Anda di halaman 1dari 20

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

KELOMPOK II

MOH. ANDRIYANTO S ABDUL 2120009


VINGKY ALVIONITA PAKAYA 2120008
JENI RIANA BULU 2120007
AYUDIAH NAHU 2120010
MOHAMAD AKRAM LUKU 2120006

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan ini, kami telah mengalami berbagai hal baik suka maupun
duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan
lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai
pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus kami
sampaikan terima kasih.
Dalam penyusunan ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatau permasalahan yang berhubungan
dengan judul makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali
salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya
adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis
yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien
terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan
pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan
sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu.
(Bruner & Suddart, 2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat
tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningat di banding populasi usia
muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat
sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan
menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah
penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat
dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Terdapat banyak bukti bahwa
kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada
kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan
sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan
kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka
tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting
dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan
sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi,
perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk
mengerti apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien
pikirkan dan inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien
dan pemberi asuhan. oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang
mudah. (Wahjudi Nugroho, 2008)

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan diatas, dalam pembahasan makalah Komunikasi Dalam
Keperawatan 1 ini, kita akan membahas tentang Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA


a. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan
kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik. Komunikasi dengan
lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi
individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu
juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
(Stuart dan Sundeen, 2013)
b. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
c. Komunikasi Terapeutik pada lansia
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah proses
penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut usia
dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan
tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana.
Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan jari)
dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus
dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek,
wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru,
dada sedikit membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah menguasai
bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai bahasa setempat, tidak
terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan
sopan. Lingkungan yang mendukung komunikasi adalah suasana terbuka, akrab,
santai, menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut
usia. (Wahjudi Nugroho, 2008)
d. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik
pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung,
duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan
asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang
sensitive, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan
penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar
yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan
perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental.
Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini
menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada
lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi perubahan perilaku ini
sangat penting untuk dianalisis.
e. Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami penurunan
daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain.
Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan lansia dan perawat oleh
karen itu, perlu diciptakan komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan kata
lain yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang sama,
gerak, nada yang sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau minum
teh?”, bukan “apakah kakek mau minum sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering
dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah lembut
untuk memberi salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa anda
mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta dalam
suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah lakunya
karena ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
badan anda karena klien mungkin tidak mengerti apa yang anda
katakan, tetapi ia akan mengerti tanda nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar,
bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut “saya
ingin pulang kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia cemas dan
butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa gangguan
kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.
f. Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu
sebagi berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan
3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.
g. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia
antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa di capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat
dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di
laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih
lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai
konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing
atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam
hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika
klien dalam keadaan sakit.
h. Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau 
perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di
lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan
bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada
klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil
apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang
bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti
bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif
dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat
hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien
lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi
keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan
terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan
kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan
kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu
bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengsajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu
kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di
terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa
yang saya sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat
menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang
di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi
berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.
i. Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan
Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran,
keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu
yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi
yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien
lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu.
Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak
membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan
klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk
memandirikan klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan
rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.
j. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan
adalah kunci komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan,
atau bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
k. Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
1) Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan
yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam
berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia
lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi
mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat
menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan
penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang
terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi
tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the
morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata
tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah
bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007). Gangguan visual
yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang
gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan
elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika
bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia
mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis.
katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).
Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan
penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya
cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu
(Chia et al., 2006).
2) Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2
juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk
demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30
tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter
dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau
perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari
point ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang
merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia
dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver
(Roter, 2000). Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai
kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah
untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan
kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda
tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak
dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien
demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk
tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang
hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun
caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung,
peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver
menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia.
Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari,
tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk
pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara
dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan
mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan
hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut
pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et
al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia : Proses komunikasi antara
petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap
agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilaku-prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam
perkataan maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan
baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar
seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga
kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan
tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di
perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran
klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia
agar dia dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk
komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory.
Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi,
ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan
komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang
sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan.
Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan
pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya
gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda,
misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan
yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada
suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10)Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan
tersebut.
11)Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan anda.
12)Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara
langsung, tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
13)Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
14)Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15)Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan
bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola
komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang mempengaruhi
pola komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga menghalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran terhadap suara.
Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi juga hubungan intim yang
terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat
dan pasien serta mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah
dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia
dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan
untuk orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi
juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi
yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara perawat – pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang
akan memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai dengan
masalah dan kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.

B. SARAN
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada
lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali
kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.


Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients
and their physicians. Clin Geriatr Med
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba
Medika
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai