Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Oleh
KELOMPOK III :

STEPANUS METE 2118022


FRANSISKAWATI BAWOLE 2119033
ZHADELLA R. ABDULLAH 2119001
AVELINUS P. J ANTAS 2119006
ADRIANUS JERATU 2119005
HASFIANA ANENE 2119031

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan
meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya
dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap
pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada
kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang
berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering
sangat membantu.
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan
verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya
pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan
hubungan. Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat
harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang
mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur
dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran.
Perubahan pada telinga baguan dalam dan telingan mengalami proses
pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran terhadap suara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
2. Apa strategi komunikasi dengan lansia yang mengalami penurunan fungsi
(Pendengaran, penglihatan dan Wicara)?
3. Bagaimana cara berkomunikasi pada lansia yang tidak sadar ?
4. Bagaimana cara berkomunikasi pada lansia dengan penurunan daya
ingat ?
C. Tujuan
1. Agar pembaca mengetahui pengertian dari komunikasi.
2. Agar pembaca mengetahui strategi komunikasi dengan lansia yang
mengalami penurunan fungsi.
3. Untuk mengetahui cara berkomunikasi pada lansia yang tidak sadar
4. Untuk mengetahui cara berkomunikasi pada lansia dengan penurunan
daya ingat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication yang
bersumber dari kata communis yang berarti “sama” dan bermakna “sama” (Onong
dalam Lubis, dkk., 2001). Sebagai contoh, apabila dua orang atau lebih
mengadakan percakapan, dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak
mengerti bahasa yang digunakan dan mengerti makna bahan yang
diperbincangkan. Dahulu orang menyatakan komunikasi sebagai proses mengirim
atau menerima informasi. Saat ini “berbagai informasi” lebih dekat dengan arti
komunikasi sebenarnya. Komunikasi lebih berarti dua orang atau lebih berbagi
informasi bersama daripada seseorang memberi informasi dan orang lain
menerima.
B. Strategi Komunikasi dengan lansia yang mengalami penurunan fungsi
Menurut Nugroho (2012), lansia sering mengalami gangguan komunikasi
karena mengalami penurunan penglihatan, wicara dan persepsi. Semua ini
menyebabkan penurunan kemampuan lansia untuk menangkap pesan atau
informasi serta melakukan transfer informasi. Gangguan indra pada lansia yang
tinggal di rumah sendiri atau di lingkungan keluarga, di lingkungan sosial seperti
panti werdha, atau di rumah sakit disebabkan oleh gangguan anatomik organ,
gangguan fisiologis organ, kematangan/maturasi, degenerasi atau gangguan
kognitif-persepsi. Ada 2 tingkat gangguan komunikasi, yaitu gangguan pada
sistem pengindraan dan tingkat integratif. Gangguan pengindraan meliputi
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, atau gangguan wicara.
Sedangkan gangguan yang melibatkan sistem integratif yang lebih tinggi adalah
gangguan mental, gangguan maturasi pikir (degenerasi proses pikir), atau
gangguan kesadaraan.
C. Startegi dalam Berkomunikasi dengan Lansia
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan lansia diperlukan beberapa
strategi, sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. Beberapa strateginya
antara lain :
1. Kenali bahwa mungkin terdapat perbedaab antar generasi antara pasien
dan perawat, hargai sudut pandang pasien.
2. Dengarkan narasi riwayat pasien, sesuai ketersediaan waktu. Hal ini akan
menggambarkan pengalaman, kepribadian, kekuatan, dan tantangan
pasien tersebut.
3. Hindari istilah teksins berlebihan dangan menilai pemahaman pasien dan
mengulang kembali penjelasan istilah medis dan intervensi sesuia tingkat
pemahaman pasien.
4. Hindari nama yang merendahkan seperti “Nenek” dan “Sayang”. Selalu
memulai secara formal dan kemudian tanya pasien dengan nama apa ia
lebih suka dipanggil.
5. Sadari bahwa beberapa orang dewasa mungkin menggunakan nada
merendahkan terhadap perwat yang lebih muda. Hargailah tetapi tunjukkan
pengetahuan anda yang luas, menegaskan latihan dan keahlian anda.
6. Luangkan waktu lebih untuk mengajarkan mengenai pemeriksaan atau
pembedahan dan pengobatan. Lakukan dengan kecepatan yang lebih
lambat dan nilai ulang pemahamannya secara berkala.
7. Berikan pasien kesempatan untuk membuat keputusan secara mandiri,
sesuai kebutuhan.

a. Lansia dengan gangguan penglihatan


Gangguan penglihatan pada lansia dapat terjadi, baik karena kerusakan
organ misalnya kornea, lensa mata, kekeruhan lensa mata (katarak), atau
kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat
persepsi adalah kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan virus
hingga dapat menyebabkan visual menurun. Kemampuan menangkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi
asuhan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena
fungsi penglihatan sedapat mungkin harus diganti oleh informasi yang dapat
ditransfer melalui indra yang lain ketika melakukan orientasi ruangan tidur,
ruang tamu, ruang makan, ruang perawatan, ruang rekreasi, kamar mandi
atau toilet, dan lain-lain. Klien lansia harus mendapatkan keterangan yang
memvisualisasi kondisi tempat tersebut secara lisan. Misalnya menerangkan
letak meja dan kursi makan, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur
dari pintu, letak kamar mandi, dan sebagainya.
Berikut ini teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama
berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan penglihatan :
a. Perawat sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat oleh klien
lansia, bila ia mengalami kebutaan parsial atau memberi tahu secara
verbal keberadaan atau kehadirannya.
b. Perawat menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama serta
perannya.
c. Perawat berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena
kondisi lansia tidak memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara
visual.
d. Nada suara perawat memegang peranan besar dan bermakna bagi lansia.
e. Jelaskan alasan perawat menyentuh sebelum melakukan sentuhan pada
lansia.
f. Ketika perawat akan meninggalkan ruangan atau hendak memutuskan
komunikasi atau pembicaraan, informasi kepada lansia.
g. Orientasi lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
h. Orientasikan lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke
lingkungan yang asing baginya.

b. Lansia dengan gangguan pendengaran


Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan
pendengaran hingga tuli (tuli lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal :
a. Tuli perseptif, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf.
b. Tuli konduktif, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghantar
rangsang suara.
Pada klien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang
paling sering digunakan ialah media visual. Klien lansia menangkap pesan
bukan dari suara yang dikeluarkan perawat/orang lain, tetapi dengan
mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual jadi sangat penting
bagi klien lansia ini, sehingga dalam melakukan komunikasi upayakan agar
sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut ini adalah teknik komunikasi yang dapat digunakan pada klien
lansia dengan gangguan pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran perawat dengan menyentuh lansia atau
memposisikan diri di depannya.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan berbicara dengan
perlahan untuk memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan
sikap tubuh serta mimik wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaran ketika perawat sedang mengunyah
sesuatu (misalnya permen).
e. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat
mampu melaksanakannya.
f. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).

c. Lansia dengan Afasia (gangguan wicara)


Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera
atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar,
berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana
penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001).
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.

Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-
prilaku di bawah ini:
a). Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b). Meremehkan orang lain
c). Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d). Menonjolkan diri sendiri
e). Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan
maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a). Menarik diri bila di ajak berbicara
b). Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c). Merasa tidak berdaya
d). Tidak berani mengungkap keyakinaan
e). Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f). Tampil diam (pasif)
g). Mengikuti kehendak orang lain
h). Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain.
           
          Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar
seiring dengan menurunya fisik dan piskis klien namun sebagai tenaga
kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan
tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di
perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a). Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b). Keraskan suara anda jika perlu
c). Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia
dapat melihat mulut anda.
d).  Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan
yang cukup.
e). Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan
hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f). Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan
orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai
partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan
dan pemahamannya.
g).   Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat  pendek dengan bahasa yang sederhana.
h). Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i). Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa
berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi,
postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j).   Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k). Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan
anda.
l). Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m). Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n). Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o). Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

d. Komunikasi dengan Lansia yang Tidak Sadar


Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik lansia
mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima dan lansia tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Keadaan
tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang
berat, syok, pingsan, kondisi tidur, kondisi anestesis, gangguan berat yang
terkait dengan penyakit tertentu (koma diabetikum).
Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu atau tidaknya perawat atau
pemberi asuhan berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan
kesadaran ini. Bagaimana pun, secara etis penghargaan dan penghormatan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada
lansia yang tidak sadar.
Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan
kesadaran, hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a. Perawat atau pemberi asuhan harus berhati-hati ketika melakukan
pembicaraan verbal dekat dengan lansia karena ada keyakinan bahwa organ
pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan
kemampuan menerima rangsangan pada individu yang tidak sadar. Individu
yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungannya
walaupun ia tidak mampu meresponsnya sama sekali.
b. Perawat atau pemberi asuhan harus mengambil asumsi bahwa lansia yang
tidak sadar dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan mengucapkan
kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan
yang kita sampaikan di dekat lansia.
c. Perawat atau pemberi asuhan harus memberi ungkapan verbal sebelum
menyentuh lansia. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk
komunikasi yang sangat efektif pada lansia dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu
lansia berfokus pada komunikasi yang dilakukan.

1. Tekni berkomunikasi dengan pasien tidak sadar


Menurut Patakyu (2010), cara berkominikasi dengan klien dalam
proses keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak
sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik walaupun tidak
menggunakan keseluruhan teknik yaitu :
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat mejelaskan apa yang akan
perawat lakukan terhadap pasien. Penjelasan itu dapat berupa
intervensi yang akan dilakukan kepada pasien. Dengan menjelaskan
secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh
klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau
konsep kunci dari pesan yang disampaikan. Perawat memfokuskan
informasi yang akan disampaikan pada klien untuk menghilangkan
ketidakjelasan dalam komunikasi.
c. Memberikan informasi
Fungsi komunikasi dengan pasien salah satunya adalah
memberikan informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan pasien,
perawat dapat memberikan informasi kepada klien. Informasi itu dapat
berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status
kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh
perawat dapat menumbuhkan kepercyaan klien dan pendorongnya
untuk lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketenangan pada pasien tidak sadar, perawat
dapat menunjukkannya dengan kesbaran dalam merawat pasien.
Ketenangan yang perawat berikan dapat membantu atau mendorong
pasien menjadi lebih baik. Ketenangan perawat dapat ditunjukan
kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal.
Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan
adalah transisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang
terkuat bagi seseorang untuk mengirimkn pesan kepada orang lain.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak


sadar adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan
oleh salah seoarang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima
dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada
penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu
pasiennya tidak sadar.

Untuk komunikasi yang efektif pada kasus seperti ini,


keefektifmunikasi lebih diutamakan pada perawat sendiri, karena
perawatlah yang melakukan komunikasi satu arah tersebut.

e. Lansia dengan Penurunan Daya Ingat


Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demensia atau
kepikunan adalah berkurangnya daya ingat tau memori. Mereka butuh waktu
lama untuk mengingat atau lupa dengan apa yang mereka lakukan
sebelumnya. Seiring bertambhanya usia, perubahan muncul di semua bagian
tubuh, termasuk otak. Inilah sebabnya pikun adalah kondisi yang biasanya
terjadi dalam proses penuaan. Lansia yang mengalami penurunan daya ingat
atau demensia atau kepikunan mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang
dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan lansia
maupun pemberi asuhan.
1. Teknik berkomunikasi dengan lansia dengan masalah demensia atau
penurunan daya ingat
a. Persiapkan hati yang posirif pada saatn berinteraksi
Sikap dan bahasa tubuh perawat dalam mengkomunikasikan
sesuat akan lebih kuat daripada menggunakan kata-kata. Dengan
suasana hati yang positif ketika berbicara dengan pasien demensia, dapat
berbicara dengan cara yang menyenangkan dan penuh rasa hormat.
Gunakan nada yang halus, ekspresi wajah yang ramah hingga sentuhan
fisik untuk membantu penyampaian pesan dan tunjukan rasa penuh kasih
sayang.
b. Dapat perhatiannya saat berkomunikasi
Upayakan focus perhatiannya dengan pasien tersebut, dan lakukan
komunikasi di ruangan yang terbatasi dari gangguan kebisingan, misalnya
dengan mematikan tv, menutup pintu, ataupun pindah ke area yang lebih
tenang. Pastikan perawat mendapat perhatiaan dari pasien sebelum
berbicara. Identifikasi diri anda dengan mengingatkan pada pasien.
Gunakan isyarat non verbal hingga sentuhan untuk membantu pasien
agar tetap focus. Jika pasien dalam posisi duduk, turun dan pertahankan
kontak mata dengan nya.
c. Sampaikan pesan dengan jelas
Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan masalah
penurunan daya ingat, gunakan kata dan kalimat yang sederhana.
Berbicara dengan pelan, jelas dan dengan menggunakan intonasi yang
meyakinkan. Tidak prlu meninggikan suara ataupun membuatnya lebih
keras, tetapkan rendahkan intonasi suara kita. Gunakan kata-kata yang
sama untuk mengulang pesanataupun pertanyaan jika pasien tidak
mengerti pertama kali. Selalu gunakan nama orang dan tempat dengan
tidak mengganti misalnya dia, itu, mereka ataupun singkatan.
d. Ajukan pertanyaan yang sederhana yang bisa dijwab
Ajukan pertanyaan pada satu waktu, mendapatkan jawaban ya atau
tidak dari mereka sudah cukup baik. Jangan terlalu mengajukan
pertanyaan terbuka atau dengan member banyak pilihan.
e. Dengarkan dengan telinga, mata, dan hati
Maksudnya adalah bersabar menunggu jawaban dari pasien. Jika
pasien berusaha mencari jawaban sendiri, tidak masalah untuk membantu
mencari kata yang tepat. Selalu perhatikan syarat non verbal dan bahasa
tubuh serta tanggapi dengan tepat.
f. Ketika keadaan menjadi lebih sulit, coba untuk mengalihkan perhatiannya
Penting diingat bahwa menjalin hubungan dengan pasien pikun
perlu dilakukan pada tingkat perasaan. Sebelum mengalihkan perhatian,
mungkin perawat bisa berkata “IBU kelihatannya sedang sedih, ayo kita
cari hiburan yang menyenangkan”.
g. Tanggapi dengan penuh kasih sayangdan kepastian
Pasien demensia sering merasa ceman, kebingungan, dan tidak
yakin pada diri sendiri. Mereka sering mendapatkan kenyataan yang
membingungkan dan mungkin mengingat hal-hal yang tidak pernah
terjadi. Hindari encoba meyakinkan bahwa mereka salah. Tetap focus
pada perasaan yang mereka tunjukkan dan ekpresikan dengan sikap yang
positif. Pertahankan selera humor kapanpun memungkinkan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Komunikasi gerontik adalah proses tercapainya penyampaian pesan dari
perawat atau pemberi asuhan kepada lansia dan mendapat tanggapan dari
lansia. Terdapat beberapa hambatan yang mempengaruhi proses komunikasi
kepada lansia, beberapa diantaranya adalah kebisingan, keadaan psikologis
komunikan, kekurangan komunikator atau komunikan, kesalahan penilaian
komunikator, kurangnya pengetahuan komunikator atau komunikan, bahasa, isi
pesan berlebihan, bersifat satu arah, kepentingan atau interest, prasangka, dan
cara penyajian yang verbalitis.
Secara biologis semakin menua usia seseorang maka fungsi tubuh akan
semakin menurun, pada lansia fungsi dari pendengaran dan penglihatan akan
menurun sehingga mempengaruhi proses komunikasi pada lansia, pesan yang
disampaikan akan sulit diterima oleh lansia. Untuk berkomunikasi secara efektif
dengan lansia diperlukan beberapa strategi, sehingga komunikasi dapat terjalin
dengan baik. Berkomunikasi dengan lansia tidak hanya dengan menggunakan
kata-kata atau secara verbal saja, komunikasi non-verbal atau dengan tidak
menggunakan kata-kata juga diperlukan untuk menjalin pendekatan dengan
lansia.

Saran
Untuk tenaga kesehatan khususnya perawat dan calon perawat dapat
mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dengan lansia. Untuk masyarakat
yang mempunyai keluarga (lansia) juga dapat mengetahui cara untuk
berkomunikasi dengan lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Muhith, Abdul. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.


Setio, Hingawati. 2013. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Citra Aji Prama.
Aspiani, Ns Reny Yuli. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Geronti. Jakarta:Trans Info
Media
Lalongkoe, Maksimus Ramses. 2014. Komunikasi Terapeutik : Pendekatan Praktis
Praktisi Kesehatan. Yogyakarta:Graha Ilmu
Seldon, Lisa Kennedy. 2015. Komunikasi Untuk Keperawatan. Jakarta:Erlangga

Anda mungkin juga menyukai