Oleh :
drg. Antika Rahman Hakim Mikahab
23/512835/PKG/01664
sering menjadi keluhan dari pasien. Perubahan warna ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal seperti kebocoran tumpatan atau sisa jaringan pulpa nekrotik,
medikamen, sealer maupun bahan pengisi saluran akar. Sisa jaringan nekrotik maupun
bahan- bahan endodontik yang tertinggal di dalam kamar pulpa akan menginfiltrasi
tubulus dentin sehingga menyebabkan pewarnaan pada gigi (Chaya & Hidayat,
2020).
kombinasi keduanya. Diskolorasi ekstrinsik terjadi pada permukaan eksternal gigi dan
dapat dengan mudah dihilangkan dengan pasta abrasif, polishing dan scaling
dalam struktur email atau dentin dan yang tidak dapat dihilangkan dengan profilaksis
dalam email atau dentin. Zat kromogenik dapat berasal dari produk bakteri, sisa
jaringan pulpa, ataupun komponen darah gigi yang nekrosis yang masuk ke dalam
tubulus dentin dan menyebabkan pewarnaan pada dentin sekitarnya. Sisa sealer,
medikamen saluran akar, bahan restoratif, dan gutta percha pada kamar pulpa juga
akan menyebabkan pewarnaan. Semakin lama bahan- bahan ini berdiam di dalam
kamar pulpa akan semakin dalam penetrasi zat-zat ini dalam tubulus dentin sehingga
diskolorisasi gigi akan semakin terlihat. Diskolorisasi gigi karena pulpa yang nekrosis
signifikan, dan dalam beberapa kasus, fungsional. Hilangnya vitalitas akibat trauma
atau infeksi sering mengakibatkan perubahan warna gigi yang tidak responsif terhadap
semuanya dapat menghasilkan gigi yang tidak memuaskan secara kosmetik dan,
dalam dua contoh terakhir, gigi secara struktural "berisiko" juga (Phartiban dan
Karale, 2018).
Berdasarkan kondisi gigi pasien, berbagai perawatan yang dapat dilakukan antara
lain:
a) Pemeriksaan klinis
dilakukan, dengan penekanan khusus pada ada dan/atau tidak adanya gigi sulung dan
permanen. Distribusi perubahan warna atau hipoplasia harus jelas, khususnya apakah
kedua gigi terpengaruh atau tidak, apakah semua gigi dalam satu gigi sama-sama
terpengaruh, dan apakah ada pola simetris atau kronologis. Ciri-ciri perubahan warna
mungkin telah terbukti pada erupsi gigi, atau mungkin telah berkembang kemudian
dan menjadi lebih atau kurang parah dalam waktu intervensi. Jika memungkinkan,
b) Pemeriksaan radiografi
Radiografi yang tepat akan menunjukkan kelainan struktur email dan dentin,
morfologi gigi yang abnormal dan kecukupan penambalan saluran akar pada gigi non-
vital (Chaya & Hidayat, 2020). Dalam kasus ini radiografi penting untuk dilakukan
guna mengetahui kondisi apeks gigi guna menentukan kebutuhan perawatan pada
pasien.
c) PSA Non-Vital
PSA non-vital dilakukan guna menjaga gigi agar tetap bersih dan tidak menjadi
sumber infeksi di masa yang akan datang. Perawatan saluran akar merupakan
perawatan atau tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan gigi baik dari kondisi
vital yang teriritasi maupun gigi nekrosis, agar gigi tetap berfungsi di lengkung gigi
(Chaya & Hidayat, 2020). Perawatan saluran akar dapat dibagi menjadi tiga tahap,
jalan masuk ke kamar pulpa yang menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifis saluran
akar. Langkah selanjutnya adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa
yang tertinggal dan debridemen jaringan nekrotik, langkah ini diikuti dengan
instrumentasi, irigasi serta disinfeksi saluran akar dan diakhiri dengan obturasi
(Asy’ari & Artinawanti, 2021). Obturasi merupakan langkah perawatan saluran akar
yang bertujuan untuk menciptakan kerapatan yang sempurna sepanjang sistem saluran
d) Bleaching Intrakanal
Bleaching internal menjadi perawatan pilihan pada gigi anterior dengan struktur
mahkota yang relatif utuh. Prosedur ini bersifat minimal invasif dibandingkan dengan
restorasi full crown atau veneer yang memerlukan pembuangan sejumlah struktur
jaringan gigi. Prosedur bleaching internal dengan teknik walking bleach umumnya
dilakukan dengan meninggalkan campuran sodium perborate dan air pada kamar
pulpa gigi yang mengalami diskolorasi selama beberapa hari, kemudian akses kavitas
ditutup dengan bahan tumpatan sementara. Prosedur ini dapat diulangi beberapa kali
sampai didapatkan tingkat warna yang diinginkan. Variasi bahan bleaching selain
sodium perborate yang berkembang di pasaran antara lain hidrogen peroksida 35%
dan karbamid peroksida 10% dengan tingkat keefektifan yang setara (Chaya &
Hidayat, 2020).
Teknik ini diindikasikan untuk gigi non-vital yang dirawat secara endodontik yang
telah berubah warna karena pengendapan produk degradasi darah di tubulus dentin.
Pengisian saluran akar yang terkondensasi dengan baik harus ada sebelum memulai
memiliki pengisian saluran akar yang tidak memuaskan, ini harus diganti dengan
restorasi gutta percha yang dipadatkan dengan baik sebelum melakukan bleaching
dalam saluran akar yang kurang hermentis (Walton dan Torabinejad, 2018).
Tehnik untuk melakukan pemutihan gigi secara internal ada tiga cara yaitu teknik
dalam kamar pulpa dan kemudian memanaskannya. Panas diperoleh dari lampu, alat
yang dipanaskan, atau alat pemanas listrik yang dibuat khusus untuk memutihkan
gigi. Tehnik walking bleach merupakan tehnik dengan meletakkan material oksidator
di dalam kamar pulpa dan kemudian dibiarkan 3-7 hari, dapat dilakukan satu kali atau
teknik yang menggunakan bahan pemutih yang dimasukkan ke dalam intra koronal
e) Veneer Porselen
Veneer adalah lapisan dari bahan restoratif yang memiliki warna seperti gigi
membutuhkan restorasi estetik. Restorasi gigi yang dapat memberikan corak dan
secara indirect oleh laboratorium. Proses pengaplikasian veneer tipis dari porcelain,
resin komposit atau bahan lainnya disebut laminating. Laminasi veneer porcelain
menjadi perawatan pilihan yang dapat memperbaiki perubahan warna gigi, bentuk,
panjang gigi, inklinasi gigi, menutup diastema, dan mengembalikan gigi yang patah
dan telah dirawat endodontik. Menurut Kailash (2021) veneer laminasi porcelain
melekatkan ke enamel dan dentin. Teknik adesif restoratif yang lebih konservatif ini
menjadi pilihan untuk mengatasi penampilan gigi yang kurang estetis seperti
diskolorasi gigi. Resin komposit dapat menutupi perubahan warna gigi dan bentuk
gigi yang kurang sempurna. Namun, restorasi tersebut memiliki jangka waktu yang
terbatas sehingga mengurangi hasil estetikanya dalam jangka panjang. Oleh karena
itu, veneer porcelain direkomendasikan sebagai restorasi yang tahan lama dengan
estetika yang superior. Preparasi yang minimal dari veneer porcelain memberikan
hasil terbaik untuk kedokteran gigi estetik. Dengan ketebalan veneer 0,3mm dan
0,5mm, 95% sampai 100% dari volume enamel tetap setelah preparasi dan tidak ada
dentin yang terbuka. Veneer porselen diindikasikan untuk gigi hipoplastik, perbedaan
panjang gigi, anomali gigi dan diskolorisasi gigi pada pasien berusia 16 tahun ke atas,
ketika teknik seperti mikroabrasi, bleaching internal dan resin komposit gagal
lebih cepat, memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan relatif konservatif mengingat
kondisi gigi yang memiliki struktur gigi yang cenderung masih utuh dan baik.
Prosedur bleaching internal dilakukan terlebih dahulu dan jika hasil sudah
memuaskan tidak perlu dilanjutkan dengan prosedur veneer. Namun jika hasil belum
3. Progonosis
Prognosis baik karena kondisi gigi masih utuh dan lengkap, jadi masih
4. Referensi :
Chaya, M., Hidayat, O., T., 2021, Penatalaksanaan diskolorisasi gigi pascaperawatan
Padjadjaran, 32(2):98-104.
Kansal, S., Jindal, L., Garg, K., Thakur, K., Mehta, S., & Pachori, H. (2020).
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/gmhc/article/view/2298/pdf
Kapadia, Y., & Jain, V. (2018). Tooth Staining: A Review of Etiology and Treatment
Perawatan Endodontic pada Pasien dengan Riwayat Trauma. (Laporan Kasus), Jurnal
Fani Pangabdian., Diana Soesilo., Chandra Sari Kurniawati., 2023., Veneer Indirect
All Porcelain Sebagai Perawatan Multiple Diastema dan Diskolorasi Gigi. E-Prodenta
Arny Tri Kartinawanti., Arida Khoiruza Asy’ari., 2021., Penyakit Pulpa dan
Perawatan Saluran Akar Satu Kali Kunjungan., Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi Vol. 4
No. 2.