Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

KOMUNIKASI LANSIA DENGAN GANGGUAN


PENDENGARAN, PENGLIHATAN DAN BICARA

Oleh
Kelompok III :
ADELYA PRATIWI RAHIM
STEPANUS METE
SRI MULYATI
IMAN RUSDIMAN MAE
YUSTINUS DENDO N.

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan
meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya
dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap
pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada
kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang
berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering
sangat membantu.
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan
verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya
pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan
hubungan. Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat
harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang
mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur
dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran.
Perubahan pada telinga baguan dalam dan telingan mengalami proses
pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran terhadap suara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
2. Apa strategi komunikasi dengan lansia yang mengalami penurunan fungsi
(Pendengaran, penglihatan dan Wicara)?

C. Tujuan
1. Agar pembaca mengetahui pengertian dari komunikasi.
2. Agar pembaca mengetahui strategi komunikasi dengan lansia yang
mengalami penurunan fungsi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication yang
bersumber dari kata communis yang berarti “sama” dan bermakna “sama” (Onong
dalam Lubis, dkk., 2001). Sebagai contoh, apabila dua orang atau lebih
mengadakan percakapan, dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak
mengerti bahasa yang digunakan dan mengerti makna bahan yang
diperbincangkan. Dahulu orang menyatakan komunikasi sebagai proses mengirim
atau menerima informasi. Saat ini “berbagai informasi” lebih dekat dengan arti
komunikasi sebenarnya. Komunikasi lebih berarti dua orang atau lebih berbagi
informasi bersama daripada seseorang memberi informasi dan orang lain
menerima.
B. Strategi Komunikasi dengan lansia yang mengalami penurunan fungsi
Menurut Nugroho (2012), lansia sering mengalami gangguan komunikasi
karena mengalami penurunan penglihatan, wicara dan persepsi. Semua ini
menyebabkan penurunan kemampuan lansia untuk menangkap pesan atau
informasi serta melakukan transfer informasi. Gangguan indra pada lansia yang
tinggal di rumah sendiri atau di lingkungan keluarga, di lingkungan sosial seperti
panti werdha, atau di rumah sakit disebabkan oleh gangguan anatomik organ,
gangguan fisiologis organ, kematangan/maturasi, degenerasi atau gangguan
kognitif-persepsi. Ada 2 tingkat gangguan komunikasi, yaitu gangguan pada
sistem pengindraan dan tingkat integratif. Gangguan pengindraan meliputi
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, atau gangguan wicara.
Sedangkan gangguan yang melibatkan sistem integratif yang lebih tinggi adalah
gangguan mental, gangguan maturasi pikir (degenerasi proses pikir), atau
gangguan kesadaraan.
1. Lansia dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan pada lansia dapat terjadi, baik karena kerusakan
organ misalnya kornea, lensa mata, kekeruhan lensa mata (katarak), atau
kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat
persepsi adalah kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan virus
hingga dapat menyebabkan visual menurun. Kemampuan menangkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi
asuhan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena
fungsi penglihatan sedapat mungkin harus diganti oleh informasi yang dapat
ditransfer melalui indra yang lain ketika melakukan orientasi ruangan tidur,
ruang tamu, ruang makan, ruang perawatan, ruang rekreasi, kamar mandi
atau toilet, dan lain-lain. Klien lansia harus mendapatkan keterangan yang
memvisualisasi kondisi tempat tersebut secara lisan. Misalnya menerangkan
letak meja dan kursi makan, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur
dari pintu, letak kamar mandi, dan sebagainya.
Berikut ini teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama
berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan penglihatan :
a. Perawat sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat oleh klien
lansia, bila ia mengalami kebutaan parsial atau memberi tahu secara
verbal keberadaan atau kehadirannya.
b. Perawat menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama serta
perannya.
c. Perawat berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena
kondisi lansia tidak memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara
visual.
d. Nada suara perawat memegang peranan besar dan bermakna bagi lansia.
e. Jelaskan alasan perawat menyentuh sebelum melakukan sentuhan pada
lansia.
f. Ketika perawat akan meninggalkan ruangan atau hendak memutuskan
komunikasi atau pembicaraan, informasi kepada lansia.
g. Orientasi lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
h. Orientasikan lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke
lingkungan yang asing baginya.
2. Lansia dengan gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan
pendengaran hingga tuli (tuli lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal :
a. Tuli perseptif, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf.
b. Tuli konduktif, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghantar
rangsang suara.
Pada klien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang
paling sering digunakan ialah media visual. Klien lansia menangkap pesan
bukan dari suara yang dikeluarkan perawat/orang lain, tetapi dengan
mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual jadi sangat penting
bagi klien lansia ini, sehingga dalam melakukan komunikasi upayakan agar
sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut ini adalah teknik komunikasi yang dapat digunakan pada klien
lansia dengan gangguan pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran perawat dengan menyentuh lansia atau
memposisikan diri di depannya.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan berbicara dengan
perlahan untuk memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan
sikap tubuh serta mimik wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaran ketika perawat sedang mengunyah
sesuatu (misalnya permen).
e. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat
mampu melaksanakannya.
f. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
3. Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera
atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar,
berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana
penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001).
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.

Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-
prilaku di bawah ini:
a). Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b). Meremehkan orang lain
c). Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d). Menonjolkan diri sendiri
e). Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan
maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a). Menarik diri bila di ajak berbicara
b). Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c). Merasa tidak berdaya
d). Tidak berani mengungkap keyakinaan
e). Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f). Tampil diam (pasif)
g). Mengikuti kehendak orang lain
h). Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain.
           
          Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar
seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga
kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan
tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di
perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara lain
a). Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b). Keraskan suara anda jika perlu
c). Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia
dapat melihat mulut anda.
d).  Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan
yang cukup.
e). Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan
hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f). Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan
orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai
partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan
dan pemahamannya.
g).   Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat  pendek dengan bahasa yang sederhana.
h). Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i). Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa
berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi,
postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j).   Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k). Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan
anda.
l). Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m). Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n). Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o). Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muhith, Abdul. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET.
Setio, Hingawati. 2013. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Citra Aji Prama.

Anda mungkin juga menyukai