Anda di halaman 1dari 24

AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAAN

MAKALAH
MACAM-MACAM AKHLAK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyaan yang
diampu oleh Izzul Islam Alwi, S.Sos.

Disusun oleh Kelompok I


Hardika Buana Cakti P419043
Maharani Ansar P419048
Nurul Amni P419058
Sri Indah Nur Melisa P419063
Sriyunanda Laki P419064

POLITEKNIK KESEHATAN MUHAMMADIYAH MAKASSAR


PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbillalamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah tentang “Macam-macam Akhlak”.

Kami berterimah kasih kepada Bapak Izzul Islam Alwi, S.Sos Selaku dosen mata kuliah
Al-islam dan Kemuhammadiyaan dan teman-teman sekalian yang telah ikut membantu
selesainya makalah ini.

Dengan selesainya makalah yang kami buat diharapkan dapat memberikan masukan
yang menambah pengetahuan pembaca. Semoga pembaca dapat memanfaatkan makalah ini
dengan sebaik-baiknya.

Karena makalah ini jauh dari kata sempurna, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk memperbaiki penyusunan makalah yang berikutnya. Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini.

Penyusun

Kelompok I
Daftar Isi

KATA PENGANTAR................................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.....................................................................................................................5
A. Latar Belakang...........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
A. Pengertian Akhlak.......................................................................................................6
B. Macam – macam Akhlak..............................................................................................6
1. Akhlak terhadap Allah dan Rasulullah........................................................................6
2. Akhlak terhadap Individual dan Sosial.....................................................................11
3. Akhlak terhadap Lingkungan..................................................................................15
4. Akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.................................................17
BAB III...............................................................................................................................23
PENUTUP...........................................................................................................................23
Daftar Pustaka....................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar
selamat di dunia dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad
SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa
faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan
akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak
dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam kehidupan di
berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya
di dunia dan akhirat.

Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya etika, moral dan Akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan
manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai,
karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq
atau dengan sesama makhluk. Ajaran-ajaran Akhlak sebagaimana yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang terdapat dalam
beberapa ayat Al-Qur’an yang terdapat dalam Q.S Al-Ahzab : 21 yang artinya “
Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri tauladan yang bagimu
” . Dan juga dalam hadits Nabi Muhammad SAW. ” sesungguhnya hamba yang
paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya ”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Akhlak ?


2. Bagaimana akhlak terhadap Allah dan Rasulullah ?
3. Bagaimana akhlak terhadap Individual dan Sosial ?
4. Bagaimana akhlak terhadap Lingkungan ?
5. Bagaimana akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak

Tujuan pokok ajaran Islam adalah untuk membentuk Akhlakul Karimah (Akhlak yang
mulia). Kata Akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu “Akhlaku” bentuk jamak dari
kata “Khalaqa” yang berarti perangai, Tingkah laku, Budi Pekerti atau Tabiat yang
terbentuk melalui keyakinan atau ajaran tertentu.

Didalam Al-Qur’an makna perangai yang demikian dapat dipahami dari Q.S Al-
Qolam :4, yang artinya “sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti
yang agung.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin
menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang
dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Sedangkan sebagian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang
tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa
merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.

Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Akhlak
yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat
manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan
yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya.

C. Macam – macam Akhlak

1. Akhlak terhadap Allah dan Rasulullah

a. Akhlak terhadap Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau
perbuatan itu memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut diatas.
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah.
Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia
dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk.

Sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat At-Thariq ayat 5-7,sebagai
berikut :

Artinya :
5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia
tercipta dari air yang terpancar, (7). yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang
dada. (QS. At-Tariq:5-7)
Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati, di samping anggota badan yang kokoh
dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl: 78

Artinya:
"Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati,
agar kamu bersyukur. ( Q.S An-Nahl : 78).
Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-
Jatsiyah:12-13.

Artinya :
(12) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat
berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari
karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk
kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari
pada Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi kamu yang berpikir. (Q.S Al-Jatsiyah :12-13 ).
Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat al-Israa':70.

Artinya: 
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut
mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan. (Q.S Al-Israa : 70).
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya yang berjudul "Membina Moral dan Akhlak"
bahwa akhlak terhadap Allah, itu antara lain :

a. Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.


b. Berbaik sangka kepada Allah SWT.
c. Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.
d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
f. Senantiasa mengingat Allah SWT.
g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.
h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.
Dari uraian-uraian diatas dapat dipahami bahwa akhlak terhadap Allah SWT,
manusia seharusnya selalu mengabdikan diri hanya kepada-Nya semata dengan penuh
keikhlasan dan bersyukur kepada-Nya, sehingga ibadah yang dilakukan ditujukan untuk
memperoleh keridhaan-Nya.
Dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh  Allah, terutama
melaksanakan ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah menjaga
kebersihan badan dan pakaian, lahir dan batin dengan penuh keikhlasan. Tentu yang
tersebut bersumber kepada al-Qur'an yang harus dipelajari dan dipelihara kemurnianya
dan pelestarianya oleh umat Islam.

b. Akhlak terhadap Rasulullah

Di samping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak
kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa
dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik
kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt membuat kita harus berakhlak
baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang
tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung
sebagaimana para sahabat telah melakukannya. Di sini akan dijelaskan akhlak kepada
Rasul, di antaranya yaitu :
a. Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
Iman kepada Rasul ‫ ﷺ‬merupakan salah satu bagian dari rukun iman.
Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam
keimanan sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu yang menjadi
kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan dengan amal yang shaleh merupakan
bukan suatu beban yang memberatkan, begitulah memang bila sudah ridha. Ridha
dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana
hadits Nabi ‫ﷺ‬:
‘Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai
Nabi dan Rasul.’ (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).

b. Mencintai dan Memuliakan Rasul


Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah
mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan
kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah :

Artinya : “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,


keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik (QS At-Taubah : 24).

Disamping itu, manakala seseorang yang telah mengaku beriman tapi lebih
mencintai yang lain selain Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah Saw tidak mau
mengakuinya sebagai orang yang beriman, beliau bersabda:
‘Maka demi Zat yang jiwaku di tanagn-Nya, tidaklah beriman seseorang dari kaian
hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya.’ (HR. Bukhari,
Muslim dan Nasa’i).

c. Mengikuti dan Mentaati Rasul


Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-
orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak
kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul
ke dalam derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya:

“Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang
yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisaa:69).

Di samping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul ‫ﷺ‬,
Allah Swt akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan
dari Allah manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman dalam al-Qur’an

Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,


niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Imran : 31)

Oleh karena itu, dengan izin Allah Swt, Rasulullah ‫ ﷺ‬diutus memang
untuk ditaati, Allah Swt berfirman :

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita'ati
dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk
mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS An-Nisaa : 64)

4.     Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul


Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar
dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan
dan rahmat kepada  Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab : 56)

Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu akan membawa keberuntungan
bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasul ‫ﷺ‬:
‘Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah
akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.’ (HR. Ahmad)

‘Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya kepada Nabi dengan banyak


mengucapkan shalawat, maka orang tersebut akan dinyatakan oleh Rasul sebagai orang
yang paling utama kepadanya pada hari kiamat, beliau bersabda: Sesungguhnya orang
yang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat adalah siapa yang paling banyak
bershalawat kepadaku.’ (HR. Tirmidzi)

5.      Menghidupkan Sunnah Rasul


Kepada umatnya, Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak mewariskan harta yang banyak,
tapi yang beliau wariskan adalah al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang
berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada al-Qur’an dan sunnah
(hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:

‘Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.’ (HR. Hakim)
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting
sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬.

6. Menghormati Pewaris Rasul


Berakhlak baik kepada Rasul ‫ ﷺ‬juga berarti harus menghormati para
pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai
Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.

Artinya : “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan


binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Faathir:28)

Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬:


‘Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak
mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmu kepada
mereka, maka barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian
yang besar.’ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya
tidak hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan
kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang
harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya
yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama
yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.

7.      Melanjutkan Misi Rasul


Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang
mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak
akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus
dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada
dari Rasulullah ‫ﷺ‬. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh
Rasul ‫ﷺ‬:

‘Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil
tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka
hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.’ (HR. Ahmad, Bukhari dan
Tirmidzi dari Ibnu Umar)

2. Akhlak terhadap Individual dan Sosial

a. Akhlak terhadap diri sendiri (individual)

Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri.


Namun bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada kewajiban kepada Allah.
Dikarenakan kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah mempercayai
dengan keyakinan yang sesungguhnya bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”. Keyakinan
pokok ini merupakan kewajiban terhadap Allah sekaligus merupakan kewajiban manusia
bagi dirinya untuk keselamatannya.
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk
memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata untuk mementingkan dirinya
sendiri atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni
jasmani (jasad) dan rohani (jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang
membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak
di mana antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan
untuk memenuhi haknya masing-masing.

1) Berakhlak Terhadap Jasmani


a. Senantiasa Menjaga Kebersihan
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus bersih/
suci badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan sholat dan
beribadah kepada Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas .
Allah SWT berfirman yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri137 dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci138. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al Baqarah:222)

Artinya : Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.


Sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari
pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-
orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bersih. (QS. At Taubah:108)

b. Menjaga Makan dan Minumnya


Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak
makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah
SWT memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak
berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman,
dan sepertiga untuk udara.
Allah SWT berfirman :

Artinya :  Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. (QS. An Nahl:114).

c. Menjaga Kesehatan
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih
dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan.
Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka
katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa
yang Dia kehendaki pasti terjadi”. (HR. Muslim)

d. Berbusana yang Islami


Allah SWT berfirman Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat. (QS. Al A’raf:26)

2) Berakhlak terhadap jiwa


a. Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan
dosa yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan
dosa tersebut pada waktu yang akan datang.

Allah SWT berfirman yang Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-
mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam
jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak
menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya
Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)

b. Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh
Allah SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan
kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa berdampingan,
dan menerima-Nya serta menolak selain Dia.Firman Allah SWT :
‫ َرقِي ًبا‬ ‫ َعلَ ْي ُك ْم‬ َ‫هللا‬  َّ‫اِن‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)

c. Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu
untuk menghitung-hitung amal hariannya. Firman Allah SWT yang Artinya : “Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Hasyr : 18)

d. Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu.
Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam
nafsu yang mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan
penderitaan.Firman Allah SWT yang Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi
Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf : 53)

3) Berakhlak terhadap Akal


a. Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus
sebagai bentuk akhlak seorang muslim. Sebuah hadits Rasulullah SAW menggambarkan
yang Artinya : “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu
Majah)

b. Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai


Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam
kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang harus
dikuasai setiap muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya;
kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait
dengan permasalahan kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus
memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat
ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik
dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum muslimin
yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.

c. Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain


Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan
apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya.Firman Allah SWT yang
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan828 jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43)

d. Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan


Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan
ilmunya dalam “alam nyata.” Karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun
tidak mengamalkannya.
Firman Allah SWT  yang Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff).

c. Akhlak terhadap Masyarakat (sosial)

a. Berbuat Baik kepada Tetangga


Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian juga pada
tetangga. Imam Al Marwazi meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan
beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi
berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sehingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah
adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah
adalah yang paling baik pada tetangganya.”
Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya. Sikap ini menjadi salah
satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim.Di antara bentuk ihsan yang lainnya
adalah ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika
mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis
ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang
bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka hadiah. Aisyah radhiallahu
‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

َ ‫ َج‬ ‫لِي‬  َّ‫إِن‬ ِ ‫هَّللا‬ َ ‫سول‬


‫ َبا ًبا‬  ِ‫ ِم ْنك‬ ‫أَ ْق َر ِب ِه َما‬ ‫إِلَى‬ َ ‫ َقال‬ ‫أُهْ دِي‬ ‫أَ ِّي ِه َما‬ ‫ َفإِلَى‬ ‫ار ْي ِن‬ ُ ‫ َر‬ ‫َيا‬

“Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku
memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.”

b. Bersabar Menghadapi Gangguan Tetangga


Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama
dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan
perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia
sesali kejadiannya.
Hasan Al Bashri berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada
tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas
gangguannya.” Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga
ada pada empat hal, (1) senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak
tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3) Mencegah gangguan darinya, (4)
Bersabar dari gangguannya.”

c. Menjaga dan Memelihara Hak Tetangga


Imam Ibnu Abi Jamroh berkata:  “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan
iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat
baik ini dengan memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti
hadiah, salam, muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka,
menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani
atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meniadakan iman
dari orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang
mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”

d. Tidak Mengganggu Tetangga


Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya
terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga, sebagaimana
dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak
demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu
wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang tetangganya tidak aman dari
kejahatannya.” (HR. Bukhori). Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:

َ ‫ َج‬ ‫ ُي ْؤ ِذ‬  ‫فَاَل‬ ‫اآْل خ ِِر‬ ‫ َوا ْل َي ْو ِم‬ ِ ‫ ِباهَّلل‬  ُ‫ ُي ْؤمِن‬  َ‫ َكان‬  ْ‫َمن‬
ُ‫اره‬

  “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu
tetangganya.”

3. Akhlak terhadap Lingkungan

a. Penanaman Pohon dan Penghijauan

Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan
penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan
orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas
dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :

 ‫ص َد َق ٌة‬ َ ‫ َك‬  ‫إِاَّل‬ ‫ َب ِهي َم ٌة‬ ‫أَ ْو‬  ٌ‫إِ ْن َسان‬ ‫أَ ْو‬ ‫ َط ْي ٌر‬ ‫ ِم ْن ُه‬ ‫ َف َيأْ ُك ُل‬ ‫ َزرْ عًا‬ ‫ َي ْز َر ُع‬ ‫أَ ْو‬ ‫ َغرْ ًسا‬  ُ‫ َي ْغ ِرس‬ ‫مُسْ ل ٍِم‬  ْ‫مِن‬ ‫ َما‬ …
َ  ‫ ِب ِه‬ ‫لَ ُه‬ ‫ان‬
Artinya :
“…. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian
tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan
tanaman itu adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas).

Pada QS. al-An’am (6): 99, Allah berfirman ;

 ‫ ُم َت َرا ِكبًا‬ ‫ًًّبا‬67‫ َح‬ ‫ ُه‬66‫ ِم ْن‬ ‫ ُن ْخ ِر ُج‬ ‫ َخضِ رً ا‬ ‫ ِم ْن ُه‬ ‫ َفأ َ ْخ َرجْ َنا‬ ‫ َشيْ ٍء‬ ‫ ُك ِّل‬ ‫ات‬َ ‫ َن َب‬ ‫ ِب ِه‬ ‫ َفأ َ ْخ َرجْ َنا‬ ‫ َما ًء‬ ‫ال َّس َما ِء‬ ‫م َِن‬ ‫أَ ْن َز َل‬ ‫الذي‬ ‫َوه َُو‬
ُ
َ‫إِل‬ ‫ رُوا‬6‫ا ْنظ‬ ‫ ِاب ٍه‬6‫ ُم َت َش‬ ‫ َو َغي َْر‬ ‫ ُم ْش َت ِبهًا‬ ‫َّان‬َ ‫ َوالرُّ م‬ ‫ون‬ َ ‫الز ْي ُت‬
َّ ‫ َو‬ ‫ب‬ ٍ ‫أَعْ َنا‬  ْ‫مِن‬ ‫ت‬ ٍ ‫ َو َج َّنا‬ ‫دَا ِن َي ٌة‬  ٌ‫قِ ْن َوان‬ ‫ َط ْل ِع َها‬  ْ‫مِن‬ ‫ال َّن ْخ ِل‬ ‫َوم َِن‬
)99(‫ون‬ ُ َ
َ ‫ي ُْؤ ِمن‬ ‫لِق ْو ٍم‬ ‫ت‬ ٍ ‫آَل َيا‬ ‫ َذلِ ُك ْم‬ ‫فِي‬  َّ‫إِن‬ ‫ َو َي ْن ِع ِه‬ ‫أَ ْث َم َر‬ ‫إِ َذا‬ ‫ َث َم ِر ِه‬ ‫ى‬

Artinya : “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau
itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai,
dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan
yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan
pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”

d. Menghidupkan Lahan Mati

Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi bangunan dan
tidak dimanfaatkan. Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin (36):

َ ُ‫ َيأْ ُكل‬ ‫ َف ِم ْن ُه‬ ‫ًًّبا‬67‫ َح‬ ‫ ِم ْن َها‬ ‫ َوأَ ْخ َرجْ َنا‬ ‫أَحْ َي ْي َنا َها‬ ‫ ْال َم ْي َت ُة‬  ُ‫اأْل َرْ ض‬ ‫لَ ُه ُم‬ ‫َو َءا َي ٌة‬
‫ون‬

Artinya : “Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi
yang mati, Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari
padanya mereka makan”.

Di ayat lain, tepatnya QS. al-Haj (22): 5-6 Allah swt, berfirman :

‫ ُه‬ َ ‫هَّللا‬  َّ‫ ِبأَن‬ ‫ك‬ ْ ‫ َوأَ ْن َب َت‬ ‫ت‬


َ ِ‫ َذل‬ )5( ٍ ‫ َب ِهيج‬ ‫ َز ْو ٍج‬ ‫ ُك ِّل‬  ْ‫مِن‬ ‫ت‬ ْ ‫ َو َر َب‬ ‫ت‬ َ ْ‫اأْل َر‬ ‫ َو َت َرى‬ …
ْ ‫اهْ َت َّز‬ ‫ ْال َما َء‬ ‫ َعلَ ْي َها‬ ‫أَ ْن َز ْل َنا‬ ‫ َفإِ َذا‬ ‫ َها ِم َد ًة‬ ‫ض‬
)6(‫ َقدِي ٌر‬ ‫ َشيْ ٍء‬ ‫ ُك ِّل‬ ‫ َعلَى‬ ‫ َوأ َّن ُه‬ ‫ ْال َم ْو َتى‬ ‫يُحْ ِيي‬ ‫ َوأَ َّن ُه‬ ‫ ْال َح ُّق‬ ‫َو‬
َ

Artinya : ”Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan
air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbu-hkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah
yang hak dan sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang mati dan
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

e. Tidak Mencemari Air

Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini seperti
kencing, buang air besar dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air.
Rasululullah saw bersabda :

ِّ ‫ َو‬ ‫يق‬
‫الظ ِّل‬ َّ  ‫ َو َقار َع ِة‬ ‫ ْال َم َوار ِد‬ ‫فِي‬ ‫از‬
ِ ‫الط ِر‬ َّ  ‫ ْال َماَل عِ َن‬ ‫ا َّتقُوا‬ …
َ ‫ ْال َب َر‬ ‫الثاَل َث َة‬
ِ ِ

Artinya : ”Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber
air, ditengah jalan, dan di bawah pohon yang teduh. (HR. Abu Daud)

Rasulullah saw, juga bersabda : ‫فِي ِه‬ ‫ َي ْغ َتسِ ُل‬ ‫ ُث َّم‬ ‫ َيجْ ِري‬  ‫اَل‬ ‫الَّذِي‬ ‫الدَّائ ِِم‬ ‫ ْال َما ِء‬ ‫فِي‬ ‫أَ َح ُد ُك ْم‬  َّ‫ َيبُولَن‬  ‫اَل‬  (Janganlah
salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang tidak mengalir, kemudian
mandi disana.  HR. Al-Bukhari)

f. Menjaga Keseimbangan Alam.


Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah
bagaimana menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa
merusaknya. Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di
alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya dalam QS. al-Mulk (67):

‫ور‬
ٍ ‫ط‬ُ ُ‫ف‬  ْ‫مِن‬ ‫ َت َرى‬ ‫ َه ْل‬ ‫ص َر‬
َ ‫ ْال َب‬ ‫ َفارْ ِج ِع‬ ‫ت‬
ٍ ُ‫ َت َفاو‬  ْ‫مِن‬ ‫الرَّ حْ َم ِن‬ ‫ َخ ْل ِق‬ ‫فِي‬ ‫ َت َرى‬ ‫ َما‬ ‫طِ َبا ًقا‬ ‫ت‬
ٍ ‫ َس َم َوا‬ ‫ َسب َْع‬ ‫ َخلَ َق‬ ‫الَّذِي‬

Artinya: “Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.”

Inilah prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil dan
moderat dalam konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun
meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan, ia
cenderung menyimpang, lalai serta merusak.
Tetapi menurut al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh
perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang menandaskan
hal tersebut adalah QS. al-Rum (30):, sebagai berikut :

َ ‫ َيرْ ِجع‬ ‫لَ َعلَّ ُه ْم‬ ‫ َع ِملُوا‬ ‫الَّذِي‬ ‫ض‬


‫ُون‬ ِ ‫ال َّن‬ ‫أَ ْيدِي‬ ‫ت‬
َ ْ‫ َبع‬ ‫لِ ُيذِي َق ُه ْم‬ ‫اس‬ ْ ‫ َك َس َب‬ ‫ ِب َما‬ ‫ َو ْال َبحْ ِر‬  ِّ‫ ْال َبر‬ ‫فِي‬ ‫ ْال َف َسا ُد‬ ‫َظ َه َر‬

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)”.
4. Akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

a. Akhlak dalam kehidupan berbangsa

Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menuntut


manusia untuk memahami akhlak secara esensial, dalam arti bahwa manusia
memahami akhlak bukan hanya sebagai sikap/perilaku saja. Melainkan, akhlak tersebut
di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhlak dalam berbangsa perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi
semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Hal ini
didorong dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi kita, apabila tidak dibekali
dengan pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani kehidupan
kedepannya ia akan terombang-ambing. Berikut merupakan akhlak dalam berbangsa:

1) Musyawarah
Kata ( ‫ورى‬OO‫ش‬ ) Syûrâ terambil dari kata ( ‫اورة‬OO‫ إستش‬-‫اورة‬OO‫ مش‬-‫اورة‬OO‫ )ش‬menjadi
( ‫شورى‬ ) Syûrâ. Kata Syûrâ bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang
terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain.Dalam Lisanul
‘Arab berarti memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat (‫شرت‬
‫ )العسل‬saya mengeluarkan madu dari wadahnya. 

Berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan bermusyawarah


adalah upaya meraih madu itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain,
pendapat siapapun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang
menyampaikannya. Musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu.

Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai Musyawarah
adalah surah Al-Syura ayat 38:

َِ KL ‫َوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا الصَّالةَ َوأَ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْن‬
‫ِف‬

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya


dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.” (QS. Asy-Syura: 38).
Musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik
disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama . Ali
Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu,
mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga kekeliruan,
menghindari celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati, mengikuti atsar.

1. Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara
lain sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai
membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok. Dengan status yang sama.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak
seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya.

a. Perintah Berlaku Adil


Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia
berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada
yang khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya yang
terdapat dalam Quran surah An-Nahl ayat 90 yaitu:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”. (QS. An-Nahl 16:90).

Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum
(QS. An-Nisa’ 4: 58); adil dalam mendamaikan konflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil
terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ 4:3 dan
129); dan adil dalam berkata (QS. Al-An’am 6:152).
b.  Keadilan Hukum
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
sederajat dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status
sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’4:58).

c.  Keadilandalam Segala Hal


Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama
orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik
terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada
musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Mari kita perhatikan
beberapa nash berikut ini :
 Adil terhadap diri sendiri
 Adil terhadap isteri dan anak-anak
 Adil dalam mendamaikan perselisihan
 Adil dalam berkata
 Adil terhadap musuh sekalipun

2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an ‘l-
munkar) berarti menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Ma’ruf secara etimologis berarti yang dikenal, sebaliknya munkar adalah sesuatu
yang tidak dikenal. Yang menjadi ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu ada dua, yaitu
agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah satunya.
Semua yang diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga sebaliknya, semua
yang dilarang oleh agama adalah munkar. Dalam hal ini Allah menjelaskan:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka
ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9:71).

Dalam ayat diatas juga dapat kita lihat bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar
tidak hanya dipikulkan kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum perempuan,
walaupun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan fungsi masing-masing.
Jika umat Islam ingin mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan
bumi, disamping mendirikan shalat dan membayar zakat mereka harus melakukan amar
ma’ruf nahi munkar. Allah SWT berfirman:

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf
dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”(QS. Al-Haji 22:41)

3.  Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin


Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin orang-orang yang
beriman:

“Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari


kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka
adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu
adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah 2:257).

Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk
kekufuran, kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa sekarang azh-
zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan
ajaran Islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme,
hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan,
keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.
At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah SWT
dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub, Thaghut
adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah
digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia bisa berbentuk pandangan hidup,
peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.

g. Akhlak dalam Bernegara

Negara merupakan suatu wadah tempat berlindung para bangsa,yang di dalamnya


tedapat peraturan-peraturan yang mengikat baik tertulis maupun secara lisan. Disitulah
kita menumpahkan kemerdekaan kita, kemerdekan yang telah diraih para pahlawan yang
tak mengenal darah juangnya.Maka patutlah para pemuda meneruskan perjuangan
mereka yang telah rela meberikan darahnya untuk tanah air ini untuk kebahagiaan kita
menghuni tanah air ini.
Agar tidak terjadi deviasi antar tanggung jawab dunia serta akhirat coba kita lihat
lagi ayat suci yang dikumandangkan Allah :

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

Maka dengan pedoman ayat inilah manusia menentukan jalan hidupnya,sebenarnya


semua tindakan kita akan di catat oleh malaikatnya Allah tidak ada perhitungan satu pun
yang keliru balasannya maka sungguh manusia hidup mereka hanya untuk beribadah
pada hakikatnya,seorang khalifah pun memimpin hanya semata beribadah bangsa yang
bertanggung jawab kepada negerinya hanya semata berlutut menyadari kodratnya
sebagai manusia yang tiada arti dihadapan tuhannya.
Menurut pemikir politik terkenal dalam Islam yaitu Al-Farabi, menurutnya
Negara adalah organisasi territorial bangsa yang mempunyai kedaulatan.yakni institute
suatu bangsa yang berdiam dalam suatu daerah territorial tertentu dengan fungsi
penyelenggaraan kesejahteraan bersama,baik secara materiala maupun secara spiritual.
Dalam akhlak muslim terhadap suatu Negara maka harus dilihat dimana kaitannya
atas apa yang akan mereka pikuli,pada prinsifnya Negara itu di isi oleh dua kategori yaitu
pemimpin (pemerintah) atau warga (rakyat biasa).Keduanya harus tahu bagaimana ia
bersikap dan berakhlak.
Akhlak terhadap Negara terbagi dalam 2 katagori yaitu:
a. Akhlak para pejabat
Yang disebut pemimpin adalah orang-orang yang punya tugas memikul tanggung
jawab sangat berat,hakikatnya setiap muslim adalah punya tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri dan menjadi pemimpinnya sendiri.Oleh sebab itu meskipun ada
seorang yang memimpin kita,maka harus tahu dulu apa yang ada dalam diri
kita,karena merupakan tanggungan individualistis.Berbeda dengan para pejabat yang
memimpin maka keseluruhan tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya benar-
benar harus di tunjukan dengan sikap bijaksana dan yakin bahwa dirinya mampu
membimbing diri sendi keluarga serta para rakyatnya.Semuanya berawal dari diri
sendiri maka Allah berfirman :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(Q.S.At-tahrim :6)

b. Akhlak warga negara


Tidak hanya pemimpin sajah yang memenuhi kewajiban sebagai warga Negara
pun harus senantiasa memenuhi kewajiban atas apa yang diperintahkan
pemimpinnya yang memenuhi criteria pemimpin menurut pandanga islam.dan ini
merupakan kewajiban akhlak muslim sebagai warga negara. Kewajiban itu
diantaranya :
1. Harus ta’at pada pemimpin/pemerintah,selama mereka memerintahkan atas perkara
yang positif dan masih dalam kategori perintah Allah serta Rasulnya.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya(Q.S. An-Nisa :59)

2. Mengoreksi dan mengevaluasi perjalanan Negara seperti hal nya dalam al-
quran Surah al-ashr (1-3).
Isi kandungan ayat di atas bahwasanya islam perlu saling nasihat-menasihati
agar tercipta kehidupan negar yang dinamis.Budaya kritis ini menjadi parameter
keberuntungan umat islam.karena dalam islam yang salah ya salah tidak ada
penyelewengan dalam kebenaran.

3. Membela Negara, kewajiban membela Negara dan mempertahankan adalah warga


negaranya sendiri,atau masyarakat itu sendiri termasuk para pemerintahannya,Bukan
hanya kuasa pemerintah sajah yang memegang tetapi semua penduduk harus ikut
meras peduli dan melindungi.seperti dikatakan dalam Al-quran : Artinya :
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.(at-Taubah:41)

           Disamping itu ada kewajiban lain yang terkait dengan akhlak terhadap Negara
bahwa setiap warga Negara bis menggunakan dan menuntut haknya ,Hak tersebut
adalah :
a) Hak dalam berpolitik
 Hak memilih
 Hak musyawarah
 Hak control  rakyat
 Hak memecat
 Hak pencalon
 Hak menjadi aparat Negara
b) Hak Asasi
 Mendapatkan persamaan didepan hukum dan peradilan                 
 Kebebasan pribadi :Hak beragama,hak memilih serta hak kesenangan yang bersifat
pribadi.

        Jadi disimpulkan bahwa setiap pemimpin ataupun warga Negara berhak untuk menjaga
kemaslahatan negaranya.Dengan memegang dan mencerminkan akhlak- akhlak yang menjadi
jalan menuju keberhasilan serta hiasan sdan pondasi membangun kebagiaan bernegara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata Akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu “Akhlaku” bentuk jamak dari kata
“Khalaqa” yang berarti perangai, Tingkah laku, Budi Pekerti atau Tabiat yang terbentuk
melalui keyakinan atau ajaran tertentu.

Macam-macam Akhlak :

1. Akhlak terhadap Allah dan Rasulullah


 Akhlak terhadap Allah
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya yang berjudul "Membina Moral dan
Akhlak" bahwa akhlak terhadap Allah, itu antara lain :

a. Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.


b. Berbaik sangka kepada Allah SWT.
c. Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.
d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
f. Senantiasa mengingat Allah SWT.
g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.
h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.

 Akhlak terhadap Rasulullah


a. Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
b. Mencintai dan Memuliakan Rasul
c. Mengikuti dan Mentaati Rasul
d. Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul
e. Menghidupkan Sunnah Rasul
f. Menghormati Pewaris Rasul
g. Melanjutkan Misi Rasul

2. Akhlak terhadap Individual dan social


 Akhlak individual
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan
untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata untuk mementingkan
dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam diri manusia mempunyai dua
unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai
akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-
tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang lainnya mempunyai
kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya masing-masing.

 Akhlak terhadap social


a. Berbuat Baik kepada Tetangga
b. Bersabar Menghadapi Gangguan Tetangga
c. Menjaga dan Memelihara Hak Tetangga
d. Tidak Mengganggu Tetangga

3. Akhlak terhadap Lingkungan

a. Penanaman Pohon dan Penghijauan


b. Menghidupkan Lahan Mati
c. Tidak Mencemari Air
d. Menjaga Keseimbangan Alam.

4. Akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

a. Akhlak dalam berbangsa


 Musyawarah
 Menegakkan Keadilan
 Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
 Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin

b. Akhlak dalam kehidupan bernegara


1. Akhlak para pejabat
2. Akhlak warga Negara

B. Kritik dan Saran


Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Hal ini
disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat
bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Daftar Pustaka

Tiswarni, “Akhlak Tasawuf” (jakarta: Bina Pratama, 2007). Hal: 1

Mahjuddin, “Akhlak Tasawuf” (jakarta:Kalam Mulia,2009). Hal: 7

Departemen Agama,Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta:Serajaya Santra, 1987), Cet. Ke-1,


h.670

https://www.bloggerkalteng.id/p/berkenaan-dengan-akhlak-kepada
allah.html
https://atriulfa716ryani.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-akhlak-
terhadap.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai