Anda di halaman 1dari 10

LOGBOOK KASUS I

BLOK KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Nurlinawati, S.Kep, M.Kep

OLEH :
G1B121010 Lestiana D.D
KELOMPOK 1B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KASUS TUTOR 1

Tn. S Usia 60 tahun sudah 3 hari dirawat di Rs. X ruang kejora dengan diagnosa medis
Stroke. Selama dalam perawatan Tn. S sering marah dan berbicara kasar dengan keluarga dan
kadang-kadang juga terhadap perawat. Saat dilaskukan komunikasi oleh perawat klien
mengatakan merasa kurang diperhatikan oleh keluarga dengan keadaannya yang saat ini
sedang sakit dan lemah. Tn. S mengalami penurunan fungsi pendengara,. Sehingga perawat
mengajak pasien berkomunikasi dengan bahasa yang sederhana dan jelas. Perawat juga
menggunakan sentuhan untuk memperjelas komunikasi yang disampaikan.
STEP I
1. Stroke
Stroke adalah kondisi ketika pasokan darah ke otak terganggu karena penyumbatan
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Kondisi ini
menyebabkan area tertentu pada otak tidak mendapat suplai oksigen dan nutrisi
sehingga terjadi kematian sel-sel otak.

STEP II
1. Didalam kasus tersebut apakah komunikasi perawat dan pasien sudah termasuk dalam
komunikasi terapeutik yang baik dan benar ?
2. Selama masa perawatan Tn. S sering marah dan berbicara kasar dengan keluarga dan
kadang-kadang juga terhadap perawat . bagaimana sikap perawat dalam menyikapi
hal tersebut ?
3. komunikasi apa yang dilakukan pada kasus di atas ?
4. Bagaimanakan usaha yang harus di lakukan untuk mempertahankan kestabilan
komunikasi yang dinamis antara perawat dengan Tn.S dengan penyakit yang di
deritanya?
5. Di kasus dikatakan bahwa perawat menggunakan sentuhan untuk menjelaskan
komunikasi yang disampaikan. Bagaimana bentuk sentuhan yang di maksud pada
kasus di atas ?

STEP III
1. Menurut saya, pada kasus tersebut sudah bisa dikatakan komunikasi terapeutik karena
komunikasi ini memuat 2 bentuk yaitu verbal dan non verbal.
Contoh verbal adalah berkomunikasi dengan bahasa yang sederhana
Contoh non verbal adalah sentuhan untuk memperjelas komunikasi yang
disampaikan.

2. Sikap yang harus perawat lakukan yaitu sabar dan ikhlas, karena perubahan yang
terjadi pada lansia dalam hal emosi yang labil sikap lansia yang kadang kekanakan
perlu dihadapi dengan sikap ikhlas dan sabar untuk terbentuknya komunikasi yang
terapotik ketika petugas kesehatan terutama perawat tidak mampu menahan sikap
sabar tentu akan memunculkan rasa jengkel yang dapat mengakibatkan kehilangan
kepercayaan lansia untuk berbagi dengan petugas kesehatan.
Oleh karena itu kita sebagai perawat harus mampu berkomunikasi efektif dengan
lansia dan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai untuk
memastikan mereka didengar, dipahami dan diperhatikan

3. Komunikasi Pada kasus di atas itu di pakai komunikasi sederhana karena perawat
memberi komunikasi dg bahasa yang jelas dan juga menggunakan sentuhan untuk
menjelaskan kepada pasien tersebut jadi komunikasi sederhana adalah dapat dimaknai
sebagai proses penyampaian informasi atau pesan oleh seorang komunikator kepada
komunikan melalui sarana tertentu dengan tujuan dan dampak tertentu pula.
4. Terapis mengerti apa yang dirasakan oleh pasien dapat menimbulkan kepuasan
tersendiri oleh pasien. Keyakinan & kepercayaan pasien dapat momotivasi pasien
untuk sembuh karena pasien tidak ragu-ragu krn dipenuhi sikap penerimaan,
konsistensi, empati, dan penghargaan positif dari terapis. Pasien harus merasakan
kepekaan, perhatian, dan kepedulian terapis terhadap pasien sebagai individu.

5. bentuk sentuhan yang bisa perawat lakukan pada kasus yautu kontak fisik non seksual
antara konselor atau terapis dengan klien , misalnya menyentuh pundak , lengan atau
sekedar mengelus tangan pasien . sentuhan ini kita harapkan agar terciptanya rasa
nyaman , menunjukan bentuk empati atas permasalahan yang di alami pasien untuk
menguatkan dan membantu pasien melepaskan emosi-emosi yang dialami.
STEP IV

TN.S
USIA 60 TH

STROKE

3 HARI DIRAWAT
RS.X

TINDAKAN
PERAWAT DI
KASUS
KOMUNIKASI

HAMBATAN
KOMUNIKASI
STRATEGI
KOMUNIKASI

KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
PADA LANSIA
STEP V
1. Definisi komunikasi terapeutik !
Jawaban : Dalam Prasanti (2017) komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Menurut Heri Purwanto, komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan, kegiatannya
difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional
yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (dalam Mundakir,
2006). Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang konstruktif di antara perawat dengan klien.
(Ayuningtyas & Prihatiningsih, 2017)

2. Teknik komunikasi terapeutik pada lansia !


Jawaban : Menurut Zen (2013), dalam berkomunikasi dengan lansia ada
beberapa teknik yang dapat dilakukan yaitu:
a) Pendekatan perawatan terhadap lansia baik secara fisik, psikologis, sosial,
dan spiritual serta menunjukkan rasa hormat dan keprihatinan.
b) Berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dengan menggunakna
kalimat sederhana dan pendek, kecepatan dan tekanan suara tepat, berikan
kesempatan lansia untuk bicara, hindari pertanyaan yang mengakibatkan
lansia menjawab “ya” dan “tidak” dan ubah topik pembicaraan jika lansia
sudah tidak tertarik.
c) Komunikasi nonverbal yang meliputi perilaku, kontak mata, ekspresi
wajah, postur dan tubuh, dan sentuhan.
d) Meningkatkan komunikasi dengan lansia yaitu dengan memulai kontak.
e) Suasana komunikasi harus diciptakan senyaman mungkin saat
berkomunikasi dengan lansia, misalnya posisi duduk berhadapan, jaga
privasi, penerangan yang cukup, dan kurangi
kebisingan.(Mardiantiningsih, 2019)

3. Definisi hambatan atau gangguan komunikasi


Jawaban : Menurut Hamid, hambatan komunikasi terapeutik dalam hal
kemajuan hubungan perawat (terapis) dengan klien terdiri dari tiga jenis utama
yaitu resistensi, transferens, dan kontertransferens. Hambatan timbul dari
berbagai alasan dan mungkin dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komnikasi terapeutik. Hambatan komunikasi terapeutik ini dapat
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien.
Berikut pembahasan mengenai hambatan komunikasi terapeutik:
a. Resisten
Resisten merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah telah
dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase
kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
b. Transferens
Transferens adalah respons tidak sadar dimana klien mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan
respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan
pengisaran (displacement) yang maladaptif.
c. Kontertransferens
Reaksi ini biasanya terbentuk dari salah satu dari tiga jenis yaitu reaksi
sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat
cemas sering kali digunakan sebagai respons terhadap resisten klien.(Alhogbi,
2017)

4. Hambatan atau gangguan komunikasi terapeutik pada lansia !


Jawaban : Proses komunikasi dengan lansia akan terganggu apabila ada sikap
agresif dan sikap non asertif. Sikap agresif ditandai dengan beberapa perilaku,
diantaranya berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain, meremehkan
orang lain, memepertahankan haknya dengan menyerang orang lain,
menonjolkan diri sendiri, dan mempermalukan orang lain di depan umum.
Sedangkan tanda sikap non asertif diantaranya ialah menarik diri bila diajak
berbicara, merasa tidak sebaik orang lain, merasa tidak berdaya, tidak berani
mengungkap keyakinan, membiarkan orang lain membuat keputusan untuk
dirinya, tampil pasif (diam), mengkuti kehendak orang lain, mengorbankan
kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Kendala lain dalam berkomunikasi dengan lansia ialah gangguan
neurologi yang menyebebkan gangguan bicara, penurunan daya pikir, mudah
tersinggung, sulit menjalin hubungan mudah percaya, gangguan pendengaran,
gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan hambatan lingkungan (Aspiani,
2014).(Mardiantiningsih, 2019)

5. Upaya dalam mengatasi hambatan/gangguan komunikasi terapeutik pada


lansia
Jawaban : Adapun cara yang dapat dilakukan, yaitu:
a) Melakukan pendekatan pada klien.
b) Membangun hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
c) Menggunakan umpan balik (feedback).
d) Gunakan komunikasi langsung (face to face).
e) Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
STEP VI
A. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Dengan Gangguan Pendengaran
Pasien tuli berbeda dari pasien lain yang tidak mempunyai kekurangan secara fisik
karena orang tuli selalu menggunakan gesture dan ekspresi dari otot-otot wajah. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar komunikasi yang digunakan adalah komunikasi
non verbal. Orang tuli biasanya menggunakan sistem komunikasi yang berbeda karena
komunikasi mereka dengan orang lain sangatlah sulit. Orang tuna rungu seringnya.
menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa verbal dan non verbal (Potter&Perry, 2013).
Komunikasi verbal; seperti yang kita tahu bahwa orang tuna rungu mempunyai
kesulitan dalam komunikasi verbal. Seringnya mereka mengamati gerakan bibir atau
ekspresi mimik pembicara. Namun kemampuan tersebut berbeda antara orang tuna rungu
satu dengan yang lainnya, tergantung pengalaman masing-masing. Anak dengan
keterbatasan fisik pendengaran harus diberikan stimulus sejak dini oleh keluarga supaya
mempunyai kosakata yang banyak sehingga jika sering distimulasi anak akan mampu
bersekolah di sekolah anak normal.
Komunikasi non verbal, ekspresi wajah dan isyarat tubuh sangat penting dalam
komunikasi non verbal. Isyarat tubuh yang penting untuk diperhatikan adalah gerakan
tangan disertai ekspresi wajah, postur tubuh, dan secara khusus gerakan jari. Bahasa
isyarat sangat sulit untuk dipelajari di rumah sehingga harus belajar pada yang ahli karena
setiap gerakan tangan memungkinkan pengertian yang ambigu bagi orang yang belum
mahir 6. Tantangan berat terutama bagi orang tuna rungu yang sangat parah, karena
hanya tergantung pada bahasa isyarat pembicara. Kelemahannya adalah hanya sedikit
orang yang mahir debgan bahasa isyarat.
Gangguan pendengaran dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu:
a. Conductive hearing Loss, disebabkan oleh masalah yang terjadi pada telinga luar atau
tengah dan berkaitan dengan masalah penghantaran suara. Kemungkinan penyebab
bisa dari tertumpuknya kotoran telinga, infeksi atau pertumbuhan telinga bagian luar,
adanya lubang pada gendang telinga, penyakit yang disebut dengan otosklerosis:
(yang menyebabkan rangkaian tulang-tulang pendengaran menjadi kaku dan tidak
dapat bergetar) atau faktor keturunan. Conductive hearing loss biasanya bisa
disembuhkan secara medis, namun bila tidak dapat maka alat bantu dengar biasanya
dapat membantu mengatasinya.

b. Sensorineural hearing loss, ini adalah istilah untuk menggambarkan adanya masalah
pada telinga bagian dalamı, baik di cochlea, syaraf pendengaran atau sistim
pendengaran pusat (sering disebut tuli syaraf). Gangguan dengan tipe ini bisa
disebabkan oleh berbagai nhal namun kebanyakan disebabkan oleh kerusakan pada
sel rambut didalam cochlea akibat penuaan, atau rusak akibat suara yang terlalu keras.
90% gangguan pendengaran adalah tipe Sensorineural hearing loss & jarang yang bisa
diatasi secara medis, namun seringkali alat bantu dengar dapat membantu.

c. Mixed Hearing Loss (gangguan pendengaran campuran), dimana kondisi gangguan


pendengarannya ada unsur konduktif & sensorineural. Banyak orang dengan
gangguan pendengaran jenis ini dapat terbantu bila memakai alat bantu dengar.
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa terjadi penurunan pendengaran hingga
tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli
perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan tuli
konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.

B. Tehnik Komunikasi Dengan Klien Gangguan Pendengaran.


Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan
pendengaran :
a) Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau
memposisikan diri di depan klien.
b) Pastikan bahwa individu melihat Anda mendekat, karena dikhawatirkan jika
kehadiran Anda mungkin membuat terkejut orang tersebut.
c) Upayakan berbicara dengan sealami mungkin dan posisikan wajah anda lurus
dengan mata klien tuna rungu.
d) Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu
misalnya makanan atau permen karet, karena jika Anda makan, mengunyah
atau merokok sambil berbicara, pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
e) Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana
dan perlahan.
f) Jika orang yang anda ajak bicara memakai alat bantu dengar dan masih
memiliki kesulitan mendengar, periksa apakah alat bantu dengar sudah
terpasang di telinga orang tersebut. Juga periksa apakah sudah dihidupkan,
disesuaikan dan memiliki baterai sehingga alat pendengaran bisa bekerja. Jika
alat dalam kondisi baik dan orang tersebut masih memiliki kesulitan
mendengar, anda bisa mencari tahu kapan dia terakhir melakukan evaluasi
pendengaran.
g) Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda saat berbicara.
h) Memahami kondisi bahwa sangatlah sulit melakukan komunikasi saat mereka
lelah atau sakit, oleh karena itu jangan memaksakan berkomunikasi pada
keadaan tersebut.
i) Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar sebanyak mungkin ketika
melakukan pembicaraan.
j) Jika seseorang mengalami kesulitan saat berkomunikasi, carilah cara yang
berbeda untuk mengatakan hal yang sama, tapi bukan mengulangi kata-kata
asli secara berulang.
k) Gunakan kaliamat sederhana dan singkat untuk membuat percakapan anda
lebih mudah mengerti.
l) Pastikan klien anda mengerti apa yang anda sampaikan dan jangan lupa
berikan pujian terhadap apa yang klien lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Alhogbi, B. G. (2017). Ilmu Komunikasi Teori & Praktik. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9).
FARADINA, S. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PADA
LANSIA KELUARGA BAPAK M DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI DESA
KESUGIHAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Tanjungkarang).

Istiqomah, S. N., & Imanto, M. (2019). Hubungan Gangguan Pendengaran dengan Kualitas Hidup
Lansia. Jurnal Majority, 8(2), 234-239.

Lukito, A. (2019). Hubungan antara Gangguan Pendengaran dengan Serumen pada Lansia di
Puskesmas Medan Johor. Jurnal Penelitian Kesmasy, 1(2), 41-47.

Wijayanti, E. T. (2017). DASAR DASAR KOMUNIKASI UNTUK MAHASISWA KEPERAWATAN.

Anda mungkin juga menyukai