Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA DOKTER DAN PASIEN LANJUT USIA

Dosen Pengampu : Dr. Drg. Julita Hendrartini, M.Kes

Disusun Oleh :
Nina Indrawati Rosita
21/475735/PKG/1463

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI SPESIALIS KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
Pendahuluan

A. Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan proses pertukaran, penyampaian, dan penerimaan berita,


ide, atau informasi dari seseorang ke orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang
lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi. Pihak yang menyampaikan harus ada keseriusan bahwa informasi yang
disampaikan adalah penting, sedangkan pihak penerima harus memiliki kesungguhan untuk
memperhatikan dan memahami makna informasi yang diterima serta memberikan respons
yang sesuai. Secara keseluruhan komunikasi bertujuan untuk menyampaikan ide/ gagasan/
berita, mempengaruhi orang lain, mengubah perilaku orang lain, memberikan pendidikan,
memahami (ide) orang lain.

B. Unsur- Unsur Komunikasi


Pada hakekatnya, setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur, yaitu sumber,
pesan, Saluran, dan penerimaan, disamping itu, masih terdapat unsur pengaruh (effects)
dan Umpan (feedback). Komunikasi terdiri dari 5 komponen atau unsur yaitu:
a. Komunikator
Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya komunikasi. Prakarsa timbul
karena jabatan tugas, wewenang, dan tanggung jawab ataupun adanya suatu keinginan apa
perasaan yang ingin disampaikan. Komunikator disebut juga sebagai sumber berita.
b. Komunikan
Komunikan adalah orang yang menjadi objek komunikasi, pihak yang menerima
berita atau pesan dari komunikator. Komunikan disebut juga sebagai sasaran atau
penerima pesan.
c. Pesan
Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide,
pendapat, pikiran, dan saran. Pasan atau berita juga merupakan rangsangan yang
disampaikan oleh sumber kepada sasaran. Pesan tersebut pada dasarnya adalah hasil
pemikiran atau pendapat sumber yang ingin disampaikan kepada orang lain. Penyampaian
pesan banyak macamnya, dapat dalam bentuk verbal ataupun nonverbal seperti gerakan
tumbuh, gerakan tangan, ekspresi wajah, dan gambar.
d. Media
Media adalah segala sarana yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan
pesan kepada pihak lain, dengan demikian, saluran komunikasi dapat berubah panca indra
manusia maupun alam buatan manusia. Media alat pengirim pesan atau saluran pesan
merupakan alat atau saluran yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada
sasaran.
e. Efek
Efek atau akibat atau dampak adalah hasil dari komunikasi. Hasilnya adalah terjadi
perubahan pada diri sasaran. Perubahan dan dapat ditemukan pada aspek pengetahuan,
sikap, maupun tingkah
Komunikasi terapeutik merupakan hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Aplikasi Komunikasi dalam interaksi dokter dan pasien ditempat
praktek diartikan sebagai tercapainya pengertian dan kesepatan dalam setiap langkah
penyelesaian masalah pasien. Untuk dapat sampai pada tahap tersebut diperlukan
pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, Tulisan/ Verbal dan non verbal),
menjadi pendengar yang baik, mengetahu hambatan dalam proses komunikasi, pemilihan
alat komunikasi yang tepat, mengenal ekspresi perasaan dan emosi.
BAB II
Pembahasan

A. Komunikasi dengan pasien Lanjut Usia


Lansia adalah seseorang yang unik yang pendekatannya berbeda-beda antara satu
lansia dengan lansia lainnya, Orang dapat digolongkan lansia apabila usianya telah
mencapai 60 tahun ke atas. Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah
dan berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat tidak
seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningkat di banding populasi usia muda.Terdapat
banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung
pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial,
ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis
pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik
serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka.
Komunikasi dengan lansia adalah proses penyampaian pesan atau gagasan dari
petugas medis kepada lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga
diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi. Komunikasi dengan lansia harus
memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi individu harus
mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat, disamping itu juga memerlukan
pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. Komunikasi yang baik ini akan
sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi
yang labil pada pasien lanjut usia. Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap
dan sederhana. Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan
jari) dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus dalam
jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-
seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit membungkuk
dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar
komunikasi berjalan lancar adalah menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan,
menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara lembut,
percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung komunikasi adalah suasana
terbuka, akrab, santai, menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan
lanjut usia. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara dokter gigi dan pasien melalui hubungan dokter gigi dan pasien,
Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta evaluasi tindakan
yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menyembuhkan pasien.

B. Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia


Terdapat beberapa hal khusus dalam komunikasi terapeutik dengan lansia. Ada 3 hal
mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi berikut :
a. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan
individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk
mengkonsumsikan kondisi secara tepat.
b. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan
c. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan
dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
perasaannya lebih mendalam.

C. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


Dalam melakukan komunikasi terapeutik terhadap lansia perlu dilakukan
pendekatan perawatan lanjut usia antara lain:
a. Pendekatan fisik , Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di
capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan
ini relatif lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di
observasi.
b. Pendekatan psikologis , Pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini tenaga medis berperan sebagai konselor, advokat, supporter,
interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan sosial , Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan
keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita,
bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan tenaga
medis.
d. Pendekatan spiritual, Tenaga medis harus bisa membeikan kepuasan batin
dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.

D.Teknik Komunikasi Pada pasien Lanjut Usia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung
secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik komunikasi yang
dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan
bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika petugas kesehatan mengetahui adanya perubahan
sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya petugas kesehatan untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar
materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan.
Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan
menjaga kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan
mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di
harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya.
Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan
terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien
kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh petugas kesehatan agar
maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu
bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan
yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai
dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga
komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi
berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan
petugas kesehatan.

E. Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia


1) Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait
dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian
mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami
pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi. Bagi mereka yang berusia
diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%.
Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai
presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara
berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning
(Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat
berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)”. Gangguan
visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang
pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak.
Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada
diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya
yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu.
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang
terganggu.
2) Pasien dengan Demensia
Dementia atau demensia adalah penyakit yang mengakibatkan penurunan daya ingat dan
cara berpikir. Kondisi ini berdampak pada gaya hidup, kemampuan bersosialisasi, hingga
aktivitas sehari-hari penderitanya. Jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit
Alzheimer dan demensia vaskular. Alzheimer adalah demensia yang berhubungan dengan
perubahan genetik dan perubahan protein di otak. Sedangkan, demensia vaskular adalah
jenis demensia akibat gangguan di pembuluh darah otak. Pada saat kunjungan pada tempat
layanan kesehatan dokter berharap pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani
oleh anggota keluarga atau perawat nonformal lain. (istilah caregiver digunakan dari point
ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver. Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki
berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah
untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata
yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia
parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya
berdiam diri. Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami
kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki
rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik
tertentu.
3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga,
dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya
pada sepertiga kunjungan geriatrik. Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai
peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus,
caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak
hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver
membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi
keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri. Hal penting untuk memperlakukan
pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil
terbaik bagi keduanya
4) Pasien dengan reaksi penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara
sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata
atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Tenaga medis dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif,
tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif. Ada beberapa langkah yang bisa
di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain
serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi
dengan baik dan tepat.
5) Sikap Pasien yang agresif dan nonasertif.
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku
seperti : Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara), Meremehkan
orang lain, Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain, Menonjolkan diri
sendiri, Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
Sikap Non asertif biasanya ditandai dengan apabila pasien di ajak bicara menarik
diri karena merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri), Merasa tidak berdaya, Tidak
berani mengungkap keyakinaan Sehingga pasien tersebut membiarkan orang lain
membuat keputusan untuk dirinya dengan sikap tampil diam (pasif) , Mengikuti kehendak
orang lain dan Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.

F. Strategi Komunikasi dengan Pasien Lansia


a) Janji temu lebih lama.
Strategi janji temu lainnya untuk meningkatkan komunikasi antara anggota staf
gigi dan pasien yang lebih tua adalah menjadwalkan janji temu yang lebih lama. Bukti
menunjukkan bahwa penyedia layanan kesehatan sebenarnya menghabiskan lebih sedikit
waktu untuk berkonsultasi dengan orang dewasa yang lebih tua daripada yang mereka
lakukan dengan orang dewasa yang lebih muda, meskipun beberapa pasien yang lebih
tua memproses informasi lebih lambat dan lebih memilih untuk memiliki lebih banyak
waktu untuk berkomunikasi daripada rekanrekan mereka yang lebih muda.Pasien yang
lebih tua. Pasien-pasien ini sering memiliki Riwayat medis yang lebih luas untuk
didiskusikan. Selain itu, orang dewasa yang lebih tua mungkin gugup dan mungkin
mengalami kesulitan fokus, dan kemungkinan besar mereka akan merespons dengan baik
Ketika dokter gigi tidak terburu-buru. Waktu janji yang lebih lama mungkin sangat
penting untuk pasien yang lebih tua yang memiliki keterbatasan fungsional, seperti
masalah dengan berjalan. Pergi ke klinik gigi mungkin sulit dan membuat stres bagi
lansia yang lemah atau cacat, sehingga mereka mungkin emosional dan kelelahan fisik
bahkan dimulai sebelum janji bertemu. Dengan pertimbangan ini, kami beralih ke strategi
untuk meningkatkan komunikasi selama janji temu gigi.
Agency for Healthcare Research and Quality dan University of North Carolina di
Chapel Hill menciptakan Health Literacy Universal Precautions Toolkit. Kit alat ini
menyediakan 20 alat yang dapat diterapkan oleh penyedia layanan kesehatan untuk
meningkatkan pemahaman pasien tentang informasi kesehatan. Strategi-strategi yang
disediakan dalam kit alat dapat membantu dokter gigi menciptakan lingkungan kantor
yang kondusif untuk komunikasi yang efektif dengan orang dewasa yang lebih tua. Pakar
literasi kesehatan merekomendasikan agar praktik gigi memposting daftar strategi untuk
meningkatkan komunikasi agar semua anggota tim dapat membaca secara teratur.
Langkah pertama dalam menciptakan lingkungan yang positif adalah dengan
memberikan salam hangat kepada semua pasien. Selama interaksi dengan pasien yang
lebih tua, anggota tim gigi harus menghadapi pasien dan menjaga kontak mata. Selain
itu, pasien dengan gangguan pendengaran dapat mengambil manfaat dari interaksi tatap
muka karena: dari kebutuhan untuk membaca bibir. Dokter gigi harus melepas masker
pelindung wajah saat berbicara dengan pasien yang lebih tua. Partisipasi pasien harus
didorong selama dorongan terhadap partisipasi pasien harus dimulai sebelum pasien
datang ke kantor. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pasien yang lebih tua
membuat agenda tertulis sebelum kunjungan ke klinik gigi dapat meningkatkan, rata-
rata, dua pertanyaan atau kekhawatiran lebih banyak selama janji temu daripada mereka
yang tidak membuat agenda tertulis sebelum janji temu. Sebagai pengganti agenda,
beberapa dokter gigi mungkin menyarankan bahwa penyedia layanan Kesehatan
menggunakan awal janji temu untuk mendorong pasien mengajukan pertanyaan dan
mendiskusikan masalah (seperti meminta pasien membaca daftar yang diminta untuk
dibuat sebelum janji temu).
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Selama janji temu, penting bagi penyedia perawatan gigi untuk membatasi
gangguan dan menjadi pendengar yang penuh perhatian. Mendengarkan melibatkan lebih
dari sekedar mendengar kata-kata. Selain mendengarkan dengan seksama konten yang
diberikan oleh pasien, penyedia perawatan gigi harus mendengarkan cara kata-kata
diucapkan, mencari petunjuk tentang bagaimana perasaan pasien dan apa yang dia
tinggalkan dari narasi.Mendengarkan dengan buruk adalah keluhan yang paling sering
pasien tentang penyedia layanan kesehatan mereka.
c) Bahasa sederhana.
Selama pemeriksaan, dokter gigi dan anggota staf harus meminimalkan
penggunaan istilah medis dan menggunakan bahasa lisan dan tulisan yang sederhana,
sebuah strategi yang telah dipromosikan oleh National Institutes of Health. Penyedia
perawatan gigi harus berbicara pelan, jelas dan keras" ketika berbicara dengan pasien
yang lebih tua-tapi tanpa memperkuat stereotip negative untuk meningkatkan
pendengaran dan pemahaman. Namun, penting untuk memastikan bahwa berbicara
dengan keras dan perlahan tidak menimbulkan nada suara yang merendahkan. Dokter
gigi harus membatasi percakapan dan memecah topik yang kompleks menjadi potongan
informasi yang lebih kecil. Dokter gigi juga harus mempertimbangkan materi tertulis
dalam praktik mereka untuk memastikan bahwa bahasa yang sama dan sederhana
tercermin dalam komunikasi tertulis mereka dengan pasien. Materi pendidikan pasien,
formulir persetujuan, instruksi perawatan pascaoperasi dan materi cetak lainnya harus
ditulis tanpa istilah medis atau konten yang berlebihan.
d) Teknik mengajar kembali.
Mengulangi pesan dan instruksi yang penting selama janji temu dan memeriksa
pemahaman adalah bagian penting dari komunikasi dengan pasien yang lebih tua. Teknik
pengajaran kembali adalah meminta pasien untuk mengulangi instruksi atau informasi
lain dengan kata-kata mereka sendiri, Teknik ini merupakan strategi komunikasi yang
direkomendasikan oleh ahli literasi kesehatan untuk digunakan secara rutin oleh semua
profesional perawatan kesehatan. Namun menggunakan metode pengajaran kembali
menambah waktu kunjungan ke dokter gigi kurang dari tiga menit.
e) Gangguan kognitif.
Komunikasi selama janji temu gigi dapat menghadirkan tantangan tambahan jika
orang dewasa yang lebih tua memiliki gangguan kognitif. Dengan meminimalkan jumlah
orang, gangguan, dan kebisingan di ruang operasi saat memberikan perawatan untuk
pasien demensia (namun, pengasuh tepercaya di ruangan dapat memberikan kepastian
kepada pasien). Pasien harus didekati dari depan setinggi mata. Komunikasi nonverbal,
seperti tersenyum dan kontak mata, adalah penting. Dokter gigi harus memulai
percakapan dengan memperkenalkan dirinya. Seorang pasien dengan gangguan kognitif
dapat menjadi kelebihan informasi dengan mudah. Instruksi harus sederhana dan kalimat
pendek, seperti, “Tolong buka mulutmu.”
f) Setelah Kunjungan
Strategi lain dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman dan hasil pasien
yang lebih tua setelah janji temu untuk membantu pasien yang lebih tua dalam mengingat
memberikan instruksi penting mengenai perawatan gigi. Kebanyakan pasien yang lebih
tua tidak terlibat dalam ketidakpatuhan yang disengaja; lebih sering, mereka tidak
mengikuti instruksi karena mereka tidak mengingat atau memahami informasi tersebut.
Pasien yang lebih tua dapat memiliki ingatan informasi yang lebih baik ketika dokter
memberi mereka instruksi tertulis untuk berkonsultasi nanti.
BAB III
Penutup

Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Petugas kesehatan harus


waspada terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi pola
komunikasi. Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi juga hubungan intim yang terapeutik.
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
petugas kesehatan dan pasien melalui hubungan petugas kesehatan dan pasien serta
mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang
dilakukan oleh petugas Kesehatan . Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome
pasien lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan
kesehatan untuk orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi
juga tergantung pada hubungan petugas kesehatan yang diciptakan melalui komunikasi yang
efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan – pasien lanjut usia, Pasien
dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan memungkinkan
petugas kesehatan memberikan pelayanan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien lansia
serta instruksi dan saran dari petugas kesehatan akan lebih mungkin untuk ditaati.
DAFTAR PUSTAKA

Annas, 2020, Komunikasi Efektif Pada Lansia, Insan Medika Article, diakses ada 19
September 2021, Online : https://blogs.insanmedika.co.id/komunikasi-efektif-pada-
lansia/

Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Hardjana, A.M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Kanisius, Jakarta.

Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC

Kim, S.S., Kaplowitz, S. dan Johnston, M.V. 2004. The Effects of Physician Empathy On
Patient Satisfaction and Compliance. Evaluation and the Health Professions. Vol.27
No.3. page:237-51. Online:https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15312283/ (Di akses : 23
Agustus 2020).

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:


Lembaga Peraturan Bisnis Indonesia. Halaman 1-10.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:


Lembaga Peraturan Bisnis Indonesia. Halaman 5.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

O’Brien Mark L, O’Brien Matthew dan Hartwig Bronwyn. 2006. Communication Skills
Training For Doctors Increases Patient Satisfaction. Clinical Governance An
International. Journal:Vol.11, No.4, p.299. Department of General Practice
Cognitive Institute. Brisbane. Australia
Online:https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/14777270610708832/
full/html (Diakses tanggal : 23 Agustus 2020)

Rusmana Agus, 2009. Komunikasi Efektif Dokter Gigi vs Pasien. FK


Unpad.Bandung.Online:https://id.scribd.com/document/16911947/Komunikasi-
Efektif-Dokter-Dan-Pasien (Di akses : 23 Agustus 2020)

Sarfika Rika, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan. Edisi ke-1. Padang : Andalas University Press
Stein PS, Aalboe JA, Savage MW, Scott AM. Strategies for communicating with older
dental patients. J Am Dent Assoc. 2014 Feb;145(2):159-64. doi:
10.14219/jada.2013.28. PMID: 24487607.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2013. Buku Saku Ilmu Keperawatan Jika. Edisi ke-5. Jakarta
:EGC

Wahyuni Tiara, Yanis Amel, Erly. 2013. Hubungan Komunikasi Dokter–Pasien Terhadap
Kepuasan Pasien Berobat Di Poliklinik RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal FK Unad.
Online: http://jurnal.fk.unand.ac.id (diakses tanggal : 23 Agustus 2020)

Anda mungkin juga menyukai