BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahakan,
meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan
oleh seseorang setiap harinya. Namun kemampuan berkomunikasi
bukanlah sesuatu yang mudah dan biasa, setiap orang memiliki teknik
pendekatan yang berbeda, termasuk lansia.
Kesulitan dalam berkomunikasi menimbulkan masalah lainnya karena
komunikasi adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku
dan hubungn serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain
dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti
dengan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 2014).
Pada pasien lansia, perawat harus melakukan teknik khusus dalam
berkomunikasi karena pada lansia secara umum mengalami proses
penurunan fungsi tubuh termasuk pendengaran. Untuk memperbaiki
intrepretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan
mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah
dimengerti dipakai dalam berkomunikasi dengan pasien lansia.
Kemampuan berkomunikasi dengan baik pada lansia harus diimbangi
dengan empati yang akan membantu dalam keterbatasan kapasitas
fungsional , ekonomi, sosial, dan emosi pasien lansia.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan diatas, kami tertarik untuk melakukan pembahasan
tentang “Apa Masalah Yang Umum Terjadi Pada Lansia Dengan
Masalah Komunikasi”
4
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Agar menjadi sarana informasi bagi mahasiswa perawat untuk
dapat diaplikasikan kepada pasien lansia
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai konsep komunikasi
teraupetik efektif pada lansia
b. Mahasiswa mengetahui masalah-masalah yang umum muncul saat
berkomunikasi dengan lansia
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh erta memperhatikan
waktu yang tepat (Stuard & Sundeen, 2013).
7
2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah:
a) menarik diri bila diajak berbicara
b) merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
c) merasa tidak berdaya
d) tidak berani mengungkapkan keyakinan
e) membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) tampil diam atau pasif
g) mengikuti kehendak orang lain
h) mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan
baik dengan orang lain
8
lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus
melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
3. Acuh tak acuh
Acuh tak acuh oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri
saat akan diajak berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini
biasanya diikuti dengan perasaan menyepelekan orang lain.
Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang
yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan
yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah
menarik diri dari pembicaraan.
4. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki
keterbatasan fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi. Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik
yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki masalah
pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam
komunikasi. Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu dengar
agar ia dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar.
Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan
bicaranya harus menggunakan suara keras untuk bisa berbicara
dengan lansia tersebut. Sayangnya hal seperti ini sering
disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk penghinaan dengan
membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari
itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik oleh
lawan bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
5. Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan
lansia adalah depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia.
Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik
yang ia alami, maupun faktor lainnya. Jika seorang lansia sudah
menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan tidak mau
9
mendengar apapun yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini
hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya telah
diatasi.
6. Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini
merupakan salah satu hal yang banyak dihadapi oleh orang yang
berkomunikasi dengan lansia. Lansia yang selalu merasa benar dan
tahu segalanya biasanya juga akan mempermalukan orang lain di
depan umum.
Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang
terdapat dalam diri mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka
biasanya komunikasi akan langsung berhenti dan tidak lagi
dilanjutkan karena lawan bicara sudah merasa tidak nyaman.
Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka
ini dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam komunikasi yang
dilakukan.
7. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf
mereka sehingga banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur
ketika diajak berbicara. Kelelahan yang amat sangat akan membuat
mereka yang tadinya begitu bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba
tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih
banyak terjadi pada lansia yang memiliki riwayat penyakit
demensia atau Alzheimer. Lansia dengan riwayat penyakit tersebut
biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan
sekalipun.
8. Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan
lansia akan berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun
sudah dijawab berulang kali. Jika lawan bicaranya tidak sabar,
maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak lancar. Menjadi
sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga
10
sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari lawan bicara
dalam menghadapi lansia.
9. Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya
gangguan penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang
terjadi bisa berupa rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat.
Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak
akan terlalu dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka
dari itu diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai kondisi
lansia yang diajak berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti
apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan
memberikan kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya.
Dengan bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa
tubuh atau komunikasi non verbal yang digunakan oleh lawan
bicaranya.
10. Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih
banyak diam biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia
dengan kondisi seperti ini akan menyerahkan setiap topik dan
keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan bicaranya.
Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih
banyak mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan
bicara.
11. Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet
yang dihindari untuk diajak bicara. Beberapa lansia memang
terkesan sangat cerewet. Hal ini tidak terlepas dari pemikiran
mereka untuk selalu menasehati orang yang lebih muda. Keinginan
untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian dan
kebosanan yang mereka rasakan.
11
Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari
lawan bicara ini adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang
baik. Dengan melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai apa
yang ia katakan, maka ia pun akan ikut memberikan kesempatan
pada lawan bicaranya untuk berbicara.
12. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan
komplikasi. Rasa sakit yang dirasakan tentu saja akan membuatnya
tidak nyaman dan menjadi mudah marah, bahkan meskipun tidak
ada penyebabnya. Rasa mudah marah ini membuat banyak orang
menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi dengan baik
dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu
yang ada.
13. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan
penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan
adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa
16% – 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami
pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan
sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%. Aging/penuaan
mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal
sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara
berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara
konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan
akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the
morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar
vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)”
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi
reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit
untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
12
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary
muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan
cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia
mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan
(mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular
pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70
tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi
melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu. Bagi
mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan
penglihatannya yang terganggu
14. Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih
kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya
menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi
akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang .
Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih
banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke
dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal lain
(istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada
setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan
demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai
kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami
masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien
banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti
“hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien
dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa
hanya berdiam diri.
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan
dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami
kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian
13
yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang
konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam
satu topik tertentu
15. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah
adanya orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau
caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik Meskipun caregiver dapat mengasumsikan
berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis,
pada sebagian besar kasus, caregiver menempatkan kesehatan
orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan
lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas
kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat,
transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver
membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri.
Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut
usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar
didapatkan hasil terbaik bagi keduanya.
14
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin
hubungan saling percaya.
6. Gangguan syaraf dalam pendengarannya
7. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan -
pesan non-verbal.
8. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu
atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga
kognitif berkurang.
9. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam
pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai,
kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
10. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan
fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi
psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak
dengan realita.
11. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara :
ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama,
terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan,
bahasa, prejudice, dan strereotipes.
15
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata dapat diganti
dengan kata lainnya dan diulang
b. Beri pilihan yang sederhana
c. Ajukan pertanyan yang memerlukan jawaban “iya” atau
“tidak”
d. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti, “Apakah kakek mau
teh?” bukan, “Apakah kakek mau mium sesuatu?”
16
Ketika terdapat perubahan sikap terhadap lansia sekecil
apapun hendaknya mengklarifikasi tentang perubahan
tersebut.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten
terhadap komunikasi yang diinginkan. Hal ini perlu
diperhatikan karena umumnya lansia senang menceritakan
hal yang tidak relevan.
d. Suportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi lansia
menjadi labil. Perubahan ini dapat disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi lansia, misalnya dengan mengiyakan,
senyum, dan menganggukkan kepala ketika lansia
berbicara.
e. Klarifikasi
Perubahan yang terjadi pada lansia menyebabkan proses
komunikasi tidak berjalan dengan lancar. Klarifikasi
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan agar maksud
pembicaraan dapat dimengerti.
f. Sabar dan Ikhlas
Perubahan pada lansia yang terkadang merepotkan dan
kekanak-kanakan. Apabila tidak disikapi dengan sabar dan
ikhlas akan menimbulkan perasaan jengkel sehingga
komunikasi tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut
menimbulkan kerusakan hubungan komunikasi.
17
1) Pendekatan perawatan terhadap lansia baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual serta menunjukkan rasa
hormat dan keprihatinan
2) Berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dengan
menggunakna kalimat sederhana dan pendek, kecepatan
dan tekanan suara tepat, berikan kesempatan lansia untuk
bicara, hindari pertanyaan yang mengakibatkan lansia
menjawab “ya” dan “tidak” dan ubah topik pembicaraan
jika lansia sudah tidak tertarik
3) Komunikasi nonverbal yang meliputi perilaku, kontak
mata, ekspresi wajah, postur dan tubuh, dan sentuhan
4) Meningkatkan komunikasi dengan lansia yaitu dengan
memulai kontak.
5) Suasana komunikasi harus diciptakan senyaman mungkin
saat berkomunikasi dengan lansia, misalnya posisi duduk
berhadapan, jaga privasi, penerangan yang cukup, dan
kurangi kebisingan
2. Ketrampilan komunikasi
Listening/Pendengaran yang baik yaitu :
a. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
b. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang
jernih.
c. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
18
5. Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
6. Berbicara dengan jelas, intonasi jelas dan tidak tergesa-gesa serta
sederhana
7. Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien
8. Gunakan sentuhan lembut sebagai wujud kehangatan
9. Jangan mengabaikan pasien ketika berinteraksi
19
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan tuhan atau agama yang di
anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati
kematian.
2. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk
mengakui secara sadar terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau
kebutuhan pada kejadian – kejadian nyata sesuatu yang merupakan
reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada
dirinya.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk
menghadapi klien lansia dengan penolakan antara lain:
a. Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang
waktu tertentu. Langkah – langkah yang dapat di lakukan
sebagai berikut :
1) Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan
cara observasi klien bila sedang mengalami puncak
reaksinya.
2) Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara
perlahan di mulai dari kenyataan yang merisaukan.
3) Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi
berikan perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan
sesering mungkin jangan sampai menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri.
Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk
memandikan klien, antara lain:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya
dalam perencanaan waktu, tempat dan macam,
perawatan.
20
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat
dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan
keresahaan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan
dan menluangkan waktu bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau
petugas kesehatan memperolah sumber informasi atau data
klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat
terealisasi dengan baik dan cepat. Upaya ini dapat di
laksanakan dengan cara – cara sebagai berikut :
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam
membantu klien lansia menentukan perasaannya.
2) Meliangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka
yang bersangkutan tentang apa yang sedang terjadi pada
klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam
rangka membantu.
3) Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien
lansia untuk menerima kenyataan.
4) Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman
(bukan hukuman fisik) apabila klien lansia
mempergunakan penolakan atau denial.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lanjut usia adalah proses penurunan dalam segala aspek kehidupan,
mencakup fisiologis, biologis, dan psikologis. Penurunan ini kemudian
ditandai dengan kesulitan berkomunikasi yang disebabkan berbagai faktor,
seperti gangguan pendengaran, gangguan penurunan kognitif, dan
penurunan kesehatan. Gangguan komunikasi ini dapat menjadi hambatan
dalam menyampaikan pesan antara perawat dengan pasien lansia.
Penurunan komunikasi yang dialami lansia perlu diperhatikan perawat
agar proses penyampaian pesan dapat diterima dengan baik. Dengn teknik
pendekatan yang baik serta mengetahui kelemahan pasien lansia, kita akan
dengan mudah untuk menyeimbangkan diri dalam berkomunkasi dengan
lansia.
B. Saran
Sebagai perawat kita perlu memahami penurunan keterampilan
komunikasi bagi lensia. Maka daripada itu kita perlu melakukan
pendekatan secara hangat serta menjalin kepercayaan dengan pasien agar
22
pasien menjadi percaya dan mudah untuk berkomunikasi. Hambatan
dalam komunikasi dengan lansia dapat diatasi dengan teknik-teknik
khusus seperti, teknik sentuhan hangat, memanggil dengan nama yang
disukai dan pandangan terfokus dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi dan Martono, H.Hadi, 1999: Olah Raga dan Kebugaran Pada
Lanjut Usia. Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta
23
Nugroho, Wahyudi, 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatri. Jakarta : EGC
Potter PA & Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik Edisi 4, Jakarta: EGC.
24