Anda di halaman 1dari 11

Makalah konkep

PKOMUNIKASI KONTEKS SOSIAl,BUDAYA SERTA KEYAKINAN

Kelompok 5. :
1. Yonita Regi (2120016)
2. Fira Sapira Ainun (2120017)
3. Petronela Harseni Dappa Rawa (2120018)

IPROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021
BAB I
PEMBAHASAN
                                        
A.   Pengertian komunikasi dalam konteks social
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia
mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia
tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi
merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif
manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia
tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan
sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan
dengan alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama
dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk
berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam
kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena
manusia tercipta sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan
dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih
mendalam dan terorganisir

Bahasa Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )


Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya. 
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang
Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah
bagian linguistik yang berhubung kaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya.
Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain
sosial seperti Antropologi seperti sistem kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi
dan sosiologi serta psikologi sosial”. Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik
memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud
adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal
yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk menirukan alam fantasi serta
fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan
apresiasi.
Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada golongan
masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya si A adalah
seorang bapak di keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di
sekolah negeri , dia juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia
bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik”.
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi.
Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal
mereka, yaitu akhiran - kan yang dilafalkan - ken. Jadi perbedaan atau penggolongan
kelompok masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota
New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial
Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan
sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan
metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran
kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode sampling. 
Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga
tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan
penelitian apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian
diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi
berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:

 v  Kelas Menengah Tinggi (KMT)


 v  Kelas Menengah Atas (KMA)

tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa
menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam
rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari
dua aspek yaitu:
a)      Aspek linguistic.
b)      Aspek nonlinguistik atau paralinguistik.
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik
mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung
terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna,
gagasan, idea atau konsep). Aspek paralinguistik mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola
ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan
sebagainya.
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan
konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.
Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu tekanan (stress), nada
(pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala,
rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).

B.    Fungsi komunikasi social


Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat,
karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang
memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai
pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
situasi-situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi,
seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicar sebagai manusia dan
memperlakukan manusi lain secara beradap, karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah
komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural.
Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal
balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi,
dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau
mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari
dalam: pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup,
memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan

C.   Komunikasi budaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini. Menurut Stearat L. Tubbs,komunikasi antarbudaya
adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana
menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari
berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang
yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of
diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia
dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya
komunikasi antarbudaya itu dilakukan:

1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang


membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti
ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang
terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses
pemberian makna yang sama;
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat
karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari
kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

D.    Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya


a.     Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku
komunikasi yang bersumber dari seorang individu. Pendeta Budha Jepang menyatakan
identitas melalui baju yang dikenakan

 Menyatakan Identitas Sosial

Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang
digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan
berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui
identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun
tingkat pendidikan seseorang.

 Menyatakan Integrasi Sosial

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur.
Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama
atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi
antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka
integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses
pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana
kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki.
Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas
relasi mereka.
 Menambah Pengetahuan

Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama,


saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

 Melepaskan Diri atau Jalan Keluar

Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri
jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita
namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan
hubungan yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam
hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya
hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku
lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.
b.     Fungsi Sosial

1. Pengawasan

Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di


antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi.
Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk
menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan
oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi
disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

2. Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan


antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara
mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka
pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga
menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks
komunikasi termasuk komunikasi massa.

3. Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-


nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

4. Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya
menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan
antarbudaya.
E.    Komunikasi Keyakinan
 Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan budaya
seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktek
penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah
memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.
Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan
yangtepat terhadap klien yang berbeda keyakinanterhadap perawat tersebut.Contoh : Klien
yang menolak memakan dagingdikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki
olehagamanya.Perawat harus mengambil tindakan yang tepatbagaimana cara membujuk
pasien tersebut untukmemakan daging tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang
kuatmengenai alasan kenapa pasien tersebut harusmakan daging.

F.    Peran pemerintah dan mahasiswa dalam menjaga keanekaragaman budaya

- Peran pemerintah menjaga keanekaragaman budaya

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah


sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung
bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok
kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai
pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang
cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana
pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa asli
minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan yang
berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah.
Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa minoritas tersebut telah tergantikan oleh
kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga membuat kebudayaan kelompok
sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah
bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif
kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan
berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang dilakukan
pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi
“Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang
secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas
kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini
proses penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di
masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok
marginal, menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk
birokrasi yang ada ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa
yang ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan
daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas
dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan
arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya
adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern
dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang
beragam dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam
perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya
dengan menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya.
Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk
membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi
ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak mengherankan
kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah
menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk
”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-kelompok
pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan
keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun
masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat
(termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah
mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang
lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai
kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya
telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang
dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal
32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak
kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi
yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci
multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang
antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada
keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua
dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya,
namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu,
produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku
pada saat ini dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa lampau

-Peran mahasiswa dalam kebudayaan

Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita
menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki
kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intel7ektual muda
yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu
kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan.
Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan
pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah.

Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan
melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan
dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur
ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM)
kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang
diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah

BAB II
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.
Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama
sekali sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh
sebab itu komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh
kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud
atau tujuan tertentu.

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri
yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya. 
B.   SARAN

Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai


perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam
komunikasi dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam
melakukan tindakan keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah
mengetahui peran komunikasi secara tidak langsung melalui pembelajaran ini yaitu
konsep komunikasi dalam konteks sosial,dan budaya, serta keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA

 http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_sosial
      Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2009
      King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana
Saja. Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000
      Jallaludi Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1985
  http://www.slideshare.net/theshizuka11/komunikasi-14456357
 Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. “Sosiolinguisitik Perkenalan Awal”.
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-
bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-
sejarah-dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-
daerah/
/Keragaman Budaya Indonesia « Tijok’s Weblog isbde.htm
file:///G:/isbdti.htm
file:///G:/artikel.phpisbd.htm

Anda mungkin juga menyukai