
sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung
dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus di
taati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d) Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh
pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan
pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang
membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e) Etika Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua anak pasti menggunakan bahasa
sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa
yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat
mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain
kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek
yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut
untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator
dan komunikasi.
f) Perbedaaan usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa
berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara.
Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja.
Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.
4. Bentuk Komunikasi dalam Keluarga
Bentuk komunikasi keluarga ditandai dengan interaksi keluarga satu
sama lain. Ada empat bentuk interaksi keluarga, sebagai berikut (Djamarah,
2014) :
1) Komunikasi orang tua yaitu suami-istri

Komunikasi orang tua yaitu suami-istri disini lebih menekankan


pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga.

2) Komunikasi orang tua dan anak

Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu
ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik
anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat
dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana
natara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,
informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin
karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif,
kesamaan antara orang tua dan anak.

3) Komunikasi ayah dan anak

Komunikasi di sini mengarah pada perlindungan ayah terhadap


anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada
pengambilan keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung
meminta dan menerima.

4) Komunikasi anak dan anak lainnya

Komunikasi terjadi antara anak satu dengan anak lainnya. Di mana


anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang
masih muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.
5. Pengertian DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue I, II, III dan IV yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah atau lesu,gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda
pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan (petechie), lebam (echymosis),
atau ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah,
kesadaran menurun atau renjatan (shock).(20) Demam berdarah atau demam
berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam berdarah akut yang disebabkan
oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus dikenal dengan
nama Virus Dengue. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan disebarkan
kepada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti.

6. Faktor Resiko DBD


Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) sebagai berikut:
1) Faktor Lingkungan

Lingkungan fisik yaitu seperti ketinggian tempat, curah hujan,


kelembaban, suhu, ruang gelap, pemasangan kawat kasa, ventilasi, dan
tempat penampungan air (TPA).Lingkungan biologi yang mempengaruhi
penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman
pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban didalam
rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat.

a. Ketinggian Tempat

Variasi dari suatu ketinggian berpengaruh terhadap kepadatan


nyamuk Aedes Aegypti. Di Indonesia Aedes Aegypti dapat hidup pada
ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Tidak
ditemukan nyamuk Aedes Albopictitus karena ketinggian tersebut, suhu
terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk

b. Curah Hujan
Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan
menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim
hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk.

c. Ruang Gelap

Nyamuk Aedes Aegypti bersifat diurnal atau aktif pagi hingga siang
hari, nyamuk biasanya beristirahat pada benda-benda yang menggantung di
dalam rumah seperti gorden, kelambu, dan pakaian diruang yang gelap.

d. Kelembaban Udara

Umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kelembaban


yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, Secara umum penilaian
kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut
indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat
kesehatan dalam rumah adalah 40-70% dan kelembaban udara
yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <40% atau >70%. Komponen
rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis agar aman bagi
penguhinya, salah satunya adalah lantai harus kedap air. Jenis lantai tanah
menyebabkan kondisi rumah menjadi lembab yang memungkinkan segala
bakteri berkembangbiak. Hal ini menyebabkan kondisi ketahanan tubuh
menjadi lebih buruk, sehingga dapat menyebabkan gangguan atau penyakit
terhadap penghuninya dan memudahkan seseorang terinfeksi penyakit.

e. Suhu

Nyamuk Aedes Aegypti dapat bertahan hidup pada suhu rendah,


tetapi metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun
sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih dari 35oC juga mengalami
perubahan dalam arti lebih lambat terjadinya proses fisiologis. Telur
nyamuk Aedes Aegypti di dalam air dengan suhu 20-40oC akan menetas
menjadi jentik dalam wkatu 1-2 hari.
f. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi, salah satunyayaitu


menjaga agar sirkulasi udara didalam rumah tersebut lancar. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah dan
menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan baik. Tingkat
kelembaban optimum nyamuk antara 60 % - 80 %, luas ventilasi alamiah
yang permanen minimal >10% dari luas lantai.

g. Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan


nyamuk Aedes Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Tempat penampungan air bersih (tempayan, bak mandi, bakWC,


drum, bak penampungan air, ember, dll)
 Tempat penampungan air untuk keperluan tertentu (tempat minum
hewan, barang-barang bekas, vas bunga, dll)
 Tempat penampungan air alami (lubang pohon, lubang batu,
tempurung kelapa, kulit kerang, potongan bambu) Pada dasarnya di
anjurkan untuk membersihkan tempat penampungan air minimal satu
minggu sekali agar bebas dari jentik nyamuk.
h. Jarak Antar Rumah

Jarak antar rumah dapat mempengaruhi penyebaran nyamuk dari


satu rumah ke rumah yang lain.

i. Kepadatan Hunian

Ketidakseimbangan antara luas rumah dengan jumlah penghuni


akan menyebabkan suhu didalam rumah menjadi tinggi dan hal ini dapat
mempercepat penularan DBD. Tidak padat hunian (memenuhi syarat)
adalah jika luas >9 m2per orang dan padat penghuni jika luas < 9 m2 per
orang.
j. Ikan Pemakan Jentik

Yang termasuk lingkungan biologi seperti ada atau tidaknya


memelihara ikan pemakan jentik. Hal tersebut berpengaruh terhadap
kepadatan jentik di tempat penampungan air atau kontainer. Memelihara
ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupang/tempalo dan lain-lain).

2) Faktor Perilaku

Ada beberapa macam teori tentang perilaku, antara lain perilaku


merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
praktek. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek fisik, psikis dan
sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan
seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang
ditentukan dan dipengaruhi faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan
sosial budayaPerilaku seseorang yang diukur dari pengetahuan, sikap dan
praktek dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang


melakukan penginderaan suatu objek tertentu melalui pasca indera manusia.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang mengenai
praktek 3M yang terdiri dari praktek menguras tempat penampungan air
kurang dari seminggu sekali, praktek menutup tempat penampungan air, dan
praktek membuang atau mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi
tempat penampungan air sehingga dapat mempengaruhi keadaan jentik
nyamuk Aedes Aegypti. Pengetahuan dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain tingkat pendidikan, umur, pekerjaan, dan kultur setempat. Semakin
tinggi pendidikan maka semakin besar kemampuan menyerap informasi.
Pendidikan merupakan faktor yang paling kuat dalam pengetahuan.
Pendidikan tidak mutlak harus pendidikan formal, tetapi dapat berupa
pendidikan non formal melalui buku, poster, media masa, penyuluhan oleh
petugas kesehatan dan lain-lain

b. Sikap

Sikap adalah suatu pernyataan evaluatif tentang objek, orang atau


kejadian-kejadian. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh pengalaman
pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi
atau lembaga tertentu serta faktor emosi dalam diri individu yang
bersangkutan. Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap sesuatu stimulus atau objek, manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah
dipengaruhi) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan
yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut, secara
definitif siakp berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikiran yang
dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang
diorganisasi melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau
tidak langsung pada perilaku.

c. Praktek

Praktek dipengaruhi oleh kehendak, sedangkan kehendak


dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh
keyakinan oleh pendapat orang lain serta motifasi untuk menaati pendapat
tersebut. Praktek individu terhadap objek dipengaruhi oleh persepsi individu
tentang kegawatan ojek, kerentanan, faktor sosio psikologi, faktor sosio
demografi, pengaruh media masa, anjuran orang lain serta perhitungan
untung rugi dan prakteknya tersebut. Praktek
dibentuk oleh pengalaman. Interaksi individu dengan lingkungan,
khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap suatu objek.
Media masa mempunyai peran sebagai penyampaian pesan layanan
kesehatan (PSN-3M dan penyakit DBD) melalui media masa seperti
televisi, koran, maupun radio diharapkan mampu merubah praktek dalam
melakukan pemberantasan dengue. Selain PSN 3M tersebut, pemasangan
kawat kasa juga dapat mempengaruhi faktor perilaku karena desain rumah
yang dibangun dengan modifikasi adanya pemasangan kawat kasa pada
lubang ventilasi dan jendela dapat mengurangi masuknya nyamuk
ke dalam rumah.(31) Teori Fishbein dan Ajzen bila diaplikasikan dalam
praktek pemberantasan sarang nyamuk (PSN) seperti menguras tempat
penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas, untuk mencegah
terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue bisa dikarenakan oleh
pengaruh ajakan orang lain ataupun pengaruh media massa.

7. Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes


aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah
orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam
darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya
mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam
berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari
sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk
termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah
penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus
dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap
tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk
ke orang lain (Siregar, 2004).

8. Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Kasus demam berdarah semakin meningkat setiap tahunnya di


Indonesia. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian. Berbagai upaya
dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah DBD. Salah satu caranya adalah
dengan melakukan PSN 3M Plus.

1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang


sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum
dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan
air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun
pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus
hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan
air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai
kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat
lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
3. Mengubur benda- benda yang dapat digenangi air seperti ban bekas,kaleng
bekas dsb.

Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan seperti


menaburkan bubuk larvasida pada penampungan air yang sulit dibersihkan,
menanam tanaman pengusir nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur dan
menggunakan anti nyamuk.

Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim


tujuan, hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk karena meningkatnya curah hujan. Tidak heran jika
hampir setiap tahunnya, wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa
(KLB).

Masyarakat diharapkan cukup berperan dalam hal ini. Hingga saat ini,
pemerintah belum berhasil menemukan vaksin dengue yang dapat
memberhentikan merebaknya wabahnya DBD. Oleh karena itu, langkah yang
dapat dilakukan hanyalah melakukan upaya pencegahan DBD dengan 3M Plus.

9. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


1) Terapi non obat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatis dan suportif,
yaitu mengatasai kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi. Pada pasien DBD dapat terjadi peningkatan nilai hematokrit, jika
nilai hematokrit meningkat lebih dari 20% mencerminkan perembesan
plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Tujuan pemberian
cairan oral adalah untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah, atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Cairan
diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi karena demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Penderita DBD perlu diberi minum sebanyak
mungkin, dapat diberikan berupa air teh manis, sirup atau susu, dan dapat
diberikan juga oralit (Anonim, 2004).

2) Terapi Obat-obatan
a) Antipiretik

Obat antipiretik diberikan bila suhu tubuh lebih dari 38.5°C. Obat
antipiretik diberikan apabila diperlukan. Obat antipiretik digunakan
bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh menjadi dibawah 39° C.
Antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol, sedangkan asetosal tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis
(Anonim, 2004).

b) Antibiotik

Belum ada bukti yang mendukung penggunaan antibiotik pada pasien


DBD (Anonim, 2010). Pertimbangan pemberian antibiotik pada keadaan
syok mengingat kemungkinan adanya kejadian infeksi sekunder dengan
translokasi dari saluran cerna. Antibiotik yang digunakan hendaknya yang
tidak berefek terhadap sistem pembekuan (Anonim, 2004).

c) Antisedatif
Antisedatif dibutuhkan terutama pada pasien yang sangat gelisah. Obat
hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, kloralhidrat oral atau rektal dianjurkan
dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg tidak lebih dari 1 jam digunakan sebagai satu
macam obat hipnotik (Soegijanto, 2006).

d) Antikonvulsan

Anti konvulsan seperti diazepam, fenobarbital atau largaktil diberikan


apabila terdapat indikasi kejang (Anonim, 2004).

e) Kortikosteroid

Pemakain kortikosteroid pada penderita DBD masih kontroversial.


Pemberian steroid tidak direkomendasikan pada pasien DBD (Anonim,
2010). Sedangkan menurut Dep.Kes. RI. Menyebutkan bahwa pemberian
deksametason 0,5 mg/KgBB/kali tiap 8 jam berguna untuk mengurangi
udem otak karena syok yang berlangsung lama, tetapi apabila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan (Anonim,
2004).
DAFTAR PUSTAKA

Arwani, Komunikasi dalam Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2003), hal 4.

Muwarni,anita.(2009).Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan.


Fitramaya:Yogyakarta.

Anjaswarni, Tri.2016.Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Komunikasi Dalam


Keperawatan.Jakarta : Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia.

Siregar, 2004, Epidemiologi Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di


Indonesia,

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2019. “Upaya


Pencegahan DBD dengan 3M Plus”. http://promkes.kemkes.go.id/upaya-
pencegahan-dbd-dengan3m-plus

Anda mungkin juga menyukai