OLEH:
Kelompok 1
Mansye.Fenesia.Solissa
Korneles Melamas
Lediya Slarmanat
MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
LatarBelakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali
salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya
adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang
maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap
pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena
arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan
mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk
mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan
non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry,
301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi
pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris
dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian
dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “
komunikasi terapiutik pada lansia “.
Rumusan Masalah
1. Apa definisi komunikasi terapeutik ?
2. Bagaimana karakteristik lansia ?
3. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia ?
4. Apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
Tujuan
PEMBAHASAN
Ciri hubungan atau komunikasi terapeutik adalah berpusat pada klien lansia;
menghargai klien lansia sebagai individu yang unik dan bebas; meningkatkan
kemampuan klien lansia untuk berpartisipasi dengan aktif dalam mengambil keputusan
mengenai pengobatan dan perawatannya; menghargai keluarga, kebudayaan,
kepercayaan, nilai-nilai hidup dan asasi dari klien lansia; menghargai privasi dan
kerahasiaan hubungan pemberi asuhan atau perawat dengan klien lansia; dan saling
percaya, menghargai dan saling menerima.
Hubungan membantu ini akan menjadi lebih efektif apabila ada rasa saling percaya dan
saling menerima antara perawat atau pemberi asuhan dan klien lansia. Selain itu
perawat sebagai pemberi asuhan dan harus menunjukkan rasa peduli pada kliennya
(lansia) dan mau membatunya.
Seorang perawat atau pemberi asuhan yang mendengarkan klien lansia tidak saja
memakai telinganya tetapi seluruh eksistensi dirinya. Perawat atau pemberi asuhan
memfokuskan seluruh perhatiannya tidak hanya pada apa yang disampaikan lansia,
tetapi bagaimana lansia itu menyampaikannya. Melalui sikap tubuh dari perawat atau
pemberi asuhan, lansia dapat merasakan apakah perawat atau pemberi asuhan siap
dan berminat untuk mendengarnya.
1. Kesiapan mendengar
Perawat atau pemberi asuhan harus dapat menunjukkan kesiapan mendengarkan klien
lansia. Kesiapan ini ditunjukkan dengan:
a) Duduk tegak, rileks, dan menghadap lansia secara muka dengan muka. Posisi
ini menunjukkan “ Saya siap dan mau mendengarkan”.
b) Mempertahankan kontak mata. Sebaiknya mata perawat sejajar dengan mata
klien lansia, tempat duduk perawat tidak lebih tinggi dari tempat duduk lansia.
Kontak mata harus spontan dan wajar.
c) Tubuh perawat sedikit membungkuk atau sikap menghormat ke arah lansia.
Biasanya secara spontan tubuh seseorang langsung bergerak sedikit mendekat
pada lansia yang sedang bicara bila ia ingin mendengarkan dengan baik apa
yang disampaikannya.
d) Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka. Hindari duduk dengan kedua kaki
atau tangan bersilang, karena semacam menunjukkan sikap defensive. Posisi
tubuh perawat harus menunjukkanbahwa dirinya bersedia menerima dan
membantu, seperti pintu yang terbuka yang mengundang orang untuk masuk
tanpa mengetuk.
e) Mempertahankan posisi tubuh yang rileks. Memang sulit untuk
mempertahankan posisi tubuh yang rileks penuh karena mendengarkan dengan
seluruh “dirinya” perawat sudah mengeluarkan banyak tenaga. Akan tetapi,
suara tegang dapat dicegah dengan memberi sedikit waktu sebelum perawat
memberi tanggapannya, member waktu untuk berdiam sejenak dan
menggunakan isyarat yang tepat dan membantu.
A. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik
a) Tahap I ( pra-interaksi)
Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang klien lansia, seperti
nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan
pertama dengan lansia dapat membuat cemas perawat yang belum mempunyai
pengalaman. Ada baiknya apabila perawat menyadari perasaan ini.
b) Tahap II (pengenalan)
Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan rasa percaya
satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat mengusahakan untuk membuat klien
lansia merasa nyaman dengan beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang
cuaca. Ada kemungkinan perawat melihat sikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin
karena lansia belum siap untuk mengungkapkan dan menghadapi masalahnya, ada
rasa malu untuk mengakui bahwa lansia memerlukan bantuan, tidak siap mengubah
pola tingkah laku yang menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya.
Kadang-kadang klien lansia juga ingin menguji ketulusan perawat yang membantunya.
Di sini perawat perlu menunjukkan sikap ketulusan dan kepedulian. Sebenarnya sikap
perawat sangat menentukan apakah hubungannya dengan klien lansia terapeutis atau
tidak.
Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya klien lansia
kepada perawat :
Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai dan menerima
keunikannya masing-masing. Rasa peduli dan empati juga akan timbul. Perawat
membantu klien lansia melihat secara mendalam perasaannya agar lansia dapat
memperoleh “insight” tentang masalahnya.
1. Empati
Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila mereka “merasakan” apa
yang dialami lansia. Semua teknik komunikasi yang dipakai akan terjadi kaku, tidak
spontan dan tidak genume, tetapi “ sharing” tentang kesulitan klien lansia akan
membuat perawat menjadi spontan dan tulus meresponnya dan sikap ini dapat
dirasakan oleh lansia.
2. Menghargai
Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap manusia, bahwa manusia
pada dasarnya adalah baik,ia adalah ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia
patut dihargai dan dicintai tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan dirinya.
Keyakinan ini akan membantu perawat menerima, mencintai dan menghargai lansia
tanpa syarat.
3. Genuiness
5. Konfrontasi
Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh pengertoan. Konfrontasi akan
lebih mudah diterima lansia bila ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat.
Dengan konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia ketidakcocokkan antara
pikiran, kata-kata atau perbuatannya. Ketidakcocokan ini akan menghambat
pemeriksaaan dan penyadaran diri. Penyangkalan terhadap perasaan dapat membuat
lansia tidak mampu mengatur tingkah lakunya.
d) Tahap IV (terminal)
kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama
adalah perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian, kepercayaan klien
terhadap kapasitas dan kemampuan perawat akan terjaga. Mendengar keluhan klien
dengan penuh perhatian akan menciptakan kondisi keterlibatan emosional yang
maksimal dalam situasi hubungan interpersonal antara klien dan perawat.
Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa akan dihargai apabila perawat
menganggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang sangat penting
sehingga menunculkan kesa “anda bernilai untuk saya dan saya tertarik pada anda”.
Perangkat lain yang tidak kalah pentingnya dalam pencapaian keterlibatan maksimal
dalam proses mendengarkan adalah dengan menunjukkan merespons klien dengan
kode nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum saat yang benar
dan merespons dengan kode verbal yang minimal, misalnya “Oooooo……., mmhumm,
ya…,”. Berikut adalah beberapa sikap untuk menunjukkan cara mendengarkan penuh
perhatian.
Menunjukkan Penerimaan
Gangguan penglihatan pada lansia dapat terjadi baik karena kerusakan organ misalnya
kornea, lensa mata, kekeruhan lensa mata (katarak), atau kerusakan saraf penghantar
impuls menuju otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat
menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi asuhan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat
mungkin harus diganti oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indera yang lain.
Ketika melakukan orientasi tempat tidur, ruan tamu, ruang makan, ruang perawatan,
ruang rekreasi, kamar mandi , dan lain-lain, klien lansia harus mendapatkan keterangan
yang memvisualisasi kondisi tempat tersebut secara lisan. Misalnya,menerangkan letak
meja dan kursi makan, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu,
letak kamar amndi dan sebagainya.
Berikut penggunaan teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi
dengan lansia yang mengalami gangguan penglihatan :
a. Perawat atau pemberi asuhan sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat
dilihat oleh klien lansia bila ia mengalami buta parsial atau memberi tahu secara
verbal keberadaan/kehadirannya.
b. Perawat atau pemberi asuhan menyebutkan identitasnya dan menyebutkan
nama serta perannya.
c. Perawat atau pemberi asuhan berbicara dengan menggunakan nadan suara
normal karena kondisi lansia tidak memungkinkannya menerima pesan non-
verbal secara visual.
d. Nada suara perawat atau pemberi asuhan memegang peranan besar dan
bermakna bagi lansia.
e. Jelaskan alasan perawat dan pemberi asuhan menyentuh sebelum melakukan
sentuhan pada lansia.
f. Ketika perawat dan pemberi asuhan akan meninggalkan ruangan atau hendak
memutus komunikasi atau pembicaraan, informasikan kepada lansia.
g. Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.Orientasikan
lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke lingkungan yang asing
baginya.
a. Tuli perspektif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf
b. Tuli konduktif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghantar
rangsang suara.
Media komunikasi yang paling sering digunakan adalah media visual. Klien lansia
menangkap pesan bukan berupa suara yang dikeluarkan perawat/orang lain, tetapi
dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting
bagi klien lansia ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan agar sikap dan
gerakan perawat dapat ditangkap oleh indera visualnya.
Berikut penggunaan komunikasi yang dapat digunakan klien lansia dengan gangguan
pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran perawat dnegan menyentuh lansia tau memposisikan diri
didepannya.
b. Usahakan mengg8unakan bahsa yang sederhana dan berbicara dengan
perlahan untuk memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan sikap
tubuh serta mimik wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika perawat sedang mengunyah sesuatu
(mis: menguyah permen).
e. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan denan gerakan sederhana dan
perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat mampu
melakukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan dalam
bentuk tulisan atau gambar.
Lansia dapat mengalami gangguan wicara, yang dapat terjadi akibat ompong,
kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara, atau gangguan persyarafan.
Berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan wicara memerlukan
kesabaran agar pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Lansia yang
mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar komunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan.
Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan wicara, hal-hal
yang perlu diperhatikan :
a. Perawat atau pemberi asuhan memperhatikan mimik dan gerak bibir lansia.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-
kata yang diucapkan lansia.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan perlahan.
e. Memperhatikan setiap detail informasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
f. Bila perlu, gunakan bahasa tulis dan simbol.
g. Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan dengan
lansia untuk menjadi mediator komunikasi.
Seringkali timbal pertanyaan tentang perlu atau tidaknya perawat atau pemberi asuhan
berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran ini.
Bagaimanapun, secara etis penghargaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada lansia yang tidak sadar.
Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran, hal-hal
yang perlu diperhatikan, antara lain :
Perawat atau pemberi asuhan harus berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal
dekat dengan lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan
organ terakhir yang mengalami penurunan kemampuan menerima rangsangan pada
individu yang tidak sadar. Individu yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara
dari lingkungannya walaupun ia tidak mampu meresponnya kembali.
Perawat atau pemberi asuhan harus mengambil asumís bahwa lansia dapat
mendengar pembicaraan kita. Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan
nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan di dekat lansia.
Perawat atau pemberi asuhan harus memberi ungkapan verbal sebelum menyentuh
lansia. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat
efektif pada lansia dengan penurunan kesadaran.
Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demencia atau kepikunan
mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat
mengecewakan dan membingungkan lansia maupun pemberi asuhan. Perawat atau
pemberi asuhan perlu :
PENUTUP
Simpulan
Saran
Lansia perlu diberi kesempatan untuk bersosialisasi atau berkumpul dengan orang lain.
Selain untuk mempertahankan keterampilan berkomunikasi juga untuk menunda
kepikunan. Dengan demikian, mereka juga dapat merasakan kegembiraan bersama
orang lain dan merasakan peredaan stress. Beberapa kegiatan yang dapat diikuti oleh
lansia adalah arisan, kegiatan rohani, pemeriksaan di posyandu, melayat, menjenguk
teman sakit, menghadiri undangan, atau senam lansia bersama.
Perawat atau pemberi asuhan harus mampu melakukan teknik komunikasi secara baik
dan efektif. Komunikasi yang dijalin harus bersifat terapeutik