Anda di halaman 1dari 13

KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL

Untuk Memenuhi Tugas Yang Diberikan Oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan
Komprehensif

KELOMPOK 4:

Arief Abdurrahman 920173009


Devi Oktania 920173012
Diana Lestari 920173015
Nawa Evalatul Hawa 920173036

S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi yang bias berupa
pesan, ide, maupun gagasan dari satu pihak ke pihak lainnya, agar terjadi saling
mempengaruhi di antara keduanya.
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan kita; namun
proses komunikasi bias juga terhambat oleh berbagai macam alasan. Dalam dunia medis
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif ini dikenal dengan kerusakan
komunikasi verbal atau impaired verbal communication.
Kerusakan komunikasi verbal merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif karena adanya faktor-faktor penghambat yang bisa
merupakan kecacatan secara fisik maupun secara mental. Menyadari bahwa komunikasi
merupakan suatu hal yang sangat penting, maka sebagai calon perawat penulis merasa
perlu membuat tulisan ini untuk memberikan pandangan. Secara teoritis dalam
memberikan perawatan yang tepat kepada pasien yang mengalami kerusakan
komunikasi yang sesuai sehingga dapat berkomunikasi dengan orang-orang di
ingkungannya dengan baik.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pola piker ilmiah tentang proses keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pemahaman tentang definisi masalah keperawatan
kerusakan komunikasi verbal
b. Meningkatkan pemahaman tentang batasan karakteristik/ data
pendukung masalah keperawatan kerusakan komunikasi verbal
c. Meningkatkan pemahaman tentang penyebab/etiologi masalah
keperawatan kerusakan komunikasi verbal
d. Meningkatkan pemahaman tentang perencanaan (goal,
objective,outcomes,intervensi/rencana tindakan dan rasional)
keperawatan kerusakan komunikasi verbal
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan


pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien. Komunikasi ini juga termasuk
komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang
membuat setiap peserta menangkap reasiknya secara langsung baik verbal maupun
nonverbal.
Sedangkan menurut As Hornby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang
dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Mampu terapeutik berarti seseorang mampu
melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang
memfasilitasi proses penyembuhan.
Seorang perawat tidak dapat memperoleh informasi tentang pasiennya, jika tidak
ada kemampuan menghargai keunikan yang ada pada pasiennya. Tanpa mengetahui
kebutuhan untuk pasien, perawat juga tidak mampu menolong kesulitan yang dihadapi
pasien. Perlu dicari metode yang bisa mengakomodasi agar perawat mampu memperoleh
informasi tentang pasiennya. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan dapat menghadapi,
mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai keunikan pasien, mengurangi keraguan serta
membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi, dapat mempengaruhi
orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri dalam rangka peningkatan derajat kesehatan
serta akan mempererat hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

1. Pengertian Kerusakan Komunikasi Verbal


Kerusakan komunikasi verbal merupakan suatu keadaan dimana individu
mengalami penurunan, keterlambatan atau ketidakmampuan dalam menerima atau
memproses komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain. Keadaan dimana seorang
individu mengalamai, atau dapat mengalami kemunduran kemampuan untuk mengirim
atau menerima pesan (mis: mempunyai kesukaran pertukaran pikiran, Ide-ide, atau
keinginan.
Kerusakan komunikasi verbal (impaired verbal communication) didefinisikan sebagai
suatu kondisi menurunnya, rusaknya, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim dan menggunakan suatu sistem lambang dalam berkomunikasi
(NANDA, 2005).
Kerusakan komunikasi social verbal merupakan penurunan, keterlambatan atau
ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mentransmisikan dan menggunakan
sistem symbol.( NANDA 2005-2006 )

2. Faktor penyebab kerusakan komunikasi verbal


a. Faktor predisposisi
1. Biologis
Hambatan perkembangan otak, khususnya frontal, temporal, limbic, sehingga
mengakibatkan gangguan dalam belajar, bicara, daya ingat. Selain itu,
mengakibatkan seseorang menarik diri dari lingkungan atau timbul resiko
perilaku kekerasan. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonates, dan anak-anak.
2. Psikologis
Penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien, pola asuh yang tidak adekuat,
konflik dan kekerasan dalam keluarga.
3. Social budaya
Kemiskinan, konflik social budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan),
kehidupan terisolasi dan stressor.

b. Faktor Lain
 Berhubungan dengan kekacuan mental, pikiran yang tidak realistis
 Gangguan skizofrenik
 Gangguan delusi
 Gangguan psikotik
 Gangguan paranoid
 Berhubungan dengan kerusakan fungsi motoris dari otot otot bicara
 Berhubungan dengan iskemik lobus temporal atau frontal (kerusakan serebral)
 Afasia ekspresif atau reseptif
 Cedera serebrovaskular
 Kerusakan otak (mis: kelahiran, trauma)
 Depresi system saraf pusat/peningkatan tekanan intra kranial Tumor (kepala,
leher, atau medulla spinalis)
 Retardasi mental
 Hipoksia kronis serebral
 Quadriplegia
 Penyakit sistem saraf (miastenia, multiple sklerosis, distrofi otot)
 Paralisis pita suara
 Berhubungan dengan kerusakan kemampuan menghasilkan suara
 Kerusakan pernapasan (napas pendek)
 Edema laring/infeksi Deformitas oral Bibir sumbing atau palatum
 Maloklusi atau fraktur rahang
 Kehilangan gigi.
 Disatria
 Berhubungan dengan kerusakan pendengaran
 Tindakan: Berhubungan dengan kerusakan kemampuan menghasilkan suara
Intubasi trakea, Trakeostomi/trakeotomi/laringektomi, Operasi kepala, wajah,
leher, atau mulut
 Nyeri (tenggorokan atau mulut)
 Letargi efek anesthesia
 Situasional Berhubungan dengan penurunan perhatian, Keletihan, Kemarahan,
Ansietas (berat/panik)

3. Karakteristik Kerusakan Komunikasi Verbal


 Tidak ada kontak mata
 Tidak dapat berbicara
 Menolak untuk berbicara
 Kesulitan dalam memahami dan menggali pola komunikasi seperti biasa
 Kesulitan dalam mengekspresikan pikiran secara verbal (contoh: aphasia, dysphasia,
apraksia, dysleksia)
 Kesulitan membentuk kalimat dan kata (contoh: aphonia, dyslalia, dysarthria)
 Kesulitan dalam memelihara pola komunikasi seperti biasa
 Kesulitan dalam memilih perhatian
 Kesulitan dalam menggunakan ekspresi tubuh dan ekspresi wajah
 Disorientasi orang, tempat, waktu

 Dyspnea
 Sengaja menolak berbicara
 Berbicara tidak sesuai (inkoheren, asosiasi longgar, flight of idea)
 Menggunakan kata-kata yang tidak berhubungan atau tidak berarti
 Berbicara atau verbalisasi yang sukar atau tidak tepat
 Ketidakmampuan berbicara dengan bahasa yang dominan
 Kesulitan berbicara
 Pengulangan kata-kata yang didengar
 Tidak tepat dalam mengutarakan keinginan
 Bicara gagap
 Defisit visual sebagian atau total
 Slurring
 Kesulitan dalam mengikuti pilihan

4. Kriteria Hasil Kerusakan Komunikasi Verbal


Individu akan:
1. Mengenakan alat bantu dengar (bila sesuai)
2. Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis,
bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
3. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
4. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
5. Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi

5. Intervensi Kerusakan Komunikasi Verbal


1. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pengertian.
a. Bicara dengan terang dan jelas, menghadap kearah klien.
b. Kurangi suara-suara dalam ruangan yang tidak pelu
- Hanya satu orang yang bicara
- Waspada pada latar belakang suara-suara berisik (mis; menutup pintu,
mematikan TV atau radio).
c. Ulangi, kemudian persingkat, bila klien kelihatan tidak mengerti semua maksud.
d. Gunakan sentuhan dan gerakan untuk meningkatkan komunikasi.
e. Jika klien hanya dapat mengerti bahasa isyarat, hadirkan interpreter/penerjemah
sesering mungkin.
f. Jika klien berada dalam kelompok, tempatkan klien dibarisan terdepan.
g. Dekati klien dari sisi dimana fungsi pendengaran lebih baik.
h. Jika klien bisa membaca gerak bibir, berhadapan dengan klien dan bicara secara
perlahan-lahan dan jelas.

2. Berikan metoda alternatif komunikasi yang lain


a. Gunakan kertas dan pensil, huruf alfabet, isyarat tangan, kedipan mata, anggukan
tangan, atau bel isyarat.
b. Buat kartu-kartu dengan gambar-gambar atau kata-kata ungkapan yang biasa
digunakan. (mis; basahi bibir saya, pindahkan kaki saya, segelas air,
membutuhkan sebuah pispot).
c. Anjurkan klien untuk menunjuk, gunakan gerakan dan phantomim.
d. Konsulkan ke ahli patologi wicara untuk bantuan dalam mendapatkan kartu yang
berisi kata-kata atau gambar-gambar.

3. Berikan lingkungan tenang.


a. Gunakan suara yang normal dan bicara tidak terburu-buru dengan frase singkat.
b. Anjurkan orang untuk menggunakan waktu bicara yang cukup dam
menggunakan kata secara hati-hati dengan gerakan bibir yang jelas.
c. Kurangi gangguan eksternal.
d. Tunda percakapan jika klien lelah.

4. Gunakan teknik-teknik untuk meningkatkan pengertian.


a. Tatap wajah individu dan pertahankan kontak mata, jika mungkin.
b. Gunakan perintah satu tahap yang tidak rumit dan langsung.
c. Pastikan hanya satu orang yang bicara.
d. Anjurkan penggunaan gerakan dan phantomim.
e. Cocokan kata-kata dengan gerakan, gunakan gambar-gambar.
f. Akhiri percakapan dengan catatan sukses (mis; kembali pada pokok yang lebih
mudah)
g. Gunakan kata-kata yang dama untuk tugas-tugas yang sama.
5. Buat suatu upaya bersama untuk mengerti saat individu tersebut berbicara.
a. Berikan waktu yang cukup untuk mendengar jika individu berbicara perlahan.
b. Ulang pesan individu dengan keras untuk memastikan.
c. Berikan respons pada semua upaya untuk bicara meskipun tidak dapat dipahami.
(mis; “Saya benar-benar tidak tahu apa yang anda katakan, dapatkah anda
mencoba mengatakannya sekali lagi?”)
d. Abaikan kesalahan dan kata-kata tidak sopan.
e. Jangan pura-pura mengerti jika anda tidak mengerti.
f. Berikan individu untuk berespons, jangan memotong, berikan kata-kata hanya
kadang-kadang.

6. Ajarkan teknik-teknik untuk memperbaiki bicara.


a. Minta individu untuk memperlambat bicara, dan ucapkan setiap kata dengan
jelas, sementara memberikan contoh.
b. Anjurkan individu untuk bicara dengan frase yang singkat.
c. Anjurkan untuk berbicara dengan kecepatan lebih lambat atau bernapas sebelum
bicara.
d. Anjurkan individu untuk mengambil waktu dan berkonsentrasi pada
pembentukan kata.
e. Mintalah individu untuk menulis pesan-pesan atau membuat gambar jika sukar
melakukan komunikasi verbal. 
f. Anjurkan individu untuk berbicara dalam kalimat pendek.
g. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”.
h. Fokuskan pada saat sekarang; hindari topik-topik kontroversial, emosional,
abstrak, atau terlalu panjang.

7. Ungkapkan masalah frustrasi terhadap ketidakmampuan untuk berkomunikasi,


jelaskan bahwa kesabaran diperlukan oleh perawat maupun individu yang sedang
mencoba berbicara.

8. berikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang perawatan (mis; “Apakah


anda lebih menyukai jus jeruk atau jus apel?”).

9. Ajarkan teknik-teknik kepada orang terdekat dan pendekatan berulang untuk


meningkatkan komunikasi.

10. jika perlu seorang penerjemah, coba rencanakan kunjungan rutin seseorang
mengerti bahasa individu tersebut.
Dibawah ini ada beberapa jenis bahasa isayarat yang bisa dipakai :
a. America Sign language
Bahasa isyarat yang paling banyak dikenal dan telah dipakai sebagai pedoman
bahasa isyarat oleh dunia internasional.
b. British sign language
Merupakan variasi dari ASL yang sering dipakai di Negara inggris dan juga
telah cukup dikenal didunia internasional. Jenis BSL ini juga menggunakan
gerakan tangan yang lebih akif dari ASL.
c. Indonesia sign language
Isyarat ini telah diakui dan banyak digunakan diindonesia dan tentu saja kita
bisa memakainya sebagai salah satu acuan bahsa isyarat untuk berkomunikasi di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 1999. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Prof. Dr. H. Hafied Cangara, 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa).

Richard West dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi; Analisis dan
Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika).

Warsito, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.


PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT
JIWA PROPINSI NTB

Moh. Arip, Rusmini

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh aktivitas

kelompok terapi: sosialisasi menuju pencapaian komunikasi untuk penarikan pasien.

Penelitian ini menggunakan quasy eksperiment. Populasi penelitian ini adalah pasien yang

dirawat di RS Jiwa Nusa Barat Tenggara. Jumlah sampel 24 responden, diambil dengan

purposive sampling. Variabel independen dalam hal ini Penelitian adalah aktivitas kelompok

terapi: sosialisasi dan variabel terikat adalah pencapaian komunikasi. Data pencapaian

komunikasi verbal dan non verbal diambil dengan menggunakan check list. Itu Penelitian

dilakukan antara bulan Agustus dan September 2010. Data dianalisis menggunakan tanda

wilcoxon uji peringkat dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasilnya adalah sebagai berikut:

sebelum aktivitas kelompok terapi: sosialisasi, responden yang melakukan komunikasi

verbal dengan kategori mencapai (29,2%) dan kategori tidak mencapai (70,8%), selanjutnya

responden melakukan komunikasi non verbal dengan kategori mencapai (79,0%) dan

kategori tidak mencapai (21,0%). Setelah kegiatan kelompok terapi: sosialisasi, responden

melakukan komunikasi verbal dengan kategori mencapai (83.0%) dan kategori tidak berhasil

(17.0%), selanjutnya responden melakukan komunikasi non verbal dengan kategori

mencapai (87,5%) dan kategori tidak tercapai (12,5%). Hasil uji pangkat bertanda wilcoxon

menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam prestasi belajar komunikasi verbal (p =

0,000) dan pencapaian komunikasi non verbal (p = 0,003).


TERAPI AIUEO TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA (AFASIA MOTORIK)
PADA PASIEN STROKE
Ni Made Dwi Yunica1 , Putu Indah Sintya Dewi2 , Mochamad Heri3 ,
Ni Kadek Erika Widiari4
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng1,2,3,4
astrianiyunica1@gmail.com

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh terapi aiueo terhadap
kemampuan berbicara (afasia motorik) pada pasien stroke Di RSU Kertha Usada. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pra eksperimental dengan rancangan
one group pre post test design. Hasil penelitian didapatkan hasil data nilai rata-rata pre 3,61
dan niali rata-rata post 5,21. Hasil uji menggunakan uji Paired t-test didapatkan nilai p
(0,000) < α (0,05). Simpulan, ada pengaruh terapi AIUEO terhadap kemampuan berbicara
(afasia motorik) pada pasien stroke di RSU Kertha Usada.
TERAPI KELUARGA UNTUK PENINGKATAN KOMUNIKASI VERBAL
PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA

Petty Junirty1 & Sriningsih2


RSUD Brebes Jawa Tengah
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Kemampuan komunikasi verbal dibutuhkan sebagai potensi untuk memulai proses

komunikasi dalam fase terapi bagi penderita skizofrenia. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui bahwa terapi keluarga dapat meningkatkan komunikasi verbal bagi

penderita skizofrenia. Rancangan percobaan ini menggunakan desain subjek pre, post dan

follow up control dengan subjek satu orang penderita skizofrenia bersama keluarganya.

terapi keluarga dirawat dalam lima kali pertemuan. Analisis data menggunakan dua tahap: 1)

Inspeksi visual yang bertujuan untuk menunjukkan dinamika skor komunikasi verbal: 2)

Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis data yang diperoleh dari buku harian,

observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi keluarga memiliki

pengaruh dalam meningkatkan keterampilan komunikasi verbal penderita skizofrenia.

Anda mungkin juga menyukai