Anda di halaman 1dari 29

MODERATOR : RIFKI WAHYUDI ( G1B120024 )

NOTULEN : PEBRIYANTI PUTRI ( G1B120056 )

STEP 5 LEARNING OBJEKTIF

1. Apa itu komunikasi pada lansia ?


2. Apa saja masalah komunikasi pada lansia ?
3. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien lansia ?
4. Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi terapeutik pada pasien
lansia?.
5. Apa tujuan komunikasi terapeutik pada lansia?
6. bagaimana keterampilan komunikasi terapeutik dengan lansia?
7. Jelaskan perkembangan komunikasi pada lansia!
8. Apa saja karakteristik komunikasi terapeutik, untuk menghadapi lansia?
9. Bagaimana pendekatan spesifik yang penting dilakukan saat
berkomunikasi dengan lansia?
10. Apa saja prinsip yg harus dipegang teguh seorang perawat saat berkomunikasi
dengan lansia?

JAWABAN

1. Apa itu komunikasi pada lansia ?


(Ravia gustina G1B120066) komunikasi dalam keperawatan gerontik adalah
komunikasi yang diaplikasikan dalam praktik asuhan keperawatan lansia. Komunikasi
dengan lansia adalah suatu proses penyampaian pesan atau gagasan dari perawat atau
pemberi asuhan kepada lansia dan diperoleh tanggapan dari lansia, sehingga diperoleh
kesepakatan bersama tentang isi pesan komunikasi titik tercapainya komunikasi
berupa pesan yang disampaikan oleh komunikator (perawat) sama dengan pesan yang
diterima oleh komunikan (lansia).

Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian , kesenangan, pengaruh pada


sikap,hubungan yang makin baik, dan tindakan titik sementara ada yang berpendapat
bahwa komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka
menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujudnya hubungan
yang baik antara seseorang dengan orang lain. komunikasi adalah pertukaran fakta,
gagasan, opini emulsi antara dua orang atau lebih.

berkomunikasi dengan lansia mengandung ciri khusus dibanding berkomunikasi


secara umum. Pemberian asuhan atau dalam menyampaikan pesan harus bersifat
komunikasi terapotik yaitu komunikasi yang singkat jelas lengkap dan sederhana
hingga proses komunikasi dapat berlangsung sempurna dan tidak menimbulkan
banyak interpretasi bagi penerima pesan, dan isi pesan dan dapat dipahami secara
lengkap.
Sumber : Nugroho, H. W. (2009). Komunikasi dalam keperawatan gerontik. EGC.

Birgitta arta milawati ( G1B120049) Menurut Wahjudi Nugroho (2008)


Komunikasi dengan lansia adalah proses penyampaian pesan atau gagasan dari
perawat kepada lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga
diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi.Komunikasi yang baik
pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sarana komunikasi meliputi panca
indra manusia (mata, mulut, tangan dan jari) dan buatan manusia (TV, Radio, surat
kabar).

Indah ahsya putri ( G1B120015) Komunikasi adalah proses interpersonal yang


melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi
mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu
menyampaikan hubungan (Potter-Perry, 301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan
perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi,
dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.

2. Apa saja masalah komunikasi pada lansia ?


ANDRISA DEVITASARI ( G1B120028) Ada cukup banyak permasalahan saat
berkomunikasi dengan lansia, seperti :

a) Mendominasi pembicaraan
Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini akan
menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan atau komunikasi.
Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan bicaranya memotong
pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan sangat menyulitkan pembicaraan
yang terjadi.
b) Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha untuk
mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya. Komunikasi yang
efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam kondisi yang seperti ini.
Bahkan meskipun lawan bicara sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman
bahwa ia mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman
sehingga terus melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
c) Acuh tak acuh
Acuh tak acuh oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak
berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan
menyepelekan orang lain. Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi
dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan
yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik diri dari
pembicaraan.
d) Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik
yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi. Banyak masalah yang
timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki
masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi.
Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari itu sangat dibutuhkan
pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara terhadap kondisi lansia agar
komunikasi yang efektif dapat berjalan dengan baik dan lancar.
e) Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi atau
tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik
akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor lainnya. Jika seorang lansia sudah
menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan tidak mau mendengar apapun
yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari
beban pikirannya telah diatasi.
f) Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga banyak
dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara. Kelelahan yang
amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu bersemangat dalam
berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih
banyak terjadi pada lansia yang memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer.
g) Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-kali
menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang kali. Jika lawan
bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak lancar.
Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga sangat
dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari lawan bicara dalam menghadapi lansia.
h) Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan
penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun jauh,
dekat, atau bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh
mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari
itu diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak
berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar
komunikasi berjalan lancar.
i) Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya
merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan
menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan
bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak
mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan bicara.
j) Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk
diajak bicara. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian
dan kebosanan yang mereka rasakan. Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang
banyak dihindari lawan bicara ini adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang
baik. Dengan melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan,
maka ia pun akan ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk
berbicara.
k) Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang
dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah,
bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah marah ini membuat banyak
orang menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi dengan baik dengan
lansia karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada.
l) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga,
dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir
sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik Caregiver sangat penting untuk sistem
perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi,
aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi,
dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan
komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam
perawatan mereka sendiri. Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien
lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil
terbaik bagi keduanya
Sumber : Sopa Anita dkk. (2019). Keperawatan Gerontik, Masalah yang Umum
terjadi pada Lansia dengan Masalah Komunikasi. Semarang : STIKES Karya
Husada

Ayu prasetya pratiwi (G1B120060) Proses komunikasi dengan lansia akan


terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif. Sikap agresif ditandai
dengan beberapa perilaku, diantaranya berusaha mengontrol dan mendominasi orang
lain, meremehkan orang lain, memepertahankan haknya dengan menyerang orang
lain, menonjolkan diri sendiri, dan mempermalukan orang lain di depan umum.
Sedangkan tanda sikap non asertif diantaranya ialah menarik diri bila diajak
berbicara, merasa tidak sebaik orang lain, merasa tidak berdaya, tidak berani
mengungkap keyakinan, membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya,
tampil pasif (diam), mengkuti kehendak orang lain, mengorbankan kepentingan
dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Selain itu, kendala lain
dalam berkomunikasi dengan lansia ialah gangguan neurologi yang menyebebkan
gangguan bicara, penurunan daya pikir, mudah tersinggung, sulit menjalin hubungan
mudah percaya, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan
hambatan lingkungan (Aspiani, 2014).

Adinda putri bestari ( G1B12OO33) Hambatan atau masalah komunikasi yang


efektif pada lansia berhubungan dengan keterbatasan fisik yang terjadi akibat dari
proses menua (aging process), antara lain fungsi pendengaran yang menurun, mata
yang kabur, tidak adanya gigi, suara yang mulai melemah, dan sebagainya. Untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas berkomunikasi dengan lansia, diperlukan
penguasaan terhadap cara-cara mengatasi masalah komunikasi.
Memy lorentika ( G1B120009) Proses komunikasi dengan lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif. Sikap agresif ditandai dengan
beberapa perilaku, diantaranya berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain,
meremehkan orang lain, memepertahankan haknya dengan menyerang orang lain,
menonjolkan diri sendiri, dan mempermalukan orang lain di depan umum. Sedangkan
tanda sikap non asertif diantaranya ialah menarik diri bila diajak berbicara, merasa
tidak sebaik orang lain, merasa tidak berdaya, tidak berani mengungkap keyakinan,
membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya, tampil pasif (diam),
mengkuti kehendak orang lain, mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga
hubungan baik dengan orang lain. Selain itu, kendala lain dalam berkomunikasi
dengan lansia ialah gangguan neurologi yang menyebebkan gangguan bicara,
penurunan daya pikir, mudah tersinggung, sulit menjalin hubungan mudah percaya,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan hambatan
lingkungan (Aspiani, 2014).

Dewi aryani ( G1B120021) Pasien dengan Demensia Amerika Serikat pada tahun
2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang
diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan
meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang . Sebagai akibatnya, dokter
dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut
datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal
lain (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap orang yang
menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan
pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan
caregiver
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi.
Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang
ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki
makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien
dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri.

Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi
pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami
kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki
rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik
tertentu .
1. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan,
mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
2. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal
tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama
panggilannya.
3. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
4. budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
5. Gangguan syaraf dalam pendengarannya
6. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan - pesan non-
verbal.
7. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak
orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
8. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan
misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara
yang tidak enak, dan lain-lain.
9. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi
atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.

3. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien lansia ?

Pebriyanti puti ( G1B120056) Berikut beberapa cara dan strategi dalam


melakukan komunikasi kepada lansia dengan demensia :
1. Kuatkan Mental
Seseorang yang akan melakukan komunikasi kepada lansia diperlukan mental
yang kuat. Pasalnya, lansia dengan demensia memiliki kesulitan dalam hal
komunikasi. Apalagi jika suasana hati lansia dengan demensia sedang tidak
baik. Hal ini bisa mempersulit proses dalam berkomunikasi. Sehingga,
sebelum melakukan komunikasi, perlu diperhatikan juga suasana hati lansia.
Jika lansia terlihat dalam suasana hati yang menyenangkan, inilah saat yang
tepat untuk melakukan komunikasi.
2. Sabar
Sabar merupakan kunci utama untuk menggali percakapan yang lebih
mendalam dan intens kepada lansia. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
lansia dengan demensia akan mengalami kesulitan mengingat, berfikir dan
berkomunikasi, sehingga perlu kesabaran untuk mendengarkan jawaban atau
pernyataan yang diucapkan oleh lansia. Memaklumi keterlambatan lansia
dalam menjawab pertanyaan, merupakan suatu hal yang perlu ditolerir.
3. Tunjukan Rasa Empati
Menunjukkan rasa empati dapat dilakukan dengan mendengarkan jawaban-
jawaban lansia terhadap pertanyaan yang diajukan. Selain itu, menunjukan
rasa empati dapat dibangun saat lansia mengalami kekhawatiran, delusi,
kebingungan, ragu-ragu, sedih bahkan marah. Tetap tunjukan rasa empati,
sesuai dengan apa yang dialami lansia ketika memberikan tanggapan.
4. Hindari Lingkungan yang Bising
Berkomunikasi kepada lansia dengan demensia di lingkungan yang bising
akan memecah konsentrasi kedua belah pihak. Ketika konsentrasi sudah
terganggu, maka lansia yang mengalami demensia akan mengalami
kebingungan saat menjawab atau menanggapi pertanyaan. Maka dari itu,
carilah tempat sunyi dan aman saat melakukan komunikasi kepada lansia
dengan demensia.
5. Hindari Berdebat
Adakalanya pada saat berkomunikasi, timbul perbedaan jawaban atau
tanggapan yang dilontarkan oleh lansia. Walaupun kita telah berkomunikasi
dengan kata-kata yang jelas dan nada yang ramah, jangan sampai perbedaan
jawaban atau tanggapan tersebut, menimbulkan perdebatan saat melakukan
komunikasi. Tetap sejajarkan pandangan terhadap lansia dan gunakan bahasa
yang sederhana agar bisa melanjutkan komunikasi. Jangan samakan
komunikasi kepada lansia demensia dengan komunikasi kepada anak-anak.
Terkadang lansia memiliki perasaan yang sensitif akan hal tersebut.
6. Gunakan Isyarat Nonverbal
Pola gestur, sentuhan dan ekspresi wajah bisa membantu proses komunikasi.
Isyarat nonverbal ini secara tidak langsung akan memberikan rasa aman dan
nyaman kepada lansia saat akan memberikan jawaban atau tanggapan.
Sehingga lansia yang diajak komunikasi bisa lebih terbuka dan merasa aman
menceritakan kehidupan pribadinya.
7. Gunakan Kata yang Sederhana dan Tepat
Menggunakan susunan kata yang sederhana membuat lansia dengan demensia
akan lebih paham dan mengerti terhadap kalimat yang diucapkan. Selain itu,
sapaan “Pak”, “Bu”, “Kakek” atau “Nenek”, sebaiknya ditambahkan dengan
nama lansia. Hal ini dapat membantu lansia yang mengalami demesia untuk
selalu mengingat namanya.
8. Gunakan Pertanyaan Tertutup
Saat akan menanyakan suatu hal, usahakan untuk menggunakan pertanyaan
tertutup dengan jawaban yang mudah seperti “Ya” atau “Tidak”, “Mau” atau
“Tidak Mau”, “Sudah” atau “Belum”. Biasanya lansia yang mengalami
demensia akan kesulitan dalam menjelaskan sesuatu menggunakan pertanyaan
terbuka. Sehingga sebisa mungkin, penanya dapat mengolah pertanyaan
terbuka menjadi pertanyaan tertutup agar tetap fokus pada suatu hal yang ingin
ditanyakan.
9. Lebih Peka
Lansia dengan demensia terkadang memberikan jawaban yang terkadang sulit
dipahami. Menggali komunikasi secara intens kep…

1. Mirna Wati (G1B120040) Menurut Zen (2013), dalam berkomunikasi dengan lansia
ada beberapa teknik yang dapat dilakukan yaitu:
1) Pendekatan perawatan terhadap lansia baik secara fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual serta menunjukkan rasa hormat dan keprihatinan;
2) Berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dengan menggunakna
kalimat sederhana dan pendek, kecepatan dan tekanan suara tepat,
berikan kesempatan lansia untuk bicara, hindari pertanyaan yang
mengakibatkan lansia menjawab “ya” dan “tidak” dan ubah topik
pembicaraan jika lansia sudah tidak tertarik;
3) Komunikasi nonverbal yang meliputi perilaku, kontak mata, ekspresi
wajah, postur dan tubuh, dan sentuhan;
4) Meningkatkan komunikasi dengan lansia yaitu dengan memulai
kontak.
5) Suasana komunikasi harus diciptakan senyaman mungkin saat
berkomunikasi dengan lansia, misalnya posisi duduk berhadapan, jaga
privasi, penerangan yang cukup, dan kurangi kebisingan.

Birgita arta milawati ( G1B120049) Cara berkomunikasi dengan lansia


a. Hindari memberi saran, kecuali diminta

Terkadang sulit bagi beberapa lansia untuk menerima nasihat atau saran.
Karena itu, memberikan saran sebaiknya dihindari kecuali perawat yakin telah
diminta. Biasanya lebih baik meminta pihak lain yang posisinya netral yang
menjadi pemberi saran. Namun, perawat dapat memberikan dorongan dan
dukungan, tanpa memberikan nasihat.

b. Dengarkan apa kata lansia

Jangan menyela atau memotong pembicaraan, dengarkan terlebih dulu apa


yang diucapkan dan disampaikan lansia. Setelah itu perawat dapat mencoba
mengutarakan apa yang ingin disampaikan pada lansia.

c. Terima perbedaan opini

Hormati pendapat orang lain, dalam hal ini lansia dan jangan abaikan bila ia
tidak setuju. Dengarkan semua opininya, bila memungkinkan cobalah untuk
berkompromi ketika perlu mengambil sebuah keputusan.

d. Bicara dengan suara sedikit lebih nyaring

Beberapa lansia mengalami masalah pendengaran karena fungsi


mendengarnya sudah menurun. Tetap tenang dan berbicara dengan cara yang
lembut dan tanpa basa-basi. Berbicaralah lebih nyaring, jika perlu, tetapi
hindari berteriak. Pastikan pengucapannya jelas, hindari bergumam dan
berbicara terlalu cepat. Fokus pada satu ide dan gunakan kalimat singkat serta
sederhana.

e. Hindari merendahkan

Pastikan upaya perawat untuk "meningkatkan volume" dan memperlambat


pola bicara tidak dianggap merendahkan. Bahkan jika lansia mengalami
demensia atau gangguan pendengaran yang ekstrem, hindari berbicara seolah-
olah mereka anak-anak.

f. Pastikan suasana yang nyaman/tak berisiK

Hindari melakukan percakapan di tengah-tengah suara bising atau berisik


seperti kendaraan, televisi atau radio. Perawat dan lansia menjadi sulit fokus
berkomunikasi. Bicaralah secara berhadap-hadapan sehingga lansia dapat
menangkap ekspresi wajah perawat

g. Upayakan untuk tertawa

Tertawa benar-benar obat terbaik. Momen-momen lucu sering muncul.


Bersikap terbuka, hindari perbincangan terlalu serius.

Dewi aryani( G1B120021)

a. komunikasi listening pendengaran yang baik yaitu : mendengarkan dengan


perhatian telinga kita
b. memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih
memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita

- teknik komunikasi dengan lansi

 teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik kecepatan dan


tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan
kebutuhan lansia,terbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan!tetapi
berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih
keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti
pembicaraan,pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab
ya atautidak!Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk
mendominasi ,pembicarasebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif
berubah topik pembicaaraan dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk
topik pembicaraan bila lansia tidak interest lagi. gunakan kalimat yang
simple dan pendek satu pesan untuk satu kalmia

 teknik non verbal komunikasi


 perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak
acuh tak acuh, perbedaan
 kontak mata : jaga tetap kontak mata ekpresi wajah : mengekpreseikan
peraaan yang sebenarnya
 postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan
kursi dengan tepat
 sentuhan : memegang tangan, menjabat tangan
 teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia memulai kontak
saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan
 Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-
pesan verbal dan merupak metode primer yang non verbal
 jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi
keperawatan yangakan diberikan
 pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam
 gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif
 secara periodic mengklarifikasi pesan
 mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan
mendorong untuk berfokus pada informasi
 jangan merespon yang menonjolkan rasa simpati
 Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang
mengancam danakan mengakiri intervensi &minta ijin bila ingin
bertanya secara normal

Dewi mentari (G1B120002) 5 Cara Tepat Bicara dengan Orang Tua

1. Libatkan dalam pembicaraan ringan. ...


2. Beri tahu apa yang ingin kamu capai. ...
3. Bicarakan dengan salah satu orang tua terlebih dahulu. ...
4. Pilih jalan keluar dari pertentangan. ...
5. Pilih tempat dan waktu yang tepat

ADINDA PUTRI BESTARI ( G1B120033) Berikut ini akan dipaparkan


bagaimana perawat dapat meningkatkan komunikasi pada klien lansia
sebagai bentuk pendekatan dalam melakukan komunikasi pada lansia
sebagai berikut.

8. Buat suasana yang menyenangkan dan usahakan berhadapan langsung


dengan klien, baik fisik maupun emosi.
9. Untuk memulai komunikasi berikan instruksi maupun informasi.

Tips yang bisa dipertimbangkan sebagai berikut.

a) Beri waktu ekstra. Biasanya lansia menginginkan menerima


informasi lebih banyak dan lebih rinci dibanding klien yang lebih
muda. Waktu ekstra diberikan mengingat ada beberapa lansia yang
kemungkinan cara berkomunikasi kurang baik dan kurang fokus
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
b) Hindari ketidak pedulian. Klien lansia ingin merasakan bahwa
perawat menyediakan waktu yang berkualitas untuk klien. Enam
puluh (60) detik pertama adalah waktu untuk menciptakan kesan
pertama dengan penuh perhatian
c) Duduk berhadapan dengan klien. Klien yang mengalami gangguan
pendengaran akan membaca bibir untuk menerima informasi yang
diberikan perawat.
d) Pelihara kontak mata. Kontak mata adalah penting pada
komunikasi nonverbal. Sampaikan kepada klien bahwa perawat
senang bertemu klien sehingga klien menaruh kepercayaan kepada
perawat. Memelihara kontak mata merupakan hal positif dan dapat
menciptakan suasana nyaman sehingga klien lebih terbuka
menerima tambahan informasi.
e) Mendengarkan, kurangi kegagalan komunikasi dengan
mendengarkan cerita pasien lansia.
f) Bicara pelan dengan jelas dan nyaring.
g) Gunakan kata-kata sederhana, pendek, dan singkat untuk
memudahkan penerimaan klien lansia.
h) Fokuskan pada satu pembicaraan karena klien lansia tidak mampu
memfokuskan pembicaraan pada banyak topik yang berbeda.
i) Beri catatan untuk instruksi yang rumit agar menghindari
kebingungan klien.
j) Gunakan gambar atau tabel untuk mempermudah pemahaman.
k) Ringkas poin utama untuk memberikan penekanan pada topik
utama pembicaraan.
l) Beri kesempatan pada lansia untuk bertanya.
m) Cari tempat yang tenang untuk mencegah kebingungan dan
menciptakan suasana kondusif dalam komunikasi.
n) Gunakan sentuhan untuk memberikan kenyamanan pada lansia dan
sebagai bentuk perhatian perawat kepada lansia.

4. Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi terapeutik pada
pasien lansia?.
INDAH ARSYA PUTRI (G1B120015)
a. Yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia yang
mengalami gangguan wicara:
1. Perawat memerhatikan mimik dan gerak bibir lansia.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan lansia.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topik.
4. Memerhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
5. Bila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
6. Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan
dengan lansia untuk menjadi mediator komunikasi.

b. hal-hal diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia yang mengalami


gangguan kesadaran:
1. Perawat harus hati-hati ketikam melakukan pembicaraan verbal dekat
dengan lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran
merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan kemampuan
menerima rangsangan pada individu yang tidak sadar.
2. Perawat harus mengambil asumsi bahwa lansia dapat mendengar
pembicaraan kita.
3. Perawat harus memberi ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk
membantu lansia berfokus pada komunikasi yang dilakukan.

c. hal diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia yang mengalami


penurunan daya ingat
1. Lupa kejadian yang baru saja dialami
2. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.
3. Kesulitan dalam berbahasa.
4. Disorientasi waktu dan tempat.
5. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat.

Adinda putri bestari ( G1B120033) Adapun hal-hal yang harus diperhatikan ketika
berkomunikasi dengan lansia yaitu:

a. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan


tujuan dan lama wawancara
b. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
kemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
c. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya.
d. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam
berfikir abstrak.
e. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan
respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh
pasien.
f. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan
distress yang ada.Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan
dari wawancara pengkajian.
g. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
h. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi
pasien.
i. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
j. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif
terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau
orang lain yang sangat mengenal pasien.
k. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

Aulia triski sayahputri ( G1B120045 ) Cara berkomunikasi Pada lansia

-Hindari memberi saran, kecuali diminta.

-Dengarkan apa kata orang tua.

-Terima perbedaan opini.

-Bicara dengan suara sedikit lebih nyaring.

-Hindari merendahkan.

-Pastikan suasana yang nyaman/tak berisik.

-Upayakan untuk tertawa.

ANDRISA DEVITASARI ( G1B120028 )

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia :


 Tunjukan rasa hormat, seperti “Bapak” atau “Ibu” atau panggilan sebelumnya.
 Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
 Pertahankan kontak mata denga pasien
 Pertahankan langkah yang tidak tergesa-tega dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
 Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
 Berbicara dengan jelas, intonasi jelas dan tidak tergesa-gesa serta sederhana
 Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien
 Gunakan sentuhan lembut sebagai wujud kehangatan
 Jangan mengabaikan pasien ketika berinteraksi
 Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
 Spesifikasikan lagi tujuan komunikasi kepada klien seperti jika tujuan komunikasi
adalah mengubah perilaku klien, maka komunikasi diarahkan untuk mengubah
perilaku dari yang malaadaptif ke adaptif.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif

 Jaga privasi klien

 Berfokus pada apa yang dibutuhkan klien agar dapat memenuhi kebutuhan nya.
Sumber : Sopa Anita dkk. (2019). Keperawatan Gerontik, Masalah yang Umum
terjadi pada Lansia dengan Masalah Komunikasi. Semarang : STIKES Karya Husada

BIRGITA ARTA MILAWATI (G1B120049)

1. Menggunakan Bahasa yang mudah dimengerti klien.


2. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti klien.
3. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
4. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien.

5. Apa tujuan komunikasi terapeutik pada lansia?


Memy lorentika ( G1B120009 ) Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan,
mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik
dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan, mempererat
hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proposional dalam rangka membantu penyelesaian masalah
klien (Mundakir, 2006).

Dewi aryani ( G1B120021) Pada umumnya komunikasi teraupetik mempunyai


beberaapa tujuan,antaralain :
1. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengerti oleh lansia .Sebagai
komunikator kita harus menjelaskan pada lansia dengansebaik-baiknya dan
tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan mengikuti apa yang kita
maksudkan.
2. Dapat memahami lansia. Kita sebagai komunikator harus mengerti benar
tentang apa yang diinginkan lansia , jangan mereka menginginkan
kemauannya.
3. Supaya gagasan dapat diterima oleh lansia. harus berusaha agar gagasan kita
dapat diterima oleh lansia denganpendekatan persuasif bukan memaksakan
kehendak.
4. Menggerakkan lansia untuk melakukan sesuatu.Menggerakkan sesuatu itu
dapat bermacam-macam, mungkin berupakegiatan yang lebih banyak
mendorang, yang penting harus diingatadalah bagaimana yang baik untuk
melakukannya.

6. bagaimana keterampilan komunikasi terapeutik dengan lansia?


DEWI MENTARI ( G1B120002) Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan dan lama wawancara
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab , berkaitan dgn
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosialkulturalnya
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan
respon nonverbal sepertti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh
pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien
dan distress yang ada
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
wawancara pengkajian
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagin pasien
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus di buat senyaman mungkin
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive
terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan
12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien
atau orang lain yang sangat mengenal pasien
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara

Ayu prasetya pratiwi ( G1B120060) Proses komunikasi pada umumnya


adalah kompleks dan jauh lebih rumit karena faktor usia. Salah satu
dari problem besar dokter adalah ketika berhubungan dengan pasien
lanjut usia, dimana mereka lebih heterogen dibanding orang-orang yang
lebih muda. Luasnya pengalaman hidup dan latar belakang budaya
sering mempengaruhi persepsi mereka tentang penyakitnya,kepatuhan
untuk mengikuti aturan-aturan medis dan kemampuan untuk
berkomunikasi efektif dengan penyedia layanan kesehatan.
Komunikasi dapat terganggu/terhambat karena proses penuan normal dan
komunikasi yang tidak jelas dapat menyebabkan keseluruhan pengobatan
menjadi gagal sehingga komunikasi yang efektif dengan pasien lanjut
usia sangat diperlukan. Komunikasi yang efektif dapat terjadi jika
sebelumnya kita mengetahui latar belakang dan kondisi pasien lansia
tersebut. Kondisi dan latar belakang yang perlu diketahui pada pasien Lansia:
 Perubahan Fisik Beberapa perubahan fisik pada lansia dapat
mempengaruhi komunikasi diantaranya hilangnya
pendengaran,berkurangnya ketajaman penglihatan dan perubahan
kemampuan bicara dan artikulasi. Perubahan kemampuan bicaraini
dapat diamati dari perubahan suara menjadi bergetar, lemah, parau dan
sulit untuk dimengerti.
 Perubahan Psikologis Perubahan psikologis mayor yang
berpengaruh terhadap komunikasi meliputi kemunduran/hilangnya
memori dan daya tangkap terhadap informasi lebih
lambat.Hilangnya memori yang paling sering adalah memori
jangka pendek yang mengakibatkan pasien lansia ini kesulitan
untuk mengingat kejadian yang baru terjadi. Kedua hal tersebut
menyebabkan lambatnya proses komunikasi dan mengecilkan hati
orang muda untuk berbicara dengan orang lansia
 Perubahan Status dan Peran Sosial perubahan sosial seperti pensiun
dari pekerjaan yang mengakibatkan hilangnya pendapatan dan
perubahan status dapat mempengaruhi kondisi psikis terutama harga
diri orang lanjut usia, Khusus untuk kelompok yang berorientasi
pada kerja kekuasaan akan hilang karena tua, tidak produktif dan
tidak kompeten. Hal-hal tersebut diatas dapat mempengaruhi
kemauandan keengganan untuk berkomunikasi. Rasa kehilangan,duka
cita dan terpisahkan dari keluarga dan teman-temannya dapat
mengakibatkan kegelisahan, depresi, irritabilitas dan agitasi yang
mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi
 Latar Belakang Kondisi politik dan social ekonomi pada zaman
mereka dengan kita berbeda. Beberapa diantaranya pernah mengalami
kekurangan atau kerugian dan memperoleh pendidikan formal yang
rendah. Kondisi tersebut akan menyebabkan ideologi dan pandangan
mereka mungkin tidak dapat kita pahami dan terima.Hal tersebut
akan berpengaruh terhadap komunikasi.
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada
lansia adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996)

ANDRISA DEVITASARI ( G1B120028) Keterampilan komunikasi


Terapeutik dengan lansia yang harus dimiliki perawat seperti :

1) Perawat harus bisa berkomunikasi dengan sifat asertif


Bersifat asertif artinya perawat bisa meenerima dan memahami apa yang
disampaikan oleh lansia kepada perawat. Sikap seperti ini juga memberikan
gambaran tentang bagaimana perawat bisa mengkomunikasikan apa yang
menjadi keinginan tanpa harus menyakiti lawan komunikasi.

2) Perawat harus responsive


Perawat harus bersikap responsive, artinya komunikasi yang bersifat aktif,
tidak menunggu, bersifat segera dan penuh inisiatif
3) Perawat harus focus
Perawat juga harus fokus, seperti yang kita ketahui bahwa lansia cenderung
uska untuk berbagi cerita terutama mengenai masa lalunya, lansia seringkali
berbicara di luar konteks pembicaraan saat ini. Nah perawat harus memiliki
kemampuan untuk memfokuskan kembali lansia pada topik pembicaraan.
4) Perawat harus bersikap suportif
Sikap perawat yang satu ini artinya sifat mendukun. Mendukung dalam
berkomunikasi dengan lansia tidak serta merta berarti menyetujui apa saja
yang menjadi pendapat atau keyakinan mereka. Kembali, sikap asertif harus
digunakan manakala kita menyatakan ketidaksetujuan. Namun demikian,
bentuk dukungan bisa ditunjukkan dalam sikap empati kepada lansia.

Auliah triski syaputri ( G1B120045) Keterampilan komunikasi terapeutik


pada lansia
1. Memperkanlkan diri,menjelaskan tujuan Dan lama wawancara
2.beri waktu yang cukup pada klien
3. Berikan Kata kata yang tidak asing
4.gunakan pertanyaan yang jelas dan pendek
5. Memperhatikan respon klien

7. Jelaskan perkembangan komunikasi pada lansia!


Dewi aryani ( G1B120021 )
Dalam berkomunikasi dengan dewasa sampai lansia, diperlukan pengetahuan
tentang sikap-sikap yang khas. Berikut sikap-sikap psikologis spesifik pada orang
dewasa terhadap komunikasinya.
a. Orang dewasa/lansia melakukan komunikasi berdasarkan
pengetahuan/pengalamannya sendiri. Sikap perawat: Menggunakan motivasi
untuk mencari pengetahuan sendiri sesuai yang diinginkan. Tidak perlu mengajari,
tetapi cukup memberikan motivasi untuk menggantikan perilaku yang kurang
tepat.
b. Berkomunikasi pada orang dewasa/lansia harus melibatkan perasaan dan
pikiran. Sikap perawat: Gunakan perasaan dan pikiran orang dewasa/lansia
sebagai kekuatan untuk merubah perilakunya.
c. Komunikasi adalah hasil kerja sama antara manusia yang saling memberi
pengalaman serta saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu
masalah. Sikap perawat: Bekerja sama dengan orang dewasa/lansia untuk
menyelesaikan masalah. Memberikan kesempatan pada lansia untuk
mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap
pengalaman tersebut.
- Suasana Komunikasi pada Orang Dewasa dan Lansia Suasana hormat
menghormati Orang dewasa dan lansia akan mampu berkomunikasi dengan baik
apabila pendapat pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut
berpikir dan mengemukakan pikirannya.
1. Suasana saling menghargai Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan
sistem nilai yang dianut perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga
diri mereka akan dapat menjadi kendala dalam jalannya komunikasi.
2. Suasana saling percaya Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan itu
benar adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan. Jangan melakukan
penyangkalan pada apa yang dikomunikasikan oleh orang dewasa atau lansia,
karena mereka akan tidak percaya dengan Anda dan mengakibatkan tujuan
komunikasi tidak tercapai.
3. Suasana saling terbuka Keterbukaan dalam komunikasi sangat diperlukan,
baik bagi orang dewasa maupun lansia. Maksud terbuka adalah terbuka untuk
mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya dalam
suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali. Komunikasi verbal dan
nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling mendukung satu sama
lain. Seperti halnya komunikasi pada anak- anak, perilaku nonverbal sama
pentingnya pada orang dewasa dan juga lansia. Ekspresi wajah, gerakan tubuh,
dan nada suara memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa dan
lansia. Orang dewasa yang sakit dan dirawat di rumah sakit bisa merasa tidak
berdaya, tidak aman, dan tidak mampu ketika dikelilingi oleh tokoh-tokoh yang
berwenang. Status kemandirian mereka telah berubah menjadi status ketika orang
lain yang memutuskan kapan mereka makan dan kapan mereka tidur. Ini
merupakan pengalaman yang mengancam dirinya ketika orang dewasa tidak
berdaya dan cemas dan ini dapat terungkap dalam bentuk kemarahan dan agresi

Birgita arta milawati ( G1B120049) perkembangan komunikasi pada lansia


Perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan
visual, dan pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses
penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga
menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Di samping
itu, hal yang menyebabkan kesulitan komunikasi pada lansia adalah perubahan
kognitif yang berpengaruh pada tingkat inteligensia, kemampuan belajar, daya
memori dan motivasi klien. Perubahan emosi yang sering tampak berupa reaksi
penolakan terhadap kondisi lansia.
Berikut ini gejala-gejala penolakan lansia yang menyebabkan gagalnya
komunikasi dengan lansia :
• Tidak percaya terhadap diagnosis, gejala, perkembangan, serta keterangan
yang diberikan petugas kesehatan.
• Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa sehingga diterima
keliru.
• Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit.
• Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan
yang langsung mengikutsertakan dirinya.
• Menolak nasihat-nasihat, misalnya istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama jika nasihat tersebut demi kenyamanan klien.

Sumber : Anjaswarni, Tri. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta:


Kemenkes RI.

Tambahan :
Berdasarkan kasus, cara berkomunikasi terapeutik pada lansia dengan gangguan
fungsi pendengaran
a) Orientasikan kehadiran diri perawat dengan cara menyentuh lansia atau
memposisikan diri di depan lansia.
b) Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicara dengan perlahan
untuk memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
c) Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan sikap
tubuh dan mimik wajah yang lazim.
d) Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah / makan
sesuatu.
e) Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan.
f) Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan.
g) Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol)

ANDRISA DEVITASARI (G1B120028)


Menurut Azizah dan Lilik M dalam Khalifah (2016), semakin bertambahnya umur
manusia terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial dan seksual, diantaranya:
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik lansia meliputi perubahan sistem indera, integumen,
muskuloskeletal, kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, dan saraf.
b. Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif meliputi daya ingat (memory), IQ (Intellegent Quotient),
kemampuan belajar (Learning), kemampuan pemahaman (Comprehension),
pemecahan masalah (Problem Solving), pengambilan keputusan (Decision
Making), kebijaksanaan (Wisdom), kinerja (Performance), dan motivasi
(Motivation).
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik,
khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, gangguan saraf panca indra, gangguan konsep diri,
rangkaian dari kehilangan, hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri, dan perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial diantaranya ialah kesepian, duka cita (Bereavement),
depresi, gangguan cemas, parafrenia (suatu bentuk skizofrenia pada lansia),
dan sindroma diogenes yang merupakan suatu kelainan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu.
Sumber : Anjaswarni,Tri. (2013). Komunikasi Keperawatan Modul 2
Penerapan Komunikasi Berdasarkan Tingkat Usia. Badan PPSDM Kesehatan,
Kemenkes RI.

RAVIA GUSTINA ( G1B120066)


Perkembangan komunikasi pada lansia Kesulitan komunikasi pada lansia
adalah perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat inteligensia,
kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
gejala-gejala penolakan lansia yang menyebabkan gagalnya komunikasi
dengan lansia I Tidak percaya terhadap diagnosis, gejala, perkembangan, serta
keterangan yang diberikan petugas kesehatan.
• Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa sehingga
diterima keliru.
• Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit.
• Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya
tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya.
• Menolak nasihat-nasihat, misalnya istirahat baring, berganti posisi
tidur, terutama jika nasihat tersebut demi kenyamanan klien.

8. Apa saja karakteristik komunikasi terapeutik, untuk menghadapi lansia?


MEMY LORENTIKA (G1B120009) komunikasi pada lansia berbeda dengan
komunikasi dengan individu lain karena lansia itu pada dasarnya adalah
unik.lansia itu unik pada nilai, kepercayaan, persepsi, budaya dan pemahaman
serta lingkungan sosial yang berbeda.perbedaan tersebut dapat menghasilkan
komunikasi yang tidak efektif antara perawat dengan lansia.

DEWI ARYANI ( G1B120021 ) Karakteristik lanjut usia: Permasalahan lansia


terkait dengan komunikasi, padaumumnya terjadi akibat kemunduran fisik,
mental,sosial, kondisi penyakit, produkti0itas kerja menurun,serta hubungan dan
komunikasi terbatas. adanyaketerbatasan komunikasi pada lansia
yangdiakibatkanproses menua (aging process) mengharuskan perawat memahami
kondisi tersebut. asuhan keperawatan yangdiberikan perawat kepada klien lanjut
usia diharapkanmempertimbangkan karakteristik, faktor yangmemengaruhi
komunikasi, hambatan dalam komunikasiyang harus sudah diantisipasi dengan
pendekatan,danteknik-teknik komunikasi terapeutik tertentu

AULIA TRISKI SYAHPUTRI ( G1B120045 ) Karakteristik komunikasi


terapeutik pada lansia Karakterisitiknya antara lain adalah meliputi permasalahan
dan sikap komunikasi ,suasana komunikasi, serta teknik dan penerapan
komunikasi terapeutik.

9. Bagaimana pendekatan spesifik yang penting dilakukan saat berkomunikasi


dengan lansia?

ADINDA PUTRI BESTARI ( G1B120033 )


Secara spesifik, pendekatan komunikasi pada lansia dapat dilakukan berdasarkan
empat aspek, yaitu pendekatan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
Berikut uraian dari keempat pendekatan komunikasi pada lansia.
1) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian yang dialami,
perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah progresivitasnya. Pendekatan
ini relatif lebih mudah dilaksanakan dan dicarikan solusinya karena riil dan mudah
diobservasi.
2) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku,
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan
ini, perawat berperan sebagai konselor, advokat, suporter, dan interpreter terhadap
segala sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahasia yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3) Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia ataupun dengan
petugas kesehatan.
4) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama ketika klien dalam keadaan sakit atau
mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif, terutama bagi klien
yang mempunyai kesadaran tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.
10. Apa saja prinsip yg harus dipegang teguh seorang perawat saat
berkomunikasi dengan lansia?

AYU PRASETYA PRATIWI ( G1B120060 )


1. Empati
Istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar pengertian yang
dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang lansia
yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan
yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan
dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over protective
dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus memahami
peroses fisiologis dan patologik dari penderita lansia.

2. Non maleficence dan beneficence


Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan
yang baik dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan
(harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat
morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh
berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
3. Otonomi
Suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak tersebut
mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada
keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas.
Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin
rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi
berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih kapabel
(sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi
penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah
memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang
lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah membuat
keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
4. Keadilan
Prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan yang sama bagi
semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan
tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
5. Kesungguhan hati
Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang diberikan pada seorang
lansia.

INDAH AHSYA PUTRI ( G1B120015 )


Prinsip komunikasi untuk lansia
(Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth, 1996) adalah : 1. Menjaga
agar tingkat kebisingan minimum.
2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol. 3.
Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan
telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang
tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian.
DEWI ARYANI ( G1B120021 )
Menurut BUKU AJAR KEPERAWATAN DASAR 2 Prinsip Komunikasi
Terapeutik Pada Klien Lansia
1. Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus. Pengetahuan yang
dianggapnya benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru sehingga
kepada orang lansia, tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru.
2. Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap-
sikap yang khas pada lansia. Gunakan perasaan dan pikiran lansia, bekerja
sama untuk menyelesaikan masalah dan memberikan kesempatan pada lansia
untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap
pengalaman tersebut.
3. Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling hormat
menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling terbuka.
4. Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling memengaruhi dan
dipengaruhi, komunikasi secara timbal balik secara langsung, serta dilakukan
secara berkesinambungan, tidak statis, dan selalu dinamis.
5. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh
berkurangnya fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang
berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori, dan
motivasi klien

ANDRISA DEVITASARI ( G1B120028 ) Prinsip yang harus dipegang teguh


seorang perawat saat berkomunikasi dengan lansia, seperti :
a. Kesabaran dan Kepedulian Pada Lansia
Kesabaran dan rasa peduli sering dibutuhkan saat berhubungan
dengan orang tua. Biasanya Anda akan menghadapi tantangan fisik,
gerakan lamban, faktor lupa, kekurangan, sikap apatis dan lainnya.
Terkadang hal seperti ini membuat perawat lansia  atau anggota keluarga
ainnya mudah kehilangan kesabaran dan menjadi frustrasi. Seseorang
bahkan mungkin tergoda untuk ‘menyerah’ dan memilih pergi. Dalam
keadaan seperti ini, akan sangat membantu kalau menempatkan diri Anda
pada kondisi lansia meski untuk sesaat saja. Anda  perlu cerdik untuk
berkomunikasi dengan lansia. Sebaiknya ungkapkan dengan kata-kata
yang menyejukkan dan tidak bernada perintah. Misalnya Anda
mengatakan dengan penuh kesabaran dan rasa peduli.
b. Meminta dengan Baik-baik dibanding Memerintah
Salah satu kebutuhan kaum lansia adalah merasa dihormati. Anda
dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan meminta dibandingkan hanya
dengan memerintah saat berkomunikasi dengan lansia. Contohnya bila
Anda mengatakan, “Ibu  akan makan sup siang ini.” Sebaiknya katakan hal
ini: “Ibu mau makan dengan sup ayam?” . Paling baik yang Anda
sampaikan adalah dengan menawarkan pilihan bagi lansia : “Apakah ibu
mau makan sup ayam atau sayur lodeh?”
Bila Anda menanyakan pilihan bagi lansia, mereka akan merasa
dihargai. Menawarkan pilihan juga akan tetap memberikan ruang kontrol
dalam diri lansia untuk dirinya sendiri, dengan menanyakan kepada
mereka memberikan mereka senang karena dilibatkan dalam aktivitas.
c. Bertanyalah Terlebih Dahulu dibanding Berasumsi
Tanpa disadari banyak perawat lansia yang berasumsi untuk
menilai kebutuhan para lansia yang dirawat. Daripada berasumsi lebih baik
Anda tanyakan atau diskusi menyangkut satu tindakan yang akan
dilakukan. Misalnya saja, Anda ingin mematikan lampu kamar tidur,
sebaiknya bertanya terlebih dahulu. “Pak  bolehkah saya mematikan lampu
kamar?” Bila memang tidak membahayakan atau melukai kondisi lansia
yang Anda rawat Anda dapat awasi. Kalau  Anda ingin melakukan satu
tindakan jelaskan alasan mengapa Anda melakukan hal tersebut.
d. Kata Sopan
Dari banyak  studi tentang komunikasi efektif bahwa orang-orang
(termasuk banyak orang dewasa dan lansia) umumnya tidak merespon
dengan baik saat mereka merasa selalu diperintah untuk melakukan apa
yang harus dilakukan. Sebagai contoh: “Bapak harus berolahraga hari
ini!”,  “Ibu harus minum obat Anda!”, “Bapak habiskan sup ini!”atau  “Ibu
sebaiknya harus ikut terapi!”
Ketika mendengar hal ini, kemungkinan besar lansia  akan
merespons dengan apa yang disebut oleh psikolog sebagai “Tiga F”
yaitu  Fight, Flight, dan Freeze. Hal ini menyebabkan masalah perilaku
seperti sering berargumen, menghindar,  atau malah bersikap keras kepala.
Sebagai gantinya, coba Anda gunakan pernyataan lebih sopan dan gunakan
kata “saya, kita, ayo, yuks, mari”. Contoh: “Yuk Ibu, saya akan membantu
olahraga hari ini.” “Ini penting untuk kesehatan ibu lho. Ayo bu, minum
obat ini.” Jenis pernyataan ini memaksa lansia untuk lebih terbuka
terhadap apa yang Anda katakan, mendorong untuk mendengarkankan apa
yang Anda minta mereka lakukan.
e. Berikan Pilihan Saat Memungkinkan
Banyak lansia yang tetap ingin mempertahankan kemandirian dan
kemerdekaan mereka. Hal ini mungkin menjadi bagian penting bagaimana
mereka merasakan tentang fisik dan berkurangnya kemampuan berpikir,
namun mereka tetap ingin mempunyai kontrol pada dirinya. Karena itu,
selama memungkinkan tetap tawarkan pilihan kepada mereka. Hal ini akan
sangat sederhana seperti ketika Anda menanyakan kepada lansia untuk
memilih makan siang ayam kari atau telur rendang. Dengan kondisi lansia
yang memiliki kemampuan memilih dapat memberikan mereka rasa
percaya diri, rasa aman, dan masih memiliki ‘kekuatan’ untuk bereaksi
pada lingkungannya.
Sumber : Kushariyadi. (2010). Asuhan keperawatan pada klien lanjut
usia. Jakarta : Salemba Medika

Tambahan LO no 10. G1B120021 Dewi Aryani:


Pertama, saat assesment, perawat harus mengerti kondisi pasien
mengalami penurunan fungsi pendengaran yang dialami pasien yang
mungkin menghambat pola komunikasi.
Kedua, setelah mengetahui, perawat berkomunikasi dengan pasien dengan
memperhatikan bagian yang mengalami gangguan. Misalnya, jika ada
gangguan pendengaran di telinga sebelah kiri, maka perawat harus
berbicara dari sisi sebelah kanan. Demikian sebaliknya.
Ketiga, ketika pasien mengalami gangguan pendengaran pada kedua
telinga, gunakan tulisan agar pasien mengerti. Jika pasien tidak mengalami
gangguan pendengaran tetapi mengalami gangguan penglihatan, maka
komunikasi dengan suara akan lebih efektif.
Keempat, jika berkomunikasi perawat tidak boleh menjelaskan terlalu
panjang lebar. Berkomunikasihlah dengan singkat, pada, jelas sehingga
bisa dimengerti oleh pasien. Kalau penjelasan terlalu panjang lebar
dikhawatirkan pasien akan bingung

Anda mungkin juga menyukai