Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Definisi Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Komunikasi berasal dari kata communicare yang berarti sebagai
berpartisipasi atau memberitahukan dan juga berasal dari communis yang
memiliki arti milik bersama atau berlaku dimana-mana. Komunikasi juga
dapat digunakan sebagai media pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi
antar dua orang atau lebih dengan tujuan agar setiap manusia yang terlibat
dalam proses komunikasi dapat saling menukar arti dan pengertin terhadap
sesuatu (Taufik & Juliane, 2010).

Komunikasi terapeutik merupakan suatu hubungan perawat dengan


pasien yang dirancang untuk mencapai tujuan therapy dalam pencapaian
tingkat kesembuhan yang optimal dan efektif dengan harapan lama hari rawat
pasien menjadi pendek dan dipersingkat (Muhith & Siyoto, 2018).

Komunikasi Terapeutik pada lansia Menurut Wahjudi Nugroho (2008)


Komunikasi dengan lansia adalah proses penyampaian pesan atau gagasan dari
petugas atau perawat kepada lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut
usia sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi.

Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana.


Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan
jari) dan buatan manusia (TV Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan
harus dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat
pendek. wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar telaten, tidak terburu-
buru, dada sedikit membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan

Proses komunikasi dengan lansia harus memperhatikan beberapa hal


yaitu faktor fisik, psikologi, dan lingkungan untuk menerapkan keterampilan
komunikasi yang tepat. Selain itu, juga harus menggunakan konsentrasi penuh
dalam berkomunikasi dengan lansia. Perubahan pada lansia juga
mengakibatkan lansia mengalami kesulitan dalam komunikasi (Zen, 2013).

2.2 Teknik berkomunikasi dengan lansia


Menurut Aspiani (2014), karakteristik lansia berbeda-beda sehingga
kita harus memahami lansia tersebut. Dalam berkomunikasi dengan lansia ada
teknik-teknik khusus agar komunikasi yang dilakukan berlangsung lancar dan
sesuai tujuan yang diinginkan, yaitu:

1) Teknik Asertif

Asertif adalah sikap yang dapat menerima dan memahami lansia


dengan menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan
memerhatikan ketika lansia berbicara agar maksud komunikasi dapat
dimengerti. Asetif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi.

2) Responsif
Reaksi terhadap fenomena yang terjadi pada lansia merupakan
suatu bentuk perhatian yang dapat diberikan. Ketika terdapat perubahan
sikap terhadap lansia sekecil apapun hendaknya mengklarifikasi tentang
perubahan tersebut.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten terhadap
komunikasi yang diinginkan. Hal ini perlu diperhatikan karena umumnya
lansia senang menceritakan hal yang tidak relevan.
4) Suportif

Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan ini
dapat disikapi dengan menjaga kestabilan emosi lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum, dan mengaggukkan kepala ketika lansia berbicara.

5) Klarifikasi

Perubahan yang terjadi pada lansia menyebabkan proses


komunikasi tidak berjalan dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu dilakukan agar maksud pembicaraan dapat dimengerti.

2.3 Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik pada lansia


1. Faktor klien, meliputi kecemasan dan penurunan sensori (penurunan
pendengaran dan penglihatan, kurang hati-hati, tema yang menetap, misal
kepedulian terhadap kebugaran tubuh, kehilangan reaksi, mengulangi
kehidupan, takut kehilangan kontrol, dan kematian).
2. Faktor perawat, meliputi perilaku perawat terhadap lansia dan
ketidakpahaman perawat.
3. Faktor lingkungan, lingkungan yang bising dapat menstimulasi
kebingungan lansia dan terganggunya penerimaan pesan yang
disampaikan.

Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit


dibandingkan dengan komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari
gangguan sensori yang terkait usia dan penurunan memori. Ada banyak faktor
lain yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia.
Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa
keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya. Untuk
setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan
mengalami satu penyakit kronik baru Sehingga pada usia 80 tahun, orang
kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002).

2.4 Tujuan Komunikasi pada Lansia


Tujuan komunikasi terapeutik pada lansia adalah untuk menegakkan
hubungan terapeutik antara petugas kesehatan dengan pasien atau klien lansia,
mengidentifikasi kebutuhan pasien atau klien yang penting (client-
centeredgoal) dan menilai persepsi pasien atau klien terhadap masalahnya.
Tujuan komunikasi terapeutik pada lansia untuk membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran pasien; membantu
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien; membantu memengaruhi
seseorang, lingkungan fisik dan diri sendiri (Aspiani, 2014).

Adapun tujuan komunikasi pada lansia lainnya yaitu:

a. Membantu pasien untuk menjelaskan permasalahan kesehatannya


sehingga dapat mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan;
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya;
c. Fisik mempengaruhi orang lain, lingkungan, dan dirinya sendiri

2.5 Prinsip Komunikasi pada Lansia


1. Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus. Pengetahuan yang
dianggapnya benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru
sehingga kepada orang lansia, tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru.
2. Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap-
sikap yang khas pada lansia. Gunakan perasaan dan pikiran lansia, bekerja
sama untuk menyelesaikan masalah dan memberikan kesempatan pada lansia
untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap
pengalaman tersebut.
3. Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling hormat
menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling terbuka.
4. Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling memengaruhi dan
dipengaruhi, komunikasi secara timbal balik secara langsung, serta dilakukan
secara berkesinambungan, tidak statis, dan selalu dinamis.
5. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh
berkurangnya fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang
berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori,
dan motivasi klien.

2.6 Manfaat Komunikasi pada Lansia


Komunikasi penting untuk lansia karena dapat meningkatkan
hubungan sosial di keluarga maupun masyarakat. Komunikasi dapat
menggerakkan dan memelihara kehidupan. Manusia mampu mengorganisir,
memperbaiki, mengembangkan, dan memperluas cara berkomunikasi
sehingga manusia dapat bertahan hidup. Akibat perubahan lansia, keluarga
maupun petugas kesehatan khususnya perawat harus memiliki keyakinan
bahwa lansia harus dipertahankan kemampuan komunikasinya dan
menghilangkan pandangan bahwa lansia sulit diajak berkomunikasi, tidak
perlu diajak berkomunikasi, dan tidak memerlukan komunikasi dengan orang
lain atau mengabaikannya.

Manfaat lansia harus selalu diajak berkomunikasi ialah menumbuhkan


rasa percaya diri lansia kepada pemberi asuhan; memberi rasa aman nyaman
kepada lansia dalam mengungkapkan perasaan; memenuhi kebutuhan lansia
28 akan kasih sayang; melatih lansia mengembangkan berbicara, mendengar,
dan menerima rangsangan; mempertahankan kemampuan lansia mengambil
keputusan; dan menciptakan atau meningkatkan hubungan sosial dalam
masyarakat (Nugroho, 2009).

2.7 Hambatan Komunikasi pada Lansia


1. Mendominasi pembicaraan
Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini
akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan
atau komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika
lawan bicaranya memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini
akan sangat menyulitkan pembicaraan yang terjadi.
2. Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka
berusaha untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan
bicaranya. Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika
lansia berada dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan
bicara sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia
mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman
sehingga terus melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
3. Cuek
Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak
berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan
perasaan menyepelekan orang lain Banyak para lansia yang merasa bahwa
komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya
adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan
dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.
4. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki
keterbatasan fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi. Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang
tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada
pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi.
Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat
berkomunikasi dengan baik dan lancar. Jika ia tidak menggunakan alat
bantu dengar, maka lawan bicaranya harus menggunakan suara keras
untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut.  Sayangnya hal seperti ini
sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk penghinaan dengan
membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari itu sangat
dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara
terhadap kondisi lansia
5. Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah
depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat mudah
diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor
lainnya.Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu
mudah marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang
lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya
telah diatasi
6. Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan
salah satu hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi
dengan lansia. Lansia yang selalu merasa benar dan tahu segalanya
biasanya juga akan mempermalukan orang lain di depan umum.Hal ini
sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri
mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi akan
langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah
merasa tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari
perbuatan mereka ini dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam
komunikasi yang dilakukan.
7. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga
banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.
Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu
bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui
apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia yang
memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan
riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika
sedang makan sekalipun.
8. Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan
berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang
kali.Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun
menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi
sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari
lawan bicara dalam menghadapi lansia.
9. Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan
penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa
rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang
menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika
lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan
yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi sehingga
lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi
berjalan lancar. Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi
dengan memberikan kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya.
Dengan bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa tubuh
atau komunikasi non verbal  yang digunakan oleh lawan bicaranya.
10. Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam
biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti
ini akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah
komunikasi pada lawan bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai
pendapat karena lebih banyak mengiyakan dan mengikuti apa yang
dipikirkan oleh lawan bicara
11. Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari
untuk diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet. Hal
ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang
yang lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari
rasa kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan. Salah satu cara
mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini adalah
dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap
lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan
ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.
12. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa
sakit yang dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan
menjadi mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa
mudah marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan 
cara berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu
disalahkan atas segala sesuatu yang ada.

2.8 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia


1. Perubahan fisik lansia, seperti penurunan pendengaran

2. Normal agging process

3. Perubahan sosial

4. Pengalaman hidup dan latar belakang budaya.


2.9 Karakterisitik Komunikasi pada Lansia
Lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Proses komunikasi dengan
lansia harus memperhatikan beberapa hal yaitu faktor fisik, psikologi, dan
lingkungan untuk menerapkan keterampilan komunikasi yang tepat. Selain itu,
juga harus menggunakan konsentrasi penuh dalam berkomunikasi dengan
lansia. Perubahan pada lansia juga mengakibatkan lansia mengalami kesulitan
dalam komunikasi (Zen, 2013).

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional mendefinisikan


batasan penduduk lanjut usia dikategorikan dalam tiga aspek yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN, 1998) :

1) Aspek biologis, penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami


proses penuaan secara terus-menerus yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik, yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian.
2) Aspek ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
daripada sebagai sumber daya. Sementara itu, dari aspek sosial, penduduk
lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri yang berbeda dengan
kelompok usia produktif dan mempunyai karakteristik yang spesifik.
3) Aspek Sosial, Permasalahan lansia terkait dengan komunikasi, pada
umumnya terjadi akibat kemunduran fisik, mental, sosial, kondisi
penyakit, produktivitas kerja menurun, serta hubungan dan komunikasi
terbatas. Adanya keterbatasan komunikasi pada lansia yang diakibatkan
proses menua (aging process) mengharuskan perawat memahami kondisi
tersebut.

2.10 Jenis Komunikasi pada Lansia


1. Komunikasi dengan sifat asertif

Teknik komunikasi asertif merupakan bentuk dari komunikasi yang


bisa diterapkan pada lansia. Istilah asertif memang merujuk pada sikap “no
hurt feeling”, dimana kita bisa menerima dan memahami apa yang
disampaikan oleh lansia kepada kita. Sikap asertif juga memberikan
gambaran, tentang bagaiman kita bisa mengkomunikasikan apa yang menjadi
keinginan kita tanpa harus menyakiti lawan komunikasi.

2. Komunikasi yang responsif

Komunikasi yang responsif merupakan komunikasi yang bersifat aktif,


tidak menunggu, bersifat segera dan penuh inisiatif. Bentuk komunikasi ini
tepat dilakukan kepada lansia karena bagaimana pun juga mereka para lansia
seringkali kesulitan dalam mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya.
Dengan sikap kita yang responsif, maka kita bisa segera menangkap apa yang
menjadi pesan dari lansia.

3. Komunikasi yang fokus

Bentuk komunikasi pada lansia selanjutnya yaitu komunikasi yang


fokus. Sebagaimana telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, bahwa lansia
biasanya cenderung suka untuk berbagi cerita terutama mengenai masa
lalunya, lansia seringkali berbicara di luar konteks pembicaraan saat ini.
Kemampuan untuk memfokuskan kembali lansia pada topik pembicaraan
adalah bentuk teknik yang tepat untuk diterapkan di sini.

4. Komunikasi dengan sifat suportif

Sifat suportif memiliki sifat mendukung. Mendukung dalam


berkomunikasi dengan lansia tidak serta merta berarti menyetujui apa saja
yang menjadi pendapat atau keyakinan mereka. Kembali, sikap asertif harus
digunakan manakala kita menyatakan ketidaksetujuan. Namun demikian,
bentuk dukungan bisa ditunjukkan dalam sikap empati kepada lansia.

5. Komunikasi dengan sifat klarifikasi

Komunikasi yang memiliki sifat klarifikasi juga perlu diberikan


kepada lansia supaya mereka bisa mendapatkan dukungan dengan baik. Ada
banyak kasus ketika lansia memiliki persepsi mereka sendiri sehingga
cenderung tertutup dan tidak mau bercerita apa-apa tentang masalahnya.
Dengan adanya bentuk komunikasi ini, setidaknya kita bisa berkomunikasi
dengan lansia secara lebih baik. Lansia juga bisa menggunakan fungsi
komunikasi ekspresif dengan lebih optimal.

6. Komunikasi dengan kesabaran dan keikhlasan

Menghadapi lansia belum tentu berjalan dengan mulus-mulus saja.


Kesabaran dan keikhlasan merupakan salah satu komponen penting dari
bentuk komunikasi yang akan disampaikan kepada lansia. Mereka sebagai
“senior”, sering menganggap bahwa apa yang disampaikan para “junior”
(mereka yang usianya lebih muda) sebagai celoteh yang tidak penting. Lansia
tidak memerlukan nasihat, kadang mereka hanya perlu didengarkan saja.

7. Komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah salah satu bentuk komunikasi yang


paling sering digunakan oleh perawat untuk berkomunikasi dengan lansia.
Pendekatan dari komunikasi terapeutik dalam keperawatan ini memang sangat
luas dan menjelaskan strategi komunikasi yang tepat untuk diberikan. Sifatnya
adalah memperbaiki kualitas kesehatan dari lansia. Bentuk sentuhan muncul
pula di dalam komunikasi terapeutik.

8. Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal di sini sebenarnya sudah disinggung pula dalam


poin sebelumnya. Sentuhan adalah salah satu bentuk dari komunikasi pada
lansia yang sifatnya sangat menenangkan. Lansia akan merasa aman dan
nyaman ketika seseorang mampu memahami mereka. Bahasa tubuh yang
positif juga merupakan salah satu kunci keberhasilan komunikasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. 2014. Buku ajar keperawatan gerontik aplikasi jilid 2 aplikasi
NANDA, NIC, NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media
Nugroho, Wahjudi. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Taufik, M & Juliane. 2010. Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Prektik
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Zen, Pribadi. 2013. Panduan komunikasi efektif untuk bekal keperawatan


profesional. Yogyakarta: D-Medika

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media

MARDIANTININGSIH, M. N. (2019). GAMBARAN POLA KOMUNIKASI


KELUARGA PADA LANSIA DI DUSUN KWARASAN DESA
NOGOTIRTO KECAMATAN GAMPING SLEMAN (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

http://repo.unand.ac.id/18537/1/buku%20rika.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3660/11/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai