Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan faktor yang penting untuk menjadikan
penuaan yang positif. Oleh karenanya, menyiapkan petugas kesehatan dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kelompok lansia seperti: pelatihan
perawatan lansia; mencegah dan mengelola penyakit kronis dan penyakit
tidak menular, merancang kebijakan pengaturan perawatan jangka panjang
dan paliatif yang berkelanjutan bagi lansia dan mengembangkan pelayanan
ramah-lansia menjadi sangat penting (Kemenkes RI, 2012). Kesehatan
lansia yang baik difokuskan pada bagaimana upaya untuk dapat
menambah usia dan memperpanjang kehidupan, sehingga memungkinkan
mereka tidak hanya hidup lebih lama, tetapi juga dapat memperluas
keterlibatannya secara aktif dalam semua kegiatan di masyarakat. Seiring
dengan kecenderungan yang positif tersebut dalam arti meningkatnya
kesehatan global, akan muncul tantangan khusus dalam bidang kesehatan
karena bertambahnya jumlah lansia. Berbagai dampak dari peningkatan
jumlah lansia antara lain adalah masalah penyakit degeneratif yang sering
menyertai para lansia, bersifat kronis dan multipatologis, serta dalam
penanganannya memerlukan waktu lama dan membutuhkan biaya cukup
besar (Kemenkes, RI, 2012).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan
perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi
mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana
individu menyampaikan hubungan. Komunikasi pada lansia membutuhkan
perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik,
psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga
bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia
sehingga tidak toleran teradap suara.

1
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan lanjut usia diperlukan
pemberian informasi kepada lansia baik individu maupun kelompok secara
terus-menerus agar lansia tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
agar lansia dapat hidup sehat dan produktif, namun dengan keterbatasan
lansia baik dari fisik, psikologis dan mentalnya maka diperlukan
pendekatan dan metode agar pesan yang disampaikan lebih efektif.
Adapaun pendekatan yang dilakukan pada lansia dalam pemberian
informasi tentang peningkatan kesehatan adalah melalui “komunikasi
terapeutik pada lansia”. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi dengan lansia harus
memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu
harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu
juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
Agar lansia tetap sehat dan produktif perlu dilakukan kebijakan tentang
mempromosikan kesehatan dalam setiap siklus kehidupan, menciptakan
lingkungan ramah lansia yang mendorong kesehatan dan partisipasi aktif
lansia, menyediakan layanan kesehatan yang ramah lansia, meningkatkan
peran serta lansia dalam pembuatan kebijakan publik ramah lansia,
mempertimbangkan pandangan lansia dalam setiap pengambilan
keputusan dalam pembangunan di setiap tingkatan, menyadari nilai
kearifan lansia dan bantu mereka berpartisipasi dalam keluarga dan
masyarakat.
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam
masyarakat tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningkat di
banding populasi usia muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lansia di
Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini
sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar
11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia
akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India dan Amerika
Serikat. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien

2
lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi
juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural,
dan psikologi pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara
medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap
memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting
dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini
akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial,
ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasie lanjut usia ( William et al,
2007 ).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaplikasian teknik komunikasi terapeutik yang teoat bagi
lansia di Pondok Lansia Nuh An-Nur Kota Kediri ?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan teknik komunikasi terapeutik yang tepat bagi
lansia di pondok Lansia Nuh An-Nur Kota Kediri
b. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui teknik-teknik komunikasi terapeutik pada lansia
b) Untuk mengetahui hambatan-hambatan komunikasi terapeutik
pada lansia
c) Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lansia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik
a. Definisi komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatanya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Purwanto, 1994). Sedangkan menurut Stuart
& Sundeen (1995) komunikasi terapeutik merupakan cara untuk
membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian
informasi dan pertukaran prasaan dan pikiran dengan maksud
untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi terapeutik juga dapat
dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan perawat
yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup
harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang
tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang
menghalangi relialisasi diri (Kozier et.al, 2000).
b. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2006) komunikasi terapeutik bertujuan untuk
mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau
adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
a) Realisasi diri, penerimaan diri, peningkatan kesadaran, dan
penghargaan diri,
b) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superfisial dan saling bergantung dengan orang lain dan
mandiri,
c) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis,
d) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas
diri.

4
c. Prinsip Dasar komunikasi Terapeutik
Menurut Nurhasanah (2010) prinsip komunikasi terdiri dari
beberapa, yaitu:
a) Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik
yang saling menguntungkan,
b) Keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif, dan
kesetaraan,
c) Kualitas hubungan perawat dengan klien ditentukan oleh
bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia
(human),
d) Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang
khusus untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku
klien,
e) Perawat harus menghargai keunikan klien karena perawat
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar
belakang,
f) Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan,
g) Trust harus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi
masalah dan alternative problem solving. Trust adalah kunci
dari komunikasi terapeutik..
B. Komunikasi Terapeutik pada lansia
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia
adalah proses penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau
perawat kepada lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia
sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan
sederhana. Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata,
mulut, tangandan jari) dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar).
Sikap penyampaian pesan harus dalam jarak dekat, suara jelas, tidak
terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-seri, sambil
menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit

5
membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah
menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai
bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara
lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung
komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tetap
ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia.
(Wahjudi Nugroho, 2008)
a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi
terapeutik pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab
berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon
verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan
latar belakang sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien
lansia kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda
kepribadian pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan
dari komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan
mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang
baru dan asing bagi pasien.

6
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman
mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia
yang sensitive, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan
kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada
keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku
merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan
keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala
pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika
mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan
yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian
tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi
perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.
b. Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami
penurunan daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa
yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan lansia dan perawat oleh karen itu, perlu
diciptakan komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka
langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas

7
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti
dengan kata lain yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata
yang sama, gerak, nada yang sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk
sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh
ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau
“tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek
mau minum teh?”, bukan “apakah kakek mau minum
sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang
sering dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu
kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari
makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah
lembut untuk memberi salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan
bahwa anda mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta
dalam suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.

8
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah
lakunya karena ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu
ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan
sikap badan anda karena klien mungkin tidak mengerti apa
yang anda katakan, tetapi ia akan mengerti tanda
nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien
tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang
lapar, bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang
tersebut “saya ingin pulang kerumah” mungkin hal tersebut
berarti ia cemas dan butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti
maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa
gangguan kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat
pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.
c. Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik
yaiu sebagi berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non

9
verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk
mengkonsumsikan kondisi secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak
berlebihan
3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan
pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa
rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan persaannya
lebih mendalam.
d. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan
lanjut usia antara lain:
a) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa di capai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang
lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter
terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-
masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi
klien.
c) Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar

10
pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar
klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan
petugas kesehatan.
d) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam
hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya
terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
e. Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia,
petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-
teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung
secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a) Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami
pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti.
Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap
ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b) Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada
klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien.
Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau
klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan
mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan
saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap
aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif

11
dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang
bagi klien.
c) Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya
klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d) Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien
relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan
menjaga kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai
selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi
beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien
termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara
materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan
menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan
kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan
lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui
atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu’.

12
e) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering
proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat
agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di
persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa
yang saya sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?.
f) Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan
ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun
dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas
kesehatan.
f. Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan
Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-
kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan
merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang
terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu
memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang
efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi
klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang
waktu tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri

13
sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri
sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses
penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan
serta upaya untuk memandirikan klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan
mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan tepat.
g. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
a) Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali
apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk
memanggil panggilan kesukaannya.
b) Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c) Pertahankan kontak mata dengan pasien
d) Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan
mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
e) Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f) Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak,
menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
g) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h) Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i) Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j) Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k) Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan
beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l) Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan.
Lengan, atau bahu.
m) Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

14
h. Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
1) Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan
penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan
adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan
bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun
mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi
komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi
mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006).
Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran
yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan
dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi
adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman
pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata
“Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”,
pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat
berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah
bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi
reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang
mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang
gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan
menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan
penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami
penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis.
katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada
diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun
melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi
melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu
(Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80

15
tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia
et al., 2006).
2) Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki
lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya
menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi
akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang
(Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat
berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan
pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh
anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et
al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk
merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang
merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan
pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu
bila melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada banyak tingkatan
demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien
pada stadium awal sering mengalami masalah untuk
menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak
menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti
“hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah,
pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami
atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000). Demensia
memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami
kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat
kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki
rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap
berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah
adanya orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau

16
caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat
mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta
pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver
menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan
kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan
nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien
lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi
antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien
dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff
& Roter, 2008). Juga merupakan hal penting untuk
memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut
pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi
keduanya (Griffith et al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien
lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap
nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai
dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain
(lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam
perkataan maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :

17
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk
dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga
hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal
yang wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien
namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat
di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu
perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di
perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara
lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek
pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara.
Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif
untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan
yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan
komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan
hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara
yang sama dengan orang yang tidak mengalami

18
gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner
yang tugasnya memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap
matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa
yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan
anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di
inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan
dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria
atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari
pembicaraan tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya
dan menjawab pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya
secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan
sulit mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat
ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling
akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

19
C. Lansia
a. Definisi Lanjut Usia
Lansia adalah seseorang yang mengalami tahap akhir dalam
perkembangan kehidupan manusia. UU No. 13/Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah
seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014).
Proses menua adalah proses alamiah kehidupan yang terjadi
mulai dari awal seseorang hidup, dan memiliki beberapa fase yaitu
anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016). Lansia adalah tahap akhir
dalam proses kehidupan yang terjadi banyak penurunan dan
perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling berhubungan satu
sama lain, sehingga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
fisik maupun jiwa pada lansia (Cabrera, 2015). Lansia mengalami
penurunan biologis secara keseluruhan, dari penurunan tulang,
massa otot yang menyebabkan lansia mengalami penurunan
keseimbangan yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada lansia
(Susilo, 2017).
b. Batasan Usia lansia
Batasan usia pada lansia berbeda-beda, umumnya berkisar
antara 60- 65 tahun. Menurut organisasi kesehatan WHO ada
empat tahap yaitu :
a) Usia pertengahan (middle age) : 45-49 tahun
b) Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
d) Usia Sangat tua (very old) : diatas 90 tahun
c. Perubahan- Perubahan yang terjadi pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia (Potter & Perry,
2009) yaitu :
a) Sistem Integumen
Pada lansia sudah mengalami perubahan yang terjadi hilangnya
elastisitas kulit, perubahan pigmentasi, atrofi kelenjar,
penipisan rambut dan pertumbuhan kuku yang lambat.

20
b) Sistem Pendengaran
Terjadinya presbicusis atau hilangnya kemampuan
pendengaran sekitar 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun.
c) Sistem Penglihatan
Terjadinya penurunan daya akomodasi mata (presbyopia),
hilangnya respon terhadap sinar, penurunan adaptasi terang
gelap dan lensa mata sudah mulai menguning.
d) Sistem Respirasi
Penurunan reflex batuk, pengeluaran lendir, debu, iritan saluran
napas berkurang dan terjadi peningkatan infeksi saluran nafas.
e) Kardiovaskuler
Penuan mempengaruhi struktur jatung dan pembuluh darah,
yang turut mempengaruhi fungsinya. Pembuluh darah arteri
akan menebal dan menjadi keras karena proses aterosklerosis.
Selain itu, katub jantung juga dapat lebih kaku. Hal ini dapat
menyebabkan daya tahan jantung berkurang saat berolahraga
maupun beraktivitas.
f) Sistem pencernaan
Lambung akan memproduksi asam lambung dalam jumlah
yang lebih sedikit. Akibatnya, tubuh lansia akan rentan
terhadap infeksi dari makanan. Sedangkan pada lidah,
pengecap rasa akan berkurang jumlahnya sehingga makanan
terasa lebih hambar. Usus juga bergerak lebih pelan sehingga
anda memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencerna
makanan.
g) Fungsi ginjal
Sering bertambahnya usia, struktur pada ginjal akan berubah.
Proses ateroklerosis juga dapat menyerang ginjal,
menyebabkan menurunnya fungsi ginjal.
h) System imun
Menurunnya aktifitas sel T pada system imun (kekebalan
tubuh) akan menyebakan lansia mudah mengalami infeksi.

21
i) Muskuloskeletal
Terjadinya penurunan massa otot dan kekuatan otot, kekakuan
pada sendi serta terjadi penurunan produksi cairan sinovial.
Otot pada lansia mengalami pengecilan akibat kurangnya
aktivitas, proses pembentukan tulang mengalami perlambatan.
Tulang menjadi berongga yang disebabkan penyerapan kalsium
oleh vitamin D mengalami penurunan akibatnya rawan untuk
terjadi patang tulang pada lansia. Penurunan fungsi sistem
muskuloskeletal pada lansia dapat menyebabkan beberapa
perubahan seperti osteoarthritis, osteoporosis yang dapat
memunculkan keluhan nyeri, kekauan pada sendi, hilangnya
pergerakan, dan muncul tanda-tanda inflamasi, pembengkakan
serta mengakibatkan gangguan mobilitas (Sevilla, 2013)

22
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Tentang Komunikasi Terapeutik


Pembahasan tentang fase-fase komunikasi terapeutik yang dilakukan
mahasiswa terhadap lansia di pondok lansia Nuh An Nuur dianalisis
berdasarkan 3 (tiga) tahapan yaitu :
1. Fase pra interaksi
Masa persiapan sebelum mengevaluasi dan berkomunikasi dengan
lansia. Pada masa ini, mahasiswa perlu membuat rencana interaksi
dengan lansia yaitu dengan cara mengumpulkan data lansia,
mengevaluasi diri, menetapkan tahap interaksi dan merencanakan
interaksi.
Data Lansia
a. Lansia 1
Nama : mbah wicaksono
Usia : 75 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
b. Lansia 2
Nama : mbah endang
Usia : 78
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
2. Fase Orientasi
Komunikasi pada lansia memerlukan perhatian khusus. Untuk
memulai hubungan awal dengan lansia hal pertama yang harus
dilakukan adalah membuka pembicaraan dengan salam dan
memperkenalkan diri, dapatkanlah perhatian pasien sebelum berbicara,
pandanglah agar dia dapat melihat mulut kita, gunakanlah bahasa-
bahasa yang mudah dimengerti oleh lansia. Perkenalan diri sangat
penting dalam komunikasi terapeutik pada lansia dan harus selalu

23
dilakukan pada setiap awal pertemuan karena daya ingat lansia yang
sudah menurun, selanjutnya tanyakan kepada pasien untuk
menunjukkan perhatian dan berikan respon non verbal seperti kontak
mata secara langsung, duduk berhadapan sambil menyentuh pasien.
Setelah terbinanya hubungan salin percaya mahasiswa menjelaskan
tujuan dari kunjungan ke pondok lansia, mengidentifikasi masalah
lansia, menetapkan tujuan dengan lansia dan merumuskan bersama
kontrak yang bersifat saling menguntungkan.
Pada tahap ini mahasiswa dan lansia mengidentifikasi masalah yaang
terjadi pada lansia, yaitu:
a. Mbah Wicaksono
“keluhan saya akhir-akhir ini sering pusing dan nyeri tengkuk.
Padahal saya makan teratur 3x sehari. Bagaimana agar saya
sembuh ya mbak? Kemarin katanya pak dokter tensi saya tinggi
mbak.
b. Mbah Endang
“itu mbak, kemarin saya mengecekkan kolesterol saya dan hasilnya
250, untuk penanganan kolesterol saya agar turun apa yang harus
saya lakukan ya mbk?”
Setelah wawancara dan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada
lansia, pada tahap ini mahasiswa menetapkan tujuan kunjungan
komunikasi ke pondok lansia untuk berdiskusi masalah tentang :
a. Penanganan hipertensi
b. Penanganan kolesterol
3. Tahap kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam
komunikasi terapeutik karena didalamnya mahasiswa dituntut untuk
membantu dan mendukung lansia untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya dan kemudian menganalisa respon ataupun pesan
komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh lansia. Pada
tahap ini mahasiswa memberikan penyuluhan kesehatan tentang :

24
1. Melakukan pengecekan tekanan darah
Lansia dicek tekanan darahnya didapatkan hasil 160/90 mmHg.
Dengan ini lansia dinyatakan menderita hipertensi.
Untuk menangani hipertensi dengan cara memperbaiki pola hidup
seperti
1) Menurunkan berat badan jika didapatkan kegemukan
2) Mengurangi minum alkohol
3) Meningkatkan aktivitas fisik
4) Menangani asupan garam
5) Menghentikan merokok
6) Mengurangi asupan kolestrol
7) Mengurangi hal-hal yang memicu stress berlebih
8) Meminum obat anti hipertensi.
2. Penanganan Kolesterol
Cara dilakukan untuk menurunkan kolestrol antara lain
1. Perbanyak makan sayur dan buah
Didalam kandungan sayur dan buah terdapat serat yang mampu
menurunkan kadar kolestrol. Terutama kadar kolestrol jahat
dalam darah
2. Mengkonsumsi makanan yang akan kandungan omega 3
Makanan kaya omega 3 dipercaya dapat membantu
menurunkan kadar kolesterol dan trigliserin dalam darah.
Pilihan makanan yang kaya akan kandungan asam lemak
omega 3 cukup beragam seperti ikan salmon, ikan tuna, sarden,
kacang kenari.
3. Pilih makanan rendah lemak
Bisa mengkonsumsi makanan seperti dagi, ayam, daging sapi
tanpa lemak, putih telur, kacang-kacangan, polong-polongan,
tempe, dan tahu. Hindari makanan yang berlemak seperti
goreng-gorengan.
4. Berolah raga secara teratur

25
Tidak hanya membuat badan semakin bugar, olahraga juga
dapat menurunkan kadar kolestrol jahatdan meningkatkan
kadar kolesterol baik.
5. Berhenti merokok
Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol baik. Selain
itupembuluh darah menjadi kaku.
6. Kontrol berat badan
Dengan cara diet mengontrol berat badan akan menurunkan
kadar kolesterol dalam darah.
Setelah selesai memberikan penyuluhan kepada lansia, mahasiswa
membuka sesi diskusi atau tanya jawab untuk memberikan
feedback agar komunikasi terjadi secara dua arah. Tetapi dalam
tahap ini hanya satu lansia yang bertanya
Mbah Wicaksono : “ mbak, bagaimana cara saya mendapatkan obat
hipertensi ? Apakah saya pergi ke puskesmas apa saya langsung
beli dan bertanya diapotik?’
4. Fase Terminasi
Adalah tahap akhir dari setiap pertemuan mahasiswa terhadap lansia.
Pada fase ini mahasiswa mendorong lansia untuk memberikan
penilaian atas tujuan yang telah dicapai, agar tujuan yang tercapai
kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada
fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan. Pada tahap
ini mahasiswa menggunakan fase terminasi akhir karena mahasiswa
sudah tidak ada kontrak waktu lagi untuk bertemu dengan lansia.
Bu Endang : “saya senang sudah dikunjungi mahasiswa karena saya
telah diberi penjelasan tentang keadaan kesehatan saya, terimakasih
mbak mas telah berkenan mengunjungi kami”.
Pak Wicaksono : “saya juga berterimakasih kepada mbak dan mas
kerena sudah mau berbincang-bincang dengan saya”

26
B. Pembahasan Tentang Hambatan Komunikasi pada Lansia
Adapun yang menghambat komunikasi terapeutik pada lansia yaitu karena
adanya sikap non asertif yaitu lansia menarik diri bila diajak berbicara,
lansia tampil pasif dan tidak mau diajak berbincang-bincang.

27
BAB IV
PERBANDINGAN TEORI DAN PRAKTEK

Komunikasi dengan lansia adalah proses penyampaian pesan atau gagasan


dari petugas kesehatan kepada lansia dan diperoleh tanggapan dari lansia sehingga
diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi. Komunikasi yang baik
pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sikap penyampaian pesan harus
dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek,
wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar telaten, tidak terburu-buru, dada
sedikit membungkuk. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan
lancar adalah menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai
bahasa setempat, tidak terburu-buru, ramah, dan sopan.
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeuti pada
lansia, yaitu ikhlas, empati dan kehangatan. Untuk memulai hubungan awal
dengan lansia hal pertama yang harus dilakukan adalah membuka pembicaraan
dengan salam dan memperkenalkan diri, dapatkanlah perhatian pasien sebelum
berbicara, pandanglah agar dia dapat melihat mulut kita, gunakanlah bahasa-
bahasa yang mudah dimengerti oleh lansia. Perkenalan diri sangat penting dalam
komunikasi terapeutik pada lansia dan harus selalu dilakukan pada setiap awal
pertemuan karena daya ingat lansia yang sudah menurun, selanjutnya tanyakan
kepada pasien untuk menunjukkan perhatian dan berikan respon non verbal
seperti kontak mata secara langsung, duduk berhadapan sambil menyentuh lansia.
Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi yaitu ada 4 macam
1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di
capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya.
Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku,
maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan

28
pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter,
interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-
masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain,
atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun
dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
Dalam hal ini kita sebagai tenaga kesehatan terutama keperawatan untuk
mengatasi masalah kesehatan klien lansia, kita harus mempunyai teknik
komunikasi yang baik untuk mengetahui lebih dalam terkait masalah penyakit
klien. Setelah di analisa dengan menggunakan pendekatan fisik, pendekatan
psikologis, pendekatan sosial, dan pendekatan spiritual bahwa didapatkan klien
mengalami pusing dan nyeri tengkuk. Saat diukur tekanan darahnya ternyata
Tekanan Darah nya 160/90 MmHg. Saat mendapatkan keluhan tersebut langsung
diberikan pengetahuan terkait apa-apa saja yang boleh dimakan dan apa-apa saja
yang tidak boleh untuk mengurangi tekanan darahnya agar tekanan darah nya
tetap stabil. Dan ada juga klien setelah melakukan pendekatan psikologis kepada
lansua, ada lansia yang langsung berkonsultasi ke perawat untuk menyampaikan
keluhan-keluhan yang ia derita. Padahal sebelum dilakukan proses komunikasi
terapeutik lansia-lansia tersebut enggan untuk menyampaikan keluhan-keluhan
tersebut. Daripada itu pendekatan perawatan lansia ini sangat penting terhadap
menganalisis keluhan klien tersebut agar klien lansia dapat menyebutkan semua
keluhan-keluhan yang ia rasakan selama ini.

29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatanya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Komunikasi pada lansia memerlukan perhatian khusus. Untuk
memulai hubungan awal dengan lansia hal pertama yang harus dilakukan
adalah membuka pembicaraan dengan salam dan memperkenalkan diri,
dapatkanlah perhatian pasien sebelum berbicara
B. Saran
1. Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya perawat menggunakan
kata-katayang sederhana dan mudah dipahami oleh lansia

30
DOKUMENTASI

31

Anda mungkin juga menyukai