Anda di halaman 1dari 27

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Disusun Oleh:
1.Rahma nela (2114201035)
2. Rahmi yulivia (2114201036)
3. Rani Marza Putri (2114201037)
4.Regina Restu Amelia(2114201038)
5. Rima Asmar Dila (2114201039)
6.ririn anggela purnama sari 2114201040
7.Rizka okta riani (2114201041)
8.Salsa Saptania (2114201042)
9.
10.

Dosen Pengampu:
Ns. Welly,M. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


TA 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  LatarBelakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir
bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang
kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa
yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk
memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan
mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana
dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart,
2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi terapiutik pada lansia “.

1.2.  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi komunikasi terapeutik ?
2.      Apa manfaat komunikasi terapeutik ?
3.      Bagaimana karakteristik lansia ?
4.      Bagaimana cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
5.      Bagaimana teknik komunikasi pada lansia ?
6.      Apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
7.      Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
8.      Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?
9. Bagaimana Sikap perawat terhadap lansia?
10. Bagaimana Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik pada lansia?
11. Bagaimana Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Ada Lansia?
12. Bagaimana Penggunaan komunikasi terapeutik pada lansia?

1.3.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi komunikasi terapeutik ?
2.      Untuk mengetahui manfaat komunikasi terapeutik ?
3.      Untuk mengetahui karakteristik lansia ?
4.      Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
5.      Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia ?
6.      Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
7.      Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
8.      Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?
9. Untuk mengetahui Bagaimana Sikap perawat terhadap lansia?
10. Untuk mengetahui Bagaimana Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik pada lansia?
11. Untuk mengetahui Bagaimana Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Ada Lansia?
12. Untuk mengetahui Bagaimana Penggunaan komunikasi terapeutik pada lansia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Komunikasi Terapiutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.

B.Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi.
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Indrawati, 2003 : 50).

C.Komunikasi Terapeutik Pada Lanjut Usia (LANSIA)

Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia) adalah sebagai
berikut :

Middle age                              : 45 – 59 tahun

Elderly (lansia)                        : 60 – 70 tahun

Old (lansia tua)                       : 75 – 90 tahun

Very Old (lansia sangat tua)   : >90 tahun

a)      Prinsip Komunikasi untuk Lansia

Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth, 1996)


adalah :

1.      Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.

2.      Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.

3.      Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).

4.      Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.

5.      Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga yang
dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
6.      Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.

7.      Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.

8.      Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua,
kegiatan rohani.

9.      Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.

10.  Berbicara pada tingkat pemahaman klien.

11.  Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

b)      Komuikasi Verbal dan Non Verbal

Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lansia antara
lain :

1.      Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan hormat dan
nama panggilan lengkap.

2.      Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non verbal.

3.      Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.

4.      Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang sering
digunakan oleh klien secara singkat dan terstruktur.

5.      Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.

6.      Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti dengan
maksud perawat.

7.      Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk memberi
informasi yang jelas.

8.      Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.

9.      Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan yang lain.

10.  Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.

c)      Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental

1.      Lansia dengan Gangguan Pendengaran :

a.       Berdiri dekat menghadap klien.


b.      Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.

c.       Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.

d.      Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.

e.       Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung pada klien.

f.       Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.

g.      Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.

h.      Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng berbeda.

i.        Membatasi kegaduhan lingkungan.

j.        Gunakan tekanan suara yang sesuai.

k.      Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.

l.        Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.

m.    Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.

2.      Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :

Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi ditambah dengan
beberapa teknik, yaitu :

a.       Menulis pesan jika klien dapat membaca.

b.      Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.

c.       Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.

d.      Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh : body language.

e.       Sempatkanlah waktu bersama klien.

3.      Lansia dengan gangguan penglihatan :

a.       Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.

b.      Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.

c.       Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.

d.      Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.

e.       Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu, membacakan.

f.       Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa yang
sedang saudara kerjakan.
g.      Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.

h.      Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.

4.      Lansia dengan Afasia

Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau penyakit pusat otak.
Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga
bercakap – cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap
tubuh. Dimana penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001).

Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :

a.       Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.

b.      Sabar dan meluangkan waktu.

c.       Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap tubuh,
gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk menjawab keinginannya.

d.      Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.

e.       Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan kesempatan untuk
membaca dengan keras.

f.       Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu meningkatkan
pemahaman.

g.      Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa aman.

5.      Lansia dengan penyakit Alzheimer :

Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia
senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif,
ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif
dan gangguan perilaku dan efek (Brunner dan Siddart, 2001).

Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan
mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal
wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya.
Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid,
kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang
tidak masuk akal. Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.

Teknik komunikasi yang digunakan adalah :

a.       Selalu berkomunikasi dari depan lansia.


b.      Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.

c.       Bertatap muka.

d.      Mnimalkan gerakan tangan.

e.       Menghargai dan pertahankan jarak.

f.       Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.

g.      Pertahankan kontak mata dengan senyum.

h.      Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.

i.        Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.

j.        Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.

6.      Lansia yang menunnjukkan kemarahan :

a.       Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.

b.      Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.

c.       Gunakan pertanyaan terbuka.

d.      Luangkan waktu setiap hari bersama klien.

e.       Puji dan dukung setiap usaha dari klien.

7.      Lansia yang mengalami kecemasan :

a.       Dengarkan apa yang dibicarakan klien.

b.      Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.

c.       Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan ketegangan atau
keemasan.

d.      Libatkan staf dan anggota keluarga.

8.      Lansia yang menunjukkan penolakan :

a.       Kemukakan kenyataan perlahan lahan.

b.      Jangan menyokong penolakan klien.

c.       Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.

d.      Libatkan keluaraga.

9.      Lansia yang mengalami depresi :


a.       Lakukan kontak sesering mungkin.

b.      Beri perhatian terus – menerus.

c.       Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.

d.      Gunakan pertanyaan terbuka.

e.       Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.

d)     Hambatan Komunikasi dangan Lansia

D.Karakteristik Lansia

Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut


menjadi empat macam meliputi:
a)   Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b)      Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c)      Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d)     Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a)   Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b)   Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c)   Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d)   Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang
mengikut sertakan dirinya
e)    Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

E. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi

    1.Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan
serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di
laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
          2.Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini
perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang
asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab
bagi klien.
           3.Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

F.Teknik Komunikasi Pada Lansia

Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara
lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1.Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan
bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap
atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi klien.
3.Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4.Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi
dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan
mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan
klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama
memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan
menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya:
‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
5.Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan
kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6.Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan
yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan
sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi
yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional
dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

G.Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia

Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di
bawah ini:
a)      Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b)      Meremehkan orang lain
c)      Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d)     Menonjolkan diri sendiri
e)      Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.

2.Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a)     Menarik diri bila di ajak berbicara
b)    Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c)     Merasa tidak berdaya
d)    Tidak berani mengungkap keyakinaan
e)     Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f)     Tampil diam (pasif)
g)    Mengikuti kehendak orang lain
h)   Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
           
          Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat
di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips
tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a)      Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b)      Keraskan suara anda jika perlu
c)      Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut
anda.
d)     Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e)     Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f)     Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g)   Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat  pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h)    Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i)    Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes
yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di
buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya
denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j)    Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k)    Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l)      Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
m)    Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n)     Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o)     Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

  H.Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


    

          Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu
memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung
perasaan lansia yang relatif sensitif.
          Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain :
1)  Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkunganya.
2)  Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.

3)  Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat


     Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan tepat

I.Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia

1.      Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2.       Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3.       Pertahankan kontak mata dengan pasien
4.      Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif
5.        Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6.       Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
7.       Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8.      Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9.       Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10.  Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11.   Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup
saat berinteraksi.
12.   Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13.   Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

J.Sikap perawat terhadap lansia

sikap tubuh  dari perawat atau pemberi asuhan, lansia dapat merasakan apakah perawat atau
pemberi asuhan siap dan berminat untuk mendengarnya.

 Kesiapan mendengar

Perawat atau pemberi asuhan harus dapat menunjukkan kesiapan mendengarkan klien lansia.
Kesiapan ini ditunjukkan dengan:

a)      Duduk tegak, rileks, dan menghadap lansia secara muka dengan muka. Posisi ini
menunjukkan “ Saya siap dan mau mendengarkan”.

b)      Mempertahankan kontak mata. Sebaiknya mata perawat sejajar dengan mata klien
lansia, tempat duduk perawat tidak lebih tinggi dari tempat duduk lansia. Kontak mata harus
spontan dan wajar.

c)      Tubuh perawat sedikit membungkuk atau sikap menghormat ke arah lansia. Biasanya
secara spontan tubuh seseorang langsung bergerak sedikit mendekat pada lansia yang sedang
bicara bila ia ingin mendengarkan dengan baik apa yang disampaikannya.
d)     Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka. Hindari duduk dengan kedua kaki atau
tangan bersilang, karena semacam menunjukkan sikap defensive. Posisi tubuh perawat harus
menunjukkanbahwa dirinya bersedia menerima dan membantu, seperti pintu yang terbuka
yang mengundang orang untuk masuk tanpa mengetuk.

e)      Mempertahankan posisi tubuh yang rileks. Memang sulit untuk mempertahankan posisi
tubuh yang rileks penuh karena mendengarkan dengan seluruh “dirinya” perawat sudah
mengeluarkan banyak tenaga. Akan tetapi, suara tegang dapat dicegah dengan memberi
sedikit waktu sebelum perawat memberi tanggapannya, member waktu untuk berdiam
sejenak dan menggunakan isyarat yang tepat dan membantu.

K.Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik pada lansia

Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap pra-interaksi, pengenalan, tahap
kerja dan terminal.

a)      Tahap I ( pra-interaksi)

Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang klien lansia, seperti nama,
alamat, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan
lansia dapat membuat cemas perawat yang belum mempunyai pengalaman. Ada baiknya
apabila perawat menyadari perasaan ini.

b)      Tahap II (pengenalan)

Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan rasa percaya satu
sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat mengusahakan untuk membuat klien lansia
merasa nyaman dengan beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang
cuaca. Ada kemungkinan perawat melihat sikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin
karena lansia belum siap untuk mengungkapkan dan  menghadapi masalahnya, ada rasa malu
untuk mengakui bahwa lansia memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku
yang menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya.

Kadang-kadang klien lansia juga ingin menguji ketulusan perawat yang membantunya. Di
sini  perawat perlu menunjukkan sikap ketulusan dan kepedulian. Sebenarnya sikap perawat
sangat menentukan apakah hubungannya dengan klien lansia terapeutis atau tidak.

Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya klien lansia kepada
perawat :

a.       Lansia  dapat mellihat perawat sebagai seorang professional yang mampu


membantunya.

b.      Lansia dapat melihat perawat sebagai individu yang  jujur, terbuka, dan peduli lansia.
c.       Lansia percaya bahwa perawat akan menghargai kerahasiaan hubungan mereka, nilai,
keyakinan, sosio-kulutralnya.

d.      Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan perasaanya.

c)      Tahap III (kerja)

Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai dan menerima keunikannya
masing-masing. Rasa peduli dan empati juga akan timbul. Perawat membantu klien lansia
melihat secara mendalam perasaannya agar lansia dapat memperoleh “insight” tentang
masalahnya.

Dengan memeriksa secara mendalam tentang perasaannya, komunikasi dapat diperlancar


apabila perawat menunjukkan:

1.      Empati

Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila mereka “merasakan” apa yang
dialami lansia. Semua teknik komunikasi yang dipakai akan terjadi kaku, tidak spontan dan
tidak genume, tetapi “ sharing” tentang kesulitan klien lansia akan membuat perawat menjadi 
spontan dan tulus meresponnya dan sikap ini dapat dirasakan oleh lansia.

2.      Menghargai

Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap manusia, bahwa manusia pada
dasarnya adalah baik,ia adalah ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia patut dihargai
dan dicintai tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan dirinya. Keyakinan ini akan
membantu perawat menerima, mencintai dan menghargai lansia tanpa syarat.

3.      Genuiness

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan disebut genuiness bila :

a.          Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat pendidikannya, dan sebagainya.

b.         Bersikap spontan

c.          Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari lansia tanpa membalas atau
mencari alasan untuk membernarkan diri.

d.         Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap tubuh sesuai dengan apa yang
dirasakannya.

e.          Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila perlu.

4.      Konkret/ specific
Perawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka. Melalui pertanyaan terbuka,
perawat dapat membantu lansia yang cenderung berbicara secara umum menjadi lebih
konkret dan spesifik.

5.      Konfrontasi

Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh pengertoan. Konfrontasi akan lebih
mudah diterima lansia bila ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan
konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia ketidakcocokkan antara pikiran, kata-kata
atau perbuatannya. Ketidakcocokan ini akan menghambat pemeriksaaan dan penyadaran diri.
Penyangkalan terhadap perasaan dapat membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah
lakunya.

d)        Tahap IV (terminal)

Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansia merasa kehilangan
sesuatu, measa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan dari perawat, merasa
ditinggalkan, dan lain sebagainya. Pada tahap ini, perawat perlu  mengungkapkan
kesediannya membantu bila diperlukan agar klien lansia merasa aman.

L. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Ada Lansia 


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah
• Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “simpati atas dasar pengertian yang
mendalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan
yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar,
tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh
karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dn patologik dari
penderita lansia.
• Yang harus dan “jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan
beneficence, pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang
baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm)
bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat
seseorang menderita“). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari ras nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup,
pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah dan
praktis untuk dikerjakan.
• Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu sxsaja hak tersebut mempunyai
batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita
dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas.
• Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi
semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

M. Penggunaan komunikasi terapeutik pada lansia

1. Lansia dengan Gangguan Penglihatan

Gangguan penglihatan pada lansia dapat terjadi baik karena kerusakan organ misalnya
kornea, lensa mata, kekeruhan lensa mata (katarak), atau kerusakan saraf penghantar impuls
menuju otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan, baik parsial maupun total.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi asuhan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat
mungkin harus diganti oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indera yang lain. Ketika
melakukan orientasi tempat tidur, ruan tamu, ruang makan, ruang perawatan, ruang rekreasi,
kamar mandi , dan lain-lain, klien lansia harus mendapatkan keterangan yang memvisualisasi
kondisi tempat tersebut secara lisan. Misalnya,menerangkan letak meja dan kursi makan,
menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar amndi dan
sebagainya.

Berikut penggunaan teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi


dengan lansia yang mengalami gangguan penglihatan :

a.       Perawat atau pemberi asuhan sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat
oleh klien lansia bila ia mengalami buta parsial atau memberi tahu secara verbal
keberadaan/kehadirannya.

b.      Perawat atau pemberi asuhan menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama serta
perannya.

c.       Perawat atau pemberi asuhan berbicara dengan menggunakan nadan suara normal
karena kondisi lansia tidak memungkinkannya menerima pesan non-verbal secara visual.

d.      Nada suara perawat atau pemberi asuhan memegang peranan besar dan bermakna bagi
lansia.

e.       Jelaskan alasan perawat dan pemberi asuhan menyentuh sebelum melakukan sentuhan
pada lansia.

f.       Ketika perawat dan pemberi asuhan akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikasi atau pembicaraan, informasikan kepada lansia.

g.      Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.

h.      Orientasikan lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke lingkungan yang


asing baginya.
2. Lansia dengan Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli
(tuli lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal ialah :

a. Tuli perspektif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf

b. Tuli konduktif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghantar rangsang suara.

Pada kien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan adalah media visual. Klien lansia menangkap pesan bukan berupa suara yang
dikeluarkan perawat/orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya.
Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien lansia ini sehingga dalam melakukan
komunikasi, upayakan agar sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indera visualnya.

Berikut penggunaan komunikasi yang dapat digunakan klien lansia dengan gangguan
pendengaran :

a.         Orientasikan kehadiran perawat dnegan menyentuh lansia tau memposisikan diri


didepannya.

b.    Usahakan mengg8unakan bahsa yang sederhana  dan berbicara dengan perlahan untuk
memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.

c.     Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan sikap tubuh
serta mimik wajah yang lazim.

d.    Jangan melakukan pembicaraan ketika perawat sedang mengunyah sesuatu (mis:


menguyah permen).

e.     Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan denan gerakan sederhana dan perlahan.

f.     Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat mampu melakukan.

g.    Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan dalam bentuk
tulisan atau gambar.

3. Lansia dengan Gangguan Wicara

Lansia dapat mengalami gangguan wicara, yang dapat terjadi akibat ompong, kerusakan
organ lingual, kerusakan pita suara, atau gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan lansia
yang mengalami gangguan wicara memerlukan kesabaran agar pesan dapat dikirim dan
ditangkap dengan benar. Lansia yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar
komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan.

Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan wicara, hal-hal yang
perlu  diperhatikan :
a.       Perawat atau pemberi asuhan memperhatikan mimik dan gerak bibir lansia.

b.      Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata


yang diucapkan lansia.

c.       Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.

d.      Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan perlahan.

e.       Memperhatikan setiap detail informasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.

f.       Bila perlu, gunakan bahasa tulis dan simbol.

g.      Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan dengan lansia
untuk menjadi mediator komunikasi.

4. Lansia yang Tidak Sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungís sensorik dan motorik lansia mengalami penururnan


sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat diterima dan lansia tidak dapat merespon
kembali stimulus tersebut. Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada
otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur, kondisi anastesi, gangguan berat
yang terkait dengan penyakit tertentu (koma diabetikum).

Seringkali timbal pertanyaan tentang perlu atau tidaknya perawat atau pemberi asuhan
berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun,
secara etis penghargaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan
penerapan komunikasi pada lansia yang tidak sadar.

Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran, hal-hal yang
perlu diperhatikan, antara lain :

Perawat atau pemberi asuhan harus berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat
dengan lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir
yang mengalami penurunan kemampuan menerima rangsangan pada individu yang tidak
sadar. Individu yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungannya
walaupun ia tidak mampu meresponnya kembali.

Perawat atau pemberi asuhan harus mengambil asumís bahwa lansia dapat mendengar
pembicaraan kita. Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan di dekat lansia.

Perawat atau pemberi asuhan harus memberi ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada
lansia dengan penurunan kesadaran.

Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu lansia berfokus


pada komunikasi yang dilakukan.
5. Lansia dengan Penurunan Daya Ingat

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demencia atau kepikunan mengalami
kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan lansia maupun pemberi asuhan. Perawat atau pemberi asuhan perlu :

1.       Mengenali minimal 10 gejala berikut :

a.       Lupa kejadian yang baru saja di alami

b.      Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari

c.       Kesulitan dalam berbahasa

d.      Disorientasi waktu dan tempat

e.       Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat

f.       Kesulitan berpikir abstrak

g.      Salah menaruh barang (mis: setrika disimpan dalm kulkas)

h.      Peubahan suasana hati

i.        Perubahan perilaku dan kepribadian

j.        Kehilangan inisiatif

2.       Menyiapkan mental. Perawat atau pemberi asuhan sebelum berkomunikasi dan


memberi asuhan keperawatan dan pelayanan sosial kepada lansia terlebih dahulu sudah harus
siap mental , yaitu :

a.       Menyadari bahwa akan menghadapi situasi yang sulit

b.      Mengingat bahawa lansia yang mengalami penurunan daya ingat mungkin menderita
demensia

c.       Siap untuk ”tidak dihargai”

d.      Mengabaikan nalar

e.       Kemarahan Anda sebaiknya disalurkan ke tempat lain

f.       Memfokuskan pada saat yang menyenangkan

g.      Menghindari menganggap bahwa lansia selalu membuat ulah

h.      Mengupayakan selalu mengembangkan rasa humor

i.        Menghargai diri sendiri

j.        Bila perlu menggunakan jasa respite care


3.      Memberi asuhan keperawatan

a.       Minta pertolongan orang lain :

·         Mengikutsertakan dalam kelompok pemberi bantuan

·         Dapatkan bantuan dari keluarga atau sahabatnya

·         Tidak menunggu sampai terjadi masalah

·         Dapatkan orang yang dapat diandalkan dan dapat memberi pertolongan

·         Dapatkan keterangan mengenai sumber di masyarakat yang dapat memberi


pertolongan

b.      Perhatikan kebutuhan pribadi :

Makanan yang cukup gizi

Olahraga atau latihan fisik yang cukup dan teratur

Tidur yang cukup

Meluangkan waktu untuk diri sendiri (mis: menjenguk teman)

Mengenali perasaan frustasi, sedih, marah, dan depresi. Tentukan orang yang dapat dipercaya
untuk membicarakan apa yang Anda rasakan

c.       Hindari kesendirian :

·         Cari hobi atau aktivitas yang disukai

·         Aktif dalam kegiatan rohani atau sosial

·         Menjalin komunikasi dengan orang yang dianggap masih produktif dalam berpikir

Penyakit demensia Alzheimer membutuhkan penanganan yang ”menyeluruh” dan melibatkan


lingkungannya. Lingkungan tersebut meliputi kerabat dan sahabat yang terdiri dati seluruh
anggota keluarga, orang dekat atau teman yang peduli dan menaruh minat dalam lansia.

Perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan lansia sehari-hari :

1.    Makan

a.       Penuhi kebutuhan eliminasi sebelum makan

b.      Kurangi kebisingan ruangan dan pengalih perhatian


c.       Singkirkan benda-benda yang tidak perlu

d.      Gunakan piring yang polos

e.       Beri satun alat makan dan satu macam makanan

f.       Ingatkan cara makan

g.      Sajikan makanan dalam potongan kecil agar tidak tersedak

h.      Ingatkan pasien untuk makan secara perlahan

i.        Perhatikan pasien bila tidak dapat membedakan rasa panas atau dingin

j.        Bila kesulitan menelan, konsultasikan ke dokter

k.      Beri tahu tahap-tahap makan ( mulai dari memegang sendok sampai memasukkan
makanan ke mulut)

2.       Mandi

a.         Siapkan air mandi, handuk, pakaian pengganti sebelum mandi

b.      Periksa suhu air

c.       Pasang pengaman/pegangan

d.      Coba mandikan dengan shower

e.       Pakai spon

f.       Jaga privasinya

g.      Beri tahukan apa yang akan Anda lakukan

h.      Bilalansia menolak mandi coba tawarkan lagi beberapa waktu kemudian

i.        Izinkan lansia melakukan tindakan tanpa bantuan

j.        Pertahankan tentang keselamatan

3.      Berpakaian dan berhias

a.       Susun pakaian yang akan dipakai sesuai urutan

b.      Gunakan pakaian yang nyaman dan dapat dicuci

c.       Pilih pakaian yang mudah dipakai (hindari menggunakan kancing), lebih baik yang
menggunakan karet
d.      Sebaiknya pakaian berkancing belakang bila pasien sering membuka pakaiannya

4.      Eliminasi

a.       Kesulitan defekasi harus di konsultasikan ke dokter

b.      Buat jadwal teratur ke toilet (mis: 3 jam sekali, sesudah makan, sebelum makan)

c.       Perhatikan tanda yang menunjukkan adanya keinginan ke toilet (mis: mondar-mandir


atau menarik-narik retsluiting)

d.      Pastikan ia cukupmendapat cairan karena dehidrasi dapat menyebabkan gejala demensia


Alzheimer menjadi lebih buruk dan mencegah konstipasi

e.       Kurangi zat cai dan makanan bergas sesudah makan malam

f.       Pastikan makanan mengandung serat (sayuran dan buah-buahan)

g.      Tandai pintu toilet dengan tulisan yang menyolok dengan huruf besar atau
gambar/simbol

h.      Biarkan toilet terbukas ehingga mudah ditemukan

i.        Usahakan lantai kamar mandi di cat warna yang berbeda

j.        Singkirkan ember, pot, dan benda yang menerupai dudukan toilet

k.      Hindari sikap mempermalukan atau memarahi lansia

l.        Pastikan pakaian mudah dibuka

m.    Sediakan pispot di samping tempat tidur (bila perlu)

6.Lansia demensia Alzheimer

Lansia demensia Alzheimer mudah bingung terhadap suara atau warna yang berlainan, dan
bila berada dalam lingkungan yang menakutkan timbul perasaan yang berlebihan. Semua ini
dapat membuat marah dan mencemaskan untuk menciptakan pearsaan aman dan senang bagi
lansia, perawat harus :

1.       Berfokus pada pencegahan

a.       Berusaha mencegah masalah

b.      Kecelakaan dapat terjadi bla seseorang terlalu diburu-buru


c.       Beri waktu yang cukup

d.      Jika lansia seorang perokok, awasi pemakaian rokok dan korek

2.       pertahankan keamanan dan keselamatan

a.       Pasang pintu di atas tangga dan alat untuk pegangan

b.      Pasang kunci pada lemari tempat alat-alat berbahaya (pisau, alat pembersih)

c.       Pasang penutup pada kenop pintu sehingga menghalangi lansia keluyuran

d.      Ciptakan suasana sederhana. Keluarkan semua perabotan/mebel yang tidak perlu serta
Segala macam yang mengacaukan pikiran termasuk perhiasan

e.       Simpan barang yang sering dipakai selalu di tempat yang sama

f.       Keluarkan barang-barang yang dapat menyebabkan kebingungan (mis: krim cukur


berdekatan dengan pasta gigi)

g.      Sigkirkan barang yang berbahaya, termasuk tanaman beracun

h.      Singkirkan benda-benda kecil yang dapat ditelan dan simpan semua alat-alat yang tajam

i.        Pastikan kabel listrik berada dalam keadaan aman

j.        Sediakanpenerangan yang cukup. Pakai lampu yang tidak mudah jatuh. Pasang lampu
malam ditempat tidur, di gang, dan di kamar mandi.

k.      Pastikan ada penerangan yang cukup dan hindarti bayang-bayang sehingga dapat
mengakibatkan persepsi yang salah dari lansia

l.        Amankan dapur. Pindahkan kenop oven bila kompor tidak dipakai. Simpan alat-alat
dapur dengan aman

m.    Ciptakan kamar tidur yang aman. Sediakan bangku untuk duduk. Pastikan alat pengatur
suhu pada alat pemanas air telah diturunkan untuk menghindari kebakaran. Lantai harus
selalu kering dan gunakan keset antiselip agar tidak tergelincir . keluarkan kunci dari pintu
kamar mandi

3.      Bersiap menghadapi keadaan darurat

a.       Buat petunjuk tertulis untuk menghadapi kebakaran atau bentuk lain keadaan darurat
dan pasang dekat telepon, bersama telepon polisi, pemadam kebakaran dan dokter
b.      Siapkan foto terbaru lansia tersebut agar dapat membantu polisi bila lansia hilang

c.       Pasien harus memamkai kalung identitas atau tanda ”memory lost”

d.      Jangan biarkan lansia sendirian dirumah, walaupun untuk beberapa menit

7. Lansia dengan Perilaku Sulit

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau kehilangan memori, memperlihatkan
tingkah laku yang sulit. Untuk menjamin keamanannya dan memberinya martabat, perawat
atau pemberi asuhan harus bersikap :

a.       Hindari sikap mengharapkan lansia ingat karena adanya penurunan daya ingat
membuat lansia tidak akan dapat mengingat banyak hal. Bahkan lansia akan bingung bila kita
mengajukan pertanyaan ”Apakah bapak tidak ingat?”

b.      Bila lansia menjadi gelisah mereka menunjukkan perilaku yang sulit. Alihkan
perhatiannya dengan kegiatan yang lain, misalnya mengajaknya minum teh bersama bila
lansia mondar-mandir atau berjalan terus mengitari rumah

c.       Ciptakan kegiatan dan komunikasi yang sederhana. Kegiatan hendaknya dibuat


menjadi lebih sederhana dan bertahap. Pasien demensia mampu memusatkan pikiran dan
menyelesaikan kegiatannya secara bertahap

d.      Ciptakan rutinitas dengan menetapkan aktivitas yang tetap dilakukan setiap hari
termasuk bangun pagi, makan, dan berbagai kegiatan lain sehinga dapat membantu
mengurangi kegelisahan dan mengembangkan perasaan gembira bagi penderita demensia
Alzheimer

e.       Beri penentraman hati dan pujian yang akan meningkatkan harga diri dan memperkuat
perilakunya

f.       Hindari berdebat dengan pasien demensia

g.      Libatkan dalam kegiatan sosial yang dapat menjamin pasien demensia kontak langsung
dengan orang lain

h.      Ciptakan lingkungan tetap sederhana, aman, dan tenang

Keterampilan tertentu diperlukan perawat untuk mencapai dan mempertahankan  hubungan


terapeutik. Keterampilan ini menghubungkan keterampilan verbal dan non-verbal sertas sikap
dan perasaan perawat. Keterampilan ini dibagi dalam dua dimensi, yakni:

1.    Dimensi responsive

a.       keikhlasan (kesejatian)

b.      menghormati dan menghargai orang lain termasuk lansia dan keluarganya


c.       empati

d.      konkret (member penjelasan dengan terminologi yang spesifik dan tidak abstrak).

2.      Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk didalamnya konfrontasi, kesegeraan dalam memberikan bantuan


kepada lanjut usia, pembukaan dan bermain peran. Dimensi ini harus diimplementasikan
dalam konteks kehangatan, penerimaan dan pengertian dalam bentuk dimensi responsive.

BAB III
PENUTUP

Simpulan

       Dari pemaparan diatas, dapat kami tarik kesimpulan :


1.      Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik
(Stuart dan Sundeen).
2.      Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien
3.      Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:usia pertengahan, usia lanjut, usia lanjut usia dan usia tua.
4.      Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan fisik, psikologis,
social, dan spiritual
5.      Teknik komunikasi pada lansia terdiri dari : teknik asertif, responsif, focus, supportif ,
klarifikasi, sabar dan ikhlas.
6.      Hambatan berkomunkasi dengan lansia : agresif, non-asertif.
7.      Teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan : kenali segera reaksi penolakan klien,
orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri, libatkan keluarga atau pihak
keluarga terdekat dengan tepat.
8.      Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia: menunjukkan rasa hormat
hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien, pertahankan kontak mata dengan
pasien dan lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu Stanley,
Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
their physicians. Clin Geriatr Med
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the physician-
older patient relationship: effective communication with vulnerable older patients. Clin Interv
Aging
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba Medika
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai